Pemanfaatan Mikoriza dan Aplikasi Pupuk Anorganik pada

advertisement
Rosliani, R. dan N. Sumarni: Pemanfaatan Mikoriza
dan Aplikasi Pupuk Anorganik ...
J. Hort. 19(3):313-323, 2009
Pemanfaatan Mikoriza dan Aplikasi Pupuk Anorganik pada
Tumpangsari Cabai dan Kubis di Dataran Tinggi
Rosliani, R. dan N. Sumarni
Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Jl. Tangkuban Parahu 517, Lembang, Bandung 40391
Naskah diterima tanggal 17 April 2009 dan disetujui untuk diterbitkan tanggal 18 Agustus 2009
ABSTRAK. Percobaan dilaksanakan di Kebun Percobaan Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Jawa Barat
pada ketinggian tempat 1.250 m dpl. dari bulan Juni sampai September 2005. Jenis tanah percobaan Andisol. Tujuan
percobaan untuk mengetahui pengaruh mikoriza dan penggunaan pupuk anorganik terhadap pertumbuhan, serapan hara,
serta hasil tanaman cabai dan kubis yang ditanam secara tumpangsari di dataran tinggi. Perlakuan terdiri atas inokulasi
mikoriza Glomus sp. (dengan dan tanpa) dan dosis pupuk NPK (0, 250, 500, 750, dan 1.000 kg NPK/ha). Rancangan
percobaan menggunakan acak kelompok faktorial dengan 3 ulangan. Inokulasi mikoriza dilakukan di persemaian
dengan cara mencampurkannya dengan media. Waktu tanam cabai di lapangan, yaitu 2 minggu sebelum tanam kubis.
Hasil percobaan menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza tidak meningkatkan pertumbuhan dan hasil kubis. namun
dapat meningkatkan persentase biji yang berkecambah dan pertumbuhan bibit cabai di persemaian, walaupun tidak
meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai di lapangan. Aplikasi pupuk anorganik (NPK) meningkatkan pertumbuhan
tanaman serta hasil cabai dan kubis. Tanpa inokulasi mikoriza, aplikasi pupuk NPK 1.000 kg/ha menghasilkan bobot
buah sampel cabai tertinggi. Dengan inokulasi mikoriza, untuk menghasilkan bobot buah cabai yang tinggi hanya
membutuhkan pupuk NPK 250 kg/ha. Inokulasi mikoriza dapat mengurangi aplikasi pupuk NPK menjadi ¼ dosis
standar. Teknologi yang diperoleh dari penelitian ini sangat berguna untuk pengembangan usahatani cabai dan kubis
yang efisien dan berkelanjutan di dataran tinggi.
Katakunci: Capsicum annuum; Brassica oleracea; Mikoriza; Glomus sp.; Pupuk anorganik; Dosis; Tumpangsari;
Dataran tinggi.
ABSTRACT. Rosliani, R. and N. Sumarni. 2009. Application of Mycorrhizae and Anorganic Fertilizer on the
Growth, Nitrient Uptake, and Yield of Hot Pepper and Cabbage Intercropping on the Highland. The experiment
was conducted at Indonesian Vegetable Research Institute Experimental Site, Lembang, West Java. The objective
was to determine the effect of mycorrhizae inoculation and application of anorganic fertilizer on the growth, nutrient
uptake, and yield of hot pepper and cabbage intercropping on the highland. The treatments consisted of 2 rates of
mycorrhizae inoculation (with and without) and NPK anorganic fertilizer (0, 250, 500, 750, and 1,000 kg NPK/ha).
Overall, the experiment was arranged in a randomized block design comprises of 10 treatment combinations with 3
replicates. Mycorrhizae inoculation was done by mixing with seedling media in nursery. Hot pepper was transplanted
to the field 2 weeks before cabbage. The results showed that mycorrhizae inoculation did not increase the growth
and yield of cabbage. In the nursery, mycorrhizae inoculation increased percentage of the germinated seed and the
growth of hot pepper seedling, but it did not increase the growth of hot pepper in the field. Application of anorganic
fertilizer increased the growth and yield of both hot pepper and cabbage. Without mycorrhizae inoculation, application
of (NPK) anorganic fertilizer 1,000 kg/ha produced the highest fruit weight of hot pepper. While mycorrhizae
inoculation could reduce the use of anorganic fertilizer up to ¼ of standard dosage (250 kg NPK/ha). The results of
this experiment was very beneficial for hot pepper and cabbage farming system in the highland since it was more
efficient and sustainable.
Keywords:Capsicum annuum; Brassica oleracea; Mycorrhizae; Glomus sp.; Anorganic fertilizer; Dosage;
Intercropping; Highland.
Penggunaan bahan-bahan agrokimia, seperti
pupuk anorganik dan pestisida dalam usahatani
sayuran, selama ini berhasil melipatgandakan
produksi sayuran. Namun penggunaan input
produksi tersebut, terutama pupuk kimia, secara
terus menerus dan dengan dosis tinggi berdampak
negatif terhadap kerusakan lingkungan, seperti
menurunnya kesuburan tanah pertanian atau
dengan kata lain tidak ramah lingkungan dan tidak
berkelanjutan. Sharma (1985) melaporkan bahwa
pemupukan NPK terus menerus berpengaruh
negatif terhadap tanah maupun tanaman,
seperti menyebabkan pengurasan unsur mikro,
penurunan produktivitas, dan masalah hama
penyakit tanaman. Hasil penelitian pada tanaman
sayuran, termasuk cabai dan kubis, menunjukkan
penggunaan pupuk anorganik sekitar 150-175
kg N/ha, 150 kg P2O5/ha, dan 150 kg K2O/ha
dalam bentuk pupuk tunggal, seperti Urea, ZA,
SP-36, dan KCl atau sekitar 1.000 kg/ha NPK
majemuk cukup memadai untuk menghasilkan
produksi cabai dan kubis yang tinggi (Rosliani
dan Sumarni 1998, Nurtika 1980). Menurut
hasil survey yang dilakukan oleh Setiawati et al.
313
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009
(2008), penggunaan pupuk anorganik pada cabai
dan kubis di petani lebih tinggi lagi, yaitu 1.500
kg/ha NPK majemuk. Pengurangan penggunaan
bahan agrokimia, seperti pupuk anorganik, selain
dapat melestarikan kesuburan tanah, juga dapat
menghemat energi sehingga subsidi pemerintah
dapat dikurangi.
Penggunaan bahan organik dapat memperbaiki
kesuburan tanah dengan menyediakan unsur hara
untuk tanaman sayuran, memelihara produktivitas
tanah, dan memperbaiki sistem penanaman secara
berkelanjutan. Selain itu juga dapat membantu
pemecahan masalah polusi lingkungan. Bahan/
limbah organik yang dapat dimanfaatkan untuk
tujuan tersebut, antara lain limbah kebun,
limbah media jamur, sampah kota, atau pupuk
kandang. Bahan/limbah organik yang banyak
digunakan untuk budidaya sayuran di dataran
tinggi adalah pupuk kandang kuda (Lembang) dan
ayam (Pangalengan), sedangkan domba banyak
digunakan di dataran rendah-medium. Masalah
yang dihadapi dari limbah organik adalah suplai
hara limbah organik dalam budidaya sayuran
seringkali belum optimal karena tingkat pelepasan
unsur hara berjalan lambat. Hal ini ditunjukkan
oleh beberapa penelitian yang telah dilakukan
oleh Kang et al. (1986), dan Hilman dan Rosliani
(2002).
Keefektifan bahan organik melalui percepatan
proses dekomposisi bahan atau limbah organik
dan pelepasan hara bagi tanaman cabai dan
kubis, dapat ditempuh dengan penggunaan
mikroorganisme dekomposer atau mikroorganisme
efektif, seperti cendawan mikoriza. Cendawan
ini berperan sebagai biofertilizer, bioprotektor,
dan bioregulator yang menjadikannya sebagai
agens biologi yang ramah lingkungan. Menurut
Gianinazzi-Person et al. (1981), Bolan et al.
(1984), dan Hirata et al. (1988), cendawan
mikoriza atau versiculer arbuskular mycorrhizae
(VAM) sering mempunyai pengaruh positif
terhadap pertumbuhan dan proses-proses
fisiologi lain pada tanaman. Bolan (1991)
menyatakan bahwa pengaruh menguntungkan
VAM terhadap pertumbuhan tanaman sering
dihubungkan dengan peningkatan serapan hara
yang tidak mobil, terutama fosfor (P). Beberapa
hasil penelitian menunjukkan bahwa inokulasi
cendawan mikoriza dapat meningkatkan serapan
hara N dan P pada tanaman kedelai (Mieke et
314
al. 1999), meningkatkan efisiensi penggunaan
pupuk P dan mengurangi pemberian kapur pada
tanah masam, serta meningkatkan hasil tanaman
kedelai, kacang tanah, kacang hijau, jagung,
dan ubi jalar (Simanungkalit 1999), juga dapat
meningkatkan jumlah dan bobot umbi kentang
(Pandan et al. 1999). Namun demikian, untuk
tanaman cabai dan kubis, perlu diteliti efektivitas
dan efisiensi mikroba seperti cendawan mikoriza
terhadap pertumbuhan, hasil maupun terhadap
pengurangan penggunaan pupuk anorganik pada
tanaman cabai dan kubis.
Tujuan penelitian untuk mengetahui pengaruh
cendawan mikoriza dan aplikasi pupuk anorganik
terhadap pertumbuhan, hasil serta serapan hara
tanaman cabai dan kubis di dataran tinggi.
Hipotesis penelitian yaitu pemanfaatan cendawan
mikoriza dan dosis pupuk anorganik yang tepat
dapat meningkatkan pertumbuhan dan hasil
tanaman cabai dan kubis. Selain itu, cendawan
mikoriza juga dapat mengurangi penggunaan
pupuk anorganik pada tanaman cabai dan kubis
dalam kaitannya dengan usahatani yang ramah
lingkungan dan berkelanjutan.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan
Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang,
Jawa Barat, dengan jenis tanah Andisol dan
ketinggian 1.250 m dpl., dari bulan Juni sampai
September 2005. Perlakuannya yaitu kombinasi
dari pupuk anorganik NPK dan inokulasi mikoriza
pada beberapa taraf. Rancangan percobaan
menggunakan acak kelompok faktorial dengan 2
faktor perlakuan dan 3 ulangan. Faktor perlakuan
terdiri atas:
A = Inokulasi mikoriza :
a1. tanpa inokulasi mikoriza
a2. dengan inokulasi mikoriza
B = Pupuk NPK:
b1. 0 kg/ha
b2. 250 kg/ha
b3. 500 kg/ha
b4. 750 kg/ha
b5. 1.000 kg/ha
Rosliani, R. dan N. Sumarni: Pemanfaatan Mikoriza
dan Aplikasi Pupuk Anorganik ...
Varietas cabai yang digunakan yaitu varietas
hibrida Hot Beauty dan varietas kubis yaitu Green
Coronet. Bahan organik yang digunakan yaitu
pupuk kandang kuda 60 t/ha, yang diberikan
seminggu sebelum tanam. Pupuk NPK yang
digunakan merupakan pupuk majemuk (NPK 1616-16). Tanaman cabai ditumpangsarikan dengan
tanaman kubis dengan jarak tanam 60x70 cm, di
mana kubis ditanam di antara tanaman cabai dalam
barisan. Satu bedengan berisi 2 barisan cabai
dan kubis yang diletakkan secara zigzag. Kubis
ditanam 2 minggu setelah tanam cabai. Bedengan
penanaman cabai dan kubis memakai mulsa
plastik hitam perak. Luas petak percobaan yaitu
12 m2. Mikoriza yang digunakan adalah Glomus
sp. dan diberikan dalam bentuk inokulum (tanah
sebagai pembawa) sebanyak 10 g per tanaman
yang mengandung 8-9 spora mikoriza. Mikoriza
diberikan di persemaian, yaitu dengan cara
dicampurkan pada media semaian dan bumbunan.
Semaian cabai dan kubis (umur sekitar 7 hari)
dibumbun dengan media bekas semaian dan media
bumbunan yang mengandung mikoriza. Bibit
kubis yang berumur 4 minggu sejak semai atau
setelah berumur 3 minggu di bumbunan, ditanam
di lapangan, sedangkan bibit cabai dipindah ke
lapangan setelah berumur 5 minggu sejak semai
atau 4 minggu di bumbunan. Pemeliharaan
tanaman di lapangan terutama untuk pengendalian
hama trips dan apids pada cabai dilakukan dengan
menyemprotkan insektisida abamektin (Agrimec
18 EC 0,5 ml/l) dan spinosad (Tracer 120 SC 0,5
ml/l), sedangkan untuk pengendalian ulat daun
pada kubis dilakukan dengan menyemprotkan
insektisida abamektin (Agrimec 18 EC 0,5 ml/l)
(Moekasan et al. 2005).
Pengamatan meliputi:
(1) Pertumbuhan tanaman di persemaian, yaitu
persentase biji yang berkecambah dan tinggi
bibit umur 2 minggu sejak biji disemai atau 1
minggu setelah dibumbun dan 4 minggu sejak
biji disemai atau 3 minggu setelah dibumbun
untuk kubis, serta bibit umur 3 minggu sejak
biji disemai atau 1 minggu setelah dibumbun
dan 5 minggu sejak biji disemai atau 3 minggu
setelah dibumbun untuk cabai.
(2) Pertumbuhan tanaman umur 75 hari setelah
tanam (HST) di lapangan, yaitu tinggi
tanaman, dengan mengukur tanaman dari
permukaan tanah sampai titik tumbuh
tanaman dan bobot kering tanaman dengan
cara mengeringkan tanaman sampel yang
segar menggunakan oven pada suhu 50oC
selama +3 hari.
(3) Hasil cabai dan kubis per tanaman dan per
petak. Cabai dipanen 5 kali dan kubis dipanen
sekaligus umur 90 HST.
(4) Serapan hara tanaman umur 90 HST dengan
cara 1 tanaman cabai dan kubis dikeringkan
pada oven dengan suhu 50 oC selama +3
hari, kemudian dianalisis konsentrasi N, P,
dan K di Laboratorium Tanah dan Tanaman
Balitsa dengan metode pengabuan basah
menggunakan H 2SO 4 dan H 2O 2 untuk N
dan P, metode pengabuan basah dengan
menggunakan HNO3 dan HClO4 untuk K.
(5) Sifat kimia tanah sebelum percobaan dan
residu hara di dalam tanah sesudah percobaan.
Analisis kimia untuk residu hara dilakukan
secara komposit dari setiap perlakuan untuk
semua ulangan.
(6) Populasi mikroba sesudah percobaan dengan
metode media selektif. Pengamatan populasi
mikroba dilakukan secara komposit, yaitu
contoh tanah diambil dari setiap perlakuan
tiap ulangan. Kemudian perlakuan yang sama
pada setiap ulangan disatukan dan dicampur
secara rata, selanjutnya diambil sebanyak
0,25 kg untuk dianalisis/diamati populasi
mikrobanya.
(7) Derajat infeksi akar setelah percobaan
diamati dengan metode pewarnaan akar
menggunakan pewarna chlorozol black E.
Pengamatan dilakukan di bawah mikroskop
dengan melihat struktur dan tingkat infeksi
CMA yang terdapat dalam akar. Cara
menghitung persentase akar yang terinfeksi
yaitu dengan menghitung panjang akar yang
terinfeksi dibagi panjang akar sampel yang
diamati x100 %.
Data dianalisis menggunakan uji-F dan uji
lanjut Duncan (DMRT) pada taraf 5%, kecuali
untuk pertumbuhan tanaman di persemaian,
analisis hara tanah (residu) setelah percobaan,
populasi mikroba dan derajat infeksi akar tidak
dianalisis secara statistik.
315
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009
HASIL DAN PEMBAHASAN
Persemaian
Pengamatan daya kecambah dan pertumbuhan
bibit cabai dan kubis di persemaian disajikan pada
Tabel 1. Data pengamatan tidak dianalisis secara
statistik, karena hanya diamati 1 faktor perlakuan,
yaitu antara tanaman yang diinokulasi mikoriza
dengan tanaman yang tidak diinokulasi mikoriza.
Hasil pengamatan di persemaian menunjukkan
bahwa biji cabai yang diinokulasi mikoriza,
berkecambah lebih banyak daripada biji cabai
yang tidak diinokulasi mikoriza. Persentase
biji cabai yang berkecambah pada biji yang
diinokulasi sekitar 97%, sedangkan pada biji
tanpa inokulasi mikoriza sekitar 63%. Selain
mempunyai persentase perkecambahan lebih
tinggi, mikoriza juga meningkatkan pertumbuhan
bibit sebelum dan sesudah dipindah ke bumbunan.
Tampak bahwa tinggi bibit cabai di bumbunan
pada cabai yang diinokulasi mikoriza umur 2
minggu rerata 10,2 cm, sedangkan pada cabai
yang tidak diinokulasi rerata 5,3 cm. Pada umur
4 minggu, tinggi bibit cabai yang diinokulasi
mikoriza rerata mencapai 15,4 cm, sedangkan
bibit cabai yang tidak diinokulasi rerata 9,9
cm. Bibit cabai yang siap dipindah ke lapangan
adalah bibit yang mempunyai tinggi 9-10 cm dan
berdaun sekitar 5-6 helai. Jadi dengan inokulasi
mikoriza dapat menghemat waktu pembibitan di
persemaian sekitar 2 minggu.
Selanjutnya hasil pengamatan pada tanaman
kubis menunjukkan umumnya tidak ada perbedaan
persentase perkecambahan maupun tinggi bibit
antara biji yang diinokulasi dengan yang tidak
diinokulasi mikoriza. Tidak berpengaruhnya
mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman kubis
kemungkinan disebabkan mikoriza tidak dapat
berasosiasi dengan tanaman kubis. Menurut
Setiadi (2001), tidak semua jenis tanaman
dapat memberikan respons pertumbuhan positif
terhadap inokulasi mikoriza, karena hal ini sangat
bergantung dari tingkat mycorrhizal dependency
dari tanaman tersebut. Persentase biji kubis
yang berkecambah pada tanaman kubis yang
diinokulasi dan tidak diinokulasi sekitar 88-90%
dan tinggi bibit kubis sekitar 4,6-4,8 cm pada
umur 2 minggu dan 10,5 -10,9 cm pada umur 4
minggu.
Lapangan
Sifat Kimia Tanah Pecobaan
Tanah percobaan mempunyai struktur gembur
dengan kemasaman tinggi, kandungan bahan
organik tanah sangat tinggi, dan N total tanah
juga tinggi. Dekomposisi tanah berjalan dengan
baik yang ditandai dengan C/N rasio yang sedang.
Kandungan P tersedia tanah rendah karena pada
tanah-tanah yang bersifat masam P difiksasi oleh
Al dan Fe, sedangkan kandungan K tergolong
tinggi. Kapasitas tukar kation tanah cukup
Tabel 1. Perkecambahan dan pertumbuhan bibit cabai dan kubis di persemaian yang diinokulasi dan tidak diinokulasi mikoriza (The germination and seedling growth on
the nursery with and without mycorrhizae inoculated)
Perlakuan
(Treatments)
Cabai (Hot pepper):
Tanpa mikoriza
(Without mycorrhizae)
Dengan mikoriza
(With mycorrhizae)
Biji yang berkecambah
(Germinated seed)
%
63
5,3
9,9
97
10,2
15,2
Umur 2 minggu
(Age of 2 weeks)
4,6
Umur 4 minggu
(Age of 4 weeks)
10,5
4,8
10,9
Kubis (Cabbage)
Tanpa mikoriza
88
(Without mycorrhizae)
Dengan mikoriza
90
(With mycorrhizae)
Data tidak dianalisis statistik (The data was not analyzed statistically)
316
Tinggi bibit
(Plant height of seedling)
Umur 3 minggu
Umur 5 minggu
(Age of 3 weeks)
(Age of 5 weeks)
.......................... cm .........................
Rosliani, R. dan N. Sumarni: Pemanfaatan Mikoriza
dan Aplikasi Pupuk Anorganik ...
baik yang disebabkan oleh kandungan bahan
organik yang tinggi, namun kation-kation di
dalam tanah sangat rendah. Meskipun C organik
atau kandungan bahan organik tanah Andisol
tergolong tinggi, tetap diperlukan penambahan
bahan organik. Hal ini untuk mempertahankan
produktivitas lahan dan juga karena struktur tanah
Andisol yang gembur atau sarang menyebabkan
daya memegang air dan unsur hara rendah.
Demikian juga halnya dengan unsur-unsur
hara N dan K. Meskipun kandungan N dan K
di dalam tanah tergolong tinggi, namun dari
beberapa hasil penelitian pada tanaman tomat
dan kentang (Rosliani dan Sumarni 2002), untuk
meningkatkan hasil yang tinggi penambahan
N dan K masih diperlukan pada tanah Andisol.
Hal tersebut juga terbukti dari hasil percobaan
ini, di mana penambahan pupuk NPK lengkap
meningkatkan hasil cabai dan kubis (Tabel 5).
Pupuk kandang yang digunakan belum
terdekomposisi dengan baik yang ditandai
dengan C/N rasio yang tinggi (=26). Kandungan
C organik termasuk sangat tinggi (>5%).
Kandungan N organik pupuk kandang juga sangat
tinggi (>0,5%). Kandungan P dan K tergolong
sedang. Pupuk kandang yang belum matang
diaplikasikan 2 minggu sebelum tanam agar dapat
menjadi matang. Sifat kimia tanah dan pupuk
kandang kuda disajikan pada Tabel 2.
Pertumbuhan Cabai dan Kubis
Tidak terjadi interaksi antara inokulasi
mikoriza dengan pemberian pupuk NPK terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman dan bobot kering
tanaman cabai dan kubis. Begitu pula dengan
inokulasi mikoriza secara independen, tidak
berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan tinggi
tanaman maupun bobot kering tanaman cabai dan
kubis (Tabel 3).
Pertumbuhan tanaman cabai dan kubis hanya
dipengaruhi oleh pemberian pupuk NPK. Untuk
mendapatkan pertumbuhan tanaman cabai yang
tinggi perlu penambahan unsur hara dari pupuk
anorganik. Penambahan pupuk NPK sebanyak
250 kg/ha mampu meningkatkan pertumbuhan
tinggi tanaman dari 41,7 cm menjadi 45,9 cm atau
peningkatan sekitar 10,07%. Penambahan pupuk
NPK pada dosis yang lebih tinggi (500, 750, 1.000
kg NPK/ha) tidak menunjukkan pertumbuhan
tanaman yang berbeda nyata secara statistik.
Pupuk yang diberikan pada tanaman tidak hanya
digunakan untuk pertumbuhan tinggi tanaman
saja, tetapi juga digunakan untuk pertumbuhan
dan perkembangan organ lainnya, seperti bobot
kering tanaman maupun hasil tanaman (buah
cabai). Kemungkinan pada dosis yang tinggi,
pupuk yang diberikan lebih digunakan untuk
perkembangan hasil tanaman sampai batas
dosis tertentu, sehingga untuk pertumbuhan
Tabel 2. Sifat kimia tanah dan pupuk kandang sebelum percobaan (Soil and stable manure
chemical properties before experiment)
Sifat kimia
(Chemical properties)
pH H2O
C-organik (%)
N total (%)
C/N
P2O5 Bray 1 (ppm)
K2O Morgan (ppm)
Nilai tukar kation (Cation
exchangable value):
Ca (me/100g)
Mg (me/100g)
K (me/100g)
Na (me/100g)
Kapasitas tukar kation (Cation
exchangable capacity), me/100g
Kejenuhan basa (Base saturated), %
Tanah
(Soil)
4,7
5,75
0,68
8
15,9
48,3
Sifat kimia
(Chemical properties)
Kadar air (Water content), %
C-organik, %
N-organik, %
C/N
P, %
K, %
Pupuk kandang
(Stable manure)
35,5
25,42
0,97
26
0,34
0,74
2,61
0,46
0,10
0,02
33,46
10,00
317
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009
Tabel 3. Pengaruh inokulasi mikoriza dan pupuk NPK terhadap tinggi tanaman dan bobot
kering tanaman cabai dan kubis pada umur 75 HST (The effect of mycorrhizae inoculation and NPK fertilizer on plant height and dry weight of plant on hot pepper and
cabbage at 75 DAP)
Perlakuan
(Treatments)
Cabai (Hot pepper)
Tinggi
Bobot kering
tanaman
tanaman/
(Plant height)
(Plant dry weight)
cm
g/tan (plant)
Kubis (Cabbage)
Tinggi
Bobot kering
tanaman
tanaman
(Plant height)
(Plant dry weight)
cm
g/tan (plant)
Inokulasi mikoriza (Mycorhizae inoculation)
Tanpa (Without)
Dengan (With)
46,2 a
47,8 a
50,8 a
54,5 a
41,42 a
41,77 a
235,9 a
256,3 a
Dosis pupuk NPK (Dosage of
NPK fertilizer), kg/ha
0
250
500
750
1.000
KK (CV), %
41,7 b
45,9 a
48,0 a
48,3 a
50,9 a
9,00
37,1 b
50,8 ab
55,1 a
61,9 a
58,4 a
23,88
40,02 c
40,28 c
41,28 bc
43,68 a
42,50 ab
3,95
254,1 a
225,3 a
223,9 a
264,9 a
262,3 a
14,62
tinggi tanaman, pengaruhnya tidak nyata secara
statistik, antara berbagai dosis pupuk NPK yang
diaplikasikan, sedangkan peningkatan bobot
kering tanaman, baru nyata pada dosis 500 kg
NPK/ha, di mana terjadi peningkatan dari 37,1
g/tanaman menjadi 55,1 g/tanaman atau sekitar
48,52%, dan peningkatan dosis yang lebih tinggi
tidak memberikan perbedaan bobot kering yang
nyata.
Pada tanaman kubis, aplikasi pupuk anorganik
NPK berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman
umur 75 HST. Peningkatan pupuk NPK sampai
750 kg/ha, nyata meningkatkan pertumbuhan
tanaman kubis. Perlakuan dosis pupuk tersebut
lebih efisien dibandingkan dengan dosis 1.000
kg/ha (dosis standar), bahkan pada pemberian
dosis standar, pertumbuhan cenderung lebih
rendah. Terhadap bobot kering tanaman, secara
statistik aplikasi pupuk anorganik NPK tidak
berpengaruh nyata, namun secara visual ada
kecenderungan, bobot kering tanaman pada dosis
750-1.000 kg NPK/ha, lebih tinggi daripada tanpa
aplikasi pupuk NPK maupun dosis pupuk NPK
yang rendah (250-500 kg NPK/ha).
Tabel 4. Interaksi antara inokulasi mikoriza dengan pupuk NPK terhadap bobot buah cabai
pada tanaman sampel (Interaction of mycorrhizae and NPK fertilizer on fruit weight
of sample plant hot pepper)
Perlakuan (Treatments)
Dosis pupuk NPK
Inokulasi mikoriza
(Dosage of NPK fertilizer)
(Mycorrhizae inoculation)
kg/ha
0
Tanpa (Without)
250
500
750
1.000
Dengan (With)
318
0
250
500
750
1.000
Bobot buah cabai
(Fruit weight of hot pepper)
g/2 tan. (2 plant)
754 a
1.036 ab
932 ab
1.371 b
1.570 b
937 ab
1.371 b
1.371 b
1.205 b
1.215 b
Rosliani, R. dan N. Sumarni: Pemanfaatan Mikoriza
dan Aplikasi Pupuk Anorganik ...
Hasil Cabai dan Kubis
Terjadi interaksi antara inokulasi mikoriza
dengan pupuk NPK terhadap bobot buah cabai per
tanaman (Tabel 4). Hal ini berarti bahwa kebutuhan
pupuk NPK bergantung pada inokulasi mikoriza.
Pada Tabel 4 tampak bahwa tanpa inokulasi
mikoriza, semakin tinggi penambahan pupuk
NPK, semakin tinggi buah cabai yang dihasilkan,
di mana dosis pupuk NPK 1.000 kg/ha
menghasilkan bobot buah per tanaman tertinggi.
Dengan inokulasi mikoriza, untuk menghasilkan
bobot buah yang tinggi yaitu 1.371 g/2 tanaman,
hanya membutuhkan pupuk NPK 250 kg/ha.
Peningkatan dosis NPK yang lebih tinggi pada
tanaman cabai yang diinokulasi, menjadi tidak
efisien untuk menghasilkan buah cabai. Menurut
Ganry et al. (1982), Alagawadi dan Gaur (1988),
dan Kundu dan Gaur (1980), kolonisasi mikoriza,
mikroba pengikat N, dan pelarut fosfat pada
akar di sekitar rizosfir dapat meningkatkan
pertumbuhan dan hasil tanaman.
Interaksi antara inokulasi mikoriza dengan
pupuk NPK tidak nyata terhadap bobot buah cabai
dan kubis per petak. Perlakuan inokulasi mikoriza
tampaknya tidak meningkatkan bobot cabai per
petak (Tabel 5). Bahkan ada kecenderungan
inokulasi mikoriza menurunkan bobot buah cabai
per petak. Hal ini berhubungan dengan jumlah
tanaman yang dapat dipanen lebih rendah (sekitar
30%) daripada yang tidak diinokulasi mikoriza.
Dari pengamatan secara visual di persemaian,
inokulasi mikoriza lebih berpengaruh terhadap
pertumbuhan bibit cabai. Inokulasi mikoriza
meningkatkan perkecambahan biji cabai (+30%)
dan mempercepat umur bibit cabai (14 hari).
Artinya inokulasi mikoriza dapat mempercepat
semaian cabai dan waktu tanam di lapangan. Akan
tetapi karena waktu penanaman bibit di lapangan
dilakukan pada umur 5 minggu setelah semai,
maka bibit cabai yang diinokulasi mikoriza sudah
terlalu besar. Bibit yang terlalu besar mengalami
kesulitan beradaptasi di lapangan, maka di
lapangan tanaman yang diinokulasi mikoriza lebih
banyak yang mati. Akibatnya jumlah tanaman
yang dapat dipanen dan jumlah buah total pada
tanaman yang diinokulasi mikoriza lebih sedikit
(sekitar 20%) daripada tanaman cabai yang tidak
diinokulasi mikoriza. Meskipun per tanaman
sampel menunjukkan bahwa ada pengaruh yang
nyata dari inokulasi mikoriza.
Pemberian pupuk NPK berpengaruh nyata
terhadap peningkatan bobot buah cabai per petak
(Tabel 5). Semakin tinggi dosis NPK semakin
tinggi bobot buah cabai per petak. Pemberian
pupuk NPK 750 kg/ha sangat nyata meningkatkan
buah cabai. Peningkatan dosis NPK yang lebih
tinggi sampai 1.000 kg/ha, menjadi tidak efisien
lagi.
Sejalan dengan pertumbuhan tanaman (tinggi
tanaman dan bobot kering tanaman), pengaruh
mikoriza juga tidak tampak pada hasil kubis per
petak (Tabel 5). Pada Tabel 5 tampak bahwa
hasil kubis per petak tidak berbeda nyata antara
Tabel 5. Pengaruh inokulasi mikoriza dan pupuk NPK terhadap hasil cabai dan kubis per
petak (The effect of mycorrhizae inoculation and NPK fertilizer on yield of hot pepper
and cabbage per plot)
Perlakuan
(Treatments)
Inokulasi mikoriza
(Mycorrhizae inoculation)
Tanpa (Without)
Dengan (With)
Dosis pupuk NPK
(Dosage of NPK fertilizer), kg/ha
0
250
500
750
1.000
KK (CV), %
Bobot buah cabai per petak
(Weight of hot pepper fruit per
plot)
kg/petak
Bobot kubis per petak
(Weight of cabbage per plot)
kg/petak
6,71 a
5,99 a
138,81 a
143,77 a
4,53 c
6,22 b
5,96 b
7,26 a
7,74 a
10,18
130,45 b
137,93 b
138,35 b
151,38 a
148,31 a
5,28
319
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009
perlakuan mikoriza dengan perlakuan tanpa
mikoriza, sedangkan pada perlakuan pupuk NPK,
dosis 750 kg NPK, nyata meningkatkan bobot
bersih kubis per petak.
Serapan P oleh Tanaman Cabai dan Kubis
Tidak terjadi interaksi antara inokulasi mikoriza
dengan pupuk NPK terhadap serapan P tanaman
cabai. Secara independen, inokulasi mikoriza
meningkatkan serapan P oleh tanaman cabai (Tabel
6). Bethlenfalvey et al. 1985 dan Bolan (1991)
menyatakan bahwa pengaruh menguntungkan
dari mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman
sering dihubungkan dengan peningkatan serapan
hara yang tidak mobil, terutama fosfor (P). Hasil
penelitian pada tanaman kedelai juga menunjukkan
bahwa inokulasi cendawan mikoriza dapat
meningkatkan serapan hara N dan P (Mieke et al.
1999), sedangkan pupuk NPK tidak berpengaruh
nyata terhadap serapan hara P tanaman cabai.
Tabel 6. Pengaruh inokulasi mikoriza dan pupuk NPK terhadap serapan P tanaman cabai
(The effect of mycorrhizae inoculation and NPK fertilizer on P uptake by plant of hot
pepper)
Serapan P oleh tanaman
cabai
(P uptake by plant of hot pepper)
g/tanaman (plant)
Perlakuan
(Treatments)
Inokulasi mikoriza (Mycorrhizae inoculation)
Tanpa (Without)
Dengan (With)
0,057 b
0,078 a
Dosis pupuk NPK (Dosage of NPK fertilizer), kg/ha
0
250
500
750
1.000
KK (CV), %
0,064 a
0,065 a
0,067 a
0,065 a
0,075 a
15,97
Tabel 7. Interaksi antara inokulasi mikoriza dan pupuk NPK terhadap serapan P tanaman
kubis (Interaction of mycorrhizae inoculation and NPK fertilizer on P uptake by plant
of cabbage)
Perlakuan (Treatments)
Dosis pupuk NPK
Inokulasi mikoriza
(Dosage of NPK fertilizer)
(Mycorrhizae inoculation)
kg/ha
Serapan P oleh tanaman kubis
(P uptake by plant of cabbage)
g/tanaman (plant)
Tanpa (Without)
0
250
500
750
1.000
1,05 b
0,74 c
0,84 c
1,13 b
1,01 b
Dengan (With)
0
250
500
750
1.000
1,14 b
1,48 a
1,29 a
1,48 a
1,06 b
15,09
KK (CV), %
320
Rosliani, R. dan N. Sumarni: Pemanfaatan Mikoriza
dan Aplikasi Pupuk Anorganik ...
Tabel 8. Derajat infeksi akar tanaman cabai dan populasi mikroba tanah pada berbagai perlakuan inokulasi mikoriza dan pupuk NPK (Degree of root infection and soil microbe
population on various treatments of mycorrhizae inoculation and NPK fertilizer)
Perlakuan
(Treatments)
Derajat infeksi akar
(Degree of root infection)
%
Populasi mikroba tanah
(Soil microbe population)
koloni/g tanah (coloni/g soil)
5,0
9,6
3,12 x 108
5,62 x 108
Inokulasi mikoriza (Mycorrhizae inoculation)
Tanpa (Without)
Dengan (With)
Dosis pupuk NPK (Dosage of NPK fertilizer),
kg/ha
0
7,5
250
9,0
500
9,5
750
12,0
1.000
14,5
Data tidak dianalisis statistik (The data was not analyzed statistically)
Pada tanaman kubis, tampak bahwa untuk
serapan P oleh tanaman terjadi interaksi yang
nyata antara tanaman yang diinokulasi mikoriza
dengan aplikasi pupuk NPK (Tabel 7). Inokulasi
mikoriza nyata meningkatkan serapan P oleh
tanaman kubis terutama pada dosis 250-750 kg
NPK/ha. Peranan mikoriza adalah membantu
akar tanaman melalui hifa yang terbentuk untuk
dapat menjangkau hara P bahkan pada jarak yang
jauh untuk diserap tanaman (Setiadi 2001).
Derajat Infeksi Akar dan Populasi Mikroba
Data derajat infeksi akar dan populasi mikroba
tidak dianalisis statistik. Inokulasi mikoriza
meningkatkan infeksi akar tanaman cabai
yang tercermin dari derajat infeksi akar yang
lebih tinggi daripada tanaman cabai yang tidak
diinokulasi mikoriza (Tabel 8). Derajat infeksi
akar pada tanaman bermikoriza yaitu 9,6%,
sedangkan tanpa mikoriza sekitar 5,0%. Pada
tanaman cabai yang tidak diinokulasi mikoriza,
adanya derajat infeksi akar kemungkinan karena
tanah atau pupuk kandang dapat mengandung
berbagai mikroba, termasuk mikoriza. Bahan
organik tanah mempunyai hubungan terhadap
pertumbuhan jamur VAM dalam tanah dan pada
infeksi akar tanaman (Subba Rao 1982).
Begitu pula dengan peningkatan dosis
NPK dapat meningkatkan derajat infeksi akar
tanaman cabai. Semakin tinggi dosis NPK dapat
semakin tinggi derajat infeksi akar. Pemberian
pupuk NPK menyebabkan pertumbuhan dan
perkembangan akar tanaman semakin tinggi,
4,38 x 108
6,25 x 108
3,13 x 108
2,48 x 108
2,63 x 108
sehingga kemungkinan semakin banyak akar yang
dapat diinfeksi oleh mikoriza.
Mikroba tanah umumnya ditemukan baik pada
perlakuan tanpa mikoriza maupun pada perlakuan
dengan mikoriza (Tabel 7). Populasi mikroba
tanah total pada perlakuan tanpa mikoriza, yaitu
3,12x108 koloni/g tanah. Adanya mikroba tanah
pada perlakuan tanpa mikoriza, selain berasal
dari tanah juga dari pemberian pupuk kandang.
Percobaan yang dilakukan Rosliani et al. (2006)
menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang
domba meningkatkan populasi P. fluorescens,
Trichoderma sp., dan Bacillus sp. Bahan organik
menyediakan nutrisi untuk mikroorganisme
untuk mengembangbiakkan dirinya, sehingga
meningkatkan aktivitas mikroba dalam tanah
(Abbott dan Tucker 1973). Populasi mikroba
tanah meningkat dengan inokulasi mikoriza
menjadi 5,62 x 108 koloni/g tanah. Hasil ini
menunjukkan bahwa inokulasi mikoriza dapat
memengaruhi mikroba tanah pada rizosfir
tanaman. Azcon et al. (1976) menemukan
bahwa mikroba tanah terutama bakteri pelarut
fosfat, bertahan lebih lama di sekitar akar yang
bermikoriza daripada akar yang tidak bermikoriza
pada jagung dan lavender serta seringkali
bersinergi dengan mikoriza untuk meningkatkan
pertumbuhan tanaman.
Pemberian pupuk 250 kg NPK/ha meningkatkan populasi mikroba tanah. Namun pada
dosis yang lebih tinggi pemberian pupuk
NPK menurunkan populasi mikroba tanah.
Diduga pemberian pupuk yang tinggi akan
321
J. Hort. Vol. 19 No. 3, 2009
Tabel 9. Residu hara tanah setelah percobaan (Soil nutrient residual after experiment)
Perlakuan
(Treatments)
Inokulasi mikoriza (Mycorhizae
inoculation)
Tanpa (Without)
Dengan (With)
pH
H2O
Bahan organik (Organic matter)
C (%)
N (%)
C/N
P2O5
ppm
K2O ppm
7,07
6,79
0,53
0,48
14
14
24,08
20,68
166,82
171,84
0,61
0,47
0,49
0,48
0,48
11
16
15
14
15
16,85
20,25
32,10
20,30
22,40
166,85
213,30
152,45
168,60
145,45
4,58
4,64
Dosis pupuk NPK (Dosage of NPK
fertilizer), kg/ha
0
4,70
6,59
250
4,70
7,12
500
4,60
7,23
750
6,81
4,55
1.000
4,50
6,83
Data tidak dianalisis statistik (The data was not analyzed statistically)
mempercepat dekomposisi bahan organik,
sehingga bahan organik sebagai sumber nutrisi
untuk berkembangbiaknya mikroba pada
perlakuan pupuk NPK dosis tinggi, menjadi
berkurang. Pada perlakuan tanpa pupuk NPK,
populasi mikroba tanah sekitar 4,38 x 108 koloni/g
tanah dan meningkat menjadi 6,25 x 108 koloni/g
tanah pada perlakuan 250 kg NPK/ha. Namun
pada dosis di atas 250 kg NPK/ha (500, 750, 1.000
kg NPK/ha), populasinya menurun (3,13 x 108,
2,48 x 108, dan 2,63 x 108).
Residu Hara
Data residu tanah sesudah percobaan tidak
dianalisis statistik. Sesudah percobaan, pH
tanah umumnya menurun baik pada perlakuan
mikoriza maupun tanpa mikoriza dan aplikasi
pupuk NPK pada dosis yang lebih tinggi (Tabel
9). Menurut Hinsinger dan Gilkes (1995), spesies
tanaman mengeluarkan asam organik dari akar
selama masa pertumbuhan. Penurunan pH pada
perlakuan mikoriza (dari 4,7 menjadi 4,64) lebih
rendah daripada perlakuan tanpa mikoriza (4,7
menjadi 4,58). Umumnya residu hara, kecuali
N, meningkat baik pada perlakuan dengan
mikoriza maupun tanpa mikoriza dan residu
hara pada perlakuan tanpa mikoriza lebih tinggi
daripada perlakuan dengan mikoriza, kecuali
K2O tersedia.
Gambaran yang sama juga terjadi pada
aplikasi pupuk NPK. Aplikasi pupuk NPK ke
dalam tanah umumnya menurunkan pH tanah
tetapi meningkatkan kandungan hara tanah.
Namun ada indikasi bahwa peningkatan dosis
menurunkan pH tanah, kandungan C, N, P2O5,
dan K2O. Penyerapan kandungan hara yang lebih
322
tinggi oleh tanaman pada perlakuan dosis pupuk
yang lebih tinggi, menyebabkan residu hara
menjadi lebih rendah daripada perlakuan pupuk
NPK pada dosis yang lebih rendah.
KESIMPULAN
1. Inokulasi mikoriza tidak meningkatkan
pertumbuhan dan hasil kubis.
2. Inokulasi mikoriza meningkatkan persentase
biji yang berkecambah dan pertumbuhan
bibit cabai di persemaian, tetapi tidak
meningkatkan pertumbuhan tanaman cabai
di lapangan.
3. Aplikasi pupuk NPK 750 kg/ha meningkatkan
pertumbuhan tanaman dan hasil cabai dan
kubis.
4. Tanpa inokulasi mikoriza, aplikasi pupuk
NPK 1.000 kg/ha menghasilkan bobot buah
sampel cabai tertinggi.
5. D e n g a n i n o k u l a s i m i k o r i z a , u n t u k
menghasilkan bobot buah cabai yang tinggi
hanya membutuhkan pupuk NPK 250 kg/ha.
Dengan demikian, inokulasi mikoriza dapat
mengurangi aplikasi pupuk NPK sebanyak
¼ dosis pupuk NPK.
PUSTAKA
1. Abbot, J.L. and T.C. Tucker. 1973. Persistence of
Manure Phosphorus Availability in Calcareous Soil. Soil.
Sci. Soc. Am. Proc. 37:60-63.
2. Alagawadi, A.R. and A.C. Gaur. 1988. Associative Effect
of Rhizobium and Phosphate Solubilizing Bacteria on The
Yield and Nutrient Uptake of Chickpea. Plant and Soil.
105:241-246.
Rosliani, R. dan N. Sumarni: Pemanfaatan Mikoriza
dan Aplikasi Pupuk Anorganik ...
3. Azcon, R., J.M. Barea, and D.S.Hayman. 1976.
Utilization of Rock Phosphate in Alkaline Soils by
Plants Inoculated with Mycorrhizal Fungi and Phosphate
Solubilizing Bacteria. Soil Biol. Biochem. 8:135-138.
4. Bethlenfalvey, G.J., J.M. Ulrich, and M.S. Brown.
1985. Plant Response to Mycorrhizal Fungi: Host,
Endophyteand Soil Effects. Soil Sci. Soc. Am. J. 49:11641168.
5. Bolan, N. S., A. D. Robson, N. J. Barrow, and L. A.
G. Aylmore. 1984. Specific Activity of Phosphorus in
Mycorrhizal and Non-mycorrhizal Plants in Relation
to the Availability of Phosphorus to Plants. Soil Biol.
Biochem. 16:229-304.
6. __________. 1991. A Critical Review on the Role of
Mycorrhizal Fungi in the Uptake Of Phosphorus by
Plants. Plant and Soil. 134:189-207.
7. Ganry, F., H.G. Diem and Y.R. Dommergues. 1982. Effect
of Inoculation with Glomus mosseae on Nitrogen Fixation
by Fieldgrown Soybeans. Plant and Soil. 68:321-329.
8. Gianinazzi-Pearson, V., J. Fardeau, S. Asimi, and S.
Gianinazzi. 1981. Source of Additional Phosphorus
Absorber from Soil by Vesicular Arbuscular Mycorrhizal
Soybeans. Physiol. Veg. 19:33-43.
9. Hilman, Y. dan Rosliani. 2002. Pemanfaatan Cacing Tanah
(Lumbricus rubellus) untuk Meningkatkan Kualitas Hara
dan Hasil Tanaman. J. Hort. 12(3):148-157.
10. Hirata, H., M. Toshihisa and H. Koiwa. 1988. Response
of Chickpea Grown on Ando-soil to Vesicular-arbuscular
Mycorrhizal Infection in Relation to the Level of
Phosphorus Application. Soil Sci. Plant. Nutr. 34:441
-449.
11. Hinsinger, P. and R. J. Gilkes. 1997. Dissolution of
Phosphate Rock in the Rhizosphere of Five Plant Species
Grown in an Acid, P-fixing Mineral Substrate. Geoderma.
75: 231-249.
12. Kang, B.T., G.F. Wilson, and T.L. Lawson. 1986. Alley
Cropping a Stable Alternating to Shifting Cultivation
IITA. Ibadan. Nigeria. 12 p.
13. Kundu, B.S. and A.C. Gaur. 1980. Establishment of
Nitrogen Fixing and Phosphate Solubilizing Bacteria
in Rhizosphere and Their Effect on Yield and Nutrient
Uptake of Wheat Crop. Plant and Soil. 57:223-230.
16. Nurtika, N. 1980. Pengaruh Pemupukan N, P dan K
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kubis. Bul. Penel. Hort.
18(4):9-18.
17. Pandan, R., Wicaksono dan R. Prematuri. 1999. Pengaruh
Cendawan Mikoriza Arbuskula terhadap Peningkatan
Produktivitas dan Nilai Gizi Umbi Kentang (Solanum
tuberosum L.). Setiadi, Y., S. Hadi, E. Santoso, M.
Turjaman, R.S.B. Irianto, R. Premastury, D. Maryati,
dan R. Widopratiwi (Eds.) Prosiding Seminar Nasional
Mikoriza I. Bogor, 15-16 Nopember. 1999. 383 Hlm.
18. Rosliani, R. dan N. Sumarni. 1998. Pemupukan NPK
pada Tumpangsari Tanaman Bawang Merah dengan
Cabai Merah. A.S.Duriat, R.S. Basuki, R.M. Sinaga, Y.
Hilman, dan Z. Abidin (Eds.) Prosiding Seminar Nasional
Tanaman Sayuran, Lembang. 733 Hlm.
19. ______________________. 2002. Pengaruh Pemupukan
dengan Pupuk Majemuk Lengkap (Multihara) terhadap
Pertumbuhan dan Hasil Tomat, Kentang, dan Kubis.
Laporan Kerjasama Balai Penelitian Tanaman Sayuran
dan Pusat Pengembangan Teknologi Mineral dan Batu
Bara Bandung. 38 Hlm.
20. _________ dan Y. Hilman. 2005. Inokulasi Glomus
sp. dan Penggunaan Kascing untuk Meningkatkan
Kesuburan Tanah, Serapan Hara, dan Hasil Tanaman
Mentimun (Cucumis sativus). J. Hort. 15(1):29-36.
21. ___________________, dan N. Sumarni. 2006. Pengaruh
Pemupukan Rock Fosfat, Pupuk Kandang Domba dan
Inokulasi Mikoriza (vam) terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Tanaman Mentimun pada Tanah Masam. J. Hort.
16(1):21-30
22. Setiadi, Y. 2001. Peranan Mikoriza Arbuskula dalam
Rehabilitasi Lahan Kritis di Indonesia. D. H. Arief, Y.
Sumarni, T. Simarmata, dan M. Setiawati (Eds.) Prosiding
Seminar Nasional Penggunaan Cendawan Mikoriza
dalam Sistem Pertanian Organik dan Rehabilitasi Lahan
Kritis. Bandung, 23 April 2001. 383 Hlm.
23. Setiawati, W., B. K. Udiarto dan T.A. Soetiarso. 2008.
Pengaruh Varietas dan Sistem Tanam Cabai Merah
terhadap Penekanan Populasi Kutu Kebul. J. Hort.
18(1):55-61.
24. Sharma, R. 1985. Nutrient Drain. Dalam: Agarwal, A.
and Narain, S. (Eds.). The State of India’s Environment
1984-85. The 2nd Citizens’ report (New Delhi: CSE),
p.20
14. Mieke, R., B.N. Fitriatin dan P. Surjatmana. 1999.
Pengaruh Mikoriza dan Pupuk Fosfat terhadap Derajat
Infeksi Mikoriza dan Komponen Pertumbuhan Tanaman
Kedele. Setiadi, Y., S. Hadi, E. Santoso, M. Turjaman,
R.S.B. Irianto, R. Premastury, D. Maryati, dan R.
Widopratiwi (Eds.) Prosiding Seminar Nasional Mikoriza
I. Bogor, 15-16 Nopember 1999. 383 Hlm.
25. Simanungkalit, R.D.M. 1999. Penelitian Pemanfaatan
Cendawan Mikoriza Arbuskular pada Tanaman Pangan
di Indonesia. Setiadi, Y., S. Hadi, E. Santoso, M.
Turjaman, R.S.B. Irianto, R. Premastury, D. Maryanti,
R. Widopratiwi (Eds.) Prosiding Seminar Nasional I.
Bogor, 15-16 Nopember. 1999. 383 Hlm.
15. Moekasan, T.K., L. Prabaningrum, dan M.L. Ratnawati.
2005. Penerapan PHT pada Sistem Tanam Tumpangsari
Bawang Merah dan Cabai. Monografi No. 19. Balai
Penelitian Sayuran. 44 Hlm.
26. Subba Rao. 1982. Advances in Agricultural Microbiology.
Butterworth and Co. (Pub.) Ltd. And Mohan Primlam,
Oxford and IBH Pub. Co. Janpete New Delhi 110 001.
704 p.
323
Download