Pergi Ke Thailand, Mahasiswa FKM Serap Ilmu Kesehatan dan Toleransi UNAIR NEWS – Selalu ada banyak wawasan yang diserap dari para mahasiswa yang datang dari negeri lain usai menjalani program pertukaran mahasiswa. Termasuk dua mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Airlangga yang baru saja pulang dari Negeri Gajah Putih, Thailand. Keduanya adalah Elly Nu’ma Zahroti (mahasiswa Administrasi dan Kebijakan Kesehatan) dan Yosefin (mahasiswa Ilmu Gizi) yang telah menjalani program pertukaran mahasiswa FKM Exchange pada bulan Maret hingga April 2017. Elly dan Yosefin sepakat bahwa mereka ingin mengambil banyak pelajaran di bidang kesehatan masyarakat selama di Thailand. Menurut Elly, Thailand merupakan salah satu negara yang ingin ia datangi karena sistem asuransi dan pemasaran kesehatan yang baik. “Sistem asuransi kesehatan di Thailand yang bervariasi dan telah mencapai universal coverage sehingga biaya kesehatan di sana sudah gratis kecuali penyakit-penyakit tertentu. Sistem kesehatan di sana juga tidak harus berjenjang seperti di Indonesia yang harus melalui fasilitas kesehatan tingkat pertama dulu. Selain itu, di sana tidak ada bidan sehingga pelayanan maternal langsung di rumah sakit,” tutur Elly peserta program pertukaran Ubon Ratchathani Rajabhat University (UBRU). Sebelum mengikuti program pertukaran, baik Elly dan Yosefin sama-sama mengumpulkan persyaratan yang dibutuhkan. Yosefin, peserta pertukaran ke Universitas Mahidol, mengatakan bahwa dirinya cukup mengumpulkan berkas seperti sertifikat Test of English as a Foreign Language (TOEFL), kartu hasil studi (KHS) terbaru, dan daftar riwayat hidup. “Setelah semuanya selesai, ikutan seleksi deh. Puji Tuhan, saya mendapatkan beasiswa dari FKM UNAIR. Lama pertukaran studinya dari Maret sampai April 2017,” imbuh Yosefin. Dalam program FKM Exchange, mahasiswa tak perlu khawatir dengan persoalan finansial. Sebab, kedua pihak fakultas sudah mendanai biaya perjalanan, akomodasi, dan transportasi selama di Thailand. Selama tiga minggu di sana, keduanya mendapatkan banyak pengalaman. Mereka memang tak banyak menjalani perkuliahan di ruangan kelas karena UBRU dan Mahidol tengah liburan ujian tengah semester. Meski demikian, keduanya mendapatkan banyak pelajaran. Salah satunya adalah kurikulum pembelajaran yang didominasi dengan praktik. Elly dan Yosefin berkisah, mahasiswa FKM di UBRU dan Mahidol dapat melakukan tindakan perawatan kepada pasien. Mereka dapat merawat luka, menjahit luka, memberikan obat dan melakukan penyuntikan. Keempatnya adalah keterampilan dasar praktik klinik. “Sehingga mahasiswa diberikan kesempatan untuk praktik di rumah sakit dengan melakukan keempat hal itu. Selain praktik, mereka juga berperan sebagai petugas promotif dan preventif di komunitas. Terutama jika mereka sedang di komunitas dan di situ tidak ada perawat atau dokter,” terang Elly yang pergi ke Thailand beserta rekannya, Regina. Beda Elly beda pula dengan Yosefin. Pengalaman Yosefin yang paling menyenangkan adalah saat dirinya mengikuti pengabdian masyarakat di sana. “Yang paling seru sih pas kita community service baik saat magang di rumah sakit maupun terjun lapangan. Kebetulan aku ikut community practice ke lansia (lanjut usia). Jadi, kita benar-benar terjun ke para lansia, berusaha memahami kondisi kesehatan mereka,” kenangnya. Saat terjun lapangan dan menemui para lansia, ada satu sesi pelayanan psikologis yang baginya menarik. Yosefin turut serta menghibur lansia yang kesepian dengan bernyanyi bersama, menari bersama, serta mendengarkan keluhan. “Jadi feeling so touched. Saya merasa terharu banget karena treatment (pelayanan) yang diberikan antar individu beda-beda dan disesuaikan dengan kondisi pasien,” tutur Yosefin. Yosefin pun melanjutkan,”Hampir 70 persen kegiatan mereka praktik dan 30 persen lainnya untuk teori. Jadi kita memang benar-benar banyak kunjungan langsung ke masyarakat.” Selama di Thailand, ada satu pelajaran lainnya yang bisa dipetik oleh Elly selain di bidang kesehatan. Yakni, tentang makna toleransi di negara yang beribukota di Bangkok. “Islam menjadi minoritas namun tidak dipandang sebelah mata oleh penduduk. Kesempatan beribadah bagi kami mungkin sulit jika berpergian dan berada di tempat umum. Namun, mereka dapat memberikan tempatnya jika kita memerlukan. Selain itu, ada sopan santun, jika kita ingin dihargai dan tidak di-ignore (diabaikan) oleh orang setempat, hargai orang-orang tua,” pungkasnya. Penulis: Defrina Sukma S