Buku JRI vol 6 no 2 ok.indd

advertisement
JRL
Vol.6
No.2 Hal. 165 - 173
Jakarta,
Juli 2010
ISSN : 2085-3866
ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN UNTUK
PERENCANAAN PENGEMBANGAN KOMODITAS
UNGGULAN PERKEBUNAN
DI KABUPATEN BANYUWANGI
Mubekti
Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam - TPSA
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Abstract
Land is limited and non-renewable resource, on the other hand, people who need the land
for development grow quickly. This paper discuss about the evaluation of land resource
for plantation estate development planning in Banyuwangi District. General information
regarding to physical environment are presented in order to know an overview of the study
area. The Methodology of land suitability classification corresponding to the selected
plantation crops are briefly explained, then, the results of the study are discussed. The
study area consist of 9 physiographic spread from the flat slope near the cost and very
steep slope near the mountain. Based on the land physical evaluation shows that the
parent materials of the land are dominated by volcanic and lime stone. The results of the
suitability classification indicate that coconut crop could grow well in most of the plain
up to undulating area. The land which suitable for coffee, clove and Vanilla cultivation
are very small compared to the total of the study area and they are mostly located in
the middle of the study area. Limiting factors of land suitability are mainly very difficult to
upgrade, such us steep slope, soil effective depth, soil porosity, and drainage. In general,
Banyuwangi District has a high potency of land for plantation estate extension.
Keywords: land suitability, plantation estate, GIS, agriculture
1.
Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Lahan merupakan sumberdaya alam
yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui
(non-renewable resource), sedangkan
dipihak lain manusia yang memerlukan
lahan jumlahnya terus bertambah dengan
165Analisis Potensi Sumberdaya...(Murbekti)
laju pertumbuhan 1,3 persen per tahun
(BPS, 2008). Konflik penggunaan lahan dan
benturan kepentingan antar sektoral dapat
terjadi akibat dari pertambahan penduduk
dan pesatnya laju pembangunan. Oleh
karena itu diperlukan upaya perencanaan
secara terpadu, tentang penggunaan
lahan. Penilaian potensi lahan sangat
diperlukan terutama dalam rangka
penyusunan kebijakan, pemanfaatan
lahan dan pengelolaan lahan secara
berkesinambungan.
Wilayah Banyuwangi terbagi menjadi
24 kecamatan dengan jumlah penduduk
1.580.441 jiwa dan luas wilayah 578.181
hektar (Bappeda, 2008). Ketersediaan
luas wilayah yang begitu besar tersebut,
menjadikan wilayah ini mempunyai potensi
tinggi untuk pengembangan sektor pertanian.
Dalam struktur perekonomian Kabupaten
Banyuwangi, sektor pertanian merupakan
penyumbang dominan terhadap PDRB
daerah. Selain pertanian tanaman pangan
dan perikanan, tanaman perkebunan
juga mempunyai potensi yang tidak kalah
pentingnya bila dibanding dengan tanaman
bahan makanan. Perkebunan kelapa,
kopi, kakao, dan tebu merupakan tanaman
perkebunan yang diunggulkan di Kabupaten
Banyuwangi. Namun demikian potensi lahan
untuk pengembangan perkebunan tersebut
belum dikelola dan dimanfaatkan secara
optimal untuk kepentingan masyarakat yang
salah satunya disebabkan oleh kurangnya
data dan informasi spatial mengenai potensi
sumberdaya lahan untuk perkebunan.
Potensi sumberdaya lahan di wilayah ini
cukup beragam karena adanya perbedaan
iklim, bahan induk tanah, dan topografi/relief.
Keragaman potensi sumberdaya lahan
tersebut mengindikasikan perlunya suatu
perencanaan penggunaan lahan yang tepat,
optimal dan berkelanjutan. Untuk mendukung
perencanaan tersebut diperlukan data dan
informasi sumberdaya lahan yang meliputi
distribusi atau luas penyebaran, potensi
dan kendala pengembangan serta teknologi
pengelolaan lahannya sesuai dengan sifat
dan karakteristik lahannya.
Evaluasi lahan merupakan suatu
proses penilaian potensi suatu lahan untuk
penggunaan-penggunaan tertentu. Hasil
evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk
peta sebagai dasar untuk perencanaan
tataguna lahan yang rasional, sehingga
166
dapat digunakan secara optimal dan lestari.
Penggunaan lahan yang tidak rasional dalam
arti tidak sesuai dengan kemampuannya,
di samping dapat menimbulkan terjadinya
kerusakan juga akan meningkatkan masalah
kemiskinan dan masalah sosial lain.
Teknologi Computer Mapping dan GIS
(Geographical Information System) serta
pemanfaatan teknologi Remote Sensing,
diharapkan berpotensi untuk menunjang
pelaksanaan identifikasi potensi sumber
daya lahan. Dengan pemanfaatan teknologi
GIS diharapkan diperoleh informasi terkini,
akurat dan cepat mengenai sumber daya
lahan pertanian. Informasi inilah yang
nantinya digunakan untuk membuat pilihanpilihan alternatif pengelolaan lahan pertanian
yang rasional dan berkelanjutan, sehingga
upaya menciptakan ketahanan pangan yang
stabil dapat terwujud.
1.2 Tujuan
Tujuan dari penelitian ini ialah
menganalisis potensi sumberdaya
lahan khususnya untuk perencanaan
pengembangan komoditas unggulan
perkebunan di Kabupaten Banyuwangi,
dengan menggunakan teknologi GIS.
2.
Kondisi Fisik Wilayah
2.1 Geografi
Kabupaten Banyuwangi terletak pada
114,32 o LS 114,53 o LS dan 113,84 o BT
114,60o BT merupakan Kabupaten di ujung
timur pulau Jawa, Kondisi fisik wilayah
sangat bervariasi, dimana ketinggian wilayah
mulai dari 0 m sampai diatas 1000 m dari
permukaan laut. Kondisi topografis yang
datar terutama di sebelah timur sampai bukit
dan pegunungan yang curam di sebelah
barat Kabupaten.
Luas wilayah berdasarkan hasil
pengukuran peta rupa bumi adalah 354.154
ha, terbagi menjadi 24 kecamatan, yaitu
Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi,
JRL. Vol. 6 No. 2, Juli 2010 : 165 - 173
Bangorejo, Cluring, Gambiran, Genteng,
Giri, Glagah, Glenmore, Kabat, Kalibaru,
Kalipuro, Licin, Muncar, Pesanggaran,
Purwoharjo, Rogojampi, Sempu, Siliragung,
Singojuruh, Songgon, Srono, Tegaldlimo,
dan Kecamatan Tegalsari. Kecamatan
yang memiliki wilayah paling luas adalah
Kecamatan Tegaldlimo yaitu 55.538 ha
atau 15,2% dari luas wilayah. Sedangkan
kecamatan dengan luas wilayah paling kecil
adalah Kecamatan Giri yaitu 2.019 ha atau
0,56% dari luas wilayah.
2.2 Iklim
Kabupaten Banyuwangi terletak di
selatan equator yang dikelilingi oleh Laut
Jawa, Selat Bali dan Samudra Indonesia
dengan iklim tropis yang terbagi menjadi 2
musim yaitu : (1) Musim penghujan antara
bulan Oktober – April, dan (2) Musim kemarau
antara bulan April – Oktober. Diantara
kedua musim ini terdapat musim peralihan
Pancaroba yaitu sekitar bulan April/Mei dan
Oktober/Nopember. Berdasarkan data dari
Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dari
33 stasiun selama 20 tahun (1981-2000),
bahwa curah hujan rerata tahunan berkisar
antara 926 mm/th (Stasiun Tegaldlimo)
hingga 2913 mm/th (Stasiun Banyu Lor).
Secara agroklimatologis, Wilayah Kabupaten
Banyuwangi terbagi ke dalam 7 (tujuh) zona
agroklimat (pembagian menurut Oldeman,
1975), yaitu zona A, B1, B2, C2, C3, D3, D4.
Pembagian ini didasarkan atas perhitungan
rerata jumlah bulan basah (BB) dan bulan
kering (BK).
2.3 Geomorfologi
Menurut Hasyim et.al., 2008,
Kabupaten Banyuwangi tersusun oleh
beberapa geomorfologi yang kompleks, yaitu
termasuk kelompok geomorfologi vulkanik,
denudasional, fluvial, marin, struktural,
kars dan organik. Kelompok geomorfologi
diatas menghasilkan bentuk lahan yang
tersebar mulai dari dataran sampai ke
167Analisis Potensi Sumberdaya...(Murbekti)
pegunungan. Rincian dari bemtuk lahan
adalah adalah adalah sebagai berikut:
Dataran (788,65 km2 atau 21,9 % luas total),
Dataran aluvial (519,06 km2 atau 14,41%
luas total), Perbukitan denudasional terkikis
ringan (308,08 km2 atau 8,56 % luas total),
Perbukitan kars berkembang baik (259,9
km2 atau 7,22 % luas total), Kaki gunungapi
(245,62 km2 atau 6,82 % luas total), Lereng
gunungapi (204,46 km2 atau 5,68 % luas
total), Dataran kaki gunungapi (185,56
km2 atau 5,15 % luas total), Perbukitan
denudasional terkikis sedang (180,51 km2
atau 5,01 % luas total), dan dataran aluvial
kars (141,15 km2 atau 3,92 % luas total).
2.4 Komoditas Unggulan Perkebunan
Pengelolaan perkebunan di Kabupaten
Bayuwangi dilakukan oleh Perkebunan
Besar dan oleh Perkebunan Rakyat. Adapun
luasan dan produksi komoditas unggulan
perkebunan di Kabupaten Banyuwangi dapat
dilihat dalam Tabel 1 berikut.
Tabel 1. Potensi Komoditas Unggulan
Perkebunan
No
Komoditi
Luas
(ha)
Produksi
(ton)
1.
Kelapa
23.667
33.389
3.
Kopi
8.074
4.090
4.
Cengkeh
2.048
-
5.
Vanili
530
229
Sumber : Dinas KPUKP, Tahun 2006
Total luasan perkebunan kelapa
mencapai angka 23.667 hektar, di mana
sebagian besar dikelola oleh perkebunan
rakyat, yaitu mencapai 23.201 hektar. Total
produksi komoditas kelapa di Kabupaten
Banyuwangi mencapai 33.389 ton.
Kecamatan-kecamatan yang menjadi sentra
produksi jeruk adalah Kabat, Kalipuro,
dan Giri. Produksi kelapa dari Kabupaten
Banyuwangi ini menyumbang sekitar 14,7
persen dari produksi kelapa di Jawa Timur
pada tahu yang sama. Untuk meningkatkan
nilai tambah produksi kelapa, Pemerintah
Daerah merencanakan membangun pabrik
CVO (Coconut Virgin Oil) di wilayah ini.
Komoditas kopi dikelola oleh
perkebunan besar dan perkebunan rakyat,
di mana luasan masing-masing adalah 5.743
hektar, dan 2.331 hektar. Total produksi dari
keduanya adalah 4.090 ton. Sentra produksi
kopi adalah Kecamatan-kecamatan Kalibaru,
Glemore, Kalipuro, Songgon, dan Glagah.
Sebagai perbandingan Jawa Timur pada
tahun yang sama memproduksi kopi sebesar
43.426,7 ton (Dinas Pertanian Jatim, 2009),
berarti lebih dari 9 persen produksi kopi
Jawa Timur disumbang dari Banyuwangi.
Produk kopi yang sudah termasyhur dari
Banyuwangi adalah kopi lanang.
Menurut Dinas Perkebunan (2009)
Jawa Timur, produksi cengkeh di provinsi
ini sebesar 9.194 ton dengan luas kebun
33.812 hektar. Sentra produksi cengkeh
di Jawa Timur adalah Kabupaten Pacitan,
yaitu sebesar 2.164 ton yang diperoleh
dari lahan seluas 7.886 hektar. Komoditas
tanaman cengkeh Kabupaten Banyuwangi
ditanam pada areal seluas 2.048 hektar
yang dikelola oleh perkebunan besar
dan perkebunan rakyat, masing-masing
adalah 1.929 hektar dan 119 hektar. Sentra
produksi cengkeh adalah Kecamatankecamatan Glagah, Songgon, dan Glemore
dengan total produksi per tahun sebesar
755 ton.
Indonesia merupakan negara produsen
vanili nomer dua di dunia setelah Madagaskar,
yaitu memproduksi sekitar 23 persen dari
total produksi vanili dunia. Kebutuhan dunia
akan vanili semakin meningkat seiring
dengan terus bertambahnya industri yang
berbasis vanili, baik sebagai pengharum
dalam industri makanan, minuman maupun
bubuk ekstrak. Luasan komoditas vanili di
Banyuwangi mencapai 530 hektar, dimana
perkebunan vanili ini merupakan perkebunan
rakyat. Total produksi yang dihasilkan dalam
satu tahun adalah 229 ton. Sentra produksi
vanili adalah Kecamatan Songgon.
168
3.
Metodologi
Tahapan yang dilakukan dalam
evaluasi lahan untuk kesesuian meliputi
evaluasi kualitas lahan melalui pemetaan
satuan lahan, evaluasi persyaratan
tumbuh tanaman, dan evaluasi kesesuaian
lahan untuk masing-masing komoditas
perkebunan. Prinsip dari analisis kesesuaian
lahan adalah mencocokkan persyaratan
tumbuh tanaman dengan kualias lahan
(Hardjowigeno, dan Widiatmaka, 2001).
Penentuan kelas kesesuaian berdasarkan
faktor-faktor pembatas lahan yang diperoleh
dari peta satuan lahan.
3.1 Evaluasi Kualitas Lahan
Tujuan evaluasi kualitas lahan adalah
mengevaluasi sifat-sifat fisik lahan yang
diwujudkan dalam peta satuan lahan.
Peta satuan lahan merupakan dasar
dalam penilaian kesesuaian lahan. Peta
ini dibangun dari analisis dan interpretasi
data peta kontur, Citra satelit Landsat TM,
peta geologi skala 1:00.000 serta survai
lapangan.
Klasifikasi peta satuan lahan didasarkan
pada parameter-parameter fisik lahan
yang menjadi faktor pembatas apabila
akan dimanfaatkan untuk pengembangan
komoditas perkebunan (FAO, 1976).
Parameter-parameter tersebut meliputi: (1)
Kemiringan lereng; (2) Tingkat kerentanan
erosi; (3) Tingkat kerentanan banjir; (4)
Kedalaman tanah; (5) Tekstur tanah; (6)
Drainase tanah; (7) Keasaman tanah; (8)
Salinitas; (9) Iklim.
3.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan
Klasifikasi kesesuaian lahan yang
dilakukan untuk penelitian ini menggunakan
kriteria hasil modifikasi yang dikemukakan
dalam Atlas Format Procedure (FAO/ CSR
Staffs. 1983) dan Petunjuk Teknis Evaluasi
Lahan (BPPT, 2003). Evaluasi kesesuaian
lahan dilakukan dengan mengevaluasi sifatJRL. Vol. 6 No. 2, Juli 2010 : 165 - 173
sifat fisik yang terdapat peta satuan lahan
dan dicocokkan dengan persyaratan tumbuh
komoditas unggulan yang dinilai, sehingga
dapat ditentukan kelas kesesuaian dari
setiap unit lahan. kelas kesesuaian lahan
dikelompokkan dalam katagori: (1) Kelas S1:
sangat sesuai (highly suitable), (2) Kelas S2 :
cukup sesuai ( moderately suitable), (3) Kelas
S3 : sesuai marginal (marginally suitable), (4)
Kelas N : tidak sesuai (not suitable).
Penentuan kelas ditentukan oleh faktor
pembatas yang paling berat. Misalnya
berdasarkan variabel drainase suatu unit
lahan masuk kelas S2, tetapi dari variabel
kedalaman gambut masuk kelas S3, maka
unit lahan tersebut dimasukkan kedalam
kelas S3 dengan faktor pembatas utama
adalah tekstur.
4.
Hasil dan Pembahasan
Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan
berdasarkan pencocokan antara
karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh/
penggunaan lahan. Karakteristik lahan
digambarkan dalam peta satuan lahan,
sedangkan persyaratan tumbuh tanaman
sesuai dengan kajian dan hasil literatur
yang ada. Komoditas perkebunan yang
dianalisis adalah komoditas perkebunan
yang diunggulkan oleh pemerintah daerah
yang meliputi: Kopi, kelapa, tembakau,
vanili dan cengkeh (Bappeda, 2006). Namun
kesesuaian komoditas unggulan perkebunan
yang dibahas dan dianalisis dalam tulisan
ini adalah (1) kelapa, (2) kopi, (3) Cengkeh,
dan (4) vanili
4.1 Fisiografi dan Bentuk Lahan
Analisis fisiografi dan bentuk lahan
didasarkan pada analisis citra satelit Landsat
TM, hasil peta DEM (Digital Elevation Model)
dari peta kontur, peta geologi, peta land
system dan survai lapangan. Hasil analisis
fisiografi dan bentuk lahan ini merupakan
salah satu sumber untuk klasifikasi satuan
lahan di Kabupaten Banyuwangi. Setiap
169Analisis Potensi Sumberdaya...(Murbekti)
satuan lahan dinilai kualitas lahannya dan
disinkronisasikan dengan persyaratan
tumbuh tanaman perkebunan yang dijadikan
obyek dalam kajian kesesuaian lahan.
Sinkronisasi tersebut menghasilkan peta
kesesuaian lahan yang akan dibahas
kemudian.
Hasil analisis fisiografi menunjukkan,
bahwa wilayah Kabupaten Banyuwangi
dapat dibagi menjadi 9 bagian fisiografi yaitu:
1) pantai: terdiri dari bentuk lahan batu
dan pulau karang, sedangkan yang di
daerah pantai terdiri dari beting dan
cekungan antara beting.
2) rawa antar pasang surut: fisiografi ini
merupakan wilayah rawa-rawa yang
dipengaruhi oleh pasang naik dan
pasang surutnya air laut.
3) dataran alluvial: wilayah ini merupakan
daerah datar sampai berombak yang
berbahan endapan campuran muara
dari sungai dan laut
4) lembah alluvial: merupakam wilayah
datar bekas dataran banjir berbahan
induk endapan kipas aluvium
5) kipas dan lahar: fisiografi ini mempunyai
mikro relief yang bervariasi mulai dari
datar, bergelombang sampai lereng
curam. Bahan induk lahan yang
mendominasi pada fisiografi adalah
alluvium volkanik berasal dari aliran
lahar
6) teras dan bukit lipatan: fisiografi ini
mempunyai mikro relief berombak
sampai bergelombang berupa teras
karang. Bahan induk wilayah ini
didominasi oleh batu gamping dan
naval.
7) bukit lipatan, volkan dan intrusi: bentuk
lahan fisiografi ini bervariasi mulai dari
teras volkanik, bukit-bukit karst, dan
aliran lava tertoreh. Mikro relief mulai
dari bergelombang sampai lereng
sangat curam
8) perbukitan: bentuk wilayah bervariasi
berupa pegunungan karst, perbukitan
agak curam sampai sangat curam
diatas batuan beku
9)
pegunungan: bentuk lahan fisiografi
ini juga sangat bervariasi, yaitu berupa
perbukitan sangat curam pada endapan
bertufa, kerucut gunung api, teras-teras
volkanik, dan kaldera
Penyebaran secara spasial dari
masing-masing fisiografi dapat dilihat dalam
(Gambar 1). Fisiografi pantai dan rawa antar
pasang surut tersebar di daerah pantai baik
pantai sebelah timur maupun sebelah selatan
Kabupaten. Rawa antar pasang surut pada
umumnya terletak di Kecamatan Tegaldlimo
yang ditutupi oleh hutan-hutan rawa pantai.
Fisiografi dataran alluvial tersebar di wilayah
tengah Kabupaten dan pada umumnya
dimanfaatkan untuk pertanian tanah pangan.
Sedangkan fisiografi lembah alluvial tersebar
di daerah datar sekitar aliran-aliran sungai.
Fisiografi kipas dan lahar tersebar terutama
di wilayah tengah mulai dari utara kearah
selatan Kabupaten. Fisiografi teras dan bukit
lipatan sebagian besar terletak di kawasan
Alas Purwo di Kecamatan Tegaldlimo.
Fisiografi perbukitan dan volkan terutama
tersbar di kaki-kaki gunung di sebelah
barat Kabupaten. Fisiografi pegunungan
terletak di kawasan gunung api di sebelah
barat-utara kabupaten berbatasan dengan
Kabupaten Bodowonso.
Gambar 1. Peta Fisiografi dan Bentuk Lahan
170
4.2 Klasifikasi Kesesuaian Lahan
Analisis klasifikasi kesesuaian lahan
dilakukan terhadap 4 komoditas unggulan
perkebunan di Kabupaten Banyuwangi
yaitu: Kelapa (Cocos nucifera), Kopi (Coffea
canephora), Cengkeh (Eugenia aromatica
L), dan Vanili (Vanilla planifolia). Namun
demikian tidak berarti tanaman lain tidak
sesuai, misalnya kakao, karet, dan tembakau
juga dapat tumbuh baik dan sudah lama
dibudidayakan di wilayah ini.
Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk
komoditas kelapa disajikan dalam peta
kesesuaian lahan seperti yang terlihat dalam
Gambar 2. Sedangkan ekstraksi luasan dari
masing-masing kelas kesesuaian lahan
untuk tanaman kelapa adalah sebagai
berikut:
Tabel 2.
Kesesuaian Lahan untuk Tanaman
Kelapa
Kelas
Kesesuaian
• Sangat Sesuai (S1)
• Cukup Sesuai (S2)
Luas
(Ha)
198.275
Persen
34,2
7.132
1,2
75.702
13,0
• Tidak Sesuai (N)
299.330
51,6
Total
580.439
100,0
• Sesuai Marginal (S3)
Gambar 2. Peta Kesesuaian Lahan untuk
Kelapa
JRL. Vol. 6 No. 2, Juli 2010 : 165 - 173
Lahan yang sesuai di wilayah ini hampir
mencapai 50 % dari total wilayah. Pada
umumnya penyebaran lahan sesuai terletak
di bagian tengah wilayah studi, terhampar
mulai dari wilayah datar dekat pantai sampai
wilayah bergelombang di kaki bukit. Evaluasi
kesesuaian lahan untuk komoditas kopi
disajikan dalam peta seperti yang terlihat
dalam Gambar 3.
Sedangkan ekstraksi luasan dari
masing-masing kelas kesesuaian lahan
untuk tanaman kopi adalah sebagai berikut:
Tabel 3.
Kesesuaian Lahan untuk Tanaman
Kopi
Kelas
Kesesuaian
Luas
(Ha)
Persen
• Sangat Sesuai (S1)
12.964
2,2
• Cukup Sesuai (S2)
16.665
2,9
• Sesuai Marginal (S3)
60.971
10,5
Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk
tanaman cengkeh disajikan dalam peta
seperti yang terlihat dalam Gambar 4.
Sedangkan ekstraksi luasan dari
masing-masing kelas kesesuaian lahan
untuk tanaman cengkeh adalah sebagai
berikut:
Tabel 4. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman
Cengkeh
Kelas
Kesesuaian
Luas
(Ha)
Persen
• Sangat Sesuai (S1)
10.708
1,9
• Cukup Sesuai (S2)
12.860
2,2
• Sesuai Marginal (S3)
61.079
10,5
• Tidak Sesuai (N)
495.792
85,4
Total
580.439
100,0
Sebagian besar lahan di wilayah ini
(84 %) tidak sesuai untuk tanaman kopi,
sedangkan yang masuk katagori sesuai
sekitar 90.000 ha (16 %). Lahan sesuai
pada umumnya tersebar pada bagian
tengah, yaitu pada daerah berombak sampai
bergelombang.
Kesesuaian lahan untuk tanaman
cengkeh di Banyuwangi sebagian besar
tergolong tidak sesuai (N) yakni sekitar
495.792 ha (85%). Sedangkan lahan yang
tergolong sesuai sekitar 85.000 ha (15 %).
Seperti tanaman kopi, lahan yang sesuai
untuk cengkeh juga tersebar di bagian
tengah wilayah studi. Wilayah ini adalah
yang mempunyai drainase tanah cukup baik,
yaitu karakter lahan yang dibutuhkan oleh
tanaman cengkeh.
Gambar 3. Peta Kesesuaian Lahan untuk
Kopi
Gambar 4. Peta Kesesuaian Lahan untuk
Cengkeh
• Tidak Sesuai (N)
489.839
84,4
Total
580.439
100,0
171Analisis Potensi Sumberdaya...(Murbekti)
Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk
tanaman Vanili disajikan dalam peta seperti
yang terlihat dalam Gambar 4.
Sedangkan ekstraksi luasan dari
masing-masing kelas kesesuaian lahan
untuk tanaman vanili adalah sebagai berikut:
Tabel 5. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman
Vanili
Kelas
Kesesuaian
• Sangat Sesuai (S1)
• Cukup Sesuai (S2)
Luas
(Ha)
12.964
Persen
2,2
9.980
1,7
60.780
10,5
• Tidak Sesuai (N)
496.716
85,6
Total
580.439
100,0
• Sesuai Marginal (S3)
Sekitar 14 % wilayah yang lahannya
sesuai untuk tanaman vanili atau meliputi
luasan sekitar 83.000 ha. Sisanya
termasuk lahan dalam katagori tidak sesuai.
Penyebaran lahan sesuai sebagian besar di
bagian tengah yang mempunyai drainase
cukup baik.
Gambar 5. Peta Kesesuaian Lahan untuk
Vanili
172
Kesesuaian lahan untuk komoditas
Kelapa (Cocos nucifera) mempunyai
penyebaran yang paling luas dibandingkan
dengan komoditas unggulan perkebunan lain
yang dievaluasi. Hal tersebut dikarenakan
komoditas kelapa mempunyai toleransi yang
tinggi terhadap kondisi biofisik tanah, seperti
pH, salinitas, dan drainase tanah. Demikian
juga kelapa dapat tumbuh dengan baik pada
curah hujan rendah sampai tinggi (10005000 mm/tahun), serta suhu rendah sampai
tinggi (20o C-35o C). Faktor pembatas lahan
yang mempengaruhi pertumbuhan kelapa
di Kabupaten Banyuwangi adalah lereng
curam-sangat curam dan lahan diatas
ketinggian 750 m dari permukaan laut.
Komoditas lain, yaitu kopi (Coffea
canephora), Cengkeh (Eugenia aromatica),
dan Vanili (Vanilla planifolia) mempunyai
persyaratan tumbuh yang lebih sensitif baik
kondisi biofisik tanah, tarain, maupun iklim.
Faktor pembatas kondisi tanah terutama,
kedalaman ekfektif, drainase, keseburan
yang rendah, pH tanah, dan porositas
tanah. Lereng, dan elevasi merupakan
terain tanah yang menjadi faktor pembatas
di wilayah ini. Sedangkan curah hujan yang
rendah di wilayah utara dan suhu rendah di
pegunungan merupakan faktor pembatas
iklim yang utama.
Perbaikan terhadap faktor-faktor
pembatas biofisik tersebut tampaknya cukup
sulit diperbaiki, kecuali pH dan kesuburan
tanah, sehingga potensi kesesuaian
lahannya hampir tidak dapat ditingkatkan
walaupun dilakukan perbaikan.
Lahan-lahan yang sesuai untuk
komoditas unggulan perkebunan sebagian
sudah dimanfaatkan baik untuk perkebunan
maupun untuk keperluan lainnya, seperti
pemukiman, prasarana umum, hutan,
tanaman pangan dan hortikultura. Untuk
pengembangan komoditas unggulan
perkebunan baik yang bersifat intensifikasi
dan ekstensifikasi masih diperlukan analisis
ketersediaan lahan untuk pengembangan.
Analisis ketersediaan dapat dilakukan
dengan mempertimbangkan peta kesesuaian
JRL. Vol. 6 No. 2, Agustus 2010 : 165 - 173
lahan, peta penggunaan lahan saat ini, serta
rencana umum tata ruang wilayah.
Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil evaluasi lahan dapat
disimpulkan:
1) Secara fisiografi dan bentuk lahan,
Kabupaten Banyuwangi mempunyai
karakteristik lahan yang bervariasi,
tersebar mulai dari pantai sampai
dengan ke pegunungan. Bahan induk
tanah terutama berasal dari batuan
volkanik dan batu kapur. Kondisi
biofisik tanah juga bervariasi terutama
yang menyakut kesuburan, pH tanah,
kedalaman efektif dan drainase.
Kondisi topografi dicirikan oleh mikro
relief yang datar sampai bergunung
dengan kelerengan landai sampai
sangat curam. Curah hujan yang relatif
tinggi di wilayah barat dan rendah di
bagian timur laut.
2) Kesesuaian lahan untuk komoditas
kelapa tersebar luas mulai dari pantai
sampai dengan di daerah bergelombang
di kaki bukit. Sedangkan kesesuaian
lahan untuk komoditas kopi, cengkeh
dan vanili tersebar di bagian tengah
wilayah studi.
3) Secara umum, Kabupaten Banyuwangi
mempunyai potensi sumberdaya lahan
yang cukup besar untuk pengembangan
komoditas unggulan perkebunan
4) Faktor-faktor pembatas lahan yang
dijumpai di wilayah ini terutama adalah
drainase, kedalaman efektif lahan, pH,
lereng, elevasi, curah hujan dan suhu.
5.2 Saran
Evaluasi kesesuaian lahan di Kabupaten
Banyuwangi mengindikasikan bahwa
173Analisis Potensi Sumberdaya...(Murbekti)
wilayah ini berpotensi untuk pengembangan
perkebunan. Oleh karena itu disarankan
melakukan penelitian lanjutan yang lebih
detail sebagai dasar untuk pengembangan.
Analisis ketersediaan lahan untuk
pengembangan masih diperlukan, sehingga
dapat diketahui jenis pengembangan apakah
intensifikasi atau ekstensifikasi.
Daftar Pusata
1.
Bappeda Kabupaten Banyuwangi.
2008. Pemutakhiran Data Profil
Kabupaten Banyuwangi Tahun 2007.
2.
Bappeda Kabupaten Banyuwangi.
2006. Potensi Kabupaten Banyuwangi
3.
Balai Penelitian Tanah. 2003. Juknis:
Evaluasi Lahan untuk Komoditas
Pertanian. Puslitbangtanak –
Departemen Pertanian.
4.
Dinas Perkenunan Jatim, 2009.
Perkembangan Pembangunan
Perkebunan. www. disbunjatim.go.id ,
online
5.
FAO., 1976. A Framework for Land
Evaluation, FAO Soils bulletin 32
6.
FAO/ CSR Staffs. 1983. Reconnaissance
Land Resource. Survey 1: 250.000
Scale. Atlas Format Procedures.
AGOF/INS/78/006. Manual 4. Version
1. Centre for Soil Research, Bogor.
Indonesia.
7.
Hasyim, B., I.W. Bagja, dan Suwarsono.
2008. Analisis Potensi Sumberdaya
Lahan Pertanian Tanaman Pangan
Di Kabupaten Banyuwangi. Citra
Landsat-7 ETM (Proc.) PIT Mapin XVIII,
Bandung 10-12-2008.
Download