Universa Medicina Oktober-Desember 2006, Vol.25 No.4 Prevalensi penyakit kronis dan kualitas hidup pada lanjut usia di Jakarta Selatan Yenny a dan Elly Herwana Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti ABSTRAK Peningkatan populasi lanjut usia (lansia) baru-baru ini menjadi fokus yang menarik perhatian di negaranegara berkembang karena angka harapan hidup yang makin meningkat. Tujuan dari penelitian ini untuk mengidentifikasi penyakit-penyakit kronis dan mengukur kualitas hidup pada lansia di Jakarta. Studi potong lintang dilakukan antara bulan Desember 2005 dan Januari 2006, lokasinya di Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Sebanyak 306 lansia ikut serta pada penelitian ini, terdiri dari 88 (28,8%) laki-laki dan 218 (71,2%) perempuan. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi penyakit kronis pada lansia besarnya 87,3% (267/300). Penyakit muskuloskeletal, kardiovaskuler, urogenital dan pernafasan lebih banyak dialami lansia pria dibandingkan wanita. Sedangkan penyakit digestif dan metabolik lebih banyak dijumpai pada lansia wanita. Kejadian keganasan baik pada lansia pria maupun wanita tidak besar jumlahnya. Kualitas hidup lansia cenderung menurun seiring bertambahnya usia. Rata-rata domain sosial kualitas hidup lansia pada kelompok usia ≥ 75 tahun paling rendah dibandingkan kelompok usia lainnya. Kualitas hidup domain fisik dan lingkungan berbeda secara bermakna antara lansia yang mengalami dan tidak mengalami penyakit kronis. Penyakit kronik secara bermakna menurunkan kualitas hidup lansia. Kata kunci: Lanjut usia, penyakit kronis, kualitas hidup The prevalence of chronic disease and quality of life in elderly people ABSTRACT The increasing population of elderly has recently become a focus of interest in developing countries because of increasing life expectancy. The aims of our study were to identify chronic diseases and measure the quality of life of eldery people in Jakarta. A cross-sectional study was conducted between December 2005 dan January 2006. Location of study was Mampang Prapatan, Jakarta Selatan. Three-hundred and six eldery participated in this study. This study showed that prevalence of chronic disease was 87.3% (267/306). The prevalence of musculosceletal, cardiovascular, urogenital and respiratory diseases were higher in male elderly compared with female elderly. While prevalence of digestive and metabolic diseases were higher in female elderly conpared with male elderly. Quality of life score will be lower in older age group. Among those aged 75 and older the mean scores of quality of life social domain was significantly lower compared with others aged groups. Physical and environment domain scores were significantly different between elderly who suffer of chonic diseases and those who were not. Chonic diseases significantly decreased quality of life in the elderly. Keywords: Eldery people, chronic disease, quality of life 164 Korespondensi : a Yenny Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran, Universitas Trisakti Jl. Kyai Tapa No.260, Grogol Jakarta 11440 Tel. 021-5672731 eks. 2801, Fax. 021-5660706 E-Mail : [email protected] Universa Medicina PENDAHULUAN Penuaan merupakan proses perubahan yang menyeluruh dan spontan yang dimulai dari masa kanak-kanak, pubertas, dewasa muda dan kemudian menurun pada pertengahan sampai lanjut usia (lansia). (1) Angka rata-rata harapan hidup manusia di dunia telah meningkat secara dramatis. Diperkirakan angka harapan hidup maksimum mencapai 125 tahun pada wanita dan lebih singkat pada pria. (1) Kemajuan teknologi dan perbaikan dalam pelayanan kesehatan masyarakat mengakibatkan meningkatnya sejumlah besar pasien yang selamat dari kondisi yang dapat menimbulkan kematian. Fenomena ini mengakibatkan perpanjangan usia hidup dan peningkatan pupulasi lansia. Tahun 1996 -2025 populasi lansia di dunia yang berusia 65 tahun atau lebih diperkirakan mengalami peningkatan dari 17% menjadi 82%. Tahun 2025 populasi lansia di dunia diperkirakan melebihi 1 milyar, di mana kebanyakan dari mereka hidup di negara-negara sedang berkembang. ( 2 ) Indonesia sendiri memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam percepatan penambahan lansia di dunia. Pada tahun 1971 jumlah lanjut usia di Indonesia sebanyak 5,3 juta jiwa atau 4,48 persen dari jumlah total penduduk Indonesia, pada tahun 2000 meningkat menjadi 14,4 juta jiwa (7,18%), dan pada tahun 2020 diperkirakan 28,8 juta jiwa (11,34%). (3) Peningkatan populasi lansia tentunya akan diikuti dengan peningkatan risiko untuk menderita penyakit kronis seperti diabetes melitus, penyakit serebrovaskuler, penyakit jantung koroner, osteoartritis, penyakit musculoskeletal, dan penyakit paru. Pada tahun 2000, di Amerika Serikat diperkirakan 57 juta penduduk menderita berbagai penyakit kronis dan akan meningkat menjadi 81 juta lansia pada tahun 2020. (4) Sekitar 50-80% lansia yang Vol.25 No.4 berusia ≥65 tahun akan menderita lebih dari satu penyakit kronis. (5,6) Penyakit kronis merupakan penyakit yang berkepanjangan dan jarang sembuh sempurna. Walau tidak semua penyakit kronis mengancam jiwa, tetapi akan menjadi beban ekonomi bagi individu, keluarga, dan komunitas secara keseluruhan. Penyakit kronis akan menyebabkan masalah medis, sosial dan psikologis yang akan membatasi aktifitas dari lansia sehingga akan menyebabkan penurunan quality of life (QOL) lansia. QOL merupakan pengukuran yang banyak dipakai untuk mengevaluasi hasil studi klinis yang dilakukan pada pasien-pasien dengan penyakit kronis. (7-10) Sejauh ini belum ada definisi yang universal mengenai kualitas hidup. Kualitas hidup seringkali ini digambarkan sebagai kesejahteraan fisik, fungsional, emosional dan faktor sosial. (11) Penyakit kronis mempengaruhi QOL pada lansia dan berperanan pada ketidakmampuan lansia untuk hidup mandiri. Perawatan dan rehabilitasi jangka panjang diperlukan pada penyakit kronis, karena itu diperlukan informasi tentang penyebaran penyakit kronis pada lansia guna mendapatkan data yang terbaru untuk merencanakan pelayanan kesehatan pada lansia. Tujuan dari penelitan ini untuk mengetahui prevalensi penyakit kronis pada lansia dan hubungannya dengan QOL pada lansia di Jakarta. METODE Rancangan penelitian Desain potong lintang (cross sectional) digunakan untuk mencapai tujuan penelitian. Subyek penelitian Ada beberapa konsep tentang lansia. Di negara berkembang, secara individu seseorang disebut sebagai lansia jika telah berumur 60 tahun ke atas sedangkan di negara maju jika 165 Yenny, Herwana Penyakit kronis dan kualitas hidup lansia berusia 65 tahun ke atas. Kriteria inklusi studi ini adalah: i) usia 60 tahun ke atas,(12) ii) masih mobil (bergerak tanpa mendapat bantuan), tidak menderita penyakit akut, dan bersedia menandatangani informed consent. Lansia yang bertempat tinggal di Kecamatan Mampang Prapatan Jakarta Selatan dan memenuhi kriteria inklusi diikutsertakan pada studi ini. Pengumpulan data Sebanyak 5 petugas lapangan melakukan wawancara menggunakan kuesioner yang telah diuji coba terlebih dahulu. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Desember 2005 dan Januari 2006. Data yang dikumpulkan meliputi karakterikstik lansia, penyakit kronis yang dialami selama tahun yang lalu dan kualitas hidup. Tabel 1. Karakteristik demografik lansia 166 Universa Medicina Instrumen kualitas hidup (quality of life) WHOQOL-BREF (13) terdiri 24 facets yang mencakup 4 domain terbukti dapat digunakan untuk mengukur kualitas hidup seseorang. Keempat domain tersebut adalah: i) kesehatan fisik (physical health) terdiri dari 7 pertanyaan, ii) psikologik (psychological) 6 pertanyaan, iii) hubungan sosial (social relationship) 3 pertanyaan dan iv) lingkungan (environment) 8 pertanyaan. WHOQOL-Bref juga mengukur 2 facets dari kualitas hidup secara umum yaitu: i) kualitas hidup secara keseluruhan (overall quality of life) dan ii) kesehatan secara umum (general health). Analisis data Analisis persen digunakan untuk menggambarkan berbagai jenis penyakit kronis yang diderita lansia. Untuk membandingkan kualitas keempat domain dari WHOQOL-BREf berdasarkan usia lansia digunakan analisis varians (ANOVA). Uji t independent digunakan untuk membandingkan rata-rata ke-4 domain parameter kualitas hidup (WHOQOL-BREF) berdasarkan ada tidaknya penyakit kronis Tingkat kemaknaan yang digunakan besarnya 0,05. HASIL Sebanyak 306 lansia berhasil dikumpulkan yang terdiri dari 88 (28,8%) lansia pria dan Vol.25 No.4 218 (71,2%) wanita. Karakteristik demografik lansia pria dan wanita dapat dilihat pada Tabel 1. Usia 60-64 tahun merupakan kelompok usia yang terbanyak pada kedua jenis kelamin yaitu 37,5% pada lansia pria dan 47,7% pada lansia wanita. Rata-rata lansia pria berusia 67,5 ± 6,4 tahun sedangkan lansia wanita 66 ± 6,4 tahun. Status pernikahan sebagian besar lansia pria adalah menikah (89,8%) sedangkan lansia wanita adalah janda (59,2%) Pendidikan formal terakhir lansia pria meliputi tidak tamat SD (11,4%) dan tidak sekolah (6,8%) sedangkan lansia wanita tidak tamat SD (24,8%) dan tamat SD (20,2%). Status ekonomi pada lansia pria sebagian besar didapatkan dari dana pensiun (43,2%) sedangkan pada lansia wanita didapatkan dari bantuan dana teratur (40,4%) dan dana pensiun (35,8%) Sumber dana kesehatan lansia pria didapatkan dari adanya asuransi kesehatan (39,8%) sedangkan lansia wanita didapatkan dari bantuan dana teratur (38,5%) dan asuransi kesehatan (33,9%). Pekerjaan para lansia pria kebanyakan pekerjaan lainnya seperti: buruh, pekerjaan serabutan dan lain-lain (36,4%) dan pensiunan (33%), sedangkan lansia wanita adalah pekerjaan rumah tangga (49,5%). Prevalensi penyakit kronis pada lansia besarnya 87,3% (267/302) dan identifikasi berbagai jenis penyakit kronis berdasarkan jenis kelamin lansia dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2. Penyakit kronis yang dijumpai pada lansia berdasarkan jenis kelamin * Seorang lansia dapat mengalami > 1 penyakit kronis 167 Yenny, Herwana Penyakit kronis dan kualitas hidup lansia Tabel 3. Kualitas hidup (WHOQOL-BREF) berdasarkan kelompok usia * Bermakna Penyakit muskuloskeletal (61,4%) dan kardiovaskuler (51,1%) lebih banyak dialami lansia pria dibandingkan lansia wanita. Sedangkan penyakit digestif (47,2%) dan metabolik (29,4 %) lebih banyak dialami lansia wanita dibandingkan lansia pria. Kejadian keganasan tidak banyak ditemukan baik pada lansia pria (1,1%) maupun lansia wanita (1,4%). Semakin bertambah usia lansia terdapat kecenderungan menurunnya rata-rata nilai keempat domain kualitas hidup. Uji ANOVA yang dilakukan terhadap ke-4 domain kualitas hidup (WHOQOL-BREF) berdasarkan kelompok usia lansia menunjukkan ada perbedaan bermakna kualitas hidup domain sosial berdasarkan kelompok usia, di mana ratarata kualitas hidup doman sosial paling rendah didapatkan pada kelompok usia ≥75 tahun (Tabel 3). Uji t independent yang dilakukan untuk membandingkan rata-rata ke-4 domain parameter kualitas hidup (WHOQOL-BREF) berdasarkan ada tidaknya penyakit kronis menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna kualitas hidup domain fisik (p=0,036) dan lingkungan (p=0,049) antara lansia yang mengalami dan tidak mengalami penyakit kronis (Tabel 4). DISKUSI Rata-rata usia lansia laki-laki besarnya 67,5 ± 6,4 tahun dan lansia perempuan 66,0 ± 6,0 tahun. Peserta studi ini lebih banyak diikuti oleh lansia wanita daripada lansia pria dengan ratio 2,5/1. Hasil ini dapat dihubungkan dengan kecenderungan wanita untuk tinggal di rumah dibandingkan lansia pria. Hasil studi ini tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan di Samsun, Turki yang menunjukkan ratio lansia wanita dan pria besarnya 2/1. (10) Pada status pernikahan banyaknya lansia pria yang berstatus menikah (89,8%) disatu sisi dan banyaknya lansia wanita yang berstatus janda (59,2%) di sisi lain rata-rata usia perempuan yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata usia laki-laki dan banyak perempuan yang ditinggal mati oleh suaminya. Tabel 4. Rata-rata skor keempat domain kualitas hidup berdasarkan penyakit kronis * Bermakna 168 Universa Medicina Hasil yang tidak berbeda didapatkan di Amerika Serikat yang menunjukkan lansia perempuan lebih banyak yang hidup sendiri dibandingkan lansia laki-laki. (14) Selain itu diduga berkaitan dengan mudahnya kawin ulang (remarriage) pada lansia pria dibandingkan pada lansia wanita. Lansia pria yang ditinggal pasangannya relatif mudah mencari penggantinya dibandingkan lansia wanita yang mengalami nasib yang serupa. Sebagian besar lansia memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Tabel 1 menunjukkan bahwa sekitar 57,18% lansia berpendidikan Sekolah Dasar ke bawah. Secara rinci, lanjut usia yang berstatus tidak pernah sekolah 14,05%, yang berpendidikan tidak tamat Sekolah Dasar 20,9% dan tamat Sekolah Dasar 22,2%. Tingkat pendidikan lansia wanita pada umumnya lebih rendah dibanding tingkat pendidikan lansia pria. Jumlah lansia wanita yang tidak pernah sekolah lebih dari 2 kali dibandingkan lansia pria. Sementara untuk tingkat pendidikan di atasnya (Sekolah Dasar ke atas) jumlah lansia pria lebih besar (81,9%) dibandingkan lansia wanita (58,3%). Data yang ada menunjukkan bahwa jumlah lanjut usia yang tercakup oleh dana pensiun masih sedikit berkisar 37,9%. Bagi mereka yang tidak memiliki dana pensiun, sumber pendapatannya makin terbatas. Bagi lansia yang memiliki barang berharga dan tabungan yang cukup hal ini tidak akan menjadi masalah, tapi bagi lansia yang tidak memiliki semuanya maka sumber pendapatan makin terbatas lagi. Bila lansia tidak bekerja berarti memperoleh bantuan dari keluarga, kerabat atau orang lain. Dengan demikian hal ini juga menujukkan makin pentingnya dukungan keluarga terhadap kehidupan lansia. Kesehatan merupakan aspek sangat penting yang perlu diperhatikan pada kehidupan lansia. Setidaknya ada dua persoalan utama yang Vol.25 No.4 seringkali dihadapi lansia di negara berkembang yaitu persoalan kesehatan dan persoalan kemiskinan.(12) Dengan demikian dana kesehatan sangat penting bagi lansia. Data yang ada menunjukkan bahwa masih sedikitnya para lansia yang tercakup dalam asuransi kesehatan yaitu sebesar 35,6%. Hal ini menunjukkan bahwa para lansia sangat tergantung pada dukungan finansial dari orang-orang di sekitarnya. Disini dianggap perlu peranan pemerintah untuk memberikan perhatian atau bantuan pada kesehatan lansia yang sangat rentan terhadap penyakit kronis Persepsi negatif yang menyatakan lansia semata-mata sebagai beban bagi keluarga ternyata tidak didukung oleh kenyataan bahwa banyak lansia yang masih memiliki pekerjaan. Hal ini didukung fakta bahwa hanya 16,3% lansia yang pensiunan. Bahkan untuk lansia wanita sepertiganya berstatus sebagai pekerja tidak dibayar (pekerjaan rumah tangga). Berdasarkan data ini ternyata lansia bukanlah sebagai beban bagi lingkungannya. Meningkatnya prevalensi penyakit kronis terjadi seiring dengan bertambahnya usia. Berdasarkan laporan 50-80% lansia yang berusia 65 tahun dan ke atas rata-rata akan mempunyai lebih dari satu penyakit kronis.(5,6) Penyakit muskuloskeletal dilaporkan merupakan penyakit yang paling banyak ditemukan dan didapatkan merata pada setiap kelompok usia lansia.(15) Berdasarkan survei kesehatan penyakit ini merupakan penyebab disabilitas pada populasi lansia di dunia.(16) Pembatasan aktifitas fisik makin nyata bersamaan dengan penambahan usia. Berdasarkan laporan, 32% lansia berusia 70 tahun dan ke atas mengalami kesulitan untuk melakukan aktivitas fisik yang disebabkan penyakit muskuloskeletal. Bahkan lansia yang berusia ≥85 tahun 2,6 kali lebih sering mengalami keterbatasan aktivitas fisik dibanding lansia berusia 70-74 tahun. 169 Yenny, Herwana Sedangkan dari studi ini diperoleh data keterbatasan fisik akibat penyakit muskuloskeletal terbanyak didapatkan pada kelompok usia yang jauh lebih muda yaitu pada kelompok usia 60-69 tahun sebesar 63%. Badan Organisasi Kesehatan Dunia (Word Health Organization/WHO) bahkan menyatakan tahun 2000-2010 disebut “Bone and Joint Decade”(17) sehingga diperlukan perbaikan kesehatan guna meningkatkan kualitas hidup lansia. Pada studi ini sebanyak 74 (95,4%) lansia pria dan 174 (86,3%) lansia wanita mempunyai penyakit kronis. Sebesar 68,8% lansia mempunyai lebih dari satu penyakit kronis. Penyakit kronis yang paling banyak diderita pada lansia pria maupun wanita adalah penyakit muskuloskeletal. Hasil yang tidak berbeda ditunjukkan pada penelitian oleh van Schoor et al,(18) lansia dapat menderita lebih dari satu jenis penyakit khronis. Semakin banyak penyakit kronis yang dialami lansia terjadi kecenderungan menurunnya kualitas hidup. Selain penyakit muskuloskeletal, penyakit kardiovaskuler merupakan penyebab kematian dan disabilitas yang juga sering ditemukan pada lansia. Peningkatan usia dikatakan sebagai salah satu faktor risiko yang paling berperanan untuk terjadinya penyakit kardiovaskuler pada populasi lansia. Faktor risiko lain yang juga berperanan antara lain hipertensi, hiperlipidemi, diabetes, obesitas. (19) Seperti yang dilaporkan Canbaz et al (10) pada studi kualitas hidup lansia juga menunjukkan penurunan secara bermakna dengan bertambahnya usia. Banyak perubahan besar yang terjadi di dalam tubuh seiring dengan peningkatan usia. Beberapa perubahan mungkin berkaitan dengan organ sensoris, dan juga berkaitan dengan fungsi organ-organ vital seperti sistem kardiovaskular, sistem saraf pusat dan sistem pernafasan. Penyakit sistem muskuloskeletal juga mengalami peningkatan 170 Penyakit kronis dan kualitas hidup lansia dengan penambahan usia, yang menyebabkan penurunan fungsi fisik pada lansia. Kualitas hidup domain fisik dan lingkungan pada lansia yang mengalami penyakit kronis rata-rata lebih rendah secara bermakna dibandingkan lansia yang tidak mengalami penyakit kronis. Hasil yang diperoleh ini ternyata tidak berbeda dengan yang dilaporkan oleh Canbaz et al. (10) Penelitian yang dilakukan di Amsterdam menunjukkan hasil yang tidak berbeda, lansia yang menderita penyakit kronik mengalami kualitas hidup yang menurun. Penyakit kronik secara bermakna menurunkan kualitas hidup lansia. Canbaz et al melaporkan, partisipan dengan penyakit kronis menunjukkan angka yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tidak mengalami penyakit kronis. KESIMPULAN Penyakit musculoskeletal, kardiovaskuler, dan digestif merupakan penyakit yang dialami oleh lansia berusia 60-69 tahun. Keberadaan penyakit kronis ternyata identik dengan penurunan kualitas hidup. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai diagnosis, dan penatalaksanaan penyakit kronis guna mengendalikan simtom dan menekan disabilitas sehingga terjadi peningkatan kualitas hidup lansia. UCAPAN TERIMA KASIH Peneliti mengucapkan terima kasih kepada Pimpinan Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti yang telah memberikan bantuan dana bagi kegiatan penelitian ini. Tidak lupa ucapan terima kasih disampaikan kepada para dokter dan staf Puskesmas Kecamatan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan atas segala bantuaannya sehingga dapat terlaksananya penelitian ini. Universa Medicina Daftar Pustaka 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Mobbs C. The merck manual of geriatric, Section 1, Chapter 1, Biology of aging. Available at: http:/ /www.merck.com/pubs/mm_geriatrics/sec1/ch 1.html. Accessed April 5, 2006. Mobbs C. The merck manual of geriatric, Section 2, Chapter2, Biology of Aging. Available at: http:/ /www.merck.com/pubs/mm_geriatrics/sec2/ch 2.html. Accessed April 5, 2006. Badan Pusat Statistik. Proyeksi penduduk Indonesia per Propinsi 1995-2005. Jakarta: Badan Pusat Statistik; 1998. Wu SY, Green A. Projection of chronic illness prevalence and cost inflation. Washington DC: RAND Health; 2000. Taylor R. Measuring healthy days, population assessment of health-related quality of life. CDC, 2000. Hoffman C, Rice D, Sung HY. Person with chronic conditions: their prevalence and costs. JAMA 1996; 276: 1473-9. Natuveli G, Wiggins R, Hildon Z, Blane D. Functional limitation in long standing illness and quality of life: evidence from a national survey. BMJ 2005; 331: 1382-3. Lam CL, Launder IJ. The impact of chronic disease on the health-related quality of life (HRQOL) of Chinese patients in primary care. Fam Prac 2000; 17: 159-66. Simpson E, Pilote L. Quality of life after acute myocardial infraction: a comparison of diabetic versus non-diabetic acute myocardial infraction in Quebec acute care hospital. Health Qual Life Outcomes 2005; 3: 80. Vol.25 No.4 10. Canbaz S, Sunter AT, Dabak S, Peksen Y. The prevalence of chronic disease and quality of live in eldery people in Samsun. Turk J Med Sci 2002; 33: 335-40. 11. Fortin M, Lapointe L, Hudon C, Vanesse A, Ntet AL, Maltais D. Multimorbility and quality of life in primary vare: a systematic review. Health Qual Life Outcomes 2004; 2: 51. 12. Departemen Sosial Republik Indonesia. Pedoman rencana aksi nasional untuk kesejahteraan lanjut usia. Jakarta: DEPSOS RI-YEL-UNFPA-HelpAge International; 2003. 13. WHOQOL Group. Development of the World Health Organization WHOQOL-BREF quality of life assessment. Psychol Med 1998; 28: 551-8. 14. Taylor R. Measuring healthy days. Population assessment of health-related quality of life. Atlanta: CDC; 2000. 15. Reginster JY. The prevalence and burden of arthritis. Rheumatology 2002; 41: 3-6. 16. Ethgen O, Reginsten JY. Degenerative musculoskeletal disease. Ann Rheum Dis 2004; 63: 1-3. 17. World Health Organization. The bone and joint decade. Joint motion 2000-2010. Available at: http://www.bonejointdecade. org. Accessed April 15, 2006. 18. van Schoor NM, Smit JH, Twisk JWR, Lips P. Impact of vertebral deformities, osteoarthritis, and other chronic diseases on quality of life: a population-based study. Osteoporos Int 2005; 16: 749-56. 19. Nauman VJ, Byrne GJ. WHOQOL-BREF as a measure of quality of life in older patients with depression. Int Psychogeriatr 2004; 16: 159-173. 171