MODUL PI_ 2 HSN-ok - Universitas Mercu Buana

advertisement
MODUL 2
Politik Pembangunan Ekonomi Kerakyatan
(Perjalanan Sejak Krisis Ekonomi )
KATA PENGANTAR
Hernando De Soto 10 tahun lalu menulis buku yang juga menyakinkan berjudul The Other
Parth yang terjemahannya dalam bahasa Indonesia seharusnya ”Ekonomi Rakyat.” Tetapi
karena istilah ekonomi rakyat dianggap kata “haram” dan ”berbau komunis”, maka kata
tersebut diterjemahkan ”Masih Ada jalan Lain : Revolusi Tersembunyi di Negara Dunia
Ketiga”, yang kiranya tidak pernah dibaca oleh pakar-pakar ekonomi Indonesia yang “terlalu
pintar” untuk memberikan perhatian pada ekonomi rakyat yang ”tidak ada apa-apanya”. ”Wong
orang sudah bicara tentang globalisasi yang serba canggih kok bicara tentang ekonomi
rakyat”“ ! Puncak rasa ”jijik” terhadap istilah ekonomi rakyat dipicu oleh konglomerat yang
anak Penguasa karena sangat murka disebut “Batara Kala yang serakah” (Makassar, 1997).
Demikian dalam waktu 6 bulan (September 1997 - Maret 1998), konglomerat bersangkutan,
yang sangat berkuasa, bersumpah ”menghapus kata ekonomi rakyat dari GBHN 1993”, dan
sejak itu muncullah kata atau istilah yang dianggap lebih terhormat yaitu ekonomi kerakyatan.
Sayangnya, pemerintahan Habibie, yang tinggal menerima saja konsep ini terpaksa menelan pil
pahit dianggap keliru dan ”berpolitik terlalu populis” yaitu “memusuhi konglomerat untuk
membela rakyat”. Hasilnya, pakar-pakar ekonomi Neoklasik / Neoliberal menghujat konsep
ekonomi kerakyatan sebagai konsep politik yang ”ideologis”, yang tak ilmiah, dan tak sesuai
dengan sistem ekonomi pasar (bebas) yang mereka gandrungi, dan yang dianggap satu-satunya
sistem ekonomi yang ”benar” sejak runtuhnya tembok Berlin 1989.
Di Indonesia pelaku-pelaku ekonomi (rakyat) yang modalnya kecil, bahkan gurem, berasal dari
pinjaman koperasi yang kecil-kecil, arisan kampung, pegadaian, atau dari keluarga dekat, tidak
dianggap sebagai investasi karena investasi harus merupakan kredit besar berasal dari Bank.
Demikian dalam persamaan Keynesian ekonomi makro (Y = C + I + G), rakyat kecil
dianggap hanya berkonsumsi (C), sedangkan I (investasi) hanya dapat dilakukan pengusaha
besar. Maka sejak krisis moneter 1997-1998 pakar-pakar ekonomi arus utama selalu
‘12
1
Perekonomian Indonesia
Drs. Hasanuddin Pasiama, MS.
Pusat Bahan Ajar dan Elearning
Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id
POKOK BAHASAN
I. SEJARAH DEFINISI EKONOMI RAKYAT
endalaman ekonomi rakyat, adalah apakah definisi ekonomi rakyat, apa yang dimaksud
dengan ekonomi rakyat dan bagaimana kita bersikap terhadapnya. Keinginan kita yang
P
lain tentu saja adalah untuk menghilangkan kesan amat keliru bahwa kata atau konsep ekonomi
rakyat (dan ekonomi kerakyatan) adalah konsep yang baru lahir bersamaan dengan gerakan
reformasi menjelang dan setelah lengsernya Presiden Soeharto (1997-1998).
Mungkin kita pernah mendengarnya, dan mengerti bahwa ekonomi rakyat adalah sektor
kegiatan ekonomi orang kecil (wong cilik) yang juga sering disebut sektor informal. Tetapi
karena tahun 1997 seorang konglomerat yang sangat berkuasa merasa ”jijik” terhadap istilah
ekonomi rakyat, maka semua orang ”yang tidak terlalu berkuasa” merasa perlu pula untuk
”merasa asing” dengan istilah itu. Lalu apa ganti istilah yang lebih dapat diterima atau lebih
terhormat? Istilah itu adalah ekonomi kerakyatan. Istilah ekonomi kerakyatan lebih sedikit
lagi orang menggunakan,.. Tetapi karena istilah ekonomi kerakyatan ini dikenalkan kembali
tahun 1997 oleh seorang konglomerat yang “sangat berkuasa” untuk mengganti istilah ekonomi
rakyat yang tidak disukainya, maka berhasillah konsep itu masuk TAP MPR yaitu TAP
Ekonomi Kerakyatan No. XVI/1998. Dan istilah ekonomi kerakyatan ini kemudian semakin
dimantapkan dalam banyak TAP-TAP MPR berikutnya termasuk kemudian UU No. 25/2000
tentang Propenas. Bahwa konsep Ekonomi Kerakyatan ini merupakan konsep politik yang
“dipaksakan” nampak kemudian dari penggunaannya yang simpang siur. Dan puncak dari
kesimpang siuran ini berupa keraguan Presiden Megawati dalam pidato kenegaraan 16 Agustus
2001.
Di Fakultas-fakultas Pertanian dikenal istilah smallholder, terjemahan dari perkebunan
rakyat, disamping istilah-istilah pertanian rakyat, perikanan rakyat, pelayaran rakyat,
industri rakyat, dan tentu saja perumahan rakyat.
Mudah-mudahan akan jelas bagi kita semua bahwa istilah ekonomi rakyat adalah istilah
ekonomi sosial (social economics) dan istilah ekonomi moral (moral economy), yang sejak
zaman penjajahan dimengerti mencakup kehidupan rakyat miskin yang terjajah. Bung Karno
menyebutnya sebagai kaum marhaen.
Jadi ekonomi rakyat bukan istilah politik ”populis” yang dipakai untuk mencatut atau mengatas
namakan rakyat kecil untuk mengambil hati rakyat dalam Pemilu.
‘12
3
Perekonomian Indonesia
Drs. Hasanuddin Pasiama, MS.
Pusat Bahan Ajar dan Elearning
Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id
dan peminggiran peran ekonomi rakyat. Gerakan tersebut dijalankan dengan membentuk
lembaga-lembaga ekonomi kolektif rakyat untuk menolong dirinya sendiri (self help).
Misalnya, lahirnya Hulp And Spark Bank, yang dirintis oleh RA. Wirjaatmadja di Purwokerto.
II. PERKEMBANGAN EKONOMI KERAKYATAN
1. Memasuki era Pasca Kemerdekaan dan Orde Lama (Thn 1945 - 1965)
E
konomi populisme (sosialisme Indonesia) menjadi falsafah dan ideologi dasar
pembangunan, yang dicanangkan oleh para founding fathers negeri ini. Pada saat itu,
koperasi mendapatkan tempat yang terhormat dengan pencantuman dan penegasan di dalam
UUD 1945, bahwa koperasi menjadi satu-satunya lembaga ekonomi yang sesuai asas
perekonomian negara. Koperasi didorong sebagai “soko guru perekonomian” Indonesia,
dimana perekonomian diharapkan tumbuh dari bawah dengan kekuatan sendiri. Sayangnya,
kondisi sosial politik tidak kondusif bagi pertumbuhan dan perkembangan ekonomi, dan
pembangunan koperasi berbasis rakyat tidak berjalan.
2. Selanjutnya pada era Orde Baru (Thn 1965 - 1998)
D
imana perekonomian dimaknai dengan memacu pertumbuhan ekonomi melalui
industrialisasi berbagai sektor yang mengacu pada model ekonomi pembangunan
berdasar pada paham ekonomi neo-klasik dan teori tahapan pembangunan Rostow, koperasi
justru mengalami pergeseran nilai dan hakikatnya. Sistem pemerintahan dan tatanan politik
Orde Baru yang sentralisitik, memanfaatkan koperasi sebagai alat kepentingan politik untuk
menancapkan kuku pengaruh kekuasaan sampai level masyarakat paling bawah. Koperasi
didorong kuat oleh kebijakan politik, sehingga sangat struktural dan mengalir dari atas ke
bawah. Dalam ranah politik hukum, UU No. 1967 tentang Koperasi dan perubahannya menjadi
UU No 25 tahun 1992, dibangun atas persepsi yang keliru tentang koperasi. Pemerintah melalui
Inpres No. 4 tahun 1984, mendorong Koperasi Unit Desa (KUD) yang sangat instan, politis,
dan tidak memberdayakan dari bawah sesuai potensi masing-masing wilayah. Kegagalan KUD
yang melancarkan “pemaksaan kredit-kredit pertanian,” lemah manajemen, birokratis dan sarat
korupsi, mengakibatkan stigma buruk terhadap koperasi. Bahkan, potret koperasi di Indonesia
menjadi simbol kegagalan pembangunan. Masyarakat menjadi trauma, pesimis, dan apatis
terhadap wacanakoperasi.
Dibawah ini adalah kilasan kejadian perkembangan politik dan situasi perekonomian rakyat
dalam masa transisi dari era orde baru kepada era selanjutnya, yang mana proses ini harus
dibayar dengan sangat mahal bukan hanya dari sisi ekonomi (materi) tetapi juga harus dibayar
dengan darah dan airmata.
‘12
5
Perekonomian Indonesia
Drs. Hasanuddin Pasiama, MS.
Pusat Bahan Ajar dan Elearning
Universitas Mercu Buana http://www.mercubuana.ac.id
Download