BAB I PENDAHULUAN I.1.Latar Belakang Tuberkulosis (TB) masih menjadi masalah utama kesehatan global. TB menyebabkan kesakitan pada jutaan manusia tiap tahunnya dan menjadi penyebab kematian kedua dari penyakit infeksi di dunia (WHO, 2013) Sejak tahun 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai suatu masalah darurat kesehatan masyarakat global (WHO, 2012). WHO telah menerapkan Strategi DOTS yang salah satu diantaranya adalah penyediaan obat lini pertama TB secara teratur terbukti (WHO, efektif dalam 2012). Strategi pengendalian TB DOTS telah akan tetapi beban penyakit TB di masyarakat masih sangat tinggi. Salah satu penyebabnya adalah adanya permasalahan Multi Drug Resisten Tuberculosis (MDR-TB) yang semakin jelas. Hal ini dikarenakan kasus MDR-TB semakin meningkat, selain itu dikarenakan meningkatnya penularan MDR-TB dan juga penanganan kasus MDR-TB yang tidak optimal (Kemenkes, 2011). Akibat dari hal tersebut penggunaan obat tidak lini pertama efektif. dari Berbeda strategi dengan DOTS menjadi regimen obat tidak pada penderita TB biasa, Regimen obat bagi penderita MDR-TB 1 2 membutuhkan waktu 20 bulan. Waktu pengobatan ini lebih lama dibanding pengobatan standar untuk pasien TB yang berlangsung selama 6 bulan. Selain itu Pengobatan untuk MDR-TB mahal dan dapat memiliki efek samping yang serius (Rinder, H. et al.,2000) Dalam Beberapa tahun terakhir, pencegahan, diagnosis, dan pengobatan TB telah menjadi lebih rumit karena 2 faktor yang membuat perubahan epidemi: yaitu TB terkait HIV dan MDR-TB. Banyak orang meninggal karena TB karena diagnosis mereka tertunda, dan epidemi TB terus bertahan signifikan karena mengurangi kita tidak penularan dapat dengan secara metode diagnostik saat ini (Piatek, A. S, 2013). Saat ini tes diagnostik yang akurat, mudah digunakan dan dapat diterapkan pada perawatan klinis sangatlah kurang. Hal ini semakin diperparah dengan ketidakmampuan dalam menguji resistensi obat dalam jangkauan yang luas (Raj, A. et al, 2012). TB memiliki fitur klinis non-spesifik, sehingga diagnosis biasanya membutuhkan pengujian laboratorium. Sebagian besar pasien masih hanya memiliki akses pada pemeriksaan diagnostik yang dikembangkan lebih dari satu abad yang lalu yaitu Pemeriksaan Mikroskopik BTA. 3 Pemeriksaan ini dalah satu-satunya pemeriksaan laboratorium untuk TB yang dapat diakses oleh sebagian besar penduduk dunia. Pemeriksaan ini murah dan cocok untuk laboratorium dasar. Pemeriksaan ini dengan cepat mendiagnosa pasien spesifisitas Pemeriksaan yang yang paling tinggi Mikroskopik menular (Evans, BTA dan C. telah memiliki A. 2011). menjadi metode diagnosis yang digunakan secara luas pada daerah dengan angka kejadian TB tinggi, akan tetapi tes ini memiliki keterbatasan yang Sensitivitas signifikan akan sangat dalam terganggu kinerjanya. ketika jumlah bakteri kurang dari 10.000 organisme / ml sampel dahak. Pemeriksaan ini juga sulit dalam mendeteksi TB ekstra paru, tuberkulosis koinfeksi anak tuberkulosis dan pada sehingga pasien upaya Pemeriksaan terhadap negatif ini palsu. tidak sensitif, Pemeriksaan dengan terbaru diagnosis TB terus mengalami perkembangan 2013). HIV ini dalam (Desikan, p., dan rentan juga tidak dapat menguji resistensi obat (Evans, C. A., 2011). Sebuah diagnosis sampel pendekatan TB dahak, adalah yang yang dengan dapat lebih sensitif menggunakan mencakup terhadap kultur pengujian pada untuk resistensi obat. Teknik tersebut memerlukan biaya mahal, 4 Infrastruktur laboratorium yang canggih, staf yang berkompetensi, dan dapat memerlukan waktu beberapa minggu untuk mendapatkan hasil. Karena memerlukan waktu yang lama, kebanyakan orang yang membutuhkan tes kultur untuk diagnosis tidak akan memiliki akses ke hasil tes pada waktunya untuk menyelamatkan nyawa mereka atau untuk mencegah penularan kepada orang lain (Piatek, A. S, 2013). Hal ini menjadi penting karena pasien dengan resistan terhadap obat TB memerlukan pengobatan lini kedua secara mortalitas, dan cepat untuk mencegah diseminasi MDR-TB morbiditas, dan ekstensif resisten terhadap obat tuberkulosis (XDRTB)(Evans, C. A., 2011). Diagnosis TB tanpa pemeriksaan resistensi obat dapat menyebabkan penderitaan bertambah, penyebaran lebih lanjut hasil pengobatan peningkatan dari yang buruk, pembiayaan strain yang dan resistan terhadap obat anti-TB (WHO, 2013). Pasien suspek MDR-TB memerlukan adanya alat screening MDR-TB secara cepat. Kemajuan teknologi yang ada menghasilkan suatu alat diagnosis TB terbaru yaitu pemeriksaan geneXpert. Pemeriksaan geneXpert adalah alat diagnostik baru untuk diagnosis TB dan resistensi rifampisin. Pemeriksaan tersebut dapat mendiagnosis TB 5 dan penilaian simultan resistensi rifampisin dalam waktu 2 jam (Raj, A. et al, 2012). Berdasarkan permasalahan MDR-TB yang semakin meningkat dan telah ditemukannya tes diagnostik baru terhadap TB yaitu pemeriksaan geneXpert maka diperlukan adanya pembandingan antara pemeriksaan mikroskopik BTA yang secara luas digunakan sebagai alat screening diagnostik TB dengan geneXpert sebagai alat diagnostik baru dan handal dalam pemeriksaan diagnostik TB. I.2. Perumusan Masalah Berdasarkan Latar Belakang tersebut maka dapat disusun suatu rumusan masalah berikut ini: Bagaimana hasil pemeriksaan mikroskopik bakteri tahan asam dibandingkan dengan geneXpert pada pasien suspek MDR-TB? I.3. Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan membandingkan hasil pemeriksaan hasil pemeriksaan mikroskopik bakteri tahan asam dan geneXpert diantara pasien suspek MDR-TB. 6 I.4. Manfaat Penelitian Apabila tingkat efektifitas pemeriksaan GeneXpert pada bakteri tahan asam pada pasien suspek MDR-TB di Indonesia diketahui diharapkan para tenaga medis dapat Mendapatkan informasi terkait efektifitas dari pemeriksaan mikroskopik Bakteri tahan asam pada pasien suspek MDR-TB dibandingkan pada yang dengan telah digunakan geneXpert dalam sejak lama mendiagnosis TB pasien suspek MDR-TB I.5. Keaslian penelitian Dari hasil pencarian terdapat dua Penelitian yang membandingkan antara pemeriksaan mikroskopik terhadap geneXpert pada pasien suspek TB. Terdapat beberapa perbedaan dengan penelitian yang kami lakukan. Kedua penelitian tersebut tidak membandingkan secara langsung terkait kemampuan diagnostik antara pemeriksaan geneXpert dengan pemeriksaan mikroskopik. Selain itu populasi yang digunakan tidak spesifik pada pasien dengan suspek MDR-TB, Sedangkan penelitian yang saya lakukan dilakukan dengan sampel populasi dengan suspek MDR-TB. Terdapat masing negara. perbedaan Penelitian pola MDR-TB tersebut pada masing- dilakukan pada 7 populasi di India dan Yunani, sedangkan penelitian kami dilakukan pada populasi di Yogyakarta, Indonesia. Selengkapnya terkait perbedaan dengan penelitian tersebut disajikan dalam tabel berikut: Tabel 1. Keaslian penelitian