Potensi dan Tantangan Produk Keuangan E-Commerce untuk Membantu Masyarakat Mencapai Tujuan Keuangan Oleh Andhy Koesnandar Anggota Asosiasi FinTech Indonesia dan Co-Founder dari Cermati Pasar Indonesia memiliki potensi sebagai ekonomi terbesar di Asia Tenggara dengan bonus demografi yang besar dari lebih dari 250 juta populasi. Pada 2017, PDB Indonesia sekitar US$3,750 per kapita dan diperkirakan akan tumbuh dua kali lebih cepat dari ekonomi global. Posisi Indonesia saat ini serupa dengan ekonomi Cina tahun 2008 ketika PDB mereka berkisar $3,471 per kapita. Pada tahun 2016, transaksi online di Indonesia mencapai 2% dari total transaksi ritel. Belajar dari perkembangan Cina, hanya dibutuhkan sekitar 5 tahun agar transaksi online Indonesia mencapai 10% dari total transaksi ritel. Dengan perkembangan teknologi, seperti koneksi 3G/4G yang terjangkau dan maraknya penawaran smartphone yang terjangkau, pasar online Indonesia bisa lebih cepat mencapai tingkat tersebut. Masyarakat saat ini semakin nyaman melakukan transaksi online, sehingga mereka tidak hanya membeli produk konsumsi secara online, namun melakukan berbagai hal yang lebih kompleks, seperti merencanakan perjalanan melalui penyedia jasa perjalanan online, hingga mencari informasi mengenai produk keuangan. Produk keuangan merupakan produk yang lebih rumit dibandingkan dengan produk lain, dan informasinya sulit didapat. Kehadiran beberapa e-commerce finansial seperti Cermati menyediakan informasi dan persyaratan dari berbagai produk keuangan untuk menjadi referensi mudah bagi konsumen. Dengan adanya berbagai jenis produk keuangan, dari kartu kredit, pinjaman pribadi, pinjaman modal usaha, kredit pemilikan rumah dan asuransi – baik dari lembaga keuangan konvensional maupun dari perusahaan tekfin; e-commerce finansial berfungsi sebagai clearing house bagi konsumen agar dapat memilih produk finansial yang terbaik secara independen. Riset World Bank menunjukkan bahwa di Chile, akses terhadap produk keuangan mendorong pertumbuhan ekonomi, menurunkan ketimpangan pendapatan, dan membantu masyarakat untuk keluar dari kemiskinan. Akses terhadap produk keuangan merupakan kunci bagi masyarakat Indonesia untuk mencapai tujuan keuangan. Implementasi e-KYC (Know Your Customer) yang Lebih Luas Meski Indonesia merupakan pasar yang menjanjikan, produk keuangan e-commerce dan pemain tekfin menghadapi berbagai tantangan dalam meningkatkan skala operasi mereka. Peraturan Pemerintah (PP) 82/2012 tentang Sistem dan Transaksi Elektronik mengatur perihal tanda tangan elektronik yang tersertifikasi dan tidak tersertifikasi. KOMINFO menyatakan SIVION sebagai fasilitas tanda tangan elektronik pada tahun 2016. Namun, adopsi penggunaan tanda tangan elektronik cukup lambat. Saat ini proses KYC di berbagai bank masih memerlukan pertemuan langsung dan tanda tangan basah, yang akhirnya menciptakan prosedur dua lapis secara online dan offline. KYC offline dan manual membutuhkan waktu lebih untuk mendapatkan persetujuan (SLA) dan membatasi cakupan produk keuangan yang dapat dipasarkan melalui e-commerce. Untuk dapat mendorong adopsi yang lebih luas terhadap produk keuangan, pemerintah perlu bekerja sama dengan lembaga keuangan dan start-up tekfin untuk membuat panduan mengenai implementasi e-KYC dan mempertahankan perlindungan bagi konsumen. Disiapkan oleh Meningkatkan Literasi Keuangan di Indonesia Berdasarkan data tahun 2014, hanya terdapat 36% warga Indonesia yang memiliki akses terhadap perbankan dan produk keuangan, dengan dana pinjaman sekitar 8% dan asuransi sekitar 37% dari PDB. Angka tersebut termasuk rendah jika dibandingkan dengan Thailand, dengan dana pinjaman 183% dari PDB dan asuransi 23% dari PDB, serta Filipina yang memiliki 8% dana pinjaman dari PDB dan 56% asuransi dari PNB. Hal ini menjadi kesempatan dan tantangan bagi pemerintah, perusahaan tekfin dan lembaga keuangan untuk meningkatkan literasi keuangan untuk mencapai inklusi keuangan. Program OJK “Ayo ke Bank” dan “Mari Berasuransi” adalah contoh program pemerintah untuk meningkatkan literasi keuangan. Melangkah ke depan, dorongan yang lebih kuat dan kolaborasi yang lebih baik antar pemerintah, lembaga keuangan, dan pemain tekfin untuk mendidik konsumen mengenai pemanfaatan teknologi lewat pengenalan produk keuangan, akan membantu meningkatkan jumlah warga yang “bankable” di Indonesia, sehingga dapat bersaing dengan negara ASEAN lainnya. Verifikasi Data Identitas yang Lebih Terbuka Sistem identitas yang terbuka di bank juga merupakan kunci terbangunnya akses yang teritegrasi terhadap produk dan layanan keuangan. Pada tahun 2010, India mengindentifikasi seluruh warganya melalui pemberian kode ID unik yang terdiri dari 12 angka untuk setiap orang untuk mendapatkan data demografik dan biometric menggunakan sistem Aadhaar. Pada tahun 2017, 1,17 miliar warga India, atau 99% warga India dewasa, telah terdata lewat sistem Aadhaar. Aadhaar ID kemudian disambungkan dengan produk keuangan dan divalidasi secara online dan gratis. Pendekatan serupa yang dilakukan Indonesia adalah e-KTP, yang sudah mencapai 96% warga yang mencakup identitas ganda karena sistem belum sepenuhnya dapat memvalidasi identitas. Namun, pemerintah telah melakukan berbagai inisiatif untuk mendorong adopsi yang lebih luas terhadap e-KTP, seperti kepemilikan e-KTP sebagai syarat mutlak mengikuti proses pemilihan umum, atau mendapatkan akses layanan BPJS, serta untuk membuka rekening bank. Dengan bertambahnya jumlah masyarakat yang terdata dalam sistem, dan terhubung dengan berbagai produk dan layanan keuangan, serta melakukan lebih banyak transaksi non tunai, kita bisa melihat sebuah kesempatan peningkatan ekonomi negara ini. Disiapkan oleh