HIDUP ED 36_T-004-005-ADV.indd

advertisement
S
IDANG Agung Gereja Katolik Indonesia, disingkat
SAGKI, adalah sebuah pertemuan atau sidang
diselenggarakan setiap lima (5) tahun, dengan
mengundang seluruh Uskup dan delegasi umat seluruh
Keuskupan di Indonesia yang secara bersama-sama mencoba
untuk menegaskan arah bersama pastoral Gereja Indonesia
lima (5) tahun ke depan. Kesempatan SAGKI adalah saat
Gereja (Hierarki) mendengarkan umat, menegaskan arah dan
berjalan bersama dalam mewujudkan Gereja yang semakin
terlibat dalam kehidupan menggereja dan bermasyarakat.
SAGKI dari Waktu ke Waktu
Tema SAGKI I tahun 2000 terarah pada perwujudan dan
pemberdayaan Komunitas Basis menuju Indonesia baru. Gereja
Indonesia berharap kehidupan umat dapat tumbuh semakin
utuh dan dengan demikian impian kita mengenai Gereja yang
kontekstual dapat diwujudkan. Arah SAGKI ini diteruskan
dalam SAGKI II tahun 2005, dengan harapan Gereja Indonesia
dapat Bangkit dan Bergerak dalam upaya membentuk keadaban
publik baru bangsa. Menegaskan kembali panggilan perutusan
Gereja, SAGKI III tahun 2010 mengambil tema: Ia Datang
Supaya Semua Memperoleh Hidup Dalam Kelimpahan (bdk.
Yoh 10:10).
Sidang KWI tanggal 03-13 November 2014 memutuskan
bahwa tahun 2015 akan diadakan SAGKI ke-4, dengan tema
yang berfokus pada refleksi dan perhatian kepada panggilan
dan perutusan keluarga kristiani, sebagai Gereja kecil, yang
mempunyai peranan yang sangat vital bagi pertumbuhan Gereja
dan masyarakat.
Keluarga Mewartakan Sukacita Injil
Keluarga adalah sel terkecil dari Gereja dan masyarakat
yang mempengaruhi kualitas kehidupan masyarakat. Sebagai
Gereja kecil, keluarga dipanggil untuk menumbuhkan benih
iman dan Sukacita Injil bagi suami, isteri dan anak-anak
serta bagi keluarga lain. Allah telah menyatukan pria dan
wanita dalam satu ikatan cinta sehingga pasangan suami isteri
(Pasutri) saling memberikan diri dalam ikatan perkawinan
dan membangun keluarga. Dalam ikatan cinta dan sakramen,
Pasutri mampu menemukan dan mengagumi penuh syukur dan
gembira berkat kemurahan Allah yang dianugerahkan dalam
perkawinan mereka, dengan menjadikannya lambang dan
tempat pertemuan perjanjian cinta kasih Allah dan manusia.
Namun, kita sadar bahwa pada zaman sekarang, kesulitan
dan tantangan hidup berkeluarga dapat dilihat dari krisis yang
HIDUP ED 36_T-004-005-ADV.indd 4-5
mendalam sebagaimana diungkapkan Paus Fransiskus dalam
Evangelii Gaudium no. 66: “…. keluarga sedang mengalami
krisis budaya yang luar biasa, sebagaimana halnya dengan
semua ikatan komunitas dan sosial. Dalam kasus keluarga,
melunturnya ikatan-ikatan ini sungguh serius karena keluarga
adalah sel dasar masyarakat, di mana kita meskipun berbeda,
belajar hidup bersama orang lain dan menjadi milik satu
sama lain; keluarga juga merupakan tempat di mana orangtua
mewariskan iman kepada anak-anak mereka. Perkawinan masa
kini cenderung dipandang sebagai bentuk kepuasan emosional
belaka yang dapat dibangun dan diubah sekehendaknya
sendiri …dst).
Krisis kehidupan keluarga adalah melunturnya ikatanikatan dalam keluarga, de-tradisionalisasi nilai iman dan moral
dalam keluarga, serta realitas bahwa institusi perkawinan
sering dipandang sebagai bentuk kepuasan emosional yang
dapat dibangun sekehendak sendiri. Di tengah tantangan dan
krisis ini, Keluarga Kristiani mendapat panggilan khusus untuk
menyatakan indahnya ikatan cinta kasih tersebut, dengan
terus menerus memancarkan kegembiraan dan sukacita, serta
mengungkapkan kepastian harapan akan kehidupan yang
indah bersama Allah dalam kesatuan Sakramen Perkawinan
dan dikonkretkan dalam pengorbanan kasih suami isteri demi
kebahagiaan dan keselamatan. Keluarga memancarkan sukacita
Injil manakala keluarga medasarkan hidup pada Kristus dan
Ketua Presidium KWI, Mgr Ignatius Suharyo:
Hakikat
Hidup Berkeluarga
G
EREJA Katolik di Indonesia ingin mengikuti gerak
pastoral Gereja Semesta. Pada 5-19 Oktober 2014
diadakan Sinode Luar Biasa Para Uskup dengan
tema: “Tantangan Pastoral Keluarga dalam Konteks
Evangelisasi”. Sinode ini merupakan persiapan Sinode
Biasa Para Uskup yang akan diadakan pada 5-25 Oktober
2015. Selain itu, pastoral keluarga merupakan wilayah
pelayanan yang amat penting dan penuh tantangan.
Sementara, KWI sudah lama tidak menyinggung secara
langsung wilayah pelayanan ini.
Situasi tempat dan konteks hidup keluarga Katolik,
memang amat beragam. Tantangan pastoral keluarga di Papua,
jelas berbeda dengan di Jawa. Tetapi, untuk memberi gambaran,
saya kutipkan beberapa judul yang terdapat dalam buku kerja
para peserta Sinode Luar Biasa 2014: Krisis Iman dalam Hidup
Berkeluarga, Kesulitan Komunikasi, Keluarga yang Retak atau
Hancur, Kekerasan dan Pelecehan, Tekanan Pekerjaan, Migrasi,
Kemiskinan dan Perjuangan Bertahan Hidup, Dampak Konflik
IV adalah “Keluarga Katolik: Sukacita Injil”. Tema ini
sejalan dengan perhatian Gereja Universal yang memberikan
fokus pada pastoral keluarga dalam sinode biasa yang akan
berlangsung pada 4-25 Oktober 2015 di Roma, dengan tema:
“Panggilan dan Perutusan Keluarga dalam Gereja dan Dunia
zaman ini.
Adapun tujuan Sidang Agung Gereja Katolik IV adalah:
a. Keluarga Katolik semakin menghayati jatidiri, identitas,
spiritualitas, panggilan dan perutusannya di dalam Gereja
dan di tengah masyarakat, sehingga mengalami dan memberi
kesaksian sukacita Injil dalam kehidupan sehari-hari.
b. Keluarga Katolik semakin menyadari tantangan-tantangan
konkret yang dialami dan dihadapi keluarga dewasa ini.
c. Keluarga katolik semakin misioner di tengah masyarakat
dengan tekun menjumpai-Nya dalam hidup sehari hari, karena
“sukacita Injil memenuhi hati dan hidup semua orang yang
menjumpai Yesus” (Evangelii Gaudium 1).
Kesatuan dengan Gereja Universal
SAGKI IV tahun 2015 diselenggarakan pada tanggal 0206 November 2015, di Via Renata, Cimacan, Bogor, Jawa
Barat, dengan semangat kuat untuk makin meningkatkan
peran keluarga dalam Gereja dan masyarakat. Tema SAGKI
Peserta SAGKI IV
Peserta SAGKI IV terdiri Para Bapa Uskup, utusan dari
keuskupan-keuskupan di Indonesia, di mana setiap keuskupan
diwakili oleh 10 utusan. Diundang juga kelompok kategorial
keluarga dan para pemerhati kerasulan keluarga, seperti
Marriage Encounter, Couple’s For Christ, St Monica, dan beberapa kelompok kategorial lainnya.
Di samping kelompok-kelompok kategorial keluarga, juga
diundang perwakilan dari kelompok religius, seperi UNIO dan
KOPTARI.
dan Perang, Pernikahan Usia Muda, Orangtua
Tunggal, Hidup Bersama Tanpa Nikah, dan Hidup
Bersama antara Sesama Jenis yang Dilegalkan.
Mempertimbangkan semua itu, tantangan
yang sama untuk semua keluarga Katolik adalah
memahami secara benar hakikat perkawinan/
hidup berkeluarga menurut ajaran Gereja
Katolik dan menjadikan perkawinan/ keluarga
sebagai jalan untuk menuju kesempurnaan kasih
dan keutuhan hidup kristiani. Membandingkan
semakin besarnya tantangan dengan cita-cita
mulia perkawinan/ hidup berkeluarga, amat jelas
betapa besar tantangan yang harus ditanggapi
dalam pastoral perkawinan/ hidup berkeluarga.
SAGKI-2015 kiranya melahirkan gerak
bersama membangun Wajah Ecclesia Domestica.
Uraian tentang Ecclesia Domestica ini dapat
sangat panjang lebar. Saya kutip saja beberapa
keterangan dalam Katekismus Gereja Katolik.
Sejak awal, Gereja terbentuk oleh orang-orang
yang percaya dengan seluruh keluarganya
(bdk Kis 18:8). Ketika ada kepala keluarga
yang bertobat, mereka mengajak “seisi rumah
mereka” menjadi pengikut Kristus (bdk Kis
16:31). Keluarga-keluarga yang menjadi percaya
ini hidup di tengah-tengah lingkungan mereka
yang tidak percaya. Pada zaman Rasul Paulus,
Gereja diatur menurut “Gereja Rumah Tangga”
(bdk Rom 16:5; 1 Kor 16:19). Bagi Paulus
rumah seperti ni merupakan pangkal tolak untuk
menjalankan misi: membangun umat setempat,
belajar agama, mengamalkan persaudaraan
Kristiani, menerima orang Kristiani yang sedang
dalam perjalanan dan kegiatan lain.
Pada zaman sekarang, keluarga Kristiani
dipanggil dan diutus untuk menjadi pusat iman
yang hidup dan dengan demikian memberikan
kesaksian akan keselamatan. Karena itu Konsili
Vatikan II menyebut keluarga sebagai “Gereja
Rumah Tangga” (LG 11). Selanjutnya dikatakan,
“Dalam pangkuan keluarga ini hendaknya
orangtua dengan perkataan maupun teladan
menjadi pewarta iman pertama bagi anak-anak
mereka; orangtua wajib memelihara panggilan
mereka masing-masing,secara istimewa panggilan
rohani”. Uraian yang amat inspsiratif mengenal
hal ini dapat ditemukan dalam buku karangan
Kardinal Walter Kasper, Injil Tentang Keluarga,
Cipta Loka Caraka, Jakarta, 2014, hlm 28-33).
9/1/15 1:54 PM
Download