MELACAK AKAR RADIKALISME DALAM GERAKAN ISLAM MODERN (Kasus Jama’ah al-Ikhwa>n al-Muslimu>n) Aguk Irawan Mizan STAI AL-KAMAL Rembang, Jawa Tengah [email protected] Abstract Radicalism has a deep root in Islamic teachings. Amounts of verses and traditions in the view of literal-formalistic reading are inspiring to shape the selected teachings and the ownership of absolute truth. Both of these principles spring exclusive and superior attitude in the face against the other, also they position of each dissident man as an enemy who must be conquered by any way, even violent way. This writing tries to analyze theological root of radicalism growing in the thought of Islamic sphere, as well as movements/organizations that are representing the radical theology such as Jama’ah al-Ikhwa>n al-Muslimu>n. Abstrak Radikalisme memiliki akar yang kuat dalam batang tubuh ajaran agama Islam. Sejumlah ayat dan hadis melalui pembacaan literal-formalistik menginspirasi pembentukan doktrin keterpilihan dan kepemilikan kebenaran absolut. Kedua prinsip inilah yang melahirkan sikap ekslusif dan superior dalam berhadapan dengan the other, hingga memosisikan setiap orang yang berbeda pandangan sebagai musuh yang harus ditundukkan dengan berbagai cara, termasuk cara-cara kekerasan. Tulisan ini berusaha mengurai akar teologis dari radikalisme yang berkembang dalam dunia pemikiran Islam, serta gerakan-gerakan/organisasi yang merepresentasikan Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 53 Aguk Irawan Mizan teologi radikal tersebut, di antaranya Jama’ah Al-Ikhwa>n alMuslimu>n. Kata Kunci: Radikalisme, Al-Ikhwa>n al-Muslimu>n, Doktrin Keterpilihan, Kebenaran Absolut. A.Pendahuluan Banyak analisis dan tafsir yang diutarakan para ilmuwan untuk mendeskripsikan akar radikalisme atau kekerasan yang dilakukan orang-orang yang mengatasnamakan Islam. Hasil penelitian mereka selama ini sebagian besar melaporkan akar radikalisme dalam Islam berangkat dari faktor-faktor sosialpolitik. Tulisan ini melihat aspek-aspek teologis yang mendalangi lahirnya fenomena-fenomena kekerasan atas nama agama yang marak dewasa ini, kemudian merunut aspek historisnya pada kasus Jama’ah Al-Ikhwa>n al-Muslimu>n. Kajian teologis-historis ini diharapkan menjadi ‘kacamata’ baru dalam memandang bahwa radikalisme dalam Islam, organisasi-organisasi radikalis yang kerap bertindak kekerasan atas nama agama, memiliki argumentasi teologis untuk membenarkan diri mereka. Dengan kata lain, organisasi-organisasi radikal di kalangan umat Islam memiliki argumentasi dan dalil-dalil yang mereka gali dari ayat-ayat suci Al-Qur’an dan sabda-sabda Nabi Muhammad saw. Sebagai konsekuensinya, semakin seorang pengiman atau pengikut agama memiliki jiwa fanatisme keagamaan yang kuat maka ekspresi aktual dalam kesehariannya semakin kental pula oleh ajaran-ajaran agamanya. Hal ini berlaku tidak sekedar kepada umat muslim. Umat Kristiani dan Yahudi juga demikian. Jadi, umat muslim yang mendalami ayat-ayat suci dan sabda-sabda nabi akan menemukan beberapa justifikasi teologis untuk menentang ‘musuhmusuh agama’ dengan tindakan kasar. Sebab mereka menemukan perintah-perintah dan semangat untuk bersikap semacam itu. B.Akar Radikalisme dalam ‘Islam’ Setiap pengikut agama mengimani dua asas: Pertama, asas keterpilihan (al-is}tifa>’iyyah). Artinya, Allah swt. memilih hanya 54 Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 Melacak Akar Radikalisme dalam Gerakan Islam Modern satu agama yang berkibar di bawah rahmat-Nya. Dari sini pula Allah memilih seorang rasul pilihan untuk menyampaikan agama tersebut, memilih sahabat-sahabat (pilihan) yang akan membantu penyebaran dakwah sang rasul, kemudian tongkat estafet dakwah ini dilanjutkan oleh generasi pilihan berikutnya. Diyakini pula Allah menunjuk satu umat-Nya sebagai umat pilihan di atas umatumat lain. Asas dan prinsip keterpilihan ini berlanjut hingga ujung waktu yang tak tentu. Kedua, asas kepemilikan kebenaran absolut (tamalluk al-h} aqi>qah al-mut}laqah). Artinya, setiap umat beragama, baik Yahudi, Kristen, dan Islam meyakini hanya ada satu agama yang benar, yaitu agama mereka sendiri, dengan cara menafikan kebenaran pada agama-agama dan kepercayaan umat lain. Kebenaran mutlak dalam segala kondisi dan segenap persoalan, dan tidak disusupi kebatilan apapun, baik dari depan maupun belakang, hanya dimiliki oleh agama mereka sendiri. Kebenaran absulut ini diyakini menjadi firman terakhir Tuhan hingga datangnya hari kiamat. Dua asas atau prinsip di atas adalah akar teologis dari radikalisme dalam setiap agama. Pada tulisan ini, penulis hanya akan menguraikan akar teologis dari radikalisme yang berkembang dalam dunia pemikiran Islam, serta gerakan-gerakan/organisasi yang merepresentasikan teologi radikal tersebut. 1. Doktrin Keterpilihan: Risalah Muhammad saw. diimani sepenuh hati dan segenap jiwa oleh umat Islam sebagai risalah terakhir yang turun dari langit. Ia adalah penutup para Nabi dan tidak ada Nabi lagi setelahnya. Tidak salah apabila prinsip keterpilihan dalam agama Islam ditonjolkan begitu jelas dan kuat, baik menyangkut sang rasul, sahabat-sahabat, maupun umatnya. Orang-orang yang beragama Islam meyakini bahwa Muhammad saw. adalah nabi pilihan, sahabat-sahabat Nabi adalah orang-orang suci Pilihan, dan umat islam adalah umat pilihan. Prinsip keterpilihan ini mendapat legetimasi kuat dari teks-teks suci (Al-Qur`an dan Sunnah), yang banyak memaparkan Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 55 Aguk Irawan Mizan dan meliput keterpilihan ini. Berikut ini beberapa teks suci yang bicara tentang keterpilihan rasululullah Muhammad saw. sebagai nabi dan rasul terbaik: Rasulullah saw. bersabda, “Dahulu Bani Isra’il dipimpin oleh para nabi. Setiap kali seorang nabi meninggal, ia digantikan oleh nabi yang ada setelahnya. Sesungguhnya tak ada lagi nabi setelahku. Akan ada khalifah-khalifah, dan banyak jumlahnya”. (HR. Muslim).1 Dalam hadis yang lain, Rasulullah saw. bersabda, “Aku adalah Muhammad; aku adalah Ahmad; aku adalah Penghapus yang denganku kekafiran dihapuskan; aku adalah Pengumpul yang manusia dikumpulkan di belakangku; aku adalah penggganti; pengganti yang tak ada lagi nabi setelahnya”. (HR. Muslim).2 Rasulullah saw. juga bersabda, “Tak akan tegak hari kiamat sampai ada beberapa kabilah diantara ummatku akan bergabung dengan orang-orang musyrikin; sampai ada beberapa kabilah diantara ummatku akan menyembah berhala. Sesungguhnya akan ada di antara ummatku 30 tukang dusta, semuanya mengaku bahwa ia adalah nabi. Akulah penutup para nabi, tak ada lagi nabi setelahku”. (HR. Abu Dawud).3 Dari beberapa dalil-dalil naqli di atas, umat muslim percaya bahwa Rasulullah saw. adalah Rasul Pilihan di antara semua rasul Allah swt. dan diutus untuk semua umat manusia sepanjang jaman sampai datangnya hari kiamat kelak. Sedangkan teks-teks suci yang memperkuat keyakinan tentang keterpilihan sahabat-sahabat Rasul antara lain: Allah swt. berfirman, “(Juga) bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman dan dari harta benda mereka (karena) mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya dan mereka menolong Allah dan RasulNya. Mereka itulah orangorang yang benar.” (QS. Al-H{asyr [59]: 8). Ayat ini ditujukan bagi Abu> al-H{usain Muslim ibn al-H{ajja>j, S{ah}i>h} Muslim, (Riya>d}: Da>r asSala>m, 2007), hadis no. 1842. 2 Ibid., hadis no. 2354. 3 Abu> Da>wud Sulaima>n ibn Asy‘as\, Sunan Abi Da>wud, (Riyadh: Da>r as-Sala>m, 2008), hadis no. 4253. 1 56 Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 Melacak Akar Radikalisme dalam Gerakan Islam Modern kalangan Muhajirin yang rela berhijrah dari Makkah ke Madinah demi mengembangkan Islam. Pada ayat berikutnya, Allah swt. memuji orang-orang Anshar Madinah, “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshar) sebelum (kedatangan) mereka (Muhajirin), mereka (Anshar) ‘mencintai’ orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshar) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin); dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin), atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka memerlukan (apa yang mereka berikan itu).” (QS. Al-H{asyr [59]: 9). Mengingat sahabat Nabi merupakan orang-orang pilihan yang mulia nan agung, maka mencela mereka pun diyakini sebagai perbuatan berdoa. Umat muslim, terutama dari golongan Ahl asSunnah wa al-Jama>‘ah (Ortodoksi Sunnah), menerima bulat seluruh sahabat Nabi sebagai orang-orang yang adil dan tak satupun yang tercela di mata mereka. Hal ini menjadi doktrin keagamaan yang menegaskan status para sahabat Nabi sebagai individu-individu pilihan yang memiliki keutamaan dan mengungguli manusia pada umumnya. Banyak sekali sabda-sabda Rasulullah saw. yang menerangkan kedudukan masing-masing para sahabat. Bahkan ada sahabat Nabi yang ucapannya diamini dan direstui oleh Allah swt. Sahabat itu adalah Umar bin Khatthab r.a. Setidaknya, ada empat kali kesempatan di mana tindakan dan pendapat Umar r.a langsung mendapat respons dari Allah swt. Semua ini menunjukkan betapa sahabat Nabi adalah manusia pilihan di hadapan Allah swt. Semua kitab kumpulan Sunnah yang diakui mencantumkan Bab ‘Mana>qib’ (Biografi Tokoh) yang membicarakan mengenai keutamaan-keutamaan para Sahabat terkemuka, khususnya keempat Khulafa’urrasyidin dan orang-orang setelah mereka yang masuk kategori Sepuluh Orang yang Jelas-jelas Masuk Surga (al‘asyrah al-mubasysyiri>n bi al-jannah), serta sahabat-sahabat lain baik laki-laki maupun perempuan. Selain itu, keutamaan-keutamaan para tokoh juga dibahas dengan detail, semisal individu-individu seperti Imam Mazhab yang berjumlah empat: Abu Hanifah, Malik, Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 57 Aguk Irawan Mizan asy-Syafi’i dan Hanbali. Bahkan beratus-ratus kitab secara khusus memaparkan biografi-biografi masing-masing tokoh madzhab ini. Yang mengesankan, sebagian buku dan kitab memuat hadis-hadis Nabi yang dinisbatkan pada Rasulullah yang berisi pujian atas para pendiri madzhab ini. Di zaman modern ini pun, di hadapan kita terbentang puluhan buku yang dipublikasikan di Mesir dan seperempat dunia Islam lainnya yang memperbincangkan biografi hidup Imam H{asan al-Banna> (1906-1949), mursyid pertama organisasi al-Ikhwa>n alMuslimu>n. Sepeninggal Sayyid Abu> al-A’la> al-Maudu>di> (19031979), pendiri Jemaat Islamiyyah di Semenanjung India, tampak semarak usaha penerbitan risalah-risalah, makalah, dan buku-buku yang mengupas sejarah hidupnya, baik dalam bahasa Arab, Urdu, maupun Inggris. Semua itu adalah bukti betapa sentimen keterpilihan terus berlanjut dari masa ke masa. Mengapa hal ini terjadi? Jawabannya karena hal itu merupakan suatu kewajaran dalam ladang dakwah Islamiyyah, terutama sebagai bentuk peneladanan atas sang pembawa risalah (Muhammad saw.) beserta orang-orang yang menyertainya. Sementara itu, doktrin Keterpilihan Umat Islam sebagai umat terbaik di atas umat-umat yang lain dilandasi oleh teks-teks suci sebagai berikut: Allah swt. berfirman: “Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma’ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah” (QS. Ali ‘Imra>n [3]: 110). Firman Allah swt. lagi: “Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan amal-amal saleh dan beriman (pula) kepada apa yang diturunkan kepada Muhammad dan itulah yang hak dari Tuhan mereka, Allah mengahpus kesalahankesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka.” (QS. Muh} ammad [47]: 8). Syariat umat Islam, sebagai konsekuensi sebagai umat pilihan, tidak hanya berlaku di kalangan internal melainkan juga bagi umat manusia dari berbagai latar belakang agama, etnis, 58 Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 Melacak Akar Radikalisme dalam Gerakan Islam Modern suku dan budaya. Karena itulah, Islam hadir sebagai rah}matan li al-‘a>lami>n (pembawa rahmat bagi seluruh alam semesta). Umat Islam adalah umat pilihan yang patut dijadikan contoh, diteladani, dan agama Islam itu sendiri adalah agama untuk seluruh umat manusia. Sayyid Qut}b (1906-1969), tokoh dan ideolog Jama>’ah alIkhwa>n al-Muslimi>n menegaskan, “Sesungguhnya bangsa Allah yang benar-benar sejati adalah umat Islam yang bernaung di bawah bendera Allah dengan segala perbedaan yang ada dari jenis bangsa, warna kulit, dan tanah kelahiran”.4 Dengan demikian prinsip keterpilihan tidak sekedar bersumber dari teks-teks suci yang diinterpretasi melainkan juga menjadi buah pikiran para tokoh-tokohnya. 2. Doktrin Absolutisme Kebenaran: Di samping prinsip dan doktrin keterpilihan yang dinilai mendasari radikalisme dalam Islam, doktrin tentang kebenaran absolut juga berperan kuat. Doktrin absolutisme yang diyakini masing-masing pemeluk agama tentang agamanya sendiri, termasuk Islam, menyuburkan benih-benih radikalisme tersebut. Teks-teks suci yang mengamini dan menyulut doktrin absolutisme ini cukup banyak, antara lain: Firman Allah swt.: “Barangsiapa mencari agama selain dari agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu) daripadanya, dan dia diakhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali ‘Imra>n [3]: 85). Firman Allah swt. lagi: “Dan Kami telah turunkan kepadamu al-Qur’an dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan batu ujian terhadap kitab-kitab yang lain itu.” (QS. Al-Ma>’idah [5]: 48). Ayat-ayat ini menegaskan bahwa risalah Muhammad merupakan risalah yang datang untuk menampilkan Islam dalam Sayyid Qut}b, Ma‘alim fi at}-T{ari>q, cet. ke-11 (Kairo: Da>r asy-Syuru>q, 1987), h. 16. 4 Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 59 Aguk Irawan Mizan bentuknya yang paripurna dan final, sehingga ia menjadi agama segenap umat manusia dan syariatnya menjadi syariat seluruh manusia. Di samping agar ia menjadi menjadi batu ujian bagi umat-umat sebelumnya, menjadi Patronisme Final, dan demi tegaknya Jalan Allah pada kehidupan umat manusia sehingga Allah mewariskan kepadanya bumi dan orang-orang yang di atasnya.5 Teks-teks suci di atas pada perkembangan berikutnya tidak sekedar berhenti dalam hati dan menguasai cara pandang umat muslim, melainkan menjelma dalam ruang dan waktu, sehingga menjadi fenomena historis yang mewakili ruh yang terkandung di dalamnya. Dengan kata lain, muncullah gerakan-gerakan dan organisasi-organisasi tertentu yang mengatasnamakan Islam, dan mendasari visi maupun orientasinya atas ayat-ayat tersebut. Inilah akar teologis dari adanya gerakan radikal dalam Islam. C.Ideologi Radikal Jama>‘ah al-Ikhwa>n al-Muslimi>n Tatkala sumber-sumber ajaran Islam (Al-Qur’an dan Hadis) terbuka lebar untuk ditafsiri semacam itu sehingga melahirkan prinsip dan doktrin radikal di atas, maka sudah dapat dipastikan organisasi-organisasi radikal juga akan lahir. Doktrin dan prinsip akan mempengaruh tindakan individu, dan dari individu yang satu akan mempengaruhi individu yang lain. Dari kumpulan individu yang memiliki prinsip dan didoktrin dengan ajaran yang sama inilah, maka organisasi yang terstruktur dengan visi misi yang jelas menjadi lahir ke muka bumi. Salah satunya yang paling mengakar kuat hingga sekarang dan menjalar hampir ke seluruh belahan dunia adalah Jama>‘ah al-Ikhwa>n al-Muslimi>n (selanjutnya disingkat IM) Mesir. Dalam sebuah pidato yang heroik, H{asan al-Banna>, penggagas dan mursyid pertama Jama>‘ah IM mengatakan: Yang mulia saudaraku! sesungguhnya dalam penisbatan dirimu pada Allah swt. terkandung keluhuran apa yang diambisikan oleh kaum ambisius, yaitu makna kebesaran dan keagungan. Sesungguhnya kemuliaan hanya milik Allah semata. Lebih baik Sayyid Qut}b, Fi> Z{ila>l al-Qur`a>n, vol. VI, cet. ke-11 (Kairo: Da>r asySyuru>q, 1982), h. 447. 5 60 Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 Melacak Akar Radikalisme dalam Gerakan Islam Modern ketika dirimu naik ke ketinggian dan terhembus di dalamnya angin kebangkitan bersama para pengamal. Adakah kemuliaan dan pendorong keutamaan yang lebih besar daripada saat kau lihat dirimu menjadi Rabba>ni>, di mana Allah terhubung denganmu dan kepada-Nya kau berafiliasi.6 Isi khotbah di atas mencerminkan semangat dari dua asas atau prinsip di yang telah diuraikan di atas; yaitu semangat bagaimana seseorang mesti mengabdikan hidup sepenuhnya untuk Allah swt., sebab dari pengabdian inilah kehormatan tertinggi dapat tercapai sebagai seorang Rabba>ni. Shala>h} Sya>di, salah seorang tokoh simpatisan organisasi ini menyebut pengikut Imam Hasan al-Banna merupakan kombinasi dari berbagai lapisan umat, yang diikat dengan kesamaan jalan menuju Allah, sehingga kehormatan seorang Muslim menjadi lebih tinggi dibanding segala kemuliaan di dunia.7 Terlepas dari status Syadi dalam keanggotaan Jamaah IM sebagai pengikut Mursyid ‘Am (Pemimpin Spiritual) pertama, sesungguhnya deskripsi Jenderal Shala>h} Sya>di ini ingin menunjukkan superioritas yang menjadikan anggota IM istimewa dalam pandangannya secara lugas dan tekstual. Ah}mad Kamal al-‘A<dil, salah seorang anggota Jawatan Khusus yang lebih dikenal dalam dunia pers sebagai “Komisi Rahasia”, pernah melakukan studi perbandingan. Ia mengambil sampel komparasi antara seorang anggota jamaah IM dan seorang lain muslim non-anggota IM. Hasilnya, meski sama-sama mutadayyin [konsisten beragama], tapi yang pertama (anggota IM) lebih memiliki visi Rabbani (ketuhanan), sementara visi hidup sampel yang kedua (non-IM) lebih tertuju pada sesuap nasi kehidupan. Padahal tujuan non-IM ini adalah tujuan yang tidak terlampaui oleh kuping-kuping dan hati binatang ternak.8 H{asan al-Banna>, Majmu> ‘ah Rasa>’il al-Ima>m asy-Syahi>d H{asan alBanna> (Kairo: Da>r asy-Syiha>b, t.t), h. 37. 7 S{ala>h} Sya>di, H{asha>d al-‘Umr, cet. ke-3 (Kairo: Da>r az-Zahra’ li alI‘la>m, 1987), h. 43. 8 Ah{mad ‘A<dil Kama>l, an-Nuqat} fauqa al-H{uru>f (Kairo: Da>r az-Zahra’ li al-I‘la>m, 1987), h. 38. 6 Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 61 Aguk Irawan Mizan Penelitian Ah}mad Kamal al-‘A<dil di sini secara langsung menegaskan bahwa ideologi seseorang mempengaruhi cara pandang dan cara menjalani hidup sehari-hari. Dengan kata lain, praktek dalam realitas kehidupan adalah cerminan dari gagasan abstrak yang tertanam dalam otak seseorang. Sedangkan spirit yang melatarbelakangi lahirnya Jama>‘ah al-Ikhwa>n al-Muslimi>n adalah menjadikan nilai-nilai ketuhanan sebagai fokus perjuangan utama. Dr. ‘Abd ar-Ra‘u>f asy-Syalabi mengutip ucapan H{asan al-Banna> menegaskan, karakter khusus IM terletak pada eksistensinya sebagai organisasi yang berwatak rabba>ni>. Landasan utama yang menjadi pijakan dari langkah dan tujuan IM adalah mengenalkan manusia pada Tuhan mereka dan mengaktualisasikan emanasi hubungan ini sebagai bersifat spiritual dan mulia.9 Sementara itu, tegasnya visi Rabbaniyyah IM mencitacitakan pendirian Jawatan Khusus atau Komisi Rahasia. Cara pandang rabba>ni> ini pada perkembangan berikutnya menjelma menjadi landasan filosofi di tangan Sayyid Qut}b, kemudian menjadi lebih kokoh dan mapan di tangan kelompok-kelompok Islam Politik modern, di antaranya Organisasi ‘at-Takfi>r wa alHijrah’, al-Jiha>d dan lain-lain yang selanjutnya dimunculkan dalam bentuk kekerasan senjata yang lebih ekstrem lagi. Akar-akar teologis yang abstrak pun lahir ke bumi dalam rupa yang konkret, yaitu lahirnya gerakan nyata yang penuh kekerasan dengan membawa semangat dan prinsip keterpilihan dan pemangku kebenaran absolut. Jadi, hasil dari visi dan ideologi rabba>niyyah IM dan sentimen mental superior yang dilahirkannya adalah kemunculan Jawatan Khusus, atau yang disebut Shalah Syadi sebagai “organisasi baja yang jarang tertandingi”10. Mungkin dalam konteks ini patut ditolak pendapat Dr. ‘Abd al-‘Az}i>m Ramad}a>n ‘Abd ar-Ra’u>f asy-Syalabi, Asy-Syaikh H{asan al-Banna> wa Madrasah al-Ikhwa>n al-Muslimi>n (Kairo: Da>r al-Ans}a>r, t.t.), h. 346 10 S{ala>h} Isa>, Al-Ikhwa>n al-Muslimu>n Ma’sah al-Ma>d}i> wa Musykilah al-Mustaqbal, (Kairo: Maktabah al-Madbu>li, 1977 ), h. 21 9 62 Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 Melacak Akar Radikalisme dalam Gerakan Islam Modern yang mengaitkan pertumbuhan paradigma kekerasan dan kudeta kekuasaan di lingkungan IM dengan pertumbuhan “KelompokKelompok Pengembara” (firaq ar-rihla>t). Ramad}a>n mengatakan, bukti-bukti yang ada menunjukkkan bahwa ketika pertama kali Imam Hasan al-Banna membentuk organisasi IM, tidak pernah terlintas di benaknya visi penggunaan kekerasan, akan tetapi visi yang berkembang kala itu adalah penyebaran dakwah dengan mediasi “kasih, persaudaraan, dan perkenalan.”11 Ramad}a>n di sini tidak secara spesifik menyebutkan kapan persisnya “Kelompok-Kelompok Pengembara” ini lahir. Dalam pengamatannya koran IM hingga pertengahan 1352 H (atau sekitar tahun 1932 M, yaitu era perpindahan markas utama organisasi dari kota Isma’iliyyah ke ibu kota Kairo) selalu memberitakan tentang cinta, persaudaraan, dan perkenalan sebagai sarana dakwah. Mengingat organisasi IM berdiri pada bulan Februari 1927, maka dapat dirumuskan bahwa paradigma kekerasan dalam tubuh IM dimulai setelah 3 hingga 4 tahun berdirinya dan ini merupakan interfal waktu yang pendek. Meski demikian, paradigma kekerasan ini telah melekat pada organisasi ini sejak pertumbuhannya pertama kali. Kasusnya dalam hal ini sama dengan organisasi-organisasi politik yang bervisi keagamaan. Di antara beberapa bukti yang menguatkan pendapat bahwa paradigma kekerasan melekat pada IM sejak awal pertumbuhannya adalah sebagai berikut: Pertama, saat Muktamar V IM tahun 1939 yang bertempat di Gedung Serba Guna Lut}fulla>h di Giza, H{asan al-Banna> mengatakan: Wahai Saudara-saudara Muslim, terkhusus yang bersemangat membara dan memburu. Simaklah oleh kalian dariku sebuah pesan yang melengking dan menggema hingga ambang mimbar ini dalam muktamar ini: Sesungguhnya jalan kalian ini telah digambarkan langkah-langkahnya dan telah diletakkan batasanbatasannya. Dan aku tidak akan melanggar batasan-batasan yang aku terima dengan sangat puas sebagai jalan yang paling ‘Abd al-‘Az}i>m Ramad}a>n, Al-Ikhwa>n al-Muslimu>n wa at-Tanz}i>m asSirri>, (Kairo: Rose el-Yusef, 1982), h. 25 11 Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 63 Aguk Irawan Mizan selamat untuk mencapai pada tujuan tertinggi. Memang, jalan itu begitu panjang, namun tidak ada lagi jalan selain itu.12 Di sini Mursyid Am pertama IM menegaskan bahwa visi (jalan) organisasi sudah digariskan, tapi (di sini ia tidak menjelaskan) apa itu dan kemana menuju-nya. Pertanyaan ini selanjutnya dijawab olehnya: Ketika sudah terhimpun 30 batalion di antara kamu, wahai anggota Ikhwan al-Muslimin, yang masing-masing sudah tergembleng secara spiritual dengan keimanan dan akidah, secara pemikiran dengan ilmu dan kebudayaan, dan secara fisik dengan latihan dan olah raga, maka tuntutlah aku untuk bersama kalian menembus kedalaman samudera, menerobos ketinggian langit dan memerangi setiap orang yang keras kepala dan perkasa.13 Siapapun yang membaca pernyataan H{asan al-Banna> yang sarat dengan kata-kata provokatif seperti “menembus, menerobos, memerangi” pasti akan kaget. Pernyataan H{asan al-Banna> ini tidak menunjukkan sedikitpun rasa empati pada kasih sayang, khususnya dalam persoalan-persoalan sensitif yang menjadi karakter pergerakan organisasi dan visi pergerakannya di masa depan. Kedua, saat kepindahan markas IM dari Isma’iliyyah ke Kairo berikut aktifitas organisasinya, perselisihan sengit di antara anggota organisasi terjadi mengenai penunjukan orang yang menggantikan posisinya di Isma’iliyyah. Pertentangan pendapat ini menimbulkan friksi perpecahan di antara anggota organisasi, bahkan kelompok sakit hati mengadukan Mursyid ‘Am ke Kejaksaan. Pengaduan ini jelas merusak citra Sang Guru, sehingga tidak ada jalan lain bagi para pendukungnya selain mengambil jalan kekerasan dan penyerangan fisik atas mereka hingga si teraniaya mengadukan mereka ke Pengadilan Kriminal.14 H{asan al-Banna>, Majmu> ‘ah Rasa>’il, h. 161 Ramad}a>n, Al-Ikhwa>n, h. 162 14 S{ala>h} ‘I<sa>, Al-Ikhwa>n, h. 35 12 13 64 Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 Melacak Akar Radikalisme dalam Gerakan Islam Modern Ketiga, data-data awal tentang pertumbuhan organisasi ini menunjukkan bahwa H{asan al-Banna> sangat berdisiplin tinggi dalam mendidik para anggotanya, sampai-sampai ia turun tangan sendiri untuk melatih mereka. Bahkan, Muktamar IM kelima diselenggarakan dengan misi khusus membentuk pengembaraan yang lebih terorganisasi dengan rapi selama proses pelatihan olahraga fisik yang pertama kali dilakukan Ikhwanul-Muslimin di Isma’iliyyah.15 Keempat, dokumen milik jama’ah IM, berjudul Aqi>datuna> (Aqidah Kita). Dokumen yang ternyata merupakan lembar sumpah keanggotaan tersebut memaparkan bahwa setiap saudara yang bergabung pada jama’ah meliputi tujuh pasal penting. Dan pasal kelima berbunyi: “Aku akan berpartisipasi aktif dan bersungguhsungguh menunaikan kewajiban/perintah ini selama hayat masih dikandung badan, dan dengan apa yang kumiliki aku siap berkorban demi pelaksanaannya”. Di akhir term atau term ketujuh tertulis sebagai berikut: “Aku akan berpartisipasi aktif tetap konsisten pada prinsip-prinsip tersebut dan ikhlas menjalankannya. Aku berjanji menjadi tentara yang siap sedia mempertahankan keutuhannya, dan siap mati untuk tetap di jalannya.” Dokumen ‘’Aqi>datuna>” tersebut menarik Prof. Ernest Renan, guru besar studi-studi Arab dan Islam di Universitas Sorbone, Paris untuk berkomentar: “Kata-kata ini memiliki kedalaman visi dan misi”.16 Dalam dokumen tersebut, seseorang dinobatkan sebagai tentara (jundi), pengemban misi dakwah, bertekad mengamalkannya selama masih hidup, siap mengorbankan harta bendanya demi dakwah, dan mati terhormat sebagai pahlawan. Slogan yang diteriakkan IM dengan begitu optimis dan bersemangat dalam perjuangan mereka adalah “Jihad sebagai jalan kita, dan mati di jalan Allah menjadi cita-cita yang selalu didambakan”. Kelima, pada masa-masa awal pergerakannya IM membuka sekolah pada hari Jum’at. Menurut catatan sejarah, anak-anak Ibid., h. 44. Ibra>him Zahmul, “Al-Ikhwa>n al-Muslimu>n Aura>q Ta>rikhiyyah”, dalam Majalah Mingguan Al-Ikhwa>n al-Muslimu>n, Edisi 31, Th. 1934, h. 18. 15 16 Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 65 Aguk Irawan Mizan muda berkumpul untuk mendengarkan ceramah sejarah Islam, yang dibumbui dengan dasar-dasar pendidikan agama dan berbagai macam permainan dari pagi hingga salat Jum’at akan dikumandangkan.17 Pertanyaan yang muncul; mengapa yang menjadi perhatian dalam pendidikan anak-anak di sekolah tidak terlalu terkenal itu adalah permainan olahraga. Padahal organisasi massa yang berbasis agama Islam (non-politik), seperti Jamaah Ans{a>r asSunnah, Jamaah al-‘Asyi>rah al-Muhammadiyyah, dan Jam’iyyah asy-Syar’iyyah—yang mengklaim dirinya sebagai pembela keutuhan Al-Qur`an dan sunnah sebagai teks suci—sama sekali tidak memberikan porsi pendidikan olahraga fisik kepada para pengikutnya. Sebaliknya organisasi massa ini hanya membidik bidang keruhanian, kebudayaan, dan demonstrasi syair-syair sufi. Dari kontradiksi pendidikan di atas dapat dibaca sebagai simbol bahwa IM ini menginginkan lahirnya generasi yang kuat secara fisik, di samping berideologi kuat dalam memahami Islam versi mereka. Generasi yang kuat dapat dijadikan sebagai prajurit militer dalam membela Islam di waktu-waktu tertentu ketika dibutuhkan. Keenam, sistem khusus dan organisasi rahasia ini tidak berdiri dengan tiba-tiba, tapi dia merupakan produk yang berkembang secara alamiah dalam tubuh golongan radikal-ekstrem. Group-group yang berkembang sejak kelahiran organisasi ini di Isma’iliyyah adalah group yang berlatih fisik, group pengembara/ pengintai, dan group transportasi serta group militer. Hal ini sesuai dengan konsep yang dijelaskan Prof. Dr. ‘Abd al-‘Azi>m Ramad}a>n, bahwa wacana kekerasan (al-‘unf) yang tumbuh dan berkembang dalam permikiran organisasi IM kini, bukan merupakan realitas orisinil. Pada mulaannya organisasi ini bergerak di bidang dakwah yang berdasarkan konsep kebaikan, nasehat-nasehat yang bermanfaat (mau‘iz}ah h}asanah), persaudaraan(al-ikha>’), dan kecintaan antarsesama (al-mah}abbah). Namun konsep tersebut “dibekukan” oleh sikap dan sepak-terjang organisasi itu sendiri. 17 66 Ibid. hal. 19. Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 Melacak Akar Radikalisme dalam Gerakan Islam Modern Hal ini bukan berarti orgnisasi IM adalah organisasi kekerasan secara mutlak. IM masih menyimpan sisi-sisi kelembutan dalam konsep dakwahnya. Karena itulah yang perlu digarisbawahi adalah bahwa benih kekerasan merupakan salah satu unsur pokok pemikiran dalam gerakan organisasi IM, hanya saja persoalan kekerasan dalam bidang pemikiran ini tidak kentara oleh publik luas. Artinya, persoalan ideologi IM yang penuh kekerasan tersebut merupakan privacy-nya yang tersembunyi. Ideologi, prinsip, dan nilai utama yang menjadi dasar dari setiap tindakan selalu dapat disembunyikan, namun tetap saja terbaca dari sikap lahiriah mereka. Inilah contoh prinsip dan asas pergerakan yang ditampilkan IM kepada mata seluruh organisasi Islam di dunia yang sama-sama bergerak di bidang pemikiran agama (al-fikr ad-di>ni>), di mana IM menanamkan superioritas (sifat unggul di atas orang lain) dalam benak para pengikutnya. Tindakan IM seperti ini adalah akibat dari doktrin keterpilihan (al-is}t}ifa>’iyyah) dan kepemilikan kebenaran absolut (tamalluk al-h}aqi>qah al-mut}laqah) yang diimani dan diyakininya. Dengan demikian gerakan IM tak ubahnya lembaga politik yang dibungkus dengan greget agama. Dia meyakini sikap ketuhanan (rabbaniyyah) para anggotanya. Para tokohnya mengklaim bahwa dirinya memiliki kebenaran absolut. Dan para pengurus pelaksana dan anggota biasa, menurut mereka, mendapatkan keistimewaan berupa ketinggian dan keutamaan dari yang lain (superiority). Mereka adalah penegak kalimat Allah yang akan dijamin dengan pemeliharaan dan penjagaannya. Jika melongok perjalanan historis tumbuhnya gerakan IM, maka bisa diketahui bahwa organisasi ini mustahil diajak berdialog secara demokratis dan dengan perdebatan dengan santun. Sebab dengan memegang dua asas pokok (prinsip keterpilihan dan pemangku kebenaran absolut), mereka pun berpikir bahwa orang lain (the other) dinilai berbicara berdasarkan hawa nafsu, senang kepada kesesatan, dan menebar kezaliman, memerintahkan kemungkaran dan menghalangi kebaikan, dikalahkan oleh akal (logika) dan mengabaikan moralitas yang lurus yang diwahyukan Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 67 Aguk Irawan Mizan Tuhan, melakukan pembangkangan terhadap wahyu dan mengikuti solusi yang tidak baik serta tidak mengakui konsep humanisasi atau memanusiakan manusia. Semua pihak dan institusi apapun di luar atau yang tidak sejalan dengan prinsipnya sendiri dinilai sebagai partai syetan (hizb asy-syait}a>n). Partai setan adalah simbol dari permusuhan abadi, yang harus dilawan sampai titik darah penghabisan. Dialog tidak perlu lagi dilakukan untuk mempertemukan visi. Oleh sebab itulah tidak mengherankan lagi apabila keyakinan yang tumbuh dalam IM adalah perang dengan pedang. Hanya cara inilah yang dapat mengalahkan kelompok setan ini (the other). Hal ini tercermin dalam lambang bendera IM yang terdiri dari sebuah mushahf Al-Qur`an yang digapit oleh dua bilah pedang tajam yang siap menebas. Ini adalah isyarat bahwa mereka yang menjadi anggota IM adalah pembela mushaf Al-Quran, sementara golongan di luar mereka diilustrasikan dengan dua pedang. Pedang sebelah kanan untuk umat Islam yang membangkang IM, tidak mengikuti pemikiran mereka dan tidak mempercayai sepenuhnya semua visi dan misinya. Pedang kedua yang berada di sebelah kiri untuk non-Muslim. Inilah akar-akar historis-teologis yang mengakibatkan lahirnya berbagai tindakan kekerasan atau radikalisme di muka dunia, terutama yang mengatasnamakan Islam. Pada hakikatnya, tidak sekedar berkembang di Mesir oleh IM. Di berbagai belahan dunia, organisasi dan gerakan yang mengatasnamakan agama Islam dan berideologi kekerasan juga tumbuh subur. D.Penutup Pada dasarnya akar radikalisme dalam pemikiran Islam tumbuh dari dua prinsip dasar yaitu: Prinsip keterpilihan dan adanya doktrin kebenaran absolut. Sebagai konsekuensi logisnya, mereka merasa superior dibanding kelompok atau pihak atau institusi lain (the others) yang tidak sepaham atau berlawanan dengan ideologinya sendiri. The others bagi mereka adalah pihak yang salah, yang harus diluruskan, dan musti dikembalikan pada 68 Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 Melacak Akar Radikalisme dalam Gerakan Islam Modern jalan yang benar. Kebenaran yang dimaksud adalah kebenaran dalam versinya sendiri. Doktrin ini lebih lanjut menginspirasi dan menyemangati gerakan Islam radikal, dalam hal ini IM, untuk menggunakan bentuk-bentuk kekerasan untuk memperjuangkan visi dan misi gerakan mereka. Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011 69 Aguk Irawan Mizan DAFTAR PUSTAKA Abu> Da>wud; Sulaima>n ibn Asy‘as\, Sunan Abi Da>wud, Riyad}: Da>r as-Sala>m, 2008. Banna>, H{asan al-, Majmu> ‘ah Rasa>’il al-Ima>m asy-Syahi>d H{asan al-Banna>, Kairo: Da>r asy-Syiha>b, t.t. ‘I<sa>, S{ala>h}, Al-Ikhwa>n al-Muslimu>n Ma’sah al-Ma>d}i> wa Musykilah al-Mustaqbal, Kairo: Maktabah al-Madbu>li, 1977 . Kama>l, Ah{mad ‘A<dil, an-Nuqat} fauqa al-H{uru>f, Kairo: Da>r azZahra’ li al-I‘la>m, 1987. Muslim, Abu> al-H{usain Muslim ibn al-H{ajja>j, S{ah}i>h} Muslim, Riyad}: Da>r as-Sala>m, 2007. Qut}b, Sayyid, Fi> Z{ila>l al-Qur`a>n, cet. ke-11, Cairo: Da>r asy-Syuru>q, 1982. Qut}b, Sayyid, Ma‘alim fi at}-T{ari>q, cet. ke-11, Cairo: Da>r asySyuru>q, 1987. Ramad}a>n, ‘Abd al-‘Az}i>m, Al-Ikhwa>n al-Muslimu>n wa at-Tanz}i>m as-Sirri>, Kairo: Rose el-Yusef, 1982. Sya>di, S{ala>h}, H{asha>d al-‘Umr, cet. ke-3, Kairo: Da>r az-Zahra’ li al-I‘la>m, 1987. Syalabi, ‘Abd ar-Ra’u>f asy-, Asy-Syaikh H{asan al-Banna> wa Madrasah al-Ikhwa>n al-Muslimi>n, Kairo: Da>r al-Ans}a>r, t.t. Zahmul, Ibra>him, “Al-Ikhwa>n al-Muslimu>n Aura>q Ta>rikhiyyah”, dalam Majalah Mingguan Al-Ikhwa>n al-Muslimu>n, Edisi 31, Th. 1934. 70 Analisis, Volume XI, Nomor 1, Juni 2011