BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN Data hasil penelitian jumlah korpus luteum dan jumlah titik implantasi pada tikus kelompok kontrol dan tikus kelompok perlakuan yang diberi ekstrak etanol purwoceng dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Jumlah korpus luteum, titik implantasi, dan rasionya pada tikus (13 hari kebuntingan ) Kontrol Tikus 1 2 3 4 Korpus luteum 9 12 11 8 Titik implantasi 9 10 9 4 Perlakuan Korpus luteum 10 11 12 9 Titik implantasi 10 10 12 7 Rasio = ∑IT ∑KL Kontrol 100 % 83.3 % 81.8 % 50 % x 100% Perlakuan 100 % 90.9 % 100 % 77.8 % Berdasarkan data jumlah korpus luteum dan jumlah titik implantasi pada Tabel 3 dapat dihitung nilai rasio jumlah titik implantasi terhadap jumlah korpus luteum. Rasio jumlah titik implantasi terhadap jumlah korpus luteum menggambarkan keberhasilan implantasi yang terjadi. Nilai rasio jumlah titik implantasi terhadap jumlah korpus luteum dihitung secara nonparametrik. Terdapat perbedaan antara kelompok kontrol dengan kelompok perlakuan. Kelompok perlakuan memiliki nilai rasio lebih besar dibandingkan kelompok kontrol. Jumlah titik implantasi pada kelompok perlakuan mendekati jumlah korpus luteum yang sudah terbentuk. Sedangkan pada kelompok kontrol terdapat selisih jumlah yang terbentuk dari jumlah titik implantasi terhadap korpus luteum. Hal ini menunjukkan keberhasilan pembentukan titik implantasi kelompok tikus yang diberi purwoceng lebih baik daripada kelompok kontrol. Morfologi atau struktur dari folikel pada Gambar 8 masih tampak banyak berisi cairan dan bewarna kemerahan. Sedangkan korpus luteum tidak lagi banyak berisi cairan dan berwarna putih kekuning-kuningan. 19 Folikel Korpus Luteum Gambar 8 Folikel dan korpus luteum Pengaruh Ekstrak Etanol Purwoceng Terhadap Korpus Luteum Korpus luteum adalah sebuah massa dari ovarium yang terbentuk karena ovulasi ovum. Ovulasi merupakan proses terlepasnya sel ovum dari ovarium sebagai akibat pecahnya folikel yang telah masak. Tidak semua folikel mengalami perkembangan menjadi ovum sebagian akan mengalami atresia. Tikus merupakan hewan politokus yang akan mengovulasikan sejumlah ovum. Jumlah korpus luteum menggambarkan jumlah ovum yang berhasil diovulasikan. Tahap pertama pertumbuhan folikel berupa pembesaran ovum, diikuti dengan pertumbuhan lapisan sel-sel granulosa tambahan yang disebut dengan folikel primer. Guyton (1994) menyatakan Pertumbuhan awal folikel primer dirangsang oleh Follicle Stimulating Hormone (FSH). Folikel terus berkembang menjadi folikel sekunder dan folikel De graaf yang dihasilkan di setiap siklus birahi. Folikel- folikel ini berisi estrogen, folikel de Graaf ini akan menghasilkan estrogen dalam jumlah yang banyak dari folikel lainnya. Estrogen mempunyai 2 fungsi dalam pengaturan sekresi gonadotropin (FSH dan LH). Estrogen ini menekan produksi FSH, sehingga hipofisis mengeluarkan hormon LH. Produksi hormon LH maupun FSH berada di bawah pengaruh Releasing Hormones (RH) yang disalurkan hipotalamus ke hipofisis. Penyaluran RH dipengaruhi oleh mekanisme umpan balik estrogen terhadap hipotalamus. Produksi hormon gonadotropin (FSH dan LH) yang baik akan menyebabkan pematangan dari folikel de graaf yang mengandung estrogen. LH yang bekerja pada sel granulosa dan sel teka akan menimbulkan luteinisasi. Luteinisasi adalah suatu proses perubahan sel granulosa 20 dan sel teka menjadi sel lutein yang merupakan bagian sel dari korpus luteum (Guyton & Hall 1997). Folikel yang mengalami ovulasi akan menjadi korpus luteum. Kemudian korpus luteum akan berinvolusi dan akhirnya kehilangan fungsi sekresi juga warna kekuningan menjadi korpus albicans (Guyton & Hall 1997). Pada penelitian yang dilakukan, jumlah korpus luteum perlakuan ekstrak etanol purwoceng pada tikus putih bunting tidak bertambah karena korpus luteum sudah terbentuk sebelum diberikan perlakuan. Tetapi penambahan ekstrak etanol purwoceng diduga dapat menambah estrogen endogen karena kandungan steroid yang ada pada purwoceng tersebut. Steroid adalah prekursor hormon estrogen. Steroid mengisyaratkan otak untuk menghasilkan hormon estrogen yang akan mengatur produksi LH. Fungsi estrogen pada kebuntingan adalah untuk mengawali terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar uterus sehingga dapat mempertebal dinding endometrium sebagai tempat implantasi agar terbentuk lebih banyak titik implantasi. Seperti yang telah dijelaskan oleh Toelihere (1985) estrogen dapat merangsang pertumbuhan uterus dengam mempertebal dinding endometrium dan miometrium, merangsang kontraktil uterus, merangsang peningkatan pertumbuhan epithelium vagina, merangsang estrus, merangsang perkembangan duktus kelenjar ambing dan mempengaruhi perkembangan alat kelamin sekunder. Jika pemberian ekstrak etanol purwoceng dilakukan sebelum kebuntingan (praimplantasi) tikus, kemungkinan akan terjadi penambahan kadar estrogen yang signifikan dan memperbesar ukuran folikel sehingga menambah jumlah hormon estrogen. Hasil uji fitokimia purwoceng pada Tabel 1 menunjukkan bahwa purwoceng kandungan flavonoid dan alkaloid pada purwoecng adalah yang terbanyak. Alkaloid dan flavonoid digolongkan kedalam fitoestrogen. Fitoestrogen merupakan subtrat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan yang strukturnya hampir sama dengan estrogen. Beberapa senyawa fitoestrogen yang diketahui banyak terdapat dalam tanaman antara lain isoflavon, flavon, lignin, coumestans, tripterpene glycoside, acrylics dan lainnya. Fitoestrogen berkhasiat seperti estrogen dan mempunyai inti yang sama tetapi rumus bangun kimianya berbeda dengan estrogen. Fitoestrogen merupakan suatu subtrat berefek estrogenik jika 21 bisa berikatan dengan reseptor estrogen (Tsorounis 2004). Molekul-molekul fitoestrogen dapat menempati reseptor estrogen (Anggraini 2008). Berbagai hasil penelitian meunjukan bahwa fitoestrogen dapat mengurangi menopause, memperbaiki lemak dalam plasma, menghambat perkembangan arterosklerosis, serta menghambat pertumbuhan sel tumor pada payudara dan endometrium (Hidayati 2003). Menurut Markham (1988) flavonoid adalah senyawa polar sehingga dapat larut dalam pelarut polar seperti etanol, metanol, aseton, dimetil sulfoksida (DMSO), dimetil fontamida (DMF), dan air. Senyawa flavonoid terbukti mempunyai efek hormonal, khususnya efek estrogenik. Efek estrogenik ini terkait dengan struktur flavonoid yang dapat ditransformasi menjadi molekul. Molekulmolekul ini mempunyai struktur mirip hormon estrogen dan diduga dapat menduduki reseptor estrogen. Reseptor dari hormon estrogen terdapat di dalam sitoplasma sel dan jaringan dari organ uterus, hipofisa pars anterior, kelenjar ambing, dan jaringan organ reproduksi lainnya. Estrogen mempunyai 2 jenis reseptor yaitu reseptor estrogen alfa (REα) dan reseptor estrogen beta (REβ). Reseptor α terdapat pada organ uterus, testis, hipofisis, ginjal, epididimis, dan adrenal sedangkan pada reseptor β ditemukan pada organ ovarium. Flavonoid mempunyai efek estrogenik yaitu dapat bekerja seperti estrogen dengan cara menduduki reseptor estrogen. Pada uterus, estrogen akan menduduki reseptor estrogen α, sehingga pada uterus terjadi proliferasi. Flavonoid juga berfungsi melancarkan peredaran darah ke seluruh tubuh dan mencegah penyumbatan pada pembuluh darah, mengurangi penimbunan lemak pada dinding pembuluh darah, mengurangi kadar resiko penyakit jantung koroner, mengandung antiinflamasi, berfungsi sebagai antioksidan, dan membantu mengurangi rasa sakit jika terjadi pendarahan atau pembengkakan (Susanti 2001). Kandungan zat-zat lain yang terdapat di dalam purwoceng diantaranya turunan senyawa verol seperti sitosterol, stigma sterol dan turunan senyawa furanokumarin yaitu bergapten dan vitamin E. Kandungan sitosterol dan stimasterol berfungsi berfungsi sebagai aprodisiak atau meningkatkan vitalitas seks. 22 Toelihere (1985) menjelaskan bahwa korpus luteum merupakan penghasil hormon progesteron terbesar bersama plasenta. Terbentuknya korpus luteum diinduksi dengan adanya peningkatan kadar luteinizing hormone (LH) di dalam tubuh. Hormon LH akan mengubah struktur sel teka dan granulosa untuk menghasilkan progesteron. Peningkatan korpus luteum pada awal kebuntingan diperlukan untuk meningkatkan produksi progesteron dalam menjaga kebuntingan. Progesteron mempunyai peranan penting dalam memelihara kebuntingan. Konsentrasi progesteron dalam serum induk sangat berpengaruh terhadap kematian fetus dalam uterus (Refsal et al.1991). Apabila hormon progesteron ini tidak cukup akan menyebabkan kontraksi uterus secara terus menerus yang menyebabkan kegagalan implantasi embrio sehingga terjadi aborsi (Arkaraviehin & Kendle 1990). Korpus luteum pada tikus tidak hanya memproduksi progesteron tapi juga memproduksi hormon estrogen, androgen, dan hampir semua hormon steroid yang aktif (Khan et al. 1985). Pengaruh Ekstrak Etanol Purwoceng Terhadap Titik Implantasi Istilah implantasi digunakan pada proses melekatnya blastosis ke endometrium uterus diawali dengan menempelnya embrio pada permukaan epitel endometrium, menembus lapisan epitelium selanjutnya membuat hubungan dengan sistem sirkulasi induk. Implantasi terjadi dalam beberapa waktu setelah terjadinya fertilisasi. Titik implantasi adalah tempat melekatnya embrio pada dinding uterus. Menurut Satyaningtijas (2001) terbentuknya titik implantasi pada tikus terjadi pada hari ke-5 kebuntingan yang ditandai dengan meningkatnya kandungan total RNA. RNA adalah asam ribonukleat yang berfungsi sebagai pelaksanaan tugas DNA yaitu untuk replikasi dan transkripsi. Replikasi bertujuan untuk pembelahan sel sedangkan transkripsi untuk sintesa protein. Pada saat terjadi implantasi kandungan total RNA meningkat yang menunjukan terjadi pembelahan sel dan sintesis protein pada uterus. 23 Gambar 9 Alur ovulasi sampai terjadinya implantasi (Sumber: Haibin & Sudhansu 2006) Pada saat implantasi terjadi peningkatan permeabilitas pembuluh darah yang diikuti penebalan stroma yang mengililingi blastosis. Otot-otot uterus melakukan aksi penting agar embrio menyebar sepanjang uterus pada hewan politokus. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya penumpukan embrio pada satu area di dalam uterus yang bisa menyebabkan kematian pada embrio. Titik implantasi yang terbentuk pada tikus yang diberi perlakuan lebih banyak dibanding tikus kontrol. Hal ini dapat dijelaskan karena purwoceng yang bersifat estrogenik dapat memperbaiki lingkungan uterus akibat adanya peningkatan estrogen. Estrogen bersirkulasi dalam darah selama beberapa menit kemudian menuju sel target. Estrogen berikatan dengan protein reseptor dalam sitoplasma sel target membentuk kompleks hormon reseptor kemudian bermigrasi. Estrogen memulai proses transkripsi DNA-RNA dalam area kromosom spesifik dan akhirnya mengakibatkan pembelahan sel (Guyton & Hall 1997). Selama masa kebuntingan pada mamalia estrogen dan progesteron dihasilkan oleh plasenta (Tunner & Bagnara 1988). Hormon estrogen berperan untuk rnemelihara korpus luteum agar tetap mensekresikan progesteron. Dengan pemberian ekstrak etanol purwoceng diharapkan bisa memperbesar ukuran korpus luteum pada tikus selama kebuntingan sehingga menambah sekresi progesteron. Endometrium akan berproliferasi akibat pengaruh progesteron dengan meningkatkan efektifitas 24 kelenjar dan sekresinya ke uterus. Sekresi ini akan membentuk cairan uterus dikenal dengan istilah susu uterus. Cairan uterus ini akan mempengaruhi perkembangan blastula hingga menjadi fetus (Miller & Zhang 1984). Cairan ini akan menjadi nutrisi bagi ovum dimulai dari proses pematangan sampai terimplantasi pada uterus (Guyton 1994). Dengan kata lain Progesteron bisa mempertahankan kebuntingan dengan menciptakan lingkungan endometrial yang sesuai untuk kelanjutan hidup dan perkembangan embrio (Toelihere 1985). Rasio antara jumlah titik implantasi terhadap jumlah korpus luteum pada tikus bunting menunjukkan tingkat keberhasilan embrio untuk hidup. Semakin tinggi nilai rasio antara jumlah titik implantasi terhadap jumlah korpus luteum maka keberhasilan terbentuknya embrio semakin tinggi. Hunter (1995) mengatakan implantasi dan plasentasi terwujud dalam berbagai bentuk, tetapi status hormon induk sangat penting dalam menentukan berlangsungnya implantasi. Jumlah titik implantasi sesuai dengan kapasitas uterus yang berkaitan dengan panjang uterus. Keberhasilan implantasi adalah kemampuan induk dalam mempertahankan implantasi. Keberhasilan implantasi ditandai dengan banyaknya jumlah titik implantasi yang terdapat di sepanjang uterus bagian kanan dan kiri. Purwoceng yang diduga bersifat estrogenik dapat diharapkan untuk meningkatkan tingkat keberhasilan implantasi dengan kandungan zat aktifnya yang berupa flavanoid, alkaloid, sterol. Zat-zat ini diduga membantu estrogen endogen dengan cara menempati reseptor estrogen dan mempengaruhi kerjanya terhadap dinding uterus dalam masa proliferasi.