1 Penentuan Tingkat Kerentanan dan Ketahanan Ekonomi Kawasan Pesisir Banda Aceh Berdasarkan Berbagai Aspek Resiliensi Ekonomi Reza Satria dan Dian Rahmawati Jurusan Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Jl. Arief Rahman Hakim, Surabaya 60111 Indonesia e-mail: [email protected] Abstrak— Banda Aceh telah mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah atau negatif selama hampir tiga dekade terakhir, dan masuk dalam sepuluh propinsi termiskin di Indonesia. Alasan utama pertumbuhan yang lambat tersebut adalah konflik dan tsunami yang berlangsung lama yang berdampak buruk dengan korban yang hampir mencapai 200.000 ( dua ratus ribu ) jiwa dan meninggalkan kerusakan fisik yang luar biasa. Hal ini secara langsung juga mengakibatkan tingkat kerentanan dan ketahanan dari wilayah pesisir menjadi terganggu bahkan tidak sesuai dengan kapasitas yang ada. selanjutnya menganalisa tingkat kerentanan dan ketahanan ekonomi berdasarkan berbagai aspek dalam resiliensi ekonomi di pesisir Kota Banda Aceh dengan analisa AHP untuk mendapatkan faktor penentu dan yang paling berpengaruh yang nantinya akan di skoringkan untuk mendapatkan tingkat dari kerentanan dan ketahanan. Sehingga hasil yang didapatkan bahwa tingkat kerentanan dan ketahanan di masing-masing kecamatan pesisir tergolong kerentanan tinggi kecuali kecamatan Kuta Alam. Sedangkan tingkat ketahanan di empat kecamatan pesisir tergolong ketahanan tinggi untuk kecamatan Kuta Alam dan Syiah Kuala dan tingkat ketahanan sedang untuk kecamatan Meuraxa dan Kuta Raja. Kata Kunci—Resiliensi, Ekonomi, Ketahanan, Kerentanan, Pesisir I. PENDAHULUAN P embangunan ekonomi merupakan suatu proses kenaikan pendapatan perkapita penduduk yang diikuti oleh perubahan fundamental dalam struktur ekonomi suatu kota. Pembangunan ekonomi dapat dilihat berdasarkan struktur kenaikan produksi dan penyerapan tenaga kerja yang relatif lebih tinggi dari tahun sebelumnya dan kegiatan sosial, ekonominya tanpa mempengaruhi struktur kota tersebut [1]. Selain itu pembangunan ekonomi tidak lepas dari pertumbuhan ekonomi (economy growth) [2]. Pertumbuhan penduduk merupakan sebuah dampak dan indikator dari perkembangan suatu kota pada pembangunan ekonomi pasca bencana, sehingga menyebabkan banyak terjadinya pengangguran dan penyakit ekonomi lainnya [3]. Padahal pengembangan suatu kota bertujuan untuk mendorong laju pertumbuhan kota dengan indikator pendapatan perkapita yang merata dan tingkat pengangguran yang rendah [4]. Salah satu Implementasi konsep pengembangan kota adalah melalui urban economic resilience dengan melihat kerentanan dan ketahanan serta kapasitas dari suatu kota dilihat dari aspek ekonomi pasca suatu bencana yang menimpa [5]. Aceh telah mengalami tingkat pertumbuhan ekonomi yang sangat rendah atau negatif selama hampir tiga dekade terakhir, dan masuk dalam sepuluh propinsi termiskin di Indonesia [6]. Alasan utama pertumbuhan yang lambat tersebut adalah konflik dan tsunami yang berlangsung lama yang berdampak buruk dengan korban yang hampir mencapai 200.000 ( dua ratus ribu ) jiwa dan meninggalkan kerusakan fisik yang luar biasa, meskipun ketertinggalan ekonomi secara struktural juga berkontribusi terhadap kinerja ekonomi yang buruk termasuk Kota Banda Aceh sebagai ibukota propinsi [7]. Akibatnya, Aceh memiliki tingkat kemiskinan yang lebih tinggi dibandingkan hampir semua wilayah lain di Indonesia khususnya Banda Aceh dan kawasan pesisir Banda Aceh seperti Gambar 1. Dalam [7] Pertumbuhan ekonomi yang negatif mengakibatkan pengangguran. Penurunan kondisi ekonomi Banda Aceh sebelum dan sesudah bencana tsunami telah mengakibatkan peningkatan jumlah masalah pengangguran di kota ini. Pertumbuhan ekonomi yang terbatas di beberapa sektor (seperti pertanian atau beberapa sektor jasa) belum memperlihatkan penciptaan lapangan kerja yang cukup signifikan. Pengangguran meningkat dari sekitar 6 persen menjadi 12 persen, sedangkan pengangguran dianggap normal pada status dibawah 4 persen. Selain itu, pasca Tsunami yang melanda Aceh pada 24 Desember 2004 yang silam, tidak ada pembangunan ekonomi fundamental yang dilakukan di Banda Aceh sebagai basis dukungan ekonomi Aceh saat ini [8]. Guna mengetahui bagaimana suatu wilayah itu dapat bertahan atau berhasil dalam menghadapi tekanan ekonomi yang menimpa wilayahnya maka diperlukan sebuah kajian yang tepat terhadap kondisi perekonomian di wilayah tersebut. Sebuah kajian yang terpadu terhadap kondisi wilayah saat mendapat tekanan ekonomi memerlukan pemahaman sejak terjadinya tekanan ekonomi di suatu wilayah termasuk cara pengukurannya dan selanjutnya disambungkan dengan pemahaman tentang upaya pemulihan kondisi yang cenderung 2 C. Analisis Tingkat Kerentanan dan Ketahanan Berdasarkan Berbagai Aspek Dalam Resiliensi Ekonomi di Pesisir Kota Banda Aceh Analisa yang digunakan dalam penentuan tingkat kerentanan dan ketahanan dengan menggunakan analisa AHP (Analytical Hierarchy Process). Sebelum menggunakan teknik analisa AHP sebelumnya ditentukan dulu faktor-faktor dari variabel kerentanan dan ketahanan dalam aspek resiliensi ekonomi di Pesisir Kota Banda Aceh. Adapun tahapan AHP sebagai berikut. Variabel penentu tingkat kerentanan dan ketahanan Masyarakat Berdasarkan Dalam Berbagai Aspek Resiliensi Ekonomi Gambar. 1. Peta Orientasi Wilayah Penelitian Kawasan Pesisir Banda Aceh menurun akibat adanya tekanan ekonomi sehingga nantinya terjadi perubahan - perubahan yang mengarahkan pengembangan suatu kota dilihat dari resiliensi ekonomi wilayah agar wilayah tersebut mampu beradaptasi secara tepat, sesuai dengan kondisi dinamis yang menyertai dinamika pertumbuhan wilayah. Untuk itu penelitian ini akan menganalisa seberapa besar ketahanan kota pesisir Banda Aceh dilihat dari resiliensi ekonomi daerah tersebut. Penyusunan model hirarki pada masing-masing aspek (kerentanan & ketahanan) Membuat isian pembanding berpasangan antar variabel (Uji Matriks Pearson) Sintesa perbandingan untuk mendapatkan prioritas (Uji Normalisasi) Uji Konsistensi CR ≤ 0,1 II. METODE PENELITIAN A. Tahap Pengumpulan Data Metode pengumpulan data dibagi kedalam dua metode yaitu secara primer dan sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan survey primer dimana data diperoleh dari hasil pengamatan atau observasi lapangan secara langsung, wawancara dan kuisioner. Metode pengumpulan data sekunder dilakukan untuk mendapatkan data, informasi dan peta yang sudah tersedia di sejumlah instansi dan literatur terkait seperti dari Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang Kota Banda Aceh, Bappeda Kota Banda Aceh dan BPS Kota Banda Aceh. Sedangkan data survey yang digunakan berupa monografi Kota Banda Aceh, data sosial ekonomi dan data prasarana dan sarana perekonomian Kota Banda Aceh. B. Metode Analisa Untuk menentukan tingkat kerentanan dan ketahanan kawasan pesisir Kota Banda Aceh berdasarkan berbagai aspek resiliensi ekonomi di Kota Banda Aceh dengan mengacu pada satu tujuan. Menganalisa tingkat kerentanan dan ketahanan ekonomi berdasarkan berbagai aspek dalam resiliensi ekonomi di pesisir Kota Banda Aceh dengan analisa AHP untuk mendapatkan faktor penentu dan yang paling berpengaruh yang nantinya akan di skoringkan untuk mendapatkan tingkat dari kerentanan dan ketahanan. Sintesa akhir: mengalikan bobot variabel dengan nilai stakeholder Merata-ratakan hasil sintesa akhir seluruh responden Merumuskan variabel penentu tingkat kerentanan dan ketahanan Masyarakat Berdasarkan Dalam Berbagai Aspek Resiliensi Ekonomi Gambar 2. Bagan Alir AHP secara keseluruhan Untuk menentukan tingkat kerentanan dan ketahanan di kawasan pesisir Banda Aceh dilakukan penentuan bobot dari masing-masing variabel penyebab kerentanan dan ketahanan di wilayah studi. Bobot dari variabel prioritas tersebut didapatkan berdasarkan hasil analisa sebelumnya yaitu AHP. Berdasarkan penjumlahan hasil pengalian masing-masing variabel kerentanan dan ketahanan didapatkan nilai tingkat kerentanan dan ketahanan dengan skor yang didapatkan dengan menggunakan standar seperti contoh dibawah ini. Tabel 1. Standar yang Digunakan dalam Penentuan Skor Kepadatan penduduk (jiwa/km2) Jumlah Penduduk Skor 1 untuk 0 – 100; Skor 2 untuk 100 – 500; Skor 3 untuk 500 – 1000; Skor 4 untuk 1000 – 5000; Skor 5 untuk > 5000 (Direktorat Bina Teknik, Ditjen Prasarana Wilayah, 2001) jumlah penduduk per Kecamatan (< 10000 untuk skor 1; 10000-20000 untuk skor 20000-30000 untuk skor 3; 30000-40000 untuk skor 4; >40000 3 untuk skor 5.( Imaduddina, 2011). Jumlah kerja lapangan Jumlah lapangan kerja (penduduk) di wilayah penelitian. (skor 1 untuk 2069-3188 jiwa, skor 2 untuk 3189-4308 jiwa, skor 3 untuk 4309-5427 jiwa, skor 4 untuk 5428-6547 jiwa, skor 5 untuk 6548-7666 jiwa) Jenis Mata Rasio jumlah penduduk atau komunitas yang Pencaharian bekerja disektor rentan terhadap pekerjaan lainnya. (0-5% untuk skor 1, 6-10% untuk skor 2, 11-25% untuk skor 3, 25-50% untuk skor 4, >50% untuk skor 5. (Lestari, 2011). Jumlah Pendapatan Skor 1- pendapatan rata-rata lebih dari Rp. 5.000.000,00 per bulan, (2)- pendapatan lebih dari Rp. 3.500.000,00 s/d Rp. 5.000.000,00 per bulan, (3)- pendapatan rata-rata antara Rp. 2.500.000,00 s/d Rp. 3.500.000,00 per bulan, (4)- pendapatan antara Rp. 1.500.000 s/d Rp. 2.500.000,00 per bulan,(5)- dibawah Rp. 1.500.000 per bulan (BPS, 2010) Sumber: Hasil Komparaso Teori, 2013 Kemudian dilakukan perhitungan untuk membagi nilai interval (nilai tertinggi – nilai terendah) menjadi tiga bagian yaitu tinggi, sedang dan rendah. Pembobotan ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisa skoring dan statistik deskriptif dalam distribusi frekuensi untuk menentukan nilai rentang. Adapun langkah-langkah menentukan kelas interval menurut [9] ialah sebagai berikut: a. Menetapkan jumlah kelas interval sebanyak dengan rumus statistik dimana K=1+3,3 log (n). b. Menghitung rentang data yaitu data terbesar dikurangi dengan data terkecil. penilaian kerentanan dan ketahanan. Sehingga dapat ditentukan kerentanan dan ketahanan berbagai aspek resiliensi ekonomi sebagai berikut. Tabel 2. Variabel dan Parameter Kerentanan Ekonomi Variabel Sosial Jumlah penduduk Kepadatan penduduk Ekonomi Jenis mata pencaharian penduduk Tingkat pendapatan masyarakat Variabel III. HASIL DAN DISKUSI A. Analisis Tingkat Kerentanan dan Ketahanan Ekonomi Berdasarkan Berbagai Aspek dalam Resiliensi Ekonomi di Pesisir Kota Banda Aceh Dalam analisis tingkat kerentanan dan ketahanan ekonomi dalam aspek resiliensi ekonomi di kawasan pesisir Kota Banda Aceh menggunakan dua tahapan analisis yaitu analisis AHP untuk mendapatkan bobot dari masing-masing variabel dalam berbagai aspek. Selanjutnya dilanjutkan dengan analisis skoring untuk mendapatkan tingkat kerentanan dan ketahanan di kawasan pesisir Kota Banda Aceh. Penentuan variabel kerentanan dan ketahanan dalam berbagai aspek resiliensi ekonomi didapat berdasarkan hasil sintesa tinjauan pustaka yang sesuai dengan penelitian ini. Variabel ini juga didapat berdasarkan teori-teori dan kondisi di lapangan yang secara signifikan berpengaruh terhadap Parameter yang Diukur Kesejahteraan Ekonomi Masyarakat Jumlah lapangan kerja Banyaknya lapangan kerja yang ada pasca terjadinya bencana gempa dan tsunami di Banda Aceh Jumlah pendapatan masyarakat setelah terjadi bencana gempa dan tsunami Tekanan Ekonomi Pasca Bencana Perubahan lapangan kerja c. Menghitung penjang kelas yaitu rentang data dibagi jumlah kelas. d. Menyusun interval kelas. Jenis pekerjaan yang terdapat di wilayah pesisir di Kota Banda Aceh setelah terjadinya bencana gempa dan tsunami Jumlah pendapatan masyarakat setelah terjadi bencana gempa dan tsunami Tabel 3. Variabel dan Parameter Ketahanan Ekonomi = (∑ nilai tertinggi - ∑ nilai bobot terendah) 3 Banyaknya penduduk keseluruhan yang berada di kawasan pesisir Kota Banda Aceh Banyaknya jumlah penduduk per luasan wilayah yang mendiami kawasan pesisir Kota Banda Aceh Sumber: Hasil sintesa teori, 2013 Jumlah pendapatan Nilai rentang : Parameter yang Diukur Jenis pekerjaan Perubahan lapangan kerja yang beralih profesi dari yang bekerja di sektor pesisir ke profesi lainnya Jenis pekerjaan yang terdapat di wilayah pesisir di Kota Banda Aceh setelah terjadinya bencana gempa dan tsunami Perubahan struktur ekonomi masyarakat Distribusi tenaga kerja Sebaran tenaga kerja di Banda Aceh pasca gempa dan tsunami Tingkat migrasi Banyaknya penduduk/masyarakat yang pindah akibat bencana gempa dan tsunami Sumber: Hasil sintesa teori, 2013 Berdasarkan tahapan dalam penentuan tingkat kerentanan dan ketahanan maka selanjutnya dilakukan pembobotan variabel dari masing-masing aspek yaitu kerentanan dan ketahanan dengan tujuan untuk menentukan bobot dari masing-masing variabel yang berpengaruh dalam penentuan tingkat kerentanan dan ketahanan pasca terjadinya bencana. Berdasarkan hasil dari analisis AHP dengan dikalikan dengan nilai dari masing-masing stakeholder maka didapatkan bobot 4 dari masing-masing variabel dari variabel kerentanan sebagai berikut. a) Jenis mata pencaharian penduduk (0,631) b) Tingkat pendapatan masyarakat (0,209) c) Jumlah Penduduk (0,130) d) Kepadatan penduduk (0,030) Sama seperti tahapan sebelumnya pada proses penentuan bobot kerentanan, hal serupa juga dilakukan pada penentuan bobot ketahanan yaitu melakukan pemetaan nilai dari masingmasing stakeholders yang nantinya akan dikalikan dengan bobot awal dari masing-masing variabel dari variabel ketahanan yang telah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan hasil dari analisis AHP dengan dikalikan dengan nilai dari masingmasing stakeholder maka didapatkan bobot dari masingmasing variabel dari variabel ketahanan sebagai berikut. a) Jumlah lapangan kerja (0,030) b) Jumlah pendapatan (0,121) c) Perubahan lapangan kerja (0,164) d) Jenis pekerjaan (0,330) e) Distribusi tenaga kerja (0,306) f) Tingkat migrasi (0,049) B. Penentuan Tingkat Kerentanan dan Ketahanan Melalui Analisis Skoring Setelah didapatkan bobot dari masing-masing variabel maka tahapan selanjutnya adalah penentuan skor untuk masingmasing variabel yang telah ditentukan. Penentuan skor yang digunakan dalam analisis ini berdasarkan standar yang telah didapat dari sumber dan kajian-kajian terdahulu dengan membandingkan data nyata dilapangan berdasarkan empat kecamatan pesisir yang telah telah ditetapkan sebelumnya dengan nilai yang telah digeneralkan skalanya. Selanjutnya untuk menentukan tingkat kerentanan didapatkan dengan membandingkan bobot skor tertinggi dari variabel berdasarkan standar yaitu 5 (lima) dengan skor terendah dari variabel berdasarkan standar yaitu 1 (lima). Kemudian setelah didapatkan hasilnya maka akan dibagi menjadi 3 (kelas) berdasarkan interval yang didapatkan. Jadi didapatkan untuk interval (nilai rentang) untuk tingkat kerentanan dan ketahanan adalah 1.33. sehingga interval untuk masing-masing tingkatan adalah sebagai berikut: 1 - 2.33 = tingkat kerentanan dan ketahanan rendah 2.33 - 3.66 = tingkat kerentanan dan ketahanan sedang 3.66 - 5 = tingkat kerentanan dan ketahanan tinggi Sehingga untuk tingkat kerentanan ekonomi sebagai berikut: Tabel 4. Skor Untuk Masing-Masing Variabel Kerentanan Ekonomi di Kecamatan Pesisir Berdasarkan Data Lapangan No Kecamatan Jenis mata pencaharian penduduk 1 2 3 4 Kuta Raja Kuta Alam Meuraxa Syiah Kuala 318 ( 70% ) 782 ( 25% ) 365 ( 70% ) 447 ( 40% ) 5 3 5 4 Variabel Kerentanan Ekonomi Tingkat pendapatan Jumlah Penduduk masyarakat 1.000.000-2.500.000 3.500.000-5.000.000 2.500.000-3.500.000 2.500.000-3.500.000 4 2 3 3 11149 45115 17614 37243 Kepadatan penduduk 3 5 3 4 2064 4423 2426 2679 4 4 4 4 Tabel 5. Hasil Analisis Skoring di Kecamatan Pesisir Berdasarkan Hasil Pembobotan Kerentanan No Kecamatan Jenis mata pencaharian penduduk 1 2 3 4 Kuta Raja Kuta Alam Meuraxa Syiah Kuala 0.631 x 5 0.631 x 3 0.631 x 5 0.631 x 4 Variabel Kerentanan Ekonomi Tingkat pendapatan Jumlah masyarakat Penduduk 0.209 x 4 0.209 x 2 0.209 x 3 0.209 x 3 0.130 x 3 0.130 x 5 0.130 x 3 0.130 x 4 Kepadatan penduduk 0.030 x 4 0.030 x 4 0.030 x 4 0.030 x 4 Hasil Tingkat Kerentanan Ekonomi 4.501 3.081 4.292 3.921 Hasil Tingkat Kerentanan Ekonomi Kerentanan Tinggi Kerentanan Sedang Kerentanan Tinggi Kerentanan Tinggi Sumber: Hasil Analisa, 2014 Sedangkan untuk analisa tingkat ketahanan ekonomi bisa dilihat sebagai berikut: Tabel 6. Skor Untuk Masing-Masing Variabel Ketahanan Ekonomi di Kecamatan Pesisir Berdasarkan Data Lapangan No 1 2 3 4 Kecamatan Kuta Raja Kuta Alam Meuraxa Syiah Kuala Jumlah lapangan kerja 4508 3 6624 5 5321 3 5791 4 Variabel Ketahanan Ekonomi Jumlah pendapatan Distribusi tenaga kerja 1.000.000-2.500.000 2 4508 3 3.500.000-5.000.000 4 6624 5 2.500.000-3.500.000 3 5321 3 2.500.000-3.500.000 3 5791 4 Jenis pekerjaan 318 ( 70% ) 782 ( 25% ) 365 ( 70% ) 447 ( 40% ) 3 5 3 4 5 Tabel 7. Hasil Analisis Skoring di Kecamatan Pesisir Berdasarkan Hasil Pembobotan Ketahanan Ekonomi No Kecamatan Jumlah lapangan kerja 1 2 3 4 Kuta Raja Kuta Alam Meuraxa Syiah Kuala 0,306x 3 0,306 x 5 0,306 x 3 0,306 x 4 Variabel Ketahanan Ekonomi Jumlah Distribusi pendapatan tenaga kerja 0,121 x 2 0,121 x 4 0,121 x 3 0,121 x 3 0.164x 3 0.164x 5 0.164x 3 0.164x 4 Jenis pekerjaan 0.330x 3 0.330x 5 0.330x 3 0.330x 4 Hasil Tingkat Ketahanan Ekonomi 2.642 4.484 2.763 3.684 Hasil Tingkat Ketahanan Ekonomi Ketahanan sedang Ketahanan tinggi Ketahanan sedang Ketahanan tinggi Sumber: Hasil Analisa, 2014 Berdasarkan hasil analisa tingkat kerentanan dan ketahanan ekonomi yang telah ditunjukkan dengan analisa skoring, pemetaan wilayah dapat dilihat Pada Gambar 3 untuk pemetaan tingkat kerentanan dan Gambar 4 untuk pemetaan tingkat ketahanan ekonomi. Gambar 3. Peta Kerentanan Ekonomi Kawasan Pesisir Banda Aceh Gambar 4. Peta Ketahanan Ekonomi Kawasan Pesisir Banda Aceh 6 IV. KESIMPULAN - Tingkat ketahanan yang sedang dan tingkat kerentanan tinggi di dua kecamatan kawasan pesisir Banda Aceh yaitu Kuta Raja dan Meuraxa menunjukkan adanya ketidak merataan distribusi kegiatan perekonomian di kawasan pesisir Kota Banda Aceh. - Sedangkan tingkat ketahanan yang tinggi dengan didukung tingkat kerentanan sedang di kecamatan Kuta Alam menunjukkan sudah mulai adanya pemerataan distribusi kegiatan perekonomian di kawasan pesisir Kota Banda Aceh di semua sektor dan peningkatan kegiatan perekonomian pada sektor yang rentan. - Sedangkan Kecamatan Syiah Kuala dengan tingkat ketahanan tinggi dengan didukung tingkat kerentanan yang tinggi pula menunjukkan masih adanya ketidak merataan distribusi kegiatan perekonomian di kawasan pesisir tersebut walaupun masih perlu peningkatan kegiatan perekonomian pada sektor yang rentan seperti perikanan UCAPAN TERIMA KASIH Penulis R.Z. mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Propinsi Aceh yang telah memberikan dukungan finansial melalui Beasiswa Siswa Berprestasi tahun 2010-2014”. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada dosen pembimbing dan dosen penguji yang telah memberikan banyak saran dan masukan dalam penelitian ini. DAFTAR PUSTAKA [1] [2] Aceh Poverty. 2008. Aceh Poverty. World Bank Development Alkadri, et al dkk. 2001. Manajemen Teknologi untuk Pengembangan Wilayah. Edisi Revisi. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi : Jakarta. [3] Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh. 2012. Banda Aceh dalam Angka 2012. Aceh: BPS Kota Banda Aceh [4] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah Aceh. Rencana Kerja Pemerintah Aceh (RKPA) Tahun 2012. Aceh : Bappeda Aceh. [5] Birkmann J. 2006. Measuring Vulnerability to Natural Hazards. Towards Disaster Resilient Societies. United Nations University: New York [6] Brigit Maguire and Sophie Cartwright. 2008. Assessing a community’s capacity tomanage change: A resilience approach to social assessment. Australian Government, Bureau Of Rural Science [7] Brock WA, K-G Maler and C Perrings. 2003. Resilience And Sustainability: The Economic Analysis of Nonlinear Systems. In: Gunderson LH and CS Holling. Panarchy: Understanding Transformations in Systems of Humans and Nature. Island Press, Washington,DC. [8] Carter WN. 1991. Disaster Management A disaster Manager’s Handbook. National Library of The Philiphines CIP Data. Asian Development Bank [9] Cutter SL et al. 2003. Social Vulnerability to Environmental Hazards. Social Science Quarterly, Southwestern Social Science Association 84(2) :242-259 [10] Ditjen Penataan Ruang Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah, Pengembangan Wilayah dan Penataan Ruang di Indonesia: Tinjauan Teoritis dan Praktis, STTNASYogya