Fisik-Daging-Domba - E

advertisement
Vol.13.No.2.Th.2006
Karakteristik Fisik Otot Longissimus dorsi Dan Biceps femoris Domba
Karakteristik Fisik Otot Longissimus dorsi Dan Biceps femoris Domba Lokal
Jantan Yang Dipelihara Di Pedesaan Pada Bobot Potong Yang Berbeda
E. Purbowati*, C.I. Sutrisno*, E. Baliarti**, S.P.S. Budhi** dan W. Lestariana***
*
Fakultas Peternakan Universitas Diponegoro Semarang,
**, *** Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta
Physical Characteristic of Longissimus dorsi and Biceps femoris Muscle of Local Male Lamb Reared in The
Village on Different Slaughter Weight
ABSTRACT
Background : Acceptability of meat by each consumer individual is different, it depend on physiology factor and
organoleptic sensation. Many factors to determinate delicacy and acceptability of meat consumption were meat color,
pH, water holding capacity (WHC), cooking loss and tenderness (meat texture). The objective of the research was to
study physical characteristic of Longissimus dorsi and Biceps femoris of local male lamb on different slaughter weight.
Methods : Local lamb which were used as subject research were from Temanggung, i.e. healthy male lamb, aged 1.512 months were slaughtered at 6 categories slaughter weight with range 5-30 kg. The lamb was slaughtered and
sampled for physical characteristic determination of Longissimus dorsi (LD) dan Biceps femoris (BF) muscle. Data
collected were meat color, pH, WHC, cooking loss and meat texture. The nested ANOVA was used to analyze data and
any differences among the groups were further tested using Duncan Multiple Range Tests (DMRT).
Result : The results showed that red and yellow of meat color (a and b value) and meat pH on different slaughter weight
were different (P<0.05), but white meat color (L value), WHC, cooking loss, and textur were not different (P>0.05).
The color of meat on slaugter weight (SW) 7 kg (aged 1.5 months) and 10 kg (aged 3 months) were same i.e. a few red
with a value average +3.82, the color of meat on SW 15, 25 and 30 kg (aged 5, 9 and 12 months) were medium red with
a value average +9.21, but the color of meat on SW 20 kg (aged 7 months) was the most red with a value average
+10.62. Meat value of b from low grade result by SW 20, 15, and 25 kg with b value average +9.24; then by SW 10
and 30 kg with b value average +11.61 and by SW 7 - 10 kg with b value average +12.18. The value of meat pH
between 5.96-6.53. Meat value of L (white) average +50.15. The average of WHC, cooking loss, and meat texture were
32.09%, 30.30% and 10.90 Newton, respectively. All variable which to monitor between LD and BF muscle were not
different (P>0.05). The conclusion of the research were the more high slaughter weight (age) of local lamb, the color of
meat more dark red, and meat pH dereased, but WHC, cooking loss and meat texture were not different. Physical
characteristic of LD and BF muscle of local lamb reared in the village were not different.
Key words: lamb, slaughter weight, Longissimus dorsi, Biceps femoris, physical characteristic.
ABSTRAK
Latar Belakang : Daya terima setiap jenis daging oleh setiap individu konsumen berbeda, tergantung pada fakor
fisiologis dan sensasi organoleptik. Beberapa fakor yang menentukan kelezatan dan daya terima daging yang
dikonsumsi adalah warna, pH, daya ikat air (DIA), susut masak, dan keempukan (tekstur) daging. Tujuan penelitian ini
adalah untuk mengetahui karakteristik fisik daging domba lokal jantan pada bobot potong dan jenis otot yang berbeda.
Metode : Domba lokal yang digunakan sebagai subyek penelitian diperoleh dari daerah Temanggung, yaitu domba
jantan sehat umur 1,5-12 bulan sebanyak 18 ekor, yang dipotong pada 6 kategori bobot potong (BP) dengan kisaran 530 kg. Sampel daging yang dianalisis diambil dari otot Longissimus dorsi (LD) dan Biceps femoris (BF). Data yang
dikumpulkan meliputi warna, pH, daya ikat air, susut masak dan tekstur daging. Data yang diperoleh dianalisis dengan
analisis variansi pola tersarang dan apabila terdapat perbedaan dilanjutkan dengan uji Duncan.
Kesimpulan : Hasil penelitian menunjukkan pada bobot potong yang berbeda menghasilkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) untuk warna merah dan kuning (nilai a dan b) daging, serta pH daging, sedangkan warna putih (nilai L)
daging, DIA, susut masak dan tekstur tidak berbeda nyata (P>0,05). Warna daging pada bobot potong (BP) 7 kg (umur
1,5 bulan) dan 10 kg (umur 3 bulan) sama yakni sedikit merah, dengan rata-rata nilai a +3,82, untuk BP 15, 25, dan 30
kg (umur 5, 9 dan 12 bulan) sama yakni merah sedang, dengan rata-rata nilai a +9,21, sedangkan pada BP 20 kg (umur
7 bulan) paling merah, dengan nilai a +10,62. Nilai b daging dari yang nilainya paling rendah dihasilkan oleh daging
pada BP 20, 15, dan 25 kg dengan nilai b rata-rata +9,24; kemudian pada BP 10 dan 30 kg dengan nilai b rata-rata
+11,61 dan pada BP 7 - 10 kg dengan nilai b rata-rata +12,18. Nilai pH daging antara 5,96 – 6,53. Nilai L (putih) ratarata +50,15. Rata-rata DIA, susut masak dan tekstur daging masing-masing 32,09%, 30,30% dan 10,90 Newton. Pada
semua variabel yang diamati antara otot LD dan BF tidak terdapat perbedaan yang nyata (P>0,05). Kesimpulan
penelitian ini adalah semakin tinggi BP domba lokal, maka warna daging semakin merah gelap, dan pH daging
cenderung semakin rendah, sedangkan DIA, susut masak dan tekstur daging perbedaannya tidak bermakna.
Karakteristik fisik otot LD dan BF domba lokal yang dipelihara di pedesaan perbedaannya juga tidak bermakna.
Kata kunci: domba, bobot potong, Longissimus dorsi, Biceps femoris, karakteristik fisik.
147
Purbowati dkk
PENDAHULUAN
Hasil utama yang diharapkan dari
pemeliharaan ternak potong adalah dagingnya.
Daging dari berbagai jenis ternak mempunyai daya
terima yang berbeda bagi konsumen. Daya terima
setiap jenis daging oleh setiap individu konsumen
juga berbeda, tergantung pada fakor fisiologis dan
sensasi organoleptik. Beberapa fakor yang
menentukan kelezatan dan daya terima daging yang
dikonsumsi adalah warna, pH, daya ikat air (DIA)
oleh protein daging atau water holding capacity
(WHC), susut masak, dan keempukan daging
(Purbowati, E., C.I. Sutrisno, E. Baliarti, S.P.S.
Budhi dan W. Lestariana, 2005).
Faktor utama yang menentukan warna daging
yaitu konsentrasi pigmen daging myoglobin
(Gomez, K.A. dan A.A. Gomez, 1995), tipe
molekul dan status kimia myoglobin (Purbowati, E.,
C.I. Sutrisno, E. Baliarti, S.P.S. Budhi dan W.
Lestariana, 2005). Faktor penentu warna daging
tersebut dipengaruhi oleh pakan, spesies, bangsa,
umur, jenis kelamin, stress (tingkat aktivitas dan
tipe otot), pH dan oksigen (Purbowati, E., C.I.
Sutrisno, E. Baliarti, S.P.S. Budhi dan W.
Lestariana, 2005; Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie,
1991). Pada umumnya, makin bertambah umur
ternak, konsentrasi myoglobin makin meningkat,
tetapi peningkatan ini tidak konstan (Steel, R.G.D.
dan J.H. Torrie, 1991). Warna daging dapat diukur
dengan notasi atau dimensi warna “tristimulus”,
yaitu: 1. hue = warna (misalnya merah, hijau, dan
biru), 2. nilai = terang atau gelap, dan 3. kroma =
jumlah atau intensitas warna. Warna daging domba
bervariasi antara merah terang hingga merah gelap
(Gomez, K.A. dan A.A. Gomez, 1995).
Setelah ternak dipotong akan terjadi
perubahan pH (Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H.
Fleet dan M. Wooton, 1987). Ada hubungan antara
kandungan asam laktat dengan pH daging, pH
daging akan turun bila terjadi akumulasi asam laktat
akibat proses glikolisis selama proses konversi otot
menjadi daging pasca pemotongan (Gomez, K.A.
dan A.A. Gomez, 1995; Soeparno, 1994). Nilai pH
daging mempunyai pengaruh yang berarti pada
kualitas daging (Gomez, K.A. dan A.A. Gomez,
1995), karena nilai pH daging berhubungan dengan
warna, DIA, kesan jus daging, keempukan dan
susut masak (Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie, 1991).
Nilai pH ultimat daging yang normal berkisar
antara 5,4-5,8 (Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie, 1991).
148
Jurnal Protein
Daya ikat air (DIA) daging adalah
kemampuan daging untuk mengikat airnya atau
air yang ditambahkan selama ada pengaruh
kekuatan dari luar, misalnya pemotongan
daging, pemanasan, penggilingan, dan tekanan.13
Daya ikat air dipengaruhi oleh perbedaan
macam otot, species, umur dan fungsi otot.8
Fungsi atau gerakan otot yang berbeda
mengakibatkan perbedaan jumlah glikogen yang
menentukan besarnya pembentukan asam laktat
dan akhirnya menghasilkan DIA yang berbeda.
Daya ikat air menurun dari pH tinggi (sekitar 710) sampai pada pH titik isoelektrik proteinpotein daging antara 5,0–5 (Steel, R.G.D. dan
J.H. Torrie, 1991).
Susut masak merupakan fungsi dari
temperatur dan lama pemasakan. Beberapa
faktor yang memepengaruhi susut masak adalah
pH, panjang sarkomer serabut otot, panjang
potongan serabut otot, status kontraksi myofibril,
ukuran dan berat sampel daging dan penampang
lintang daging (Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie,
1991). Daging dengan susut masak yang lebih
rendah mempunyai kualitas yang lebih baik
daripada daging dengan susut masak yang lebih
besar, karena kehilangan nutrisi selama
pemasakan akan lebih sedikit. Besarnya susut
masak dapat dipergunakan untuk mengestimasi
jumlah jus dalam daging. Kesan jus daging atau
juiciness mempunyai hubungan yang erat
dengan susut masak. Kadar jus daging yang
rendah dapat disebabkan oleh susut masak yang
tinggi.
Keempukan merupakan penentu kualitas
daging yang paling besar. Faktor yang
mempengaruhi keempukan daging dapat
digolongkan menjadi dua, yakni faktor
antemortem dan faktor postmortem (Steel,
R.G.D. dan J.H. Torrie, 1991). Faktor
antemortem tersebut meliputi genetik termasuk
bangsa, spesies dan fisiologi, umur, manajemen,
jenis kelamin, dan stress. Faktor postmortem
diantaranya adalah metode chilling, refrigerasi,
pelayuan, dan metode pengolahan. Jadi
keempukan bisa bervariasi antara spesies,
bangsa, ternak dalam spesies yang sama,
potongan karkas, dan diantara otot, serta pada
otot yang sama.
Tujuan penelitian ini adalah untuk
mengetahui karakteristik fisik daging domba
lokal jantan yang dipelihara di pedesaan pada
bobot potong dan jenis otot yang berbeda.
Vol.13.No.2.Th.2006
Karakteristik Fisik Otot Longissimus dorsi Dan Biceps femoris Domba
Karakteristik fisik daging domba yang diamati
meliputi warna, pH, daya ikat air, susut masak, dan
keempukan (tekstur) daging.
MATERI DAN METODE PENELITIAN
Pemotongan ternak dan pengambilan sampel
pada penelitian ini dilakukan di Laboratorium Ilmu
Ternak Potong dan Kerja, Fakultas Peternakan
Universitas Diponegoro Semarang selama 6
minggu. Analisis pH, susut masak dan daya ikat air
daging dilakukan di Laboratorium Teknologi Hasil
Ternak,
Fakultas
Peternakan
Universitas
Diponegoro, Semarang. Analisis tekstur daging
dilakukan di Laboratorium Rekayasa Pusat Antar
Universitas, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Analisis warna daging dilakukan di Laboratorium
Biokimua Pusat Antar Universitas, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta.
Materi
Domba lokal jantan sehat sebanyak 18 ekor
dengan umur 1,5-12 bulan yang digunakan sebagai
subyek penelitian diperoleh dari Kelompok Tani
Ternak “Ngudi Raharjo” di desa Pagergunung,
kecamatan Pringsurat, kabupaten Temanggung,
untuk mendapatkan bangsa ternak dan latar
belakang nutrisi yang sama. Domba tersebut
dipotong dengan teknik pemotongan beruntun
(Butterfield, 1988) pada 6 kategori bobot potong
dengan kisaran 5-30 kg, yakni 5, 10, 15, 20, 25 dan
30 kg sehingga ada 3 ekor domba sebagai ulangan
pada setiap bobot potong.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian
ini adalah seperangkat alat untuk memotong ternak
dan timbangan untuk menimbang ternak dan
sampel daging. Timbangan untuk menimbang
ternak adalah timbangan gantung (Hanging Scales)
merk five goats buatan China dengan kapasitas 50
kg dan ketelitian 200 g, dan timbangan elektronik
merk adventurer OHAUS tipe AR1530 dengan
kapasitas 150g dan ketelitian 0,001g untuk
menimbang sampel.
Metode
Pemotongan domba sesuai dengan bobot
potong yang telah ditentukan dilakukan secara halal
setelah dipuasakan terhadap pakan selama 22 jam.
Tujuan pemuasaan domba sebelum pemotongan
adalah untuk memperkecil variasi bobot potong
akibat isi saluran pencernaan dan untuk
mempermudah pelaksanaan pemotongan. Air
minum diberikan secara ad libitum.
Pemotongan ternak dimulai dengan
memotong leher hingga vena jugularis,
oesophagus, dan trachea terputus (dekat tulang
rahang bawah) agar terjadi pengeluaran darah
yang sempurna. Kemudian ujung oesophagus
diikat agar cairan rumen tidak keluar apabila
ternak tersebut digantung. Kepala dilepaskan
dari tubuh pada sendi occipito-atlantis. Kaki
depan dan kaki belakang dilepaskan pada sendi
carpo-metacarpal dan sendi tarso-metatarsal.
Ternak tersebut digantung pada tendo-achiles
pada kedua kaki belakang, kemudian kulitnya
dilepas.
Karkas segar diperoleh setelah semua
organ tubuh bagian dalam dikeluarkan, yaitu alat
reproduksi, hati, limpa, jantung, paru-paru,
trachea, alat pencernaan, empedu, dan pancreas
kecuali ginjal. Karkas segar ini dipotong
ekornya, kemudian dibelah secara simetris
sepanjang tulang belakangnya dari leher (Ossa
vertebrae cervicalis) sampai sakral (Ossa
vertebrae sarcalis) sehingga diperoleh karkas
segar kiri dan kanan.
Sampel
daging
untuk
pengujian
karakteristik fisik daging diambil dari karkas
sebelah kanan. Jenis otot yang diuji adalah otot
Longissimus dorsi (LD) yang diambil pada
bagian loin dan otot Biceps femoris (BF) yang
diambil pada bagian paha. Variabel yang
dianalisis meliputi pH,3 daya ikat air dengan
metode Hamm,15 susut masak,3 tekstur dengan
alat Universal Testing Instrument merk LLOYD,
dan
warna
dengan
sistem
yang
direkomendasikan oleh International Commison
on Illuminaton (CIE) menggunakan alat
chromameter CR-200 (Swatland, H.J., 1994).
Analisis Data
Data hasil penelitian dianalisis dengan
analisis variansi pola tersarang/hierarchi.1
Untuk mengatasi keheterogenan ragam dan
ketidaknormalan data, sebelum dianalisis data
ditransformasi ke akar kuadrat karena
tranformasi ini cocok untuk data persentase yang
wilayahnya antara 0 dan 30% atau 70 dan 100%
(Lawrie, R.A., 1995). Untuk data yang kecil
(kurang dari 10), maka digunakan transformasi
akar kuadrat (X + 0,5)1/2, dimana X adalah data
aslinya. Apabila terjadi perbedaan dari uji yang
dilakukan, maka dilanjutkan dengan uji wilayah
ganda Duncan (Swatland, H.J., 1994).
149
Purbowati dkk
HASIL DAN PEMBAHASAN
Domba dengan kategori bobot potong (BP) 5
kg sulit diperoleh di lokasi penelitian, sehingga BP
paling kecil 6,80 kg. Umur domba pada setiap
kategori BP adalah sekitar 1,5 ; 3; 5; 7; 9 dan 12
bulan dengan rerata BP masing-masing 7,07; 10,13;
15,13; 20,27; 25,20 dan 30,13 kg.
Jurnal Protein
Karakteristik fisik daging domba lokal
pada bobot potong yang berbeda disajikan
pada Tabel 1. Hasil uji statistik
memperlihatkan perbedaan yang nyata
(P<0,05) untuk warna hijau-merah (nilai a)
dan biru-kuning (nilai b) daging, serta pH
daging, sedangkan warna hitam-putih (nilai
L), DIA, susut masak dan tekstur daging
perbedaannya tidak nyata (P>0,05).
1. Karakteristik Fisik Daging Domba Lokal
pada Bobot Potong yang Berbeda
Tabel 1. Karakteristik Fisik Daging Domba Lokal pada Bobot Potong yang Berbeda
Karakteristik
Rerata Bobot Potong
Fisik
7,07 kg
10,13 kg 15,13 kg 20,27 kg 25,20 kg 30,13 kg
Warna
- Nilai L
+52,62a
+52,95a
+48,67a
+47,62a
+49,10a
+49,94a
a
a
b
c
b
- Nilai a
+4,18
+3,46
+9,41
+10,62
+8,84
+9,37b
- Nilai b
+12,35c
+12,00bc
+9,25a
+8,98a
+9,48a
+11,22b
b
b
c
b
c
pH
6,28
6,32
6,53
6,34
6,50
5,96a
a
a
a
a
a
DIA (%)
33,12
35,53
31,22
29,71
32,32
30,61a
a
a
a
a
a
Susut masak (%)
29,57
30,13
29,21
30,97
28,34
33,57a
a
a
a
a
a
Tekstur (Newton)
10,10
7,87
12,00
9,79
10,93
14,69a
a,b,c
Huruf yang berbeda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05)
Warna daging yang dikehendaki oleh
konsumen adalah warna merah cerah. Warna
daging dalam penelitian ini ditunjukkan oleh
nilai L (hitam hingga putih), a (hijau hingga
merah) dan b (biru hingga kuning). Nilai a
warna daging untuk bobot potong (BP) 7 kg
(umur 1,5 bulan) dan 10 kg (umur 3 bulan)
sama yakni sedikit merah, dengan rata-rata nilai
a + 3,82, untuk BP 15, 25, dan 30 kg (umur 5, 9
dan 12 bulan) sama yakni merah sedang,
dengan rata-rata nilai a + 9,21, sedangkan pada
BP 20 kg (umur 7 bulan) paling merah, dengan
nilai a + 10,62. Makin bertambah umur ternak,
konsentrasi myoglobin yang menentukan warna
merah daging makin meningkat (yang
ditunjukkan oleh nilai a) (Soeparno, 1994),
tetapi peningkatan ini tidak konstan sehingga
pada umur 7 bulan menghasilkan warna paling
merah. Nilai b warna daging dari yang nilainya
paling rendah dihasilkan oleh daging pada BP
20 kg (umur 7 bulan), 15 kg (umur 5 bulan),
dan 25 kg (umur 9 bulan) dengan nilai b ratarata +9,24; kemudian pada BP 30 kg (umur 12
bulan) dan 10 kg (umur 3 bulan) dengan nilai b
rata-rata +11,61 dan pada BP 7-10 kg (umur
1,5-3 bulan) dengan nilai b rata-rata +12,18.
Secara umum dapat dikatakan, bahwa semakin
tua umur ternak, maka nilai b semakin kecil
150
(warna dari kuning mengarah ke biru), nilai
a semakin besar (warna dari hijau ke
merah), sehingga warna daging menjadi
merah kebiru-biruan atau merah gelap. Nilai
L (putih) rata-rata +50,15.
Nilai pH daging dari yang paling
rendah diperoleh pada BP 30, 7, 10, 20, 25
dan 15 kg. Hubungan antara nilai pH
dengan BP hasil penelitian ini tidak
menunjukkan
pola
tertentu,
namun
cenderung semakin menurun. pH daging
ultimat (pH yang tercapai setelah glikogen
otot habis atau glikogen tidak lagi sensitif
oleh serangan-serangan enzim glikolitik)
normalnya adalah 5,4–5,8 (Soeparno, 1994).
Nilai pH daging ultimat hasil penelitian ini
lebih tinggi dari pH daging ultimat normal.
Hal ini kemungkinan karena jumlah
cadangan glikogen otot saat pemotongan
rendah sehingga penimbunan asam laktat
terhenti karena cadangan glikogen otot
sudah habis sebelum pH daging ultimat
normal tercapai. Terdepresinya glikogen
dapat terjadi karena ternak lelah, lapar atau
takut sebelum pemotongan (Lawrie, R.A.,
1995). Dugaan cadangan glikogen domba
yang rendah sebelum dipotong pada
penelitian ini karena ternak mengalami
Vol.13.No.2.Th.2006
Karakteristik Fisik Otot Longissimus dorsi Dan Biceps femoris Domba
pH, DIA (%), S. Masak (%)
atau Tekstur (N)
stress akibat beberapa perlakuan sebelum
dipotong,
yakni
pengambilan
darah,
pengukuran suhu tubuh, pengukuran frekuensi
nafas dan pengukuran denyut nadi serta
penimbangan ternak.
Rerata DIA daging hasil penelitian ini
adalah 32,09%. Bobot potong ternak domba
pada penelitian ini sejalan dengan umurnya.
Perbedaan BP menghasilkan perbedaan DIA
yang tidak nyata (P>0,05) ini tidak sesuai
(Lawrie, R.A., 1995), bahwa salah satu faktor
yang mempengaruhi DIA daging adalah umur
ternak. Semakin tua umur ternak, kapasitas
memegang air daging lebih sedikit.
Rerata susut masak daging hasil
penelitian ini adalah 30,30%. Pada umumnya,
susut masak bervariasi dengan kisaran 15-40%
(Soeparno, 1994). Selanjutnya dijelaskan,
bahwa BP dapat mempengaruhi susut masak
apabila terdapat perbedaan deposisi lemak
intramuskular (lemak marbling). Pengaruh BP
terhadap kadar lemak daging hasil penelitian ini
perbedaannya tidak nyata (P>0,05) (Gomez,
K.A. dan A.A. Gomez, 1995), sehingga susut
masak dagingnya pun tidak berbeda pula. Susut
masak mempunyai hubungan dengan kesan jus
daging atau juiciness (Soeparno, 1994). Kadar
jus daging yang rendah dapat disebabkan oleh
susut masak yang tinggi. Daging dengan susut
masak yang lebih rendah mempunyai kualitas
yang relatif lebih baik daripada daging dengan
susut masak yang lebih besar, karena
kehilangan nutrisi selama pemasakan akan
lebih sedikit.
Tekstur daging hasil penelitian ini
antara 7,87-14,69 Newton (rata-rata
10,90+2,31 Newton). Semakin tinggi nilai
tekstur daging, keempukan daging semakin
rendah. Tekstur daging yang lunak
menunjukkan bahwa daging diperoleh dari
ternak yang masih muda, sedangkan tekstur
kasar dari ternak tua (Swatland, H.J., 1994).
Pernyataan tersebut tidak terbukti pada
penelitian ini karena tekstur daging
perbedaannya tidak nyata (P>0,05) pada BP
yang berbeda.
Ada hubungan antara pH dengan
warna, DIA, susut masak dan tekstur
(keempukan) daging. Nilai pH postmortem
yang tinggi dapat mengakibatkan daging
berwarna merah gelap, DIA yang tinggi dan
tekstur yang lekat (Soeparno, 1994).
Dengan meningkatnya pH akhir dari 5,5
menjadi 6, keempukan daging menurun,
tetapi pada level pH akhir diatas 6,
keempukan meningkat lagi. Pada domba,
keempukan daging minimun pada pH 5,64;
5,90 dan 6,05 (Lawrie, R.A., 1995). Pada
penelitian ini, hubungan pH, DIA, susut
masak dan tekstur daging domba dapat
dilihat pada Illustrasi 1.
40
pH
30
DIA
20
S. Masak
10
Tekstur
0
7
10
15
20
25
30
bobot potong (Kg)
Illustrasi 1. Nilai pH, DIA, Susut Masak dan Tekstur Daging Domba pada Bobot Potong Berbeda
Dari Illustrasi 1 dapat dilihat bahwa ada
kecenderungan semakin tinggi BP, maka pH
dan DIA daging semakin turun, sedangkan
susut masak dan tekstur daging naik. Hal ini
berarti semakin tinggi BP ternak domba maka
kapasitas memegang air daging semakin
rendah, kualitas daging semakin rendah karena
susut masak yang tinggi mengakibatkan
kehilangan nutrisi selama pemasakan akan
lebih besar dan keempukan daging semakin
turun. Hal ini dapat terjadi karena semakin
tinggi BP domba pada penelitian ini, umur
domba semakin tua sehingga tekstur daging
semakin kasar.
151
Purbowati dkk
2. Karakteristik Fisik Daging Domba Lokal
pada Jenis Otot yang Berbeda
Karakteristik fisik daging domba lokal
pada jenis otot yang berbeda disajikan pada
Tabel 2. Hasil uji statistik memperlihatkan
perbedaan yang tidak nyata (P>0,05) pada
semua variabel karakteristik fisik daging yang
diamati antara otot Longissimus dorsi dan
Biceps femoris.
Warna daging pada otot LD dan BF pada
penelitian ini perbedaannya tidak nyata
(P>0,05), karena sistem pemeliharaan ternak
Jurnal Protein
yang dikandangkan mengakibatkan ternak
tidak bebas bergerak. Otot yang banyak
digunakan untuk bergerak seperti otot BF
mempunyai myoglobin (penentu warna
merah daging) yang lebih banyak daripada
otot yang kurang banyak digunakan untuk
bergerak (misalnya otot LD) (Lawrie, R.A.,
1995). Warna daging dari otot paha lebih
merah (P<0,01) daripada daging dari otot
pada bagian punggung dan dada (Riyanto,
J., 2004).
Tabel 2. Karakteristik Fisik Daging Domba Lokal pada Otot yang Berbeda
Jenis Otot
Karakteristik Fisik
Longissimus dorsi
Biceps femoris
Warna
- Nilai L
+49,45
+50,85
- Nilai a
+7,78
+7,39
- Nilai b
+10,14
+10,95
pH
6,34
6,31
DIA (%)
34,84
29,33
Susut masak (%)
28,35
32,25
Tekstur (Newton)
12,09
9,70
Keterangan: Hasil uji statistik tidak berbeda nyata (P>0,05)
Perbedaan pH daging antara otot LD
dan BF yang tidak nyata (P>0,05) ini
kemungkinan juga karena pemeliharaan
ternak dengan cara dikandangkan, sehingga
intensitas gerak ternak yang terbatas diduga
mengakibatkan penimbunan glikogen dalam
otot yang tidak berbeda pula.
Dengan
demikian akumulasi asam laktat dari hasil
proses glikolisis glikogen otot setelah ternak
disembelih pun kemungkinan tidak berbeda,
bahwa lokasi otot dapat berpengaruh terhadap
derajat keasaman tidak terbukti dalam
penelitian ini (Lawrie, R.A., 1995).
Jenis otot yang berbeda menghasilkan
perbedaan DIA yang tidak nyata (P>0,05).
Daya ikat air daging dapat dipengaruhi antara
lain oleh umur, bangsa, spesies dan tipe otot
serta kondisi pasca mati (postmortem), yang
terakhir paling berpengaruh terhadap DIA
daging (Lawrie, R.A., 1995). Pengikatan air
oleh jaringan dipengaruhi oleh keadaan dan
kelarutan protein myofibril dan sarkoplasma
(Purbowati, E., dan E. Suryanto, 2001).
Perbedaan DIA daging yang tidak nyata
diantara dua jenis otot ini diduga disebabkan
oleh keadaan protein otot yang tidak berbeda,
152
karena protein otot tidak dipengaruhi oleh
macam otot.
Meskipun susut masak antara otot LD
dan BF perbedaannya tidak nyata (P>0,05),
namun secara kuantitas terlihat bahwa susut
masak otot LD lebih rendah daripada BF. Hal
ini berarti otot LD mempunyai kualitas yang
lebih baik daripada otot BF, karena
kehilangan nutrisi selama pemasakan pada
otot LD akan lebih sedikit.
Tekstur daging dapat menentukan
keempukan daging. Lokasi otot dapat
menentukan keempukan otot tersebut.5 Kadar
kolagen sebagai penyususun jaringan ikat otot
mempengaruhi kealotan atau keempukan
daging, otot yang aktif akan menghasilkan
daging yang lebih alot daripada otot yang
kurang aktif (Shackelford, S.D., T.L.
Wheeler, dan M. Koohmaraie, 1995). Jadi
otot LD yang seharusnya lebih empuk
dibanding dengan otot BF karena kandungan
kolagennya lebih sedikit tidak terbukti pada
penelitian ini.
Vol.13.No.2.Th.2006
Karakteristik Fisik Otot Longissimus dorsi Dan Biceps femoris Domba
KESIMPULAN
Kesimpulan
Kesimpulan penelitian ini adalah semakin
tinggi BP domba lokal, maka warna daging
semakin merah kebiru-biruan (merah gelap), dan
pH daging cenderung semakin rendah, sedangkan
DIA, susut masak dan tekstur daging
perbedaannya tidak bermakna. Karakteristik fisik
otot LD dan BF domba lokal yang dipelihara di
pedesaan perbedaannya juga tidak bermakna.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, M., 1980. Rancangan Percobaan dan
Analisa Statistik Bagian I. Bagian Pemuliaan
Ternak Fakultas Peternakan UGM, Yogyakarta.
Bouton, P.E. dan P.V. Harris, 1972. The effect of
cooking temperature and time on some
mechanical properties of meat. J. Food Sci. 37:
140.
Bouton, P.E., P.V. Harris dan W.R. Shorthose,
1971. The effect of ultimate pH upon the waterholding capacity and tenderness of mutton. J.
Food Sci. 36: 435.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M.
Wooton, 1987. Ilmu Pangan. Diterjemahkan
oleh: H. Purnomo dan Adiono. UI- Press, Jakarta.
Forrest, J.C., E.B. Aberle, H.B. Hendrick, M.D.
Judge dan R.A. Merkel, 1975. Principles of Meat
Science. W.H. Freeman and Co., San Francisco.
Gomez, K.A. dan A.A. Gomez, 1995. Prosedur
Statistik
untuk
Penelitian
Pertanian.
Diterjemahkan oleh: E. Sjamsuddin dan J.S.
Baharsjah. UI-Press, Jakarta.
Lawrie, R.A., 1995. Ilmu Daging. Diterjemahkan
oleh: A. Parakkasi. UI-Press, Jakarta.
Purbowati, E., C.I. Sutrisno, E. Baliarti, S.P.S.
Budhi dan W. Lestariana. 2005. Komposisi kimia
otot Longissimus dorsi dan Biceps femoris domba
lokal jantan yang dipelihara di pedesaan pada
bobot potong yang berbeda. (Journal Animal
Production, Inpress).
Purbowati, E., dan E. Suryanto, 2001.
Karakteristik fisik otot Longissimus dorsi dan
Biceps femoris domba hasil penggemukan feedlot
dengan berbagai level konsentrat dan pakan dasar
yang berbeda.
Buletin Peternakan. Edisi
Tambahan, Desember 2001: 89-94
Riyanto, J., 2004. Tampilan kualitas fisik daging
sapi peranakan ongole (PO).
Journal
Pengembangan Peternakan Tropis.
Special
Edition October 2004: 28-32
Shackelford, S.D., T.L. Wheeler, dan M.
Koohmaraie, 1995. Effect of slaughter age on
meat tenderness and USDA carcass maturity score
of beef female. J. Anim. Sci. 73:3304-3309
Soeparno, 1994. Ilmu dan Teknologi Daging.
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie, 1991. Prinsip dan
Prosedur Statistika. Edisi Kedua. Diterjemahkan
oleh: B. Sumantri. PT Gramedia Pustaka Utama,
Jakarta.
Swatland, H.J., 1994. Structure and Development
of Meat Animals and Poultry.
Technomic
Publishing
Company,
Inc.,
Pennsylvani.
153
Download