PEMIMPIN NASIONAL Dl ERA REFORMASI

advertisement
PEMIMPIN NASIONAL Dl ERA REFORMASI
"DALAM PERSPEKTIF ISLAM"
Oleh: Mu'ammal Hamidy. Lc
Islam dan Negara
Secara prinsip, dalam perspektif Islam, bahwa Islam tidak dapat dilepaskan dari negara.
Artinya, Islam dan Negara itu merupakan satu kesatuan yang tak terpisahkan. Alasannya:
a. Firman Allah;
Artinya: Allah menjanjikan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan
orang-orang yang melakukan berbagai amal saleh, bahwa Allah akan memberinya
kekuasaan di bumi ini, sebagaimana Dia sudah pernah memberi kekuasaan kepada
orang-orang sebelum mereka, dan Allah pasti akan memantapkan untuk mereka
keagamaan mereka yang telah Dia ridhai-Nya itu, dan pasti Dia akan mengganti
ketakutan mereka dengan keamanan. Supaya mereka itu menyembah Aku dengan tidak
menyekutukan Aku dengan sesuatu apapun. Dan siapa yang kufur sesudah itu, maka
mereka itulah sebenarnya orang-orang yang fasiq. (Qs an-Nur 55).
Dalam ayat di atas, ada beberapa hal yang perlu diperjelas, yaitu :
1) Janji Allah akan memberikan kekuasaan di bumi.
Di sini ada dua hal yang penting, Pertama, kata "janji", biasanya selalu didahului dengan
usaha. Yang kedua, kata "bumi" ini bisa dengan arti luas, meliputi kutub utara dan kutub
selatan. Bisa juga dengan arti sempit, yaitu di mana kaum muslimin berada di situlah
bumi buat mereka. Dalam kontek sekarang disebut 'negara'.
2). Allah akan memantapkan keagamaan.
Agama atau keagamaan, harus diartikan secara luas, yaitu meliputi: Aqidah dan Syari'ah.
Sedang kemantapannya itu dengan terlaksananya semua ajarannya.
3). Ketakutan akan digantinya dengan keamanan.
Artinya, bahwa dengan terlaksananya ajaran-ajaran Agama (baca Islam), gangguangangguan sosial akan sirna, sehingga tidak ada lagi perasaan takut karena gangguan
keamanan. Persis seperti yang pernah disabdakan Rasulullah saw berkenaan dengan
kegiatan Dakwah tanpa menyerah:
Artinya: Demi Allah, pasti akhirnya Allah akan meratakan urusan (dakwah) ini,
sehingga orang-orang yang sedang bepergian dan Shan'a ke Hadramaut tidak lagi takut
(terganggu oleh penyamun), dia hanya takut kepada Allah, dan takut serigala yang akan
menyergap kambingnya. (HR Muslim).
4). Supaya mereka menyembah Aku.
Artinya, kekuasaan itu hendaknya dijadikan sebagai sarana 'ibadah dengan arti yang luas,
yaitu meliputi masalah-masalah ritual, sosial, dan kultural. Sebab kultural itu pun tidak
boleh lepas dari keterkaitannya dengan agama.
b. Perintah Mentanfidzkan Syari'at Allah secara kaffah, terutama yang berkaitan dengan
hukum publik, hanya dapat dilakukan kalau ada kekuasaan, melalui perundang-undangan
(Qs al-Maidah 44,45 dan 47).
Perjuangan dan Kendalanya.
Menuju ke arah tersebut, harus melalui perjuangan tak mengenal lelah. Dan itu sudah kita
lakukan, dari masa ke masa, sejak masuknya Islam di negeri ini sampai hari ini. Namun,
kendala selalu ada. Dan kendala yang paling berat adalah 'rezim' yang sedang berkuasa
ketika itu, misalnya:
a. Penjajah, terutama Belanda yang ditumpangi oleh missinonaris Kristen yang notabene
anti Islam
b. Orde Lama, dengan konsep Nasionalisme, Marhainisme, Sukamoisme dan Komunisme
yang diwujudkan dalam bentuk NASAKOM (Nasional, Agama dan Komunis) atau
MANIPOL USDEK (Manifesto Politik, UUD 45, Sosialisme Indonesia, Demokrasi
Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kebudayaan), yang notabene bersebrangan dengan
Islam.
c. Orde Baru, dengan Asas Tunggal-nya dan Aliran Kepercayaan. Dan siapa menentang
prinsip ini harus berhadapan dengan negara, dan akan dikenakan UU Subversif.
Akibat dari itu semua:
a. Mulut terberangus
b. Para tokoh Islam pecah menjadi dua, ada yang berani dan ada yang 'ngathok' tanpa
pernah bertemu, bahkan saling mengecam.
c. Banyak tokoh Islam yang penakut
d. Banyak tokoh Islam yang ditangkap, disel dan dipenjara.
e. Terjadi pemberontakan dan tindakan-tindakan anarkis.
Di sini, Islam benar-benar termarjinalkan dan hanya sebatas dalam masalah-masalah
ritual dan hal-hal yang bersifat privat. Sementara tokoh-tokohnya yang berani
menyuarakan Islam secara utuh tidak bisa tampil di pentas politik, apalagi dalam
pemerintahan.
Memasuki Era Reformasi
Era Reformasi adalah sebuah era yang akan mengadakan perubahan total, baik terhadap
kebijakan yang pernah digariskan oleh Orla maupun Orba, dengan empat ciri sbb:
a. Adanya keterbukaan atau kebebasan (euforia). Yakni, seluruh warga negara bebas
menyatakan pendapat, membuat gagasan pemerintahan ke depan sesuai idologi yang
dianutnya, dan menegritik policy pemerintah, yang dilakukan secara terbuka.
b. Demokratisasi. Yakni, kepemimpinan pemerintahan dipilih dan dilakukan oleh rakyat
melalui Pemilu yang luber.
c. Supremasi hukum. Yakni, seluruh warga negara, dan rakyat kecil sampai pejabat tinggi
dan tertinggi negara harus tunduk pada hukum yang berlaku dan mendapatkan
perlindungan hukum.
d. Jabatan dalam pemerintahan lebih mengutamakan keahlian (capabelitas), dengan
menghilangkan unsur golongan, etnis, kerabat dan konco (KKN)
Memanfaatkan Momentum
Era Reformasi dengan pengertiannya seperti tersebut di atas adalah sebuah momentum
yang strategis, karena kendala-kendala seperti disebutkan terdahulu sudah tidak ada lagi.
Karena itu dilihat dari sudut hukum Islam, memanfaatkan momentum tersebut untuk
meraih kepemimpinan negara adalah wajib. Surat wal 'ashri barangkali cukup jelas,
betapa besar kerugian yang akan kita rasakan jika momentum ini tidak dimanfaatkan.
Sementara kalimat "kecuali orang-orang yang beriman, yang melakukun berbagai
amal saleh dan wasiat untuk kebajikan dan kesabaran" sangat menjanjikan. Momentum
itu adalah pemilihan Presiden dan Wakil Presiden, sesudah pemilu untuk anggota
legislatif.
Kaidah Fiqhiyah mengatakan:
"Sesuatu kewajiban tidak akan dapat terlaksana dengan sempurna, tanpa menempuh
sesuatu (jalan) maka sesuatu (jalan) itu menjadi wajib"
Sesuatu kewajiban yang dimaksud di sini adalah "kepemimpinan negara" sedang "jalan"
yang dimaksud adalah 'pemilihan'. Sehingga, menurut kaidah di atas, mengikuti
pemilihan presiden dan wakil presiden adalah wajib syar'iy.
Hukum Mengangkat Pemimpin
Untuk lebih jelasnya, maka berikut ini disampaikan tentang "Hukum mengangkat
pemimpin". Berdasar dalil-dalil tersebut di bawah ini, maka mengangkat pemimpin itu
hukumnya wajib:
a. Firman Allah;
"Ingatlah pada hari Kami akan memanggil setiap kelompok manusia dengan (menyebut)
imam mereka". (Qs al-lsra': 71)
b. Do'a yang diajarkan Allah kepada kita :
"Dan jadikanlah kami pemimpin untuk (membentuk) orang-orang bertaqwa" (Qs alFurqan: 74).
c. Hadis Nabi saw:
"Apabila tiga orang keluar dalam suatu bepergian, maka hendakl'ah mereka mengangkat
salah seorang di antara mereka itu sebagai amir" (HR Abu Daud).
d. Kesepakatan para sahabat senior (ijma' fi’li), bahwa mereka lebih mendahulukan
pemilihan khalifah pengganti Rasulullah saw daripada pengurusan janazah beliau.
Dalil-dalil di atas, dan masih banyak lagi dalil, memberikan isyarat bahwa kepemimpinan
dalam Islam itu dipandang sebagai hal yang serius, sehingga dalam suatu jama'ah Islam
(komunitas Islam) tidak boleh ada kevacuman kepemimpinan kendati hanya sesaat.
Karena kevacuman pimpinan itu berakibat kechaosan masyarakat yang sama sekali tidak
dikehendaki oleh Islam. Hukum ini nampaknya berlaku sejak zaman bahula, yaitu di
zaman para nabi sebelum nabi Muhammad saw. Kewafatan seorang nabi disusul dengan
nabi baru. Dan seandainya nabi baru itu belum diutus oleh Allah, maka para sahabat nabi
bersangkutan itulah yang tampil sebagai pimpinan. Misalnya sesudah wafat Musa a.s. ada
beberapa tokoh yang tampil, seperti Thalut dsb. menyusul diutusnya nabi Isa a.s. Dan
setelah Isa diangkat Allah ke langit, tampillah para murid setianya yaitu hawariyin.
Begitulah sampai datang Nabi Muhammad saw. Benar apa yang difirmankan Allah:
Artinya: Tidak ada satu pun umat, melainkan telah berlalu padanya seorang nadzir
(nabi). (Qs Fathir: 24).
Kalaulah ada apa yang disebut "zaman fatrah", maka 'fatrah' di sini hanyalah jeda waktu
saja. Artinya antara nabi satu dengan nabi lain itu ada jaraknya.Bukan berarti kevacuman
risalah, sehingga di masa fatrah itu orang bebas hukum. Hal ini misalnya disebutkan
Allah dalam al-Qur'an:
Artinya: Wahai ahli kitab, sungguh telah datang kepadamu Rasul Kami (Muhammad)
yang menerangkan kepadamu prihal masa senggang dan para Rasul, supaya kamu tidak
mengatakan: 'Bahwa kami belum pernah kedatangan seorang (nabi) pemberi kabar
gembira dan pemberi peringatan', padahal sungguh telah datang kepadamu (nabi)
pemberi kabar gembira dan pemberi peringatan. Sedangkan Allah Maha kuasa atas
segala sesuatu. (Qs al-Maidah: 19).
Kriteria Pimpinan yang Layak
Kepemimpinan umat setelah putusnya wahyu, bersamaan dengan kewafatan nabi
Muhammad saw, adalah diserahkan kepada umat sendiri untuk memilihnya. Berbeda
dengan ketika wahyu masih turun, kepemimpinan itu ditunjuk sendiri oleh Allah SWT.
Sementara pasca Kerasulan Nabi Muhammad Allah SWT hanya memberikan kriteria,
minimal kriteria pimpinan itu adalah sbb:
a. Kepemimpinannya harus berorientasi pada al-Qur'an dan Sunnah.
b. Harus seorang mukmin yang mukhlish. Yakni, keimanannya itu tidak tercampur
dengan syirik, takhayyul dan khurafat.
c. Harus ahli ibadah, utamanya shalat.
d. Harus memperhatikan kaum dhu'afa", utamanya fuqara' wal masakin.
e. Menjunjung tinggi supremasi hukum.
Kriteria ini dapat dirujuk pada ayat al-Qur'an:
Artinya: Sesungguhnya penolong kamu hanyalah Allah, Rasul-Nya (as-Sunnah), dan
orang-orang yang beriman yang mendirikan shalat (termasuk ibadah-ibadah yang lain),
yang menunaikan zakat (diutamakan untuk mengatasi problem kemiskinan) dan mereka
itu adalah orang-orang yang tunduk (pada hukum yang dibuatnya). (Qs al-Maidah: 55).
Dengan ciri-ciri seperti itu, maka seorang pemimpin (presiden) akan mampu membuat
rakyat ini bertaqwa kepada Allah dengan arti yang sebenarnya, sebagaimana diisyaratkan
oleh do'a di atas (al-Furqan 74). Karena itu, pemimpin nasional (presiden) yang akan
datang harus diupayakan dari kalangan orang yang mempunyai kriteria di atas.
Siapa Figur Yang Tepat
Kalau kita cermati capres-capres yang kini bermunculan, yang telah disahkan oleh KPU
sebagai Lembaga yang berwenang, maka menurut hemat saya Amien Rais lah orangnya,
dengan alasan:
a. Qur’an dan Sunnah masih melekat pada dirinya
b. Keimanannya secara garis besar cukup baik tidak kesyirik-syirikan
c. lbadahnya tidak diragukan lagi (shalat tahajjud, puasa Daud dsb)
d. Sangat komit terhadap kaum dhu'afa
e. Selalu berjanji akan menegakkan supremasi hukum
f. Dia adalah "bapak reformasi" (Pencetus ide suksesi, pencetus istilah KKN, berhasil
menumbangkan rezim orba dsb).
g. Masih bersih.
Sementara capres-capres yang lain sangat jauh dari kriteria yang dimaksud di atas,
terutama dalam a, b dan c. Kiranya tepat kalau umat Islam yang mencintai kejayaan
Islam dan kaum muslimin ('izzul Islam wal muslimin); dan Muhammadiyah yang telah
berketatapan hati mendukung pencalonan beliau, yang tidak lepas dari pasal 2 Maksud
dan Tujuan Persyarikatan, yaitu: "Menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam
sehingga terwujud masyarakat
Islam yang sebenar-benarnya", harus all out
memperjuangkan beliau ke RI 1. Sebab 'lima tahun kedepan corak Indonesia
ditentukan oleh kepemimpinan nasional sekarang ini'. Selamat berjuang.
Sumber:
Suara Muhammadiyah
Edisi 07-2002
Download