BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kitosan. Kitosan pertama - USU-IR

advertisement
 BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kitosan.
Kitosan pertama kali ditemukan oleh ilmuwan Perancis, Ojier, pada tahun
1823. Ojier meneliti kitosan hasil ekstrak kerak binatang berkulit keras, seperti
udang, kepiting, dan serangga.
Gambar 2.1. Struktur Polimer Kitosan.
Kitosan merupakan jenis polimer alam yang mempunyai bentuk rantai linier, sebagai
produk deasetilasi kitin melalui proses reaksi kimia menggunakan basa kuat
(Muzarelli, 1988). Kitosan adalah poly-D-glukosamine (tersusun lebih dari 5000 unit
glukosamin dan asetilglukosamin) dengan berat molekul lebih dari satu juta dalton,
merupakan dietary fiber (serat yang bisa dimakan) kedua setelah selulosa. (Simunek
et al.,2006). Kitosan merupakan senyawa penting ke-6 dan volume produksinya di
alam bebas menempati peringkat kedua setelah serat, diperkirakan volume total
makhluk laut di atas 100 juta ton per tahun. Selama ini kitosan dianggap sebagai
limbah karena jumlah produksinya yang sangat melimpah dari hasil pengolahan
udang dan kepiting, dan belum termanfaatkan secara maksimal. Sedangkan modal
untuk mengembangkannya jauh lebih mahal daripada penggunaan serat secara
langsung.
(http://minabahari.blogspot.com/2009/01/all-about-chitin-chitosan.html)
Penggunaan kitosan sebagai serat (dietary fiber ) secara langsung yakni sebagai
suplemen untuk menyerap lemak dalam usus guna mencegah kegemukan. Karena
5 Universitas Sumatera Utara
6 kitosan mampu menyerap lemak 4-6 kali beratnya sendiri untuk kemudian dibuang
melalui faces. (www.wikipedia,
kimia, kitosan ).
2.1.1. Pembuatan Kitosan.
Proses pembuatan kitosan dapat dilakukan dengan terlebih dahulu
penghilangan
mineral
(demineralisasi),
selanjutnya
penghilangan
protein
(deproteinasi), deasetilasi kitin dan pemurnian kitosan. Bahan dasar dapat berupa
kulit udang atau kepiting.
Proses demineralisasi, pertama kulit udang atau kulit kepiting sudah
dihaluskan menjadi serbuk ditambah HCl, lalu campuran dipanaskan pada suhu 70 –
80 oC selama 4 jam sambil diaduk dengan pengaduk 50 rpm, dan disaring. Padatan
yang diproleh dicuci dengan akuades untuk menghilangkan HCl yang masih tersisa.
Filtrat terakhir yang didapat diuji dengan larutan perak nitrat (AgNO3), bila sudah
tidak terbentuk endapan putih maka ion Cl- dalam larutan sudah tidak ada lagi.
Kemudian padatan berupa serbuk ini dikeringkan dalam oven pada suhu 70 oC
selama 24 jam. Serbuk kulit udang atau kepiting ini sudah tanpa mineral. (Weska dan
Moura, 2006).
Proses deproteinasi, dimana serbuk kulit udang atau kulit kepiting kering
hasil proses demineralisasi ditambahkan NaOH, campuran ini dipanaskan pada suhu
65 -70 oC selama 4 jam disertai dengan pengudukan 50 rpm. Kemudian padatan
yang didapat dikeringkan dan didinginkan. Padatan ini berupa kitin, kemudian
dicuci dengan
akuades
sampai pH menjadi netral. Kitin
yang sudah dicuci
ditambah dengan etanol 70 % dan dilanjutkan dengan penyaringan, kemudian
dicuci endapan dengan akuades panas dan aseton untuk menghilangkan warna,
dilakukan sebanyak dua kali. Endapan yang berupa kitin berbentuk serbuk padat,
dikeringkan pada suhu 80 oC selama 24 jam. (Weska dan Moura, 2006). Rendemen
kitin yang diproleh sebanyak 35 % (Puspawati dan Simpen, 2010). Menguji adanya
kitin dilakukan dengan reaksi warna Van Wesslink, dimana kitin direaksikan dengan
Universitas Sumatera Utara
7 larutan I2-KI 1%
akan memberikan warna coklat. Penambahan H2SO4 1 M
memberikan warna violet (Marganov, 2003).
Proses deasetilasi kitin menjadi kitosan, yaitu kitin ditambah NaOH 60 % ,
lalu campuran diaduk dan dipanaskan pada suhu 120 oC selama 4 jam.
Gambar 2.2. Deasetilasi kitin menjadi kitosan. (Goosen,1997).
Campuran disaring melalui kertas saring wollfram, selanjutnya larutan dititrasi
menggunakan HCl untuk mengendapkan kembali kitosan yang masih ada dalam
larutan. Campuran yang ada endapan disentrifuge untuk memisahkan kitosan.
Padatan yang diproleh dicuci dengan akuades, padatan yang didapat berupa serbuk
kitosan berwarna putih krem, lalu dikeringkan pada 80 oC selama 24 jam sebanyak
55 % (Puspawati dan Simpen, 2010). Untuk menguji kemurniaan kandungan kitosan,
dimana sebanyak 1 gram serbuk dilarutkan dalam 100 mL asam asetat 2 % dengan
perbandingan
1 : 100 (b/v) antara kitosan dengan pelarut. Kitosan dikatakan
mempunyai kemurnian yang tinggi bila larut dalam larutan asam asetat 2%
tersebut (Mukherjee, 2001).
Gambar 2.3. Mekanisme Reaksi Hidrolisis Kitin Menjadi Kitosan. (Sugita,
dkk., 2009).
Universitas Sumatera Utara
8 2.1.2. Sifar Fisiko Kimia Kitosan.
Secara fisik kitosan, tidak berbau, berupa padatan amorf berwarna putih
kekuningan dengan rotasi sfesifik [α]D11 -3 hingga -10o (pada konsentrasi asam astat
2 %). Kitosan tidak larut dalam air, alkohol dan aseton. Polimer kitosan dengan berat
molekul tinggi, didapati memiliki viskositas yang baik dalam asam. Bersifat
hidrofilik, menahan air dalam strukturnya dan membentuk gel secara spontan.
Pembentukan gel berlangsung pada pH < 6 dan sedikit asam, disebabkan bersifat
polielektrolit kationik dari kitosan. Viskositas gel kitosan dengan
Gambar 2.4. Kitosan sebagai polielektrolit kationik. (Sugita, dkk., 2009).
meningkatnya berat molekul
meningkatkan viskositas,
yang
atau jumlah polimer. Penurunan pH akan
disebabkan
konformasi
kitosan
yang
telah
mengembang, karena daya repulsive di antara gugus-gugus amino bermuatan positif.
Viskositas juga meningkat dengan meningkatnya derajat deasetilasi. Gel kitosan
teregradasi secara berangsur-angsur,
sebagai
mana
halnya kitosan
melarut
(Muzarelli et al., 1988).
Kelarutan kitosan sangat dipengaruhi oleh bobot molekul, derajat deasetilasi,
dan rotasi sfesifiknya. Beragamnya rotasi sfesifik bergantung pada sumber dan
metode isolasi serta transformasinya. Dalam bentuk netralnya, kitosan mampu
mengkompleks ion logam berat berbahaya seperti Cu, Cr, Cd, Mn, Co, Pb, Hg, Zn,
dan Pd. (Sugita, dkk., 2009). Kitosan hasil dari deasetilasi kitin, larut dalam asam
encer seperti asam asetat dan asam formiat. Sifat fisik yang khas dari kitosan yaitu
mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran dan serat yang sangat
bermanfaat dalam aplikasinya. (Kaban, 2007).
Universitas Sumatera Utara
9 Tabel 2.1. Karakteristik Kitosan.
No
Parameter
Nilai
Bentuk partikel
Dari bubuk sampai serpihan
Kadar air (%)
< 10
1
Kadar Abu (%)
< 2
2
Derajat Deasetilasi (%)
>. 70
3
Warna Larutan
Jernih
4
Viskositas (CPS)
- Rendah
- Medium
- Tinggi
- Ekstra tinggi
Sumber : Robert, 1997.
< 200
200 – 799
800 – 2000
>.2000
2.1.3. Reaksi Transformasi Kitosan.
Kitosan mempunyai reaktifitas kimia yang baik karena mempunyai sejumlah
gugus hidroksil (-OH) dan gugus amina (-NH2) pada rantainya, merupakan
polisakarida bersifat basa. Kebanyakan polisakarida yang terdapat di alam bersifat
netral dan asam seperti selulosa, dekstran, peptin, asam alginat, agar, dan agarose.
(Kumar, 2000).
Kitosan memiliki gugus hidroksil dan amin yang dapat memberi jembatan
hidrogen secara intermolekuler atau intramolekuler. Dengan demikian terbentuk
jaringan hidrogen yang kuat, membuat kitosan tidak larut dalam air.
Universitas Sumatera Utara
10 Gambar 2.5. Jembatan hidrogen secara (a) intermolekuler atau (b)
intramolekuler.
Gugus fungsi dari kitosan (gugus hidroksil primer pada C-6, gugus hidroksil
sekunder pada C-3 dan gugus amino pada posisi C-2) membuatnya mudah
dimodifikasi secara kimia, dan ditransformasi menjadi turunannya. Karena adanya
gugus amino, kitosan merupakan polielektrolit kationik (pKa 6,5) dan bersifat
sebagai basa, hal yang sangat jarang terjadi secara alami. (Kaban, 2007).
Gambar 2.6. Gugus-gugus aktif dari kitosan.
Universitas Sumatera Utara
11 Urutan kereaktifitasan dari gugus aktif yang ada pada molekul kitosan adalah NH2
> NH > (OH pada C-3) > (OH pada C-6). (Fessenden and Fessenden, 1999).
2.1.3.1.
Reaksi Transformasi Kitosan Tanpa Menggunakan Gugus
Pelindung.
Reaksi-reaksi transformasi kitosan pada N atau N dan O umumnya
dilangsungkan tanpa melakukan proteksi (perlindungan) terhadap gugus OH primer
maupun pada OH skunder.
Reaksi N-asilasi kitosan dilakukan dengan mereaksikan asam karboksilat
dengan kitosan. Pemanasan larutan kitosan dalam asam formiat 100 % pada suhu 90
o
C dengan penambahan sedikit demi sedikit piridin,
akan menghasilkan N-
formilkitosan, serta N-Asetil dalam asam asetat 20%. Pereaksi yang sangat banyak
digunakan untuk N-asilasi kitosan adalah asil anhidrida, baik dalam kondisi homogen
dan heterogen. (Kaban, 2007).
dan
Gambar 2.7. Reaksi asilasi pada N-kitosan dengan asam formiat dan asam
asetat.
Reaksi N-asilasi kitosan lainnya yaitu, kitosan dengan derajat deasetilasi 0,75 dalam
air,
ditambahkan
asam
4-klorobutirat.
Kemudian
ditambahkan
metanol,
dimetilsulfoksid (DMSO) dan N-metil-2-pirolidon (NMP). Campuran diaduk dan
direfluks pada suhu 40-72 oC selama 4-8 jam.(Chun K.H, and C.S. Kyu,.1998 ).
Universitas Sumatera Utara
12 Gambar 2.8. Reaksi N-asilasi kitosan dengan asam 4-klorobutirat.
Reaksi N,O-asilasi kitosan, pemanasan selama delapan jam pasa suhu 60 oC
campuran kitosan dengan asil klorida dengan katalis piridin kering dalam pelarut
kloroform, menyebabkan semua gugus fungsi dari kitosan mengalami alkilasi. Hasil
reaksi berupa O,O-alkilasi dan N,N-alkilasi, dihidrolisis selama 20 jam
menggunakan larutan NaOH 1 molar suhu 60 oC mampu memutuskan ikatan ester
dan menghasikan senyawa amida dari kitosan dalam bentuk N,N-asil kitosan.
Perbandingan volume piridin dan kloroform yang digunakan mempengaruhi derajat
substitusi asilasi dari kitosan.(Chun, et al., 2005).
Gambar 2.9. Sintesa asil kitosan dan N,N-diasil kitosan.
N- dan O-asilasi kitosan juga dapat diperoleh secara bersamaan dengan
menggunakan
asil
klorida.
Caranya
dengan
merefluks
kitosan
dalam
dodekanoil klorida berlebih piridin-kloroform sebagai pelarut dan ditambah asam
klorida sesudah direfluks 5 jam. Hasil yang diproleh setelah direfluks selama 9 jam
dapat larut dalam kloroform, benzena, dietil eter dan piridin. (Kaban, 2007).
Universitas Sumatera Utara
13 Gambar 2.10. Reaksi N- dan O-Asilasi kitosan secara bersamaan.
N- dan O-asilasi
menggunakan
anhidrit
asam
suksinat
dapat
berlangsung
mencampurkan suksinat anhidrit ke dalam campuran kitosan dalam asam asatat 2 %
dan metanol 1 : 1 (v/v). Dilakukan pengadukan selama 3 jam dan kemudian
dibiarkan selama 20 jam. (Noerati, dkk., 2007).
Gambar 2.11. Reaksi N,O-asilasi kitosan dengan asam suksinat anhidrit.
2.1.3.2.
Reaksi Transformasi Kitosan Menggunakan Gugus Pelindung.
Gugus amino, N dari kitosan lebih reaktif dari pada gugus hidroksilnya,
sehingga untuk menghasilkan O-asilasi kitosan perlu dilakukan proteksi atau
perlindungan terhadap gugus amino. Basa schiff dapat digunakan sebagai gugus
pelindung pada reaksi O-asilasi. Pembuatan O-asilasi kitosan menggunakan gugus
pelindung basa schiff, dilakukan dengan melarutkan kitosan terasetilasi dalam asam
formiat 90% yang mengandung asetat anhidrida dengan asumsi protonasi akan
mencegah terjadinya N-asilasi. Selanjutnya direaksikan dengan asilklorida dalam
karbon triklorida dan piridin kering. (Goosen, 1997).
Universitas Sumatera Utara
14 Gambar 2.12. Reaksi O-asilasi kitosan dalam basa schiff dengan asilklorida.
Reaksi
O-asilasi
dapat
juga
dilakukan
melalui
reaksi
esterifikasi
menggunakan katalis asam sulfat (2 M) ditambahkan kepada suspensi campuran
kitosan dan asam alkanoat pada suhu kamar. Campuran dipanaskan pada suhu 80 oC
selama 4 jam disertai pengadukan. Asam sulfat yang ditambahkan akan membentuk
ion hidrogen sulfit sebagai konter ion dari NH3+, selanjutnya berfungsi untuk
memproteksi (sebagai gugus pelindung) N-kitosan. Kemudian pada suhu kamar,
tambahkan natrium hidrokarbonat sampai pH 7 (netral). (Badawy, et al., 2005).
Gambar 2.13. O-asilasi kitosan mereaksikan kitosan dan asam alkanoat,
katalis H2SO4.
2.1.4. Kegunaan Kitosan dan turunannya.
Kegunaan kitosan terus meningkat, hal ini terutama disebabkan kitosan dapat
digunakan secara langsung seperti sumber serat (dietary fiber), suplemen mencegah
kegemukan, anti mikroba mencegah infeksi pada luka dan sebagainya. Saat ini,
kitin dan kitosan menjadi salah satu bahan kimia dan bahan baku industri yang
menjadi unggulan. Modifikasi molekul kitin dan kitosan melalui reaksi transformasi
Universitas Sumatera Utara
15 kimia dari kitin dan kitosan, sudah banyak menghasilkan senyawa turunan kitin dan
kitosan sehingga aplikasi dan
kegunaan senyawa tersebut sangat luas, seperti bagi industri farmasi, kesehatan,
kosmetik, makanan, pengolah limbah dan air, fotografi, kayu dan kertas.
Kitin dan kitosan dapat digunakan di berbagai macam aplikasi industri
diantaranya, seperti pada tabel 2.2.
Tabel 2.2. Kegunaan dari kitosan dan turunannya.
Kegunaan
Bidang Aplikasi Industri
Kesehatan / Farmasi
Pembersih luka, pembawa obat (kapsul),
pengantar gen, perbaikan jaringan,
digunakan pada tulang dan
gigi, dan radioterafi.
Kosmetik
Menjaga kelembapan kulit, melindungi
kulit ari, pengobatan jerawat, reduksi
elektrik statis rambut,
dan pewarnaan kulit.
Teknologi
Biokatalis, pengolahan air, pencetakan
molekul, reduski logam, stabilasi nano
partikel, photografi, tekstil, nanomaterial,
biosensor, dan katalis heterogen.
Industri makanan
Dietari fiber, pengawet makanan (anti
oksidan, anti mikroba), dan pengemulsi.
Pertanian
Elisitor gen, antibakteri, pelapis biji, dan
menjaga bunga yang telah dipotong tetap
segar.
Sumber : Aranaz et al.,2010.
Pemanfaatan kitosan dan turunannya dalam bidang kosmetik dipergunakan sebagai
krem muka, tangan dan kulit (face, hand and body cream) fungsi untuk pelembab,
pasta gigi, bedak (make up powder), pelapis kulit dan wajah dari sinar matahari
(lotion), busa pembersih. (Goosen,1997).
Gugus amina (-NH2) dan hidroksil (-OH) pada rantai kitosan, menyebabkan kitosan
Universitas Sumatera Utara
16 bersifat polielektrolit kationik (pKa = 6,5) dan bersifat sebagai basa, hal yang
sangat jarang terjadi secara alami. Sifat basa ini menjadikan kitosan :
a.
Dapat larut dalam media asam encer membentuk larutan yang kental
sehingga dapat digunakan dalam pembuatan gel. Dalam beberapa variasi
konfigurasi seperti butiran, membran, pelapis kapsul, serat dan spons.
b.
Membentuk kompleks yang tidak larut dalam air dengan polianion
yang dapat juga digunakan untuk pembuatan butiran gel, kapsul dan
membran.
c.
Dapat digunakan sebagai pengkhelat ion logam berat dimana gelnya
menyediakan sistem produksi terhadap efek destruksi dari ion (Meryati,
2005).
Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorbsi
lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh, atau pencegahan penyakit lainnya.
Kitosan mampu menurunkan tingkat kolesterol dalam serum dengan efektif dan
tanpa menimbulkan efek samping.(Rismana, 2001). Kitosan dan beberapa tipe
modifikasinya dilaporkan penggunaannya untuk aplikasi biomedi, seperti pelembab
kulit, penyembuh luka, anti koagulan, jahitan pada luka (suuture), obat-obatan, bahan
vaksin, dan dietary fiber. Baru-baru ini, penggunaan kitosan dan derivatnya telah
banyak dikembangkan sebagai proses mineralisasi, atau pembentukan tulang stimulin
endoktrin. (Irawan, 2007). Penelitian yang dilakukan Handayani (2004) menunjukan
bahwa kitin dan kitosan dapat dipergunakan sebagai bahan koagulasi pada sari buah
tomat.
Pelapisan
menggunakan
kitosan
(chitosan
coating)
telah
terbukti
meminimalisasi oksidasi, ditunjukan oleh angka peroksida, perubahan warna, dan
jumlah mikroba pada sampel. (Yingyuad et al., 2006).
Kegunaan turunan kitosan dalam bentuk N-alkil kitosan antara lain,
perbaikan jaringan biologis (acaffolds), sensor, bahan bakar sel (membran), model
studi interaksi membran biologis, pelapisan untuk anti bakteri, penyusun DNA,
Universitas Sumatera Utara
17
produk kosmetik, bahan pembawa obat, dan pelapisan membran. Palmitil kitosan
kira-kira 10 % telah digunakan untuk kapsul sebagai pelepas obat secara terkontrol
(Aranaz et al.,2010).
2.2. Asam Palmitat.
Asam palmitat adalah salah satu asam lemak jenuh yang paling umum
ditemukan pada hewan dan tanaman. Sebagai komponen utama minyak dari pohon
kelapa (kelapa sawit dan minyak inti sawit).
Merupakan asam lemak pertama
yang dihasilkan selama lipogenesis (sintesis asam lemak), berupa asam karboksilat
dengan ekor panjang tidak bercabang alifatik (rantai) jenuh. Asam lemak jenuh
tidak mengandung ikatan ganda atau kelompok fungsional lainnya sepanjang rantai.
Istilah "jenuh" mengacu pada hidrogen, dalam bahwa semua karbon (terlepas dari
kelompok [-COOH] asam karboksilat) berisi sebagai hidrogen sebanyak mungkin.
Asam lemak jenuh membentuk rantai lurus dan, sebagai hasilnya, dapat dikemas
bersama sangat erat, yang memungkinkan organisme hidup untuk menyimpan energi
kimia yang sangat padat. Jaringan lemak hewan mengandung banyak rantai panjang
asam lemak jenuh. Palmitat feed negatif kembali ke asetil-KoA karboksilase (ACC)
yang bertanggung jawab untuk mengkonversi asetil-KoA menjadi malonyl-CoA
yang digunakan untuk menambah rantai asil berkembang, sehingga mencegah
lebih lanjut palmitat generasi. Dalam proses biologi beberapa protein yang diubah
dengan penambahan kelompok palmitoil
dikenal sebagai palmitoylation proses.
Proses palmitoylasi penting bagi lokalisasi membran untuk banyak protein.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_palmitat).
Asam lemak yang paling mudah diperoleh adalah asam palmitat atau asam
heksadekanoat, tersusun dari 16 atom karbon [CH3(CH2)14COOH].
atau
Universitas Sumatera Utara
18
Tumbuh-tumbuhan dari famili Palmaceae, seperti kelapa (Cocos nucifera)
dan kelapa sawit (Elaeis guineensis) merupakan sumber utama asam lemak ini.
Minyak kelapa bahkan mengandung hampir semuanya palmitat (92%). Minyak sawit
mengandung sekitar 50% palmitat. Produk hewani juga banyak mengandung asam
lemak
ini
(dari
mentega,
keju,
susu,
dan
juga
daging).(http://www.Wapedia.mobi/id/Asam-Lemak). Minyak kelapa sawit banyak
mengandung senyawa-senyawa kimia diantaranya yaitu asam palmitat (40 - 46%),
asam stearat (3,6 - 4,7%), asam oleat (39 – 45%), asam miristat (1,1 - 2,5%) dan
asam linoleat ( 7- 11% ) (Ketaren, 1986). Asam lemak (bahasa Inggris: fatty acid,
fatty acyls) adalah adalah senyawa alifatik dengan gugus karboksil. Bersama-sama
dengan gliserol, merupakan penyusun utama minyak nabati atau lemak dan
merupakan bahan baku untuk semua lipida pada makhluk hidup. Asam ini mudah
dijumpai dalam minyak masak (goreng), margarin, atau lemak hewan dan
menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (karena
lemak yang terhidrolisis)
maupun terikat sebagai gliserida.
Asam palmitat
ditemukan oleh Edmond Frémy pada tahun 1840, dari minyak sawit disaponifikasi.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Asam_palmitat).
2.2.1. Pembuatam Asam Palmitat.
Daging buah kelapa (Cocos nucifera) atau kulit buah kelapa sawit (Elaeis
guineensis) dipressing atau diektraksi untuk mendapatkan minyak dari kelapa
tersebut.
Minyak kelapa yang diproleh ditambah larutan NaOH dan metanol,
kemudian direfluks sambil diaduk pada suhu 60 oC selama 5 jam. Pisahkan metanol
dengan penguapan, dan setelah dingin tambahkan asam sulfat 25 % sampai pH ±
6,8. Asam lemak yang terbentuk dipisahkan dari fraksi air melalui corong pisah dan
uapkan sisa pelarut. Kemudian asam lemak yang diproleh dilarutkan dalam aseton,
selanjutnya dinginkan pada suhu 5 oC terbentuk residu, lalu dipisahkan
dari filtar dengan penyaringan vacum. (Aritonang, et al., 1979). Residu mengandung
asam palmitat.
Universitas Sumatera Utara
19
2.2.2. Sifat dan Kegunaan Asam Palmitat.
Asam palmitat
(16 karbon, massa molar asam palmitat adalah
256,40
gram/mol, dan memiliki gugus fungsi karboksilat) adalah asam lemak jenuh yang
terdapat dalam sebahagian besar asam lemak hewani dan minyak nabati, berwujud
padat pada suhu ruang (27 °C) dan berwarna putih, memiliki kepadatan 0.850
gram/mL pada suhu 62 oC, sukar larut dalam air .
Dapat larut dalam pelarut organik sepeti klorofrom, aseton, benzena, dietil eter,
etahol dan metanol. Titik lebur 63,1 oC dan titik didihnya 352 oC. Anion palmitat
yang
terbentuk
dari
asam
palmitat
dapat
terbentuk
pada
pH
netral.
(http://www.Wapedia.mobi/id/Asam-Lemak).
Dalam industri, asam palmitat banyak dimanfaatkan dalam bidang kosmetika
dan pewarnaan. Penggunaan paling terkenal dari asam palmitat adalah komponen
penting dalam pembuatan sabun. Dari segi gizi, asam palmitat merupakan sumber
kalori penting, namun memiliki daya antioksidasi yang rendah. Tentang
mengkonsumsi asam palmitat, peneliti masih memperdebatkan atas dampaknya.
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia, konsumsi asam palmitat dapat meningkatkan
kemungkinan terjadinya penyakit jantung. Ada sebuah penelitian kontradiktif yang
mengatakan, konsumsi asam palmitat tidak memiliki efek terjadinya penyakit
jantung. Turunan asam palmitat juga digunakan dalam obat anti-psikotik, terutama
dalam pengobatan skizofrenia. Selama Perang Dunia Kedua, asam palmitat yang
digunakan setelah dikombinasikan dengan nafta, merupakan bagian yang paling
volatile untuk hidrokarbon cair, dalam membentuk napalm, merupakan pembentuk
gel yang dipergunakan dalam operasi pertahanan.
(http://www.Wapedia.mobi/id/Asam-Lemak).
2.3. Reaksi Klorinasi.
2.3.1. Pereaksi Klorinasi Gugus Karboksilat.
Asetil klorida dapat diperoleh dengan jalan memanaskan asam asetat dengan fosfor
Universitas Sumatera Utara
20 triklorida (PCl3), atau fosfor pentaklorida (PCl5) ataupun dengan tionil klorida
(SOCl2). Reaksinya adalah :
3 CH3COOH + PCl3  3 CH3CO-Cl + H3PO3
CH3COOH + PCl5  CH3CO-Cl + HCl + POCl3
CH3COOH + SOCl2  CH3CO-Cl + HCl + SO2
Pemilihan pereaksi klorinasi harus sedemikian rupa dalam terbentuknya hasil reaksi
dan hasil yang tidak diinginkan agar nantinya dapat dipisahkan dengan cara yang
tidak terlalu rumit. Hal ini berkenaan dengan sifat kimia maupun sifat fisik dari asam
klorida, asam phosfat dan phosforoksitriklorida. (Fessenden and Fessenden,
1999).
2.4. Reaktifitas Gugus Fungsi Senyawa Karbon.
2.4.1. Gugus Karboksilat.
Gugus karboksilat mengandung gugus karbonil (-CO-) dan sebuah gugus
hidroksil
(-OH), antaraksi dari kedua gugus ini mengakibatkan keaktifan kimia
yang unik senyawa dengan gugus karboksil ( -CO2H ). Asam karboksilat adalah
senyawaan yang memiliki gugus fungsi karboksil ( R-CO2H ). Terdapat di alam dan
beberapa derivatnya, seperti lemak (triester), lilin (monoester), dan protein
(poliamida). Bentuk halidanya tidak pernah dijumpai di alam. Karena gugus
karboksil bersifat polar dan tidak terintangi, maka reaksinya tidak terlalu dipengaruhi
oleh sisi molekul. Sifat kimia yang menonjol dari asam karboksilat adalah
keasamannya. Derivat asam karboksilat mengandung gugus pergi yang terikat pada
karbon asil, dan bahwa gugus pergi yang baik merupakan suatu basa lemah. Oleh
karena itu ion klor ( Cl- ) adalah gugus pergi yang baik. Sedangkan –OH dan –OR
adalah gugus pergi yang jelek. Klorida asam dari asam karbolsilat mempunyai gugus
pergi yang baik , mudah diserang oleh air, dan memiliki keaktifan yang tinggi,
sehingga derivat asam ini sangat penting dalam
Universitas Sumatera Utara
21 sintesis senyawa organik lain, seperti untuk pembuatan senyawa keton, ester atau
amida.
Diantara semua derivat asam karboksilat, halida asamnya merupakan yang
paling reaktif, lebih mudah ditukargantikan. Reaksi berlangsung dalam dua tahap: 1)
adisi nukleofil kepada gugus karbonil, disusul 2) eleminasi ion klor. Hasil reaksi ini
ialah suatu substitusi asil nukleofilik, yang berarti “substitusi nukleofilik pada suatu
karbon asil ( RCO- ). Laju reaksi suatu klorida asam dari yang memiliki gugus alkil
pendek sampai kepada gugus alkil panjang akan semakin berkurang (lambat). Efek
ukuran gugus alkil pada laju reaksi adalah efek pada kelarutan dalam air, bukan
dikarenakan efek halangan sterik. Suatu klorida asam dengan gugus alkil kecil adalah
lebih mudah larut dan bereaksi dengan lebih cepat. . (Fessenden and
Fessenden, 1999).
2.4.2. Gugus Amina.
Senyawa amina organik merupakan senyawa organik yang mengandung
atom-atom nitrogen trivalen, yang terikat pada satu atom karbon atau lebih: RNH2,
R2NH atau R3N. Banyak amina memiliki keaktifan faali. Ikatan dalam suatu amina
organik beranalogi dengan ikatan dalam ammonia: suatu atom nitrogen sp3 yang
terikat pada tiga atom atau gugus lain (H atau R) dan dengan sepasang elektron
bebas dalam orbital sp3 yang tersisa. Pasangan elektron bebas membentuk ikatan
sigma ke-empat. Bentuk kation beranalogi
dengan ion ammonium.
Pasangan
elektron dalam ammonia atau suatu anima yang terikat, dapat disumbangkan
kepada atom, ion atau molekul yang kekurangan elektron. Dalam larutan air, amina
bersifat basa lemah dan dapat menerima sebuah proton dari air, dalam suatu
reaksi asam-basa yang reversibel. Amina atau alkil amina sebagai basa lemah,
direaksikan dengan derivat asam karboksilat, terutama dalam bentuk klorida asam
akan bereaksi menghasilkan suatu amida. Gugus amina ( -NH2 ) yang terikat pada
gugus karbonil ( -CO- ) disebut gugus amida ( -CO-NH2 ) . Amida mempunyai
nitrogen trivalen, terikat pada gugus karbonil. Pemberian nama amida dari nama
Universitas Sumatera Utara
22 asam kerboksilat induknya, dengan mengubah imbuhan asam ....,-oat (atau –at)
menjadi amida. Amida dengan substituen alkil pada nitrogen diberi tambahan N-alkil
di depan namanya, dengan N merajuk pada atom nitrogen. (Fessenden and
Fessenden, 1999).
2.4.3. Gugus Hidroksi.
Gugus hidroksi (-OH) yang terikat pada alkil (golongan alkohol) bersifat
serupa dengan yang terikat
pada rantai cincin glukosa. Gugus ini dapat
diesterifikasikan oleh asam karboksilat atau oleh asam anorganik. Dalam senyawa
kitosan terdapat dua gugus hidroksi dan satu gugus amina. Kekuatan basa gugus
amina (-NH2) dibanding gugus hidroksi (-OH) dalam molekul kitosan, gugus amina
memiliki sifat basa yang jauh lebih kuat. Reaktifitas gugus amina kitosan lebih kuat
dibandingkan dengan gugus OH-nya. Gugus hidroksi pada alkohol bersifat sebagai
asam lemah, dalam air mampu melepaskan proton dan dapat bereaksi dengan logam
natrium membebaskan gas hidrogen. (Fessenden and Fessenden, 1999)
2.5. Spektrofotometri Inframerah (FT-IR).
Spektrofotometri inframerah merupakan salah satu analisa kualitatif yang
digunakan untuk menentukan gugus fungsi suatu senyawa organik serta untuk
mengetahui informasi struktur suatu senyawa organik dengan membandingkan
daerah sidik jarinya. Frekuensi di dalam
dinyatakan
dalam
bentuk
bilangan
spektroskopi
inframerah
seringkali
gelombang, dimana rentang bilangan
gelombang yang dipergunakan adalah antara 4600 cm
-1
sampai dengan 400 cm -1.
Energi yang dihasilkan oleh radiasi inframerah menyebabkan vibrasi atau getaran
pada molekul (Silverstein, et al., 1999).
Pancaran
infra-merah
umumnya
mengacu
pada
bagian
spektrum
elektromagnet yang terletak di antara daerah tampak dan daerah gelombang mikro.
Sebuah molekul yang paling sederhana sekalipun dapat memberikan spektrum yang
sangat rumit, keuntungan dari kerumitan spektrum senyawa tersebut dapat
Universitas Sumatera Utara
23 memberikan manfaat. Spektrum yang dihasilkan senyawa tersebut dibandingkan
terhadap spektrum cuplikan asli, kesesuaian puncak demi puncak merupakan bukti
kuat tentang identitas cuplikan yang di analisa. Disamping itu enantiomer, dari dua
senyawa tidak mungkin memberikan spektrum inframerah yang sama. Walaupun
spektrum infra-merah merupakan kekhasan sebuah molekul secara menyeluruh,
gugus-gugus atom tertentu memberikan penambahan pita-pita pada serapan tertentu,
ataupun di dekatnya, apapun bangun molekul selengkapnya. Hal ini yang
memungkinkan kimiawan memproleh informasi tentang struktur yang berguna serta
mendapatkan acuan bagi peta umum frekwensi dari gugus yang khas. Karena
penyidikan tidak semata menggunakan spektrum infra-merah, suatu analisis yang
terperinci tidaklah dilakukan. Oleh karena itu hanya akan disajikan teori secukupmya
untuk mewujudkan tujuan penggunaan spektrum infra-merah, dalam kaitan dengan
data spektrometri lainnya untuk menentukan struktur molekul. (Silverstein, et al.,
1999 ).
Spektrofotometri inframerah merupakan alat rutin dalam penemuan gugus
fungsi, pengenalan senyawa, dan analisa campuran. Kebanyakan gugus, seperti C-H,
O-H, C=O, dan C=N menyebabkan pita absorsi inframerah, yang berbeda hanya
sedikit dari satu molekul ke molekul yang lain, tergantung pada substituen lain dari
molekul tersebut. (Day and Underwood, 1981).
2.5.1. Perinsip Dasar.
Struktur sebuah molekul dinyatakan dalam panjang ikatan dan sudut ikatan.
Model molekul yang atom-atom penyusunnya dibuat dari bola-bola yang bentuk
ikatannya dihubungkan dengan pegas. Apabila suatu pukulan diberikan kepada
model molekul tersebut, maka ia akan menjadi suatu benda yang bergemetaran
dengan semua atom-atomnya dengan gerakan terhadap satu dengan lainnya. Pegaspegas akan beregang dan mengkerut atau membengkak secara berulangkali. Gerakan
ini dapat dipecahkan menjadi sekumpulan vibrasi induvidual, yang frekwensi
wajarnya tergantung pada massa bola dan karakteristik pegasnya. Dalam suatu
Universitas Sumatera Utara
24 molekul yang sebenarnya, vibrasi analog terjadi, dimana pasangan atom sedang
mengalami
vibrasi satu
terhadap yang
lain sewaktu
ikatan individual
memanjang dan mengkerut, dan kelompok secara keseluruhan berisolasi terhadap
atom atau kelompok lain, sebagai suatu struktur yang sedang mengalami berkembang
atau berkerut. Suatu dipol listrik berisolasi yang berhubungan dengan suatu cara
vibrasi khusus, maka akan terjadi interaksi dengan vektor listrik dari radiasi
elektromagnetik dengan frekwensi yang sama, yang menyebabkan absorsi energi
yang menampakan diri sebagai amplitudo vibrasi yang meningkat. (Day and
Underwood, 1981). Pancaran sinar infra-merah yang serapannya kurang
cm-1 ( panjang gelombang > 100 µm )
dari 100
mengenai suatu molekul organik dan
diserap oleh molekul tersebut dan kemudian diubah menjadi energi putaran molekul.
Penyerapan tersebut tercatu sedemikian, tampak sebagai spektrum rotasi molekul
yang terdiri dari garis-garis tersendiri. Pancaran infra merah antara 10.000 – 10 cm-1
(1-100 µm) yang diserap oleh sebuah molekul senyawa organik, kemudian diubah
menjadi energi getaran molekul. Pencatuan spektrum getaran tampak sebagai pitapita, bukan sebagai garis-garis. Hal itu disebabkan oleh perubahan energi getaran
tunggal selalu disertai sejumlah perubahan energi putaran. Pita getaran putaran yang
khusus terletak antara 4.000 cm-1 dan 666 cm-1.
Terdapat dua macam getaran
molekul, yaitu getaran ulur dan getaran tekuk. Getaran ulur adalah suatu gerakan
berirama disepanjang sumbu ikatan sehingga jarak antar atom bertambah atau
berkurang. Getaran tekuk dapat terjadi karena perubahan sudut-sudut ikatan antara
ikatan-ikatan pada sebuah atom, atau karena gerakan sebuah gugusan atom terhadap
sisa molekul tanpa gerakan nisbi atom-atom di dalam gugusan. Hanya getaran yang
menghasilkan perubahan momen dwikutub secara berirama saja yang teramati di
dalam infra merah. Medan listrik yang berganti-ganti, yang dihasilkan oleh
perubahan penyebaran muatan yang menyertai getaran, menjodohkan getaran
molekul dengan medan listrik pancaran elektromagnet yang berayun. (Silverstein, et
al., 1999 ).
Universitas Sumatera Utara
25 Sumber : E-MAIL: [email protected] • www.thermonicolet.com
Gambar 2.14. Skema Spektrofotometer Inframerah Fourier.
2.5.2. Komponen Peralatan.
Spektrofotometer berkas ganda terdiri dari lima bagian utama yaitu : sumber cahaya,
daerah cuplikan, fotometer, monokromator dan detektor.
1. Sumber Cahaya
Pancaran inframerah dihasilkan oleh sebuah sumber yang dipanaskan dengan listrik
0
pada suhu 1000-1800 C.
Sumber cahaya yang umum digunakan adalah
lamputungsen, nernst glowers atau globar. Lampu nernst dibuat dari sebuah pengikat
dan oksida-oksidazirkonium, torium dan serium. Sedangkan lampu globar
terbuat dari batang kecil silikon karbida.
2. Daerah Cuplikan
Berkas acuan dan berkas cuplikan masuk kedalam daerah cuplikan dan masingmasing menembus sel cuplikan dan sel acuan.
3. Monokromator
Monokromator berfungsi untuk menyeleksi panjang gelombang.
Universitas Sumatera Utara
26 4. Detektor
Detektor akan mendeteksifrekuensi yang dilewatkan pada sampel yang tidak diserap
oleh senyawa. Banyaknya frekuensi yang melewati senyawa (yang tidak
diserap) akan diukur sebagai persen transmitan. (Silverstein, et al., 1999).
2.5.3. Serapan Khas Gugus Fungsi.
Untuk menafsirkan sebuah spektrum inframerah tidak terdapat aturan pasti.
Tetapi terdapat beberapa syarat yang harus dipenuhi sebelum mencoba menafsirkan
spektrum.
1.
Spektrum haruslah cukup terpisah dan mempunyai kuat puncak yang memadai.
2.
Spektrum dibuat dari senyawa yang cukup murni.
3.
Spektrofotometer harus dikalibrasi sehingga pita akan teramati pada
serapan (panjang gelombang) yang semestinya.
4.
Metoda penanganan sampel harus ditentukan. Bila menggunakan pelarut, maka
macam dan konsentrasi pelarut serta tebal sel harus disebutkan.
Penanganan yang tepat atas getaran molekul yang rumit adalah tidak harus mutlak,
dimana suatu spektrum infra-merah haruslah ditafsirkan dengan cara perbandingan
empirik terhadap spektrum lain, dan dengan mengekstrapolasi kajian molekul yang
lebih sederhana. (Silverstein, et al., 1999 ).
Universitas Sumatera Utara
27 Tabel 2.3. Serapan inframerah beberapa gugus fungsi senyawa organik.
Golongan
Getaran/goyangan
molekul
CH- stretching
Alkil
CH- deformation
-CH2- rocking in
Senyawa
karbonil
-OH stretching
C=O stretching
Amina
Amida-I
-NH stretching
-NH deformation
-NH stretching
Bilangan
gelombang
(cm-1)
2975 – 2950
2870 - 2845
1470 – 1435
1480 - 1440
~ 722
3300 – 2500
Panjang
gelombang
(µm)
3,36 – 3,37
3,47 – 3,50
6,80 – 6,97
6,76 – 6,94
~ 13,90
3560 - 3500
2,81 – 2,86
-COOH
1723 - 1700
5,80 – 5,88
Amide primery
Amide secondary
Amide primery
3500 - 3300
~ 3450
1650 - 1580
2,86 – 3,03
~ 2,89
6,06 – 6,33
C=O stretching;
- primery
- secondary
- tertier
~ 1690
~ 1680
1670 - 1630
~ 5,92
~ 5,95
5,98 – 6,13
Struktur ikatan
CH3- assymetris
-CH2- symetris
CH3- assymetris
-CH2- symetris
C-(CH2)n-C ; n ≥ 6
carboksylic acid dimer
(C-OH)
C - OH
3,03 – 4,00
Free
Amida-II
Amida-III
Mainly-NH in
plane deformation
- Primery
- Secondary
Associated
- Primery
- Secondary
1620 - 1590
1550 - 1510
6,17 – 6,29
6,45 – 6,62
1650 – 1620
1570 - 1515
6,06 – 6,17
6,37 – 6,60
CN stretching-NH
deformation
Primery
Secondary
~ 1400
~ 1290
~ 7,14
~ 7,75
Sumber : Silverstein, et al., 1999 dan Dyke, et al., 1978.
Pita serapan tertentu, misalnya yang muncul dari uluran C-H, O-H, dan C=O,
didalam spektrum tetap berada dalam daerah-daerah yang cukup sempit. Perincian
penting mengenai struktur, dapat digali dari kepastian letak pita serapan di dalam
daerah yang sempit itu. Geseran letak serapan dalam perubahan pita yang menyertai
perubahan lingkungan molekul, dapat pula menunjukan perincian penting mengenai
Universitas Sumatera Utara
28 struktur. Dua kawasan penting dalam pemeriksaan awal sebuah spektrum ialah
daerah 4000 –1300 cm-1 (2,5 – 7,7 µm) dan
daerah 909 – 650 cm-1 (11,0 – 15,4 µm). Bagian
serapan tinggi dari sebuah
spektrum disebut sebagai daerah gugus fungsi. Gugus-gugus fungsi yang penting,
seperti OH, NH dan C=O terletak pada bagian ini.
Bagian tengah spektrum, merupakan daerah sidik jari adalah daerah antara panjang
-1
-1
gelombang 1300 cm – 909 cm
(7,7 – 11,0 µm).
Corak serapan didaerah ini
seringkali rumit dengan pita-pita yang ditimbulkan oleh cara-cara getaran yang
berantaraksi. Bagian spektrum ini sangat berharga dalam hubungannya dengan
bagian spektrum lainnya. ( Silverstein, et al., 1999 ).
Pada daerah sidik jari suatu senyawa akan memberikan pola serapan yang
khas yang tidak dimiliki oleh senyawa lainnya, sehingga dengan melihat pola
serapan di daerah tersebut dapat disimpulkan struktur kimianya, pada daerah itu pula
suatu isomer dapat dibedakan dengan yang lainnya. (Underwood, et al., 2002).
Adanya gugus fungsional yang berbeda dari molekul akan memberikan
perubahan yang menyolok pada distribusi puncak serapannya, oleh karena itu
bila dua spektrum mempunyai penyesuaian yang tepat di daerah ini, maka hal
tersebut merupakan bukti yang kuat bahwa senyawa – senyawa yang memberikan
spektrum yang sama adalah identik.
Kebanyakan ikatan tunggal memberikan
serapan di daerah ini, oleh karena energi vibrasi berbagai ikatan tunggal adalah
hampir sama besarnya, maka akan terjadi antaraksi yang kuat antara vibrasi berbagai
ikatan tunggal yang berdekatan, oleh karena itu pula maka pita serapan yang
dihasilkan merupakan gabungan atau hasil dari berbagai antar aksi dan bergantung
kepada struktur rangka keseluruhan dari molekul yang bersangkutan. Berdasarkan
hal tersebut di atas, maka spektrum di daerah sidik jari ini biasanya rumit untuk
analisa gugus, sehingga terkadang sukar untuk melakukan interpretasi. Akan tetapi
apabila kita analisa lebih jauh, maka justru kerumitan ini bersifat khas untuk setiap
senyawa. (Siverstein, et al., 1999).
Universitas Sumatera Utara
29 Dalam keadaan cair atau padat, dan juga dalam larutan yang kepekatannya
lebih daripada 0,01 M, dengan pelarut CCl4, asam-asam karboksilat berada sebagai
dimer akibat kuatnya ikatan hidrogen.
Ikatan hidrogen yang luar
biasa kuatnya itu diterangkan berdasarkan besarnya sumbangan ion dalam talunan.
Akibat kuatnya ikatan hidrogen itu, maka getaran ulur hidroksil bebas dapat diamati
(di dekat 3520 cm-1). Walaupun begitu, dalam bentuk apapun selalu terdapat
campuran monomer dan dimer. Dimer asam karboksilat memperagakan serapan ulur
O-H yang sangat lebar dan kuat di daerah 3300 – 2500 cm-1. Pita tersebut biasanya
berpuncak di 3000 cm-1, Pita ulur C-H yang lebih lemah biasanya tampak
menumpang diatas pita dekat milik O-H. Pita lebar milik O-H itu, di sisi yang
berpanjang gelombang tinggi, memiliki struktur-halus/renik yang menyatakan
adanya nadalipat dan sambung pita-pita dasar yang terletak pada panjang gelombang
yeng lebih besar. Spektrum khas asam karboksilat seperti pada gambar 2.16. point.
c.
Gambar 2.15.Spektrum Asam Heptanoat. Sumber : Aldrich Chemical
Company, Milwaukes, Wls. Disken pada PERKIN ELMER 521.
Universitas Sumatera Utara
30 Semua amida memperlihatkan sebuah pita serapan karbonil yang disebut pita
Amida-I. Kedudukan pita tersebut tergantung pada derajat ikatan hidrogen dan
dengan demikian tergantung pula pada keadaan fisik senyawanya. Amida-amida
primer memiliki dua buah pita uluran N-H simetrik dan taksimetrik. Amida skunder
hanya menunjukan sebuah pita uluran N-H. Seperti halnya uluran O-H, serapan ulur
N-H juga mengalami penurunan oleh adanya ikatan hidrogen walaupun dengan
derajat yang lebih kecil. Kedudukan serapan ulur N-H dan O-H bertumpangan
dalam pengamatan untuk membedakan kedua struktur tersebut perlu kecermatan.
Amida primer dan skunder memperlihatkan sebuah atau banyak pita di daerah sekitar
1650 – 1515 cm-1 yang terutama dihasilkan oleh tekukan NH2 atau NH disebut pita
Amida-II. Penyerapan itu melibatkan pengkopelan antara tekukan N-H dan getarangetaran dasar yang lain serta menuntut suatu geometri trans.
Kibasan NH
keluar bidang adalah penyebab adanya suatu pita lebar dengan kekuatan menengah
di daerah 800 – 666 cm-1. Spektrum dalam gambar 2.17., adalah khas amida primer
suatu alifatik.
Gambar. 2.16. Spektrum inframerah dari amida primer.
Universitas Sumatera Utara
31 Dalam larutan yang lebih pekat dan sampel padat, pita NH bebas digantikan oleh
pita-pita jamak/terdarab di daerah 3330 – 3060 cm-1. Pita-pita jamak/terdarab itu
teramati karena gugus amida dapat mengikat membentuk dimer berkonformasi cis,
atau membentuk polimer berkonformasi tran,
Spektrum dalam gambar 2.18., adalah khas amida skunder suatu alifatik. (Silverstein,
et al. 1999, Fessenden and Fessenden, 1999).
Gambar 2.17. Spektrum inframerah amida skunder.
Gambar 2.18. Spektrum inframerah amida tertier.
Universitas Sumatera Utara
32 Absorpsi inframerah karbonil dari klorida asam dijumpai pada frekwensi
yang sedikit lebih tinggi dari pada resapan untuk derivat asam lain. Tidak ada sifat
khusus lain dalam spektrum inframerah yang menandakan bahwa inilah klorida
asam (asil klorida).
Halida-halida asam memperlihatkan serapan di daerah uluran C=O. Klorida-klorida
asam terkonjugasi menampilkan serapan di daerah 1815 – 1785 cm-1. Gambar 2.19.
memperlihatkan spektrum inframerah dari klorida asam yang khas. (Silverstein, et
al., 1999 , Fessenden and Fessenden, 1999 ).
Gambar 2.19. Spektrum inframerah klorida asam.
Universitas Sumatera Utara
Download