MODUL PI_ 3 HSN-ok - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL 3
Ekonomi Indonesia dan Globalisasi
Gambaran Umum Perekonomian Indonesia
Sekian lama masyarakat Indonesia mengalami ketertekanan ekonomi.
Penerapan ‘Teori Pembangunan Rostow’ dalam pendewasaan dan pematangan
perekonomian, hanya mengkondisikan sumberdaya manusia Indonesia sebagai
input produksi. Untuk menciptakan value added nasional yang tinggi, minimalisasi
ongkos input inilah yang dijadikan alternatif. Sedangkan input-input lain yang
sebagian besar diperoleh dari impor tidak dapat dialihkan, baik secara harga
maupun penempatannya. Sementara keberlimpahan sumberdaya alam dikuasai
asing dan dibawa ke negaranya. Oleh karena itu, Indonesia menjadi negara
assembling yang terkenal dengan pekerja murah dan surga bagi negara-negara
maju.
Celakanya,
pemerintah
memperuntukkan
kemajuan
rumah
tangga
masyarakat (pendapatan konsumen), sebagai pekerja/buruh murah untuk membuat
‘roti’makro.
Indikasi makro ekonomi Indonesia yang memberatkan juga terlihat dari
minimnya perkembangan sektor riil dibandingkan sektor moneter. Sehingga,
hubungan antara pertumbuhan ekonomi dan tingkat penyerapan tenaga kerja
negatif (berkebalikan). Sedangkan hubungan pertumbuhan ekonomi itu sendiri
terhadap konsumsi, tetap positif. Terbukti bahwa sumbangan konsumsi terhadap
pendapatan nasional menduduki posisi paling besar dan menjadi andalan
perekonomian.
Perkembangan sektor riil dalam hal ini memiliki permasalahan tersendiri.
Pengembangan usaha sektor rumah tangga dalam partisipasi/kontribusi-nya
terhadap
pendapatan
nasional,
tidak
dijadikan
sektor
yang
menentukan
(dikesampingkan) dari pembangunan itu sendiri. Hal ini bertolak belakang dengan
kebebasan berusaha ekonomi rakyat sebagai subjek pembangunan menuju
masyarakat madani. Regulasi ekonomi seperti izin usaha, agunan kredit yang besar
dan keberpihakan pemerintah, menjadi barang langka yang hanya bisa dijanjikan
dalam pidato kepresidenan setiap tahunnya. Adapun sektor ‘usaha besar’ baik milik
negara maupun swasta, menjadi prioritas pembangunan menuju industrialisasi.
‘12
1
Perekonomian Indonesia
Drs. Hasanuddin Pasiama, MS.
Pusat Bahan Ajar dan Elearning
Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id
negeri terlebih dalam negeri sendiri (pemerintah dan masyarakat tidak saling
percaya) sudah rapuh terhadap perekonomian bangsa. Oleh karena itu makalah ini
secara khusus mengkaji bagaimana sistem pengembangan permodalan terbaik
untuk pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) agar masyarakat
mampu melakukan kegiatan ekonomi. Dengan demikian, pendapatan yang
diperoleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya bersifat mandiri dengan
usahanya tersebut.
Demokrasi ekonomi sebagai bentuk ekonomi sosialis religius
Demokrasi ekonomi tidak kalah pentingnya dengan demokrasi politik. Kalau
Indonesia telah melakukan proses demokratisasi politik semenjak era transisireformasi ini, apakah hal yang sama juga berlaku dalam proses demokratisasi
ekonomi? Demokrasi ekonomi merupakan bentuk ekonomi sosialis religius. Disebut
sosialis karena berlandaskan pada Pasal 33 UUD 1945 yang dijiwai ruh sosialisme
dengan adanya kepemilikan faktor-faktor produksi hajat hidup orang banyak oleh
negara dan dengan adanya asas kebersamaan yang melandasi kegiatan
perekonomian. Namun, tidak hanya sosialis, demokrasi ekonomi yang ditawarkan
Bung Hatta juga bercorak religius karena dijiwai oleh Pancasila yang sila
pertamanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini diperkuat dengan bukti
bahwa tidak ada satupun agama di dunia yang mengajarkan kepada pemeluknya
untuk menomorsatukan individualisme. Dengan demikian, pelaksanaan demokrasi
ekonomi memiliki basis ontologis pada tradisi komunalisme yang menjadi ciri khas
kehidupan masyarakat yang berketuhanan dan beragama di nusantara.
Ekonomi kerakyatan sebagai manifestasi demokrasi ekonomi
Mengacu pada Pasal 33 UUD 1945, ada tiga unsur demokrasi ekonomi yaitu aspek
produksi, aspek distribusi, dan aspek kepemilikan usaha bersama oleh rakyat.
Adapun garis besar substansinya dijelaskan sebagai berikut.
Pertama, partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses produksi nasional.
Partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam proses pembentukan produksi
nasional menempati kedudukan yang sangat penting dalam sistem ekonomi
kerakyatan. Hal itu sejalan dengan bunyi Pasal 27 UUD 1945 yang menyatakan,
“Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.”
Kedua, partisipasi seluruh anggota masyarakat dalam turut menikmati hasil
produksi nasional. Artinya, dalam rangka ekonomi kerakyatan, harus ada jaminan
bahwa setiap anggota turut serta menikmati hasil produksi nasional, termasuk para
fakir miskin dan anak-anak terlantar. Hal itu antara lain dipertegas oleh Pasal 34
‘12
3
Perekonomian Indonesia
Drs. Hasanuddin Pasiama, MS.
Pusat Bahan Ajar dan Elearning
Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id
jika ada iktikad bersama untuk mendemokratisasikan proses produksi, proses
distribusi, dan kepemilikan faktor produksi nasional sehingga kondisi demokrasi
ekonomi pun tercapai.
Masa depan demokrasi ekonomi versus ekonomi neoliberalisme
Sebuah pertanyaan reflektif dimunculkan, ditengah-tengah pusaran sistem
ekonomi neoliberal yang ditandai oleh dominasi kekuatan kapitalisme global seperti
saat ini, bagaimana mungkin demokrasi ekonomi melalui ekonomi kerakyatan dapat
diwujudkan?
Inilah sebuah perjuangan tiada henti. Bukan hanya pertentangan antara mazhab
ekonomi, namun sebuah pertarungan ideologi. Yaitu ekonomi kerakyatan versus
ekonomi kapitalisme neoliberal. Antara komunalisme dan demokrasi rakyat versus
individualisme dan oligarki kaum pemodal. Antara pandangan homo homini socius
versus homo homini lupus. Dan meminjam istilah Bung Hatta, ini adalah
pertarungan antara paham Daulat Rakyatku versus Daulat Tuanku.
Semakin maju perkembangan peradaban manusia yang ditandai dengan revolusi
teknologi dan informasi justru diikuti dengan semakin banyaknya kontradiksi dalam
kehidupan. Inilah sebuah paradoks di era globalisasi ini. Arah perkembangan dunia
yang semestinya kian menghargai keunikan dan kekhasan berbagai negara yang
heterogen
justru
mendekati proses homogenisasi dengan
kemanunggalan
kekuasaan di tangan AS sebagai polisi dunia. Kampanye demokrasi politik yang
disuarakan ke segala penjuru dunia justru dilaksanakan secara tidak demokratis
oleh AS dan sekutunya, seperti kasus invasi ke Afganistan (2001) dan Irak (2003).
Begitupun, pentingnya demokratisasi politik bagi negara dunia ketiga yang selalu
disuarakan oleh badan donor asing seperti IMF dan Bank Dunia sebagai
persyaratan pengucuran kredit atau bantuan asing justru diiringi dengan proses
pengebirian potensi demokrasi ekonomi negara bersangkutan dengan adanya
deregulasi dan liberalisasi kepemilikan faktor produksi nasional untuk kemudian
dikuasai (alias dijajah) oleh kaum kapitalis.
Melihat realitas diatas seakan tipis kemungkinan mewujudkan sistem
demokrasi ekonomi yang bersifat sosialis religius ditengah kian menguatnya sistem
ekonomi neoliberal yang kapitalistik dan sekuler di Indonesia. Terlebih setelah
ketidakmandirian ekonomi dan politik Indonesia di tengah pergaulan dunia
internasional akibat krisis finansial yang memaksa Indonesia bertekuk lutut di
tangan kaum pemodal asing.
Namun secercah harapan perlu dimunculkan. Masih ada optimisme yang
bisa diandalkan. Ada dua pola agenda untuk mewujudkan demokrasi ekonomi di
Indonesia. Pertama, agenda evolusioner yang bersifat kultural yaitu berupa
‘12
5
Perekonomian Indonesia
Drs. Hasanuddin Pasiama, MS.
Pusat Bahan Ajar dan Elearning
Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id
Download