BERIKAN RUANG KOMPETISI YANG ADIL DAN SETARA KPU Republik Indonesia KONTESTAN PILKADA MULAI DARI TITIK NOL YANG SAMA Edisi V | September - Oktober 2015 K O M I S I P E M I L I H A N U M @KPURI2015 M E N JAG A H A K R A K YAT B E RS UA R A DA L A M P E M I LU Rp Rp www.kpu.go.id BATASI DANA KAMPANYE DORONG PILKADA ADIL Rp U M DAFTAR ISI 10 KAMPANYE DIALOGIS, JANGAN MONOLOGIS 5 SUARA UTAMA Aturan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2015 terkait tahapan kampanye memberikan dampak yang relatif baik terhadap kemajuan demokrasi di negeri ini. BATASI DANA KAMPANYE, DORONG PILKADA ADIL Sejak runtuhnya rezim Orde Baru yang diiringi dengan dimulainya pemilihan umum secara langsung, baru kali ini pemerintah menerapkan aturan pembatasan dana kampanye pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah. Undang-Undang Nomor 1/2015 dan Peraturan KPU Nomor 8/2015 menjadi dasar acuan kebijakan tersebut. 14 KONTESTAN PILKADA MULAI DARI TITIK NOL YANG SAMA Pembatasan dana kampanye yang hanya dari sisi pemasukan atau penyumbang, seperti yang terjadi pada pemilihan umum di Tanah Air. 16 BERIKAN RUANG KOMPETISI YANG ADIL DAN SETARA 20 Perjuangkan Hak Politik Kaum Disabilitas 60 Membumikan Pilkada Lewat Program Palanta Demokrasi 66 Dinamika Pencalonan Pilkada 2015 SUARA REDAKSI ATUR BIAYA KAMPANYE, SEJARAH BARU PEMILU INDONESIA S ejarah baru dalam sistem demokrasi di Tanah Air tengah bergulir. Untuk pertama kalinya negara mengatur pembiayaan dan membatasi dana kampanye dalam pemilihan kepala daerah. Sebuah kebijakan yang sudah lama dinanti-nanti para aktivis pemilu. Pasalnya, selama satu dekade terakhir, sistem pemilihan umum di Indonesia membuka kesempatan yang teramat luas bagi para kontestan dalam persaingan merebut suara rakyat. Tidak hanya memperlombakan kekuatan pengaruh, jaringan politik, dan sumber daya sosial, tetapi juga mempertandingkan kekuatan uang yang dimiliki masing-masing pasangan calon. Hal tersebutlah yang coba dibatasi oleh pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU), selaku penyelenggara pemilu, dengan menerbitkan UndangUndang No 1/2015 dan Peraturan KPU Nomor 8/2015. Dalam UU dan PKPU ini, pengaturan dana kampanye tidak lagi hanya sekadar membatasi jumlah sumbangan dana kampanye yang dapat diterima peserta pilkada, tetapi juga memuat rumusan tentang pembatasan dana kampanye. Dalam Pasal 74 ayat (9) UU No 1 Tahun 2015 dinyatakan, Pembatasan Dana Kampanye Pemilihan ditetapkan oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/ Kota dengan mempertimbangkan jumlah penduduk, cakupan atau luas wilayah, dan standar biaya daerah. Ada empat prinsip utama yang diusung dalam pembatasan dana kampanye tersebut, yakni keadilan, kesetaraan, akuntabilitas dan transparansi. Prinsip ini menjadi dasar untuk menciptakan kesempatan yang sama di antara pasangan calon dalam berkompetisi. Selain mengharuskan mereka untuk bersikap terbuka terhadap semua proses pengelolaan dana kampanye. Sebelumnya, pemerintah hanya membatasi dana kampanye terbatas pada besarnya sumbangan, atau dari sisi pemasukan sehingga dinilai tidak efektif. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008, misalnya, mengatur sumbangan perseorangan kepada partai politik peserta pemilu maksimal Rp1 miliar, sedangkan sumbangan badan usaha maksimal Rp5 miliar. Karena jumlah penyumbang perseorangan dan badan usaha tidak dibatasi, partai politik sesungguhnya bisa mengumpulkan dana nyaris tanpa batas pula. Karena itu, pembatasan harus juga dilakukan dari sisi pengeluaran atau belanja. Sebab, dengan cara ini pasangan calon atau partai politik tidak lagi berusaha menggalang dana kampanye sebanyak mungkin karena tidak akan bisa digunakan jika melampaui batas. Efektivitas kampanye pada akhirnya ditentukan oleh seberapa kreatif atau atraktif (kualitas) kampanye yang dilakukan oleh partai politik dan calon, bukan lagi oleh berapa banyak (kuantitas) kampanye yang mereka lakukan. Ketentuan tersebut setidaknya memiliki sejumlah dampak positif. Pertama, kontes pilkada diyakini akan berjalan lebih sehat. Lantaran, persaingan tidak lagi mengedepankan banyaknya modal uang, tetapi seberapa besar upaya yang dilakukan untuk meraih hati pemilih. Kedua, pasangan calon lebih dituntut untuk berkampanye secara langsung, bertatap muka dan berdialog dengan masyarakat untuk menyampaikan visi misinya. Tidak lagi mengandalkan spanduk, baliho atau alat kampanye lain yang sifatnya hanya komunikasi satu arah. Ketiga, pembatasan dana kampanye akan mendorong setiap calon lebih kreatif untuk mendekati pemilih, dibanding hanya sekedar membagi-bagikan uang receh. Pada saat yang sama, masyarakat pun akan dididik untuk tidak lagi berpikir pragmatis dalam menentukan pilihan. 04 | Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU Suara Redaksi.indd 4 03/12/2015 1:11:05 SUARA UTAMA BATASI DANA KAMPANYE DORONG PILKADA ADIL Sejak runtuhnya rezim Orde Baru yang diiringi dengan dimulainya pemilihan umum secara langsung, baru kali ini pemerintah menerapkan aturan pembatasan dana kampanye pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah. Undang-Undang Nomor 1/2015 dan Peraturan KPU Nomor 8/2015 menjadi dasar acuan kebijakan tersebut. Karenanya, setiap pasangan calon memiliki batas maksimal yang sama terkait dana kampanye. Tujuannya untuk menciptakan derajat kompetisi yang setara antar pasangan calon. Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 01.indd 5 05 03/12/2015 6:27:13 SUARA UTAMA Komesioner Komisi Pemilihan Umum, Ferry Kurnia Rizkiyansyah K omisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Ferry Kurnia Rizkiyansyah menjelaskan, aturan tersebut sebagai upaya dalam menciptakan equal treatment selama proses kampanye. Setiap pasangan calon bergerak pada titik nol yang sama, sehingga tidak ada lagi yang jor-joran melakukan mobilisasi APK (alat peraga kampanye) atau penyebaran bahan kampanye yang ada. Selama ini, akibat tingginya biaya kampanye yang harus ditanggung pasangan calon, ketika terpilih mereka rentan berusaha untuk membayar “hutang” biaya kampanye sekaligus menabung untuk biaya kampanye pilkada berikutnya. “Akibatnya, banyak kepala daerah yang terjerat kasus korupsi karena mengambil jalan pintas untuk mengumpulkan dana politik,” pungkasnya. Sumber dan Batasan Dana Untuk sumber dana kampanye, sama seperti aturan pemilu sebelumnya, pada PKPU Nomor 8/2015, disebutkan sumbernya bisa berasal dari pasangan calon, partai politik, perseorangan atau sumber lain yang legal. Bentuknya bisa berupa uang, barang dan jasa. Terkait sumbangan perseorangan, pasal 7 dalam PKPU Nomor 8/2015 membatasi jumlah maksimalnya Rp50 juta. Sedangkan batas sumbangan dana kampanye yang berasal dari kelompok atau badan hukum swasta maksimal Rp500 juta. Namun demikian, setiap daerah akan memiliki besaran biaya kampanye yang berbeda-beda, mempertimbangkan jumlah penduduk, cakupan atau luas wilayah, dan standar biaya daerah. Adapun cara menghitung besaran jumlahnya mengacu pada rumus pembatasan biaya yang sudah diatur. “Jumlah dana kampanye harus sesuai dengan rumusan yang telah ditetapkan oleh PKPU. Yaitu, jumlah pemilih dibagi jumlah daerah, dikali indeks biaya paket meeting full day di daerah masingmasing,” tegas Komisioner Komisi Pemilihan Umum Ida Budhiati. Ida mencontohkan, untuk hitungan dana kampanye pilkada bupati dan wakil bupati di suatu daerah, dengan terdapat 2 juta pemilih di 35 Kecamatan dan indeks biaya paket meeting sehari penuh di daerah tersebut Rp300 ribu, maka rumusnya, 2 juta:35 kecamatan x Rp300 ribu, jumlahnya Rp17 miliar. Sementara untuk pemilihan gubernur, maka rumusannya jumlah pemilih dibagi jumlah kabupaten/kota yang ada, dikali indeks biaya paket meeting day di provinsi tersebut. “Perhitungan pembatasan dana kampanye disusun, setelah undangundang memberikan wewenang kepada KPU untuk melakukan penguatan kampanye dalam pelaksanaan pilkada,” ujar Ida. Kemajuan Pemilu Kebijakan tersebut mendapat apresiasi banyak pihak, terutama dari kalangan aktivis pemilu. Salah satunya dari Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, melihat hal itu sebagai sebuah kemajuan yang dibuat pemerintah yang kemudian diterjemahkan KPU ke dalam 06 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 01.indd 6 03/12/2015 6:27:13 peraturannya. “Salah satu kemajuan dari Perppu No 1/2015 tentang Pilkada, yang kemudian ditatakan menjadi UU No 1/2015, adalah pengaturan tentang kampanye. Pertama, undang-undang ini untuk pertama kalinya mengatur pembiayaan kampanye oleh negara. Kedua, untuk pertama kalinya juga mengatur tentang pembatasan dana kampanye.” Menurut Titi, dua aturan tersebut sesungguhnya menuju satu tujuan, yaitu guna mendorong kompetisi yang adil dan mengurangi beban biaya kampanye yang harus ditanggung oleh pasangan calon. Ia menambahkan, setiap peserta pilkada akan merasa adil dengan aturan yang membatasi dana kampanye tersebut. Sebab, bagi mereka yang memiliki dana besar, tidak serta merta begitu saja mengeluarkan dananya, lantaran pemasukan dan pengeluaran kampanye telah diatur. Begitu pun bagi pasangan calon yang hanya memiliki dana pas-pasan, bakal terbantu dengan pendanaan dari negara. “Semoga saja hal tersebut memberikan pelajaran bagi kepala daerah untuk bersikap adil dalam berdemokrasi,” harapnya. Praktik di Beberapa Negara Selain Indonesia, sejumlah negara lain juga telah memberlakukan pembatasan dana kampanye. Namun metode yang digunakan tiap-tiap negara berbeda-beda. Amerika Serikat contohnya, mereka sesungguhnya tidak membatasi belanja kampanye, sejauh dana yang digunakan untuk belanja itu dikumpulkan dari publik. Tetapi, begitu calon presiden menerima dana bantuan negara, maka belanja kampanye dibatasi. KPU Meksiko mendapat mandat mengelola kampanye di media sehingga setiap partai politik peserta pemilu memiliki iklan di media dengan durasi dan slot yang sama. Hal serupa juga terjadi di Inggris. Wajib Transparan Agar prinsip transparansi dan akuntabilitas peserta pilkada tetap terjaga, KPU mewajibkan setiap pasangan calon membuat laporan penerimaan dan pengeluaran dana kapanye, seperti yang telah diatur dalam Pasal 54 PKPU No. 8/2015 tentang Kewajiban Laporan Penerimaan dan Pengeluaran Dana Kamanye (LPDK). Komisoner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, ada tiga jenis pelaporan yang harus dilakukan seluruh pasangan calon kepala daerah selama masa kampanye berlangsung. “Pertama, laporan awal dana kampanye yang sudah harus dilaporkan sehari sebelum pelaksanaan kampanye. Kedua, laporan sumbangan dana kampanye. Ketiga, setelah kampanye juga diharuskan menyampaikan laporan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye.” Kewajiban melaporkan penerimaan dan pengeluaran dana kampanye merupakan langkah konkrit dari komitmen bersama dalam membatasi dana kampanye. Karena itu, KPU memperingatkan setiap pasangan calon untuk menaati aturan tersebut, lantaran sanksinya tidak main-main, yakni diskualifikasi sebagai peserta pilkada. Laporan Tidak Serius Sementara itu, Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykuruddin Hafidz, menyarankan agar penerimaan dan pengeluaran dana kampanye dilakukan melalui rekening yang wajib dimiliki METODE PEMBATASAN BELANJA KAMPANYE YANG BERLAKU DI BEBERAPA NEGARA • Pembatasan berdasarkan jabatan publik yang diperebutkan dalam pemilu. Misalnya, calon presiden USD 50 miliar, calon gubernur USD 25 miliar, walikota USD 10 miliar. Pembatasan nilai memudahkan proses audit laporan keuangan para calon. • Pembatasan berdasarkan daerah pemilihan. Rumusnya: semakin besar daerah pemilihan, semakin besar pula batas maksimal dana kampanye. Penetapam jumlah maksimal dihitung berdasarkan perkiraan belanja partai politik dan calon dalam berkampanye di daerah pemilihan. Secara umum, formulanya adalah menetapkan harga kampanye perpemilih, sehingga jumlah maksimalnya tinggal mengkalikan dengan jumlah pemilih di daerah pemilihan yang bersangkutan. • Pembatasan dana kampanye dilakukan dengan cara negara (KPU) menyediakan ruang dan waktu untuk berkampanye di media massa dengan ketentuan ruang dan durasi yang sama bagi seluruh partai politik peserta pemilu dan calon. • Pembatasan dana kampanye juga bisa dilakukan dengan membatasi masa kampanye. Asumsinya semakian panjang masa kampanye akan semakin besar kebutuhan dana kampanye. Karena itu agar dana kampanye bisa ditekan sesedikit mungkin atau dibatasi, maka masa kampanye dipotong. Sumber: Ingrid van Biezen, “Political parties as public utilities”, Party Politics, 2004 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 01.indd 7 07 03/12/2015 6:27:13 SUARA UTAMA setiap pasangan calon. Langkah tersebut selain berfungsi menegakkan prinsip transparansi, juga berfungsi sebagai kontrol ketika ada paslon yang mencoba menyiasati ketatnya batasan dana kampanye. “Kami mengharapkan pasangan calon kepala daerah menggunakan rekening khusus sehingga semuanya bisa dicatat. Ini tentunya menjamin transparansi dana kampanye,” ujar Masykuruddin di Jakarta, Sabtu (26/9). Dengan adanya rekening ini, pasangan calon bisa memastikan siapa saja pihak penyumbang dan berapa besar jumlah sumbangan dari pihak lain untuk dana kampanye. Hal itu juga akan memudahkan pemeriksaan oleh auditor, KPK, PPATK dan BPK terhadap penggunaan dan aliran dana kampanye. Berdasarkan kajian JPPR terhadap Laporan Awal Dana Kampanye (LADK) yang ditampilkan di laman resmi KPU RI, pertanggal 24 Agustus 2015, ditemukan bahwa dari 746 pasangan calon di tingkat kabupaten/kota terdapat 541 (73 persen) pasangan calon yang tercantum dokumen laporan dana awal kampanye mereka, sementara 205 (27 persen) pasangan calon belum tercantum dokumen tersebut. JPPR menyebutkan total dana awal kampanye dari 746 paslon senilai Rp93 miliar. Dari jumlah tersebut, hanya 20 persen atau Rp18,6 miliar yang ada di rekening khusus pasangan calon. Sementara sekitar 80 persen atau Rp74,4 miliar laporan dana awal kampanye tidak melalui rekening khusus. “Ini menunjukkan transaksi dana awal kampanye baik penerimaan dan pengeluaran lebih banyak dilakukan secara tunai, tanpa melalui rekening,” kata Masykuruddin. JPPR juga menemukan adanya besaran dana awal kampanye pasangan calon yang pelaporannya tidak serius. Sebanyak 178 pasangan calon (33 persen) “Besaran dana awal kampanye pasangan calon yang pelaporannya tidak serius. Sebanyak 178 pasangan calon (33 persen) memiliki dana awal sebanyak Rp0 sampai Rp10 juta. Kemudian, 174 palson (32 persen) memiliki dana awal Rp100 juta sampai Rp500 juta, 149 paslon (28 persen) memiliki dana awal sebanyak Rp10 juta sampai Rp100 juta, 23 paslon (14 persen) memiliki dana awal Rp500 juta sampai Rp1 miliar dan di atas Rp1 miliar dimiliki oleh 17 pasangan calon (3 persen)” 08 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 01.indd 8 03/12/2015 6:27:14 memiliki dana awal sebanyak Rp0 sampai Rp10 juta. Kemudian, 174 palson (32 persen) memiliki dana awal Rp100 juta sampai Rp500 juta, 149 paslon (28 persen) memiliki dana awal sebanyak Rp10 juta sampai Rp100 juta, 23 paslon (14 persen) memiliki dana awal Rp500 juta sampai Rp1 miliar dan di atas Rp1 miliar dimiliki oleh 17 pasangan calon (3 persen). Alat Peraga Kampanye Rentang waktu pelaksanaan kampanye pada Pilkada Serentak 2015 ini terbilang cukup lama, yakni berlangsung hingga tanggal 5 Desember 2015, empat hari sebelum waktu pemungutan suara. Ada beberapa hal yang penting diperhatikan masing-masing pasangan calon serta tim kampanyenya agar tidak melanggar aturan. Menurut Ferry Kurnia Rizkiansyah, setidaknya ada empat item kampanye pasangan calon kepala daerah yang dibiayai oleh negara, dan dilaksanakan oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/ kota di daerah masing-masing. Keempat item tersebut adalah, pemasangan alat peraga kampanye, penyebaran bahan kampanye, iklan di media cetak dan elektronik, dan debat publik antar pasangan calon kepala daerah. Bahan kampanye yang diproduksi oleh KPU di antaranya baliho, spanduk, videotron, pamlfet, flyer, poster dan leaflet. Sementara bahan kampanye yang diperbolehkan dibuat oleh tim kampanye pasangan calon seperti mug, kaus, payung, topi, pulpen dan stiker. “Namun nilainya dikonversikan tidak boleh lebih dari Rp25 ribu,” ucap Ferry. Menurut Ferry, aturan lain yang perlu diperhatikan oleh masing-masing pasangan calon adalah pelaksanaan debat kandidat serta pemasangan iklan di media massa. Keduanya diatur oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/ kota di daerah masing-masing dengan mengutamakan prinsip kesetaraan dan keadilan. “Mulai 27 Agustus sampai 21 November tidak boleh ada iklan yang dilakukan dalam konteks kampanye oleh pasangan calon atau tim kampanye. Yang boleh ialah tatap muka, blusukan, menyapa masyarakat atau pertemuan terbatas di gedung dengan jumlah tertentu,” tuturnya. Adapun untuk iklan di media elektronik, Ferry menjelaskan untuk radio diberikan ruang 10 slot dengan durasi 60 detik. Sementara di televisi diberikan ruang 10 slot dengan durasi 30 detik. “Nanti KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) juga akan membantu mengawasi kalau seandainya ada pasangan calon yang beriklan di masa itu (14 hari sebelum masa tenang 22 November-5 Desember) maka KPI akan menginformasikan ke kita,” tuturnya. (Mis/Red) Koordinator Nasional Jaringan Pendidikan Pemilih untuk Rakyat (JPPR), Masykuruddin Hafidz Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 01.indd 9 09 03/12/2015 6:27:18 SUARA UTAMA KAMPANYE DIALOGIS, JANGAN MONOLOGIS Aturan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2015 terkait tahapan kampanye, yang tertuang dalam Peraturan KPU Nomor 8, memberikan dampak yang relatif baik terhadap kemajuan demokrasi di negeri ini. Tak sekadar membatasi keluar-masuknya dana kampanye ke pasangan calon, peraturan tersebut juga mampu mengubah paradigma selama ini, dari kampanye monologis menjadi dialogis. Model tersebut diharapkan mampu membuat masyarakat lebih rasional dengan memilih pemimpin berdasarkan visi dan misi sang calon. K etua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Husni Kamil Manik, menilai kampanye pasangan calon tidak cukup dilakukan dengan hanya mengandalkan alat peraga kampanye, seperti baliho, spanduk atau leaflet. “Kami menginginkan pasangan calon dan tim sukses banyak melakukan kampanye dialogis 10 01.indd 10 sehingga pesan-pesan substantif sampai ke masyarakat,” ujar Husni, di Jakarta, Jumat (18/9). Menurut Husni, kampanye dialogis merupakan metode paling tepat digunakan pasangan calon agar visi dan program yang akan dibangun sampai ke masyarakat. “Sedapat mungkin, kampanye itu dialogis, jangan monologis.” Jika merujuk pada UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 03/12/2015 6:27:18 Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, banyak tema yang harus disampaikan kepada masyarakat. Di antaranya mengenai visi kesejahteraan, pendidikan dan ekonomi. Dalam mempengaruhi pemilih, Komisioner KPU Ida Budhiati menuturkan perlunya desain kampanye yang program oriented. Tema seperti kesejahteraan, pendidikan dan ekonomi seharusnya bisa dijadikan bahan kampanye pasangan calon. “Saat ini masyarakat perlu mengetahui sejauh mana pasangan calon kepala daerah mau membangun daerahnya ke depan, seperti apa program pengurangan angka melek huruf,” katanya. Dengan begitu, setiap pasangan calon perlu memaksimalkan kampanye tatap muka dari pada menggunakan alat peraga. Pasangan calon harus turun menemui masyarakat dan Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 01.indd 11 11 03/12/2015 6:27:19 SUARA UTAMA memang bisa menjawab tantangan kehidupan akan datang,” ujar Idha. Komesioner Komisi Pemilihan Umum, Ferry Kurnia Rizkiyansyah menjelaskan kepada mereka program yang akan dilakukan ketika terpilih nanti. “Ruang kampanye yang panjang bisa dimanfaatkan oleh peserta pemilihan untuk melakukan kegiatan yang terfokus pada tatap muka. Menyapa pemilih untuk memberikan informasi visi misi program,” terang Ida. Selain itu, model kampanye dialogis turut memberikan pendidikan politik kepada masyarakat. Tak hanya mencoblos pasangan calon semata, masyarakat juga mengerti kualitas pemimpin yang dibutuhkan. “Harapannya nanti pada pemungutan 12 01.indd 12 Kampanye di Medsos “Netralitas PNS selalu jadi permasalahan. Di Mahkamah Konstitusi (sengketa hasil pemilihan,-Red) PNS selalu menjadi catatan negatif. Dengan MoU ini maka diharapkan tidak ada lagi laporan atau temuan Bawaslu tentang kasus-kasus tersebut,” suara, pemilih kita menjadi pemilih yang rasional, memilih calon dengan memperhatikan apa programnya, apakah Dalam konteks melahirkan pemilih rasional lewat pendidikan politik, selain model dialog, kampanye juga harus dilakukan dengan memanfaatkan media sosial (medsos), seperti Facebook, Twitter dan Line. Di samping menghemat biaya kampanye, pasangan calon juga dapat berinteraksi langsung dengan pemilih. Data Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dari Juni hingga 4 September 2015, menunjukkan mayoritas pasangan calon kepala daerah 2015 sudah menggunakan medsos sebagai media kampanye. Sebanyak 57 persen pasangan calon aktif menggunakan Facebook, 26 persen menggunakan Twitter, dan 12 persen menggunakan blog dan website khusus. Sisanya, 6 persen menggunakan media sosial lain. Terkait teknis pelaporannya ke KPU, Komioner KPU Ferry Kurnia Rizkiyansyah mengatakan, aturan media sosial sebagai tempat berkampanye pasangan calon sangat mudah. “Tidak terlalu njelimet. Kami membolehkan pasangan calon punya tiga akun resmi yang wajib didaftarkan sebelum Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 03/12/2015 6:27:19 Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Muhammad kampanye. Itu saja.” Tujuan mendaftarkan akun tersebut menurut Ferry, agar mudah mencegah terjadinya kampanye hitam. “Mudah-mudahan dengan mendaftar, ada kewajiban dari masing-masing pasangan calon dan tim kampanye untuk menggunakan media sosial itu dengan baik,” ujar Ferry. Ferry mengatakan, kampanye lewat medsos dapat mendorong pendidikan politik bagi masyarakat, sehingga dapat menciptakan pemilih rasional. Tahapan kampanye pada Pilkada 2015 ini memang durasinya cukup panjang, yakni sejak 27 Agustus hingga 5 Desember 2015. Suasananya pun berbeda dengan kampanye pilkada sebelumnya. Lima tahun yang lalu di setiap ruang publik kita menyaksikan ada atribut kampanye, entah berupa baliho, bendera, umbul-umbul, spanduk. Kali ini, semua alat peraga kampanye telah difasilitasi oleh negara, sehingga pasangan calon kita tidak disibukkan lagi dengan urusan teknis, tapi diharapkan fokus saja pada kegiatan tatap muka yang lebih edukatif. Netralitas PNS Agar pegawai negeri sipil (PNS) bersikap netral pada pilkada tahun ini, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB), Yuddy Chrisnandi, tak segan akan memberikan sanksi sedang dan berat bagi PNS yang terbukti berkampanye atau menfasilitasi pengerahan massa untuk calon tertentu. Sanksi sedang berupa penundaan kenaikan gaji dan kenaikan pangkat. Sedangkan sanksi beratnya, pangkat yang bersangkutan akan diturunkan, bahkan sampai pada tahapan diberhentikan secara hormat dan tidak hormat. “Sanksi yang dijatuhkan tidak lagi ringan, tetapi sedang atau berat. Mulai dari penundaan promosi jabatan dan kenaikan pangkat hingga pemberhentian secara tidak hormat,” tambahnya. Pernyataan tegas Menteri Yuddy tersebut disampaikan dalam acara penandatangan nota kesepahaman (memorandum of understanding) bersama lima lembaga negara, terkait netralitas PNS dalam Pilkada 2015. Penandatanganan MoU tersebut bertempat di Kantor Kemenpan RB, Jakarta, (2/10). Kelima lembaga negara tersebut antara lain, Kemenpan RB, Badan Kepegawaian Negara (BKN), Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN), Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Kementerian Dalam Negeri. Sementara itu Ketua Bawaslu, Muhammad mengatakan, netralitas PNS diharapkan tidak dipersoalkan lagi pada pilkada 2015. Karena selama ini sudah diatur dengan jelas dalam undang-undang, bahwa PNS tidak boleh memihak pada salah satu pasangan calon. “Netralitas PNS selalu jadi permasalahan. Di Mahkamah Konstitusi (sengketa hasil pemilihan,-Red) PNS selalu menjadi catatan negatif. Dengan MoU ini maka diharapkan tidak ada lagi laporan atau temuan Bawaslu tentang kasus-kasus tersebut,” tutur Muhammad. (MIS/Red) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 01.indd 13 13 03/12/2015 6:27:19 WAWANCARA Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Komisioner KPU RI : KONTESTAN PILKADA MULAI DARI TITIK NOL YANG SAMA P embatasan dana kampanye yang hanya dari sisi pemasukan atau penyumbang, seperti yang terjadi pada pemilihan umum di Tanah Air selama ini, terbukti gagal membatasi dana kampanye secara keseluruhan, sehingga menimbulkan ketimpangan di kalangan pasangan calon dan partai politik. Karena itu, pembatasan harus juga dilakukan dari sisi pengeluaran atau belanja. Sebab, dengan cara ini pasangan calon dan partai politik tidak lagi berusaha menggalang dana kampanye sebanyak mungkin karena tidak bisa digunakan jika melampaui batas. Itulah salah satu alasan pemerintah dan KPU menerbitkan Undang-Undang No 1/2015 dan Peraturan KPU Nomor 8/2015, agar tercipta keadilan dan kesetaraan di antara para pasangan calon yang ikut dalam kontestasi politik di Pilkada Serentak 2015 ini. Berikut petikan wawancara Suara KPU dengan Komisioner KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, terkait aturan tersebut. 14 01.indd 14 Selama proses kampanye berlangsung, apa saja tantangan yang dihadapi KPU? Banyak. Pertama, waktu pelaksanaan kampanye yang cukup lama, sehingga membutuhkan maintenance yang luar biasa dari teman-teman di daerah yang melaksanakan pilkada. Kedua, pengaturan jadwal tiap-tiap item kampanye itu juga hal penting. Ketiga, menjaga informasi yang diterima pasangan calon dan tim kampanye jangan sampai terputus, seperti mekanisme dan metode kampanye yang dilaksanakan serta bagaimana pelaksanaannya. Keempat, hal-hal terkait dengan proses dan metode kampanye yang dilaksanakan, itu juga menjadi tantangan kita. Termasuk tentang pemberitaan, penyiaran dan iklan itu juga menjadi poin penting untuk dicermati secara lebih utuh oleh masing-masing pasangan calon, dan juga banyak hal, misalnya terkait dengan petahana, dan sebagainya. Sejauh ini masalah yang kerap dihadapi KPU? Pertama, soal alat peraga kampanye (APK). Masih muncul masalah ketersediaan atau keterlambatan APK yang ditentukan oleh aturan kita yang dilakasanakan oleh teman-teman di kita (KPU) di daerah. Kedua, banyak keinginan dari pasangan calon dan tim kampanye untuk membuat APK sendiri, padahal itu metode yang dibuat oleh kita dan didanai oleh kita, hanya desain dan materinya saja yang dibuat oleh pasangan calon dan tim kampanye. Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 03/12/2015 6:27:20 Ketiga, petahana yang melakukan aktivitas kampanye dengan menggunakan dana APBD. Padahal jelas itu tidak boleh. Kenapa banyak perubahan di tahapan kampanye pada Pilkada 2015? Memang, pemerintah dan KPU secara bersama terus berupaya memperbaiki sistem pilkada kita. Untuk kampanye, ada metode kampanye yang dilakukan oleh KPU yang biayanya ditanggung negara dan kampanye yang dilakukan oleh pasangan calon sendiri. Yang dilakukan oleh KPU itu ada empat metode, yaitu pembuatan APK, pembuatan bahan kampanye, debat, dan iklan di media cetak dan eletronik. Itu dibiayai dan diproduksi oleh KPU tapi materi dan desainnya dibuat oleh pasangan calon dan tim kampanye. Untuk iklan di media elektronik, bagaimana dengan daerah yang tidak memiliki stasiun televisi? Kalau toh tidak ada TV ya radio, atau internet. Jadi kalau memang tidak ada media-media itu ya kita optimalkan yang ada. Bisa dioptimalkan tatap muka, pertemuan terbatas. Kita berharap semua diupayakan. Jadi tidak ada yang tidak dilakukan. Bagaimana mengatur kampanye di sosial media? Mengingat potensi akun anonim sangat mungkin terjadi. Kalau media sosial pengaturannya tidak terlalu njelimet. Mereka harus mendaftarkan saja akun yang ada di media sosial itu sendiri. Itu didaftarkan sebelum kampanye. Itu saja. Lalu kontrolnya seperti apa? Saya pikir masyarakat, Panwas, juga mengontrol dan mengawasi. Yang pasti adalah di medsos itu jangan sampai muncul larangan-larangan kampanye. Misalnya dia mempertentangkan Pancasila, UUD, atau saling mencela, ada unsur sara, itu yang harus dihindari. Kalau memang terjadi seperti itu kan bisa tindak pidana. Bagaimana dengan akun anonim? Mengenai akun anonim, kalau terjadi seperti itu saya pikir ada UU lain, misalnya UU ITE. Dan ada Kepolisian juga kan, Bareskrim dengan Cybercrime. Kita sudah ada gugus tugas yang Ferry Kurnia Rizkiyansyah Tempat Lahir : Bandung, Jawa Barat Tanggal Lahir : Jumat, 21 Februari 1975 Zodiac : Pisces Warga Negara : Indonesia Agama : Islam PENDIDIKAN • S1 Ilmu Pemerintahan FISIP Universitas Padjajaran 1999 • S2 Magister Perencanaan Kebijakan Publik Universitas Indonesia 2003 • S3 Program Study Ilmu Sosial FISIP Universitas Padjajaran KARIR • Peneliti Pusat Studi Pembangunan dan Kebijakan Publik di Jakarta 1999-2002 • Dosen Luar Biasa Universitas Lalangbuana Bandung 20062008 • Dosen Luar Biasa Universitas Komputer Indonesia Bandung 2007-sekarang • Anggota KPUD Daerah Jawa Barat 2003-2008 • Ketua KPUD Jawa Barat 20082013 melibatkan KPU, Bawaslu, dan KPI. Jadi gugus tugas itu akan bekerja dan terkait dengan aktivitas yang berbau pidana, maka Bawaslu akan meneruskan ke Sentra Gakkumdu. Tetap pengawasannya oleh Bawaslu. Bahwa yang terkait dengan lembaga penyiaran yaitu KPI. Dari perubahan regulasi kampanye tersebut, sebenarnya apa yang disasar? Penting kita melihat bahwa proses kampanye ini memang bisa dilakukan oleh pasangan calon dan ini membuat equal treatment untuk memulai dari titik nol yang sama. Tidak ada lagi yang jor-joran melakukan mobilisasi APK atau penyebaran bahan kampanye yang ada. Seperti apa bentuk equal treatment itu? Dalam PKPU No 8 tahun 2015, telah mengatur pemasukan dana kampanye sekaligus penggunaan dana kampanye. Tujuannya agar setiap pasangan calon memiliki besaran maksimal biaya kampanye. Apakah rumus pembatasan pengeluaran dana kampanye yang telah diatur PKPU tersebut, berjalan dengan baik di KPU kabupaten/kota? Di KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota sudah dibuatkan surat keputusan berapa platform batas pengeluaran dana kampanye. Itu atas pertimbangan dan koordinasi dari pasangan calon dan tim kampanye juga. Jadi itu kesepahaman bersama. Kalau terkait dengan dana kampanye yang berasal dari sumbangan perseorangan atau swasta? Itu bisa dan dibolehkan oleh Undangundang. Hanya ada batas maksimalnya. Batas menyumbang itu kalau perorangan Rp50 juta, kalau badan hukum Rp500 juta. Angka tersebut memang kumulatif. Jadi tidak ada pembatasan, nah pembatasannya dalam belanja kampanye. Bagaimana jika ditemukan dana sumbangan illegal? Tentunya nanti hasil audit itu dilihat opininya, apakah patuh dalam melaksanakan aktivitas yang ada. Bagaimana memantau aliran pemasukan dan penggunaan dana kampanye tersebut? Memang butuh kerja keras. Pendanaan kampanye itu terkait tiga hal setidaknya, transparansi, akuntabilitas dan kepastian hukum. Itu yang ingin kita upayakan. Transparansi mendorong keterbukaan dari peserta kontestasi politik ini, kemudian akuntabel yakni dia bertanggung jawab atas yang diperbuat dan tercatat sehingga nanti akan diaudit oleh akuntan publik. Masalah utama dari dana sumbangan kampanye ialah korupsi. Penyumbang akan meminta dikembalian ketika kandidatnya terpilih. Kaitannya dengan pemberantasan korupsi, dengan ini akan dilihat apakah sumber-sumbernya jelas atau tidak? Patuh atau tidak patuh terhadap apa yang dilakukan? Apakah sumbernya berasal dari sumber yang benar atau yang dilarang? Kan bisa ketahuan. Jangan sampai misalnya ada uang yang memang mengalir tapi tidak sesuai dengan sumber yang tertuang dalam aturan. (Ismail) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 01.indd 15 15 03/12/2015 6:27:20 WAWANCARA Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi : P BERIKAN RUANG KOMPETISI YANG ADIL DAN SETARA ada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2015, pemerintah dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) mulai menerapkan pembatasan dana kampanye bagi pasangan calon yang ikut berkontestasi. Dengan terbitnya Undang-Undang Nomor 8/2015 dan Peraturan KPU Nomor 8/2015 yang mengatur tentang pembiayaan kampanye, membuat peluang yang sama di antara para pasangan calon dalam berkompetisi memperebutkan suara pemilih. Saat ini, hasil pilkada tidak lagi ditentukan oleh siapa yang memiliki dana paling banyak, melainkan oleh kinerja Aturan pilkada sudah berubah, negara ikut membiayai kampanye. Tanggapan Anda? Jelas ini sebuah kemajuan dalam penyelenggaraan pilkada. Sekalipun advokasi untuk pelaksanaan kampanye dan pendanaan kampanye yang lebih bisa menjamin keadilan dan kesetaraan antar kandidat dalam pemilu itu sudah dilakukan sejak lama. Kawankawan di masyarakat sipil, sudah sejak masa reformasi intens menyuarakan agar kompetisi di ranah politik adil dan setara serta memberikan ruang persaingan yang relatif sama antar pasangan calon. Kami tidak hanya mengusulkan ini di pilkada tapi di pileg juga. Tapi belum gol. Di UU Pilkada sejak di pansus gagasan itu mulai bergulir. Apakah kebijakan ini menjamin pilkada menjadi lebih baik? Pertama, kita menginginkan pemilu dan pilkada dengan kompetisi yang setara dan adil. Itu dulu. Dana kampanye saat ini dibatasi, bukan hanya soal sumbangan yang diterima peserta, tapi juga pengeluarannya. Karena kalau hanya dibatasi penerimaan maka orang akan jor-joran membelanjakan dana kampanye untuk biaya pemenangan. Itu yang pertama. 16 01.indd 16 dan kreativitas partai politik peserta pemilu dan calon dalam melakukan kampanye. Ini merupakan landasan untuk menciptakan persaingan yang adil dan setara karena masingmasing pasangan calon memiliki kesempatan yang sama untuk berkampanye dalam rangka meyakinkan pemilih. Kebijakan ini merupakan cita-cita yang telah lama diperjuangkan para aktivis pemilu, di antaranya oleh Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem). Berikut petikan wawancara Suara KPU dengan Direktur Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, terkait dengan aturan tersebut. Kemudian yang kedua, ikut memastikan bahwa ada kompetisi yang adil dan setara bagi masing-masing kandidat. Terkait soal efisiensi, biaya kampanye saat ini seperti apa? Kami masih terus melakukan kajian, perbandingan batasan belanja kampanye antara satu daerah dengan daerah yang lain. Rumusnya kegiatan dikali jumlah peserta dikali jumlah standar harga satuan lokal. Pembatasan ini menurut kami terlalu besar, karena fungsinya pembatasan, biaya besar itu lebih pada konsumsi akomodasi. Kita ingin menggiring kampanye itu sifatnya lebih dialogis, privat bicara tentang kepentingan pemilih, tukar visi misi. Tidak pada pencitraaan. Ini perlu penyesuaian ke depan. Mestinya lebih bisa ditekan. Kampanye lebih subtantif. Menurut Anda, apa soal utama selama tahapan kampanye berlangsung? Yang membedakan antara calon dengan parpol pada konteks pemilihan itu ada pada uang. Uang selalu menjadi faktor yang diperlukan kalau ingin melakukan kampanye dan meraih dukungan. Uang jika tidak dikelola akuntabilitasnya dengan baik maka dia akan menjadi faktor dominan dan penentu satu-satunya kandidat untuk menang. Padahal banyak pemilu itu mestinya jadi ajang kontestasi yang memberi ruang bagi calon-calon terbaik untuk maju dan memperoleh dukungan. Apakah regulasi di UU No 8 2015 sudah mampu mengakomodasi? Ini pengalaman pertama kita yang mengatur kampanye dibiayai negara dan pembatasan belanja kampanye. Khusus soal pembatasan tidak ada standar atau pengaturan secara universal bagaimana itu dilakukan. Itu menjadi kekhasan bagi negara-negara. Tidak ada standar baku. Karena ini baru bagi kita, kita mencari formatnya. UU mengatur empat metode kampanye yang dibiayai negara. Berhenti di sana. Tapi mekanisme, metode pembiayaan diserahkan pada KPU untuk mengatur. Menurut Anda, sejauh mana aspek pengawasan? UU Pilkada sekarang sudah ada ketentuannya, termasuk kewajiban pasangan calon kepala daerah untuk melaporkan aliran dana kampanye, baik uang masuk maupun uang keluar. Jika tidak melaporkan, maka sanksinya didiskualifikasi. Tapi, kami merasa itu saja tidak cukup di tengah kontestasi yang begitu sengit, uang menjadi faktor Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 03/12/2015 6:27:20 yang memainkan peranan penting. Harus ada institusi yang melakukan pengawasan yang jelas dalam pengelolaan dana kampanye. Bukankah sudah ada Bawaslu? Salah satu kewenangan Bawaslu memang mengawasi dana kampanye. Tapi itu bukan menjadi fokus bagi mereka. Padahal uang ini faktor yang penting. Prinsip jujur adil, keadilan dalam pemilu itu salah satunya melalui keadilan dalam akuntabilitas pengelolaan pelaporan dana kampanye. Menurut Anda, sebaiknya pengawasan pilkada seperti apa? Saya kira aturan yang ada harus diperbaiki. Mengatur lebih tegas soal pengelolaan dan pelaporan dana kampanye. Disertai dengan kewajiban transparansi laporan. Yang ada sekarang, saya kira kita perlu institusi yang secara khusus mengawasi dana kampanye dan dana partai politik. Sekarang ada dua dana politik. Yang pertama dana kampanye, yang kedua dana politik. Peran Bawaslu dalam pengawasan selama ini? Dana kampanye diawasi Bawaslu. Tapi kalau dana politik itu tidak ada institusi yang mengawasi. Padahal parpol mengelola uang dari negara. Mereka diaudit memang, tapi oleh BPK hanya untuk uang yang bersumber dari negara. Sedangkan uang yang bersumber di luar uang dari negara itu diaudit oleh Kantor Akuntan Publik (KAP). Hasil auditnya diumumkan oleh parpol. Tapi bagaimana KAP dipilih, laporan aslinya itu tidak dibuka di publik, yang diumumkan cuma hasil audit. Ada ketidakmaksimalan pengawasan atas dana politik yang ada saat ini. Kami menganggap akuntabilitas dan transparansi dana politk itu sangat penting. Karenanya, kami mengusulkan Bawaslu itu ditransformasi menjadi badan pengawasan dana politik. Ini usulan saja. (ISM/Red) “Kami menganggap akuntabilitas dan transparansi dana politk itu sangat penting. Karenanya, kami mengusulkan Bawaslu itu ditransformasi menjadi badan pengawasan dana politik.” Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 01.indd 17 17 03/12/2015 6:27:22 SUARA PAKAR Titi Anggraini : MENJAGA AKUNTABILITAS KAMPANYE S alah satu kemajuan dalam pemilihan umum di Indonesia adalah terbitnya aturan tentang kampanye dan dana kampanye yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang kemudian ditetapkan menjadi UU No. 1 Tahun 2015 dan diubah melalui UU No. 8 Tahun 2015. Pertama, undang-undang ini untuk pertama kalinya dalam sejarah kepemiluan Indonesia mengatur pembiayaan kampanye oleh negara; kedua, untuk pertama kalinya juga mengatur tentang pembatasan dana kampanye. Dua hal yang sudah lama diperjuangkan para aktivis pemilu, namun selalu dianggap angin lalu oleh pembuat undang-undang. Dua pengaturan tersebut sesungguhnya menuju satu tujuan, yaitu mengurangi beban biaya kampanye yang harus ditanggung oleh pasangan calon kepala daerah. Selama ini dipercaya, akibat tingginya biaya kampanye yang harus ditanggung pasangan calon, maka ketika terpilih mereka berusaha membayar hutang biaya kampanye sekaligus “menabung” biaya kampanye untuk kepentingan pilkada berikutnya. Akibatnya banyak kepala daerah yang terjerat kasus korupsi karena mengambil jalan pintas mengumpulkan dana pemenangan politik dari sumber-sumber ilegal. Uang dan politik memang menjadi pasangan serasi yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Banyak orang memandang tanpa uang, politik tidak akan berjalan dan melalui uang, politik bisa dijalankan. Uang adalah medium penting untuk menguasai sumber daya. Uang dapat dipindahkan dan dipertukarkan tanpa meninggalkan jejak sumbernya. Hal ini bisa dimanfaatkan 18 oleh partai politik, anggota legislatif dan pejabat eksekutif untuk menukarkan uang sumbangan yang diterimanya dengan kebijakan dan keputusan yang diambil. Namun, uang juga dapat menjadi petunjuk untuk mempelajari perilaku pejabat publik atas kebijakan dan keputusan yang mereka ambil, sehingga pemilih bisa memastikan, apakah partai politik, anggota legislatif dan pejabat eksekutif yang mereka pilih lebih mengutamakan kepentingan pemilih, atau mengikuti kehendak para penyumbang (Perludem, 2015). Sebagaimana diungkapkan Jacobson (1980) “money is not sufficient, but it is necessary for successful campaign. Money is necessary because campaigns do have impact on election results and campaign cannot be run without it”, atau uang saja tidak cukup, tapi uang sangat berarti bagi keberhasilan kampanye. Uang menjadi penting karena kampanye memiliki pengaruh pada hasil pemilu dan kampanye tidak akan berjalan tanpa ada uang. Di sinilah pengaturan uang atau dana dalam kampanye diperlukan. Tujuan utama mengatur dana kampanye adalah menjaga agar partai politik dan pejabat publik terpilih tetap mengedepankan kepentingan pemilih, daripada kepentingan para penyumbang dalam membuat kebijakan dan mengambil keputusan. Pokok-pokok materi pengaturan dana kampanye itu meliputi pembatasan, pengelolaan, pelaporan, dan audit. Kampanye oleh Negara Kampanye adalah kerja terkelola yang berusaha agar calon dipilih, atau dipilih kembali dalam suatu jabatan (Steinberg, 1981). Melalui kampanye, peserta pemilu (partai politik, calon anggota legislatif dan calon pejabat eksekutif) menawarkan visi, misi, program, dan kebijakan yang akan dijalankan bila terpilih. Pemilih diharapkan memberikan suara kepada partai politik atau calon yang menawarkan kebijakan yang sesuai dengan kepentingannya. Karena kampanye bertujuan menarik simpati pemilih yang jumlahnya banyak dan berada di lokasi yang luas, maka membutuhkan dana besar. Dana ini untuk membiayai beragam kegiatan kampanye: pertemuan orang perorang, berdialog dalam kelompok, pertemuan massa, pemasangan poster, spanduk dan baliho, hingga pemasangan iklan di media massa. Jadi, kampanye meliputi empat elemen penting: partai politik dan calon, program dan isu, organisasi, dan dana. Sama dengan undang-undang pemilu sebelumnya, UU No. 1 Tahun 2015 juncto UU No. 8 Tahun 2015 mengatur tujuh metode kampanye peserta pilkada. Meliputi a) pertemuan terbatas; b) pertemuan tatap muka dan dialog; c) debat publik/debat terbuka antarpasangan calon; d) penyebaran bahan kampanye kepada umum; e) pemasangan alat peraga; f) iklan media massa cetak dan media massa elektronik; dan atau g) kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Namun undang-undang ini menye- Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | suara pakar.indd 18 03/12/2015 3:33:29 butkan semua bentuk kampanye pilkada dibiaya negara kecuali pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka/dialog, dan kegiatan lain yang tidak melanggar larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tiga jenis kampanye inilah yang harus ditanggung pasangan calon, sedang yang lain dibiayai oleh negara melalui APBD. Berdasarkan pembacaan terhadap laporan dana kampanye pilkada 20102013, biaya kampanye pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka/ dialog, berkisar 10% dari seluruh total biaya kampanye. Pasangan Jokowi-Ahok yang memenangkan Pilkada DKI Jakarta 2012 menghabiskan dana kampanye Rp16,3 miliar, sedangkan pasangan Rahudman-Dzulmi yang memenangkan Pilkada Kota Medan 2010 menghabiskan dana Rp2,4 miliar. Dengan asumsi yang lain tidak banyak berubah, maka kelak untuk memenangkan Pilkada DKI Jakarta dan Pilkada Kota Medan, pasangan calon cukup menyiapkan dana Rp1,6 miliar dan Rp240 juta untuk membiayai kampanye pertemuan terbatas dan pertemuan tatap muka/dialog. Jelas, jadi lebih murah, karena biaya kampanye yang lain, yang jumlah mencapai 90%, dibiayai oleh negara. Pembatasan Belanja Meskipun biaya kampanye yang ditanggung oleh pasangan calon jauh berkurang, namun UU No. 1 Tahun 2015 juncto UU No. 8 Tahun 2015 tetap mengamanatkan kepada KPU untuk membatasi dana kampanye. Tentu pembatasan dana kampanye ini tidak harus dimaknai sebagai pembatasan pengeluaran atau belanja saja, tetapi juga pembatasan pemasukan atau pendapatan. Undang-undang telah menuntun, pembatasan belanja kampanye dilakukan dengan mempertimbangkan jumlah penduduk, luas wilayah dan standar biaya daerah. Dalam pengaturannya KPU wajib menggabungkan tiga hal tersebut menjadi formula batasan belanja kampanye yang harus ditaati oleh semua pasangan calon. Dalam ketentuan lebih lanjutnya, Pasal 12 Peraturan KPU No. 8 Tahun 2015 tentang Dana Kampanye Peserta Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/ atau Walikota dan Wakil Walikota, KPU telah mengatur bahwa KPU Provinsi/ KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/ Kota menetapkan pembatasan pengeluaran dana kampanye dengan memperhitungkan metode kampanye, jumlah kegiatan kampanye, perkiraan jumlah peserta kampanye, standar biaya daerah, bahan kampanye yang diperlukan, cakupan wilayah dan kondisi geografis, logistik, dan manajemen kampanye/konsultan. Dan berdasarkan pengaturan KPU tersebut, maka pembatasan pengeluaran dana kampanye dilakukan dengan cara menghitung total dari biaya kegiatan dengan rumus sebagai berikut a) rapat umum = jumlah peserta x frekuensi kegiatan x standar biaya daerah; b) pertemuan terbatas = jumlah peserta x frekuensi kegiatan x standar biaya daerah; c) pertemuan tatap muka = jumlah peserta x frekuensi x standar biaya daerah; d) pembuatan bahan kampanye = persentase jumlah kegiatan (n %) x pemilih x Rp 25.000,00; dan e) jasa manajemen/konsultan. Dalam menetapkan pembatasan pengeluaran dana kampanye, KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan partai politik atau gabungan partai politik atau petugas yang ditunjuk pasangan calon untuk mendapatkan masukan. Pembatasan pengeluaran dana kampanye ditetapkan dengan Keputusan KPU Provinsi/KIP Aceh untuk Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur dan Keputusan KPU/KIP Kabupaten/Kota untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota dengan memerhatikan rapat koordinasi dengan pasangan calon. Jumlah maksimal biaya kampanye tersebut semestinya menjadi batas maksimal dana yang bisa dikumpulkan oleh pasangan calon. Pada titik inilah, KPU bisa melakukan pembatasan penerimaan atau pendapatan atau sumbangan. Logikanya, penerimaan pasangan calon tidak boleh melampaui batasan maksimal belanja yang bisa dikeluarkannya sebagaimana telah diatur dalam Keputusan KPU. Memang, UU No. 1 Tahun 2015 juncto UU No. 8 Tahun 2015 telah menetapkan batas maksimal sumbangan perseorangan Rp50 juta dan sumbangan badan usaha swasta Rp500 juta. Namun seperti undang-undang pemilu sebelumnya, undang-undang ini tidak membatasi sumbangan dari pasangan calon dan partai politik atau gabungan partai politik pengusung. Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | suara pakar.indd 19 19 03/12/2015 3:33:30 SUARA SOSOK Dra. Hj. Ariani Soekanwo : PERJUANGKAN HAK POLITIK KAUM DISABILITAS Saat ini perhatian terhadap penyandang disabilitas sudah cukup baik. Walaupun dari sisi UU masih dirasa kurang, namun KPU RI melalui PKPU sudah cukup baik P enyelenggaraan Pemilu Legislatif dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2014 lalu mendapat banyak apresiasi dalam berbagai sisi. Salah satunya terkait fasilitasi penyandang disabilitas dalam pemenuhan hak yang sama sebagai warga negara untuk memilih dan dipilih. Ketua Umum Panitia Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat (PPUA Penca) Ariani Soekanwo menyatakan pemenuhan hak politik penyandang disabilitas pada Pemilu 2014 ini adalah yang terbaik di Asean. Ia juga mengatakan, KPU, selaku penyelenggara pemilu, lebih sensitif terhadap kebutuhan penyandang disabilitas dibanding lembaga lain. “Kalau departemen lain mungkin tentang tenaga kerja saja, masih bisa memungkinkan diskriminasi. Jadi karena memperjuangkan demokrasi, KPU lebih sensitif dan memahami penyandang disabilitas memiliki hak yang sama. Ini keunggulan KPU dari yang lain,” ungkap Ariani. Namun butuh perjuangan cukup lama bagi Ariani dan kawan-kawan, hingga kebutuhan penyandang disabilitas dalam pemenuhan hak politiknya sebagai warga negara terakomodasi. “PPUA ini berdiri 24 April 2002. Dulu namanya Panitia Pemilihan Umum Akses Penyandang Cacat 2004 karena kita waktu itu mengadvokasi Pemilu 2004. Tapi kita bergerak memang sejak tahun 2001,” kata perempuan kelahiran Malang 30 Desember 1945 ini. Semua itu berawal dari kegelisahan 20 Ariani dan teman-teman penyandang disabilitas yang tidak dapat menggunakan haknya dalam pemilu dan tidak ada pula wakil di legislatif. Waktu itu, Ariani menjadi Ketua Hari Internasional Penyandang Cacat 2001, yang sekarang menjadi Hari Disabilitas Internasional, dengan menggelar seminar sehari bertajuk ‘Demokratisasi Politik melalui Sistem Pemilu’. Pada International Conference di Bali itu, ia bertemu dengan Hadar Nafis Gumay, komisioner KPU RI, yang kala itu aktif di Center of Electoral Reform (CETRO). Ariani pun menyampaikan kegelisahannya dan teman-teman bahwa “Ada sebagian petugas pemilih yang tidak menulis kolom disabilitas, ada yang sudah ditulis tapi hilang di jalan.” penyandang disabilitas saat itu tak punya hak memilih dan dipilih. Akhirnya, melalui CETRO, Hadar memfasilitasi terbentuknya Panitia Pemilihan Umum Akses 2004. “Tapi berdirinya 2002. Kita deklarasinya di CETRO. Kita selalu rapat di CETRO,” kata Ariani. Diperkuat CETRO, Ariani dan kawan-kawan mulai mengadvokasi regulasi, dari UU Pemilu hingga PKPU. Sejak 2008, PPUA dalam perjuangannya bergabung dengan LSMLSM pemilu lain. Bahkan ketika dalam sebuah acara, tanpa kehadiran dari PPUA, LSM-LSM pemilu tersebut selalu memperhatikan kebutuhan penyandang disabilitas. Ariani berpendapat, saat ini perhatian terhadap penyandang disabilitas sudah cukup baik. Walaupun dari sisi UU masih dirasa kurang, namun KPU RI melalui PKPU sudah cukup baik. Meski demikian, dari sisi pelaksanaan di beberapa daerah masih ditemui beberapa kasus yang kurang sensitif terhadap penyandang disabilitas. Perjuangan Lebih 12 Tahun Menyadarkan masyarakat bahwa penyandang disabilitas merupakan warga negara yang memiliki hak sama dengan orang pada umumnya bukanlah perjuangan mudah. Berbagai kesulitan akibat kekurangpahaman masyarakat menjadi tantangan yang sering dihadapi Ariani dan kawan-kawan. Seperti sulitnya prosedur ketika meminta ingin mengadakan audiensi hingga perlakuan diskriminatif saat pemungutan suara. Ibu tiga anak ini menceritakan kejadian pada Pemilu 2004. Saat itu, ada salah seorang penyandang tuna netra Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Sosok.indd 20 03/12/2015 4:04:09 Data yang Hilang yang datang ke TPS malah dikira orang yang sedang minta-minta. “Tahun 2004 itu ada yang mengeluh ke saya, “saya itu ke TPS malah dikasih uang receh.” Di situ kan memang tidak mengerti, petugasnya tidak mengerti bahwa pemilih penyandang disabilitas tuna netra mau mencoblos, dikira orang minta-minta. Ada miss perception. Masih ada salah paham,” kisah perempuan yang telah menerbitkan 12 buku tentang masalah disabilitas ini. “Memang memahami penyandang disabilitas tidak gampang. KPU RI dan Bawaslu lebih paham, tetapi untuk daerah-daerah masih kurang. Makanya kita harus lebih bekerja keras untuk memberi pemahaman,” ujar Ariani. Di sejumlah daerah, masih ada masyarakat yang memiliki persepsi ‘negatif ’ terhadap penyandang disabilitas. Ariani mengisahkan suatu ketika ada yang menyoal poster sosialisasi tentang pemilih penyandang tunanetra yang memakai jas dianggap tidak relevan. “Lah memangnya penyandang disabilitas itu nggak boleh pakai jas, harus selalu berpakaian compangcamping? Kan tidak. Inilah masa depan kaum disabilitas. Kita punya hak sama dengan warga negara lainnya. Ada pula orangtua yang ketika hari pemungutan suara anaknya yang tunarungu malah diungsikan, itu yang harus kita beri penyadaran terus. Hal-hal yang menyakitkan lain misalnya ketika saat pendataan, penyandang disabilitas dilewati,” terang peraih penghargaan Jakarta International Association for Volunteer Effort untuk In Recognition of Your Servicies in Volunteering 2002 ini. Semua jerih payah Ariani dan kawankawan menjadi tak terasa manakala melihat hasilnya saat ini, terutama pada Pemilu 2014. “Sekarang, kalau KPU mau membuat draf PKPU, kita semua diundang termasuk penyandang disabilitas. Jadi KPU itu terasa sudah bukan orang lain lagi,” kata perempuan yang menjadi bagian dari Tim Seleksi Calon Anggota KPU Kota Administrasi Jakarta Pusat periode 2013-2018 ini. “Malah sekarang di undangan memilih, untuk pemilih disabilitas diberikan kemudahan. Memang sudah berubah tapi ini setelah 12 tahun. Ini juga termasuk paling cepat dibandingkan dengan departemen, kementrian atau lembaga pemerintah yang lainnya. KPU memang lebih sensitif dengan disabilitas. Ya terutama saat ini demokrasi memang benar-benar ditegakkan,” papar Ariani. Namun Ariani masih menyesalkan mengenai data tentang penyandang disabilitas di pemilu 2014 yang hilang di jalan. “Ada sebagian petugas pemilih yang tidak menulis kolom disabilitas, ada yang sudah ditulis tapi hilang di jalan. Kalau sekarang pendataan lebih jelas, mudah-mudahan pendataan penyandang disabilitas dalam pemilu bisa benarbenar terdeteksi,” kata Ariani. Karena itu, pemahaman terhadap kebutuhan penyandang disabilitas masih perlu ditingkatkan. Seperti perjuangan mengisi kemerdekaan yang tak pernah selesai. Ia mengakui semangat itu ada namun pemahaman masyarakat masih belum merata. Karena di beberapa daerah ada yang masih belum ketemu, belum saling tahu, antara KPU dengan komponen PPUA di sana. Beberapa kasus yang juga mencerminkan kurang sensitifnya petugas KPPS misalnya dalam penempatan lokasi TPS. “TPS yang masih banyak yang tidak aksesibel. Terutama penempatan TPS sendiri, ada yang berbatu-batu, di lantai dua. Tapi mereka (petugas TPS) lebih sensitif untuk menolong. Jadi lokasi TPS yang tidak aksesibel diimbangi dengan sikap yang ramah itu,” ujar Ariani. Saat ini, PPUA Penca bekerja sama KPU dan Bawaslu tengah menyusun modul untuk bahan ketika bimbingan teknis. Harapannya, modul tersebut bisa menjadi acuan dalam mengakomodir kebutuhan penyandang disabilitas pada pelaksanaan pemilu. “Tahun 2014 kita memang diberi waktu untuk berbicara di depan komisioner KPU atau Bawaslu. Tapi sangat singkat, apa mereka paham atau tidak. Padahal tidak sedikit hal yang berkaitan dengan penyandang disabilitas di saat pemungutan suara.” “Karena itu kita akan mengembangkan modul yang singkat, jelas, dan mudah dipahami, serta siap diduplikat, mudah untuk diterapkan di bimtek nasional, maupun bahan bagi LSM-LSM dalam memperjuangkan kebutuhan penyandang disabilitas dalam demokrasi,” kata Ariani. (Ismail/MSWibowo) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Sosok.indd 21 21 03/12/2015 4:04:14 SUARA SOSOK Wakil Kepala Biro Perencanaan dan Data, Emil Satria Tarigan, SE : BERGELUT DI DUNIA IT DAN AKUNTANSI Bagi banyak orang, IT dan akutansi merupakan dua dunia yang sama sekali berbeda. Namun tidak untuk Wakil Kepala Biro Perencanaan dan Data KPU Emil Satria Tarigan. Dua bidang itu seakan tak terpisahkan dalam perjalanan hidup pria kelahiran Medan, 14 Maret 1957 ini. I a mulai menapaki karir sebagai pegawai negeri sipil di Dirjen Anggaran Departemen Keuangan pada tahun 1978 sebagai programer sejak lulus SMA. Ketika telah bekerja itulah, ia melanjutkan studinya ke pendidikan tinggi. Ia tertarik untuk memilih jurusan akuntansi AIK Pasundan dan memperoleh gelar sarjananya di Universitas Islam Nusantara (Uninus) Bandung. “Saya sarjana akutansi. Cuma saya pernah jadi programer, fungsional pranata komputer di Depkeu. Lumayan lama, 6-7 tahun,” ungkap Emil, ketika ditemui di ruang kerjanya, Senin (7/9). Ia menyatakan, baik IT maupun keuangan punya tantangan yang berbeda. Namun IT bisa dikatakan lebih berat karena harus mengikuti setiap perkembangan setiap waktunya. “Kalau peraturan tentang keuangan itu kan jarang berubah,” jelas pria yang punya hobi Pingpong dan Tenis ini. Cukup lama Emil mengabdi di Depkeu. Terakhir ia dipercaya menjabat sebagai Kasubbag Umum di KPPN, sebelum akhirnya pada November 2003 ia bergabung di KPU sebagai Kabag Pembinaan dan Pendataan Pegawai di Biro SDM. Berikutnya, Emil diserahi jabatan Kabag Data dan Informasi (Datin) KPU. Kemudian ia dipercaya mengemban jabatan sebagai Wakil Kepala Biro Logistik dan sejak 13 Oktober 2011 hingga sekarang, sebagai Wakil Kepala Biro Perencanaan dan Data. 22 Disiplin dan Kemauan Belajar Bersikap disiplin dan mau terus belajar, menjadi prinsip yang selalu dipegang Emil dalam menjalani segala aktivitasnya. Ia berpandangan, ilmu dari bangku pendidikan sekadar bekal. Tidak semua bisa diaplikasikan. Dalam dunia kerja banyak hal baru yang ditemui. Namun, kata Emil, selama mau belajar maka tidak ada yang susah. Dengan itu juga, setiap orang akan mudah beradaptasi ketika misalnya ditempatkan di lingkungan kerja yang baru. Demikian pula dalam menjalan tugas selaku pimpinan. “Karena kita pernah jadi bawahan juga kan? Cuma itu tadi, saling beradabtasi dan menyesuaikan,” ujar Emil. Kesiapan di Pilkada 2015 Pilkada 2015 di 9 provinsi dan 260 kabupaten/kota akan segera digelar pada 9 Desember 2015 mendatang. Sebagai yang pertama serentak dan terbesar, banyak aspek baru meliputi pelaksanaannya dari regulasi, teknis, hingga penerapan sistem aplikasi. Salah-satunya pemutakhiran data pemilih. Emil mengatakan, sebenarnya sama dengan yang diterapkan pada Pemilu 2014. Namun untuk pilkada, ini yang pertama.“Demikian juga keterlibatan KPU dalam proses penyusunan anggaran. Dalam rangka menetapkan itemitem untuk komponen biaya-biaya. Sebelumnya kita tidak terlibat, KPU hanya bikin aturan. Sekarang karena (KPU) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Sosok.indd 22 03/12/2015 4:04:18 Wakil Kepala Biro Perencanaan dan Data, Emil Satria Tarigan, SE. (NPHD), nomornya, jumlah anggaran yang diajukan dan yang disetujui. “Kita memantaunya apakah daerah tersebut sudah melakukan penandatanganan NPHD? Sudah dapat uang pencairannya apa belum? Kemudian pencairannya itu mencukupi atau tidak, itu kita pantau. Ini untuk pertama kali,” terang Emil. Kemudahan Akses Publik penanggungjawab akhir, jadi lebih terlibat,” ujar Emil. Hal baru lain ialah Sistem Informasi Tahapan (Sitap). Melalui Sitap, publik dapat mengakses berbagai informasi tahapan pilkada. Sistem ini juga memudahkan koordinasi dan monitoring pusat ke daerah. Misalnya memastikan Naskah Perjanjian Hibah Daerah Emil mengungkapkan, Sitap bisa diakses umum. Ini sejalan dengan era keterbukaan informasi.“Juga dalam rangka cek and ricek. Kalau ada apa-apa mereka bisa komplain ke KPU, Bawaslu, misalnya. Kita memberikan informasi seluas-luasnya kepada publik. Apalagi sekarang jaman teknologi, rata-rata orang punya gadget, jadi lebih memudahkan untuk melihat dari mana saja,” ujarnya. Dalam Pilkada 2015 ini Biro Perencanaan dan Data melakukan bermacam persiapan yang terdiri dari empat bagian, yakni bagian program, monitoring dan evaluasi (monev), data dan informasi (datin), dan Kerjasama Antar Lembaga (KAL).Dari keempatnya, datin merupakan bagian yang cukup sibuk dalam hal pemutakiran data pemilih, yang bisa dikatakan sebagai tulang punggungnya pemilu. “Karena yang menjadi patokan pemilu itu keakuratan data pemilih. Itu dihandle bagian datin. Dimana kita menggunakan aplikasi sidalih. Itu kita cukup disibukkan, dimana daerahdaerah melakukan pemutakhiran data. Kita menangani 300 Kab/Kota yang melakukan Pilkada serentak.,” terang Emil. Kendala dan Tantangan Selain pemutakhiran data pemilih, masalah waktu, ketidakjelasan anggaran daerah, serta item-item yang boleh dan tidak boleh dialokasikan adalah beberapa hal yang menjadi kendala dan tantangan. “Waktu itu Kemendagri juga meminta KPU membuat aturan, tapi karena masih APBD jadi masih di Kemendagri,” jelasnya. “Komunikasi dengan daerah juga kadang-kadang jadi kendala kita, terutama Kab/Kota. Kalau untuk provinisi sudah relatif gampang. Untuk Kab/Kota ini gampang gampang susah. Apalagi banyak, beberapa daerah juga akses sinyal juga susah,” imbuhnya. Keamanan Siber Pemilu 2014 menjadi pengalaman cukup berharga KPU dalam menyelenggarakan pemilu-pemilu berikutnya menjadi semakin baik, berkualitas, dan berintegritas. Banyak hal yang teruji sukses untuk diterapkan pada pemilu dan pilkada mendatang. Tak terkecuali masalah keamanan siber. “Yang kemarin jadi hambatan, sekarang sudah ganti. hardware kita sudah ganti dengan kapasitas yang lebih besar. Dari sisi software, kita juga tambah. Kita juga minta bantuan pada IT Safety untuk pengawasan jaringan. Dengan kepolisian juga ada,” jelas Emil. KPU juga menjalin kerjasama dengan UI dan ITB untuk sisi aplikasi dan BPPT pada soal verifikasi. (Ismail) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Sosok.indd 23 23 03/12/2015 4:04:21 SUARA IMAM BONJOL KPU LAPORKAN PROGRES PILKADA KE DPD RI K omisi Pemilihan Umum (KPU) RI mengungkapkan pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak tahun 2015 sudah berjalan sesuai jadwal. Hal itu dilaporkan KPU kepada Komite I Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Selasa (1/9). Laporan tersebut disampaikan Ketua KPU, Husni Kamil Manik saat melakukan rapat kerja antara Komite I DPD RI bersama Kepala Badan Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso, Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia (Wakapolri), Komjen Budi Gunawan, dan Badan Pengawas Pemilu tentang pengawasan Pilkada Serentak 2015. Husni mengatakan saat ini jadwal Pilkada telah memasuki tahapan kampanye peserta pemilihan. Ia juga menjelaskan bahwa terdapat 253 daerah yang berhasil melaksanakan tahapan pendaftaran pasangan calon dan Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPU-RI) Husni Kamil Manik (kanan) saat melaporkan progres pilkada ke Dewan Perwakilan Daerah Ripublik Indonesia (DPD-RI) penetapan pasangan calon sesuai jadwal yang telah ditentukan. “Sampai sekarang, dapat kami laporkan proses pendaftaran calon pada tanggal 26 sampai 28 Juli sampai dengan penetapan calon yang sesuai jadwal tanggal 24 Agustus adalah sebanyak 253 daerah,” papar Husni di ruang rapat lantai II Gedung DPD RI, Senayan, Jakarta. Meski muncul sejumlah kendala selama masa pendaftaran, namun mayoritas daerah yang menyelenggarakan pilkada dapat melaksanakan tahapan itu sesuai jadwal. “Jadi dari 253 daerah tersebut berbanding dengan 269 daerah artinya mayoritas bisa memenuhi jadwal,” lanjutnya. Terkait tren penurunan jumlah pasangan calon yang mendaftarkan diri dalam pemilihan, menurut Husni, salah satu faktornya karena jumlah syarat dukung bagi calon independen dan jumlah perolehan kursi partai politik yang meningkat. “Pada penyelenggaraan pilkada periode ketiga pascareformasi yang diselenggarakan secara langsung, jumlah dukungan persyaratan meningkat. Dari jalur perseorangan peningkatannya hampir 100 persen, sementara untuk jalur partai politik, sekitar 30 persen,” ungkap Husni. Menurutnya, peningkatan tersebut secara tidak langsung berimbas pada jumlah pasangan calon yang mendaftarkan diri. “Konsekuensi peningkatan jumlah dukungan ini akan mempersempit ruang, baik calon perseorangan maupun calon dari partai politik dan gabungan partai politik untuk mengajukannya,” ujar dia. Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) RI, Oesman Sapta Odang, mengaku yakin seluruh instansi terkait bisa menyukseskan pilkada serentak 2015. “Saya percaya instansi-instansi terkait dalam penyelenggaraan pemilu sudah melakukan banyak hal maksimal, dengan support semua pihak dan kerja keras, saya rasa pelaksanaan pilkada ini bisa baik,” tuturnya. Sementara itu, Anggota Komite I DPD RI, Nurmawati, memberikan apresiasi atas progres pilkada yang disampaikan. “Saya ucapkan terima kasih setinggi-tingginya kepada Ketua KPU, Ketua Bawaslu, Kepala BIN, dan Pak Wakapolri untuk persiapannya menghadapi pilkada serentak 2015. Setelah mendengar paparan tokoh-tokoh ini saya merasa lebih tenang,” ujar dia. (rap/red. FOTO KPU Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 25 Suara Imam Bonjol.indd 25 03/12/2015 6:36:02 SUARA IMAM BONJOL HADAPI SENGKETA PILKADA, KPU GELAR RAKOR PELAYANAN UMUM Rapat Koordinasi : KPU dengan KPU Provinsi/KIP Aceh “Pelayanan Hukum Sengeketa Dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Bupati dan Wakil Bupati Walikota dan Wakil Walikota” di Gedung Kantor KPU 3-5 Septermber 2015 P asangan calon peserta Pilkada Serentak 2015 telah ditetapkan. Dari 269 daerah yang menyelenggarakan Pilkada tahun 2015, ada 3 daerah yang pelaksanaannya ditunda ke tahun 2017, yaitu Kabupaten Blitar, Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten Timor Tengah Utara. Sementara untuk Pilkada Kota Surabaya, yang baru memiliki satu pasangan calon memenuhi syarat, Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah membuka pendaftaran kembali, Kamis (3/9). Hasil penetapan ini masih menyisakan paslon yang dinyatakan tidak memenuhi syarat (TMS), yaitu 26 mereka yang tidak memenuhi syarat calon dan syarat pencalonan. Hal itu disampaikan Ketua KPU RI Husni Kamil Manik saat membuka rapat koordinasi KPU dan KPU Provinsi/ KIP Aceh tentang pelayanan hukum menghadapi sengketa dalam Pilkada 2015 di Ruang Sidang Utama Lantai 2 KPU RI. Menurut Husni, terkait sengketa pilkada, terdapat 9 daerah yang menghadapi sengketa di Bawaslu pascapenetapan. Untuk itu, KPU perlu melakukan koordinasi dengan KPU Provinsi/KIP Aceh dalam rangka menyamakan persepsi untuk menghadapi sengketa tersebut. “Materi rakor ini antara lain untuk evaluasi sengketa proses penerimaan dukungan pasangan calon, kemudian pemetaan dan potensi sengketa, strategi advokasi Tata Usaha Negara pilkada, dan konsep pelayanan hukum dalam menghadapi sengketa di Mahkamah Konstitusi,” ujar Husni. Rakor yang dihadiri anggota KPU provinsi/KIP Aceh Divisi Hukum dan kepala Bagian Teknis, Hupmas, dan Hukum KPU provinsi seluruh Indonesia ini diharapkan bisa membuat hasil spesifik dalam menyamakan persepsi untuk menghadapi sengketa pilkada. Selain itu, juga untuk menyiapkan strategi bagi KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota terkait penanganan sengketa pilkada tersebut. Husni berharap, pelayanan hukum sengketa pilkada ini bisa dilakukan KPU, baik provinsi maupun kabupaten/kota, sehingga penanganan sengketa ini bisa ditangani dengan baik pada masingmasing tingkatan, jadi tidak semua sengketa dituntaskan di pusat. Sementara itu, Anggota KPU RI divisi hukum, Ida Budhiati ingin rakor itu bisa membahas pandangan sengketa dari daerah untuk mengkonfirmasi keputusan dan rekomendasi yang dikeluarkan Bawaslu maupun Panwaslu. Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Imam Bonjol.indd 26 03/12/2015 6:36:12 ini dapat terus berlanjut karena saat ini KPU memiliki program pendidikan pemilih. “KPU memiliki bagian bina partisipasi masyarakat yang melakukan pendidikan pemilih, sasaran yang akan kita jadikan pendidikan pemilih salah satunya kelompok pemilih pemula,” terang Titik. Materi belajar lainnya yang diberikan adalah seputar struktur organisasi KPU, pengenalan terhadap makna pemilu dan demokrasi serta tata cara memilih. Acara diakhiri dengan simulasi pemungutan suara dengan prinsip 5D yang telah diajarkan sebelumnya, untuk memilih ketua kelas. (dam.Foto KPU/hupmas/sij) Acara pengenalan 5D (Datang, Daftar, Dicoblos, Dimasukkan dan Dicelup) terhadap siswa SDN 01 Menteng, Jakarta Pusat INGAT Pemilu, INGAT 5D K omisi Pemilihan Umum (KPU) menerima kunjungan belajar dari SDN 01 Menteng, Jakarta Pusat. Pada kegiatan yang rutin dilakukan sekolah tersebut setiap tahunnya, siswa kelas 6 mendapatkan karya wisata berkunjung ke lembaga negara. Kunjungan mereka diterima Kepala Bagian Bina Partisipasi Masyarakat, Titik Prihati Wahyuningsih dan Kepala Sub. Bagian Bina Partisipasi Masyarakat Wilayah II, Didi Suhardie, di Ruang Sidang Utama KPU, Jumat (11/9). Didi menggunakan metode diskusi dengan para siswa, sehingga para siswa diberi kesempatan yang luas untuk bertanya seputar pemilu dan demokrasi. Selain tanya jawab, acara tersebut juga disertai pembagian doorprize bagi para siswa. Para siswa kemudian dikenalkan dengan istilah 5D, yakni datang, daftar, dicoblos, dimasukan dan dicelup. Istilah tersebut merupakan langkah-langkah yang dilakukan pada saat pemilihan. Datang yakni para pemilih datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS), kemudian daftar, maka pemilih mendaftarkan dirinya di TPS sebelum mendapatkan kertas suara. Dicoblos yaitu pemilih mencoblos surat suara yang ada, dimasukan ke kotak suara dan terakhir dicelup yakni pemilih menandai jarinya dengan mencelupkan ke dalam tinta. Sedangkan Kepala Bagian Bina Partisipasi Masyarakat, Titik Prihati Wahyuningsih mengharapkan kerjasama Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 27 Suara Imam Bonjol.indd 27 03/12/2015 6:36:21 SUARA IMAM BONJOL KPI TUNGGU REGULASI PENGAWASAN KAMPANYE Anggota Komisi KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah (dua dari kanan), saat melakukan kunjungan rapat dengan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI). K omisi Penyiaran Indonesia (KPI) menunggu Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengeluarkan regulasi untuk menyikapi masa tahapan kampanye Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 9 Desember mendatang. Hal tersebut diungkapkan Komisioner KPI, Idy Muzzayad saat Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) KPI, Kamis (3/9). Rapimnas yang dikemas dalam bentuk kegiatan talk show turut mengundang Anggota KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, dan Ketua Bawaslu, Muhammad. “Kita belum me-rigid-kan itu, karena kita (KPI-red) menunggu aturan dari lembaga yang berwenang,” ungkap Idy. Menurut Idy peran media penyiaran dalam pilkada sangat penting. Nantinya media mempunyai tiga fungsi penting, 28 yakni sebagai sarana penyebarluasan informasi, sarana pendidikan politik, dan juga kontrol pelaksanaan pilkada tersebut. Pada kesempatan itu KPI mengajukan beberapa pertanyaan terkait potensi Bawaslu dan KPU juga siap memberikan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat terhadap jajarannya yang terbukti tidak bisa menjaga independensi dalam pelaksanaan tahapan pilkada. kampanye terselubung yang dilakukan di media penyiaran. Komisioner KPU, Ferry Kurnia mengatakan, pihaknya menitikberatkan pada kampanye yang adil dan berimbang baik dikemas melalui acara talk show atau bentuk pemberitaan lainnya. “Kita konsentrasi bagaimana mekanisme penyiaran atau pemberitaan yang dilakukan lembaga penyiaran harus adil dan berimbang, apapun bentuknya baik monolog atau talk show,” kata dia. Ferry melanjutkan, yang dimaksud dengan adil dan berimbang adalah lembaga penyiaran atau lembaga pemberitaan sejenis tidak menitikberatkan pada salah satu pasangan calon saja. Apabila daerah tersebut ada 2 atau 3 pasangan calon, maka penyiaran dan pemberitaan yang dibuat harus berimbang. “Apabila salah satu pasangan calon tidak melakukan kegiatan sama sekali, maka itu menjadi upaya lembaga penyiaran tersebut bagaimana dapat menjadi lebih adil,” Terang Ferry. Terkait penegakan aturan, Ketua Bawaslu, Muhammad memfokuskan 4 poin penting syarat berhasilnya pemilu, yakni regulasi yang jelas dan tegas, peserta pemilu yang kompeten, pemilih yang cerdas, dan penyelenggara pemilu yang independen. Selain itu, Bawaslu dan KPU juga siap memberikan sanksi pemberhentian dengan tidak hormat terhadap jajarannya yang terbukti tidak bisa menjaga independensi dalam pelaksanaan tahapan pilkada. (dam/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Imam Bonjol.indd 28 03/12/2015 6:36:25 WUJUDKAN TRANSPARANSI, D KPU LAYANI INFORMASI DIGITAL engan terbitnya Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pengelolaan dan Pelayanan Informasi, KPU mengadakan focus group discussion (FGD) terkait pengelolaan dan pelayanan informasi publik berbasis digital dan online, Kamis (3/9). FGD tersebut dihadiri Indonesian Parlementary Center (IPC), Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu), Kementrian Komunikasi dan Informatika (Kominfo), Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kementrian Sosial (Kemensos) dan Komisi Informasi (KI). Wakil Kepala Biro Teknis dan Hupmas KPU, Supriatna, mengatakan, dalam memberikan pelayanan kepada Roby Leo Agust dan Supriatna (dari kanan) publik, pihaknya masih membutuhkan waktu dan koordinasi dengan birobiro terkait untuk mengumpulkan dan menyusun informasi yang dikuasai. Untuk itu KPU memerlukan aplikasi agar bisa memangkas waktu dalam memberikan pelayanan kepada publik. “Walaupun KPU melayani permintaan informasi melalui surat elektronik, tetapi banyak dari permintaan informasi dilakukan secara manual, dan waktu untuk pendisposisian itu yang memakan waku cukup lama, sehingga e-PPID menjadi jalan keluar,” ujar Supriatna, yang merupakan PPID KPU. Pembentukan e-PPID ini disusun KPU untuk mewujudkan transparansi informasi, serta memenuhi kebutuhan masyarakat yang dewasa ini semakin kritis terhadap informasi yang dikuasai badan publik. Sejalan dengan Supriatna, Direktur IPC, Setyo, menilai tema e-PPID ini cukup menarik karena perubahan zaman dan tuntutan terhadap penggunaan teknologi yang praktis, cepat, mudah dan murah yang sejalan dengan prinsip keterbukaan informasi. (ajg/red. FOTO KPU/ook/Hupmas) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 29 Suara Imam Bonjol.indd 29 03/12/2015 6:36:28 SUARA IMAM BONJOL KPU LAKUKAN RAKOR Pelaporan Keuangan Pilkada Rapat Koordinasi Pengawalan Pilkada 2015 K omisi Pemilihan Umum (KPU) menggelar rapat koordinasi (rakor) Pengawalan Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2015, Rabu (9/9). Hal tersebut bertujuan meningkatkan kualitas dan akuntabilitas pelaporan keuangan daerah dan negara. Secara administrasi, anggaran Pilkada 2015 dikategorikan sebagai hibah langsung dalam bentuk uang dari pemerintah daerah kepada KPU. Dana tersebut wajib dikelola sesuai ketentuan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 191/PMK.05/2011 tentang Mekanisme Pengelolaan Hibah. Anggota KPU, Hadar Nafis Gumay, mengatakan, karena jadwal yang sangat ketat, pengelolaan keuangan dana hibah perlu dilakukan secara tepat, dan cepat, sehingga tahapan pilkada dapat berjalan baik tanpa kendala yang terkait anggaran. Menurutnya, KPU perlu mengawal proses izin pembukaan rekening ke LUNCURKAN SMS Center KPU Gorontalo Sosialisasikan Pelayanan Informasi K omisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi Gorontalo melaksanakan sosialisasi implementasi pengelolaan dan pelayanan informasi publik kepada KPU kabupaten/kota seProvinsi Gorontalo, Rabu (9/9). Kegiatan ini dibuka Komisioner KPU RI Arief Budiman, dan dihadiri komisioner dan sekretariat KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota. Pada acara itu, Ketua KPU Gorontalo, Muhammad N Tulih, mengungkapkan kebahagiaannya karena pihaknya mendapatkan dua penghargaan dari KPU RI. “Kedua penghargaan itu karena pelayanan masyarakat terbaik untuk Kabupaten Gorontalo dan daftar pemilih berkualitas untuk Provinsi Gorontalo. 30 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Imam Bonjol.indd 30 03/12/2015 6:36:31 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN), registrasi anggaran hibah ke DJPPR (Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko) Kementerian Keuangan, Revisi DIPA ke dalam anggaran BA 076 dan proses pengesahan hibah (pencatatan realisasi) dengan KPPN. Muara akhir dari tahapan tersebut adalah pencatatan dalam laporan keuangan. Sebagai pedoman, KPU telah menerbitkan Keputusan KPU Nomor 115/KPTS/KPU/TAHUN 2015 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Hibah Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota, serta menyusun Pedoman Penyaluran Dana dan Pertanggungjawaban Penggunaan Anggaran Dana Hibah Penyelenggaraan Pilkada. Melalui kegiatan Rapat Koordinasi ini, Hadar berharap dapat meningkatkan pemahaman para pengelola keuangan (KPA/PPK dan Bendahara) dalam mengelola dana hibah pilkada. Bagi KPU provinsi yang tidak melaksanakan pilkada diharapkan secara berjenjang melakukan supervisi kepada KPU kabupaten/kota penyelenggara pilkada. Dalam rakor yang dihadiri narasumber dari DJPPR, DJPB, dan BPK RI tersebut, mengundang KPA/PPK dan bendahara hibah dari 34 KPU Provinsi seluruh Indonesia. (dosen/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas) Semoga nantinya penghargaanpenghargaan lainnya bisa kita dapatkan salah satunya keterbukaan informasi,” tuturnya. Persiapan Pilkada Pada 9 Desember nanti, Gorontalo akan melakukan pilkada serentak di 3 daerah, yakni Kabupaten Gorontalo, Kabupaten Pohuwatu dan Kabupaten Bone Bolango. Karenanya, dalam acara sosialisasi tersebut, KPU melakukan launching SMS Center daftar pemilih. “Program SMS Center ini merupakan program yang minim anggaran, karena untuk pengelolaannya tidak menggunakan jasa profesional atau berkerjasama dengan lembaga lain, melainkan dikelola Komisioner Jemmi Mengempis” ujar Ketua KPU Pohuwatu, Mirnawati Modanggu. Hal tersebut diapresiasi Arief Budiman, sehingga ia berharap KPU provinsi dan kabupaten/kota lain dapat mengikuti jejak Kabupaten Pohuwatu. “Ini terobosan baru yang dapat dikategorikan ringan biaya atau hemat,” ujar Arief. (qk/red. FOTO KPU/qk/Hupmas) Sosialisasi : KPU Grontalo sosialisasikan pelayanan informasi SMS Center Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Imam Bonjol.indd 31 31 03/12/2015 6:36:35 SUARA IMAM BONJOL DATA PEMILIH BISA DIAKSES SECARA ONLINE K omisi Pemilihan Umum (KPU) meluncurkan Sistem Informasi Daftar Pemilih (Sidalih) untuk daftar pemilih sementara (DPS) secara online dalam penyelenggaraan 32 Pilkada Serentak 2015, di Media Center KPU, Kamis (10/9). DPS online ini adalah salah satu upaya KPU mewujudkan data pemilih yang akurat, terkini, dan komprehensif. Merujuk pada Peraturan KPU Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tahapan, Program, dan Jadwal Penyelenggaraan, dan Peraturan KPU Nomor 4 Tahun 2015 terkait Pemutakhiran Data dan Daftar Pemilih dalam pilkada, maka KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Imam Bonjol.indd 32 03/12/2015 6:36:40 berkewajiban mengumumkan DPS pada tanggal 10 September 2015. Pengumumamnya dilakukan di tempat-tempat strategis. Tidak hanya di desa dan kelurahan, tetapi juga di tempat yang bisa dijangkau masyarakat, seperti warung kopi, taman, tempat bermain, tempat budaya, dan balai pertemuan RT/RW. “Untuk mengupayakan transparansi daftar pemilih dan partisipasi masyarakat, KPU mengirimkan softcopy DPS ke tim kampanye pasangan calon dan pengawas pemilu di setiap tingkatan. KPU juga mengumumkan DPS secara online yang bisa diakses di http:// data.kpu.go.id/dps2015.php, sehingga diharapkan semua bisa dengan mudah mengecek langsung namanya bagi daerah yang menggelar pilkada melalui gadget atau smartphone,” papar Ketua KPU RI Husni Kamil Manik. Husni juga mengharapkan para petugas di lapangan juga akan mensosialisasikan secara dialogis, misalnya bertemu tetangga dan masyarakat, tidak hanya di forumforum resmi, bahwa masyarakat dapat mengecek nama di DPS secara online. Menurut Husni, penetapan dan rekapitulasi DPS di KPU kabupaten/kota diselenggarakan tanggal 1-2 September 2015, kemudian KPU provinsi menggelar rekapitulasi DPS tanggal 3 September 2015. Jumlah DPS dari 283 KPU kabupaten/kota yang telah ditetapkan sebanyak 97.408.604 pemilih, dengan rincian jumlah pemilih laki-laki 48.800.967 dan pemilih perempuan 48.607.637. Sementara KPU tidak melakukan rekapitulasi DPS, tetapi mengumpulkan berita acara (BA) penetapan dan rekapitulasi Ketua KPU, Husni Kamil Manik (kanan) bersama Anggota KPU saat peluncuran Sistem Informasi Daftar Pemilih (Sidalih) DPS dari KPU kabupaten/kota yang menyelenggarakan pilkada serentak tanggal 4-9 September 2015. “Sampai hari ini, terdapat 22 KPU kabupaten/kota dari 4 provinsi yang belum mengirimkan BA Penetapan dan Rekapitulasi DPS, yaitu Nusa Tenggara Barat (NTB) ada 1 Kota Mataram, Maluku Utara ada 3 kabupaten/kota, Papua Barat ada 9 kabupaten/kota, dan Papua ada 9 kabupaten/kota. Keterbatasan infrastruktur khususnya jaringan internet yang menjadi kendala, namun tetap diusahakan semaksimal mungkin dapat mengirimkan ke data centre KPU,” jelas Husni. Husni mengatakan DPS online ini mencatat pemilih pemula sebanyak 1.750.836 yang terdiri dari 879.029 pemilih pria dan 871.807 pemilih wanita. Kemudian pemilih disabilitas sebanyak 149.318 pemilih yang terdiri dari 5 jenis, yaitu tuna daksa 53.820 pemilih, tuna netra 19.940 pemilih, tuna rungu 21.110 pemilih, tuna grahita 22.209 pemilih, dan disabilitas lainnya sebanyak 32.239 pemilih. Sementara itu Komisioner KPU RI Ferry Kurnia Riskiyansyah menambahkan, bagi masyarakat yang namanya belum terdaftar dalam DPS diharapkan segera melapor dan mendaftar di desa, kelurahan, atau KPU yang menyelenggarakan pilkada. KPU akan memverifikasi di lapangan, apabila masyarakat tersebut belum terdaftar, maka KPU akan mendaftarkannya. DPS ini sudah melalui hasil pemutakhiran di lapangan, jadi DP4 itu telah disinkronkan dengan data DPS pemilu terakhir, termasuk bagi data pemilih yg telah meninggal dunia. “KPU juga ingin masyarakat yang belum terdaftar dapat mendaftarkan diri secara online, tetapi ini masih dalam proses pengembangan sistem informasi, kami akan mengusahakan itu. Kami juga ingin mengoptimalkan sosialisasi jejaring di lapangan, seperti di jaringan pramuka, OSIS, karang taruna. KPU di daerah juga ada inisiasi untuk mengumumkan DPS di kedai kopi atau warung sesuai TPS berkedudukan, selain pengumuman resmi di desa/kelurahan yang merupakan DPS keseluruhan,” tambah Ferry. (Arf/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 33 Suara Imam Bonjol.indd 33 03/12/2015 6:36:43 SUARA IMAM BONJOL Rapat KPU dengan DPR-RI di Gedung Parlement DPR-RI KPU PAPARKAN TAHAPAN PENCALONAN PILKADA DI DPR K omisi II DPR RI kembali mengundang KPU dan Bawaslu dalam rapat dengar pendapat (RDP) terkait selesainya tahapan pencalonan Pilkada Serentak, Senin (9/7). “Peserta pemilihan tahun ini juga dibedakan menjadi 2 kategori, yakni peserta yang berasal dari parpol dan perseorangan,” terang Ketua KPU Husni Kamil Manik. Menurut Husni, KPU telah menerima 34 789 pasangan calon yang 398 pasangan di antaranya berlatarbelakang profesi (PNS, TNI/Polri, Anggota DPR/DPRD/DPD), yang menurut undang-undang harus mundur dari jabatannya. Selain itu, KPU menginformasikan penggunaan sistem aplikasi pada tiap tahapan telah membantu dalam pelaksanaan kerja KPU. Sebab, pada mekanisme aplikasi tersebut tiap daerah langsung terintegrasi dengan pusat. “Kami menggunakan aplikasi pada pilkada tahun ini, sehingga KPU di daerah dapat meng-input langsung datadatanya yang langsung bisa dikirim. Ini merupakan terobosan untuk kita dapat mendeteksi sejak awal kelengkapan dari dokumen yang ada di daerah,” terang husni. Anggota Komisi II, Rambe Kamarul Zaman, selaku pimpinan rapat, mengaku belum puas dengan pemaparan KPU maupun Bawaslu sebab dirasa masih ada beberapa pertanyaan yang belum terjawab. Menurut Rambe, pada pilkada kali Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Imam Bonjol.indd 34 03/12/2015 6:36:44 ini terdapat beberapa isu yang harus diperhatikan, salah satunya terkait tahapan pemutahiran data pemilih yang dikhawatirkan akan terjadi eksodus pemilih dari daerah terdekat yang tidak melaksanakan pilkada. “Karena itu, dibutuhkan pengawasan ekstra pada tahapan tersebut,” kata dia. Menjawab hal itu, Husni mengaku pihaknya bisa mengantisipasi dengan melakukan penyandingan data antara jumlah pemilih yang terdaftar dalam pilkada kali ini dengan data pemilih pada Pemilu Presiden tahun lalu. “Untuk mengetahui jumlah pemilih bermasalah atau tidak, maka yang mungkin kita lakukan paling sederhana adalah mengukur presentase pertumbuhan penduduk,” jelasnya. (dam.Foto KPU/dosen) SIMULASI PILKADA DI KAKI GUNUNG SINDORO J elang pelaksanaan Pilkada Serentak 2015 pada tanggal 9 Desember mendatang, Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI melaksanakan simulasi pemungutan dan penghitungan suara. Salah satunya di Desa Buntu, Kejajar Kabupaten Wonosobo, Minggu (6/9). Daerah yang berada di kaki Gunung Sindoro tersebut dipilih karena tingkat partisipasi masyarakatnya yang tinggi pada pemilu sebelumnya, baik pemilihan anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, dan pemilihan presiden. Acara simulasi tersebut dihadiri sejumlah komisioner KPU, yaitu Hadar Nafis Gumay, Ida Buhiati, Ferry Kurnia Rizkyansyah, Juri Ardiantoro dan Arief Budiman, serta anggota KPU Jawa Tengah, dan Bupati Wonosobo, Abdul Khaliq Arif. Ketua KPU Wonosobo, Ngarifin Shidiqq, mengatakan, Desa Buntu memiliki pluralitas keberagaman masyarakat, baik dalam sosio culture maupun keberagaman beragama. “Karenanya, kami berharap dengan kondisi seperti ini dapat dijadikan contoh di tempat yang lain, walaupun berbeda tetapi mempunyai satu kepentingan untuk kemajuan Indonesia di masa yang akan datang,”ujarnya. Sementara, Bupati Wonosobo Abdul Kholiq Arif, mengharapkan pelaksanaan Pilkada Serentak dapat berlangsung aman dan damai, dan tidak terjadi konflik yang dapat memecah belah masyarakat. “Dalam paradigma berdemokrasi, aman, damai, saling memahami dan tidak mengintervensi adalah unsur penting dalam keberagaman, dan hal tersebut dibuktikan dengan adanya deklarasi damai empat pasangan calon yang akan bersaing di pemilihan mendatang,”tuturnya. Mengenai pelaksanaan kegiatan simulasi, Hadar Nafis Gumay mengungkapkan kegiatan simulasi di tempat pemungutan suara (TPS) menjadi sangat penting di setiap pemilihan. “Karena hasil di TPS adalah awal mula penetapan siapa nantinya pemimpin yang akan terpilih. Sebab itu, proses di TPS ini menjadi perhatian yang sangat penting bagi penyelenggara. Kami menginginkan proses yang ada di TPS lancar dan berinegritas tinggi,” jelas Hadar. Simulasi yang ketiga kalinya ini diharapkan bisa memberi masukan untuk perbaikan pelaksanaan pemilihan nantinya. “Catatan dari simulasi ini akan akan dituangkan ke petunjuk teknis (juknis) yang menjadi pedoman bagi petugas Kelompok Penyelenggara Pemungtan Suara (KPPS),”tuturnya. Hadar mengatakan akan memperkenalkan penulisan baru dengan menggunakan format tujuh segmen atau elemen dalam penulisan angka dari hasil penghitungan suara. “Ini hal baru yang akan kita ujicobakan. Tujuan dari metode ini agar hasil pemungutan bisa langsung direkam melalui mesin scanner,” tutup Hadar. (ajg/red. FOTO KPU/ook/ Hupmas) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 35 Suara Imam Bonjol.indd 35 03/12/2015 6:36:45 SUARA IMAM BONJOL Anggota KPU, Hadar Navis Gumay (dua dari kiri) saat memberi sambutan dalam Raker Mengenai Tahapan Pilkada Serentak 2015 di jawa tengah SISTEM PILKADA BERBEDA KPU DITUNTUT AKURAT DAN TELITI A kibat sistem pemilihan yang berbeda, penyelenggara pemilu dituntut lebih bekerja akurat dan teliti dalam pelaksanaan Pilkada Serentak 2015. Pasalnya, pemilihan saat ini, hanya digelar satu putaran saja, sehingga perbedaan satu suara dalam hasil proses penghitungan, maknanya akan lebih besar. “Kita (KPU-red) diharuskan bekerja lebih teliti dan akurat serta dapat mempertanggungjawabkan rekapitulasi suara sampai dengan tingkat yang paling tinggi. Jadi kita harus ekstra memperhatikan penghitungan ini,” ungkap Komisioner KPU RI Hadar Nafis Gumay. Hal itu dikatakan Hadar pada saat membuka rapat kerja Evaluasi Tahapan Pilkada Serentak Tahun 2015 Provisi Jawa Tengah (Jateng) yang digelar di Wonosobo, Sabtu (9/5). Untuk memastikan kerja KPU yang transparan dan terbuka, scanning formulir hasil penghitungan suara di TPS (Formulir C1) perlu dilakukan, seperti yang telah diterapkan pada Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres) Tahun 2014. “Cara tersebut dinilai berhasil dan mendapatkan apresiasi dari publik. Upaya tersebut juga meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap proses pemilu pada saat itu,” kata Hadar. Menurut Hadar, melalui tampilan cepat scan formulir C1, KPU dapat memperoleh masukan dari masyarakat yang mungkin saja ada kekeliruan dari pencatatan hasil penghitungan dan rekapitulasi suara. “Dengan adanya display (tampilanred) cepat itu, kita bisa memanfaatkan masukan maupun koreksi masyarakat,” pungkasnya. (ook/red. FOTO: ook/Hupmas KPU) 36 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Imam Bonjol.indd 36 03/12/2015 6:36:50 KPU HARUS UMUMKAN DATA PEMILIH PILKADA A nggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, mengingatkan KPU di daerah untuk memanfaatkan media komunikasi secara menyeluruh, sehingga informasi tentang pengumuman daftar pemilih sementara (DPS) dalam Pilkada Serentak dapat tersosialisasikan dengan baik. “Jangan sampai ada komplain di KPU, ada daerah yang tidak mengumumkan DPS-nya. Jadi yang terpenting harus disosialisasikan, baik melalui iklan layanan masyarakat, pertemuan dengan tokoh masyarakat, sosial media atau alat peraga lain yang kita punya, termasuk juga DPS online yang telah kita ikhtiarkan,” ujar Ferry dalam Raker Penggunaan Basis Data Pemutakhiran Data Pemilih (Mutarlih) Pilkada 2015, di Surabaya, Kamis (17/9). Ia juga menghimbau peserta raker untuk terus melakukan kontrol atas proses coklit (pencocokan dan penelitian) dan pemutakhiran data pemilih yang saat ini tengah berlangsung. “Pastikan kita kontrol terusmene-rus proses ini, semacam quality control dalam aktivitas coklit dan mutarlih. Apakah seluruh PPS (Panitia Pemungutan Suara) sudah mengumumkan DPS di tempat strategis, dan juga apakah sudah menyampaikan DPS ini kepada pasangan calon atau tim kampanye serta kepada panwas,” pesan Ferry. Menurutnya, hal itu perlu dilakukan oleh penyelenggara pemilu sehingga kualitas DPS dan DPT (daftar pemilih tetap) dalam Pilkada 2015 menjadi berkualitas, dan tersampaikan kepada publik dengan baik. Ferry juga meminta seluruh operator Sistem Informasi Data Pemilih (Sidalih) untuk membekali diri dengan pengetahuan terkait peraturan dan tahapan pilkada, sehingga selain memiliki kemampuan olah data, mereka juga bisa memprediksi persoalan yang sewaktu-waktu bisa muncul dalam tiap tahapan pilkada. “Operator jangan hanya menggunakan “kacamata kuda” yang hanya fokus mengerjakan data dan snapshot saja, tapi harus secara komprehensif memiliki kemampuan dan kompetensi yang memadai soal pemilu. Pengetahuan tentang tahapan misalnya, itu perlu dipahami juga dengan baik. Supaya semua bisa memprediksi kalau ada problem yang muncul di lapangan,” lanjutnya. Ferry berharap masing-masing daerah peserta raker dapat mengutarakan kesulitan dan kendala yang dihadapi, sehingga KPU dapat melakukan tindak lanjut serta penyempurnaan regulasi terkait proses coklit dan mutarlih. “Dari tahapan yang sudah kita lewati ini, nanti kita minta informasi kepada bapak/ibu sekalian apa saja yang kurang dari aktivitas secara teknis, dan juga dari teman-teman komisioner, secara policy apa yang harus kita keluarkan, ini untuk meningkatkan kualitas DPS dan juga DPT nantinya,” ujarnya. (rap/red. FOTO KPU/ris/Hupmas) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 37 Suara Imam Bonjol.indd 37 03/12/2015 6:36:54 KAMUS PEMILU 1. Threshold adalah angka ambang batas untuk mendapatkan kursi, yaitu jumlah suara minimal yang harus diperoleh partai politik untuk mendapatkan kursi yang ada di daerah pemilihan tersebut. 2. Metode kuota adalah penghitungan perolehan kursi dengan cara membagi perolehan suara partai politik dengan total suara, lalu dikalikan dengan jumlah kursi yang tersedia. Teknis penghitungan kursinya adalah sebagai berikut: tahap pertama, partai politik yang mencapai kuota mendapatkan kursi; tahap kedua, jika kursi masih tersisa, kursi diberikan kepada partai politik yang memiliki suara terbanyak secara berturut-turut sampai sisa kursi habis terbagi. 3. Metode divisor adalah membagi jumlah suara setiap partai politik dengan bilangan pembagi atau divisor. Hasil pembagian ini 4. 5. 6. 7. 8. dirangking dari tertinggi hingga terendah sesuai dengan jumlah kursi yang tersedia. Angka tertinggi hingga terendah secara berturutturut mendapatkan kursi hingga kursi habis terbagi. Wasted votes adalah suara yang tidak terkonversi menjadi kursi pada sistem pemilu proporsional Spoiler votes adalah suara yang tidak terkonversi menjadi kursi pada sistem pemilu mayoritarian. Disproporsionalitas adalah deviasi antara perolehan kursi partai politik (dalam persentase) dengan perolehan kursi (dalam persentase). Formula indeks disproporsionalitas adalah formula yang menunjukkan kesenjangan perolehan suara partai politik dibandingkan perolehan kursi dalam persentase. Surplus disproporsionalitas adalah selisih persentase kursi yang lebih besar dibandingkan dengan perolehan suara partai politik. 9. Indeks Effective Number of Parlimentary Parties (ENPP) adalah jumlah efektif partai politik di parlemen, di mana banyaknya partai politik yang masuk parlemen tidak identik dengan pembentukan sistem kepartaian. Banyak partai yang masuk parlemen juga tidak identik dengan efektivitas parlemen, sebab tidak semua partai di parlemen mempunyai pengaruh yang sama dalam membuat keputusan. Efektivitas parlemen ditentukan oleh banyaknya parpol yang mempunyai pengaruh dalam pengambilan keputusan. 10. Indeks fragmentasi adalah formula untuk menunjukkan apakah sistem kepartaian yang terbentuk pascapemilu adalah sistem satu partai, dua partai, multi partai moderat atau multi partai ekstrim. Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 39 Kamus Pemilu.indd 39 03/12/2015 4:50:11 SUARA GALLERY Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia (KPURI), Launching Program S2 Konsentrasi Tata Kelola Pemilu, (01/10) 40 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | suara pilkada.indd 40 03/12/2015 4:53:10 Komisi Pemilihan Umum Gelar Pres Confress Pemungumuman DPT di Media Center Gedung Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, (13/10) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | suara pilkada.indd 41 41 03/12/2015 4:53:15 SUARA GALLERY KPU Gelar Rapat Koordinasi Penggunaan Aplikasi Silog Pilkada 2015, di Gedung Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, (30/09). 42 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | suara pilkada.indd 42 03/12/2015 4:53:31 Komisi Pemilihan Umum Kota Depok, Gelar Simulasi Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada Serentak 2015, Depok, (04/10) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | suara pilkada.indd 43 43 03/12/2015 4:53:52 SUARA GALLERY Rapat Pimpinan Komisi Pemilihan Umum Provinsi dan Simulasi PPK Beitung, (8-11/10). 44 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | suara pilkada.indd 44 03/12/2015 4:54:16 Simulasi Pemungutan dan Penghitungan Suara Pilkada Serentak 9 Desember 2015 di Wonosobo, (4-7/9) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | suara pilkada.indd 45 45 03/12/2015 4:54:33 SUARA REGULASI ULASAN PERATURAN KPU NOMOR 7 TAHUN 2015 TUJUH METODE KAMPANYE DI PILKADA SERENTAK P elaksanaan tahapan kampanye pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2015, telah diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7 Tahun 2015, tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/ atau Walikota dan Wakil Walikota. Peraturan tersebut terdiri dari 84 Pasal dan 12 bab, ditandatangani Ketua KPU tanggal 30 1 46 April 2015 dan diundangkan dalam lembaran berita Negara RI Tahun 2015 Nomor 670. Masa kampanye merupakan tahapan yang cukup panjang, dimulai setelah pasangan calon ditetapkan sampai masa tenang. Kemudian pasangan calon dapat melaksanakan kampanye melalui pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran bahan kampanye kepada umum dan pemasangan alat peraga Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Regulasi.indd 46 03/12/2015 4:56:13 KPU provinsi, KPU kabupaten/kota memfasilitasi pembuatan bahan kampanye meliputi: KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/ KIP Kabupaten/Kota memfasilitasi pembuatan dan pemasangan alat peraga kampanye meliputi: • baliho/billboard/videotron paling besar ukuran 4 m x 7 m, paling banyak 5 (lima) buah setiap pasangan calon untuk setiap kabupaten/kota • umbul-umbul paling besar ukuran 5 m x 1,15 m, paling banyak 20 (dua puluh) buah setiap pasangan calon untuk setiap kecamatan • spanduk paling besar ukuran 1,5 m x 7 m, paling banyak 2 (dua) buah setiap pasangan calon untuk setiap desa atau sebutan lain/ kelurahan. dimulai tanggal 27 Agustus sampai dengan 5 Desember 2015. Debat Publik atau debat terbuka diselenggarakan paling banyak tiga kali pada masa kampanye. Sementara, masa tenang dan pembersihan alat peraga kampanye 6 hingga 8 Desember 2015. Dalam PKPU Nomor 7 tersebut, terutama dalam Pasal 1 angka 15, pengertian kampanye adalah kegiatan menawarkan visi dan misi dan program pasangan calon dan/atau informasi lain • Selebaran (flyer) paling besar ukuran 8,25 cm x 21 cm; • Brosur (leaflet) paling besar ukuran posisi terbuka 21 cm x 29,7 cm, posisi terlipat 21 cm x 10 cm; • Pamflet paling besar ukuran 21 cm x 29,7 cm; • Poster paling besar ukuran 40 cm x 60 cm. • Pencetakan Bahan Kampanye diutamakan menggunakan bahan yang dapat didaur ulang. • KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota mencetak bahan kampanye paling banyak sejumlah kepala keluarga pada daerah Pemilihan untuk setiap pasangan calon. • KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota berkoordinasi dengan pemerintah daerah dalam mendapatkan data dan informasi jumlah kepala keluarga pada daerah pemilihan untuk menentukan jumlah bahan kampanye yang dicetak. yang bertujuan memperkenalkan atau meyakinkan pemilih. Debat publik /debat terbuka Debat publik/debat terbuka merupakan salah satu upaya untuk menyebarluaskan profil, visi dan misi serta program kerja pasangan calon gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, walikota dan wakil walikota, sehingga dapat calon pemilih mendapat gambaran yang komprehensif dalam menentukan pilihan. Frekuensi debat publik/debat terbuka dilaksanakan paling banyak 3 (tiga) kali oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/ kota. Waktu pelaksanaan debat publik/ debat terbuka: KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota berkoordinasi dengan tim kampanye pasangan calon. Debat publik/debat terbuka disiarkan melalui Lembaga Penyiaran Publik dan Lembaga Penyiaran Swasta. Iklan Media Massa Cetak dan Elektronik KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota memfasilitasi penayangan iklan kampanye pada: • Media massa cetak • • • • • Media massa elektronik, yaitu televisi, radio dan/atau media dalam jaringan (online) Lembaga penyiaran; dalam bentuk iklan komersial dan/atau iklan layanan masyarakat KPU provinsi dan KPU kabupaten/ kota menentukan dan menetapkan jumlah penayangan dan ukuran atau durasi iklan kampanye untuk setiap pasangan calon. KPU provinsi dan KPU kabupaten/ kota menayangkan iklan kampanye sesuai dengan materi yang disampaikan pasangan calon dan/ atau tim kampanye. Penayangan iklan kampanye dilaksanakan selama 14 (empat belas) hari sebelum dimulainya masa tenang. Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Regulasi.indd 47 47 03/12/2015 4:56:14 SUARA REGULASI Pasangan calon dan/atau tim kampanye dapat membuat dan mencetak bahan kampanye selain yang difasilitasi KPU provinsi dan/atau kabupaten/kota, meliputi: • Kaos • Topi • Mug • Kalender • Kartu Nama • Pin • Ballpoint • Payung • Stiker paling besar ukuran 10 cm x 5 cm • Setiap bahan kampanye, apabila dikonversikan dalam bentuk uang nilainya paling tinggi Rp25.000,00 (dua puluh lima ribu rupiah) • Penyebaran bahan kampanye kepada umum dilakukan pada kampanye pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka dan dialog, dan/atau di kabupaten/kota. Undangan kepada peserta harus memuat informasi mengenai hari, tanggal, jam, tempat kegiatan, nama pembicara, dan penanggung jawab. Petugas kampanye pertemuan terbatas wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat, dengan tembusan disampaikan kepada KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota, Bawaslu provinsi, dan/ atau Panwas kabupaten/kota sesuai tingkatannya. Pemberitahuan tertulis mencakup informasi hari; tanggal; waktu; tempat; nama pembicara; jumlah peserta yang diundang; penanggung jawab. Pertemuan Tatap Muka dan Dialog Pasangan calon dan/atau tim kampanye melaksanakan pertemuan Stiker dilarang ditempel di tempat umum, meliputi: • Tempat ibadah termasuk halaman • Rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan • Gedung atau fasilitas milik pemerintah • Lembaga pendidikan (gedung dan sekolah) • Jalan-jalan protokol • Jalan bebas hambatan • Sarana dan prasarana publik • Taman dan pepohonan. tempat umum. Pasangan calon dan/atau tim kampanye dapat melaksanakan pertemuan terbatas di dalam ruangan atau gedung tertutup. Peserta yang diundang disesuaikan dengan kapasitas ruangan yang ditentukan oleh pengelola ruang gedung dengan jumlah peserta paling banyak: • 2.000 (dua ribu) orang untuk tingkat provinsi; dan • 1.000 (seribu) orang untuk tingkat 1 48 tatap muka dan dialog secara interaktif. Pertemuan tatap muka dan dialog dapat dilaksanakan di dalam ruangan atau gedung tertutup atau terbuka; dan/ atau luar ruangan. Pertemuan tatap muka dan dialog yang dilaksanakan di dalam ruangan atau gedung tertutup atau terbuka dilaksanakan dengan ketentuan jumlah peserta tidak melampaui kapasitas tempat duduk; dan peserta dapat terdiri atas peserta pendukung dan tamu Pasangan calon dan/atau tim kampanye melaksanakan kegiatan lain dalam bentuk : • Rapat Umum, dengan jumlah terbatas; • Kegiatan Kebudayaan (pentas seni, panen raya, konser musik); • Kegiatan Olahraga (gerak jalan santai, sepeda santai); • Kegiatan Sosial (bazar, donor darah, perlombaan, hari ulang tahun); undangan. Pertemuan tatap muka dan dialog yang dilaksanakan di luar ruangan dapat dilaksanakan dalam bentuk kegiatan kunjungan ke pasar, tempat tinggal warga, komunitas warga atau tempat umum lainnya. Petugas kampanye pertemuan tatap muka dan dialog wajib menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada aparat Kepolisian Negara Republik Indonesia setempat, dengan tembusan kepada KPU Provinsi/KIP Aceh dan/atau KPU/ KIP kabupaten/kota, Bawaslu provinsi dan/atau Panwas kabupaten/kota, sesuai dengan tingkatannya. Pemberitahuan mencakup informasi: hari;. tanggal; jam; tempat kegiatan; tim kampanye; jumlah peserta yang diundang; dan penanggung jawab. Petugas kampanye pertemuan tatap muka dan dialog dapat memasang alat peraga kampanye di halaman gedung atau tempat pertemuan. Kampanye Melalui Media Sosial Materi kampanye dalam media sosial dapat berupa : • Tulisan; • Suara; • Gambar; • Tulisan dan gambar; dan/atau • Suara dan gambar; yang bersifat naratif, grafis, karakter, interaktif atau tidak interaktif, serta yang dapat diterima melalui perangkat penerima pesan. • Pasangan calon dan/atau tim kampanye wajib menutup akun Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Regulasi.indd 48 03/12/2015 4:56:15 Gedung Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia resmi di media sosial paling lambat 1 (satu) hari setelah masa kampanye berakhir. Pemberitaan dan Penyiaran Kampanye • • • Media massa cetak, media massa elektronik dan lembaga penyiaran dilarang menayangkan iklan kampanye komersial selain yang difasilitasi KPU provinsi dan/atau KPU kabupaten/kota. Media massa cetak dan elektronik menyediakan halaman dan waktu yang adil dan berimbang untuk pemuatan berita dan wawancara untuk setiap pasangan calon. Selama masa tenang media massa cetak, elektronik dan lembaga penyiaran, dilarang menyiarkan iklan, rekam jejak pasangan calon, atau bentuk lainnya yang mengarah kepada kepentingan kampanye yang menguntungkan atau merugikan pasangan calon. Sanksi Pelanggaran Kampanye Pasangan calon yang terbukti melakukan pelanggaran, berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dikenai sanksi pembatalan sebagai pasangan calon oleh KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/kota dan dikenai sanksi pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan. Tim kampanye yang terbukti melakukan pelanggaraan, dikenai sanksi pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan. Pasangan calon, tim kampanye, petugas kampanye, dan peserta kampanye yang melakukan pelanggaran pidana dalam melakukan kampanye dikenakan sanksi pidana berdasarkan peraturan perundang-undangan. (sumber : Peraturan KPU Nomor 7 Tahun 2015 Tentang Kampanye Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota)(mt/red) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Regulasi.indd 49 49 03/12/2015 4:56:15 SUARA DAERAH PILKADA SERENTAK YOGYAKARTA RAMAH DIFABEL K omisi Pemilihan Umum (KPU) Daerah Istimewa Yogyakarta menjamin pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 9 Desember 2015 di Kabupaten Gunung Kidul, Sleman, dan Bantul akan ramah terhadap penyandang difabel. “Tidak akan ada lagi penyandang difabel yang sulit menggunakan hak suaranya,” kata Ketua Divisi Teknis Penyelenggara Komisi Pemilihan Umum (KPU) DIY Nur Huri Mustofa di Yogyakarta, Sabtu (10/10). Dia mengatakan upaya memudahkan penyandang difabel menggunakan hak suaranya hampir sama seperti yang dilakukan saat Pileg maupun Pilpres 2014 50 dengan didukung logistik khusus yang diadakan masing-masing kabupaten. Menurut Nur Huri, tempat pemungutan suara (TPS) yang ramah difabel itu akan diwujudkan misalnya dengan membuat meja serta kotak suara lebih rendah sehingga penyandang disabilitas lebih mudah dalam memasukkan surat suara. “Lokasi TPS juga diupayakan tidak berundak, sehingga mudah dilewati kursi roda,” kata dia. Selain itu, ia mengatakan, sebagai alat bantu penyandang disabilitas memilih calon yang dikehendaki, KPU juga menyediakan template di masing-masing TPS. KPU di kabupaten Bantul, Gunung Kidul, serta Sleman, menurut dia, telah mendata TPS yang akan memiliki calon pemilih dari kalangan penyandang difabel. “Tidak semua TPS disediakan template, kecuali yang telah terdata ada penyandang difabelnya,” kata dia. Selanjutnya, ia mengatakan, pihaknya juga telah mengimbau kepada panitia pemilih kecamatan (PPK) serta panitia pemungutan suara (PPS) serta kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) agar memiliki kesiapan untuk membantu melayani penyandang difabel. “Jadi misalnya ada penyandang difabel yang tidak didampingi keluarga, bisa dibantu oleh petugas KPPS di TPS,” kata dia. Sesuai data daftar pemilih tetap (DPT) KPU DIY, setidaknya dari total 691.445 pemilih di Bantul, 1.092 orang di antaranya adalah penyandang difabel. Selanjutnya di Kabupaten Gunung Kidul, dari 617.472 calon pemilih, 1.232 penyandang difabel, dan di Sleman dari 775.443 calon pemilih, 14.000 di antaranya adalah penyandang difabel. Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Daerah.indd 50 03/12/2015 5:00:34 RASIYO-LUCY KURNIASARI MENDAFTAR DI PILKADA SURABAYA K omisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Surabaya menerima pendaftaran bakal pasangan calon DR. H. Rasiyo M. Si - Dra. Lucy Kurniasari, untuk Pilkada Serentak 2015, di hari pertama pendaftaran tahap kedua, Selasa (8/9), sekitar pukul 14.45 WIB. Pasangan calon walikota dan wakil walikota tersebut diusung oleh gabungan Partai Demokrat dan Partai Amanat Nasional (PAN). Keduanya menyerahkan semua dokumen syarat pencalonan yang diterima Ketua KPU Surabaya, Robiyan Arifin. “Syarat pencalonan walikota dan wakil walikota sudah kami terima. Tapi tentu saja kami masih akan meneliti lagi dokumen-dokumen yang telah diserahkan tersebut. Kalau ternyata dalam penelitian itu masih ada dokumen-dokumen yang belum dilengkapi ataupun dokumen-dokumen yang salah, tentu akan diberi kesempatan untuk melakukan perbaikan,” ujar Robiyan. Menurut dia, syarat calon Lucy masih ada yang kurang, yaitu surat keterangan dari pengadilan niaga serta harus segera melakukan tes kesehatan jasmani dan rohani di RS DR. Soetomo Surabaya. “Karena sebelumnya Pak Rasiyo sudah menjalani tes kesehatan, maka sekarang tinggal Ibu Lucy yang akan menjalaninya dalam jangka waktu dekat di RSUD Dr. Soetomo. Untuk jadwalnya, akan kami sampaikan ke Liaison Officer (LO) pasangan calon. Biasanya sih dua hari,” jelasnya. Sementara itu, penelitian syarat pencalonan dan syarat calon akan dilakukan KPU Surabaya pada 11 hingga 15 September 2015. Hasil tersebut selanjutnya akan diberitahukan pada 15 atau 16 September 2015, apabila ada dokumen yang kurang lengkap, maka kesempatan untuk melakukan perbaikan, diberikan pada 17 hingga 19 September 2015. Hasil perbaikan tersebut, berikutnya masih akan diteliti pada 20 hingga 23 September 2015. “Untuk hari ini, prosesnya sudah bisa dikatakan selesai. Tetapi kami masih akan menerima pendaftaran dari parpol atau gabungan parpol yang lain sampai tanggal 10 September nanti,” pungkas dia. Di Pilkada Kota Surabaya, sebelumnya sudah ada pasangan calon yang telah lebih dulu mendaftar, yakni Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana yang diusung PDI Perjuangan. (hupmas-media center) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Daerah.indd 51 51 03/12/2015 5:00:35 SUARA DAERAH KPU SIJUNJUNG SOSIALISASI LEWAT PANTUN K omisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sijunjung menggelar acara berpantun dalam acara sosialisasi Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Barat, serta Bupati dan Wakil Bupati Sijunjung 2015, di Koman Kacik, Nagari Pematang Panjang, Kecamatan Sijunjung, Senin (5/10) malam. “Pantun bagi orang Minang, secara batiniah merupakan perwujudan dari pola berpikir dan merasa, tata aturan dan kaedah-kaedah kehidupan, tata perilaku dan kebiasan-kebiasaan, sehinggga dengan demikian, pantun 52 menjadi media komunikasi yang efektif, renyah dan cepat ditangkap maknanya oleh pendengar,” kata Kordinator Divisi Sosialisasi KPU Kabupaten Sijunjung, Lindo Karsyah. Acara dengan format ciloteh lapau (kedai) dihadiri Ketua KPU Sijunjung, Taufiqurrahman, Ketua Panwaslu Kabupaten Sijunjung, Agus Hutrial Tatul, Kepala Kantor Kesbangpol dan Linmas Kabupaten Sijunjung, Yunani, Sekrataris KPU Sijunjung, Irzal Zamzami, tim sukses Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Sijunjung dan ratusan masyarakat setempat. “Keluar rumah tidak berkain panjang, bagai hidup tidak punya pemangku, apa arti warga Pematang Panjang, bila tidak ikut pemilu,” kata Lindo dalam acara berpantun tersebut. Lindo mengatakan, kegiatan palanta demokrasi yang berbasis di kedai warga tersebut akan dilaksanakan sebanyak lima kali dalam Pilkada tahun 2015. “Kita datang ke warga, bukan warga yang kita undang ke tempat acara yang formal dan elitis. Kita masuk pada kebiasaan masyarakat dalam berdiskusi. Cara ini lebih massif untuk sosialisasi,” tutup Lindo. (*) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Daerah.indd 52 03/12/2015 5:00:37 KOMISIONER KPU JADI GURU PEMILU DI SDN PURWOKERTO LOR K omisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Banyumas mengunjungi SD Negeri 2 Purwokerto Lor, Kecamatan Purwokerto Timur, guna mengisi materi kepemiluan kepada siswa kelas VI sekolah tersebut, Jum’at (25/9). Tim yang dipimpin oleh Ketua KPU Kabupaten Banyumas Unggul Warsiadi, bersama Komisioner Divisi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih, Imam Arif Setiadi, Komisioner Divisi Teknis Penyelenggaraan Pemilu, Ikhda Aniroh, Kasubag Teknis dan Hupmas, Kasworo, dan staf diterima Kepala Sekolah Suharto, beserta para guru wali kelas VI. “Walau masih lama untuk menjadi pemilih dalam pemilu, siswa SD juga perlu mendapatkan pengetahuan tentang kepemiluan dan hendaknya memang disampaikan sedini mungkin,” jelas Suharto. Ada 89 murid dari tiga Kelas VI yang sudah berkumpul di kelas didampingi oleh wali kelas masing-masing. Materi yang disampaikan seputar sejarah pemilu, penyelenggara pemilu dan sekilas tentang Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Banyumas Tahun 2013, serta cara mencalonkan diri menjadi Presiden RI. Metode penyampaian materi dilakukan dengan santai dan ringan, mengingat penerimanya adalah para siswa SD. Selain materi teori ringkas dan tanyajawab, juga diputar video simulasi pencoblosan di tempat pemungutan suara (TPS). “Kami juga pernah menyampaikan materi tentang kepemiluan, namun tampaknya siswa lebih antusias bila yang menyampaikan adalah praktisinya langsung,” ujar salah seorng guru, Sri Wahyuti. Komisioner Imam mengharapkan kerjasama ini dapat terus berlanjut karena KPU Kabupaten Banyumas juga memiliki program sosialisasi dan pendidikan pemilih yaitu KPU visit yang salah satu sasarannya adalah para pemilih pemula/ siswa SMA/SMK/MAN/ sederajat dan pelajar SD/SMP/ sederajat beserta guru PKn. “Kami juga siap menerima kunjungan dari siswa sekolah yang ingin praktek langsung mengenai bagaimana dan apa saja yang dilakukan penyelenggara pemilu khususnya di TPS serta pengenalan langsung lembaga KPU di Kabupaten Banyumas,” jelas Imam. (sari/red. FOTO KPU) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Daerah.indd 53 53 03/12/2015 5:00:37 SUARA DAERAH TIDAK ADA PENGADAAN KOTAK SUARA DI SULAWESI SELATAN K omisioner KPU Sulawesi Selatan, Khaerul Mannan, menegaskan tidak ada anggaran pengadaan bilik dan kotak suara untuk Pilkada Serentak di 11 kabupaten akhir tahun ini. “Jadi nanti tetap menggunakan bilik dan kotak suara yang lama,” ujar Mannan di Makassar, Jumat (18/9). Dia mengatakan, ketiadaan alokasi anggaran pengadaan bilik dan kotak suara karena material logistik sebelumnya yang digunakan pada Pemilu Presiden 2014 itu masih kuat. Menurut dia, jika ada KPU Kabupaten yang pemilih serta tempat pemungutan suaranya (TPS) bertambah, maka KPU bisa meminta bilik dan kotak suaranya dari kabupaten tetangga yang tidak menggelar Pilkada. “Di Sulawesi Selatan ada 24 kabupaten dan yang melaksanakan Pilkada tahun ini cuma 11 kabupaten. Artinya, masih ada 13 kabupaten lain yang memiliki cadangan yang tidak digunakan,” katanya. Sementara itu, Ketua KPUD Kabupaten Maros, Ali Hasan, yang dikonfirmasi terpisah, menyatakan, kotak suara hasil Pemilu Presiden 2004 masih kuat karena terbuat dari aluminium. Jumlahnya pun masih cukup. KPU TANGSEL GELAR KARNAVAL KAMPANYE PILKADA K omisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) Provinsi Banten menggelar karnaval kampanye Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak yang diikuti tiga pasangan walikota-wakil walikota. “Rute karnaval kampanye dibagi dua lokasi titik kumpul,” kata Ketua KPU Kota Tangsel Muhammad Subhan melalui keterangan tertulis di Tangerang, Minggu (20/9). 54 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Daerah.indd 54 03/12/2015 5:00:37 Anggota KPU (tengah) Sigit Pamungkas saat menghadiri Kampanye Asik Tangerang Selatan Subhan menyebutkan lokasi pertama diisi calon wakil walikota di Lapangan Tanah Merah Graha Raya Bintaro Pondok Aren. Dari arah Lapangan Tanah Merah berputar ke Graha Raya keluar Jalan Alam Sutera-Jalan Raya Serpong berhenti di Taman Tekno BSD. Lokasi kedua yang diikuti para calon walikota titik kumpul di Lapangan Rempoa Ciputat Timur berjalan menuju Jalan Raya H Djuanda-Jalan PamulangJalan Pamulang 2-Jalan Ciater keluar di Pasar Modern BSD selanjutnya ke Jalan Raya Serpong berhenti di Taman Tekno BSD. Ketiga pasangan calon kepala daerah Kota Tangsel antusias mengikuti acara arak-arakan yang termasuk tahapan pelaksanaan pemilukada serentak pada 9 Desember 2015. Calon Walikota Arsid menumpang kendaraan terbuka dan wakilnya Elviere naik mobil “pick up” yang dirancang seperti kubah masjid. Pasangan Ikhsan Modjo-Li Claudia menumpang mobil jenis “offroad”, sedangkan pasangan Airin Rachmi Diany-Benyamin Davnie naik truk. Perjalanan para pasangan calon walikota-wakil walikota Tangsel itu sempat tersendat karena para pendukung menjegat dengan membawa spanduk dan alat peraga lainnya di tengah jalan. Subhan menambahkan pelaksanaan karnaval kampanye tersebut sebagai bentuk sosialisasi pelaksanaan pemilukada serentak. Subhan berharap karnaval kampanye meningkatkan partisipasi masyarakat mengikuti pemilukada yang akan digelar pada 9 Desember 2015. Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Daerah.indd 55 55 03/12/2015 5:00:38 SUARA DAERAH PEMANTAU PILKADA DI KARIMUN SEPI PEMINAT K etua Divisi Hukum dan Kampanye Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Karimun, Farur Razi, mengungkapkan pemantau pelaksanaan tahapan Pilkada 2015 di Kabupaten Karimun, Provinsi Kepulauan Riau, sepi peminat, kata. “Pemantau pilkada sepi peminat. Sejak dibuka 1 Mei 2015, belum satupun lembaga yang mendaftar,” kata dia di Tanjung Balai Karimun, Jumat (9/10). Farur Razi mengatakan, pemantau pilkada merupakan salah satu instrumen yang diatur dalam peraturan perundangundangan pilkada, tugas dan fungsinya adalah mengawasi pelaksanaan setiap tahapan pilkada. Pembentukan pemantau pilkada, menurut dia, diatur dalam peraturan perundang-undangan yang tugas dan fungsinya adalah mengawasi pelaksanaan setiap tahapan pesta demokrasi. Dia mengatakan, setiap lembaga yang independen yang tidak berafiliasi dengan partai politik bisa menjadi pemantau pilkada, dengan ketentuan memiliki badan hukum, kepengurusan dan 56 sekretariat yang jelas. Lembaga kemasyarakatan yang memenuhi syarat sebagai pemantau pilkada, menurut dia akan ditetapkan melalui surat keputusan (SK) KPU sehingga dapat dijadikan dasar bagi mereka untuk melaksanakan tugas-tugas pemantauan di lapangan. “Kita tidak membatasi jumlah pemantau, bisa lebih dari satu lembaga. Makin banyak yang memantau dan mengawasi, tentu berdampak positif bagi kami yang berkeinginan untuk mewujudkan Pilkada yang demokratis, jujur, bersih dan adil,” katanya. Pemantau tentu bisa memberikan kritikan dan masukan terhadap pelaksanaan setiap tahapan jika menyimpang atau tidak sesuai dengan Undang-undang Pilkada maupun peraturan KPU pusat. Peranan pemantau, kata dia lagi, sangat penting pada hari pemungutan dan penghitungan suara untuk menghindari kecurangan atau kesalahan yang berakibat timbulnya gugatan atau sengketa pilkada. “Kami mengimbau masyarakat untuk proaktif menyukseskan pilkada, salah satunya dengan menjadi pemantau yang keberadaannya diakui oleh KPU,” katanya. Peranan sebagai pemantau, lanjut dia, memang bersifat sukarela karena tidak ada honor, namun demikian, partisipasi sebagai pemantau adalah bentuk sumbangsih masyarakat dalam mengawasi pilkada sebagai instrumen politik yang sangat menentukan masa depan daerah. “Pilkada yang demokratis tentu melahirkan pemimpin yang dilegitimasi masyarakat, dan tentunya akan berpengaruh pula pada kesinambungan pembangunan daerah,” katanya. Ia kembali mengajak lembagalembaga independen di Karimun untuk mendaftar sebagai pemantau karena batas pendaftarannya masih lama, yaitu sampai 2 November. “Kami berharap mendaftar sekarang karena tahapan pilkada sudah berjalan, terutama pengadaan logistik dan kampanye,” kata Farur Razi. (*) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Daerah.indd 56 03/12/2015 5:00:39 KEBAKARAN KANTOR KPU TAK TUNDA PILKADA TIMUR TENGAH UTARA A nggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Nusa Tenggara Timur Yosafat Koli menegaskan, kebakaran kantor Komisi Pemilihan Umum (KPU) tak akan menunda tahapan pelaksanaan Pilkada Timor Tengah Utara (TTU). “Kebakaran Kantor KPU tentu sangat mengganggu proses Pilkada di TTU, karena seluruh dokumen hangus terbakar, tetapi tidak bisa menunda. Tahapan tetap berjalan,” kata Yosafat di Kupang, Senin (12/10). Kantor KPU Timor Tengah Utara pada Minggu (11/10), sekitar pukul 10.00 WITA terbakar dan menghanguskan seluruh dokumen pemilu. Kabupaten TTU adalah salah satu dari tiga daerah di Indonesia yang sedang mempersiapkan pelaksanaan Pilkada dengan calon tunggal. Menurut dia, KPU telah menggelar rapat bersama dan langkah pertama yang akan dilakukan adalah mempersiapkan gedung sekretariat baru, sambil mempersiapkan perangkat kerja. “Hari ini, teman-teman mempersiapkan diri untuk pindah kantor. Sementara ini memang tidak ada aktivitas karena tidak ada satupun dokumen yang tersisa,” katanya. Koordinasi dengan KPU pusat pun segera dilakukan untuk membantu mempersiapkan perangkat aturan, yang memberi kewenangan kepada KPU TTU guna mengambil langkah-langkah darurat. “Waktu normal untuk mempersiapkan pelaksanaan pilkada enam bulan. Waktu yang tersisa kurang dari dua bulan, sehingga perlu ada perubahanperubahan waktu pada beberapa tahapan dan itu memerlukan payung hukum,” katanya. Kantor Komisi Pemilihan Umum Timor Tengah Utara Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Daerah.indd 57 57 03/12/2015 5:00:40 SUARA DAERAH DEMOKRASI JEPARA MASIH BISA DISELAMATKAN P emilihan Umum (Pemilu) Legislatif anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) 2014 sudah lebih dari setahun berlalu. Namun, diskusi terkait dinamika pesta demokrasi lima tahunan ini masih tetap menarik. Sebagaimana yang berkembang dalam acara Focus Group Discussion (FGD) yang diselenggarakan Komisi Pemilihan 58 Umum (KPU) Kabupaten Jepara, Rabu (7/10). Kegiatan FGD itu diselenggarakan dalam rangka penyampaian hasil riset terkait partisipasi masyarakat dalam pemilu 2014, yang bekerjasama dengan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LPPM) Universitas Islam Nahdlotul Ulama (UNISNU) Jepara. Dalam FGD tersebut hadir tim peneliti dari LPPM UNISNU Mayadina Rohma Musfiroh MA, dan Purwo Adi Wibowo M.Si yang menyampaikan hasil risetnya. FGD dimoderatori komisioner KPU Jepara Subchan Zuhri, dan diikuti sekitar 50 peserta dari berbagai latar belakang. Mulai dari pengurus partai poitik, tokoh agama, tokoh masyarakat, LSM, akademisi, mahasiswa, pelajar, kelompok disabilitas dan media massa. Isu yang paling ramai dibicarakan dalam FGD tersebut adalah maraknya politik uang yang mewarnai Pemilu 2014. Sebagaimana diungkapkan ketua Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Daerah.indd 58 03/12/2015 5:00:46 Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Jepara Sudiyatno, pihaknya tidak sepakat jika hanya ada sembilan persen dari responden yang perilaku memilihnya dipengaruhi politik uang. “Kalau hanya sembilan persen itu menurut saya terlalu sedikit. Pemilu 2014 lalu menurut saya banyak yang menerima amplop (pemberian) menjelang pemungutan,” paparnya. Hal berbeda disampaikan ketua Wanita Persatuan Pembangunan (WPP) Jepara, Asmiah. Menurutnya, salah satu faktor minimnya caleg perempuan yang sukses terpilih menjadi anggota legislatif karena parpol (red-partai politik) sendiri masih kurang berpihak pada caleg perempuan. “Bahkan ada fatwa yang bagi caleg perempuan sendiri tidak menguntungkan,” jelasnya. Sedangkan Nurkholis, fungsionaris Partai Amanat Nasional menyarankan agar pendidikan politik terus ditingkatkan dalam rangka memperbaiki kualitas demokrasi di Jepara. Dia bahkan mengibaratkan maraknya money politic ibarat hujan sehari yang mampu menghapus panas lima tahun. “Jadi pengabdian selama lima tahun itu musnah dengan politik uang yang hanya sehari menjelang pencoblosan,” jelasnya. Menanggapi hal tersebut, Mayadina yang juga aktivis Lakpesdam NU ini menyampaikan hasil wawancara dengan responden memang menyebutkan terjadi praktik politik uang dalam Pemilu 2014 lalu. Namun, menurutnya, dari sejumlah responden, ternyata politik uang bukan sesuatu yang paling menentukan pilihan masyarakat. “Mereka (red-pemilih) memang menerima pemberian. Tapi bukan semata karena pemberian uang itu pemilih menentukan pilihannya. Hanya sembilan persen saja yang terpengaruh pemberian,” paparnya. Ditambahkan, ada beberapa faktor yang memengaruhi pilihan masyarakat. Yakni visi misi dan program caleg yang menempati urutan priotitas pertama, kemudian keyakinan terhadap kinerja yang akan datang terhadap caleg, serta kemampuan caleg, kinerja caleg sebelumnya. Mayadina menyampaikan, pihaknya optimistis demokrasi di Jepara masih bisa lebih baik. “Dengan memaksimalkan pendidikan politik, saya optimistis demokrasi di Jepara masih bisa diselamatkan,” pungkasnya. KPU LUTRA ‘GERILYA’ PEMILIH PEMULA “Genderang perang” melawan sikap jumud bin masa bodoh telah ditabuh. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Luwu Utara (Lutra) bertekad akan “memburu” para pemilih, khususnya di kalangan muda-mudi di manapun mereka berada. Termasuk bagi yang masih sementara duduk di bangku sekolah. Itulah sebabnya, sejak Rabu (16/9) Komisioner KPU Lutra Divisi Sosialisasi dan Pengembangan SDM, Almunawar mendatangi seluruh Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA) yang ada di Lutra. Tujuan kegiatan ini supaya pemilih pemula yang ada di Lutra berpartisipasi aktif dalam pemilihan bupati dan wakil bupati yang akan digelar secara serentak pada 9 Desember mendatang. Almunawar mengatakan, memilih merupakan hak seseorang. Untuk itu bagi mereka yang belum pernah memilih hendaknya memang harus diberikan penjelasan serinci mungkin. Mulai dari, apa itu pemilu, bagaimana cara berpartisipasi aktif hingga sampai dengan sikap pemilih, jika calon yang dipilih ternyata menang atau justru sebaliknya. Pasalnya, tidak jarang orang akhirnya terpaksa bersikap masa bodoh dalam pemilu karena faktor ketidaktahuan mereka. “Banyak orang yang tidak memilih karena berbagai hal, ada yang karena calon yang ada dianggap tidak aspiratif, tak sesuai dengan selera dan sebagainya. Tapi ada juga warga yang tidak memilih karena mereka tidak mengerti, apa tujuannya memilih, di mana mereka harus memilih dan bagaimana cara memilih. Itulah sebabnya kami akan melakukan sosialisasi secara besar-besaran, terstruktur dan masif ke berbagai segmen yang ada di daerah ini,” ungkapnya. Sementara itu, berdasarkan data yang ada, sekolah yang telah siap dan terjadwal untuk menerima kehadiran KPU Lutra yakni: SMAN 2 Masamba, MAN Masamba, SMAN 2 Sabbang, SMAN 1 Tana Lili, SMK Tana Lili, SMAN 1 Masamba, SMAN 1 Mappedeceng, SMAN 1 Malangke Barat, SMAN 3 Baebunta, SMAN 1 Sukamaju, SMAN 2 Sukamaju, SMAN 1 Baebunta, SMAN 1 Sabbang, MAN Sabbang, SMAN 1 Bonebone, SMKN Bonebone, SMKN Masamba, SMKN Sukamaju dan MA Al Falah Bonebone. (iqbal) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Daerah.indd 59 59 03/12/2015 5:00:51 SUARA BILIK MEMBUMIKAN PILKADA LEWAT PROGRAM PALANTA DEMOKRASI S ebagai sosok yang pernah bekerja sebagai jurnalis, Koordinator Divisi Sosialisasi Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Sijunjung, Lindo Karsyah mengusung metode sosialisasi yang membumi. Informasi pemilihan bupati dan wakil bupati mesti menyentuh masyarakat di level akar rumput. Hal ihwal berkaitan dengan perhelatan demokrasi itu tidak boleh lagi hanya jadi konsumsi kalangan elit saja. Komisioner kelahiran tahun 1979 ini mengatakan selama ini kegiatan sosialisasi acapkali mengandalkan seminar dengan mengundang tokoh-tokoh masyarakat. Para tokoh diprioritaskan sebagai lokomotif penyebaran informasi pemilu/pilkada kepada masyarakat. Namun faktanya, dari pemilu ke pemilu, tokoh yang diundang, rupanya orangnya itu itu saja. Sedihnya lagi, menurut Lindo yang sedang menempuh studi Magister Ilmu Politik di Universitas Andalas, penyelenggara dihadapkan pula pada kecenderungan menurunnya partisipasi pemilih. Kualitas keikutsertaan pemilih pada ajang pemilu juga berkurang. Menipisnya kesukarelaan warga dalam memberikan hak pilih menjadi tantangan bagi penyelenggara pemilu untuk mengkreasi sosialisasi yang membumi. Berangkat dari realitas itu, anggota KPU Sijunjung yang telah menulis tiga buah buku ini, membuat konsep 60 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Bilik.indd 60 03/12/2015 5:07:22 sosialisasi jemput bola. Namanya palanta demokrasi akar rumput. Konsepnya, penyelenggara pilkada dan pihak berkepentingan, yaitu KPU, Panwaslu, Paslon serta pihak terkait mendatangi masyarakat di kedai-kedai kopi. Acara diformat seinformal mungkin. Menurut bapak tiga anak ini, tidak ada seremonial. Intinya langsung pada keingintahuan warga. Apa saja boleh ditanyakan seputar pemilihan kepala daerah. Karena hadir lengkap, kemana arah pertanyaan, pihak ditanya yang akan menjawab. Acara diadakan pada malam hari karena pada waktu itu masyarakat berkumpul. Siang hari bekerja di sawah dan ladang, malam berdiskusi. Kata orang, kedai atau lapau ---dalam bahasa Minangkabau--- adalah tempat kepialangan politik dan tempat pembahasan tema-tema aktual. Perkara bangsa atau daerah dikupas habis di sana. Tentu saja dengan kualitas sudut pandang dan kadar ilmu mereka masingmasing. Spirit dialektika inilah yang ditransformasi menjadi acara sosialisasi pemilu/pilkada dalam konsepsi palanta demokrasi akar rumput. Palanta adalah bahasa Minang yang berarti tempat duduk untuk bersantai-santai. Acara ini disiarkan langsung oleh seluruh radio. Selain itu, juga dibuka dialog interaktif dengan pendengar. Manfaatnya, jelas Lindo yang pernah menduduki posisi pemimpin redaksi koran harian, syiar sosialisasi tidak hanya terasa pada masyarakat kedai sekitar, melainkan juga khalayak Sijunjung yang mendengar radio. Semua radio menyiarkan acara tersebut secara bersamaan. Formula sosialisasi dari darat dan diletuskan juga di udara. Pada pemilu Legislatif dan Presiden, terang Lindo, acara palanta juga diadakan. Banyak respon positif yang datang dari berbagai kalangan. “Lantaran itu jua, pada pilkada serentak tahun 2015, metode sosialisasi yang membumi ini dilanjutkan lagi. Selain itu, ditambah dengan pola sosialisasi dengan tema “KPU Sijunjung Goes to Community”. Acara dibuat dengan cara mendatangi komunitas-komunitas. Pelaksanaannya pada siang hari. Mudah-mudahan dengan pola sosialisasi yang membumi ini, partisipasi meningkat dan kualitasnya juga kian membaik,” tutup Lindo. (*) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Bilik.indd 61 61 03/12/2015 5:07:22 SUARA BILIK Anggota KPU Papua, Sombuk Musa Yosep : EUFORIA DEMOKRASI SISAKAN KONFLIK BERDARAH DI PAPUA Sebelum menjadi Komisioner KPU Papua, Sombuk Musa Yosep berstatus dosen di Fakultas Ilmu Pertanian dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua di Manokwari, Papua Barat. Ia mengajar sejak 1988 dan menjadi dosen tetap pada 1990. Pada tahun 2004, ia sempat melanjutkan studi Strata-3 di Australian Nasional University, namun tidak selesai karena minim biaya. M asyarakat Provinsi Papua baru dapat merasakan demokrasi setelah era reformasi. Oleh sebab itu, terjadi euforia berdemokrasi setelah sekian lama berada di bawah kungkungan rezim otoriter Orde Baru. Menurut Anggota KPU Provinsi Papua Sombuk Musa Yosep, itulah yang menjadi sumber dari berbagai konflik yang kerap terjadi pada pelaksanaan pesta demokrasi di Papua. “Orang Papua berdemokrasi baru setelah reformasi. Terjadilah euforia berdemokrasi. Orang bunuh-bunuhan untuk jadi bupati ya itu sumbernya belum ada kedewasaan berdemokrasi,” ungkap Musa, ditemui usai mengikuti kegiatan di KPU RI, Jumat (26/6) silam. Ia mengungkapkan, selaku penyelenggara, tugas KPU Papua 62 tidak hanya menyelenggarakan pemilu tapi juga mengelola konflik. Hal itu mengingat pelaksanaan pilkada-pilkada sebelumnya yang diwarnai sejumlah kekerasan. “Pilkada sebelumnya itu meninggalkan luka-luka konflik yang cukup banyak memakan korban, ada lebih 200 orang. Ada rumah dibakar, ada yang terpaksa meninggalkan kampungnya sampai saat ini belum kembali, dan selanjutnya konflik-konflik yang terjadi di beberapa tempat. Jadi berdarah-darahlah,” ungkap pria yang berlatarbelakang pengajar di Universitas Negeri Papua ini. Mengantisipasi hal itu, Musa mengatakan, KPU telah memiliki strategi khusus, sebagaimana diterapkan pada Pileg dan Pilpres 2014. Yaitu menjalin komunikasi dengan stakeholder terkait, termasuk tokoh-tokoh masyarakat dan geraja-gereja. “Kita bersyukur Pemilu 2014 tidak ada korban, kita tidak dengar orang yang istilahnya perang suku atau apa karena kita bisa meredam itu. Kuncinya ada pada komunikasi dengan stakeholder, juga calon-calon bupati yang rata-rata adalah anak daerah itu sendiri. Pihak kepolisian juga melakukan pendekatannya lebih persuasif,” papar Musa. Meski demikian, ia mengakui pengelolaan konflik pada pilkada akan lebih sulit mengingat begitu dekat jarak antara calon dengan pemilih. “Itu istilahnya dog fight, anjing dengan anjing tabrak kepala di kampung sendiri. Potensi konflik sebenarnya sangat besar. Hanya, saat ini masyarakat juga sudah cukup pintar, bahwa konflik itu meninggalkan luka, menyebabkan banyak kerugian,” ungkapnya. Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Bilik.indd 62 03/12/2015 5:07:26 Upaya lainnya ialah menekan potensi kecurangan. Hal ini dilakukan dengan perbaikan sisi aplikasi, adiministrasi, serta pengawasan. Musa berharap panwaslu bekerja lebih baik, sehingga ketika ada masalah langsung diselesaikan di tempat, tidak ditumpuk sampai ke atas. Rekapitulasi juga menjadi titik utama pengawasan. “Ada perubahanperubahan yang sering terjadi. Ada juga manipulasi surat suara yang dilakukan dengan jajaran kita di bawah. Demikian juga pengawas. Pengawas yang mau pergi melihat kecurangan itu lalu mengeksposnya, risikonya besar, bisa dikasari. Di situ dibutuhkan pengamanan dan dukungan dari stakeholder yang lain, seperti aparat keamanan, tokoh- tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat, kepala-kepala suku, pemda setempat,” kata Musa. Musa menyatakan, tantangan terberat KPU Papua ialah bagaimana mengawinkan logika umum dengan logika masyarakat setempat. “Kita harus menjangkau masyarakat yang secara politik belum sampai di titik yang kita maksud sekarang. Misalnya masyarakat di pedalaman Papua, yang kadangkadang tidak berpikir segaris dengan kita. Jadi kita harus mengawinkan logika kita dengan logika mereka. Misalnya dalam prinsip demokrasi kita langsung, umum, bebas, dan rahasia. Tapi masyarakat di gunung yang Selesai,” papar Musa. “Berat bagi kita untuk mengatakan bahwa itu salah. Konstitusi menyatakan sah. Di situlah letak seninya. Tetap mempertahankan itu, tapi kita juga tahu sistem itu mengandung risiko. Bisa ada manipulasi elit, ada juga semacam pelecehan budaya karena noken itu bukan untuk kontestasi politik, kemudian masih dikatakan keterbelakangan, itu bisa mematahkan ketika pemerintah bilang masyarakat terdidik baik, maju, tidak ada buta huruf, tapi kenapa masih memakai sistem ini,” imbuhnya. KPU Papua mengantisipasi potensi kelemahan sistem noken dengan lebih menertibkan sisi administrasi. “Misalnya boleh noken, tapi tetap harus isi C1. Pengalaman pilkada di Timika, C1-nya menggunakan sistem noken, kenapa you pilih pemilu pakai rahasia-rahasia? Ada apa? Jadi mereka, tidak langsung tidak umum tidak bebas dan tidak rahasia, tapi terbuka. Oke dia yang jadi pemimpin. Sudah kita semua kasih suara ke dia. kita jemput ketika sudah selesai dibuat. Satu copy kita bawa ke kantor KPU. Satu lagi silakan masuk ke kotak atau ke noken. Karena kita punya satu, kalau ada macam-macam bisa cek mana yang berubah,” terang Musa. Dilema Sistem Noken Keterangan Foto : Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Bilik.indd 63 63 03/12/2015 5:07:32 SUARA BILIK Tak Niat Gabung KPU Sebelum menjadi Komisioner KPU Papua, Sombuk Musa Yosep berstatus dosen di Fakultas Ilmu Pertanian dan Teknologi Pertanian Universitas Negeri Papua di Manokwari, Papua Barat. Ia mengajar sejak 1988 dan menjadi dosen tetap pada 1990. Pada tahun 2004, ia sempat melanjutkan studi Strata-3 di Australian Nasional University, namun tidak selesai karena minim biaya. “Sebenarnya tidak ada niat ingin sekian lama, membludak. Lalu saya juga terlibat di pembuatan otonomi khusus, meski tidak masuk tim, tapi kita membuat tink-tank di kampus memberi masukan-masukan dengan tim yang bekerja dengan DPR untuk membuat rumusan itu. Jadilah UU Nomor 21 Tahun 2001.” “Itu dulu pemahaman politik yang saya punya. Karena jaman Orde Baru itu kan tidak ada politik-politik, semua harus seragam. Jadi euforia reformasi “Tapi harta uang bicara. Karena kita sadar tingkat ekonomi kita seperti apa. Tapi kalau diberikan penyadaran yang baik, misalnya kalau ada main uang, lihat para bupati ditangkap kiri-kanan, karena biaya politik tinggi waktu pemilu, bupati terjebak utang politk waktu pemilu, sehingga mereka mengorbankan uang untuk pelayanan publik seperti pembangunan rumah sakit yang bagus, membangun sekolah, jalan dan macam-macam akibatnya.” bergabung, hanya ingin tahu apa ini KPU, karena banyak diberitakan di koran. Jadi waktu masuk dan terpilih, saya orang yang paling bingung di KPU karena saya sebelumnya belum pernah menjadi penyelenggara pemilu,” cerita Musa. Meski demikian, keterlibatannya di politik dalam ranah advokasi sudah sejak mahasiswa. Kala itu di kampusnya aspirasi merdeka begitu kuat. “Gerakan mahasiswa kampus saya yang pertama kali menggerakkan Papua Merdeka itu. Tahun 64 di Manokwari,” ungkapnya. Gerakan itu bertambah kuat ketika reformasi 1998. “Karena di kampus mahasiswa bergerak, kita juga ikut. Karena bagian dari reformasi. Mulai 1998 di Jakarta gerakannya ke arah ini, kita di Papua pergerakannya lain.” Musa bersama para aktivis di kampusnya mengawal gerakan dengan membangun rasionalitas pergerakan. “Kita orang kampus jadi leader memberi masukan pada masyarakat. Jadinya tanpa sadar kita terlibat di politik. Karena persoalan-persoalan di masyarakat 64 yang tiba di Papua itu menjadi kita berpikir politik.” “Kemudian ketika bergabung dengan KPU, maka saya berpikir, oh ini sebenarnya yang harus kita kerjakan, mewujudkan reformasi. Di Papua dibingkai dengan ide yang orang Jakarta bilang separatisme, tapi kita di Papua bilang itu nasionalisme. Karena ada sejarahnya.” Pada tahun 2004 Musa sempat terlibat dalam pembuatan Majelis Rakyat Papua sebagai bagian tim kerja, yang menyiapkan konsep dan segala macam. Pada 26 Desember 2004 konsep itu diserahkan kepada Presiden SBY, saat itu pula musibah tsunami melanda Aceh. “Setelah itu kembali ke kampus lagi, sibuk dengan sekolah dan segala macam, putus dengan kegiatan politik dalam arti advokasi,” ungkapnya. Menjadi Anggota KPU sebagai Off Campus Duty Sebagai Anggota KPU Papua yang berasal dari kalangan akademis, Musa bertekad membangun kapasitas dan integritas jajaran KPU. Karena menurutnya, salah satu pelaku yang terlibat dalam pencetus konflik itu adalah KPU yang tidak profesional dan berintegritas. “Dua hal itu yang bagi saya menjadi misi berada di KPU. Di luar yang lain, mungkin saya tetap belajar. Jadi memang saya mengibaratkan KPU ini universitas baru. Karena itu ketika saya minta izin pimpinan universitas untuk tidak mengajar, saya katakan ini off campus duty. Saya minta ijin untuk mengajar di luar kampus, yang sama harganya kalau kita mengajar di kampus. Terbukti kan di bawahan saya ada kabupaten/kota yang harus saya didik terus. Saat bimtek kita didik mereka, kita ajari mereka cara bermanajemen yang benar dan seterusnya,” kata Musa menjabarkan. Musa menambahkan, ia ingin menyumbang pikiran agar perseteruan di masyarakat pada bidang politik tidak melebar ke anarki, tapi menjadi persaingan sehat untuk menghasilkan pemimpin yang baik. Pada 2015, ada 11 Kabupaten di Papua yang melaksanakan pilkada serentak. Antusiasme masyarakat cukup tinggi, terlihat pada saat sosialisasi, baik dengan datang ke tempat pertemuan, mengumpulkan dukungan kepada calon perseorangan, maupun dukungan dari pemda. Untuk jumlah pemilih rasional mungkin masih kurang. Namun, Musa mengatakan, jumlah penduduk yang masih sedikit menjadikan masyarakat Papua mengenal satu sama lain. “Orang sudah tahu ini orang memang jelek, jadi saat pemilihan mereka tidak memilih yang bersangkutan.” “Tapi harta uang bicara. Karena kita sadar tingkat ekonomi kita seperti apa. Tapi kalau diberikan penyadaran yang baik, misalnya kalau ada main uang, lihat para bupati ditangkap kiri-kanan, karena biaya politik tinggi waktu pemilu, bupati terjebak utang politk waktu pemilu, sehingga mereka mengorbankan uang untuk pelayanan publik seperti pembangunan rumah sakit yang bagus, membangun sekolah, jalan dan macammacam akibatnya,” kata Musa. (MSWibowo) Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Bilik.indd 64 03/12/2015 5:07:32 SUARA PILKADA Sigit Joyowardono DINAMIKA PENCALONAN PILKADA 2015 Sesuai jadwal tahapan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2015, proses pencalonan berakhir pada 24 Agustus 2015, dengan bergulirnya tahapan penetapan pasangan calon. Namun akibat munculnya fenomena calon tunggal di beberapa daerah yang menyelenggarakan pilkada tahun ini, KPU harus memperpanjang masa pendaftaran di sejumlah daerah tersebut, yakni pada 1-3 September 2015 dan 9-11 September 2015. 66 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | suara pilkada.indd 66 03/12/2015 5:18:06 M asalah ternyata tidak hanya habis di situ. Persoalan lain yang menyusul kemudian dalam dinamika pencalonan Pilkada 2015 ialah ketidaklengkapan persyaratan bakal pasangan calon, baik mereka yang diusung partai politik atau gabungan maupun dari jalur perseorangan, yang ditemukan dalam proses verifikasi. “Ketika ada problem-problem itu, mereka (bakal pasangan calon) yang merasa tidak diuntungkan penetapan itu lari ke panitia pengawas pemilu (Panwaslu). Ada beberapa daerah tertentu yang telah ada rekomendasi Panwaslu/ Bawaslu untuk ditindaklanjuti satu sikap oleh KPU kabu-paten/kota. Misalnya membatalkan berita acara KPU mengenai penetapan calon, kemudian menetapkan pasangan calon,” terang Kepala Biro Teknis dan Hubungan Partisipasi Masyarakat KPU, Sigit Joyowardono, Rabu (7/10). Rekomendasi itu, menurut Sigit, dipahami berbeda-beda. Ada beberapa KPU di daerah yang begitu saja menetapkan bakal pasangan calon atas dasar keluarnya rekomendasi tersebut. “Padahal, kalau menurut saya, itu tidak bisa serta merta ditetapkan sebagai peserta karena ada beberapa persyaratan yang mungkin belum terverifikasi atau belum ditetapkan memenuhi persyaratan calon karena butuh waktu,” kata Sigit. Terkait dengan calon perseorangan, permasalahan yang muncul lebih banyak pada syarat dukungan penduduk yang harus dipenuhi sesuai UU Nomor 8 Tahun 2015. Hal tersebut kerap muncul sebagai bahan yang dilaporkan calon peserta pilkada kepada Panwaslu. Problematika lain yang mengapung ialah berkaitan rekomendasi untuk bakal pasangan calon yang diusulkan parpol atau gabungan parpol, khususnya partai yang bersengketa atau memiliki kepengurusan ganda, yakni Partai Golkar dan PPP. “Ada rekomendasi DPP yang misalnya, perubahan rekomendasinya pada injury time. Termasuk ada, rekomendasinya itu, menurut aturan yang direkomendasikan satu paket pasangan calon. Bukan terhadap satu calon saja,” papar Sigit. “Kemarin juga soal masalah ijazah, seperti soal tanggal lahir yang berbeda. Kemudian, syarat-syarat calon yang jadi problem, juga soal pidana,” imbuhnya. Mengenai soal status pidana calon peserta Pilkada 2015, Sigit Joyowardono menerangkan, itu tergantung sejauhmana KPU provinsi/kabupaten/kota memahami keputusan Kemenkumham mengenai penjatuhan pidana. “Ini juga kadang dipahami agak berbeda, entah oleh peserta ataupun KPU.” Calon Tunggal Pascaputusan MK Terlepas dari itu semua, penetapan pasangan calon selesai pada 24 Agustus 2015. Dari 9 provinsi dan 260 kabupaten/ kota yang akan menggelar Pilkada Serentak tahun ini, terdapat tiga daerah yang hanya ada satu bakal pasangan calon mendaftar, yakni Kabupaten Tasikmalaya, Blitar dan Kota Surabaya. Susuai Peraturan KPU dan mengacu pada UU Nomor 8 Tahun 2015, pilkada di tiga daerah tersebut ditunda sampai 2017. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan MK Nomor 100 Tahun 2015 yang menyatakan daerah dengan satu pasangan calon harus tetap dilibatkan dalam pilkada. Meski tidak menyebut harus diikutsertakan pada tahun berapa, KPU menangkap Putusan MK itu dengan melibatkan meraka pada Pilkada Serentak 2015. Tentu dengan beberapa kontruksi perubahan, di antaranya pada aspek penyelenggara, sarana yang digunakan dalam rangka untuk menentukan pilihan yaitu desain surat suara yang berbeda dengan desain pada umumnya, serta perubahan jadwal. “KPU kabupaten/kota bersangkutan mengubah jadwalnya untuk sampai ke tanggal 9 Desember 2015,” jelas Sigit. Oleh karena itu, pada 7 Oktober 2015, KPU menggelar simulasi mengenai desain surat suara untuk pilkada yang hanya diikuti oleh satu pasangan calon. Tentang seperti apa desain yang dapat dipahami, sehingga memudahkan masyarakat untuk memilih. “Bahwa pemilihan dengan satu calon itu besok misalnya yang saya pilih apanya. Cara memilihnya penandaannya seperti apa,” terang Sigit. KPU menafsirkan Putusan MK Nomor “KPU menangkap Putusan MK itu dengan melibatkan meraka pada Pilkada Serentak 2015. Tentu dengan beberapa kontruksi perubahan” 100 itu dengan tetap mengikutsertakan tiga daerah tersebut dengan beberapa pertimbangan. Di antaranya masih memungkinkan waktu menggelar berbagai tahapan untuk sampai pada hari pemungutan suara 9 Desember 2015, termasuk yang paling utama ialah persiapan logistik. Pertimbangan lain ialah ketika menghentikan tahapan Pilkada 2015, akibat hanya ada satu bakal pasangan calon mendaftar, tiga daerah tersebut belum menetapkan pasangan calon. “Ya kita laksanakan itu, karena tiga daerah itu belum menetapkan pasangan calon. Kecuali sudah, dan tidak ada yang lolos verifikasi, maka ya ditunda 2017,” papar Sigit. “Dari sisi waktu masih cukup. Ketiga daerah itu etapenya berbeda-beda (ketika menghentingkan tahapan pilkada). Ukuran dinyatakan berhenti itu ketika KPU Kab/Kota tersebut menerbitkan keputusan mengenai penundaan. Ada yang penundaannya 4 September, ada yang 13 Agustus itu sudah dihentikan. Ketika mau akan dilanjutkan kembali, mereka akan memulai dari tahapan yang terakhir sudah dijalankan,” kata Sigit. Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | suara pilkada.indd 67 67 03/12/2015 5:18:06 SUARA PILKADA “Seseorang dinyatakan golput itu apabila tidak datang di TPS dan tidak memberikan hak pilihnya pada hari pemilihan. Itu pun belum tentu sebenarnya yang bersangkutan golput. Hanya karena mungkin karena kendala alam, atau punya kepentingan yang tidak bisa ditinggalkan. Jadi kalau seperti itu, kita tidak ada urusan antara golput atau tidak golput. Jadi tidak dihitung. Karena bagaimana mungkin menghitung orang yang golput, orang tidak datang ke TPS,” Penghitungan Suara Pilkada Calon Tunggal Berkaitan dengan kampanye dan sosialisasi pada pilkada dengan calon tunggal ialah sejauh mana pemilih memberikan pilihan terahadap pasangan calon tunggal tersebut. “Makanya desain suarat suara pasti beda dengan pilkada normal. Kemudian penentuan suara sah dan tidak sah juga agak sedikit berbeda. Kalau penghitungan suara mungkin sama, menghitung yang setuju dan tidak setuju.” Pertanyaan yang mengemuka di publik, bagaimana menyikapi orang yang tidak memilih alias golput. Sigit menegaskan bahwa suara yang dihitung adalah suara pemilih yang menggunakan haknya. “Seseorang dinyatakan golput itu apabila tidak datang di TPS dan tidak memberikan hak pilihnya pada hari pemilihan. Itu pun belum tentu sebenarnya yang bersangkutan golput. Hanya karena mungkin karena kendala alam, atau punya kepentingan yang tidak bisa ditinggalkan. Jadi kalau seperti itu, kita tidak ada urusan antara golput atau tidak golput. Jadi tidak dihitung. Karena bagaimana mungkin menghitung orang yang golput, orang tidak datang ke TPS,” paparnya. Ia mengingatkan kepada seluruh jajaran penyelenggara pemilu, masih ada tantangan lain terkait dengan masalah pencalonan ini, yaitu daerah-daerah yang hanya memiliki dua pasangan calon dan memiliki potensi menjadi calon tunggal. Sigit mengatakan potensi tersebut terdapat di sekitar 48 daerah. Beberapa faktor yang menyebabkannya salah satunya terkait aturan harus mundur bagi PNS, TNI, BUMD, BUMN, termasuk DPR dan DPRD yang mencalonkan diri pilkada. “Kalau DPR melalui UU itu harus memberitahukan secara tertulis bahwa yang bersangkutan akan dicalonkan, selesai. Sementara persayaratannya, ketika harus mundur itu mundurnya kapan? Ketika mundur itu ya ketika belum ada hasil. Supaya kita tahu bahwa orang ini ingin menempuh jalur politik melalui pilkada atau tetap sebagai PNS, anggota dewan atau pegawai BUMN. Lebih lanjut, ia menerangkan, untuk mengecek lebih jelas informasi seputar calon dalam Pilkada 2015 dapat langsung melihat Sitap KPU, yang bisa diakses secara online dan umum. “Dia dari partai apa, dicalonkan oleh partai atau gabungan partai apa, dan seterusnya, lengkap di situ,” pungkasnya. 68 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | suara pilkada.indd 68 03/12/2015 5:18:06 Pemilu On Twitter AYO, SAMPAIKAN PENDAPATMU MENGENAI PELAKSANAAN PILKADA LANGSUNG DAN SERENTAK 2015 DENGAN HASTAGE #PILKADA Mention yang menarik dan sifatnya membangun tentang pilkada langsung dan serentak akan dimuat dirubrik Pemilu On Twitter. Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Pemilu On Twitter.indd 69 69 03/12/2015 5:31:47 KPU MENJAWAB Tanya ? Yth. Bpk/Ibu pengurus KPU, Mohon informasinya, untuk jadwal kampanye Pilkada 2015, untuk datanya bisa saya lihat di mana ya? Terima kasih. Dari: Siti Mariam melalui email ke [email protected] Jawab Yth. Ibu Siti Mariam Untuk jadwal kampanye pilkada dapat diunduh di situs resmi KPU RI www.kpu.go.id terkait Peraturan KPU no.2 tahun 2015 tentang tahapan dan jadwal pilkada. Namun untuk jadwal kampanye pasangan calon dapat menghubungi KPUD setempat yang menyelenggarakan pilkada. Terima kasih, Tanya ? Salam Sejahtera saya Inggrit Ifani, peneliti dari Setara Institut. Kepada Komisi Pemilihan Umum, untuk sekedar mendapatkan data valid kami ingin memastikan berapa jumlah kabupaten dan kota yang akan ikut pemilu serentak di Indonesia? Terima kasih atas perhatiannya Dari: Inggrit Irfani dikirim melalui email ke [email protected]. Jawab Yth. Sdri. Inggrit Terlampir flyer pilkada serentak yang lengkap tertulis provinsi dan kab/kota yang mengikuti pilkada serentak. Silahkan dicek. Untuk info update seputar pilkada ke email : [email protected] atau web resmi di kpu.go.id dan line telepon 021-31902579. Terima kasih, Tanya ? Selamat pagi Sebelumnya mohon izin memperkenalkan diri terlebih dahulu, saya Budi Prasetyo, dari Humas KPK. Melalui email ini kami bermaksud untuk mengundang Ketua Komisi Pemilihan Umum, Bpk. Husni Kamil Malik, sebagai narasumber dalam wawancara Kanal KPK TV. Kanal KPK TV adalah salah satu media komunikasi Biro Humas KPK melalui saluran televisi streaming. Mengingat kesibukan Bapak, kegiatan ini direncanakan berlangsung di Kantor KPU. Untuk koordinasi jadwal pelaksanaan dapat melalui email ini atau Sdri. Ayu Nurdiyani (Hp. 0818 289 009). Demikian permohonan ini disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih. Dari: Budprast dikirim melalui email ke [email protected] Jawab Selamat pagi Mohon mengirimkan surat dan undangan resmi untuk Ketua KPU RI sebagai narsum dalam wawancara di Kanal KPK TV. Terima kasih. Admin AYO, BERSUARA DALAM DEMOKRASI Rubrik “KPU Menjawab” disediakan untuk menampung segala bentuk pertanyaan tentang perkembangan demokrasi di Indonesia. Mohon disertai foto penulis dan biodata lengkap. Tulisan ditujukan ke email : [email protected]. Diutamakan materi pertanyaan yang berkaitan dengan pelayanan KPU di berbagai daerah 70 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | KPU Menjawab.indd 70 17/11/2015 6:39:29 SERBA SERBI MENEMUKAN KEBAHAGIAAN dalam Kesedihan dan Sebaliknya Ditulis oleh: Sahruni Hasna Ramadhan Joy: “Oh, it’s that time in the twisty tree, remember? The hockey team showed up and Mom and Dad were there cheering. Look at her, having fun and laughing. It’s my favorite.” (Oh, itu adalah momen saat (Riley) berada di atas pohon, ingat? Tim hockey muncul dan ayah serta ibu berada di sana untuk bersorak (memberi semangat). Lihatlah dia, sangat gembira dan tertawa. Itu (momen) favorit saya.) Sadness: “It Was The Day The Prairie Dogs Lost The Big Playoff Game. Riley Missed The Winning Shot. She Felt Awful. She Wanted To Quit. Sorry, I Went Sad Again, Didn’t I?” (Itu adalah hari di mana The Prairie Dogs kalah dalam babak kualifikasi utama. Riley gagal mencetak angka kemenangan. Dia sangat terpukul. Dia ingin berhenti (bermain hockey). Maaf, saya merasa sedih lagi, ya?) Apakah kita pernah merasakan fluktuasi perasaan emosi? Pernahkah kita membayangkan bagaimana sistem emosi itu bekerja di dalam kepala? Atau pernahkah merasa ingin tahu kenapa tiba-tiba kita merasa sangat bahagia, lalu beberapa saat kemudian berubah menjadi begitu sedih? Sepertinya, rumah produksi film Pixar ingin mencoba menjawab pertanyaan tersebut melalui Inside Out. Sebuah film animasi yang bercerita tentang seorang anak perempuan berusia 11 tahun bernama Riley yang memiliki sejumlah emosi berbeda di dalam kepalanya. Dalam pikiran Riley, terdapat 5 wujud emosi yaitu Joy (bahagia) yang disuarakan oleh Amy Poehler, Fear (takut) oleh Bill Hader, Anger (marah) oleh Lewis Black, Disgust 72 (jijik) oleh Mindy Kaling dan Sadness (sedih) oleh Phyllis Smith. Ke-5 wujud emosi tersebut tinggal di sebuah tempat yang disebut dengan headquartes (markas besar), yaitu pada pusat kendali pikiran Riley yang membimbingnya dalam menjalani kehidupan dan kegiatan sehari-hari. Keadaan pun menjadi berubah ketika Riley harus pindah ke kota San Fransisco untuk ikut bersama ayahnya. Headquartes menjadi kacau saat Riley berusaha beradaptasi dengan kehidupan di kota tersebut. Sementara Joy berusaha dan tetap untuk optimis, emosi lainnya berseteru tentang cara terbaik untuk Riley dalam menghadapi kehidupan kota besar, lingkungan baru di sekolah dan rumah serta kesibukan orangtuanya yang semakin tinggi. Konflik internal di alam pikiran Riley terjadi ketika Joy yang selama ini mendominasi kehidupan Riley sejak kecil berusaha meyakinkan bahwa Riley akan baik-baik saja dalam beradaptasi di lingkungan tempat tinggalnya yang baru. Joy dengan keahliannya menciptakan atmosfer positif selalu mencegah Sadness untuk melakukan tugasnya melampiaskan rasa sedih yang timbul akibat rasa kehilangan dan kerinduan Riley kepada lingkungan dan teman-temannya di Minessota. Kerja keras Joy membuat sistem kerja emosi Riley berantakan karena di satu sisi Riley berusaha untuk berpikiran positif, namun di sisi lain dia bingung dan tidak dapat mengekspresikan rasa sedihnya. Konflik tersebut berujung dengan | Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU serba serbi.indd 72 03/12/2015 5:45:09 terlemparnya Joy dan Sadness dari headquarter yang efeknya membuat mereka hilang dari pusat kendali emosi dan perasaan Riley, yang tertinggal hanya kemarahan, kekecewaandan rasa khawatir, mengakibatkan kepribadian Riley yang selalu ceria berubah menjadi seorang gadis yang “mati rasa” dan penuh kemarahan. Sebagai salah seorang sutradara film animasi kondang, karya-karya Peter Docter selalu sarat dengan pesan moral yang positif bagi penontonnya, sebut saja film Monster Inc. (2001), Wall-E (2008) dan Up (2009). Hasil karyanya selalu menjadi box office. Dalam Inside Out Peter menggambarkan bagaimana sistem kerja otak mengelola emosi secara imajinatif dan simbolik. Otak digambarkan sebagai ruang penyimpanan yang sangat luas, dan headquarter menjadi ruang kendali utama pengontrol emosi. Headquarter terletak di sebuah menara yang sangat tinggi dan terhubung dengan sekumpulan pulau kepribadian atau islands of personality. Di dalam ruang kendali utama ini juga terdapat sebuah tempat untuk menyimpan core memory, yaitu beberapa ingatan Riley yang paling membahagiakan selama hidup. Simbol warna ditampilkan mewakili masing-masing emosi, warna kuning keemasan mewakili Joy, biru menunjukkan Sadness, ungu untuk Fear, merah untuk Anger dan hijau untuk Disgust. Setiap kenangan yang mewakili masing-masing emosi akan disimpan dalam sebuah bola kaca anti pecah berwarna sesuai simbol setiap emosi. Ada juga sebuah area yang sangat luas di dalam pikiran Riley berisi jutaan Kristal kenangan yang tersusun rapih pada rak-rak raksasa menjulang tinggi. Area tersebut bernama long term memory area. Dan yang paling menakutkan adalah sebuah jurang yang sangat dalam dan gelap tempat semua kenangan memudar, baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Perjuangan Joy dan Sadness untuk kembali ke markas besar digambarkan sangat berat, berliku-liku, dan penuh tantangan. Mungkin seberat itulah pergolakan batin manusia ketika menghadapi persoalan emosional dalam hidup. Meski bukan film yang pertama dengan mengusung konsep emosi dan alam bawah sadar, namun setidaknya Inside Out bisa masuk dalam jajaran film animasi terbaik, yang layak ditonton bersama keluarga. Pesan moral yang paling menonjol dari film ini adalah: 1. Sekuat apapun manusia berusaha bersikap positif dan berpurapura bahagia dalam menghadapi konflik-konflik perasaan, mereka tidak boleh mengabaikan rasa sedih akibat kekecewaan dan ketidakpuasan. 2. Mengekspresikan rasa sedih dengan cara yang proporsional dengan dukungan orang-orang yang peduli justru akan menyelamatkan kepribadian seorang manusia dan pada akhirnya dapat menjadikannya pribadi yang lebih baik dan kuat. Sutradara : Pete Docter, Ronaldo Del Carmen Penulis : Pete Docter, Ronaldo Del Carmen Pengisi Suara : Amy Poehler, Phyllis Smith, Richard Kind, Bill Hader, Lewis Black, Mindy Kaling Genre : Animation, Adventure, Comedy, Family Produksi : Pixar Animation Studios, Walt Disney Pictures, 2015 Durasi : 94 menit IMDB Rating : 8.5/10 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 73 serba serbi.indd 73 03/12/2015 5:45:14 SUARA SERBA SERBI SELEBRITI Ferry Salim PILKADA HARUS MUNCULKAN PEMIMPIN KREATIF Inna Kamarie PILIH JAZZ B SEBAGAI JALAN HIDUP agi Inna Kamarie, jazz bukan lagi sekadar aliran musik tapi sudah menjadi jalan hidup. Jazz adalah musik yang membebaskan dirinya untuk bereksplorasi dan menjadi tempat berproses untuk menemukan jatidiri, karakter, dan juga kepribadian. “Thats Jazz. Jazz talk about freedom, jazz talk about attitude. This is my attitude. Cara berpakaian, cara berbicara, cara berjalan, di panggung maupun turun dari panggung, saya tetaplah Inna Kamarie,” ungkap perempuan dengan nama lengkap Carolina Agustine Kamarie ini, ditemui di sela-sela acara Jazz Bus Tour 2015 di Gandaria City, (12/9). Lebih lanjut, istri dari Beben Jazz ini mengatakan, bermusik jazz berarti hidup dengan pilihan. “Hidup kita cuma sekali. Terus apakah saya harus mengikuti apa yang orang ikuti, atau saya bertanya pada diri, lalu memilih apa yang harus saya pilih dalam hidup?” ujar mantan personel Dewi-Dewi tersebut. Inna menyatakan pada intinya adalah cinta. “Saya memilih jazz karena cinta, lalu saya memperjuangkan cinta dengan segala konsekwensi, kemudian hidup di jazz dan saya sejahtera di jazz, Alhamdulillah.” Perempuan yang lahir di Jakarta, 16 Agustus 1986 ini, mengawali karir bermusik sejak usia 16 tahun. Saat itu ia berkolaborasi dengan pengusaha Setiawan Jordi membawakan musik puisi. Perkenalan dengan jazz terjadi dua tahun berikutnya, melalui Beben Quarted dan bernaung di Komunitas Jazz Kemayoran. Dari situ ia mulai belajar tentang jazz attitude, jazz performance, dan segala hal tentang jazz. Aur hidup kemudian membawanya bergabung dengan Dewi-Dewi, sebuah grup vokal yang dibentuk oleh Ahmad Dhani. “Hidup adalah perjalanan. Belum waktunya bagi saya waktu itu untuk memilih jalan hidup. Belum tahu apa itu hidup. Saya mencoba industri dengan grup Dewi-Dewi. Lalu saya merasa sudah cukup untuk tahu dunia seperti ini,” kata Inna. Setelah memutuskan keluar dari Dewi-Dewi pada 2008, nama Inna sempat tak terdengar di hingar-bingar dunia musik. Ia kemudian menikah dengan Beben Jazz. Pada 2012 ia kembali bermusik pada genre pop jazz. Baru pada 2013 ia benar-benar memutuskan jazz sebagai pilihannya. (MS Wibowo) 74 A ktor senior Ferry Salim menaruh harapan yang besar pada Pilkada 2015 yang akan digelar serentak 9 Desember mendatang, dapat terselenggara dengan baik, sukses dan jurdil, serta menghasilkan para pemimpin yang mampu memajukan daerahnya masing-masing. Menurutnya, adanya otonomi daerah menjadi keuntungan bagi tiap kepala daerah untuk dapat membuat kebijakan positif yang berbeda dari daerah lain. Dengan itu, daerah tersebut bisa menjadi barometer bagi daerah lain. “Karena itu, sebenarnya di daerah-daerah itu dibutuhkan orang-orang yang kreatif. Pemimpin yang berani membuat kebijakan yang berbeda dari daerah lain. Kalau hanya kebijakan yang itu-itu juga artinya dia hanya mengikuti, pengikut bukan pemimpin. Dia harus punya terobosan baru dan berani,” kata Ferry kepada Suara KPU melalui sambungan telepon, Senin (19/10). Ia yakin, KPU selaku penyelenggara dapat menggelar pilkada dengan aman, baik, dan lancar. Hal ini berkaca dari kesuksesan penyelenggaraan Pemilu 2014, khususnya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden (Pilpres). “KPU bisa menyelenggarakan Pilpres 2014 dengan sangat lancar sekali, padahal eskalasinya luar biasa banget. Demikian juga dengan penyelenggaraan Pilkada 2015, saya yakin itu,” ungkap Ferry. “Hanya mungkin untuk mengakomodir dari para calon pemimpin daerah itu tidak mudah, karena juga berurusan dengan partai politik,” imbuh pria kelahiran Palembang, 8 Januari 1967 tersebut. Ia ingin KPU tetap menjaga netralitas dan mengedepankan transparansi. “KPU harus tetap menjaga independensi dan tidak bisa diintervensi. Artinya semua keputusannya harus mutlak. Pemimpin KPU juga dibutuhkan seorang yang berani, kalau A ya A, B ya B. Yang paling penting benar dan bisa menyelenggarakan pemilu dengan jujur dan adil, kemudian transparansi hasil hitungan dan lain-lain. Saya pikir KPU tidak perlu terpengaruh dengan hitungan hasil survei dan lain-lain,” papar Ferry. | Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU suara seleb.indd 74 03/12/2015 6:34:19 #TinjuMusuhAlam AKSI KEPRIHATINAN BENCANA ASAP B encana kabut asap akibat kebakaran hutan di sejumlah wilayah di Indonesia seperti Sumatera dan Kalimantan mengundang keprihatinan banyak pihak. Tak terkecuali dari kalangan artis dan seniman. Bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), mereka menggelar aksi damai bertajuk #TinjuMusuhAlam, Jumat (9/10). Aksi yang berlangsung di kawasan Bundaran Patung Kuda, Jalan M.H. Thamrin, Jakarta ini merupakan bentuk belasungkawa atas bencana kabut asap. Salah satu artis yang terlibat dalam kegiatan aksi tersebut adalah Melanie Subono. Mengenakan kaos warna pink dan memakai masker, Melanie bersama sejumlah artis lainnya berpencar membagikan selebaran kertas berisi seruan kepada masyarakat untuk melawan bencana kabut asap. Melanie mengatakan, tujuan aksi yang ia dan temantemannya lakukan ialah sebuah langkah penyadaran kepada masyarakat akan kebakaran hutan yang terjadi di Riau dan beberapa wilayah di Kalimantan. Menurutnya, kejadian ini bukanlah bencana alam tapi akibat ulah tangan manusiamanusia yang tidak bertanggungjawab. Ia juga mengatakan, sebenarnya pemerintah sudah mengetahui siapa pelaku pembuat bencana yang telah menelan korban dan menimbulkan banyak kerugian tersebut. Oleh karena itu, ia berharap pemerintah berani menindak dengan tegas perusahaan yang dia duga sebagai dalang kebakaran. “Ini bukan bencana ekologis, ini jelas buatan manusia. Sebenarnya pemerintah sudah tahu siapa dalangnya, hanya saja apakah mereka berani tangkap?” ujar Melanie. Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | suara seleb.indd 75 75 03/12/2015 6:34:19 SUARA PUSTAKA PEMILU dari Kacamata Ensiklopedia Judul : International Encyclopedia of Elections Cetakan Pertama : Tahun 2000 Editor : Richard Rose Penerbit : CQ Press, Washington DC Jumlah Halaman : 392 S aat ini terminologi pemilu bukanlah suatu hal yang asing di seluruh penjuru dunia. Di negara yang masih menganut sistem pemerintahan monarki sekalipun, pengetahuan tentang pemilu sebagai instrumen transisi kekuasaan damai melalui suara rakyat sudah dapat dipelajari melalui literatur, arsip dan dokumentasi di sekolah, perpustakaan hingga kutipan berita di media cetak, elektronik maupun online. International Encyclopedia of Elections adalah salah satunya. Buku ini merupakan seri ensiklopedia pertama yang mengupas keberagaman penyelenggaraan pemilu di berbagai negara. Sesuai dengan judulnya, ensiklopedia yang disusun Richard Rose ini sarat dengan artikelartikel pakar dan akademisi yang sengaja dihimpun untuk memberikan gambaran dinamika penyelenggaraan pemilu di berbagai negara, mulai dari Alaska di belahan bumi utara hingga Australia di selatan, termasuk Afrika Selatan salah satu negara yang terdepan dalam menegakkan demokrasi di benua Afrika. Richard Rose, akademisi dari universitas Strathclyde di Glasgow Skotlandia, bertindak selaku kepala editor yang menghimpun 147 artikel kepemiluan dari 70 pakar dan akademisi dari berbagai universitas di dunia. Topiktopik berkisar dari “Absentee Voting” atau pelayanan pemungutan suara bagi mereka yang tidak dapat mendatangi TPS hingga “Women: Representation and Electoral System” atau keterwakilan wanita dalam sistem kepemiluan, karena lazimnya dalam tatanan demokrasi, wanita memiliki kesetaraan seperti halnya kaum pria. Melusuri dinamika penyelenggaraan pemilu melalui himpunan artikel-artikel Internasional Encyclopedia akan memperkaya wawasan Anda yang tertarik dengan kepemiluan, sebagaimana buku ini telah memberikan manfaat bagi para pelajar, pustakawan, politisi hingga 76 wartawan yang tengah melakukan kajian terhadap penyelenggaraan pemilu mulai dari cikal bakal pemilu yang digagas para filusuf Yunani di Athena dua milenium yang lalu. Abad ke-19, gerakan mempertanyakan kepemimpinan tradisional dan agama kemudian menjadi tonggak awal bergulirnya wacana tatanan kekuasaan atas kedaulatan rakyat di Eropa. Perkembangannya pun tak lepas dari perang dunia pertama dan kedua, yang mempengaruhi transisi kekuasaan dari monarki dan gereja, kepada diktator perang dunia kedua dalam hal ini Jerman dan sekutunya, hingga kembali ke tangan rakyat melalui sistem perwakilan di parlemen. Dinamika pemilu kemudian semakin berkembang, mulai dari diakuinya hak suara wanita untuk ikut memilih pada tahun 1918, pemilu yang terbuka dan bebas di Jerman pascaruntuhnya tembok berlin 1986, hingga pemilu 1994 Afrika Selatan yang mengakhiri diskriminasi bagi warga kulit hitam untuk ikut berkiprah dalam tatanan pemerintahan. Ensiklopedia ini juga menampilkan evolusi penyelenggaraan pemilu masa kini dengan ditandainya pemungutan suara secara online seperti yang dikupas Michael Maley dalam artikel bertajuk Proxy Voting di Australia. Kendati belum banyak mengangkat pemilu di negara-negara Asia sebagai studi kasus, ensiklopedia ini setidaknya cukup menjelaskan betapa beragamnya tata cara penyelenggaraan pemilu di berbagai negara, ditinjau dari latar belakang sejarah, aspek geografis dan latar belakang budaya. Paling tidak informasi yang tersaji di dalamnya dapat menjadi inspirasi munculnya kajiankaiian baru tentang penyelenggaraan pemilu di tanah air, sekaligus memperkaya memperkaya literatur kepemiluan di Indonesia. Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | suara pustaka.indd 76 03/12/2015 6:19:37 SUARA PUBLIK E-VOTING UNTUK PEMILU DI INDONESIA? Oleh: Ikhsan Darmawan Penulis adalan penulis buku “Memahami E-voting” dan Dosen Departemen Ilmu Politik UI S ejak ditunjuk menjadi Menteri Dalam Negeri (Mendagri) pada tahun 2014 lalu oleh Presiden Joko Widodo, sudah berulang kali Tjahjo Kumolo mengutarakan wacana penerapan electronic voting (e-voting) dalam pemilu di Indonesia yang akan datang. Sejauh yang penulis telusuri, setidaknya sudah tiga kali Mendagri menyampaikan hal itu, yaitu saat memberikan sambutan dalam penandatanganan kerjasama dengan perbankan di Kemendagri 7 Juli, saat meresmikan Program Studi Ilmu Politik Universitas Kristen Indonesia 27 Agustus, dan saat Pembukaan Dialog Nasional di BPPT 8 September lalu. Sikap Mendagri Tjahjo bertolak belakang 180 derajat jika dibandingkan dengan Mendagri sebelumnya, yaitu Gamawan Fauzi. Gamawan “konsisten” hingga akhir masa jabatannya bersikap bahwa masyarakat Indonesia belum siap dengan e-voting (2010). Bahkan, pada tahun 2014, sebelum beliau menyelesaikan amanahnya, Gamawan hanya mengatakan bahwa kesiapan Pilkada e-voting diserahkan kepada masing-masing daerah. Dari kedua sikap yang berbeda itu dapat ditarik kesimpulan bahwa sebuah kebijakan itu sangat tergantung pada sejauh mana keberpihakan pemerintah saat itu terhadap sebuah rencana kebijakan. Itu yang disebut dengan istilah political will. Bisa saja hari ini sebuah pemerintahan mengatakan tidak atau menolak pada suatu hal, namun di kemudian hari pemerintahan setelahnya mengatakan iya atau mendukung. Harus berhati-hati Meskipun di satu sisi, ada pertanda positif karena pemerintah sepertinya serius ingin menerapkan e-voting dalam pemilu yang akan datang, namun penulis sebagai peneliti yang sudah lebih dari setengah abad menggeluti e-voting, menyatakan bahwa pemerintah seharusnya hati-hati dengan e-voting ini. Pasalnya, jangan sampai pemerintah kemudian “gegabah” dan tanpa kajian dan persiapan yang matang lalu terkena euphoria ingin segera menggelar pemilu dengan e-voting ini. Ada banyak catatan penulis terkait hal itu. Pertama, e-voting adalah barang yang tidak bisa dikerjakan dengan terburu-buru. Pemerintah lewat Mendagri sepertinya menyederhanakan implementasi e-voting dengan merujuk kepada kesiapan pascapenerapan e-KTP. Padahal, ada langkah panjang yang harus ditempuh pemerintah, seperti membuat keputusan politik yang diterima semua pihak, melakukan kajian model mana yang akan dipakai, melakukan uji coba dan mengevaluasinya, baru kemudian yakin sepenuhnya ingin menerapkan. Untuk itu, maka pemerintah seharusnya memiliki blue print rencana jangka panjang penerapan e-voting. Cetak biru itu yang akan jadi pegangan semua stakeholders yang berkenaan dengan e-voting. Kedua, meluruskan motivasi penerapan e-voting. E-voting itu pada dasarnya hanya metode saja yang ditujukan untuk membuat pemilu lebih baik. Ukuran lebih baik dapat berupa lebih murah, lebih cepat, lebih akuntabel dan lain-lain. Yang patut disayangkan pemerintah tidak berpijak dari kajian terlebih dahulu apa masalah dalam pemilu manual yang bisa diatasi ketika menerapkan e-voting nanti. Hal ini penting untuk membentuk kepercayaan dari semua pihak, dari mulai politisi sampai masyarakat sebagai pemilih terhadap e-voting. Ketiga, penerapan e-voting untuk tingkat nasional sangat berbeda dengan pemilu tingkat di bawahnya. Pemerintah harus sadar bahwa selama ini e-voting baru dipakai di tingkat pilkades di empat daerah, yaitu Kabupaten Jembrana, Kabupaten Boyolali, Kabupaten Musi Rawas, dan Kabupaten Empat Lawang. Sampai saat ini, penulis sudah pernah meneliti di tiga dari empat daerah di atas, kecuali Kabupaten Empat Lawang. Dari pengamatan dan hasil wawancara penulis plus penelitian di Filipina, dapat ditarik kesimpulan bahwa e-voting dalam pilkades berbeda dengan e-voting untuk pilkada, apalagi pemilu nasional. Pemilu nasional memiliki tingkat kerumitan dan kompleksitas paling tinggi. Apalagi, jika dikaitkan dengan rencana jangka panjang membuat pilkada dan pemilu nasional bersifat serentak. Faktor biaya e-voting yang tadinya dikira murah bisa-bisa akan disimpulkan berbeda kalau dengan model serentak. Keempat, pilihan model teknologi atau mesin e-voting adalah penting. Sebelumnya, sempat tersiar kabar bahwa Mendagri berencana ingin menggunakan model mesin EVM milik India. Alasannya yaitu biayanya lebih murah dibandingkan model yang lain dan India dengan jumlah penduduk yang banyak, seperti halnya Indonesia, bisa melaksanakannnya dengan baik. Yang patut diperhatikan adalah model India sering dikritik karena tidak memiliki kertas audit alias paper trail. Paper trail amat penting untuk meningkatkan kepercayaan dari pemilih, parpol dan calon yang ikut dalam pemilu. Jika Mendagri ingin memakai model India, seharusnya masalah ini dikaji dengan mendalam. Ditambah lagi, alat EVM punya India juga dibuat oleh BUMN di India yang juga pembelian alatnya disubsidi oleh pemerintah sehingga ujungnya bertemu angka yang seolah-olah EVM India itu murah. Selain itu, kasus di India agak “khas” karena di India KPU-nya sangat ditakuti oleh partai politik sehingga terbentuk semacam “kepercayaan” kepada EVM, pemilu India, dan KPU-nya. Apapun pilihan model mesin e-voting, kapan dilaksanakan, dengan ruang lingkup pemilu mana yang diputuskan nanti, penulis hanya ingin mengatakan bahwa pemerintah haruslah memperhatikan setidaknya keempat catatan singkat di atas. Jika tidak, maka justru kita akan menjadi salah dalam langkah memperbaiki pemilu di Indonesia menjadi lebih baik lagi. Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | Suara Publik.indd 77 77 03/12/2015 6:20:30 REFLEKSI PILKADA DAN MENTALITAS MENCARI CELAH Oleh : Gebril Daulai Tenaga Ahli KPU RI S alah satu penyakit sosial yang masih menjangkiti bangsa kita adalah mentalitas mencari celah atau loophole seeking mentality. Penyakit sosial ini telah lama dikenal di dunia hukum dan politik. Istilah loophole seeking mentality merujuk pada sikap yang enggan menaati aturan. Karakter loopholes dicirikan dengan upaya mencari celah aturan yang mengikat dirinya sebagai warga Negara. Lawan dari loophole adalah taat asas. Suatu bentuk komitmen bertindak berdasarkan aspek legalitas. Berupaya menjalankan secara sungguh-sungguh aturan yang telah ditetapkan. Percaya bahwa setiap aturan itu dibuat untuk asas kemanfaatan dan keadilan. Sejatinya sikap taat asas menjadi pondasi kita (penyelenggara dan peserta, red) dalam mengelola dan mengikuti setiap tahapan pemilihan (pileg, pilpres dan pilkada, red). Sedapat mungkin kita menjauhkan sikap mencari celah atas kelemahan-kelemahan regulasi pilkada yang memang lahir dari situasi yang tidak normal akibat dinamika politik di DPR akhir tahun 2014 lalu dalam memaknai frasa dipilih secara demokratis dalam UUD 1945 untuk pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah. Sikap mental mencari celah baik oleh penyelenggara maupun peserta jelas bertentangan dengan upaya kita mempercepat terwujudnya demokrasi yang mapan di aras lokal. Sebab demokrasi yang mapan hanya dapat dibangun jika semua masyarakat di sebuah Negara termasuk elit pemerintahan dan tokoh politiknya tunduk pada aturan hukum, bukannya mencari cari celah untuk menghindari dan mengangkangi substansi aturan yang telah menjadi kesepakatan bersama. Belakangan ada gejala yang kurang sehat di kalangan politisi kita dalam menghadapi kontestasi pilkada serentak 2015. Ketatnya aturan kampanye tentang alat peraga kampanye, bahan kampanye serta iklan di media massa cetak dan elektronik mendorong mereka untuk mencari celah dan wilayah abu-abu atau gray area dalam pengaturan kampanye. Mereka merasa ruang kampanye yang diberikan oleh Undang Undang Pilkada belum cukup untuk menjangkau para pemilih. Memang aturan kampanye pilkada 2015 berbeda dengan pilkada sebelumnya. Para kandidat tak lagi diberi ruang untuk memproduksi dan memasang sendiri alat peraga kampanye. Semuanya telah difasilitasi oleh penyelenggara pemilu dalam jumlah yang terbatas. Begitu pula bahan kampanye diproduksi oleh penyelenggara dan disebar oleh peserta pada saat kampanye terbatas dan kampanye tatap muka. Masih ada ruang untuk memproduksi bahan kampanye di luar yang difasilitasi oleh penyelenggara tetapi dengan pengaturan yang ekstra ketat. Pembatasan-pembatasan itu sudah barang tentu punya makna. Regulasi tersebut dibuat atas evaluasi penyelenggaraan kampanye pada pilkada tahun-tahun sebelumnya, di mana para kandidat jor-joran menggunakan segala bentuk sumberdaya yang dimilikinya untuk memenangi kontestasi, termasuk dalam aktivitas kampanye. Kontestasinya menjadi tidak sehat dan seimbang ketika ada kandidat yang berkantong tebal, sementara kandidat lain bermodal cekak. Kontestasi yang terjadi cenderung bertumpu pada kekuatan finansial bukan pada kekuatan gagasan untuk membangun daerah. Nah, pembatasan tersebut lahir untuk menegakkan salah satu prinsip pemilihan yang mendasar yakni adil. Di saat kandidat harus merebut hati rakyat dengan program yang logis dan realistis justru masih ada kandidat yang berupaya mencari celah atas aturanaturan kampanye yang dirumuskan oleh penyelenggara pemilu. Masih ada yang bertanya apakah melakukan branding mobil dengan foto-foto kandidat itu boleh atau dilarang, memasang alat peraga di poskoposko pemenangan itu boleh atau dilarang, apakah advertorial kandidat yang didesain dalam bentuk pemberitaan boleh atau tidak dan sederet pertanyaan remeh temeh lainnya. Bahkan ada yang secara vulgar bertanya kepada penyelenggara kira-kira apa lagi celah yang bisa digunakan untuk menyiasati ketatnya aturan kampanye. Sekiranya gayung bersambut tentu akan terbangun kolaborasi antara kandidat bermental loophole seeking dengan penyelenggara yang secara teoritik paling memahami aturan dan mengetahui keterbatasan aturan itu. Pertemuan peserta dan penyelenggara pilkada yang sama-sama memiliki mentalitas loophole akan merusak demokrasi kita yang tengah bersemi. Karena itu, peserta dan penyelenggara sebagai aktor penting dalam penyelenggara pilkada sejatinya senantiasa melakukan refleksi identitas diri. Refleksi dalam rangka melihat kembali pengalaman yang telah dijalani dalam mengelola pilkada langsung sejak 2004 untuk pilpres dan 2005 untuk pilkada agar dapat menarik lesson learn bagi diri sendiri dan organisasi. Selanjutnya melakukan proyeksi untuk menumbuhkan dan merawat mentalitas taat asas sekaligus mereduksi mentalitas loophole seeking. (*) 78 | Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU refleksi.indd 78 03/12/2015 6:21:44