upaya pencegahan korupsi dengan manajemen keuangan masjid

advertisement
UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI DENGAN
MANAJEMEN KEUANGAN MASJID
oLeh : Kidi.S.Sos
Widyaiswara Madya BKD dan Diklat Prov. NTB
Abstrak
Salah satu kegiatan rutin yang dilakukan pengurus masjid baik yang dilakukan pada setiap
sebelum shalat
Jumat, sebelum shalat tarawih dan shalat Ied adalah menyampaikan laporan
keuangan masjid secara terbuka. Setiap laporan disampaikan dengan sangat terbuka dan detail,
mulai dari sisa saldo akhir sebelumnya, sumber pemasukan sampai pada pengeluaran akhir dan saldo
akhir posisi keuangan pada saat dilaporkan. Semua disampaikan secara terbuka dan terinci.
Manajemen keuangan masjid seperti ini merupakan contoh baik yang dapat mencegah penyimpangan
penggunaan keuangan dalam organisasi.
Pengelolaan keuangan masjid menjadi contoh yang baik bagi keuangan publik di Indonesia
mengingat masalah keuangan sangat sensitif bagi semua orang apalagi pengelolaan keuangan umat
melalui ketakmiran. Belajar dari sinilah maslah keuangan Negara dikelola sehingga transparansi dapat
dijamin. Kalau pengelolaan keuangan publik yang mengacu pada azasa-azas yang dicontohkan pada
ketakmiran maka insyaAllah akan baik bagi bangsa dan Negara ini. Kepatuhan dan keterbukaan yang
dibarengi dengan tanggung jawab dunia dan akherat menjadi dasar administrasi ketakmiran
dijalankan.
1
A. PENDAHULUAN
Proses pembangunan yang dilaksanakan di segala bidang dapat menimbulkan
kemajuan dalam kehidupan masyarakat, selain itu dapat juga mengakibatkan perubahan
kondisi sosial
masyarakat yang memiliki dampak sosial negatif terutama menyangkut
masalah peningkatan tindak pidana yang meresahkan masyarakat. Salah satu tindak pidana
yang dapat dikatakan cukup fenomenal saat ini adalah korupsi. Tindak pidana ini tidak hanya
merugikan keuangan Negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial
dan ekonomi masyarakat.
Korupsi dalam bahasa latin (Corruptio, dari kata corrumpere) berarti busuk, rusak,
menggoyahkan, memutarbalilkkan, menyogok; menurut Transparency International korupsi
berarti perilaku pejabat publik, baik politikus/politisi maupun pegawai negeri (PNS) yang
secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat
dengannya dengan menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar mencakup unsurunsur:
1. Perbuatan melawan hukum;
2. Penyalahgunaan kewenangan,
3. Kesempatan, sarana; memperkaya diri sendiri, orang lain, atau koorporasi;
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; tindak pidana korupsi
yang lain : memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);
4. Penggelapan dalam jabatan; pemerasan dalam jabatan;
5. Ikut serta dalam pengadaan (bagi PNS/peneyelenggara negara);
6. Menerima gratifikasi (bagi PNS/penyelenggara negara).
Dalam arti luas, korusi adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan
pribadi. Semua bentuk pemerintah/pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya, titik ujung
korupsi adalah kleptokrasi yang arti harfiahnya adalah pemerintahan oleh para pencuri.
Korupsi di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau
tidak.
Selama ini korupsi lebih banyak dimaklumi oleh berbagai pihak daripada
memberantasnya, padahal tindak pidana korupsi adalah salah satu jenis kejahatan yang dapat
2
menyentuh berbagai kepentingan yang menyangkut hak
asasi, ideologi Negara,
perekonomian, keuangan Negara, moral bangsa, dan sebagainya, yang merupakan perilaku
jahat yang cenderung sulit untuk ditanggulangi. Sulitnya penanggulangan tindak pidana
korupsi terlihat dari banyak diputus bebasnya terdakwa yang tidak sebanding dengan apa
yang dilakukannya. Hal ini sangat merugikan Negara dan menghambat pembangunan bangsa.
Jika ini terjadi secara terus menerus dalam waktu yang lama, dapat meniadakan rasa keadilan
dan rasa kepercayaan atas hukum dan peraturan perundang-undangan oleh warga Negara.
Seringkali kasus-kasus tindak pidana korupsi sulit diungkapkan karena para pelakunya
menggunakan system dan peralatan yang canggih serta biasanya dilakukan oleh lebih dari
satu orang dalam keadaan yang terselubung dan terorganisasi. Oleh karena itu, kejahatan ini
sering disebut white collar crime atau kejahatan kerah putih atau dalam bahasa awamnya
orang sering menyebut pelakunya sebagai maling berdasi.
Korupsi di Indonesia terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Tindak
pidana korupsi sudah meluas dalam masyarakat, baik dari jumlah kasus yang terjadi dan
jumlah kerugian Negara, maupun dari segi kualitas tindak pidana yang dilakukan semakin
sistematis serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan masyarakat.
Meningkatnya tindak pidana korupsi yang tidak terkendali akan membawa bencana,
tidak saja bagi kehidupan perekonomian nasional, juga pada kehidupan berbangsa dan
bernegara. Hasil survey yang dilakukan oleh beberapa lembaga swadaya masyarakat (LSM)
menunjukkan Indonesia merupakan Negara yang sangat korup.
Transparency International Indonesia (TII) melalaui judul: Korupsi di Indonesia
Semakin Memburuk meluncurkan hasil survei mengenai persepsi pemilih pemula pada
pemerintah, korupsi, dan Pemilu nasional 2014 pada Rabu (26/3) di Hotel the Sultan Jakarta.
Yang diupload melalui http://www.beritasatu.com, dikatakan bahwa hasil survei mengenai
korupsi, mayoritas responden menganggap korupsi di Indonesia pada tahun 2013 lebih buruk
kondisinya dari tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, sebanyak 45 persen atau mayoritas
responden menyatakan tidak puas akan upaya yang dilakukan pemerintah untuk mengatasi
korupsi.
Dari sejumlah institusi penyelenggara kepentingan publik, lembaga legislatif DPR
dipersepsikan sebagai lembaga paling korup (skor 4,3), kemudian berturut-turut partai politik
(3,8) dan polisi (3,8). Sisanya terbagi ke berbagai lembaga lain seperti kejaksaan, pegawai
3
negeri, sektor swasta, pendidikan, pelayanan kesehatan, LSM/Ormas, media, TNI, dan
organisasi keagamaan.
Mengenai demokrasi, dalam hasil survei tersebut terlihat hanya 1 persen pemilih
pemula yang merasa sangat puas dengan demokrasi di Indonesia saat ini, 42 persen merasa
cukup puas, 51 persen merasa kurang puas, dan 6 persen merasa sangat tidak puas.
Di era reformasi selama ini sepertinya belum ada upaya pemberantasan korupsi yang
efektif. Ini merupakan hal yang sangat ironis, mengingat tujuan reformasi adalah
pemberantasan KKN. Ini juga menunjukkan pemerintahan yang lebih demokratis tidak serius
memberantas korupsi.
4
B. Korupsi Di Indonesia
Sudah seringkali bahkan setiap saat ditanyangkan ceramah-ceramah agama yang
membahas bagaimana korupsi di Indonesia, diulas dan dikupas dengan berbagai macam
bentuk yang menarik sehingga korupsi mendapat tempat yang utama dalam setiap headline
media cetak maupun media elektronika,
ada yang mengatakan bahwa koruptor harus
dihukum seumumr hidup, hukuman mati, hukuman pancung dan seterusnya, lalu mendapat
tepuk tangan yang meriah dari para pemirsa televivi baik di Studio maupun di Rumah. Siti
Musdah Mulia, Muslimah Reformasi: Perempuan Pembaharu Keagamaan, (Bandung: Mizan,
2005), hlm. 234 mengatakan keberhasilan dakwah bukan terukur dari gelak tawa dan tepuk
riuh pendengarnya, bukan pula dari ratapan dan raungan tangis mereka, melainkan
sejauhmana dakwah berhasil mengubah perilaku masyarakat ke arah yang lebih baik, yakni
masyarakat yang bermoral. Dalam mengubah prilaku ini tidak cukup bahkan sangat terlambat
dilakukan apabila pelakunya adalah para Pejabat Publik, karena mereka sudah memiliki kans
yang banyak baik dalam mengatur jalannya siding sampai pada saat hakim membacakan
hukuman. Kemampuan materi untuk mempengaruhi hasil sidang juga adalah sikap atau
prilaku yang sulit untuk dihentikan karena mereka menganggap sidang adalah bentuk pentas
sandiwara belaka karena mereka mengatakan semua bisa diatur, masih ingat ndak apa yang
dikatakan Lutfi Hasan Ishak sesaat setelah fonis atas dirinya yang menurut ukuran normal
cukup berat, tapi dia mengatakan “semua bisa diatur” dengan wajah tersenyum…inilah
pernyataan yang sangat tidak mengenakkan bagi telinga kita dan ini jelas apa yang telah
diputuskan terhadap dirinya belum mengarah pada tanda-tanda akan mengubah prilaku para
koruptor. Sejauh manakah fonis terhadap para pelaku koruptor akan mampu memberikan
efek jera….? Mungkin dalam hati kita bisa jadi mengatakan hukuman mati paling tepat.
Berbicara masalah merubah prilaku para pelaku koruptor harus dimulai dari
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) sehingga anak-anak harus benar-benar memahami
dengan benar apa itu korupsi dan apa akibat yang ditimbulkan atas perbuatan korupsi. Di
Pendidikan Usia Dinilah seharusnya menanamkan budaya malu sekaligus mengkaitkan
perbuatan korupsi itu sangat memalukan, nah ini dia bagimana pemahaman dasar korupsi
dikaitkan dengan efek lain selain malu.
Ketua
KPK
Abraham
http://news.okezone.com
tanggal
Samad
Selasa,
yang
di
upload
31 Desember
pada
2013
media
Elektronika
mengatakan
Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui bila perilaku korup di Indonesia naik turun. Bahkan
sistem yang ada di Indonesia dituding justru melahirkan korupsi.
5
"KPK melihat sistem yang ada sekarang ini adalah sistem yang melahirkan kejahatan
korupsi. Oleh karena itu kalau kita ingin menghilangkan korupsinya selain menindak
orangnya juga sistem korupsi ini yang harus diperbaiki," Lebih lanjut Abraham mengatakan
KPK tak hanya konsen dalam penindak soal pemberantasan korupsi, namun juga konsen
dalam pencegahan korupsi. "Maka dari itu pemberantasan korupsi harus dilakukan secara
progresif dan terintegritas antara penindakan yang refrensif dengan pendekatan pencegahan,
itu yang harus dilakukan," Jadi menurut Abraham Samad, selain melakukan penindakan
terhadap para aktor koruptor juga dilakukan perbaikan sistem. Pasalnya, sistem yang ada saat
ini adalah sistem yang melahirkan kejahatan korupsi. Kenapa sampai demikian parahnya
korupsi di Indonesia.
Berbicara masalah sistem yang disampaikan oleh Abraham Samad selaku ketua KPK,
ada benarnya tapi bukankah sistem yang ada merupakan sistem yang diwariskan oleh para
koruptor pendahulunya sebelum ada lembaga KPK bahkan bisa jadi kita akan mengatakan
korupsi itu menggurita secara sistem yang turun temurun dari masa ke masa para pelaku
korupsi itu sendiri.
Di Indonesia korupsi sudah menjadi wabah di setiap aparat negara dari tingkat yang
paling rendah hingga tingkat yang paling tinggi dan di hampir seluruh departemen atau
lembaga penyelenggaraan negara dari tingkat daerah hingga pusat, bahkan terjadi juga pada
lembaga/institusi pemerintah penegak hukum yang seharusnya memerangi korupsi.
1. Institusi Peradilan
Lembaga ini merupakan salah satu yang terkorup yang dikenal masyarakat dengan
mafia peradilannya. Jual beli perkara terhadap putusan telah terjadi di berbagai tingkat
seperti Pengadilan Negeri (PN), Pengadilan Tinggi (PT), dan bahkan benteng terakhir
penjaga keadilan yaitu Mahkamah Agung (MA). Banyaknya kasus dan hutang terhadap
negara yang dikalahkan oleh pengadilan menunjukkan terjadinya transaksi uang dalam
dunia peradilan yang memperdagangkan hukum dan kewenangan oleh para mafia
peradilan, fenomena yang tak terbantahkan. Reformasi dengan menggantikan hakimhakim yang korupsi tetap tidak dapat menghentikan kasus korupsi, bahkan seperti mati
satu tumbuh seribu. Masih hangat dalam ingatan kita bagaimana kasus Kepala Kejaksaan
Negeri Lombok Tengah yang ditangkap KPK karena putusannya terindikasi menerima
sogokan dalam putusannya.
6
Daniel Kaufman yang ditulis oleh Chandra Purna Irawan di Secuil fakta potret buram
sistim hukum dan peradilan di Indonesia dalam detikislam.com/cakrawala/hukum/secuilfakta-potret-buram-sistem-hukum-dan-peradilan-indonesia-1 dalam laporan Bureaucarti
Judiciary Bribery tahun 1998 menyebutkan, korupsi di peradilan Indonesia memiliki
ranking paling tinggi di antara negara-negara seperti Ukraina, Venezeula, Rusia,
Kolombia, Mesir, Yordania, Turki, dan seterusnya. Bahkan, hasil survei nasional tentang
korupsi yang dilakukan Partnership for Governance Reform pada 2002 juga menempatkan
lembaga peradilan di peringkat lembaga terkorup menurut persepsi masyarakat. Hal
tersebut diperkuat dengan laporan Komisi Ombudsman Nasional (KON) tahun 2002,
bahwa berdasarkan pengaduan masyarakat menyebutkan penyimpangan di lembaga
peradilan menempati urutan tertinggi, yakni 45% dibandingkan lembaga lainnya. Bahkan
data terakhir yang dilansir Komisi Yudisial menyebutkan bahwa 2.440 hakim atau sekitar
40 persen dari total 6.100 hakim dikategorikan bermasalah, yang pada akhirnya membuat
praktek hukum diwarnai judicial corruption.
Dilihat dari Materi Hukum dan sisi hukum yang merupakan kebobrokan dalam
pemberantasan korupsi di Indonesia dapat digambarkan ada 3 (tiga) hal penting yang
menjadi perhatian kita dalam penataan sistim hukum di negara kita antara lain:
a) Materi dan Sanksi Hukum Tidak Lengkap
Ketidaklengkapan mengatur semua hal, bukan hanya akan menimbulkan
kekacauan, akan tetapi akan memicu tindak kejahatan yang lain dan memiliki
dampak yang luas. Sebagai contoh, dalam KUHP Pasal 284, yang termasuk dalam
kategori perzinahan (persetubuhan di luar nikah) yang dikenakan sanksi hanyalah
pria dan atau wanita yang telah menikah, itupun jika ada pengaduan dari pihak
yang merasa dirugikan. Jika yang berzinah salah satu atau keduanya belum
menikah dan dilakukan atas dasar suka-sama suka, maka tidak dikenakan sanksi.
Saat ini fenomena seks bebas di kalangan remaja (kumpul kebo), lalu hamil di luar
nikah dan berujung pengguguran kandungan (aborsi), diduga kuat karena tidak
adanya sanksi atas mereka.
Contoh lain, tidak adanya aturan tentang pergaulan laki-laki dan perempuan
termasuk batasan aurat, sehingga berdampak pelecehan terhadap perempuan. Tidak
adanya hukuman bagi peminum khamr yang menyebabkan rusaknya akal
7
masyarakat dan memicu tindak kriminal, tidak ada sanksi bagi yang murtad,
sehingga agama mudah dilecehkan, dan banyak lagi permasalahan masyarakat
yang tidak diatur sehingga berpotensi rusaknya individu dan masyarakat.
b) Sanksi Hukum Tidak Menimbulkan Efek Jera
Salah satu tujuan diterapkannya sanksi bagi pelaku kejahatan, agar pelaku tidak
mengulangi perbuatannya lagi. Untuk itu, seharusnya pelaku dihukum dengan
sanksi yang membuat jera. Sebagai contoh, pembunuhan yang disengaja (Pasal 338
KUHP) hanya dikenakan sanksi paling lama penjara 15 tahun, Pencurian (Pasal
362 KUHP) hanya dikenakan sanksi penjara paling lama 5 tahun. Hubungan badan
(perzinahan) sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 284 KUHP, hanya
dikenakan sanksi paling lama 9 bulan penjara.Sanksi yang tidak menimbulkan efek
jera sebagaimana contoh diatas alih-alih menekan angka kejahatan, yang terjadi
malah jumlah penjahat dan residivis terus meningkat yang berakibat pemerintah
kewalahan untuk membiayai makan para napi/tahanan. Bahkan negara harus
hutang sebesar 144,6 milyar kepada rekana LP/rutan.
Hal tersebut tentunya juga diperkuat dengan sistem pemidanaan penjara yang
justru memberi peluang terpidana mengulangi kejahatan yang pernah dilakukan. Di
penjara, terpidana bukan hanya dapat bebas ’belajar’ trik melakukan kejahatan
yang lebih besar, bahkan disinyalir saat ini penjara malah menjadi tempat yang
nyaman melakukan pelecehan seksual, seperti kasus sodomi dan lesbi, kasus
pemerasan, dan kasus penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba. Kasus-kasus
kejahatan itu tidak hanya terjadi di antara narapidana, tetapi juga bisa dengan pihak
lain, seperti pegawai LP atau pengunjung.
b) Hukum Hanya Mementingkan Kepastian Hukum dan Mengabaikan Keadilan.
Sistem hukum di Indonesia mengharuskan bahwa hukum harus menjamin
kepastian hukum dan harus bersendikan keadilan. Kepastian hukum artinya produk
dan ketentuan hukum haruslah memiliki landasan hukum, keadilan berarti setiap
produk dan ketentuan hukum haruslah memenuhi rasa keadilan masyarakat, dan
tidak merugikan. Kenyataan hingga kini, para ahli hukum ’bingung’ untuk
menentukan mana yang harus didahulukan, kepastian hukum atau keadilan?
8
Banyak ketentuan yang dihasilkan di negeri ini yang memiliki kepastian hukum
akan tetapi mengusik rasa keadilan bahkan merugikan. Karena sebelum putusan
dibacakan dapat diperkirakan sudah diketahui apa putusan yang bakal menjadi
putusan pengadilan. Apa yang terjadi dengan system hukum kita?
Sistem hukum dan peradilan di Indonesia sangat dipengaruhi dan dilandasi oleh
sistem hukum dan peradilan Barat yang sekular, yakni bersamaan dengan
kemunculan sistem demokrasi pada abad gelap pertengahan’ (the dark middle age)
yang memberikan kebebasan kepada rakyat untuk menetapkan hukum tanpa
terikat oleh ajaran agama (Kristen). Sumber pokok Hukum Perdata di Indonesia
(Burgerlijk Wetboek) berasal dari hukum perdata Perancis, yaitu Code Napoleon
(1811-1838), yang karena pendudukan Perancis di Belanda berlaku di juga negeri
Belanda (1838). Sementara di Indonesia, mulai berlaku sejak 1 Mei 1848
bersamaan dengan penjajahan Belanda. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
KUHP atau Wetboek van Strafrecht yang mulai berlaku sejak 1 Januari 1918
setelah sebelumnya diberlakukan tahun 1873 juga merupakan copy dari KUHP
untuk golongan Eropa (1867) dan KUHP untuk golongan Eropa juga merupakan
copy dari Code Penal, yaitu Hukum Pidana di Perancis zaman Napoleon (1811).
Begitu juga dengan hukum acara perdata dan pidana yang juga berasal dari Barat,
walaupun dengan penyesuaian.
Dengan demikian menjadi jelas, bahwa sistem hukum dan peradilan di Indonesia
merupakan produk ala Barat Sekular yang mengesampingkan Al-Khaliq sebagai
pencipta manusia, alam semesta dan kehidupan ini. Sehingga dapat dipastikan
produk hukum yang dikeluarkan pasti tidak (akan) sempurna dan memiliki banyak
kelemahan.
Pada tanggal 8 Juni 2005 dibentuk Komisi Yudisial (KY) berdasarkan amanah
Undang-Undang Nomor 22 tahun 2004 tentang KY untuk mengawasi perilaku
para hakim. Begitu hebatnya perangkat yang dibentuk pemerintah untuk
memberantas korupsi di institusi negeri ini, namun masyarakat malah dikejutkan
dan dikecewakan oleh putusan hakim PN Jakarta Selatan yang memvonis bebas
mantan Direksi Bank Mandiri ECW Neloe. I Wayan Pugeg, dan Sholeh Taspiran
yang terlibat kasus korupsi, kemudian diikuti dengan bebasnya direksi PT CGN
9
Edyson, Saiful Anwar, dan Diman Ponijan. Bagaimana pendapat anda tentang
kasus ini?
2.
Institusi Kepolisian
Seperti halnya dengan lembaga Peradilan, kepolisian juga mengalami krisis
kepercayaan di mata masyarakat karena kasus korupsinya yang vulgar, mulai dari yang
kecil, pengurusan Surat Izin Mengemudi, Surat Tanda Nomor Kendaraan, pelanggaran
lalu lintas hingga illegal logging, perjudian, pencurian, bisnis narkoba dan obat bius, sudah
biasa dilakukan oleh aparat kepolisian dari pangkat paling rendah hingga pangkat paling
tinggi.
Beberapa kasus dapat disebutkan yang melibatkan aparat kepolisian: keterlibatan
beberapa Jendral Mabes Polri (Komjen Suyitno Landung, mantan kabareskrim Brigjen
Samuel Ismoko, dan Kompol Irman Santoso) dalam kasus penyidikan BNI (sesuai
kesaksian tersangka kasus pembobolan BNI senilai 2,7 triliun rupiah). Kasus yang lain
adalah kasus korupsi dalam pengadaan alat simulator SIM yang meningkatkan suhu
hubungan Polisi dengan KPK dan menyeret nama mantan Gubernur Akpol Semarang.
Masyarakat mengharapkan dilakukannya pembersihan di lembaga kepolisian dari pelaku
korupsi. Namun masih saja tindakan pembersihan dilakukan setengah hati dan jauh dari
yang diharapkan masyarakat.
3. Partai Politik dan Parlemen
Partai politik dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan aspirasi dan
kepentingan masyarakat pada umumnya. Akibat arus reformasi bulan Mei 1998 maka
terjadilah perubahan yang revolusioner dalam bidang ketatanegaraan dan perubahan
undang-undang tentang partai politik sehingga menghasilkan banyak sekali partai-partai
yang mengisi parlemen di DPR. Partai-partai besar sudah dikenal masyarakat luas terllibat
dalam money politics dari pusat hingga daerah, bahkan menurut catatan Indonesian
Corruption Watch mayoritas anggota DPR dari berbagai partai telah menerima suap dari
lembaga pemerintah dan sektor swasta untuk menentukan atau memasukkan anggaran,
terutama anggota DPR yang duduk pada komisi tertentu yang berhubungan dengan
anggaran dan pembangungan yang merupakan tempat basah dan rawan korupsi. Masih
ingat anda dengan kasus yang melibatkan anggota DPR Wa Ode Nurhayati yang terkena
kasus Dana Daerah tertinggal dari Badan Anggaran DPR, seperti juga bagaimana kasus
10
Hambalang yang menyeret Ketua Umum Partai Demokrat yang bermain cantik ditengah
maraknya kasus pembangunan sarana Olah Raga Hambalang. Luar biasa….
4. Birokrasi/Instansi Pemerintahan
Birokrasi adalah instansi pemerintah yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dari
tingkat pusat hingga daerah berupa pemerintahan pusat, pemerintahan daerah beserta
seluruh SKPD nya. Institusi beirisi para Pegawai Negeri Sipil (PNS) inipun tidak luput
dari terkena arus korupsi yang melibatkan orang-orang yang diberi kewenangan dan
tanggung jawab lebih (menjabat), terutama jabatan-jabatan yang dikenal oleh masyarakat
sebagai jabatan basah (terkonotasi pada uang). Masih segar dalam ingatan kita dengan
kasus Kepala Aset Daerah Kabupaten Lombok Barat dengan kasus penjualan aset-aset r
belakangnya adalah ia seorang guru dengan kewenangan selaku kepala SKPD yang
diberikan tugas dan fungsi selaku pengelola aset daerah maka terjadilah penjualan aset
dengan berbagai macam scenario, maka terjadilah korupsi.
Sesungguhnya berbagai cara dapat diupayakan secara kelembagaan untuk
mewujudkan harapan terciptanya penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN,
seperti yang diuraikan dalam Islam melalui teladan Rasulullah dan para khalifah sepeninggal
beliau. Beberapa di antaranya adalah :
1. Sistem penggajian yang layak. Karena aparatur negara harus bekerja sebaik-baiknya
maka beban tersebut akan mudah dilaksanakan bila gaji mereka mencukupi (layak).
Dalam hadis riwayat Abu Dawud, Rasulullah bersabda : ‘barang siapa yang
diserahi tugas pekerjaan dalam keadaan tidak mempunyai rumah, akan disediakan
rumah, ……, jika tidak mempunyai hewan tunggangan (kendaraan) hendaknya
diberi. Dan barang siapa mengambil selainnya, itulah kecurangan (ghalin)’.
2. Larangan penerimaan suap dan hadiah. Apapun bentuk pemberian kepada aparatur
negara pastilah mengandung maksud tertentu yakni agar aparatur tersebut
menguntungkan bagi pemberi hadiah, dan ini ruang bagi terjadinya korupsi.
Tentang suap, Rasulullah berkata, ‘laknat Allah terhadap penyuap dan penerima
suap’ (HR.Abu Dawud), tentang hadiah, ‘hadiah yang diberikan kepada para
penguasa adalah suht (haram) dan suap yang diterima hakim adalah kufur’.
3. Perhitungan kekayaan (melaporkan kekayaan). Orang yang korupsi tentu memiliki
kekayaan yang bertambah dengan cepat (meski tidak selalu) dibandingkan
sebelumnya. Khalifah Umar bin Khattab mencontohkan pada masa kekhalifahan
beliau, memerintahkan menghitung kekayaan para pejabat di awal dan di akhir
11
jabatannya, bila terdapat kenaikan yang tidak wajar maka yang bersangkutan
diminta membuktikan bahwa kekayaan yang dimilikinya itu didapatkan dengan cara
yang halal. Bila gagal membuktikan maka pejabat itu diharuskan menyerahkan
kelebihan harta dari jumlah yang wajar kepada Baitul Mal. Cara inilah yang
sekarang dikenal dengan istilah pembuktian terbalik yang sebenarnya sangat
efektif mencegah perbuatan curang.
4. Teladan pemimpin. Pemberantasan korupsi akan berhasil bila para pemimpin
(terlebih pemimpin tertinggi) bebas dari korupsi dan bertugas dengan penuh amanah
dan takwa. Jika terjadi demikian, ini akan menjadi contoh bagi aparat di bawahnya.
5. Hukuman setimpal. Umumnya orang akan takut menerima resiko yang akan
melecehkan dirinya, termasuk bila ditetapkan hukuman setimpal kepada para
koruptor.
6. Pengawasan masyarakat. Masyarakat sesungguhnya dapat berperan menyuburkan
atau menghilangkan korupsi melalui kontrol yang bisa mereka lakukan. Khalifah
Umar di awal pemerintahannya menyatakan, ‘apabila kalian melihatku menyimpang
dari jalan Islam, maka luruskan aku walaupun dengan pedang ‘.
Sesungguhnya cara-cara tersebut sebagian telah diterapkan oleh Pemerintah untuk
memberantas korupsi. Namun seakan jauh panggang dari api, ketika trik jitu tersebut
terganjal oleh : mental korupsi yang telah mendarah daging sehingga tidak tumbuhnya rasa
takut di hati mereka, para aparat penegak hukum (penyidik) sendiri yang justru telibat korupsi
atau main mata dengan tersangka/pelaku dengan bermacam bentuk kong-kalikong, lemahnya
sistem peradilan
(hakim) sehingga tidak memberikan efek jera kepada yang lainnya,
perlakuan lembaga rehabilitasi (Lembaga Pemasyarakatan) yang sering memanjakan koruptor
dengan banyak fasilitas kemudahan menjadi preseden buruk bagi pemberantasan korupsi di
negara ini, dan masih banyak hal-hal lain yang mengganjal cita-cita membersihkan
pemerintahan dari Korupsi.
C. Mencegah Korupsi Dengan Manajemen Masjid
Masjid, seluruh rakyat Indonesia pasti mengenalnya bahkan malah ada yang fokus di
dalamnya, adalah tempat segala kegiatan keagamaan umat Islam dilaksanakan dari mulai
kegiatan ibadah wajib sholat dan ibadah sunnah lainnya hingga kegiatan muammalah umat.
Meskipun semua rakyat mengenal Masjid namun tidak semuanya memperhatikan bahwa
ternyata Masjid memiliki manajemen organisasi yang modern sama dengan manajemen
12
instansi pemerintahan, bahkan dalam satu sisi manajemen kelembagaan Masjid lebih bagus
dan solid daripada instansi milik Pemerintah.
Struktur organisasi Masjid adalah susunan unit-unit kerja yang saling berhubungan
satu sama lainnya, masing-masing unit mempunyai fungsi yang berbeda tetapi dihubungkan
dengan garis koordinasi yang mempersatukan semua unit. Setiap unit-unitnya dijalankan
secara profesioal dengan manajemen yang tangguh sesuai dengan fungsi masing-masing,
mengikuti alur manajemen: perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),
pemilihan orang yang tepat (staffing), pengarahan (directing), pengawasan (controlling), dan
komunikasi (communcation). Alur manajemennya diterapkan dengan sangat bagus di setiap
unsur takmir masjid yang terdiri dari : imam masjid (dewan Syuriah), manajer, tata usaha
(sekretaris, bendahara), operasional (pendidikan, sosial, usaha) dengan fungsi dan tugas
masing-masing.
Salah satu unit dalam takmir masjid, yakni unit departemen agama, memiliki tugastugas:
1. Mengelola keuangan Masjid.
2. Merencanakan sumber dana Masjid.
3. Menerima, menyimpan, dan membukukan keuangan.
4. Mengeluarkan uang sesuai kebutuhan.
5. Menyimpan tanda bukti penerimaan dan pengeluaran.
6. Membuat laporan rutin.
Rincian tugas tersebut sama dengan tugas-tugas lembaga keuangan di setiap instansi
pemerintahan, yang membedakan hanyalah cara pengelolaannya. Manajemen keuangan
masjid cukup sederhana, pengurus mengatur dan menjalankan sistem akuntansi sebagaimana
jiwa dan harapan dalam Qur’an Surah Al-Baqarah ayat 282 : ‘ hai orang-orang yang
beriman, apabila kamu bermuamalah (bejual beli, berutang-piutang, atau sewa-menyewa)
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan henaklah kamu menuliskannya dan
hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya dengan benar, …. Dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya dan janganlah ia mengurangi sedikitpun...
dan saksikanlah apabila kamu berjual-beli, dan janganlah penulis dan saksi saling
menyulitkan, jika kamu lakukan maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada
dirimu’.
13
Proses pencatatan dilakukan secara teratur sampai berupa susunan laporan keuangan
(neraca laporan laba dan rugi) yang dibuat secara periodik dan tertib. Untuk menjamin
terpeliharanya dana dari kemungkinan kecurangan dan penyalahgunaan wewenang maka
pengurus masjid harus menyusun pedoman prosedur pertanggungjawaban keuangan. Sampai
pada tahapan ini, pengelolaan keuangan masjid pada prinsipnya tidak ada perbedaan dengan
lembaga keuangan di instansi pemerintah atau yang lainnya, yang membedakan adalah
implementasi dari pertanggungjawabannya. Dalam manajemen Masjid, setiap laporan
keuangan akan dipertanggungjawabkan dengan cara melaporkan secara terbuka kepada
jajaran pengurus dan seluruh jamaah Masjid secara rutin dan terbuka (diumumkan/disiarkan)
pada setiap sholat Jum’at dan waktu-waktu lain seperti momentum sholat Ied atau saat
penyelenggaraan hari-hari besar lainnya.
Manajemen seperti di atas dilakukan di semua Masjid di Indonesia sehingga
bagaimanapun kondisi keuangan Masjid pasti menimbulkan kepuasan bagi jamaah Masjid
karena tidak ada satupun yang ditutup-tutupi, sekaligus juga merangsang girah jamaah untuk
berinfaq. Dengan begitu, pengelola keuangan akan berfikir ribuan kali untuk berani
melakukan penyelewengan karena seluruh jamaah menjadi pengawas, di samping itu jamaah
juga akan menjadi waspada terhadap setiap pergerakan keuangan Masjid. Pengurus dan
jamaah menjadi tahu posisi keuangan dan prestasi Masjid sehingga pengurus dan jamaah
dapat memberikan koreksi dan saran-saran untuk pengembangan Masjid lebih lanjut.
Beberapa kejadian menunjukkan bahwa jika terjadi penyimpangan oleh pengurus dalam
penggunaan keuangan masjid, maka pengurus tersebut agar segera diminta pertanggung
jawabannya. Apabila terbukti bersalah oknum pengurus tersebut harus
mengembalikan
semua uang yang sudah terpakai. Hukuman yang diterimanya tidak selesai sampai disitu
tetapi
berlanjut dan
secara alami akan mengalami pengucilan dari masyarakat. Ini
merupakan contoh hukuman moril yang dilakukan masyarakat terhadap tindakan korupsi.
Dengan begitu ruang bagi korupsi menjadi tertutup. Terkait dengan bagaimana terjadinya
korupsi di Indonesia bisa jadi para koruptor yang kita kenal dengan istilah kerah putih, tidak
pernah belajar menjadi perngurus masjid sehingga sangat gampang sekali melakukan dalildalil untuk membela diri sampai beraninya dia mengatakan sanggup digantung di Monas.
Namun apa yang terjadi melalui hasil sidang yang bersangkutan telah terbukti secara syah
dan meyakinkan menurut hukum telah terbukti melakukan korupsi. Apakah dengan putusan
tersebut dia merasa bersalah…? Ia malah membela diri dengan mengatakan kesalahannya
14
harus melalui sumpah Mubahalah apa artinya itu….. Dia (terdakwa) tetap tidak mau
mengatakan bahwa dirinya telah bersalah. Auzubillah hi minzalik….
Kembali kepada kasus korupsi yang marak terjadi di semua instansi pemerintah dari
pusat hingga daerah, maka solusi yang bisa digunakan untuk memberantas korupsi bahkan
menutup ruang pertumbuhannya adalah dengan mulai mengelola manajemen keuangannya
serupa manajemen keuangan Masjid. Langkah itu juga dapat mencegah orang-orang ‘yang
berfikiran nakal ‘ untuk melakukan korupsi sebagai langkah awal memberantas korupsi di
Indonesia.
15
D. KESIMPULAN
Korupsi memang sulit diberantas karena beberap faktor : sistem penyelenggaraan
birokrasi negara membuka peluang untuk tumbuhnya korupsi, mental korup yang sudah
mendarah daging dalam diri banyak pemimpin negara ini (pusat dan daerah), tidak adanya
efek jera dari hukum yang ditegakkan bagi pelaku korupsi yang masih lemah, kurangnya
pengawasan masyarakat (hususnya seluruh staf, pada instansi pemerintah) karena tidak
adanya informasi yang sampai kepada mereka tentang perkembangan keuangan instansi.
Namun segala celah korupsi tersebut dapat diminimalisir bahkan ditutup dengan mulai
menerapkan suatu sistem penyelenggaraan birokrasi yang membiasakan para pemegang
wewenang untuk menyiarkan/mengumumkan capaian kinerjanya dalam pengelolaan
keuangan instansi, seperti yang selalu diterapkan di semua Masjid. Itu yang ideal namun yang
paling mungkin dilakukan adalah merubah manajemen birorasi itu sendiri dengan benarmenerapkan Manajemen Kepegawaian menurut Undang-undang ASN dimana jabatan
Pegawai Negeri sesuai dengan Undang-undang ASN Pasal 2 bahwa Penyelenggaraan
kebijakan dan Manajemen ASN berdasarkan pada asas:
a. kepastian hukum;
b. profesionalitas;
c. proporsionalitas;
d. keterpaduan;
e. delegasi;
f. netralitas;
g. akuntabilitas;
h. efektif dan efisien;
i. keterbukaan;
j. nondiskriminatif;
k. persatuan dan kesatuan;
l. keadilan dan kesetaraan; dan
m. kesejahteraan.
16
Pasal 3 disebutkan bahwa ASN sebagai profesi berlandaskan pada
prinsip sebagai berikut:
a. nilai dasar;
b. kode etik dan kode perilaku;
c. komitmen, integritas moral, dan tanggung jawab pada pelayanan publik;
d. kompetensi yang diperlukan sesuai dengan bidang tugas;
e. kualifikasi akademik;
f. jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas; dan
g. profesionalitas jabatan.
Amanat Undang-undang ASN sebagai mana pasa 2 dan 3 memberikan
nuansa baru dalam menata Aparatur Sipil Negera supaya professional.
Pasal 4 Nilai dasar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a meliputi:
a. memegang teguh ideologi Pancasila;
b. setia dan mempertahankan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945 serta pemerintahan yang sah;
c. mengabdi kepada negara dan rakyat Indonesia;
d. menjalankan tugas secara profesional dan tidak berpihak;
e. membuat keputusan berdasarkan prinsip keahlian;
f. menciptakan lingkungan kerja yang nondiskriminatif;
g. memelihara dan menjunjung tinggi standar etika yang luhur;
h. mempertanggungjawabkan tindakan dan kinerjanya kepada publik;
i. memiliki kemampuan dalam melaksanakan kebijakan dan program pemerintah;
j. memberikan layanan kepada publik secara jujur, tanggap, cepat, tepat, akurat,
berdaya guna, berhasil guna, dan santun;
k. mengutamakan kepemimpinan berkualitas tinggi;
l. menghargai komunikasi, konsultasi, dan kerja sama;
m. mengutamakan pencapaian hasil dan mendorong kinerja pegawai;
n. mendorong kesetaraan dalam pekerjaan; dan
o. meningkatkan efektivitas sistem pemerintahan yang demokratis sebagai perangkat
sistem karier.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Tranparancy Internasional Indonesia (TII) melalui judul: Korupsi di
Indonesia semakin memburuk, sesuai hasil survey mengenai persepsi
pemilih pemula pada pemerintah, korupsi, dan Pemilu nasional 2014,
Rabu (26/3) di Hotel the Sultan Jakarta.
2. Siti
Musdah Mulia,
Muslimah Reformasi:
Perempuan
pembaharu
Keagamaan, (Bandung:Mizan 2005)
3. Abraham Samad dalam Media Elektronika http://news.okezone.com,
Selasa 31 Desember 2013
4. KUHP (Pasal 338 KUHP) KUHP (Pasal 362 KUHP)
5. Undang-undang Nomor 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial
18
Download