BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Serangga mempunyai berbagai peran di ekosistem yang oleh manusia dikelompokan menjadi serangga yang menguntungkan atau merugikan. Serangga yang dianggap merugikan misalnya serangga yang berperan sebagai vektor penyakit, salah satu diantaranya adalah serangga anggota Ordo Diptera. Anopheles adalah salah satu genus anggota Ordo Diptera yang menjadi vektor penyakit malaria. Malaria adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh protozoa dari genus Plasmodium dan ditularkan oleh nyamuk. Malaria adalah penyebab utama terjadinya kematian pada manusia di banyak negara berkembang yang beriklim tropis, termasuk Indonesia (Gillot, 2005). Indikator sebuah daerah bebas malaria adalah angka kesakitan malaria atau annual parasite incidence (API) di bawah 1 per 1.000 penduduk, tidak terdapat kasus malaria pada penduduk lokal yang tidak pernah bepergian, dan adanya pengamatan ketat keluar-masuknya penduduk di wilayah terkait. Di Indonesia kasus positif malaria masih tergolong tinggi. Dalam buku berjudul “Profil Kesehatan Indonesia 2012” yang diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan RI tercatat API tahun 2011 adalah 1,75‰ sedangkan tahun 2012 adalah 1,69‰. Hal ini menyebabkan malaria menjadi penyakit yang penting untuk ditanggulangi (Anonymous, 2013). 1 2 Di Indonesia terdapat 24 jenis anggota Genus Anopheles, sepuluh diantaranya merupakan vektor malaria. Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus adalah dua vektor malaria yang paling dominan. An. aconitus berhubungan dengan daerah persawahan dataran tinggi di Yogyakarta dan Jawa Tengah yang diketahui telah mengalami resistensi terhadap beberapa insektisida kimiawi sedangkan An. maculatus berhubungan dengan pantai, air payau serta daerah perbukitan dan tersebar secara luas dari Sumatera hingga Jawa dan Bali (Soerono et al., 1965; Barcus et al., 2002; Ndoen et al., 2010). Pengendalian serangga vektor malaria telah banyak dilakukan terutama menggunakan insektisida kimiawi. Penggunaan insektisida kimiawi telah diketahui menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan hewan non-target. Dengan demikian perlu dicari alternatif cara pengendalian yang relatif lebih aman, salah satunya dengan menggunakan agensia tumbuhan sebagai bahan aktif larvasida yang efektif untuk membunuh larva nyamuk. Santi (2011) menemukan bahwa ekstrak kulit buah durian (Durio zibethinus Murr) ampuh sebagai pengendali nyamuk Aedes spp fase imago (dewasa). Namun durian berbuah berdasarkan musim sehingga tidak dapat diperoleh setiap saat. Pengendalian nyamuk pada fase imago (dewasa) memiliki kekurangan yakni imago dapat terbang dan berpindah tempat untuk menghindari insektisida. Fase larva yang hidup di air dapat dijadikan pilihan untuk pengendalian. Dengan demikian, salah satu organ yang selalu tersedia dari tanaman durian, yakni daun, perlu diteliti untuk dijadikan larvasida alternatif. Daun, batang serta kulit kayu D. zibethinus mengandung metabolit sekunder antara lain alkaloid, flavanoid, 3 saponin, dan tanin (Nurliani, 2007; Brown, 1997). Berbagai kelmpok senyawa tersebut diharapkan bersifat aktif dan dapat digunakan sebagai larvasida botanik. Metabolit sekunder tumbuhan dapat diekstrak menggunakan berbagai pelarut organik. Hasil ekstraksi tumbuhan ditentukan oleh polaritas metabolit sekunder yang dikandung serta polaritas pelarut yang digunakan. Etanol adalah salah satu pelarut yang banyak digunakan dalam berbagai penelitian untuk mengekstrak senyawa pada suatu tumbuhan. Selain etanol, air juga sering digunakan dalam berbagai penelitian untuk mengekstrak senyawa dari suatu tumbuhan. Sebagai pelarut universal, air menjadi pilihan masyarakat karena lebih murah dan mudah didapat. Hasil penelitian Nagappan (2012) menunjukkan 100% kematian larva Culex quinquefasciatus terjadi pada konsentrasi 100 mg/L ekstrak etanol Cassia didymobotrya, lebih rendah dibanding ekstrak air yang membutuhkan konsentrasi 1.000 mg/L. Angka kematian larva berkaitan dengan ekstrak tumbuhan dan fase perkembangan nyamuk. Dengan demikian, perlu diteliti mengenai efektivitas ekstrak etanol dibanding ekstrak air daun D. zibethinus sebagai larvasida terhadap Anopheles aconitus dan Anopheles maculatus. B. Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ekstrak daun D. zibethinus dapat digunakan sebagai larvasida untuk membunuh larva An. aconitus dan An. maculatus? 2. Berapakah konsentrasi ekstrak daun D. zibethinus yang dapat digunakan untuk membunuh larva An. aconitus dan An. maculatus? 4 3. Manakah yang lebih efektif membunuh larva, ekstrak etanol atau ekstrak air daun D. zibethinus? 4. Kandungan metabolit sekunder apakah yang terdapat dalam daun D. zibethinus? C. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menguji efektivitas ekstrak daun D. zibethinus untuk membunuh larva An. aconitus dan An. maculatus instar kedua dan ketiga. 2. Mengetahui konsentrasi ekstrak daun D. zibethinus untuk membunuh larva An. aconitus dan An. maculatus instar kedua dan ketiga yang ditunjukkan dengan LC50 dan LC90. 3. Mengetahui jenis ekstrak daun D. zibethinus yang lebih efektif sebagai larvasida. 4. Mengetahui kandungan metabolit sekunder dalam daun D. zibethinus. D. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini akan memberikan manfaat, yaitu : 1. Memberikan informasi ilmiah mengenai efek larvasida ekstrak daun D. zibethinus terhadap larva An. aconitus dan An. maculatus serta kandungan metabolit sekunder daun D. zibethinus. 2. Dapat dijadikan acuan pemanfaatan dan pengembangan tanaman asli daerah sebagai bahan dasar pembuatan larvasida botanik guna membantu menurunkan angka kejadian malaria. 5 E. Ruang Lingkup Penelitian Perolehan sampel larva An. aconitus dan An. maculatus serta uji efektivitas larvasida dilakukan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Vektor dan Reservoir Penyakit (B2P2VRP) Salatiga. Larva yang digunakan adalah larva instar kedua dan ketiga masing-masing sebanyak 10 individu. Daun durian diperoleh dari Dusun Kajuran, Kelurahan Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulonprogo, Yogyakarta. Ekstraksi daun durian dilakukan di Laboratorium Biokimia Fakultas Biologi UGM. Pelarut yang digunakan adalah etanol dan air destilasi atau aquades. Kualitas ekstrak daun durian ditentukan melalui skrining fitokimia, yakni untuk melihat kandungan beberapa senyawa aktif, yakni alkaloid, flavanoid, saponin, dan tanin yang terdapat dalam daun D. zibethinus. Penelitian ini menguji efektivitas ekstrak daun D. zibethinus terhadap larva An. aconitus dan An. maculatus setelah 24 jam pemaparan yang ditunjukkan dengan nilai LC50 dan LC90.