BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori Dalam suatu pekerjaan konstruksi, tanah mendapat posisi yang sangat penting. Kebanyakan masalah tanah dalam bidang keteknikan adalah tanah lempung yang merupakan tanah ekspansif. Tanah ekspansif ini didefinisikan sebagai kumpulan dari partikel mineral yang mempunyai tingkat sensitifitas tinggi terhadap perubahan kadar air sehingga perilaku tanah sangat tergantung pada komposisi mineral, unsur kimia, teksture dan partikel, serta pengaruh lingkungan sekitarnya. Stabilisasi tanah adalah suatu cara yang digunakan untuk mengubah atau memperbaiki sifat tanah dasar sehingga diharapkan tanah dasar tersebut mutunya dapat lebih baik. Hal tersebut dimaksudkan juga untuk dapat meningkatkan kemampuan daya dukung tanah dasar terhadap konstruksi yang akan dibangun diatasnya. Penyebab utama dari kembang susut tanah lempung adalah terciptanya penambahan dan pengurangan kadar air yang berlebihan karena rongga pori dalam tanah yang merapat atau merenggang sesuai dengan prosentase kadar air yang terkandung di dalamnya. Sehingga fluktuasi kadar air agar tidak terjadi perbedaan yang sangat tinggi pada tanah dasar perlu di pertahankan, hal itu adalah salah satu cara dari penanggulangan kerusakan jalan yang diakibatkan oleh tanah ekspansif. 2.2 Tanah Ekspansif Tanah ekspansif, dalam definisi yang sederhana, adalah tanah atau batuan yang mempunyai kemampuan untuk mengembang dan menyusut (shrink- swell phenomena) akibat perubahan kondisi airnya. Jika terjadi pembebanan di atas tanah dengan jenis http://digilib.mercubuana.ac.id/ II - 1 Bab II Tinjauan Pustaka seperti ini, misalnya oleh suatu konstruksi ringan dan jalan raya, maka akan dapat menimbulkan banyak kerugian. Volume tanah yang mengembang saat basah dan menyusut dalam kondisi kering akan mengakibatkan bangunan cepat rusak, baik oleh pergeseran, pendorongan maupun penaikan konstruksi bangunan (Wahyudi, 2005). Menurut Chen (1975), cara-cara yang biasa digunakan untukmengidentifikasi tanah ekspansif dapat dilakukan dengan tiga cara, yaitu: 1. Identifikasi Mineralogi Analisa mineralogy sangat berguna untuk mengidentifikasi potensi kembang susut tanah lempung. Identifikasi dilakukan dengan cara: Difraksi Sinar X (X-Ray Diffiracton). Penyerapan terbilas (Dye Absorbsion). Penurunan Panas (Differensial Thermal Analysis). Analisa Kimia (Chemical Analysis). Electron Microscope Resolution. 2. Cara tidak langsung (single index method) Hasil uji sejumlah indeks dasar tanah dapat digunakan untuk evaluasi berpotensi ekspansif atau tidak pada suatu. contoh tanah. Uji indeks dasar adalah uji batas-batas Atterberg, linear shrinkage test (uji susut linier), uji mengembang bebas, dan uji kandungan koloid. - Atterberg Limit Holtz dan Gibbs (1956) sebagaimana yang dikutip Chen (1975), secara empiris menunjukkan hubungan nilai potensial mengembang dengan indeks plastisitas dari basil uji Atterberg. Besaran indeks plastis dapat digunakan sebagai indikasi awal bahwa swelling pada tanah lempung yang telah dipadatkan pada kadar air optimum II - 2 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka metode AASTHO, setelah contoh direndam dengan 1 psi. Chen (1975) berpendapat bahwa potensi mengembang tanah ekspansif sangat erat hubungannya dengan indeks plastisitas sehingga Chen membuat klasifikasi potensi pengembangan pada tanah lempung berdasarkan indeks plastisitas, seperti yang tercantum dalam Tabel.di bawah ini. Tabel 2 1 Hubungan potensial mengembang dengan indeks plastis (Chen, 1975) Potensi Mengembang Indeks Plastis Rendah 0 - 15 Sedang 10 - 35 Tinggi 20 - 55 Sangat Tinggi 35 < - Linear Shrinkage Altmeyer (1955) sebagaimana dikutip Chen (1975), membuat acuan mengenai hubungan derajat mengembang tanah lempung dengan nilai persentase susut linear dan persentase batas susut Atterberg, seperti yang tercantum dalam Tabel dibawah ini. Tabel 2 2 Klasifikasi potensi mengembang didasarkan pada Atteberg Limit Batas Susut Atterberg Susut linear % % < 10 >8 Kritis 10 - 12 5–8 Sedang >12 0–8 Tidak kritis Derajat Mengembang II - 3 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka - Free Swell Uji Free Swell diperkenalkan oleh Holtz (1956) sebagaimana dikutip oleh Chen (1975), yaitu dengan cara memasukkan tanah lempung kering yang telah diketahui volumenya kemudian dimasukkan ke dalam gelas ukur yang diisi air tanpa pembebanan. Pengamatan dilakukan setelah lempung mengendap. Perbedaan tinggi air atau volume awal pengamatan dengan akhir pengamatan menunjukkan perubahan volume material tanah. Persentase free swell adalah perbandingan perubahan volume tanah dengan volume tanah awal pengamatan. - Coloid Content Coloid Content merupakan salah satu indikator mengembang tanah lempung ekspansif Seed et al (2003) melakukan serangkaian eksperimen dari sejumlah jenis tanah lempung, diperoleh hubungan potensial mengembang dengan kandungan koloid yang ada, pada mineral lempung seperti yang terlihat pada Gambar. Oleh Seed et al (2003) dari grafik hubungan potensial mengembang dan persentase kandungan koloid dibuat hubungan dalam bentuk analisis sebagai berikut: S = k.Cx Keterangan: S: Potensi mengembang C: Persentase butiran lempung (<0,002mm) x: Eksponensial yang tergantung dari jenis lempung k: Konstanta atau koefisien yang menunjukkan jenis lempung II - 4 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka Gambar 2.12 hubungan antara persentase mengembang dengan persentase butiran lempung pada sejumlah tanah lempung yang diambil pada kondisi kepadatan kering maksimum standar AASTHO dan dibawah tekanan 1 psi. Gambar 2 1 Hubungan potensi mengembang dengan kadar lempung (Seed, Woodward dan Lundberg, 1962) - Metode Klasifikasi (Metode USBR) Holtz dan Gibbs (1956) sebagaimana dikutip oleh Chen (1975), mengembangkan metode USBR berdasarkan penelitian terhadap sejumlah nilai indeks tanah secara simultan. II - 5 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2 3 Kriteria identifikasi tanah lempung ekspansif USBR (Holtz dan Gibbs, 1959) Colloid Indeks Batas Persentase plastisitas susut pengembangan % % % % > 28 > 35 < 11 > 30 Sangat tinggi 20 – 13 25 – 41 7 - 11 20 – 30 Tinggi 13 – 23 15 – 28 10 - 16 10 – 30 Sedang < 15 <18 >15 < 10 Rendah Content (<0,001mm) Derajat pengembangan - Activity Method Skemton (1953), mendefinisikan sebuah parameter yang disebut aktivitas dalam rumus sebagai berikut: Activity Method Skemton (1953), mendefinisikan sebuah parameter yang disebut aktivitas dalam rumus sebagai berikut: Activity (A) : PI/C -10 Keterangan: PI: Indeks plastisitas C: Persentase lempung lolos saringan 0,002mm Dari rumus tersebut Skemton membuat kategori tanah dalam tiga golongan, yaitu: A<0,75 : tidak aktif 0,75<A<1,25 : normal A>1,25 : aktif II - 6 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka 3. Cara langsung. Metode pengukuran terbaik adalah dengan pengukuran langsung yaitu suatu cara untuk menentukan potensi pengembangan dan tekanan pengembangan dari tanah ekspansif dengan menggunakan Oedometer Terzaghi. Contoh tanah yang berbentuk silinder tipis diletakkan dalam konsolidometer yang dilapisi dengan lapisan pori pada sisi atas dan bawahnya yang selanjutnya diberi beban sesuai dengan beban yang diinginkan. Besarnya pengembangan contoh tanah dibaca beberapa saat setelah tanah dibasahi dengan air. Besarnya pengembangan adalah pengembangan tanah dibagi dengan tebal awal contoh tanah. Adapun cara pengukuran tekanan pengembangan ada dua, cara yang umum digunakan. Cara pertama, pengukuran dengan beban tetap sehingga mencapai persentase mengembang tertinggi kemudian contoh tanah diberi tekanan untuk kembali ketebal semula. Cara kedua, contoh tanah direndam dalam air dengan mempertahankan volume atau mencegah tejadinya pengembangan dengan cara menambah beban diatasnya setiap saat. Metode ini sering juga disebut constan volume method. 2.3 Terbentuknya tanah ekspansif Batuan asal pembentuk tanah ekspansif menurut Donaldson (1969) dapat diklasifikasikan ke dalam dua kelas, yaitu : a) Batuan beku Pada tanah ekspansif yang berasal dari batuan beku ini adalah mineral feldspar dan pyroxene, kemudian terurai secara kimia ke dalam bentuk montmorillonite dan mineral sekunder lainnya dalam bentuk tanah ekspansif. II - 7 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka b) Batuan Sedimen Batuan Sedimen ini telah mengandung mineral montmorillonite sejak awalnya kemudian terurai secara fisik membentuk tanah ekspansif. Secara umum mineral lempung terbentuk melalui proses pelapukan yang komplek dari material asal seperti feldspar, mika, atau batu kapur (limestone). Proses pelapukan ini termasuk diantaranya proses disintegrasi, oksidasi, hidrasi, dan leaching. Khusus pembentukan montmorillonite sering diasosiasikan dengan proses disintegrasi yang ekstrim, hidrasi yang kuat serta sedikit atau tanpa leaching. Dengan demikian mineral montmorillonite dapat terbentuk dalam kondisi leaching terbatas, yang artinya sistem daerah pembentukan tidak terdrainase dengan baik, sehingga kation magnesium, calcium, sodium dan besi dapat terakumulasi dalam sistem. 2.4 Mineralogi Tanah Lempung Ekspansif Terbentuknya mineral lempung Keller (1964) menyatakan bahwa mineral lempung terbentuk melalui peristiwa sebagai berikut : a. Proses kristalisasi dari suatu larutan b. Peristiwa pelapukan dari mineral silikat dan batuan c. Penyusunan kembali mineral - mineral dan peristiwa pertukaran ion d. Perubahan mineral dan batuan karena proses hidrotermal e. Proses pembuatan di laboratorium Sumber utama dari mineral lempung adalah pelapukan kimiawi dari batuan yang mengandung feldspar otoklas, feldspar plagioklas dan mika (muskovit), yang semuanya dapat disebut sebagai silikat alumunium kompleks. II - 8 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka Menurut Grim (1968) berpendapat bahwa mineral lempung dapat terbentuk dari hampir setiap batuan selama terdapat cukup banyak alkali dan alkali tanah untuk dapat membuat terjadinya reaksi kimia. Pelapukan pada batuan menghasilkan sejumlah besar mineral lempung dengan sifat daya gaung (affinity) yang sama terhadap air, tetapi dengan jumlah yang sangat berbeda Jenis-Jenis mineral Lempung Menurut Das (1985) berpendapat bahwa mineral tanah adalah silikat yang komplek. Mineral lempung adalah silikat kompleks dari alumunium, magnesium dan besi. Unit silica tetrahidra terdiri dari 4 atom oksigen yang mengelilingi 1 atom silicon, yang kombinasinya membentuk lembaran silica. Sedangkan Alumunium Oktahedra terdiri dari 6 atom hidroksil yang mengelilingi 1 buah atom alumunium. Kominasi beberapa oktahedra membentuk lembaran gibsit (gibbsite) atau lembaran brusit (brucite) jika atom utamanya adalah magnesium Sebenarnya ada beberapa contoh mineral lempung yang berperan dalam terjadinya peritiwa pergerakan pada lempung diantaranya adalah kaolinite, illite, montmorillonite, hallosyte, chlorite, vermiculite, anhydrite dan attapulgite (Gromko, 1974). Untuk mineral tanah lempung dapat dibagi menjadi 3 kelompok struktur mineral tanah antara lain : 1. Kaolnite Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan satu lembar silica tetrahedra dengan satu lembar aluminium oktahedra, dengan satuan susunan setebal 7,2 Ao(1 angstrom (Ao) = 10-10m). Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian hingga ujung dari lembaran silika dan satu lapisan lembaran oktahedra membentuk suatu lapisan tunggal. Dalam kombinasi II - 9 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka lembaran silika dan aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen. Kedua lembaran terikat bersama-sama, sedemikian hingga ujung dari lembaran silika dan satu lapisan lembaran oktahedra membentuk suatu lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran silika aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen. Pada keadaan tertentu, partikel kaolinite mungkin lebih dari 100 tumpukan yang sukar dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk diantara lempengan (air dapat menimbulkan kembang susut pada sel satuannya). Karena pada pada satu lapis kaolnit terdiri dari 2 lembaran (silica dan gibsite) yang bergantian, maka kaolnit ini sering disebut juga mineral lempung dengan perbandingan 1:1 (satuan dasar 1:1). Ikatan Antar lapisan- lapisan tersebut berupa ikatan hydrogen dengan gaya bervalensi rendah (Craig, 1987) 2. Montmorillonite Montmorillonite, disebut juga smectite, adalah mineral yang dibentuk oleh dua lembar silika ( atas dan bawah) dan satu lembar alumunium (gibbsite) (terletak diantara lembar silica). Dengan struktur seperti ini montmorillonite disebut juga struktur 2:1. Lembaran oktahedra terletak diantara dua lembar silika dengan ujung tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk satu lapisan aluminium oleh magsenium. Karena adanya gaya ikatan Van der Waals yang lemah diantara ujung lembaran silika dan terdapat kekuatan muatan negatif dalam lembaran oktahedra, air dan ion-ion (exchangeable ion) yang berpindah-pindah dapat masuk dan memisahkan lapisannya, jadi kristal montmorillonite sangat kecil namun dalam waktu tertentu mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air sehingga tanah yang mengandung montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air. Tekanan pengembangan yang dihasilkan dapat merusak struktur ringan ataupun infrastruktur lainnya II - 10 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka 3. Illite Illite ditemukan pertama kali di Illinois oleh Prof. R.E Grimm dari Universitas Illnois. Illite merupakan unsur tanah lempung yang penting, yang biasanya disebut juga dengan lempung mika karena diturunkan dari muscovite (Mika) dan biotite (biotit). Unsur ini juga mempunyai perbandingan 2:1 seperti montmorillonite dan terdiri dari lapisan octahedral gibsite yang terletak diantara lapisan silica. Hanya saja perbedaan mineral lempung Illite dengan montmorillonite menurut Das (1985) terletak pada ikatan antar lapisannya. Untuk mineral Illite, Ikatan antar lapisannya bukan berupa air (seperti pada mineral montmorillonite), tetapi berupa ion Potassium (Ion Kalium). Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran aluminium oktahedra yang terikat diantara dua lembaran silika tetrahedra. Dalam lembaran oktahedra, terdapat subsitusi parsial aluminium oleh magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi silikon oleh aluminium. Lembaran-lembaran terikat bersama-sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium (K+). Susunan illite tidak mudah mengembang oleh air diantara lembaran-lembarannya. Illite adalah suatu unit tiga lapis yang sangat stabil, yang terdiri dari unit - unit dasar pada mineral montmorillonite serta terikat oleh gaya bervalensi sekunder dan ion-ion potassium. Disini selalu terdapat cukup banyak (kira-kira 20%) subtitusi isomorfis dari alumunium bagi lapisan silicon oleh lapis silica dari illite, yang berfungsi sebagai muatan negatif untuk penyeimbang ion Potassium. Sedangkan pengertian Subtitusi Isomorfis (Isomorphouse Subtitution) adalah subtitusi suatu elemen pada elemen lain tanpa mengubah bentuk struktur kristalnya (dalam hal ini antara alumunium dan silica II - 11 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka pada lapisan tetrahedral). Mineral tersebut tidak mengembang oleh masuknya air diantara mineral lempug sebagaimana pada monmorillonite. 2.5 Stabilisasi Tanah Ada beberapa metode stabilisasi tanah yang biasanya digunakan dalam upaya untuk memperbaiki mutu tanah dasar yang kurang baik mutunya. Metode tersebut antara lain yaitu stabilisasi mekanik. Stabilisasi mekanik ini dimaksudkan untuk mendapatkan tanah yang bergradasi baik (well graded) sehingga tanah dasar tersebut dapat memenuhi spesifikasi yang telah ditentukan. Stabilisasi dengan cara mekanik ini biasanya dilakukan dengan cara mencampur berbagai jenis tanah, namun yang perlu diingat adalah tanah yang diambil untuk campuran haruslah yang lokasinya berdekatan sehingga ekonomis. Gradasi dari campuran tanah tersebut harus sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan. Sedangkan metode stabilisasi tanah yang biasa juga digunakan adalah stabilisasi kimiawi. Stabilisasi kimiawi ini dilakukan dengan cara menambahkan stabilizing agents pada tanah dasar yang akan ditingkatkan mutunya. Stabilizing agents ini antara lain adalah portland cement (PC), lime, bitumen, fly ash dan lain-lain. Stabilisasi tanah dapat juga dilakukan dengan beberapa cara pemadatan atau pemampatan di lapangan, perbaikan dengan cara perkuatan yaitu dengan pemasangan bahan lain pada lapisan tanah (seperti geotekstil), perbaikan permukaan tanah dengan menggunakan drainase, pencampuran lapisan dalam dan dengan cara penurunan air tanah yaitu dilakukan dengan cara menurunkan air tanah dengan pemompaan. Berdasarkan sistem klasifikasi dapat dibedakan adanya jenis tanah berbutir halus yang disebut lempung. Lempung ini diklasifikasikan dengan tanah yang semua butirannya mempunyai ukuran 2 mikron. Tanah lempung tersebut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa jenis tergantung pada komposisi serta mineral pembentuk butirannya. ditinjau dari mineral pembentuk II - 12 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka butirannya lempung dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu lempung non ekspansif dan lempung ekspansif. Lempung non ekspansif yaitu lempung yang butirannya terbentuk dari mineral non ekspansif. Sedangkan lempung ekspansif adalah lempung yang butirannya. terbentuk oleh mineral ekspansif. Untuk tanah yang termasuk ke dalam jenis tanah ekspansif beberapa cara stabilisasi yang dapat dipergunakan antara lain adalah: 1. Removal dan Replacetienf Metode ini dilakukan dengan cara mencampur tanah ekspansif dengan tanah non ekspansif, diharapkan dengan mencampur kedua jenis tanah ini dapat memperbaiki sifat dari tanah ekspansif. Tinggi dari timbunan tanah non ekspansif harus tepat agar didapat kekuatan yang diinginkan. Tidak ada petunjuk yang tepat berapa tinggi timbunan tanah tersebut tetapi Chen (1988) merekomondasikan antara 1 m sampai dengan 1,3 m. Keuntungan dari metode ini adalah : Tanah non ekspansif yang dicampurkan mempunyai sifat density yang lebih besar dan daya dukung besar sehingga dapat memperbaiki tanah ekspansif yang mempunyai nilai density yang rendah. Biaya dari metode ini lebih ekonomis dari metode stabilisasi tanah ekspansif lainnya, karena metode ini tidak membutuhkan peralatan konstruksi yang mahal. Kerugian dari metode ini adalah : Ketebalan dari tanah ekspansif yang telah dicampur dengan tanah non ekspansif akan menjadi lebih tebal sehingga memungkinkan tidak sesuai dengan ketebalan yang telah ditentukan. II - 13 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka 2. Remolding dan Compaction Swelling potential dari tanah ekspansif dapat diperbaiki dengan cara merubah nilai density tanah tersebut (Holtz, 1959). Metode ini menunjukkan bahwa pemadatan pada nilai density yang rendah dan pada kadar air dibawah kadar optimum yang terlihat pada test Standart Proctor dapat mengakibatkan lebih sedikit swelling potential dari pada pemadatan pada nilai density, yang tinggi dan kadar air yang lebih rendah. 3. Chemical Admixtures a. Stabilisasi tanah dengan kapur Stabilisasi tanah dengan kapur telah banyak digunakan pada proyek - proyek jalan di banyak negara. Untuk hasil optimum kapur yang digunakan biasanya antara 3% sampai dengan 7%. Thomson (1968) menemukan bahwa dengan kadar kapur antara 5% sampai dengan 7% akan menghasilkan kekuatan yang lebih besar daripada kadar kapur 3%. b. Stabilisasi tanah dengan semen Hasil yang didapat dengan stabilisasi tanah dengan semen hampirsama dengan stabiisasi tanah dengan kapur. Menurut Chen (1988) dengan menambahkan semen pada tanah akan dapat meningkatkan shrinkage limit dan shear strength. c. Stabilisasi tanah dengan fly ash Fly ash dapat juga dipergunakan sebagai stabilizing agents karena apabila dicampur dengan tanah akan terjadi reaksi pozzolonic, Pada tanah lunak kapur yang akan dicampur fly ash dengan perbandingan 1 banding 2. terbukti dapat meningkatkan daya dukung tanah (Woods et.al., 1960). d. Stabilisasi Tanah dengan Pasir II - 14 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka Penggunaan pasir sebagai bahan stabilisasi tanah merupakan hal yang biasa di Indonesia. Untuk itu perlu dilakukan penelitian sampai sejauh mana pasir bisa digunakan untuk tanah yang mengandung berbagai mineral yang berbeda. Kemampuan pasir sebagai bahan stabilisasi yaitu: - Menurunkan indeks plasitsitas (PI) - Mengurangi tegangan air permukaan Stabilisasi tanah dengan pasir akan memberikan hasil yang baik apabila setelah tanah dicampur dengan pasir, dilakukan pemeraman sebelum dipadatkan. Dengan adanya masa pemeraman ini, campuran tanah dan pasir akan mejadi homogen, dan bahan-bahan yang terdapat dalam pasir mempunyai kesempatan untuk dapat bereaksi dengan tanah. Pengaruh Pasir pada Sifat Tanah Apabila dilakukan pencampuran pasir dengan tanah maka hal-hal yang akan terjadi adalah sebagai berikut: - Pemakaian bahan stabilisasi pasir dapat meningkatkan batas plastis, dan menurunkan batas cair, sehingga nilai indeks plastisitas menurun - Pengaruh variasi campuran pasir terhadap kekuatan geser tanah adalah meningkatkan sudut geser dalam dan menurunkan nilai kohesi - Pengaruh bahan stabilisasi terhadap koefisien pemampatan adalah meningkatkan nilai koefisien ini sehingga tanah mengalami kecepatan pemampatan yang besar II - 15 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka 2.6 Penelitian Sebelumya yang Menggunakan Bahan Campuran Sama 2.6.1 Hasil Uji Dalam percobaan ini, untuk mendapatkan data-data yang diperlukan maka dilakukan pengujian-pengujian seperti dibawah ini, semua pengujian menurut standard ASTM : 1. Pengujian Kadar Air (Moisture Content/Water Content) 2. Pengujian Berat Jenis (Specific Grafity) dengan standar ASTM D 854-92 3. Pengujian Batas Cair (Liquid Limit) dengan standar ASTM D 4318-84 4. Pengujian Batas Plastis (Plastic Limit) dengan standar ASTM D 4318-84 5. Pengujian Batas Susut (Shringkage Limit)dengan standar ASTM 427-92 6. Pengujian Analisa Ayakan (Sieve Analisys) dengan standar ASTM D 546-88 7. Pengujian Analisis Hidrometer (Hydrometer Analisys), standar ASTM D 4221-90 8. Pengujian Minerology 9. Pengujian Pemadatan Standar (Standard Compaction Test), standar ASTM D 698 10. Pengujian CBR (California Bearing Ratio) dengan standar ASTM D 1883-92 11. Pengujian Pengembangan (Swelling dengan standard ASTM D 1883-92 Melalui pengujian sesuai standard ASTM tersebut diatas dengan urut-urutan sesuai diagram alir pada metode pengujian dihasilkan soil properties dan parameter teknik tanah hanya dilakukan dengan uji pemadatan (standard compaction test) dan uji CBR. Hasil pengujian indek properties tanah asli diberikan dalam tabel 1. II - 16 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2 4 Hasil Pengujian Indek Properties Tanah Asli Tanah Parameter Fisik A. B. D. Ekspansif (Tanah terganggu) Indeks Properties 1. Batas cair (LL) 103,20 2. Batas plastis (PL) 40,94 3. Indek plastisitas (IP) 62,26 4. Spesific gravity (Gs) 2,62 5. Batas susut (SL) 23,81 % Komposisi ukuran partikel Pasir (%) 1,42 Lanau (%) 58,58 Lempung (%) 40 Klasifikasi tanah C. Lempung Lempung plastisitas tinggi (LL>50). Pemadatan ɷ optimum 32,0 ˠ 1,295 dry optimum Activity anorganik 2,07 II - 17 http://digilib.mercubuana.ac.id/ dengan Bab II Tinjauan Pustaka 2.6.2 Identifikasi tanah ekspansif Dari hasil pengujian Atterberg limit diperoleh: IP = 62.26 SL = 23,81 % PL = 40.94 % LL = 103.20 % Berdasarkan Chen (1988), tanah dengan IP>35, SL>11, dan LL>63 merupakan tanah lempung yang memiliki potensi pengembangan (swelling) sangat tinggi. Dari pengujian analisa ayak dan hidrometer diperoleh prosentase lempung sebesar 40%, jadi nilai aktifitas tanah lempung menurut Skempton dapat didefinisikan sebagai berikut: Aktifitas (A) A= Menurut rumusan Skempton tersebut, didapat aktifitas sebesar: = 62.26 / 40-10 = 2.07 II - 18 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka Gambar 2 2 Potensi Swelling Tanah Berdasarkan Kriteria Seed (1962) Gambar 2 3 Potensi Swelling Tanah berdasarkan Seed, Woodward dan Lundgreen (1963) Dari nilai aktifitas sebesar 2.07 dan nilai persen clay sebesar 40 % diplotkan kedalam diagram sehingga dapat diketahui tanah tersebut memiliki potensial swell yang tinggi. Menurut Seed, Woodward dan Lundgreen (1963) dalam Chen (1988) mengemukakan II - 19 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka hubungan antara nilai aktifitas suatu lempung dengan presentase fraksi lempung yang lebih kecil dari 0,002 mm. Hubungan ini dinyatakan pada grafik diatas. Jika kita plotkan nilai PI sebesar 62.26 dan nilai persen clay sebesar 40 % pada grafik diatas maka akan dapat diketahui bahwa tanah tersebut memiliki swell potential yang sangat tinggi. 40% pada grafik diatas maka akan dapat diketahui bahwa tanah tersebut memiliki swell potential yang sangat tinggi dan nilai aktivitasnya diatas 1. menurut Bowles jika nilai aktivitas berada antara 1-7 tanah tersebut mengandung monmorilonite. 2.6.3 Pemadatan Tanah Asli Dari hasil percobaan diperoleh nilai kadar air optimum (OMC) tanah asli sebesar 32 % dan berat kering maksimum sebesar (MDD) sebesar 1,295 %. Untuk mencapai kadar air optimum dilakukan penambahan air pada range 18% - 21% lalu ditambahkan 3-4 % untuk pemadatan tanah ekspansif. Penambahan air 3 - 4 % menjamin terdapatnya struktur lempung yang cukup terpencar, dan pada saat yang sama menghasilkan kerapatan kering yang rendah. Sehingga didapatkan nilai penambahan air yang diperlukan untuk pengujian CBR yaitu 18 % + 4 % = 22% II - 20 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka Grafik 2 1 Grafik Hasil Uji Pemadatan Tanah Asli 2.6.4 Tanah yang dicampur dengan pasir CBR (California Bearing Ratio) Pengujian CBR dan swelling dilakukan terhadap tanah asli dan terhadap sample A sampai dengan sample D (komposisi campuran pasir (sand) 10%, 20%, 30% dan 35% seperti pada metode pengambilan data), hasil uji seperti tabel 2. Grafik 2 2 Hasil Uji CBR Pada Berbagai Variasi Campuran Pasir Kondisi Soaked II - 21 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka Dari pengujian index soil properties memperlihatkan bahwa lempung Cikarang termasuk klasifikasi tanah yang mempunyai sifat lempung organis dengan plastisitas sedang sampai tinggi. Apabila ditinjau dari komposisi minerologinya terlihat bahwa mineral Monmorolonite dan Alpha Quartz sangat mendominasi komposisi mineral lempung Cikarang. Dengan mineral Monmorilonite lebih banyak dari yang lain maka menurut Bowles, 1986, dikatakan sebagai lempung ekspansif disebabkan aktifitas Montmorilonite paling tinggi jika dibandingkan dengan mineral-mineral lainnya. Indek plastisitas lebih dari 20 biasanya suatu tanah lempung dapat diperkirakan akan mempunyai perubahan volume yang besar (mengembang) apabila indek plastisitas Ip 20 (Dunn et. al, 1980). Aktifitas tanah lempung merupakan perbandingan antara indek plastisitas dengan clay content. Dengan demikian indek properties lempung Cikarang termasuk kategori lempung ekspansif. Nilai CBR memperihatkan nilai campuran pasir pada 30%, kondisi ini dipandang sebagai jumlah pasir yang cukup dimana kandungan pasir pada lempung asli hanya sebesar 9%. Komposisi pasir yang memberikan swelling, lihat gambar dibawah, terkecil didapat pada komposisi pasir terbanyak (35%), hal demikian dapat diterima mengingat jumlah pasir yang banyak dapat menurunkan komposisi lempung (clay) pada kondisi tanah asli. Swelling terbesar terjadi pada kondisi tanah asli terendam (soaked), kondisi ini sangat wajar mengingat pada kondisi terendam dimana lempung (clay) mempunyai pemicu untuk mengembang, yaitu adanya jumlah air yang besar (terendam). 2.6.5 Pengembangan (Swelling) Pengembangan (swelling) pada variasi campuran tanah ekspansif dengan tambahan pasir (Tabel 2). Dari ke lima jenis campuran (0%; 10%, 20%, 30% dan 35%) seperti digambarkan pada gambar 7, dimana swelling terkecil didapat pada komposisi II - 22 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka penambahan pasir sebesar 35%, kondisi ini dapat terjadi disebabkan volume lempung yang bersifat ekspansif lebih sedikit jika dibanding dengan sample lainnya. Salah satu faktor swelling sangat tergantung volume lempung yang mengembang. Swelling terkecil terjadi pada jumlah pasir terbanyak yaitu sebaesar 35%, volume pasir yang ada pada komposisi lebih besar di bandingkan dengan yang hanya 10%, dengan demikian swelling dapat diperkirakan terkecil akan terjadi pada kandungan atau campuran pasir sebagai material tambahan dengan jumlah banyak (sample D). Swelling terbesar pada kondisi tanah asli, hal ini menunjukkan bahwa variasi campuran pasir tersebut memiliki efek positif untuk menurunkan pengembangan tanah ekspansif, akibat rasio secara keseluruhan lempung (clay) menurun. Grafik 2 3 Hasil Uji Swelling Pada Berbagai Variasi Lapisan Pasir II - 23 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka 2.6.6 KESIMPULAN 1. Besarnya CBR meningkat diatas tanah asli sampai pada kondisi penambahan pasir sebanyak 30% untuk kondisi soaked, sedangkan pada penambahan pasir sampai dengan 35%, nilai CBR (stabilitas) menurun namun masih diatas nilai tanah aslinya. 2. Pada penambahan pasir sampai dengan 35%, nilai CBR (stabilitas) menurun namun masih diatas nilai tanah aslinya. 3. Untuk pengembangan (swelling) tanah ekspansif dengan penambahan pasir, kondisi swelling mengalami pengurangan dan nilai cukup signifikan pada penambahan pasir antara 10 s/d 30% dan terendah didapat pada penambahan pasir sebanyak 35%. 4. Secara umum terdapat pengaruh penambahan pasir pada tanah ekspansif yang dipadatkan terhadap stabilitas (CBR) dan pengembangan (swelling), tanah ekspansif mengalami perubahan yang positif setelah dicampur dengan pasir, optimasi tercapai pada penambahan pasir antara 20% sampai dengan 30%. Hasil uji CBR pada kondisi unsoaked/soaked pada beberapa sampel uji/ II - 24 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Bab II Tinjauan Pustaka Tabel 2 5 Hasil Uji CBR Pada Kondisi Unsoaked/Soaked Pada Beberapa Sampel Uji CBR (%) Komposisi 2,5 5 Campuran Tanah Asli 7,60 5,90 Tanah Asli Unsoaked 3,50 Tanah Asli 4,70 3,60 Tanah Asli Soaked 4,90 Sampel A 5,80 4,70 20% pasir Soaked 4,95 Sampel B 7,70 7,60 20% pasir Soaked 3,60 Sampel C 10,70 9,60 30% pasir Soaked 3,30 Sampel D 9,20 8,20 35% pasir Soaked 2,30 Sampel Kondisi II - 25 http://digilib.mercubuana.ac.id/ Swelling (%)