situs REPUBLIKA ● AHAD, 23 JANUARI 2011 Sana’a B3 ABCYEMEN.COM Kota Tua Warisan Peradaban Manusia ABCYEMEN.COM KOTA SANA’A PADA ABAD KE-7 DAN 8 M MENJADI PUSAT PENTING BAGI PENYEBARAN ISLAM. Oleh Heri Ruslan Pada 570 atau 571 M, Raja Abrahah al-Habsyi dengan pasukan gajahnya menyerang Makkah. Penguasa Kota Sana’a, Yaman itu, bermaksud untuk menghancurkan Ka’bah. Namun, upaya pasukan gajah itu digagalkan oleh serangan burung Ababil. Kisah itu terekam dalam surah Al-Fiil [105] ayat 1-5. Menurut Dr Syauqi Abdul Khalil dalam Athlas alHadith al-Nabawi, Raja Abrahah juga sempat membangun gereja al-Qullais di Kota Sana’a untuk memalingkan bangsa Arab dari berhaji ke Makkah Al-Mukaramah, tetapi usahanya gagal. Orang Arab menyebut tahun penyerangan pasukan Abrahah ke Makkah sebagai tahun Gajah. Dr Akram Dhiya Al-Umuri dalam Shahih Sirah Nabawiyah mengungkapkan, sebagian besar ulama berpendapat bahwa Rasulullah SAW lahir pada tahun Gajah. Secara historis, Kota Sana’a yang terletak di sebuah lembah pegunungan pada ketinggian 2.200 meter sangat dekat dengan Islam. Laman web UNESCO—Badan PBB yang menangani bidang pendidikan dan kebudayaan— dalam tulisannya bertajuk Old City Sana’a menyebut wilayah Sana’a pada abad ke-7 dan 8 M menjadi pusat FLICKER.COM yang penting bagi penyebaran Islam. Hal itu dapat dilihat dari 103 masjid, 14 tempat pemandian, dan 6.000 rumah yang ada di Kota Sana’a dibangun sebelum abad ke-11 M. Menurut Dr Syauqi, nama Sana’a tercantum dalam hadis yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari, Muslim, Turmidzi, dan Ibnu Majah. Ajaran Islam menyebar di Kota Sana’a, Yaman, pada 630 M ketika Rasulullah SAW masih hidup. Pada waktu itu, wilayah Yaman yang meliputi kota Sana’a dikuasai oleh Gubernur Persia, Badhan. Setelah Islam berkembang dan menguasai wilayah Kota Sana’a, wilayah Yaman berada dalam kekuasaan kekhalifahan Islam. Pada era kekhalifahan, Yaman menjadi sebuah provinsi. Pada masa kejayaan Dinasti Abbasiyah, provinsi itu terkenal dengan produk tekstil yang berkualitas. Para khalifah dan kaum elite pada masa itu secara sengaja mengimpor tekstil dari Yaman. Tekstil buatan Sana’a dan Aden adalah produk tekstil terbaik pada abad pertengahan. Kota Sana’a sempat berkali-kali berpindah tangan dari kekuasaan satu dinasti ke dinasti Islam lainnya. Pada 879, wilayah Yaman Utara berada di bawah kekuasaan Sekter Zaidi. Dinasti ini mampu berkuasa di wilayah Sana’a hingga paruh kedua abad ke-20 M. Namun, dalam perjalanannya, beberapa dinasti Islam, seperti Fatimiyah pada abad ke-11 M juga pernah menguasai wilayah itu. Pada tahun 1173, Salahuddin AlAyubi pun menguasai Sana’a. Dinasti Rasuliyyah juga menguasai kota itu pada 1230 hingga abad ke-15 M. Pada 1516, Dinasti Mamluk dari Mesir merebut Kota Sana’a dari Dinasti Rasuliyyah. Tak lama kemudian, Kesultanan Turki Usmani merebut kota itu dari Dinasti Mamluk. Sejak 1630, wilayah Yaman berada dalam kekuasaan dua dinasti, yakni Turki Usmani dan Sekte Zaidi. Kota Tua Menurut Dr Syauqi, nama San’a dinisbahkan kepada kata jaudah ash-shan’ah, yang berarti pekerjaan bagus. Dahulunya, kota itu bernama Azal. “Tatkala bangsa Ethiopia melihat kota itu, mereka berkata, ‘Ini adalah Shan’ah’.” Dalam penafsiran orang Ethiopia adalah hashinah, yang berarti ‘terjaga’. Sana’a adalah salah satu kota tertua di dunia yang dihuni manusia. Menurut UNESCO, Sana’a telah dihuni Oleh Heri Ruslan ota Sana’a telah memikat dan membuat takjub para sejarawan dan para penjelajah. “La budda min Sana’a,” ujar Imam Muhammad bin Idris al-Shafi’i (768-820) begitu menginjakkan kakinya di kota kuno itu. Ucapan spontan dari al-Shafi’I itu berarti “Sana’a adalah kota yang harus dikunjungi”. Begitu banyak penjelajah di masa lalu juga amat terkesan dengan keindahan dan kecantikan Kota Sana’a. Sejarawan dan geografer Muslim terkemuka AlHamdani menggambarkan indahnya taman-taman yang menghias kota itu. Jalanannya begitu bersih dan nyaman. Petualang dari Persia, Ibnu Rustah yang sezaman dengan Al-Hamdani, juga kagum dengan keindahan dan kemegahan Kota Sana’a. “Ini adalah Kota Yaman, sebuah kota yang amat besar, amat padat namun K sejahtera, penduduk asalnya adalah orangorang mulia dan makanannya begitu lezat tak ada yang menandingi.” Kekaguman terhadap Kota Sana’a juga diungkapkan penulis berkebangsaan Inggris, Jonathan Raban. Secara khusus, ia mencurahkan perasaannya terhadap kota tua itu dalam satu bab bukunya berjudul Arabia Through the Looking Glass’ to Sana’a. “Tiba-tiba di Sana’a, saya berada di tengah labirin yang nyata. Dindingnya yang tinggi, koridor yang sempit, kebisingan menakutkan. ... Sana’a ini berfungsi persis seperti labirin. Kota itu adalah sarang perlindungan bagi penduduknya, namun bagi orang luar itu jebakan dan jelas tak bisa untuk melarikan diri,” itulah kesan awal Raban tentang Kota Sana’a. Namun, ketika telah mulai mengenal kota itu, Raban menjadi tertarik dan takjub dengan kota itu. “Jika Anda melihat dinding-dinding di Kota Sana’a selama setahun, Anda akan menemukan lebih peradaban manusia lebih dari 2.500 tahun. Sana’a terbilang kota yang sangat tua. Pada tahun 6 SM, wilayah Yaman berada dalam kekuasaan Dinasti Sabaean. Referensi tertulis tertua tentang keberadaan Kota Sana’a berasal dari abad ke-1 M. Pada awal abad ke-6, kota itu sempat menjadi ibu kota kerajaan Himyarite pada awal abad ke-6. Ketika Raja Yousef Athar (Dhu Nuwas), raja Himyarite terakhir, masih berkuasa, Sana’a menjadi ibu kota kerajaan Ethiopia. Sebagai salah satu kota tertua dalam peradaban manusia, Kota Sana’a mewarisi sederet arsitektur kuno yang luar biasa. UNESCO menyebut peninggalan itu sebagai permata. Lembaga PBB itu pun mendaulat Kota Sana’a sebagai Kota Warisan Dunia pada 1986. Sejumlah bangunan tua yang masih kokoh dilestarikan dan dirawat. Arsitektur kuno yang hingga kini masih berdiri tegap di Kota Sana’a itu, antara lain, Samsarh dan masjid tua, telah berusia lebih dari 1400 tahun. Kota Sana’a kuno dikelilingi oleh dinding tanah liat kuno yang berdiri setinggi 9-14 meter (30-46 kaki) tinggi. Kota tua berisi lebih dari sekitar seratusan masjid, tempat pemandian, serta ribuan rumah kuno. Di kota itu, banyak rumah-rumah menyerupai gedung pencakar langit kuno. Tinggi rumahnya mencapai beberapa lantai dan ditutup dengan atap datar. Rumah-rumah itu dihiasi dengan dekorasi rumit dan berukir bingkai dan kaca jendela. Salah satu tempat yang paling populer di Kota Sana’a adalah pasar Garam atau Suq al-bihi. Di pasar itu tak hanya dijual garam, tetapi juga orang-orang bisa membeli roti, rempah-rempah, kismis, kapas, tembaga, tembikar, perak, barang antik (baik palsu dan nyata). Bahkan, pada zaman dahulu, di pasar itu juga diperdagangkan budak. Masjid Jami Al-Kabir dari abad ke-7 M yang berdiri di kota itu adalah salah satu rumah ibadah umat Islam tertua di dunia. Warisan sejarah lainnya adalah Pintu Yaman atau Bab al-Yaman (Yaman Gate). Pintu yang berusia 1000 tahun itu adalah ikon kota tua. Bab alYaman menjadi titik masuk menuju kota tembok. Sebuah daerah komersial kota tua yang ada di kota itu adalah Al-Madina. Namun, kini sudah menjadi kota modern. Di wilayah itu, sudah berdiri tiga hotel besar serta toko-toko dan restoran. Selain itu, di kawasan itu juga terdapat tiga taman dan istana presiden. ■ KOTA NAN MEMESONA WIKIPEDIA banyak makna di balik dinding itu,” papar Raban. Kini, Sana’a menjadi ibu kota negara Yaman. Negara itu adalah satu-satunya yang berbentuk republik di Jazirah Arab. Secara geografis, Yaman terletak di Asia Barat Daya, bagian dari Timur Tengah. Negara itu berbatasan dengan Laut Arab di sebelah selatan, Teluk Aden dan Laut Merah di sebelah barat, serta Oman di sebelah timur dan Arab Saudi di sebelah utara. Penduduk Yaman diperkirakan berjumlah sekitar 23 juta jiwa. Luas negara ini sekitar 530 ribu kilometer persegi dan wilayahnya meliputi lebih dari 200 pulau. Pulau terbesarnya, Sokotra, terletak sekitar 415 kilometer dari selatan Yaman, di lepas pantai Somalia. ■