9 hubungan pengetahuan dan sikap ibu dengan

advertisement
HUBUNGAN PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU DENGAN KEJADIAN
DIARE PADA BALITA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS TITEU
KECAMATAN TITEU KABUPATEN PIDIE
KARYA TULIS ILMIAH
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Syarat
Guna Memperoleh Gelar Ahli Madya Kebidanan
Universitas Ubudiyah Indonesia
Oleh :
AFLIA WATI
NIM : 121010300072
PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEBIDANAN FAKULTAS ILMU
KESEHATAN UNIVERSITAS UBUDIYAH INDONESIA
BANDA ACEH
2015
9
10
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut data World Health Organization (WHO), diare adalah
penyebab nomor satu kematian balita di seluruh dunia. Di Indonesia, diare
adalah pembunuh balita nomor dua setelah ISPA (Infeksi Saluran Pernapasan
Akut). Sementara UNICEF (United Nations International Children's
Emergency Fund), Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk urusan anak
memperkirakan bahwa, setiap 30 detik ada satu anak yang meninggal dunia
karena diare. Di Indonesia, setiap tahun 100.000 balita meninggal karena
diare (Widya, 2010).
Penyakit diare merupakan salah satu penyakit yang sering mengenai
bayi dan balita. Seorang bayi baru lahir umumnya akan buang air besar
sampai lebih dari sepuluh kali sehari, dan bayi yang lebih besar akan
mempunyai waktu buang air masing-masing, ada yang sehari 2-3 kali sehari
atau ada yang hanya 2 kali seminggu. Neonatus dinyatakan diare bila
frekuensi buang air besar lebih dari empat kali, sedangkan untuk bayi
berumur lebih dari 1 bulan dan anak, bila frekuensinya lebih dari 3 kali sehari
(Hasan, 2007).
Laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan, setiap
tahun 1,5 juta balita meninggal dunia akibat diare. Di Indonesia, menurut hasil
Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) Tahun 2007, diare menjadi penyebab
kematian 25,2% anak usia satu tahun hingga empat tahun (Aditama, 2009).
11
Saat ini upaya mewujudkan generasi Indonesia yang lebih sehat masih
membutuhkan perhatian semua pihak. Salah satu indikator yang lazim
digunakan untuk melihat derajat kesehatan masyarakat adalah angka
kematian balita (Akaba) atau infant mortality rate (IMR). Sesuai dengan
target Milenium Development Goals (MDGs) poin 4, yaitu pada 2015
Indonesia harus mampu menurunkan angka kematian balita hingga 17/1000
kelahiran hidup. Data tersebut menggambarkan bahwa upaya untuk
mewujudkan dan menjaga anak Indonesia sehat masih menjadi tantangan
besar semua pihak (Profil kesehatan Indonesia, 2012).
Adapun menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007
kematian balita yang paling sering disebabkan oleh diare, ispa pneumonia.
Penyakit diare menempati posisi teratas sebagai penyebab kematian balita di
Indonesia. Diare adalah buang air besar yang terjadi pada balita yang
sebelumnya nampak sehat, dengan frekuensi tiga kali atau lebih per hari,
disertai perubahan tinja menjadi cair, dengan atau tanpa lendir dan darah.
Apabila pada diare pengeluaran cairan melebihi pemasukan maka akan terjadi
dehidrasi. Berdasarkan derajat dehidrasi diare dapat dibagi menjadi diare
dehidrasi ringan/sedang dan diare dehidrasi berat. Balita memiliki resiko yang
lebih besar untuk menderita dehidrasi dibandingkan orang dewasa (Depkes
RI, 2012).
Dalam menentukan derajat kesehatan di indonesia, terdapat beberapa
indikator yang dapat digunakan antara lain angka kematian bayi, angka
12
kesakitan bayi, status gizi dan angka harapan hidup waktu lahir. Angka
kesakitan bayi menjadi indikator kedua dalam menentukan derajat kesehatan
anak, karena nilai kesakitan merupakan cerminan dari lemahnya daya tubuh
bayi dan anak balita. Angka kesakitan tersebut juga dapat dipengaruhi oleh
status gizi, jaminan pelayanan kesehatan anak, perlindungan kesehatan anak,
faktor sosial ekonomi dan pendidikan ibu, (Hidayat, 2010).
Penyakit diare ini adalah penyakit yang multifaktoral, dimana dapat
muncul karena akibat tingkat pendidikan dan sosial ekonomi yang kurang
serta akibat kebiasaan atau budaya masyarakat yang salah. Oleh karena itu
keberhasilan menurunkan serangan diare sangat tergantung dari sikap dan
pengetahuan setiap anggota masyarakat, terutama membudayakan pemakaian
larutan oralit pada anak yang menderita diare. Saat ini upaya yang sedang
digalakkan dan dikembangkan pada masyarakat luas untuk menanggulangi
diare dengan upaya rehidrasi oral (oralit) dan ternyata dapat menurunkan
angka kematian dan kesakitan karena diare (Maryunani, 2010).
Dalam hal ini faktor ibu berperan sangat penting dalam kejadian diare
pada balita. Ibu adalah sosok yang paling dekat dengan balita. Jika balita
terserang diare maka tindakan-tindakan yang ibu ambil akan menentukan
perjalanan penyakitnya. Tindakan tersebut dipengaruhi berbagai hal, salah
satunya adalah pengetahuan.
Penyebab langsung diare antara lain infeksi bakteri virus dan parasit,
malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun
yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Jenis-jenis
13
infeksi yang umumnya menyerang diare adalah infeksi bakteri oleh kuman
E.Coli Salmonella, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang
jumlahnya berlebihan dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika
kondisi tubuh lemah) seperti pseudomonas., infeksi basil (disentri), infeksi
virus enterovirus dan adenovirus, infeksi parasit oleh cacing (askari), dan
infeksi jamur (Widjaja, 2009).
Angka kematian diare per 1000 penduduk untuk semua golongan
umur adalah 24,26 % berdasarkan Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT)
tahun 1999, sedangkan angka kematian per 1000 penderita adalah 0,021 %,
sedangkan insiden diare pada tahun 2002 berkisar antara 20-40% perduduk
pertahun, dengan proporsi 60-80% anak balita (Depkes RI, 2003).
Ibu adalah orang tua perempuan seorang anak, baik melalui hubungan
biologis maupun sosial. Pengetahuan ibu tentang diare sanget besar
pengaruhnya
terhadap
terhadap
kejadian
diare
pada
anak,
upaya
penanggulangan diare yang dapat dilakukan oleh ibu meliputi penggunaan air
bersih, lingkungan tempat yang tidak tercemar dan pengetahuan ibu dalam
mengambil tindakan untuk mencegah atau mengobati terjadinya diare pada
balita (Notoadmojo, 2007).
Penyebab langsung diare antara lain infeksi bakteri virus dan parasit,
malabsorbsi, alergi, keracunan bahan kimia maupun keracunan oleh racun
yang diproduksi oleh jasad renik, ikan, buah dan sayur-sayuran. Jenis-jenis
infeksi yang umumnya menyerang diare adalah infeksi bakteri oleh kuman
E.Coli Salmonella, Vibrio cholerae (kolera), dan serangan bakteri lain yang
jumlahnya berlebihan dan patogenik (memanfaatkan kesempatan ketika
14
kondisi tubuh lemah) seperti pseudomonas., infeksi basil (disentri), infeksi
virus enterovirus dan adenovirus, infeksi parasit oleh cacing (askari), dan
infeksi jamur (Widjaja, 2009).
Di Indonesia, hasil Survey Subdit Diare pada Survey Kesehatan
Rumah Tangga angka kesakitan diare semua umur tahun 2004 adalah
374/1000 penduduk, tahun 2008 adalah 423/1000 penduduk. Kematian diare
pada balita75,3/100.000 balita dan semua umur 23,2/100.000 penduduk
semua umur, dan hasil Riskesda (2010) diare merupakan penyebab kematian
no 4 (13,2%) pada semua umur dalam kelompok penyakit menular. Proporsi
diare sebagai penyebab kematian no 1 pada bayi postneonatal (31,4%) dan
pada anak balita (25,2%) (Kemenkes RI, 2011).
Jumlah kasus diare di Provinsi Aceh secara keseluruhan mencapai
256.386 penderita dengan Incidence Rate (IR) 31,35%. Sementera itu, kasus
diare pada bayi rata-rata pertahunnya mencapai 13%, hal ini menunjukkan
bahwa kasus diare pada bayi tinggi di Provinsi Aceh. Data dari Dinas
Kesehatan Kota Banda Aceh, jumlah kasus diare 9.484 kasus, kasus diare
pada bayi mencapai 11,9% (Dinkes Provinsi Aceh, 2014).
Berdasarkan hasil pengamatan dari Kecamatan Titeu terdapat 12 desa,
yaitu desa Meunasah Ule terdapat 72 balita, Pante Siren terdapat 70 balita,
Pulo Raya terdapat 52 balita, Pulo Lhoih 60 balita, Tong Rudeng 83 balita,
Asan 65 balita, Dayah 50 balita, Alue 43 balita, Pante Kulu 44 balita,
Lingkok 54 balita, Dayah 50 balita, Kawe 45 balita. Di Puskesmas Titeu pada
15
2010 ada 2 balita meninggal disebabkan karena diare di desa tong Reudah 1
orang, dan Pante Siren 1 orang.
Berdasarkan studi pendahuluan yang peneliti lakukan di Wilayah Kerja
Puskesmas Titeu Kecamaatan Titeu, Data yang diperoleh yang berkunjung
pada bulan Januari sampai dengan Desember 2014 yaitu sebanyak 456 balita
sedangkan yang mengalami diare sebanyak 83 balita.
Berdasarkan latar belakang diatas,penulis tertarik untuk meneliti
tentang “Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie
Tahun 2015”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan
permasalahan penelitian tentang “Apakah ada berhubungan Pengetahuan
Dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang Hubungan Pengetahuan Dan
Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan pengetahun dengan kejadian diare Pada
16
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten
Pidie Tahun 2015.
b. Untuk mengetahui hubungan sikap ibu dengan kejadian diare Pada
Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten
Pidie Tahun 2015.
C. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti
Diharapkan penelitian ini dapat menambah wawasan pengetahuan
dan pengalaman dalam melaksanakan penelitian yang berhubungan
dengan faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita
2. Bagi tempat penelitian
Diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi yang
signifikan baik dalam membantu untuk meningkatkan pengetahuan ibu
tentang dampak negatif dari faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian diare pada balita
3. Bagi institusi pendidikan
Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan dalam
membimbing dan menambah pengetahuan mahasiswi kebidanan tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian diare pada balita.
D. Keaslian Penelitian
1.
Penelitian yang telah dilakukan oleh Amalia (2011) Faktor-Faktor Yang
Behubungan Dengan Terjadinya Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja
17
Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie Jenis penelitian ini bersifat Analitik
dengan Desain Cross Sectional Populasi dalam sampel ini adalah ibu yang
memiliki balita dengan diare yang tercatat diwilayah kerja Puskesmas
Kota Sigli tahun 2010 yang berjumlah 430 balita. Sampel dalam penelitian
menggunakan rumus slovin adalah adalah 62 ibu yang memiliki balita,
hasil penelitian menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
Pengetahuan dengan terjadinya penyakit diare di wilayah kerja Puskesmas
Kota Sigli Kabupaten Pidie Dan ada hubungan yang bermakna antara
Upaya Penanggulangan dengan terjadinya penyakit diare di wilayah kerja
Puskesmas Kota Sigli Kabupaten Pidie.
2.
Muchsin (2013), dengan judul Hunungan Ketepatan Pemberian MP-ASI
dan Status Gizi Dengan Kejadian Diare Pada Anak Usia 6-12 Bulan di
Wilayah Kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang. Hasil analisis
menggunakan korelasi Chi-Square menunjukan tidak ada hubungan yang
signifikan antara frekuensi ketepatan pemberian MP-ASI dengan Kejadian
diare pada anak usia 6-12 bulan di Wilayah kerja Puskesams
kedungmundu Semarang , Serta tidak ada hubungan yang signifikan antara
Status Gizi dengan Kejadian Diare pada Anak usia 6-12 bulan Di Wilayah
Kerja Puskesmas Kedungmundu Semarang.
Adapun perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya
terdapat pada metode penelitian, variabel penelitian, tempat penelitian dan
waktu penelitian.
18
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kejadian Diare
1. Pengertian Penyakit Diare
Penyakit diare merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat
yang penting karena merupakan penyumbang utama ketiga angka kesakitan
dan kematian anak diberbagai negara termasuk Indonesia. Penyebab utama
kematian akibat diare adalah dehidrasi akibat kehilangan cairan dan
elektrolit melalui tinja. Penyebab kematian lainnya adalah disentri, kurang
gizi dan infeksi. Golongan umur yang paling banyak menderita akibat diare
adalah anak-anak karena daya tahan tubuhnya yang masih rendah
(Widoyono, 2009).
Diare adalah penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi
buang air besar lebih dari biasanya (3 atau lebih per hari) yang disertai
perubahan bentuk dan konsistensi tinja dari penderita (Depkes, 2009).
Diare suatu keadaan pengeluaran tinja yang tidak normal atau tidak
seperti biasanya, ditandai dengan peningkatan volume, keenceran, serta
frekuensi lebih dari 3 kali sehari dan pada neonatus lebih dari 4 kali dehari
dengan atau tanpa lendir darah (Hidayat, 2006).
19
Diare adalah salah satu gejala dari penyakit
pada sistem
gastrointestinal atau penyakit lain di luar saluran pencernaan. Tetapi
sekarang lebih di kenal dengan “penyakit”, karena dengan sebutan penyakit
diare akan mempercepat tindakan penanggulangannya (Ngastiyah, 2005).
Diare merupakan simptom, jadi bukan penyakit, sama halnya dengan
demam panas, bukan suatu penyakit tetapi merupakan gejala dari suatu
penyakit tertentu, contoh: malaria, radang, paru, influinza, dan lain-lain.
Ada dua jenis diare menurut lama hari terjadinya yaitu diare akut dan diare
kronik. Diare akut adalah diare yang terjadi secara mendadak pada bayi dan
anak yang sebelumnya sehat serta berlangsung antara 3-5 hari. Sedangkan
diare kronik adalah diare yang berlanjut lebih dari 2 minggu, disertai
kehilangan berat badan atau tidak bertambahnya berat badan. (Widjaja,
2009)
Diare adalah penyebab non-infeksi, tetapi sepsis adalah penyebab
tersering selama periode bayi baru lahir (Meiliya, 2008). Selain itu diare
merupakan mekanisme perlindungan tubuh untuk mengeluarkan sesuatu
yang merugikan atau racun dari dalam tubuh, namun banyaknya cairan
tubuh yang dikeluarkan bersama tinja akan mengakibatkan dehidrasi yang
dapat berakibat kematian. Oleh karena itu, diare tidak boleh dianggap
sepele, keadaan ini harus dihadapi dengan serius mengingat cairan banyak
keluar dari tubuh, sedangkan tubuh manusia pada umumnya 60% terdiri dari
air, sebab itu bila seseorang menderita diare berat, maka dalam waktu
singkat saja tubuh penderita sudah kelihatan sangat kurus (Masri, 2008)
20
Penyebab serangan ini tidak lain gerakan lambung yang berair dan
sering dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan parasit yang menginfeksi
perut dan usus. Kuman tertentu yang terlibat tergantung pada daerah
geografis dan tingkat serta kebersihan ( Koplewich, 2005).
Menurut Nagiga (2009) berpendapat bahwa, penyakit diare yang
terjadi tanpa adanya upaya kuratif dan rehabilitatif dapat mengakibakan
gejala perjalanan penyakit yang lebih serius. Diantaranya ialah seperti
disentri, kolera, atau batulisme dan juga dapat menjadi indikasi sindrom
kronis seperti penyakit Crohn (penyakit peradangan menahun pada dinding
usus dengan gejala awal yaitu diare menahun atau diare dalam waktu lama).
Mskipun penderita apenditis umumnya tidak mengalami diare tetapi
kejadian timbunya diare pada penderita apenditis dapat menjadi gejala
umum radang usus buntu.
2. Gejala Klinis
Gejalanya bisa ditandai dengan kejang perut diikuti diare. Beberapa
infeksi karena bakteri diantaranya campylobacter, salmonella, E. coli,
singela dan yersinia juga dapat menyebabkan darah pada kotoran.
Salmonella, shingela dan yersina terdapat pada kotoran mungkin berlendir.
Beberapa bakteri juga dapat Menyebabkan demam, hilang nafsu makan,
rasa mual atau muntah bahkan sakit perut yang parah atau tinja mengandung
darah dan lendir. Kemungkinan besar, semuanya dapat menyebabkan
dehidrasi dan berat badan menyusut.
21
Pada kasus diare ringan, yang disebabkan oleh virus, diare tersebut
sembuh dalam beberapa hari, pada diare karena bakteri, gejala mungkin
berlangsung berhari-hari sampai berminggu-minggu, infeksi karena parasit
bisa menyebabkan diare berlangsung selama berminggu-minggu bahkan
berbulan-bulan ( Koplewich, 2005).
3. Faktor Penyebab Diare
Factor penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor, yaitu :
a. Pemberian makanan tambahan
Memberikan makanan tambahan pada anak umur kurang dari enam
bulan dapat menambah risiko kontaminasi yang sangat tinggi. Terdapat
bahaya gastroenteritis yang merupakan penyakit serius pada anak. Adanya
perubahan dalam pola konsumsi terutama konsumsi ASI yang bersih dan
mengandung faktor anti infeksi, menjadi makanan yang sering kali
dipersiapkan, disimpan dan diberikan pada anak dengan cara yang tidak
hygienis dapat meningkatkan resiko infeksi yang lebih tinggi, terutama
penyakit diare ( Muchtadi, 2006).
Pemberian makanan tambahan seharusnya diberikan pada saat bayi
berumur 6 bulan ke atas. Beberapa enzim pemecahan protein seperti asam
lambung, pepsin, lipase, enzim amylase akan diproduksi sempurna pada
saat bayi berumur 6 bulan. Pada bayi yang berumur 0-6 bulan rentan
terkena diare dikarenakan enzim laktosa dalam usus kerapatannya belum
sempurna sehingga sulit untuk menguraikan kuman-kuman yang masuk
sehingga bayi diare ( Hartono, 2008).
22
b. Faktor infeksi
1) Infeksi enternal yaitu : infeksi saluran pencernaan yang merupakan
penyebab utama pada diare anak. Infeksi internal ini meliputi :
a) Infeksi
bakteri
:
Vibro,
E.coli,
salmonella,
shigella,
Campyllobacter, Yersinia, Aeromonas dan sebagaimana.
b) Infeksi Virus : Enteroovirus ( Virus ECHO, Coxsackie,
Poliomyelitis), Adenovirus, Rotavirus, Astrovirus dan lain-lain.
c) Infeksi
parasit
:
Cacing
(Ascaris,
Trichuris,
Oxyuris,
Strongyloides), Protozoa ( Entamoebahistolytica, Giardia lamblia,
Trichomonas hominis), Jamur (Candida albicans.
2) Infeksi parental yaitu infeksi dibagian tubuh lain diluar alat
pencernaan, seperti Otitis Media Akut ( OMA), Tonsilo faringitis,
Bronkopneumonia, Ensefalitis dan sebagainya. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun ( Hassan,
2005).
c. Faktor Malabsorpsi
1) Malabsorbsi Karbohidrat : disakarida (intoleransi laktosa, maltose
dan sukrosa), monosakarida (intoleransi glukosa, fruktosa dan
galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering adalah
intoleransi laktosa.
2) Malabsorbsi lemak : dalm makanan terdapat lemak yang disebut
triglyserida. Triglyserida, dengan bantuan kelenjar lipase, mengubah
lemak menjadi micelles yang siap diabsorbsi usus, diare dapat muncul
23
karena lemaktidak terserap dengan baik. Gejalanya adalah tinja
mengandung lemak.
3) Malabsorbsi Protein
d. Faktor Makanan
Faktor Makanan : makanan basi, beracun, alergi terhadap makanan.
e. Faktor Psikologi Faktor Psikologi : rasa takut dan cemas. Walaupun jarang
dapat menimbulkan diare pada anak yang lebih besar (Hasan, 2005).
f. Tidak mencuci tangan dengan bersih setelah selesai buang air besar atau
membersihkan tinja anak yang terinfeksi, sehingga mengkontaminasi alatalat yang di pegang ( Hartono, 2008).
4. Patogenesis
a. Gangguan osmotic
Akibat terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan
menyebabkan tekanan osmotik dalam rongga usus meninggi sehingga
terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga usus. Isi rongga usus
yang berlebihan akan merangsang usus untuk mengeluarkannya sehigga
timbul diare.
b. Gangguan sekresi
Akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus
akan terjadi peningkatan sekresi, air dan elektrolit kedalam rongga usus
dan selanjutnya timbul diare karena terdapat peningkatan isi rongga usus.
c. Gangguan motalitas usus
24
Hiperperistaltik akan mengakibatkan berkurangnya kesempatan
usus untuk menyerap makanan sehingga timbulnya diare. Sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri tumbuh berlebihan,
selanjutnya timbul diare pula (Ngastiah, 2005).
5. Patofisiologi
Proses
terjadinya
diare
dapat
disebabkan
oleh
berbagai
kemungkinan faktor diantaranya:
a. Faktor infeksi, proses ini dapat diawali adanya mikroorganisme (kuman)
yang masuk keda lam saluran pencernaan yang kemudian berkembang
dalam usus dan merusak sel mukosa usus yang dapat menurunkan daerah
permukaan usus. Selanjutnya terjadi perubahan kapasitas usus yang
akhirnya mengakibatkan gangguan fungsi usus dalam absorpsi cairan dan
elektrolit. Atau juga dikatakan adanya toksin bakteri akan menyebabkan
sistem transpor aktif dalam usus sehingga sel mukosa mengalami iritasi
yang kemudian sekresi cairan dan elektrolit akan meningkat.
b. Faktor malabsorpsi merupakan kegagalan dalam melakukan absorpsi
yang mengakibatkan tekanan osmotik meningkat sehingga terjadi
pergeseran air dan elektrolit kerongga usus yang dapat meningkatkan isi
rongga usus sehingga terjadilah diare.
c. Faktor makanan ini dapat terjadi apabila toksin yang ada tidak mampu
diserap
dengan
baik.
Sehingga
terjadi
peristaltik
usus
yang
25
mengakibatkan penurunan kesempatan
untuk menyerap makan yang
kemudian menyebabkan diare.
d. Faktor psikologis dapat mempengaruhi terjadi peningkatan peristaltik
usus yang akhirnya mempengaruhi penyerapan makanan yang dapat
menyebabkan diare (Hidayat, 2006).
6. Jenis Diare
Menurut MTBS (2010) diare terbagi menjadi 3 jenis yaitu:
a. Diare akut
Diare akut adalah buang air besar terjadi pada bayi atau anak yang
sebelumnya tampak sehat, dengan fekuensi 3 kali sehari yang disertai
dengan perubahan pada tinja menjadi cair dengan atau tampa lendir atau
darah. Pada bayi yang masih mendapatkan ASI tidak jarang frekuensi
defikasinya lebih dari 3-4 kali sehari. Keadaan ini tidak dapat disebut
diare, melainkan masih bersifat fisiologis. Kadang-kadang seorang anak
defikasi kurang dari 3 kali sehari, tetapi konsentrasinya sudah encer,
keadaan ini sudah dapat disebut diare.
b. Disentri
Diare dengan terlihat darah dalam tinja, keluarnya tinja sedikitsedikit dan sering. Anak yang lebih besar akan mengeluh sakit perut,
sakit waktu buang air besar. Efek yang lama dapat terjadi anoreksia,
kehilangan berat badan yang cepat dan kerusakan mukosa usus karena
invasi bakteri.
26
c. Diare persisten
Diare yang berakhir 14 hari atau lebih. Episodenya dapat dimulai
dengan diare akut atau disentri, kehilangan berat badan yang nyata dan
dehidrasi sering terjadi dan bisa mengakibatkan terjadinya kerusakan
usus.
7. Pencegahan Diare
a. Perhatikan kebersihan dan gizi seimbang pada anak.
b. Gunakan makanan matang yang baru dimasak untuk memberi makan
anak-anak.
c. Bersihkan wadah yang digunakan untuk mengumpulkan dan menyimpan
air minum setiap hari.
d. Jika ibu tidak yakin tentang kualitas air minum, rebuslah selama 10 menit
dan tutuplah serta simpanlah dalam wadah yang sama.
e. Hindari kontak antara tangan dan air minum ketika menyajikannya.
f. Cegah anak memasukkan sesuatu yang kotor ke dalam mulutnya.
g. Jangan memberikan obat-obatan yang tidak perlu pada anak.
h. Ketika memberikan makanan atau susu, perhatikan tanggal kadaluwarsa.
i. Jangan memberikan makanan yang tidak diketahui kandungannya karena
anak masih sangat rentan (Machfoedz dkk, 2007).
8. Komplikasi
Sebagai akibat kehilangan cairan dan elektrolit secara mendadak,
dapat terjadi berbagai macam komplikasi seperti :
27
a. Dehidrasi (ringan/sedang, berat)
b. Renjatan Hipovolemik
c. Hipoglikemia
d. Kejang
e. Malnutrisi energi protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga
mengalami kelaparan (Yulianti dan Lia, 2010).
9. Penanganan diare
Rehidrasi adalah usaha untuk mengembalikan cairan tubuh yang
hilang selama diare. Caranya adalah dengan memberikan cairan pengganti
yang sesuai dengan cairan yang keluar sejak awal terjadinya diare. Rehidrasi
dirumah dapat dilakukan oleh ibu/keluarga dengan oralit (Sitorus, 2008).
Keterangan :
1. 200 CC air matang
2. Satu sendok teg gula
3. ¼ garam
Klasifikasi tingkat penanganan diare sebagai berikut :
a. Diare dehidrasi ringan / sedang
28
Diare dengan dehidrasi ringan / sedang dapat diberikan Cairan
rehidrasi oral seperti air kelapa, air tajin, air teh encer, sup wortel, air
perasan buah dan larutan oralit. Pemakaian cairan ini lebih dititik
beratkan pada pencegahan timbulnya dehidrasi. Bila mampu melakukan
rehidrasi
dini,
dan
berhasil
mencegah
dehidrasi
serta
dapat
mempertahankan kondisi itu, maka kematian akibat diare dapat dihindari.
Dengan perawatan yang seksama dirumah, penderita tidak perlu dirawat
dirumah sakit
b. Diare dehidrasi berat
Bila terjadi dehidrasi berat, tidak ada pilihan lain kecuali mengirim
anak kerumah sakit / puskesmas untuk dirawat. penderita harus segera
diberikan cairan intravena dengan ringer laktat sebelum dilanjutkan
terapioral.
Untuk
mengetahui
kebutuhan
sesuai
dengan
yang
diperhitungkan, jumlah cairan yang masuk tubuh dapat dihitung dengan
cara :
1) Perhatikan tanda vital: denyut nadi, pernafasan, suhu dan tekanan
darah.
2) Perhatikan frekuensi buang air besar anak masih sering, encer atau
sudah berubah konsistensinya.
3) Berikan minum teh/oralit 1-2 sendok setiap jam untuk mencegah bibir
dan selaput lendir kering.
4) Jika rehidrasi telah terjadi, infus dihentikan, pasien diberi makanmakanan lunak.
29
5) Imunisasi campak (Ngastiyah, 2005).
B. Hubungan Pengetahuan dan Sikap Dengan Kejadian Diare Pada Balita
1. Pengetahuan
Secara
umum
pengetahuan
dapat
mempengaruhi
perilaku
seseorang pengetahuan merupakan suatu bentuk tahu dari manusia yang
diperolehnya dari pengalaman perasaan, akal pikiran daninstituisinya
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu
(Solita, 2008).
Diare sebagaimana diketahui menyebabkan kematian pada anak
balita. Pengetahuan ibu tentang diare perlu karena diare berbahaya. Salah
satu dasar pengetahuan pencegahan diare jika pada salah satu anggota
keluarga, maka dengan adanya pengetahuan yang cukup bagi ibu-ibu yang
mempunyai andil besar dalam menjaga kesehatan keluarga sehingga dapat
memberikan konstribusi yang baik terhadap penanggulangan diare untuk
keluarga. Pengetahuan ibu yang ada hubungannya dengan pencegahan
diare antara lain mengenai ciri-ciri anak yang kenak diare, mengetahui
penyebab diare, mengetahui usaha-usaha mengatasi diare misalnya ibu
tahu cara membuat larutan gula garam (LLG) sebagai pengobatan diare
dirumah (Depkes RI, 2007).
Pengetahuan ibu sangat berpengaruh dalam terjadinya diare pada
anak balita. Bila pengetahuan ibu baik, ibu akan mengetahui cara merawat
anak yang menderita diare di rumah dan berobat atau merujuk ke sarana
30
kesehatan. Pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang. Pengetahuan berpengaruh terhadap praktik, baik secara
langsung atau tidak langsung, melalui perantara sikap. Praktik seseorang
dibentuk oleh interaksi individu dengan lingkungan, khususnya yang
menyangkut pengetahuan dan sikap terhadap objek, sedangkan sikap
merupakan salah satu faktor predisposisi yang dapat mempengaruhi
perilaku
seseorang.
Sikap
merupakan perasaan
seseorang
untuk
mendukung atau tidak mendukung terhadap objek tertentu (Rosiji, 2009)
Pengetahuan adalah hasil tahu ini setelah orang melakukan
penginderaan tehadap suatu objek tertentu, peninderaan terjadi melalui
panca indra manusia, yakni indra penglihatan,
penciuman, rasa, bara.
Sebagai pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.
Pengetahuan dan kognitf merupakan dominan yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang meningkatnya pengetahuan dapat
menmbulkan perubahan persepsi dan kebiasaan seseorang, pengetahuan
juga membentuk kepercayaan seseorang serta sikap terhadap satu hal.
Perilaku yang disadari pengetahuan lebih langgeng dari perilaku yang
tidak disadari pengetahuan (Notoatmodjo,2007)
Pengetahuan merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi
perilaku dan keyakinan seseorang, selain itu kemampuan kognitif
membeentuk cara berpikir seseorang, meliputi kemampuan untuk mengerti
faktor-faktor yang berpengaruh dalam kondisi sakit dan praktek kesehatan
personal. Semakin tinggi pengetahuan seseorang tentang arti kesehatan
31
dan mamfaat dari fasilitas kesehatan maka akan semakin besar pula
kingginan untuk fasilitas kesehatan (Potter dan Perry,2009)
Pengetahuan adalah kesan didalam pikiran manusia sebagai hasil
pengguna pancainderanya. Pengetahuan adalah segala sesuatu apa yang
diketahui berdasarkan pengalaman yang didapatkan oleh setiap manusia.
Pengetahuan merupakan hasil mengingat suatu hal, termasuk mengingat
kembali kejadian yang pernah dialami baik secara sengaja maupun tidak
disegaja dan ini terjadi setelah orang melakukan kontak atau pengalaman
terhadap suatu objek tertentu, ( Mubarak, 2011)
Pengetahuan ibu mengenai diare meliputi pengertian, penyebab,
gejala klinis, pencegahan, dan cara penanganan yang tepat dari penyakit
diare pada balita berperan penting dalam penurunan angka kematian dan
pencegahan kejadian diare serta malnutrisi pada balita. Berdasarkan hasil
penelitian yang dilaporkan oleh Pujiastuti (2006) di Karanganyar didapati
adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap ibu
terhadap penanganan diare pada balita (Rosiji, 2009).
b. Tingkat Pengetahuan
Pengetahuan yang termasuk kedalam domain kognitif mempunyai
enam tingkat:
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai kemampuan mengingat kembali (recall)
materi yang telah dipelajari, termasuk hal spesifik dari seluruh bahan
atau rangsangan yang telah diterima.
32
2) Menemani (Comprehension)
Memahani diartikan sebagai suatu kempuaan menjelaskan
secara
besar
tentang
objek
yang
diketahui
dan
dapat
meninterprestasikan secara luas
3) Aplikasi (applicantion)
Aplikasi diartikan sebagai kemapuan untuk mengunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi nyata
4)
Analisis (Analysis)
Analisis adalah kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek dalam komponen-komponen yang masih saling terkait dan
masih didalam suatu struktur organisasi tersebut
5) Sintensi (synthesis)
Sintensis diartikan sebagai kemapuan untuk meletakan atau
menghubungkan bagian-bagian kedalam suatu bentuk keseluruhan
yang baru.
6) Evaluasi (evaluation)
Evaluasi diartikan sebagai ini terkait dengan kemapuan untuk
melakukan justifikasi atau penilain terhadp suatu materi atau objek.
Masalah kurang pengetahuan (keluarga) pada anak dengan diare ini dapat
disebabkan oleh karena informasi yang kurang atau budaya yang menyebabkan tidak
mementingkan pola hidup yang sehat. Sehingga rasa ingin tau masih kurang,
khususnya dalam penanganan atau pencegahan diare. Untuk itu rencana yang dapat
33
dilakukan adalah mengatasi masalah pengetahuan agar keluarga memahami atau
mengetahui cara mengatasi masalah diare (Hidayat, 2006).
2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan
Menurut Lukman (2008), dan Meliono (2007) faktor-faktor yang
mempengaruhi pengetahuan dengan Kejadian Diare adalah sebagai berikut:
a. Umur
Makin tua umur seseorang maka proses-proses perkembangan
mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya
proses perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur
belasan tahun. Daya ingat seseorang itu salah satunya di pengaruhi oleh
umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya
umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang di
perolehnya, akan tetapi pada umur-umur tertentu atau menjelang usia
lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu pengetahuan akan
berkurang.
b. Intelegensi
Intelegensi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk belajar dan
berpikir abstrak guna menyesuaikan diri secara mental dalam situasi baru.
Intelegensi merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil dari
proses belajar. Intelegensi bagi seseorang merupakan salah satu modal
untuk berpikir dan mengolah berbagai informasi secara terarah sehingga ia
mampu menguasai lingkungan. Dengan demikian dapat disimpulkan
34
bahwa perbedaan intelegensi dari seseorang akan berpengaruh pula
terhadap tingkat pengetahuan.
c. Lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu satu faktor yang mempengaruhi
pengetahuan seseorang. Lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi
seseorang, dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga
hal-hal yang buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Dalam lingkungan
seseorang memperoleh pengalaman yang akan berpengaruh pada cara
berpikir seseorang
d. Sosial budaya
Sosial budaya mempunyai pengaruh pada pengetahuan seseorang.
Seseorang memperoleh suatu kebudayaan dalam hubungannya dengan
orang lain, karena hubungan ini seseorang mengalami suatu proses belajar
dan memperoleh suatu pengetahuan.
e. Pendidikan
Pendidikan adalah kegiatan atau proses pembelajaran untuk
mengembangkan atau meningkatkan kemampuan tertentu sehingga
sasaran pendidikan itu dapat berdiri sendiri. Tingkat pendidikan turut pula
menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami
pengetahuan yang mereka peroleh, pada umumnya semakin tinggi
pendidikan seseorang semakin baik pula pengetahuannya
3. Sikap
35
Sikap merupakan reaksi tertutup, tidak dapat dilihat secara langsung
sehingga sikap hanya dapat ditafsirkan dari perilaku yang nampak. Adanya
sikap akan menyebabkan manusia bertindak secara khas terhadap objekobjeknya. Dengan kata lain sikap merupakan produk dari proses sosialisasi
seorang memberikan reaksi sesuai dengan rangsangan yang ditemuinya
(Hasan, dkk, 2009).
Ibu yang kurang baik sikapnya dalam penatalaksanaan diare tidak
mendukung praktik ibu dalam penatalaksanaan diare. Sikap adalah
merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu
stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan seharihari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.
Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi adalah
merupakan predisposisi tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan
reaksi tertutup bukan merupakan reaksi terhdap obyek di lingkungan tertentu
sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.
Merupakan suatu hal yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang
terhadap sikap dan tindakannya, dalam hal ini menurut Notoadmodjo (2002)
hal ini berpengaruh terhadap tindakan apa yang diambil oleh seseorang
terhadap tindakan yang diambil oleh seorang ibu ketika dihadapi dengan
masalah kesehatan balita. Dalam hal ini pengetahuan masyarakat (ibu rumah
tangga yang memiliki balita) dapat memahami atau tidak penularan dan
pencegahan penyakit diare pada balita, dengan adanya pengetahuan yang
36
cukup bagi ibu diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan terutama
pada balita.
Sikap merupakan kecenderungan dalam subjek menerima atau menolak
sesuatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu sebagai obyek yang
berharga sangat berperan dalam pengobatan diare karena merekalah yang
biasanya melaksanakan upaya dehidrasi oral, memberikan makanan,
mengenali dehidrasi dan pada waktunya mencari bantuan pengobatan serta
pengobatan (Winkel, 2005)
Sikap itu mempunyai 3 (tiga) komponen pokok yaitu : a. Kepercayaan
(keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. b. Kehidupan emosional
atau evaluasi terhadap suatu objek. c. Kecenderungan untuk bertindak
(Notoatmodjo, 2003)
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan
menurut Notoatmodjo (2003) yaitu :
1) Menerima (Receiving)
Menerima diartikan bahwa orang mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan.
2) Merespon (Responding)
Memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan tugas yang
diberikan adakan indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk
menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas
pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut.
3) Menghargai (Valuing)
37
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan
orang lain terhadap suatu masalah adalah indikasi tingkat tiga.
4) Bertanggung Jawab (Responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan
segala resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi. Pengukuran
sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu obyek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan
pernyataan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat responden.
C. Kerangka Teori
Berdasarkan teori Notoadmodjo (2007), dan Hasan, dkk (2009), maka
dapat digambarkan kerangka teoritisnya sebagai berikut:
Notoadmodjo (2007)
- Pengetahuan
- Umur
- Linkungan
- Sosal Budaya
Kejadian Diare
Hasan, dkk (2009)
- Paritas
- Sikap Ibu
Gambar 2.1 Kerangka Teori
D. Kerangka Konsep
Berdasarkan pemikiran epidemiologi, menurut Notoadmodjo (2007), dan
Hasan Dkk (2009), penderita diare dapat di lihat berdasarkan faktor yang
38
mempengaruhi terjadinya diare yang meliputi pengetahuan, dan sikap.
Berdasarkan teori tersebut, maka secara skematis kerangka konsep
penelitian ini dapat dilihat pada bagian di bawah ini.
Variabel Independen
Variabel Dependent
Pengetahuan
Kejadian Diare
Sikap
Gambar 2.2 Kerangka Konsep
C. Hipotesa Penelitian
1.
Ha : Ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian Diare pada balita
di wilayah kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie
tahun 2015
Ho : Tidak ada hubungan antara pengetahuan dengan kejadian Diare pada
balita di wilayah kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten
Pidie tahun 2015
2.
Ha : Ada hubungan antara sikap dengan kejadian Diare pada balita di
wilayah kerja Puskesmas Sakti Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie
tahun 2015
Ho : Tidak Ada hubungan antara sikap dengan kejadian Diare pada balita
di wilayah kerja Puskesmas Sakti Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie
tahun 2015
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini bersifat analitik dengan pendekatan Desain cross
sectional yaitu suatu penelitian dimana pengumpulan data dilakukan secara
bersamaan. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan utama untuk melihat dan
mengetahui Hubungan Pengetahuan dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada
Balita di Puskemas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015.
B. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu yang memiliki balita dengan
kajadian diare di Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie yaitu
berjumlah 83 responden
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian yang diteliti yang
dianggap mewakili seluruh populasi. Dalam penelitian ini cara pengambilan
sampel dengan cara total sampling yaitu 83 respondoen.
C. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu
Kabupaten Pidie
2. Waktu Penelitian
1
40
Penelitian ini akan di laksanakan pada tanggal 02 s/d 07 Juni 2015.
D. Teknik Pengumpulan Data
1. Data Primer
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini diperoleh langsung dari
responden yang berada di Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie
dengan mengadakan wawancara serta mengedarkan kuesioner kepada
responden yang berisikan daftar pertanyaan dengan pilihan jawaban yang
telah disiapkan.
2. Data Sekunder
Data sekunder diperoleh dari tempat penelitain dan Instansi terkait
lainnya yang berhubungan dengan penelitian.dan disaat mengambil data
sekunder bersama numerator.
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian yang digunakan adalah kuisioner tentang hubungan
Pengetahuan Dan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015 terdiri
dari :
1. Kejadian Diare terdiri atas 1 pertanyaan Jika responden menjawab pernah akan
diberi nilai 1 , jika tidak pernah maka diberi nilai 2
2. Pengetahuan terdiri atas 10 pertanyaan Jika responden menjawab benar akan diberi
nilai 1 , jika salah maka diberi nilai 0.
3. Sikap terdiri daro 10 pertanyaan dengan cata pengukuran menggunaakn skala
likert :
Tabel 3.1 Interpretasi Penilaian Skala Likert
41
Pernyataan Positif
Nilai
Pernyataan Negatif
Nilai
Sangat Setuju (SS)
5
Sangat Setuju (SS)
1
Setuju (S)
4
Setuju (S)
2
Ragu-Ragu (RR)
3
Ragu-Ragu
3
Tidak setuju (TS)
2
Tidak setuju (TS)
4
Sangat Tidak Setuju (STS)
1
Sangat Tidak Setuju (STS)
5
F. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No
Variabel
Variabel Dependen
1
Kejadian
Diare Pada
Balita
Definisi
Operasional
Suatu keadaan
dimana terjadinya
buang air besar
cair, berlendir
dengan frekuensi
lebih dari 3x/hari.
Cara Ukur
Alat Ukur
Menggunakan
Kuesioner
kuesioner dengan
kriteri
- Ya bila kejadian
diare
- Tidak bila tidak
kejadian diare
Variabel Independen
2
Pengetahuan merupakan hasil
Menggunakan
Kuesioner
dari “tahu” dan ini kuesioner yang
terjadi setelah
dengan kriteria
orang melakukan
penginderaan
- Baik jika
terhadap suatu
jawaban benar 76objek tertentu,
100%
pengetahuan
- Cukup jika
umumnya datang
jawaban benar 56dari penginderaan
76%
yang terjadi
- Kurang jika
melalui panca
jawaban benar
indra manusia,
<56%.
3
Sikap
Kecenderungan
Menggunakan
Kuesioner
dalam ibu
kuesioner
menerima atau
Dengan kriteria
menolak sesuatu
- Positif
obyek
Jika > 31
berdasarkan
Hasil
Ukur
Skala
Ukur
- Ya
- Tidak
Ordinal
- Baik
- Cukup
- Kurang
Ordinal
- Positif
- Negatif
Ordinal
42
penilaian terhadap - Negatif
obyek itu sebagai
Jika < 31
obyek yang
berharga sangat
berperan dalam
pengobatan diare.
G. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data
1. Pengolahan data
Menurut Purwanto (dalam Notoadmodjo, 2005) pengolahan data dilakukan
sebagai berikut :
a) Editing
Untuk memeriksa kuesioner dengan tujuan agar data yang masuk dapat
diolah secara benar, sehingga pengolahan data dapat memberikan hasil yang
menggambarkan masalah yang diteliti.
b) Coding
Pereberian kode atau tanda pada tiap data yang telah terkumpul untuk
mempermudahkan memasukkan data kedalam tabel.
c) Tabulating
Untuk memudah pengorganisasian data agar mudah di jumlah, disusun
dan di data untuk disajikan data dan dianalisis.
d) Transferring
Yaitu memberi kode – kode tertentu kepada masing – masing kategori
atau jawaban yang diberikan responden.
2. Analisa Data
43
a. Analisa Univariat
Penelitian ini bersifat analitik, maka dalam analisanya menggunakan
perhitungan-perhitungan statistik secara sederhana berdasarkan hasil
penyebaran data menurut frekuensi antar kategori.
Analisis dilakukan
terhadap tiap-tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam
analisis ini hanya menghasilkan distribusi dan persentasi dari tiap variable,
Kemudian ditentukan persentase (P) dengan menentukan rumus (Budiarto,
2005) sebagai berikut.
P=
F
X 100%
n
Keterangan :
P = Persentase
n = Sampel
F = Frekuensi Teramati
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat merupakan analisis hasil dari variabel-variabel bebas
yang diduga mempunyai hubungan dengan variabel terikat. Analisa yang
digunakan adalah tabulasi silang. Untuk menguji hipotesa dilakukan analisa
statistik dengan mengunakan uji data kategori Chi square Test (X2) pada
tingkat kemaknaannya adalah 95% (P ≤ 0,05) sehingga dapat diketahui ada
atau
tidaknya
perbedaan
yang
bermakna
secara
statistik,
dengan
menggunakan program computer SPSS for windows. Melalui perhitungan uji
Chi Square selanjutnya ditarik suatu kesimpulan yaitu:
44
1) Ho ditolak (p value ≤ 0,05 = Ha diterima)
2) Ha ditolak (p value ≥ 0,05 = Ho diterima)
Aturan yang berlaku pada uji Chi-Square untuk progam SPSS ini
adalah sebagai berikut :
Bila tabel Contigency 2 x 2 dijumpai nilai E (harapan) kurang dari 5, maka
hasil uji yang digunakan adalah Fisher Exact Tesr
b.
Bila tabel Contigency 2 x 2 dan tidak dijumpai nilai E (harapan) kurang
dari 5, maka maka hasil uji yang digunakan adalah Continuity
Cerrection
c.
Bila pada tabel Contigency yang lebih dari 2 x 2, misalnya 3 x 2, 3 x 3
dan lain-lain, maka hasil uji yang digunakan adalah Pearson ChiSquare
d.
Bila pada tabel Contigency 3 x 2 ada sel dengan nilai frekuensi harapan
(E) kurang dari 5 maka akan dilakukan merger sehingga tabel
contigency 2 x 2
Melalui perhitungan uji Chi-square selanjutnya ditarik kesimpulan
bila nilai p lebih kecil dari α (p< 0,05) maka Ha diterima, yang
menunjukkan ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel
independen. Dan bila nilai p lebih besar dari α (p> 0,05) maka Ha ditolak,
ini menunjukkan tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan
variabel independen.
45
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Puskesmas Titeu merupakan salah satu Pusksmes di kecamatan Titeu di
Kabupaten Pidie, dengan wilayah kerjanya terdiri dari 2 kemukiman, 19 gampong
dengan jumlah penduduk 9.754 jiwa, yang terdiri dari laki – laki 4.301 jiwa dan
perempuan 5.453 jiwa.
Jarak dari ibu kota Kabupaten sejauh 18 Km, adapun dengan Batas wilayah
Kecamatan Pidie terdiri dari:
1. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Tiro
2. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kota Keumala
3. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sakti
4. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Tangse
B. Hasil Penelitian
1. Analisa Univariat
a. Kejadian Diare
Tabel 4.1
Distribusi Frekuensi Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja
Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie
Tahun 2015
No
Kejadian Diare
f
%
1
Ya
44
53
2
Tidak
39
47
83
100
Total
46
Berdasarkan tabel 4.1 diatas menunjukkan bahwa dari 83 responden
yang pernah mengalami kejadian diare pada balita yaitu sebanyak 44
responden (53%).
b. Pengetahuan
Tabel 4.2
Distribusi Frekuensi Pengetahuan Di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu
Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie
Tahun 2015
No
Pengetahuan
f
%
1
Baik
21
25,3
2
Cukup
27
32,5
3
Kurang
35
42.2
83
100
Total
Berdasarkan tabel 4.2 diatas menunjukkan bahwa dari 83 responden
yang berpengetahuan rendah yaitu sebanyak 35 responden (42,2%).
Sedangkan yang berpengetahuan baik yaitu sebanyak 21 responden
(25,3%).
c. Sikap Ibu
Tabel 4.3
Distribusi Frekuensi Sikap Ibu Di Wilayah Kerja Puskesmas
Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie
Tahun 2015
No
1
Sikap Ibu
Positif
f
%
50
60,2
47
2
Negatif
Total
33
39,8
83
100
Berdasarkan tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa dari 83 responden
yang memiliki sikap ibu positif yaitu sebanyak 50 responden (60,2%).
2. Analia Bivariat
a. Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Diare Pada Balita
Tabel 4.4
Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di
Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu
Kabupaten Pidie Tahun 2015
No
Pengetahuan
Kejadian Diare
Ya
Pvalue
Tidak
f
%
f
%
f
%
1
Baik
6
28,6
15
71,4
21
100
2
Cukup
15
55,6
12
44.4
27
100 0,025
3
Kurang
23
65,7
12
34,3
35
100
Total
44
53
39
47
83
100
Berdasarkan tabel 4.4 diatas dapat dilihat bahwa dari 21 responden
yang mengalami kejadian diare mayoritas berpengetahuan baik yaitu
sebanyak 6 responden (28,6%), sedangkan dari 35 responden yang
mengalami kejadian mayoritas berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 23
responden (65,7%).
Selanjutnya dari analisa menggunakan chi square (X2) dengan tingkat
kemaknaan (α) adalah ≤ 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,025.
48
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang singnifikan antara
hubungan pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015
b. Hubungan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita
Tabel 4.5
Hubungan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah
Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu
Kabupaten Pidie Tahun 2015
No
Sikap Ibu
Kejadian Diare
Ya
Pvalue
Tidak
f
%
f
%
f
%
1
Positif
21
42
29
58
50
100
2
Negatif
23
69,7
10
30,3
33
100
Total
44
53
39
39
83
100
0,024
Berdasarkan tabel 4.5 diatas dapat dilihat bahwa dari 50 responden
yang mengalami kejadian diare mayoritas sikap ibu positif yaitu sebanyak
21 responden (42%), sedangkan dari 33 responden yang mengalami
kejadian mayoritas sikap negatif yaitu sebanyak 23 responden (69,7%).
Selanjutnya dari analisa menggunakan chi square (X2) dengan tingkat
kemaknaan (α) adalah ≤ 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,025.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang singnifikan antara
49
hubungan sikap ibu dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja
Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015.
C. Pembahasan
1. Hubungan Pengetahuan Dengan Kejadian Diare Pada Balita
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa
dari 21 responden yang mengalami kejadian diare mayoritas berpengetahuan
baik yaitu sebanyak 6 responden (28,6%), sedangkan dari 35 responden yang
mengalami kejadian mayoritas berpengetahuan kurang yaitu sebanyak 23
responden (65,7%).
Selanjutnya dari analisa menggunakan chi square (X2) dengan tingkat
kemaknaan (α) adalah ≤ 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,025. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang singnifikan antara hubungan
pengetahuan dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas
Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Yulia (2010) yang
berjudul faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya diare pada anak umur
6 bulan - 2 tahun di wilayah kerja puskesmas Kuta Malaka Aceh Besar tahun
2010 menunjukkan bahwa adanya pengaruh pengetahuan dengan kejadian
diare (p value = 0,001).
Masalah kurang pengetahuan (keluarga) pada anak dengan diare ini
dapat disebabkan oleh karena informasi yang kurang atau budaya yang
menyebabkan tidak mementingkan pola hidup yang sehat. Sehingga rasa ingin
tau masih kurang, khususnya dalam penanganan atau pencegahan diare. Untuk
50
itu rencana yang dapat dilakukan adalah mengatasi masalah pengetahuan agar
keluarga memahami atau mengetahui cara mengatasi masalah diare (Hidayat,
2006).
Pengetahuan adalah hasil tahu ini setelah orang melakukan penginderaan
tehadap suatu objek tertentu, peninderaan terjadi melalui panca indra manusia,
yakni indra penglihatan, penciuman, rasa, bara. Sebagai pengetahuan manusia
diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan dan kognitf merupakan
dominan yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang
meningkatnya pengetahuan dapat menmbulkan perubahan persepsi dan
kebiasaan seseorang, pengetahuan juga membentuk kepercayaan seseorang
serta sikap terhadap satu hal. Perilaku yang disadari pengetahuan lebih
langgeng dari perilaku yang tidak disadari pengetahuan (Notoatmodjo,2007).
Pengetahuan ibu mengenai diare meliputi pengertian, penyebab, gejala
klinis, pencegahan, dan cara penanganan yang tepat dari penyakit diare pada
balita berperan penting dalam penurunan angka kematian dan pencegahan
kejadian diare serta malnutrisi pada balita. Berdasarkan hasil penelitian yang
dilaporkan oleh Pujiastuti (2006) di Karanganyar didapati adanya hubungan
yang bermakna antara pengetahuan dengan sikap ibu terhadap penanganan
diare pada balita (Rosiji, 2009).
Menurut asumsi peneliti bahwa semakin baik pengetahuan seseorang
menjamin seseorang itu semakin tidak terkena diare demikian pula sebaliknya
semakin rendah tingkat pengetahuan seseorang maka tentu makin besar
kemungkinan
menderita
diare
sesuai
dengan
hasil
penelitian
yang
51
mengambarkan bahwa adanya hubungan yang bermakna antara pengetahuan
seseorang dengan terjadinya penyakit diare. Hal ini dikarenakan penyebaran
dan penularan penyakit diare sangat tergantung pengetahuan seseorang tentang
makanan dan minumam yang tercemar dengan bakteri serta kebiasaan yang
tidak mendukung kesehatan.
2. Hubungan Sikap Ibu Dengan Kejadian Diare Pada Balita
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan
bahwa dari 50 responden
yang mengalami kejadian diare mayoritas sikap ibu
positif yaitu sebanyak 21 responden (42%), sedangkan dari 33 responden yang
mengalami kejadian mayoritas sikap negatif yaitu sebanyak 23 responden
(69,7%).
Selanjutnya dari analisa menggunakan chi square (X2) dengan tingkat
kemaknaan (α) adalah ≤ 0,05 didapatkan nilai Probabilitas (p) 0,025. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa ada hubungan yang singnifikan antara hubungan
sikap ibu dengan kejadian diare pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu
Kecamatan Titeu Kabupaten Pidie Tahun 2015
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nutrisiani (2010)
yang berjudul
faktor-faktor
Hubungan Pengetahuan, Sikap Ibu Dengan
Kejadian Diare Di Wilayah Kerja Puskesmas Langsa Kota, Desa Paya Bujuk ,
Blang Pase Tahun 2013” menunjukkan secara statistis bahwa terdapat
hubungan antara sikap dengan kejadian diare pada bayi (p-value = 0,003).
Merupakan suatu hal yang dapat mempengaruhi perilaku seseorang
terhadap sikap dan tindakannya, dalam hal ini menurut Notoadmodjo (2002)
52
hal ini berpengaruh terhadap tindakan apa yang diambil oleh seseorang
terhadap tindakan yang diambil oleh seorang ibu ketika dihadapi dengan
masalah kesehatan balita. Dalam hal ini pengetahuan masyarakat (ibu rumah
tangga yang memiliki balita) dapat memahami atau tidak penularan dan
pencegahan penyakit diare pada balita, dengan adanya pengetahuan yang
cukup bagi ibu diharapkan dapat meningkatkan derajat kesehatan terutama
pada balita.
Ibu yang kurang baik sikapnya dalam penatalaksanaan diare tidak
mendukung praktik ibu dalam penatalaksanaan diare. Sikap adalah merupakan
reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau
objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi
terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi
yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan
suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi adalah merupakan predisposisi
tindakan atau perilaku. Sikap itu masih merupakan reaksi tertutup bukan
merupakan reaksi terhdap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap obyek.
Sikap merupakan kecenderungan dalam subjek menerima atau menolak
sesuatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu sebagai obyek yang
berharga sangat berperan dalam pengobatan diare karena merekalah yang
biasanya melaksanakan upaya dehidrasi oral, memberikan makanan, mengenali
dehidrasi dan pada waktunya mencari bantuan pengobatan serta pengobatan
(Winkel, 2005)
53
Menurut asumsi peneliti, bahwa dengan semakin positifnya sikap ibu
menyebabkan semakin sedikit bayi yang mengalami kejadian diare dan dengan
semakin negatifnya sikap ibu menyebabkan semakin banyak pula bayi yang
mengalami kejadian diare. Hal ini dikarenakan dengan negatifnya sikap ibu
menyebabkan ibu tidak memperdulikan cara pencegahan terjadinya diare pada
bayinya.
54
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka penelitian dapat
mengumpulkan hasil dari penenelitian sebagai berikut :
1.
Ada hubungan yang singnifikan antara pengetahuan dengan kejadian diare
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten
Pidie Tahun 2015, dengan nilai P value = 0,025 (p < 0.05)
2.
Ada hubungan yang singnifikan antara sikap ibu dengan kejadian diare
pada balita di Wilayah Kerja Puskesmas Titeu Kecamatan Titeu Kabupaten
Pidie Tahun 2015, dengan nilai P value = 0,024 (p < 0.05)
B. Saran
1. Bagi Peneliti Lainnya
Diharapkan bagi peneliti selanjutnya yang berminat untuk membuat
penelitian lebih lanjut dalam bentuk yang lebih kompleks dan rinci tentang
kejadian diare pada bayi serta dengan jumlah sampel yang lebih banyak lagi.
2. Bagi Sarana Pelayanan Kesehatan
Diharapkan pada instansi kesehatan dapat memperbanyak lagi
informasi tentang kejadian diare pada bayi sehingga dapat petugas kesehatan
55
dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat terutama pada ibu tentang
kejadian diare pada bayi sehingga ibu mengetahui cara pencegahan terjadinya
diare pada bayi.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan pada institusi pendidikan dapat memperbanyak lagi
referensi tentang kejadian diare pada bayi agar para mahasiswa dapat
memberikan penyuluhan kepada ibu tentang cara pencegahan terjadinya diare
pada bayi.
4. Bagi Tempat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dan informasi
kepada ibu tentang kejadian diare pada bayi sehingga ibu dapat meningkatkan
pengetahuannya dan mau untuk melakukan pencegahan terhadap kejadian
diare pada bayi.
56
DAFTAR PUSTAKA
Aditama. 2009. Diare Penyebab Utama Kematian Balita, http://www.tv.one.htm.
(Dikutip tanggal : 18 April 2013).
Azwar, Azrul, Pengantar Epidemiologi, Edisi Revisi, Jakarta, Bina Rupa Aksara,
2002.
Alfa, Yusmar, Diare Akut pada Anak, Jakarta; IDI, 2000.
Depkes RI, Profil Kesehatan 2013, Jakarta,
Depkes RI, (2007) Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu
(MP-ASI) Lokal, Jakarta
. (2004) Kebutuhan Dasar Anak Untuk Tumbuh Kembang. Jakarta
, (2003), Buku Kesehatan Ibu dan Anak, Jakarta : Departemen
Kesehatan
(2012) Kebutuhan Dasar Anak Untuk Tumbuh Kembang. Jakarta
Dinas Kesehatan Banda Aceh, (2010) Diare pada bayi usia 0-6 bulan, pengambilan
data pada tanggal 4 januari 2014
Hasan,
2007. Faktor-faktor Penyebab Diare Pada Balita di Puskesmas.
www.doctocs.com/docs/119394873-faktor Penyebab Diare Pada Balita di
Puskesmas
Hidayat, Alimul. A. 2010. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Salemba Medika.
Jakarta.
Hartono
(2009), Hubungan Faktor Lingkungan Dan Sosial Ekonomi Dengan
Kejadian
Diare
Pada
Balita.
[Internet].
Tersedia
Dalam
http://female.store.co.id/images/media/Kesehatan Masyarakat- full.pdf,
[Diakses Tanggal 10 Februari 2015 Jam 13:00 WIB]
Kemenkes RI 2010. IlmuKesehatanAnak. Penerbit Rineka Cipta, Jakarta.
Koplewich, S.H. 2005. Penyakit Anak Diagnosa dan Penanganannya. Prestasi
Pustaka. Jakarta
Mansjoer. 2008. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta : Media Aesculapius.
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Anak dalam Kebidanan. Trans Info Media:
Jakarta
57
Machfoedz, 2007. Metodelogi Penelitian. Yogyakarta : Fitramaya
Muctadi
(206). Epidemiologi Penyakit Diare.[Internet] Tersedia Dalam
Http://evaskep2012.blogspot.com/2012/05/Proposal-PenelitianEpidemiologi.html. [Diakses Tanggal 10 Februari 2015 Jam 13:00 WIB]
Mubarak. (2011). Promosi Kesehatan. Jogjakarta : Graha il
Ngastiyah. 2005. Perawatan Anak Sakit E/2. EGC, Jakarta
Notoatmojdo,S. 2010, Metodelogi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta, Jakarta
, 2007. Promosi Kesehatan dan ilmu Prilaku, Penerbit Rineka Cipta,
Jakarta
2007. Mengatasi Diare
KawanPustaka: 34-37
dan
Keracunan
pada
Bayi.
Jakarta:
Rosiji, harun cholik. 2008. Persepsi Ibu Tentang Penyakit Diare Dan Oralit
Berhubungan Dengan Prilaku Dalam Perawatan Diare.
http://eprints.undip.ac.id/15323/1/SINTAMURNIWATYE4D002073.pdf
(dikutip pada tanggal 7 maret 2013 pkl.19.48)
Profil NAD, Profil Kesehatan, Nanggroe Aceh Darussalam, 2014
Profil Kesehatan Indonesia 2012. http://www.infodokterku.com/25data/data-kejadian
diare.com
Profil Dinkes, Profil Kesehatan, Pidie, 2014
Puskesmas Sakti , Data Sekunder, Pidie, 2014.
Potter, P.A, Perry, (2009), Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata
Komalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005
Sitorus H, Roland. 2008. Pedoman Perawatan Kesehatan Anak. Yrama Widya:
Bandung
WHO, Kader Kesehatan Masyarakat, Buku Kedokteran, Jakarta, 2002.
Widoyono. 2009. Penyakit Tropis (Epidemiologi, Penularan, Pencegahan, dan
Pemberantasan). Jakarta: Erlangga
Widjaja, M.C. 2009. Mengatasi Diare dan Keracunan pada Balita. Jakarta:
Kawan Pustaka,pp: 58-70
58
Widya Rahmi Fitri. 2010. Faktor Resiko Diare Pada Balita Di Indonesia 2007.
Widyarahmafitri.blogspot.com/2011/1234.
Yulianti, Lia. 2010. Asuhan Neonatus, Bayi dan Anak Balita. CV Trans Info Media,
Jakarta
59
Download