Rosliani, R. dan N. Sumarni: Pemanfaatan Mikoriza dan Aplikasi Pupuk Anorganik ... J. Hort. 19(3):313-323, 2009 Pemanfaatan Mikoriza dan Aplikasi Pupuk Anorganik pada Tumpangsari Cabai dan Kubis di Dataran Tinggi Rosliani, R. dan N. Sumarni Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu 517, Lembang, Bandung 40391 Naskah diterima tanggal 17 April 2009 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 18 Agustus 2009 ABSTRAK. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Jawa Barat pada ketinggian tempat 1.250 m dpl. dari bulan Juni sampai September 2005. Jenis tanah percobaan Andisol. Tujuan percobaan untuk mengetahui pengaruh mikoriza dan penggunaan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan, serapan hara, serta hasil tanaman cabai dan kubis yang ditanam secara tumpangsari di dataran tinggi. Perlakuan terdiri atas inokulasi mikoriza Glomus sp. (dengan dan tanpa) dan dosis pupuk NPK (0, 250, 500, 750, dan 1.000 kg NPK/ha). Rancangan percobaan menggunakan acak kelompok faktorial dengan 3 ulangan. Inokulasi mikoriza dilakukan di persemaian dengan cara mencampurkannya dengan media. Waktu tanam cabai di lapangan, yaitu 2 minggu sebelum tanam kubis. Hasil percobaan menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza tidak meningkatkan pertumbuhan dan hasil kubis. namun dapat meningkatkan persentase biji yang berkecambah dan pertumbuhan bibit cabai di persemaian, walaupun tidak meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai di lapangan. Aplikasi pupuk anorganik (NPK) meningkatkan pertumbuhan tanaman serta hasil cabai dan kubis. Tanpa inokulasi mikoriza, aplikasi pupuk NPK 1.000 kg/ha menghasilkan bobot buah sampel cabai tertinggi. Dengan inokulasi mikoriza, untuk menghasilkan bobot buah cabai yang tinggi hanya membutuhkan pupuk NPK 250 kg/ha. Inokulasi mikoriza dapat mengurangi aplikasi pupuk NPK menjadi ¼ dosis standar. Teknologi yang diperoleh dari penelitian ini sangat berguna untuk pengembangan usahatani cabai dan kubis yang efisien dan berkelanjutan di dataran tinggi. Katakunci: Capsicum annuum; Brassica oleracea; Mikoriza; Glomus sp.; Pupuk anorganik; Dosis; Tumpangsari; Dataran tinggi. ABSTRACT. Rosliani, R. and N. Sumarni. 2009. Application of Mycorrhizae and Anorganic Fertilizer on the Growth, Nitrient Uptake, and Yield of Hot Pepper and Cabbage Intercropping on the Highland. The experiment was conducted at Indonesian Vegetable Research Institute Experimental Site, Lembang, West Java. The objective was to determine the effect of mycorrhizae inoculation and application of anorganic fertilizer on the growth, nutrient uptake, and yield of hot pepper and cabbage intercropping on the highland. The treatments consisted of 2 rates of mycorrhizae inoculation (with and without) and NPK anorganic fertilizer (0, 250, 500, 750, and 1,000 kg NPK/ha). Overall, the experiment was arranged in a randomized block design comprises of 10 treatment combinations with 3 replicates. Mycorrhizae inoculation was done by mixing with seedling media in nursery. Hot pepper was transplanted to the field 2 weeks before cabbage. The results showed that mycorrhizae inoculation did not increase the growth and yield of cabbage. In the nursery, mycorrhizae inoculation increased percentage of the germinated seed and the growth of hot pepper seedling, but it did not increase the growth of hot pepper in the field. Application of anorganic fertilizer increased the growth and yield of both hot pepper and cabbage. Without mycorrhizae inoculation, application of (NPK) anorganic fertilizer 1,000 kg/ha produced the highest fruit weight of hot pepper. While mycorrhizae inoculation could reduce the use of anorganic fertilizer up to ¼ of standard dosage (250 kg NPK/ha). The results of this experiment was very beneficial for hot pepper and cabbage farming system in the highland since it was more efficient and sustainable. Keywords:Capsicum annuum; Brassica oleracea; Mycorrhizae; Glomus sp.; Anorganic fertilizer; Dosage; Intercropping; Highland. Penggunaan bahan-bahan agrokimia, seperti pupuk anorganik dan pestisida dalam usahatani sayuran, selama ini berhasil melipatgandakan produksi sayuran. Namun penggunaan input produksi tersebut, terutama pupuk kimia, secara terus menerus dan dengan dosis tinggi berdampak negatif terhadap kerusakan lingkungan, seperti menurunnya kesuburan tanah pertanian atau dengan kata lain tidak ramah lingkungan dan tidak berkelanjutan. Sharma (1985) melaporkan bahwa pemupukan NPK terus menerus berpengaruh negatif terhadap tanah maupun tanaman, seperti menyebabkan pengurasan unsur mikro, penurunan produktivitas, dan masalah hama penyakit tanaman. Hasil penelitian pada tanaman sayuran, termasuk cabai dan kubis, menunjukkan penggunaan pupuk anorganik sekitar 150-175 kg N/ha, 150 kg P2O5/ha, dan 150 kg K2O/ha dalam bentuk pupuk tunggal, seperti Urea, ZA, SP-36, dan KCl atau sekitar 1.000 kg/ha NPK majemuk cukup memadai untuk menghasilkan produksi cabai dan kubis yang tinggi (Rosliani dan Sumarni 1998, Nurtika 1980). Menurut hasil survey yang dilakukan oleh Setiawati et al. 313 J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009 (2008), penggunaan pupuk anorganik pada cabai dan kubis di petani lebih tinggi lagi, yaitu 1.500 kg/ha NPK majemuk. Pengurangan penggunaan bahan agrokimia, seperti pupuk anorganik, selain dapat melestarikan kesuburan tanah, juga dapat menghemat energi sehingga subsidi pemerintah dapat dikurangi. Penggunaan bahan organik dapat memperbaiki kesuburan tanah dengan menyediakan unsur hara untuk tanaman sayuran, memelihara produktivitas tanah, dan memperbaiki sistem penanaman secara berkelanjutan. Selain itu juga dapat membantu pemecahan masalah polusi lingkungan. Bahan/ limbah organik yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan tersebut, antara lain limbah kebun, limbah media jamur, sampah kota, atau pupuk kandang. Bahan/limbah organik yang banyak digunakan untuk budidaya sayuran di dataran tinggi adalah pupuk kandang kuda (Lembang) dan ayam (Pangalengan), sedangkan domba banyak digunakan di dataran rendah-medium. Masalah yang dihadapi dari limbah organik adalah suplai hara limbah organik dalam budidaya sayuran seringkali belum optimal karena tingkat pelepasan unsur hara berjalan lambat. Hal ini ditunjukkan oleh beberapa penelitian yang telah dilakukan oleh Kang et al. (1986), dan Hilman dan Rosliani (2002). Keefektifan bahan organik melalui percepatan proses dekomposisi bahan atau limbah organik dan pelepasan hara bagi tanaman cabai dan kubis, dapat ditempuh dengan penggunaan mikroorganisme dekomposer atau mikroorganisme efektif, seperti cendawan mikoriza. Cendawan ini berperan sebagai biofertilizer, bioprotektor, dan bioregulator yang menjadikannya sebagai agens biologi yang ramah lingkungan. Menurut Gianinazzi-Person et al. (1981), Bolan et al. (1984), dan Hirata et al. (1988), cendawan mikoriza atau versiculer arbuskular mycorrhizae (VAM) sering mempunyai pengaruh positif terhadap pertumbuhan dan proses-proses fisiologi lain pada tanaman. Bolan (1991) menyatakan bahwa pengaruh menguntungkan VAM terhadap pertumbuhan tanaman sering dihubungkan dengan peningkatan serapan hara yang tidak mobil, terutama fosfor (P). Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan hara N dan P pada tanaman kedelai (Mieke et 314 al. 1999), meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk P dan mengurangi pemberian kapur pada tanah masam, serta meningkatkan hasil tanaman kedelai, kacang tanah, kacang hijau, jagung, dan ubi jalar (Simanungkalit 1999), juga dapat meningkatkan jumlah dan bobot umbi kentang (Pandan et al. 1999). Namun demikian, untuk tanaman cabai dan kubis, perlu diteliti efektivitas dan efisiensi mikroba seperti cendawan mikoriza terhadap pertumbuhan, hasil maupun terhadap pengurangan penggunaan pupuk anorganik pada tanaman cabai dan kubis. Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh cendawan mikoriza dan aplikasi pupuk anorganik terhadap pertumbuhan, hasil serta serapan hara tanaman cabai dan kubis di dataran tinggi. Hipotesis penelitian yaitu pemanfaatan cendawan mikoriza dan dosis pupuk anorganik yang tepat dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman cabai dan kubis. Selain itu, cendawan mikoriza juga dapat mengurangi penggunaan pupuk anorganik pada tanaman cabai dan kubis dalam kaitannya dengan usahatani yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. BAHAN DAN METODE Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Jawa Barat, dengan jenis tanah Andisol dan ketinggian 1.250 m dpl., dari bulan Juni sampai September 2005. Perlakuannya yaitu kombinasi dari pupuk anorganik NPK dan inokulasi mikoriza pada beberapa taraf. Rancangan percobaan menggunakan acak kelompok faktorial dengan 2 faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor perlakuan terdiri atas: A = Inokulasi mikoriza : a1. tanpa inokulasi mikoriza a2. dengan inokulasi mikoriza B = Pupuk NPK: b1. 0 kg/ha b2. 250 kg/ha b3. 500 kg/ha b4. 750 kg/ha b5. 1.000 kg/ha Rosliani, R. dan N. Sumarni: Pemanfaatan Mikoriza dan Aplikasi Pupuk Anorganik ... Varietas cabai yang digunakan yaitu varietas hibrida Hot Beauty dan varietas kubis yaitu Green Coronet. Bahan organik yang digunakan yaitu pupuk kandang kuda 60 t/ha, yang diberikan seminggu sebelum tanam. Pupuk NPK yang digunakan merupakan pupuk majemuk (NPK 1616-16). Tanaman cabai ditumpangsarikan dengan tanaman kubis dengan jarak tanam 60x70 cm, di mana kubis ditanam di antara tanaman cabai dalam barisan. Satu bedengan berisi 2 barisan cabai dan kubis yang diletakkan secara zigzag. Kubis ditanam 2 minggu setelah tanam cabai. Bedengan penanaman cabai dan kubis memakai mulsa plastik hitam perak. Luas petak percobaan yaitu 12 m2. Mikoriza yang digunakan adalah Glomus sp. dan diberikan dalam bentuk inokulum (tanah sebagai pembawa) sebanyak 10 g per tanaman yang mengandung 8-9 spora mikoriza. Mikoriza diberikan di persemaian, yaitu dengan cara dicampurkan pada media semaian dan bumbunan. Semaian cabai dan kubis (umur sekitar 7 hari) dibumbun dengan media bekas semaian dan media bumbunan yang mengandung mikoriza. Bibit kubis yang berumur 4 minggu sejak semai atau setelah berumur 3 minggu di bumbunan, ditanam di lapangan, sedangkan bibit cabai dipindah ke lapangan setelah berumur 5 minggu sejak semai atau 4 minggu di bumbunan. Pemeliharaan tanaman di lapangan terutama untuk pengendalian hama trips dan apids pada cabai dilakukan dengan menyemprotkan insektisida abamektin (Agrimec 18 EC 0,5 ml/l) dan spinosad (Tracer 120 SC 0,5 ml/l), sedangkan untuk pengendalian ulat daun pada kubis dilakukan dengan menyemprotkan insektisida abamektin (Agrimec 18 EC 0,5 ml/l) (Moekasan et al. 2005). Pengamatan meliputi: (1) Pertumbuhan tanaman di persemaian, yaitu persentase biji yang berkecambah dan tinggi bibit umur 2 minggu sejak biji disemai atau 1 minggu setelah dibumbun dan 4 minggu sejak biji disemai atau 3 minggu setelah dibumbun untuk kubis, serta bibit umur 3 minggu sejak biji disemai atau 1 minggu setelah dibumbun dan 5 minggu sejak biji disemai atau 3 minggu setelah dibumbun untuk cabai. (2) Pertumbuhan tanaman umur 75 hari setelah tanam (HST) di lapangan, yaitu tinggi tanaman, dengan mengukur tanaman dari permukaan tanah sampai titik tumbuh tanaman dan bobot kering tanaman dengan cara mengeringkan tanaman sampel yang segar menggunakan oven pada suhu 50oC selama +3 hari. (3) Hasil cabai dan kubis per tanaman dan per petak. Cabai dipanen 5 kali dan kubis dipanen sekaligus umur 90 HST. (4) Serapan hara tanaman umur 90 HST dengan cara 1 tanaman cabai dan kubis dikeringkan pada oven dengan suhu 50 oC selama +3 hari, kemudian dianalisis konsentrasi N, P, dan K di Laboratorium Tanah dan Tanaman Balitsa dengan metode pengabuan basah menggunakan H 2SO 4 dan H 2O 2 untuk N dan P, metode pengabuan basah dengan menggunakan HNO3 dan HClO4 untuk K. (5) Sifat kimia tanah sebelum percobaan dan residu hara di dalam tanah sesudah percobaan. Analisis kimia untuk residu hara dilakukan secara komposit dari setiap perlakuan untuk semua ulangan. (6) Populasi mikroba sesudah percobaan dengan metode media selektif. Pengamatan populasi mikroba dilakukan secara komposit, yaitu contoh tanah diambil dari setiap perlakuan tiap ulangan. Kemudian perlakuan yang sama pada setiap ulangan disatukan dan dicampur secara rata, selanjutnya diambil sebanyak 0,25 kg untuk dianalisis/diamati populasi mikrobanya. (7) Derajat infeksi akar setelah percobaan diamati dengan metode pewarnaan akar menggunakan pewarna chlorozol black E. Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop dengan melihat struktur dan tingkat infeksi CMA yang terdapat dalam akar. Cara menghitung persentase akar yang terinfeksi yaitu dengan menghitung panjang akar yang terinfeksi dibagi panjang akar sampel yang diamati x100 %. Data dianalisis menggunakan uji-F dan uji lanjut Duncan (DMRT) pada taraf 5%, kecuali untuk pertumbuhan tanaman di persemaian, analisis hara tanah (residu) setelah percobaan, populasi mikroba dan derajat infeksi akar tidak dianalisis secara statistik. 315 J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009 HASIL DAN PEMBAHASAN Persemaian Pengamatan daya kecambah dan pertumbuhan bibit cabai dan kubis di persemaian disajikan pada Tabel 1. Data pengamatan tidak dianalisis secara statistik, karena hanya diamati 1 faktor perlakuan, yaitu antara tanaman yang diinokulasi mikoriza dengan tanaman yang tidak diinokulasi mikoriza. Hasil pengamatan di persemaian menunjukkan bahwa biji cabai yang diinokulasi mikoriza, berkecambah lebih banyak daripada biji cabai yang tidak diinokulasi mikoriza. Persentase biji cabai yang berkecambah pada biji yang diinokulasi sekitar 97%, sedangkan pada biji tanpa inokulasi mikoriza sekitar 63%. Selain mempunyai persentase perkecambahan lebih tinggi, mikoriza juga meningkatkan pertumbuhan bibit sebelum dan sesudah dipindah ke bumbunan. Tampak bahwa tinggi bibit cabai di bumbunan pada cabai yang diinokulasi mikoriza umur 2 minggu rerata 10,2 cm, sedangkan pada cabai yang tidak diinokulasi rerata 5,3 cm. Pada umur 4 minggu, tinggi bibit cabai yang diinokulasi mikoriza rerata mencapai 15,4 cm, sedangkan bibit cabai yang tidak diinokulasi rerata 9,9 cm. Bibit cabai yang siap dipindah ke lapangan adalah bibit yang mempunyai tinggi 9-10 cm dan berdaun sekitar 5-6 helai. Jadi dengan inokulasi mikoriza dapat menghemat waktu pembibitan di persemaian sekitar 2 minggu. Selanjutnya hasil pengamatan pada tanaman kubis menunjukkan umumnya tidak ada perbedaan persentase perkecambahan maupun tinggi bibit antara biji yang diinokulasi dengan yang tidak diinokulasi mikoriza. Tidak berpengaruhnya mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman kubis kemungkinan disebabkan mikoriza tidak dapat berasosiasi dengan tanaman kubis. Menurut Setiadi (2001), tidak semua jenis tanaman dapat memberikan respons pertumbuhan positif terhadap inokulasi mikoriza, karena hal ini sangat bergantung dari tingkat mycorrhizal dependency dari tanaman tersebut. Persentase biji kubis yang berkecambah pada tanaman kubis yang diinokulasi dan tidak diinokulasi sekitar 88-90% dan tinggi bibit kubis sekitar 4,6-4,8 cm pada umur 2 minggu dan 10,5 -10,9 cm pada umur 4 minggu. Lapangan Sifat Kimia Tanah Pecobaan Tanah percobaan mempunyai struktur gembur dengan kemasaman tinggi, kandungan bahan organik tanah sangat tinggi, dan N total tanah juga tinggi. Dekomposisi tanah berjalan dengan baik yang ditandai dengan C/N rasio yang sedang. Kandungan P tersedia tanah rendah karena pada tanah-tanah yang bersifat masam P difiksasi oleh Al dan Fe, sedangkan kandungan K tergolong tinggi. Kapasitas tukar kation tanah cukup Tabel 1. Perkecambahan dan pertumbuhan bibit cabai dan kubis di persemaian yang diinokulasi dan tidak diinokulasi mikoriza (The germination and seedling growth on the nursery with and without mycorrhizae inoculated) Perlakuan (Treatments) Cabai (Hot pepper): Tanpa mikoriza (Without mycorrhizae) Dengan mikoriza (With mycorrhizae) Biji yang berkecambah (Germinated seed) % 63 5,3 9,9 97 10,2 15,2 Umur 2 minggu (Age of 2 weeks) 4,6 Umur 4 minggu (Age of 4 weeks) 10,5 4,8 10,9 Kubis (Cabbage) Tanpa mikoriza 88 (Without mycorrhizae) Dengan mikoriza 90 (With mycorrhizae) Data tidak dianalisis statistik (The data was not analyzed statistically) 316 Tinggi bibit (Plant height of seedling) Umur 3 minggu Umur 5 minggu (Age of 3 weeks) (Age of 5 weeks) .......................... cm ......................... Rosliani, R. dan N. Sumarni: Pemanfaatan Mikoriza dan Aplikasi Pupuk Anorganik ... baik yang disebabkan oleh kandungan bahan organik yang tinggi, namun kation-kation di dalam tanah sangat rendah. Meskipun C organik atau kandungan bahan organik tanah Andisol tergolong tinggi, tetap diperlukan penambahan bahan organik. Hal ini untuk mempertahankan produktivitas lahan dan juga karena struktur tanah Andisol yang gembur atau sarang menyebabkan daya memegang air dan unsur hara rendah. Demikian juga halnya dengan unsur-unsur hara N dan K. Meskipun kandungan N dan K di dalam tanah tergolong tinggi, namun dari beberapa hasil penelitian pada tanaman tomat dan kentang (Rosliani dan Sumarni 2002), untuk meningkatkan hasil yang tinggi penambahan N dan K masih diperlukan pada tanah Andisol. Hal tersebut juga terbukti dari hasil percobaan ini, di mana penambahan pupuk NPK lengkap meningkatkan hasil cabai dan kubis (Tabel 5). Pupuk kandang yang digunakan belum terdekomposisi dengan baik yang ditandai dengan C/N rasio yang tinggi (=26). Kandungan C organik termasuk sangat tinggi (>5%). Kandungan N organik pupuk kandang juga sangat tinggi (>0,5%). Kandungan P dan K tergolong sedang. Pupuk kandang yang belum matang diaplikasikan 2 minggu sebelum tanam agar dapat menjadi matang. Sifat kimia tanah dan pupuk kandang kuda disajikan pada Tabel 2. Pertumbuhan Cabai dan Kubis Tidak terjadi interaksi antara inokulasi mikoriza dengan pemberian pupuk NPK terhadap pertumbuhan tinggi tanaman dan bobot kering tanaman cabai dan kubis. Begitu pula dengan inokulasi mikoriza secara independen, tidak berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi tanaman maupun bobot kering tanaman cabai dan kubis (Tabel 3). Pertumbuhan tanaman cabai dan kubis hanya dipengaruhi oleh pemberian pupuk NPK. Untuk mendapatkan pertumbuhan tanaman cabai yang tinggi perlu penambahan unsur hara dari pupuk anorganik. Penambahan pupuk NPK sebanyak 250 kg/ha mampu meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman dari 41,7 cm menjadi 45,9 cm atau peningkatan sekitar 10,07%. Penambahan pupuk NPK pada dosis yang lebih tinggi (500, 750, 1.000 kg NPK/ha) tidak menunjukkan pertumbuhan tanaman yang berbeda nyata secara statistik. Pupuk yang diberikan pada tanaman tidak hanya digunakan untuk pertumbuhan tinggi tanaman saja, tetapi juga digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan organ lainnya, seperti bobot kering tanaman maupun hasil tanaman (buah cabai). Kemungkinan pada dosis yang tinggi, pupuk yang diberikan lebih digunakan untuk perkembangan hasil tanaman sampai batas dosis tertentu, sehingga untuk pertumbuhan Tabel 2. Sifat kimia tanah dan pupuk kandang sebelum percobaan (Soil and stable manure chemical properties before experiment) Sifat kimia (Chemical properties) pH H2O C-organik (%) N total (%) C/N P2O5 Bray 1 (ppm) K2O Morgan (ppm) Nilai tukar kation (Cation exchangable value): Ca (me/100g) Mg (me/100g) K (me/100g) Na (me/100g) Kapasitas tukar kation (Cation exchangable capacity), me/100g Kejenuhan basa (Base saturated), % Tanah (Soil) 4,7 5,75 0,68 8 15,9 48,3 Sifat kimia (Chemical properties) Kadar air (Water content), % C-organik, % N-organik, % C/N P, % K, % Pupuk kandang (Stable manure) 35,5 25,42 0,97 26 0,34 0,74 2,61 0,46 0,10 0,02 33,46 10,00 317 J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009 Tabel 3. Pengaruh inokulasi mikoriza dan pupuk NPK terhadap tinggi tanaman dan bobot kering tanaman cabai dan kubis pada umur 75 HST (The effect of mycorrhizae inoculation and NPK fertilizer on plant height and dry weight of plant on hot pepper and cabbage at 75 DAP) Perlakuan (Treatments) Cabai (Hot pepper) Tinggi Bobot kering tanaman tanaman/ (Plant height) (Plant dry weight) cm g/tan (plant) Kubis (Cabbage) Tinggi Bobot kering tanaman tanaman (Plant height) (Plant dry weight) cm g/tan (plant) Inokulasi mikoriza (Mycorhizae inoculation) Tanpa (Without) Dengan (With) 46,2 a 47,8 a 50,8 a 54,5 a 41,42 a 41,77 a 235,9 a 256,3 a Dosis pupuk NPK (Dosage of NPK fertilizer), kg/ha 0 250 500 750 1.000 KK (CV), % 41,7 b 45,9 a 48,0 a 48,3 a 50,9 a 9,00 37,1 b 50,8 ab 55,1 a 61,9 a 58,4 a 23,88 40,02 c 40,28 c 41,28 bc 43,68 a 42,50 ab 3,95 254,1 a 225,3 a 223,9 a 264,9 a 262,3 a 14,62 tinggi tanaman, pengaruhnya tidak nyata secara statistik, antara berbagai dosis pupuk NPK yang diaplikasikan, sedangkan peningkatan bobot kering tanaman, baru nyata pada dosis 500 kg NPK/ha, di mana terjadi peningkatan dari 37,1 g/tanaman menjadi 55,1 g/tanaman atau sekitar 48,52%, dan peningkatan dosis yang lebih tinggi tidak memberikan perbedaan bobot kering yang nyata. Pada tanaman kubis, aplikasi pupuk anorganik NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman umur 75 HST. Peningkatan pupuk NPK sampai 750 kg/ha, nyata meningkatkan pertumbuhan tanaman kubis. Perlakuan dosis pupuk tersebut lebih efisien dibandingkan dengan dosis 1.000 kg/ha (dosis standar), bahkan pada pemberian dosis standar, pertumbuhan cenderung lebih rendah. Terhadap bobot kering tanaman, secara statistik aplikasi pupuk anorganik NPK tidak berpengaruh nyata, namun secara visual ada kecenderungan, bobot kering tanaman pada dosis 750-1.000 kg NPK/ha, lebih tinggi daripada tanpa aplikasi pupuk NPK maupun dosis pupuk NPK yang rendah (250-500 kg NPK/ha). Tabel 4. Interaksi antara inokulasi mikoriza dengan pupuk NPK terhadap bobot buah cabai pada tanaman sampel (Interaction of mycorrhizae and NPK fertilizer on fruit weight of sample plant hot pepper) Perlakuan (Treatments) Dosis pupuk NPK Inokulasi mikoriza (Dosage of NPK fertilizer) (Mycorrhizae inoculation) kg/ha 0 Tanpa (Without) 250 500 750 1.000 Dengan (With) 318 0 250 500 750 1.000 Bobot buah cabai (Fruit weight of hot pepper) g/2 tan. (2 plant) 754 a 1.036 ab 932 ab 1.371 b 1.570 b 937 ab 1.371 b 1.371 b 1.205 b 1.215 b Rosliani, R. dan N. Sumarni: Pemanfaatan Mikoriza dan Aplikasi Pupuk Anorganik ... Hasil Cabai dan Kubis Terjadi interaksi antara inokulasi mikoriza dengan pupuk NPK terhadap bobot buah cabai per tanaman (Tabel 4). Hal ini berarti bahwa kebutuhan pupuk NPK bergantung pada inokulasi mikoriza. Pada Tabel 4 tampak bahwa tanpa inokulasi mikoriza, semakin tinggi penambahan pupuk NPK, semakin tinggi buah cabai yang dihasilkan, di mana dosis pupuk NPK 1.000 kg/ha menghasilkan bobot buah per tanaman tertinggi. Dengan inokulasi mikoriza, untuk menghasilkan bobot buah yang tinggi yaitu 1.371 g/2 tanaman, hanya membutuhkan pupuk NPK 250 kg/ha. Peningkatan dosis NPK yang lebih tinggi pada tanaman cabai yang diinokulasi, menjadi tidak efisien untuk menghasilkan buah cabai. Menurut Ganry et al. (1982), Alagawadi dan Gaur (1988), dan Kundu dan Gaur (1980), kolonisasi mikoriza, mikroba pengikat N, dan pelarut fosfat pada akar di sekitar rizosfir dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman. Interaksi antara inokulasi mikoriza dengan pupuk NPK tidak nyata terhadap bobot buah cabai dan kubis per petak. Perlakuan inokulasi mikoriza tampaknya tidak meningkatkan bobot cabai per petak (Tabel 5). Bahkan ada kecenderungan inokulasi mikoriza menurunkan bobot buah cabai per petak. Hal ini berhubungan dengan jumlah tanaman yang dapat dipanen lebih rendah (sekitar 30%) daripada yang tidak diinokulasi mikoriza. Dari pengamatan secara visual di persemaian, inokulasi mikoriza lebih berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit cabai. Inokulasi mikoriza meningkatkan perkecambahan biji cabai (+30%) dan mempercepat umur bibit cabai (14 hari). Artinya inokulasi mikoriza dapat mempercepat semaian cabai dan waktu tanam di lapangan. Akan tetapi karena waktu penanaman bibit di lapangan dilakukan pada umur 5 minggu setelah semai, maka bibit cabai yang diinokulasi mikoriza sudah terlalu besar. Bibit yang terlalu besar mengalami kesulitan beradaptasi di lapangan, maka di lapangan tanaman yang diinokulasi mikoriza lebih banyak yang mati. Akibatnya jumlah tanaman yang dapat dipanen dan jumlah buah total pada tanaman yang diinokulasi mikoriza lebih sedikit (sekitar 20%) daripada tanaman cabai yang tidak diinokulasi mikoriza. Meskipun per tanaman sampel menunjukkan bahwa ada pengaruh yang nyata dari inokulasi mikoriza. Pemberian pupuk NPK berpengaruh nyata terhadap peningkatan bobot buah cabai per petak (Tabel 5). Semakin tinggi dosis NPK semakin tinggi bobot buah cabai per petak. Pemberian pupuk NPK 750 kg/ha sangat nyata meningkatkan buah cabai. Peningkatan dosis NPK yang lebih tinggi sampai 1.000 kg/ha, menjadi tidak efisien lagi. Sejalan dengan pertumbuhan tanaman (tinggi tanaman dan bobot kering tanaman), pengaruh mikoriza juga tidak tampak pada hasil kubis per petak (Tabel 5). Pada Tabel 5 tampak bahwa hasil kubis per petak tidak berbeda nyata antara Tabel 5. Pengaruh inokulasi mikoriza dan pupuk NPK terhadap hasil cabai dan kubis per petak (The effect of mycorrhizae inoculation and NPK fertilizer on yield of hot pepper and cabbage per plot) Perlakuan (Treatments) Inokulasi mikoriza (Mycorrhizae inoculation) Tanpa (Without) Dengan (With) Dosis pupuk NPK (Dosage of NPK fertilizer), kg/ha 0 250 500 750 1.000 KK (CV), % Bobot buah cabai per petak (Weight of hot pepper fruit per plot) kg/petak Bobot kubis per petak (Weight of cabbage per plot) kg/petak 6,71 a 5,99 a 138,81 a 143,77 a 4,53 c 6,22 b 5,96 b 7,26 a 7,74 a 10,18 130,45 b 137,93 b 138,35 b 151,38 a 148,31 a 5,28 319 J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009 perlakuan mikoriza dengan perlakuan tanpa mikoriza, sedangkan pada perlakuan pupuk NPK, dosis 750 kg NPK, nyata meningkatkan bobot bersih kubis per petak. Serapan P oleh Tanaman Cabai dan Kubis Tidak terjadi interaksi antara inokulasi mikoriza dengan pupuk NPK terhadap serapan P tanaman cabai. Secara independen, inokulasi mikoriza meningkatkan serapan P oleh tanaman cabai (Tabel 6). Bethlenfalvey et al. 1985 dan Bolan (1991) menyatakan bahwa pengaruh menguntungkan dari mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman sering dihubungkan dengan peningkatan serapan hara yang tidak mobil, terutama fosfor (P). Hasil penelitian pada tanaman kedelai juga menunjukkan bahwa inokulasi cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan hara N dan P (Mieke et al. 1999), sedangkan pupuk NPK tidak berpengaruh nyata terhadap serapan hara P tanaman cabai. Tabel 6. Pengaruh inokulasi mikoriza dan pupuk NPK terhadap serapan P tanaman cabai (The effect of mycorrhizae inoculation and NPK fertilizer on P uptake by plant of hot pepper) Serapan P oleh tanaman cabai (P uptake by plant of hot pepper) g/tanaman (plant) Perlakuan (Treatments) Inokulasi mikoriza (Mycorrhizae inoculation) Tanpa (Without) Dengan (With) 0,057 b 0,078 a Dosis pupuk NPK (Dosage of NPK fertilizer), kg/ha 0 250 500 750 1.000 KK (CV), % 0,064 a 0,065 a 0,067 a 0,065 a 0,075 a 15,97 Tabel 7. Interaksi antara inokulasi mikoriza dan pupuk NPK terhadap serapan P tanaman kubis (Interaction of mycorrhizae inoculation and NPK fertilizer on P uptake by plant of cabbage) Perlakuan (Treatments) Dosis pupuk NPK Inokulasi mikoriza (Dosage of NPK fertilizer) (Mycorrhizae inoculation) kg/ha Serapan P oleh tanaman kubis (P uptake by plant of cabbage) g/tanaman (plant) Tanpa (Without) 0 250 500 750 1.000 1,05 b 0,74 c 0,84 c 1,13 b 1,01 b Dengan (With) 0 250 500 750 1.000 1,14 b 1,48 a 1,29 a 1,48 a 1,06 b 15,09 KK (CV), % 320 Rosliani, R. dan N. Sumarni: Pemanfaatan Mikoriza dan Aplikasi Pupuk Anorganik ... Tabel 8. Derajat infeksi akar tanaman cabai dan populasi mikroba tanah pada berbagai perlakuan inokulasi mikoriza dan pupuk NPK (Degree of root infection and soil microbe population on various treatments of mycorrhizae inoculation and NPK fertilizer) Perlakuan (Treatments) Derajat infeksi akar (Degree of root infection) % Populasi mikroba tanah (Soil microbe population) koloni/g tanah (coloni/g soil) 5,0 9,6 3,12 x 108 5,62 x 108 Inokulasi mikoriza (Mycorrhizae inoculation) Tanpa (Without) Dengan (With) Dosis pupuk NPK (Dosage of NPK fertilizer), kg/ha 0 7,5 250 9,0 500 9,5 750 12,0 1.000 14,5 Data tidak dianalisis statistik (The data was not analyzed statistically) Pada tanaman kubis, tampak bahwa untuk serapan P oleh tanaman terjadi interaksi yang nyata antara tanaman yang diinokulasi mikoriza dengan aplikasi pupuk NPK (Tabel 7). Inokulasi mikoriza nyata meningkatkan serapan P oleh tanaman kubis terutama pada dosis 250-750 kg NPK/ha. Peranan mikoriza adalah membantu akar tanaman melalui hifa yang terbentuk untuk dapat menjangkau hara P bahkan pada jarak yang jauh untuk diserap tanaman (Setiadi 2001). Derajat Infeksi Akar dan Populasi Mikroba Data derajat infeksi akar dan populasi mikroba tidak dianalisis statistik. Inokulasi mikoriza meningkatkan infeksi akar tanaman cabai yang tercermin dari derajat infeksi akar yang lebih tinggi daripada tanaman cabai yang tidak diinokulasi mikoriza (Tabel 8). Derajat infeksi akar pada tanaman bermikoriza yaitu 9,6%, sedangkan tanpa mikoriza sekitar 5,0%. Pada tanaman cabai yang tidak diinokulasi mikoriza, adanya derajat infeksi akar kemungkinan karena tanah atau pupuk kandang dapat mengandung berbagai mikroba, termasuk mikoriza. Bahan organik tanah mempunyai hubungan terhadap pertumbuhan jamur VAM dalam tanah dan pada infeksi akar tanaman (Subba Rao 1982). Begitu pula dengan peningkatan dosis NPK dapat meningkatkan derajat infeksi akar tanaman cabai. Semakin tinggi dosis NPK dapat semakin tinggi derajat infeksi akar. Pemberian pupuk NPK menyebabkan pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman semakin tinggi, 4,38 x 108 6,25 x 108 3,13 x 108 2,48 x 108 2,63 x 108 sehingga kemungkinan semakin banyak akar yang dapat diinfeksi oleh mikoriza. Mikroba tanah umumnya ditemukan baik pada perlakuan tanpa mikoriza maupun pada perlakuan dengan mikoriza (Tabel 7). Populasi mikroba tanah total pada perlakuan tanpa mikoriza, yaitu 3,12x108 koloni/g tanah. Adanya mikroba tanah pada perlakuan tanpa mikoriza, selain berasal dari tanah juga dari pemberian pupuk kandang. Percobaan yang dilakukan Rosliani et al. (2006) menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang domba meningkatkan populasi P. fluorescens, Trichoderma sp., dan Bacillus sp. Bahan organik menyediakan nutrisi untuk mikroorganisme untuk mengembangbiakkan dirinya, sehingga meningkatkan aktivitas mikroba dalam tanah (Abbott dan Tucker 1973). Populasi mikroba tanah meningkat dengan inokulasi mikoriza menjadi 5,62 x 108 koloni/g tanah. Hasil ini menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza dapat memengaruhi mikroba tanah pada rizosfir tanaman. Azcon et al. (1976) menemukan bahwa mikroba tanah terutama bakteri pelarut fosfat, bertahan lebih lama di sekitar akar yang bermikoriza daripada akar yang tidak bermikoriza pada jagung dan lavender serta seringkali bersinergi dengan mikoriza untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk 250 kg NPK/ha meningkatkan populasi mikroba tanah. Namun pada dosis yang lebih tinggi pemberian pupuk NPK menurunkan populasi mikroba tanah. Diduga pemberian pupuk yang tinggi akan 321 J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009 Tabel 9. Residu hara tanah setelah percobaan (Soil nutrient residual after experiment) Perlakuan (Treatments) Inokulasi mikoriza (Mycorhizae inoculation) Tanpa (Without) Dengan (With) pH H2O Bahan organik (Organic matter) C (%) N (%) C/N P2O5 ppm K2O ppm 7,07 6,79 0,53 0,48 14 14 24,08 20,68 166,82 171,84 0,61 0,47 0,49 0,48 0,48 11 16 15 14 15 16,85 20,25 32,10 20,30 22,40 166,85 213,30 152,45 168,60 145,45 4,58 4,64 Dosis pupuk NPK (Dosage of NPK fertilizer), kg/ha 0 4,70 6,59 250 4,70 7,12 500 4,60 7,23 750 6,81 4,55 1.000 4,50 6,83 Data tidak dianalisis statistik (The data was not analyzed statistically) mempercepat dekomposisi bahan organik, sehingga bahan organik sebagai sumber nutrisi untuk berkembangbiaknya mikroba pada perlakuan pupuk NPK dosis tinggi, menjadi berkurang. Pada perlakuan tanpa pupuk NPK, populasi mikroba tanah sekitar 4,38 x 108 koloni/g tanah dan meningkat menjadi 6,25 x 108 koloni/g tanah pada perlakuan 250 kg NPK/ha. Namun pada dosis di atas 250 kg NPK/ha (500, 750, 1.000 kg NPK/ha), populasinya menurun (3,13 x 108, 2,48 x 108, dan 2,63 x 108). Residu Hara Data residu tanah sesudah percobaan tidak dianalisis statistik. Sesudah percobaan, pH tanah umumnya menurun baik pada perlakuan mikoriza maupun tanpa mikoriza dan aplikasi pupuk NPK pada dosis yang lebih tinggi (Tabel 9). Menurut Hinsinger dan Gilkes (1995), spesies tanaman mengeluarkan asam organik dari akar selama masa pertumbuhan. Penurunan pH pada perlakuan mikoriza (dari 4,7 menjadi 4,64) lebih rendah daripada perlakuan tanpa mikoriza (4,7 menjadi 4,58). Umumnya residu hara, kecuali N, meningkat baik pada perlakuan dengan mikoriza maupun tanpa mikoriza dan residu hara pada perlakuan tanpa mikoriza lebih tinggi daripada perlakuan dengan mikoriza, kecuali K2O tersedia. Gambaran yang sama juga terjadi pada aplikasi pupuk NPK. Aplikasi pupuk NPK ke dalam tanah umumnya menurunkan pH tanah tetapi meningkatkan kandungan hara tanah. Namun ada indikasi bahwa peningkatan dosis menurunkan pH tanah, kandungan C, N, P2O5, dan K2O. Penyerapan kandungan hara yang lebih 322 tinggi oleh tanaman pada perlakuan dosis pupuk yang lebih tinggi, menyebabkan residu hara menjadi lebih rendah daripada perlakuan pupuk NPK pada dosis yang lebih rendah. KESIMPULAN 1. Inokulasi mikoriza tidak meningkatkan pertumbuhan dan hasil kubis. 2. Inokulasi mikoriza meningkatkan persentase biji yang berkecambah dan pertumbuhan bibit cabai di persemaian, tetapi tidak meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai di lapangan. 3. Aplikasi pupuk NPK 750 kg/ha meningkatkan pertumbuhan tanaman dan hasil cabai dan kubis. 4. Tanpa inokulasi mikoriza, aplikasi pupuk NPK 1.000 kg/ha menghasilkan bobot buah sampel cabai tertinggi. 5. D e n g a n i n o k u l a s i m i k o r i z a , u n t u k menghasilkan bobot buah cabai yang tinggi hanya membutuhkan pupuk NPK 250 kg/ha. Dengan demikian, inokulasi mikoriza dapat mengurangi aplikasi pupuk NPK sebanyak ¼ dosis pupuk NPK. PUSTAKA 1. Abbot, J.L. and T.C. Tucker. 1973. Persistence of Manure Phosphorus Availability in Calcareous Soil. Soil. Sci. Soc. Am. Proc. 37:60-63. 2. Alagawadi, A.R. and A.C. Gaur. 1988. Associative Effect of Rhizobium and Phosphate Solubilizing Bacteria on The Yield and Nutrient Uptake of Chickpea. Plant and Soil. 105:241-246. Rosliani, R. dan N. Sumarni: Pemanfaatan Mikoriza dan Aplikasi Pupuk Anorganik ... 3. Azcon, R., J.M. Barea, and D.S.Hayman. 1976. Utilization of Rock Phosphate in Alkaline Soils by Plants Inoculated with Mycorrhizal Fungi and Phosphate Solubilizing Bacteria. Soil Biol. Biochem. 8:135-138. 4. Bethlenfalvey, G.J., J.M. Ulrich, and M.S. Brown. 1985. Plant Response to Mycorrhizal Fungi: Host, Endophyteand Soil Effects. Soil Sci. Soc. Am. J. 49:11641168. 5. Bolan, N. S., A. D. Robson, N. J. Barrow, and L. A. G. Aylmore. 1984. Specific Activity of Phosphorus in Mycorrhizal and Non-mycorrhizal Plants in Relation to the Availability of Phosphorus to Plants. Soil Biol. Biochem. 16:229-304. 6. __________. 1991. A Critical Review on the Role of Mycorrhizal Fungi in the Uptake Of Phosphorus by Plants. Plant and Soil. 134:189-207. 7. Ganry, F., H.G. Diem and Y.R. Dommergues. 1982. Effect of Inoculation with Glomus mosseae on Nitrogen Fixation by Fieldgrown Soybeans. Plant and Soil. 68:321-329. 8. Gianinazzi-Pearson, V., J. Fardeau, S. Asimi, and S. Gianinazzi. 1981. Source of Additional Phosphorus Absorber from Soil by Vesicular Arbuscular Mycorrhizal Soybeans. Physiol. Veg. 19:33-43. 9. Hilman, Y. dan Rosliani. 2002. Pemanfaatan Cacing Tanah (Lumbricus rubellus) untuk Meningkatkan Kualitas Hara dan Hasil Tanaman. J. Hort. 12(3):148-157. 10. Hirata, H., M. Toshihisa and H. Koiwa. 1988. Response of Chickpea Grown on Ando-soil to Vesicular-arbuscular Mycorrhizal Infection in Relation to the Level of Phosphorus Application. Soil Sci. Plant. Nutr. 34:441 -449. 11. Hinsinger, P. and R. J. Gilkes. 1997. Dissolution of Phosphate Rock in the Rhizosphere of Five Plant Species Grown in an Acid, P-fixing Mineral Substrate. Geoderma. 75: 231-249. 12. Kang, B.T., G.F. Wilson, and T.L. Lawson. 1986. Alley Cropping a Stable Alternating to Shifting Cultivation IITA. Ibadan. Nigeria. 12 p. 13. Kundu, B.S. and A.C. Gaur. 1980. Establishment of Nitrogen Fixing and Phosphate Solubilizing Bacteria in Rhizosphere and Their Effect on Yield and Nutrient Uptake of Wheat Crop. Plant and Soil. 57:223-230. 16. Nurtika, N. 1980. Pengaruh Pemupukan N, P dan K terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kubis. Bul. Penel. Hort. 18(4):9-18. 17. Pandan, R., Wicaksono dan R. Prematuri. 1999. Pengaruh Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Peningkatan Produktivitas dan Nilai Gizi Umbi Kentang (Solanum tuberosum L.). Setiadi, Y., S. Hadi, E. Santoso, M. Turjaman, R.S.B. Irianto, R. Premastury, D. Maryati, dan R. Widopratiwi (Eds.) Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I. Bogor, 15-16 Nopember. 1999. 383 Hlm. 18. Rosliani, R. dan N. Sumarni. 1998. Pemupukan NPK pada Tumpangsari Tanaman Bawang Merah dengan Cabai Merah. A.S.Duriat, R.S. Basuki, R.M. Sinaga, Y. Hilman, dan Z. Abidin (Eds.) Prosiding Seminar Nasional Tanaman Sayuran, Lembang. 733 Hlm. 19. ______________________. 2002. Pengaruh Pemupukan dengan Pupuk Majemuk Lengkap (Multihara) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tomat, Kentang, dan Kubis. Laporan Kerjasama Balai Penelitian Tanaman Sayuran dan Pusat Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu Bara Bandung. 38 Hlm. 20. _________ dan Y. Hilman. 2005. Inokulasi Glomus sp. dan Penggunaan Kascing untuk Meningkatkan Kesuburan Tanah, Serapan Hara, dan Hasil Tanaman Mentimun (Cucumis sativus). J. Hort. 15(1):29-36. 21. ___________________, dan N. Sumarni. 2006. Pengaruh Pemupukan Rock Fosfat, Pupuk Kandang Domba dan Inokulasi Mikoriza (vam) terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Mentimun pada Tanah Masam. J. Hort. 16(1):21-30 22. Setiadi, Y. 2001. Peranan Mikoriza Arbuskula dalam Rehabilitasi Lahan Kritis di Indonesia. D. H. Arief, Y. Sumarni, T. Simarmata, dan M. Setiawati (Eds.) Prosiding Seminar Nasional Penggunaan Cendawan Mikoriza dalam Sistem Pertanian Organik dan Rehabilitasi Lahan Kritis. Bandung, 23 April 2001. 383 Hlm. 23. Setiawati, W., B. K. Udiarto dan T.A. Soetiarso. 2008. Pengaruh Varietas dan Sistem Tanam Cabai Merah terhadap Penekanan Populasi Kutu Kebul. J. Hort. 18(1):55-61. 24. Sharma, R. 1985. Nutrient Drain. Dalam: Agarwal, A. and Narain, S. (Eds.). The State of India’s Environment 1984-85. The 2nd Citizens’ report (New Delhi: CSE), p.20 14. Mieke, R., B.N. Fitriatin dan P. Surjatmana. 1999. Pengaruh Mikoriza dan Pupuk Fosfat terhadap Derajat Infeksi Mikoriza dan Komponen Pertumbuhan Tanaman Kedele. Setiadi, Y., S. Hadi, E. Santoso, M. Turjaman, R.S.B. Irianto, R. Premastury, D. Maryati, dan R. Widopratiwi (Eds.) Prosiding Seminar Nasional Mikoriza I. Bogor, 15-16 Nopember 1999. 383 Hlm. 25. Simanungkalit, R.D.M. 1999. Penelitian Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskular pada Tanaman Pangan di Indonesia. Setiadi, Y., S. Hadi, E. Santoso, M. Turjaman, R.S.B. Irianto, R. Premastury, D. Maryanti, R. Widopratiwi (Eds.) Prosiding Seminar Nasional I. Bogor, 15-16 Nopember. 1999. 383 Hlm. 15. Moekasan, T.K., L. Prabaningrum, dan M.L. Ratnawati. 2005. Penerapan PHT pada Sistem Tanam Tumpangsari Bawang Merah dan Cabai. Monografi No. 19. Balai Penelitian Sayuran. 44 Hlm. 26. Subba Rao. 1982. Advances in Agricultural Microbiology. Butterworth and Co. (Pub.) Ltd. And Mohan Primlam, Oxford and IBH Pub. Co. Janpete New Delhi 110 001. 704 p. 323