BAB I PENDAHULUAN 1.1 Business Assignment Pada dasarnya setiap perusahaan memiliki rencana pengembangan bisnis perusahaan untuk jangka waktu yang akan datang. Pengembangan bisnis ini diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan dibandingkan tahun sebelumnya. Dalam upaya pengembangan bisnisnya, perusahaan biasanya memiliki beberapa alternatif pengembangan bisnis yang akan dijalankan, dari beberapa alternatif tersebut biasanya dipilih satu atau beberapa jenis bentuk pengembangan bisnis yang paling sesuai dan menjanjikan berdasarkan kondisi iklim bisnis perusahaan tersebut maupun dari kondisi internal perusahaan itu sendiri, terutama aspek keuangan. Sebagai salah satu rencana pengembangan bisnis perusahaan, PT Bandar Sawit Utama (BSU) berencana membangun pabrik kelapa sawit mini dengan kapasitas pengolahan sebesar 10 ton / jam. Pembangunan pabrik kelapa sawit mini ini direncanakan akan menggunakan pola kemitraan bersama petani kelapa sawit yang memiliki kebun kelapa sawit disekitar lokasi perkebunan PT BSU. Diharapkan dengan adanya PKS kemitraan ini dapat memberikan keuntungan dan nilai tambah yang besar bagi perusahaan dan petani kelapa sawit anggota kemitraan di waktu yang akan datang. Dalam rencana pengembangan bisnisnya, PT BSU membutuhkan biaya investasi yang tidak sedikit. Berdasarkan dokumen penawaran yang diajukan PT PINDAD sebagai pihak yang akan ditunjuk untuk melaksanakan pembangunan pabrik kelapa sawit mini ini, diperkirakan proyek ini membutuhkan dana kurang lebih sebesar 18 milyar rupiah. Kebutuhan dana investasi ini dapat diperoleh melalui dua alternatif, yaitu melalui modal sendiri (equity) maupun hutang bank (debt). Sesuai dengan hasil RUPS tahun 2007, pihak manajemen memutuskan akan mengambil dua alternatif strategi pendanaan untuk membiayai investasi pembangunan pabrik kelapa sawit mini tersebut. Alternatif yang pertama yaitu melalui pinjaman bank sebesar 70% dari total dana yang dibutuhkan sedangkan untuk memenuhi 30% sisa dana yang dibutuhkan akan diperoleh dari setoran modal tambahan dari pemegang saham. Alternatif yang kedua adalah pinjaman bank sebesar 70% dari total dana yang dibutuhkan, sedangkan 30% sisanya selain dari tambahan modal pemegang saham, juga akan diperoleh melalui setoran modal anggota kemitraan. Analisis kelayakan investasi yang benar dan menunjukkan hasil yang positip bagi perusahaan merupakan hal mutlak yang harus dipenuhi perusahaan untuk mendapatkan pinjaman dari bank, selain itu besarnya harga saham per lembar yang wajar bagi anggota kemitraan juga harus ditentukan dengan benar dan menggunakan metoda yang tepat, sehingga dapat memberikan keuntungan yang maksimal bagi perusahaan maupun anggota kemitraan. 1.2 Sejarah Perusahaan PT Bandar Sawit Utama didirikan berdasarkan akta yang dibuat dihadapan Notaris M. Handoko Halim, SH di Palembang pada tanggal 07 Maret tahun 1995 dengan akta no. 5 dan telah mendapat pengesahan dari Menteri Kehakiman Republik Indonesia no : C2 – 7130 HT.01.01 tahun 95 pada tanggal 06 Juni 1995. Berdasarkan akta pendirian modal dasar perseroan berjumlah Rp 500.000.000,00 yang terbagi atas 50.000 lembar saham yang masing – masing bernilai Rp. 10.000,00. Sesuai perubahan akta no. 18 tanggal 18 Agustus 2003 dan no. 19 tanggal 25 Agustus 2003 dilakukan perubahan modal dasar perseroan menjadi Rp 10.000.000.000,00 yang terbagi atas 10.000 lembar saham yang masing – masing bernilai nominal Rp. 1.000.000,00. Perusahaan ini terletak di wilayah Kabupaten Ogan Komering Ulu, Propinsi Sumatera Selatan. Saat ini perusahaan memiliki luas area perkebunan sebesar 297 Ha yang terbagi dalam dua lokasi perkebunan. Lokasi yang pertama terletak didesa Bandar Agung, Kecamatan Peninjauan, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. Lokasi kedua terletak di desa Merbau, Kecamatan Peninjauan, Kabupaten Ogan Komering Ulu, Sumatera Selatan. 1.3 Lingkup Bidang Usaha PT Bandar Sawit Utama bergerak dibidang usaha perkebunan kelapa sawit, data luas lahan dan umur tanaman kelapa sawit PT BSU adalah sebagai berikut : Tahun tanam 1993 Luas : 12 Ha Tahun tanam 1995 / 1996 Luas : 56 Ha Tahun tanam 1998 Luas : 86 Ha Tahun tanam 1999 Luas : 132 Ha Tahun tanam 2004 Luas : 11 Ha Jumlah Luas : 297 Ha Dari total luas lahan tersebut secara keseluruhan telah berproduksi. Total produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit yang dicapai PT BSU pada tahun 2007 mencapai 5,750 ton, atau rata‐rata sekitar 19.3 ton/ha/tahun. 1.4 Sumber Daya Perusahaan PT BSU saat ini memiliki jumlah karyawan tetap sebanyak 10 orang, yang terdiri dari satu orang staf tata usaha, satu orang kepala kebun dan delapan orang tenaga lapangan. Selain itu PT BSU juga mempekerjakan tenaga harian yang dikontrak dalam jangka waktu tertentu, tenaga kerja harian ini biasanya dipekerjakan bila terjadi peningkatan produksi TBS yang tidak dapat ditangani oleh tenaga pemanen tetap. Pekerja harian ini diambil dari penduduk yang tinggal disekitar lokasi perkebunan, sehingga keberadaan PT BSU dapat membuka lapangan pekerjaan bagi penduduk di sekitar lokasi perkebunan. 1.5 Industri Perkebunan Kelapa Sawit Bisnis perkebunan kelapa sawit di Indonesia berkembang pesat selama hampir 20 tahun terakhir. Data tahun 2006 menunjukkan luas perkebunan kelapa sawit di Indonesia mencapai 6,07 Ha, atau meningkat sebesar 547% jika dibandingkan dengan luas area perkebunan kelapa sawit pada tahun 1990 yang hanya mencapai 1,1 juta Ha (Bisnis.com, 2008). Hasil pengolahan TBS kelapa sawit terdiri dari dua jenis, yaitu minyak mentah kelapa sawit atau biasa disebut Crude Palm Oil (CPO) dan minya inti sawit atau Palm Kernel Oil (PKO). CPO dan PKO merupakan bahan baku dalam pembuatan minyak goreng, bahan‐bahan makanan, minyak pelumas mesin, hingga bahan dasar kosmetik. Sejalan dengan semakin meningkatnya harga minyak dunia di pasaran internasional, minyak kelapa sawit mulai dilirik sebagai alternatif pengganti bahan bakar atau biasa disebut dengan biodiesel (Hadisiswoyo, 2007). Harga CPO, PKO, dan TBS kelapa sawit juga menunjukkan kecenderungan meningkat dari tahun ke tahun. Data pergerakan harga CPO dari tahun 2003 – 2007 di propinsi Sumsel disajikan pada tabel dibawah ini. Tabel 1.1 Harga Rata-Rata TBSdan CPO Di Propinsi Sumatera Selatan (2003-2007) Tahun 2003 2004 2005 2006 2007 TBS (Rp/ kg) 544 701 691 698 1310 CPO (Rp/ kg) 3201 3473 3130 3424 6095 Sumber : Dinas Perkebunan Sumsel 2008 Dilihat dari kebutuhan CPO dan PKO yang terus meningkat dari tahun ke tahunnya, industri perkebunan kelapa sawit diperkirakan akan terus berkembang dan memiliki prospek yang sangat cerah. 1.6 Isu Bisnis Saat ini harga minyak sawit mentah / Crude Palm Oil (CPO) di pasaran internasional per Januari 2008 mencapai US$ 960 / ton, atau jika dikonversikan ke dalam rupiah / kg, maka harga CPO saat ini mencapai Rp 8800,‐/kg. Hal ini sangat berbeda apabila dibandingkan dengan tahun 2006 dimana harga CPO hanya sekitar US$ 500 / ton atau sekitar Rp 4600,‐/kg (Derom Bangun, 2008). Kenaikan harga CPO ini antara lain disebabkan oleh naiknya harga minyak dunia yang secara tidak langsung ikut meningkatkan biaya produksi CPO. Selain itu, kenaikan harga CPO ini juga disebabkan oleh semakin berkurangnya supply CPO yang disebabkan oleh meningkatnya program biodiesel, sehingga CPO yang diproduksi oleh pabrik‐pabrik CPO sebagian besar dialihkan supply nya untuk program biodiesel tersebut. Kenaikan harga CPO ini berdampak positip terhadap usaha perkebunan kelapa sawit karena secara langsung ikut meningkatkan harga jual TBS kelapa sawit bagi para petani kelapa sawit. Harga TBS kelapa sawit di wilayah Propinsi Sumatera Selatan per Januari 2008 adalah sebesar Rp 1,300,‐ s/d Rp 1,400,‐ per kilogram (Dinas Perkebunan Sumsel, 2008). Sampai dengan saat ini PT BSU hanya memfokuskan usaha nya pada produksi buah kelapa sawit saja, buah kelapa sawit yang telah masak dan dipanen (TBS) kemudian dijual ke pabrik milik salah satu perusahaan BUMN perkebunan di Sumatera Selatan yang hingga saat ini menjadi konsumen utama PT BSU, selain itu konsumen PT BSU adalah beberapa perusahaan‐ perusahaan perkebunan swasta lain yang terletak di propinsi Sumsel. Beberapa kendala yang dihadapi perusahaan dalam menjual hasil produksinya ke konsumen diantaranya adalah jarak tempuh yang cukup jauh antara lokasi perkebunan PT BSU dan pabrik milik konsumen serta kondisi jalan yang buruk, menyebabkan tingginya biaya transportasi untuk pengangkutan TBS ke pabrik tersebut, selain itu jumlah konsumen yang terbatas menyebabkan ketergantungan perusahaan terhadap pabrik milik konsumen tersebut, sehingga pada saat terjadi produksi yang berlebih dari perkebunan kelapa sawit milik konsumen, maka TBS yang berasal dari perkebunan milik PT BSU akan dibatasi jumlah penjualannya oleh perusahaan BUMN tersebut. Berdasarkan pertimbangan – pertimbangan mengenai kenaikan harga CPO yang sangat signifikan dan diperkirakan akan terus meningkat pada tahun – tahun berikutnya, serta kendala – kendala yang dihadapi PT BSU dalam menjual hasil panennya tersebut, PT BSU berencana untuk membangun pabrik kelapa sawit mini pola kemitraan bersama petani kelapa sawit disekitar lokasi perkebunan PT BSU dengan kapasitas pengolahan sebesar 10 ton TBS / jam, diharapkan dengan adanya pabrik kelapa sawit ini PT BSU dapat memanfaatkan momentum dari naiknya harga CPO di pasar internasional, selain itu dengan adanya pabrik tersebut PT BSU dan anggota kemitraan dapat menghilangkan ketergantungan dari pabrik milik perkebunan BUMN tersebut. Kendala yang dihadapi PT BSU dalam rencana investasi tersebut adalah layak tidaknya investasi tersebut terutama dari segi finansial serta berapa harga saham per lembar yang wajar bagi PKS kemitraan ini bila anggota kemitraan ingin ikut menyertakan modalnya dalam pembangunan PKS kemitraan ini.