MANAJEMEN KINERJA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI Gatot Nursetyo Abstrak Banyaknya stakeholder yang terlibat dalam kegiatan industrijasa konstruksi menuntut perusahaan atau organisasi konstruksi sebagai penyedia jasa konstruksi memiliki kinerja yang baik. Manajemen kinerja perusahaan jasa konstruksi menjadi persoaian serius, ketika disadari bahwa sifat hubungan dengan para stakeholder akan menentukan bagaimana dan sejauh apa faktor hubungan kerja akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Makin jelas dan erat hubungan kerja tersebut, makin besar pula pengaruh yang dimiliki oleh pekerja jasa konstruksi terhadap kinerja organisasi / perusahaan jasa konstruksi, dalam rangka memberi kepuasaanpenggunaanjasa konstruksi (konsumen). Kajian ini dimaksudkan untuk menggambarkan adanya berbagai pendekatan dalam memanage hubungan dengan stakeholder sebuah perusahaan jasa konstruksi (konsultan/kontraktor). Pendekatan manajemen kinerja seperti apa yang perlu dijalankan, tergantung dari beberapa hal. Lingkungan yang dihadapi antara satu perusahaan dengan perusahaan lain, tentu berbeda, tergantung dari domain yang dipilihnya. Kajian ini menelaah pada manajemen kinerja yang berhubungan dengan pihak stakeholder internal perusahaan jasa konstruksi. Kata kunci: Stakeholder, manajemen kinerja, perusahaan, jasa konstruksi. 1. PENDAHULUAN Era globalisasi sekarang menyebabkan perusahaan jasa konstruksi pada khususnya dipaksa memasuki iklim persaingan bisnis yang semakin ketat. Kompetisi ketat itu berlangsung bukan saja antarperusahaan dalam industri secara domestik, tetapi juga dari perusahaan asing. Kompetisi dengan perusahaan asing muncul karena era globalisasi telah mengangkat berbagai halangan atas arus barang, jasa, dan modal untuk menembus batas-batas negara. Kemudahan itu menjadi lebih nyata karena adanya dukungan kemudahan transportasi, telekomunikasi, dan transaksi. Pada era sebelumnya, transaksi harus dilakukan melalui proses kontak langsung (face to face andI or month to mouth contact). Sekarang, transaksi bisnis jasa konstruksi khususnya, dapat dilakukan melalui berbagai peralatan maya yang disumbangkan o!eh kemajuan teknologi informasi. Pada kondisi persaingan yang demikian ketat, perusahaan jasa konstruksi harus memiliki satuatau beberapadari faktorkeunggulan bersaing. Menurut Porter (1993) dan Skinner dalam Chase.et.al. (2001) faktor keunggulan bersaing itu pada dasarnya meliputi keunggulan mutu, biaya murah, kemampuan menyerahkan pesanan lebih cepat, diferensiasi, dan fleksibilitas. Diantara berbagai sektor riil, maka sektor konstruksi merupakan sektor yang paling dinamis, selain merupakan industriyang padat karya, industri jasa konstruksi melibatkan berbagai kegiatan usaha baik dalam industrinya sendiri maupun industri lainnya, yaitu : industri bahan bangunan, industri peralatan bangunan, industri peralatan konstruksi, lembaga-lembaga keuangan, perbankan dan asuransi. Oleh karena itu, banyaknya industri yang terlibat dalam kegiatan industri konstruksi ini telah memperlihatkan bahwa kegiatan industri jasa konstruksi telah menjadi pendorong untuk menciptakant/mam/yangdiperlukan bagi industri latnnya. Keunggulan mutu dan biaya murah merupakan faktor keunggulan yang bertolak belakang. Sangat sulit untuk menghasilkan keluaran dengan biaya murah pada kualitas yang baik. Juga sulit untuk menghasilkan keluaran berkualitas baik pada biaya yang murah. Disamping itu, menurut Ishihawa dan Lu (1990), tidak ada gunanya menghasilkan produkyang berkualitas tinggi tetapi tidak terbeli oleh pelanggan, dan juga tidak ada gunanya menghasilkan produk yang berharga murah tetapi tidak diminati oleh pelanggan atau pasar. Industri konstruksi merupakan industri yang dinamis. Produknya yang selalu berubah, lokasi yang selalu berpindah, dan waktu produksi yang selalu bervariasi memerlukan pengelolaan yang profesional, cermat, dan tepat. Keterkaitan yang sangat erat dan luas antara industri jasa konstruksi jasa konstruksi mempunyai multiplier effect yang sangat tinggi bagi pertumbuhan ekonomi. Saat ini kebutuhan akan pengelolaan kinerja perusahaan jasa konstruksi yang baik dirasakan semakin pcnting untuk mendorong motivasi dan komitmen karyawan, serta mengembangkan kinerja karyawan. Kinerja karyawan perusahaanjasa 1 konstruksi bisa dikelola secara baik melalui suatu sistem manajemen kinerja. Sedangkan manajemen kinerja yang baik adalah suatu proses terintegrasi diantara perencanaan kinerja, pembimbingan kinerja, pendokumentasian kinerja, dan review kinerja. Upaya mensukseskan penerapan manajemen kinerja meliputi: pengaruh budaya organisasi/perusahaan dan orientasi etika; modal manusia dan strategi inuvasi; serta strategi pemasaran perusahaan jasa konstruksi sebagai suatu sistem. 2. SISTEM ORGANISME PEUUSAHAAN Sebagat suatu sistem organisms, kehidupan suatu perusahaan jasa konstruksi (konsultan atau kontraktor) sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan, baik yang bersifat internal (dalam perusahaan) maupun eksternal (di luar perusahaan). Faktor lingkungan yang mempengaruhi jalannya rodaorganisasi selalu berubah. Dalam kaitan inilah, perusahaan jasa konstruksi sebagai suatu organisasi selalu berubah. Dalam kaitan inilah, perusahaan jasa konstruksi sebagai suatu organisasi harus selalu bisa beradaptasi dan memenuhi tuntutan lingkungan. Beradaptasi dengan lingkungan berarti harus mampu mengatasi setiap ancaman yang datang, mampu mengoptimalkan kekuatan yang ada. serta mampu mengeliminasi setiap kelemahan yang ada. Oleh karena itu, perusahaan jasa konstruksi harus melakukan berbagai kegiatan dalam rangka beradaptasi lingkungan akibat dinamisasi perubahanperubahan yang terjadi. Pembinaan dan pengembangan karyawan perusahaan jasa konstruksi adalah satu kegiatan dalam rangka beradaptasi dan memenuhi tunlutan lingkungan organisasi. Dalam rangka melaksanakan kegiatan epmbinaan dan pengembangan karyawan, maka diperlukan penilaian atas pelaksanaan pekerjaan yang dilaksanakan karyawan perusahaan atau sering disebut sebagai penilaian kinerja (Suprihanto, 2000). Untuk memudahkan, memperlancar, dan menciptakan keadilan dalam pelaksanaan kinerja, maka sangat diperlukan adanya sistem yang dapat mengelola kinerja itu sendiri,yaitu Manajemen Kinerja. Menurut Dessler (2002), ada beberapa alasankenapa perusahaan, khususnya perusahaan jasa kunstruksi perlu melakukan penilaian kinerja terhadap pegawainya. Pertama, penilaian memberikan informasi tentang dapat dilakukannya promosi dan penetapan gaji. Kedua, penilaian memberikan peluang bagi atasan dan bawahan untuk meninjau perilaku yang berhubungan dengan kerja bawahan. Akhirnya, penilaian hendaknya berpusat pada proses perencanaan karir seseorang, karena penilaian kinerja memberikan suatu peluang yang baik untuk meninjau rencana karir seseorang. Beberapa bukti empiris dikemukakan oleh Cleveland yang mengungkapkan bahwa umumnya perusahaan-perusahaan menggunakan sistem penilaian kinerja untuk memberikan umpan balik kepada sumberdaya manusia, untuk kepentingan administrasi penggajian, untuk mengidentifikasi keistimewaan dan kelemahan sumberdaya manusia, serta untuk dijadikan bahan pertimbangan pengambilan keputusan pengelolaan sumberdaya manusia. Secara teoritis, sistem penilaian sesungguhnya merupakan alat kendali agarapa-apa yang dikerjakan oleh sumberdaya manusia selaras dengan apa-apa yang diinginkan oleh perusahaan. 3. PENGERTIAN KINERJA Kinerja pada dasarnya merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang pegawai da lam melaksanakan tugasnya sesuai tanggungjawab yang diberikan kepadanya. Dalam hal ini, karyawan bisa belajar seberapa besar kinerja mereka melalui sarana informal, seperti komentar yang baik dari mitra kerja. Namun demikian, penilaian kinerja mengacu pada suatu sistem formal dan terstruktur yang mengukur, menilai dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil termasuk tingkat ketidakhadiran (Schuler, 1996). Fokus penilaian kinerja adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang karyawan, dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih efektif pada masa yang akan datang. Salah satu faktor penentu kinerja adalah motivasi. Teori yangditerima secara luas mengenai hubungan antara motivasi dan kinerja adalah teori pengharapan (ekspektasi) dari Victor Vroom. Teori ini berargumen bahwa kekuatan dari suatu kecenderungan untuk bertindak dengan suatu cara tertentu tergantung pada kekuatan dari suatu pengharapan bahwa tindakan itu akan diikuti oleh suatu keluaran tertentu dan pada daya tarik kekuatan tersebut bagi individu yang bersangkutan. Dalam istilah yang lebih praktis, teori pengharapan mengatakan bahwa seorangkaryawan dimotivasi untuk menjalankan tingkat upaya yang tinggi bila ia meyakini upaya akan mengantar suatu penilaian kinerja yang baik, dan penilaian kinerja yang baik; dan 14 penilaian yang baik akan mendorong ganjaranganjaran organisasional (imbalan), seperti bonus, kenaikan gaji atau promosi. Berbagai ganjaran tersebut pada akhirnya akan memuaskan tujuan pribadi karyawan. Oleh karena itu, teori pengharapan memfokuskan pada tiga hubungan sebagai berikut (Robin, 2001): Pertama, hubungan upaya dan kinerja. Dalam hal ini, probabilitasyang dipersepsikan oleh individu yang mengeluarkan sejumlah upaya tertentu akan mendorong kinerja. Kedua, hubungan kinerja dan ganjaran, yaitu derajat sejauh mana individu itu meyakini bahwa berkinerja pada suatu tingkat tertentu akan mendorong tercapainya suatu keluaran yang diinginkan. Ketiga, hubungan ganjaran dan tujuan pribadi, yaitu derajat sejauh mana ganjaran-ganjaran organisasiona! memenuhi tujuan atau kebutuhan pribadi seseorang dan potensi daya tarik ganjaran tersebut bagi individu. Teori pengharapan mem bantu menjelaskan mengapa banyak sekali pekerja tidak termotivasi pada pekerjaannya dan berkinerja rendah dalam melaksanakan pekerjaannya. Kunci teori ini adalah pemahaman tujuan-tujuan individu dan keterkaitan antara upaya dan kinerja, upaya dan ganjaran, serta ganjaran dan kepuasan tujuan individual. Teori ini juga mengakui bahwa tidak ada azas yang universal untuk menjelaskan motivasi seseorang. Sementara itu, menurut Davis (1985) faktorfaktor yang mempengaruhi kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor motivasi (motivation), yang bila dirumuskan adalah sebagai berikut: Kinerja karyawan = Kemampuan + Motivasi Motivation = Sikap + Situasi Kerja Kemampuan = Pengetahuan + Ketrampilan. Secara psikoligis, kemampuan pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan realiti (knowledge + skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata dengan pendidikan yangmemadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaannya, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang pegawai dalam menghadapi situasi kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam hal ini ada hubungan yang positif antara motif berprestasi dengan pencapaian kerja (McClelland, 1987). Motif berprestasiadalah suatu dorongan dalam diri pegawai untuk melakukan suatu kegiatan atau tugas dengan sebaik-baiknya agar mampu mencapai prestasi kerja yang tinggi. Selain ditentukan oleh kemampuan dan motivasi, Robbin (2001) menambahkan dimensi baru yang menentukan kinerja seseorang, yaitu kesempatan. Menurutnya, meskipun seseorang bersedia (motivasi) dan mampu (kemampuan), mungkin ada rintangan yang menjadi kendala kinerja seseorang, yaitu kesempatan yang ada, mungkin berupa lingkungan kerja tidak mendukung, peralatan, pasokan bahan/material, rekan kerja yang tidak mendukung, maupun prosedur yang tidakjelas, dan sebagainya. Menurut Schuler (1996), dari beberapa studi yang pernah dilakukan, dapat diidentifikasi dua puluh macam tujuan informasi kinerja yang berbeda-beda, yang dapat dikelompokkan dalam empat kategori. Pertama, evaluasi yang menekankan perbandingan antar orang. Kedua, pengembangan yang menekankan perubahanperubahan dalam diri seseorang seiring dengan berjalannya waktu. Ketiga pemeliharaan sistem. Keempat, dokumentasi keputus-keputusan sumberdaya manusia. Sedangkan manajemen kinerja secara sederhana diartikan sebagai suatu sistem yang mengatur pengelolaan kinerja SDM suatu perusahaan / organisasi (Dessler, 1997). Penekanannya pada pengelolaan kinerja pegawai / karyawan agar tercapai sasaran-sasaran individu, unit kerja dan sasaran perusahaan, memberikan kejelasan apa yang harus dilakukan, apa yang akan dicapai dan bagaimana mengukur pencapaiannya. Dengan adanya manajemen kinerja, manfaat-manfaat yang bisa didapat perusahaan adalah : 1. Memberikan informasi tentang penetapan kompensasi dan kemungkinan promosi, serta program pelatihan dan pengembangan pegawai. 2. Memberikan informasi sebagai bahan evaluasi (meninjau kembali) perilaku hubungan kerja dalam organisasi, memperbaiki kemerosotan hubungan kerja dan mendorong hal-hal baik. 3. Sebagai dasar dalam perencanaan karir pegawai. Adapun tujuan manajemen kinerja adalah sebagai berikut: 1. Kinerja karyawan bisa dikelola secara efektif agar kinerja karyawan selalu meningkat. 2. Agar terjadi proses komunikasi timbal balik antara penilai dan yang dinilai sehingga dapat mengeliminasi berbagai kemungkinan konflik yang timbul. 15 3. 4. 5. 6. 7. Agar serangkaian proses perencanaan, pembimbingan, pendokumentasian dan review kinerja terintegrasi. Mendorong motivasi dan meningkatkan komitmen karyawan. Menciptakan transparansi dan keadilan dalam penilaian. Sebagai input dalam rencana penggantian jabatan. Memberikan masukan kepada perusahaan perihal kinerja seluruh pegawai, sebagai dasar untuk menentukan perusahaan. 4. PEMAHAMAN MANAJEMEN KINERJA Manajemen kinerja pada dasarnya merupakan proses komunikasi yang berkelanjutan antara atasan dan bawahan dengan tujuan untuk memperjelas dan menyepakati halhal sebagai berikut: a. Fungsi pokok pekerjaan bawahan. b. Bagaimanakah pekerjaan bawahan berkontribusi pada pencapaian tujuan organisasi. c. Pengertian "efektif : dan "berhasil" dalam pelaksanaan pekerjaan bawahan. d. Bagaimanakah bawahan dapat bekerjasama dengan atasan untuk dalam rangka efektivitas pelaksanaan pekerjaan bawahan. e. Bagaimanakah mengukur efektivitas dan apakah alternative cara untuk menyingkirkan hambatan-hambatan tersebut. Pepatah mengatakan, "Kalau tak kenal maka tak sayang", demikian halnya dengan manajemen kinerja. Tanpa mengenal dan memahami manfaat manajemen kinerja, implementasinya hanya akan dianggap sebagai pemborosan waktu, biaya, dan tenaga belaka. Manfaat penting bagi atasan adalah bahwa kehadiran manajemen kinerja mempermudah penyelesaian pekerjaan bawahan, sehingga atasan tak perlu lagi kerepotan mengerahkan dalam kegiatan sehari-harinya. Bawahan sudah tahu apa yang harus dicapai, dan bahkan mengantisipasi kemungkinan hambatan yang timbul. Bagi bawahan, keberadaan manajemen kinerja membuka kesempatan diskusi dan dialog dengan atasan berkaitan dengan kemajuan pekerjaannya. Adanya diskusi dan dialog memberikan bawahan umpan balik untuk memperbaiki kinerja sekaligus meningkatkan keahliannya dalam menyelesaikan pekerjaan. Manajemen kinerja juga memberdayakan bawahan karena ia tidak perlu sedikit-sedikit "minta petunjuk" karena telah diberikan arahan yang cukup jelas di awal. Bagi organisasi, keberadaan manajemen kinerja memungkinkan terciptanya keterkaitan antara tujuan organisasi dan tujuan pekerjaan masingmasing bawahan. Selain itu, manajemen kinerja memberikan argumentasi hukum yang relatif kuat untuk setiap keputusan yang menyangkut sumberdaya manusia (SDM). Secara umum, implementasi manajemen kinerja yang efektif mampu : 1. Mengkoordinasikan unit-unit kerja yang ada di dalam organisasi. 2. Mengidentifikasi dan mendokumentasikan berbagai hambatan dan permasalahan kinerja. 3. Menjadi landasan pengambilan keputusan di bidang SDM. 4. Menjadi alat untuk mengefektifkan pengelolaan SDM. 5. Menumbuh kembangkan kerja sama antara atasan dengan bawahannya. 6. Menjadi wahana umpan balik secara reguler kepada bawahan. 7. Meminimalkan kesalahan dan meniadakan kesalahan berulang. 4. REALITAS PENILAIAN KINERJA PERUSAHAAN JASA KONSTRUKSI Masalah penilaian kinerja perusahaan jasa konstruksi seringkali menjadi masalah yang membingungkan bagi para manajer proyek. Di satu sisi, penilaian kinerja merupakan tugas yang penting dan dibutuhkan untuk proes evaluasi, namun di sisi lain masih banyak manajer yang gagal menerapkannya dengan baik. Kegagalan penerapan penilaian kinerja ini tidak lepas dari realitas penilaian kinerja perusahaan jasa konstruksi saat ini yang masih cenderung ke arah penilaian kinerja tradisional. Penilaian kinerja perusahaan jasa konstruksi seakan-akan hanya ditujukan untuk tujuan evaluasi saja dan mengesampingkan tujuan yang lain, seperti tujuan pengembangan kompetensi dan kemampuan individu dalam melaksanakan tugas serta tujuan strategik lainnya. Ghorpade dan Chen (1995), mengemukakan beberapa hal yang berhubungan dengan realitas penilaian kinerja perusahaan saat ini, antara lain : A. Aktifitas penilaian kinerja perusahaan dilakukan pada semua organisasi / perusahaan tanpa kecuali baik itu organisasi besar dan kecil, organisasi / perusahaan pemerintah dan swasta, maupun organisasi / perusahaan local dan multinasional. Ada tiga alasan yang mendasari mengapa organisasi melakukan penilaian kinerja: 16 1. Individu direkrut oleh perusahaan / organisasi untuk menunjukkan kinerja yang diperlukan demi kesuksesan organisasi / perusahaan. Penilaian kinerja digunakan sebagai cara organisasi dalam menentukan apakah individu tersebut layak atau tidak untuk direkrut sebagai karyawan perusahaan. 2. Individu memiliki kemampuan bekerja dan kesetiaan terhadap komitmen kerja yang berbeda antara individu satu dengan individu lain. Penilaian kinerja diperlukan untuk mencatat perbedaan kontribusi yang diberikan oleh masing-masing individu kepada organisasi / perusahaan. 3. Dalam situasi hukum saat ini, penilaian kinerja formal sangat diperlukan untuk melindungi tindakan negatif organisasi / perusahaan terhadap individu, khusunya tindakan yang mempengaruhi anggota kelompok minoritas yangdilindungi oleh hukum. B. Penilaian kinerja merupakan aktivitas yang benar-benar melibatkan konsekuensi individu dan organisasi / perusahaan. Dari perspektif organisasi/perusahaan, penilaian kinerja yang keliru dapat mengakibatkan kekeliruan dalam menilai dengan menghargai performance yang buruk atau tidak menghargai performance yang baik. Dari perspektif individu, hasil penilaian kinerja memiliki inplikasi yang penting bagi kelanjutan hubungandi masayangakan datang dengan organisasi. Penilaian kinerja yang positif dapat membuat individu semakin merasa dihargai oleh organisasi / perusahaan. Misalnya, dengan dipromosikan, digaji lebih tinggi, dan sebagainya. Sedangkan penilaian kinerja yang negatif dapat membuat individu menjadi frustasi dan membatasi diri dari keanggotaannya. C. Penilaian kinerja merupakan aktivitas kompleks yang dihadapi oleh sebagian besar appraisers sehingga ia mengalami kebingungan dalam menentukan bobot penilaian yang tepat, akurat, dan sesuai. Penilaian menjadi lebih sulit karena banyaknya variabel tambahan dan kualitas yang dikehendaki. Peningkatan kompleksitas ini tidak sebanding dengan tantangan yang dihadapi oleh appraisers. Kekompleksitasan penilaian membuat appraisers mengalami kesulitan dalam menentukan kriteria untuk membuat sistem penilaian yang baik, dan harus memasukkan variabel-variabe!, seperti : observavability, measurabilityj'ob relatedness, kepentingan kesuksesan kerja, controllability, dan practicality. D. Penilaian kinerja cenderung melibatkan unsure politik daiam organisasi. Hal ini berkaitan dengan kompleksitas proses dan keaslian organisasi manusia. Individuindividu dalam organisasi bekerja sama untuk memproduksi output yang bernilai, namun pada dasarnya individu-individu tersebut juga bersaing satu sama lain untuk memperoleh bagian dari kesuksesan organisasi / perusahaan. Kemungkinan bahaya dapat muncul melalui unsur politik dalam penilaian kinerja dengan menghargai individu yang disukai dan menyingkirkan individu yang dimusuhinya. Dari uraian mengenai realitas penilaian kinerja perusahaan yang dikemukakan Ghorpade dan Chen terlihat bahwa penilaian kinerja merupakan aktivitas yang penting bagi organisasi, namun karena aktivitas ini melibatkan berbagai variabel yang sangat kompleks, maka seringkali membingungkan para penilai sehingga sebagai akibatnya penilaian menjadi bias, penilaian yang bias ini muncul sebagai akibat penerapan penilaian kinerja yang bersifat subyektif, mengandung unsur politik, hanya berorientasi pada output, bukan pada kualitas proses bagimana individu melaksanakan tugas serta masih adanya mitos-mitos yang tidak benar mengenai penilaian kinerja. Masalahmasalah ini muncul ketika organisasi / perusahaan menerapkan penilaian kinerja tradisional. Berkaitan dengan masalah ini, Deming melontarkan beberapa kritik mengenai penilaian kinerja perusahaan, yaitu : a. Penerapan penilaian kinerja saat ini tidak fair, karena penilaian kinerja hanya ditentukan berdasarkan output yang dihasilkan oleh individu. Bila output individu buruk maka kinerjanya juga dianggap buruk. Sebaliknya bila output individu baikmaka kinerjanya akan dianggap baik. b. Penerapan penilaian kinerja saat ini hanya didasarkan pada pencapaian tujuan tertentu dan mengabaikan kualitas kerja. Individu bebas meiakukan apapun demi mencapai tujuan tersebut dan tanpamempedulikan kualitas kerja yang dilakukannya. c. Penerapannya penilaian kinerja saat ini didasarkan pada perbandingan dcngan organisasi lain yang kinerjanya lebih baik. 17 Individu yang memiliki kinerja buruk cenderungdianggap lebih buruk dibandingkan dengan individu yang memiliki kinerja buruk di organisasi yang memiliki kinerja baik. d. Penerapan penilaian kinerja saat ini tidak pada care value individu namun didasarkan pada rata-rata output yang dihubungkan dengan kuotadan tujuan-tujuan tertentu. Longnecker (1987), juga telah meiakukan penelitian mengenai praktek penilaian kinerja. Dari hasil penelitian tersebut dilemukan bahwa praktek penilaian kinerja saat ini masih mengandung unsur politik. Longnecker dan Gioia (1992), berpendapat bahwa penilaian kinerja saat ini masih dipengaruhi oleh mitosmitos yang disebut The Executive Apprasial Paradox. Semakin tinggi seseorang mencapai kedudukannya dalam organisasi maka semakin ] HQC\\ feedback berkualitas mengenaiyo/) performance yang diterimanya. Masalah-masalah seperti ini tidak akan terselesaikan apabila organisasi masih menerapkan penilaian kinerja Iradisional. Organisasi hams memulai untuk menerapkan sistem penilaian kinerja baru yang dapat mengatasi kelemahan-kelemahan sistem penilaian kinerja.tradisional tersebut. Penilaian kinerja 360° feedback dianggap sebagai penilaian kinerja yang etektifbagi organisasi karena penilaian kinerja ini didasarkan pada penilaian multisource sehingga penilaian lebih bersifat obyektif dan dapat memininialkan bias. Menurut Antonioni(1996), penerapan penilaian kinerja 360° feedback secara tepat akan mendatangkan banyak manfaat positif bagi organisasi. Sebaliknya, bila organisasi tidak dapat menerapkannya dengan tepat justru akan menimbulkan banyak masalah. Oleh karenanya, sebelum mulai menerapkan penilaian kinerja 360° feedback ini, organisasi hams mempersiapkan segala persyaratan dan mengantisipasi segala kemungkinan terjadinya kegagalan. Penilaian kinerja 360° feedback yang suksesditerapkanakanmembantuorganisasi untuk meningkatkan performance dan membawanya menjadi suatu keunggulan kompetitif. 5. KESIMPULAN 1. Saat ini kebutuhan manajemen kinerja yang baik dirasakan semakin penting di berbagai Perusahaan Jasa Konstruksi untuk mendorong inotivasi dan komitmen karyawan. Kinerja karyawan bisa dikelola secara baik melalui suatu proses terintegrasi 2. 3. 4. 5. antara perencanaan kinerja, pembimbingan kinerja, pendokumentasian kinerja dan review kinerja. Dalam implementasi penilaian kinerja itu sendiri, penetapan faktor-faktor penilaian, metode penilaian, dan siapa penilainya merupakan tahapan-tahapan yang terpenting dari keseluruhan proses penilaian kinerja perusahaan jasa konstruksi. Kekurang berhasilan penerapan kinerja perusahaan jasa konstruksi dapat berdampak piida kredibilitas manajemen perusahaan, karena dianggap tak mampu mendongkrak kinerja para pegawainya. Disamping itu, juga mencitpakan persepsi bahwa manajemen perusahaan hanya buang-buang waktu, tenaga, dan biaya tanpa hasil yang konkrit. Karyawan perusahaan jasa konstruksi sebagai modal manusia merupakan aset terpenting bagi perusahaan jasa konstruksi, karena melalui modal manusia (human capital) maka perusahaan dikembangkan, pertumbuhan ekonomi ditingkatkan, dan inovasi diwujudkan. Sedangkan inovasi yang terjadi menghasilkan ketidakseimbangan yang mendorong individu dan organisasi terus beradaptasi untuk bisa bertahan hidup. Budaya organisasi dalam perusahaan jasa konstruksi secara parsial berpengaruh terhadap perilaku karyawan, cara kerja dan motivasi para manajer serta bawahannya, untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan oleh perusahaan. Sedangkan orientasi etika yang terbesar adalah relativisme paling dominan. Oleh karenanya, etika dilatarbelakangi oleh budaya dimana budaya memiliki aturan yang berbeda-beda yang belum tentti dapat diterapkan di tempat yang memiliki budaya kerja yang berbeda pula. 6. DAFTAR PUSTAKA Bacal, R., 1998, Performance Managemen, New York : Me Graw - Hill Trade Brown, A., 1998, Organizational Culture, Edinburgh Gate : Pearson Education. Bahra, Nicholas, 2001, Competitive Knowledge Management, Palgrave : New York. Dessler, G, 2002, Human Resource Management, Upper Saddle River. NJ : Prentice Hall. . Kasali, Rhenald, 2005, Paradigma Shift dan Budaya Korporat, Manajemen Usahawan Indonesia No. 03 / TH.XXXIV Maret, 18 Lembaga Manajemen FE UI, Jakarta, hal 3-10. Karjanto, Handoko, 2004, Mengelola Kinerja : Tinjauan Praktis, Manajemen Usahawan Indonesia, No. 07 / TH XXXIII Juli, Lembaga Manajemen FE- UI, Jakarta, hal. 24 - 28. Kotter, Jhon P. and James L. Heskett, 1992, Corporate Culture and Performance, The Free Press, Toronto. Soetjipto, Budi. W., 2004, MengenalLebih Jauh Manajemen Kinerja, Manajemen Usahawan Indonesia, No. 12 /TH XXXIII Desember, Lembaga Manajemen FE - Ul, Jakarta, hal. 18-21. Satrio, Budhi, 2004, Strategi Pemasaran Perusahaan Jasa Konstruksi Kualitas Besar, Manajemen Usahawan Indonesia No. 11 / TH. XXIII November, Lembaga Manajemen FE - UI Jakarta, hal. 35 - 49. Schein, Edgar H., 1992, Organizational Culture and Leadership, Jossey - Bass, Publishing, San Fransisco. Riwayat Penulis : Gatot Nursetyo. Alumni SI Teknik SipilUniversitas Janabadra Yogyakarta (1996). Pasca sarjana (S2) Program Magister Teknik Universitas Atmajaya Yogyakarta (2000) Dosen program studi Teknik Sipil fakultas Teknik DTP Surakarta. 19