PENGARUH KEPRIBADIAN PROAKTIF TERHADAP KESUKSESAN KARIER DENGAN POLITICAL INFLUENCE BEHAVIOR SEBAGAI VARIABEL PEMEDIASI Yuni Siswanti [email protected] Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Yogyakarta Abstract The aim of this research are: (1) examine impact of proactive personality to political influence behavior (self promotion and ingratiation); (2) examine effect proactive personality to carerr success;and (3) examine effect of Self Promotion dan Ingratiatio to became mediated variabel’s among proactive personality and carerr success. Object from Pemda Sleman in Yogyakarta. Total of respondents are 96 with purpossive sampling. Simple regression and regression Baron and Kenny’s model (1986) use to test hipothesis. Findings showed that: H1 was not supported, H2 and H3 was supported. Keyword: kesuksesan karier, political influence behavior, self promotion, ingratiation, kesuksesan karier PENDAHULUAN Setiap orang yang bekerja dalam organisasi menginginkan peningkatan karir. Peningkatan karier yang dialami individu sesuai dengan kebijakan jalur karier di masing-masing instansi. Jalur karir seringkali berubah ketika individu menghadapi realitas organisasional yang komplek dan berubah-ubah. Konsekuensinya, pegawai atau individu harus bertanggung jawab terhadap perencanaan dan pengembangan karir mereka sendiri. Perubahan organisasi yng demikian pesat akibat dari arus globalisasi, berkembang menjadi tren yang kemudian berpengaruh terhadap psikologi individual dalam mencapai kesuksesan karier. Menurut Judge dan Bretz (1994) sebagian besar penelitian tentang karir menggambarkan individu. Sebagai seseorang yang pasif, dapat dikendalikan, dan menekankan pengaruh situasi pada perilaku manusia. Berbeda dengan persepektif ini, Bell dan Staw (1989) berpendapat bahwa personality (kepribadian) berkembang melalui proses pengawasan personal dan pada akhirnya mempengaruhi hasil yang ditentukan oleh kekuatan lingkungan. Masuknya abad XXI yang penuh dengan dinamika persaingan baik antar organisasi maupun personal dalam organisasi serta isu downsizing, outsourcing, serta reorganisasi makin mendorong upaya individu untuk mempertahankan dan meningkatkan posisi atau jabatannya dalam organisasi. Ketika kesuksesan karir dikaitkan dengan isu tersebut, maka 71 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 kesuksesan karir dapat dicapai oleh individu yang mampu memahami dirinya, mengetahui bagaimana mendeteksi perubahan lingkungan dan menciptakan peluang bagi dirinya dan belajar dari kesalahan yang pernah mereka lakukan (Greenhauss, Callanan & Godshalk, 2000). Pada akhirnya, untuk menghadapi rintangan dalam pertumbuhan karir individu sangat dibutuhkan sikap responsif dan fleksibilitas yang tinggi. Beberapa penelitian dalam litearur karir telah mengidentifikasi sejumlah pengaruh pada kesuksesan karir, seperti ras, pengalaman organsasional, dan kinerja. Model komprehensif mengenai kesuksesan karir telah memasukkan sejumlah variabel individual dan organisasional (Judge & Bretz, 1994). Pada tingkat individual, beberapa variabel demografik seperti human capital, motivasional dihubungkan dengan kesuksesan karier (Wayne, Liden, Kraimer & Graft ,1999). Kemudian pada tingkat organisasional seperti sektor industri, lokasi geografi, serta ukuran perusahaan juga berhubungan dengan kesuksesan karir (Seibert, Crant & Kraimer, 1999). Walaupun penelitian sebelumnya telah memberikan kontribusi besar pada literaturer karir, namun penelitian yang lain ada yang berpendapat bahwa penelitian yang lalu lebih menekankan pada kemampuan, pencapaian, dan karakteristik organisasional. Kemudian, Judge dan Bretz (1994) menyarankan bahwa pemahaman mengenai kesuksesan karir perlu memfokuskan pada politik organisasional. Berpikir tentang politik organisasional, menurut Cropanzano et al. (1997) pada saat market place bersifat politik, individu-individu mencapai keinginannya dengan bersaing dan memperbesar kekuasaan sehingga investasi yang ditanamkan karyawan menjadi beresiko. Market place bersifat politik, maksudnya bila ada seseorang atau beberapa orang melakukan upaya yang bersifat politik untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Upaya ini dapat berupa ingratiation behaviors (perilaku berupa hasutan) dan self promotion (mempromosikan diri sendiri) (Cook, Ferris dan Dulebohn, 1999). Perilaku politik merupakan perilaku yang secara organisasional tidak ada sanksinya, yang mungkin dapat merugikan bagi tujuan organisasi atau bagi kepentingan orang lain dalam organisasi (Harrell-Cook, Ferris & Dulebohn, 1999 dalam Randall, et al., 1999). Politik organisasional termasuk melibatkan kepentingan seseorang di atas kepentingan organisasi (Greenberg & baron, 2000). Evaluasi subyektif individu terhadap situasi atau perilaku yang diobservasi sebagai politik merupakan politik organisasional yang dipersepsikan (Harrel-Cook, Ferris & Dulebohn, 1999). Ada dua definisi tentang politik organisasional. Satu diantaranya lebih bersifat luas yaitu melihat politik organisasional sebagai sebuah proses 72 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 mempengaruhi. Politik termasuk sekumpulan perilaku sosial. Politik organisasional sebagai suatu alat sosial untuk mempengaruhi dan ikut memberi kontribusi bagi fungsi dasar organisasi. Dari definisi ini, dipercaya bahwa politik dapat menjadi bersifat functional atau dysfunctional tergantung pada gejala-gejala yang terjadi. Definisi yang lain melihat politik secara sempit, yakni bahwa politik terbatas pada perilaku untuk memaksimalkan kepentingan pribadi dalam jangka pendek atau jangka panjang (Cropanzano, et al., 1997). Politik organisasional termasuk melibatkan kepentingan seseorang di atas kepentingan organisasi (Greenberg & Baron, 2000). Politik organisasional telah diteliti dari beragam perspektif yang berbeda. Penelitian yang lalu secara esensil berfokus pada dua wilayah utama. Yang pertama (1) menguji perilaku berpolitik aktual, sementara yang lain (2) berkonsentrasi pada politik organisasional persepsian. Namun, sampai saat ini, hubungan secara alami dan kompleks antara dua konstrak tersebut sebenarnya merupakan dua hal yang berdiri sendiri tetapi seringkali diabaikan (Cook, Ferris, dan Dulebohn, 1999). Ferris dan Jugde (1991) menyatakan, bahwa political influence behavior berpengaruh terhadap kesuksesan karir individu. Pada tingkat praktis, penelitian tersebut amat dibutuhkan, karena dimasa sekarang ini karir individu tidak hanya ditentukan oleh perusahaan, tetapi juga ditentukan oleh individu itu sendiri. Informasi yang realistis sangat diperlukan untuk mengelola karir individu yang ingin mencapai tujuan karirnya. Penelitian ini berdasarkan pada hasil penelitian kesuksesan karier sebelumnya yang telah dilakukan oleh beberapa peneliti sebelumnya. Pertama (1) penelitian kesuksesan karier yang dilakukan oleh Siebert, Crant dan Kraimer (1999), menguji hubungan antara kepribadian proaktif dan kesuksesan karir. Kedua (2) penelitian yang dilakukan Nilawati (2004) menguji pengaruh pemediasian political influence behavior terhadap hubungan antara kepribadian proaktif dan kesuksesan karir, dan ketiga (3) penelitian Cook, Ferris, dan Dulebohn (1999) yang menguji peran political behavior sebagai variabel pemediasi hubungan antara politik organisasional dengan kepuasan kerja. Penelitian Seibert et al., 1999 dan penelitian Nilawati (2004) telah menguji menggunakan influence tactics sebagai bentuk perilaku politis. Indikator political influence behavior yang digunakan dalam penelitian Wayne et al. (1999) dan Nilawati (2004) adalah job-focused tactics dan supervisor-focused tactics. Responden Nilawati 92004) adalah para manajer tingkat menengah perusahaan manufaktur dan jasa di wilayah Jawa Tengah dan DIY. Indikator political influence dalam penelitian sekarang 73 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 adalah self promotion dan ingratiation dengan responden pegawai Pemda di Kabupaten Sleman, Yogyakarta. Penelitian Wayne et al. (1999), menguji faktor-faktor yang memprediksi kesuksesan karir. Bell dan Staw (1989) berpendapat, kepribadian melalui proses pengawasan personal pada akhirnya dapat mempengaruhi hasil yang ditentukan oleh kekuatan lingkungan. Asumsi yang mendasari peneliti ketika menggunakan ingratiation dan self promotion dalam penelitian ini adalah bahwa perilaku politikal berpengaruh pada kesuksesan karier tergantung pada tipe taktik mempengaruhi yang digunakan karyawan, yaitu apakah karyawan menggunakan ingratiation atau self promotion (khususnya pada pegawai instansi pemerintah). Sedangkan pada karyawan swasta cenderung menggunakan supervisor-focused tactics atau job-focused tactics. Ketika melihat kesuksesan karier dari peningkatan jabatan yang diperoleh karyawan melalui sebuah promosi atau mencari muka di hadapan pemimpin, maka beberapa peneliti kemudian menyarankan bahwa promosi bersifat politik merupakan mekanisme utama bagi individu yang ingin mencapai kesuksesan karier. karena kesuksesan karir merupakan akumulasi hasil, produk perilaku yang terkumpul dalam periode waktu yang relatif lama, sehingga, individu yang memiliki kepribadian proaktif akan berusaha mencapai tujuannya dalam berorganisasi, yakni kesuksesan karir. Buss dan Craik (dalam Nilawati, 2004) berpendapat, bahwa kepribadian lebih dikaitkan dengan faktor yang menentukan jumlah atau hasil akumulatif, seperti kesuksesan karir dari setiap tindakan tunggal atau ukuran keperilakuan. Bateman dan Crant (1993), mendefinisikan individual dengan bentuk dasar kepribadian proaktif sebagai kepribadian yang dimiliki seseorang yang relatif tidak mudah dipaksa oleh kekuatan yang berhubungan dengan situasi, dan dapat mempengaruhi perubahan lingkungan. Kepribadian proaktif digambarkan sebagai penempatan yang stabil terhadap perilaku proaktif. Domain konstruk perilaku proaktif menurut Bateman dan Crant (1993), ditentukan melalui hubungan antara konstruk proaktif dan lima faktor umum kepribadian, yang kemudian dikenal dengan big five personality, yaitu neuroticism, extraversion, keterbukaan, agreebeness dan hati-hati. Hasil penelitian Seibert, Crant, dan Kraimer (1999) menunjukkan bahwa ada hubungan positif antara individu yang memiliki kepribadian proaktif dengan dua indikator kesuksesan karir, yaitu self-reported subyektif (gaji dan promosi) serta subyektif (kepuasan karir), setelah mengontrol beberapa variabel seperti yang dipakai dalam penelitian Wayne et al. (1999), 74 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 yaitu demografik, human capital, motivasi, organisasional dan industri. Konsisten dengan penelitian sebelumnya, variabel dalam penelitian Seibert, Crant, dan Kraimer (1999), seperti demografik dan motivasi memberikan peningkatan yang signfikan dalam menjelaskan variance (variansi) gaji. Variansi dalam promosi dijelaskan oleh demografik dan human capital. Variansi kepuasan karir dijelaskan oleh hasil karir obyektif, demografik, motivasi, kepribadian, sedangkan human capital dan organisasional tidak dapat menjelaskan variansi. Hasil penelitian Seibert, Crant, dan Kraimer (1999) bertentangan dengan penelitian yang dilakukan Wayne et al. (1995), bahwa masing-masing variabel kecuali area industri dapat menjelaskan kepuasan karir. Perbedaan hasil penelitian ini kemungkinan disebabkan oleh perbedaan karakteristik sampel yang digunakan. Judge, et al. (1995), menggunakan sampel dari eksekutif tingkat atas, sedangkan Seibert, Crant, dan Kraimer (1999), menggunakan sampel alumni lulusan sekolah bisnis, engineering dan MBA. Kemudian rekomendasi yang diberika Seibert, Crant, dan Kraimer (1999) untuk meningkatkan tingkat signifikansi, antara lain dengan menggunakan variabel behavior, yakni influence tactics sebagai variabel pemediasian. Individu yang pandai bermain politik, kemungkinan mendapatkan reward yang berhubungan dengan pekerjaan atau karirnya (Wayne & Ferris, 1999). Wayne da Ferris (1999) mendefinisikan political influence behavior sebagai proses pengaruh sosial, yang mana perilaku secara strategik didesain untuk memaksimumkan self-interest baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang, dan salah satunya konsisten dengan pengorbanan dari kepentingan lainnya. Agar dapat memahami bagaimana influence behavior mempengaruhi kesuksessan karir, terlebih dahulu perlu mempertimbangkan proses psikologikal sosial yang memotivasi perilaku tersebut. Sejumlah peneliti mengusulkan taksonomi taktik mempengaruhi yang mana taksonomi tersebut berdasarkan pada asumsi: (1) perbedaan motivasi yang mendasari taktik yang spesifik, dan (2) tidak semua taktik efektif untuk mencapai hasil yang diharapkan. Hal ini dikarenakan motivasi pada influence behavior diklasifkasikan sebagai ingratiation dan self-promotion, sehingga penting untuk membedakan keduanya. John (1964) mendefinisikan tiga tipe taktik ingratiation, yaitu other enhancement, self-presentation dan opinion comformity. Self promotion mengarahkan pada prestasi khusus seseorang. Menurut Ferris dan Judge (1991), bentuk self-promotion ada dua, yaitu materialistis dan perbaikan. 75 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 Penelitian mengenai kesuksesan karir yang dilakukan oleh Wayne et al. (1999), meneliti peran human capital, motivasional, dan dukungan supervisor dalam memprediksi kesuksesan karir. Penelitian empiris sebelumnya telah mengidentifikasi beberapa variabel yang berhubungan dengan kesuksesan karir, yaitu demografik, human capital, motivasional, perlaku mempengaruhi dan access to mentor. Kesuksesan karir didefinisikan sebagai perasaan psikologis positif atau hasil yang berhubungan dengan pekerjaan atau akumlasi pencapaian seseorang sebagai hasil dari pengalaman kerja. Kesuksesan karir ditentukan dalam dimensi obyektif dan subyektif (Judge, Cable, Boundreau, & Bretz, 1995). Indikator kesuksesan karir obyektif yang digunakan dalam penelitian Wayne et al. (1999), adalah salary progression sedangkan indicator kesuksesan karir subyektif adalah career satisfaction (α=0,81) dan promotability (α=1,87). Penelitian sekarang menggabungkan 2 indikator kesuksesan karir, yaitu kesuksesan karir obyektif (gaji dan promosi) dan kesuksesan karir subyektif (kepuasan karir), seperti yang sudah dilakukan oleh Wayne et al. (1999) dan Siebert, Crant, dan Kraimer (1999). Adapun model penelitian yang akan dikembangkan oleh peneliti berdasar pemahaman dari beberapa penelitian kesuksesan karir terlihat pada gambar 1. Political Influence Behavior Kepribadian Proaktif (X) Self promotion (Z1) Kesuksesan Karir (Y) Ingratiation (Z2) Gambar 1 Rerangka Penelitian Rumusan Masalah 1. Apakah ada pengaruh langsung kepribadian proaktif terhadap kesuksesan karir? 2. Apakah ada pengaruh kepribadian proaktif terhadap kesuksesan karir dimediasi oleh self promotion? 3. Apakah ada pengaruh kepribadian proaktif terhadap kesuksesan karir dimediasi oleh ingratiation? 76 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 TINJAUAN PUSTAKA Kepribadian Proaktif Kepribadian proaktif memainkan peran penting dalam teori dan riset bidang perilaku organisasional. Menurut Greenberg & Baron, 1997, karakter kepribadian yang cenderung stabil dapat bertahan dan mempermudah orang untuk berperilaku secara konsisten dalam situasi yang berlainan. Bila dilihat dari perspektif interaksionis, perilaku saling mempengaruhi antar individu dihasilkan dari perbedaannya dalam hal pengetahuan, kemampuan, keterampilan, dan kepribadian dengan faktor-faktor situasional. Di samping perspektif interaksionis, ada beberapa peneliti yang cenderung melihat kepribadian dari sisi perspektif interaksional. Perspektif interaksional seringkali salah ditafsirkan sebagai keberadaan karakter yang negatif, sebab menurut George, 1992, karakter dapat dipikirkan sebagai penyusunsn sisi manusia dari sebuah transaksi person-situation. Kepribadian atau karakter seringkali merupakan gagasan pengoperasian perilaku melalui pengaruh perilaku pada kondisi internal. Walaupun kepribadaian mempengaruhi keadaan internal yang relevan. Keadaan juga ditentukan oleh factor situasional dan interaksinya dengan kepribadaian. Keadaan dapat berubah dan berfluktuasi sepanjang masa pada situasi yang berbeda, sedangkan karakter berlangsung sepanjang masa. Beberapa peneliti menyatakan bahawa kepribadian kemungkinan berinteraksi dengan kemampuan untuk memprediksi kinerja (George, 1992). Patel (2003) mendefinisikan perilaku proaktif sebagai upaya mengambil inisiatif dalam meningkatkan ide dan kreativitas-kreativitas baru mengubah status quo dibanding hanya bertindak pasif dalam menghadapi kondisi saat ini. Definisi perilaku proaktif tersebut ssuai dengan pernyataan Ashford dan Black (1996) , yakni individu yang sepanjang kerjanya menjadi lebih aktif, mereka cenderung lebih sukses dalam beradaptasi dengan organisasi. Bateman dan Crant, 1993 mendefinisikan bentuk dasar kepribadian proaktif sebagai seseorang yang relatif tidak didesak oleh kekuatan situasional dan seseorang yang mempengaruhi serta menciptakan perubahan terhadap lingkungan. Menurut Bateman dan Crant (1993), perbedaan individual cenderung digunakan untuk mempengaruhi lingkungan dimana mereka hidup. Pada saat seseorang melakukan tindakan untuk mempengaruhi orang lain, baik itu berhasil atau gagal, maka individu tersebut telah mengunakan pengaruh sosial pada orang lain. Dari pemahaman ini dapat diasumsikan bahwa individu yang memiliki kepribadian proaktif memiliki kesempatan dan tindakan untuk menunjukkan dirinya kepada orang lain dalam bentuk 77 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 seperti memperlihatkan inisiatif, bertindak cepat, menentang status quo, suka bekerja keras dan gigih ketika mereka ingin mengadakan perubahan yang berarti. Penelitian sebelumnya menemukan bahwa kepribadian proaktif berhubungan dengan hasil dari perilaku seperti kinerja (Crant, 1995). Political Influence Behavior Berdasarkan perspektif interaksional, individu yang berkepribadian proaktif mempertimbangkan kemungkinan bahwa individu mampu menciptakan lingkungan mereka sendiri dengan lebih leluasa. Pada saat individu mampu menciptakan lingkungan, maka individu tersebut diasumsikan memilki kapasitas. Salah satu kapasitas tersebut adalah untuk mempengaruhi orang lain yang disebut power. Dalam konteks organisasional, power secara informal digunakan untuk meningkatkan atau melindungi selfinterest, dan biasanya mengorbankan tujuan bersama organisasi. Kondisi ini kemudian dikenal dengan istilah ‘politik organisasional’. Dalam penelitian yang dilakukan Cook, et al. (1999), ditemukan bahwa politik organisasional berpengaruh terhadap kepuasan kerja dengan dimoderasi oleh political behavior. Artinya, ketika situasi politik organisasional yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang cenderung meningkat, maka akan berpengaruh langsung dan negatif terhadap kepuasan kerja. Pengaruh langsung ini akan lebih kuat ketika ada unsur political nfluence behavior yang memoderasi. Kapasitas individu untuk mengubah perilaku atau sikap orang lain untuk menunjukkan self-interest disebut politik. Beberapa praktisi dan peneliti telah menguji aspek politik organisasional dan political behavior dan belum ditemukan perbedaan secara jelas antara kedua konstrak tersebut, meskipun penelitian di akhir dekade ini kemudian berkembang bahwa politik organisasional dan political behavior adalah dua konstrak yang terpisah. Perilaku politik untuk mempengaruhi lingkungan dalam penelitian ini kemudian dikenal dengan political influence behavior. Political influence behavior didefinisikan sebagai perilaku yang tidak ada sanksinya secara organisasional yang sebenarnya kemungkinan dapat saja merugikan organisasi dalam mencapai tujuan atau menunjukkan rasa senang pada orang lain dalam organisasi (Ferris, Rush, dan Fandt, 1989; Gantz dan Murray, 1980). Sedangkan menurut Judge dan Bretz (1989), political influence behavior didefinisikan sebagai proses pengaruh sosial dan perilaku yang secara strategik didisain untuk memaksimumkan self-interest baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Sesuai dengan penelitian 78 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 Cook, et al (1999), political influence behavior dalam penelitian ini memiliki dua indikator, yakni self promotion dan ingratiation. 1. Self promotion Self promotion merupakan perilaku yang berfokus pada ‘attention getting’. Mereka berperilaku di hadapan orang lain agar mendapat perhatian. Individu yang melakukan self promotion dipandang lebih dari sekedar perilaku ramah. Tujuan mereka adalah untuk memberikan menunjukkan kompetensinya melalui ekspresi percaya diri, secara langsung menaruh perhatian pada penyempurnaaan tujuannya, atau dengan memberi contoh perilaku yang mengasumsikan target secara individu. Individu pelaku self promotion berupaya melakukan perilaku spesifik untuk membangun image bahwa pelaku politik sebagai seorang pekerja yang memiliki kompetensi, cerdas, dan atau pekerja yang berdedikasi (Cook, et al., 1999). Supervisor-focused tactics merupakan manifestasi dari strategic ingratiation behavior. Sedangkan job-focused tactics merupakan manifestasi dari strategic self-promotion (Judge & Bretz, 1994). Menurut Ferris dan Judge (1991), self promotion adalah tindakan yang ditimbulkan untuk memperjelas prestasi, karakteristik dan kualitas kepribadian seseorang dalam upayanya untuk menunjukkan dirinya sendiri dengan cara atau gaya yang baik. Individual yang melakukan self promotion cenderung memanipulasi orang lain untuk mencapai tujuannya, yakni agar terlihat cakap dalam pekerjaannya. Dalam literatur psikologi, self promotion seringkali menimbulkan bias, yaitu self-serving bias. Bias ini mengarah pada kecenderungan individu untuk menghubungkan kesuksesan hasil, misalnya kesuksesan dalam menjalankan tugas/pekerjaan dengan dirinya sendiri. Dengan membuat pernyataan menyesal atau permintaan maaf atas suatu kejadian negatif, individu secara aktif mempromosikan penilaian mengenai kualifikasi, kebaikan atau jasa, dan kinerja mereka kepada sasaran/target. 2. Ingratiation Ingratiation merupakan perilaku politik yang berupa perilaku verbal mamupun non verbal dan bersifat reaktif, Mereka memiliki tujuan meraih target/sasaran dan respon dari sasaran/obyeknya. Fokus perilaku ingratiation adalah pada ‘attention giving’. Mereka berperilaku di hadapan orang lain dengan memberi banyak perhatian, melalui lebih menyetujui pendapat target/sasaran, mengekspresikan 79 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 diri dengan melakukan penyesuaian diri terhadap nilai sasaran/target (Cook, et al., 1999). Perilaku ingratiaon diwujudkan dengan memberi pujian, pengungkapan niat baik, berlaku rendah hati, dan bersikap bersahabat sebelum mengajukan permintaan. Di samping itu, ingratiation didefinisikan sebagai perilaku mempengaruhi yang bertujuan untuk lebih disukai oleh, atau mirip dengan target individual (Judge & Bretz, 1994). Perilaku ingratiation merupakan perilaku yang dilakukan seseorang untuk membuat dirinya lebih menarik di mata orang lain (Linden & Mitchell, 1988). Definisi tersebut memberikan makna lebih luas, yakni perilaku ingratiation selalu sopan/baik didorong oleh usaha untuk menggunakan pengaruh dan/atau mendapatkan keuntungan politik. Meskipun perilaku ingratiation kemungkinan tidak selalui melibatkan metode yang berliku-liku untuk memanipulasi orang lain, dalam kenyataannya beberapa individu secara tidak ada telah menggunakan perilaku ingratiation (Liden & Mitchel, 1988). Liden & Mitchel (1988) menyatakan bahwa individu yang memiliki keperibadian proaktif akan akan bertindak mengarah pada political influence behavior melalui self promotion dan ingratiation karena kecakapan yang mereka miliki. Kesuksesan Karir Kesuksesan karier didefinisikan dalam dimensi obyektif dan subyektif ( Judge & Bretz, 1994; Judge et al., 1995). Kesuksesan karier subyektif meliputi di dalamnya pencapaian karier yang dapat diukur, seperti dapat dilihat dari tingkat kompensasi atau promosi yang diperoleh individu. Sedangkan kesuksesan karier subyektif didefinisikan sebagai perasaan individu dalam pencapaian dan kepuasan yang mereka rasakan atas karier mereka (Judge, et al., 1995). Berdasar pada definisi ini, indikator kesuksesan karier subyektif adalah laporan dari individu tentang kepuasan karier yang mereka rasakan, termasuk di dalamnya peningkatan jenjang karier, peningkatan gaji, dan peningkatan profesionalisme kerja (Greenhaus, Parasuraman, & Wormley, 1990). Hasil temuan Judge dan bretz, 1994 menunjukkan bahwa political influence behavior menghasilkan tingkat kesuksesan karier yang lebih tinggi. Konsisten dengan perspektif interaksionis, hipotesis yang dikembangkan dalam penelitian ini didasarkan pada asumsi bahwa individu yang lebih proaktif menerima kesuksesan karier obyektif dan subyektif yang 80 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 lebih besar, karena mereka mampu memilih, menciptakan dan mempengaruhi situasi tempat mereka bekerja. Hasil penelitian Seibert, et al. (1999) menunjukkan bahwa kepribadian proaktif berhubungan langsung secara positif dengan kesuksesan karier obyektif dan subyektif. Menurut Crant (1995) individu yang proaktif memilih dan menciptakan situasi yang dapat meningkatkan tingkat kinerja yang tinggi. Mereka lebih dapat menggunakan kegiatan yang proaktif dalam manajemen karier, seperti melihat informasi pekerjaan dan di luar organisasinya. Memperoleh sponsorship dan dukungan karier, mengadakan perencanaan karier, dan bertahan dalam menghadapi rintangan berkarier (Ashford & Black, 1996). Menurut Seibert et al. (1999) , individu yang lebih proaktif akan memilih dan menciptakan lingkungan kerja yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai yang mereka miliki. Kristoff (1996) menemukan bahwa ada pengaruh positif dan signifikan antara individu yang proaktif terhadap kesuksesan karier mereka seperti : memiliki sense-determination yang lebih besar dalam pekerjaan dan karier mereka. H1: Kepribadian proaktif berpengaruh langsung dan signifikan terhadap kesuksesan karir. Variabel political influence behavior dalam penelitian ini berfungsi sebagai variabel yang memediasi hubungan antara kepribadian proaktif dan kesuksesan karier. Penentuan variabel mediasi ini didasarkan pada rekomendasi Seibert, Crant, dan Kramer (1999) bahwa kepribadian proaktif tidak secara langsung berpengaruh terhadap kesuksesan karier, namun kepribadian proaktif cenderung mendorong kesuksesan karire melalui proses dan perilaku intervening, baik melalui self promotion maupun ingratiation. H2: Kepribadian proaktif berpengaruh signifikan terhadap kesuksesan karier melalui variabel self promotion. H3: Kepribadian proaktif berpengaruh signifikan kesuksesan karier melalui variabel ingratiation. terhadap METODA PENELITIAN Populasi dalam penelitian ini adalah pegawai Pemda di Kabupaten Sleman. Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling. Penggunaan purposive sampling agar sampel yang dipilih adalah mereka yang sesuai dengan karakteristik populasi dengan kriteria: pegawai yang sudah diangkat resmi oleh pemerintah, dan menduduki jabatan sturktural di 81 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 intansinya. Alasan peneliti memilih populasi pegawai Pemda adalah bahwa di instansi pemerintahan besar kemungkinan terjadi political influence behavior, baik dalam bentuk self promotion maupun ingratiation, meskipun tidak dapat dipungkiri, di instansi swasta pun dapat saja terjadi demikian. Namun, fenomena yang terjadi hingga saat ini, di instansi pemerintahan seringkali dipraktikkan unsur like dan dislike antara atasan dan anggotanya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Unsur ini akan mempengaruhi naik tidaknya karier seseorang. Penentuan ukuran sampel didasarkan pada petunjuk praktis (rule of thumb) yang diberikan Roscoe (Roscoe, 1997; pada Sekaran, 1992), yaitu untuk penelitian multivariate, sample size harus beberapa kali lipat (sepuluh kali atau lebih) dari jumlah variabel penelitian. Karena variabel penelitian ada empat, maka jumlah sampel yang akan diambil minimum adalah 40 responden. Setelah mengajukan ijijn penelitian ke Bappeda Sleman, peneliti diijinkan mengambil data pada : sekeretariat Bupati Sleman (9 bagian), Bawasda, BKD, BPKKD. Peneliti berhasil memperoleh 96 responden untuk diteliti yang memenuhi kriteria. Pengumpulan data dilakukan dengan meminta responden mengisi kuesioner. Variabel Independen dalam penelitian ini adalah kepribadian proaktif. Variabel pemediasian dalam penelitian ini adalah self promotion dan ingratiation. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah kesuksesan karier (obyektif dan subyektif). Kesuksesan karier obyektif menggambarkan peningkatan jumlah gaji dan promosi, sedangkan kesuksesan karier subyektif menggambarkan perasaan seseorang atas kepuasan dan pencapaian karier mereka. Kepribadian proaktif dikur dengan 17 item skala kepribadian proaktif versi Bateman dan Crant (1993). Responden diminta menunjukkan tingkat kesetujuannya dalam skala Likert 5 poin, dari sangat tidak setuju (1) sampai sangat setuju (5). Political influence behavior dalam penelitian ini memiliki dua indikator, yakni self promotion dan ingratiation. Self promotion diukur dengan 15 item kuesioner dan ingratiation diukur dengan 9 item kuesioner yang dikembangkan oleh Wayne dan Ferris (1990.). Responden diminta menunjukkan pilihannya dalam skala Likert 5 poin, dari ‘tidak pernah’ (1) sampai ‘sangat sering’ (5). Kesuksesan karier obyektif diukur dengan 5 item kuesioner yang dikembangkan Gerhart dan Milkovich (1989), sedangkan kesuksesan karier 82 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 subyektif diukur dengan 5 item kuesioner yang dikembangkan oleh Greenhause, Parasuraman, dan Wormley (1990). Uji validitas ini menggunakan Analisis Faktor. Uji reliabilitas dilakukan untuk mengetahui seberapa jauh konsistensi alat ukur dalam memberikan hasil pengukuran, alat uji yang akan digunakan adalah dengan koefisien Cronbach Alpha. Semakin mendekati 1,0 maka semakin tinggi konsistensi jawaban skor butir-butir pertanyaan atau makin dapat dipercaya. Reliabilitas yang kurang dari 0,6 adalah kurang baik; 0,7 dapat diterima dan di atas 0,8 adalah baik (Sekaran, 2000). Hasil uji validitas dan reliabilitas dapat dilihat dalam tabel 3.1 dan 3.2 Untuk menguji hipotesis 1 metoda analisis data yang digunakan adalah analisis regresi sederhana. Pengujian hipotesis dengan menggunakan analisis regresi sederhana untuk melihat pengaruh kepribadian proaktif terhadap kesuksesan karier, secara statistik, hipotesis diuji melalui persamaan berikut: Y = a + bX+ e Hipotesis 3 diuji dengan analisis regresi model Baron dan Kenny (1986) dapat digambarkan sebagai berikut: H2 Kepribadian Proaktif (X1) Serlf Promotion (Z) Kesuksesan Karier) Ingratiation (Z2) H3 H1 Gambar 2 Model Penelitian HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Karakteristik Responden Penelitian ini dilaksanakan di lingkungan Pemda Sleman Propinsi DIY. Populasi diambil dari responden yang menduduki jabatan strukutral pada Sekretariat Bupati Sleman, Banwasda, BKD, BPKKD, dan Bappeda. Jumlah responden 96 orang. Adapun diskriptif responden tersebut dapat dilihat berdasarkan: jenis kelamin, usia, dan pengalaman. 83 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 Tabel 1 Data Responden No. BAGIAN Jumlah Responden 1. Setda Hukum 4 2. Setda Pemerintahan Desa 5 3. Setda Umum 3 4. Setda Kesra 4 5. Setda Tata Pemerintahan 4 6. Setda Humas 4 7. Setda Perekonomian 4 8. Setda Administrasi Pemerintahan 4 9. Setda Organisasi 4 10. Badan Kepeg.Daerah (BKD) 16 11. Badan Pengawasan Daerah (Bawasda) 6 12. Badan Pengelolaan Kekayaan Daerah (BPKKD) 18 13. Bappeda 12 Total Responden 96 Sumber: Data Primer Tabel 2 Karakteristik Responden Berdasarkan Bagian Bagian Sekretrariat Bupati Sleman BKD Bawasda BPKKD Bappeda Total Sumber: Data Primer Jumlah 36 16 6 18 20 96 Prosentase (%) 12,9 16,7 6,3 18,8 20,8 100 Tabel 3 Karakierisiik Responden Berdasarkan Gender Gender Laki- laki Wanita Total Sumber: Data Primer 84 Jumlah 57 39 96 Prosentase (%) 59,4 40,6 100 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 Tabel 4 Karakteristik Responden Berdasarkan Pendidikan Pendidikan SMU S1 S2 Total Sumber: Data Primer Jumlah 1 49 46 96 Prosentase (%) 1,0 51,0 47,9 100 Uji Instrumen 1. Uji Validitas Dari hasil olah data mengenai instrumen variabel yang diteliti, menggunakan confirmatory factor analysis (CFA), hampir semua item kuesioner valid, yang ditunjukkan oleh nilai koefisien (loading factor) > 0,4 dan setiap item kuesioner mengelompok sesuai variabel masingmasing. Hanya item ke 2, dan 3 dari variabel Kepribadian Proaktif serta item 9 dan 11 dari self promotion yang memiliki loading factor < 0,40, sehingga keempat item tersebut tidak diikutsertakan dalam olah data selanjutnya. Waktu Pendidikan Akhir sampai dengan Posisi / Jabatan Terakhir Tabel 5 Waktu dari Pendidikan Akhir s/d Posisi sekarang Waktu 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun > 25 tahun Total Sumber: Data Primer Jumlah 39 21 13 11 8 4 96 Prosentase (%) 40,6 21,9 13,5 11,5 8,3 4,2 100 Tabel 6 Masa Jabatan sampai dengan Saat ini Waktu 1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun 16-20 tahun 21-25 tahun > 25 tahun Total Sumber: Data Primer Jumlah 64 24 3 2 1 2 96 Prosentase (%) 66,7 25,0 3,1 2,1 1,0 2,0 100 85 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 Tabel 7 Jam Kerja / Minggu Jam Kerja/Minggu 26 – 40 jam 41 – 55 jam >55 jam Total Sumber: Data Primer 2. Jumlah 50,0 44,0 2,0 96 Prosentase (%) 52,1 45,8 2,1 100 Uji Reliabilitas Dari hasil olah data mengenai instrumen penelitian ini, semua item reliabel, karena Koefisien Cronbach's Alpha memiliki nilai >= 0,6. Hasilnya dapat dilihat pada label 4.8 berikut ini: Tabel 8 Hasil Uji Reliabilitas No. Variabel 1. Kepribadian Proaktif 2. Self Promotion 3. Ingratiation 4. Kesuksesan Karir Sumber: Lampiran (Hasil olah data primer) Koefisien Cronbach’s Alpha 0,87 0,88 0,94 0,86 Hasil Uji Hipotesis 1. Hasil Uji Hipotesis 1: Tabel 9 Hasil Analisis Regresi Linier Berganda Keterangan Koefisien Regresi Konstanta 2,599 Kepribadian Proaktif 0,203 Dependen Variabel: Kesuksesan Karir Sumber: Lampiran (dari olah data primer) 2. 86 Beta (Standardized) 0,117 Thitung Sign. 3,838 1,142 0,000 0,256 Dari tabel 9 terlihat bahwa kepribadian proaktif berpengaruh positif terhadap kesuksesan karir, tetapi tidak signifikan (sign. 0,256), dengan demikian hipotesis 1 tidak terdukung. Hasil Uji Hipotesis 2 Dari tabel 10 pada tahap 1 terlihat bahwa Kepribadian Proaktif tidak berpengaruh signifikan terhadap Kesuksesan Karir (sign. 0,256). Pada tahap ke-4 untuk menguji efek mediating variable, ternyata Self PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 promotion memediasi pengaruh Kepribadian proaktif terhadap kesuksesan Karir. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien signifikansi sebesar 0,006 (jauh di bawah 0,05). Jadi dapat dikatakan bahwa Self Promotion adalah mediated variable, dengan kata lain hipotesis 2 terdukung. Tabel 10 Hasil Uji Regresi Model Baron dan Kenny (1996) 1. 2. Kepribadian Proaktif Dependen Variabel Kesuksesan Karir Kepribadian Proaktif Self Promotion 0,505 0,301 3,119 0,002 3. Self Promotion Kesuksesan Karir 0,318 0,301 3,060 0,003 Kepribadian Proaktif Kesuksesan Karir Self Promotion Sumber: Lampiran (dari olah data primer, 2009) 0,047 0,309 0,027 0,293 0,263 2,818 0,793 0,006 Tahap Independen Variabel 4. 3. Koefisien Regresi 0,203 β t Sign. 0,117 1,142 0,256 Hasil Uji Hipotesis 3 Tabel 11 Hasil Uji Regresi Model Baron dan Kenny (1996) Dependen Variabel Kesuksesan 1. Kepribadian Proaktif Karir 2. Kepribadian Proaktif Ingratiation Kesuksesan 3. Ingratiation Karir Kepribadian Proaktif Kesuksesan 4. Ingratiation Karir Sumber: Lampiran (dari olah data primer, 2009) Tahap Independen Variabel Koefisien Regresi β t Sign. 0,203 0,117 1,142 0,256 0,127 0,073 0,712 0,478 0,210 0,208 2,067 0,042 0,178 0,202 0,102 0,201 1,011 1,987 0,315 0,049 Dari tabel 11 pada tahap 1 terlihat bahwa Kepribadian Proaktif tidak berpengaruh signifikan terhadap Kesuksesan Karir (sign. 0,256) atau di atas 0,05. Pada tahap ke-4 untuk menguji efek mediating variable, ternyata Ingratiation memediasi pengaruh Kepribadian proaktif terhadap kesuksesan karir. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien signifikansi sebesar 0,049 (< 0,05). Jadi dapat dikatakan bahwa Ingratiation adalah mediated variable, dengan kata lain hipotesis 3 terdukung. 87 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 PEMBAHASAN Hipotesis 1 yang menyatakan bahwa Kepribadian Proaktif berpengaruh signifikan terhadap Kesuksesan Karir, tidak terdukung. Hasil ini tidak mendukung penelitian Seibert, et al. (1999) yang menunjukkan bahwa kepribadan proaktif berhubungan langsung secara positif dengan kesuksesan karier obyektif dan subyektif. Demikian pula tidak mendukung pernyataan Crant (1995) bahwa individu yang proaktif memilih dan menciptakan situasi yang dapat meningkatkan tingkat kinerja yang tinggi. Mereka lebih dapat menggunakan kegiatan yang proaktif dalam manajemen karier, seperti melihat informasi pekerjaan dan di luar organisasinya. Penelitian ini juga tidak mendukung pernyataan Ashford & Black, 1996 bahwa individu yang memiliki kepribadian proaktif memperoleh sponsorship dan dukungan karier, mengadakan perencanaan karier, dan bertahan dalam menghadapi rintangan berkarier. Menurut analisis peneliti mengenai tidak terdukungnya hipotesis 1 yang menyatakan bahwa Kepribadian Proaktif berpengaruh signifikan terhadap Kesuksesan Karir khususnya di setting pejabat di lingkungan Pemda Sleman adalah dari hasil wawancara peneliti dengan beberapa responden, diperoleh keterangan ada beberapa individu di lingkungan Pemda Sleman yang memiliki hubungang cukup dekat dengan atasan pada saat itu, sehingga dia memperoleh kepercayaan tinggi dibanding pegawai yang lain. Ketika ada kesempatan kenaikan karir, pejabat tersebut lebih mendahulukan pegawai yang telah dia kenal dengan baik secara psikologis untuk dipromosikan, meskipun kemungkinan ada pegawai lain yang memiliki keahlian atau kompetensi lebih baik daripadanya. Peneliti meyakini, hal ini belum tentu terjadi di instansi yang lain karena dengan setting berbeda, kemungkinan besar diperoleh fenomena yang tidak sama. Hal ini juga belum tentu terjadi pada diri setiap responden (khususnya di lingkungan pemda Sleman) untuk masalah kenaikan karir, karena peneliti meyakini bisa jadi mereka yang berhasil menjabat posisi struktural memang memiliki kompetensi untuk menduduki jabatan tersebut. Jadi dapat dikatakan, bahwa upaya penggunaan self promotion dari seseorang ternyata dapat berpengaruh terhadap kenaikan karir mereka, didukung dengan kepribadian proaktif yang mereka miliki. Kesuksesan karir seseorang memang tidak selamanya dipengaruhi oleh faktor kepribadian proaktif semata. Ada beragam faktor yang juga mampu membuat orang meraih kesuksesan karir. Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah: kepribadian (Metz, 2004), human capital, motivasi dan dukungan atasan (Nilawati, 2004 dan Wayne et al., 1999). Hasil penelitian 88 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 Muafi dan Irhas (2009) menyatakan bahwa kepribadian, human capital, motivasi, dan dukungan atasan berpengaruh positif dan signifikan terhadap kesuksesan karir. Hipotesis 2 yang menyatakan bahwa Kepribadian Proaktif berpengaruh signifikan terhadap Kesuksesan Karir melalui variabel self promotion, terdukung. Hasil ini mendukung rekomendasi Seibert, Crant, dan Kramer (1999) bahwa kepribadian proaktif tidak secara langsung berpengaruh terhadap kesuksesan karier, namun kepribadian proaktif cenderung mendorong kesuksesan karir melalui proses dan perilaku intervening, baik melalui self promotion maupun ingratiation. Penelitian ini juga mendukung hasil riset Liden & Mitchel (1988) menyatakan bahwa individu yang memiliki keperibadian proaktif akan akan bertindak mengarah pada political influence behavior melalui self promotion dan ingratiation karena kecakapan yang mereka miliki. Menurut analisis peneliti, berdasarkan hasil penelitian di lapangan diperoleh informasi bahwa ada individu yang sengaja berperilaku di hadapan orang lain agar mendapat perhatian. Individu yang melakukan self promotion dipandang lebih dari sekedar perilaku ramah. Tujuan mereka adalah untuk memberikan dan menunjukkan kompetensinya melalui ekspresi percaya diri, secara langsung menaruh perhatian pada penyempurnaan tujuannya, atau dengan memberi contoh perilaku yang mengasumsikan target secara individu. Individu pelaku self promotion berupaya melakukan perilaku spesifik untuk membangun image ebahwa pelaku politik sebagai seorang pekerja yang memiliki kompetensi, cerdas, dan/atau pekerja yang berdedikasi (Cook, et al., 1999). Di lingkungan Pemda Sleman, kemungkinan besar ada beberapa individu yang dengan sengaja melakukan upaya politik untuk kepentingan pribadinya, yakni melakukan self promotion agar di mata atasan terlihat pandai dan kompeten. Dengan cara ini, dia berharap ketika ada peluang promosi, dia mendapat kesempatan pertama dibanding pegawai yang lain. Hipotesis 3 yang menyatakan bahwa Kepribadian Proaktif berpengaruh signifikan terhadap Kesuksesan Karir melalui variabel ingratiation, terdukung. Hasil penelitian ini juga mendukung rekomendasi Seibert, Crant, dan Kramer (1999) bahwa kepribadian proaktif tidak secara langsung berpengaruh terhadap kesuksesan karier, namun kepribadian proaktif cenderung mendorong kesuksesan karir melalui proses dan perilaku intervening, yakni ingratiation. Menurut analisis peneliti, berdasarkan hasil penelitian di lapangan diperoleh informasi bahwa ada individu yang sengaja berperilaku di hadapan orang lain yang berupa perilaku verbal maupun non 89 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 verbal dan bersifat reaktif. Mereka memiliki tujuan meraih target/ sasaran dan respon dari sasaran/obyeknya. Fokus perilaku ingratiation adalah pada ‘attention giving’. Mereka berperilaku di hadapan orang lain dengan memberi banyak perhatian, melalui lebih menyetujui pendapat target/sasaran, mengekspresikan diri dengan melakukan penyesuaian diri terhadap nilai sasaran/target (Cook, et al., 1999). Perilaku ingratiation diwujudkan dengan memberi pujian, pengungkapan niat baik, berlaku rendah hati, dan bersikap bersahabat sebelum mengajukan permintaan. Di samping itu, ingratiation didefinisikan sebagai perilaku mempengaruhi yang bertujuan untuk lebih disukai oleh, atau mirip dengan target individual (Judge & Bretz, 1994). Perilaku ingratiation merupakan perilaku yang dilakukan seseorang untuk membuat dirinya lebih menarik di mata orang lain (Linden & Mitchell, 1988). Perilaku ingratiation selalu sopan/baik didorong oleh usaha untuk menggunakan pengaruh dan/atau mendapatkan keuntungan politik. Meskipun perilaku ingratiation kemungkinan tidak selalu melibatkan metode yang berliku-liku untuk memanipulasi orang lain, dalam kenyataannya beberapa individu secara tidak sadar telah menggunakan perilaku ingratiation (Liden & Mitchel, 1988). Di lingkungan Pemda Sleman, kemungkinan besar ada beberapa individu/pegawai yang dengan sengaja melakukan upaya politik untuk kepentingan pribadinya, yakni melakukan ingratiation agar di mata atasan atau orang lain terlihat baik kepribadiannya. Dengan cara ini, dia berharap ketika ada peluang promosi, dia mendapat kesempatan pertama dibanding pegawai yang lain. Upaya politik ini ada yang bersifat terang-terangan namun ada juga yang sembunyi-sembunyi. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Kepribadian proaktif tidak berpengaruh langsung signifikan terhadap kesuksesan karir. 2. Kepribadian proaktif berpengaruh tidak langsung terhadap kesuksesan karir dimediasi oleh self promotion. 3. Kepribadian proaktif berpengaruh tidak langsung terhadap kesuksesan karir dimediasi oleh ingratiation. Rekomendasi 1. Penelitian ini hanya mengambil objek di salah satu instansi pemerintah. Ada baiknya apabila penelitian lanjutan mencoba mengambil objek yang sama sekali berbeda, misalnya: perusahaan 90 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 2. 3. 4. 5. manufaktur, instansi di bidang kesehatan, pariwisata, perindustrian, jurnalistik, pendidikan maupun perusahaan jasa lainnya. Hasil pengumpulan data menujukkan tingkat respon rate yang cukup, karena dari 100 kuesioner yang dibagikan, 96 kuesioner memenuhi syarat untuk dianalisis. Hal ini sangat membantu, karena semakin besar respon rate, semakin baik pula tingkat validitas dan reliabilitasnya. Di samping itu, penelitian ini menggunakan responden tunggal, sehingga lebih kecil resiko kuesioner tidak terisi dengan lengkap dan tidak kembali. Penelitian lanjutan sebaiknya jumlah responden dan objek lebih banyak dari penelitian sekarang, agar hasilnya dapat digeneralisir. Hasil pengujian berdasarkan pada data cross sectional dan self report data, sehingga menimbulkan terjadinya bias. Penelitian yang akan datang dapat mencoba menggunakan metode pengumpulan data secara obyektif , untuk mengeliminasi terjadinya bias, misalnya untuk periode pertama dilakukan pada tahun pertama, kemudian dicoba lagi penelitian dengan responden yang sama pada tahun berikutnya, tanpa mengubah instrument dan variabel. Hasil penelitian ini menujukkan bahwa self promotion dan ingratiation ternyata memediasi pengaruh kepribadian proaktif terhadap kesuksesan karir. Pemerintah Daerah Sleman sebaiknya lebih berhatihati dan memiliki standar yang jelas dalam hal promosi pegawai, agar self promotion dan ingratiation dapat diminimalisir. Self promotion dan ingratiation yang tinggi tentu akan berdampak kurang baik bagi kinerja organisasi maupun merugikan pegawai lain yang betul-betul memiliki kompetensi menduduki jabatan tertentu namun tidak berpeluang. Perilaku berpolitik biasanya timbul ketika tidak ada transparansi beberapa kebijakan yang menyangkut kualitas kehidupan kerja karyawan (misalnya persyaratan promosi yang kurang jelas, struktur karier, kriteria penilaian kerja, penetapan gaji maupun kompensasi). Untuk mengurangi perilaku politik yang kurang bertanggung jawab, organisasi harus menetapkan beberapa hal di atas dengan lebih transparan, sehingga dapat dihindari kesalahpahaman yang berdampak lebih lanjut ke arah perilaku politik yang hanya mementingkan kepentingan individu tertentu. Di samping itu, keputusan yang diambil juga berdasarkan rasionalitas bukan berdasar politis semata. 91 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 DAFTAR PUSTAKA Ajzen, I., & M. Fishbein., (1975). Attitude-behaviour relations: A Theoretical analysis and review of empirical research, Psychological Bulletin, Vol. 84, pp. 888-918. Ajzen, I., & M. Fishbein., (1980).Understanding Attitudes and Predicting Social Behaviour. Englewood Cliffs, New Jersey: Prentice -Hall. Baron, R. M., & Kenny, D. A. 1987. The moderator-mediator variable distinction in social psychological research; conceptual, strategic, and statistical considerations. Journal of Personality and Social Psychology, 6: 1173-1182. Cohen, A, & Vigoda, E. 1999. Politics and the workplace. An empirical examination of the relationship between political behavior and work outcomes. Public Productivity & management Review. 20 (3): 389 – 406. Cook, G. H., Ferris, G. R., & Dulebohn, J. H. 1999. Political behavior as moderators of the perceptions of organizational politics-work outcomes relationship. Journal of Organizational Behavior, 20: 10931105. Cropanzano, R., Howes, J. C., Grandey, A. A., & Toth, P. 1997. The relationship of organizational politics and support to work behaviors, attitudes, and stress. Journal of Organizational Behavior, 18: 159 – 180. Dessler, Gary. 2000. Human Resource Management, 8 th edition. New Jersey: Prentice Hall. Ferris, G. R & Kacmar, K. M. 1992. Perceptions of organizational politics. Journal of Management, 18 (1): 93 – 116. Greenberg, J., & Baron, R. A. 1997. Behavior in Organzations: Understanding and Managing The Human Side of Work. New Jersey, USA: Prentice Hal l International, INC. Judge, Timothy., Mueller, John, K., & Bretz, Robert. D. (2004). A longitudinal of sponsorship and career success. Business Administration. Vol.57:271303. Judge, Timothy., Kringer, Ryan. L., & Simon, Lauren.S (2010). Time is on my side: time, general mental ability, human capital, and extrinsic career success. Journal of Applied Psychology. Vol. 95, Issue: 1: 92-107. 92 PROSIDING dalam rangkaian SEMINAR INTERNASIONAL DAN CALL FOR PAPERS “TOWARDS EXCELLENT SMALL BUSINESS” Yogyakarta, 27 April 2011 Kacmar, K. M, Bozeman, D. P., Carlson, D. S., & Anthony, W. P. 1999. An examination of the perception of organizational politics model: Replication and extension. Human Relation, 52 (3): 383 – 416. Muafi., Irhas Effendi. (2009). Model Kesuksesan Karir Perempuan di Perguruan Tinggi, Manajemen Usahawan Indonesia, No. 03/TH. XXXVIII. Metz, Isabel. (2004). Do personalitiy traits indirectly affect women’s advancement. Journal of Managerial Psychology. Vol. 19, No. 7. Nilawati, L. (2004). Pengaruh Pemediasian Political Influence Behavior terhadap Hubungan antara Kepribadian Proaktif dan kesuksesan Karir. Thesis UGM, Tidak dipublikasikan. Randall, M. L., Cropanzano, R., Bormann, C. A., & Birjulin, A. 1999. Organizational politics and organizational support as a predictor of work attitudes, job performance, and organizational Citizenship Behavior. Journal of Organizational Behavior, 20 : 159 – 174. Seibert, Scott E., Kraimer, Maria. L., & Crant. J. Michael. (1999). Proactive personality and career success. Journal of Applied Psychology. Vol. 84, Issue :3: 416-427 Seibert, Scott E., Kraimer, Maria. L., & Crant. J. Michael. (2001) What do proactive people do? A longitudinal model linking proactive personality and career success. Personnel Psychology.Vol 54, Issue 4: 845-874. Sekaran, U. 1992. Research Methods for Business: A Skill-Building Approach. Singapore: John Wiley & Sons, Inc. Wayne, S. J., Liden, R. C., Kraimer, M. L.., & Graft, I. K. (1999) The role of human capital, motivation, and supervisor sponshorship in predicting career success. Journal of Organizational Behavior, Vol.20, Issue:5: 577-595. 93