BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kitosan. Kitosan pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Perancis, Ojier, pada tahun 1823. Ojier meneliti kitosan hasil ekstrak kerak binatang berkulit keras, seperti udang, kepiting, dan serangga. Gambar 2.1. Struktur Polimer Kitosan. Kitosan merupakan jenis polimer alam yang mempunyai bentuk rantai linier, sebagai produk deasetilasi kitin melalui proses reaksi kimia menggunakan basa kuat (Muzarelli, 1988). Kitosan adalah poly-D-glukosamine (tersusun lebih dari 5000 unit glukosamin dan asetilglukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu juta dalton, merupakan dietary fiber (serat yang bisa dimakan) kedua setelah selulosa. (Simunek et al.,2006). Kitosan merupakan senyawa penting ke-6 dan volume produksinya di alam bebas menempati peringkat kedua setelah serat, diperkirakan volume total makhluk laut di atas 100 juta ton per tahun. Selama ini kitosan dianggap sebagai limbah karena jumlah produksinya yang sangat melimpah dari hasil pengolahan udang dan kepiting, dan belum termanfaatkan secara maksimal. Sedangkan modal untuk mengembangkannya jauh lebih mahal daripada penggunaan serat secara langsung. (http://minabahari.blogspot.com/2009/01/all-about-chitin-chitosan.html) Penggunaan kitosan sebagai serat (dietary fiber ) secara langsung yakni sebagai suplemen untuk menyerap lemak dalam usus guna mencegah kegemukan. Karena 5 Universitas Sumatera Utara 6 kitosan mampu menyerap lemak 4-6 kali beratnya sendiri untuk kemudian dibuang melalui faces. (www.wikipedia, kimia, kitosan ). 2.1.1. Pembuatan Kitosan. Proses pembuatan kitosan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu penghilangan mineral (demineralisasi), selanjutnya penghilangan protein (deproteinasi), deasetilasi kitin dan pemurnian kitosan. Bahan dasar dapat berupa kulit udang atau kepiting. Proses demineralisasi, pertama kulit udang atau kulit kepiting sudah dihaluskan menjadi serbuk ditambah HCl, lalu campuran dipanaskan pada suhu 70 – 80 oC selama 4 jam sambil diaduk dengan pengaduk 50 rpm, dan disaring. Padatan yang diproleh dicuci dengan akuades untuk menghilangkan HCl yang masih tersisa. Filtrat terakhir yang didapat diuji dengan larutan perak nitrat (AgNO3), bila sudah tidak terbentuk endapan putih maka ion Cl- dalam larutan sudah tidak ada lagi. Kemudian padatan berupa serbuk ini dikeringkan dalam oven pada suhu 70 oC selama 24 jam. Serbuk kulit udang atau kepiting ini sudah tanpa mineral. (Weska dan Moura, 2006). Proses deproteinasi, dimana serbuk kulit udang atau kulit kepiting kering hasil proses demineralisasi ditambahkan NaOH, campuran ini dipanaskan pada suhu 65 -70 oC selama 4 jam disertai dengan pengudukan 50 rpm. Kemudian padatan yang didapat dikeringkan dan didinginkan. Padatan ini berupa kitin, kemudian dicuci dengan akuades sampai pH menjadi netral. Kitin yang sudah dicuci ditambah dengan etanol 70 % dan dilanjutkan dengan penyaringan, kemudian dicuci endapan dengan akuades panas dan aseton untuk menghilangkan warna, dilakukan sebanyak dua kali. Endapan yang berupa kitin berbentuk serbuk padat, dikeringkan pada suhu 80 oC selama 24 jam. (Weska dan Moura, 2006). Rendemen kitin yang diproleh sebanyak 35 % (Puspawati dan Simpen, 2010). Menguji adanya kitin dilakukan dengan reaksi warna Van Wesslink, dimana kitin direaksikan dengan Universitas Sumatera Utara 7 larutan I2-KI 1% akan memberikan warna coklat. Penambahan H2SO4 1 M memberikan warna violet (Marganov, 2003). Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan, yaitu kitin ditambah NaOH 60 % , lalu campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 120 oC selama 4 jam. Gambar 2.2. Deasetilasi kitin menjadi kitosan. (Goosen,1997). Campuran disaring melalui kertas saring wollfram, selanjutnya larutan dititrasi menggunakan HCl untuk mengendapkan kembali kitosan yang masih ada dalam larutan. Campuran yang ada endapan disentrifuge untuk memisahkan kitosan. Padatan yang diproleh dicuci dengan akuades, padatan yang didapat berupa serbuk kitosan berwarna putih krem, lalu dikeringkan pada 80 oC selama 24 jam sebanyak 55 % (Puspawati dan Simpen, 2010). Untuk menguji kemurniaan kandungan kitosan, dimana sebanyak 1 gram serbuk dilarutkan dalam 100 mL asam asetat 2 % dengan perbandingan 1 : 100 (b/v) antara kitosan dengan pelarut. Kitosan dikatakan mempunyai kemurnian yang tinggi bila larut dalam larutan asam asetat 2% tersebut (Mukherjee, 2001). Gambar 2.3. Mekanisme Reaksi Hidrolisis Kitin Menjadi Kitosan. (Sugita, dkk., 2009). Universitas Sumatera Utara 8 2.1.2. Sifar Fisiko Kimia Kitosan. Secara fisik kitosan, tidak berbau, berupa padatan amorf berwarna putih kekuningan dengan rotasi sfesifik [α]D11 -3 hingga -10o (pada konsentrasi asam astat 2 %). Kitosan tidak larut dalam air, alkohol dan aseton. Polimer kitosan dengan berat molekul tinggi, didapati memiliki viskositas yang baik dalam asam. Bersifat hidrofilik, menahan air dalam strukturnya dan membentuk gel secara spontan. Pembentukan gel berlangsung pada pH < 6 dan sedikit asam, disebabkan bersifat polielektrolit kationik dari kitosan. Viskositas gel kitosan dengan Gambar 2.4. Kitosan sebagai polielektrolit kationik. (Sugita, dkk., 2009). meningkatnya berat molekul meningkatkan viskositas, yang atau jumlah polimer. Penurunan pH akan disebabkan konformasi kitosan yang telah mengembang, karena daya repulsive di antara gugus-gugus amino bermuatan positif. Viskositas juga meningkat dengan meningkatnya derajat deasetilasi. Gel kitosan teregradasi secara berangsur-angsur, sebagai mana halnya kitosan melarut (Muzarelli et al., 1988). Kelarutan kitosan sangat dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi, dan rotasi sfesifiknya. Beragamnya rotasi sfesifik bergantung pada sumber dan metode isolasi serta transformasinya. Dalam bentuk netralnya, kitosan mampu mengkompleks ion logam berat berbahaya seperti Cu, Cr, Cd, Mn, Co, Pb, Hg, Zn, dan Pd. (Sugita, dkk., 2009). Kitosan hasil dari deasetilasi kitin, larut dalam asam encer seperti asam asetat dan asam formiat. Sifat fisik yang khas dari kitosan yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan serat yang sangat bermanfaat dalam aplikasinya. (Kaban, 2007). Universitas Sumatera Utara 9 Tabel 2.1. Karakteristik Kitosan. No Parameter Nilai Bentuk partikel Dari bubuk sampai serpihan Kadar air (%) < 10 1 Kadar Abu (%) < 2 2 Derajat Deasetilasi (%) >. 70 3 Warna Larutan Jernih 4 Viskositas (CPS) - Rendah - Medium - Tinggi - Ekstra tinggi Sumber : Robert, 1997. < 200 200 – 799 800 – 2000 >.2000 2.1.3. Reaksi Transformasi Kitosan. Kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang baik karena mempunyai sejumlah gugus hidroksil (-OH) dan gugus amina (-NH2) pada rantainya, merupakan polisakarida bersifat basa. Kebanyakan polisakarida yang terdapat di alam bersifat netral dan asam seperti selulosa, dekstran, peptin, asam alginat, agar, dan agarose. (Kumar, 2000). Kitosan memiliki gugus hidroksil dan amin yang dapat memberi jembatan hidrogen secara intermolekuler atau intramolekuler. Dengan demikian terbentuk jaringan hidrogen yang kuat, membuat kitosan tidak larut dalam air. Universitas Sumatera Utara 10 Gambar 2.5. Jembatan hidrogen secara (a) intermolekuler atau (b) intramolekuler. Gugus fungsi dari kitosan (gugus hidroksil primer pada C-6, gugus hidroksil sekunder pada C-3 dan gugus amino pada posisi C-2) membuatnya mudah dimodifikasi secara kimia, dan ditransformasi menjadi turunannya. Karena adanya gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa 6,5) dan bersifat sebagai basa, hal yang sangat jarang terjadi secara alami. (Kaban, 2007). Gambar 2.6. Gugus-gugus aktif dari kitosan. Universitas Sumatera Utara 11 Urutan kereaktifitasan dari gugus aktif yang ada pada molekul kitosan adalah NH2 > NH > (OH pada C-3) > (OH pada C-6). (Fessenden and Fessenden, 1999). 2.1.3.1. Reaksi Transformasi Kitosan Tanpa Menggunakan Gugus Pelindung. Reaksi-reaksi transformasi kitosan pada N atau N dan O umumnya dilangsungkan tanpa melakukan proteksi (perlindungan) terhadap gugus OH primer maupun pada OH skunder. Reaksi N-asilasi kitosan dilakukan dengan mereaksikan asam karboksilat dengan kitosan. Pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100 % pada suhu 90 o C dengan penambahan sedikit demi sedikit piridin, akan menghasilkan N- formilkitosan, serta N-Asetil dalam asam asetat 20%. Pereaksi yang sangat banyak digunakan untuk N-asilasi kitosan adalah asil anhidrida, baik dalam kondisi homogen dan heterogen. (Kaban, 2007). dan Gambar 2.7. Reaksi asilasi pada N-kitosan dengan asam formiat dan asam asetat. Reaksi N-asilasi kitosan lainnya yaitu, kitosan dengan derajat deasetilasi 0,75 dalam air, ditambahkan asam 4-klorobutirat. Kemudian ditambahkan metanol, dimetilsulfoksid (DMSO) dan N-metil-2-pirolidon (NMP). Campuran diaduk dan direfluks pada suhu 40-72 oC selama 4-8 jam.(Chun K.H, and C.S. Kyu,.1998 ). Universitas Sumatera Utara 12 Gambar 2.8. Reaksi N-asilasi kitosan dengan asam 4-klorobutirat. Reaksi N,O-asilasi kitosan, pemanasan selama delapan jam pasa suhu 60 oC campuran kitosan dengan asil klorida dengan katalis piridin kering dalam pelarut kloroform, menyebabkan semua gugus fungsi dari kitosan mengalami alkilasi. Hasil reaksi berupa O,O-alkilasi dan N,N-alkilasi, dihidrolisis selama 20 jam menggunakan larutan NaOH 1 molar suhu 60 oC mampu memutuskan ikatan ester dan menghasikan senyawa amida dari kitosan dalam bentuk N,N-asil kitosan. Perbandingan volume piridin dan kloroform yang digunakan mempengaruhi derajat substitusi asilasi dari kitosan.(Chun, et al., 2005). Gambar 2.9. Sintesa asil kitosan dan N,N-diasil kitosan. N- dan O-asilasi kitosan juga dapat diperoleh secara bersamaan dengan menggunakan asil klorida. Caranya dengan merefluks kitosan dalam dodekanoil klorida berlebih piridin-kloroform sebagai pelarut dan ditambah asam klorida sesudah direfluks 5 jam. Hasil yang diproleh setelah direfluks selama 9 jam dapat larut dalam kloroform, benzena, dietil eter dan piridin. (Kaban, 2007). Universitas Sumatera Utara 13 Gambar 2.10. Reaksi N- dan O-Asilasi kitosan secara bersamaan. N- dan O-asilasi menggunakan anhidrit asam suksinat dapat berlangsung mencampurkan suksinat anhidrit ke dalam campuran kitosan dalam asam asatat 2 % dan metanol 1 : 1 (v/v). Dilakukan pengadukan selama 3 jam dan kemudian dibiarkan selama 20 jam. (Noerati, dkk., 2007). Gambar 2.11. Reaksi N,O-asilasi kitosan dengan asam suksinat anhidrit. 2.1.3.2. Reaksi Transformasi Kitosan Menggunakan Gugus Pelindung. Gugus amino, N dari kitosan lebih reaktif dari pada gugus hidroksilnya, sehingga untuk menghasilkan O-asilasi kitosan perlu dilakukan proteksi atau perlindungan terhadap gugus amino. Basa schiff dapat digunakan sebagai gugus pelindung pada reaksi O-asilasi. Pembuatan O-asilasi kitosan menggunakan gugus pelindung basa schiff, dilakukan dengan melarutkan kitosan terasetilasi dalam asam formiat 90% yang mengandung asetat anhidrida dengan asumsi protonasi akan mencegah terjadinya N-asilasi. Selanjutnya direaksikan dengan asilklorida dalam karbon triklorida dan piridin kering. (Goosen, 1997). Universitas Sumatera Utara 14 Gambar 2.12. Reaksi O-asilasi kitosan dalam basa schiff dengan asilklorida. Reaksi O-asilasi dapat juga dilakukan melalui reaksi esterifikasi menggunakan katalis asam sulfat (2 M) ditambahkan kepada suspensi campuran kitosan dan asam alkanoat pada suhu kamar. Campuran dipanaskan pada suhu 80 oC selama 4 jam disertai pengadukan. Asam sulfat yang ditambahkan akan membentuk ion hidrogen sulfit sebagai konter ion dari NH3+, selanjutnya berfungsi untuk memproteksi (sebagai gugus pelindung) N-kitosan. Kemudian pada suhu kamar, tambahkan natrium hidrokarbonat sampai pH 7 (netral). (Badawy, et al., 2005). Gambar 2.13. O-asilasi kitosan mereaksikan kitosan dan asam alkanoat, katalis H2SO4. 2.1.4. Kegunaan Kitosan dan turunannya. Kegunaan kitosan terus meningkat, hal ini terutama disebabkan kitosan dapat digunakan secara langsung seperti sumber serat (dietary fiber), suplemen mencegah kegemukan, anti mikroba mencegah infeksi pada luka dan sebagainya. Saat ini, kitin dan kitosan menjadi salah satu bahan kimia dan bahan baku industri yang menjadi unggulan. Modifikasi molekul kitin dan kitosan melalui reaksi transformasi Universitas Sumatera Utara 15 kimia dari kitin dan kitosan, sudah banyak menghasilkan senyawa turunan kitin dan kitosan sehingga aplikasi dan kegunaan senyawa tersebut sangat luas, seperti bagi industri farmasi, kesehatan, kosmetik, makanan, pengolah limbah dan air, fotografi, kayu dan kertas. Kitin dan kitosan dapat digunakan di berbagai macam aplikasi industri diantaranya, seperti pada tabel 2.2. Tabel 2.2. Kegunaan dari kitosan dan turunannya. Kegunaan Bidang Aplikasi Industri Kesehatan / Farmasi Pembersih luka, pembawa obat (kapsul), pengantar gen, perbaikan jaringan, digunakan pada tulang dan gigi, dan radioterafi. Kosmetik Menjaga kelembapan kulit, melindungi kulit ari, pengobatan jerawat, reduksi elektrik statis rambut, dan pewarnaan kulit. Teknologi Biokatalis, pengolahan air, pencetakan molekul, reduski logam, stabilasi nano partikel, photografi, tekstil, nanomaterial, biosensor, dan katalis heterogen. Industri makanan Dietari fiber, pengawet makanan (anti oksidan, anti mikroba), dan pengemulsi. Pertanian Elisitor gen, antibakteri, pelapis biji, dan menjaga bunga yang telah dipotong tetap segar. Sumber : Aranaz et al.,2010. Pemanfaatan kitosan dan turunannya dalam bidang kosmetik dipergunakan sebagai krem muka, tangan dan kulit (face, hand and body cream) fungsi untuk pelembab, pasta gigi, bedak (make up powder), pelapis kulit dan wajah dari sinar matahari (lotion), busa pembersih. (Goosen,1997). Gugus amina (-NH2) dan hidroksil (-OH) pada rantai kitosan, menyebabkan kitosan Universitas Sumatera Utara 16 bersifat polielektrolit kationik (pKa = 6,5) dan bersifat sebagai basa, hal yang sangat jarang terjadi secara alami. Sifat basa ini menjadikan kitosan : a. Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental sehingga dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons. b. Membentuk kompleks yang tidak larut dalam air dengan polianion yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul dan membran. c. Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya menyediakan sistem produksi terhadap efek destruksi dari ion (Meryati, 2005). Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorbsi lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh, atau pencegahan penyakit lainnya. Kitosan mampu menurunkan tingkat kolesterol dalam serum dengan efektif dan tanpa menimbulkan efek samping.(Rismana, 2001). Kitosan dan beberapa tipe modifikasinya dilaporkan penggunaannya untuk aplikasi biomedi, seperti pelembab kulit, penyembuh luka, anti koagulan, jahitan pada luka (suuture), obat-obatan, bahan vaksin, dan dietary fiber. Baru-baru ini, penggunaan kitosan dan derivatnya telah banyak dikembangkan sebagai proses mineralisasi, atau pembentukan tulang stimulin endoktrin. (Irawan, 2007). Penelitian yang dilakukan Handayani (2004) menunjukan bahwa kitin dan kitosan dapat dipergunakan sebagai bahan koagulasi pada sari buah tomat. Pelapisan menggunakan kitosan (chitosan coating) telah terbukti meminimalisasi oksidasi, ditunjukan oleh angka peroksida, perubahan warna, dan jumlah mikroba pada sampel. (Yingyuad et al., 2006). Kegunaan turunan kitosan dalam bentuk N-alkil kitosan antara lain, perbaikan jaringan biologis (acaffolds), sensor, bahan bakar sel (membran), model studi interaksi membran biologis, pelapisan untuk anti bakteri, penyusun DNA, Universitas Sumatera Utara 17 produk kosmetik, bahan pembawa obat, dan pelapisan membran. Palmitil kitosan kira-kira 10 % telah digunakan untuk kapsul sebagai pelepas obat secara terkontrol (Aranaz et al.,2010). 2.2. Asam Palmitat. Asam palmitat adalah salah satu asam lemak jenuh yang paling umum ditemukan pada hewan dan tanaman. Sebagai komponen utama minyak dari pohon kelapa (kelapa sawit dan minyak inti sawit). Merupakan asam lemak pertama yang dihasilkan selama lipogenesis (sintesis asam lemak), berupa asam karboksilat dengan ekor panjang tidak bercabang alifatik (rantai) jenuh. Asam lemak jenuh tidak mengandung ikatan ganda atau kelompok fungsional lainnya sepanjang rantai. Istilah "jenuh" mengacu pada hidrogen, dalam bahwa semua karbon (terlepas dari kelompok [-COOH] asam karboksilat) berisi sebagai hidrogen sebanyak mungkin. Asam lemak jenuh membentuk rantai lurus dan, sebagai hasilnya, dapat dikemas bersama sangat erat, yang memungkinkan organisme hidup untuk menyimpan energi kimia yang sangat padat. Jaringan lemak hewan mengandung banyak rantai panjang asam lemak jenuh. Palmitat feed negatif kembali ke asetil-KoA karboksilase (ACC) yang bertanggung jawab untuk mengkonversi asetil-KoA menjadi malonyl-CoA yang digunakan untuk menambah rantai asil berkembang, sehingga mencegah lebih lanjut palmitat generasi. Dalam proses biologi beberapa protein yang diubah dengan penambahan kelompok palmitoil dikenal sebagai palmitoylation proses. Proses palmitoylasi penting bagi lokalisasi membran untuk banyak protein. (http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_palmitat). Asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam palmitat atau asam heksadekanoat, tersusun dari 16 atom karbon [CH3(CH2)14COOH]. atau Universitas Sumatera Utara 18 Tumbuh-tumbuhan dari famili Palmaceae, seperti kelapa (Cocos nucifera) dan kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan sumber utama asam lemak ini. Minyak kelapa bahkan mengandung hampir semuanya palmitat (92%). Minyak sawit mengandung sekitar 50% palmitat. Produk hewani juga banyak mengandung asam lemak ini (dari mentega, keju, susu, dan juga daging).(http://www.Wapedia.mobi/id/Asam-Lemak). Minyak kelapa sawit banyak mengandung senyawa-senyawa kimia diantaranya yaitu asam palmitat (40 - 46%), asam stearat (3,6 - 4,7%), asam oleat (39 – 45%), asam miristat (1,1 - 2,5%) dan asam linoleat ( 7- 11% ) (Ketaren, 1986). Asam lemak (bahasa Inggris: fatty acid, fatty acyls) adalah adalah senyawa alifatik dengan gugus karboksil. Bersama-sama dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini mudah dijumpai dalam minyak masak (goreng), margarin, atau lemak hewan dan menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai gliserida. Asam palmitat ditemukan oleh Edmond Frémy pada tahun 1840, dari minyak sawit disaponifikasi. (http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_palmitat). 2.2.1. Pembuatam Asam Palmitat. Daging buah kelapa (Cocos nucifera) atau kulit buah kelapa sawit (Elaeis guineensis) dipressing atau diektraksi untuk mendapatkan minyak dari kelapa tersebut. Minyak kelapa yang diproleh ditambah larutan NaOH dan metanol, kemudian direfluks sambil diaduk pada suhu 60 oC selama 5 jam. Pisahkan metanol dengan penguapan, dan setelah dingin tambahkan asam sulfat 25 % sampai pH ± 6,8. Asam lemak yang terbentuk dipisahkan dari fraksi air melalui corong pisah dan uapkan sisa pelarut. Kemudian asam lemak yang diproleh dilarutkan dalam aseton, selanjutnya dinginkan pada suhu 5 oC terbentuk residu, lalu dipisahkan dari filtar dengan penyaringan vacum. (Aritonang, et al., 1979). Residu mengandung asam palmitat. Universitas Sumatera Utara 19 2.2.2. Sifat dan Kegunaan Asam Palmitat. Asam palmitat (16 karbon, massa molar asam palmitat adalah 256,40 gram/mol, dan memiliki gugus fungsi karboksilat) adalah asam lemak jenuh yang terdapat dalam sebahagian besar asam lemak hewani dan minyak nabati, berwujud padat pada suhu ruang (27 °C) dan berwarna putih, memiliki kepadatan 0.850 gram/mL pada suhu 62 oC, sukar larut dalam air . Dapat larut dalam pelarut organik sepeti klorofrom, aseton, benzena, dietil eter, etahol dan metanol. Titik lebur 63,1 oC dan titik didihnya 352 oC. Anion palmitat yang terbentuk dari asam palmitat dapat terbentuk pada pH netral. (http://www.Wapedia.mobi/id/Asam-Lemak). Dalam industri, asam palmitat banyak dimanfaatkan dalam bidang kosmetika dan pewarnaan. Penggunaan paling terkenal dari asam palmitat adalah komponen penting dalam pembuatan sabun. Dari segi gizi, asam palmitat merupakan sumber kalori penting, namun memiliki daya antioksidasi yang rendah. Tentang mengkonsumsi asam palmitat, peneliti masih memperdebatkan atas dampaknya. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, konsumsi asam palmitat dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit jantung. Ada sebuah penelitian kontradiktif yang mengatakan, konsumsi asam palmitat tidak memiliki efek terjadinya penyakit jantung. Turunan asam palmitat juga digunakan dalam obat anti-psikotik, terutama dalam pengobatan skizofrenia. Selama Perang Dunia Kedua, asam palmitat yang digunakan setelah dikombinasikan dengan nafta, merupakan bagian yang paling volatile untuk hidrokarbon cair, dalam membentuk napalm, merupakan pembentuk gel yang dipergunakan dalam operasi pertahanan. (http://www.Wapedia.mobi/id/Asam-Lemak). 2.3. Reaksi Klorinasi. 2.3.1. Pereaksi Klorinasi Gugus Karboksilat. Asetil klorida dapat diperoleh dengan jalan memanaskan asam asetat dengan fosfor Universitas Sumatera Utara 20 triklorida (PCl3), atau fosfor pentaklorida (PCl5) ataupun dengan tionil klorida (SOCl2). Reaksinya adalah : 3 CH3COOH + PCl3 3 CH3CO-Cl + H3PO3 CH3COOH + PCl5 CH3CO-Cl + HCl + POCl3 CH3COOH + SOCl2 CH3CO-Cl + HCl + SO2 Pemilihan pereaksi klorinasi harus sedemikian rupa dalam terbentuknya hasil reaksi dan hasil yang tidak diinginkan agar nantinya dapat dipisahkan dengan cara yang tidak terlalu rumit. Hal ini berkenaan dengan sifat kimia maupun sifat fisik dari asam klorida, asam phosfat dan phosforoksitriklorida. (Fessenden and Fessenden, 1999). 2.4. Reaktifitas Gugus Fungsi Senyawa Karbon. 2.4.1. Gugus Karboksilat. Gugus karboksilat mengandung gugus karbonil (-CO-) dan sebuah gugus hidroksil (-OH), antaraksi dari kedua gugus ini mengakibatkan keaktifan kimia yang unik senyawa dengan gugus karboksil ( -CO2H ). Asam karboksilat adalah senyawaan yang memiliki gugus fungsi karboksil ( R-CO2H ). Terdapat di alam dan beberapa derivatnya, seperti lemak (triester), lilin (monoester), dan protein (poliamida). Bentuk halidanya tidak pernah dijumpai di alam. Karena gugus karboksil bersifat polar dan tidak terintangi, maka reaksinya tidak terlalu dipengaruhi oleh sisi molekul. Sifat kimia yang menonjol dari asam karboksilat adalah keasamannya. Derivat asam karboksilat mengandung gugus pergi yang terikat pada karbon asil, dan bahwa gugus pergi yang baik merupakan suatu basa lemah. Oleh karena itu ion klor ( Cl- ) adalah gugus pergi yang baik. Sedangkan –OH dan –OR adalah gugus pergi yang jelek. Klorida asam dari asam karbolsilat mempunyai gugus pergi yang baik , mudah diserang oleh air, dan memiliki keaktifan yang tinggi, sehingga derivat asam ini sangat penting dalam Universitas Sumatera Utara 21 sintesis senyawa organik lain, seperti untuk pembuatan senyawa keton, ester atau amida. Diantara semua derivat asam karboksilat, halida asamnya merupakan yang paling reaktif, lebih mudah ditukargantikan. Reaksi berlangsung dalam dua tahap: 1) adisi nukleofil kepada gugus karbonil, disusul 2) eleminasi ion klor. Hasil reaksi ini ialah suatu substitusi asil nukleofilik, yang berarti “substitusi nukleofilik pada suatu karbon asil ( RCO- ). Laju reaksi suatu klorida asam dari yang memiliki gugus alkil pendek sampai kepada gugus alkil panjang akan semakin berkurang (lambat). Efek ukuran gugus alkil pada laju reaksi adalah efek pada kelarutan dalam air, bukan dikarenakan efek halangan sterik. Suatu klorida asam dengan gugus alkil kecil adalah lebih mudah larut dan bereaksi dengan lebih cepat. . (Fessenden and Fessenden, 1999). 2.4.2. Gugus Amina. Senyawa amina organik merupakan senyawa organik yang mengandung atom-atom nitrogen trivalen, yang terikat pada satu atom karbon atau lebih: RNH2, R2NH atau R3N. Banyak amina memiliki keaktifan faali. Ikatan dalam suatu amina organik beranalogi dengan ikatan dalam ammonia: suatu atom nitrogen sp3 yang terikat pada tiga atom atau gugus lain (H atau R) dan dengan sepasang elektron bebas dalam orbital sp3 yang tersisa. Pasangan elektron bebas membentuk ikatan sigma ke-empat. Bentuk kation beranalogi dengan ion ammonium. Pasangan elektron dalam ammonia atau suatu anima yang terikat, dapat disumbangkan kepada atom, ion atau molekul yang kekurangan elektron. Dalam larutan air, amina bersifat basa lemah dan dapat menerima sebuah proton dari air, dalam suatu reaksi asam-basa yang reversibel. Amina atau alkil amina sebagai basa lemah, direaksikan dengan derivat asam karboksilat, terutama dalam bentuk klorida asam akan bereaksi menghasilkan suatu amida. Gugus amina ( -NH2 ) yang terikat pada gugus karbonil ( -CO- ) disebut gugus amida ( -CO-NH2 ) . Amida mempunyai nitrogen trivalen, terikat pada gugus karbonil. Pemberian nama amida dari nama Universitas Sumatera Utara 22 asam kerboksilat induknya, dengan mengubah imbuhan asam ....,-oat (atau –at) menjadi amida. Amida dengan substituen alkil pada nitrogen diberi tambahan N-alkil di depan namanya, dengan N merajuk pada atom nitrogen. (Fessenden and Fessenden, 1999). 2.4.3. Gugus Hidroksi. Gugus hidroksi (-OH) yang terikat pada alkil (golongan alkohol) bersifat serupa dengan yang terikat pada rantai cincin glukosa. Gugus ini dapat diesterifikasikan oleh asam karboksilat atau oleh asam anorganik. Dalam senyawa kitosan terdapat dua gugus hidroksi dan satu gugus amina. Kekuatan basa gugus amina (-NH2) dibanding gugus hidroksi (-OH) dalam molekul kitosan, gugus amina memiliki sifat basa yang jauh lebih kuat. Reaktifitas gugus amina kitosan lebih kuat dibandingkan dengan gugus OH-nya. Gugus hidroksi pada alkohol bersifat sebagai asam lemah, dalam air mampu melepaskan proton dan dapat bereaksi dengan logam natrium membebaskan gas hidrogen. (Fessenden and Fessenden, 1999) 2.5. Spektrofotometri Inframerah (FT-IR). Spektrofotometri inframerah merupakan salah satu analisa kualitatif yang digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik serta untuk mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan daerah sidik jarinya. Frekuensi di dalam dinyatakan dalam bentuk bilangan spektroskopi inframerah seringkali gelombang, dimana rentang bilangan gelombang yang dipergunakan adalah antara 4600 cm -1 sampai dengan 400 cm -1. Energi yang dihasilkan oleh radiasi inframerah menyebabkan vibrasi atau getaran pada molekul (Silverstein, et al., 1999). Pancaran infra-merah umumnya mengacu pada bagian spektrum elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro. Sebuah molekul yang paling sederhana sekalipun dapat memberikan spektrum yang sangat rumit, keuntungan dari kerumitan spektrum senyawa tersebut dapat Universitas Sumatera Utara 23 memberikan manfaat. Spektrum yang dihasilkan senyawa tersebut dibandingkan terhadap spektrum cuplikan asli, kesesuaian puncak demi puncak merupakan bukti kuat tentang identitas cuplikan yang di analisa. Disamping itu enantiomer, dari dua senyawa tidak mungkin memberikan spektrum inframerah yang sama. Walaupun spektrum infra-merah merupakan kekhasan sebuah molekul secara menyeluruh, gugus-gugus atom tertentu memberikan penambahan pita-pita pada serapan tertentu, ataupun di dekatnya, apapun bangun molekul selengkapnya. Hal ini yang memungkinkan kimiawan memproleh informasi tentang struktur yang berguna serta mendapatkan acuan bagi peta umum frekwensi dari gugus yang khas. Karena penyidikan tidak semata menggunakan spektrum infra-merah, suatu analisis yang terperinci tidaklah dilakukan. Oleh karena itu hanya akan disajikan teori secukupmya untuk mewujudkan tujuan penggunaan spektrum infra-merah, dalam kaitan dengan data spektrometri lainnya untuk menentukan struktur molekul. (Silverstein, et al., 1999 ). Spektrofotometri inframerah merupakan alat rutin dalam penemuan gugus fungsi, pengenalan senyawa, dan analisa campuran. Kebanyakan gugus, seperti C-H, O-H, C=O, dan C=N menyebabkan pita absorsi inframerah, yang berbeda hanya sedikit dari satu molekul ke molekul yang lain, tergantung pada substituen lain dari molekul tersebut. (Day and Underwood, 1981). 2.5.1. Perinsip Dasar. Struktur sebuah molekul dinyatakan dalam panjang ikatan dan sudut ikatan. Model molekul yang atom-atom penyusunnya dibuat dari bola-bola yang bentuk ikatannya dihubungkan dengan pegas. Apabila suatu pukulan diberikan kepada model molekul tersebut, maka ia akan menjadi suatu benda yang bergemetaran dengan semua atom-atomnya dengan gerakan terhadap satu dengan lainnya. Pegaspegas akan beregang dan mengkerut atau membengkak secara berulangkali. Gerakan ini dapat dipecahkan menjadi sekumpulan vibrasi induvidual, yang frekwensi wajarnya tergantung pada massa bola dan karakteristik pegasnya. Dalam suatu Universitas Sumatera Utara 24 molekul yang sebenarnya, vibrasi analog terjadi, dimana pasangan atom sedang mengalami vibrasi satu terhadap yang lain sewaktu ikatan individual memanjang dan mengkerut, dan kelompok secara keseluruhan berisolasi terhadap atom atau kelompok lain, sebagai suatu struktur yang sedang mengalami berkembang atau berkerut. Suatu dipol listrik berisolasi yang berhubungan dengan suatu cara vibrasi khusus, maka akan terjadi interaksi dengan vektor listrik dari radiasi elektromagnetik dengan frekwensi yang sama, yang menyebabkan absorsi energi yang menampakan diri sebagai amplitudo vibrasi yang meningkat. (Day and Underwood, 1981). Pancaran sinar infra-merah yang serapannya kurang cm-1 ( panjang gelombang > 100 µm ) dari 100 mengenai suatu molekul organik dan diserap oleh molekul tersebut dan kemudian diubah menjadi energi putaran molekul. Penyerapan tersebut tercatu sedemikian, tampak sebagai spektrum rotasi molekul yang terdiri dari garis-garis tersendiri. Pancaran infra merah antara 10.000 – 10 cm-1 (1-100 µm) yang diserap oleh sebuah molekul senyawa organik, kemudian diubah menjadi energi getaran molekul. Pencatuan spektrum getaran tampak sebagai pitapita, bukan sebagai garis-garis. Hal itu disebabkan oleh perubahan energi getaran tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran. Pita getaran putaran yang khusus terletak antara 4.000 cm-1 dan 666 cm-1. Terdapat dua macam getaran molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan berirama disepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara ikatan-ikatan pada sebuah atom, atau karena gerakan sebuah gugusan atom terhadap sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom di dalam gugusan. Hanya getaran yang menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang teramati di dalam infra merah. Medan listrik yang berganti-ganti, yang dihasilkan oleh perubahan penyebaran muatan yang menyertai getaran, menjodohkan getaran molekul dengan medan listrik pancaran elektromagnet yang berayun. (Silverstein, et al., 1999 ). Universitas Sumatera Utara 25 Sumber : E-MAIL: [email protected] • www.thermonicolet.com Gambar 2.14. Skema Spektrofotometer Inframerah Fourier. 2.5.2. Komponen Peralatan. Spektrofotometer berkas ganda terdiri dari lima bagian utama yaitu : sumber cahaya, daerah cuplikan, fotometer, monokromator dan detektor. 1. Sumber Cahaya Pancaran inframerah dihasilkan oleh sebuah sumber yang dipanaskan dengan listrik 0 pada suhu 1000-1800 C. Sumber cahaya yang umum digunakan adalah lamputungsen, nernst glowers atau globar. Lampu nernst dibuat dari sebuah pengikat dan oksida-oksidazirkonium, torium dan serium. Sedangkan lampu globar terbuat dari batang kecil silikon karbida. 2. Daerah Cuplikan Berkas acuan dan berkas cuplikan masuk kedalam daerah cuplikan dan masingmasing menembus sel cuplikan dan sel acuan. 3. Monokromator Monokromator berfungsi untuk menyeleksi panjang gelombang. Universitas Sumatera Utara 26 4. Detektor Detektor akan mendeteksifrekuensi yang dilewatkan pada sampel yang tidak diserap oleh senyawa. Banyaknya frekuensi yang melewati senyawa (yang tidak diserap) akan diukur sebagai persen transmitan. (Silverstein, et al., 1999). 2.5.3. Serapan Khas Gugus Fungsi. Untuk menafsirkan sebuah spektrum inframerah tidak terdapat aturan pasti. Tetapi terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum mencoba menafsirkan spektrum. 1. Spektrum haruslah cukup terpisah dan mempunyai kuat puncak yang memadai. 2. Spektrum dibuat dari senyawa yang cukup murni. 3. Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga pita akan teramati pada serapan (panjang gelombang) yang semestinya. 4. Metoda penanganan sampel harus ditentukan. Bila menggunakan pelarut, maka macam dan konsentrasi pelarut serta tebal sel harus disebutkan. Penanganan yang tepat atas getaran molekul yang rumit adalah tidak harus mutlak, dimana suatu spektrum infra-merah haruslah ditafsirkan dengan cara perbandingan empirik terhadap spektrum lain, dan dengan mengekstrapolasi kajian molekul yang lebih sederhana. (Silverstein, et al., 1999 ). Universitas Sumatera Utara 27 Tabel 2.3. Serapan inframerah beberapa gugus fungsi senyawa organik. Golongan Getaran/goyangan molekul CH- stretching Alkil CH- deformation -CH2- rocking in Senyawa karbonil -OH stretching C=O stretching Amina Amida-I -NH stretching -NH deformation -NH stretching Bilangan gelombang (cm-1) 2975 – 2950 2870 - 2845 1470 – 1435 1480 - 1440 ~ 722 3300 – 2500 Panjang gelombang (µm) 3,36 – 3,37 3,47 – 3,50 6,80 – 6,97 6,76 – 6,94 ~ 13,90 3560 - 3500 2,81 – 2,86 -COOH 1723 - 1700 5,80 – 5,88 Amide primery Amide secondary Amide primery 3500 - 3300 ~ 3450 1650 - 1580 2,86 – 3,03 ~ 2,89 6,06 – 6,33 C=O stretching; - primery - secondary - tertier ~ 1690 ~ 1680 1670 - 1630 ~ 5,92 ~ 5,95 5,98 – 6,13 Struktur ikatan CH3- assymetris -CH2- symetris CH3- assymetris -CH2- symetris C-(CH2)n-C ; n ≥ 6 carboksylic acid dimer (C-OH) C - OH 3,03 – 4,00 Free Amida-II Amida-III Mainly-NH in plane deformation - Primery - Secondary Associated - Primery - Secondary 1620 - 1590 1550 - 1510 6,17 – 6,29 6,45 – 6,62 1650 – 1620 1570 - 1515 6,06 – 6,17 6,37 – 6,60 CN stretching-NH deformation Primery Secondary ~ 1400 ~ 1290 ~ 7,14 ~ 7,75 Sumber : Silverstein, et al., 1999 dan Dyke, et al., 1978. Pita serapan tertentu, misalnya yang muncul dari uluran C-H, O-H, dan C=O, didalam spektrum tetap berada dalam daerah-daerah yang cukup sempit. Perincian penting mengenai struktur, dapat digali dari kepastian letak pita serapan di dalam daerah yang sempit itu. Geseran letak serapan dalam perubahan pita yang menyertai perubahan lingkungan molekul, dapat pula menunjukan perincian penting mengenai Universitas Sumatera Utara 28 struktur. Dua kawasan penting dalam pemeriksaan awal sebuah spektrum ialah daerah 4000 –1300 cm-1 (2,5 – 7,7 µm) dan daerah 909 – 650 cm-1 (11,0 – 15,4 µm). Bagian serapan tinggi dari sebuah spektrum disebut sebagai daerah gugus fungsi. Gugus-gugus fungsi yang penting, seperti OH, NH dan C=O terletak pada bagian ini. Bagian tengah spektrum, merupakan daerah sidik jari adalah daerah antara panjang -1 -1 gelombang 1300 cm – 909 cm (7,7 – 11,0 µm). Corak serapan didaerah ini seringkali rumit dengan pita-pita yang ditimbulkan oleh cara-cara getaran yang berantaraksi. Bagian spektrum ini sangat berharga dalam hubungannya dengan bagian spektrum lainnya. ( Silverstein, et al., 1999 ). Pada daerah sidik jari suatu senyawa akan memberikan pola serapan yang khas yang tidak dimiliki oleh senyawa lainnya, sehingga dengan melihat pola serapan di daerah tersebut dapat disimpulkan struktur kimianya, pada daerah itu pula suatu isomer dapat dibedakan dengan yang lainnya. (Underwood, et al., 2002). Adanya gugus fungsional yang berbeda dari molekul akan memberikan perubahan yang menyolok pada distribusi puncak serapannya, oleh karena itu bila dua spektrum mempunyai penyesuaian yang tepat di daerah ini, maka hal tersebut merupakan bukti yang kuat bahwa senyawa – senyawa yang memberikan spektrum yang sama adalah identik. Kebanyakan ikatan tunggal memberikan serapan di daerah ini, oleh karena energi vibrasi berbagai ikatan tunggal adalah hampir sama besarnya, maka akan terjadi antaraksi yang kuat antara vibrasi berbagai ikatan tunggal yang berdekatan, oleh karena itu pula maka pita serapan yang dihasilkan merupakan gabungan atau hasil dari berbagai antar aksi dan bergantung kepada struktur rangka keseluruhan dari molekul yang bersangkutan. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka spektrum di daerah sidik jari ini biasanya rumit untuk analisa gugus, sehingga terkadang sukar untuk melakukan interpretasi. Akan tetapi apabila kita analisa lebih jauh, maka justru kerumitan ini bersifat khas untuk setiap senyawa. (Siverstein, et al., 1999). Universitas Sumatera Utara 29 Dalam keadaan cair atau padat, dan juga dalam larutan yang kepekatannya lebih daripada 0,01 M, dengan pelarut CCl4, asam-asam karboksilat berada sebagai dimer akibat kuatnya ikatan hidrogen. Ikatan hidrogen yang luar biasa kuatnya itu diterangkan berdasarkan besarnya sumbangan ion dalam talunan. Akibat kuatnya ikatan hidrogen itu, maka getaran ulur hidroksil bebas dapat diamati (di dekat 3520 cm-1). Walaupun begitu, dalam bentuk apapun selalu terdapat campuran monomer dan dimer. Dimer asam karboksilat memperagakan serapan ulur O-H yang sangat lebar dan kuat di daerah 3300 – 2500 cm-1. Pita tersebut biasanya berpuncak di 3000 cm-1, Pita ulur C-H yang lebih lemah biasanya tampak menumpang diatas pita dekat milik O-H. Pita lebar milik O-H itu, di sisi yang berpanjang gelombang tinggi, memiliki struktur-halus/renik yang menyatakan adanya nadalipat dan sambung pita-pita dasar yang terletak pada panjang gelombang yeng lebih besar. Spektrum khas asam karboksilat seperti pada gambar 2.16. point. c. Gambar 2.15.Spektrum Asam Heptanoat. Sumber : Aldrich Chemical Company, Milwaukes, Wls. Disken pada PERKIN ELMER 521. Universitas Sumatera Utara 30 Semua amida memperlihatkan sebuah pita serapan karbonil yang disebut pita Amida-I. Kedudukan pita tersebut tergantung pada derajat ikatan hidrogen dan dengan demikian tergantung pula pada keadaan fisik senyawanya. Amida-amida primer memiliki dua buah pita uluran N-H simetrik dan taksimetrik. Amida skunder hanya menunjukan sebuah pita uluran N-H. Seperti halnya uluran O-H, serapan ulur N-H juga mengalami penurunan oleh adanya ikatan hidrogen walaupun dengan derajat yang lebih kecil. Kedudukan serapan ulur N-H dan O-H bertumpangan dalam pengamatan untuk membedakan kedua struktur tersebut perlu kecermatan. Amida primer dan skunder memperlihatkan sebuah atau banyak pita di daerah sekitar 1650 – 1515 cm-1 yang terutama dihasilkan oleh tekukan NH2 atau NH disebut pita Amida-II. Penyerapan itu melibatkan pengkopelan antara tekukan N-H dan getarangetaran dasar yang lain serta menuntut suatu geometri trans. Kibasan NH keluar bidang adalah penyebab adanya suatu pita lebar dengan kekuatan menengah di daerah 800 – 666 cm-1. Spektrum dalam gambar 2.17., adalah khas amida primer suatu alifatik. Gambar. 2.16. Spektrum inframerah dari amida primer. Universitas Sumatera Utara 31 Dalam larutan yang lebih pekat dan sampel padat, pita NH bebas digantikan oleh pita-pita jamak/terdarab di daerah 3330 – 3060 cm-1. Pita-pita jamak/terdarab itu teramati karena gugus amida dapat mengikat membentuk dimer berkonformasi cis, atau membentuk polimer berkonformasi tran, Spektrum dalam gambar 2.18., adalah khas amida skunder suatu alifatik. (Silverstein, et al. 1999, Fessenden and Fessenden, 1999). Gambar 2.17. Spektrum inframerah amida skunder. Gambar 2.18. Spektrum inframerah amida tertier. Universitas Sumatera Utara 32 Absorpsi inframerah karbonil dari klorida asam dijumpai pada frekwensi yang sedikit lebih tinggi dari pada resapan untuk derivat asam lain. Tidak ada sifat khusus lain dalam spektrum inframerah yang menandakan bahwa inilah klorida asam (asil klorida). Halida-halida asam memperlihatkan serapan di daerah uluran C=O. Klorida-klorida asam terkonjugasi menampilkan serapan di daerah 1815 – 1785 cm-1. Gambar 2.19. memperlihatkan spektrum inframerah dari klorida asam yang khas. (Silverstein, et al., 1999 , Fessenden and Fessenden, 1999 ). Gambar 2.19. Spektrum inframerah klorida asam. Universitas Sumatera Utara