Prevalensi penyakit kronis dan kualitas hidup pada lanjut usia di

advertisement
Universa Medicina
Oktober-Desember 2006, Vol.25 No.4
Prevalensi penyakit kronis dan kualitas hidup pada
lanjut usia di Jakarta Selatan
Yenny a dan Elly Herwana
Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
ABSTRAK
Peningkatan populasi lanjut usia (lansia) baru-baru ini menjadi fokus yang menarik perhatian di negaranegara berkembang karena angka harapan hidup yang makin meningkat. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengidentifikasi penyakit-penyakit kronis dan mengukur kualitas hidup pada lansia di Jakarta. Studi potong lintang
dilakukan antara bulan Desember 2005 dan Januari 2006, lokasinya di Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta
Selatan. Sebanyak 306 lansia ikut serta pada penelitian ini, terdiri dari 88 (28,8%) laki-laki dan 218 (71,2%)
perempuan. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi penyakit kronis pada lansia besarnya 87,3% (267/300). Penyakit
muskuloskeletal, kardiovaskuler, urogenital dan pernafasan lebih banyak dialami lansia pria dibandingkan wanita.
Sedangkan penyakit digestif dan metabolik lebih banyak dijumpai pada lansia wanita. Kejadian keganasan baik
pada lansia pria maupun wanita tidak besar jumlahnya. Kualitas hidup lansia cenderung menurun seiring
bertambahnya usia. Rata-rata domain sosial kualitas hidup lansia pada kelompok usia ≥ 75 tahun paling rendah
dibandingkan kelompok usia lainnya. Kualitas hidup domain fisik dan lingkungan berbeda secara bermakna antara
lansia yang mengalami dan tidak mengalami penyakit kronis. Penyakit kronik secara bermakna menurunkan kualitas
hidup lansia.
Kata kunci: Lanjut usia, penyakit kronis, kualitas hidup
The prevalence of chronic disease and quality of life in elderly people
ABSTRACT
The increasing population of elderly has recently become a focus of interest in developing countries because
of increasing life expectancy. The aims of our study were to identify chronic diseases and measure the quality of life
of eldery people in Jakarta. A cross-sectional study was conducted between December 2005 dan January 2006.
Location of study was Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Three-hundred and six eldery participated in this
study. This study showed that prevalence of chronic disease was 87.3% (267/306). The prevalence of musculosceletal,
cardiovascular, urogenital and respiratory diseases were higher in male elderly compared with female elderly.
While prevalence of digestive and metabolic diseases were higher in female elderly conpared with male elderly.
Quality of life score will be lower in older age group. Among those aged 75 and older the mean scores of quality of
life social domain was significantly lower compared with others aged groups. Physical and environment domain
scores were significantly different between elderly who suffer of chonic diseases and those who were not. Chonic
diseases significantly decreased quality of life in the elderly.
Keywords: Eldery people, chronic disease, quality of life
164
Korespondensi : a Yenny
Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti
Jl. Kyai Tapa No.260, Grogol Jakarta 11440
Tel. 021-5672731 eks. 2801, Fax. 021-5660706
E-Mail : [email protected]
Universa Medicina
PENDAHULUAN
Penuaan merupakan proses perubahan yang
menyeluruh dan spontan yang dimulai dari masa
kanak-kanak, pubertas, dewasa muda dan
kemudian menurun pada pertengahan sampai
lanjut usia (lansia). (1) Angka rata-rata harapan
hidup manusia di dunia telah meningkat secara
dramatis. Diperkirakan angka harapan hidup
maksimum mencapai 125 tahun pada wanita dan
lebih singkat pada pria. (1)
Kemajuan teknologi dan perbaikan dalam
pelayanan kesehatan masyarakat mengakibatkan
meningkatnya sejumlah besar pasien yang
selamat dari kondisi yang dapat menimbulkan
kematian. Fenomena ini mengakibatkan
perpanjangan usia hidup dan peningkatan
pupulasi lansia. Tahun 1996 -2025 populasi
lansia di dunia yang berusia 65 tahun atau lebih
diperkirakan mengalami peningkatan dari 17%
menjadi 82%. Tahun 2025 populasi lansia di
dunia diperkirakan melebihi 1 milyar, di mana
kebanyakan dari mereka hidup di negara-negara
sedang berkembang. ( 2 ) Indonesia sendiri
memberikan kontribusi yang cukup signifikan
dalam percepatan penambahan lansia di dunia.
Pada tahun 1971 jumlah lanjut usia di Indonesia
sebanyak 5,3 juta jiwa atau 4,48 persen dari
jumlah total penduduk Indonesia, pada tahun
2000 meningkat menjadi 14,4 juta jiwa (7,18%),
dan pada tahun 2020 diperkirakan 28,8 juta jiwa
(11,34%). (3)
Peningkatan populasi lansia tentunya akan
diikuti dengan peningkatan risiko untuk
menderita penyakit kronis seperti diabetes
melitus, penyakit serebrovaskuler, penyakit
jantung koroner, osteoartritis, penyakit
musculoskeletal, dan penyakit paru. Pada tahun
2000, di Amerika Serikat diperkirakan 57 juta
penduduk menderita berbagai penyakit kronis
dan akan meningkat menjadi 81 juta lansia pada
tahun 2020. (4) Sekitar 50-80% lansia yang
Vol.25 No.4
berusia ≥65 tahun akan menderita lebih dari satu
penyakit kronis. (5,6)
Penyakit kronis merupakan penyakit yang
berkepanjangan dan jarang sembuh sempurna.
Walau tidak semua penyakit kronis mengancam
jiwa, tetapi akan menjadi beban ekonomi bagi
individu, keluarga, dan komunitas secara
keseluruhan. Penyakit kronis akan menyebabkan
masalah medis, sosial dan psikologis yang akan
membatasi aktifitas dari lansia sehingga akan
menyebabkan penurunan quality of life (QOL)
lansia. QOL merupakan pengukuran yang
banyak dipakai untuk mengevaluasi hasil studi
klinis yang dilakukan pada pasien-pasien dengan
penyakit kronis. (7-10) Sejauh ini belum ada
definisi yang universal mengenai kualitas hidup.
Kualitas hidup seringkali ini digambarkan
sebagai kesejahteraan fisik, fungsional,
emosional dan faktor sosial. (11) Penyakit kronis
mempengaruhi QOL pada lansia dan berperanan
pada ketidakmampuan lansia untuk hidup
mandiri.
Perawatan dan rehabilitasi jangka panjang
diperlukan pada penyakit kronis, karena itu
diperlukan informasi tentang penyebaran
penyakit kronis pada lansia guna mendapatkan
data yang terbaru untuk merencanakan
pelayanan kesehatan pada lansia. Tujuan dari
penelitan ini untuk mengetahui prevalensi
penyakit kronis pada lansia dan hubungannya
dengan QOL pada lansia di Jakarta.
METODE
Rancangan penelitian
Desain potong lintang (cross sectional)
digunakan untuk mencapai tujuan penelitian.
Subyek penelitian
Ada beberapa konsep tentang lansia. Di
negara berkembang, secara individu seseorang
disebut sebagai lansia jika telah berumur 60
tahun ke atas sedangkan di negara maju jika
165
Yenny, Herwana
Penyakit kronis dan kualitas hidup lansia
berusia 65 tahun ke atas. Kriteria inklusi studi
ini adalah: i) usia 60 tahun ke atas,(12) ii) masih
mobil (bergerak tanpa mendapat bantuan), tidak
menderita penyakit akut, dan bersedia
menandatangani informed consent. Lansia yang
bertempat tinggal di Kecamatan Mampang
Prapatan Jakarta Selatan dan memenuhi kriteria
inklusi diikutsertakan pada studi ini.
Pengumpulan data
Sebanyak 5 petugas lapangan melakukan
wawancara menggunakan kuesioner yang telah
diuji coba terlebih dahulu. Pengumpulan data
dilakukan pada bulan Desember 2005 dan Januari
2006. Data yang dikumpulkan meliputi
karakterikstik lansia, penyakit kronis yang dialami
selama tahun yang lalu dan kualitas hidup.
Tabel 1. Karakteristik demografik lansia
166
Universa Medicina
Instrumen kualitas hidup (quality of life)
WHOQOL-BREF (13) terdiri 24 facets yang
mencakup 4 domain terbukti dapat digunakan
untuk mengukur kualitas hidup seseorang.
Keempat domain tersebut adalah: i) kesehatan
fisik (physical health) terdiri dari 7 pertanyaan,
ii) psikologik (psychological) 6 pertanyaan, iii)
hubungan sosial (social relationship) 3
pertanyaan dan iv) lingkungan (environment) 8
pertanyaan. WHOQOL-Bref juga mengukur 2
facets dari kualitas hidup secara umum yaitu: i)
kualitas hidup secara keseluruhan (overall
quality of life) dan ii) kesehatan secara umum
(general health).
Analisis data
Analisis persen digunakan untuk
menggambarkan berbagai jenis penyakit kronis
yang diderita lansia. Untuk membandingkan
kualitas keempat domain dari WHOQOL-BREf
berdasarkan usia lansia digunakan analisis
varians (ANOVA). Uji t independent digunakan
untuk membandingkan rata-rata ke-4 domain
parameter kualitas hidup (WHOQOL-BREF)
berdasarkan ada tidaknya penyakit kronis Tingkat
kemaknaan yang digunakan besarnya 0,05.
HASIL
Sebanyak 306 lansia berhasil dikumpulkan
yang terdiri dari 88 (28,8%) lansia pria dan
Vol.25 No.4
218 (71,2%) wanita. Karakteristik demografik
lansia pria dan wanita dapat dilihat pada Tabel
1. Usia 60-64 tahun merupakan kelompok usia
yang terbanyak pada kedua jenis kelamin yaitu
37,5% pada lansia pria dan 47,7% pada lansia
wanita. Rata-rata lansia pria berusia 67,5 ± 6,4
tahun sedangkan lansia wanita 66 ± 6,4 tahun.
Status pernikahan sebagian besar lansia pria
adalah menikah (89,8%) sedangkan lansia
wanita adalah janda (59,2%) Pendidikan formal
terakhir lansia pria meliputi tidak tamat SD
(11,4%) dan tidak sekolah (6,8%) sedangkan
lansia wanita tidak tamat SD (24,8%) dan
tamat SD (20,2%). Status ekonomi pada lansia
pria sebagian besar didapatkan dari dana
pensiun (43,2%) sedangkan pada lansia wanita
didapatkan dari bantuan dana teratur (40,4%)
dan dana pensiun (35,8%) Sumber dana
kesehatan lansia pria didapatkan dari adanya
asuransi kesehatan (39,8%) sedangkan lansia
wanita didapatkan dari bantuan dana teratur
(38,5%) dan asuransi kesehatan (33,9%).
Pekerjaan para lansia pria kebanyakan
pekerjaan lainnya seperti: buruh, pekerjaan
serabutan dan lain-lain (36,4%) dan pensiunan
(33%), sedangkan lansia wanita adalah
pekerjaan rumah tangga (49,5%). Prevalensi
penyakit kronis pada lansia besarnya 87,3%
(267/302) dan identifikasi berbagai jenis
penyakit kronis berdasarkan jenis kelamin
lansia dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Penyakit kronis yang dijumpai pada lansia berdasarkan jenis kelamin
* Seorang lansia dapat mengalami > 1 penyakit kronis
167
Yenny, Herwana
Penyakit kronis dan kualitas hidup lansia
Tabel 3. Kualitas hidup (WHOQOL-BREF) berdasarkan kelompok usia
* Bermakna
Penyakit muskuloskeletal (61,4%) dan
kardiovaskuler (51,1%) lebih banyak dialami
lansia pria dibandingkan lansia wanita.
Sedangkan penyakit digestif (47,2%) dan
metabolik (29,4 %) lebih banyak dialami lansia
wanita dibandingkan lansia pria. Kejadian
keganasan tidak banyak ditemukan baik pada
lansia pria (1,1%) maupun lansia wanita (1,4%).
Semakin bertambah usia lansia terdapat
kecenderungan menurunnya rata-rata nilai
keempat domain kualitas hidup. Uji ANOVA
yang dilakukan terhadap ke-4 domain kualitas
hidup (WHOQOL-BREF) berdasarkan
kelompok usia lansia menunjukkan ada
perbedaan bermakna kualitas hidup domain
sosial berdasarkan kelompok usia, di mana ratarata kualitas hidup doman sosial paling rendah
didapatkan pada kelompok usia ≥75 tahun
(Tabel 3).
Uji t independent yang dilakukan untuk
membandingkan rata-rata ke-4 domain
parameter kualitas hidup (WHOQOL-BREF)
berdasarkan ada tidaknya penyakit kronis
menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna
kualitas hidup domain fisik (p=0,036) dan
lingkungan (p=0,049) antara lansia yang
mengalami dan tidak mengalami penyakit kronis
(Tabel 4).
DISKUSI
Rata-rata usia lansia laki-laki besarnya
67,5 ± 6,4 tahun dan lansia perempuan 66,0 ±
6,0 tahun. Peserta studi ini lebih banyak diikuti
oleh lansia wanita daripada lansia pria dengan
ratio 2,5/1. Hasil ini dapat dihubungkan dengan
kecenderungan wanita untuk tinggal di rumah
dibandingkan lansia pria. Hasil studi ini tidak
berbeda dengan penelitian yang dilakukan di
Samsun, Turki yang menunjukkan ratio lansia
wanita dan pria besarnya 2/1. (10) Pada status
pernikahan banyaknya lansia pria yang berstatus
menikah (89,8%) disatu sisi dan banyaknya
lansia wanita yang berstatus janda (59,2%) di
sisi lain rata-rata usia perempuan yang lebih
tinggi dibandingkan rata-rata usia laki-laki dan
banyak perempuan yang ditinggal mati oleh
suaminya.
Tabel 4. Rata-rata skor keempat domain kualitas hidup berdasarkan penyakit kronis
* Bermakna
168
Universa Medicina
Hasil yang tidak berbeda didapatkan di
Amerika Serikat yang menunjukkan lansia
perempuan lebih banyak yang hidup sendiri
dibandingkan lansia laki-laki. (14) Selain itu
diduga berkaitan dengan mudahnya kawin ulang
(remarriage) pada lansia pria dibandingkan
pada lansia wanita. Lansia pria yang ditinggal
pasangannya relatif mudah mencari
penggantinya dibandingkan lansia wanita yang
mengalami nasib yang serupa.
Sebagian besar lansia memiliki tingkat
pendidikan yang rendah. Tabel 1 menunjukkan
bahwa sekitar 57,18% lansia berpendidikan
Sekolah Dasar ke bawah. Secara rinci, lanjut
usia yang berstatus tidak pernah sekolah
14,05%, yang berpendidikan tidak tamat
Sekolah Dasar 20,9% dan tamat Sekolah Dasar
22,2%. Tingkat pendidikan lansia wanita pada
umumnya lebih rendah dibanding tingkat
pendidikan lansia pria. Jumlah lansia wanita
yang tidak pernah sekolah lebih dari 2 kali
dibandingkan lansia pria. Sementara untuk
tingkat pendidikan di atasnya (Sekolah Dasar
ke atas) jumlah lansia pria lebih besar (81,9%)
dibandingkan lansia wanita (58,3%).
Data yang ada menunjukkan bahwa jumlah
lanjut usia yang tercakup oleh dana pensiun
masih sedikit berkisar 37,9%. Bagi mereka yang
tidak memiliki dana pensiun, sumber
pendapatannya makin terbatas. Bagi lansia yang
memiliki barang berharga dan tabungan yang
cukup hal ini tidak akan menjadi masalah, tapi
bagi lansia yang tidak memiliki semuanya maka
sumber pendapatan makin terbatas lagi. Bila
lansia tidak bekerja berarti memperoleh bantuan
dari keluarga, kerabat atau orang lain. Dengan
demikian hal ini juga menujukkan makin
pentingnya dukungan keluarga terhadap
kehidupan lansia.
Kesehatan merupakan aspek sangat penting
yang perlu diperhatikan pada kehidupan lansia.
Setidaknya ada dua persoalan utama yang
Vol.25 No.4
seringkali dihadapi lansia di negara berkembang
yaitu persoalan kesehatan dan persoalan
kemiskinan.(12) Dengan demikian dana kesehatan
sangat penting bagi lansia. Data yang ada
menunjukkan bahwa masih sedikitnya para
lansia yang tercakup dalam asuransi kesehatan
yaitu sebesar 35,6%. Hal ini menunjukkan
bahwa para lansia sangat tergantung pada
dukungan finansial dari orang-orang di
sekitarnya. Disini dianggap perlu peranan
pemerintah untuk memberikan perhatian atau
bantuan pada kesehatan lansia yang sangat
rentan terhadap penyakit kronis
Persepsi negatif yang menyatakan lansia
semata-mata sebagai beban bagi keluarga
ternyata tidak didukung oleh kenyataan bahwa
banyak lansia yang masih memiliki pekerjaan.
Hal ini didukung fakta bahwa hanya 16,3%
lansia yang pensiunan. Bahkan untuk lansia
wanita sepertiganya berstatus sebagai pekerja
tidak dibayar (pekerjaan rumah tangga).
Berdasarkan data ini ternyata lansia bukanlah
sebagai beban bagi lingkungannya.
Meningkatnya prevalensi penyakit kronis
terjadi seiring dengan bertambahnya usia.
Berdasarkan laporan 50-80% lansia yang
berusia 65 tahun dan ke atas rata-rata akan
mempunyai lebih dari satu penyakit kronis.(5,6)
Penyakit muskuloskeletal dilaporkan merupakan
penyakit yang paling banyak ditemukan dan
didapatkan merata pada setiap kelompok usia
lansia.(15) Berdasarkan survei kesehatan penyakit
ini merupakan penyebab disabilitas pada
populasi lansia di dunia.(16) Pembatasan aktifitas
fisik makin nyata bersamaan dengan
penambahan usia. Berdasarkan laporan, 32%
lansia berusia 70 tahun dan ke atas mengalami
kesulitan untuk melakukan aktivitas fisik yang
disebabkan penyakit muskuloskeletal. Bahkan
lansia yang berusia ≥85 tahun 2,6 kali lebih
sering mengalami keterbatasan aktivitas fisik
dibanding lansia berusia 70-74 tahun.
169
Yenny, Herwana
Sedangkan dari studi ini diperoleh data
keterbatasan
fisik
akibat
penyakit
muskuloskeletal terbanyak didapatkan pada
kelompok usia yang jauh lebih muda yaitu pada
kelompok usia 60-69 tahun sebesar 63%. Badan
Organisasi Kesehatan Dunia (Word Health
Organization/WHO) bahkan menyatakan tahun
2000-2010 disebut “Bone and Joint Decade”(17)
sehingga diperlukan perbaikan kesehatan guna
meningkatkan kualitas hidup lansia.
Pada studi ini sebanyak 74 (95,4%) lansia
pria dan 174 (86,3%) lansia wanita mempunyai
penyakit kronis. Sebesar 68,8% lansia
mempunyai lebih dari satu penyakit kronis.
Penyakit kronis yang paling banyak diderita
pada lansia pria maupun wanita adalah penyakit
muskuloskeletal. Hasil yang tidak berbeda
ditunjukkan pada penelitian oleh van Schoor et
al,(18) lansia dapat menderita lebih dari satu jenis
penyakit khronis. Semakin banyak penyakit
kronis yang dialami lansia terjadi kecenderungan
menurunnya kualitas hidup.
Selain penyakit muskuloskeletal, penyakit
kardiovaskuler merupakan penyebab kematian
dan disabilitas yang juga sering ditemukan pada
lansia. Peningkatan usia dikatakan sebagai salah
satu faktor risiko yang paling berperanan untuk
terjadinya penyakit kardiovaskuler pada
populasi lansia. Faktor risiko lain yang juga
berperanan antara lain hipertensi, hiperlipidemi,
diabetes, obesitas. (19)
Seperti yang dilaporkan Canbaz et al (10)
pada studi kualitas hidup lansia juga
menunjukkan penurunan secara bermakna
dengan bertambahnya usia. Banyak perubahan
besar yang terjadi di dalam tubuh seiring dengan
peningkatan usia. Beberapa perubahan mungkin
berkaitan dengan organ sensoris, dan juga
berkaitan dengan fungsi organ-organ vital seperti
sistem kardiovaskular, sistem saraf pusat dan
sistem pernafasan. Penyakit sistem
muskuloskeletal juga mengalami peningkatan
170
Penyakit kronis dan kualitas hidup lansia
dengan penambahan usia, yang menyebabkan
penurunan fungsi fisik pada lansia.
Kualitas hidup domain fisik dan lingkungan
pada lansia yang mengalami penyakit kronis
rata-rata lebih rendah secara bermakna
dibandingkan lansia yang tidak mengalami
penyakit kronis. Hasil yang diperoleh ini
ternyata tidak berbeda dengan yang dilaporkan
oleh Canbaz et al. (10) Penelitian yang dilakukan
di Amsterdam menunjukkan hasil yang tidak
berbeda, lansia yang menderita penyakit kronik
mengalami kualitas hidup yang menurun.
Penyakit kronik secara bermakna menurunkan
kualitas hidup lansia. Canbaz et al melaporkan,
partisipan dengan penyakit kronis menunjukkan
angka yang lebih rendah dibandingkan dengan
yang tidak mengalami penyakit kronis.
KESIMPULAN
Penyakit musculoskeletal, kardiovaskuler,
dan digestif merupakan penyakit yang dialami
oleh lansia berusia 60-69 tahun. Keberadaan
penyakit kronis ternyata identik dengan
penurunan kualitas hidup. Dibutuhkan
penelitian lebih lanjut mengenai diagnosis, dan
penatalaksanaan penyakit kronis guna
mengendalikan simtom dan menekan disabilitas
sehingga terjadi peningkatan kualitas hidup
lansia.
UCAPAN TERIMA KASIH
Peneliti mengucapkan terima kasih kepada
Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti yang telah memberikan bantuan dana
bagi kegiatan penelitian ini. Tidak lupa ucapan
terima kasih disampaikan kepada para dokter
dan staf Puskesmas Kecamatan Mampang
Prapatan, Jakarta Selatan atas segala
bantuaannya sehingga dapat terlaksananya
penelitian ini.
Universa Medicina
Daftar Pustaka
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Mobbs C. The merck manual of geriatric, Section
1, Chapter 1, Biology of aging. Available at: http:/
/www.merck.com/pubs/mm_geriatrics/sec1/ch
1.html. Accessed April 5, 2006.
Mobbs C. The merck manual of geriatric, Section
2, Chapter2, Biology of Aging. Available at: http:/
/www.merck.com/pubs/mm_geriatrics/sec2/ch
2.html. Accessed April 5, 2006.
Badan Pusat Statistik. Proyeksi penduduk
Indonesia per Propinsi 1995-2005. Jakarta: Badan
Pusat Statistik; 1998.
Wu SY, Green A. Projection of chronic illness
prevalence and cost inflation. Washington DC:
RAND Health; 2000.
Taylor R. Measuring healthy days, population
assessment of health-related quality of life. CDC,
2000.
Hoffman C, Rice D, Sung HY. Person with chronic
conditions: their prevalence and costs. JAMA 1996;
276: 1473-9.
Natuveli G, Wiggins R, Hildon Z, Blane D.
Functional limitation in long standing illness and
quality of life: evidence from a national survey.
BMJ 2005; 331: 1382-3.
Lam CL, Launder IJ. The impact of chronic disease
on the health-related quality of life (HRQOL) of
Chinese patients in primary care. Fam Prac 2000;
17: 159-66.
Simpson E, Pilote L. Quality of life after acute
myocardial infraction: a comparison of diabetic
versus non-diabetic acute myocardial infraction in
Quebec acute care hospital. Health Qual Life
Outcomes 2005; 3: 80.
Vol.25 No.4
10. Canbaz S, Sunter AT, Dabak S, Peksen Y. The
prevalence of chronic disease and quality of live
in eldery people in Samsun. Turk J Med Sci 2002;
33: 335-40.
11. Fortin M, Lapointe L, Hudon C, Vanesse A, Ntet
AL, Maltais D. Multimorbility and quality of life
in primary vare: a systematic review. Health Qual
Life Outcomes 2004; 2: 51.
12. Departemen Sosial Republik Indonesia. Pedoman
rencana aksi nasional untuk kesejahteraan lanjut
usia. Jakarta: DEPSOS RI-YEL-UNFPA-HelpAge
International; 2003.
13. WHOQOL Group. Development of the World
Health Organization WHOQOL-BREF quality of
life assessment. Psychol Med 1998; 28: 551-8.
14. Taylor R. Measuring healthy days. Population
assessment of health-related quality of life. Atlanta:
CDC; 2000.
15. Reginster JY. The prevalence and burden of
arthritis. Rheumatology 2002; 41: 3-6.
16. Ethgen O, Reginsten JY. Degenerative
musculoskeletal disease. Ann Rheum Dis 2004;
63: 1-3.
17. World Health Organization. The bone and joint
decade. Joint motion 2000-2010. Available at:
http://www.bonejointdecade. org. Accessed April
15, 2006.
18. van Schoor NM, Smit JH, Twisk JWR, Lips P.
Impact of vertebral deformities, osteoarthritis, and
other chronic diseases on quality of life: a
population-based study. Osteoporos Int 2005; 16:
749-56.
19. Nauman VJ, Byrne GJ. WHOQOL-BREF as a
measure of quality of life in older patients with
depression. Int Psychogeriatr 2004; 16: 159-173.
171
Download