HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN KEJADIAN DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TITEU KECAMATAN TITEU KABUPATEN PIDIE KARYA TULIS ILMIAH Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Syarat Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Kebidanan Universitas Ubudiyah Indonesia Oleh : AFLIA WATI NIM : 121010300072 PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN FAKULTAS ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS UBUDIYAH INDONESIA BANDA ACEH 2015 9 10 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan Akut). Sementara UNICEF (United Nations International Children's Emergency Fund), Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak memperkirakan bahwa, setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia karena diare. Di Indonesia, setiap tahun 100.000 balita meninggal karena diare (Widya, 2010). Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang sering mengenai bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar sampai lebih dari sepuluh kali sehari, dan bayi yang lebih besar akan mempunyai waktu buang air masing-masing, ada yang sehari 2-3 kali sehari atau ada yang hanya 2 kali seminggu. Neonatus dinyatakan diare bila frekuensi buang air besar lebih dari empat kali, sedangkan untuk bayi berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali sehari (Hasan, 2007). Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, setiap tahun 1,5 juta balita meninggal dunia akibat diare. Di Indonesia, menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007, diare menjadi penyebab kematian 25,2% anak usia satu tahun hingga empat tahun (Aditama, 2009). 11 Saat ini upaya mewujudkan generasi Indonesia yang lebih sehat masih membutuhkan perhatian semua pihak. Salah satu indikator yang lazim digunakan untuk melihat derajat kesehatan masyarakat adalah angka kematian balita (Akaba) atau infant mortality rate (IMR). Sesuai dengan target Milenium Development Goals (MDGs) poin 4, yaitu pada 2015 Indonesia harus mampu menurunkan angka kematian balita hingga 17/1000 kelahiran hidup. Data tersebut menggambarkan bahwa upaya untuk mewujudkan dan menjaga anak Indonesia sehat masih menjadi tantangan besar semua pihak (Profil kesehatan Indonesia, 2012). Adapun menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 kematian balita yang paling sering disebabkan oleh diare, ispa pneumonia. Penyakit diare menempati posisi teratas sebagai penyebab kematian balita di Indonesia. Diare adalah buang air besar yang terjadi pada balita yang sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari, disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah. Apabila pada diare pengeluaran cairan melebihi pemasukan maka akan terjadi dehidrasi. Berdasarkan derajat dehidrasi diare dapat dibagi menjadi diare dehidrasi ringan/sedang dan diare dehidrasi berat. Balita memiliki resiko yang lebih besar untuk menderita dehidrasi dibandingkan orang dewasa (Depkes RI, 2012). Dalam menentukan derajat kesehatan di indonesia, terdapat beberapa indikator yang dapat digunakan antara lain angka kematian bayi, angka 12 kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan hidup waktu lahir. Angka kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tubuh bayi dan anak balita. Angka kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh status gizi, jaminan pelayanan kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak, faktor sosial ekonomi dan pendidikan ibu, (Hidayat, 2010). Penyakit diare ini adalah penyakit yang multifaktoral, dimana dapat muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang serta akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah. Oleh karena itu keberhasilan menurunkan serangan diare sangat tergantung dari sikap dan pengetahuan setiap anggota masyarakat, terutama membudayakan pemakaian larutan oralit pada anak yang menderita diare. Saat ini upaya yang sedang digalakkan dan dikembangkan pada masyarakat luas untuk menanggulangi diare dengan upaya rehidrasi oral (oralit) dan ternyata dapat menurunkan angka kematian dan kesakitan karena diare (Maryunani, 2010). Dalam hal ini faktor ibu berperan sangat penting dalam kejadian diare pada balita. Ibu adalah sosok yang paling dekat dengan balita. Jika balita terserang diare maka tindakan-tindakan yang ibu ambil akan menentukan perjalanan penyakitnya. Tindakan tersebut dipengaruhi berbagai hal, salah satunya adalah pengetahuan. Penyebab langsung diare antara lain infeksi bakteri virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Jenis-jenis 13 infeksi yang umumnya menyerang diare adalah infeksi bakteri oleh kuman E.Coli Salmonella, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika kondisi tubuh lemah) seperti pseudomonas., infeksi basil (disentri), infeksi virus enterovirus dan adenovirus, infeksi parasit oleh cacing (askari), dan infeksi jamur (Widjaja, 2009). Angka kematian diare per 1000 penduduk untuk semua golongan umur adalah 24,26 % berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1999, sedangkan angka kematian per 1000 penderita adalah 0,021 %, sedangkan insiden diare pada tahun 2002 berkisar antara 20-40% perduduk pertahun, dengan proporsi 60-80% anak balita (Depkes RI, 2003). Ibu adalah orang tua perempuan seorang anak, baik melalui hubungan biologis maupun sosial. Pengetahuan ibu tentang diare sanget besar pengaruhnya terhadap terhadap kejadian diare pada anak, upaya penanggulangan diare yang dapat dilakukan oleh ibu meliputi penggunaan air bersih, lingkungan tempat yang tidak tercemar dan pengetahuan ibu dalam mengambil tindakan untuk mencegah atau mengobati terjadinya diare pada balita (Notoadmojo, 2007). Penyebab langsung diare antara lain infeksi bakteri virus dan parasit, malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Jenis-jenis infeksi yang umumnya menyerang diare adalah infeksi bakteri oleh kuman E.Coli Salmonella, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika 14 kondisi tubuh lemah) seperti pseudomonas., infeksi basil (disentri), infeksi virus enterovirus dan adenovirus, infeksi parasit oleh cacing (askari), dan infeksi jamur (Widjaja, 2009). Di Indonesia, hasil Survey Subdit Diare pada Survey Kesehatan Rumah Tangga angka kesakitan diare semua umur tahun 2004 adalah 374/1000 penduduk, tahun 2008 adalah 423/1000 penduduk. Kematian diare pada balita75,3/100.000 balita dan semua umur 23,2/100.000 penduduk semua umur, dan hasil Riskesda (2010) diare merupakan penyebab kematian no 4 (13,2%) pada semua umur dalam kelompok penyakit menular. Proporsi diare sebagai penyebab kematian no 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan pada anak balita (25,2%) (Kemenkes RI, 2011). Jumlah kasus diare di Provinsi Aceh secara keseluruhan mencapai 256.386 penderita dengan Incidence Rate (IR) 31,35%. Sementera itu, kasus diare pada bayi rata-rata pertahunnya mencapai 13%, hal ini menunjukkan bahwa kasus diare pada bayi tinggi di Provinsi Aceh. Data dari Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh, jumlah kasus diare 9.484 kasus, kasus diare pada bayi mencapai 11,9% (Dinkes Provinsi Aceh, 2014). Berdasarkan hasil pengamatan dari Kecamatan Titeu terdapat 12 desa, yaitu desa Meunasah Ule terdapat 72 balita, Pante Siren terdapat 70 balita, Pulo Raya terdapat 52 balita, Pulo Lhoih 60 balita, Tong Rudeng 83 balita, Asan 65 balita, Dayah 50 balita, Alue 43 balita, Pante Kulu 44 balita, Lingkok 54 balita, Dayah 50 balita, Kawe 45 balita. Di Puskesmas Titeu pada 15 2010 ada 2 balita meninggal disebabkan karena diare di desa tong Reudah 1 orang, dan Pante Siren 1 orang. Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamaatan Titeu, Data yang diperoleh yang berkunjung pada bulan Januari sampai dengan Desember 2014 yaitu sebanyak 456 balita sedangkan yang mengalami diare sebanyak 83 balita. Berdasarkan latar belakang diatas,penulis tertarik untuk meneliti tentang “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015”. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan penelitian tentang “Apakah ada berhubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015”. C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Untuk mengetahui faktor-faktor yang Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015. 2. Tujuan Khusus a. Untuk mengetahui hubungan pengetahun dengan kejadian diare Pada 16 Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015. b. Untuk mengetahui hubungan sikap ibu dengan kejadian diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015. C. Manfaat Penelitian 1. Bagi peneliti Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian yang berhubungan dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita 2. Bagi tempat penelitian Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi yang signifikan baik dalam membantu untuk meningkatkan pengetahuan ibu tentang dampak negatif dari faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita 3. Bagi institusi pendidikan Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam membimbing dan menambah pengetahuan mahasiswi kebidanan tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita. D. Keaslian Penelitian 1. Penelitian yang telah dilakukan oleh Amalia (2011) Faktor-Faktor Yang Behubungan Dengan Terjadinya Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja 17 Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie Jenis penelitian ini bersifat Analitik dengan Desain Cross Sectional Populasi dalam sampel ini adalah ibu yang memiliki balita dengan diare yang tercatat diwilayah kerja Puskesmas Kota Sigli tahun 2010 yang berjumlah 430 balita. Sampel dalam penelitian menggunakan rumus slovin adalah adalah 62 ibu yang memiliki balita, hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara Pengetahuan dengan terjadinya penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie Dan ada hubungan yang bermakna antara Upaya Penanggulangan dengan terjadinya penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie. 2. Muchsin (2013), dengan judul Hunungan Ketepatan Pemberian MP-ASI dan Status Gizi Dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 6-12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang. Hasil analisis menggunakan korelasi Chi-Square menunjukan tidak ada hubungan yang signifikan antara frekuensi ketepatan pemberian MP-ASI dengan Kejadian diare pada anak usia 6-12 bulan di Wilayah kerja Puskesams kedungmundu Semarang , Serta tidak ada hubungan yang signifikan antara Status Gizi dengan Kejadian Diare pada Anak usia 6-12 bulan Di Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang. Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terdapat pada metode penelitian, variabel penelitian, tempat penelitian dan waktu penelitian. 18 BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kejadian Diare 1. Pengertian Penyakit Diare Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan dan kematian anak diberbagai negara termasuk Indonesia. Penyebab utama kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit melalui tinja. Penyebab kematian lainnya adalah disentri, kurang gizi dan infeksi. Golongan umur yang paling banyak menderita akibat diare adalah anak-anak karena daya tahan tubuhnya yang masih rendah (Widoyono, 2009). Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita (Depkes, 2009). Diare suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali dehari dengan atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2006). 19 Diare adalah salah satu gejala dari penyakit pada sistem gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi sekarang lebih di kenal dengan “penyakit”, karena dengan sebutan penyakit diare akan mempercepat tindakan penanggulangannya (Ngastiyah, 2005). Diare merupakan simptom, jadi bukan penyakit, sama halnya dengan demam panas, bukan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu penyakit tertentu, contoh: malaria, radang, paru, influinza, dan lain-lain. Ada dua jenis diare menurut lama hari terjadinya yaitu diare akut dan diare kronik. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan anak yang sebelumnya sehat serta berlangsung antara 3-5 hari. Sedangkan diare kronik adalah diare yang berlanjut lebih dari 2 minggu, disertai kehilangan berat badan atau tidak bertambahnya berat badan. (Widjaja, 2009) Diare adalah penyebab non-infeksi, tetapi sepsis adalah penyebab tersering selama periode bayi baru lahir (Meiliya, 2008). Selain itu diare merupakan mekanisme perlindungan tubuh untuk mengeluarkan sesuatu yang merugikan atau racun dari dalam tubuh, namun banyaknya cairan tubuh yang dikeluarkan bersama tinja akan mengakibatkan dehidrasi yang dapat berakibat kematian. Oleh karena itu, diare tidak boleh dianggap sepele, keadaan ini harus dihadapi dengan serius mengingat cairan banyak keluar dari tubuh, sedangkan tubuh manusia pada umumnya 60% terdiri dari air, sebab itu bila seseorang menderita diare berat, maka dalam waktu singkat saja tubuh penderita sudah kelihatan sangat kurus (Masri, 2008) 20 Penyebab serangan ini tidak lain gerakan lambung yang berair dan sering dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang menginfeksi perut dan usus. Kuman tertentu yang terlibat tergantung pada daerah geografis dan tingkat serta kebersihan ( Koplewich, 2005). Menurut Nagiga (2009) berpendapat bahwa, penyakit diare yang terjadi tanpa adanya upaya kuratif dan rehabilitatif dapat mengakibakan gejala perjalanan penyakit yang lebih serius. Diantaranya ialah seperti disentri, kolera, atau batulisme dan juga dapat menjadi indikasi sindrom kronis seperti penyakit Crohn (penyakit peradangan menahun pada dinding usus dengan gejala awal yaitu diare menahun atau diare dalam waktu lama). Mskipun penderita apenditis umumnya tidak mengalami diare tetapi kejadian timbunya diare pada penderita apenditis dapat menjadi gejala umum radang usus buntu. 2. Gejala Klinis Gejalanya bisa ditandai dengan kejang perut diikuti diare. Beberapa infeksi karena bakteri diantaranya campylobacter, salmonella, E. coli, singela dan yersinia juga dapat menyebabkan darah pada kotoran. Salmonella, shingela dan yersina terdapat pada kotoran mungkin berlendir. Beberapa bakteri juga dapat Menyebabkan demam, hilang nafsu makan, rasa mual atau muntah bahkan sakit perut yang parah atau tinja mengandung darah dan lendir. Kemungkinan besar, semuanya dapat menyebabkan dehidrasi dan berat badan menyusut. 21 Pada kasus diare ringan, yang disebabkan oleh virus, diare tersebut sembuh dalam beberapa hari, pada diare karena bakteri, gejala mungkin berlangsung berhari-hari sampai berminggu-minggu, infeksi karena parasit bisa menyebabkan diare berlangsung selama berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan ( Koplewich, 2005). 3. Faktor Penyebab Diare Factor penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu : a. Pemberian makanan tambahan Memberikan makanan tambahan pada anak umur kurang dari enam bulan dapat menambah risiko kontaminasi yang sangat tinggi. Terdapat bahaya gastroenteritis yang merupakan penyakit serius pada anak. Adanya perubahan dalam pola konsumsi terutama konsumsi ASI yang bersih dan mengandung faktor anti infeksi, menjadi makanan yang sering kali dipersiapkan, disimpan dan diberikan pada anak dengan cara yang tidak hygienis dapat meningkatkan resiko infeksi yang lebih tinggi, terutama penyakit diare ( Muchtadi, 2006). Pemberian makanan tambahan seharusnya diberikan pada saat bayi berumur 6 bulan ke atas. Beberapa enzim pemecahan protein seperti asam lambung, pepsin, lipase, enzim amylase akan diproduksi sempurna pada saat bayi berumur 6 bulan. Pada bayi yang berumur 0-6 bulan rentan terkena diare dikarenakan enzim laktosa dalam usus kerapatannya belum sempurna sehingga sulit untuk menguraikan kuman-kuman yang masuk sehingga bayi diare ( Hartono, 2008). 22 b. Faktor infeksi 1) Infeksi enternal yaitu : infeksi saluran pencernaan yang merupakan penyebab utama pada diare anak. Infeksi internal ini meliputi : a) Infeksi bakteri : Vibro, E.coli, salmonella, shigella, Campyllobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagaimana. b) Infeksi Virus : Enteroovirus ( Virus ECHO, Coxsackie, Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain. c) Infeksi parasit : Cacing (Ascaris, Trichuris, Oxyuris, Strongyloides), Protozoa ( Entamoebahistolytica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis), Jamur (Candida albicans. 2) Infeksi parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat pencernaan, seperti Otitis Media Akut ( OMA), Tonsilo faringitis, Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun ( Hassan, 2005). c. Faktor Malabsorpsi 1) Malabsorbsi Karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltose dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah intoleransi laktosa. 2) Malabsorbsi lemak : dalm makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorbsi usus, diare dapat muncul 23 karena lemaktidak terserap dengan baik. Gejalanya adalah tinja mengandung lemak. 3) Malabsorbsi Protein d. Faktor Makanan Faktor Makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan. e. Faktor Psikologi Faktor Psikologi : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang dapat menimbulkan diare pada anak yang lebih besar (Hasan, 2005). f. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi alatalat yang di pegang ( Hartono, 2008). 4. Patogenesis a. Gangguan osmotic Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehigga timbul diare. b. Gangguan sekresi Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus. c. Gangguan motalitas usus 24 Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbulnya diare. Sebaliknya bila peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan, selanjutnya timbul diare pula (Ngastiah, 2005). 5. Patofisiologi Proses terjadinya diare dapat disebabkan oleh berbagai kemungkinan faktor diantaranya: a. Faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman) yang masuk keda lam saluran pencernaan yang kemudian berkembang dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat. b. Faktor malabsorpsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kerongga usus yang dapat meningkatkan isi rongga usus sehingga terjadilah diare. c. Faktor makanan ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu diserap dengan baik. Sehingga terjadi peristaltik usus yang 25 mengakibatkan penurunan kesempatan untuk menyerap makan yang kemudian menyebabkan diare. d. Faktor psikologis dapat mempengaruhi terjadi peningkatan peristaltik usus yang akhirnya mempengaruhi penyerapan makanan yang dapat menyebabkan diare (Hidayat, 2006). 6. Jenis Diare Menurut MTBS (2010) diare terbagi menjadi 3 jenis yaitu: a. Diare akut Diare akut adalah buang air besar terjadi pada bayi atau anak yang sebelumnya tampak sehat, dengan fekuensi 3 kali sehari yang disertai dengan perubahan pada tinja menjadi cair dengan atau tampa lendir atau darah. Pada bayi yang masih mendapatkan ASI tidak jarang frekuensi defikasinya lebih dari 3-4 kali sehari. Keadaan ini tidak dapat disebut diare, melainkan masih bersifat fisiologis. Kadang-kadang seorang anak defikasi kurang dari 3 kali sehari, tetapi konsentrasinya sudah encer, keadaan ini sudah dapat disebut diare. b. Disentri Diare dengan terlihat darah dalam tinja, keluarnya tinja sedikitsedikit dan sering. Anak yang lebih besar akan mengeluh sakit perut, sakit waktu buang air besar. Efek yang lama dapat terjadi anoreksia, kehilangan berat badan yang cepat dan kerusakan mukosa usus karena invasi bakteri. 26 c. Diare persisten Diare yang berakhir 14 hari atau lebih. Episodenya dapat dimulai dengan diare akut atau disentri, kehilangan berat badan yang nyata dan dehidrasi sering terjadi dan bisa mengakibatkan terjadinya kerusakan usus. 7. Pencegahan Diare a. Perhatikan kebersihan dan gizi seimbang pada anak. b. Gunakan makanan matang yang baru dimasak untuk memberi makan anak-anak. c. Bersihkan wadah yang digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan air minum setiap hari. d. Jika ibu tidak yakin tentang kualitas air minum, rebuslah selama 10 menit dan tutuplah serta simpanlah dalam wadah yang sama. e. Hindari kontak antara tangan dan air minum ketika menyajikannya. f. Cegah anak memasukkan sesuatu yang kotor ke dalam mulutnya. g. Jangan memberikan obat-obatan yang tidak perlu pada anak. h. Ketika memberikan makanan atau susu, perhatikan tanggal kadaluwarsa. i. Jangan memberikan makanan yang tidak diketahui kandungannya karena anak masih sangat rentan (Machfoedz dkk, 2007). 8. Komplikasi Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak, dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti : 27 a. Dehidrasi (ringan/sedang, berat) b. Renjatan Hipovolemik c. Hipoglikemia d. Kejang e. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami kelaparan (Yulianti dan Lia, 2010). 9. Penanganan diare Rehidrasi adalah usaha untuk mengembalikan cairan tubuh yang hilang selama diare. Caranya adalah dengan memberikan cairan pengganti yang sesuai dengan cairan yang keluar sejak awal terjadinya diare. Rehidrasi dirumah dapat dilakukan oleh ibu/keluarga dengan oralit (Sitorus, 2008). Keterangan : 1. 200 CC air matang 2. Satu sendok teg gula 3. ¼ garam Klasifikasi tingkat penanganan diare sebagai berikut : a. Diare dehidrasi ringan / sedang 28 Diare dengan dehidrasi ringan / sedang dapat diberikan Cairan rehidrasi oral seperti air kelapa, air tajin, air teh encer, sup wortel, air perasan buah dan larutan oralit. Pemakaian cairan ini lebih dititik beratkan pada pencegahan timbulnya dehidrasi. Bila mampu melakukan rehidrasi dini, dan berhasil mencegah dehidrasi serta dapat mempertahankan kondisi itu, maka kematian akibat diare dapat dihindari. Dengan perawatan yang seksama dirumah, penderita tidak perlu dirawat dirumah sakit b. Diare dehidrasi berat Bila terjadi dehidrasi berat, tidak ada pilihan lain kecuali mengirim anak kerumah sakit / puskesmas untuk dirawat. penderita harus segera diberikan cairan intravena dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan terapioral. Untuk mengetahui kebutuhan sesuai dengan yang diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan cara : 1) Perhatikan tanda vital: denyut nadi, pernafasan, suhu dan tekanan darah. 2) Perhatikan frekuensi buang air besar anak masih sering, encer atau sudah berubah konsistensinya. 3) Berikan minum teh/oralit 1-2 sendok setiap jam untuk mencegah bibir dan selaput lendir kering. 4) Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi makanmakanan lunak. 29 5) Imunisasi campak (Ngastiyah, 2005). B. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan Kejadian Diare Pada Balita 1. Pengetahuan Secara umum pengetahuan dapat mempengaruhi perilaku seseorang pengetahuan merupakan suatu bentuk tahu dari manusia yang diperolehnya dari pengalaman perasaan, akal pikiran daninstituisinya setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu (Solita, 2008). Diare sebagaimana diketahui menyebabkan kematian pada anak balita. Pengetahuan ibu tentang diare perlu karena diare berbahaya. Salah satu dasar pengetahuan pencegahan diare jika pada salah satu anggota keluarga, maka dengan adanya pengetahuan yang cukup bagi ibu-ibu yang mempunyai andil besar dalam menjaga kesehatan keluarga sehingga dapat memberikan konstribusi yang baik terhadap penanggulangan diare untuk keluarga. Pengetahuan ibu yang ada hubungannya dengan pencegahan diare antara lain mengenai ciri-ciri anak yang kenak diare, mengetahui penyebab diare, mengetahui usaha-usaha mengatasi diare misalnya ibu tahu cara membuat larutan gula garam (LLG) sebagai pengobatan diare dirumah (Depkes RI, 2007). Pengetahuan ibu sangat berpengaruh dalam terjadinya diare pada anak balita. Bila pengetahuan ibu baik, ibu akan mengetahui cara merawat anak yang menderita diare di rumah dan berobat atau merujuk ke sarana 30 kesehatan. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Pengetahuan berpengaruh terhadap praktik, baik secara langsung atau tidak langsung, melalui perantara sikap. Praktik seseorang dibentuk oleh interaksi individu dengan lingkungan, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap terhadap objek, sedangkan sikap merupakan salah satu faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang. Sikap merupakan perasaan seseorang untuk mendukung atau tidak mendukung terhadap objek tertentu (Rosiji, 2009) Pengetahuan adalah hasil tahu ini setelah orang melakukan penginderaan tehadap suatu objek tertentu, peninderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, penciuman, rasa, bara. Sebagai pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan dan kognitf merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang meningkatnya pengetahuan dapat menmbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan seseorang, pengetahuan juga membentuk kepercayaan seseorang serta sikap terhadap satu hal. Perilaku yang disadari pengetahuan lebih langgeng dari perilaku yang tidak disadari pengetahuan (Notoatmodjo,2007) Pengetahuan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi perilaku dan keyakinan seseorang, selain itu kemampuan kognitif membeentuk cara berpikir seseorang, meliputi kemampuan untuk mengerti faktor-faktor yang berpengaruh dalam kondisi sakit dan praktek kesehatan personal. Semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang arti kesehatan 31 dan mamfaat dari fasilitas kesehatan maka akan semakin besar pula kingginan untuk fasilitas kesehatan (Potter dan Perry,2009) Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil pengguna pancainderanya. Pengetahuan adalah segala sesuatu apa yang diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia. Pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak disegaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengalaman terhadap suatu objek tertentu, ( Mubarak, 2011) Pengetahuan ibu mengenai diare meliputi pengertian, penyebab, gejala klinis, pencegahan, dan cara penanganan yang tepat dari penyakit diare pada balita berperan penting dalam penurunan angka kematian dan pencegahan kejadian diare serta malnutrisi pada balita. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Pujiastuti (2006) di Karanganyar didapati adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap ibu terhadap penanganan diare pada balita (Rosiji, 2009). b. Tingkat Pengetahuan Pengetahuan yang termasuk kedalam domain kognitif mempunyai enam tingkat: 1) Tahu (know) Tahu diartikan sebagai kemampuan mengingat kembali (recall) materi yang telah dipelajari, termasuk hal spesifik dari seluruh bahan atau rangsangan yang telah diterima. 32 2) Menemani (Comprehension) Memahani diartikan sebagai suatu kempuaan menjelaskan secara besar tentang objek yang diketahui dan dapat meninterprestasikan secara luas 3) Aplikasi (applicantion) Aplikasi diartikan sebagai kemapuan untuk mengunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata 4) Analisis (Analysis) Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek dalam komponen-komponen yang masih saling terkait dan masih didalam suatu struktur organisasi tersebut 5) Sintensi (synthesis) Sintensis diartikan sebagai kemapuan untuk meletakan atau menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi diartikan sebagai ini terkait dengan kemapuan untuk melakukan justifikasi atau penilain terhadp suatu materi atau objek. Masalah kurang pengetahuan (keluarga) pada anak dengan diare ini dapat disebabkan oleh karena informasi yang kurang atau budaya yang menyebabkan tidak mementingkan pola hidup yang sehat. Sehingga rasa ingin tau masih kurang, khususnya dalam penanganan atau pencegahan diare. Untuk itu rencana yang dapat 33 dilakukan adalah mengatasi masalah pengetahuan agar keluarga memahami atau mengetahui cara mengatasi masalah diare (Hidayat, 2006). 2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan Menurut Lukman (2008), dan Meliono (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan dengan Kejadian Diare adalah sebagai berikut: a. Umur Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Daya ingat seseorang itu salah satunya di pengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang di perolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan berkurang. b. Intelegensi Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan berpikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru. Intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal untuk berpikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan. Dengan demikian dapat disimpulkan 34 bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula terhadap tingkat pengetahuan. c. Lingkungan Lingkungan merupakan salah satu satu faktor yang mempengaruhi pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan seseorang memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara berpikir seseorang d. Sosial budaya Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang. Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar dan memperoleh suatu pengetahuan. e. Pendidikan Pendidikan adalah kegiatan atau proses pembelajaran untuk mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat pendidikan turut pula menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya 3. Sikap 35 Sikap merupakan reaksi tertutup, tidak dapat dilihat secara langsung sehingga sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang nampak. Adanya sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objekobjeknya. Dengan kata lain sikap merupakan produk dari proses sosialisasi seorang memberikan reaksi sesuai dengan rangsangan yang ditemuinya (Hasan, dkk, 2009). Ibu yang kurang baik sikapnya dalam penatalaksanaan diare tidak mendukung praktik ibu dalam penatalaksanaan diare. Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan seharihari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terhdap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. Merupakan suatu hal yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap sikap dan tindakannya, dalam hal ini menurut Notoadmodjo (2002) hal ini berpengaruh terhadap tindakan apa yang diambil oleh seseorang terhadap tindakan yang diambil oleh seorang ibu ketika dihadapi dengan masalah kesehatan balita. Dalam hal ini pengetahuan masyarakat (ibu rumah tangga yang memiliki balita) dapat memahami atau tidak penularan dan pencegahan penyakit diare pada balita, dengan adanya pengetahuan yang 36 cukup bagi ibu diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan terutama pada balita. Sikap merupakan kecenderungan dalam subjek menerima atau menolak sesuatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu sebagai obyek yang berharga sangat berperan dalam pengobatan diare karena merekalah yang biasanya melaksanakan upaya dehidrasi oral, memberikan makanan, mengenali dehidrasi dan pada waktunya mencari bantuan pengobatan serta pengobatan (Winkel, 2005) Sikap itu mempunyai 3 (tiga) komponen pokok yaitu : a. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak (Notoatmodjo, 2003) Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan menurut Notoatmodjo (2003) yaitu : 1) Menerima (Receiving) Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan. 2) Merespon (Responding) Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan tugas yang diberikan adakan indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut. 3) Menghargai (Valuing) 37 Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah indikasi tingkat tiga. 4) Bertanggung Jawab (Responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden. C. Kerangka Teori Berdasarkan teori Notoadmodjo (2007), dan Hasan, dkk (2009), maka dapat digambarkan kerangka teoritisnya sebagai berikut: Notoadmodjo (2007) - Pengetahuan - Umur - Linkungan - Sosal Budaya Kejadian Diare Hasan, dkk (2009) - Paritas - Sikap Ibu Gambar 2.1 Kerangka Teori D. Kerangka Konsep Berdasarkan pemikiran epidemiologi, menurut Notoadmodjo (2007), dan Hasan Dkk (2009), penderita diare dapat di lihat berdasarkan faktor yang 38 mempengaruhi terjadinya diare yang meliputi pengetahuan, dan sikap. Berdasarkan teori tersebut, maka secara skematis kerangka konsep penelitian ini dapat dilihat pada bagian di bawah ini. Variabel Independen Variabel Dependent Pengetahuan Kejadian Diare Sikap Gambar 2.2 Kerangka Konsep C. Hipotesa Penelitian 1. Ha : Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian Diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie tahun 2015 Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian Diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie tahun 2015 2. Ha : Ada hubungan antara sikap dengan kejadian Diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sakti Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie tahun 2015 Ho : Tidak Ada hubungan antara sikap dengan kejadian Diare pada balita di wilayah kerja Puskesmas Sakti Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie tahun 2015 BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan Desain cross sectional yaitu suatu penelitian dimana pengumpulan data dilakukan secara bersamaan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama untuk melihat dan mengetahui Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Puskemas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015. B. Populasi dan Sampel Penelitian 1. Populasi Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita dengan kajadian diare di Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie yaitu berjumlah 83 responden 2. Sampel Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian yang diteliti yang dianggap mewakili seluruh populasi. Dalam penelitian ini cara pengambilan sampel dengan cara total sampling yaitu 83 respondoen. C. Tempat Dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie 2. Waktu Penelitian 1 40 Penelitian ini akan di laksanakan pada tanggal 02 s/d 07 Juni 2015. D. Teknik Pengumpulan Data 1. Data Primer Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh langsung dari responden yang berada di Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie dengan mengadakan wawancara serta mengedarkan kuesioner kepada responden yang berisikan daftar pertanyaan dengan pilihan jawaban yang telah disiapkan. 2. Data Sekunder Data sekunder diperoleh dari tempat penelitain dan Instansi terkait lainnya yang berhubungan dengan penelitian.dan disaat mengambil data sekunder bersama numerator. E. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuisioner tentang hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015 terdiri dari : 1. Kejadian Diare terdiri atas 1 pertanyaan Jika responden menjawab pernah akan diberi nilai 1 , jika tidak pernah maka diberi nilai 2 2. Pengetahuan terdiri atas 10 pertanyaan Jika responden menjawab benar akan diberi nilai 1 , jika salah maka diberi nilai 0. 3. Sikap terdiri daro 10 pertanyaan dengan cata pengukuran menggunaakn skala likert : Tabel 3.1 Interpretasi Penilaian Skala Likert 41 Pernyataan Positif Nilai Pernyataan Negatif Nilai Sangat Setuju (SS) 5 Sangat Setuju (SS) 1 Setuju (S) 4 Setuju (S) 2 Ragu-Ragu (RR) 3 Ragu-Ragu 3 Tidak setuju (TS) 2 Tidak setuju (TS) 4 Sangat Tidak Setuju (STS) 1 Sangat Tidak Setuju (STS) 5 F. Definisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional No Variabel Variabel Dependen 1 Kejadian Diare Pada Balita Definisi Operasional Suatu keadaan dimana terjadinya buang air besar cair, berlendir dengan frekuensi lebih dari 3x/hari. Cara Ukur Alat Ukur Menggunakan Kuesioner kuesioner dengan kriteri - Ya bila kejadian diare - Tidak bila tidak kejadian diare Variabel Independen 2 Pengetahuan merupakan hasil Menggunakan Kuesioner dari “tahu” dan ini kuesioner yang terjadi setelah dengan kriteria orang melakukan penginderaan - Baik jika terhadap suatu jawaban benar 76objek tertentu, 100% pengetahuan - Cukup jika umumnya datang jawaban benar 56dari penginderaan 76% yang terjadi - Kurang jika melalui panca jawaban benar indra manusia, <56%. 3 Sikap Kecenderungan Menggunakan Kuesioner dalam ibu kuesioner menerima atau Dengan kriteria menolak sesuatu - Positif obyek Jika > 31 berdasarkan Hasil Ukur Skala Ukur - Ya - Tidak Ordinal - Baik - Cukup - Kurang Ordinal - Positif - Negatif Ordinal 42 penilaian terhadap - Negatif obyek itu sebagai Jika < 31 obyek yang berharga sangat berperan dalam pengobatan diare. G. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data 1. Pengolahan data Menurut Purwanto (dalam Notoadmodjo, 2005) pengolahan data dilakukan sebagai berikut : a) Editing Untuk memeriksa kuesioner dengan tujuan agar data yang masuk dapat diolah secara benar, sehingga pengolahan data dapat memberikan hasil yang menggambarkan masalah yang diteliti. b) Coding Pereberian kode atau tanda pada tiap data yang telah terkumpul untuk mempermudahkan memasukkan data kedalam tabel. c) Tabulating Untuk memudah pengorganisasian data agar mudah di jumlah, disusun dan di data untuk disajikan data dan dianalisis. d) Transferring Yaitu memberi kode – kode tertentu kepada masing – masing kategori atau jawaban yang diberikan responden. 2. Analisa Data 43 a. Analisa Univariat Penelitian ini bersifat analitik, maka dalam analisanya menggunakan perhitungan-perhitungan statistik secara sederhana berdasarkan hasil penyebaran data menurut frekuensi antar kategori. Analisis dilakukan terhadap tiap-tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentasi dari tiap variable, Kemudian ditentukan persentase (P) dengan menentukan rumus (Budiarto, 2005) sebagai berikut. P= F X 100% n Keterangan : P = Persentase n = Sampel F = Frekuensi Teramati b. Analisa Bivariat Analisa bivariat merupakan analisis hasil dari variabel-variabel bebas yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Analisa yang digunakan adalah tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa dilakukan analisa statistik dengan mengunakan uji data kategori Chi square Test (X2) pada tingkat kemaknaannya adalah 95% (P ≤ 0,05) sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya perbedaan yang bermakna secara statistik, dengan menggunakan program computer SPSS for windows. Melalui perhitungan uji Chi Square selanjutnya ditarik suatu kesimpulan yaitu: 44 1) Ho ditolak (p value ≤ 0,05 = Ha diterima) 2) Ha ditolak (p value ≥ 0,05 = Ho diterima) Aturan yang berlaku pada uji Chi-Square untuk progam SPSS ini adalah sebagai berikut : Bila tabel Contigency 2 x 2 dijumpai nilai E (harapan) kurang dari 5, maka hasil uji yang digunakan adalah Fisher Exact Tesr b. Bila tabel Contigency 2 x 2 dan tidak dijumpai nilai E (harapan) kurang dari 5, maka maka hasil uji yang digunakan adalah Continuity Cerrection c. Bila pada tabel Contigency yang lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3 dan lain-lain, maka hasil uji yang digunakan adalah Pearson ChiSquare d. Bila pada tabel Contigency 3 x 2 ada sel dengan nilai frekuensi harapan (E) kurang dari 5 maka akan dilakukan merger sehingga tabel contigency 2 x 2 Melalui perhitungan uji Chi-square selanjutnya ditarik kesimpulan bila nilai p lebih kecil dari α (p< 0,05) maka Ha diterima, yang menunjukkan ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Dan bila nilai p lebih besar dari α (p> 0,05) maka Ha ditolak, ini menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. 45 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian Puskesmas Titeu merupakan salah satu Pusksmes di kecamatan Titeu di Kabupaten Pidie, dengan wilayah kerjanya terdiri dari 2 kemukiman, 19 gampong dengan jumlah penduduk 9.754 jiwa, yang terdiri dari laki – laki 4.301 jiwa dan perempuan 5.453 jiwa. Jarak dari ibu kota Kabupaten sejauh 18 Km, adapun dengan Batas wilayah Kecamatan Pidie terdiri dari: 1. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tiro 2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kota Keumala 3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sakti 4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tangse B. Hasil Penelitian 1. Analisa Univariat a. Kejadian Diare Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015 No Kejadian Diare f % 1 Ya 44 53 2 Tidak 39 47 83 100 Total 46 Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa dari 83 responden yang pernah mengalami kejadian diare pada balita yaitu sebanyak 44 responden (53%). b. Pengetahuan Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Pengetahuan Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015 No Pengetahuan f % 1 Baik 21 25,3 2 Cukup 27 32,5 3 Kurang 35 42.2 83 100 Total Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa dari 83 responden yang berpengetahuan rendah yaitu sebanyak 35 responden (42,2%). Sedangkan yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 21 responden (25,3%). c. Sikap Ibu Tabel 4.3 Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015 No 1 Sikap Ibu Positif f % 50 60,2 47 2 Negatif Total 33 39,8 83 100 Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa dari 83 responden yang memiliki sikap ibu positif yaitu sebanyak 50 responden (60,2%). 2. Analia Bivariat a. Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Tabel 4.4 Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015 No Pengetahuan Kejadian Diare Ya Pvalue Tidak f % f % f % 1 Baik 6 28,6 15 71,4 21 100 2 Cukup 15 55,6 12 44.4 27 100 0,025 3 Kurang 23 65,7 12 34,3 35 100 Total 44 53 39 47 83 100 Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa dari 21 responden yang mengalami kejadian diare mayoritas berpengetahuan baik yaitu sebanyak 6 responden (28,6%), sedangkan dari 35 responden yang mengalami kejadian mayoritas berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 23 responden (65,7%). Selanjutnya dari analisa menggunakan chi square (X2) dengan tingkat kemaknaan (α) adalah ≤ 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,025. 48 Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang singnifikan antara hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015 b. Hubungan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Tabel 4.5 Hubungan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015 No Sikap Ibu Kejadian Diare Ya Pvalue Tidak f % f % f % 1 Positif 21 42 29 58 50 100 2 Negatif 23 69,7 10 30,3 33 100 Total 44 53 39 39 83 100 0,024 Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa dari 50 responden yang mengalami kejadian diare mayoritas sikap ibu positif yaitu sebanyak 21 responden (42%), sedangkan dari 33 responden yang mengalami kejadian mayoritas sikap negatif yaitu sebanyak 23 responden (69,7%). Selanjutnya dari analisa menggunakan chi square (X2) dengan tingkat kemaknaan (α) adalah ≤ 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,025. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang singnifikan antara 49 hubungan sikap ibu dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015. C. Pembahasan 1. Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dari 21 responden yang mengalami kejadian diare mayoritas berpengetahuan baik yaitu sebanyak 6 responden (28,6%), sedangkan dari 35 responden yang mengalami kejadian mayoritas berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 23 responden (65,7%). Selanjutnya dari analisa menggunakan chi square (X2) dengan tingkat kemaknaan (α) adalah ≤ 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,025. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang singnifikan antara hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulia (2010) yang berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare pada anak umur 6 bulan - 2 tahun di wilayah kerja puskesmas Kuta Malaka Aceh Besar tahun 2010 menunjukkan bahwa adanya pengaruh pengetahuan dengan kejadian diare (p value = 0,001). Masalah kurang pengetahuan (keluarga) pada anak dengan diare ini dapat disebabkan oleh karena informasi yang kurang atau budaya yang menyebabkan tidak mementingkan pola hidup yang sehat. Sehingga rasa ingin tau masih kurang, khususnya dalam penanganan atau pencegahan diare. Untuk 50 itu rencana yang dapat dilakukan adalah mengatasi masalah pengetahuan agar keluarga memahami atau mengetahui cara mengatasi masalah diare (Hidayat, 2006). Pengetahuan adalah hasil tahu ini setelah orang melakukan penginderaan tehadap suatu objek tertentu, peninderaan terjadi melalui panca indra manusia, yakni indra penglihatan, penciuman, rasa, bara. Sebagai pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan dan kognitf merupakan dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang meningkatnya pengetahuan dapat menmbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan seseorang, pengetahuan juga membentuk kepercayaan seseorang serta sikap terhadap satu hal. Perilaku yang disadari pengetahuan lebih langgeng dari perilaku yang tidak disadari pengetahuan (Notoatmodjo,2007). Pengetahuan ibu mengenai diare meliputi pengertian, penyebab, gejala klinis, pencegahan, dan cara penanganan yang tepat dari penyakit diare pada balita berperan penting dalam penurunan angka kematian dan pencegahan kejadian diare serta malnutrisi pada balita. Berdasarkan hasil penelitian yang dilaporkan oleh Pujiastuti (2006) di Karanganyar didapati adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap ibu terhadap penanganan diare pada balita (Rosiji, 2009). Menurut asumsi peneliti bahwa semakin baik pengetahuan seseorang menjamin seseorang itu semakin tidak terkena diare demikian pula sebaliknya semakin rendah tingkat pengetahuan seseorang maka tentu makin besar kemungkinan menderita diare sesuai dengan hasil penelitian yang 51 mengambarkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan seseorang dengan terjadinya penyakit diare. Hal ini dikarenakan penyebaran dan penularan penyakit diare sangat tergantung pengetahuan seseorang tentang makanan dan minumam yang tercemar dengan bakteri serta kebiasaan yang tidak mendukung kesehatan. 2. Hubungan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa dari 50 responden yang mengalami kejadian diare mayoritas sikap ibu positif yaitu sebanyak 21 responden (42%), sedangkan dari 33 responden yang mengalami kejadian mayoritas sikap negatif yaitu sebanyak 23 responden (69,7%). Selanjutnya dari analisa menggunakan chi square (X2) dengan tingkat kemaknaan (α) adalah ≤ 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,025. Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang singnifikan antara hubungan sikap ibu dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015 Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nutrisiani (2010) yang berjudul faktor-faktor Hubungan Pengetahuan, Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Kota, Desa Paya Bujuk , Blang Pase Tahun 2013” menunjukkan secara statistis bahwa terdapat hubungan antara sikap dengan kejadian diare pada bayi (p-value = 0,003). Merupakan suatu hal yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang terhadap sikap dan tindakannya, dalam hal ini menurut Notoadmodjo (2002) 52 hal ini berpengaruh terhadap tindakan apa yang diambil oleh seseorang terhadap tindakan yang diambil oleh seorang ibu ketika dihadapi dengan masalah kesehatan balita. Dalam hal ini pengetahuan masyarakat (ibu rumah tangga yang memiliki balita) dapat memahami atau tidak penularan dan pencegahan penyakit diare pada balita, dengan adanya pengetahuan yang cukup bagi ibu diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan terutama pada balita. Ibu yang kurang baik sikapnya dalam penatalaksanaan diare tidak mendukung praktik ibu dalam penatalaksanaan diare. Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi adalah merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terhdap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek. Sikap merupakan kecenderungan dalam subjek menerima atau menolak sesuatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu sebagai obyek yang berharga sangat berperan dalam pengobatan diare karena merekalah yang biasanya melaksanakan upaya dehidrasi oral, memberikan makanan, mengenali dehidrasi dan pada waktunya mencari bantuan pengobatan serta pengobatan (Winkel, 2005) 53 Menurut asumsi peneliti, bahwa dengan semakin positifnya sikap ibu menyebabkan semakin sedikit bayi yang mengalami kejadian diare dan dengan semakin negatifnya sikap ibu menyebabkan semakin banyak pula bayi yang mengalami kejadian diare. Hal ini dikarenakan dengan negatifnya sikap ibu menyebabkan ibu tidak memperdulikan cara pencegahan terjadinya diare pada bayinya. 54 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka penelitian dapat mengumpulkan hasil dari penenelitian sebagai berikut : 1. Ada hubungan yang singnifikan antara pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015, dengan nilai P value = 0,025 (p < 0.05) 2. Ada hubungan yang singnifikan antara sikap ibu dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015, dengan nilai P value = 0,024 (p < 0.05) B. Saran 1. Bagi Peneliti Lainnya Diharapkan bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk membuat penelitian lebih lanjut dalam bentuk yang lebih kompleks dan rinci tentang kejadian diare pada bayi serta dengan jumlah sampel yang lebih banyak lagi. 2. Bagi Sarana Pelayanan Kesehatan Diharapkan pada instansi kesehatan dapat memperbanyak lagi informasi tentang kejadian diare pada bayi sehingga dapat petugas kesehatan 55 dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama pada ibu tentang kejadian diare pada bayi sehingga ibu mengetahui cara pencegahan terjadinya diare pada bayi. 3. Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan pada institusi pendidikan dapat memperbanyak lagi referensi tentang kejadian diare pada bayi agar para mahasiswa dapat memberikan penyuluhan kepada ibu tentang cara pencegahan terjadinya diare pada bayi. 4. Bagi Tempat Penelitian Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi kepada ibu tentang kejadian diare pada bayi sehingga ibu dapat meningkatkan pengetahuannya dan mau untuk melakukan pencegahan terhadap kejadian diare pada bayi. 56 DAFTAR PUSTAKA Aditama. 2009. Diare Penyebab Utama Kematian Balita, http://www.tv.one.htm. (Dikutip tanggal : 18 April 2013). Azwar, Azrul, Pengantar Epidemiologi, Edisi Revisi, Jakarta, Bina Rupa Aksara, 2002. Alfa, Yusmar, Diare Akut pada Anak, Jakarta; IDI, 2000. Depkes RI, Profil Kesehatan 2013, Jakarta, Depkes RI, (2007) Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal, Jakarta . (2004) Kebutuhan Dasar Anak Untuk Tumbuh Kembang. Jakarta , (2003), Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta : Departemen Kesehatan (2012) Kebutuhan Dasar Anak Untuk Tumbuh Kembang. Jakarta Dinas Kesehatan Banda Aceh, (2010) Diare pada bayi usia 0-6 bulan, pengambilan data pada tanggal 4 januari 2014 Hasan, 2007. Faktor-faktor Penyebab Diare Pada Balita di Puskesmas. www.doctocs.com/docs/119394873-faktor Penyebab Diare Pada Balita di Puskesmas Hidayat, Alimul. A. 2010. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Salemba Medika. Jakarta. Hartono (2009), Hubungan Faktor Lingkungan Dan Sosial Ekonomi Dengan Kejadian Diare Pada Balita. [Internet]. Tersedia Dalam http://female.store.co.id/images/media/Kesehatan Masyarakat- full.pdf, [Diakses Tanggal 10 Februari 2015 Jam 13:00 WIB] Kemenkes RI 2010. IlmuKesehatanAnak. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Koplewich, S.H. 2005. Penyakit Anak Diagnosa dan Penanganannya. Prestasi Pustaka. Jakarta Mansjoer. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius. Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Trans Info Media: Jakarta 57 Machfoedz, 2007. Metodelogi Penelitian. Yogyakarta : Fitramaya Muctadi (206). Epidemiologi Penyakit Diare.[Internet] Tersedia Dalam Http://evaskep2012.blogspot.com/2012/05/Proposal-PenelitianEpidemiologi.html. [Diakses Tanggal 10 Februari 2015 Jam 13:00 WIB] Mubarak. (2011). Promosi Kesehatan. Jogjakarta : Graha il Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit E/2. EGC, Jakarta Notoatmojdo,S. 2010, Metodelogi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta , 2007. Promosi Kesehatan dan ilmu Prilaku, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta 2007. Mengatasi Diare KawanPustaka: 34-37 dan Keracunan pada Bayi. Jakarta: Rosiji, harun cholik. 2008. Persepsi Ibu Tentang Penyakit Diare Dan Oralit Berhubungan Dengan Prilaku Dalam Perawatan Diare. http://eprints.undip.ac.id/15323/1/SINTAMURNIWATYE4D002073.pdf (dikutip pada tanggal 7 maret 2013 pkl.19.48) Profil NAD, Profil Kesehatan, Nanggroe Aceh Darussalam, 2014 Profil Kesehatan Indonesia 2012. http://www.infodokterku.com/25data/data-kejadian diare.com Profil Dinkes, Profil Kesehatan, Pidie, 2014 Puskesmas Sakti , Data Sekunder, Pidie, 2014. Potter, P.A, Perry, (2009), Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005 Sitorus H, Roland. 2008. Pedoman Perawatan Kesehatan Anak. Yrama Widya: Bandung WHO, Kader Kesehatan Masyarakat, Buku Kedokteran, Jakarta, 2002. Widoyono. 2009. Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasan). Jakarta: Erlangga Widjaja, M.C. 2009. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta: Kawan Pustaka,pp: 58-70 58 Widya Rahmi Fitri. 2010. Faktor Resiko Diare Pada Balita Di Indonesia 2007. Widyarahmafitri.blogspot.com/2011/1234. Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. CV Trans Info Media, Jakarta 59