pengaruh superovulasi pada laju ovulasi, sekresi estradiol

advertisement
PENGARUH SUPEROVULASI PADA LAJU OVULASI, SEKRESI
ESTRADIOL DAN PROGESTERON, SERTA PERTUMBUHAN
DAN PERKEMBANGAN UTERUS DAN KELENJAR SUSU
TIKUS PUTIH (Rattus Sp.) SELAMA SIKLUS ESTRUS
TESIS
OLEH :
HERNAWATI
PROGRAM PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2001
endometrium dan miometriurn (Hafez, 1993). Pada tikus, enam jam setelah
penyuntikan estrogen, respon pertama yaitu pembendungan air dalam jaringan
uterus (Partodihardjo, 1992), peningkatan kadar DNA, RNA, sintesis protein, clan
aktivitas enzim (Frandson, 1996).
Estrogen dapat menyebabkan meningkatnya
vaskularisasi dan aktivitas mitosis uterus yang lebih besar, mengakibatkan organ
bertambah berat.
Pada tikus terapi dengan estrogen menyebabkan akumulasi air
pada lumen uterus (Nalbandov, 1990).
Upaya untuk menyiapkan uterus menjadi lingkungan yang cocok untuk
pertumbuhan dan perkembangan embrio serta fetus, estradiol bekerja dengan cara
mempengaruhi sintesis kolagen sehingga merubah struktur kolagen uterus (Pastore
et al., 1992), meningkatkan kandungan glikogen pada uterus dengan mempengaruhi
aktivitas glikogen sintetase (Williams dan Provine, 1966), dan meningkatkan
metabolisme fosfolipid (Gould et al., 1978), serta meningkatkan
dan proliferasi sel-sel uterus (Yarnashita et al., 1990).
pada uterus melalui peningkatan
ekspresi
reseptor
sintesis DNA
Estradiol juga bekerja
progesteron (Kraus dan
Katzenellebogen , 1993).
Kelenjar Susu
Tikus mempunyai 12 buah kelenjar susu, tiga pasang berada di bagian thorak
dan tiga pasang di bagian abdominal-inguinal (Morrow, 1986; Harknes dan Wagner,
1989). Kelenjar susu dianggap homolog dengan kelenjar keringat, karena keduanya
berasal dari kulit yang turnbuh ke dalam.
Setiap kelenjar terdiri atas beberapa lobus
Hormon-hormon Ovarium
Fungsi utama ovarium adalah memproduksi ova dan membuat hormon
rerpoduksi.
Hormon yang dibuat oleh ovarium adalah yang termasuk kelompok
steroid, seperti estrogen, progesteron, adrogen dan hormon non steroid (peptida) yaitu
relaksin (Binkley, 1995).
Hormon steroid menimbulkan respon terhadap aktivitas
reproduksi seperti sifat seksual sekunder, perilaku persiapan kawin, mempersiapkan
uterus untuk implantasi blastosit, menyiapkan perkembangan kelenjar susu untuk
memproduksi susu, dan mengatur kontraksi uterus pada saat kelahiran (Hafez, 1993).
Diagram yang memperlihatkan pengaturan siklus reproduksi pada hewan betina
disajikan pada Gambar 4.
Estrogen dihasilkan oleh sel teka interna dan granulosa folikel ovarium,
korpus luteum, plasenta, dan dalam jumlah kecil oleh korteks adrenal dan testis.
Estrogen mempunyai kontrol umpan balik positif terhadap hipotalamus dalam
mengubah LH pada ovarium dari fase folikuler menjadi fase luteal dan mempunyai
kontrol umpan balik negatif terhadap pituitari anterior dalam mengatur sekresi FSH
d m LH (Ganong, 1995; Binkley, 1995).
Estrogen bersama-sama FSH dapat merangsang pertumbuhan sel-sel
*
granulosa secara mitosis.
Faktor inilah yang menyebabkan terpisahnya sel-sel
granulosa sehingga membentuk folikel.
Selain itu estrogen dan FSH bekerja
secara sinergis dalam menaikkan sensitivitas reseptor untuk estradiol dan estradiol
sendiri akan merangsang proliferasi sel-sel granulosa, menaikkan sensitivitas reseptor
untuk FSH, peningkatan CAMP dan merangsang FSWLH dalarn menginduksi
-
reseptor LH (Saxena dan Rathrnan, 1982 dalam Yusuf, 1990).
Dijelaskan pula
bahwa FSH dan LH menyebabkan pertambahan besar folikel dan dibutuhkan untuk
proses ovulasi serta pembentukan korpus luteurn.
Impuls saraf
hipoblamus
positif pada
hipotalamus
"
.
.
inhibin
pituitrari
-
1 U
II
F,,
\
estrogen
\
Cairan antnl
..
inhibin
activin
)
FASE
FOLIKULER
progesteron
I
LUTEAL
Gambar 4. Diagram yang memperlihatkan pengaturan siklus reproduksi pada
hewan betina. (Sumber: Binkley, 1995)
Kerja estrogen pada organ kelamin asesoris umumnya dikaitkan dengan
perilaku estrus yang khas pada seekor hewan.
Di samping itu estrogen dapat
merangsang aktivitas muskular tuba uterus dan menaikkan kepekaan organ tersebut.
Perubahan yang terjadi pada uterus yang dirangsang oleh estrogen adalah
peningkatan kadar air dalarn sel, DNA, RNA, sintesis protein dan aktivitas enzim
(Frandson, 1996).
Estradiol berperan pula untuk rnemelihara korpus luteum agar
tetap mensekresikan progesteron.
Kehadiran estradiol di korpus luteum sesuai
dengan fungsinya yaitu untuk merangsang biosintesis kolesterol, mengatur aktivitas
asilCoA: kolesterol asiltranferase (ACAT) agar tersedia kolesterol bebas untuk
pembentukan hormon steroid progesteron (Azhar et al., 1989).
Konsentrasi estradiol dalarn serum induk meningkat secara drastis sebelum
ovulasi (McDonald, 1980) kemudian menurun dan naik sesuai perkembangan umur
kebuntingan (hcketts dan Flint, 1980; Sheldrick et al., 1981; Sumaryadi dan Manalu,
1995a; Manalu dan Sumaryadi, 1995b).
serum induk mencapai 56,397
+ 9,163
Pada tikus, konsentrasi estradiol dalam
pg/ml sebelum kebuntingan, kemudian
menurun pada urnur kebuntingan 4 hari (42,717 2 0.0016 pglml) sampai umur
kebuntingan 12 hari (43,7 12 5 1.795 pg/ml), selanjutnya konsentrasi estradiol
\
melonjak secara drastis hingga mencapai konsentrasi tertinggi (68,268 2 1,919 pg/ml)
pada umur kebuntingan 16 hari dan selanjutnya menurun pada umur kebuntingan 20
hari (5 1,951 + 1,947 pg/ml) yaitu menjelang kelahiran (Tuju dan Manalu 1996a).
Progesteron merupakan hormon yang disekresikan oleh korpus luteum,
plasenta, dan kelenjar adrenal.
Progesteron diedarkan ke dalam darah karena suatu
8
Metode Penelitian
Rancangan percobaan
Sebanyak 80 ekor tikus putih betina yang sudah dewasa kelamin
dikelompokkan dalam suatu rancangan acak lengkap pola faktorial4x4 dengan 5 ekor
tikus sebagai ulangan untuk setiap unit percobaan.
Faktor pertama adalah dosis
penyuntikan PMSG (0, 37.5, 75 dan 150 I.U.per kilogram bobot badan).
Faktor
kedua adalah fase siklus estrus (folikuler, luteal 1, luteal2, dan luteal 3).
Penentuan level dosis PMSG di atas didasarkan pada penelitian sebelumnya
yang telah dilakukan oleh Miller dan Armstrong (1981) pada tikus yang belum
dewasa dengan memberikan dosis PMSG secara bertingkat pada dosis 4, 8, 16, dan
40 I.U. untuk per ekor tikus. Pada penelitian ini dicoba memberikan PMSG pada
tikus yang sudah dewasa yaitu mulai dosis terendah 37.5 I.U. per kilogram bobot
badan, kemudian ditingkatkan dua kali lebih tinggi dari 37.5 yaitu menjadi 75 I.U.
per kilogram bobot badan, dan selanjutnya ditingkatkan dua kali dosis 75 yaitu 150
I.U. per kilogram bobot badan sebagai dosis tertinggi.
Peubah yang diukur selarna penelitian adalah konsentrasi estradiol dan
progesteron, jumlah folikelkorpus luteum, bobot ovarium, uterus, dan kelenjar susu,
*
bobot kering uterus, BKBL kelenjar susu, serta komponen biokimia uterus dan
kelenjar susu meliputi kandungan total dari DNA, RNA, glikogen dan kolagen. Data
dianalisis dengan metode sidik ragam (Anova) dilanjutkan dengan uji Duncan
multiple range test (DMRT)(Steel and Tome, 1993). Selanjutnya korelasi antara
estradiol dan progesteron dengan parameter lain yang diukur diolah dengan
luteum yang terbentuk dapat disebabkan meningkatnya sensitivitas sel-sel ova di
dalam ovarium terhadap rangsangan hormon.
Total jumlah folikelkorpus luteum pada fase siklus yang berbeda
menunjukkan bahwa luteal hari ke satu berbeda nyata dengan luteal hari ke tiga
(P<0.01). Secara numerik jurnlah
korpus luteum pada luteal hari ke satu
sampai luteal hari ke tiga cenderung menurun.
Beberapa kemungkinan mengapa
jumlah korpus luteum pada fase luteal cenderung menurun.
Pertama; kemungkinan
karena sejumlah korpus luteum telah mengalami peluruhan seiring dengan waktu
siklus yang berubah.
Kedua; kemunglunan karena korpus luteum yang terbentuk
pada fase luteal memang sedikit. Hal ini dapat disebabkan adanya kompetisi
dari folikel-folikel yang banyak tumbuh di dalam ovarium, sehingga hanya sebagian
dari folikel-folikel tersebut yang diovulasikan dan akhirnya korpus luteum yang
terbentuk hanya sedikit.
yang kurang tepat.
.
Ketiga; penentuan antara bentuk folikel dan korpus luteum
Jadi ada kemungkinan pada fase luteal lebih banyak folikel
I '
yang dihitung dan bukan korpus luteurn.
Data percobaan pengaruh penyuntikan hormon gonadotropin (PMSG dan
HCG) pada bobot ovarium tikus selama siklus estrus disajikan pada Tabel 2. Dari
'
tabel tersebut dapat dilihat bahwa total bobot ovarium tikus yang disuperovulasi pada
dosis 37.5,75, dan 150 I.U.lebih berat (P<O.Ol)dibandingan kontrol selama siklus
estrus.
Hal ini kemungkinan oleh banyaknya folikelkorpus luteum yang
berkembang di dalam ovarium yang disebabkan perangsangan hormon gonadotropin
*
Tabel Larnpiran 15. Daftar sidik ragarn kandungan total glikogen kelenjar susu tikus
yang disuperovulasi dengan level dosis PMSG dan fase siklus
estrus berbeda yang diamati selama siklus estrus
Sumber Keragaman
Model
Galat
Total
R-kuadrat
0.87219
Sumber Keragaman
Luted
Dosis
Luted*Dosis
DB
JK
KT
Fhit
15
64
79
2282.30077
334.4401 8
26 16.74095
152.15338
5.22563
29.12
Akar MSE
2.28596
K.V.
16.1 1210
Pr > F
0.0001
Rata-rata Glikogen
14.18786
DB
Anova JK
KT
Fhit
Pr > F
3
3
9
773.52490
559.21790
949.55797
257.84163
186.40597
105.50644
49.34
35.67
20.19
0.0001
0.0001
0.0001
Tabel Larnpiran 16. Dafiar sidik ragam kandungan total kolagen kelenjar susu tikus
yang disuperovulasi dengan level dosis PMSG dan fase siklus
estrus berbeda yang diamati selama siklus estrus
Model
Galat
Total
DB
JK
15
64
79
949.65 177
359.07087
1308.72264
KT
63.31012
5.61048
Fhit
11.28
Pr > F
0.0001
>'
R-kuadrat
0.72563
Sumber Keragaman
Luteal
Dosis
Luteal*Dosis
K.V.
16.58724
Akar MSE
2.36865
Rata-rata Kolagen
14.27992
DB
Anova JK
KT
Fhit
3
478.07919
356.85635
114.71623
159.35973
1 18.95212
12.74625
28.40
21.20
2.27
3
9
Pr > F
0.0001
0.0001
0.0281
Download