1 BAB I PENDAHULUAN A.Latar belakang Golongan

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar belakang
Golongan darah sistem ABO yang selanjutnya disebut golongan darah
merupakan salah satu indikator identitas seseorang. Pada orang hidup, golongan
darah sering digunakan untuk kepentingan transfusi dan donor, sementara pada
orang yang sudah meninggal, kegunaan golongan darah lebih tertuju pada
identifikasi. Pada beberapa kasus kriminal dan non kriminal misalnya kasus ragu
keturunan (disputed parentage), golongan darah bisa menjadi petunjuk identitas
seseorang (Michino et al., 2005; Contreras, 1995). Pada beberapa kasus kematian
dengan barang bukti berupa bercak darah, identifikasi golongan darah ini penting
sekali dalam kaitannya dengan kecocokan golongan darah pada barang bukti
karena golongan darah memberikan data identitas yang spesifik (Dahlan, 2000).
Penentuan golongan darah dari jenazah yang masih baru bisa dilakukan
langsung dengan metode aglutinasi direk. Penentuan golongan darah pada bercak
darah yang sudah kering lebih sulit bila dibandingkan dengan penentuan golongan
darah dari darah yang masih segar, terlebih lagi bila bercak darah tersebut sangat
tua, hal ini disebabkan sel-sel darah telah hancur (Idries, 2008).
Penentuan golongan darah pada bercak darah yang sudah kering masih
dimungkinkan karena antigen yang terdapat pada permukaan sel tetap utuh
walaupun sel-selnya telah hancur, dengan pemeriksaan tertentu antigen tersebut
dapat direaksikan dengan antibodi sehingga golongan darah tetap dapat
ditentukan, dengan kata lain penetapan golongan darah dilakukan secara tidak
2
langsung (Idris, 2008). Metode forensik konvensional untuk identifikasi golongan
darah adalah aglutinasi direk, kombinasi antigen-antibodi yang terdiri dari
absorpsi, elusi absorpsi, inhibisi absorpsi dan beberapa metode lain. Metodemetode inilah yang sering digunakan dalam identifikasi forensik (Nishi et al.,
2005a).
Pada identifikasi korban jenazah yang telah membusuk ataupun hangus
terbakar, sering sekali identifikasi forensik konvensional tidak dapat ditegakkan,
sehingga diperlukan cara identifikasi forensik lainnya yang lebih akurat yaitu
analisis Deoxyribo Nucleic Acid (DNA) (Yudianto et al., 2009), walaupun
demikian pemeriksaan golongan darah dengan metode konvensional masih
banyak digunakan dalam kasus forensik, hal ini disebabkan masih sangat
tingginya biaya untuk pemeriksaan DNA (Gizela, 2005).
Teknik analisis DNA yang digunakan dalam genetika modern banyak
menggunakan petanda genetik sebagai alat bantu identifikasi genotip suatu
individu. Petanda genetik, biasa juga disebut dengan petanda atau marker,
merupakan ekspresi pada individu yang terlihat oleh mata atau terdeteksi dengan
alat tertentu, yang menunjukkan dengan pasti genotip suatu individu. Aplikasi
petanda genetik sangat luas, khususnya dalam bidang medis (kedokteran) dan
kepolisian dalam melakukan proses identifikasi (Currant et al., 1980).
Kepentingan pemeriksaan DNA adalah mengetahui genotipnya. Penentuan
golongan darah dengan metode aglutinasi direk dan elusi absorpsi hanya bisa
menentukan fenotip golongan darah tersebut. Kelemahan metode aglutinasi direk
dan elusi absorpsi adalah golongan darah tidak bisa dibedakan apakah seseorang
3
tersebut homozigot atau heterozigot, sehingga kepentingan identifikasinya sebatas
mengeksklusi yang bukan golongan darah tersebut. Pemeriksaan DNA,
mendapatkan hasil yang lebih spesifik karena dapat menentukan alel homozigot
atau heterozigot dari seseorang, sehingga hasil identifikasinya menjadi lebih
akurat.
Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Ishida dan kawan-kawan di
Jepang tahun 2000, menemukan adanya kebermaknaan analisis DNA dalam
menentukan golongan darah tipe ABO dari rambut dan kuku dari mayat yang
sudah membusuk sebagai pembanding fenotip dengan metode elusi absorpsi. Pada
penelitian tersebut ditemukan fenotip dengan metode elusi absorpsi dan genotip
dengan metode Polymerase Chain Reaction-Restriction Fragment Length
Polymorphism (PCR-RFLP) yang dapat diperiksa dengan metode DNA adalah
88,6 % dan metode absorpsi elusi adalah 58,6% dari 70 sampel rambut dan kuku
(Ishida et al., 2000).
Pada penelitian ini dilakukan terhadap sampel darah atau jaringan tubuh
lain, diharapkan ada kesesuaian atau konsistensi golongan darah dengan
menggunakan tiga metode di atas. Permasalahannya sering didapati hasil
pemeriksaan darah pada jenazah dengan menggunakan metode aglutinasi direk
masih terjadi bias. Eritrosit yang menggumpal tampak jelas karena adanya
hemoglobin didalamnya. Pada proses pembusukan terjadi lisis pada dinding
eritrosit sehingga ikatan antiserum dengan antigen pada dinding eritrosit tidak
teramati lagi secara visual. Pada kondisi ini hemoglobin sudah terlepas ke cairan
plasma (Contreras, 1995). Dari penelusuran kepustakaan metode lain yang lebih
4
memungkinkan untuk digunakan pada kasus dengan proses pembusukan,
walaupun prosedur pemeriksaannya lebih rumit dan biaya yang dibutuhkan lebih
besar adalah elusi absorpsi (Gizela, 2005).
Permasalahan yang sering timbul pada penentuan identitas seseorang
adalah harus ada pembanding antara temuan postmortem dengan temuan
antemortem. Bila tidak ada pembanding maka sulit ditentukan identitas seseorang.
Penentuan golongan darah perlu diangkat pada penelitian ini karena golongan
darah merupakan salah satu data identifikasi yang tercantum dalam setiap tanda
pengenal seperti Kartu Tanda Penduduk (KTP) dan Surat Ijin Mengemudi (SIM).
Hal ini mempermudah proses identifikasi karena ada pembanding, sementara
tehnik identifikasi lain seperti pemeriksaan gigi dan profil DNA tidak ditemukan
pada tanda pengenal tersebut. Walaupun telah dilakukan pada sebagian besar
layanan kedokteran forensik, persoalannya di Indonesia mengalami kesulitan
untuk melakukan pemeriksaan golongan darah pada jenazah yang postmortemnya
lebih dari satu hari.
Pada orang hidup, pemeriksaan golongan darah dengan metode aglutinasi
direk maupun elusi absorpsi sudah diyakini menjadi pemeriksaan standar yang
akurasinya dapat diandalkan, hal tersebut tidak terlepas dari masih aktifnya reaksi
antigen antibodi di dalam tubuh manusia. Namun berbeda halnya dengan jenazah.
Pemeriksaan golongan darah pada jenazah dengan menggunakan
metode
aglutinasi direk maupun elusi absorpsi secara teoritis masih diragukan akurasinya,
mengingat protein pada dinding sel darah merah setelah kematian mengalami
kerusakan sehingga reaksi antigen antibodi tidak dapat terdeteksi secara visual.
5
Pada jenazah yang masih baru pemeriksaan golongan darah dapat dilakukan
dengan metode aglutinasi direk sampai suatu ketika protein pada dinding sel
rusak, sementara untuk jenazah yang sudah lama pemeriksaan dilakukan dengan
elusi absorpsi. Sementara itu, pemeriksaan DNA untuk menentukan golongan
darah bukanlah sesuatu yang mudah dan murah, sehingga diperlukan alternatip
pemeriksaan yang mendekati keakuratan DNA tersebut yaitu metode aglutinasi
direk dan elusi absorpsi tersebut. Keuntungan dan kerugian ketiga metode
pemeriksaan golongan darah dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini: (Nishi et al.,
2005b)
Tabel 1. Perbandingan metode pemeriksaan golongan darah
Metode pemeriksaan
Golongan darah ABO
Aglutinasi direk
Elusi absorpsi
Analisis DNA
Keuntungan
Kerugian
Cepat dan ringkas
Biaya murah
Pemeliharaan sampel sulit
Sulit diperiksa pada
pembusukan
Observasi langsung Kontaminasi bakteri
Dasar penentuan
Perubahan antigenisitas oleh
bakteri
Ringkas
Butuh keterampilan dengan
teknik tertentu
Biaya murah
Membutuhkan waktu
Pemeliharaan sampel Kontaminasi
mudah
Pemeriksaan ulang Observasi tidak langsung
mudah
Genotip
Butuh keterampilan dengan
teknik tertentu
Aplikasi luas
Biaya mahal
Mikro-material
Membutuhkan waktu
Kontaminasi
Penelitian ini penting dilakukan karena beberapa kondisi yang berubah
setelah kematian, berikut kepentingan mengapa ketiga metode ini harus diteliti
seperti tampak pada tabel 2:
6
Tabel 2. Kepentingan penelitian metode aglutinasi direk, elusi absorpsi dan analisis DNA
Metode
Kepentingan diteliti
Kelemahan
Aglutinasi
direk
Beberapa saat setelah kematian golongan darah bisa langsung
diketahui dengan metode aglutinasi direk karena antigen pada
sel darah merah jenazah masih dapat dideteksi dengan melihat
aglutinasi antigen-antibodi.
Setelah kematian, protein pada dinding sel darah merah akan
rusak akibat autolisis sehingga pada jenazah yang sudah
lama metode ini tidak bisa dilakukan, selain itu metode ini
hanya dapat menentukan fenotip golongan darah.
Elusi
absorpsi
Perubahan postmortem berupa proses pembusukan membuat
pemeriksaan golongan darah dengan metode aglutinasi direk
menjadi lebih sulit karena protein pada dinding sel darah
merah telah rusak akibat autolisis sehingga diperlukan metode
yang lain yaitu teknik elusi absorpsi karena dengan teknik ini
antigen masih bisa dikenali oleh antibodi. Antigen masih
berada di dalam darah pernah dilaporkan oleh Ishida et al.
(2000) sampai 25 tahun setelah kematian.
Darah yang telah mengering dapat berada dalam berbagai
tahap kesegaran. Darah dengan sel darah merah masih utuh
dengan aglutinin dan antigen yang masih dapat dideteksi
pada sel darah merah, atau sel darah merah sudah rusak
dengan jenis antigen yang masih dapat dideteksi namun
sudah terjadi kerusakan aglutinin atau bisa juga sel darah
merah sudah rusak dengan antigen dan agglutinin yang juga
sudah tidak dapat dideteksi. Selain itu, metode ini juga hanya
dapat menentukan fenotip golongan darah.
Analisis DNA
Pada darah jenazah yang sudah sangat lama, antigen tidak bisa
lagi dideteksi dengan metode elusi absorpsi namun gen
penyandi golongan darah masih dapat dideteksi dengan
analisis DNA melalui metode PCR-RFLP. Metode ini dapat
menentukan golongan darah jenazah secara genotip sehingga
memiliki ketepatan yang sangat tinggi.
Kekurangan metode ini terletak pada biaya yang besar dan
waktu pengerjaan yang lebih lama selain itu teknik
pengerjaan yang sulit, pada kasus pembusukan molekul
DNA juga dapat terdegradasi dan lisis sehingga DNA tidak
dapat dianalisis.
7
B.Masalah Penelitian
Berdasarkan uraian di atas dengan memperhatikan adanya beberapa
keterbatasan metode aglutinasi direk dan elusi absorpsi dalam menentukan
golongan darah pada jenazah bila dibandingkan dengan analisis DNA melalui
genotip golongan darah, maka dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian
sebagai berikut:
a. Bagaimana validitas hasil pemeriksaan metode aglutinasi direk untuk
identifikasi golongan darah pada jenazah dibandingkan dengan hasil analisis
DNA?
b. Bagaimana validitas hasil pemeriksaan metode elusi absorpsi untuk
identifikasi golongan darah pada jenazah dibandingkan dengan hasil analisis
DNA?
c. Bagaimana kesesuaian antara hasil pemeriksaan golongan darah melalui
metode aglutinasi direk dengan analisis DNA (genotip golongan darah ABO)
pada jenazah?
d. Bagaimana kesesuaian antara hasil pemeriksaan golongan darah melalui
metode elusi absorpsi dengan analisis DNA (genotip golongan darah ABO)
pada jenazah?
C.Keaslian penelitian
Penelitian ini sangat penting dilaksanakan untuk penerapan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang kedokteran forensik dalam menentukan
validitas hasil pemeriksaan golongan darah dengan menggunakan aglutinasi direk
8
dan elusi absorpsi pada jenazah karena dijumpai beberapa keterbatasan kedua
metode tersebut dalam menentukan golongan darah jenazah selama ini.
Penelitian yang dilakukan oleh Gizela (2005), ditemukan pada 3 jam
inkubasi, tampak adanya perubahan hasil pemeriksaan golongan darah pada
kelompok non O (A, B dan AB), yang terdeteksi menjadi O. Dari uji statistik
terdapat perbedaan proporsi perubahan golongan darah non O menjadi O adalah
16,68% (5 dari 30 sampel), secara statistik bermakna (p<0,05).
Penelitian oleh Ishida et al. (2000), menemukan adanya kemaknaan
analisis DNA dalam menentukan golongan darah tipe ABO dari rambut dan kuku
dari mayat yang sudah membusuk sebagai pembanding fenotip dengan metode
elusi absorpsi. Pada penelitian tersebut ditemukan fenotip dengan metode elusi
absorpsi dan genotip dengan metode PCR-RFLP yang dapat diperiksa dengan
metode DNA adalah 88,6 % dan metode absorpsi elusi adalah 58,6% dari 70
sampel rambut dan kuku (Ishida et al., 2000).
Penelitian Hosoi (1995) menemukan genotip golongan darah ABO dari
rambut 14 subyek yang ditentukan dengan menggunakan metode PCR-RFLP.
Substitusi asam amino kodon 87 dan 176 dari alel ABO core-DNA (cDNA)
dianalisis untuk membedakan A, B, dan alel O oleh pemotongan enzim restriksi.
Untuk mengidentifikasi kodon 87, fragmen DNA 249 bp diamplifikasi dengan
PCR dan dipotong dengan enzim Kpn I. Untuk mengidentifikasi kodon 176,
fragmen DNA 285 bp diamplifikasi dengan PCR dan dicerna dengan Ban I.
Genotip dari 14 subjek diketahui tipe ABO bisa diidentifikasi oleh analisis
fragmen DNA. Temuan ini menunjukkan kegunaan metode PCR-RFLP untuk
9
menentukan genotip ABO dengan DNA dari hanya satu rambut. Hal ini juga
menunjukkan validitas analisis DNA sangat tinggi dalam menentukan golongan
darah.
Penelitian Enticknap (1957) terhadap 100 jenazah pasien yang semasa
hidup telah diperiksa golongan darahnya. Sampel berupa cairan telah
dikumpulkan tanpa anti koagulasi dan wadah steril dari vena besar pada saat
autopsi. Jenazah disimpan pada refrigerator pada suhu 7oC dan autopsi dilakukan
setelah 140 jam setelah kematian. Suspensi sel darah merah yang dicuci diuji pada
tabung dalam 48 jam dan banyak dari mereka pada satu jam setelah pengumpulan.
Hasilnya, golongan darah ABO dan rhesus dari 100 jenazah sama seperti yang
didapatkan pada pasien semasa hidup.
Pengukuran validitas pemeriksaan metode aglutinasi direk dan absorpsi
elusi untuk menentukan golongan darah pada jenazah sangat penting dilakukan
mengingat keterbatasan kedua metode tersebut. Pada penentuan golongan darah
yang dilakukan oleh Entiknap (1957) dilakukan pada jenazah yang disimpan di
lemari pendingin, yang tentunya mencegah pembusukan. Pada penelitian Gizela
(2005) dilakukan pada jenazah tanpa dimasukkan pada lemari pendingin, tampak
adanya perubahan golongan darah setelah 3 jam inkubasi, sehingga terlihat kesan
bahwa penentuan golongan darah dengan metode aglutinasi direk sering
menimbulkan bias pada jenazah.
Pada penelitian Ishida et al. (2000), dijumpai penentuan golongan darah
ABO dengan metode elusi absorpsi dan PCR-RFLP pada sampel yang telah
terurai memberikan hasil yang tidak konsisten, mungkin disebabkan karena
10
perubahan antigen ABH yang dipengaruhi oleh kontaminasi mikroba. Meskipun
metode elusi absorpsi
memberikan tingkat deteksi yang tinggi dan tidak
dipengaruhi oleh lama kematian, namun deteksi sensitif terhadap antigen yang
berbeda dan adanya kontaminasi mikroba harus tetap dipertimbangkan. Persentase
dari spesimen yang memberikan hasil yang sesuai dengan metode PCR RFLP
lebih rendah tergantung pada lama kematian dan jenis sampel, namun seluruh
penentuan melalui PCR dapat dipercaya.
Pemeriksaan serial terhadap fenotip dengan menggunakan metode elusi
absorpsi dan genotip dengan menggunakan metode PCR RFLP merupakan
prosedur pemeriksaan yang lebih baik dalam penentuan golongan darah dari
sampel darah yang sudah sangat terurai. Dalam penyelidikan forensik, penentuan
golongan darah pada tahap DNA sangat bermanfaat, tidak hanya untuk
memperoleh informasi yang lebih banyak, namun juga untuk mengkonfirmasi
hasil penentuan secara serologis.
Kesesuaian fenotip dan genotip dari golongan darah dengan tiga metode
pemeriksaan diharapkan sangat bermakna, sehingga pemeriksaan golongan darah
dengan metode aglutinasi direk dan absorpsi elusi bisa digunakan sebagai standar
uji golongan darah pada jenazah. Penelitian semacam ini belum pernah dilakukan
di Indonesia sehingga memiliki kebaharuan yang bisa memperkaya khasanah ilmu
kedokteran forensik di Indonesia.
11
D. Tujuan penelitian
1.Tujuan umum
Penelitian ini bertujuan untuk menilai kemampuan metode pemeriksaan
aglutinasi direk dan elusi absorpsi dalam menentukan golongan darah jenazah
dengan membandingkannya dengan analisis DNA melalui genotip golongan
darah. Bila hasilnya bermakna maka kedua uji ini dapat dinilai sahih (valid) dalam
menentukan golongan darah pada jenazah.
2.Tujuan khusus
a. Menentukan validitas pemeriksaan metode aglutinasi direk untuk
identifikasi golongan darah pada jenazah.
b. Menentukan
validitas
pemeriksaan
metode
elusi
absorpsi
untuk
identifikasi golongan darah pada jenazah.
c. Membuktikan kesesuaian hasil pemeriksaan melalui metode aglutinasi
direk dengan analisis DNA (genotip golongan darah ABO) pada jenazah.
d. Membuktikan kesesuaian hasil pemeriksaan melalui metode elusi absorpsi
dengan analisis DNA (genotip golongan darah ABO) pada jenazah.
E.Manfaat penelitian.
Secara teoritis temuan penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi
ilmiah bagi ilmu kedokteran forensik di Indonesia yang berkaitan dengan
penentuan golongan darah pada jenazah melalui ketiga metode tersebut. Secara
praktis temuan penelitian ini membantu dalam hal identifikasi forensik dan dapat
dijadikan sebagai standard operating prosedure (SOP) dalam penentuan golongan
darah pada jenazah di Indonesia.
Download