evaluasi penggunaan antibiotik sefalosporin di ruang perawatan

advertisement
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017
EVALUASI PENGGUNAAN ANTIBIOTIK SEFALOSPORIN
DI RUANG PERAWATAN BEDAH SALAH SATU RUMAH SAKIT DI
KABUPATEN TASIKMALAYA
Nur Rahayuningsih, Yuli Mulyadi
Program Studi S1 Farmasi
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Bakti Tunas Husada Tasikmalaya
Abstrak
Telah dilakukan evaluasi penggunaan antibiotik sefalosporin di ruang perawatan bedah Salah satu
Rumah Sakit di Kabupaten Tasikmalaya secara retrospektif dari bulan April 2013- Maret 2014.
Pengumpulan data sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkanyaitu meliputi penetapan kriteria obat,
kriteria penderita, penetapan standar penggunaan obat untuk dilakukan analisis data dan penarikan
kesimpulan. Berdasarkan hasil evaluasi jumlah sefalosforin yang paling banyak digunakan adalah
generasi III (98,84%), disusul oleh generasi I (1,16%) dari 86 total antibiotik. Tidak ditemukan adanya
ketidaktepatan indikasi, ketidaktepatan dosis antibiotik, ketidaktepatan lama tetapi antibiotik, kasus
interaksi obat sefalosforin dengan obat lain, serta kasus duplikasi penggunaan obat sefalosforin.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penggunaan antibiotik sefalosforin di RSU Kabupaten
Tasikmalaya telah rasional.
Kata Kunci : Evaluasi Penggunaan Obat, Antibiotik, Sefalosforin
Abstract
The evaluation of use of cephalosporin antibiotic has been performed from April 2013 - March 2014 in
the surgical treatment room of one of the hospitals in Kabupaten Tasikmalaya. The data collection
conducted in accordance with the established criteria, includes establishment of drugs criteria, patient
criteria, the use of standard-setting drugs for the data analysis and conclusion. Based on the
evaluation result showed that the amount of Cephalosporin that most widely use are the third
generation with (98.84%) and then the first generation with 1.(16%) from 86 Cephalosporin
antibiotics. There were no improper indication, no improper antibiotics dosage and inaccuracy of
antibiotic long term therapy, no cephalosporin drug interactions with other medications cases and no
duplicated cephalosporin drugs cases. It can be conclude that the use of cephalosporin antibiotics in
RSU Kabupaten Tasikmalaya has been rational.
Keywords: Evaluation Of Drug Use, Antibiotic, Cephalosporin.
baik secara tunggal maupun kombinasi,
PENDAHULUAN
Antibiotik merupakan golongan
sedangkan di negara berkembang 30-80%
obat yang paling banyak digunakan
penderita yang dirawat di rumah sakit
didunia terkait dengan banyaknya kejadian
mendapat antibiotik (Gandhi, 2007).
infeksi bakteri. Lebih dari seperempat
Penggunaan antibiotik dapat menimbulkan
anggaran rumah sakit dikeluarkan untuk
masalah resistensi dan efek obat yang
biaya
(WHO,
tidak dikehendaki. Evaluasi penggunaan
2006). Di negara yang sudah maju 13-
obat khususnya antibiotik merupakan
37% dari seluruh penderita yang dirawat
salah satu bentuk tanggung jawab farmasis
di rumah sakit mendapatkan antibiotik
dilingkungan rumah sakit dalam rangka
penggunaan
antibiotik
139
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017
mempromosikan penggunaan antibiotik
penggunaan obat ini meliputi indikasi,
yang rasional (Lestari, 2011).
lama terapi, kontra indikasi, dosis, efek
Sefalosporin merupakan antibiotik
samping, interaksi obat.
spektrum luas yang digunakan untuk
Standar penggunaan obat yang digunakan
terapi septikemia, pneumonia, meningitis,
pada penelitian ini yaitu Formularium
infeksi saluran empedu, peritonitis, dan
Rumah
infeksi
Tasikmalya, Informatorium Obat Nasional
saluran
urin.
Sefalosporin
Sakit
Umum
Kabupaten
termasuk antibiotik beta-laktam yang
Indonesia.
bekerja dengan cara menghambat sintesis
Penetapan Desain Studi
dinding sel mikroba (IONI, 2008).
Penelitian
Untuk mengetahui ketepatan penggunaan
retrospektif yaitu pengambilan data dari
antibiotik sefalosporin maka dilakukan
rekam medis dan resep yang terapinya
evaluasi penggunaan obat sefalosporin
telah selesai.
untuk menunjang terapi pengobatan yang
Sumber data
optimal.
Pengumpulan
menggunakan
data
metode
dilakukan
dengan
menggunakan jenis data yang dibutuhkan
METODE PENELITIAN
dari data rekam medis berupa: identitas
Penetapan Kriteria Pasien
penderita, diagnosis, hasil labolatorium,
Kriteria pasien dalam penelitian ini, yaitu
pasien dewasa pria dan wanita yang
dirawat di ruang bedah salah satu rumah
sakit di kabupaten tasikmalaya yang
menggunakan
antibiotik
sefalosporin
periode April 2013 sampai Maret 2014.
Penetapan Kriteria Obat
Obat
yang
diteliti
adalah
proses pengobatan, dan tindakan medis.
Analisis data
Analisis kuantitatif
Analisis data untuk mengetahui pola
penggunaan obat berdasarkan berbagai
kriteria yaitu berdasarkan diagnosis, status
pulang, jumlah obat berdasarkan golongan
antibiotik
sefalosporin.
farmakologi,
sediaan,
Standar Penggunaan Obat
rute
pemberian,
penulisan
generik
bentuk
dan
non
generik dan dokter penulis resep.
Standar penggunaan obat adalah suatu
acuan
yang
mengevaluasi
digunakan
untuk
penggunaan
obat.
Persyaratan dari standar penggunaan obat
ini harus obyektif, tegas, tidak samarsamar didasarkan pustaka yang mutakhir
dan secara internasional banyak digunakan
serta mereflesikan standar praktek medik
dan pengalaman klinik staf medik, serta di
setujui
oleh
staf
medik.
Analisis kualitatif
Analisis data yang digunakan untuk
mengkaji
secara
kualitatif
ketepatan
penggunaan obat berdasarkan standar
penggunaan obat yang telah di tetapkan,
meliputi
ketepatan
indikasi,
dosis,
interaksi obat, duplikasi penggunaan.
Pengambilan Kesimpulan
Standar
140
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017
Dari hasil analisis data secara kuantitatif
HASIL dan PEMBAHASAN
dan kualitatif diambil kesimpulan untuk
Analisis
mengetahui ketepatan dan masalah dalam
Pengguna Antibiotik Sefalosporin
penggunaan obat.
Berdasarkan Diagnosa Penyakit
Kuantitatif
Penderita
Tabel 1 Jumlah Penderita Berdasarkan Diagnosa *)
Diagnosa
Jumlah
%
Neoplasma
9
12,32
Penyakit Sistem Urogenital
6
8,21
Penyakit Sistem Pencernaan
18
24,65
Keadaan Akibat Trauma
14
19,17
Penyakit Infeksi Kulit dan Jaringan Subkutis
10
13,69
Penyakit Infeksi dan Parasit
1
1,36
Endokrin, Nutrisi dan Penyakit Metabolik
9
12,32
Penyakit Musculoskeletal
2
2,73
Penyakit Sistem Pernafasan
2
2,73
Gangguan Tulang dan Sendi
1
1,36
Kelainan dan Penyakit Sistem Reproduksi Wanita
1
1,36
Total Jumlah Penderita
73
100
Keterangan :
% = Persentase jumlah penderita dihitung terhadap total jumlah penderita selama pengamatan
*) = Diagnosa berdasarkan international statistical Classification of Diseases and Related
Health Problems, World Health Organization, Geneva, 2005.
Tabel 1 menunjukkan jumlah
Gambar 1 menunjukkan bahwa
penderita dengan diagnosa terbesar adalah
jumlah terbesar penderita pulang dalam
penyakit sistem pencernaan yaitu sebesar
keadaan membaik yaitu 92%. Hal ini
24,65%. Infeksi saluran cerna adalah
menunjukkan
bahwa
penderita
infeksi yang lebih umum terjadi di seluruh
mendapatkan
terapi
yang
dunia yang menyebabkan morbiditas dan
mengenai
mortalitas.
terbanyak
selama pembedahan dan perawatan di
adalah keadaan akibat trauma sebesar
Rumah Sakit, namun tetap diharuskan
19,17%. Keadaan akibat trauma banyak
memeriksakan
diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas
melanjutkan pengobatan atau perawatan di
yang menyebabkan cidera luka robek di
rumah
areal kulit. Diagnosa ketiga terbanyak
pengawasan dari dokter. Penderita keluar
adalah penyakit infeksi kulit dan jaringan
rumah sakit dengan pulang paksa yaitu
subkutis sebesar 13,69%. Penyebab utama
5,47% umumnya karena kekurang puasan
infeksi
subkutis
penderita terhadap pelayanan rumah sakit,
disebabkan oleh bakteri gram positif dan
selain karena terbentur masalah ekonomi.
hanya beberapa yang disebabkan bakteri
Pada penderita dengan pindah rumah sakit
gram
lain yaitu 1,36% umumnya diakibatkan
Penyakit
kulit
negatif
dan
yang
kedua
jaringan
ditemukan
permukaan kulit.
pada
penyakit
dengan
keterbatasan
yang
optimal
dideritanya
keadaannya
rawat
fasilitas
telah
jalan
dan
untuk
dengan
kasus
Berdasarkan Status Pulang
141
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017
penyakitnya tidak dapat ditangani di
rumah sakit tersebut.
Gambar 2. Persentase Penderita Berdasarkan
Cara Pembayaran
Berdasarkan Jenis Kelamin
Gambar 3 menunjukan jumlah
penderita yang dirawat di ruang perawatan
bedah, laki-laki hampir setara dengan
perempuan,
yaitu
laki-laki
sebanyak
54,79% dan perempuan sebanyak 45,20%.
Hal ini disebabkan karena penyakit infeksi
Gambar 1. Persentase Penderita Berdasarkan
Status Pulang
dapat
menyerang
tergantung
pada
siapa
saja,
tidak
jenis
kelaminnya.
Kurangnya istirahat, stres atau asupan
Berdasarkan Cara Pembayaran
Gambar 2 menunjukkan bahwa
nutrisi
yang
tidak
teratur,
akan
sebagian besar penderita menggunakan
melemahkan sistem imunitasnya, sehingga
asuransi
dengan
merusak sistem pertahanan tubuh yang
jamkesmas menempati urutan paling besar
mengakibatkan seseorang akan sangat
yaitu 63,01%. Persentase terbesar kedua
mudah terinfeksi.
adalah
jaminan
kesehatan,
melalui
BPJS
(Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan)
yaitu 16,43%. BPJS adalah badan hukum
yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan (Peraturan
Menteri Kesehatan No 71/2013 tentang
Pelayanan
Kesehatan
Pada
Jaminan
Kesehatan Nasional). Persentase terbesar
ketiga adalah umum yaitu 15,06%.
Gambar 3 Persentase Penderita Berdasarkan
Jenis Kelamin
Analisis Kuantitatif Obat
Berdasarkan Golongan Farmakologi
Tabel 2. Jumlah Obat Berdasarkan Golongan Farmakologi
Golongan Obat
∑
Analgetik, antipiretik, antirematik, antipirai
124
Anti alergi dan obat untuk anafilaksis
2
Antiansietas dan insomnia
6
%
26,2
0,42
1,26
142
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017
Antibiotik
147
31,07
Hormon, endokrin lain dan kontrasepsi
4
0,84
Jantung dan pembuluh
15
3,17
Larutan elektrolit, nutrisi dan lain-lain
62
13,10
Obat saluran cerna, anti tukak
75
15,85
Obat saluran nafas
2
0,42
Obat yang mempengaruhi tulang
1
0,21
Serotonin, obat serotonergik, dan antiserotonergik
5
1,05
Vitamin
22
4,65
Kortikosteroid dan kortrikotropin
8
1,69
Total Jumlah Obat
473
100
Keterangan :
% = Persentase jumlah penderita dihitung terhadap total jumlah penderita selama pengamatan
Tabel 2. menunjukkan jumlah
sebesar 61, 84%. Sediaan injeksi banyak
penggunaan golongan obat terbanyak
digunakan pada pasien profilaksis infeksi
adalah antibiotik yaitu sebesar 31,07%.
sedang sampai berat dan pada pasien yang
Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh
tidak memungkinkan menggunakan oral
mikroba, terutama fungi, yang dapat
dapat digunakan antibiotik parenteral yaitu
menghambat
sediaan injeksi (Cunha, 2010).
pertumbuhan
atau
membasmi mikroba jenis lain. Jenis
Berdasarkan Rute Pemberian
antibiotik yang banyak digunakan adalah
antibiotik
sefalosporin
III,
rute pemberian yang paling banyak adalah
Antibiotik sefalosporin generasi ke tiga
melalui parenteral yaitu sebesar 68,28%.
merupakan antibiotik yang mempunyai
Rute pemberian ini diberikan pada obat-
daya kerja spektrum luas yang efektif
obat yang tidak dapat diberikan pada
terhadap kuman gram positif dan negatif
pemberian oral, alasan lain
termasuk Escheria coli, Klebsiela dan
mendapatkan efek yang segera setelah
Proteus,
proses
yaitu
generasi
Gambar 5 menunjukkan bahwa
dengan
menghambat
pembedah.
Rute
untuk
pemberian
sintesis dinding sel mikroba.
parenteral paling banyak digunakan adalah
Berdasarkan Bentuk Sediaan
antibiotik sefalosporin golongan I dan III.
Hal ini disebabkan karena hampir semua
sefalosporin
parenteral,
diberikan
kecuali
melalui
sefadroksil
rute
yang
diberikan secara per oral. Pada umumnya
sefalosporin
generasi
III
banyak
digunakan karena aktivitasnya terhadap
kuman Gram-negatif lebih kuat dan lebih
luas
Gambar 4. Persentase Obat Berdasarkan
Bentuk Sediaan
Bakteriodes.
infeksi
Gambar
bentuk
sediaan
4 menunjukkan bahwa
yang
paling
banyak
meliputi
Pseudomonas
Pada
sedang
pasien
sampai
dan
profilaksis
berat
dapat
dipertimbangkan menggunakan antibiotik
parenteral (Cunha, BA., 2010).
digunakan adalah bentuk injeksi yaitu
143
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017
Berdasarkan Spesialis Dokter Penulis
Resep
Sebagian besar resep di rumah sakit ditulis
oleh satu orang dokter spesialis.
Analisis
Kualitatif
Penggunaan
Antibiotik Sefalosporin
Pemilihan obat yang rasional idealnya
dilakukan
Gambar 5. Persentase Obat Berdasarkan Rute
Pemberian
melalui
berbagai
tahapan
pertimbangan, yaitu diagnosa yang tepat,
patofisiologis
penyakit,
Berdasarkan Generik dan Non Generik
farmakologi
Gambar 6 menunjukkan bahwa persentase
penyakit dan evaluasi efektivitas serta
penggunaan obat generik lebih besar dari
toksisitas obat yang dipakai. Salah satu
obat non generik. Hal ini dikarenakan
upaya untuk meningkatkan kerasionalan
penulis resep (dokter) harus menulis obat
penggunaan
atau
berpegang
sediaan
farmasi
lainnya
untuk
obat
keterkaitan
obat
pada
dan
patofisiologi
adalah
buku
dengan
pedoman
memenuhi permintaan dalam resep serta
pengobatan yang ada, yang telah terbukti
memberikan penghematan biaya bagi
secara
pasien apabila terdapat persaingan harga.
pilihan pengobatan yang baik (Herri,
Beberapa program pelayanan kesehatan
2012).
yang
Kasus Tidak Tepat Indikasi
dibiayai
oleh
pemerintah
dan
ilmiah
memberikan
alternatif
pihak
Data menunjukkan bahwa tidak
farmasi
ditemukan kasus tidak tepat indikasi.
yang
Penderita yang dirawat di ruang perawatan
sebanding dengan biaya terendah yang
bedah merupakan rujukan dari puskesmas
terdapat
dari
berbagai
ketiga
penanggung
meminta
memberikan
persentase
agar
produk
dalam
obat
asuransi
ahli
generik
inventaris,
generik
sehingga
lebih
besar
dibanding obat non generik.
berbagai
daerah
di
kabupaten
tasikmalaya yang telah menerima terapi
antibiotik sebelumnya. Obat antibiotik
yang diberikan sudah sesuai dengan
informatorium obat nasional indonesia
(IONI) untuk penyakit infeksi dan tujuan
profilaksis. Penggunaan antibiotik pada
profilaksis
bedah
penurunan
dan
digunakan
pencegahan
untuk
kejadian
infeksi luka oprasi. Antibiotik yang paling
Gambar 6. Persentase Obat Generik dan non
Generik
banyak
digunakan
adalah
antibiotik
sefalosporin generasi III, antibiotik ini
mempunyai daya kerja spektrum luas yang
144
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017
efektif terhadap kuman gram positif dan
Kasus Interaksi Sefalosporin
negatif termasuk Escheria coli, Klebsiela
Pada pengamatan tidak ditemukan
dan Proteus, yaitu dengan menghambat
adanya kasus interaksi antara sefalosporin
sintesis dinding sel mikroba.
dengan obat lain. Pemberian antibiotik
Kasus Tidak Tepat Dosis
secara bersamaan dengan antibiotik lain,
Data menunjukkan bahwa tidak
terdapat
ketidak
atau
makanan
dapat
menimbulkan efek yang tidak diharapkan.
obat
Efek dari interaksi yang dapat terjadi
diberikan dengan dosis yang tepat yaitu
cukup beragam mulai dari yang ringan
sesuai kriteria yang sudah ditetapkan.
seperti absorpsi obat atau penundaan
Penggunaan antibiotik yang tidak tepat
absorpsi hingga meningkatkan efek toksik
dapat menyebabkan kerja antibiotik tidak
obat lainnya. Interaksi obat dianggap
optimal dan dapat meningkatkan resiko
penting
resistensi mikroba terhadap antibiotik.
meningkatkan toksisitas atau mengurangi
Penggunaan antibiotik yang
efektivitas
antibiotik.
dosis
lain
pada
peresepan
tepatan
obat
Semua
melebihi
secara
obat
dosis maksimal akan meningkatkan efek
Interaksi
samping antibiotik tersebut.
interaksi
Kasus Tidak Tepat Lama Terapi
farmakokinetik
Pada pengamatan tidak ditemukan
klinik
obat
bila
yang
dapat
berakibat
berinteraksi.
dibedakan
atas
farmasetik,
interaksi
dan
interaksi
farmakodinamik.
Interaksi
farmasetik
adanya kasus tidak tepat lama terapi.
terjadi diluar tubuh antara obat-obat yang
Lama terapi merupakan lamanya penderita
tidak
menjalani pengobatan. Antibiotik empiris
farmakokinetik terjadi bila salah satu obat
diberikan untuk jangka waktu 48 – 72 jam.
mempengaruhi
Selanjutnya
harus
metabolisme atau ekskresi obat kedua
berdasarkan
data
dilakukan
evaluasi
mikribiologis
dan
dapat
sehingga
kadar
dicampur.
Interaksi
absorpsi
plasma
distribusi,
obat
kedua
kondisi klinis pasien serta data penunjang
meningkat atau menurun, akibatnya terjadi
lainnya
(IFIC.,
Kemenkes
RI.,
2010;
Tim
PPRA
peningkatan toksisitas atau penurunan
2010).
Dan
untuk
efektivitas
obat
tersebut.
Interaksi
antibiotik profilaksis bedah, pemberian
farmakodinamik adalah interaksi antara
antibiotik sebelum, saat dan hingga 24 jam
obat-obat
yang
pasca oprasi pada kasus yang secara klinis
reseptor,
tempat
tidak
infeksi
fisiologik yang sama sehingga terjadi efek
dengan tujuan untuk mencegah terjadi
yang aditif, sinergistik atau antagonistik,
infeksi luka oprasi (PERMENKES NO
tanpa terjadi perubahan kadar obat dalam
2406/
plasma.
didapatkan
tanda-tanda
MENKES/
PER/XII/2011).
bekerja
pada
sistem
kerja
atau
sistem
Penghentian penggunaan antibiotik yang
Kasus Duplikasi Penggunaan Antibiotik
tidak tepat dapat menyebabkan terjadinya
Sefalosporin
resistensi.
145
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017
Pada pengamatan tidak ditemukan
RSU
Kabupaten
adanya kasus duplikasi. Duplikasi obat
rasional.
adalah penggunaan dua atau lebih obat
Saran
dalam satu golongan atau obat golongan
Dari
Tasikmalaya
telah
penelitian
dapat
hasil
lain tetapi memiliki mekanisme kerja yang
diberikan beberapa saran yang dapat
sama dan digunakan dalam waktu yang
dilakukan antara lain:
sama.Kasus
1. Perlu
duplikasi
diberikan
dengan
ini
biasanya
maksud
untuk
adanya
pengawasan
berkelanjutan
dengan
melakukan
meningkatkan efek terapi obat yang
evaluasi
diberikan
meningkatkan penggunaan obat yang
pada
penderita,
padahal
sebenarnya
duplikasi
obat
antibiotik
seharusnya
dihindari
karena
selain
penggunaan
antibiotik
tidak
efisien,
penggunaan
yang
obat
untuk
rasional.
2. Meningkatkan
kerjasama
tim
profesional kesehatan dalam upaya
kemungkinan meningkatnya efek samping
peningkatan
dan timbulnya reaksi toksisitas obat dapat
antibiotik dan pencegahan resistensi.
terjadi
serta
perawatan,
meningkatkan
sehingga
akan
biaya
merugikan
penderita.
3. Panitia
kualitas
farmasi
dan
penggunaan
terapi
harus
membuat dan melaksanakan sistem
formularium.
KESIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
Kesimpulan
Badan Pengawasan Obat dan Makanan
Berdasarkan
penggunaan
hasil
antibiotk
evaluasi
sefalosporin
Republik
di
Indonesia.
Informatorium
ruang perawatan bedah periode April 2013
Obat
2008.
Nasional
Indonesia. Jakarta: BPOM RI.
sampai Maret 2014, jumlah sefalosporin
Bertram Katzung,G. 2004. Farmakologi
yang paling banyak digunakan adalah
Dasar dan Klinik. Penerjemah dan
generasi
Editor:
III
(98,84%)
disusul
oleh
Bagian
Farmakologi
generasi I (1,16%) dari 86 total antibiotik
Fakultas Kedokteran Universitas
sefalosporin. Tidak ditemukan adanya
Airlangga Stated: The McGraw-
ketidak-tepatan indikasi, ketidaktepatan
Hill Companies.
dosis antibiotik dan ketidaktepatan lama
Harkness Richard. 1989. Interaksi Obat.
terapi antibiotik, tidak ditemukan kasus
Penerjemah: Goeswin Agoes dan
interaksi obat sefalosporin dengan obat
Mathilda B. Widianto. Bandung:
lain, serta kasus duplikasi penggunaan
ITB
obat
antibiotik
demikian
dapat
sefalosporin.
disimpulkan
Dengan
bahwa
penggunaan antibiotik sefalosporin di
Ikatan
Apoteker
Informasi
Indonesia.
2010.
Spesialite
Obat
Indonesia volume 45. Jakarta: PT.
ISFI Penerbitan
146
Jurnal Kesehatan Bakti Tunas Husada
Volume 17 Nomor 1 Februari 2017
Keputusan Menteri Kesehatan No. 125
/Menkes/SK/II/2008
tentang
Pedoman Pelaksanaan Jaminan
Kesehatan Masyarakat.
Berdasarkan
Herri
S.
2012.
Farmakologi Klinik.Bandung: PT
Kiblat Buku Utama.
Setiabudy R., 2001. Infeksi dan Antibiotik.
Lestari, W, dkk. 2011. Studi Penggunaan
Antibiotik
Sastramihardja,
Sistem
Dexa Media, No 1, volume 14.
Jakarta.
ATC/DDD dan Kriteria Gyysens
Siregar C.J.P., dan Amalia,L. 2004.
di Bangsal Penyakit Dalam RSUP
Farmasi Rumah Sakit, Teori dan
DR.M. Djamil Padang. Fakultas
Penerapan. Jakarta: EGC.
Farmasi Pascasarjana Universitas
Syamsudin, 2011. Buku Ajar Farmakologi
Andalas. Padang.
Efek
Peraturan Mentri Kesehatan Republik
Indonesia
Nomor
Samping
Obat.
Jakarta:
Salemba Medika.
WHO, 2014.
International
Statistical
269/Menkes/PER/III/2008 tanggal
Classification of Diseases and
12 Maret 2008 tentang Rekam
Related Health Problems. World
Medis.
Health
Organization.
Geneva.
147
Download