TANTANGAN PENGEMBANGAN INFSRASTRUKTUR

advertisement
TANTANGAN PENGEMBANGAN INFSRASTRUKTUR PERMUKIMAN
DI KAWASAN PERBATASAN ANTAR NEGARA
Studi Kasus : Pulau Nunukan
Oleh
Kuswara
Peneliti Muda Bidang Tata Ruang Bangunan dan Kawasan
Puslitbang Permukiman Departemen Pekerjaan Umum
e-mail : [email protected]
ABSTRAK
Wilayah perbatasan negara Republik Indonesia memiliki nilai strategis baik dari
aspek politik, keamanan maupun aspek sosial, ekonomi dan budaya. Dalam
perkembangannya, kawasan perbatasan mengalami ketertinggalan dibanding
kawasan lain di Indonesia maupun dengan wilayah kawasan perbatasan negara
tetangga. Untuk mengatasinya maka pengembangan kawasan perbatasan perlu
mendapat prioritas dalam pembangunan, diantaranya dengan menyediakan
sarana dan prasarana sebagai upaya memacu pertumbuhan kawasan. Salah satu
yang perlu menjadi perhatian adalah sarana dan prasarana permukiman.
Perhatian terhadap permukiman ini sangat penting mengingat kawasan
permukiman merupakan aktivitas yang memanfaatkan ruang yang besar serta
dapat menjadi pemacu perkembangan kawasan sekaligus penanda eksistensi
keberadaan masyarakat dan menjadi pintu gerbang Indonesia dengan tetangga.
Untuk itu maka diperlukan arah pengembangan permukiman yang sesuai dengan
karakteristik kawasan perbatasan. Untuk mencapainya, maka terlebih dahulu
diperlukan upaya untuk mengenali tantangan yang dihadapi dalam
pengembangan permukiman. Berdasarkan hal itu maka dalam tulisan ini dibahas
mengenai Tantangan pengembangan permukiman di Pulau Nunukan yang
merupakan ibukota Kabupaten Nunukan Propinsi Kalimantan Timur dan juga
salah satu pulau terluar yang berbatasan langsung dengan Malaysia.
Tantangan pengembangan permukiman di Pulau Nunukan antara lain terkait
dengan upaya untuk mendukung pengembangan pusat aktivitas regional dan
transit bagi para TKI dan di sisi lain perhatian dalam upaya mempertahankan
kelestarian lingkungan. Perhatian pada aspek-aspek tersebut didasari oleh
kondisi dan perkembangan wilayah ini yang menjadi pusat aktivitas dan
konsentrasi utama penduduk di Kabupaten Nunukan. Pengembangan
permukiman di Pulau Nunukan tidak hanya dalam rangka mendukung percepatan
pertumbuhan kawasan, tetapi juga perlu diarahkan sehingga tidak mengganggu
keseimbangan lingkungan. Hal ini dimaksudkan agar bisa meningkatkan daya
saing kawasan di satu sisi dan di sisi lain dapat terus berkembang secara
berkelanjutan.
Kata Kunci : kawasan perbatasan negara, tantangan, permukiman
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Wilayah
perbatasan
negara
Republik
Indonesia memiliki nilai strategis baik dari
aspek politik dan keamanan maupun aspek
sosial ekonomi dan budaya. Salah satu
contoh nilai strategis kawasan perbatasan
ISBN No. 978-979-18342-0-9
adalah adanya potensi kandungan sumber
daya alam yang cukup besar diantaranya
hutan, gas, dan minyak bumi. Dalam
perkembangannya, kawasan perbatasan ini
mengalami ketertinggalan dibanding dengan
kawasan lain di Indonesia maupun dengan
kawasan perbatasan negara tetangga.
F-93
Kuswara
Berdasarkan hal itu, GBHN 1999 yang
ditindaklanjuti UU No. 25 Tahun 2004
tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional serta Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 20042009 telah mengamanatkan bahwa kawasan
perbatasan merupakan kawasan tertinggal
yang harus mendapat prioritas dalam
pembangunan.
Prioritas
ini
dimaksudkan
untuk
mempercepat perkembangan pembangunan
di kawasan perbatasan dan mengurangi
kesenjangan dengan wilayah lain di
Indonesia maupun dengan wilayah negara
tetangga. Salah satu upaya untuk memacu
perkembangan kawasan perbatasan adalah
dengan menyediakan sarana dan prasarana
di
wilayah
ini
maupun
yang
menghubungkannya dengan wilayah lain di
Indonesia [4]. Sarana dan prasarana ini
harus mampu mendorong perkembangan
kawasan perbatasan. Salah satu sarana dan
prasarana yang perlu menjadi perhatian
adalah sarana dan prasarana permukiman.
Perhatian terhadap permukiman ini menjadi
sangat
penting
mengingat
kawasan
permukiman merupakan aktivitas yang
memanfaatkan ruang terbesar di kawasan
budi
daya.
Selain
itu
keberadaan
permukiman ini dapat menjadi pemacu
perkembangan kawasan sekaligus penanda
eksistensi keberadaan masyarakat dan
menjadi pintu gerbang Indonesia dengan
tetangga. Berdasarkan hal tersebut sejak
tahun
2006
Puslitbang
Permukiman
mengadakan penelitian mengenai dukungan
infrastruktur untuk pengembangan kawasan
perbatasan. Salah satu aspek yang dibahas
adalah mengenali tantangan yang dihadapi
dalam pengembangan permukiman di
kawasan perbatasan. Berdasarkan penelitian
itu, dalam tulisan ini dibahas mengenai
tantangan pengembangan permukiman dan
konsep pengembangan pemukiman di
Wilayah Pulau Nunukan sebagai salah satu
kasus studi.
1.2. Maksud dan Tujuan
Tulisan ini dimaksudkan sebagai bahan
masukan dalam pengembangan permukiman
di
kawasan
perbatasan.
Sedangkan
tujuannya adalah memaparkan tantangan
yang
dihadapi
dalam
pengembangan
permukiman dengan dasar visi dan misi
ISBN No. 978-979-18342-0-9
menjadikan
permukiman
di
kawasan
perbatasan sebagai beranda terdepan
Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)
dan pemacu pengembangan kawasan. Untuk
itu, dalam tulisan ini dikemukakan
bagaimana
tantangan
pengembangan
permukiman serta langkah-langkah dan
strategi yang perlu dilakukan dalam
pengembangan permukiman dalam lingkup
wilayah Pulau Nunukan.
1.3. Metoda
Dalam kajian ini digunakan metoda
deskriptif analitis dengan unit analisis
wilayah Pulau Nunukan yang merupakan
ibukota
Kabupaten
Nunukan
Propinsi
Kalimantan Timur dan juga merupakan salah
satu pulau terluar yang berbatasan langsung
dengan Malaysia. Berdasarkan unit analisis
di atas,
kajian dilakukan
terhadap
karakteristik permukiman di Pulau Nunukan
serta keterkaitannya dengan wilayah di
sekitarnya. Hal itu disebabkan adanya
keterkaitan dan ketergantungan antar satu
wilayah
permukiman dengan wilayah
permukiman lainnya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Nilai Strategis dan Paradigma
Pembangunan Kawasan Perbatasan
Wilayah Perbatasan adalah wilayah yang
secara geografis berhadapan langsung
dengan negara tetangga, dimana penduduk
yang bermukim di wilayah ini disatukan
melalui hubungan sosio-ekonomi, dan sosiobudaya
dengan
cakupan
wilayah
administratif
tertentu
setelah
ada
kesepakatan antarnegara yang berbatasan.
Batas yang memisahkan antara wilayah
negara dapat berupa batas alam seperti
sungai, gunung, bukit, dan danau maupun
batas yang dibuat berdasarkan perjanjian
seperti tugu batas.
Kawasan perbatasan merupakan kawasan
strategis karena letaknya yang langsung
berhadapan dengan negara lain. Nilai
strategis tersebut ditunjukkan antara lain
dari aspek lokasi, potensi sumberdaya alam,
serta fungsi pertahanan dan keamanan [6].
Namun nilai strategis itu pada saat ini belum
dapat dimanfaatkan secara optimal. Hal itu
disebabkan paradigma pengelolaan kawasan
perbatasan dimasa lampau sebagai halaman
F-94
Tantangan Pengembangan Infrastruktur Permukiman di Kawasan Perbatasan Antar Negara
belakang
wilayah
NKRI.
Munculnya
paradigma ini disebabkan oleh sistem politik
di masa lampau yang sangat sentralistik dan
sangat menekankan stabilitas keamanan.
Disamping itu secara historis, hubungan
Indonesia dengan beberapa negara tetangga
pernah dilanda konflik, serta terjadinya
pemberontakan-pemberontakan di dalam
negeri
[2].
Penetapan
kebijakan
pembangunan wilayah perbatasan dengan
pendekatan keamanan saja ternyata tidak
cukup hal ini diindikasikan dengan kondisi
perbatasan saat ini yang terisolir dan
tertinggal dari sisi ekonomi sosial dan
ekonomi.
Kondisi
ini
menyebabkan
ketergantungan penduduk di kawasan ini
lebih cenderung kepada negara tetangga.
Hal lainnya adalah potensi kehilangan
sumberdaya alam, misalnya terjadinya
illegal logging dan illegal fishing.
Pemacu ini antara lain terkait dengan
keberadaan pusat aktivitas ekonomi dan
sosial budaya yang menjadi ciri keberadaan
suatu permukiman.
Adanya potensi dan permasalahan di atas
menyebabkan dirasakan pentingnya upaya
untuk mengurangi ketertinggalan dan
keterisolasian
kawasan
perbatasan.
Berdasarkan kondisi tersebut, Pemerintah
Indonesia saat ini menggunakan paradigma
baru, arah kebijakan pembangunan yang
selama ini cenderung berorientasi inward
looking
menjadi
outward
looking.
Perubahan paradigma ini dimaksudkan agar
kawasan perbatasan dapat dimanfaatkan
sebagai pintu gerbang aktivitas ekonomi dan
perdagangan dengan negara tetangga
melalui peningkatan kesejahteraan maupun
keamanan secara selaras.
Pulau
Nunukan
merupakan
ibukota
Kabupaten Nunukan. Kabupaten Nunukan
sendiri terbentuk atas dasar UU No. 45
Tahun 1999, hasil pemekaran Kabupaten
Bulungan sebagaimana diubah dengan UU
No. 7 Tahun 2000. Berdasarkan hasil
pemekaran tersebut Kabupaten Nunukan
terdiri dari 7 kecamatan.
2.2. Permukiman dan Pengembangan
Wilayah
Konsep pengembangan wilayah dimaksudkan
untuk
memperkecil
kesenjangan
pertumbuhan dan ketimpangan kesejahteraan antar wilayah. Salah satu komponen
dalam pengembangan wilayah yang sangat
penting adalah keberadaan permukiman
dalam suatu kawasan. Permukiman sebagai
aktivitas yang memanfaatkan ruang terbesar
dari kawasan budi daya serta landasan bagi
produktivitas ekonomi dan sosial masyarakat
dan menunjukkan eksistensi keberadaan
masyarakat.
Dengan
demikian
pengembangan permukiman dapat menjadi
pemacu (triger) untuk pengembangan
wilayah
dalam
rangka
mengurangi
kesenjangan antar daerah atau kawasan.
ISBN No. 978-979-18342-0-9
Dalam kaitan itu ada tiga kelompok konsep
pengembangan wilayah yaitu konsep pusat
pertumbuhan, konsep integrasi fungsional,
dan konsep pendekatan desentralisasi [1].
Konsep pusat pertumbuhan menekankan
pada perlunya melakukan investasi secara
besar-besaran
pada
suatu
pusat
pertumbuhan atau wilayah/kota yang telah
mempunyai
infrastruktur
yang
baik.
Pengembangan wilayah di sekitar pusat
pertumbuhan diharapkan melalui proses
tetesan ke bawah (tricle down effect).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Gambaran Umum Pulau Nunukan
Pada saat ini di Kabupaten Nunukan telah
dikembangkan
3
kawasan
pusat
pertumbuhan yaitu pusat pertumbuhan
Nunukan – Sebatik, Simenggaris dan Long
Midang (Gambar 1). Ketiga kawasan pusat
pertumbuhan ini saling berhubungan melalui
akses laut, darat dan udara.
Simenggaris
Long Midang
Nunukan-Sebatik
Gambar 1. Pusat Pertumbuhan di
Kabupaten Nunukan
Pusat pertumbuhan yang saat ini paling
berkembang adalah pusat pertumbuhan
Nunukan – Sebatik. Hal ini disebabkan
adanya
prasarana
pendukung
yang
F-95
Kuswara
menghubungkan kawasan ini dengan pusat
pertumbuhan di luar Kabupaten Nunukan,
misalnya Tarakan dan Tawau (Malaysia).
Prasarana pendukung itu antara lain
pelabuhan laut Tunon Taka, pelabuhan
Lamijung, dan Bandara Nunukan. Selain itu
kawasan ini menjadi tempat transit bagi
para TKI yang akan memasuki ataupun yang
kembali dari Malaysia
Dalam lingkup wilayah Kabupaten Nunukan
Pulau Nunukan terletak di bagian timur dan
berbatasan langsung dengan Negara Bagian
Sabah di Malaysia. Luas wilayah Pulau
Nunukan adalah ± 238,40 km2 yang meliputi
lima kelurahan dan desa [3] yaitu:
1. Kelurahan Nunukan Utara 38,4 Ha
2. Kelurahan Nunukan Timur 1.068,2 Ha
3. Kelurahan Nunukan Barat 986,8 Ha
4. Kelurahan Nunukan Selatan 11.848,8 Ha
5. Desa Binusan 9.554 Ha
Krayan
Lumbis
Sebuku
Nunukan
Sebatik
Sembakung
Krayan Selatan
1
3 2
Wilayah
Tabel 1. Prosentase Kawasan Permukiman
berdasarkan Kelurahan
Prosentase Luas
No.
Wilayah
Permukiman
Kelurahan Nunukan
100.00%
1.
Utara
Kelurahan Nunukan
2.
50.31%
Timur
Kelurahan Nunukan
3.
29.44%
Barat
Kelurahan Nunukan
4.
19.55%
Selatan
5. Desa Binusan
3.84%
Pulau Nunukan
29.96%
Sumber : Hasil Perhitungan berdasarkan data dari
RDTR Nunukan
5
Gambar 2.
Nunukan
permukiman ini berkorelasi dengan tingkat
dan jenis aktivitas yang berkembang di tiap
kelurahan dan desa serta tingkat kepadatan
penduduk. Semakin tinggi prosentase
kawasan
permukiman
mengindikasikan
semakin tingginya kepadatan penduduk dan
menunjukan
pula
akitivitas
yang
berkembang lebih bercirikan aktivitas
kawasan perkotaan. Secara keseluruhan,
luas kawasan permukiman adalah 29,96%
atau kurang dari satu pertiga luas total
Pulau Nunukan. Kondisi ini mengindikasikan
bahwa mayoritas kawasan di Pulau Nunukan
masih merupakan lahan yang tidak
terbangun.
4
Administrasi
Pulau
Berdasarkan penggunaan lahan, Pulau
Nunukan secara
umum
terdiri
dari
permukiman, hutan, kebun Campur, lahan
terbuka, sawah, semak belukar dan tambak.
Luas pemanfaatan lahan untuk permukiman
di tiap kelurahan dan desa berbeda-beda.
Seperti terlihat dalam tabel 1, Kelurahan
Nunukan Utara merupakan kelurahan dengan
prosentase luas permukiman yang paling
tinggi dan Desa Binusan merupakan wilayah
dengan prosentase luas permukimannya
paling rendah. Prosentase luas kawasan
ISBN No. 978-979-18342-0-9
Sumber : Laporan Final RDTR Nunukan
Gambar 3. Pusat-pusat Permukiman dan
Jasa Pulau Nunukan Tahun 2006
F-96
Tantangan Pengembangan Infrastruktur Permukiman di Kawasan Perbatasan Antar Negara
Dilihat dari lokasinya seperti terlihat dalam
gambar 3, pusat-pusat permukiman di Pulau
Nunukan mayoritas terletak di bagian utara
dan menyebar ke arah selatan dengan
mengikuti pola jaringan jalan yang ada.
Kondisi ini sesuai dengan arahan dalam
Rencana Tata Ruang Kecamatan Nunukan,
dimana pusat aktivitas utama direncanakan
akan dikonsentrasikan di bagian utara Pulau
Nunukan dengan tetap mengembangkan
pusat-pusat aktivitas pada kawasan lain.
Dengan memperhatikan persebaran pusatpusat pertumbuhan, maka nampak adanya
upaya untuk menarik kegiatan perkotaan ke
arah timur (Kelurahan Nunukan Selatan).
Namun dengan memperhatikan jumlah
penduduk yang ada dan luas area terbangun
perkotaan, maka ruang-ruang kota yang
terbentuk masih membutuhkan waktu yang
cukup lama untuk membentuk kawasan
terbangun.
Konsekuensi
logis
dari
persebaran
yang
memusat
adalah
berkembangnya kantong-kantong (clusters)
kegiatan. Karena kecenderungannya maka
untuk mengantisipasi pertumbuhan yang
membutuhkan waktu yang cukup lama,
setiap kantong kegiatan harus bersifat
mandiri, tanpa harus bergantung dengan
pusat aktivitas lain di Pulau Nunukan.
3.2.
Tantangan
Pengembangan
Permukiman di Wilayah Pulau Nunukan
Jenis perumahan dan permukiman pada
setiap kawasan pertumbuhan mempunyai
karakteristik yang berbeda-beda. Hal ini
disebabkan oleh kondisi topografis, guna
lahan dan penduduk yang berbeda.
Karakteristik
fisik
permukiman
yang
terdapat di Pulau Nunukan
dapat
dikelompokkan
dalam
2
jenis
pola
permukiman, yaitu :
1. Kawasan
permukiman
perdesaan.
Kawasan permukiman perdesaan ini
merupakan kawasan hunian
yang
bercampur dengan kegiatan pertanian
dan perkebunan dengan lahan terbuka
yang masih luas. Di kawasan ini
perumahan berada di sekitar ladang,
pertanian, perkebunan, lahan terbuka
dimana sebagian lahan masih berupa
semak belukar dan rumput. Di Pulau
Nunukan kawasan permukiman ini dapat
ditemukan
terutama
di
wilayah
ISBN No. 978-979-18342-0-9
Kelurahan Nunukan Selatan dan Desa
Binusan.
Secara umum karakteristik kawasan ini
berada pada kawasan-kawasan bagian
dalam atau kawasan perbukitan di Pulau
Nunukan,
meskipun
sebagian
diantaranya berada di kawasan pesisir.
Kawasan ini berupa kelompok-kelompok
rumah yang terpencar dan berjauhan
dengan kepadatan hunian yang sangat
rendah. Dilihat dari sarana dan
prasarana serta tingkat aksesibilitas
kawasan, kawasan permukiman ini
masih sangat terbatas bila dibandingkan
dengan kawasan lain di Pulau Nunukan.
Keterbatasan ini dapat dilihat bahwa
sebagian besar kawasan ini belum
terjangkau sambungan listrik dan air
bersih.
Karakteristik
lainnya
dari
kawasan permukiman perdesaan ini
adalah keterkaitannya dengan fungsi
lindung yang ada. Sesuai dengan lokasi
yang berada di kawasan pedalaman dan
perbukitan, sebagian kawasan ini
berkaitan bahkan berada langsung pada
kawasan yang seharusnya berfungsi
lindung terutama kawasan resapan air.
Kondisi ini tentunya apabila tidak
dikelola
dengan
baik
dapat
menyebabkan kerusakan lingkungan di
Pulau Nunukan secara keseluruhan.
2. Kawasan
permukiman
perkotaan.
Kawasan ini dicirikan dengan pola
hunian yang didominasi oleh aktivitas
perkotaan seperti perdagangan dan jasa
yang didukung dengan sarana dan
prasarana
yang
relatif
memadai.
Kawasan permukiman perkotaan ini
terdapat di wilayah kelurahan Nunukan
Utara, Nunukan Barat, Nunukan Timur,
dan Nunukan Selatan. Kota Nunukan
saat ini merupakan kota dengan orde II,
dimana terjadi banyak aktivitas jasa
perdagangan.
Sebagaimana
karakteristik
kawasan
permukiman perkotaan lain, kawasan
permukiman
perkotaan
di
Pulau
Nunukan ini juga memiliki tingkat
kepadatan penduduk dan bangunan yang
cukup tinggi. Secara umum kawasan ini
dilengkapi dengan unsur
pendukung
seperti :
F-97
Kuswara
-
-
-
Sarana dan prasarana perdagangan
dan perkantoran,
prasarana
permukiman
berupa
jaringan transportasi dan komunikasi
beserta fasilitas bandara/ lapangan
terbang, dermaga, terminal,
sarana permukiman walaupun belum
semuanya terlayani dan belum
berkembang secara optimal, seperti
air bersih, listrik, area tempat
rekreasi,
utiliti atau fasilitas lainnya (fasilitas
pendidikan dan kesejahteraan).
Berdasarkan
lokasinya
kawasan
permukiman perkotaan ini berada di di
ujung Pulau Nunukan bagian utara (lihat
gambar 3) yang juga berada sepanjang
pesisir pantai. Perkembangan kawasan
ini sangat cepat karena selain sarana
dan prasarana yang relatif memadai
juga karena aksesibilitas dari dan
menuju kawasan ini yang sangat baik
dengan transportasi laut dan udara.
Salah
satu
ciri
khas
kawasan
permukiman
perkotaan di Pulau
Nunukan ini adalah berkembangnya
pusat-pusat penampungan dan transit
bagi para TKI baik yang akan berangkat
ataupun pulang dari Malaysia. Kondisi ini
menjadikan kebutuhan sarana dan
prasarana tidak selalu sama setiap saat.
Pada saat puncak masa keberangkatan
dan atau kedatangan TKI, kawasan ini
akan sangat padat sehingga kebutuhan
sarana dan prasarana seperti air bersih
dan sanitasi menjadi sangat tinggi.
Sedangkan
di
waktu
yang
lain
kebutuhannya menjadi relatif lebih
rendah. Dengan kondisi ini maka perlu
adanya
perencanaan
sarana
dan
prasarana yang dapat mengakomodasi
fluktuasi tersebut.
Selain dilihat dari karakteristik permukiman
perdesaan atau perkotaan seperti yang telah
dijelaskan
di
atas,
apabila
dilihat
berdasarkan lokasinya hal yang penting
untuk di bahas adalah kawasan permukiman
yang berada di kawasan pesisir. Sesuai
dengan tipologinya kawasan ini terletak di
bagian pesisir Pulau Nunukan dan mayoritas
penduduknya bermata pencaharian nelayan
dan kawasan pantai sebagai
tempat
ISBN No. 978-979-18342-0-9
kegiatan ekonominya. Kawasan permukiman
seperti ini cenderung melingkar mengikuti
garis pantai sepanjang Pulau Nunukan.
Kecenderungan pembangunan yang pesat di
kawasan pesisir, didorong oleh adanya akses
melalui jalur transportasi laut. Di kawasan
Pulau Nunukan perkembangan permukiman
ini menjadi tantangan yang harus dicermati
dengan serius, karena terkait dengan
berbagai faktor, seperti penyediaan air
bersih, abrasi pantai, perkembangan sarana
dan prasarana penyeberangan, penyediaan
infrastruktur sepanjang jalan lingkar, serta
permukiman nelayan.
Salah satu permukiman di sepanjang pantai
Pulau Nunukan yang sedang dikembangkan
adalah permukiman Nelayan di kawasan
Mensapa yang terletak di Kelurahan Nunukan
Selatan. Permukiman Nelayan Mensapa
merupakan permukiman nelayan yang
direncanakan
sebagai
bagian
dari
pengembangan Pusat Perikanan Nusantara
yang dibangun diatas lahan 50 ha dan telah
ditetapkan dengan peraturan daerah.
Kawasan
permukiman
nelayan
ini
merupakan salah satu tipologi kawasan
khusus.
Meskipun secara umum kondisi perumahan,
permukiman dan infrastruktur dasar di
kawasan pesisir ini cukup baik terutama
dilihat dari aksesibilitasnya, sebagian besar
penduduk yang berprofesi sebagai nelayan
masih tergolong masyarakat berpenghasilan
rendah. Dilihat dari sarana dan prasarana,
permasalahan mendesak yang dihadapi
masyarakat adalah penyediaan air bersih
dan sanitasi lingkungan. Saat ini air bersih
bergantung pada penampungan air hujan
serta pembelian air minum eceran baik
melalui gerobak keliling maupun mobil
tangki
keliling.
Sedangkan
sanitasi
lingkungan terkait dengan masih kurangnya
jumlah dan kualitas sarana baik yang
bersifat individu maupun komunal.
Berdasarkan tipologi permukiman tadi,
tantangan yang dihadapi terkait dengan
keberlanjutan pembangunan yaitu perlunya
keseimbangan antara upaya percepatan
pembangunan
dan
mempertahankan
kelestarian lingkungan. Di satu sisi
diperlukan
percepatan
pengembangan
permukiman
dengan
mengembangkan
F-98
Tantangan Pengembangan Infrastruktur Permukiman di Kawasan Perbatasan Antar Negara
kekhasan Pulau Nunukan dalam rangka
menjadikan kawasan permukiman di sini
sebagai beranda depan NKRI tapi disisi lain
perlunya
upaya
untuk
menjaga
keseimbangan lingkungan. Hal ini menjadi
sangat penting, mengingat Pulau Nunukan
adalah pulau kecil, sehingga harus
mendapat perlakuan atau pertimbangan
khusus untuk menjaga stabilitas ekologis
lingkungan.
3.3. Konsep Pengembangan Permukiman
dan Sarana Prasarana Pendukungnya
Arahan
pengembangan
pusat-pusat
permukiman serta sistem sarana dan
prasarana yang direncanakan harus berakar
dari potensi dan kendala yang dimiliki oleh
wilayah
yang
bersangkutan.
Dengan
demikian pusat-pusat permukiman tersebut
akan dapat
mampu mendukung dan
bersinergi sesuai dengan karakteristik
khusus kawasan di sekitarnya. Untuk
mengembang-kannya diperlukan strategistrategi utama sebagai berikut:
1. Penetapan lokasi-lokasi yang akan
dikembangkan
2. Pengembangan sarana dan prasarana
penunjang
di
masing-masing
kawasan sesuai karakteristik dan
kebutuhannya masing-masing.
3. Pengembangan keterkaitan ruang
permukiman
antar
berbagai
kawasan.
Dengan karakteristik tantangan permukiman
seperti
diuraikan
diatas,
maka
pengembangan
permukiman
kawasan
perbatasan idealnya perlu mengacu pada
konsep ’sustaining ecological system’
dimana perspektif ekologi menjadi dasar
setiap
aspek
pembangunan.
Melalui
pengembangan permukiman di perbatasan
yang berorientasi ekologi dengan melakukan
konservasi air dan tanah, maka akan
tercipta:
1. Pemeliharaan proses-proses ekologis
yang penting dan sistem penunjang
kehidupan darat dan laut yang
merupakan tempat berinteraksi
sosial dan politik
2. Konservasi keragaman genetis hutan
dapat dimanfaatkan sebagai ilmu
pengetahuan, inovasi teknis, dan
keamanan
banyak
pelaku
ISBN No. 978-979-18342-0-9
agroindustri
yang menggunakan
sumber daya kehidupan
3. Secara umum, akan menjamin
penggunaan secara berkelanjutan
jenis-jenis dan ekosistem-ekosistem
yang menunjang kehidupan bangsa.
Dilihat dari aspek keruangan, dengan
memperhatikan isu strategis, visi, dan misi
pengembangan Kabupaten Nunukan, maka
permukiman
di
kawasan
perbatasan
Nunukan dapat dikembangkan dengan
menggunakan konsep keuntungan dari
keterkaitan
ruang
(spatial
linkages
advantageous
development
concept).
Konsep ini digunakan karena Pulau Nunukan
memliki dua karakteristik spesifik, yakni
sebagai wilayah perbatasan dan sekaligus
sebagai simpul perdagangan regional. Kedua
karakteristik di atas
akan sangat
berpengaruh pada perkembangan wilayah
dan fungsi permukiman yang harus diemban
dalam rangka meningkatkan keterkaitan
dengan wilayah lain. Dengan konsep spatial
linkages
yang
berskala
luas,
maka
konsekuensi untuk mendapatkan keuntungan
dari keterkaitan tersebut adalah dengan
cara berusaha mensejajarkan kapabilitas
kawasan perbatasan Nunukan dengan
kapabilitas wilayah-wilayah di sekitarnya
yang telah berkembang menjadi salah satu
simpul distribusi perdagangan intraregional.
Dengan kata lain, arah pengembangan
pusat-pusat
pertumbuhan
wilayah
di
kawasan
perbatasan
Nunukan
harus
mengacu pada kapabilitas pusat-pusat
pertumbuhan di wilayah sekitarnya yang
telah lebih dahulu mencapai kemajuan [5].
Sumber : Laporan Final RDTR Nunukan
F-99
Kuswara
Gambar 4. Skematik Konsep Pengembangan
Pusat-Pusat Aktivitas Pulau Nunukan
4. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Pengembangan
permukiman
kawasan perbatasan berbeda dengan
kawasan pada umumnya, karena
mempunyai aktifitas lintas batas
negara yang berpengaruh terhadap
ekonomi dan keamanan negara.
Aktifitas lintas batas ini berupa
pergerakan manusia antar daerah di
wilayah negara tetangga dengan
daerah di dalam Indonesia, aktifitas
perdagangan komoditas di kawasan
perbatasan,
serta
aktifitas
persinggahan bagi para Tenaga Kerja
Indonesia (TKI).
2. Tantangan
pengembangan
perumahan dan permukiman di
wilayah Pulau Nunukan meliputi
masalah
ketimpangan
pembangunan dengan wilayah lain di
Indonesia maupun dengan wilayah
negara bagian Sabah Serawak,
belum
meratanya
penyebaran
penduduk, serta potensi penurunan
kualitas
lingkungan.
Hal
ini
diakibatkan keterisolasian kawasan
yang seharusnya menjadi pusatpusat permukiman serta kualitas
perumahan, sarana dan prasarana
yang masih kurang memenuhi syarat
kesehatan.
3. Untuk menjawab tantangan tersebut
serta dalam upaya menjadikan
permukiman di kawasan perbatasan
sebagai beranda terdepan NKRI
maka upaya yang diperlukan adalah
dengan mengembangkan pusat-pusat
permukiman melalui penyebaran
aktivitas serta membuka isolasi
kawasan dengan dukungan sarana
dan prasarana transportasi serta
meningkatkan
sektor-sektor
unggulan. Hal ini dimaksudkan untuk
mengembangkan
ekonomi
lokal
serta menarik orientasi penduduk ke
dalam wilayah Indonesia.
4. Selanjutnya konsep pengembangan
ini perlu diterjemahkan secara lebih
nyata pada sterategi pengembangan
spasial, terutama pada pusat-pusat
pertumbuhan dan lokasi khusus
untuk pengembangan kawasan perumahan dan permukiman secara
detai.
Untuk mendukung konsep pengembangan
tadi, ketersediaan sarana dan prasarana
merupakan prasyarat bagi bergulirnya
kegiatan ekonomi. Memperluas ketersediaan
sarana dan prasarana dapat berarti
memperbanyak sarana dan prasarana
maupun meningkatkan kapasitas pelayanan
sarana dan prasarana yang sudah ada.
Peningkatan kegiatan ekonomi dan investasi
memerlukan
dukungan
ketersediaan
infrastruktur
dasar,
seperti
sarana
permukiman, air bersih, sampah, drainase,
sarana dan prasarana transportasi darat,
laut
dan
udara
serta
infrastruktur
telekomunikasi dan informasi yang cukup
memadai pula.
Dukungan
infrastruktur
permukiman
kawasan perbatasan dapat dilakukan antara
lain dengan :
1. Pembagian ruang dengan dasar
kesesuaian fisik dan fungsional
untuk
pengembangan
sektor
unggulan dan konservasi sumber
daya alam.
2. Pengembangan
infrastuktur
distribusi,
seperti
jaringan
transportasi yang menghubungkan
pusat-pusat
permukiman sesuai
dengan potensi arahan pengembangan kawasan serta pengembangan
simpul transportasi yang dapat
melayani pergerakan lintas batas
negara.
3. Peningkatan area dan kualitas
pelayanan air bersih, sanitasi dan
limbah melalui penerapan teknologi
tepat guna dalam rangka menjaga
keseimbangan
lingkungan
dan
aktifitas ekonomi sosial setempat.
4. Perancangan
sistem
drainase
regional, terutama untuk drainase
alam, dilakukan untuk mengurangi
dampak banjir yang terjadi saat
musim hujan tiba.
5. Peningkatan kapasitas energi listrik
untuk
memacu
daya
tarik
pengembangan aktivitas.
ISBN No. 978-979-18342-0-9
F-100
Tantangan Pengembangan Infrastruktur Permukiman di Kawasan Perbatasan Antar Negara
5. DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
4.
5.
Alkadri, et al, (1999), Tiga Pilar
Pengembangan
Wilayah.
BPPT.
Jakarta
Bappenas, (2004). Kebijakan dan
Strategi
Nasional
Pengelolaan
Kawasan Perbatasan Antar-negara di
Indonesia.
Badan
Perencanaan
dan
Pembangunan Daerah
Kabupaten
Nunukan (2006). Rencana Detail
Tata
Ruang
Pulau
Nunukan.
Laporan Final
Departemen Pekerjaan Umum ,
(1994). Dukungan Prasarana dan
Sarana Dasar PU dalam Upaya
ISBN No. 978-979-18342-0-9
6.
F-101
Percepatan Pembangunan Kawasan
Perbatasan. Jakarta.
Noviandi, Nunu, (2003) Strategi
Pengembangan
Spasial
Dan
Infrastruktur dalam Alkadri dan
Hamid (ed). Model, dan Strategi
Pengembangan Kawasan Perbatasan
Kabupaten
Nunukan.
Pusat
Pengkajian Kebijakan Teknologi
Pengem-bangan Wilayah BPPT
Puslitbang Permukiman, (2006),
Kajian Pembangunan Infrastruktur
Ke-Pu-an
Untuk
Men-dukung
Peningkatan
Fungsi
Kawasan
Perbatasan, Laporan Akhir.
Download