KLAUSULA BANK (BANKER`S CLAUSE) DALAM MITIGASI RISIKO

advertisement
KLAUSULA BANK (BANKER’S CLAUSE) DALAM MITIGASI RISIKO KREDIT
PERBANKAN SEBAGAI UPAYA PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN
(PRUDENTIAL BANKING)
Oleh:
Johannes Ibrahim Kosasih
Abstract
One of intermediation function for bank financial institution is distribute credit to people. Credit is an
activity to give a benefit for sustainability of bank so many effort taken in order to avoid any problematic
credit (Non-Performing Loan) which could harm a bank. Risk mitigation is an effort to optimize
performance of bank although it is hard to avoid problematic credit in term of macro or micro.
Bank as a intermediation body, minimalize risk by arranging banker’s clause against debtor with aim to
eliminate risk for third party. In this case, assurance companies act as insurer of compensation for all
credit risk. Compensation diverted to bank in order to decrease ban risk and calculated with debit residue
of loan from debtor.
Keywords: Banker’ Clause, risk mitigation of credit, prudential banking principle.
PENDAHULUAN
Prudential Banking merupakan prinsip
dalam mengelola bank secara seksama agar
terhindar dari berbagai risiko kredit. Berbagai
prosedur pemberian kredit tidak luput dari
terhindarnya risiko kredit macet atau dikenal
dengan Non Performing Loan (NPL). Dalam
manajemen kredit, agunan atau collateral
merupakan langkah terakhir saat kredit tidak
dapat
diselamatkan
lagi.
Untuk
mengantisipasi risiko kredit, agunan yang
diserahkan pada bank umumnya ditutup
dengan asuransi. Bank mensyaratkan adanya
klausula
Banker’s Clause, klausula ini
merupakan hal yang prinsip dilakukan debitur
sebelum kredit dipergunakan oleh debitur
walaupun berbagai persyaratan telah dipenuhi.
Klausula Banker’s Clause ini merupakan
persoalan hukum pada saat santunan asuransi
dicairkan oleh pihak penanggung, dalam hal
ini perusahaan asuransi terhadap pihak bank
sedangkan di sisi lain debitur terlilit masalah
kredit macet.
RISIKO KREDIT DALAM PENYALURAN
KREDIT BANK
Kredit berasal dari bahasa Romawi
credere yang berarti percaya atau credo atau
creditum yang berarti saya percaya. Seseorang
yang mendapatkan kredit adalah seseorang
34
yang telah mendapat kepercayaan dari
kreditur.
Black’s
Law
Dictionary memberi
pengertian bahwa kredit adalah:
tentang Perubahan Atas Undang-undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan,
Pasal 1 butir 11, kredit adalah:
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan pinjam
meminjam antara bank dengan pihak lain
yang mewajibkan pihak peminjam untuk
melunasi utangnya setelah jangka waktu
tertentu dengan pemberian bunga”.
“The ability of a business man to borrow
money, or obtain goods on time,
inconsequence of the favourable opinion
held by the particular lender, as to his
solvency and reliability”. 1
Pengertian Kredit menurut Collins Dictionary
Law adalah:
“1. to put money into a person’s account;
in contrast to debit which is the taking of
money from an account. 2. A period given
to someone before he has to make
payment. 3. In the law of evidence, credit
is synonymous with credibility; objections
that were formely sufficient to make a
witness incompetent are now, in general,
only available as affecting his credit or
worthiness to be believed”.2
Dari Kamus Hukum Ekonomi adalah:
“Kecakapan atau kelaikan seseorang atau
suatu perusahaan untuk mendapatkan
pinjaman uang; penyediaan uang atau
tagihan-tagihan yang dapat disamakan
dengan itu berdasarkan perjanjian pinjam
meminjam antara kreditur dengan
debitur”.3
Pengertian kredit yang diberikan oleh
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
Henry Black Campbell., Black’s Law Dictionary,
Sixth Edition. St. Paul Minn: West Publishing Co,
1990, hlm.367.
2
W.J. Steward and Robert Burgess. Collin Dictionary
Law. Sidney: Harper Collins Publisher, 1996, hlm.108.
3
A.F. Elly Erawaty dan J.S. Badudu. Kamus Hukum
Ekonomi. Jakarta: ELIPS, 1996, hlm. 27.
1
Sedangkan pengertian pembiayaan dalam
Pasal 1 butir 12 adalah:
“Penyediaan uang atau tagihan yang dapat
dipersamakan dengan itu, berdasarkan
persetujuan atau kesepakatan antara bank
dengan pihak lain yang mewajibkan pihak
yang dibiayai untuk mengembalikan uang
atau tagihan tersebut setelah jangka waktu
tertentu dengan imbalan atau bagi hasil”.
Dari pengertian di atas, terdapat beberapa
hal yang patut untuk diperhatikan:
Pertama, kredit atau pembiayaan4 dapat
berupa uang atau tagihan yang nilainya diukur
4
Johannes Ibrahim. Mengupas Tuntas Kredit
Komersial dan Konsumtif Dalam Perjanjian Kredit
Bank. Bandung: Mandar Maju, 2004, hlm. 11,
menjelaskan Unsur-unsur kredit atau pembiayaan
sebagai berikut:
a. “Kepercayaan, yaitu: adanya keyakinan dari pihak
bank atas prestasi yang diberikannya kepada
debitur yang akan dilunasinya sesuai jangka waktu
yang diperjanjikan;
b. Waktu, yaitu: adanya jangka waktu tertentu antara
pemberian kredit dan pelunasannya di mana jangka
waktu tersebut sebelumnya terlebih dahulu telah
disepakati bersama antara pihak bank dan debitur;
c. Prestasi, yaitu adanya objek tertentu berupa
prestasi dan kontra prestasi pada saat tercapainya
persetujuan atau kesepakatan perjanjian pemberian
kredit antara bank dan debitur berupa uang dan
bunga atau imbalan;
35
dengan uang, misalnya bank memberikan
kredit untuk pembelian rumah atau mobil.
Kedua, adanya kesepakatan antara bank
atau kreditur dengan penerima kredit atau
debitur, yang dituangkan dalam suatu
perjanjian atau akad kredit, di mana tercakup
hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Ketiga, adanya perbedaan antara kredit
yang diberikan oleh bank yang berdasarkan
prinsip konvensional dengan pembiayaan
yang diberikan oleh bank berdasarkan prinsip
syariah. Bagi bank berdasarkan prinsip
konvensional keuntungan yang diperoleh
melalui bunga sedangkan bagi bank yang
berdasarkan prinsip syariah berupa imbalan
atau bagi hasil.
Penyaluran kredit bank tidak terlepas dari
berbagai risiko5. Undang-undang Nomor 10
d.
Risiko yaitu adanya risiko yang mungkin terjadi
selama jangka waktu antara pemberian dan
pelunasan kredit tersebut, sehingga untuk
mengamankan pemberian kredit dan menutup
kemungkinan terjadinya wan prestasi dari debitur,
maka diadakan pengikatan jaminan atau agunan.”
5
Ibid., hlm. 16 sampai dengan 19, menjelaskan bahwa
Di dalam pemberian kredit oleh suatu bank,
sebelumnya dilakukan penilaian atas permohonan
kredit tersebut. Maksud penilaian terhadap permohonan
kredit itu, pertama untuk meletakkan kepercayaan dan
kedua untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan
di kemudian hari bila kredit ternyata disetujui untuk
diberikan. Dengan penilaian kredit ini diharapkan
pemberian kredit ini tidak berdampak bagi kegagalan
usaha debitur atau kemacetan kreditnya.
Prinsip-prinsip yang digunakan dalam penilaian
kredit terdiri atas:
1. Prinsip 5 C: terdiri atas watak (character),
modal (capital), kemampuan (capacity),
kondisi ekonomi (condition of economic) dan
jaminan (collateral).
2. Prinsip 5 P terdiri atas penggolongan
peminjam (party), tujuan (purpose), sumber
pembayaran
(payment),
kemampuan
memperoleh
laba
(profitability)
dan
perlindungan (protection).
Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undangundang Nomor 7 Tahun 1992 tentang
Perbankan, dalam Pasal 29 ayat (3) berbunyi:
“Dalam
memberikan
Kredit
atau
Pembiayaan berdasarkan Prinsip Syariah
dan melakukan kegiatan usaha lainnya,
bank wajib menempuh cara-cara yang
tidak merugikan bank dan kepentingan
nasabah yang mempercayakan dananya
kepada bank”.
Sedangkan Undang-undang Nomor: 21 Tahun
2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK),
dalam Pasal 5, 6 dan 8 mengatur tentang tugas
pengaturan dan pengawasan sebagai berikut:
Pasal 5:
“ Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib
menyampaikan informasi yang
terkini dan mudah diakses
kepada Konsumen tentang produk
dan/atau layanan.”
Pasal 6:
(1)“Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib
menyampaikan
informasi kepada
Konsumen
tentang
penerimaan,
penundaan atau penolakan permohonan
produk dan/atau layanan.
(2)Dalam hal Pelaku Usaha Jasa
Keuangan
menyampaikan informasi
tentang penundaan atau penolakan
permohonan produk dan/atau layanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib
menyampaikan alasan penundaan atau
penolakannya kecuali diatur lain oleh
peraturan perundang-undangan”.
3.
Prinsip 3 R terdiri atas hasil yang dicapai
(returns atau returning), pembayaran kembali
(repayment)
dan
kemampuan
untuk
menanggung risiko (risk bearing ability).
36
Ketentuan di atas menjelaskan penerapan
prinsip Prudential Banking merupakan hal
yang patut dikedepankan oleh pelaku
bisnis bank6, dalam mengantisipasi
persyaratan-persyaratan
yang
belum
dipenuhi debitur, khususnya dalam
pencairan kredit. Bank memberikan
penjelasan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 Undang-undang Nomor: 21 Tahun
2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan
(OJK). Selain itu pula dalam pemberian
kredit yang melampaui ambang batas yang
dipersyaratkan7dalam upaya menghindari
segala bentuk risiko yang terjadi dari awal
kredit diberikan hingga diselesaikannya.
6
Pelaku bisnis patut memberikan informasi mengenai
produk dan layanan dalam rangka memberikan
perlindungan hokum terhadap konsumen sebagaimana
diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan
Nomor:1/POJK.07/2013 Tentang Perlindungan
Konsumen Jasa Keuangan, dalam Pasal 4 berbunyi:
(1) Pelaku Usaha Jasa Keuangan wajib
menyediakan dan/atau menyampaikan informasi
mengenai produk dan/atau layanan yang akurat,
jujur, jelas, dan tidak menyesatkan.
(2) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dituangkan dalam dokumen atau sarana lain yang
dapat digunakan sebagai alat bukti.
(3) Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib:
a. disampaikan pada saat memberikan penjelasan
kepada Konsumen mengenai hak dan kewajibannya;
b. disampaikan pada saat membuat perjanjian
dengan Konsumen; dan
c. dimuat pada saat disampaikan melalui berbagai
media antara lain melalui iklan di media cetak atau
elektronik.
7
Bank Indonesia menerapkan prinsip Batas Maksimum
Pemberian Kedit (BMPK) sebagaimana diatur dalam
Peraturan Bank Indonesia Nomor : 8/ 13/PBI/ 2006
Tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor: 7/3/PBI/2005 Tentang Batas Maksimum
Pemberian Kredit Bank Umum dan Peraturan Bank
Indonesia Nomor: 11/13/PBI/2009 tanggal 17 April
2009 tentang Batas Maksimum Pemberian Kredit Bank
Perkreditan Rakyat.
Risiko kredit 8harus dikelola dengan
manajemen risiko dimana Bank menggunakan
berbagai teknik dan kebijakan yang berbeda
untuk mengelola risiko kredit dalam upaya
meminimalkan
kemungkinan
atau
konsekuensi kehilangan kredit (dikenal
sebagai mitigasi risiko kredit). Manajemen
Risiko dalam operasional bank meliputi
identifikasi risiko, pengukuran dan penilaian,
dan tujuannya adalah untuk meminimalkan
efek negatif risiko terhadap hasil keuangan
dan modal bank. Bank wajib membentuk unit
organisasi khusus untuk tujuan manajemen
risiko.
Salah satu upaya berupa pengalihan risiko
ke pihak ketiga, yaitu lembaga asuransi untuk
menutup risiko kredit yang berkaitan dengan
agunan atau collateral bagi jaminan yang
bersifat kebendaan dan usia debitur bagi
kredit jangka panjang yang diberikan kepada
debitur untuk kredit di sektor perumahan.
PERAN ASURANSI KREDIT DALAM
MITIGASI RISIKO KREDIT
Asuransi9 merupakan upaya pengalihan
risiko yang telah diatur dalam Kitab Undang8
Risiko kredit (bahasa Inggris: Credit risk) adalah
suatu risiko kerugian yang disebabkan oleh ketidak
mampuan dari debitur atas kewajiban pembayaran
utangnya baik utang pokok maupun bunganya ataupun
keduanya.
9
Lihat lebih lanjut. Radiks Purba. Memahami Asuransi
Di Indonesia. Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo,
1995, hlm. 40, menjelaskan bahwa asuransi berasal
dari kata assurantie dalam bahasa Belanda, atau
assurance
dalam
bahasa
Perancis,
atau
assurance/insurance
dalam
bahasa
Inggris.
Assurance berarti menanggung sesuatu yang pasti
terjadi, sedang Insurance berarti menanggung
sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin terjadi.
Istilah insurance digunakan untuk asuransi kerugian
37
Undang Hukum Dagang, dalam Pasal 247
berbunyi:
“pertanggungan-pertanggungan itu antara
lain
dapat
mengenai:
bahaya
kebakaran;bahaya yang mengancam hasilhasil pertanian yang belum dipanen;jiwa;
satu orang atau beberapa orang;bahaya
laut dan pembudakan;bahaya yang
mengancam pengangkutan di daratan, di
sungai-sungai, dan diperairan darat.
Mengenai dua macam pertanggungan
yang tersebut terakhir, akan diatur di dalam
buku yang berikut”
Pengaturan mengenai asuransi selanjutnya
diatur dalam Pasal 1 angka 1 UndangUndang Nomor 2 Tahun 1992 Tentang
Usaha Perasuransian, menyebutkan bahwa”
“ Asuransi atau Pertanggungan adalah
perjanjian antara dua pihak atau lebih,
dengan
mana pihak penanggung
mengikatkan diri kepadatertanggung,
dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan
penggantian
kepada
tertanggung karena kerugian, kerusakan,
atau kehilangan keuntungan yang
diharapkan, atau tanggung jawab hukum
kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari
suatu peristiwa yang tidak pasti, atau
untuk memberikan suatu pembayaran
yang didasarkan atas meninggal atau
hidupnya
seseorang
yang
dipertanggungkan.”
sedangkan istilah
assurance
digunakan
untuk
asuransi jiwa.
Di Indonesia istilah asuransi sendiri berasal dari
bahasa
Belanda
yaitu
assurantie,
selain
menggunakan istilah asuransi digunakan juga istilah
pertanggungan. Kedua istilah ini berasal dari istilah
dalam bahasa Belanda, yaitu assurantie (asuransi) dan
verzekering (pertanggungan).
Berdasarkan pengertian asuransi di atas,
dalam praktik dapat dikelompokan menjadi:
1. Asuransi
Kerugian
(loss
insurance),
dapat
diketahui
rumusannya :“untuk memberikan
penggantian kepada tertanggung
karena kerugian, kerusakan, atau
kehilangan
keuntungan
yang
diharapkan, atau tanggung jawab
hukum kepada pihak ketiga
yang rnungkin akan diderita
oleh tertanggung”.
2. Asuransi
jumlah
(sum
insurance),
yang
meliputi
asuransi jiwa dan asuransi sosial,
dapat diketahui dari rumusan:
““untuk
memberikan
suatu
pembayaran yang didasarkan atas
meninggal
atau
hidupnya
seseorang
yang
10
dipertanggungkan.”
Peran lembaga asuransi di Indonesia,
umumnya berkaitan dengan pengelolaan
bisnis asuransi yang dilakukannya terdiri atas:
Jiwa (Life Insurance), Kerugian (General
Insurance), Kesehatan (Health Insurance) dan
Pensiun (Retirement Funds).
Berdasarkan penjelasan Undang-undang
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992
Tentang Usaha Perasuransian memaparkan
10
Lihat lebih lanjut Rizki Gelar Pangestu. Tinjauan
Yuridis Pelaksanaan Asuransi Pertanian di Indonesia
Dihubungkan Dengan Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2003 Tentang Perlindungan dan Pemberdayaan
Petani. Skripsi. Nomor: TA/1087016 PAN/FH S1.
Bandung: Universitas Kristen Maranatha, 2014, hlm.
15-16.
38
bahwa asuransi merupakan perjanjian yang
dilakukan dua pihak atau lebih di mana di
dalam perjanjian tersebut terdapat pengikatan
diri antara penanggung dan tertanggung atas
dasar premi yang dibayarkan tertanggung
kepada penanggung sebagai pengikatan diri
bila terjadi sesuatu
hal penanggung
membayarkan
ganti kerugian
apabila
tertanggung mengalami kerugian di kemudian
hari.
Asuransi
artinya
transaksi
pertanggungan, yang melibatkan dua pihak,
tertanggung
dan
penanggung,
yaitu
penanggung menjamin pihak tertanggung,
bahwa ia
akan mendapat penggantian
terhadap suatu kerugian yang mungkin akan
dideritanya, sebagai akibat dari suatu
peristiwa yang belum tentu akan terjadi
atau yang semula belum dapat ditentukan
saat akan terjadi atau yang belum dapat
ditentukan saat/kapan terjadinya. Sebagai
kontra prestasinya tertanggung diwajibkan
membayar sejumlah uang kepada si
penanggung, yang besarnya sekian prosen dari
nilai pertanggungan, yang biasa disebut
premi11
Berkaitan dengan mitigasi risiko kredit,
bank mengalihkan risiko terhadap lembaga
asuransi berkaitan dengan Jiwa (Life
Insurance),
dan
Kerugian
(General
Insurance).
Tujuan bank dalam menutup risiko kredit
di atas, tentunya tidak terlepas dari manfaat
asuransi dimaksud.
Asuransi kerugian (General Insurance)
adalah bentuk perlindungan yang diberikan
terhadap kemungkinan kerugian yang terjadi
pada harta benda dan juga seluruh aset dari
debitur yang dijadikan agunan kepada pihak
bank terhadap segala bentuk risiko yang akan
terjadi di kemudian hari.
Sedangkan asuransi jiwa (life insurance),
adalah bentuk perlindungan secara finansial
dari pihak penanggung atau perusahaan
asuransi, yang diberikan kepada keluarga
pihak tertanggung atau pemegang polis.
Asuransi jiwa memberikan proteksi untuk
keluarga atau orang terdekat ketika suatu hal
yang tidak diinginkan terjadi pada diri
tertanggung atau debitur. Bank mensyaratkan
asuransi jiwa agar dapat melindungi debitur
atau keluarganya terhadap kewajiban financial
apabila debitur mengalami musibah12.
12
www.mediaartikel.com/5-manfaat-asuransijiwa/Diposting pada 25 Juni 2013 menjelaskan manfaat
asuransi jiwa sebagai berikut:
1.
2.
3.
4.
11
Soeisno Djojosoedarso. Prinsip-prinsip Manajemen
Risiko Dan Asuransi. Jakarta: Salemba Empat, 1999,
hlm. 69.
Meminimalisasi risiko yang tak terduga.
Siapapun tidak bisa mengantisipasi atau
menduga terjadinya suatu bencana dalam
keluarga Anda. Dengan asuransi, perlindungan
bisa
didapat
sehingga
akan
terasa
meringankan.
Keluarga Anda akan lebih terjamin. Jika
terjadi sesuatu pada kepala keluarga/Anda, ada
“dana cadangan” yaitu klaim asuransi yang
bisa digunakan untuk membantu keluarga.
Banyak hal yang bisa disiapkan. Pendidikan
anak, pengeluaran keluarga bulanan, hingga
berbagai kebutuhan yang sifatnya rutin, bisa
terbantu dengan dana talangan yang sudah
disiapkan dari skema asuransi jiwa.
Berbagai
fasilitas
memudahkan
bisa
didapatkan melalui asuransi Jiwa apalagi kini
asuransi jiwa banyak digabung dengan
berbagai perencanaan lain yang bisa
membantu saat-saat sulit di masa depan.
39
Asuransi jiwa merupakan bentuk pengalihan
beban resiko kepada lembaga asuransi yang
dipercayakannya. Dengan berasuransi, maka
semua dampak yang ditimbulkan akibat
adanya sebuah peristiwa bukan lagi menjadi
tanggungan debitur sepenuhnya, akan tetapi
sebagian kerugian tersebut akan ditanggung
oleh pihak asuransi.
Tujuan bank menggunakan lembaga
asuransi
agar
risiko
kredit
dapat
diminimalisasi. Hal ini berkaitan dengan
konsep manajemen risiko agar tidak berada di
tangan bank.13
5.
Menenteramkan pikiran Anda akan masa
mendatang. Bagi yang menjadi kepala
keluarga, adanya asuransi jiwa bisa membuat
pikiran lebih tenteram karena akan ada dana
cadangan bila terjadi sesuatu kelak. Dengan
begitu, kerja bisa lebih tenang dan hasil pun
lebih maksimal.
13
Ferdinan Silalahi. Manajemen Risiko Dan Asuransi.
Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997, hlm.37,
mengutip pendapat Abdulkadir Muhammad mengenai
teori pengalihan risiko dan mekanisme pembayaran
santunan sebagai berikut:
a. Teori Pengalihan Resiko. Menurut
teori
pengalihan risiko (risk transfer theory),
perusahaan asuransi selalu siap menerima
tawaran dari pihak tertanggung untuk
mengambil alih risiko dengan imbalan
pembayaran
premi.
Tertanggung
mengadakan
asuransi
dengan
tujuan
mengalihkan
risiko
dengan
imbalan.
pembayaran
premi.
Tertanggung
mengadakan
asuransi
dengan
tujuan
mengalihkan risiko yang mengancam harta
kekayaan dan jiwanya. Dengan membayar
sejumlah premi kepada perusahaan asuransi
(penanggung), sejak itu pula risiko beralih
kepada
penanggung.
Apabila
sampai
berakhirnya jangka waktu asuransi tidak
terjadi peristiwa yang merugikan, penanggung
beruntung memiliki dan menikmati premi
yang telah diterimanya dari penanggung.
b. Pembayaran Ganti Kerugian. Dalam hal tidak
terjadinya suatu peristiwa kerugian yang
menimbulkan kerugian, maka tidak ada
KLAUSULA BANK (BANKER’S CLAUSE)
DALAM MITIGASI RISIKO DAN UPAYA
PENERAPAN PRINSIP KEHATI-HATIAN
(PRUDENTIAL BANKING)
Klausula
merupakan
serangkaian
persyaratan yang diformulasikan dalam upaya
pemberian kredit ditinjau dari aspek finansial
dan hukum.14 Dari aspek finansial, klausula
melindungi kreditur agar dapat menuntut atau
menarik kembali dana yang telah diberikan
kepada
debitur
dalam
posisi
yang
menguntungkan bagi kreditur apabila kondisi
debitur
tidak
sesuai
dengan
yang
diperjanjikan. Sedangkan dari aspek hukum,
klausula merupakan sarana untuk melakukan
penegakan hukum agar
debitur dapat
mematuhi substansi yang telah disepakati di
dalam perjanjian kredit.15
masalah terhadap risiko yang ditanggung
oleh penanggung. Jika pada waktu yang akan
datang benar-benar terjadi suatu peristiwa
yang benar-benar menimbulkan kerugian
(risiko berubah menjadi kerugian), maka
tertanggung
akan
memperoleh
ganti
kerugian sesuai dengan jumlah asuransinya
(sesuai dengan premi dan tanggungan yang
diterima). Dengan demikian, tertanggung
mengadakan asuransi yang bertujuan untuk
memperoleh pembayaran ganti kerugian yang
benar-benar terjadi.
c. Pembayaran Santunan. Asuransi kerugian
dan asuransi jiwa diadakan berdasarkan
perjanjian bebas (sukarela) antara penanggung
dan tertanggung. Akan tetapi, undangundang
mengatur asuransi yang bersifat wajib
(compulsary insurance), artinya tertanggung
terikat dengan penanggung karena perintah
undang-undang, bukan karena perjanjian.
Asuransi jenis ini disebut asuransi sosial
(social security insurance).
14
Norton
Joseph
(Ed).
Commercial
Loan
Documentation Guide. New York: Matthew Bender
and Co, 1989, bab11.02., hlm. 11-9.
15
Ibid, lihat lebih lanjut bab 11.02., hlm. 11-9 dan 1110.
40
Pengertian dari covenant16 dari beberapa
referensi adalah:
“Courts have defined the term “covenant”
to mean any agreement to perform, or not
perform, an act. Generally, a loan
agreement “covenant” is any formal
agreement of the borrower, contained in a
loan agreement or other document
excuted pursuant to a loan agreement, to
take or refrain from taking actions during
all or part of the term of the loan. The
discussion below does not include
agreements of the borrower simply to
repay indebtedness, but rather pertains to
other obligations and agreements of the
borrower.”
Black’s Law Dictionary memberikan
pengertian tentang covenant adalah:
“An agreement, convention, or promise of
two or more parties, by deed in writing,
signed, and delivered, by which either of
the parties pledges himself to the other
that something is either done, or shall be
done, or shall not be done, or stipulates
for the truth of certain facts. At common
law, such agreements were required to be
under seal. The term is currently used
primarily with respect to promises in
conveyances or other instruments relating
to real estate.”17
16
Ibid, bab 11.02., hlm. 11-10. Bandingkan pula
dengan pengertian “Clause”, Black’s. Op.cit., hlm. 249
dan J.S. Badudu dan Elly Erawati. Kamus Hukum
Ekonomi. Jakarta: ELIPS, 1995, hlm. 18, menguraikan
bahwa klausul adalah satu paragraf dari suatu dokumen
hukum, misalnya kontrak, Undang-Undang, akta,
wasiat.
17
Black’s. Op. cit., hlm.362.
Sedangkan
Collins
Dictionary
memberikan pengertian tentang covenant
adalah:
“A promise contained in a deed. However,
the word is used more generally to denote
an agreement or undertaking in a contract
or instrument of transfer. So, to covenant
to do something is to undertake to do that
thing………..”18
Dari pengertian yang diuraikan beberapa
referensi di atas, dapatlah dikatakan bahwa
covenant merupakan suatu persetujuan atau
janji oleh penerima kredit dalam suatu
perjanjian untuk melakukan atau tidak
melakukan tindakan-tindakan tertentu.
Suatu covenant yang menentukan
tindakan-tindakan yang harus dilakukan
disebut positive atau affirmative covenant,
sedangkan covenant yang menentukan
tindakan-tindakan yang tidak boleh dilakukan
disebut negative covenant.19
Banker’s Clause merupakan klausula yang
tidak berkaitan langsung dengan perjanjian
kredit tetapi merupakan penjabaran dari
18
J. Stewart and Robert Burgess. Collin Dictionary.
Glasgow:Harper Collins Publishers, 1996, hlm.107.
19
Sutan Remy Sjahdeini .Kredit Sindikasi. Proses
Pembentukan dan Aspek Hukum. Jakarta: Pustaka
Utama Grafiti, 1997, hlm. 156-157. Bandingkan pula
dengan W.J. Stewart and Robert Burgess. Collin
Dictionary. Glasgow:Harper Collins Publishers, 1996,
hlm.107, menjelaskan bahwa covenant dapat positif
atau negatif. Covenant yang bersifat negatif dinamakan
pula sebagai restrictive covenant. Restrictive covenant
adalah “a legal promise restricting the granter’s
freedom. It is used in relation to an undertaking,
restrictive in nature enforceable in equity against a
purchaser of land with notice of the existence of the
undertaking by an owner of benefitted land in the
neighbourhood…..”
41
klausula tentang agunan kredit (collateral
clause) dan asuransi.
Klausula agunan kredit bertujuan agar
pihak debitur tidak melakukan penarikan atau
penggantian barang jaminan secara sepihak,
tetapi harus ada kesepakatan dengan pihak
bank. Sedangkan klausula asuransi bertujuan
untuk mitigasi risiko atas penyaluran kredit
bank.
Adapun bunyi klausula agunan kredit dan
asuransi tercantum dalam rumusan sebagai
berikut:
Debitur dan/atau Pemilik dengan ini
berjanji dan mengikatkan diri untuk
melakukan hal-hal sebagai berikut:
a. ----------------------------------------------------------------------------------------------------b. ----------------------------------------------------------------------------------------------------c. Mengasuransikan bangunan yang
dijaminkan untuk jumlah dan pada
perusahaan asuransi yang disetujui
oleh Bank termasuk di dalamnya
klausula Bank untuk keuntungan
Bank (banker’s clause);-----------------------------------------------------------dan
seterusnya…………………………
……………………………………
………….
Klausula Bank (Banker’s Clause) umumnya
terdapat halaman depan polis asuransi yang berisi
pencantuman nama tertanggung disertai dengan
frasa kata “QQ”.
“QQ”
merupakan
singkatan
dari
“Qualitate Qua”. Frasa berbahasa Latin
tersebut dapat diterjemahkan ke dalam bahasa
Indonesia
menjadi
“dalam
kapasitasnya/kedudukannya sebagai wakil
(yang sah) dari.”
Contoh penggunaan qq dalam
Klausula Bank (Banker’s Clause) :
“Debitur
(misalnya:
Johannes
Ibrahim qq Bank Umum Nasional“
Dalam contoh tersebut, debitur, dalam hal
ini Johannes Ibrahim menyerahkan mandat
ataupun kuasa kepada Bank Umum Nasional
untuk melakukan suatu tindakan untuk
mewakili dirinya termasuk memperoleh
santunan dari asuransi dalam hal debitur
mengalami permasalahan dengan kredit yang
bermasalah.
Klausal ini menjadi batal setelah
penanggung menerima pemberitahuan dari
bank bahwa bank tidak lagi mempunyai
kepentingan
atas
barang
yang
dipertanggungjawabkan dalam polis tersebut.
Dalam hal asuransi jaminan kredit, maka
yang harus diasuransikan dengan syarat
bankers clause adalah sebesar 150% dari
jumlah kredit yang diterima. Apabila jaminan
debitur melebihi jumlah kredit yang
diterimanya, maka bank dapat menganjurkan
agar sisanya diasuransikan juga. Akan tetapi
jumlah sisa ini tidak wajib dilekati dengan
bankers clause.
Penutupan Asuransi Untuk Jaminan Kredit
dilakukan dengan cara pihak Bank
memberitahukan kepada perusahaan asuransi
bahwa
akan
dilaksanakan
penutupan
pertanggungan
untuk
kepentingan
nasabahnya. Pihak asuransi segera melakukan
survey on the spot ke lokasi objek
42
pertanggungan untuk melihat keadaan barang
yang akan diasuransikan. Tahap berikutnya
pihak asuransi membuatkan cover note. Atas
dasar cover note ini dibuatkan polis sesuai
dengan bahaya yang dipertanggungkan
maupun luas pertanggungannya (extended
coverage), resiko yang diminta, jangka waktu
dan persyaratan – persyaratan lain yang
dianggap perlu.
PENUTUP
Kredit bermasalah atau Non Performing
Loan merupakan hal yang dihindari oleh
pelaku usaha bank karena berkaitan dengan
kinerja bank. Otoritas Jasa Keuangan (OKJ)
sejak diterbitkannya Undang-undang Nomor
21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa
Keuangan (OJK) yang mulai berlaku sejak
diundangkannya tanggal 21 November 2011,
mengambil alih fungsi pembinaan dan
pengawasan bank yang selama ini berada di
tangan Bank Indonesia.
Salah satu upaya dalam menerapkan
prinsip prudential banking, bank dalam
melaksanakan manajemen kredit dan Mitigasi
risiko kredit menjadi bagian yang krusial
dalam mengantisipasi kredit bermasalah.
Permasalahan kredit dapat berkaitan
dengan faktor-faktor eksternal yang berkaitan
dengan kondisi ekonomi makro, kesalahanan
manajemen, risiko atas agunan dan kondisi
kesehatan dari debitur yang bersiko terhadap
pihak keluarga yang ditinggalkannya.
Risiko atas asset debitur yang dijadikan
jaminan ataupun kemampuan untuk melunasi
segala bentuk kewajiban debitur dilakukan
oleh pihak bank sebagai tindakan antisipatif
dan merupakan langkah-langkah preventif
sebagaimana diterapkan dalam prinsip
prudential banking. Penerapan klausula bank
atau banker’s clause bukan sebagai sikap
arogan bank dalam menyelesaikan kewajiban
finansialnya, akan tetapi hal ini dilakukan
dalam mengupayakan meminimalisasi baki
debet yang harus diselesaikan oleh pihak
debitur atau keluarga yang ditinggalkannya.
Klausula bank atau banker’s clause menurut
hemat penulis merupakan salah satu upaya
penerapan
prinsip
prudential
banking
walaupun
didalam
pelaksanaannya
menimbulkan ketidak-puasan debitur atau
pihak keluarganya terhadap dana santunan
untuk menyelesaikan baki debet debitur.
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Abdulkadir Muhammad. Hukum Asuransi
Indonesia. Bandung: Citra Aditya
Bakti, 2006.
A.F. Elly Erawaty dan J.S. Badudu. Kamus
Hukum Ekonomi. Jakarta: ELIPS,
1996.
Djoko Prakoso. Hukum Asuransi Indonesia.
Jakarta: Rineka Cipta, 2004.
Ferdinan Silalahi. Manajemen Risiko Dan
Asuransi. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama, 1997.
Henry Black Campbell., Black’s Law
Dictionary, Sixth Edition. St. Paul
Minn: West Publishing Co, 1990.
Johannes Ibrahim. Mengupas Tuntas Kredit
Komersial dan Konsumtif Dalam
Perjanjian Kredit Bank. Bandung:
Mandar Maju, 2004.
J. Stewart and Robert Burgess. Collin
Dictionary. Glasgow:Harper Collins
Publishers, 1996.
43
Man S.Sastrawidjaja, Bunga Rampai Hukum
Dagang, Bandung: Alumni, 2005.
__________,Hukum Asuransi Perlindungan
Tertanggung Asuransi Deposito dan
Usaha
Perasuransian,
Bandung:
Alumni, 2010.
Norton Joseph (Ed). Commercial Loan
Documentation Guide. New York:
Matthew Bender and Co, 1989.
Radiks Purba.
Memahami Asuransi Di
Indonesia. Jakarta: Pustaka Binaman
Pressindo, 1995.
Rizki Gelar Pangestu. Tinjauan Yuridis
Pelaksanaan Asuransi Pertanian di
Indonesia
Dihubungkan
Dengan
Undang-Undang Nomor 19 Tahun
2003 Tentang Perlindungan dan
Pemberdayaan
Petani.
Skripsi.
Nomor: TA/1087016 PAN/FH S1.
Bandung:
Universitas
Kristen
Maranatha, 2014.
Soeisno Djojosoedarso.
Prinsip-prinsip
Manajemen Risiko Dan Asuransi.
Jakarta: Salemba Empat, 1999.
Sutan Remy Sjahdeini (2). Kredit
Sindikasi. Proses Pembentukan dan
Aspek Hukum. Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti, 1997.
W.J. Steward and Robert Burgess.
Collin Dictionary Law. Sidney: Harper
Collins Publisher, 1996.
undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan
Rujukan Elektronik
www.mediaartikel.com/5-manfaat-asuransijiwa/Diposting pada 25 Juni 2013
Peraturan Perundang-undangan
Kitab Undang-undang Hukum Dagang Untuk
Indonesia.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata Untuk
Indonesia.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor
2 Tahun 1992 Tentang Usaha
Perasuransian.
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1992
Tentang Perbankan.
Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan Atas Undang44
Download