batasi kampanye

advertisement
BERIKAN RUANG
KOMPETISI
YANG ADIL DAN SETARA
KPU Republik Indonesia
KONTESTAN PILKADA
MULAI DARI TITIK
NOL YANG SAMA
Edisi V | September - Oktober 2015
K
O
M
I
S
I
P
E
M
I
L
I
H
A
N
U
M
@KPURI2015
M E N JAG A H A K R A K YAT B E RS UA R A DA L A M P E M I LU
Rp
Rp
www.kpu.go.id
BATASI
DANA
KAMPANYE
DORONG PILKADA ADIL
Rp
U
M
DAFTAR ISI
10
KAMPANYE DIALOGIS,
JANGAN MONOLOGIS
5
SUARA UTAMA
Aturan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2015 terkait
tahapan kampanye memberikan dampak yang relatif baik
terhadap kemajuan demokrasi di negeri ini.
BATASI DANA KAMPANYE,
DORONG PILKADA ADIL
Sejak runtuhnya rezim Orde Baru yang diiringi dengan
dimulainya pemilihan umum secara langsung, baru kali ini
pemerintah menerapkan aturan pembatasan dana
kampanye pasangan calon dalam pemilihan kepala daerah.
Undang-Undang Nomor 1/2015 dan Peraturan KPU Nomor
8/2015 menjadi dasar acuan kebijakan tersebut.
14
KONTESTAN PILKADA MULAI
DARI TITIK NOL YANG SAMA
Pembatasan dana kampanye yang hanya dari sisi pemasukan atau
penyumbang, seperti yang terjadi pada pemilihan umum di Tanah
Air.
16
BERIKAN RUANG KOMPETISI
YANG ADIL DAN SETARA
20
Perjuangkan Hak Politik
Kaum Disabilitas
60
Membumikan Pilkada Lewat
Program Palanta Demokrasi
66
Dinamika Pencalonan
Pilkada 2015
SUARA REDAKSI
ATUR BIAYA KAMPANYE,
SEJARAH BARU PEMILU INDONESIA
S
ejarah baru dalam sistem
demokrasi di Tanah Air tengah
bergulir. Untuk pertama kalinya
negara mengatur pembiayaan
dan membatasi dana kampanye
dalam pemilihan kepala daerah. Sebuah
kebijakan yang sudah lama dinanti-nanti
para aktivis pemilu.
Pasalnya, selama satu dekade terakhir,
sistem pemilihan umum di Indonesia
membuka kesempatan yang teramat luas
bagi para kontestan dalam persaingan
merebut suara rakyat. Tidak hanya
memperlombakan kekuatan pengaruh,
jaringan politik, dan sumber daya sosial,
tetapi juga mempertandingkan kekuatan
uang yang dimiliki masing-masing
pasangan calon.
Hal tersebutlah yang coba dibatasi
oleh pemerintah dan Komisi Pemilihan
Umum (KPU), selaku penyelenggara
pemilu, dengan menerbitkan UndangUndang No 1/2015 dan Peraturan KPU
Nomor 8/2015. Dalam UU dan PKPU
ini, pengaturan dana kampanye tidak
lagi hanya sekadar membatasi jumlah
sumbangan dana kampanye yang dapat
diterima peserta pilkada, tetapi juga
memuat rumusan tentang pembatasan
dana kampanye.
Dalam Pasal 74 ayat (9) UU No 1
Tahun 2015 dinyatakan, Pembatasan
Dana Kampanye Pemilihan ditetapkan
oleh KPU Provinsi dan KPU Kabupaten/
Kota dengan mempertimbangkan jumlah
penduduk, cakupan atau luas wilayah,
dan standar biaya daerah.
Ada empat prinsip utama yang diusung
dalam pembatasan dana kampanye
tersebut, yakni keadilan, kesetaraan,
akuntabilitas dan transparansi. Prinsip
ini menjadi dasar untuk menciptakan
kesempatan yang sama di antara
pasangan calon dalam berkompetisi.
Selain mengharuskan mereka untuk
bersikap terbuka terhadap semua proses
pengelolaan dana kampanye.
Sebelumnya,
pemerintah
hanya
membatasi dana kampanye terbatas
pada besarnya sumbangan, atau dari sisi
pemasukan sehingga dinilai tidak efektif.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun
2008, misalnya, mengatur sumbangan
perseorangan kepada partai politik peserta
pemilu maksimal Rp1 miliar, sedangkan
sumbangan badan usaha maksimal Rp5
miliar. Karena jumlah penyumbang
perseorangan dan badan usaha tidak
dibatasi, partai politik sesungguhnya bisa
mengumpulkan dana nyaris tanpa batas
pula.
Karena itu, pembatasan harus juga
dilakukan dari sisi pengeluaran atau
belanja. Sebab, dengan cara ini pasangan
calon atau partai politik tidak lagi
berusaha menggalang dana kampanye
sebanyak mungkin karena tidak akan
bisa digunakan jika melampaui batas.
Efektivitas kampanye pada akhirnya
ditentukan oleh seberapa kreatif atau
atraktif (kualitas) kampanye yang
dilakukan oleh partai politik dan calon,
bukan lagi oleh berapa banyak (kuantitas)
kampanye yang mereka lakukan.
Ketentuan
tersebut
setidaknya
memiliki sejumlah dampak positif.
Pertama, kontes pilkada diyakini akan
berjalan lebih sehat. Lantaran, persaingan
tidak lagi mengedepankan banyaknya
modal uang, tetapi seberapa besar upaya
yang dilakukan untuk meraih hati
pemilih.
Kedua, pasangan calon lebih dituntut
untuk berkampanye secara langsung,
bertatap muka dan berdialog dengan
masyarakat untuk menyampaikan visi
misinya. Tidak lagi mengandalkan
spanduk, baliho atau alat kampanye lain
yang sifatnya hanya komunikasi satu arah.
Ketiga, pembatasan dana kampanye
akan mendorong setiap calon lebih kreatif
untuk mendekati pemilih, dibanding
hanya sekedar membagi-bagikan uang
receh. Pada saat yang sama, masyarakat
pun akan dididik untuk tidak lagi berpikir
pragmatis dalam menentukan pilihan.
04 | Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU
Suara Redaksi.indd 4
03/12/2015 1:11:05
SUARA UTAMA
BATASI
DANA KAMPANYE
DORONG PILKADA ADIL
Sejak runtuhnya rezim Orde Baru yang diiringi dengan dimulainya pemilihan umum secara langsung,
baru kali ini pemerintah menerapkan aturan pembatasan dana kampanye pasangan calon dalam
pemilihan kepala daerah. Undang-Undang Nomor 1/2015 dan Peraturan KPU Nomor 8/2015 menjadi
dasar acuan kebijakan tersebut. Karenanya, setiap pasangan calon memiliki batas maksimal yang
sama terkait dana kampanye. Tujuannya untuk menciptakan derajat kompetisi yang setara antar
pasangan calon.
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
01.indd 5
05
03/12/2015 6:27:13
SUARA UTAMA
Komesioner Komisi
Pemilihan Umum,
Ferry
Kurnia
Rizkiyansyah
K
omisioner Komisi
Pemilihan Umum (KPU)
Ferry Kurnia Rizkiyansyah
menjelaskan, aturan
tersebut sebagai upaya
dalam menciptakan equal treatment
selama proses kampanye. Setiap
pasangan calon bergerak pada titik nol
yang sama, sehingga tidak ada lagi yang
jor-joran melakukan mobilisasi APK
(alat peraga kampanye) atau penyebaran
bahan kampanye yang ada.
Selama ini, akibat tingginya biaya
kampanye yang harus ditanggung
pasangan calon, ketika terpilih mereka
rentan berusaha untuk membayar
“hutang” biaya kampanye sekaligus
menabung untuk biaya kampanye
pilkada berikutnya. “Akibatnya, banyak
kepala daerah yang terjerat kasus
korupsi karena mengambil jalan pintas
untuk mengumpulkan dana politik,”
pungkasnya.
Sumber dan Batasan Dana
Untuk sumber dana kampanye,
sama seperti aturan pemilu sebelumnya,
pada PKPU Nomor 8/2015, disebutkan
sumbernya bisa berasal dari pasangan
calon, partai politik, perseorangan atau
sumber lain yang legal. Bentuknya bisa
berupa uang, barang dan jasa.
Terkait sumbangan perseorangan,
pasal 7 dalam PKPU Nomor 8/2015
membatasi jumlah maksimalnya Rp50
juta. Sedangkan batas sumbangan dana
kampanye yang berasal dari kelompok
atau badan hukum swasta maksimal
Rp500 juta.
Namun demikian, setiap daerah
akan memiliki besaran biaya kampanye
yang berbeda-beda, mempertimbangkan
jumlah penduduk, cakupan atau luas
wilayah, dan standar biaya daerah.
Adapun cara menghitung besaran
jumlahnya mengacu pada rumus
pembatasan biaya yang sudah diatur.
“Jumlah dana kampanye harus sesuai
dengan rumusan yang telah ditetapkan
oleh PKPU. Yaitu, jumlah pemilih dibagi
jumlah daerah, dikali indeks biaya paket
meeting full day di daerah masingmasing,” tegas Komisioner Komisi
Pemilihan Umum Ida Budhiati.
Ida mencontohkan, untuk hitungan
dana kampanye pilkada bupati dan
wakil bupati di suatu daerah, dengan
terdapat 2 juta pemilih di 35 Kecamatan
dan indeks biaya paket meeting sehari
penuh di daerah tersebut Rp300 ribu,
maka rumusnya, 2 juta:35 kecamatan
x Rp300 ribu, jumlahnya Rp17 miliar.
Sementara untuk pemilihan gubernur,
maka rumusannya jumlah pemilih
dibagi jumlah kabupaten/kota yang ada,
dikali indeks biaya paket meeting day di
provinsi tersebut.
“Perhitungan pembatasan dana
kampanye disusun, setelah undangundang memberikan wewenang kepada
KPU untuk melakukan penguatan
kampanye dalam pelaksanaan pilkada,”
ujar Ida.
Kemajuan Pemilu
Kebijakan tersebut mendapat
apresiasi banyak pihak, terutama
dari kalangan aktivis pemilu. Salah
satunya dari Perkumpulan untuk
Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Direktur Eksekutif Perludem, Titi
Anggraini, melihat hal itu sebagai sebuah
kemajuan yang dibuat pemerintah yang
kemudian diterjemahkan KPU ke dalam
06 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
01.indd 6
03/12/2015 6:27:13
peraturannya.
“Salah satu kemajuan dari Perppu No
1/2015 tentang Pilkada, yang kemudian
ditatakan menjadi UU No 1/2015,
adalah pengaturan tentang kampanye.
Pertama, undang-undang ini untuk
pertama kalinya mengatur pembiayaan
kampanye oleh negara. Kedua, untuk
pertama kalinya juga mengatur tentang
pembatasan dana kampanye.”
Menurut Titi, dua aturan tersebut
sesungguhnya menuju satu tujuan, yaitu
guna mendorong kompetisi yang adil dan
mengurangi beban biaya kampanye yang
harus ditanggung oleh pasangan calon.
Ia menambahkan, setiap peserta
pilkada akan merasa adil dengan
aturan yang membatasi dana kampanye
tersebut. Sebab, bagi mereka yang
memiliki dana besar, tidak serta merta
begitu saja mengeluarkan dananya,
lantaran pemasukan dan pengeluaran
kampanye telah diatur. Begitu pun bagi
pasangan calon yang hanya memiliki
dana pas-pasan, bakal terbantu dengan
pendanaan dari negara. “Semoga saja
hal tersebut memberikan pelajaran bagi
kepala daerah untuk bersikap adil dalam
berdemokrasi,” harapnya.
Praktik di Beberapa Negara
Selain Indonesia, sejumlah negara
lain juga telah memberlakukan
pembatasan dana kampanye. Namun
metode yang digunakan tiap-tiap
negara berbeda-beda. Amerika Serikat
contohnya, mereka sesungguhnya tidak
membatasi belanja kampanye, sejauh
dana yang digunakan untuk belanja itu
dikumpulkan dari publik. Tetapi, begitu
calon presiden menerima dana bantuan
negara, maka belanja kampanye dibatasi.
KPU Meksiko mendapat mandat
mengelola kampanye di media sehingga
setiap partai politik peserta pemilu
memiliki iklan di media dengan durasi
dan slot yang sama. Hal serupa juga
terjadi di Inggris.
Wajib Transparan
Agar prinsip transparansi dan
akuntabilitas peserta pilkada tetap
terjaga, KPU mewajibkan setiap
pasangan calon membuat laporan
penerimaan dan pengeluaran dana
kapanye, seperti yang telah diatur dalam
Pasal 54 PKPU No. 8/2015 tentang
Kewajiban Laporan Penerimaan dan
Pengeluaran Dana Kamanye (LPDK).
Komisoner KPU, Ferry Kurnia
Rizkiyansyah mengatakan, ada tiga jenis
pelaporan yang harus dilakukan seluruh
pasangan calon kepala daerah selama
masa kampanye berlangsung. “Pertama,
laporan awal dana kampanye yang
sudah harus dilaporkan sehari sebelum
pelaksanaan kampanye. Kedua, laporan
sumbangan dana kampanye. Ketiga,
setelah kampanye juga diharuskan
menyampaikan laporan penerimaan dan
pengeluaran dana kampanye.”
Kewajiban melaporkan penerimaan
dan pengeluaran dana kampanye
merupakan langkah konkrit dari
komitmen bersama dalam membatasi
dana kampanye. Karena itu, KPU
memperingatkan setiap pasangan calon
untuk menaati aturan tersebut, lantaran
sanksinya tidak main-main, yakni
diskualifikasi sebagai peserta pilkada.
Laporan Tidak Serius
Sementara itu, Koordinator Nasional
Jaringan Pendidikan Pemilih untuk
Rakyat (JPPR), Masykuruddin Hafidz,
menyarankan agar penerimaan dan
pengeluaran dana kampanye dilakukan
melalui rekening yang wajib dimiliki
METODE PEMBATASAN BELANJA KAMPANYE
YANG BERLAKU DI BEBERAPA NEGARA
• Pembatasan
berdasarkan
jabatan
publik
yang
diperebutkan dalam pemilu. Misalnya, calon presiden
USD 50 miliar, calon gubernur USD 25 miliar, walikota
USD 10 miliar. Pembatasan nilai memudahkan proses
audit laporan keuangan para calon.
• Pembatasan berdasarkan daerah pemilihan. Rumusnya:
semakin besar daerah pemilihan, semakin besar pula batas
maksimal dana kampanye. Penetapam jumlah maksimal
dihitung berdasarkan perkiraan belanja partai politik dan
calon dalam berkampanye di daerah pemilihan. Secara
umum, formulanya adalah menetapkan harga kampanye
perpemilih, sehingga jumlah maksimalnya tinggal
mengkalikan dengan jumlah pemilih di daerah pemilihan
yang bersangkutan.
• Pembatasan dana kampanye dilakukan dengan cara
negara (KPU) menyediakan ruang dan waktu untuk
berkampanye di media massa dengan ketentuan ruang
dan durasi yang sama bagi seluruh partai politik peserta
pemilu dan calon.
• Pembatasan dana kampanye juga bisa dilakukan dengan
membatasi masa kampanye. Asumsinya semakian
panjang masa kampanye akan semakin besar kebutuhan
dana kampanye. Karena itu agar dana kampanye bisa
ditekan sesedikit mungkin atau dibatasi, maka masa
kampanye dipotong.
Sumber: Ingrid van Biezen, “Political parties as public utilities”, Party Politics, 2004
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
01.indd 7
07
03/12/2015 6:27:13
SUARA UTAMA
setiap pasangan calon.
Langkah tersebut selain berfungsi
menegakkan prinsip transparansi,
juga berfungsi sebagai kontrol ketika
ada paslon yang mencoba menyiasati
ketatnya batasan dana kampanye.
“Kami mengharapkan pasangan calon
kepala daerah menggunakan rekening
khusus sehingga semuanya bisa dicatat.
Ini tentunya menjamin transparansi
dana kampanye,” ujar Masykuruddin di
Jakarta, Sabtu (26/9).
Dengan adanya rekening ini,
pasangan calon bisa memastikan siapa
saja pihak penyumbang dan berapa
besar jumlah sumbangan dari pihak
lain untuk dana kampanye. Hal itu juga
akan memudahkan pemeriksaan oleh
auditor, KPK, PPATK dan BPK terhadap
penggunaan dan aliran dana kampanye.
Berdasarkan kajian JPPR terhadap
Laporan Awal Dana Kampanye (LADK)
yang ditampilkan di laman resmi
KPU RI, pertanggal 24 Agustus 2015,
ditemukan bahwa dari 746 pasangan
calon di tingkat kabupaten/kota terdapat
541 (73 persen) pasangan calon yang
tercantum dokumen laporan dana awal
kampanye mereka, sementara 205 (27
persen) pasangan calon belum tercantum
dokumen tersebut.
JPPR menyebutkan total dana awal
kampanye dari 746 paslon senilai Rp93
miliar. Dari jumlah tersebut, hanya 20
persen atau Rp18,6 miliar yang ada
di rekening khusus pasangan calon.
Sementara sekitar 80 persen atau Rp74,4
miliar laporan dana awal kampanye tidak
melalui rekening khusus.
“Ini menunjukkan transaksi dana
awal kampanye baik penerimaan dan
pengeluaran lebih banyak dilakukan
secara tunai, tanpa melalui rekening,”
kata Masykuruddin.
JPPR juga menemukan adanya
besaran dana awal kampanye pasangan
calon yang pelaporannya tidak serius.
Sebanyak 178 pasangan calon (33 persen)
“Besaran dana awal kampanye pasangan calon yang pelaporannya tidak serius. Sebanyak 178 pasangan calon (33 persen) memiliki dana awal sebanyak
Rp0 sampai Rp10 juta. Kemudian, 174 palson (32 persen) memiliki dana awal
Rp100 juta sampai Rp500 juta, 149 paslon (28 persen) memiliki dana awal
sebanyak Rp10 juta sampai Rp100 juta, 23 paslon (14 persen) memiliki dana
awal Rp500 juta sampai Rp1 miliar dan di atas Rp1 miliar dimiliki oleh 17 pasangan calon (3 persen)”
08 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
01.indd 8
03/12/2015 6:27:14
memiliki dana awal sebanyak Rp0
sampai Rp10 juta. Kemudian, 174 palson
(32 persen) memiliki dana awal Rp100
juta sampai Rp500 juta, 149 paslon (28
persen) memiliki dana awal sebanyak
Rp10 juta sampai Rp100 juta, 23 paslon
(14 persen) memiliki dana awal Rp500
juta sampai Rp1 miliar dan di atas Rp1
miliar dimiliki oleh 17 pasangan calon (3
persen).
Alat Peraga Kampanye
Rentang waktu pelaksanaan
kampanye pada Pilkada Serentak 2015 ini
terbilang cukup lama, yakni berlangsung
hingga tanggal 5 Desember 2015,
empat hari sebelum waktu pemungutan
suara. Ada beberapa hal yang penting
diperhatikan masing-masing pasangan
calon serta tim kampanyenya agar tidak
melanggar aturan.
Menurut Ferry Kurnia Rizkiansyah,
setidaknya ada empat item kampanye
pasangan calon kepala daerah yang
dibiayai oleh negara, dan dilaksanakan
oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/
kota di daerah masing-masing. Keempat
item tersebut adalah, pemasangan alat
peraga kampanye, penyebaran bahan
kampanye, iklan di media cetak dan
elektronik, dan debat publik antar
pasangan calon kepala daerah.
Bahan kampanye yang diproduksi
oleh KPU di antaranya baliho, spanduk,
videotron, pamlfet, flyer, poster dan
leaflet.
Sementara bahan kampanye yang
diperbolehkan dibuat oleh tim kampanye
pasangan calon seperti mug, kaus,
payung, topi, pulpen dan stiker. “Namun
nilainya dikonversikan tidak boleh lebih
dari Rp25 ribu,” ucap Ferry.
Menurut Ferry, aturan lain yang
perlu diperhatikan oleh masing-masing
pasangan calon adalah pelaksanaan
debat kandidat serta pemasangan iklan
di media massa. Keduanya diatur oleh
KPU provinsi dan KPU kabupaten/
kota di daerah masing-masing dengan
mengutamakan prinsip kesetaraan dan
keadilan.
“Mulai 27 Agustus sampai 21
November tidak boleh ada iklan yang
dilakukan dalam konteks kampanye
oleh pasangan calon atau tim kampanye.
Yang boleh ialah tatap muka, blusukan,
menyapa masyarakat atau pertemuan
terbatas di gedung dengan jumlah
tertentu,” tuturnya.
Adapun untuk iklan di media
elektronik, Ferry menjelaskan untuk
radio diberikan ruang 10 slot dengan
durasi 60 detik. Sementara di televisi
diberikan ruang 10 slot dengan durasi 30
detik.
“Nanti KPI (Komisi Penyiaran
Indonesia) juga akan membantu
mengawasi kalau seandainya ada
pasangan calon yang beriklan di masa
itu (14 hari sebelum masa tenang 22
November-5 Desember) maka KPI akan
menginformasikan ke kita,” tuturnya.
(Mis/Red)
Koordinator Nasional
Jaringan Pendidikan
Pemilih untuk Rakyat
(JPPR), Masykuruddin
Hafidz
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
01.indd 9
09
03/12/2015 6:27:18
SUARA UTAMA
KAMPANYE
DIALOGIS,
JANGAN
MONOLOGIS
Aturan Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) Serentak 2015 terkait
tahapan kampanye, yang tertuang
dalam Peraturan KPU Nomor 8,
memberikan dampak yang relatif
baik terhadap kemajuan demokrasi
di negeri ini. Tak sekadar membatasi
keluar-masuknya dana kampanye ke
pasangan calon, peraturan tersebut
juga mampu mengubah paradigma
selama ini, dari kampanye monologis
menjadi dialogis. Model tersebut
diharapkan
mampu
membuat
masyarakat lebih rasional dengan
memilih pemimpin berdasarkan visi
dan misi sang calon.
K
etua Komisi Pemilihan Umum (KPU),
Husni Kamil Manik, menilai kampanye
pasangan calon tidak cukup dilakukan
dengan hanya mengandalkan alat peraga
kampanye, seperti baliho, spanduk atau
leaflet. “Kami menginginkan pasangan
calon dan tim sukses banyak melakukan kampanye dialogis
10
01.indd 10
sehingga pesan-pesan substantif sampai ke masyarakat,” ujar
Husni, di Jakarta, Jumat (18/9).
Menurut Husni, kampanye dialogis merupakan metode
paling tepat digunakan pasangan calon agar visi dan program
yang akan dibangun sampai ke masyarakat. “Sedapat mungkin,
kampanye itu dialogis, jangan monologis.”
Jika merujuk pada UU Nomor 8 Tahun 2015 tentang
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
03/12/2015 6:27:18
Pemilihan Gubernur, Bupati dan Wali Kota, banyak tema yang
harus disampaikan kepada masyarakat. Di antaranya mengenai
visi kesejahteraan, pendidikan dan ekonomi.
Dalam mempengaruhi pemilih, Komisioner KPU Ida
Budhiati menuturkan perlunya desain kampanye yang program
oriented. Tema seperti kesejahteraan, pendidikan dan ekonomi
seharusnya bisa dijadikan bahan kampanye pasangan calon.
“Saat ini masyarakat perlu mengetahui sejauh mana
pasangan calon kepala daerah mau membangun daerahnya ke
depan, seperti apa program pengurangan angka melek huruf,”
katanya.
Dengan begitu, setiap pasangan calon perlu memaksimalkan
kampanye tatap muka dari pada menggunakan alat peraga.
Pasangan calon harus turun menemui masyarakat dan
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
01.indd 11
11
03/12/2015 6:27:19
SUARA UTAMA
memang bisa menjawab tantangan
kehidupan akan datang,” ujar Idha.
Komesioner
Komisi Pemilihan
Umum, Ferry
Kurnia
Rizkiyansyah
menjelaskan kepada mereka program
yang akan dilakukan ketika terpilih nanti.
“Ruang kampanye yang panjang bisa
dimanfaatkan oleh peserta pemilihan
untuk melakukan kegiatan yang terfokus
pada tatap muka. Menyapa pemilih
untuk memberikan informasi visi misi
program,” terang Ida.
Selain itu, model kampanye
dialogis turut memberikan pendidikan
politik kepada masyarakat. Tak hanya
mencoblos pasangan calon semata,
masyarakat juga mengerti kualitas
pemimpin yang dibutuhkan.
“Harapannya nanti pada pemungutan
12
01.indd 12
Kampanye di Medsos
“Netralitas PNS selalu jadi
permasalahan. Di Mahkamah
Konstitusi (sengketa hasil
pemilihan,-Red) PNS selalu
menjadi catatan negatif. Dengan MoU ini maka diharapkan
tidak ada lagi laporan atau
temuan Bawaslu tentang
kasus-kasus tersebut,”
suara, pemilih kita menjadi pemilih
yang rasional, memilih calon dengan
memperhatikan apa programnya, apakah
Dalam konteks melahirkan pemilih
rasional lewat pendidikan politik, selain
model dialog, kampanye juga harus
dilakukan dengan memanfaatkan media
sosial (medsos), seperti Facebook,
Twitter dan Line. Di samping menghemat
biaya kampanye, pasangan calon juga
dapat berinteraksi langsung dengan
pemilih.
Data Badan Pengawas Pemilihan
Umum (Bawaslu) dari Juni hingga 4
September 2015, menunjukkan mayoritas
pasangan calon kepala daerah 2015
sudah menggunakan medsos sebagai
media kampanye. Sebanyak 57 persen
pasangan calon aktif menggunakan
Facebook, 26 persen menggunakan
Twitter, dan 12 persen menggunakan
blog dan website khusus. Sisanya, 6
persen menggunakan media sosial lain.
Terkait teknis pelaporannya ke
KPU, Komioner KPU Ferry Kurnia
Rizkiyansyah mengatakan, aturan media
sosial sebagai tempat berkampanye
pasangan calon sangat mudah. “Tidak
terlalu njelimet. Kami membolehkan
pasangan calon punya tiga akun
resmi yang wajib didaftarkan sebelum
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
03/12/2015 6:27:19
Ketua Badan
Pengawas
Pemilu (Bawaslu),
Muhammad
kampanye. Itu saja.”
Tujuan mendaftarkan akun
tersebut menurut Ferry, agar mudah
mencegah terjadinya kampanye hitam.
“Mudah-mudahan dengan mendaftar,
ada kewajiban dari masing-masing
pasangan calon dan tim kampanye untuk
menggunakan media sosial itu dengan
baik,” ujar Ferry.
Ferry mengatakan, kampanye lewat
medsos dapat mendorong pendidikan
politik bagi masyarakat, sehingga dapat
menciptakan pemilih rasional.
Tahapan kampanye pada Pilkada
2015 ini memang durasinya cukup
panjang, yakni sejak 27 Agustus hingga 5
Desember 2015. Suasananya pun berbeda
dengan kampanye pilkada sebelumnya.
Lima tahun yang lalu di setiap ruang
publik kita menyaksikan ada atribut
kampanye, entah berupa baliho, bendera,
umbul-umbul, spanduk.
Kali ini, semua alat peraga kampanye
telah difasilitasi oleh negara, sehingga
pasangan calon kita tidak disibukkan lagi
dengan urusan teknis, tapi diharapkan
fokus saja pada kegiatan tatap muka yang
lebih edukatif.
Netralitas PNS
Agar pegawai negeri sipil (PNS)
bersikap netral pada pilkada tahun ini,
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara
dan Reformasi Birokrasi (MenPANRB), Yuddy Chrisnandi, tak segan akan
memberikan sanksi sedang dan berat
bagi PNS yang terbukti berkampanye
atau menfasilitasi pengerahan massa
untuk calon tertentu.
Sanksi sedang berupa penundaan
kenaikan gaji dan kenaikan pangkat.
Sedangkan sanksi beratnya, pangkat yang
bersangkutan akan diturunkan, bahkan
sampai pada tahapan diberhentikan
secara hormat dan tidak hormat.
“Sanksi yang dijatuhkan tidak lagi
ringan, tetapi sedang atau berat. Mulai
dari penundaan promosi jabatan dan
kenaikan pangkat hingga pemberhentian
secara tidak hormat,” tambahnya.
Pernyataan tegas Menteri Yuddy
tersebut disampaikan dalam acara
penandatangan nota kesepahaman
(memorandum of understanding)
bersama lima lembaga negara, terkait
netralitas PNS dalam Pilkada 2015.
Penandatanganan MoU tersebut
bertempat di Kantor Kemenpan RB,
Jakarta, (2/10).
Kelima lembaga negara tersebut
antara lain, Kemenpan RB, Badan
Kepegawaian Negara (BKN), Komisi
Aparatur Sipil Negara (KASN), Badan
Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan
Kementerian Dalam Negeri.
Sementara itu Ketua Bawaslu,
Muhammad mengatakan, netralitas
PNS diharapkan tidak dipersoalkan
lagi pada pilkada 2015. Karena selama
ini sudah diatur dengan jelas dalam
undang-undang, bahwa PNS tidak boleh
memihak pada salah satu pasangan
calon.
“Netralitas PNS selalu jadi
permasalahan. Di Mahkamah Konstitusi
(sengketa hasil pemilihan,-Red) PNS
selalu menjadi catatan negatif. Dengan
MoU ini maka diharapkan tidak ada lagi
laporan atau temuan Bawaslu tentang
kasus-kasus tersebut,” tutur Muhammad.
(MIS/Red)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
01.indd 13
13
03/12/2015 6:27:19
WAWANCARA
Ferry Kurnia Rizkiyansyah, Komisioner KPU RI :
KONTESTAN PILKADA
MULAI DARI TITIK
NOL YANG SAMA
P
embatasan dana kampanye yang hanya dari sisi
pemasukan atau penyumbang, seperti yang terjadi
pada pemilihan umum di Tanah Air selama ini,
terbukti gagal membatasi dana kampanye secara
keseluruhan, sehingga menimbulkan ketimpangan
di kalangan pasangan calon dan partai politik.
Karena itu, pembatasan harus juga dilakukan dari sisi
pengeluaran atau belanja. Sebab, dengan cara ini pasangan calon
dan partai politik tidak lagi berusaha menggalang dana kampanye
sebanyak mungkin karena tidak bisa digunakan jika melampaui
batas.
Itulah salah satu alasan pemerintah dan KPU menerbitkan
Undang-Undang No 1/2015 dan Peraturan KPU Nomor 8/2015,
agar tercipta keadilan dan kesetaraan di antara para pasangan
calon yang ikut dalam kontestasi politik di Pilkada Serentak 2015
ini. Berikut petikan wawancara Suara KPU dengan Komisioner
KPU, Ferry Kurnia Rizkiyansyah, terkait aturan tersebut.
14
01.indd 14
Selama proses kampanye berlangsung, apa saja
tantangan yang dihadapi KPU?
Banyak. Pertama, waktu pelaksanaan kampanye yang
cukup lama, sehingga membutuhkan maintenance yang
luar biasa dari teman-teman di daerah yang melaksanakan
pilkada.
Kedua, pengaturan jadwal tiap-tiap item kampanye
itu juga hal penting. Ketiga, menjaga informasi yang
diterima pasangan calon dan tim kampanye jangan sampai
terputus, seperti mekanisme dan metode kampanye yang
dilaksanakan serta bagaimana pelaksanaannya.
Keempat, hal-hal terkait dengan proses dan metode
kampanye yang dilaksanakan, itu juga menjadi tantangan
kita. Termasuk tentang pemberitaan, penyiaran dan iklan
itu juga menjadi poin penting untuk dicermati secara lebih
utuh oleh masing-masing pasangan calon, dan juga banyak
hal, misalnya terkait dengan petahana, dan sebagainya.
Sejauh ini masalah yang kerap dihadapi KPU?
Pertama, soal alat peraga kampanye (APK). Masih
muncul masalah ketersediaan atau keterlambatan APK
yang ditentukan oleh aturan kita yang dilakasanakan oleh
teman-teman di kita (KPU) di daerah.
Kedua, banyak keinginan dari pasangan calon dan
tim kampanye untuk membuat APK sendiri, padahal itu
metode yang dibuat oleh kita dan didanai oleh kita, hanya
desain dan materinya saja yang dibuat oleh pasangan calon
dan tim kampanye.
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
03/12/2015 6:27:20
Ketiga, petahana yang melakukan
aktivitas kampanye dengan
menggunakan dana APBD. Padahal jelas
itu tidak boleh.
Kenapa banyak perubahan di tahapan
kampanye pada Pilkada 2015?
Memang, pemerintah dan KPU
secara bersama terus berupaya
memperbaiki sistem pilkada kita. Untuk
kampanye, ada metode kampanye yang
dilakukan oleh KPU yang biayanya
ditanggung negara dan kampanye yang
dilakukan oleh pasangan calon sendiri.
Yang dilakukan oleh KPU itu ada
empat metode, yaitu pembuatan APK,
pembuatan bahan kampanye, debat,
dan iklan di media cetak dan eletronik.
Itu dibiayai dan diproduksi oleh KPU
tapi materi dan desainnya dibuat oleh
pasangan calon dan tim kampanye.
Untuk iklan di media elektronik,
bagaimana dengan daerah yang tidak
memiliki stasiun televisi?
Kalau toh tidak ada TV ya radio,
atau internet. Jadi kalau memang tidak
ada media-media itu ya kita optimalkan
yang ada. Bisa dioptimalkan tatap muka,
pertemuan terbatas. Kita berharap semua
diupayakan. Jadi tidak ada yang tidak
dilakukan.
Bagaimana mengatur kampanye di
sosial media? Mengingat potensi akun
anonim sangat mungkin terjadi.
Kalau media sosial pengaturannya
tidak terlalu njelimet. Mereka harus
mendaftarkan saja akun yang ada di
media sosial itu sendiri. Itu didaftarkan
sebelum kampanye. Itu saja. Lalu
kontrolnya seperti apa? Saya pikir
masyarakat, Panwas, juga mengontrol
dan mengawasi. Yang pasti adalah di
medsos itu jangan sampai muncul
larangan-larangan kampanye. Misalnya
dia mempertentangkan Pancasila, UUD,
atau saling mencela, ada unsur sara, itu
yang harus dihindari. Kalau memang
terjadi seperti itu kan bisa tindak pidana.
Bagaimana dengan akun anonim?
Mengenai akun anonim, kalau
terjadi seperti itu saya pikir ada UU lain,
misalnya UU ITE. Dan ada Kepolisian
juga kan, Bareskrim dengan Cybercrime.
Kita sudah ada gugus tugas yang
Ferry Kurnia Rizkiyansyah
Tempat Lahir :
Bandung, Jawa Barat
Tanggal Lahir :
Jumat, 21 Februari 1975
Zodiac :
Pisces
Warga Negara :
Indonesia
Agama :
Islam
PENDIDIKAN
•
S1 Ilmu Pemerintahan FISIP
Universitas Padjajaran 1999
•
S2 Magister Perencanaan Kebijakan Publik Universitas Indonesia
2003
•
S3 Program Study Ilmu Sosial
FISIP Universitas Padjajaran
KARIR
•
Peneliti Pusat Studi
Pembangunan dan Kebijakan
Publik di Jakarta 1999-2002
•
Dosen Luar Biasa Universitas
Lalangbuana Bandung 20062008
•
Dosen Luar Biasa Universitas
Komputer Indonesia Bandung
2007-sekarang
•
Anggota KPUD Daerah Jawa
Barat 2003-2008
•
Ketua KPUD Jawa Barat 20082013
melibatkan KPU, Bawaslu, dan KPI. Jadi
gugus tugas itu akan bekerja dan terkait
dengan aktivitas yang berbau pidana,
maka Bawaslu akan meneruskan ke
Sentra Gakkumdu. Tetap pengawasannya
oleh Bawaslu. Bahwa yang terkait dengan
lembaga penyiaran yaitu KPI.
Dari perubahan regulasi kampanye
tersebut, sebenarnya apa yang disasar?
Penting kita melihat bahwa proses
kampanye ini memang bisa dilakukan
oleh pasangan calon dan ini membuat
equal treatment untuk memulai dari
titik nol yang sama. Tidak ada lagi yang
jor-joran melakukan mobilisasi APK atau
penyebaran bahan kampanye yang ada.
Seperti apa bentuk equal treatment itu?
Dalam PKPU No 8 tahun 2015, telah
mengatur pemasukan dana kampanye
sekaligus penggunaan dana kampanye.
Tujuannya agar setiap pasangan calon
memiliki besaran maksimal biaya
kampanye.
Apakah rumus pembatasan pengeluaran
dana kampanye yang telah diatur PKPU
tersebut, berjalan dengan baik di KPU
kabupaten/kota?
Di KPU provinsi dan KPU
kabupaten/kota sudah dibuatkan
surat keputusan berapa platform batas
pengeluaran dana kampanye. Itu atas
pertimbangan dan koordinasi dari
pasangan calon dan tim kampanye juga.
Jadi itu kesepahaman bersama.
Kalau terkait dengan dana kampanye
yang berasal dari sumbangan
perseorangan atau swasta?
Itu bisa dan dibolehkan oleh Undangundang. Hanya ada batas maksimalnya.
Batas menyumbang itu kalau perorangan
Rp50 juta, kalau badan hukum Rp500
juta. Angka tersebut memang kumulatif.
Jadi tidak ada pembatasan, nah
pembatasannya dalam belanja kampanye.
Bagaimana jika ditemukan dana
sumbangan illegal?
Tentunya nanti hasil audit itu
dilihat opininya, apakah patuh dalam
melaksanakan aktivitas yang ada.
Bagaimana memantau aliran
pemasukan dan penggunaan dana
kampanye tersebut?
Memang butuh kerja keras.
Pendanaan kampanye itu terkait tiga hal
setidaknya, transparansi, akuntabilitas
dan kepastian hukum. Itu yang ingin
kita upayakan. Transparansi mendorong
keterbukaan dari peserta kontestasi
politik ini, kemudian akuntabel yakni dia
bertanggung jawab atas yang diperbuat
dan tercatat sehingga nanti akan diaudit
oleh akuntan publik.
Masalah utama dari dana sumbangan
kampanye ialah korupsi. Penyumbang
akan meminta dikembalian ketika
kandidatnya terpilih.
Kaitannya dengan pemberantasan
korupsi, dengan ini akan dilihat apakah
sumber-sumbernya jelas atau tidak?
Patuh atau tidak patuh terhadap apa
yang dilakukan? Apakah sumbernya
berasal dari sumber yang benar atau
yang dilarang? Kan bisa ketahuan. Jangan
sampai misalnya ada uang yang memang
mengalir tapi tidak sesuai dengan sumber
yang tertuang dalam aturan.
(Ismail)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
01.indd 15
15
03/12/2015 6:27:20
WAWANCARA
Titi Anggraini, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi :
P
BERIKAN RUANG KOMPETISI
YANG ADIL DAN SETARA
ada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak
2015, pemerintah dan Komisi Pemilihan
Umum (KPU) mulai menerapkan pembatasan
dana kampanye bagi pasangan calon yang ikut
berkontestasi. Dengan terbitnya Undang-Undang
Nomor 8/2015 dan Peraturan KPU Nomor 8/2015 yang
mengatur tentang pembiayaan kampanye, membuat peluang
yang sama di antara para pasangan calon dalam berkompetisi
memperebutkan suara pemilih.
Saat ini, hasil pilkada tidak lagi ditentukan oleh siapa
yang memiliki dana paling banyak, melainkan oleh kinerja
Aturan pilkada sudah berubah, negara
ikut membiayai kampanye. Tanggapan
Anda?
Jelas ini sebuah kemajuan dalam
penyelenggaraan pilkada. Sekalipun
advokasi untuk pelaksanaan kampanye
dan pendanaan kampanye yang lebih
bisa menjamin keadilan dan kesetaraan
antar kandidat dalam pemilu itu
sudah dilakukan sejak lama. Kawankawan di masyarakat sipil, sudah sejak
masa reformasi intens menyuarakan
agar kompetisi di ranah politik adil
dan setara serta memberikan ruang
persaingan yang relatif sama antar
pasangan calon. Kami tidak hanya
mengusulkan ini di pilkada tapi di pileg
juga. Tapi belum gol. Di UU Pilkada
sejak di pansus gagasan itu mulai
bergulir.
Apakah kebijakan ini menjamin pilkada
menjadi lebih baik?
Pertama, kita menginginkan pemilu
dan pilkada dengan kompetisi yang
setara dan adil. Itu dulu. Dana kampanye
saat ini dibatasi, bukan hanya soal
sumbangan yang diterima peserta, tapi
juga pengeluarannya. Karena kalau
hanya dibatasi penerimaan maka orang
akan jor-joran membelanjakan dana
kampanye untuk biaya pemenangan. Itu
yang pertama.
16
01.indd 16
dan kreativitas partai politik peserta pemilu dan calon
dalam melakukan kampanye. Ini merupakan landasan untuk
menciptakan persaingan yang adil dan setara karena masingmasing pasangan calon memiliki kesempatan yang sama untuk
berkampanye dalam rangka meyakinkan pemilih.
Kebijakan ini merupakan cita-cita yang telah lama
diperjuangkan para aktivis pemilu, di antaranya oleh
Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem).
Berikut petikan wawancara Suara KPU dengan Direktur
Eksekutif Perludem, Titi Anggraini, terkait dengan aturan
tersebut.
Kemudian yang kedua, ikut
memastikan bahwa ada kompetisi yang
adil dan setara bagi masing-masing
kandidat.
Terkait soal efisiensi, biaya kampanye
saat ini seperti apa?
Kami masih terus melakukan kajian,
perbandingan batasan belanja kampanye
antara satu daerah dengan daerah yang
lain. Rumusnya kegiatan dikali jumlah
peserta dikali jumlah standar harga
satuan lokal. Pembatasan ini menurut
kami terlalu besar, karena fungsinya
pembatasan, biaya besar itu lebih pada
konsumsi akomodasi.
Kita ingin menggiring kampanye
itu sifatnya lebih dialogis, privat bicara
tentang kepentingan pemilih, tukar visi
misi. Tidak pada pencitraaan. Ini perlu
penyesuaian ke depan. Mestinya lebih
bisa ditekan. Kampanye lebih subtantif.
Menurut Anda, apa soal utama selama
tahapan kampanye berlangsung?
Yang membedakan antara calon
dengan parpol pada konteks pemilihan
itu ada pada uang. Uang selalu menjadi
faktor yang diperlukan kalau ingin
melakukan kampanye dan meraih
dukungan. Uang jika tidak dikelola
akuntabilitasnya dengan baik maka
dia akan menjadi faktor dominan dan
penentu satu-satunya kandidat untuk
menang. Padahal banyak pemilu itu
mestinya jadi ajang kontestasi yang
memberi ruang bagi calon-calon terbaik
untuk maju dan memperoleh dukungan.
Apakah regulasi di UU No 8 2015 sudah
mampu mengakomodasi?
Ini pengalaman pertama kita yang
mengatur kampanye dibiayai negara dan
pembatasan belanja kampanye. Khusus
soal pembatasan tidak ada standar atau
pengaturan secara universal bagaimana
itu dilakukan. Itu menjadi kekhasan bagi
negara-negara. Tidak ada standar baku.
Karena ini baru bagi kita, kita
mencari formatnya. UU mengatur empat
metode kampanye yang dibiayai negara.
Berhenti di sana. Tapi mekanisme,
metode pembiayaan diserahkan pada
KPU untuk mengatur.
Menurut Anda, sejauh mana aspek
pengawasan?
UU Pilkada sekarang sudah ada
ketentuannya, termasuk kewajiban
pasangan calon kepala daerah untuk
melaporkan aliran dana kampanye,
baik uang masuk maupun uang keluar.
Jika tidak melaporkan, maka sanksinya
didiskualifikasi. Tapi, kami merasa itu
saja tidak cukup di tengah kontestasi
yang begitu sengit, uang menjadi faktor
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
03/12/2015 6:27:20
yang memainkan peranan penting.
Harus ada institusi yang melakukan
pengawasan yang jelas dalam
pengelolaan dana kampanye.
Bukankah sudah ada Bawaslu?
Salah satu kewenangan Bawaslu
memang mengawasi dana kampanye.
Tapi itu bukan menjadi fokus bagi
mereka. Padahal uang ini faktor yang
penting. Prinsip jujur adil, keadilan
dalam pemilu itu salah satunya
melalui keadilan dalam akuntabilitas
pengelolaan pelaporan dana kampanye.
Menurut Anda, sebaiknya pengawasan
pilkada seperti apa?
Saya kira aturan yang ada harus
diperbaiki. Mengatur lebih tegas soal
pengelolaan dan pelaporan dana
kampanye. Disertai dengan kewajiban
transparansi laporan. Yang ada
sekarang, saya kira kita perlu institusi
yang secara khusus mengawasi dana
kampanye dan dana partai politik.
Sekarang ada dua dana politik. Yang
pertama dana kampanye, yang kedua
dana politik.
Peran Bawaslu dalam pengawasan
selama ini?
Dana kampanye diawasi Bawaslu.
Tapi kalau dana politik itu tidak ada
institusi yang mengawasi. Padahal
parpol mengelola uang dari negara.
Mereka diaudit memang, tapi oleh BPK
hanya untuk uang yang bersumber
dari negara. Sedangkan uang yang
bersumber di luar uang dari negara itu
diaudit oleh Kantor Akuntan Publik
(KAP). Hasil auditnya diumumkan
oleh parpol. Tapi bagaimana KAP
dipilih, laporan aslinya itu tidak dibuka
di publik, yang diumumkan cuma
hasil audit. Ada ketidakmaksimalan
pengawasan atas dana politik yang ada
saat ini.
Kami menganggap akuntabilitas
dan transparansi dana politk itu sangat
penting. Karenanya, kami mengusulkan
Bawaslu itu ditransformasi menjadi
badan pengawasan dana politik. Ini
usulan saja.
(ISM/Red)
“Kami menganggap akuntabilitas dan transparansi dana
politk itu sangat penting. Karenanya, kami mengusulkan
Bawaslu itu ditransformasi menjadi badan pengawasan dana
politik.”
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
01.indd 17
17
03/12/2015 6:27:22
SUARA PAKAR
Titi Anggraini :
MENJAGA
AKUNTABILITAS KAMPANYE
S
alah satu kemajuan dalam
pemilihan umum di Indonesia
adalah terbitnya aturan tentang
kampanye dan dana kampanye
yang tertuang dalam Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang
No. 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan
Gubernur, Bupati, dan Walikota, yang
kemudian ditetapkan menjadi UU No. 1
Tahun 2015 dan diubah melalui UU No.
8 Tahun 2015.
Pertama, undang-undang ini
untuk pertama kalinya dalam sejarah
kepemiluan Indonesia mengatur
pembiayaan kampanye oleh negara;
kedua, untuk pertama kalinya juga
mengatur tentang pembatasan dana
kampanye. Dua hal yang sudah lama
diperjuangkan para aktivis pemilu,
namun selalu dianggap angin lalu oleh
pembuat undang-undang.
Dua pengaturan tersebut
sesungguhnya menuju satu tujuan, yaitu
mengurangi beban biaya kampanye yang
harus ditanggung oleh pasangan calon
kepala daerah. Selama ini dipercaya,
akibat tingginya biaya kampanye yang
harus ditanggung pasangan calon,
maka ketika terpilih mereka berusaha
membayar hutang biaya kampanye
sekaligus “menabung” biaya kampanye
untuk kepentingan pilkada berikutnya.
Akibatnya banyak kepala daerah yang
terjerat kasus korupsi karena mengambil
jalan pintas mengumpulkan dana
pemenangan politik dari sumber-sumber
ilegal.
Uang dan politik memang menjadi
pasangan serasi yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Banyak orang
memandang tanpa uang, politik tidak
akan berjalan dan melalui uang, politik
bisa dijalankan. Uang adalah medium
penting untuk menguasai sumber
daya. Uang dapat dipindahkan dan
dipertukarkan tanpa meninggalkan jejak
sumbernya. Hal ini bisa dimanfaatkan
18
oleh partai politik, anggota legislatif dan
pejabat eksekutif untuk menukarkan
uang sumbangan yang diterimanya
dengan kebijakan dan keputusan yang
diambil.
Namun, uang juga dapat menjadi
petunjuk untuk mempelajari perilaku
pejabat publik atas kebijakan dan
keputusan yang mereka ambil, sehingga
pemilih bisa memastikan, apakah
partai politik, anggota legislatif dan
pejabat eksekutif yang mereka pilih
lebih mengutamakan kepentingan
pemilih, atau mengikuti kehendak para
penyumbang (Perludem, 2015).
Sebagaimana diungkapkan Jacobson
(1980) “money is not sufficient, but it
is necessary for successful campaign.
Money is necessary because campaigns
do have impact on election results and
campaign cannot be run without it”, atau
uang saja tidak cukup, tapi uang sangat
berarti bagi keberhasilan kampanye.
Uang menjadi penting karena kampanye
memiliki pengaruh pada hasil pemilu
dan kampanye tidak akan berjalan tanpa
ada uang.
Di sinilah pengaturan uang atau dana
dalam kampanye diperlukan. Tujuan
utama mengatur dana kampanye adalah
menjaga agar partai politik dan pejabat
publik terpilih tetap mengedepankan kepentingan pemilih, daripada kepentingan
para penyumbang dalam membuat
kebijakan dan mengambil keputusan.
Pokok-pokok materi pengaturan dana
kampanye itu meliputi pembatasan,
pengelolaan, pelaporan, dan audit.
Kampanye oleh Negara
Kampanye adalah kerja terkelola yang
berusaha agar calon dipilih, atau dipilih
kembali dalam suatu jabatan (Steinberg,
1981). Melalui kampanye, peserta
pemilu (partai politik, calon anggota
legislatif dan calon pejabat eksekutif)
menawarkan visi, misi, program, dan
kebijakan yang akan dijalankan bila
terpilih. Pemilih diharapkan memberikan
suara kepada partai politik atau calon
yang menawarkan kebijakan yang sesuai
dengan kepentingannya.
Karena kampanye bertujuan menarik
simpati pemilih yang jumlahnya banyak
dan berada di lokasi yang luas, maka
membutuhkan dana besar. Dana ini
untuk membiayai beragam kegiatan
kampanye: pertemuan orang perorang,
berdialog dalam kelompok, pertemuan
massa, pemasangan poster, spanduk
dan baliho, hingga pemasangan iklan di
media massa. Jadi, kampanye meliputi
empat elemen penting: partai politik dan
calon, program dan isu, organisasi, dan
dana.
Sama dengan undang-undang pemilu
sebelumnya, UU No. 1 Tahun 2015
juncto UU No. 8 Tahun 2015 mengatur
tujuh metode kampanye peserta pilkada.
Meliputi a) pertemuan terbatas; b)
pertemuan tatap muka dan dialog;
c) debat publik/debat terbuka antarpasangan calon; d) penyebaran bahan
kampanye kepada umum; e) pemasangan
alat peraga; f) iklan media massa cetak
dan media massa elektronik; dan atau
g) kegiatan lain yang tidak melanggar
larangan kampanye dan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Namun undang-undang ini menye-
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
suara pakar.indd 18
03/12/2015 3:33:29
butkan semua bentuk kampanye pilkada
dibiaya negara kecuali pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka/dialog,
dan kegiatan lain yang tidak melanggar
larangan kampanye dan ketentuan peraturan perundang-undangan. Tiga jenis
kampanye inilah yang harus ditanggung
pasangan calon, sedang yang lain dibiayai
oleh negara melalui APBD.
Berdasarkan pembacaan terhadap
laporan dana kampanye pilkada 20102013, biaya kampanye pertemuan
terbatas dan pertemuan tatap muka/
dialog, berkisar 10% dari seluruh total
biaya kampanye. Pasangan Jokowi-Ahok
yang memenangkan Pilkada DKI Jakarta
2012 menghabiskan dana kampanye
Rp16,3 miliar, sedangkan pasangan
Rahudman-Dzulmi yang memenangkan
Pilkada Kota Medan 2010 menghabiskan
dana Rp2,4 miliar.
Dengan asumsi yang lain tidak
banyak berubah, maka kelak untuk
memenangkan Pilkada DKI Jakarta
dan Pilkada Kota Medan, pasangan
calon cukup menyiapkan dana Rp1,6
miliar dan Rp240 juta untuk membiayai
kampanye pertemuan terbatas dan
pertemuan tatap muka/dialog. Jelas, jadi
lebih murah, karena biaya kampanye
yang lain, yang jumlah mencapai 90%,
dibiayai oleh negara.
Pembatasan Belanja
Meskipun biaya kampanye yang
ditanggung oleh pasangan calon jauh
berkurang, namun UU No. 1 Tahun
2015 juncto UU No. 8 Tahun 2015 tetap
mengamanatkan kepada KPU untuk
membatasi dana kampanye. Tentu
pembatasan dana kampanye ini tidak
harus dimaknai sebagai pembatasan
pengeluaran atau belanja saja, tetapi juga
pembatasan pemasukan atau pendapatan.
Undang-undang telah menuntun,
pembatasan belanja kampanye dilakukan
dengan mempertimbangkan jumlah
penduduk, luas wilayah dan standar
biaya daerah. Dalam pengaturannya
KPU wajib menggabungkan tiga hal
tersebut menjadi formula batasan belanja
kampanye yang harus ditaati oleh semua
pasangan calon.
Dalam ketentuan lebih lanjutnya,
Pasal 12 Peraturan KPU No. 8 Tahun
2015 tentang Dana Kampanye Peserta
Pemilihan Gubernur dan Wakil
Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/
atau Walikota dan Wakil Walikota, KPU
telah mengatur bahwa KPU Provinsi/
KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/
Kota menetapkan pembatasan
pengeluaran dana kampanye dengan
memperhitungkan metode kampanye,
jumlah kegiatan kampanye, perkiraan
jumlah peserta kampanye, standar
biaya daerah, bahan kampanye yang
diperlukan, cakupan wilayah dan kondisi
geografis, logistik, dan manajemen
kampanye/konsultan.
Dan berdasarkan pengaturan KPU
tersebut, maka pembatasan pengeluaran
dana kampanye dilakukan dengan cara
menghitung total dari biaya kegiatan
dengan rumus sebagai berikut a) rapat
umum = jumlah peserta x frekuensi
kegiatan x standar biaya daerah; b)
pertemuan terbatas = jumlah peserta
x frekuensi kegiatan x standar biaya
daerah; c) pertemuan tatap muka =
jumlah peserta x frekuensi x standar
biaya daerah; d) pembuatan bahan kampanye = persentase jumlah kegiatan (n
%) x pemilih x Rp 25.000,00; dan e) jasa
manajemen/konsultan.
Dalam menetapkan pembatasan
pengeluaran dana kampanye, KPU
Provinsi/KIP Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/Kota berkoordinasi dengan partai
politik atau gabungan partai politik
atau petugas yang ditunjuk pasangan
calon untuk mendapatkan masukan.
Pembatasan pengeluaran dana kampanye
ditetapkan dengan Keputusan KPU
Provinsi/KIP Aceh untuk Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur dan
Keputusan KPU/KIP Kabupaten/Kota
untuk Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati atau Walikota dan Wakil Walikota
dengan memerhatikan rapat koordinasi
dengan pasangan calon.
Jumlah maksimal biaya kampanye
tersebut semestinya menjadi batas maksimal dana yang bisa dikumpulkan oleh
pasangan calon. Pada titik inilah, KPU
bisa melakukan pembatasan penerimaan
atau pendapatan atau sumbangan. Logikanya, penerimaan pasangan calon tidak
boleh melampaui batasan maksimal
belanja yang bisa dikeluarkannya
sebagaimana telah diatur dalam
Keputusan KPU.
Memang, UU No. 1 Tahun 2015
juncto UU No. 8 Tahun 2015 telah
menetapkan batas maksimal sumbangan
perseorangan Rp50 juta dan sumbangan
badan usaha swasta Rp500 juta.
Namun seperti undang-undang pemilu
sebelumnya, undang-undang ini tidak
membatasi sumbangan dari pasangan
calon dan partai politik atau gabungan
partai politik pengusung.
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
suara pakar.indd 19
19
03/12/2015 3:33:30
SUARA SOSOK
Dra. Hj. Ariani Soekanwo :
PERJUANGKAN HAK POLITIK
KAUM DISABILITAS
Saat ini perhatian terhadap penyandang disabilitas sudah
cukup baik. Walaupun dari sisi UU masih dirasa kurang,
namun KPU RI melalui PKPU sudah cukup baik
P
enyelenggaraan Pemilu
Legislatif dan Pemilihan
Presiden dan Wakil Presiden
2014 lalu mendapat
banyak apresiasi dalam
berbagai sisi. Salah satunya terkait
fasilitasi penyandang disabilitas dalam
pemenuhan hak yang sama sebagai warga
negara untuk memilih dan dipilih. Ketua
Umum Panitia Pemilihan Umum Akses
Penyandang Cacat (PPUA Penca) Ariani
Soekanwo menyatakan pemenuhan
hak politik penyandang disabilitas pada
Pemilu 2014 ini adalah yang terbaik di
Asean.
Ia juga mengatakan, KPU, selaku
penyelenggara pemilu, lebih sensitif
terhadap kebutuhan penyandang
disabilitas dibanding lembaga lain.
“Kalau departemen lain mungkin
tentang tenaga kerja saja, masih bisa
memungkinkan diskriminasi. Jadi karena
memperjuangkan demokrasi, KPU lebih
sensitif dan memahami penyandang
disabilitas memiliki hak yang sama. Ini
keunggulan KPU dari yang lain,” ungkap
Ariani.
Namun butuh perjuangan cukup
lama bagi Ariani dan kawan-kawan,
hingga kebutuhan penyandang disabilitas
dalam pemenuhan hak politiknya
sebagai warga negara terakomodasi.
“PPUA ini berdiri 24 April 2002. Dulu
namanya Panitia Pemilihan Umum Akses
Penyandang Cacat 2004 karena kita
waktu itu mengadvokasi Pemilu 2004.
Tapi kita bergerak memang sejak tahun
2001,” kata perempuan kelahiran Malang
30 Desember 1945 ini.
Semua itu berawal dari kegelisahan
20
Ariani dan teman-teman penyandang
disabilitas yang tidak dapat
menggunakan haknya dalam pemilu
dan tidak ada pula wakil di legislatif.
Waktu itu, Ariani menjadi Ketua Hari
Internasional Penyandang Cacat 2001,
yang sekarang menjadi Hari Disabilitas
Internasional, dengan menggelar seminar
sehari bertajuk ‘Demokratisasi Politik
melalui Sistem Pemilu’.
Pada International Conference di
Bali itu, ia bertemu dengan Hadar Nafis
Gumay, komisioner KPU RI, yang kala
itu aktif di Center of Electoral Reform
(CETRO). Ariani pun menyampaikan
kegelisahannya dan teman-teman bahwa
“Ada sebagian petugas
pemilih yang tidak menulis
kolom disabilitas, ada yang
sudah ditulis tapi hilang di
jalan.”
penyandang disabilitas saat itu tak punya
hak memilih dan dipilih.
Akhirnya, melalui CETRO, Hadar
memfasilitasi terbentuknya Panitia
Pemilihan Umum Akses 2004. “Tapi
berdirinya 2002. Kita deklarasinya di
CETRO. Kita selalu rapat di CETRO,”
kata Ariani. Diperkuat CETRO, Ariani
dan kawan-kawan mulai mengadvokasi
regulasi, dari UU Pemilu hingga PKPU.
Sejak 2008, PPUA dalam
perjuangannya bergabung dengan LSMLSM pemilu lain. Bahkan ketika dalam
sebuah acara, tanpa kehadiran dari
PPUA, LSM-LSM pemilu tersebut selalu
memperhatikan kebutuhan penyandang
disabilitas.
Ariani berpendapat, saat ini perhatian
terhadap penyandang disabilitas sudah
cukup baik. Walaupun dari sisi UU
masih dirasa kurang, namun KPU RI
melalui PKPU sudah cukup baik. Meski
demikian, dari sisi pelaksanaan di
beberapa daerah masih ditemui beberapa
kasus yang kurang sensitif terhadap
penyandang disabilitas.
Perjuangan Lebih 12 Tahun
Menyadarkan masyarakat bahwa
penyandang disabilitas merupakan
warga negara yang memiliki hak sama
dengan orang pada umumnya bukanlah
perjuangan mudah. Berbagai kesulitan
akibat kekurangpahaman masyarakat
menjadi tantangan yang sering dihadapi
Ariani dan kawan-kawan. Seperti
sulitnya prosedur ketika meminta ingin
mengadakan audiensi hingga perlakuan
diskriminatif saat pemungutan suara.
Ibu tiga anak ini menceritakan
kejadian pada Pemilu 2004. Saat itu, ada
salah seorang penyandang tuna netra
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Sosok.indd 20
03/12/2015 4:04:09
Data yang Hilang
yang datang ke TPS malah dikira orang
yang sedang minta-minta. “Tahun 2004
itu ada yang mengeluh ke saya, “saya itu
ke TPS malah dikasih uang receh.” Di situ
kan memang tidak mengerti, petugasnya
tidak mengerti bahwa pemilih
penyandang disabilitas tuna netra mau
mencoblos, dikira orang minta-minta.
Ada miss perception. Masih ada salah
paham,” kisah perempuan yang telah
menerbitkan 12 buku tentang masalah
disabilitas ini.
“Memang memahami penyandang
disabilitas tidak gampang. KPU RI
dan Bawaslu lebih paham, tetapi untuk
daerah-daerah masih kurang. Makanya
kita harus lebih bekerja keras untuk
memberi pemahaman,” ujar Ariani.
Di sejumlah daerah, masih ada
masyarakat yang memiliki persepsi
‘negatif ’ terhadap penyandang disabilitas.
Ariani mengisahkan suatu ketika ada
yang menyoal poster sosialisasi tentang
pemilih penyandang tunanetra yang
memakai jas dianggap tidak relevan.
“Lah memangnya penyandang
disabilitas itu nggak boleh pakai jas,
harus selalu berpakaian compangcamping? Kan tidak. Inilah masa depan
kaum disabilitas. Kita punya hak sama
dengan warga negara lainnya. Ada pula
orangtua yang ketika hari pemungutan
suara anaknya yang tunarungu malah
diungsikan, itu yang harus kita beri
penyadaran terus. Hal-hal yang
menyakitkan lain misalnya ketika saat
pendataan, penyandang disabilitas
dilewati,” terang peraih penghargaan
Jakarta International Association for
Volunteer Effort untuk In Recognition of
Your Servicies in Volunteering 2002 ini.
Semua jerih payah Ariani dan kawankawan menjadi tak terasa manakala
melihat hasilnya saat ini, terutama
pada Pemilu 2014. “Sekarang, kalau
KPU mau membuat draf PKPU, kita
semua diundang termasuk penyandang
disabilitas. Jadi KPU itu terasa sudah
bukan orang lain lagi,” kata perempuan
yang menjadi bagian dari Tim Seleksi
Calon Anggota KPU Kota Administrasi
Jakarta Pusat periode 2013-2018 ini.
“Malah sekarang di undangan
memilih, untuk pemilih disabilitas
diberikan kemudahan. Memang sudah
berubah tapi ini setelah 12 tahun. Ini
juga termasuk paling cepat dibandingkan
dengan departemen, kementrian atau
lembaga pemerintah yang lainnya. KPU
memang lebih sensitif dengan disabilitas.
Ya terutama saat ini demokrasi memang
benar-benar ditegakkan,” papar Ariani.
Namun Ariani masih menyesalkan
mengenai data tentang penyandang
disabilitas di pemilu 2014 yang hilang
di jalan. “Ada sebagian petugas pemilih
yang tidak menulis kolom disabilitas, ada
yang sudah ditulis tapi hilang di jalan.
Kalau sekarang pendataan lebih jelas,
mudah-mudahan pendataan penyandang
disabilitas dalam pemilu bisa benarbenar terdeteksi,” kata Ariani.
Karena itu, pemahaman terhadap
kebutuhan penyandang disabilitas masih
perlu ditingkatkan. Seperti perjuangan
mengisi kemerdekaan yang tak pernah
selesai. Ia mengakui semangat itu ada
namun pemahaman masyarakat masih
belum merata. Karena di beberapa
daerah ada yang masih belum ketemu,
belum saling tahu, antara KPU dengan
komponen PPUA di sana.
Beberapa kasus yang juga
mencerminkan kurang sensitifnya
petugas KPPS misalnya dalam
penempatan lokasi TPS. “TPS yang
masih banyak yang tidak aksesibel.
Terutama penempatan TPS sendiri, ada
yang berbatu-batu, di lantai dua. Tapi
mereka (petugas TPS) lebih sensitif
untuk menolong. Jadi lokasi TPS yang
tidak aksesibel diimbangi dengan sikap
yang ramah itu,” ujar Ariani.
Saat ini, PPUA Penca bekerja sama
KPU dan Bawaslu tengah menyusun
modul untuk bahan ketika bimbingan
teknis. Harapannya, modul tersebut bisa
menjadi acuan dalam mengakomodir
kebutuhan penyandang disabilitas pada
pelaksanaan pemilu. “Tahun 2014 kita
memang diberi waktu untuk berbicara
di depan komisioner KPU atau Bawaslu.
Tapi sangat singkat, apa mereka paham
atau tidak. Padahal tidak sedikit hal yang
berkaitan dengan penyandang disabilitas
di saat pemungutan suara.”
“Karena itu kita akan mengembangkan modul yang singkat, jelas,
dan mudah dipahami, serta siap
diduplikat, mudah untuk diterapkan di
bimtek nasional, maupun bahan bagi
LSM-LSM dalam memperjuangkan
kebutuhan penyandang disabilitas dalam
demokrasi,” kata Ariani.
(Ismail/MSWibowo)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Sosok.indd 21
21
03/12/2015 4:04:14
SUARA SOSOK
Wakil Kepala Biro
Perencanaan dan Data, Emil Satria Tarigan, SE :
BERGELUT
DI DUNIA IT
DAN AKUNTANSI
Bagi banyak orang, IT dan akutansi merupakan
dua dunia yang sama sekali berbeda. Namun
tidak untuk Wakil Kepala Biro Perencanaan dan
Data KPU Emil Satria Tarigan. Dua bidang itu
seakan tak terpisahkan dalam perjalanan hidup
pria kelahiran Medan, 14 Maret 1957 ini.
I
a mulai menapaki karir sebagai pegawai negeri sipil di
Dirjen Anggaran Departemen Keuangan pada tahun
1978 sebagai programer sejak lulus SMA. Ketika telah
bekerja itulah, ia melanjutkan studinya ke pendidikan
tinggi.
Ia tertarik untuk memilih jurusan akuntansi AIK Pasundan
dan memperoleh gelar sarjananya di Universitas Islam
Nusantara (Uninus) Bandung. “Saya sarjana akutansi. Cuma
saya pernah jadi programer, fungsional pranata komputer
di Depkeu. Lumayan lama, 6-7 tahun,” ungkap Emil, ketika
ditemui di ruang kerjanya, Senin (7/9).
Ia menyatakan, baik IT maupun keuangan punya tantangan
yang berbeda. Namun IT bisa dikatakan lebih berat karena
harus mengikuti setiap perkembangan setiap waktunya. “Kalau
peraturan tentang keuangan itu kan jarang berubah,” jelas pria
yang punya hobi Pingpong dan Tenis ini.
Cukup lama Emil mengabdi di Depkeu. Terakhir ia
dipercaya menjabat sebagai Kasubbag Umum di KPPN,
sebelum akhirnya pada November 2003 ia bergabung di KPU
sebagai Kabag Pembinaan dan Pendataan Pegawai di Biro SDM.
Berikutnya, Emil diserahi jabatan Kabag Data dan Informasi
(Datin) KPU. Kemudian ia dipercaya mengemban jabatan
sebagai Wakil Kepala Biro Logistik dan sejak 13 Oktober 2011
hingga sekarang, sebagai Wakil Kepala Biro Perencanaan dan
Data.
22
Disiplin dan Kemauan Belajar
Bersikap disiplin dan mau terus belajar, menjadi prinsip
yang selalu dipegang Emil dalam menjalani segala aktivitasnya.
Ia berpandangan, ilmu dari bangku pendidikan sekadar bekal.
Tidak semua bisa diaplikasikan. Dalam dunia kerja banyak
hal baru yang ditemui. Namun, kata Emil, selama mau belajar
maka tidak ada yang susah. Dengan itu juga, setiap orang akan
mudah beradaptasi ketika misalnya ditempatkan di lingkungan
kerja yang baru. Demikian pula dalam menjalan tugas selaku
pimpinan. “Karena kita pernah jadi bawahan juga kan? Cuma
itu tadi, saling beradabtasi dan menyesuaikan,” ujar Emil.
Kesiapan di Pilkada 2015
Pilkada 2015 di 9 provinsi dan 260 kabupaten/kota akan
segera digelar pada 9 Desember 2015 mendatang. Sebagai yang
pertama serentak dan terbesar, banyak aspek baru meliputi
pelaksanaannya dari regulasi, teknis, hingga penerapan sistem
aplikasi.
Salah-satunya pemutakhiran data pemilih. Emil
mengatakan, sebenarnya sama dengan yang diterapkan
pada Pemilu 2014. Namun untuk pilkada, ini yang
pertama.“Demikian juga keterlibatan KPU dalam proses
penyusunan anggaran. Dalam rangka menetapkan itemitem untuk komponen biaya-biaya. Sebelumnya kita tidak
terlibat, KPU hanya bikin aturan. Sekarang karena (KPU)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Sosok.indd 22
03/12/2015 4:04:18
Wakil Kepala Biro
Perencanaan dan Data, Emil Satria Tarigan, SE.
(NPHD), nomornya, jumlah anggaran
yang diajukan dan yang disetujui.
“Kita memantaunya apakah
daerah tersebut sudah melakukan
penandatanganan NPHD? Sudah
dapat uang pencairannya apa belum?
Kemudian pencairannya itu mencukupi
atau tidak, itu kita pantau. Ini untuk
pertama kali,” terang Emil.
Kemudahan Akses Publik
penanggungjawab akhir, jadi lebih
terlibat,” ujar Emil.
Hal baru lain ialah Sistem Informasi
Tahapan (Sitap). Melalui Sitap, publik
dapat mengakses berbagai informasi
tahapan pilkada. Sistem ini juga
memudahkan koordinasi dan monitoring
pusat ke daerah. Misalnya memastikan
Naskah Perjanjian Hibah Daerah
Emil mengungkapkan, Sitap bisa
diakses umum. Ini sejalan dengan era
keterbukaan informasi.“Juga dalam
rangka cek and ricek. Kalau ada apa-apa
mereka bisa komplain ke KPU, Bawaslu,
misalnya. Kita memberikan informasi
seluas-luasnya kepada publik. Apalagi
sekarang jaman teknologi, rata-rata orang
punya gadget, jadi lebih memudahkan
untuk melihat dari mana saja,” ujarnya.
Dalam Pilkada 2015 ini Biro
Perencanaan dan Data melakukan
bermacam persiapan yang terdiri dari
empat bagian, yakni bagian program,
monitoring dan evaluasi (monev), data
dan informasi (datin), dan Kerjasama
Antar Lembaga (KAL).Dari keempatnya,
datin merupakan bagian yang cukup
sibuk dalam hal pemutakiran data
pemilih, yang bisa dikatakan sebagai
tulang punggungnya pemilu.
“Karena yang menjadi patokan
pemilu itu keakuratan data pemilih.
Itu dihandle bagian datin. Dimana kita
menggunakan aplikasi sidalih. Itu kita
cukup disibukkan, dimana daerahdaerah melakukan pemutakhiran data.
Kita menangani 300 Kab/Kota yang
melakukan Pilkada serentak.,” terang
Emil.
Kendala dan Tantangan
Selain pemutakhiran data pemilih,
masalah waktu, ketidakjelasan anggaran
daerah, serta item-item yang boleh dan
tidak boleh dialokasikan adalah beberapa
hal yang menjadi kendala dan tantangan.
“Waktu itu Kemendagri juga meminta
KPU membuat aturan, tapi karena
masih APBD jadi masih di Kemendagri,”
jelasnya.
“Komunikasi dengan daerah juga
kadang-kadang jadi kendala kita, terutama Kab/Kota. Kalau untuk provinisi
sudah relatif gampang. Untuk Kab/Kota
ini gampang gampang susah. Apalagi
banyak, beberapa daerah juga akses
sinyal juga susah,” imbuhnya.
Keamanan Siber
Pemilu 2014 menjadi pengalaman
cukup berharga KPU dalam
menyelenggarakan pemilu-pemilu
berikutnya menjadi semakin baik,
berkualitas, dan berintegritas. Banyak
hal yang teruji sukses untuk diterapkan
pada pemilu dan pilkada mendatang. Tak
terkecuali masalah keamanan siber.
“Yang kemarin jadi hambatan,
sekarang sudah ganti. hardware kita
sudah ganti dengan kapasitas yang
lebih besar. Dari sisi software, kita juga
tambah. Kita juga minta bantuan pada
IT Safety untuk pengawasan jaringan.
Dengan kepolisian juga ada,” jelas Emil.
KPU juga menjalin kerjasama dengan
UI dan ITB untuk sisi aplikasi dan BPPT
pada soal verifikasi.
(Ismail)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Sosok.indd 23
23
03/12/2015 4:04:21
SUARA IMAM BONJOL
KPU LAPORKAN
PROGRES PILKADA KE DPD RI
K
omisi Pemilihan Umum
(KPU) RI mengungkapkan
pelaksanaan Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada)
serentak tahun 2015 sudah
berjalan sesuai jadwal. Hal itu dilaporkan
KPU kepada Komite I Dewan Perwakilan
Daerah (DPD) RI, Selasa (1/9).
Laporan tersebut disampaikan
Ketua KPU, Husni Kamil Manik saat
melakukan rapat kerja antara Komite
I DPD RI bersama Kepala Badan
Intelijen Negara (BIN), Sutiyoso, Wakil
Kepala Kepolisian Republik Indonesia
(Wakapolri), Komjen Budi Gunawan,
dan Badan Pengawas Pemilu tentang
pengawasan Pilkada Serentak 2015.
Husni mengatakan saat ini jadwal
Pilkada telah memasuki tahapan
kampanye peserta pemilihan. Ia juga
menjelaskan bahwa terdapat 253 daerah
yang berhasil melaksanakan tahapan
pendaftaran pasangan calon dan
Ketua Komisi Pemilihan Umum Republik
Indonesia (KPU-RI) Husni Kamil Manik
(kanan) saat melaporkan progres pilkada
ke Dewan Perwakilan Daerah Ripublik
Indonesia (DPD-RI)
penetapan pasangan calon sesuai jadwal
yang telah ditentukan.
“Sampai sekarang, dapat kami
laporkan proses pendaftaran calon pada
tanggal 26 sampai 28 Juli sampai dengan
penetapan calon yang sesuai jadwal
tanggal 24 Agustus adalah sebanyak
253 daerah,” papar Husni di ruang rapat
lantai II Gedung DPD RI, Senayan,
Jakarta.
Meski muncul sejumlah
kendala selama masa pendaftaran,
namun mayoritas daerah yang
menyelenggarakan pilkada dapat
melaksanakan tahapan itu sesuai jadwal.
“Jadi dari 253 daerah tersebut berbanding
dengan 269 daerah artinya mayoritas
bisa memenuhi jadwal,” lanjutnya.
Terkait tren penurunan jumlah
pasangan calon yang mendaftarkan diri
dalam pemilihan, menurut Husni, salah
satu faktornya karena jumlah syarat
dukung bagi calon independen dan
jumlah perolehan kursi partai politik
yang meningkat.
“Pada penyelenggaraan pilkada
periode ketiga pascareformasi yang
diselenggarakan secara langsung, jumlah
dukungan persyaratan meningkat. Dari
jalur perseorangan peningkatannya
hampir 100 persen, sementara untuk
jalur partai politik, sekitar 30 persen,”
ungkap Husni.
Menurutnya, peningkatan tersebut
secara tidak langsung berimbas
pada jumlah pasangan calon yang
mendaftarkan diri. “Konsekuensi
peningkatan jumlah dukungan ini
akan mempersempit ruang, baik calon
perseorangan maupun calon dari partai
politik dan gabungan partai politik
untuk mengajukannya,” ujar dia.
Wakil Ketua Majelis
Permusyawaratan Rakyat (MPR)
RI, Oesman Sapta Odang, mengaku
yakin seluruh instansi terkait bisa
menyukseskan pilkada serentak 2015.
“Saya percaya instansi-instansi terkait
dalam penyelenggaraan pemilu sudah
melakukan banyak hal maksimal, dengan
support semua pihak dan kerja keras,
saya rasa pelaksanaan pilkada ini bisa
baik,” tuturnya.
Sementara itu, Anggota Komite
I DPD RI, Nurmawati, memberikan
apresiasi atas progres pilkada yang
disampaikan. “Saya ucapkan terima
kasih setinggi-tingginya kepada Ketua
KPU, Ketua Bawaslu, Kepala BIN, dan
Pak Wakapolri untuk persiapannya
menghadapi pilkada serentak 2015.
Setelah mendengar paparan tokoh-tokoh
ini saya merasa lebih tenang,” ujar dia.
(rap/red. FOTO KPU
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 25
Suara Imam Bonjol.indd 25
03/12/2015 6:36:02
SUARA IMAM BONJOL
HADAPI SENGKETA PILKADA,
KPU GELAR RAKOR PELAYANAN UMUM
Rapat Koordinasi :
KPU dengan KPU Provinsi/KIP Aceh
“Pelayanan Hukum Sengeketa Dalam
Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur
Bupati dan Wakil Bupati Walikota dan Wakil
Walikota” di Gedung Kantor KPU 3-5 Septermber 2015
P
asangan calon peserta
Pilkada Serentak 2015 telah
ditetapkan. Dari 269 daerah
yang menyelenggarakan
Pilkada tahun 2015, ada 3
daerah yang pelaksanaannya ditunda
ke tahun 2017, yaitu Kabupaten Blitar,
Kabupaten Tasikmalaya, dan Kabupaten
Timor Tengah Utara.
Sementara untuk Pilkada Kota
Surabaya, yang baru memiliki satu
pasangan calon memenuhi syarat,
Komisi Pemilihan Umum (KPU) tengah
membuka pendaftaran kembali, Kamis
(3/9).
Hasil penetapan ini masih
menyisakan paslon yang dinyatakan
tidak memenuhi syarat (TMS), yaitu
26
mereka yang tidak memenuhi syarat
calon dan syarat pencalonan.
Hal itu disampaikan Ketua KPU RI
Husni Kamil Manik saat membuka rapat
koordinasi KPU dan KPU Provinsi/
KIP Aceh tentang pelayanan hukum
menghadapi sengketa dalam Pilkada
2015 di Ruang Sidang Utama Lantai 2
KPU RI.
Menurut Husni, terkait sengketa
pilkada, terdapat 9 daerah yang
menghadapi sengketa di Bawaslu
pascapenetapan. Untuk itu, KPU
perlu melakukan koordinasi dengan
KPU Provinsi/KIP Aceh dalam
rangka menyamakan persepsi untuk
menghadapi sengketa tersebut.
“Materi rakor ini antara lain untuk
evaluasi sengketa proses penerimaan
dukungan pasangan calon, kemudian
pemetaan dan potensi sengketa, strategi
advokasi Tata Usaha Negara pilkada,
dan konsep pelayanan hukum dalam
menghadapi sengketa di Mahkamah
Konstitusi,” ujar Husni.
Rakor yang dihadiri anggota KPU
provinsi/KIP Aceh Divisi Hukum dan
kepala Bagian Teknis, Hupmas, dan
Hukum KPU provinsi seluruh Indonesia
ini diharapkan bisa membuat hasil
spesifik dalam menyamakan persepsi
untuk menghadapi sengketa pilkada.
Selain itu, juga untuk menyiapkan
strategi bagi KPU provinsi dan KPU
kabupaten/kota terkait penanganan
sengketa pilkada tersebut.
Husni berharap, pelayanan hukum
sengketa pilkada ini bisa dilakukan KPU,
baik provinsi maupun kabupaten/kota,
sehingga penanganan sengketa ini bisa
ditangani dengan baik pada masingmasing tingkatan, jadi tidak semua
sengketa dituntaskan di pusat.
Sementara itu, Anggota KPU RI divisi
hukum, Ida Budhiati ingin rakor itu bisa
membahas pandangan sengketa dari
daerah untuk mengkonfirmasi keputusan
dan rekomendasi yang dikeluarkan
Bawaslu maupun Panwaslu.
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Imam Bonjol.indd 26
03/12/2015 6:36:12
ini dapat terus berlanjut karena saat ini
KPU memiliki program pendidikan
pemilih.
“KPU memiliki bagian bina
partisipasi masyarakat yang melakukan
pendidikan pemilih, sasaran yang akan
kita jadikan pendidikan pemilih salah
satunya kelompok pemilih pemula,”
terang Titik.
Materi belajar lainnya yang diberikan
adalah seputar struktur organisasi KPU,
pengenalan terhadap makna pemilu dan
demokrasi serta tata cara memilih. Acara
diakhiri dengan simulasi pemungutan
suara dengan prinsip 5D yang telah
diajarkan sebelumnya, untuk memilih
ketua kelas.
(dam.Foto KPU/hupmas/sij)
Acara pengenalan 5D (Datang, Daftar,
Dicoblos, Dimasukkan dan Dicelup)
terhadap siswa SDN 01 Menteng, Jakarta
Pusat
INGAT Pemilu, INGAT 5D
K
omisi Pemilihan Umum
(KPU) menerima
kunjungan belajar dari
SDN 01 Menteng, Jakarta
Pusat. Pada kegiatan yang
rutin dilakukan sekolah tersebut setiap
tahunnya, siswa kelas 6 mendapatkan
karya wisata berkunjung ke lembaga
negara.
Kunjungan mereka diterima Kepala
Bagian Bina Partisipasi Masyarakat,
Titik Prihati Wahyuningsih dan Kepala
Sub. Bagian Bina Partisipasi Masyarakat
Wilayah II, Didi Suhardie, di Ruang
Sidang Utama KPU, Jumat (11/9).
Didi menggunakan metode diskusi
dengan para siswa, sehingga para siswa
diberi kesempatan yang luas untuk
bertanya seputar pemilu dan demokrasi.
Selain tanya jawab, acara tersebut juga
disertai pembagian doorprize bagi para
siswa.
Para siswa kemudian dikenalkan
dengan istilah 5D, yakni datang, daftar,
dicoblos, dimasukan dan dicelup. Istilah
tersebut merupakan langkah-langkah
yang dilakukan pada saat pemilihan.
Datang yakni para pemilih datang
ke Tempat Pemungutan Suara (TPS),
kemudian daftar, maka pemilih
mendaftarkan dirinya di TPS sebelum
mendapatkan kertas suara. Dicoblos
yaitu pemilih mencoblos surat suara
yang ada, dimasukan ke kotak suara dan
terakhir dicelup yakni pemilih menandai
jarinya dengan mencelupkan ke dalam
tinta.
Sedangkan Kepala Bagian Bina
Partisipasi Masyarakat, Titik Prihati
Wahyuningsih mengharapkan kerjasama
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 27
Suara Imam Bonjol.indd 27
03/12/2015 6:36:21
SUARA IMAM BONJOL
KPI TUNGGU
REGULASI PENGAWASAN KAMPANYE
Anggota Komisi KPU, Ferry Kurnia
Rizkiyansyah (dua dari kanan), saat
melakukan kunjungan rapat dengan
Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).
K
omisi Penyiaran Indonesia
(KPI) menunggu Komisi
Pemilihan Umum (KPU)
dan Badan Pengawas
Pemilu (Bawaslu)
mengeluarkan regulasi untuk menyikapi
masa tahapan kampanye Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 9
Desember mendatang.
Hal tersebut diungkapkan
Komisioner KPI, Idy Muzzayad saat
Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas)
KPI, Kamis (3/9). Rapimnas yang
dikemas dalam bentuk kegiatan talk
show turut mengundang Anggota KPU,
Ferry Kurnia Rizkiyansyah, dan Ketua
Bawaslu, Muhammad.
“Kita belum me-rigid-kan itu, karena
kita (KPI-red) menunggu aturan dari
lembaga yang berwenang,” ungkap Idy.
Menurut Idy peran media penyiaran
dalam pilkada sangat penting. Nantinya
media mempunyai tiga fungsi penting,
28
yakni sebagai sarana penyebarluasan
informasi, sarana pendidikan politik,
dan juga kontrol pelaksanaan pilkada
tersebut.
Pada kesempatan itu KPI mengajukan
beberapa pertanyaan terkait potensi
Bawaslu dan KPU
juga siap memberikan
sanksi pemberhentian
dengan tidak hormat terhadap
jajarannya yang terbukti tidak
bisa menjaga independensi
dalam pelaksanaan tahapan
pilkada.
kampanye terselubung yang dilakukan di
media penyiaran.
Komisioner KPU, Ferry Kurnia
mengatakan, pihaknya menitikberatkan
pada kampanye yang adil dan berimbang
baik dikemas melalui acara talk show atau
bentuk pemberitaan lainnya.
“Kita konsentrasi bagaimana
mekanisme penyiaran atau pemberitaan
yang dilakukan lembaga penyiaran harus
adil dan berimbang, apapun bentuknya
baik monolog atau talk show,” kata dia.
Ferry melanjutkan, yang
dimaksud dengan adil dan berimbang
adalah lembaga penyiaran atau
lembaga pemberitaan sejenis tidak
menitikberatkan pada salah satu
pasangan calon saja. Apabila daerah
tersebut ada 2 atau 3 pasangan calon,
maka penyiaran dan pemberitaan yang
dibuat harus berimbang.
“Apabila salah satu pasangan calon
tidak melakukan kegiatan sama sekali,
maka itu menjadi upaya lembaga
penyiaran tersebut bagaimana dapat
menjadi lebih adil,” Terang Ferry.
Terkait penegakan aturan, Ketua
Bawaslu, Muhammad memfokuskan 4
poin penting syarat berhasilnya pemilu,
yakni regulasi yang jelas dan tegas,
peserta pemilu yang kompeten, pemilih
yang cerdas, dan penyelenggara pemilu
yang independen.
Selain itu, Bawaslu dan KPU juga
siap memberikan sanksi pemberhentian
dengan tidak hormat terhadap jajarannya
yang terbukti tidak bisa menjaga
independensi dalam pelaksanaan
tahapan pilkada.
(dam/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Imam Bonjol.indd 28
03/12/2015 6:36:25
WUJUDKAN TRANSPARANSI,
D
KPU LAYANI INFORMASI DIGITAL
engan terbitnya Peraturan
Komisi Pemilihan Umum
(PKPU) Nomor 1 Tahun
2015 tentang Pengelolaan
dan Pelayanan Informasi, KPU
mengadakan focus group discussion
(FGD) terkait pengelolaan dan
pelayanan informasi publik berbasis
digital dan online, Kamis (3/9).
FGD tersebut dihadiri Indonesian
Parlementary Center (IPC), Pejabat
Pengelola Informasi dan Dokumentasi
(PPID) Dewan Perwakilan Rakyat
(DPR) RI, Badan Pengawas Pemilu
(Bawaslu), Kementrian Komunikasi
dan Informatika (Kominfo), Komisi
Pemberantasan Korupsi (KPK),
Kementrian Sosial (Kemensos) dan
Komisi Informasi (KI).
Wakil Kepala Biro Teknis dan
Hupmas KPU, Supriatna, mengatakan,
dalam memberikan pelayanan kepada
Roby Leo Agust dan Supriatna (dari
kanan)
publik, pihaknya masih membutuhkan
waktu dan koordinasi dengan birobiro terkait untuk mengumpulkan dan
menyusun informasi yang dikuasai.
Untuk itu KPU memerlukan aplikasi
agar bisa memangkas waktu dalam
memberikan pelayanan kepada publik.
“Walaupun KPU melayani
permintaan informasi melalui
surat elektronik, tetapi banyak dari
permintaan informasi dilakukan
secara manual, dan waktu untuk
pendisposisian itu yang memakan
waku cukup lama, sehingga e-PPID
menjadi jalan keluar,” ujar Supriatna,
yang merupakan PPID KPU.
Pembentukan e-PPID ini disusun
KPU untuk mewujudkan transparansi
informasi, serta memenuhi kebutuhan
masyarakat yang dewasa ini semakin
kritis terhadap informasi yang dikuasai
badan publik.
Sejalan dengan Supriatna, Direktur
IPC, Setyo, menilai tema e-PPID ini
cukup menarik karena perubahan
zaman dan tuntutan terhadap
penggunaan teknologi yang praktis,
cepat, mudah dan murah yang sejalan
dengan prinsip keterbukaan informasi.
(ajg/red. FOTO KPU/ook/Hupmas)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 29
Suara Imam Bonjol.indd 29
03/12/2015 6:36:28
SUARA IMAM BONJOL
KPU LAKUKAN RAKOR
Pelaporan Keuangan Pilkada
Rapat Koordinasi Pengawalan Pilkada 2015
K
omisi Pemilihan Umum
(KPU) menggelar rapat
koordinasi (rakor)
Pengawalan Naskah
Perjanjian Hibah Daerah
(NPHD) dalam Pemilihan Kepala Daerah
(Pilkada) Serentak 2015, Rabu (9/9). Hal
tersebut bertujuan meningkatkan kualitas
dan akuntabilitas pelaporan keuangan
daerah dan negara.
Secara administrasi, anggaran
Pilkada 2015 dikategorikan sebagai
hibah langsung dalam bentuk uang dari
pemerintah daerah kepada KPU. Dana
tersebut wajib dikelola sesuai ketentuan
Peraturan Menteri Keuangan (PMK)
Nomor 191/PMK.05/2011 tentang
Mekanisme Pengelolaan Hibah.
Anggota KPU, Hadar Nafis Gumay,
mengatakan, karena jadwal yang sangat
ketat, pengelolaan keuangan dana hibah
perlu dilakukan secara tepat, dan cepat,
sehingga tahapan pilkada dapat berjalan
baik tanpa kendala yang terkait anggaran.
Menurutnya, KPU perlu mengawal
proses izin pembukaan rekening ke
LUNCURKAN SMS Center
KPU Gorontalo Sosialisasikan Pelayanan Informasi
K
omisi Pemilihan Umum
(KPU) Provinsi Gorontalo
melaksanakan sosialisasi
implementasi pengelolaan
dan pelayanan informasi
publik kepada KPU kabupaten/kota seProvinsi Gorontalo, Rabu (9/9).
Kegiatan ini dibuka Komisioner
KPU RI Arief Budiman, dan dihadiri
komisioner dan sekretariat KPU provinsi
dan KPU kabupaten/kota.
Pada acara itu, Ketua KPU Gorontalo,
Muhammad N Tulih, mengungkapkan
kebahagiaannya karena pihaknya
mendapatkan dua penghargaan dari
KPU RI.
“Kedua penghargaan itu karena
pelayanan masyarakat terbaik untuk
Kabupaten Gorontalo dan daftar pemilih
berkualitas untuk Provinsi Gorontalo.
30 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Imam Bonjol.indd 30
03/12/2015 6:36:31
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN),
registrasi anggaran hibah ke DJPPR (Direktorat Jenderal
Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko) Kementerian
Keuangan, Revisi DIPA ke dalam anggaran BA 076 dan
proses pengesahan hibah (pencatatan realisasi) dengan
KPPN. Muara akhir dari tahapan tersebut adalah
pencatatan dalam laporan keuangan.
Sebagai pedoman, KPU telah menerbitkan
Keputusan KPU Nomor 115/KPTS/KPU/TAHUN
2015 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Hibah
Pemilihan Gubernur, Wakil Gubernur, Bupati, Wakil
Bupati, Walikota, dan Wakil Walikota, serta menyusun
Pedoman Penyaluran Dana dan Pertanggungjawaban
Penggunaan Anggaran Dana Hibah Penyelenggaraan
Pilkada.
Melalui kegiatan Rapat Koordinasi ini, Hadar
berharap dapat meningkatkan pemahaman para
pengelola keuangan (KPA/PPK dan Bendahara)
dalam mengelola dana hibah pilkada. Bagi KPU
provinsi yang tidak melaksanakan pilkada diharapkan
secara berjenjang melakukan supervisi kepada KPU
kabupaten/kota penyelenggara pilkada.
Dalam rakor yang dihadiri narasumber dari DJPPR,
DJPB, dan BPK RI tersebut, mengundang KPA/PPK
dan bendahara hibah dari 34 KPU Provinsi seluruh
Indonesia.
(dosen/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)
Semoga nantinya penghargaanpenghargaan lainnya bisa kita dapatkan
salah satunya keterbukaan informasi,”
tuturnya.
Persiapan Pilkada
Pada 9 Desember nanti, Gorontalo
akan melakukan pilkada serentak di 3
daerah, yakni Kabupaten Gorontalo,
Kabupaten Pohuwatu dan Kabupaten
Bone Bolango. Karenanya, dalam acara
sosialisasi tersebut, KPU melakukan
launching SMS Center daftar pemilih.
“Program SMS Center ini merupakan
program yang minim anggaran,
karena untuk pengelolaannya tidak
menggunakan jasa profesional atau
berkerjasama dengan lembaga lain,
melainkan dikelola Komisioner Jemmi
Mengempis” ujar Ketua KPU Pohuwatu,
Mirnawati Modanggu.
Hal tersebut diapresiasi Arief
Budiman, sehingga ia berharap KPU
provinsi dan kabupaten/kota lain dapat
mengikuti jejak Kabupaten Pohuwatu.
“Ini terobosan baru yang dapat
dikategorikan ringan biaya atau hemat,”
ujar Arief.
(qk/red. FOTO KPU/qk/Hupmas)
Sosialisasi :
KPU Grontalo sosialisasikan pelayanan
informasi SMS Center
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Imam Bonjol.indd 31
31
03/12/2015 6:36:35
SUARA IMAM BONJOL
DATA PEMILIH
BISA DIAKSES SECARA ONLINE
K
omisi Pemilihan Umum
(KPU) meluncurkan Sistem
Informasi Daftar Pemilih
(Sidalih) untuk daftar
pemilih sementara (DPS)
secara online dalam penyelenggaraan
32
Pilkada Serentak 2015, di Media
Center KPU, Kamis (10/9). DPS online
ini adalah salah satu upaya KPU
mewujudkan data pemilih yang akurat,
terkini, dan komprehensif.
Merujuk pada Peraturan KPU
Nomor 2 Tahun 2015 tentang Tahapan,
Program, dan Jadwal Penyelenggaraan,
dan Peraturan KPU Nomor 4 Tahun
2015 terkait Pemutakhiran Data dan
Daftar Pemilih dalam pilkada, maka
KPU provinsi dan KPU kabupaten/kota
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Imam Bonjol.indd 32
03/12/2015 6:36:40
berkewajiban mengumumkan DPS pada
tanggal 10 September 2015.
Pengumumamnya dilakukan di
tempat-tempat strategis. Tidak hanya di
desa dan kelurahan, tetapi juga di tempat
yang bisa dijangkau masyarakat, seperti
warung kopi, taman, tempat bermain,
tempat budaya, dan balai pertemuan
RT/RW.
“Untuk mengupayakan transparansi
daftar pemilih dan partisipasi
masyarakat, KPU mengirimkan softcopy
DPS ke tim kampanye pasangan calon
dan pengawas pemilu di setiap tingkatan.
KPU juga mengumumkan DPS secara
online yang bisa diakses di http://
data.kpu.go.id/dps2015.php, sehingga
diharapkan semua bisa dengan mudah
mengecek langsung namanya bagi daerah
yang menggelar pilkada melalui gadget
atau smartphone,” papar Ketua KPU RI
Husni Kamil Manik.
Husni juga mengharapkan
para petugas di lapangan juga akan
mensosialisasikan secara dialogis,
misalnya bertemu tetangga dan
masyarakat, tidak hanya di forumforum resmi, bahwa masyarakat dapat
mengecek nama di DPS secara online.
Menurut Husni, penetapan dan
rekapitulasi DPS di KPU kabupaten/kota
diselenggarakan tanggal 1-2 September
2015, kemudian KPU
provinsi menggelar
rekapitulasi DPS tanggal
3 September 2015.
Jumlah DPS dari 283
KPU kabupaten/kota
yang telah ditetapkan
sebanyak 97.408.604
pemilih, dengan rincian
jumlah pemilih laki-laki
48.800.967 dan pemilih
perempuan 48.607.637.
Sementara KPU
tidak melakukan
rekapitulasi DPS, tetapi
mengumpulkan berita
acara (BA) penetapan
dan rekapitulasi
Ketua KPU, Husni Kamil
Manik (kanan) bersama
Anggota KPU saat
peluncuran Sistem
Informasi Daftar Pemilih
(Sidalih)
DPS dari KPU kabupaten/kota yang
menyelenggarakan pilkada serentak
tanggal 4-9 September 2015.
“Sampai hari ini, terdapat 22 KPU
kabupaten/kota dari 4 provinsi yang
belum mengirimkan BA Penetapan dan
Rekapitulasi DPS, yaitu Nusa Tenggara
Barat (NTB) ada 1 Kota Mataram,
Maluku Utara ada 3 kabupaten/kota,
Papua Barat ada 9 kabupaten/kota,
dan Papua ada 9 kabupaten/kota.
Keterbatasan infrastruktur khususnya
jaringan internet yang menjadi kendala,
namun tetap diusahakan semaksimal
mungkin dapat mengirimkan ke data
centre KPU,” jelas Husni.
Husni mengatakan DPS online ini
mencatat pemilih pemula sebanyak
1.750.836 yang terdiri dari 879.029
pemilih pria dan 871.807 pemilih wanita.
Kemudian pemilih disabilitas sebanyak
149.318 pemilih yang terdiri dari 5 jenis,
yaitu tuna daksa 53.820 pemilih, tuna
netra 19.940 pemilih, tuna rungu 21.110
pemilih, tuna grahita 22.209 pemilih,
dan disabilitas lainnya sebanyak 32.239
pemilih.
Sementara itu Komisioner
KPU RI Ferry Kurnia Riskiyansyah
menambahkan, bagi masyarakat
yang namanya belum terdaftar dalam
DPS diharapkan segera melapor dan
mendaftar di desa, kelurahan, atau KPU
yang menyelenggarakan pilkada.
KPU akan memverifikasi di
lapangan, apabila masyarakat tersebut
belum terdaftar, maka KPU akan
mendaftarkannya. DPS ini sudah melalui
hasil pemutakhiran di lapangan, jadi
DP4 itu telah disinkronkan dengan data
DPS pemilu terakhir, termasuk bagi data
pemilih yg telah meninggal dunia.
“KPU juga ingin masyarakat yang
belum terdaftar dapat mendaftarkan diri
secara online, tetapi ini masih dalam
proses pengembangan sistem informasi,
kami akan mengusahakan itu. Kami juga
ingin mengoptimalkan sosialisasi jejaring
di lapangan, seperti di jaringan pramuka,
OSIS, karang taruna. KPU di daerah
juga ada inisiasi untuk mengumumkan
DPS di kedai kopi atau warung sesuai
TPS berkedudukan, selain pengumuman
resmi di desa/kelurahan yang merupakan
DPS keseluruhan,” tambah Ferry.
(Arf/red. FOTO KPU/dosen/Hupmas)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 33
Suara Imam Bonjol.indd 33
03/12/2015 6:36:43
SUARA IMAM BONJOL
Rapat KPU dengan
DPR-RI di Gedung
Parlement DPR-RI
KPU PAPARKAN
TAHAPAN PENCALONAN PILKADA DI DPR
K
omisi II DPR RI kembali
mengundang KPU dan
Bawaslu dalam rapat
dengar pendapat (RDP)
terkait selesainya tahapan
pencalonan Pilkada Serentak, Senin
(9/7).
“Peserta pemilihan tahun ini juga
dibedakan menjadi 2 kategori, yakni
peserta yang berasal dari parpol dan
perseorangan,” terang Ketua KPU Husni
Kamil Manik.
Menurut Husni, KPU telah menerima
34
789 pasangan calon yang 398 pasangan di
antaranya berlatarbelakang profesi (PNS,
TNI/Polri, Anggota DPR/DPRD/DPD),
yang menurut undang-undang harus
mundur dari jabatannya.
Selain itu, KPU menginformasikan
penggunaan sistem aplikasi pada
tiap tahapan telah membantu dalam
pelaksanaan kerja KPU. Sebab, pada
mekanisme aplikasi tersebut tiap daerah
langsung terintegrasi dengan pusat.
“Kami menggunakan aplikasi pada
pilkada tahun ini, sehingga KPU di
daerah dapat meng-input langsung datadatanya yang langsung bisa dikirim. Ini
merupakan terobosan untuk kita dapat
mendeteksi sejak awal kelengkapan dari
dokumen yang ada di daerah,” terang
husni.
Anggota Komisi II, Rambe Kamarul
Zaman, selaku pimpinan rapat, mengaku
belum puas dengan pemaparan KPU
maupun Bawaslu sebab dirasa masih
ada beberapa pertanyaan yang belum
terjawab.
Menurut Rambe, pada pilkada kali
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Imam Bonjol.indd 34
03/12/2015 6:36:44
ini terdapat beberapa isu yang harus
diperhatikan, salah satunya terkait
tahapan pemutahiran data pemilih yang
dikhawatirkan akan terjadi eksodus
pemilih dari daerah terdekat yang tidak
melaksanakan pilkada. “Karena itu,
dibutuhkan pengawasan ekstra pada
tahapan tersebut,” kata dia.
Menjawab hal itu, Husni mengaku
pihaknya bisa mengantisipasi dengan
melakukan penyandingan data antara
jumlah pemilih yang terdaftar dalam
pilkada kali ini dengan data pemilih pada
Pemilu Presiden tahun lalu.
“Untuk mengetahui jumlah
pemilih bermasalah atau tidak, maka
yang mungkin kita lakukan paling
sederhana adalah mengukur presentase
pertumbuhan penduduk,” jelasnya.
(dam.Foto KPU/dosen)
SIMULASI PILKADA
DI KAKI GUNUNG SINDORO
J
elang pelaksanaan Pilkada
Serentak 2015 pada tanggal 9
Desember mendatang, Komisi
Pemilihan Umum (KPU)
RI melaksanakan simulasi
pemungutan dan penghitungan suara.
Salah satunya di Desa Buntu, Kejajar
Kabupaten Wonosobo, Minggu (6/9).
Daerah yang berada di kaki Gunung Sindoro tersebut dipilih karena
tingkat partisipasi masyarakatnya yang
tinggi pada pemilu sebelumnya, baik
pemilihan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah,
dan pemilihan presiden.
Acara simulasi tersebut dihadiri
sejumlah komisioner KPU, yaitu
Hadar Nafis Gumay, Ida Buhiati,
Ferry Kurnia Rizkyansyah, Juri
Ardiantoro dan Arief Budiman, serta
anggota KPU Jawa Tengah, dan Bupati
Wonosobo, Abdul Khaliq Arif.
Ketua KPU Wonosobo, Ngarifin
Shidiqq, mengatakan, Desa Buntu
memiliki pluralitas keberagaman
masyarakat, baik dalam sosio culture
maupun keberagaman beragama.
“Karenanya, kami berharap
dengan kondisi seperti ini dapat
dijadikan contoh di tempat yang lain,
walaupun berbeda tetapi mempunyai
satu kepentingan untuk kemajuan
Indonesia di masa yang akan
datang,”ujarnya.
Sementara, Bupati Wonosobo
Abdul Kholiq Arif, mengharapkan
pelaksanaan Pilkada Serentak dapat
berlangsung aman dan damai, dan
tidak terjadi konflik yang dapat
memecah belah masyarakat.
“Dalam paradigma berdemokrasi,
aman, damai, saling memahami dan
tidak mengintervensi adalah unsur
penting dalam keberagaman, dan hal
tersebut dibuktikan dengan adanya
deklarasi damai empat pasangan calon
yang akan bersaing di pemilihan
mendatang,”tuturnya.
Mengenai pelaksanaan kegiatan
simulasi, Hadar Nafis Gumay
mengungkapkan kegiatan simulasi
di tempat pemungutan suara (TPS)
menjadi sangat penting di setiap
pemilihan.
“Karena hasil di TPS adalah
awal mula penetapan siapa nantinya
pemimpin yang akan terpilih.
Sebab itu, proses di TPS ini menjadi
perhatian yang sangat penting bagi
penyelenggara. Kami menginginkan
proses yang ada di TPS lancar dan
berinegritas tinggi,” jelas Hadar.
Simulasi yang ketiga kalinya ini
diharapkan bisa memberi masukan
untuk perbaikan pelaksanaan
pemilihan nantinya. “Catatan dari
simulasi ini akan akan dituangkan ke
petunjuk teknis (juknis) yang menjadi
pedoman bagi petugas Kelompok
Penyelenggara Pemungtan Suara
(KPPS),”tuturnya.
Hadar mengatakan akan
memperkenalkan penulisan baru
dengan menggunakan format tujuh
segmen atau elemen dalam penulisan
angka dari hasil penghitungan suara.
“Ini hal baru yang akan kita
ujicobakan. Tujuan dari metode ini
agar hasil pemungutan bisa langsung
direkam melalui mesin scanner,” tutup
Hadar.
(ajg/red. FOTO KPU/ook/
Hupmas)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 35
Suara Imam Bonjol.indd 35
03/12/2015 6:36:45
SUARA IMAM BONJOL
Anggota KPU, Hadar Navis Gumay (dua dari kiri) saat memberi sambutan
dalam Raker Mengenai Tahapan Pilkada Serentak 2015 di jawa tengah
SISTEM PILKADA BERBEDA
KPU DITUNTUT AKURAT DAN TELITI
A
kibat sistem pemilihan
yang berbeda, penyelenggara pemilu dituntut lebih
bekerja akurat dan teliti
dalam pelaksanaan Pilkada
Serentak 2015. Pasalnya, pemilihan
saat ini, hanya digelar satu putaran saja,
sehingga perbedaan satu suara dalam
hasil proses penghitungan, maknanya
akan lebih besar.
“Kita (KPU-red) diharuskan bekerja
lebih teliti dan akurat serta dapat mempertanggungjawabkan rekapitulasi suara
sampai dengan tingkat yang paling tinggi.
Jadi kita harus ekstra memperhatikan
penghitungan ini,” ungkap Komisioner
KPU RI Hadar Nafis Gumay.
Hal itu dikatakan Hadar pada saat
membuka rapat kerja Evaluasi Tahapan
Pilkada Serentak Tahun 2015 Provisi
Jawa Tengah (Jateng) yang digelar di
Wonosobo, Sabtu (9/5).
Untuk memastikan kerja KPU
yang transparan dan terbuka, scanning
formulir hasil penghitungan suara di TPS
(Formulir C1) perlu dilakukan, seperti
yang telah diterapkan pada Pemilihan
Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden
dan Wakil Presiden (Pilpres) Tahun 2014.
“Cara tersebut dinilai berhasil dan
mendapatkan apresiasi dari publik.
Upaya tersebut juga meningkatkan
kepercayaan masyarakat terhadap proses
pemilu pada saat itu,” kata Hadar.
Menurut Hadar, melalui tampilan
cepat scan formulir C1, KPU dapat
memperoleh masukan dari masyarakat
yang mungkin saja ada kekeliruan dari
pencatatan hasil penghitungan dan
rekapitulasi suara.
“Dengan adanya display (tampilanred) cepat itu, kita bisa memanfaatkan
masukan maupun koreksi masyarakat,”
pungkasnya.
(ook/red. FOTO: ook/Hupmas KPU)
36 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Imam Bonjol.indd 36
03/12/2015 6:36:50
KPU HARUS UMUMKAN
DATA PEMILIH PILKADA
A
nggota Komisi Pemilihan
Umum (KPU) RI, Ferry
Kurnia Rizkiyansyah,
mengingatkan KPU
di daerah untuk
memanfaatkan media komunikasi secara
menyeluruh, sehingga informasi tentang
pengumuman daftar pemilih sementara
(DPS) dalam Pilkada Serentak dapat
tersosialisasikan dengan baik.
“Jangan sampai ada komplain di KPU,
ada daerah yang tidak mengumumkan
DPS-nya. Jadi yang terpenting harus
disosialisasikan, baik melalui iklan
layanan masyarakat, pertemuan dengan
tokoh masyarakat, sosial media atau
alat peraga lain yang kita punya,
termasuk juga DPS online yang telah
kita ikhtiarkan,” ujar Ferry dalam Raker
Penggunaan Basis Data Pemutakhiran
Data Pemilih (Mutarlih) Pilkada 2015, di
Surabaya, Kamis (17/9).
Ia juga menghimbau peserta
raker untuk terus melakukan kontrol
atas proses coklit (pencocokan dan
penelitian) dan pemutakhiran data
pemilih yang saat ini tengah berlangsung.
“Pastikan kita kontrol terusmene-rus
proses ini, semacam quality control dalam
aktivitas coklit dan mutarlih. Apakah
seluruh PPS (Panitia Pemungutan
Suara) sudah mengumumkan DPS di
tempat strategis, dan juga apakah sudah
menyampaikan DPS ini kepada pasangan
calon atau tim kampanye serta kepada
panwas,” pesan Ferry.
Menurutnya, hal itu perlu dilakukan
oleh penyelenggara pemilu sehingga
kualitas DPS dan DPT (daftar pemilih
tetap) dalam Pilkada 2015 menjadi
berkualitas, dan tersampaikan kepada
publik dengan baik.
Ferry juga meminta seluruh
operator Sistem Informasi Data
Pemilih (Sidalih) untuk membekali diri
dengan pengetahuan terkait peraturan
dan tahapan pilkada, sehingga selain
memiliki kemampuan olah data, mereka
juga bisa memprediksi persoalan yang
sewaktu-waktu bisa muncul dalam tiap
tahapan pilkada.
“Operator jangan hanya menggunakan “kacamata kuda” yang hanya fokus
mengerjakan data dan snapshot saja,
tapi harus secara komprehensif memiliki
kemampuan dan kompetensi yang memadai soal pemilu. Pengetahuan tentang
tahapan misalnya, itu perlu dipahami
juga dengan baik. Supaya semua bisa
memprediksi kalau ada problem yang
muncul di lapangan,” lanjutnya.
Ferry berharap masing-masing
daerah peserta raker dapat mengutarakan kesulitan dan kendala yang dihadapi,
sehingga KPU dapat melakukan tindak
lanjut serta penyempurnaan regulasi
terkait proses coklit dan mutarlih.
“Dari tahapan yang sudah kita lewati
ini, nanti kita minta informasi kepada
bapak/ibu sekalian apa saja yang kurang
dari aktivitas secara teknis, dan juga dari
teman-teman komisioner, secara policy
apa yang harus kita keluarkan, ini untuk
meningkatkan kualitas DPS dan juga
DPT nantinya,” ujarnya.
(rap/red. FOTO
KPU/ris/Hupmas)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 37
Suara Imam Bonjol.indd 37
03/12/2015 6:36:54
KAMUS PEMILU
1. Threshold adalah angka ambang
batas untuk mendapatkan kursi,
yaitu jumlah suara minimal yang
harus diperoleh partai politik untuk
mendapatkan kursi yang ada di
daerah pemilihan tersebut.
2. Metode kuota adalah penghitungan
perolehan kursi dengan cara
membagi perolehan suara partai
politik dengan total suara, lalu
dikalikan dengan jumlah kursi
yang tersedia. Teknis penghitungan
kursinya adalah sebagai berikut:
tahap pertama, partai politik yang
mencapai kuota mendapatkan kursi;
tahap kedua, jika kursi masih tersisa,
kursi diberikan kepada partai politik
yang memiliki suara terbanyak
secara berturut-turut sampai sisa
kursi habis terbagi.
3. Metode divisor adalah membagi
jumlah suara setiap partai politik
dengan bilangan pembagi atau
divisor. Hasil pembagian ini
4.
5.
6.
7.
8.
dirangking dari tertinggi hingga
terendah sesuai dengan jumlah
kursi yang tersedia. Angka tertinggi
hingga terendah secara berturutturut mendapatkan kursi hingga
kursi habis terbagi.
Wasted votes adalah suara yang tidak
terkonversi menjadi kursi pada
sistem pemilu proporsional
Spoiler votes adalah suara yang tidak
terkonversi menjadi kursi pada
sistem pemilu mayoritarian.
Disproporsionalitas adalah deviasi
antara perolehan kursi partai
politik (dalam persentase) dengan
perolehan kursi (dalam persentase).
Formula indeks disproporsionalitas
adalah formula yang menunjukkan
kesenjangan perolehan suara partai
politik dibandingkan perolehan
kursi dalam persentase.
Surplus disproporsionalitas adalah
selisih persentase kursi yang
lebih besar dibandingkan dengan
perolehan suara partai politik.
9. Indeks Effective Number of
Parlimentary Parties (ENPP) adalah
jumlah efektif partai politik di
parlemen, di mana banyaknya partai
politik yang masuk parlemen tidak
identik dengan pembentukan sistem
kepartaian. Banyak partai yang
masuk parlemen juga tidak identik
dengan efektivitas parlemen, sebab
tidak semua partai di parlemen
mempunyai pengaruh yang sama
dalam membuat keputusan.
Efektivitas parlemen ditentukan oleh
banyaknya parpol yang mempunyai
pengaruh dalam pengambilan
keputusan.
10. Indeks fragmentasi adalah formula
untuk menunjukkan apakah
sistem kepartaian yang terbentuk
pascapemilu adalah sistem satu
partai, dua partai, multi partai
moderat atau multi partai ekstrim.
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 39
Kamus Pemilu.indd 39
03/12/2015 4:50:11
SUARA GALLERY
Komisi Pemilihan Umum
Republik Indonesia (KPURI), Launching Program
S2 Konsentrasi Tata Kelola
Pemilu, (01/10)
40
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
suara pilkada.indd 40
03/12/2015 4:53:10
Komisi Pemilihan Umum
Gelar Pres Confress
Pemungumuman DPT
di Media Center Gedung
Komisi Pemilihan Umum
Republik Indonesia, (13/10)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
suara pilkada.indd 41
41
03/12/2015 4:53:15
SUARA GALLERY
KPU Gelar Rapat Koordinasi Penggunaan
Aplikasi Silog Pilkada 2015, di Gedung
Komisi Pemilihan Umum, Jakarta, (30/09).
42
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
suara pilkada.indd 42
03/12/2015 4:53:31
Komisi Pemilihan Umum Kota Depok,
Gelar Simulasi Pemungutan dan
Penghitungan Suara Pilkada Serentak
2015, Depok, (04/10)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
suara pilkada.indd 43
43
03/12/2015 4:53:52
SUARA GALLERY
Rapat Pimpinan Komisi
Pemilihan Umum Provinsi dan
Simulasi PPK Beitung, (8-11/10).
44
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
suara pilkada.indd 44
03/12/2015 4:54:16
Simulasi Pemungutan dan
Penghitungan Suara Pilkada
Serentak 9 Desember 2015 di
Wonosobo, (4-7/9)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
suara pilkada.indd 45
45
03/12/2015 4:54:33
SUARA REGULASI
ULASAN PERATURAN KPU NOMOR 7 TAHUN 2015
TUJUH METODE
KAMPANYE DI PILKADA SERENTAK
P
elaksanaan tahapan kampanye pada Pemilihan
Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2015, telah diatur
dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 7
Tahun 2015, tentang Kampanye Pemilihan Gubernur
dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/
atau Walikota dan Wakil Walikota. Peraturan tersebut terdiri
dari 84 Pasal dan 12 bab, ditandatangani Ketua KPU tanggal 30
1
46
April 2015 dan diundangkan dalam lembaran berita Negara RI
Tahun 2015 Nomor 670.
Masa kampanye merupakan tahapan yang cukup panjang,
dimulai setelah pasangan calon ditetapkan sampai masa tenang.
Kemudian pasangan calon dapat melaksanakan kampanye
melalui pertemuan terbatas, pertemuan tatap muka, penyebaran
bahan kampanye kepada umum dan pemasangan alat peraga
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Regulasi.indd 46
03/12/2015 4:56:13
KPU provinsi, KPU kabupaten/kota
memfasilitasi pembuatan bahan
kampanye meliputi:
KPU Provinsi/KIP Aceh dan KPU/
KIP Kabupaten/Kota memfasilitasi
pembuatan dan pemasangan alat
peraga kampanye meliputi:
• baliho/billboard/videotron
paling besar ukuran 4 m x
7 m, paling banyak 5 (lima)
buah setiap pasangan calon
untuk setiap kabupaten/kota
• umbul-umbul paling besar
ukuran 5 m x 1,15 m, paling
banyak 20 (dua puluh) buah
setiap pasangan calon untuk setiap kecamatan
• spanduk paling besar ukuran 1,5 m x 7 m, paling
banyak 2 (dua) buah setiap
pasangan calon untuk setiap desa atau sebutan lain/
kelurahan.
dimulai tanggal 27 Agustus sampai
dengan 5 Desember 2015. Debat Publik
atau debat terbuka diselenggarakan
paling banyak tiga kali pada masa
kampanye. Sementara, masa tenang dan
pembersihan alat peraga kampanye 6
hingga 8 Desember 2015.
Dalam PKPU Nomor 7 tersebut,
terutama dalam Pasal 1 angka 15,
pengertian kampanye adalah kegiatan
menawarkan visi dan misi dan program
pasangan calon dan/atau informasi lain
• Selebaran (flyer) paling besar ukuran 8,25 cm x 21 cm;
• Brosur (leaflet) paling besar
ukuran posisi terbuka 21 cm
x 29,7 cm, posisi terlipat 21
cm x 10 cm;
• Pamflet paling besar ukuran
21 cm x 29,7 cm;
• Poster paling besar ukuran
40 cm x 60 cm.
• Pencetakan Bahan Kampanye diutamakan menggunakan bahan yang dapat
didaur ulang.
• KPU provinsi dan/atau KPU
kabupaten/kota mencetak
bahan kampanye paling
banyak sejumlah kepala
keluarga pada daerah Pemilihan untuk setiap pasangan
calon.
• KPU provinsi dan/atau KPU
kabupaten/kota
berkoordinasi dengan pemerintah
daerah dalam mendapatkan
data dan informasi jumlah
kepala keluarga pada daerah pemilihan untuk menentukan jumlah bahan kampanye yang dicetak.
yang bertujuan memperkenalkan atau
meyakinkan pemilih.
Debat publik /debat terbuka
Debat publik/debat terbuka
merupakan salah satu upaya untuk
menyebarluaskan profil, visi dan misi
serta program kerja pasangan calon
gubernur dan wakil gubernur, bupati
dan wakil bupati, walikota dan wakil
walikota, sehingga dapat calon pemilih
mendapat gambaran yang komprehensif
dalam menentukan pilihan.
Frekuensi debat publik/debat terbuka
dilaksanakan paling banyak 3 (tiga) kali
oleh KPU provinsi dan KPU kabupaten/
kota.
Waktu pelaksanaan debat publik/
debat terbuka: KPU provinsi dan KPU
kabupaten/kota berkoordinasi dengan
tim kampanye pasangan calon.
Debat publik/debat terbuka disiarkan
melalui Lembaga Penyiaran Publik dan
Lembaga Penyiaran Swasta.
Iklan Media Massa
Cetak dan Elektronik
KPU provinsi dan/atau KPU
kabupaten/kota memfasilitasi penayangan
iklan kampanye pada:
• Media massa cetak
•
•
•
•
•
Media massa elektronik, yaitu
televisi, radio dan/atau media dalam
jaringan (online)
Lembaga penyiaran; dalam bentuk
iklan komersial dan/atau iklan
layanan masyarakat
KPU provinsi dan KPU kabupaten/
kota menentukan dan menetapkan
jumlah penayangan dan ukuran atau
durasi iklan kampanye untuk setiap
pasangan calon.
KPU provinsi dan KPU kabupaten/
kota menayangkan iklan kampanye
sesuai dengan materi yang
disampaikan pasangan calon dan/
atau tim kampanye.
Penayangan iklan kampanye
dilaksanakan selama 14 (empat
belas) hari sebelum dimulainya
masa tenang.
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Regulasi.indd 47
47
03/12/2015 4:56:14
SUARA REGULASI
Pasangan calon dan/atau tim kampanye
dapat membuat dan mencetak bahan
kampanye selain yang difasilitasi KPU
provinsi dan/atau kabupaten/kota,
meliputi:
• Kaos
• Topi
• Mug
• Kalender
• Kartu Nama
• Pin
• Ballpoint
• Payung
• Stiker paling besar ukuran 10 cm x
5 cm
• Setiap bahan kampanye, apabila
dikonversikan dalam bentuk uang
nilainya paling tinggi Rp25.000,00
(dua puluh lima ribu rupiah)
• Penyebaran bahan kampanye kepada
umum dilakukan pada kampanye
pertemuan terbatas, pertemuan
tatap muka dan dialog, dan/atau di
kabupaten/kota.
Undangan kepada peserta harus
memuat informasi mengenai hari,
tanggal, jam, tempat kegiatan, nama
pembicara, dan penanggung jawab.
Petugas kampanye pertemuan
terbatas wajib menyampaikan
pemberitahuan tertulis kepada aparat
Kepolisian Negara Republik Indonesia
setempat, dengan tembusan disampaikan
kepada KPU provinsi dan/atau KPU
kabupaten/kota, Bawaslu provinsi, dan/
atau Panwas kabupaten/kota sesuai
tingkatannya.
Pemberitahuan tertulis mencakup
informasi hari; tanggal; waktu; tempat;
nama pembicara; jumlah peserta yang
diundang; penanggung jawab.
Pertemuan Tatap
Muka dan Dialog
Pasangan calon dan/atau tim
kampanye melaksanakan pertemuan
Stiker dilarang ditempel di tempat umum, meliputi:
• Tempat ibadah termasuk halaman
• Rumah sakit atau tempat pelayanan kesehatan
• Gedung atau fasilitas milik pemerintah
• Lembaga pendidikan (gedung dan sekolah)
• Jalan-jalan protokol
• Jalan bebas hambatan
• Sarana dan prasarana publik
• Taman dan pepohonan.
tempat umum.
Pasangan calon dan/atau tim kampanye
dapat melaksanakan pertemuan
terbatas di dalam ruangan atau gedung
tertutup.
Peserta yang diundang disesuaikan
dengan kapasitas ruangan yang
ditentukan oleh pengelola ruang gedung
dengan jumlah peserta paling banyak:
• 2.000 (dua ribu) orang untuk tingkat
provinsi; dan
• 1.000 (seribu) orang untuk tingkat
1
48
tatap muka dan dialog secara interaktif.
Pertemuan tatap muka dan dialog
dapat dilaksanakan di dalam ruangan
atau gedung tertutup atau terbuka; dan/
atau luar ruangan.
Pertemuan tatap muka dan dialog
yang dilaksanakan di dalam ruangan
atau gedung tertutup atau terbuka
dilaksanakan dengan ketentuan jumlah
peserta tidak melampaui kapasitas
tempat duduk; dan peserta dapat terdiri
atas peserta pendukung dan tamu
Pasangan calon dan/atau tim
kampanye melaksanakan kegiatan
lain dalam bentuk :
• Rapat Umum, dengan jumlah
terbatas;
• Kegiatan Kebudayaan (pentas
seni, panen raya, konser
musik);
• Kegiatan Olahraga (gerak jalan
santai, sepeda santai);
• Kegiatan Sosial (bazar, donor
darah, perlombaan, hari
ulang tahun);
undangan.
Pertemuan tatap muka dan dialog
yang dilaksanakan di luar ruangan dapat
dilaksanakan dalam bentuk kegiatan
kunjungan ke pasar, tempat tinggal
warga, komunitas warga atau tempat
umum lainnya.
Petugas kampanye pertemuan tatap
muka dan dialog wajib menyampaikan
pemberitahuan tertulis kepada aparat
Kepolisian Negara Republik Indonesia
setempat, dengan tembusan kepada
KPU Provinsi/KIP Aceh dan/atau KPU/
KIP kabupaten/kota, Bawaslu provinsi
dan/atau Panwas kabupaten/kota, sesuai
dengan tingkatannya.
Pemberitahuan mencakup informasi:
hari;. tanggal; jam; tempat kegiatan;
tim kampanye; jumlah peserta yang
diundang; dan penanggung jawab.
Petugas kampanye pertemuan tatap
muka dan dialog dapat memasang alat
peraga kampanye di halaman gedung
atau tempat pertemuan.
Kampanye Melalui
Media Sosial
Materi kampanye dalam media sosial
dapat berupa :
• Tulisan;
• Suara;
• Gambar;
• Tulisan dan gambar; dan/atau
• Suara dan gambar; yang bersifat
naratif, grafis, karakter, interaktif
atau tidak interaktif, serta
yang
dapat diterima melalui perangkat
penerima pesan.
• Pasangan calon dan/atau tim
kampanye wajib menutup akun
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Regulasi.indd 48
03/12/2015 4:56:15
Gedung Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia
resmi di media sosial paling lambat
1 (satu) hari setelah masa kampanye
berakhir.
Pemberitaan dan
Penyiaran Kampanye
•
•
•
Media massa cetak, media massa
elektronik dan lembaga penyiaran
dilarang menayangkan iklan
kampanye komersial selain yang
difasilitasi KPU provinsi dan/atau
KPU kabupaten/kota.
Media massa cetak dan elektronik
menyediakan halaman dan waktu
yang adil dan berimbang untuk
pemuatan berita dan wawancara
untuk setiap pasangan calon.
Selama masa tenang media massa
cetak, elektronik dan lembaga
penyiaran, dilarang menyiarkan
iklan, rekam jejak pasangan calon,
atau bentuk lainnya yang mengarah
kepada kepentingan kampanye yang
menguntungkan atau merugikan
pasangan calon.
Sanksi Pelanggaran
Kampanye
Pasangan calon yang terbukti
melakukan pelanggaran, berdasarkan
putusan pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap,
dikenai sanksi pembatalan sebagai
pasangan calon oleh KPU Provinsi/KIP
Aceh dan KPU/KIP Kabupaten/kota
dan dikenai sanksi pidana berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
Tim kampanye yang terbukti
melakukan pelanggaraan, dikenai
sanksi pidana berdasarkan peraturan
perundang-undangan.
Pasangan calon, tim kampanye,
petugas kampanye, dan peserta
kampanye yang melakukan pelanggaran
pidana dalam melakukan kampanye
dikenakan sanksi pidana berdasarkan
peraturan perundang-undangan.
(sumber : Peraturan KPU Nomor 7
Tahun 2015 Tentang Kampanye Pemilihan
Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati
dan Wakil bupati dan/atau Walikota dan
Wakil Walikota)(mt/red)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Regulasi.indd 49
49
03/12/2015 4:56:15
SUARA DAERAH
PILKADA SERENTAK YOGYAKARTA
RAMAH DIFABEL
K
omisi Pemilihan Umum
(KPU) Daerah Istimewa
Yogyakarta menjamin
pelaksanaan Pemilihan
Kepala Daerah Serentak 9
Desember 2015 di Kabupaten Gunung
Kidul, Sleman, dan Bantul akan ramah
terhadap penyandang difabel.
“Tidak akan ada lagi penyandang
difabel yang sulit menggunakan hak
suaranya,” kata Ketua Divisi Teknis
Penyelenggara Komisi Pemilihan Umum
(KPU) DIY Nur Huri Mustofa di Yogyakarta, Sabtu (10/10).
Dia mengatakan upaya memudahkan penyandang difabel menggunakan
hak suaranya hampir sama seperti yang
dilakukan saat Pileg maupun Pilpres 2014
50
dengan didukung logistik khusus yang
diadakan masing-masing kabupaten.
Menurut Nur Huri, tempat pemungutan suara (TPS) yang ramah difabel
itu akan diwujudkan misalnya dengan
membuat meja serta kotak suara lebih
rendah sehingga penyandang disabilitas
lebih mudah dalam memasukkan surat
suara. “Lokasi TPS juga diupayakan tidak
berundak, sehingga mudah dilewati kursi
roda,” kata dia.
Selain itu, ia mengatakan, sebagai alat
bantu penyandang disabilitas memilih calon yang dikehendaki, KPU juga
menyediakan template di masing-masing
TPS. KPU di kabupaten Bantul, Gunung
Kidul, serta Sleman, menurut dia, telah
mendata TPS yang akan memiliki calon
pemilih dari kalangan penyandang
difabel.
“Tidak semua TPS disediakan
template, kecuali yang telah terdata ada
penyandang difabelnya,” kata dia.
Selanjutnya, ia mengatakan, pihaknya
juga telah mengimbau kepada panitia
pemilih kecamatan (PPK) serta panitia
pemungutan suara (PPS) serta kelompok
penyelenggara pemungutan suara (KPPS)
agar memiliki kesiapan untuk membantu
melayani penyandang difabel.
“Jadi misalnya ada penyandang
difabel yang tidak didampingi keluarga,
bisa dibantu oleh petugas KPPS di TPS,”
kata dia.
Sesuai data daftar pemilih tetap
(DPT) KPU DIY, setidaknya dari total
691.445 pemilih di Bantul, 1.092 orang di
antaranya adalah penyandang difabel.
Selanjutnya di Kabupaten Gunung
Kidul, dari 617.472 calon pemilih, 1.232
penyandang difabel, dan di Sleman
dari 775.443 calon pemilih, 14.000 di
antaranya adalah penyandang difabel.
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Daerah.indd 50
03/12/2015 5:00:34
RASIYO-LUCY KURNIASARI
MENDAFTAR DI PILKADA SURABAYA
K
omisi Pemilihan Umum
(KPU) Kota Surabaya
menerima pendaftaran
bakal pasangan calon DR.
H. Rasiyo M. Si - Dra. Lucy
Kurniasari, untuk Pilkada Serentak 2015,
di hari pertama pendaftaran tahap kedua,
Selasa (8/9), sekitar pukul 14.45 WIB.
Pasangan calon walikota dan wakil
walikota tersebut diusung oleh gabungan
Partai Demokrat dan Partai Amanat
Nasional (PAN). Keduanya menyerahkan
semua dokumen syarat pencalonan yang
diterima Ketua KPU Surabaya, Robiyan
Arifin.
“Syarat pencalonan walikota dan
wakil walikota sudah kami terima.
Tapi tentu saja kami masih akan
meneliti lagi dokumen-dokumen
yang telah diserahkan tersebut. Kalau
ternyata dalam penelitian itu masih
ada dokumen-dokumen yang belum
dilengkapi ataupun dokumen-dokumen
yang salah, tentu akan diberi kesempatan
untuk melakukan perbaikan,” ujar
Robiyan.
Menurut dia, syarat calon Lucy masih
ada yang kurang, yaitu surat keterangan
dari pengadilan niaga serta harus segera
melakukan tes kesehatan jasmani dan
rohani di RS DR. Soetomo Surabaya.
“Karena sebelumnya Pak Rasiyo
sudah menjalani tes kesehatan, maka
sekarang tinggal Ibu Lucy yang akan
menjalaninya dalam jangka waktu dekat
di RSUD Dr. Soetomo. Untuk jadwalnya,
akan kami sampaikan ke Liaison Officer
(LO) pasangan calon. Biasanya sih dua
hari,” jelasnya.
Sementara itu, penelitian syarat
pencalonan dan syarat calon akan
dilakukan KPU Surabaya pada 11 hingga
15 September 2015. Hasil tersebut
selanjutnya akan diberitahukan pada
15 atau 16 September 2015, apabila ada
dokumen yang kurang lengkap, maka
kesempatan untuk melakukan perbaikan,
diberikan pada 17 hingga 19 September
2015. Hasil perbaikan tersebut,
berikutnya masih akan diteliti pada 20
hingga 23 September 2015.
“Untuk hari ini, prosesnya sudah
bisa dikatakan selesai. Tetapi kami masih
akan menerima pendaftaran dari parpol
atau gabungan parpol yang lain sampai
tanggal 10 September nanti,” pungkas
dia.
Di Pilkada Kota Surabaya,
sebelumnya sudah ada pasangan calon
yang telah lebih dulu mendaftar, yakni
Tri Rismaharini dan Whisnu Sakti Buana
yang diusung PDI Perjuangan.
(hupmas-media center)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Daerah.indd 51
51
03/12/2015 5:00:35
SUARA DAERAH
KPU SIJUNJUNG
SOSIALISASI LEWAT PANTUN
K
omisi Pemilihan Umum
(KPU) Kabupaten Sijunjung
menggelar acara berpantun
dalam acara sosialisasi
Pemilihan Gubernur dan
Wakil Gubernur Sumatera Barat, serta
Bupati dan Wakil Bupati Sijunjung
2015, di Koman Kacik, Nagari Pematang
Panjang, Kecamatan Sijunjung, Senin
(5/10) malam.
“Pantun bagi orang Minang, secara
batiniah merupakan perwujudan dari
pola berpikir dan merasa, tata aturan
dan kaedah-kaedah kehidupan, tata
perilaku dan kebiasan-kebiasaan,
sehinggga dengan demikian, pantun
52
menjadi media komunikasi yang efektif,
renyah dan cepat ditangkap maknanya
oleh pendengar,” kata Kordinator Divisi
Sosialisasi KPU Kabupaten Sijunjung,
Lindo Karsyah.
Acara dengan format ciloteh lapau
(kedai) dihadiri Ketua KPU Sijunjung,
Taufiqurrahman, Ketua Panwaslu
Kabupaten Sijunjung, Agus Hutrial Tatul,
Kepala Kantor Kesbangpol dan Linmas
Kabupaten Sijunjung, Yunani, Sekrataris
KPU Sijunjung, Irzal Zamzami, tim
sukses Pasangan Calon Bupati dan Wakil
Bupati Sijunjung dan ratusan masyarakat
setempat.
“Keluar rumah tidak berkain panjang,
bagai hidup tidak punya pemangku, apa
arti warga Pematang Panjang, bila tidak
ikut pemilu,” kata Lindo dalam acara
berpantun tersebut.
Lindo mengatakan, kegiatan palanta
demokrasi yang berbasis di kedai warga
tersebut akan dilaksanakan sebanyak
lima kali dalam Pilkada tahun 2015. “Kita
datang ke warga, bukan warga yang kita
undang ke tempat acara yang formal
dan elitis. Kita masuk pada kebiasaan
masyarakat dalam berdiskusi. Cara ini
lebih massif untuk sosialisasi,” tutup
Lindo.
(*)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Daerah.indd 52
03/12/2015 5:00:37
KOMISIONER KPU
JADI GURU PEMILU DI SDN PURWOKERTO LOR
K
omisi Pemilihan
Umum (KPU) Kabupaten Banyumas
mengunjungi SD
Negeri 2 Purwokerto
Lor, Kecamatan Purwokerto
Timur, guna mengisi materi
kepemiluan kepada siswa kelas VI
sekolah tersebut, Jum’at (25/9).
Tim yang dipimpin oleh Ketua
KPU Kabupaten Banyumas
Unggul Warsiadi, bersama
Komisioner Divisi Sosialisasi
dan Pendidikan Pemilih, Imam
Arif Setiadi, Komisioner Divisi
Teknis Penyelenggaraan Pemilu,
Ikhda Aniroh, Kasubag Teknis
dan Hupmas, Kasworo, dan staf
diterima Kepala Sekolah Suharto,
beserta para guru wali kelas VI.
“Walau masih lama untuk
menjadi pemilih dalam pemilu,
siswa SD juga perlu mendapatkan
pengetahuan tentang kepemiluan
dan hendaknya memang
disampaikan sedini mungkin,”
jelas Suharto.
Ada 89 murid dari tiga Kelas
VI yang sudah berkumpul di
kelas didampingi oleh wali kelas
masing-masing. Materi yang
disampaikan seputar sejarah
pemilu, penyelenggara pemilu dan
sekilas tentang Pilkada Bupati dan
Wakil Bupati Banyumas Tahun
2013, serta cara mencalonkan diri
menjadi Presiden RI.
Metode penyampaian materi
dilakukan dengan santai dan
ringan, mengingat penerimanya
adalah para siswa SD. Selain
materi teori ringkas dan tanyajawab, juga diputar video
simulasi pencoblosan di tempat
pemungutan suara (TPS).
“Kami juga pernah
menyampaikan materi tentang
kepemiluan, namun tampaknya
siswa lebih antusias bila yang
menyampaikan adalah praktisinya
langsung,” ujar salah seorng guru,
Sri Wahyuti.
Komisioner Imam mengharapkan kerjasama ini dapat terus
berlanjut karena KPU Kabupaten
Banyumas juga memiliki program
sosialisasi dan pendidikan pemilih
yaitu KPU visit yang salah satu
sasarannya adalah para pemilih
pemula/ siswa SMA/SMK/MAN/
sederajat dan pelajar SD/SMP/
sederajat beserta guru PKn.
“Kami juga siap menerima
kunjungan dari siswa sekolah
yang ingin praktek langsung
mengenai bagaimana dan apa saja
yang dilakukan penyelenggara
pemilu khususnya di TPS serta
pengenalan langsung lembaga
KPU di Kabupaten Banyumas,”
jelas Imam.
(sari/red. FOTO KPU)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Daerah.indd 53
53
03/12/2015 5:00:37
SUARA DAERAH
TIDAK ADA PENGADAAN
KOTAK SUARA DI SULAWESI SELATAN
K
omisioner KPU Sulawesi
Selatan, Khaerul Mannan,
menegaskan tidak ada
anggaran pengadaan bilik dan
kotak suara untuk Pilkada Serentak di 11
kabupaten akhir tahun ini.
“Jadi nanti tetap menggunakan bilik
dan kotak suara yang lama,” ujar Mannan
di Makassar, Jumat (18/9).
Dia mengatakan, ketiadaan
alokasi anggaran pengadaan bilik dan
kotak suara karena material logistik
sebelumnya yang digunakan pada Pemilu
Presiden 2014 itu masih kuat.
Menurut dia, jika ada KPU
Kabupaten yang pemilih serta tempat
pemungutan suaranya (TPS) bertambah,
maka KPU bisa meminta bilik dan kotak
suaranya dari kabupaten tetangga yang
tidak menggelar Pilkada.
“Di Sulawesi Selatan ada 24
kabupaten dan yang melaksanakan
Pilkada tahun ini cuma 11 kabupaten.
Artinya, masih ada 13 kabupaten lain
yang memiliki cadangan yang tidak
digunakan,” katanya.
Sementara itu, Ketua KPUD
Kabupaten Maros, Ali Hasan, yang
dikonfirmasi terpisah, menyatakan, kotak
suara hasil Pemilu Presiden 2004 masih
kuat karena terbuat dari aluminium.
Jumlahnya pun masih cukup.
KPU TANGSEL
GELAR KARNAVAL KAMPANYE PILKADA
K
omisi Pemilihan Umum
(KPU) Kota Tangerang
Selatan (Tangsel) Provinsi
Banten menggelar karnaval
kampanye Pemilihan
Umum Kepala Daerah (Pilkada) serentak
yang diikuti tiga pasangan walikota-wakil
walikota.
“Rute karnaval kampanye dibagi
dua lokasi titik kumpul,” kata Ketua
KPU Kota Tangsel Muhammad Subhan
melalui keterangan tertulis di Tangerang,
Minggu (20/9).
54
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Daerah.indd 54
03/12/2015 5:00:37
Anggota KPU (tengah) Sigit Pamungkas saat menghadiri Kampanye Asik
Tangerang Selatan
Subhan menyebutkan lokasi pertama
diisi calon wakil walikota di Lapangan
Tanah Merah Graha Raya Bintaro
Pondok Aren.
Dari arah Lapangan Tanah Merah
berputar ke Graha Raya keluar Jalan
Alam Sutera-Jalan Raya Serpong berhenti
di Taman Tekno BSD.
Lokasi kedua yang diikuti para calon
walikota titik kumpul di Lapangan
Rempoa Ciputat Timur berjalan menuju
Jalan Raya H Djuanda-Jalan PamulangJalan Pamulang 2-Jalan Ciater keluar di
Pasar Modern BSD selanjutnya ke Jalan
Raya Serpong berhenti di Taman Tekno
BSD.
Ketiga pasangan calon kepala daerah
Kota Tangsel antusias mengikuti acara
arak-arakan yang termasuk tahapan
pelaksanaan pemilukada serentak pada 9
Desember 2015.
Calon Walikota Arsid menumpang
kendaraan terbuka dan wakilnya Elviere
naik mobil “pick up” yang dirancang
seperti kubah masjid.
Pasangan Ikhsan Modjo-Li Claudia
menumpang mobil jenis “offroad”,
sedangkan pasangan Airin Rachmi
Diany-Benyamin Davnie naik truk.
Perjalanan para pasangan calon
walikota-wakil walikota Tangsel itu
sempat tersendat karena para pendukung
menjegat dengan membawa spanduk dan
alat peraga lainnya di tengah jalan.
Subhan menambahkan pelaksanaan
karnaval kampanye tersebut sebagai
bentuk sosialisasi pelaksanaan
pemilukada serentak.
Subhan berharap karnaval kampanye
meningkatkan partisipasi masyarakat
mengikuti pemilukada yang akan digelar
pada 9 Desember 2015.
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Daerah.indd 55
55
03/12/2015 5:00:38
SUARA DAERAH
PEMANTAU PILKADA
DI KARIMUN SEPI PEMINAT
K
etua Divisi Hukum
dan Kampanye Komisi
Pemilihan Umum (KPU)
Kabupaten Karimun, Farur
Razi, mengungkapkan
pemantau pelaksanaan tahapan Pilkada
2015 di Kabupaten Karimun, Provinsi
Kepulauan Riau, sepi peminat, kata.
“Pemantau pilkada sepi peminat.
Sejak dibuka 1 Mei 2015, belum satupun
lembaga yang mendaftar,” kata dia di
Tanjung Balai Karimun, Jumat (9/10).
Farur Razi mengatakan, pemantau
pilkada merupakan salah satu instrumen
yang diatur dalam peraturan perundangundangan pilkada, tugas dan fungsinya
adalah mengawasi pelaksanaan setiap
tahapan pilkada.
Pembentukan pemantau pilkada,
menurut dia, diatur dalam peraturan
perundang-undangan yang tugas dan
fungsinya adalah mengawasi pelaksanaan
setiap tahapan pesta demokrasi.
Dia mengatakan, setiap lembaga yang
independen yang tidak berafiliasi dengan
partai politik bisa menjadi pemantau
pilkada, dengan ketentuan memiliki
badan hukum, kepengurusan dan
56
sekretariat yang jelas.
Lembaga kemasyarakatan yang
memenuhi syarat sebagai pemantau
pilkada, menurut dia akan ditetapkan
melalui surat keputusan (SK) KPU
sehingga dapat dijadikan dasar bagi
mereka untuk melaksanakan tugas-tugas
pemantauan di lapangan.
“Kita tidak membatasi jumlah
pemantau, bisa lebih dari satu lembaga.
Makin banyak yang memantau dan
mengawasi, tentu berdampak positif
bagi kami yang berkeinginan untuk
mewujudkan Pilkada yang demokratis,
jujur, bersih dan adil,” katanya.
Pemantau tentu bisa memberikan
kritikan dan masukan terhadap
pelaksanaan setiap tahapan jika
menyimpang atau tidak sesuai dengan
Undang-undang Pilkada maupun
peraturan KPU pusat.
Peranan pemantau, kata dia lagi,
sangat penting pada hari pemungutan
dan penghitungan suara untuk
menghindari kecurangan atau kesalahan
yang berakibat timbulnya gugatan atau
sengketa pilkada.
“Kami mengimbau masyarakat
untuk proaktif menyukseskan pilkada,
salah satunya dengan menjadi pemantau
yang keberadaannya diakui oleh KPU,”
katanya.
Peranan sebagai pemantau, lanjut
dia, memang bersifat sukarela karena
tidak ada honor, namun demikian,
partisipasi sebagai pemantau adalah
bentuk sumbangsih masyarakat dalam
mengawasi pilkada sebagai instrumen
politik yang sangat menentukan masa
depan daerah.
“Pilkada yang demokratis tentu
melahirkan pemimpin yang dilegitimasi
masyarakat, dan tentunya akan
berpengaruh pula pada kesinambungan
pembangunan daerah,” katanya.
Ia kembali mengajak lembagalembaga independen di Karimun untuk
mendaftar sebagai pemantau karena
batas pendaftarannya masih lama, yaitu
sampai 2 November.
“Kami berharap mendaftar sekarang
karena tahapan pilkada sudah berjalan,
terutama pengadaan logistik dan
kampanye,” kata Farur Razi.
(*)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Daerah.indd 56
03/12/2015 5:00:39
KEBAKARAN KANTOR KPU
TAK TUNDA PILKADA TIMUR TENGAH UTARA
A
nggota Komisi Pemilihan
Umum Provinsi Nusa
Tenggara Timur Yosafat
Koli menegaskan,
kebakaran kantor Komisi
Pemilihan Umum (KPU) tak akan
menunda tahapan pelaksanaan Pilkada
Timor Tengah Utara (TTU).
“Kebakaran Kantor KPU tentu
sangat mengganggu proses Pilkada di
TTU, karena seluruh dokumen hangus
terbakar, tetapi tidak bisa menunda.
Tahapan tetap berjalan,” kata Yosafat di
Kupang, Senin (12/10).
Kantor KPU Timor Tengah Utara
pada Minggu (11/10), sekitar pukul 10.00
WITA terbakar dan menghanguskan
seluruh dokumen pemilu.
Kabupaten TTU adalah salah satu
dari tiga daerah di Indonesia yang sedang
mempersiapkan pelaksanaan Pilkada
dengan calon tunggal.
Menurut dia, KPU telah menggelar
rapat bersama dan langkah pertama yang
akan dilakukan adalah mempersiapkan
gedung sekretariat baru, sambil
mempersiapkan perangkat kerja.
“Hari ini, teman-teman mempersiapkan diri untuk pindah kantor.
Sementara ini memang tidak ada
aktivitas karena tidak ada satupun
dokumen yang tersisa,” katanya.
Koordinasi dengan KPU pusat pun
segera dilakukan untuk membantu
mempersiapkan perangkat aturan, yang
memberi kewenangan kepada KPU
TTU guna mengambil langkah-langkah
darurat.
“Waktu normal untuk mempersiapkan pelaksanaan pilkada enam bulan.
Waktu yang tersisa kurang dari dua
bulan, sehingga perlu ada perubahanperubahan waktu pada beberapa tahapan
dan itu memerlukan payung hukum,”
katanya.
Kantor Komisi Pemilihan Umum Timor Tengah Utara
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Daerah.indd 57
57
03/12/2015 5:00:40
SUARA DAERAH
DEMOKRASI JEPARA
MASIH BISA DISELAMATKAN
P
emilihan Umum (Pemilu)
Legislatif anggota Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR),
Dewan Perwakilan Daerah
(DPD) dan Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) 2014 sudah
lebih dari setahun berlalu. Namun,
diskusi terkait dinamika pesta demokrasi
lima tahunan ini masih tetap menarik.
Sebagaimana yang berkembang dalam
acara Focus Group Discussion (FGD)
yang diselenggarakan Komisi Pemilihan
58
Umum (KPU) Kabupaten Jepara, Rabu
(7/10).
Kegiatan FGD itu diselenggarakan
dalam rangka penyampaian hasil riset
terkait partisipasi masyarakat dalam
pemilu 2014, yang bekerjasama dengan
Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat (LPPM) Universitas Islam
Nahdlotul Ulama (UNISNU) Jepara.
Dalam FGD tersebut hadir tim
peneliti dari LPPM UNISNU Mayadina
Rohma Musfiroh MA, dan Purwo Adi
Wibowo M.Si yang menyampaikan hasil
risetnya. FGD dimoderatori komisioner
KPU Jepara Subchan Zuhri, dan diikuti
sekitar 50 peserta dari berbagai latar
belakang. Mulai dari pengurus partai
poitik, tokoh agama, tokoh masyarakat,
LSM, akademisi, mahasiswa, pelajar,
kelompok disabilitas dan media massa.
Isu yang paling ramai dibicarakan
dalam FGD tersebut adalah maraknya
politik uang yang mewarnai Pemilu
2014. Sebagaimana diungkapkan ketua
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Daerah.indd 58
03/12/2015 5:00:46
Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia
(HNSI) Jepara Sudiyatno, pihaknya
tidak sepakat jika hanya ada sembilan
persen dari responden yang perilaku
memilihnya dipengaruhi politik uang.
“Kalau hanya sembilan persen itu
menurut saya terlalu sedikit. Pemilu 2014
lalu menurut saya banyak yang menerima
amplop (pemberian) menjelang
pemungutan,” paparnya.
Hal berbeda disampaikan ketua
Wanita Persatuan Pembangunan (WPP)
Jepara, Asmiah. Menurutnya, salah satu
faktor minimnya caleg perempuan yang
sukses terpilih menjadi anggota legislatif
karena parpol (red-partai politik)
sendiri masih kurang berpihak pada
caleg perempuan. “Bahkan ada fatwa
yang bagi caleg perempuan sendiri tidak
menguntungkan,” jelasnya.
Sedangkan Nurkholis, fungsionaris
Partai Amanat Nasional menyarankan
agar pendidikan politik terus
ditingkatkan dalam rangka memperbaiki
kualitas demokrasi di Jepara. Dia
bahkan mengibaratkan maraknya
money politic ibarat hujan sehari yang
mampu menghapus panas lima tahun.
“Jadi pengabdian selama lima tahun itu
musnah dengan politik uang yang hanya
sehari menjelang pencoblosan,” jelasnya.
Menanggapi hal tersebut, Mayadina
yang juga aktivis Lakpesdam NU ini
menyampaikan hasil wawancara dengan
responden memang menyebutkan terjadi
praktik politik uang dalam Pemilu 2014
lalu. Namun, menurutnya, dari sejumlah
responden, ternyata politik uang bukan
sesuatu yang paling menentukan pilihan
masyarakat.
“Mereka (red-pemilih) memang
menerima pemberian. Tapi bukan
semata karena pemberian uang itu
pemilih menentukan pilihannya. Hanya
sembilan persen saja yang terpengaruh
pemberian,” paparnya.
Ditambahkan, ada beberapa faktor
yang memengaruhi pilihan masyarakat.
Yakni visi misi dan program caleg yang
menempati urutan priotitas pertama,
kemudian keyakinan terhadap kinerja
yang akan datang terhadap caleg,
serta kemampuan caleg, kinerja caleg
sebelumnya.
Mayadina menyampaikan, pihaknya
optimistis demokrasi di Jepara masih
bisa lebih baik. “Dengan memaksimalkan
pendidikan politik, saya optimistis
demokrasi di Jepara masih bisa
diselamatkan,” pungkasnya.
KPU LUTRA ‘GERILYA’ PEMILIH PEMULA
“Genderang perang” melawan sikap
jumud bin masa bodoh telah ditabuh.
Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Luwu Utara (Lutra) bertekad akan
“memburu” para pemilih, khususnya
di kalangan muda-mudi di manapun
mereka berada. Termasuk bagi yang
masih sementara duduk di bangku
sekolah.
Itulah sebabnya, sejak Rabu
(16/9) Komisioner KPU Lutra Divisi
Sosialisasi dan Pengembangan SDM,
Almunawar mendatangi seluruh
Sekolah Lanjutan Tingkat Atas (SLTA)
yang ada di Lutra. Tujuan kegiatan
ini supaya pemilih pemula yang ada
di Lutra berpartisipasi aktif dalam
pemilihan bupati dan wakil bupati yang
akan digelar secara serentak pada 9
Desember mendatang.
Almunawar mengatakan, memilih
merupakan hak seseorang. Untuk
itu bagi mereka yang belum pernah
memilih hendaknya memang harus
diberikan penjelasan serinci mungkin.
Mulai dari, apa itu pemilu, bagaimana
cara berpartisipasi aktif hingga sampai
dengan sikap pemilih, jika calon yang
dipilih ternyata menang atau justru
sebaliknya. Pasalnya, tidak jarang
orang akhirnya terpaksa bersikap masa
bodoh dalam pemilu karena faktor
ketidaktahuan mereka.
“Banyak orang yang tidak memilih
karena berbagai hal, ada yang karena
calon yang ada dianggap tidak aspiratif, tak sesuai dengan selera dan
sebagainya. Tapi ada juga warga yang
tidak memilih karena mereka tidak
mengerti, apa tujuannya memilih,
di mana mereka harus memilih dan
bagaimana cara memilih. Itulah
sebabnya kami akan melakukan
sosialisasi secara besar-besaran,
terstruktur dan masif ke berbagai
segmen yang ada di daerah ini,”
ungkapnya.
Sementara itu, berdasarkan data
yang ada, sekolah yang telah siap
dan terjadwal untuk menerima
kehadiran KPU Lutra yakni: SMAN
2 Masamba, MAN Masamba, SMAN
2 Sabbang, SMAN 1 Tana Lili, SMK
Tana Lili, SMAN 1 Masamba, SMAN
1 Mappedeceng, SMAN 1 Malangke
Barat, SMAN 3 Baebunta, SMAN 1
Sukamaju, SMAN 2 Sukamaju, SMAN
1 Baebunta, SMAN 1 Sabbang, MAN
Sabbang, SMAN 1 Bonebone, SMKN
Bonebone, SMKN Masamba, SMKN
Sukamaju dan MA Al Falah Bonebone.
(iqbal)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Daerah.indd 59
59
03/12/2015 5:00:51
SUARA BILIK
MEMBUMIKAN PILKADA
LEWAT PROGRAM PALANTA DEMOKRASI
S
ebagai sosok yang pernah
bekerja sebagai jurnalis,
Koordinator Divisi Sosialisasi
Komisi Pemilihan Umum
(KPU) Kabupaten Sijunjung,
Lindo Karsyah mengusung metode
sosialisasi yang membumi. Informasi
pemilihan bupati dan wakil bupati mesti
menyentuh masyarakat di level akar
rumput. Hal ihwal berkaitan dengan
perhelatan demokrasi itu tidak boleh lagi
hanya jadi konsumsi kalangan elit saja.
Komisioner kelahiran tahun 1979
ini mengatakan selama ini kegiatan
sosialisasi acapkali mengandalkan
seminar dengan mengundang
tokoh-tokoh masyarakat. Para tokoh
diprioritaskan sebagai lokomotif
penyebaran informasi pemilu/pilkada
kepada masyarakat. Namun faktanya,
dari pemilu ke pemilu, tokoh yang
diundang, rupanya orangnya itu itu saja.
Sedihnya lagi, menurut Lindo yang
sedang menempuh studi Magister
Ilmu Politik di Universitas Andalas,
penyelenggara dihadapkan pula pada
kecenderungan menurunnya partisipasi
pemilih. Kualitas keikutsertaan pemilih
pada ajang pemilu juga berkurang.
Menipisnya kesukarelaan warga dalam
memberikan hak pilih menjadi tantangan
bagi penyelenggara pemilu untuk
mengkreasi sosialisasi yang membumi.
Berangkat dari realitas itu, anggota
KPU Sijunjung yang telah menulis
tiga buah buku ini, membuat konsep
60 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Bilik.indd 60
03/12/2015 5:07:22
sosialisasi jemput bola. Namanya palanta
demokrasi akar rumput. Konsepnya,
penyelenggara pilkada dan pihak
berkepentingan, yaitu KPU, Panwaslu,
Paslon serta pihak terkait mendatangi
masyarakat di kedai-kedai kopi. Acara
diformat seinformal mungkin.
Menurut bapak tiga anak ini, tidak
ada seremonial. Intinya langsung pada
keingintahuan warga. Apa saja boleh
ditanyakan seputar pemilihan kepala
daerah. Karena hadir lengkap, kemana
arah pertanyaan, pihak ditanya yang akan
menjawab. Acara diadakan pada malam
hari karena pada waktu itu masyarakat
berkumpul. Siang hari bekerja di sawah
dan ladang, malam berdiskusi.
Kata orang, kedai atau lapau
---dalam bahasa Minangkabau--- adalah
tempat kepialangan politik dan tempat
pembahasan tema-tema aktual. Perkara
bangsa atau daerah dikupas habis di
sana. Tentu saja dengan kualitas sudut
pandang dan kadar ilmu mereka masingmasing. Spirit dialektika inilah yang
ditransformasi menjadi acara sosialisasi
pemilu/pilkada dalam konsepsi palanta
demokrasi akar rumput. Palanta adalah
bahasa Minang yang berarti tempat
duduk untuk bersantai-santai. Acara ini
disiarkan langsung oleh seluruh radio.
Selain itu, juga dibuka dialog interaktif
dengan pendengar.
Manfaatnya, jelas Lindo yang
pernah menduduki posisi pemimpin
redaksi koran harian, syiar sosialisasi
tidak hanya terasa pada masyarakat
kedai sekitar, melainkan juga khalayak
Sijunjung yang mendengar radio. Semua
radio menyiarkan acara tersebut secara
bersamaan. Formula sosialisasi dari
darat dan diletuskan juga di udara.
Pada pemilu Legislatif dan Presiden,
terang Lindo, acara palanta juga
diadakan. Banyak respon positif yang
datang dari berbagai kalangan. “Lantaran
itu jua, pada pilkada serentak tahun
2015, metode sosialisasi yang membumi
ini dilanjutkan lagi. Selain itu, ditambah
dengan pola sosialisasi dengan tema
“KPU Sijunjung Goes to Community”.
Acara dibuat dengan cara mendatangi
komunitas-komunitas. Pelaksanaannya
pada siang hari. Mudah-mudahan
dengan pola sosialisasi yang membumi
ini, partisipasi meningkat dan kualitasnya
juga kian membaik,” tutup Lindo. (*)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Bilik.indd 61
61
03/12/2015 5:07:22
SUARA BILIK
Anggota KPU Papua, Sombuk Musa Yosep :
EUFORIA DEMOKRASI
SISAKAN KONFLIK
BERDARAH DI PAPUA
Sebelum menjadi Komisioner KPU Papua, Sombuk Musa Yosep berstatus dosen
di Fakultas Ilmu Pertanian dan Teknologi
Pertanian Universitas Negeri Papua di Manokwari, Papua Barat. Ia mengajar sejak
1988 dan menjadi dosen tetap pada 1990.
Pada tahun 2004, ia sempat melanjutkan
studi Strata-3 di Australian Nasional University, namun tidak selesai karena minim
biaya.
M
asyarakat Provinsi
Papua baru dapat
merasakan demokrasi
setelah era reformasi.
Oleh sebab itu, terjadi
euforia berdemokrasi setelah sekian lama
berada di bawah kungkungan rezim
otoriter Orde Baru. Menurut Anggota
KPU Provinsi Papua Sombuk Musa
Yosep, itulah yang menjadi sumber
dari berbagai konflik yang kerap terjadi
pada pelaksanaan pesta demokrasi di
Papua. “Orang Papua berdemokrasi baru
setelah reformasi. Terjadilah euforia
berdemokrasi. Orang bunuh-bunuhan
untuk jadi bupati ya itu sumbernya
belum ada kedewasaan berdemokrasi,”
ungkap Musa, ditemui usai mengikuti
kegiatan di KPU RI, Jumat (26/6) silam.
Ia mengungkapkan, selaku
penyelenggara, tugas KPU Papua
62
tidak hanya menyelenggarakan pemilu
tapi juga mengelola konflik. Hal itu
mengingat pelaksanaan pilkada-pilkada
sebelumnya yang diwarnai sejumlah
kekerasan. “Pilkada sebelumnya itu
meninggalkan luka-luka konflik yang
cukup banyak memakan korban, ada
lebih 200 orang. Ada rumah dibakar,
ada yang terpaksa meninggalkan
kampungnya sampai saat ini belum
kembali, dan selanjutnya konflik-konflik
yang terjadi di beberapa tempat. Jadi
berdarah-darahlah,” ungkap pria yang
berlatarbelakang pengajar di Universitas
Negeri Papua ini.
Mengantisipasi hal itu, Musa
mengatakan, KPU telah memiliki strategi
khusus, sebagaimana diterapkan pada
Pileg dan Pilpres 2014. Yaitu menjalin
komunikasi dengan stakeholder terkait,
termasuk tokoh-tokoh masyarakat dan
geraja-gereja. “Kita bersyukur Pemilu
2014 tidak ada korban, kita tidak dengar
orang yang istilahnya perang suku
atau apa karena kita bisa meredam itu.
Kuncinya ada pada komunikasi dengan
stakeholder, juga calon-calon bupati
yang rata-rata adalah anak daerah itu
sendiri. Pihak kepolisian juga melakukan
pendekatannya lebih persuasif,” papar
Musa.
Meski demikian, ia mengakui
pengelolaan konflik pada pilkada akan
lebih sulit mengingat begitu dekat
jarak antara calon dengan pemilih.
“Itu istilahnya dog fight, anjing dengan
anjing tabrak kepala di kampung sendiri.
Potensi konflik sebenarnya sangat
besar. Hanya, saat ini masyarakat juga
sudah cukup pintar, bahwa konflik
itu meninggalkan luka, menyebabkan
banyak kerugian,” ungkapnya.
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Bilik.indd 62
03/12/2015 5:07:26
Upaya lainnya ialah menekan potensi
kecurangan. Hal ini dilakukan dengan
perbaikan sisi aplikasi, adiministrasi,
serta pengawasan. Musa berharap
panwaslu bekerja lebih baik, sehingga
ketika ada masalah langsung diselesaikan
di tempat, tidak ditumpuk sampai ke
atas.
Rekapitulasi juga menjadi titik
utama pengawasan. “Ada perubahanperubahan yang sering terjadi. Ada juga
manipulasi surat suara yang dilakukan
dengan jajaran kita di bawah. Demikian
juga pengawas. Pengawas yang mau
pergi melihat kecurangan itu lalu
mengeksposnya, risikonya besar, bisa
dikasari. Di situ dibutuhkan pengamanan
dan dukungan dari stakeholder yang
lain, seperti aparat keamanan, tokoh-
tokoh agama, tokoh-tokoh masyarakat,
kepala-kepala suku, pemda setempat,”
kata Musa.
Musa menyatakan, tantangan
terberat KPU Papua ialah bagaimana
mengawinkan logika umum dengan
logika masyarakat setempat. “Kita harus
menjangkau masyarakat yang secara
politik belum sampai di titik yang kita
maksud sekarang. Misalnya masyarakat
di pedalaman Papua, yang kadangkadang tidak berpikir segaris dengan
kita. Jadi kita harus mengawinkan
logika kita dengan logika mereka.
Misalnya dalam prinsip demokrasi kita
langsung, umum, bebas, dan rahasia.
Tapi masyarakat di gunung yang
Selesai,” papar Musa.
“Berat bagi kita untuk mengatakan
bahwa itu salah. Konstitusi menyatakan
sah. Di situlah letak seninya. Tetap
mempertahankan itu, tapi kita juga
tahu sistem itu mengandung risiko. Bisa
ada manipulasi elit, ada juga semacam
pelecehan budaya karena noken itu
bukan untuk kontestasi politik, kemudian
masih dikatakan keterbelakangan, itu
bisa mematahkan ketika pemerintah
bilang masyarakat terdidik baik, maju,
tidak ada buta huruf, tapi kenapa masih
memakai sistem ini,” imbuhnya.
KPU Papua mengantisipasi potensi
kelemahan sistem noken dengan lebih
menertibkan sisi administrasi. “Misalnya
boleh noken, tapi tetap harus isi C1.
Pengalaman pilkada di Timika, C1-nya
menggunakan sistem noken, kenapa you
pilih pemilu pakai rahasia-rahasia? Ada
apa? Jadi mereka, tidak langsung tidak
umum tidak bebas dan tidak rahasia, tapi
terbuka. Oke dia yang jadi pemimpin.
Sudah kita semua kasih suara ke dia.
kita jemput ketika sudah selesai dibuat.
Satu copy kita bawa ke kantor KPU.
Satu lagi silakan masuk ke kotak atau
ke noken. Karena kita punya satu, kalau
ada macam-macam bisa cek mana yang
berubah,” terang Musa.
Dilema Sistem Noken
Keterangan Foto :
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Bilik.indd 63
63
03/12/2015 5:07:32
SUARA BILIK
Tak Niat Gabung KPU
Sebelum menjadi Komisioner KPU
Papua, Sombuk Musa Yosep berstatus
dosen di Fakultas Ilmu Pertanian dan
Teknologi Pertanian Universitas Negeri
Papua di Manokwari, Papua Barat. Ia
mengajar sejak 1988 dan menjadi dosen
tetap pada 1990. Pada tahun 2004, ia
sempat melanjutkan studi Strata-3 di
Australian Nasional University, namun
tidak selesai karena minim biaya.
“Sebenarnya tidak ada niat ingin
sekian lama, membludak. Lalu saya
juga terlibat di pembuatan otonomi
khusus, meski tidak masuk tim, tapi kita
membuat tink-tank di kampus memberi
masukan-masukan dengan tim yang
bekerja dengan DPR untuk membuat
rumusan itu. Jadilah UU Nomor 21
Tahun 2001.”
“Itu dulu pemahaman politik yang
saya punya. Karena jaman Orde Baru
itu kan tidak ada politik-politik, semua
harus seragam. Jadi euforia reformasi
“Tapi harta uang bicara. Karena kita sadar tingkat
ekonomi kita seperti apa. Tapi kalau diberikan
penyadaran yang baik, misalnya kalau ada main uang,
lihat para bupati ditangkap kiri-kanan, karena biaya
politik tinggi waktu pemilu, bupati terjebak utang
politk waktu pemilu, sehingga mereka mengorbankan
uang untuk pelayanan publik seperti pembangunan
rumah sakit yang bagus, membangun sekolah, jalan
dan macam-macam akibatnya.”
bergabung, hanya ingin tahu apa ini
KPU, karena banyak diberitakan di
koran. Jadi waktu masuk dan terpilih,
saya orang yang paling bingung di KPU
karena saya sebelumnya belum pernah
menjadi penyelenggara pemilu,” cerita
Musa.
Meski demikian, keterlibatannya
di politik dalam ranah advokasi sudah
sejak mahasiswa. Kala itu di kampusnya
aspirasi merdeka begitu kuat. “Gerakan
mahasiswa kampus saya yang pertama
kali menggerakkan Papua Merdeka itu.
Tahun 64 di Manokwari,” ungkapnya.
Gerakan itu bertambah kuat ketika
reformasi 1998. “Karena di kampus
mahasiswa bergerak, kita juga ikut.
Karena bagian dari reformasi. Mulai 1998
di Jakarta gerakannya ke arah ini, kita di
Papua pergerakannya lain.”
Musa bersama para aktivis di
kampusnya mengawal gerakan dengan
membangun rasionalitas pergerakan.
“Kita orang kampus jadi leader memberi
masukan pada masyarakat. Jadinya tanpa
sadar kita terlibat di politik. Karena
persoalan-persoalan di masyarakat
64
yang tiba di Papua itu menjadi kita
berpikir politik.”
“Kemudian ketika bergabung
dengan KPU, maka saya berpikir, oh ini
sebenarnya yang harus kita kerjakan,
mewujudkan reformasi. Di Papua
dibingkai dengan ide yang orang Jakarta
bilang separatisme, tapi kita di Papua
bilang itu nasionalisme. Karena ada
sejarahnya.”
Pada tahun 2004 Musa sempat
terlibat dalam pembuatan Majelis Rakyat
Papua sebagai bagian tim kerja, yang
menyiapkan konsep dan segala macam.
Pada 26 Desember 2004 konsep itu
diserahkan kepada Presiden SBY, saat
itu pula musibah tsunami melanda Aceh.
“Setelah itu kembali ke kampus lagi,
sibuk dengan sekolah dan segala macam,
putus dengan kegiatan politik dalam arti
advokasi,” ungkapnya.
Menjadi Anggota KPU
sebagai Off Campus Duty
Sebagai Anggota KPU Papua yang
berasal dari kalangan akademis, Musa
bertekad membangun kapasitas dan
integritas jajaran KPU. Karena menurutnya, salah satu pelaku yang terlibat
dalam pencetus konflik itu adalah KPU
yang tidak profesional dan berintegritas.
“Dua hal itu yang bagi saya menjadi
misi berada di KPU. Di luar yang lain,
mungkin saya tetap belajar. Jadi memang
saya mengibaratkan KPU ini universitas
baru. Karena itu ketika saya minta
izin pimpinan universitas untuk tidak
mengajar, saya katakan ini off campus
duty. Saya minta ijin untuk mengajar di
luar kampus, yang sama harganya kalau
kita mengajar di kampus. Terbukti kan
di bawahan saya ada kabupaten/kota
yang harus saya didik terus. Saat bimtek
kita didik mereka, kita ajari mereka
cara bermanajemen yang benar dan
seterusnya,” kata Musa menjabarkan.
Musa menambahkan, ia ingin
menyumbang pikiran agar perseteruan
di masyarakat pada bidang politik
tidak melebar ke anarki, tapi menjadi
persaingan sehat untuk menghasilkan
pemimpin yang baik.
Pada 2015, ada 11 Kabupaten di
Papua yang melaksanakan pilkada serentak. Antusiasme masyarakat cukup
tinggi, terlihat pada saat sosialisasi, baik
dengan datang ke tempat pertemuan,
mengumpulkan dukungan kepada calon
perseorangan, maupun dukungan dari
pemda.
Untuk jumlah pemilih rasional
mungkin masih kurang. Namun, Musa
mengatakan, jumlah penduduk yang
masih sedikit menjadikan masyarakat
Papua mengenal satu sama lain. “Orang
sudah tahu ini orang memang jelek, jadi
saat pemilihan mereka tidak memilih
yang bersangkutan.”
“Tapi harta uang bicara. Karena kita
sadar tingkat ekonomi kita seperti apa.
Tapi kalau diberikan penyadaran yang
baik, misalnya kalau ada main uang,
lihat para bupati ditangkap kiri-kanan,
karena biaya politik tinggi waktu pemilu,
bupati terjebak utang politk waktu
pemilu, sehingga mereka mengorbankan
uang untuk pelayanan publik seperti
pembangunan rumah sakit yang bagus,
membangun sekolah, jalan dan macammacam akibatnya,” kata Musa.
(MSWibowo)
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Bilik.indd 64
03/12/2015 5:07:32
SUARA PILKADA
Sigit Joyowardono
DINAMIKA
PENCALONAN PILKADA 2015
Sesuai jadwal tahapan Pemilihan Kepala Daerah Serentak 2015, proses pencalonan berakhir
pada 24 Agustus 2015, dengan bergulirnya tahapan penetapan pasangan calon. Namun akibat
munculnya fenomena calon tunggal di beberapa daerah yang menyelenggarakan pilkada tahun
ini, KPU harus memperpanjang masa pendaftaran di sejumlah daerah tersebut, yakni pada 1-3
September 2015 dan 9-11 September 2015.
66
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
suara pilkada.indd 66
03/12/2015 5:18:06
M
asalah
ternyata
tidak hanya habis
di
situ.
Persoalan
lain yang menyusul
kemudian
dalam
dinamika pencalonan Pilkada 2015
ialah ketidaklengkapan persyaratan
bakal pasangan calon, baik mereka yang
diusung partai politik atau gabungan
maupun dari jalur perseorangan, yang
ditemukan dalam proses verifikasi.
“Ketika ada problem-problem itu,
mereka (bakal pasangan calon) yang
merasa tidak diuntungkan penetapan
itu lari ke panitia pengawas pemilu
(Panwaslu). Ada beberapa daerah tertentu
yang telah ada rekomendasi Panwaslu/
Bawaslu untuk ditindaklanjuti satu sikap
oleh KPU kabu-paten/kota. Misalnya
membatalkan berita acara KPU mengenai
penetapan calon, kemudian menetapkan
pasangan calon,” terang Kepala Biro Teknis
dan Hubungan Partisipasi Masyarakat
KPU, Sigit Joyowardono, Rabu (7/10).
Rekomendasi itu, menurut Sigit,
dipahami berbeda-beda. Ada beberapa
KPU di daerah yang begitu saja
menetapkan bakal pasangan calon atas
dasar keluarnya rekomendasi tersebut.
“Padahal, kalau menurut saya, itu tidak
bisa serta merta ditetapkan sebagai
peserta karena ada beberapa persyaratan
yang mungkin belum terverifikasi atau
belum ditetapkan memenuhi persyaratan
calon karena butuh waktu,” kata Sigit.
Terkait dengan calon perseorangan,
permasalahan yang muncul lebih banyak
pada syarat dukungan penduduk yang
harus dipenuhi sesuai UU Nomor 8
Tahun 2015. Hal tersebut kerap muncul
sebagai bahan yang dilaporkan calon
peserta pilkada kepada Panwaslu.
Problematika lain yang mengapung
ialah berkaitan rekomendasi untuk
bakal pasangan calon yang diusulkan
parpol atau gabungan parpol, khususnya
partai yang bersengketa atau memiliki
kepengurusan ganda, yakni Partai Golkar
dan PPP. “Ada rekomendasi DPP yang
misalnya, perubahan rekomendasinya
pada injury time. Termasuk ada,
rekomendasinya itu, menurut aturan yang
direkomendasikan satu paket pasangan
calon. Bukan terhadap satu calon saja,”
papar Sigit.
“Kemarin juga soal masalah ijazah,
seperti soal tanggal lahir yang berbeda.
Kemudian, syarat-syarat calon yang jadi
problem, juga soal pidana,” imbuhnya.
Mengenai soal status pidana calon
peserta Pilkada 2015, Sigit Joyowardono
menerangkan, itu tergantung sejauhmana
KPU provinsi/kabupaten/kota memahami
keputusan Kemenkumham mengenai
penjatuhan pidana. “Ini juga kadang
dipahami agak berbeda, entah oleh
peserta ataupun KPU.”
Calon Tunggal Pascaputusan MK
Terlepas dari itu semua, penetapan
pasangan calon selesai pada 24 Agustus
2015. Dari 9 provinsi dan 260 kabupaten/
kota yang akan menggelar Pilkada
Serentak tahun ini, terdapat tiga daerah
yang hanya ada satu bakal pasangan
calon mendaftar, yakni Kabupaten
Tasikmalaya, Blitar dan Kota Surabaya.
Susuai Peraturan KPU dan mengacu pada
UU Nomor 8 Tahun 2015, pilkada di tiga
daerah tersebut ditunda sampai 2017.
Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi
mengeluarkan Putusan MK Nomor 100
Tahun 2015 yang menyatakan daerah
dengan satu pasangan calon harus tetap
dilibatkan dalam pilkada. Meski tidak
menyebut harus diikutsertakan pada
tahun berapa, KPU menangkap Putusan
MK itu dengan melibatkan meraka pada
Pilkada Serentak 2015. Tentu dengan
beberapa kontruksi perubahan, di
antaranya pada aspek penyelenggara,
sarana yang digunakan dalam rangka
untuk menentukan pilihan yaitu desain
surat suara yang berbeda dengan desain
pada umumnya, serta perubahan jadwal.
“KPU kabupaten/kota bersangkutan
mengubah jadwalnya untuk sampai ke
tanggal 9 Desember 2015,” jelas Sigit.
Oleh karena itu, pada 7 Oktober 2015,
KPU menggelar simulasi mengenai desain
surat suara untuk pilkada yang hanya
diikuti oleh satu pasangan calon. Tentang
seperti apa desain yang dapat dipahami,
sehingga memudahkan masyarakat untuk
memilih. “Bahwa pemilihan dengan satu
calon itu besok misalnya yang saya pilih
apanya. Cara memilihnya penandaannya
seperti apa,” terang Sigit.
KPU menafsirkan Putusan MK Nomor
“KPU
menangkap
Putusan MK
itu dengan
melibatkan
meraka
pada Pilkada
Serentak 2015.
Tentu dengan
beberapa
kontruksi
perubahan”
100 itu dengan tetap mengikutsertakan
tiga daerah tersebut dengan beberapa
pertimbangan. Di antaranya masih
memungkinkan
waktu
menggelar
berbagai tahapan untuk sampai pada
hari pemungutan suara 9 Desember
2015, termasuk yang paling utama ialah
persiapan logistik.
Pertimbangan lain ialah ketika
menghentikan tahapan Pilkada 2015,
akibat hanya ada satu bakal pasangan
calon mendaftar, tiga daerah tersebut
belum menetapkan pasangan calon. “Ya
kita laksanakan itu, karena tiga daerah
itu belum menetapkan pasangan calon.
Kecuali sudah, dan tidak ada yang lolos
verifikasi, maka ya ditunda 2017,” papar
Sigit.
“Dari sisi waktu masih cukup. Ketiga
daerah itu etapenya berbeda-beda (ketika
menghentingkan
tahapan
pilkada).
Ukuran dinyatakan berhenti itu ketika
KPU Kab/Kota tersebut menerbitkan
keputusan mengenai penundaan. Ada
yang penundaannya 4 September, ada
yang 13 Agustus itu sudah dihentikan.
Ketika mau akan dilanjutkan kembali,
mereka akan memulai dari tahapan yang
terakhir sudah dijalankan,” kata Sigit.
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
suara pilkada.indd 67
67
03/12/2015 5:18:06
SUARA PILKADA
“Seseorang dinyatakan golput itu apabila tidak datang di TPS dan tidak memberikan hak pilihnya
pada hari pemilihan. Itu pun belum tentu sebenarnya yang bersangkutan golput. Hanya karena
mungkin karena kendala alam, atau punya kepentingan yang tidak bisa ditinggalkan. Jadi kalau
seperti itu, kita tidak ada urusan antara golput atau tidak golput. Jadi tidak dihitung. Karena
bagaimana mungkin menghitung orang yang golput, orang tidak datang ke TPS,”
Penghitungan Suara
Pilkada Calon Tunggal
Berkaitan dengan kampanye dan
sosialisasi pada pilkada dengan calon
tunggal ialah sejauh mana pemilih
memberikan pilihan terahadap pasangan
calon tunggal tersebut. “Makanya desain
suarat suara pasti beda dengan pilkada
normal. Kemudian penentuan suara sah
dan tidak sah juga agak sedikit berbeda.
Kalau penghitungan suara mungkin sama,
menghitung yang setuju dan tidak setuju.”
Pertanyaan yang mengemuka di
publik, bagaimana menyikapi orang
yang tidak memilih alias golput. Sigit
menegaskan bahwa suara yang dihitung
adalah suara pemilih yang menggunakan
haknya.
“Seseorang
dinyatakan
golput
itu apabila tidak datang di TPS dan
tidak memberikan hak pilihnya pada
hari pemilihan. Itu pun belum tentu
sebenarnya yang bersangkutan golput.
Hanya karena mungkin karena kendala
alam, atau punya kepentingan yang tidak
bisa ditinggalkan. Jadi kalau seperti itu,
kita tidak ada urusan antara golput atau
tidak golput. Jadi tidak dihitung. Karena
bagaimana mungkin menghitung orang
yang golput, orang tidak datang ke TPS,”
paparnya.
Ia mengingatkan kepada seluruh
jajaran penyelenggara pemilu, masih ada
tantangan lain terkait dengan masalah
pencalonan ini, yaitu daerah-daerah yang
hanya memiliki dua pasangan calon dan
memiliki potensi menjadi calon tunggal.
Sigit mengatakan potensi tersebut
terdapat di sekitar 48 daerah. Beberapa
faktor yang menyebabkannya salah
satunya terkait aturan harus mundur bagi
PNS, TNI, BUMD, BUMN, termasuk
DPR dan DPRD yang mencalonkan diri
pilkada. “Kalau DPR melalui UU itu harus
memberitahukan secara tertulis bahwa
yang bersangkutan akan dicalonkan,
selesai.
Sementara persayaratannya, ketika
harus mundur itu mundurnya kapan?
Ketika mundur itu ya ketika belum ada
hasil. Supaya kita tahu bahwa orang ini
ingin menempuh jalur politik melalui
pilkada atau tetap sebagai PNS, anggota
dewan atau pegawai BUMN.
Lebih lanjut, ia menerangkan, untuk
mengecek lebih jelas informasi seputar
calon dalam Pilkada 2015 dapat langsung
melihat Sitap KPU, yang bisa diakses
secara online dan umum. “Dia dari partai
apa, dicalonkan oleh partai atau gabungan
partai apa, dan seterusnya, lengkap di
situ,” pungkasnya.
68 Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
suara pilkada.indd 68
03/12/2015 5:18:06
Pemilu On Twitter
AYO, SAMPAIKAN PENDAPATMU MENGENAI PELAKSANAAN
PILKADA LANGSUNG DAN SERENTAK 2015 DENGAN HASTAGE
#PILKADA
Mention yang menarik dan sifatnya membangun tentang pilkada
langsung dan serentak akan dimuat dirubrik Pemilu On Twitter.
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Pemilu On Twitter.indd 69
69
03/12/2015 5:31:47
KPU MENJAWAB
Tanya ?
Yth. Bpk/Ibu pengurus KPU,
Mohon informasinya, untuk jadwal kampanye Pilkada 2015, untuk datanya bisa saya lihat di mana ya?
Terima kasih.
Dari: Siti Mariam
melalui email ke [email protected]
Jawab
Yth. Ibu Siti Mariam
Untuk jadwal kampanye pilkada dapat diunduh di situs resmi KPU RI www.kpu.go.id terkait Peraturan KPU no.2 tahun
2015 tentang tahapan dan jadwal pilkada. Namun untuk jadwal kampanye pasangan calon dapat menghubungi KPUD
setempat yang menyelenggarakan pilkada.
Terima kasih,
Tanya ?
Salam Sejahtera
saya Inggrit Ifani, peneliti dari Setara Institut.
Kepada Komisi Pemilihan Umum, untuk sekedar mendapatkan data valid kami ingin memastikan berapa jumlah kabupaten dan kota yang akan ikut pemilu serentak di Indonesia?
Terima kasih atas perhatiannya
Dari: Inggrit Irfani
dikirim melalui email ke [email protected].
Jawab
Yth. Sdri. Inggrit
Terlampir flyer pilkada serentak yang lengkap tertulis provinsi dan kab/kota yang mengikuti pilkada serentak. Silahkan
dicek. Untuk info update seputar pilkada ke email : [email protected] atau web resmi di kpu.go.id dan line telepon
021-31902579.
Terima kasih,
Tanya ?
Selamat pagi
Sebelumnya mohon izin memperkenalkan diri terlebih dahulu, saya Budi Prasetyo, dari Humas KPK.
Melalui email ini kami bermaksud untuk mengundang Ketua Komisi Pemilihan Umum, Bpk. Husni Kamil Malik,
sebagai narasumber dalam wawancara Kanal KPK TV. Kanal KPK TV adalah salah satu media komunikasi Biro
Humas KPK melalui saluran televisi streaming.
Mengingat kesibukan Bapak, kegiatan ini direncanakan berlangsung di Kantor KPU. Untuk koordinasi jadwal
pelaksanaan dapat melalui email ini atau Sdri. Ayu Nurdiyani (Hp. 0818 289 009).
Demikian permohonan ini disampaikan, atas perhatiannya diucapkan terima kasih.
Dari: Budprast
dikirim melalui email ke [email protected]
Jawab
Selamat pagi
Mohon mengirimkan surat dan undangan resmi untuk Ketua KPU RI sebagai narsum dalam wawancara di Kanal KPK TV.
Terima kasih.
Admin
AYO, BERSUARA DALAM DEMOKRASI
Rubrik “KPU Menjawab” disediakan untuk menampung segala bentuk pertanyaan tentang perkembangan demokrasi di Indonesia. Mohon disertai foto penulis dan biodata lengkap.
Tulisan ditujukan ke email : [email protected].
Diutamakan materi pertanyaan yang berkaitan dengan pelayanan KPU di berbagai daerah
70
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
KPU Menjawab.indd 70
17/11/2015 6:39:29
SERBA SERBI
MENEMUKAN KEBAHAGIAAN
dalam Kesedihan
dan Sebaliknya
Ditulis oleh: Sahruni Hasna Ramadhan
Joy: “Oh, it’s that time in the twisty tree, remember?
The hockey team showed up and Mom and Dad were
there cheering. Look at her, having fun and laughing.
It’s my favorite.”
(Oh, itu adalah momen saat (Riley) berada di
atas pohon, ingat? Tim hockey muncul dan ayah
serta ibu berada di sana untuk bersorak (memberi
semangat). Lihatlah dia, sangat gembira dan tertawa.
Itu (momen) favorit saya.)
Sadness: “It Was The Day The Prairie Dogs Lost
The Big Playoff Game. Riley Missed The Winning Shot.
She Felt Awful. She Wanted To Quit. Sorry, I Went Sad
Again, Didn’t I?”
(Itu adalah hari di mana The Prairie Dogs kalah
dalam babak kualifikasi utama. Riley gagal mencetak
angka kemenangan. Dia sangat terpukul. Dia ingin
berhenti (bermain hockey). Maaf, saya merasa sedih
lagi, ya?)
Apakah kita pernah merasakan fluktuasi perasaan
emosi? Pernahkah kita membayangkan bagaimana
sistem emosi itu bekerja di dalam kepala? Atau
pernahkah merasa ingin tahu kenapa tiba-tiba kita
merasa sangat bahagia, lalu beberapa saat kemudian
berubah menjadi begitu sedih?
Sepertinya, rumah produksi film Pixar ingin
mencoba menjawab pertanyaan tersebut melalui
Inside Out. Sebuah film animasi yang bercerita
tentang seorang anak perempuan berusia 11 tahun
bernama Riley yang memiliki sejumlah emosi
berbeda di dalam kepalanya. Dalam pikiran Riley,
terdapat 5 wujud emosi yaitu Joy (bahagia) yang
disuarakan oleh Amy Poehler, Fear (takut) oleh Bill
Hader, Anger (marah) oleh Lewis Black, Disgust
72
(jijik) oleh Mindy Kaling dan Sadness (sedih) oleh
Phyllis Smith.
Ke-5 wujud emosi tersebut tinggal di sebuah
tempat yang disebut dengan headquartes (markas
besar), yaitu pada pusat kendali pikiran Riley yang
membimbingnya dalam menjalani kehidupan
dan kegiatan sehari-hari. Keadaan pun menjadi
berubah ketika Riley harus pindah ke kota San
Fransisco untuk ikut bersama ayahnya.
Headquartes menjadi kacau saat Riley berusaha
beradaptasi dengan kehidupan di kota tersebut.
Sementara Joy berusaha dan tetap untuk optimis,
emosi lainnya berseteru tentang cara terbaik
untuk Riley dalam menghadapi kehidupan kota
besar, lingkungan baru di sekolah dan rumah serta
kesibukan orangtuanya yang semakin tinggi.
Konflik internal di alam pikiran Riley
terjadi ketika Joy yang selama ini mendominasi
kehidupan Riley sejak kecil berusaha meyakinkan
bahwa Riley akan baik-baik saja dalam beradaptasi
di lingkungan tempat tinggalnya yang baru.
Joy dengan keahliannya menciptakan atmosfer
positif selalu mencegah Sadness untuk melakukan
tugasnya melampiaskan rasa sedih yang timbul
akibat rasa kehilangan dan kerinduan Riley kepada
lingkungan dan teman-temannya di Minessota.
Kerja keras Joy membuat sistem kerja emosi
Riley berantakan karena di satu sisi Riley berusaha
untuk berpikiran positif, namun di sisi lain dia
bingung dan tidak dapat mengekspresikan rasa
sedihnya. Konflik tersebut berujung dengan
| Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU
serba serbi.indd 72
03/12/2015 5:45:09
terlemparnya Joy dan Sadness dari
headquarter yang efeknya membuat
mereka hilang dari pusat kendali emosi
dan perasaan Riley, yang tertinggal
hanya kemarahan, kekecewaandan rasa
khawatir, mengakibatkan kepribadian
Riley yang selalu ceria berubah menjadi
seorang gadis yang “mati rasa” dan
penuh kemarahan.
Sebagai salah seorang sutradara film
animasi kondang, karya-karya Peter
Docter selalu sarat dengan pesan moral
yang positif bagi penontonnya, sebut
saja film Monster Inc. (2001), Wall-E
(2008) dan Up (2009). Hasil karyanya
selalu menjadi box office. Dalam
Inside Out Peter menggambarkan
bagaimana sistem kerja otak mengelola
emosi secara imajinatif dan simbolik.
Otak digambarkan sebagai ruang
penyimpanan yang sangat luas, dan
headquarter menjadi ruang kendali
utama pengontrol emosi. Headquarter
terletak di sebuah menara yang
sangat tinggi dan terhubung dengan
sekumpulan pulau kepribadian atau
islands of personality. Di dalam ruang
kendali utama ini juga terdapat sebuah
tempat untuk menyimpan core memory,
yaitu beberapa ingatan Riley yang paling
membahagiakan selama hidup.
Simbol
warna
ditampilkan
mewakili masing-masing emosi, warna
kuning keemasan mewakili Joy, biru
menunjukkan Sadness, ungu untuk
Fear, merah untuk Anger dan hijau
untuk Disgust. Setiap kenangan yang
mewakili masing-masing emosi akan
disimpan dalam sebuah bola kaca anti
pecah berwarna sesuai simbol setiap
emosi.
Ada juga sebuah area yang sangat
luas di dalam pikiran Riley berisi
jutaan Kristal kenangan yang tersusun
rapih pada rak-rak raksasa menjulang
tinggi. Area tersebut bernama long
term memory area. Dan yang paling
menakutkan adalah sebuah jurang yang
sangat dalam dan gelap tempat semua
kenangan memudar, baik secara sengaja
maupun tidak disengaja.
Perjuangan Joy dan Sadness untuk
kembali ke markas besar digambarkan
sangat berat, berliku-liku, dan penuh
tantangan. Mungkin seberat itulah
pergolakan batin manusia ketika
menghadapi persoalan emosional
dalam hidup. Meski bukan film yang
pertama dengan mengusung konsep
emosi dan alam bawah sadar, namun
setidaknya Inside Out bisa masuk dalam
jajaran film animasi terbaik, yang layak
ditonton bersama keluarga.
Pesan moral yang paling menonjol dari
film ini adalah:
1. Sekuat apapun manusia berusaha
bersikap positif dan berpurapura bahagia dalam menghadapi
konflik-konflik perasaan, mereka
tidak boleh mengabaikan rasa
sedih akibat kekecewaan dan
ketidakpuasan.
2. Mengekspresikan rasa sedih dengan
cara yang proporsional dengan
dukungan
orang-orang
yang
peduli justru akan menyelamatkan
kepribadian seorang manusia
dan
pada
akhirnya
dapat
menjadikannya pribadi yang lebih
baik dan kuat.
Sutradara :
Pete Docter, Ronaldo Del
Carmen
Penulis :
Pete Docter, Ronaldo Del
Carmen
Pengisi Suara :
Amy Poehler, Phyllis Smith,
Richard Kind, Bill Hader,
Lewis Black, Mindy Kaling
Genre :
Animation, Adventure,
Comedy, Family
Produksi :
Pixar Animation Studios,
Walt Disney Pictures, 2015
Durasi :
94 menit
IMDB Rating :
8.5/10
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU | 73
serba serbi.indd 73
03/12/2015 5:45:14
SUARA
SERBA SERBI
SELEBRITI
Ferry Salim
PILKADA HARUS MUNCULKAN
PEMIMPIN KREATIF
Inna Kamarie
PILIH JAZZ
B
SEBAGAI
JALAN
HIDUP
agi Inna Kamarie, jazz bukan lagi sekadar aliran
musik tapi sudah menjadi jalan hidup. Jazz
adalah musik yang membebaskan dirinya untuk
bereksplorasi dan menjadi tempat berproses untuk
menemukan jatidiri, karakter, dan juga kepribadian.
“Thats Jazz. Jazz talk about freedom, jazz talk about
attitude. This is my attitude. Cara berpakaian, cara berbicara,
cara berjalan, di panggung maupun turun dari panggung, saya
tetaplah Inna Kamarie,” ungkap perempuan dengan nama
lengkap Carolina Agustine Kamarie ini, ditemui di sela-sela
acara Jazz Bus Tour 2015 di Gandaria City, (12/9).
Lebih lanjut, istri dari Beben Jazz ini mengatakan, bermusik
jazz berarti hidup dengan pilihan. “Hidup kita cuma sekali.
Terus apakah saya harus mengikuti apa yang orang ikuti, atau
saya bertanya pada diri, lalu memilih apa yang harus saya pilih
dalam hidup?” ujar mantan personel Dewi-Dewi tersebut.
Inna menyatakan pada intinya adalah cinta. “Saya memilih
jazz karena cinta, lalu saya memperjuangkan cinta dengan
segala konsekwensi, kemudian hidup di jazz dan saya sejahtera
di jazz, Alhamdulillah.”
Perempuan yang lahir di Jakarta, 16 Agustus 1986 ini,
mengawali karir bermusik sejak usia 16 tahun. Saat itu ia
berkolaborasi dengan pengusaha Setiawan Jordi membawakan
musik puisi. Perkenalan dengan jazz terjadi dua tahun
berikutnya, melalui Beben Quarted dan bernaung di Komunitas
Jazz Kemayoran. Dari situ ia mulai belajar tentang jazz attitude,
jazz performance, dan segala hal tentang jazz.
Aur hidup kemudian membawanya bergabung dengan
Dewi-Dewi, sebuah grup vokal yang dibentuk oleh Ahmad
Dhani. “Hidup adalah perjalanan. Belum waktunya bagi saya
waktu itu untuk memilih jalan hidup. Belum tahu apa itu hidup.
Saya mencoba industri dengan grup Dewi-Dewi. Lalu saya
merasa sudah cukup untuk tahu dunia seperti ini,” kata Inna.
Setelah memutuskan keluar dari Dewi-Dewi pada 2008,
nama Inna sempat tak terdengar di hingar-bingar dunia musik.
Ia kemudian menikah dengan Beben Jazz. Pada 2012 ia kembali
bermusik pada genre pop jazz. Baru pada 2013 ia benar-benar
memutuskan jazz sebagai pilihannya.
(MS Wibowo)
74
A
ktor senior Ferry Salim menaruh harapan yang besar
pada Pilkada 2015 yang akan digelar serentak 9 Desember mendatang, dapat terselenggara dengan baik,
sukses dan jurdil, serta menghasilkan para pemimpin
yang mampu memajukan daerahnya masing-masing.
Menurutnya, adanya otonomi daerah menjadi keuntungan bagi
tiap kepala daerah untuk dapat membuat kebijakan positif yang
berbeda dari daerah lain. Dengan itu, daerah tersebut bisa menjadi
barometer bagi daerah lain.
“Karena itu, sebenarnya di daerah-daerah itu dibutuhkan
orang-orang yang kreatif. Pemimpin yang berani membuat
kebijakan yang berbeda dari daerah lain. Kalau hanya kebijakan
yang itu-itu juga artinya dia hanya mengikuti, pengikut bukan
pemimpin. Dia harus punya terobosan baru dan berani,” kata Ferry
kepada Suara KPU melalui sambungan telepon, Senin (19/10).
Ia yakin, KPU selaku penyelenggara dapat menggelar pilkada
dengan aman, baik, dan lancar. Hal ini berkaca dari kesuksesan
penyelenggaraan Pemilu 2014, khususnya Pemilihan Presiden dan
Wakil Presiden (Pilpres).
“KPU bisa menyelenggarakan Pilpres 2014 dengan sangat
lancar sekali, padahal eskalasinya luar biasa banget. Demikian juga
dengan penyelenggaraan Pilkada 2015, saya yakin itu,” ungkap
Ferry.
“Hanya mungkin untuk mengakomodir dari para calon
pemimpin daerah itu tidak mudah, karena juga berurusan dengan
partai politik,” imbuh pria kelahiran Palembang, 8 Januari 1967
tersebut.
Ia ingin KPU tetap menjaga netralitas dan mengedepankan
transparansi. “KPU harus tetap menjaga independensi dan tidak
bisa diintervensi. Artinya semua keputusannya harus mutlak. Pemimpin KPU juga dibutuhkan seorang yang berani, kalau A ya A, B
ya B. Yang paling penting benar dan bisa menyelenggarakan pemilu
dengan jujur dan adil, kemudian transparansi hasil hitungan dan
lain-lain. Saya pikir KPU tidak perlu terpengaruh dengan hitungan
hasil survei dan lain-lain,” papar Ferry.
| Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU
suara seleb.indd 74
03/12/2015 6:34:19
#TinjuMusuhAlam
AKSI KEPRIHATINAN
BENCANA ASAP
B
encana kabut asap akibat kebakaran hutan di
sejumlah wilayah di Indonesia seperti Sumatera
dan Kalimantan mengundang keprihatinan banyak
pihak. Tak terkecuali dari kalangan artis dan
seniman.
Bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Wahana
Lingkungan Hidup (Walhi), mereka menggelar aksi damai
bertajuk #TinjuMusuhAlam, Jumat (9/10). Aksi yang
berlangsung di kawasan Bundaran Patung Kuda, Jalan M.H.
Thamrin, Jakarta ini merupakan bentuk belasungkawa atas
bencana kabut asap.
Salah satu artis yang terlibat dalam kegiatan aksi tersebut
adalah Melanie Subono. Mengenakan kaos warna pink dan
memakai masker, Melanie bersama sejumlah artis lainnya
berpencar membagikan selebaran kertas berisi seruan kepada
masyarakat untuk melawan bencana kabut asap.
Melanie mengatakan, tujuan aksi yang ia dan temantemannya lakukan ialah sebuah langkah penyadaran kepada
masyarakat akan kebakaran hutan yang terjadi di Riau dan
beberapa wilayah di Kalimantan. Menurutnya, kejadian ini
bukanlah bencana alam tapi akibat ulah tangan manusiamanusia yang tidak bertanggungjawab.
Ia juga mengatakan, sebenarnya pemerintah sudah
mengetahui siapa pelaku pembuat bencana yang telah menelan
korban dan menimbulkan banyak kerugian tersebut.
Oleh karena itu, ia berharap pemerintah berani menindak
dengan tegas perusahaan yang dia duga sebagai dalang
kebakaran.
“Ini bukan bencana ekologis, ini jelas buatan manusia.
Sebenarnya pemerintah sudah tahu siapa dalangnya, hanya saja
apakah mereka berani tangkap?” ujar Melanie.
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
suara seleb.indd 75
75
03/12/2015 6:34:19
SUARA PUSTAKA
PEMILU
dari Kacamata
Ensiklopedia
Judul : International Encyclopedia of Elections
Cetakan Pertama : Tahun 2000
Editor : Richard Rose
Penerbit : CQ Press, Washington DC
Jumlah Halaman : 392
S
aat ini terminologi pemilu bukanlah suatu hal
yang asing di seluruh penjuru dunia. Di negara
yang masih menganut sistem pemerintahan
monarki sekalipun, pengetahuan tentang pemilu
sebagai instrumen transisi kekuasaan damai melalui suara
rakyat sudah dapat dipelajari melalui literatur, arsip dan
dokumentasi di sekolah, perpustakaan hingga kutipan
berita di media cetak, elektronik maupun online.
International Encyclopedia of Elections adalah salah
satunya. Buku ini merupakan seri ensiklopedia pertama
yang mengupas keberagaman penyelenggaraan pemilu di
berbagai negara. Sesuai dengan judulnya, ensiklopedia
yang disusun Richard Rose ini sarat dengan artikelartikel pakar dan akademisi yang sengaja dihimpun
untuk memberikan gambaran dinamika penyelenggaraan
pemilu di berbagai negara, mulai dari Alaska di belahan
bumi utara hingga Australia di selatan, termasuk
Afrika Selatan salah satu negara yang terdepan dalam
menegakkan demokrasi di benua Afrika.
Richard Rose, akademisi dari universitas Strathclyde
di Glasgow Skotlandia, bertindak selaku kepala editor
yang menghimpun 147 artikel kepemiluan dari 70 pakar
dan akademisi dari berbagai universitas di dunia. Topiktopik berkisar dari “Absentee Voting” atau pelayanan
pemungutan suara bagi mereka yang tidak dapat
mendatangi TPS hingga “Women: Representation and
Electoral System” atau keterwakilan wanita dalam sistem
kepemiluan, karena lazimnya dalam tatanan demokrasi,
wanita memiliki kesetaraan seperti halnya kaum pria.
Melusuri dinamika penyelenggaraan pemilu melalui
himpunan artikel-artikel Internasional Encyclopedia
akan memperkaya wawasan Anda yang tertarik dengan
kepemiluan, sebagaimana buku ini telah memberikan
manfaat bagi para pelajar, pustakawan, politisi hingga
76
wartawan yang tengah melakukan kajian terhadap
penyelenggaraan pemilu mulai dari cikal bakal pemilu
yang digagas para filusuf Yunani di Athena dua milenium
yang lalu.
Abad ke-19, gerakan mempertanyakan kepemimpinan
tradisional dan agama kemudian menjadi tonggak awal
bergulirnya wacana tatanan kekuasaan atas kedaulatan
rakyat di Eropa. Perkembangannya pun tak lepas dari
perang dunia pertama dan kedua, yang mempengaruhi
transisi kekuasaan dari monarki dan gereja, kepada
diktator perang dunia kedua dalam hal ini Jerman dan
sekutunya, hingga kembali ke tangan rakyat melalui
sistem perwakilan di parlemen.
Dinamika pemilu kemudian semakin berkembang,
mulai dari diakuinya hak suara wanita untuk ikut
memilih pada tahun 1918, pemilu yang terbuka dan
bebas di Jerman pascaruntuhnya tembok berlin 1986,
hingga pemilu 1994 Afrika Selatan yang mengakhiri
diskriminasi bagi warga kulit hitam untuk ikut berkiprah
dalam tatanan pemerintahan. Ensiklopedia ini juga
menampilkan evolusi penyelenggaraan pemilu masa
kini dengan ditandainya pemungutan suara secara online
seperti yang dikupas Michael Maley dalam artikel
bertajuk Proxy Voting di Australia.
Kendati belum banyak mengangkat pemilu di
negara-negara Asia sebagai studi kasus, ensiklopedia
ini setidaknya cukup menjelaskan betapa beragamnya
tata cara penyelenggaraan pemilu di berbagai negara,
ditinjau dari latar belakang sejarah, aspek geografis dan
latar belakang budaya. Paling tidak informasi yang tersaji
di dalamnya dapat menjadi inspirasi munculnya kajiankaiian baru tentang penyelenggaraan pemilu di tanah air,
sekaligus memperkaya memperkaya literatur kepemiluan
di Indonesia.
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
suara pustaka.indd 76
03/12/2015 6:19:37
SUARA PUBLIK
E-VOTING
UNTUK PEMILU DI INDONESIA?
Oleh:
Ikhsan
Darmawan
Penulis adalan
penulis buku
“Memahami
E-voting”
dan
Dosen
Departemen
Ilmu Politik UI
S
ejak ditunjuk menjadi Menteri Dalam
Negeri (Mendagri) pada tahun 2014 lalu
oleh Presiden Joko Widodo, sudah berulang
kali Tjahjo Kumolo mengutarakan wacana
penerapan electronic voting (e-voting) dalam
pemilu di Indonesia yang akan datang. Sejauh yang
penulis telusuri, setidaknya sudah tiga kali Mendagri
menyampaikan hal itu, yaitu saat memberikan sambutan
dalam penandatanganan kerjasama dengan perbankan di
Kemendagri 7 Juli, saat meresmikan Program Studi Ilmu
Politik Universitas Kristen Indonesia 27 Agustus, dan saat
Pembukaan Dialog Nasional di BPPT 8 September lalu.
Sikap Mendagri Tjahjo bertolak belakang 180 derajat
jika dibandingkan dengan Mendagri sebelumnya, yaitu
Gamawan Fauzi. Gamawan “konsisten” hingga akhir
masa jabatannya bersikap bahwa masyarakat Indonesia
belum siap dengan e-voting (2010). Bahkan, pada
tahun 2014, sebelum beliau menyelesaikan amanahnya,
Gamawan hanya mengatakan bahwa kesiapan Pilkada
e-voting diserahkan kepada masing-masing daerah.
Dari kedua sikap yang berbeda itu dapat ditarik
kesimpulan bahwa sebuah kebijakan itu sangat
tergantung pada sejauh mana keberpihakan pemerintah
saat itu terhadap sebuah rencana kebijakan. Itu yang
disebut dengan istilah political will. Bisa saja hari ini
sebuah pemerintahan mengatakan tidak atau menolak
pada suatu hal, namun di kemudian hari pemerintahan
setelahnya mengatakan iya atau mendukung.
Harus berhati-hati
Meskipun di satu sisi, ada pertanda positif karena
pemerintah sepertinya serius ingin menerapkan e-voting
dalam pemilu yang akan datang, namun penulis sebagai
peneliti yang sudah lebih dari setengah abad menggeluti
e-voting, menyatakan bahwa pemerintah seharusnya
hati-hati dengan e-voting ini. Pasalnya, jangan sampai
pemerintah kemudian “gegabah” dan tanpa kajian dan
persiapan yang matang lalu terkena euphoria ingin segera
menggelar pemilu dengan e-voting ini.
Ada banyak catatan penulis terkait hal itu. Pertama,
e-voting adalah barang yang tidak bisa dikerjakan dengan
terburu-buru. Pemerintah lewat Mendagri sepertinya
menyederhanakan implementasi e-voting dengan merujuk
kepada kesiapan pascapenerapan e-KTP. Padahal, ada
langkah panjang yang harus ditempuh pemerintah,
seperti membuat keputusan politik yang diterima
semua pihak, melakukan kajian model mana yang akan
dipakai, melakukan uji coba dan mengevaluasinya, baru
kemudian yakin sepenuhnya ingin menerapkan. Untuk
itu, maka pemerintah seharusnya memiliki blue print
rencana jangka panjang penerapan e-voting. Cetak biru
itu yang akan jadi pegangan semua stakeholders yang
berkenaan dengan e-voting.
Kedua, meluruskan motivasi penerapan e-voting.
E-voting itu pada dasarnya hanya metode saja yang
ditujukan untuk membuat pemilu lebih baik. Ukuran
lebih baik dapat berupa lebih murah, lebih cepat,
lebih akuntabel dan lain-lain. Yang patut disayangkan
pemerintah tidak berpijak dari kajian terlebih dahulu
apa masalah dalam pemilu manual yang bisa diatasi
ketika menerapkan e-voting nanti. Hal ini penting untuk
membentuk kepercayaan dari semua pihak, dari mulai
politisi sampai masyarakat sebagai pemilih terhadap
e-voting.
Ketiga, penerapan e-voting untuk tingkat nasional
sangat berbeda dengan pemilu tingkat di bawahnya.
Pemerintah harus sadar bahwa selama ini e-voting
baru dipakai di tingkat pilkades di empat daerah, yaitu
Kabupaten Jembrana, Kabupaten Boyolali, Kabupaten
Musi Rawas, dan Kabupaten Empat Lawang. Sampai
saat ini, penulis sudah pernah meneliti di tiga dari empat
daerah di atas, kecuali Kabupaten Empat Lawang. Dari
pengamatan dan hasil wawancara penulis plus penelitian
di Filipina, dapat ditarik kesimpulan bahwa e-voting
dalam pilkades berbeda dengan e-voting untuk pilkada,
apalagi pemilu nasional. Pemilu nasional memiliki
tingkat kerumitan dan kompleksitas paling tinggi.
Apalagi, jika dikaitkan dengan rencana jangka panjang
membuat pilkada dan pemilu nasional bersifat serentak.
Faktor biaya e-voting yang tadinya dikira murah bisa-bisa
akan disimpulkan berbeda kalau dengan model serentak.
Keempat, pilihan model teknologi atau mesin e-voting
adalah penting. Sebelumnya, sempat tersiar kabar bahwa
Mendagri berencana ingin menggunakan model mesin
EVM milik India. Alasannya yaitu biayanya lebih murah
dibandingkan model yang lain dan India dengan jumlah
penduduk yang banyak, seperti halnya Indonesia, bisa
melaksanakannnya dengan baik.
Yang patut diperhatikan adalah model India sering
dikritik karena tidak memiliki kertas audit alias paper
trail. Paper trail amat penting untuk meningkatkan
kepercayaan dari pemilih, parpol dan calon yang ikut
dalam pemilu. Jika Mendagri ingin memakai model
India, seharusnya masalah ini dikaji dengan mendalam.
Ditambah lagi, alat EVM punya India juga dibuat oleh
BUMN di India yang juga pembelian alatnya disubsidi
oleh pemerintah sehingga ujungnya bertemu angka
yang seolah-olah EVM India itu murah. Selain itu, kasus
di India agak “khas” karena di India KPU-nya sangat
ditakuti oleh partai politik sehingga terbentuk semacam
“kepercayaan” kepada EVM, pemilu India, dan KPU-nya.
Apapun pilihan model mesin e-voting, kapan
dilaksanakan, dengan ruang lingkup pemilu mana yang
diputuskan nanti, penulis hanya ingin mengatakan
bahwa pemerintah haruslah memperhatikan setidaknya
keempat catatan singkat di atas. Jika tidak, maka justru
kita akan menjadi salah dalam langkah memperbaiki
pemilu di Indonesia menjadi lebih baik lagi.
Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU |
Suara Publik.indd 77
77
03/12/2015 6:20:30
REFLEKSI
PILKADA DAN MENTALITAS
MENCARI CELAH
Oleh :
Gebril Daulai
Tenaga Ahli KPU RI
S
alah satu penyakit sosial yang
masih menjangkiti bangsa kita
adalah mentalitas mencari celah
atau loophole seeking mentality.
Penyakit sosial ini telah lama
dikenal di dunia hukum dan politik. Istilah
loophole seeking mentality merujuk pada
sikap yang enggan menaati aturan. Karakter
loopholes dicirikan dengan upaya mencari
celah aturan yang mengikat dirinya sebagai
warga Negara. Lawan dari loophole adalah
taat asas. Suatu bentuk komitmen bertindak
berdasarkan aspek legalitas. Berupaya
menjalankan secara sungguh-sungguh
aturan yang telah ditetapkan. Percaya
bahwa setiap aturan itu dibuat untuk asas
kemanfaatan dan keadilan.
Sejatinya sikap taat asas menjadi pondasi
kita (penyelenggara dan peserta, red) dalam
mengelola dan mengikuti setiap tahapan
pemilihan (pileg, pilpres dan pilkada, red).
Sedapat mungkin kita menjauhkan sikap
mencari celah atas kelemahan-kelemahan
regulasi pilkada yang memang lahir dari
situasi yang tidak normal akibat dinamika
politik di DPR akhir tahun 2014 lalu dalam
memaknai frasa dipilih secara demokratis
dalam UUD 1945 untuk pemilihan kepala
daerah dan wakil kepala daerah.
Sikap mental mencari celah baik
oleh penyelenggara maupun peserta
jelas bertentangan dengan upaya kita
mempercepat terwujudnya demokrasi yang
mapan di aras lokal. Sebab demokrasi yang
mapan hanya dapat dibangun jika semua
masyarakat di sebuah Negara termasuk
elit pemerintahan dan tokoh politiknya
tunduk pada aturan hukum, bukannya
mencari cari celah untuk menghindari dan
mengangkangi substansi aturan yang telah
menjadi kesepakatan bersama.
Belakangan ada gejala yang kurang sehat
di kalangan politisi kita dalam menghadapi
kontestasi pilkada serentak 2015. Ketatnya
aturan kampanye tentang alat peraga
kampanye, bahan kampanye serta iklan
di media massa cetak dan elektronik
mendorong mereka untuk mencari celah
dan wilayah abu-abu atau gray area dalam
pengaturan kampanye. Mereka merasa
ruang kampanye yang diberikan oleh
Undang Undang Pilkada belum cukup
untuk menjangkau para pemilih.
Memang aturan kampanye pilkada
2015 berbeda dengan pilkada sebelumnya.
Para kandidat tak lagi diberi ruang untuk
memproduksi dan memasang sendiri alat
peraga kampanye. Semuanya telah difasilitasi
oleh penyelenggara pemilu dalam jumlah
yang terbatas. Begitu pula bahan kampanye
diproduksi oleh penyelenggara dan disebar
oleh peserta pada saat kampanye terbatas
dan kampanye tatap muka. Masih ada ruang
untuk memproduksi bahan kampanye di
luar yang difasilitasi oleh penyelenggara
tetapi dengan pengaturan yang ekstra ketat.
Pembatasan-pembatasan
itu
sudah barang tentu punya makna.
Regulasi tersebut dibuat atas evaluasi
penyelenggaraan kampanye pada pilkada
tahun-tahun sebelumnya, di mana para
kandidat jor-joran menggunakan segala
bentuk sumberdaya yang dimilikinya untuk
memenangi kontestasi, termasuk dalam
aktivitas kampanye. Kontestasinya menjadi
tidak sehat dan seimbang ketika ada
kandidat yang berkantong tebal, sementara
kandidat lain bermodal cekak. Kontestasi
yang terjadi cenderung bertumpu pada
kekuatan finansial bukan pada kekuatan
gagasan untuk membangun daerah.
Nah, pembatasan tersebut lahir untuk
menegakkan salah satu prinsip pemilihan
yang mendasar yakni adil.
Di saat kandidat harus merebut hati
rakyat dengan program yang logis dan
realistis justru masih ada kandidat yang
berupaya mencari celah atas aturanaturan kampanye yang dirumuskan oleh
penyelenggara pemilu. Masih ada yang
bertanya apakah melakukan branding mobil
dengan foto-foto kandidat itu boleh atau
dilarang, memasang alat peraga di poskoposko pemenangan itu boleh atau dilarang,
apakah advertorial kandidat yang didesain
dalam bentuk pemberitaan boleh atau
tidak dan sederet pertanyaan remeh temeh
lainnya.
Bahkan ada yang secara vulgar bertanya
kepada penyelenggara kira-kira apa lagi
celah yang bisa digunakan untuk menyiasati
ketatnya aturan kampanye. Sekiranya gayung
bersambut tentu akan terbangun kolaborasi
antara kandidat bermental loophole seeking
dengan penyelenggara yang secara teoritik
paling memahami aturan dan mengetahui
keterbatasan aturan itu. Pertemuan peserta
dan penyelenggara pilkada yang sama-sama
memiliki mentalitas loophole akan merusak
demokrasi kita yang tengah bersemi.
Karena itu, peserta dan penyelenggara
sebagai aktor penting dalam penyelenggara
pilkada sejatinya senantiasa melakukan
refleksi identitas diri. Refleksi dalam rangka
melihat kembali pengalaman yang telah
dijalani dalam mengelola pilkada langsung
sejak 2004 untuk pilpres dan 2005 untuk
pilkada agar dapat menarik lesson learn
bagi diri sendiri dan organisasi. Selanjutnya
melakukan proyeksi untuk menumbuhkan
dan merawat mentalitas taat asas sekaligus
mereduksi mentalitas loophole seeking.
(*)
78 | Edisi September - Oktober 2015 | SUARA KPU
refleksi.indd 78
03/12/2015 6:21:44
Download