JRL Vol.6 No.2 Hal. 165 - 173 Jakarta, Juli 2010 ISSN : 2085-3866 ANALISIS POTENSI SUMBERDAYA LAHAN UNTUK PERENCANAAN PENGEMBANGAN KOMODITAS UNGGULAN PERKEBUNAN DI KABUPATEN BANYUWANGI Mubekti Pusat Teknologi Inventarisasi Sumberdaya Alam - TPSA Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Abstract Land is limited and non-renewable resource, on the other hand, people who need the land for development grow quickly. This paper discuss about the evaluation of land resource for plantation estate development planning in Banyuwangi District. General information regarding to physical environment are presented in order to know an overview of the study area. The Methodology of land suitability classification corresponding to the selected plantation crops are briefly explained, then, the results of the study are discussed. The study area consist of 9 physiographic spread from the flat slope near the cost and very steep slope near the mountain. Based on the land physical evaluation shows that the parent materials of the land are dominated by volcanic and lime stone. The results of the suitability classification indicate that coconut crop could grow well in most of the plain up to undulating area. The land which suitable for coffee, clove and Vanilla cultivation are very small compared to the total of the study area and they are mostly located in the middle of the study area. Limiting factors of land suitability are mainly very difficult to upgrade, such us steep slope, soil effective depth, soil porosity, and drainage. In general, Banyuwangi District has a high potency of land for plantation estate extension. Keywords: land suitability, plantation estate, GIS, agriculture 1. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Lahan merupakan sumberdaya alam yang terbatas dan tidak dapat diperbaharui (non-renewable resource), sedangkan dipihak lain manusia yang memerlukan lahan jumlahnya terus bertambah dengan 165Analisis Potensi Sumberdaya...(Murbekti) laju pertumbuhan 1,3 persen per tahun (BPS, 2008). Konflik penggunaan lahan dan benturan kepentingan antar sektoral dapat terjadi akibat dari pertambahan penduduk dan pesatnya laju pembangunan. Oleh karena itu diperlukan upaya perencanaan secara terpadu, tentang penggunaan lahan. Penilaian potensi lahan sangat diperlukan terutama dalam rangka penyusunan kebijakan, pemanfaatan lahan dan pengelolaan lahan secara berkesinambungan. Wilayah Banyuwangi terbagi menjadi 24 kecamatan dengan jumlah penduduk 1.580.441 jiwa dan luas wilayah 578.181 hektar (Bappeda, 2008). Ketersediaan luas wilayah yang begitu besar tersebut, menjadikan wilayah ini mempunyai potensi tinggi untuk pengembangan sektor pertanian. Dalam struktur perekonomian Kabupaten Banyuwangi, sektor pertanian merupakan penyumbang dominan terhadap PDRB daerah. Selain pertanian tanaman pangan dan perikanan, tanaman perkebunan juga mempunyai potensi yang tidak kalah pentingnya bila dibanding dengan tanaman bahan makanan. Perkebunan kelapa, kopi, kakao, dan tebu merupakan tanaman perkebunan yang diunggulkan di Kabupaten Banyuwangi. Namun demikian potensi lahan untuk pengembangan perkebunan tersebut belum dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk kepentingan masyarakat yang salah satunya disebabkan oleh kurangnya data dan informasi spatial mengenai potensi sumberdaya lahan untuk perkebunan. Potensi sumberdaya lahan di wilayah ini cukup beragam karena adanya perbedaan iklim, bahan induk tanah, dan topografi/relief. Keragaman potensi sumberdaya lahan tersebut mengindikasikan perlunya suatu perencanaan penggunaan lahan yang tepat, optimal dan berkelanjutan. Untuk mendukung perencanaan tersebut diperlukan data dan informasi sumberdaya lahan yang meliputi distribusi atau luas penyebaran, potensi dan kendala pengembangan serta teknologi pengelolaan lahannya sesuai dengan sifat dan karakteristik lahannya. Evaluasi lahan merupakan suatu proses penilaian potensi suatu lahan untuk penggunaan-penggunaan tertentu. Hasil evaluasi lahan digambarkan dalam bentuk peta sebagai dasar untuk perencanaan tataguna lahan yang rasional, sehingga 166 dapat digunakan secara optimal dan lestari. Penggunaan lahan yang tidak rasional dalam arti tidak sesuai dengan kemampuannya, di samping dapat menimbulkan terjadinya kerusakan juga akan meningkatkan masalah kemiskinan dan masalah sosial lain. Teknologi Computer Mapping dan GIS (Geographical Information System) serta pemanfaatan teknologi Remote Sensing, diharapkan berpotensi untuk menunjang pelaksanaan identifikasi potensi sumber daya lahan. Dengan pemanfaatan teknologi GIS diharapkan diperoleh informasi terkini, akurat dan cepat mengenai sumber daya lahan pertanian. Informasi inilah yang nantinya digunakan untuk membuat pilihanpilihan alternatif pengelolaan lahan pertanian yang rasional dan berkelanjutan, sehingga upaya menciptakan ketahanan pangan yang stabil dapat terwujud. 1.2 Tujuan Tujuan dari penelitian ini ialah menganalisis potensi sumberdaya lahan khususnya untuk perencanaan pengembangan komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Banyuwangi, dengan menggunakan teknologi GIS. 2. Kondisi Fisik Wilayah 2.1 Geografi Kabupaten Banyuwangi terletak pada 114,32 o LS 114,53 o LS dan 113,84 o BT 114,60o BT merupakan Kabupaten di ujung timur pulau Jawa, Kondisi fisik wilayah sangat bervariasi, dimana ketinggian wilayah mulai dari 0 m sampai diatas 1000 m dari permukaan laut. Kondisi topografis yang datar terutama di sebelah timur sampai bukit dan pegunungan yang curam di sebelah barat Kabupaten. Luas wilayah berdasarkan hasil pengukuran peta rupa bumi adalah 354.154 ha, terbagi menjadi 24 kecamatan, yaitu Kecamatan Wongsorejo, Banyuwangi, JRL. Vol. 6 No. 2, Juli 2010 : 165 - 173 Bangorejo, Cluring, Gambiran, Genteng, Giri, Glagah, Glenmore, Kabat, Kalibaru, Kalipuro, Licin, Muncar, Pesanggaran, Purwoharjo, Rogojampi, Sempu, Siliragung, Singojuruh, Songgon, Srono, Tegaldlimo, dan Kecamatan Tegalsari. Kecamatan yang memiliki wilayah paling luas adalah Kecamatan Tegaldlimo yaitu 55.538 ha atau 15,2% dari luas wilayah. Sedangkan kecamatan dengan luas wilayah paling kecil adalah Kecamatan Giri yaitu 2.019 ha atau 0,56% dari luas wilayah. 2.2 Iklim Kabupaten Banyuwangi terletak di selatan equator yang dikelilingi oleh Laut Jawa, Selat Bali dan Samudra Indonesia dengan iklim tropis yang terbagi menjadi 2 musim yaitu : (1) Musim penghujan antara bulan Oktober – April, dan (2) Musim kemarau antara bulan April – Oktober. Diantara kedua musim ini terdapat musim peralihan Pancaroba yaitu sekitar bulan April/Mei dan Oktober/Nopember. Berdasarkan data dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG) dari 33 stasiun selama 20 tahun (1981-2000), bahwa curah hujan rerata tahunan berkisar antara 926 mm/th (Stasiun Tegaldlimo) hingga 2913 mm/th (Stasiun Banyu Lor). Secara agroklimatologis, Wilayah Kabupaten Banyuwangi terbagi ke dalam 7 (tujuh) zona agroklimat (pembagian menurut Oldeman, 1975), yaitu zona A, B1, B2, C2, C3, D3, D4. Pembagian ini didasarkan atas perhitungan rerata jumlah bulan basah (BB) dan bulan kering (BK). 2.3 Geomorfologi Menurut Hasyim et.al., 2008, Kabupaten Banyuwangi tersusun oleh beberapa geomorfologi yang kompleks, yaitu termasuk kelompok geomorfologi vulkanik, denudasional, fluvial, marin, struktural, kars dan organik. Kelompok geomorfologi diatas menghasilkan bentuk lahan yang tersebar mulai dari dataran sampai ke 167Analisis Potensi Sumberdaya...(Murbekti) pegunungan. Rincian dari bemtuk lahan adalah adalah adalah sebagai berikut: Dataran (788,65 km2 atau 21,9 % luas total), Dataran aluvial (519,06 km2 atau 14,41% luas total), Perbukitan denudasional terkikis ringan (308,08 km2 atau 8,56 % luas total), Perbukitan kars berkembang baik (259,9 km2 atau 7,22 % luas total), Kaki gunungapi (245,62 km2 atau 6,82 % luas total), Lereng gunungapi (204,46 km2 atau 5,68 % luas total), Dataran kaki gunungapi (185,56 km2 atau 5,15 % luas total), Perbukitan denudasional terkikis sedang (180,51 km2 atau 5,01 % luas total), dan dataran aluvial kars (141,15 km2 atau 3,92 % luas total). 2.4 Komoditas Unggulan Perkebunan Pengelolaan perkebunan di Kabupaten Bayuwangi dilakukan oleh Perkebunan Besar dan oleh Perkebunan Rakyat. Adapun luasan dan produksi komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Banyuwangi dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Potensi Komoditas Unggulan Perkebunan No Komoditi Luas (ha) Produksi (ton) 1. Kelapa 23.667 33.389 3. Kopi 8.074 4.090 4. Cengkeh 2.048 - 5. Vanili 530 229 Sumber : Dinas KPUKP, Tahun 2006 Total luasan perkebunan kelapa mencapai angka 23.667 hektar, di mana sebagian besar dikelola oleh perkebunan rakyat, yaitu mencapai 23.201 hektar. Total produksi komoditas kelapa di Kabupaten Banyuwangi mencapai 33.389 ton. Kecamatan-kecamatan yang menjadi sentra produksi jeruk adalah Kabat, Kalipuro, dan Giri. Produksi kelapa dari Kabupaten Banyuwangi ini menyumbang sekitar 14,7 persen dari produksi kelapa di Jawa Timur pada tahu yang sama. Untuk meningkatkan nilai tambah produksi kelapa, Pemerintah Daerah merencanakan membangun pabrik CVO (Coconut Virgin Oil) di wilayah ini. Komoditas kopi dikelola oleh perkebunan besar dan perkebunan rakyat, di mana luasan masing-masing adalah 5.743 hektar, dan 2.331 hektar. Total produksi dari keduanya adalah 4.090 ton. Sentra produksi kopi adalah Kecamatan-kecamatan Kalibaru, Glemore, Kalipuro, Songgon, dan Glagah. Sebagai perbandingan Jawa Timur pada tahun yang sama memproduksi kopi sebesar 43.426,7 ton (Dinas Pertanian Jatim, 2009), berarti lebih dari 9 persen produksi kopi Jawa Timur disumbang dari Banyuwangi. Produk kopi yang sudah termasyhur dari Banyuwangi adalah kopi lanang. Menurut Dinas Perkebunan (2009) Jawa Timur, produksi cengkeh di provinsi ini sebesar 9.194 ton dengan luas kebun 33.812 hektar. Sentra produksi cengkeh di Jawa Timur adalah Kabupaten Pacitan, yaitu sebesar 2.164 ton yang diperoleh dari lahan seluas 7.886 hektar. Komoditas tanaman cengkeh Kabupaten Banyuwangi ditanam pada areal seluas 2.048 hektar yang dikelola oleh perkebunan besar dan perkebunan rakyat, masing-masing adalah 1.929 hektar dan 119 hektar. Sentra produksi cengkeh adalah Kecamatankecamatan Glagah, Songgon, dan Glemore dengan total produksi per tahun sebesar 755 ton. Indonesia merupakan negara produsen vanili nomer dua di dunia setelah Madagaskar, yaitu memproduksi sekitar 23 persen dari total produksi vanili dunia. Kebutuhan dunia akan vanili semakin meningkat seiring dengan terus bertambahnya industri yang berbasis vanili, baik sebagai pengharum dalam industri makanan, minuman maupun bubuk ekstrak. Luasan komoditas vanili di Banyuwangi mencapai 530 hektar, dimana perkebunan vanili ini merupakan perkebunan rakyat. Total produksi yang dihasilkan dalam satu tahun adalah 229 ton. Sentra produksi vanili adalah Kecamatan Songgon. 168 3. Metodologi Tahapan yang dilakukan dalam evaluasi lahan untuk kesesuian meliputi evaluasi kualitas lahan melalui pemetaan satuan lahan, evaluasi persyaratan tumbuh tanaman, dan evaluasi kesesuaian lahan untuk masing-masing komoditas perkebunan. Prinsip dari analisis kesesuaian lahan adalah mencocokkan persyaratan tumbuh tanaman dengan kualias lahan (Hardjowigeno, dan Widiatmaka, 2001). Penentuan kelas kesesuaian berdasarkan faktor-faktor pembatas lahan yang diperoleh dari peta satuan lahan. 3.1 Evaluasi Kualitas Lahan Tujuan evaluasi kualitas lahan adalah mengevaluasi sifat-sifat fisik lahan yang diwujudkan dalam peta satuan lahan. Peta satuan lahan merupakan dasar dalam penilaian kesesuaian lahan. Peta ini dibangun dari analisis dan interpretasi data peta kontur, Citra satelit Landsat TM, peta geologi skala 1:00.000 serta survai lapangan. Klasifikasi peta satuan lahan didasarkan pada parameter-parameter fisik lahan yang menjadi faktor pembatas apabila akan dimanfaatkan untuk pengembangan komoditas perkebunan (FAO, 1976). Parameter-parameter tersebut meliputi: (1) Kemiringan lereng; (2) Tingkat kerentanan erosi; (3) Tingkat kerentanan banjir; (4) Kedalaman tanah; (5) Tekstur tanah; (6) Drainase tanah; (7) Keasaman tanah; (8) Salinitas; (9) Iklim. 3.2 Evaluasi Kesesuaian Lahan Klasifikasi kesesuaian lahan yang dilakukan untuk penelitian ini menggunakan kriteria hasil modifikasi yang dikemukakan dalam Atlas Format Procedure (FAO/ CSR Staffs. 1983) dan Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan (BPPT, 2003). Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan dengan mengevaluasi sifatJRL. Vol. 6 No. 2, Juli 2010 : 165 - 173 sifat fisik yang terdapat peta satuan lahan dan dicocokkan dengan persyaratan tumbuh komoditas unggulan yang dinilai, sehingga dapat ditentukan kelas kesesuaian dari setiap unit lahan. kelas kesesuaian lahan dikelompokkan dalam katagori: (1) Kelas S1: sangat sesuai (highly suitable), (2) Kelas S2 : cukup sesuai ( moderately suitable), (3) Kelas S3 : sesuai marginal (marginally suitable), (4) Kelas N : tidak sesuai (not suitable). Penentuan kelas ditentukan oleh faktor pembatas yang paling berat. Misalnya berdasarkan variabel drainase suatu unit lahan masuk kelas S2, tetapi dari variabel kedalaman gambut masuk kelas S3, maka unit lahan tersebut dimasukkan kedalam kelas S3 dengan faktor pembatas utama adalah tekstur. 4. Hasil dan Pembahasan Evaluasi kesesuaian lahan dilakukan berdasarkan pencocokan antara karakteristik lahan dan persyaratan tumbuh/ penggunaan lahan. Karakteristik lahan digambarkan dalam peta satuan lahan, sedangkan persyaratan tumbuh tanaman sesuai dengan kajian dan hasil literatur yang ada. Komoditas perkebunan yang dianalisis adalah komoditas perkebunan yang diunggulkan oleh pemerintah daerah yang meliputi: Kopi, kelapa, tembakau, vanili dan cengkeh (Bappeda, 2006). Namun kesesuaian komoditas unggulan perkebunan yang dibahas dan dianalisis dalam tulisan ini adalah (1) kelapa, (2) kopi, (3) Cengkeh, dan (4) vanili 4.1 Fisiografi dan Bentuk Lahan Analisis fisiografi dan bentuk lahan didasarkan pada analisis citra satelit Landsat TM, hasil peta DEM (Digital Elevation Model) dari peta kontur, peta geologi, peta land system dan survai lapangan. Hasil analisis fisiografi dan bentuk lahan ini merupakan salah satu sumber untuk klasifikasi satuan lahan di Kabupaten Banyuwangi. Setiap 169Analisis Potensi Sumberdaya...(Murbekti) satuan lahan dinilai kualitas lahannya dan disinkronisasikan dengan persyaratan tumbuh tanaman perkebunan yang dijadikan obyek dalam kajian kesesuaian lahan. Sinkronisasi tersebut menghasilkan peta kesesuaian lahan yang akan dibahas kemudian. Hasil analisis fisiografi menunjukkan, bahwa wilayah Kabupaten Banyuwangi dapat dibagi menjadi 9 bagian fisiografi yaitu: 1) pantai: terdiri dari bentuk lahan batu dan pulau karang, sedangkan yang di daerah pantai terdiri dari beting dan cekungan antara beting. 2) rawa antar pasang surut: fisiografi ini merupakan wilayah rawa-rawa yang dipengaruhi oleh pasang naik dan pasang surutnya air laut. 3) dataran alluvial: wilayah ini merupakan daerah datar sampai berombak yang berbahan endapan campuran muara dari sungai dan laut 4) lembah alluvial: merupakam wilayah datar bekas dataran banjir berbahan induk endapan kipas aluvium 5) kipas dan lahar: fisiografi ini mempunyai mikro relief yang bervariasi mulai dari datar, bergelombang sampai lereng curam. Bahan induk lahan yang mendominasi pada fisiografi adalah alluvium volkanik berasal dari aliran lahar 6) teras dan bukit lipatan: fisiografi ini mempunyai mikro relief berombak sampai bergelombang berupa teras karang. Bahan induk wilayah ini didominasi oleh batu gamping dan naval. 7) bukit lipatan, volkan dan intrusi: bentuk lahan fisiografi ini bervariasi mulai dari teras volkanik, bukit-bukit karst, dan aliran lava tertoreh. Mikro relief mulai dari bergelombang sampai lereng sangat curam 8) perbukitan: bentuk wilayah bervariasi berupa pegunungan karst, perbukitan agak curam sampai sangat curam diatas batuan beku 9) pegunungan: bentuk lahan fisiografi ini juga sangat bervariasi, yaitu berupa perbukitan sangat curam pada endapan bertufa, kerucut gunung api, teras-teras volkanik, dan kaldera Penyebaran secara spasial dari masing-masing fisiografi dapat dilihat dalam (Gambar 1). Fisiografi pantai dan rawa antar pasang surut tersebar di daerah pantai baik pantai sebelah timur maupun sebelah selatan Kabupaten. Rawa antar pasang surut pada umumnya terletak di Kecamatan Tegaldlimo yang ditutupi oleh hutan-hutan rawa pantai. Fisiografi dataran alluvial tersebar di wilayah tengah Kabupaten dan pada umumnya dimanfaatkan untuk pertanian tanah pangan. Sedangkan fisiografi lembah alluvial tersebar di daerah datar sekitar aliran-aliran sungai. Fisiografi kipas dan lahar tersebar terutama di wilayah tengah mulai dari utara kearah selatan Kabupaten. Fisiografi teras dan bukit lipatan sebagian besar terletak di kawasan Alas Purwo di Kecamatan Tegaldlimo. Fisiografi perbukitan dan volkan terutama tersbar di kaki-kaki gunung di sebelah barat Kabupaten. Fisiografi pegunungan terletak di kawasan gunung api di sebelah barat-utara kabupaten berbatasan dengan Kabupaten Bodowonso. Gambar 1. Peta Fisiografi dan Bentuk Lahan 170 4.2 Klasifikasi Kesesuaian Lahan Analisis klasifikasi kesesuaian lahan dilakukan terhadap 4 komoditas unggulan perkebunan di Kabupaten Banyuwangi yaitu: Kelapa (Cocos nucifera), Kopi (Coffea canephora), Cengkeh (Eugenia aromatica L), dan Vanili (Vanilla planifolia). Namun demikian tidak berarti tanaman lain tidak sesuai, misalnya kakao, karet, dan tembakau juga dapat tumbuh baik dan sudah lama dibudidayakan di wilayah ini. Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas kelapa disajikan dalam peta kesesuaian lahan seperti yang terlihat dalam Gambar 2. Sedangkan ekstraksi luasan dari masing-masing kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa adalah sebagai berikut: Tabel 2. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kelapa Kelas Kesesuaian • Sangat Sesuai (S1) • Cukup Sesuai (S2) Luas (Ha) 198.275 Persen 34,2 7.132 1,2 75.702 13,0 • Tidak Sesuai (N) 299.330 51,6 Total 580.439 100,0 • Sesuai Marginal (S3) Gambar 2. Peta Kesesuaian Lahan untuk Kelapa JRL. Vol. 6 No. 2, Juli 2010 : 165 - 173 Lahan yang sesuai di wilayah ini hampir mencapai 50 % dari total wilayah. Pada umumnya penyebaran lahan sesuai terletak di bagian tengah wilayah studi, terhampar mulai dari wilayah datar dekat pantai sampai wilayah bergelombang di kaki bukit. Evaluasi kesesuaian lahan untuk komoditas kopi disajikan dalam peta seperti yang terlihat dalam Gambar 3. Sedangkan ekstraksi luasan dari masing-masing kelas kesesuaian lahan untuk tanaman kopi adalah sebagai berikut: Tabel 3. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Kopi Kelas Kesesuaian Luas (Ha) Persen • Sangat Sesuai (S1) 12.964 2,2 • Cukup Sesuai (S2) 16.665 2,9 • Sesuai Marginal (S3) 60.971 10,5 Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman cengkeh disajikan dalam peta seperti yang terlihat dalam Gambar 4. Sedangkan ekstraksi luasan dari masing-masing kelas kesesuaian lahan untuk tanaman cengkeh adalah sebagai berikut: Tabel 4. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Cengkeh Kelas Kesesuaian Luas (Ha) Persen • Sangat Sesuai (S1) 10.708 1,9 • Cukup Sesuai (S2) 12.860 2,2 • Sesuai Marginal (S3) 61.079 10,5 • Tidak Sesuai (N) 495.792 85,4 Total 580.439 100,0 Sebagian besar lahan di wilayah ini (84 %) tidak sesuai untuk tanaman kopi, sedangkan yang masuk katagori sesuai sekitar 90.000 ha (16 %). Lahan sesuai pada umumnya tersebar pada bagian tengah, yaitu pada daerah berombak sampai bergelombang. Kesesuaian lahan untuk tanaman cengkeh di Banyuwangi sebagian besar tergolong tidak sesuai (N) yakni sekitar 495.792 ha (85%). Sedangkan lahan yang tergolong sesuai sekitar 85.000 ha (15 %). Seperti tanaman kopi, lahan yang sesuai untuk cengkeh juga tersebar di bagian tengah wilayah studi. Wilayah ini adalah yang mempunyai drainase tanah cukup baik, yaitu karakter lahan yang dibutuhkan oleh tanaman cengkeh. Gambar 3. Peta Kesesuaian Lahan untuk Kopi Gambar 4. Peta Kesesuaian Lahan untuk Cengkeh • Tidak Sesuai (N) 489.839 84,4 Total 580.439 100,0 171Analisis Potensi Sumberdaya...(Murbekti) Hasil evaluasi kesesuaian lahan untuk tanaman Vanili disajikan dalam peta seperti yang terlihat dalam Gambar 4. Sedangkan ekstraksi luasan dari masing-masing kelas kesesuaian lahan untuk tanaman vanili adalah sebagai berikut: Tabel 5. Kesesuaian Lahan untuk Tanaman Vanili Kelas Kesesuaian • Sangat Sesuai (S1) • Cukup Sesuai (S2) Luas (Ha) 12.964 Persen 2,2 9.980 1,7 60.780 10,5 • Tidak Sesuai (N) 496.716 85,6 Total 580.439 100,0 • Sesuai Marginal (S3) Sekitar 14 % wilayah yang lahannya sesuai untuk tanaman vanili atau meliputi luasan sekitar 83.000 ha. Sisanya termasuk lahan dalam katagori tidak sesuai. Penyebaran lahan sesuai sebagian besar di bagian tengah yang mempunyai drainase cukup baik. Gambar 5. Peta Kesesuaian Lahan untuk Vanili 172 Kesesuaian lahan untuk komoditas Kelapa (Cocos nucifera) mempunyai penyebaran yang paling luas dibandingkan dengan komoditas unggulan perkebunan lain yang dievaluasi. Hal tersebut dikarenakan komoditas kelapa mempunyai toleransi yang tinggi terhadap kondisi biofisik tanah, seperti pH, salinitas, dan drainase tanah. Demikian juga kelapa dapat tumbuh dengan baik pada curah hujan rendah sampai tinggi (10005000 mm/tahun), serta suhu rendah sampai tinggi (20o C-35o C). Faktor pembatas lahan yang mempengaruhi pertumbuhan kelapa di Kabupaten Banyuwangi adalah lereng curam-sangat curam dan lahan diatas ketinggian 750 m dari permukaan laut. Komoditas lain, yaitu kopi (Coffea canephora), Cengkeh (Eugenia aromatica), dan Vanili (Vanilla planifolia) mempunyai persyaratan tumbuh yang lebih sensitif baik kondisi biofisik tanah, tarain, maupun iklim. Faktor pembatas kondisi tanah terutama, kedalaman ekfektif, drainase, keseburan yang rendah, pH tanah, dan porositas tanah. Lereng, dan elevasi merupakan terain tanah yang menjadi faktor pembatas di wilayah ini. Sedangkan curah hujan yang rendah di wilayah utara dan suhu rendah di pegunungan merupakan faktor pembatas iklim yang utama. Perbaikan terhadap faktor-faktor pembatas biofisik tersebut tampaknya cukup sulit diperbaiki, kecuali pH dan kesuburan tanah, sehingga potensi kesesuaian lahannya hampir tidak dapat ditingkatkan walaupun dilakukan perbaikan. Lahan-lahan yang sesuai untuk komoditas unggulan perkebunan sebagian sudah dimanfaatkan baik untuk perkebunan maupun untuk keperluan lainnya, seperti pemukiman, prasarana umum, hutan, tanaman pangan dan hortikultura. Untuk pengembangan komoditas unggulan perkebunan baik yang bersifat intensifikasi dan ekstensifikasi masih diperlukan analisis ketersediaan lahan untuk pengembangan. Analisis ketersediaan dapat dilakukan dengan mempertimbangkan peta kesesuaian JRL. Vol. 6 No. 2, Agustus 2010 : 165 - 173 lahan, peta penggunaan lahan saat ini, serta rencana umum tata ruang wilayah. Kesimpulan dan Saran 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil evaluasi lahan dapat disimpulkan: 1) Secara fisiografi dan bentuk lahan, Kabupaten Banyuwangi mempunyai karakteristik lahan yang bervariasi, tersebar mulai dari pantai sampai dengan ke pegunungan. Bahan induk tanah terutama berasal dari batuan volkanik dan batu kapur. Kondisi biofisik tanah juga bervariasi terutama yang menyakut kesuburan, pH tanah, kedalaman efektif dan drainase. Kondisi topografi dicirikan oleh mikro relief yang datar sampai bergunung dengan kelerengan landai sampai sangat curam. Curah hujan yang relatif tinggi di wilayah barat dan rendah di bagian timur laut. 2) Kesesuaian lahan untuk komoditas kelapa tersebar luas mulai dari pantai sampai dengan di daerah bergelombang di kaki bukit. Sedangkan kesesuaian lahan untuk komoditas kopi, cengkeh dan vanili tersebar di bagian tengah wilayah studi. 3) Secara umum, Kabupaten Banyuwangi mempunyai potensi sumberdaya lahan yang cukup besar untuk pengembangan komoditas unggulan perkebunan 4) Faktor-faktor pembatas lahan yang dijumpai di wilayah ini terutama adalah drainase, kedalaman efektif lahan, pH, lereng, elevasi, curah hujan dan suhu. 5.2 Saran Evaluasi kesesuaian lahan di Kabupaten Banyuwangi mengindikasikan bahwa 173Analisis Potensi Sumberdaya...(Murbekti) wilayah ini berpotensi untuk pengembangan perkebunan. Oleh karena itu disarankan melakukan penelitian lanjutan yang lebih detail sebagai dasar untuk pengembangan. Analisis ketersediaan lahan untuk pengembangan masih diperlukan, sehingga dapat diketahui jenis pengembangan apakah intensifikasi atau ekstensifikasi. Daftar Pusata 1. Bappeda Kabupaten Banyuwangi. 2008. Pemutakhiran Data Profil Kabupaten Banyuwangi Tahun 2007. 2. Bappeda Kabupaten Banyuwangi. 2006. Potensi Kabupaten Banyuwangi 3. Balai Penelitian Tanah. 2003. Juknis: Evaluasi Lahan untuk Komoditas Pertanian. Puslitbangtanak – Departemen Pertanian. 4. Dinas Perkenunan Jatim, 2009. Perkembangan Pembangunan Perkebunan. www. disbunjatim.go.id , online 5. FAO., 1976. A Framework for Land Evaluation, FAO Soils bulletin 32 6. FAO/ CSR Staffs. 1983. Reconnaissance Land Resource. Survey 1: 250.000 Scale. Atlas Format Procedures. AGOF/INS/78/006. Manual 4. Version 1. Centre for Soil Research, Bogor. Indonesia. 7. Hasyim, B., I.W. Bagja, dan Suwarsono. 2008. Analisis Potensi Sumberdaya Lahan Pertanian Tanaman Pangan Di Kabupaten Banyuwangi. Citra Landsat-7 ETM (Proc.) PIT Mapin XVIII, Bandung 10-12-2008.