BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Setiap perusahaan, khususnya pada perusahaan go public, terdapat dua pihak yang saling bekerjasama dan terkait dalam jalannya suatu perusahaan,yakni pihak pemegang saham dan pihak manajemen. Penunjukan manajer oleh pemegang saham untuk mengelola perusahaan seringkali menghadapi masalah karena tujuan perusahaan berbenturan dengan tujuan pribadi manajer. Dengan wewenang yang dimiliki, manajer dapat mengambil tindakan yang hanya menguntungkan diri-sendiri dan mengesampingkan kepentingan pemegang saham. Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham akan menimbulkan konflik keagenanan. Adanya pemisahan fungsi pengambilan keputusan dan fungsi kepemilikan suatu perusahaan menimbulkan masalah keagenan (agency problem). Masalah ini dapat muncul karena agen yang diangkat oleh pemegang saham diharapkan bertindak sesuai keinginan dan kepentingan prinsipal yaitu untuk meningkatkan nilai perusahaan dengan cara memaksimalkan keuntungan, namun pada kenyataannya sering terjadi konflik dimana manajer lebih memperhatikan kepentingan pribadinya. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan oleh pemegang saham untuk mengurangi kekhawatiran atas sumber daya perusahaan yang berada dibawah kendali manajemen. Salah satunya adalah dengan kebijkan untuk membagikan sejumlah laba yang diperoleh perusahaan dalam bentuk dividen. 1 Kebijakan dividen merupakan keputusan yang berkaitan dengan penentuan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan sebagai laba ditahan dan selanjutnya untuk diinvestasikan kembali dimasa yang akan datang. Bila perusahaan lebih memilih untuk membagikan laba sebagai dividen maka hal tersebut akan mengurangi porsi laba yang ditahan mengurangi sumber dana intern, namun tentu saja akan meningkatkan kesejahteraan para pemegang saham. Kebijakan dividen bukan ditentukan oleh manajemen tetapi oleh pemegang saham melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) sehingga besarkecilnya dividen yang dibagikan sangat tergantung pada keinginan pemegang saham. Bhattacharya dalam Widanaputra (2007:28) menyatakan bahwa pemegang saham memiliki kecenderungan untuk lebih menyukai dividen yang dibagikan dalam jumlah yang relatif besar, karena memiliki tingkat kepastian yang tinggi dibandingkan masih ditahan dalam bentuk laba ditahan. Selain itu dividen yang relatif tinggi menyebabkan jumlah dana yang dikendalikan oleh manajemen menjadi relatif lebih kecil. Dua model yang mendukung pola kebijakan dividen yaitu Agency Cost / Contracting Model of Dividends dan Dividend Signaling Model (Arifin, 2005:107). Model Agency Cost / Contracting Model of Dividends mengasumsikan bahwa pembayaran dividen didorong dengan upaya untuk mengurangi masalah agensi yang muncul karena pada perusahaan terjadi pemisahan kepemilikan. Menurut model ini pembagian dividen menjadi sangat penting karena dalam perusahaan yang tingkat pertumbuhannya rendah sedangkan jumlah free cash 2 flow-nya tinggi. Free cash flow adalah aliran kas bersih yang tidak dapat diinvestasikan kembali karena tidak terjadinya kesempatan investasi yang profitabel. Kondisi pertumbuhan perusahaan yang rendah membuat manajemen cenderung membelanjakan free cash flow tersebut dengan dalih investasi. Investor akan memahami adanya insentif seperti ini, maka mereka akan menilai rendah perusahaan yang manajemennya banyak menyimpan kas dan menilai tinggi perusahaan yang berusaha memperkecil kas dengan pembayaran dividen. Dividen Signaling Model berasumsi bahwa dividen diperlukan untuk memberikan informasi positif dari manajer yang well-informed ke pemegang saham. Hal ini merupakan fenomena pasar modern yang ditengarai dengan adanya asymmetric information. Pembayaran dividen merupakan sesuatu yang memberatkan perusahaan karena akan mengurangi jumlah dana yang akan diinvestasikan. Di sisi lain, pembagian dividen juga merugikan pemegang saham karena mereka harus membayar pajak atas dividen yang mereka terima. Hal ini merupakan sinyal yang menunjukkan bahwa hanya perusahaan yang benar-benar memiliki profit tinggi yang mampu menanggung biaya atas berkurangnya dana investasi sebagai akibat dari pembagian dividen. Pembagian dividen yang tinggi kurang disukai oleh manajemen karena akan mengurangi utilitas manajemen yang disebabkan oleh semakin kecil dana yang berada dalam pengendaliannya. Hal ini sesuai dengan residual theory of cash dividend yang dikemukakan oleh Karen dalam Widanaputra (2007:22) menyatakan bahwa kelebihan kas yang ada seharusnya dibagikan dalam bentuk dividen, tapi manajemen tidak suka membagikan laba yang diperoleh dalam 3 bentuk dividen dan lebih suka untuk diperlakukan sebagai laba ditahan, kecuali manajemen tahu bahwa dana tersebut tidak memberikan Net Present Value (NPV) yang positif pada tambahan investasi. Laba ditahan dapat dipergunakan untuk reinvestasi atau membayar utang perusahaan. Timbulnya konflik keagenan ini memaksa pihak prinsipal untuk melakukan pengawasan terhadap manajemen dengan tujuan meminimalkan kecurangan-kecurangan (moral hazard) yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen. Untuk mengurangi kesempatan pihak agen melakukan tindakan yang merugikan prinsipal, Jensen dan Meckling dalam Arifin (2005:11) mengidentifikasikan ada dua cara yaitu investor melakukan pengawasan (monitoring) dan manajer sendiri melakukan pembahasan atas tindakan-tindakannya (bonding). Pada satu sisi, kedua kegiatan tersebut akan mengurangi kesempatan penyimpangan oleh manajer sehingga nilai perusahaan meningkat, sedangkan pada sisi lain, keduanya akan memunculkan biaya sehingga akan mengurangi nilai perusahaan. Menurut Jensen dan Meckling dalam Arifin (2005:92) cara lain dalam menengahi permasalahan agensi adalah dengan meningkatkan utang. Argumen tersebut didukung oleh pernyataan bahwa dengan meningkatnya utang akan semakin kecil porsi saham yang dijual perusahaan dan semakin besar utang perusahaan maka semakin kecil dana menganggur yang dapat dipakai perusahaan untuk pengeluaran-pengeluaran yang kurang perlu. Semakin besar utang maka perusahaan harus mencadangkan lebih banyak kas untuk membayar bunga serta pokok pinjaman. Menurut Jansen dalam Arifin (2005:95) mekanisme untuk mengurangi free cash flow ini dikelompokkan sebagai bonding, yaitu suatu 4 mekanisme yang dipakai manajer untuk membuktikan bahwa mereka tidak akan menghamburkan dana perusahaan dan mereka berani mengambil risiko kehilangan pekerjaan jika tidak bisa mengelola perusahaan dengan serius. Disisi pemegang saham, kebijakan peningkatan utang dapat mengurangi pengawasan terhadap manajemen agar pinjamannya tidak disalahgunakan. Masalah keagenan (agency problem) ditimbulkan karena adanya pemisahan kepemilikan dan pengelolaan suatu perusahaan. Selain itu juga ditimbulkan karena kecendrungan manajemen untuk melakukan kecurangankecurangan dalam memaksimalkan kepentingan pribadi dengan mengorbankan pihak pemegang saham. Menurut Jansen dan Meckling ( 1976 : 308 ), Agency conflick timbul dari pemisahan antara pemegang keputusan dan fungsi penerima resiko di dalam perusahaan, dalam situasi ini manajer memiliki kecendrungan untuk melakukan konsumsi berlebihan yang menguntungkan diri sendiri. Konflik kepentingan antara manajer dan pemegang saham dapat diminimumkan dengan suatu mekanisme pengawasan yang dapat mensejajarkan kepentingan-kepentingan yang terkait tersebut. Namun dengan munculnya mekanisme pengawasan tersebut akan menimbulkan biaya yang disebut sebagai agency cost. Pemegang saham menginginkan imbal hasil yang sesuai dengan risiko yang ditanggung yang berhubungan dengan biaya yang dikeluarkan. Sedangkan manajer sebagai agen dari pemegang saham yang seharusnya bertindak on the best of interest of stockholders juga berkepentingan terhadap kepentingan individu, keselamatan kerja dan gaya hidup. Berbagai kepentingan tersebut mengakibatkan manajer enggan mengambil keputusan yang lebih berisiko. Adanya pihak-pihak 5 didalam perusahaan yang memiliki kepentingan yang berbeda mengakibatkan terjadinya konflik keagenan. Konflik keagenan timbul dari pemisahan pemegang keputusan dan fungsi penerima risiko dalam perusahaan.Dalam situasi ini, manajer memiliki kecendrungan untuk melakukan perilaku oppurtunistik karena mereka memperoleh seluruh keuntungan dari aktivitas tersebut tetapi dibebani risiko yang lebih kecil dari keseluruhan biaya yang dikeluarkan untuk aktivitas tersebut. Perusahaan yang memiliki aliran kas yang tidak stabil menunjukkan peningkatan risiko yang ditanggung perusahaan. Pada kondisi tingkat risiko tinggi, perusahaan akan membagikan dividen dalam jumlah kecil karena sebagian keuntungan dialokasikan pada laba ditahan. Alokasi ini digunakan sebagai sumber internal untuk pertumbuhan perusahaan. Keputusan menetapkan dividen kecil pada tingkat risiko tinggi akan memperkecil konflik keagenan. Semakin kecil konflik keagenan maka semakin kecil pula kos keagenan. Kepemilikan institusional merupakan suatu bentuk kepemilikan saham dimana pemegang sahamnya berbentuk institusi atau perusahaan yang pasif dalam kegiatan operasional perusahaan. Menurut Cat et al dalam Faisal (2004 : 199), kepemilikan institusional umumnya bertindak sebagai pihak yang memonitor perusahaan. Perusahaan dengan kepemillikan saham yang besar (lebih dari 5%) mengindikasikan kemampuannya untuk memonitor manajemen. Pemegang saham pasti berkeinginan agar kinerja perusahaan yang dimilikinya baik sehingga mampu memberikan return yang optimal atas investasinya, termasuk didalamnya pembagian dividen yang sebesar-besarnya. Kinerja manajemen akan memberikan 6 pengaruh yang besar terhadap kinerja perusahaan. Manajemen selaku agen pemegang saham diharapkan melakukan tindakan yang terbaik bagi kepentingan pemegang saham. Kepemilikan oleh institusional akan mendorong peningkatan pangawasan yang lebih optimal terhadap kinerja manajemen. Kepemilikan institusional memiliki suatu sumber kekuasaan yang dapat digunakan untuk mendukung atau sebaliknya terhadap keberadaan manajemen. Akhir-akhir ini kepemilikan cenderung semakin terkonsentrasi ditangan investor untuk melakukan intervensi langsung (Agus Sartono, 2001: 13). Intervensi yang dilakukan oleh pihak investor institusional akan dapat mempengaruhi keputusan atau kebijakan-kebijakan yang diambil oleh manajer salah satunya adalah kebijakan dividen. Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan sebelumnya, maka yang menjadi pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah kebijakan dividen berpengaruh pada kos keagenan (agency cost) perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 2. Apakah risiko berpengaruh pada kos keagenan (agency cost) perusahaanperusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 3. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh pada kos keagenan (agency cost) perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia? 7 1.2 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.2.2 Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang disampaikan, maka yang menjadi tujuan penelitian adalah: 1. Untuk mengetahui pengaruh kebijakan dividen pada kos keagenan (agency cost) perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa efek Indonesia. 2. Untuk mengetahui pengaruh risiko pada kos keagenan (agency cost) perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Untuk mengetahui pengaruh kepemilikan institusional pada kos keagenan (agency cost) perusahaan-perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 1.2.2 Kegunaan penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan, adapun manfaat yang diharapkan antara lain : 1. Kegunaan teoritis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan tambahan referensi penelitian mengenai kos keagenan (agency cost) dengan dasar teori keagenan sehingga dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan. 2. Kegunaan praktis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi investor atau calon investor untuk acuan pengambilan keputusan investasi, dan bagi para pengguna lainnya sehubungan dengan berbagai keputusan yang akan dibuat terkait dengan perusahaan. 8 1.3 Sistematika Penyajian BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, pokok permasalahan, tujuan dan kegunaan penelitian, serta sistematika penulisan. BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN RUMUSAN HIPOTESIS Pada bab ini diuraikan mengenai teori-teori yang berkaitan dengan pembahasan masalah yang dapat dipakai sebagai dasar acuan penelitian, pembahasan hasil penelitian sebelumnya yang berkaitan dengan skripsi ini, serta rumusan hipotesis penelitian. BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai metode penelitian yang meliputi objek penelitian, identifikasi dan definisi operasional variabel, jenis dan sumber data, metode penentuan sampel, metode pengumpulan data, teknik analisis data yang digunakan. BAB IV PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Pada bab ini diuraikan mengenai deskripsi hasil penelitian, hasil pengujian atas uji asumsi klasik serta pembahasan hasil penelitian berdasarkan teknik analisis yang digunakan. 9 BAB V SIMPULAN, KETERBATASAN DAN SARAN Bab ini memuat simpulan dari hasil pembahasan pada bab sebelumnya, serta keterbatasan penelitian dan saran-saran yang diharapkan dapat bermanfaat berkepentingan. 10 bagi pihak-pihak yang