asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini

advertisement
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN
KETUBAN PECAH DINI DAN HIPERTENSI GESTASIONAL
DI RUANG VK RSUD KABUPATEN CIAMIS
LAPORAN TUGAS AKHIR
Diajukan Guna Melengkapi Sebagian Syarat Mencapai
Gelar Ahli Madya Kebidanan
Oleh
SRI MULYATI
NIM 13DB277088
PROGRAM STUDI D-III KEBIDANAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH CIAMIS
2016
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum, W.R. W.B.
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Illahi Robbi karena atas Taufik,
Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas
Akhir ini dengan judul “Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin dengan Ketuban
Pecah Dini dan Hipertensi Gestasional”.
Laporan Tugas Akhir ini diajukan ntuk memenuhi salah satu syarat
menyelesaikan pendidikan D-III Kebidanan dan memenuhi gelar Ahli Madya
Kebidanan di Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Ciamis. Penulis
menyadari dalam pembuatan Laporan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan
dan masih belum sempurna.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya
kepada
semua
pihak
yang
telah
membantu
dalam
penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, yaitu kepada yang terhormat:
1. Dr. H. Zulkarnaen, S.H., M.H. Selaku Ketua BPH STIKes Muhammadiyah
Ciamis.
2. H. Dedi Supriadi, S.Sos., S.Kep., Ners., M.M.Kes,. selaku Ketua STIKes
Muhammadiyah Ciamis.
3.
Heni Heryani, S.ST.,M.KM., selaku Ketua Program Studi DIII Kebidanan.
4.
Ayu Endang Purwati, S.ST., selaku pembimbing I yang telah bersedia
meluangkan waktu untuk memberikan arahan, saran dan motivasi dalam
penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
5.
Lusi Lestari, S.ST., selaku pembimbing II yang telah bersedia meluangkan
waktu untuk memberikan arahan, saran dan motivasi dalam penyusunan
Laporan Tugas Akhir ini.
6.
H. Iif Taufik El Haq, S.Kep. selaku pembimbing AIK yang telah memberikan
arahan, saran dan motivasi dalam penyusunan Laporan Tugas Akhirini.
7.
H. Aceng Solahudin Ahmad, dr., M.Kes., selaku Direktur Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Ciamis.
8.
Bd. Leni Adriwati, S.ST., selaku pembimbing lahan praktik dan telah
memberikan ijin untuk penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
v
9.
Staf dosen dan karyawan STIkes Muhammadiyah Ciamis dalam segala
dukungan dan bantuannya dalam penyusunan Laporan Tugas Akhir ini.
10. Keluarga tercinta yang selalu memberikan dukungan moril maupun materil
sehingga terselesaikan Laporan Tugas Akhir ini.
11. Sahabat-sahabat Asrama 22 yang telah memberikan dorongan, motivasi dan
perhatian.
12. Rekan-rekan
seperjuangan
Muhammadiyah
Ciamis
Angkatan 10
yang
telah
D-III
memberikan
Kebidanan
STIKes
motivasi
selama
penyusunan Laporan Tugas Akhir ini, terimakasih atas kerjasamanya.
Penulis berharap Laporan Tugas Akhir ini tidak hanya menambah
pengetahuan, tetapi dapat menjadikan inisiatif dan merangsang kreativitas dalam
mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, khususnya dalam ilmu kebidanan.
Penulis mengucapkan mohon maaf yang sebesar-besarnya apabila ada
kekurangan dan tidak bisa menyebut satu per satu. Terimakasih banyak semoga
apa yang dicita-citakan kita bersama di kabulkan Allah, SWT. Amin.
Nasrumminalloh wa fathul qariib.
Wassalamualaikum W.R. W.B.
Ciamis,
Juni 2016
Penulis
vi
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN DENGAN
KETUBAN PECAH DINI DAN HIPERTENSI GESTASIONAL
DI RUANG VK RSUD KABUPATEN CIAMIS1
Sri Mulyati2Ayu Endang Purwati3Lusi Lestari4
INTISARI
Ketuban pecah dini dan hipertensi gestasioanal merupakan salah satu
penyebab angka kematian ibu di Indonesia. Berdasarkan angka yang diambil
dari RSUD Kabupaten Ciamis pada bulan Februari 2015 angka kejadian ketuban
pecah dini sebanyak 32 kasus dan hipertensi dalam kehamilan sebanyak 42
kasus yang meliputi preeklampsia ringan 12 kasus, preeklampsia berat 21 kasus,
dan hipertensi gestasional sebanyak 9 kasus. Pecahnya selaput ketuban
sebelum waktunya menyebabkan kemungkinan infeksi maternal ataupun
neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali pusat, deformitas
janin, meningkatnya insiden seksio caesarea, atau gagalnya persalinan normal.
Tujuan penyusunan laporan tugas akhir ini untuk memperoleh
pengalaman nyata dan melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin
dengan ketuban pecah dini dan hipertensi gestasional dengan menggunakan
pendekatan proses manajemen kebidanan. Asuhan Kebidanan pada ibu bersalin
dengan ketuban pecah dini dan hipertensi gestasional dilaksanakan pada
tanggal 22 Maret 2016 di Ruang VK (Bersalin) RSUD Kabupaten Ciamis.
Dari hasil penyusunan laporan tugas akhir ini mendapatkan gambaran
dari pengalaman nyata dalam pembuatan asuhan kebidanan pada ibu bersalin
dengan ketuban pecah dini dan hipertensi gestasional. Kesimpulan dari hasil
pelaksanaan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini
dan hipertensi gestasional di Ruang VK (Bersalin) RSUD Kabupaten Ciamis
dilaksanakan dengan baik.
Kata Kunci
Kepustakaan
Halaman
: Ibu Bersalin, Ketuban Pecah Dini, Hipertensi Gestasional
: 16 buku (2007-2015), 4 jurnal (2013-2015)
: i-xi, 56 halaman, 9 lampiran.
1
Judul Penulisan Ilmiah2Mahasiswa STIKes Muhammadiyah Ciamis 3Dosen
STIKes Muhammadiyah Ciamis4Dosen STIKes Muhammadiyah Ciamis
vii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................
i
HALAMAN PERSETUJUAN ...................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN.....................................................................
iii
HALAMAN PERNYATAAN .....................................................................
iv
KATA PENGANTAR ...............................................................................
v
INTISARI .................................................................................................
vii
DAFTAR ISI.............................................................................................
viii
DAFTAR TABEL .....................................................................................
x
DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................
xi
BAB I PENDAHULUAN
Latar Belakang ........................................................................................
1
A. Rumusan Masalah ......................................................................
5
B. Tujuan..........................................................................................
5
C. Manfaat .......................................................................................
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar .............................................................................
8
B. Managemen Kebidanan ..............................................................
30
C. Konsep Dasar Asuhan ................................................................
33
D. Tinjauan Islam .............................................................................
37
BAB III TINJAUAN KASUS
A. Metode Pengkajian .....................................................................
39
B. Tempat dan Waktu Pengkajian...................................................
40
C. Subjek yang Dikaji.......................................................................
40
D. Jenis Data yang Digunakan ........................................................
40
E. Instrumen Pengkajian .................................................................
40
F. Tinjauan Kasus ...........................................................................
43
BAB IV PEMBAHASAN
A. Pengumpulan Data .....................................................................
50
B. Interpretasi Data..........................................................................
52
C. Masalah Potensial .......................................................................
53
D. Antisipasi atau Tindakan Segera ................................................
54
viii
E. Rencana Asuhan.........................................................................
55
F. Pelaksanaan Asuhan ..................................................................
56
G. Evaluasi .......................................................................................
56
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan .....................................................................................
58
B. Saran ...........................................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA
ix
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 3.1 Lembar Observasi Kala I ........................................................
49
Tabel 3.2 Lembar Observasi kala II & Kala III ........................................
49
Tabel 3.3 Lembar Observasi Kala IV ......................................................
49
x
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Riwayat Hidup
Lampiran 2 Time Schedule
Lampiran 3 Surat Permohonan Izin Studi Pendahuluan
Lampiran 4 Surat Pemberitahuan Izin Pra Penelitian
Lampiran 5 Surat Balasan Penelitian Dinas Kesehatan Lembar Konsultasi
Lampiran 6 Lembar Persetujuan Responden
Lampiran 7 Daftar Tilik Asuhan Persalinan Normal
Lampiran 8 Lembar Partogaf
Lampiran 9 Lembar Konsultasi
xi
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ketuban pecah dini merupakan keadaan pecahnya selaput ketuban
sebelum persalinan, hal ini dapat terjadi pada akhir kehamilan atau jauh
sebelum waktunya melahirkan. Dalam keadaan normal 8-10% perempuan
hamil aterm akan mengalami Ketuban Pecah Dini (Prawirohardjo, 2010).
Insidensi KPD berkisar antara 8-10% dari semua kehamilan. Pada
kehamilan aterm insidensinya bervariasi antara 6-19%. Sedangkan pada
kehamilan preterm insidensinya 2% dari semua kehamilan. Hampir semua
KPD pada kehamilan preterm akan lahir sebelum aterm atau persalinan
akan terjadi dalam satu minggu setelah selaput ketuban pecah. Sekitar 85%
morbiditas dan mortalitas perinatal disebabkan oleh prematuritas. KPD
berhubungan dengan penyebab kejadian prematuritas dengan insidensi 3040% (Sualman, 2009 dalam Tahir, dkk, 2012).
Menurut Setiawan (2015) dalam
penelitiannya yang berjudul
“Primigravida dengan Hipertyroid Terkontrol dan Hipertensi Gestasional” di
RSUD Abdoel Moeloek Lampung, Hipertensi gestasional adalah keadaan
dimana tekanan darah pada ibu hamil mencapai 140/90 mmHg atau lebih
tanpa riwayat hipertensi sebelum kehamilan dan tidak disertai proteinuria. Ini
membedakan dari hipertensi kronik dan preeklampsia. Dimana pada
hipertensi kronik terdapat riwayat dari hipertensi sebelum kehamilan tanpa
disertai proteinuria. Sementara pada preeklampsia ditandai dengan tekanan
darah yang tinggi yang terjadi pada kehamilan lebih dari 20 minggu dan
disertai proteinuria. Pada hipertensi gestasional biasanya akan turun menjadi
normal kurang dari 12 minggu post partum.
Kematian ibu memang menjadi perhatian dunia international, Word
Health Organisation (WHO) memperkirakan diseluruh dunia lebih dari
585,000 meninggal tiap tahun saat hamil dan bersalin, salah satunya ialah
persalinan ketuban pecah dini (KPD). Tahun 2008 terdapat 23 (4%)
persalinan prematur dari 580 persalinan normal karena ketuban pecah dini
93 (39%) sedangkan 2009 terdapat 32 (6%) persalinan prematur dari 541
1
2
persalinan normal karena ketuban pecah dini 12 (37,5%) (Mitra, 2010). WHO
melaporkan angka kejadian hipertensi dalam kehamilan di dunia masih
cukup tinggi. Angka kejadian preeklampsia sebanyak 861 dari 96.497 ibu
hamil dan eklampsia sebanyak 862 dari 96.497 ibu hamil.
Berdasarkan Survey Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) Angka
Kematian Ibu pada tahun 2012 menunjukan AKI sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup dan AKB mencapai 32 per 1000 kelahiran hidup. Sementara
itu, laporan dari daerah yang diterima Kementerian Kesehatan menunjukkan
jumlah ibu yang meninggal karena kehamilan dan persalinan pada 2013
sebanyak 5019. Ketuban pecah dini (KPD) di Indonesia secara global 80%
kematian ibu. Pola penyebab langsung dimana-mana yaitu perdarahan
(25%, biasanya perdarahan pasca persalinan), sepsis (15%), hipertensi
dalam kehamilan (12%), partus macet (8%), komplikasi aborsi tidak aman
(13%),
ketuban
pecah
dini
(4%),
dan
sebab-sebab
lainnya
(8%)
(Wiknjosastro, 2008).
Berdasarkan Laporan Rutin Program Kesehatan Ibu Tahun 2013
yang diterima dari Dinas Kesehatan Provinsi tercatat sekitar 765 kasus
kematian ibu terjadi di Jawa Barat dari total 5.019 kasus. Dari angka
tersebut, Jawa Barat menjadi penyumbang 50 persen jumlah kematian ibu.
Jawa Barat termasuk penyumbang angka kematian ibu nomor satu.
Berbagai penyebab jumlah kematian ibu yang tinggi tak hanya
pendarahan yang dialami saat persalinan, namun ada berbagai penyebab
lainnya. Seperti infeksi sebanyak 22 %, hipertensi 14 %, dan lain-lain 27 %.
Jumlah kelahiran pada ibu berumur di bawah 20 tahun juga cukup tinggi
yaitu 47 % (Dinas Kesehatan Jawa Barat, 2013). Infeksi juga merupakan
penyebab penting kematian dan kesakitan ibu, salah satunya adalah infeksi
pada saat inpartu yang di sebabkan oleh Ketuban Pecah Dini. Resiko infeksi
ibu dan anak meningkat pada Ketuban Pecah Dini (Prawirohardjo, 2010).
Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Ciamis pada tahun 2015
sebesar 15/100.000 kelahiran hidup, kematian tersebut diakibatkan karena
komplikasi persalinan. Selama tahun 2016 dari bulan Januari-Februari
terdapat 2 orang yang meninggal dikarena oleh penyakit komplikasi obstetri.
(Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, 2015).
3
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Ciamis angka kejadian KPD sepanjang tahun 2014 sebanyak
213 kasus dan hipertensi dalam kehamilan sebanyak 410 kasus yang
meliputi PEB sebanyak 156 dan PER sebanyak 254 dari jumlah pasien yang
masuk ruang VK sebanyak 3887 (Rekam Medik RSUD Ciamis, 2014). Dari
data angka kematian di Ruang VK RSUD Ciamis tahun 2014 tercatat 3
penyebab mortalitas ibu tertinggi yaitu Pre Eklampsia Berat (PEB),
Eklampsia, dan KPD. Pada kasus PEB tercatat 6 orang yang meninggal,
eklampsia 3 orang dan KPD sebanyak 5 orang dari jumlah pasien 3887
(Data Tahunan Ruang VK RSUD Ciamis, 2014).
Data Kasus Kebidanan di Ruang VK RSUD Ciamis pada bulan
Februari 2015 angka kejadian Ketuban Pecah Dini sebanyak 32 kasus dan
hipertensi dalam kehamilan sebanyak 42 kasus yang meliputi Pre Eklampsia
Ringan 12, Pre Eklampsia Berat 21, Hipertensi Gestasional 9, Selain kasus
KPD dan Hipertensi dalam Kehamilan ada juga kasus Oligohidramnion 8,
BO 21, Letak Sungsang 6, Partus Lama 4, IUFD 3 dan Gemelli 5, dari
jumlah pasien yang datang ke ruang VK 127 (Rekam Medik RSUD Ciamis,
2015).
Penyebab KPD belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan
yang menjadi faktor predisposisi adalah infeksi yang terjadi secara langsung
pada selaput ketuban ataupun asenderen dari vagina atau serviks. Selain itu
fisiologi selaput ketuban yang abnormal, serviks inkompetensia, kelainan
letak janin, usia wanita kurang dari 20 tahun dan di atas 35 tahun, faktor
golongan darah, faktor multigraviditas/paritas, merokok, keadaan sosial
ekonomi, perdarahan antepartum, riwayat abortus dan persalinan preterm
sebelumnya, riwayat KPD sebelumnya, defisiensi gizi yaitu tembaga atau
asam askorbat, ketegangan rahim yang berlebihan, kesempitan panggul,
kelelahan ibu dalam bekerja, serta trauma yang didapat misalnya hubungan
seksual, pemeriksaan dalam dan amniosintesis (Prawirohardjo, 2010).
Menurut Setyawati, dkk, (2013) dalam penelitiannya yang berjudul
“Faktor Risiko Hipertensi Pada Wanita Hamil Di Indonesia”. Faktor risiko
untuk terjadinya hipertensi pada wanita hamil adalah : memiliki riwayat
keluarga mengidap hipertensi, usia reproduksi yang terlalu muda atau tua,
primigravida,
kehamilan
yang
berulang
kali,
penyakit
diabetes,
4
penyakit/gangguan ginjal, hipertensi sejak sebelum kehamilan, penambahan
berat badan berlebih selama kehamilan (>1 kg/minggu).4 Faktor risiko lain
adalah kehamilan kembar, sering melahirkan dan usia ibu ≥ 40 tahun.
Menurut Wiknjosastro (2009) penatalaksanaan KPD tergantung pada
umur kehamilan dan tanda infeksi intrauterin. Pada umumnya lebih baik
membawa semua pasien dengan ketuban pecah dini ke Rumah Sakit dan
melahirkan bayi yang gestasinya >37 minggu dalam 24 jam dari pecahnya
ketuban untuk memperkecil resiko infeksi intrauterin.
Oleh karena itu, bidan dituntut untuk memiliki kompetensi dalam
memberikan asuhan yang terbaik dan berkualitas, terutama pada kasus
kegawatdaruratan
yang
terjadi
agar
tidak
menimbulkan
komplikasi
khususnya pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini dan hipertensi
gestasional.
Dalam Al-Quran Surat Luqman ayat 14
ُ
‫ْن أَ ِن‬
َّ ‫َو َو‬
َ ‫هْن َوف‬
َ ‫ااإل ْن َس‬
ٍ ‫ان ِب َوالِدَ ْي ِه َح َم َل ْت ُه أ ُّم ُه َو ْه ًنا َع َلي َو‬
ِ ‫ِصالُ ُه فِي َعا َمي‬
ِ ‫ص ْي َن‬
ُ‫ْك إِ َليَّ ال َمصِ يْر‬
َ ‫ا ْش ُكرْ لِي َول َِوالِدَ ي‬
Artinya :
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada
kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah
yang
bertambah-tambah,
dan
menyapihya
dalam
usia
dua
tahun.
Bersyukurlah kepada-Ku,dan kepada kedua orang tuamu. Hanya kepada
aku kembalimu” (QS. Luqman :14).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa proses persalinan yang dialami
seorang ibu itu sangat berat, ibu berada dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan salah satu yang membuat ibu mengalami keadaan
lemah adalah persalinan dengan ketuban pecah dini dan hipertensi
gestasional.
Kontraksi
rahim
yang
terjadi
ketika
bayi
akan
lahir
menyebabkan ibu merasa sangat kesakitan, bahkan dalam beberapa waktu
dapat menyebabkan kematian. Karena perjuangan dan resiko seorang ibu
saat melahirkan sangat berat, Rasulullah menyebutkan bahwa kematian
seorang ibu yang melahirkan dianggap syahid setara dengan perjuangan
jihad di Medan perang. Sabda Nabi Muhammad SAW:
5
‫ال مط عون شه يد وال غرق‬: ‫ال شهداء س ب عة سوى ال ق تل ف ي س ب يل هللا‬
‫شه يد و صاحب ذات ال ج نب شه يد وال م بطون شه يد وال حرق شه يد وال ذي‬
‫جمع ة شه يد‬
‫ي موت ت حت ال هدم شه يد وال مرأة ت موت ب‬
Artinya :
”Ada tujuh mati syahid selain mati dalam peperangan membela
agama: orang yang mati karena terserang wabah penyakit tha’un (kolera),
orang yang mati karena tenggelam, orang yang mati karena sakit pinggang,
orang yang mati karena sakit perut, orang yang mati terbakar, orang yang
mati karena tertimpa reruntuhan, dan wanita yang mati karena kehamilan
dan persalinan.” (H.R. Abu Dawud).
Berdasarkan dengan tingginya kejadian Ketuban Pecah Dini dan
Hipertensi Gestasional, maka penulis terdorong mengambil studi kasus
dengan tentang ”Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin dengan Ketuban
Pecah Dini dan Hipertensi Gestasional di RSUD Kabupaten Ciamis.”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, adapun
rumusan masalahnya adalah “Bagaimana Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Bersalin dengan Ketuban Pecah Dini dan Hipertensi Gestasional di RSUD
Kabupaten Ciamis Tahun 2016?”
C. Tujuan
1.
Tujuan Umum
Melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan
Ketuban
Pecah
Dini dan
Hipertensi
Gestasional menggunakan
manajemen dengan pendekatan manajemen kebidanan varney dan
ddokumentasikan dalam bentuk SOAP.
2.
Tujuan Khusus
a.
Mampu mengumpulkan data pada ibu bersalin dengan ketuban
pecah dini dan hipertensi gestasional di Rumah Sakit Umum
Daerah Kabupaten Ciamis.
6
b.
Mampu
menginterprestasikan
diagnosa
kebidanan
pada
ibu
bersalin dengan ketuban pecah dini dan hipertensi gestasional di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis.
c.
Mampu
menetapkan
kebutuhan
terhadap
tindakan
segera,
konsultasi, kolaborasi pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini
dan hipertensi gestasional di Rumah Sakit Umum Daerah
Kabupaten Ciamis.
d.
Mampu menyusun perencanaan asuhan kebidanan pada ibu
bersalin dengan ketuban pecah dini dan hipertensi gestasional di
Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis.
e.
Mampu
melaksanakan
asuhan
secara
tepat
dan
rasional
berdasarkan perencanaan yang dibuat pada ibu bersalin dengan
ketuban pecah dini dan hipertensi gestasional di Rumah Sakit
Umum Daerah Kabupaten Ciamis.
f.
Mampu mengevaluasi asuhan yang diberikan pada ibu bersalin
dengan ketuban pecah dini dan hipertensi gestasional di Rumah
Sakit Umum Daerah Kabupaten Ciamis.
D. Manfaat
1.
Manfaat teoritis
Hasil penelitian kasus diharapkan dapat digunakan sebagai bahan
informasi bagi perkembangan ilmu kebidanan. Khususnya asuhan
kebidanan pada ibu kasus ketuban pecah dini dan hipertensi
gestasiosnal.
2.
Manfaat Praktis
a.
Bagi Penulis
Dapat mengembangkan ilmu pengetahuan dan mendapat
pengalaman yang nyata dalam memberikan asuhan kebidanan
pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini dan hipertensi
gestasional.
b.
Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber ilmu tambahan untuk meningkatkan kualitas
pendidikan kebidanan dalam pemberian asuhan kebidanan pada
ibu bersalin dengan ketuban pecah dini dan hipertensi gestasional.
7
c.
Bagi Lahan Praktik
Sebagai bahan pertimbangan untuk mengevaluasi mutu
pelayanan kesehatan khususnya dalam memberikan asuhan
kebidanan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah dini dan
hipertensi gestasional.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Konsep Dasar
1.
Persalinan
a.
Pengertian Persalinan
Persalinan adalah proses dimana bayi, plasenta dan selaput
ketuban keluar dari uterus ibu. Persalinan dianggap normal jika
prosesnya terjadi pada usia kehamilan cukup bulan (setelah 37
minggu) tanpa disertai adanya penyulit. Persalinan dimulai (inpartu)
sejak uterus berkontraksi dan menyebabkan perubahan pada
serviks (membuka dan menipis) dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dengan lengkap. Ibu belum inpartu jika kontraksi uterus
tidak mengakibatkan perubahan serviks (JNPK-KR, 2008).
Asuhan Persalinan Normal adalah asuhan yang bersih dan
aman selama persalinan dam setelah bayi lahir, an upaya
pencegahan komplikasi terutama perdarahan pasca persalinan,
hipotermia, asfiksia, pada bayi baru lahir. Sementara itu fokus
utamanya adalah upaya pencegahan komplikasi. Pencegahan
komplikasi selama persalinan dan sebelum bayi lahir akan
mengurangi kesakitan dan kematian ibu serta bayi baru lahir
(Prawirohardjo, 2010).
Tujuan
Asuhan
Persalinan
Normal
adalah
menjaga
kelangsungan hidup dan mencapai derajat kesehatan yang tinggi
bayi ibu dan bayinya, melalui upaya yang terintegrasi dan lengkap
tetapi dengan intervensi yang seminimal mungkin agar prinsip
keamanan dan kualitas pelayanan dapat terjaga pada tingkat yang
optimal (Prawirohardjo, 2010).
b.
Jenis Persalinan
Rukiyah, Yulianti, Memunah, Susilawati, (2009) menyatakan
jenis persalinan di bagi menjadi :
8
9
1)
Persalinan Berdasarkan Teknik
a)
Persalinan spontan, yaitu persalinan berlangsung dengan
kekuatan ibu sendiri dan melalui jalan lahir.
b)
Persalinan buatan, yaitu Persalinan dengan tenaga dari
luar dengan ekstraksi forceps, ekstraksi vakum dan sectio
caesaria.
c)
Persalinan anjuran, yaitu persalinan tidak dimulai dengan
sendirinya tetapi baru berlangsung setelah pemecahan
ketuban, pemberian pitocin aprostaglandin.
2)
Persalinan Berdasarkan Umur Kehamilan
a)
Abortus, adalah pengeluaran buah kehamilan sebelum
kehamilan 22 minggu atau bayi dengan berat badan kurang
dari 500 gram.
b)
Partus immaturus, adalah pengeluaran buah kehamilan
antara 22 minggu dan 28 minggu atau bayi dengan berat
badan 500 gram sampai 999 gram.
c)
Partus Prematurus, yaitu pengeluaran buah kehamilan 28
minggu dan 37 minggu atau bayi dengan berat badan
antara 1000 gram dan 2499 gram.
d)
Partus maturs atau aterm, adalah pengeluaran buah
kehamilan antara 37 minggu dan 42 minggu dengan berat
badan bayi di atas 2500 gram.
e)
Partus postmaturus (serotinus), yaitu pengeluaran buah
kehamilan setelah 2 minggu atau lebih dari waktu
persalinan yang ditaksirkan.
3)
Klasifikasi persalinan
a)
Partus matur atau aterm adalah partus dengan kehamilan
37-40 minggu, janin matur, berat badan janin diatas 2500
gram.
b)
Partus prematur adalah dari hasil konsepsi yang dapat
hidup tetapi belum aterm/cukup bulan, berat badan janin
1000-2500 gram atau umur kehamilan 28-36 minggu.
10
c)
Partus post matur/serotinus adalah partus trjadi dua
minggu atau lebih dari waktu yang telah diperkirakan atau
taksiran partus.
d)
Abortus adalah penghentian kehamilan sebelum janin
viabel, berat janin kurang dari 1000 gram, umur kehamilan
kurang dari 28 minggu.
c.
Sebab-sebab mulainya persalinan
Rukiyah, dkk, (2009) menyatakan sebab yang mendasari
terjadinya partus secara teoritis masih merupakan kumpulan teoritis
yang kompleks, teori yang turut memberika andil dalam proses
terjadinya persalinan, antara lain teori hormonal, prostaglandin,
struktur uterus, sirkulasi uterus, pengaru saraf dan nutrisi hal inilah
yang diduga memberikan pengaruh sehingga partus dimulai.
1)
Penurunan kadar progeteron.
Progesteron menimbulkan relaksasi otot-otot rahim,
sebaliknya
estrogen meningkatkan
kontraksi otot
rahim.
Selama kehamilan, terdapat keseimbangan antara kadar
progesterondan estrogen didalam darah tetapi pada akhir
kehamilan kadar progesteron menurun sehingga timbul his
(kontraksi).
2)
Teori Oxcytosin
Pada akhir kehamilan kadar oxcytosin bertambah. Oleh
karena itu timbul kontraksi otot-otot rahim.
3)
Peregangan otot-otot
Dengan majunya kehamilan, maka makin tereganglah
otot-otot
rahim
sehingga
timbullah
kontraksi
untuk
mengeluarkan janin.
4)
Pengaruh janin
Hipofise dan kadar suprarenal janin rupanya memegang
peranan penting oleh karena itu pada acephalus kelahiran
sering lebih lama.
11
5)
Teori prostaglandin
Kadar prostaglandin dalam kehamilan dari minggu ke-15
hingga
aterm
terutama
pada
saat
persalinan
yang
menyebabkan kontraksi miometrium.
d.
Tahapan Persalinan
1) Kala I
Kala satu persalinan dimulai sejak terjadinya kontraksi
uterus
yang
teratur
dan
meningkat
(frekuensi
dam
kekuatannya) hingga serviks membuka lengkap (10 cm). Kala
satu persalinan terdiri atas dua fase, yaitu :
a)
Kala I fase laten, dimulai sejak awal berkontraksi yang
menyebabkan penipisan dan pembukaan serviks secara
bertahap, berlangsung hingga serviks membuka kurang
dari 4 cm. Pada umumnya fase laten berlangsung hampir
atau hingga 8 jam.
b)
Kala I fase aktif, dimulai dengan tanda-tanda frekuensi dan
lama kontraksi uterus meningkat secara bertahap terjadi
tiga kali atau lebih dalam waktu 10 menit dan berlangsung
selama 40 detik atau lebih, dari pembukaan 4 cm hingga
mencapai pembukaan lengkap atau 10 cm, akan terjadi
dengan kecepatan rata-rata 1 cm per jam (nulipara atau
primigravida) atau lebih dari 1 cm hingga 2 cm (multipara),
terjadi penurunan bagian terbawah janin (JNPK-KR, 2008).
Lama kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam
dengan pembukaan 1 cm perjam, sedangkan pada multigravida
berlangsung 8 jam dengan pembukaan 2 cm per jam.
Komplikasi yang dapat timbul pada kala I, yaitu ketuban pecah
dini, tali pusat menumbung, gawat janin, inersia uteri (Rukiah,
dkk, 2009).
2) Kala II
Kala II persalinan dimulai ketika pembukaan serviks
sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan lahirnya bayi. Kala
II juga disebut sebagai kala pengeluaran bayi. Gejala dan tanda
kala II persalinan adalah terjadi pembukaan serviks lengkap,
12
terlihat bagian kepala bayi melalui introitus vagina, ada rasa
ingin meneran saat terjadi kontraksi ada dorongan pada rektum
atau vagina, perineum menonjol, vulva-vagina dan sfringter ani
membuka, meningkatnya pengeluaran lendir bercampur darah
(JNPK-KR 2008).
Proses ini biasanya berlangsung 2 jam pada primi dan 1
jam pada multi. Pada kala II pengeluaran janin telah turun
masuk ruang panggul sehingga terjadi tekanan pada otot-otot
dasar panggul yang secara reflektoris menimbulkan rasa
mengedan, karena tekanan pada rectum ibu merasa seperti
mau buang air besar dengan tanda anus membuka. Pada
waktu his kepala janin mulai terlihat, vulva membuka, perineum
membuka, perineum meregang,. Dengan adanya his ibu
dipimpin untuk mengedan, maka lahir kepala diikuti oleh
seluruh badan janin (Rukiah, dkk, 2009).
Komplikasi yang dapat timbul pada kala II, yaitu
eklampsia, kegawatdaruratan janin, tali pusat menumbung,
penurunan kepala terhenti, kelelahan ibu, persalinan lama,
rupture uteri, distosia karena kelainan letak, infeksi intra
partum, inersia uteri, tanda-tanda lilitan pusat (Rukiah, dkk,
2009).
3)
Kala III
Kala III persalinan disebut juga sebagai kala uri atau kala
pengeluaran plasenta. Dimulai setelah lahirnya bayi dan
berakhir dengan lahirnya plasenta dan selaput ketuban. TandaTanda lepasnya plasenta : terjadi perubahan bentuk dan tinggi
fundus, tali pusat memanjang (tali pusat terlihat menjulur keluar
melalui vulva), semburan darah mendadak dan singkat (JNPKKR, 2008).
Pada kala III, otot uterus (miometrium) berkontraksi
mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah lahirnya
bayi. Penyusutan ini menyebabkan berkurangnya ukuran
tempat perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi
semakin kecil, sedangkan ukuran plasenta tidak berunah maka
13
plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian
bawah uterus atau ke dalam vagina (JNPK-KR, 2008).
Kala III berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah
bayi lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas
pusat beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk
melepaskan plasenta dari dindingnya. Biasanya plasenta lepas
dalam 6-15 menit setelah bayi lahir dan keluar spontan atau
dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta,
disertai dengan pengeluaran darah. Komplikasi yang dapat
timbul pada kala III adalah perdarahan akibat atonia uteri,
retensio plasenta, perlukaan jalan lahir (Rukiah, dkk, 2009).
4)
Kala IV
Persalinan Kala IV dimulai setelah lahirnya plasenta dan
berakhir 2 jam setelah itu. Asuhan dan pemantauan pada kala
IV diantaranya : melakukan rangsangan taktil uterus untuk
merangsang uterus berkontraksi dengan baik, evaluasi tinggi
fundus, memperkirakan kehilangan darah secara keseluruhan,
memeriksa kemungkinan perdarahan dari robekan (laserasi
atau episiotomi) perineum, evaluasi keadaan umum ibu,
dokumentasikan semua temuan persalinan dalam partograf
(JNPK-KR 2008).
Komplikasi yang dapat timbul pada kala IV adalah sub
involusi dikarenakan oleh uterus tidak berkontraksi, perdarahan
yang disebabkan oleh atonia uteri, laserasi jalan lahir, sisa
plasenta (Rukiah, dkk, 2009).
e.
Lamanya persalinan
Lamanya persalinan tentunya berlainan bagi primigravida dan
multigravida, untuk primigravida kala I : 12,5 jam, kala II : 80 menit,
kala III : 10 menit, kala IV : 14 jam, sedangkan multigravida kala I : 7
jam 20 menit, kala II : 30 menit, kala III : 10 menit, kala IV : 8 jam
(Rukiah, dkk, 2009).
14
f.
Tanda-tanda Pesalinan
Rukiah, dkk, (2009) menyatakan beberapa tanda-tanda
persalinan diantaranya:
1) Tanda-tanda permulaan persalinan
Sebelum terjadinya persalinan sebenarnya beberapa
minggu
sebelumnya
wanita
memasuki
“bulannya”
atau
“minggunya” atau “harinya” yang disebut kala pendahuluan. Ini
memberikan tanda-tanda sebagai berikut:
a)
Ligthening atau settling atau dropping yaitu kepala turun
memasuki pintu atas panggul terutama pada primigravida.
Pada multipara tidak begitu terlihat.
b)
Perut terlihat lebih melebar.
c)
Fundus uteri menurun.
d)
Sering buang air kecil atau sulit buang air kecil kerena
kandung kemih tertekan oleh bagian terbawah janin.
e)
Sakit pada perut dan pinggang oleh adanya kontraksikontraksi lemah dari uterus (farse labor pains).
f)
Serviks menjadi lembek, mulai mendatar dan sekresinya
bertambah bisa bercampur darah (bloody show).
2) Tanda-tanda inpartu
Untuk rasa sakit yanng dirasakan wanita pada saat
menghadapi
persalinan
berbeda-beda
tergantung
pdari
ambang rasa sakitnya, akan tetapi secara umum wanita yang
akan mendekati persalinan akan merasakan:
a)
Rasa sakit oleh adanya kontraksi (his) yang datang lebih
kuat, sering, dan teratur.
b)
Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena
robekan-robekan kecil pada serviks.
c)
Pada pemeriksaan dalam serviks mendatar dan telah
adanya pembukaan.
Pada beberapa kasus terjadi ketuban pecah yang
menimbulkan peneluaran cairan. Sebagian ketuban akan pecah
menjelang pembukaan lengkap. Dengan pecahnya ketuban
diharapkan berlangsung 24 jam.
15
g.
Tanda-tanda bahaya persalinan
Ada beberapa tanda bahaya ibu bersalin yang akan
mengancam jiwanya, diantaranya: syok pada saat persalinan,
perdarahan
pada
saat
persalinan,
nyeri
kepala,
ganguan
penglihatan, kejang dan koma, tekanan darah tinggi, persalinan
yang lama, gawat janin dalam persalinan, demam dalam persalinan,
nyeri perut yang hebat, sukar bernafas (Rukiah, dkk, 2009).
Pada saat memberikan asuhan bagi ibu bersalin, penolong harus
selalu waspada terhadap kemungkinan timbulnya masalah atau
penyulit.
Ingat
kegawatdaruratan
bahwa
akan
menunda
meningkatkan
pemberian
resiko
asuhan
kematian
dan
kesakitan ibu dan bayi baru lahir. Langkah dan tindakan yang akan
dipilih sebaiknya dapat memberi manfaat dan memastikan bahwa
proses persalina akan berlangsung aman dan lancar sehingga akan
berdampak baik terhadap keselamatan ibu dan bayi yang akan
dilahirkan (JNPK-KR 2008).
2.
Ketuban Pecah Dini
a.
Pengertian Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput
ketuban sebelum persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi
sebelum usia kehamilan 37 minggu maka disebut ketuban pecah
dini pada kehamilan prematur (Prawirohardjo, 2010).
Ketuban pecah dini (KPD) atau premature rupture of the
membranes (PROM) didefinisikan sebagai pecahnya ketuban
sebelum waktunya melahirkan. Hal ini dapat terjadi pada akhir
kehamilan maupun jauh sebelum waktunya melahirkan. KPD
preterm
adalah KPD sebelum usia kehamilan 37 minggu. KPD
yang memanjang adalah KPD yang lebih dari 12 jam sebelum
waktunya melahirkan. Ketuban pecah dini adalah pecahnya selaput
ketuban sebelum ada tanda-tanda persalinan (Norma dan Dwi,
2013).
Menurut Norma dan Dwi, (2013) ada bermacam-macam
batasan tentang premature rupture of the membranes (PROM),
yakni:
16
1)
Dalam hitungan jam, berapa jam sebelum in partu, misalnya 2
atau 6 jam sebelum in partu.
2)
Dalam ukuran pembukaan serviks/leher rahim pada kala I,
misalnya ketuban yang pecah sebelum pembukaan serviks 3
cm pada primipara dan 5 cm pada multipara.
Normalnya selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal
kala II persalinan. Dapat juga ketuban belum pecah sampai saat
mengedan, sehingga kadang perlu dipecahkan (amniotomi).
b.
Etiologi
Menurut Norma dan Dwi, (2013) penyebab ketuban pecah dini
belum diketahui secara pasti, namun faktor yang lebih berperan sulit
diketahui:
1)
Infeksi, Infeksi yang terjadi secara langsung pada selaput
ketuban maupun asenderen dari vagina atau infeksi pada
cairan ketuban bisa menyebabkan terjadinya KPD.
2)
Keadaan sosial ekonomi dan faktor lain
a)
Faktor golongan darah, akibat golongan darah ibu dan
anak yang tidak sesuai dapat menimbulkan kelemahan
bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit ketuban.
b)
Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
c)
Faktor
multi
graviditas,
merokok
dan
perdarahan
antepartum.
d)
c.
Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vit. C).
Tanda dan Gejala
Tanda yang terjai adalah keluarnya cairan ketuban merembes
melaui vagina. Aroma air ketuban berbau manis dan tidak seperti
bau amoniak, mungkin cairan tersebut masih merembes atau
menetes, dengan ciri pucat dan bergaris warna darah. Cairan ini
tidak akan berhenti atau kering karena akan terus diproduksi
sampai kelahiran. Tapi bia dibawa duduk atau berdiri, kepala janin
biasanya mengganjal atau menyumbat kebocoran untuk sementara.
Demam, bercak vagina yang banyak, nyeri perut, denyut jantung
janin bertambah cepat merupakan tanda-tanda infeksi yang terjadi
(Norma dan Dwi, 2013).
17
d.
Mekanisme Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dalam persalinan secara umum disebabkan
oleh kontraksi uterus dan peregangan berulang. Selaput ketuban
pecah karena pada daerah tertentu terjadi perubahan biokimia yang
menyebabkan selaput ketuban inferior rapuh, bukan karena seluruh
selaput ketuban rapuh (Prawirohardjo, 2010).
Terdapat keseimbangan antara sintesis dengan degrasi
ekstraselular
matriks.
Perubahan
struktur,
jumlah
sel,
dan
katabolisme kolagen menyebabkan aktuvitas kolagen berubah dan
menyebabkan selaput ketuban pecah (Prawirohardjo, 2010).
Faktor
resiko
terjadinya
ketuban
pecah
dini
menurut
Prawirohardjo, (2010) adalah:
1)
Berkurangnya asam askorbik sebagai komponen kolagen
2)
Kekurangan tembaga dan asam askorbik yang berakibat
perubahan struktur abnormal karena antara lain merokok.
Selaput ketuban sangat kuat pada kehamilan muda. Pada
trimester ketiga selaput ketuban mudah pecah. Melemahnya
kekuatan selaput ketuban ada hubungannya dengan pembesaran
uterus, kontraksi rahim, da pergerakan janin. Pada trimester terakhir
ada perubahan biokimia pada selaput ketuban. Pecahnya ketuban
pada kehamilan aterm merupakan hal fisiologis. Ketuban pecah dini
pada kehamilan prematur disebabkan oleh adanya faktor-faktor
eksternal, misalnya infeksi yang menjalar dari vagina. Ketuban
pecah dini prematur sering terjadi pada polihidramnion, inkompeten
serviks, solusio plasenta (Prawirohardjo, 2010).
e.
Diagnosa
Tentukan pecahnya selaput ketuban, dengan adanya cairan ketuba
di vagina. Jika tidak ada dapat dicoba dengan menggerakkan
sedikit bagian terbawah janin atau meminta pasien batuk atau
mengedan. Penentuan cairan ketuban dapat dilakukan dengan tes
lakmus (Nitrazen test) merah menjadi biru. Tentukan usia
kehamilan, bila perlu dengan pemeriksaan USG. Tentukan ada
tidaknya infeksi. Tanda-tanda infeksi adalah bila suhu lebih dari
380C serta air ketuban keruh dan berbau. Leukosit darah
18
>15.000/mm3.
Janin
yang
mengalami
takikardia,
mungkin
mengalami infeksi intrauterin. Tentukan tanda-tanda persalinan dan
skorning pelvik. Tentukan adanya kontraksi yang teratur. Periksa
dalam dilakukan bila akan dilakukan penanganan aktif (terminasi
kehamilan) (Prawirohardjo, 2010).
f.
Komplikasi
Komplikasi yang timbul akibat Ketuban Pecah Dini bergantung
pada usia kehamilan. Dapat terjadi infeksi maternal ataupun
neonatal, persalinan premature, hipoksia karena kompresi tali
pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio caesarea,
atau gagalnya persalinan normal (Prawirohardjo, 2010).
g.
Faktor-faktor yang mempengeruhi terjadinya ketuban pecah dini
menurut Morgan (2009), Kejadian Pecah Dini (KPD) dapat
disebabkan oleh beberapa faktor meliputi:
1)
Usia
Karakteristik
pada
ibu
berdasarkan
usia
sangat
berpengaruh terhadap kesiapan ibu selama kehamilan maupun
menghadapi persalinan. Usia untuk reproduksi optimal bagi
seorang ibu adalah antara umur 20-35 tahun. Dibawah atau
diatas usia tersebut akan meningkatkan resiko kehamilan dan
persalinan.
Usia
mempengaruhi
seseorang
sistem
sedemikian
reproduksi,
besarnya
karena
akan
organ-organ
reproduksinya sudah mulai berkurang kemampuannya dan
keelastisannya dalam menerima kehamilan.
2)
Sosial ekonomi (Pendapatan)
Pendapatan merupakan faktor yang menentukan kualitas
dan kuantitas kesehatan di suatu keluarga. Pendapatan
biasanya berupa uang yang mempengaruhi seseorang dalam
memenuhi kehidupan hidupnya. Pendapatan yang meningkat
tidak merupakan kondisi yang menunjang bagi terlaksananya
status
kesehatan
seseorang.
Rendahnya
pendapatan
merupakan rintangan yang menyebabkan seseorang tidak
mampu memenuhi fasilitas kesehatan sesuai kebutuhan.
19
3)
Paritas
Paritas adalah banyaknya anak yang dilahirkan oleh ibu
dari anak pertama sampai dengan anak terakhir. Adapun
pembagian paritas yaitu
primipara, multipara, dan grande
multipara. Primipara adalah seorang wanita yang baru pertama
kali melahirkan dimana janin mencapai usia kehamilan 28
minggu atau lebih. Multipara adalah seorang wanita yang telah
mengalami kehamilan dengan usia kehamilan minimal 28
minggu dan telah melahirkanbuah kehamilanya 2 kali atau
lebih. Sedangkan grande multipara adalah seorang wanita yang
telah mengalami hamil dengan usia kehamilan minimal 28
minggu dan telah melahirkan buah kehamilannya lebih dari 5
kali. Wanita yang telah melahirkan beberapa kali dan pernah
mengalami KPD pada kehamilan sebelumnya serta jarak
kelahiran yang terlampau dekat diyakini lebih beresiko akan
mengalami KPD pada kehamilan berikutnya.
4)
Anemia
Anemia
pada
kehamilan
adalah
anemia
karena
kekurangan zat besi. Jika persediaan zat besi minimal, maka
setiap kehamilan akan mengurangi persediaan zat besi tubuh
dan akhirnya menimbulkan anemia. Pada kehamilan relatif
terjadi anemia karena darah ibu hamil mengalami hemodelusi
atau pengenceran dengan peningkatan volume 30% sampai
40% yang puncaknya pada kehamilan 32 sampai 34 minggu.
Pada ibu hamil yang mengalami anemia biasanya ditemukan
ciri-ciri lemas, pucat, cepat lelah, mata berkunang-kunang.
Pemeriksaan darah dilakukan minimal dua kali selama
kehamilan yaitu pada trimester pertama dan trimester ke tiga.
Dampak anemia pada janin antara lain abortus, terjadi
kematian intrauterin, prematuritas, berat badan lahir rendah,
cacat bawaan dan mudah infeksi. Pada ibu, saat kehamilan
dapat
mengakibatkan
abortus,
persalinan
prematuritas,
ancaman dekompensasikordis dan ketuban pecah dini. Pada
saat persalinan dapat mengakibatkan gangguan his, retensio
20
plasenta dan perdarahan post partum karena atonia uteri.
Anemia berdasarkan hasil pemeriksaan dapat digolongkan
menjadi (1) HB > 11 gr %, tidak anemia, (2) 9-10 gr % anemia
sedang, (3) < 8 gr % anemia berat.
5)
Perilaku Merokok
Kebiasaan merokok atau lingkungan dengan rokok yang
intensitas tinggi dapat berpengaruh pada kondisi ibu hamil.
Rokok
mengandung
lebih
dari
2.500
zat
kimia
yang
teridentifikasi termasuk karbonmonoksida, amonia, aseton,
sianida hidrogen, dan lain-lain. Merokok pada masa kehamilan
dapat menyebabkan gangguan-gangguan seperti kehamilan
ektopik, ketuban pecah dini, dan resiko lahir mati yang lebih
tinggi.
6) Riwayat KPD
Pengalaman yang pernah dialami oleh ibu bersalin
dengan kejadian KPD dapat berpengaruh besar pada ibu jika
menghadapi kondisi kehamilan. Riwayat KPD sebelumnya
beresiko 2-4 kali mengalami ketuban pecah dini kembali.
Patogenesis terjadinya KPD secara singkat ialah akibat
penurunan kandungan kolagen dalam membran sehingga
memicu terjadinya ketuban pecah dini dan ketuban pecah
preterm. Wanita yang pernah mengalami KPD pada kehamilan
atau menjelang persalinan maka pada kehamilan berikutnya
akan lebih beresiko dari pada wanita yang tidak pernah
mengalami KPD sebelumnya karena komposisi membran yang
menjadi rapuh dan kandungan kolagen yang semakin menurun
pada kehamilan berikutnya.
7)
Serviks yang inkompetensik
Inkompetensia serviks adalah istilah untuk menyebut
kelainan pada otot-otot leher atau leher rahim (serviks) yang
terlalu lunak dan lemah, sehingga sedikit membuka ditengahtengah kehamilan karena tidak mampu menahan desakan janin
yang semakin besar. Inkompetensia serviks adalah serviks
dengan suatu kelainan anatomi yang nyata, disebabkan
21
laserasi sebelumnya melalui ostium uteri atau merupakan suatu
kelainan
kongenital
pada
serviks
yang
memungkinkan
terjadinya dilatasi berlebihan tanpa perasaan nyeri dan mules
dalam masa kehamilan trimester kedua atau awal trimester
ketiga yang diikuti dengan penonjolan dan robekan selaput
janin serta keluarnya hasil konsepsi.
8) Tekanan intra uterin
Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat
secara berlebihan dapat menyebabkan terjadinya ketuban
pecah dini, misalnya :
a) Trauma : berupa hubungan seksual, pemeriksaan dalam,
amniosintesis
b) Gemelli : Kehamilan kembar adalah suatu kehamilan dua
janin atau lebih. Pada kehamilan gemelli terjadi distensi
uterus yang berlebihan, sehingga menimbulkan adanya
ketegangan rahim secara berlebihan. Hal ini terjadi karena
jumlahnya berlebih, isi rahim yang lebih besar dan kantung
(selaput ketuban ) relative kecil sedangkan dibagian bawah
tidak ada yang menahan sehingga mengakibatkan selaput
ketuban tipis dan mudah pecah.
h.
Pemeriksaan Penunjang
1)
Pemeriksaan Laboratorium
Cairan yang keluar dari vagina perlu diperiksa: warna,
konsentrasi, bau pH nya. Cairan yang keuar dari vagina ini
keluar air ketuban mungkin juga urine atau sekret vagina.
Sekret vagina ibu hamil pH 4-5, dengan kertas nitrazin tidak
berubah warna, tetap kuning (Norma dan Dwi, 2013).
a)
Tes Lakmus (Tes Nitrazin), jika kertas lakmus merah
berubah menjadi biru menunjukkan adanya air ketuban
(alkalis). pH nya air ketuban 7-7,5, darah dan infeksi vagina
dapat menghasilkan tes yang positif palsu.
b)
Mikrroskopik (Tes Pakis), dengan meneteskan air ketuban
pada gelas objek dan dibiarkan kering. Pemeriksaan
mikroskopik menunjukkan gambaran daun pakis.
22
2)
Pemeriksaan Ultrasonografi (USG)
Menurut Norma dan Dwi, (2013) pemeriksaan ini
dimaksudkan untuk melihat jumlah cairan ketuban dalam
kavum uteri. Pada kasus KPD terlihat jumlah cairan ketuban
yang sedikit. Namun sering terjadi kesalahan pada penderita
oligohidramnion. Walaupun pendekatan diagnosis KPD cukup
banyak macam dan caranya, namun pada umumnya KPD
sudah bisa terdiagnosis dengan anamnesa dan pemeriksaan
sederhana.
i.
Penanganan
Menurut Prawirohardjo (2010) penanganan pada ibu yang
mengalami Ketuban Pecah Dini di bagi menjadi 2 bagian, yaitu:
1)
Konservatif
Rawat di Rumah Sakit, berikan antibiotik (ampisilin
4x500mg atau eritromisin bila tidak tahan ampisilin dan
metronidazole 2x500mg selama 7 hari). Jika umur kehamilan
<32-34 minggu, di rawat selama air ketuban masih keluar, atau
sampai air ketuban tidak lagi keluar. Jika usia kehamilan 32-37
minggu belum inpartu, tidak infeksi, tes busa negatif beri
dexametason,
observasi
tanda-tanda
infeksi,
dan
kesejahteraan janin. Terminasi pada kehamilan 37 minggu. Jika
usia kehamilan 32-37 minggu sudah inpartu, tidak ada infeksi,
berikan tokolitik (salbutamol), dexametason, dan induksi
setelah 24 jam, jika usia kehamilan 32-37 minggu ada infeksi,
beri antibiotik dan lakukan induksi, nilai tanda-tanda infeksi
(suhu, leukosit, tanda-tanda infeksi intrauterin).
Pada usia kehamilan 32-37 minggu berikan steoid untuk
memacu kematangan paru janin, dan bila memungkinkan
periksa kadar lesitin dan spingomielin tiap minggu. Dosis
betametason 12mg sehari sehingga tunggal selama 2 hari,
dexametason I.M. 5 mg setiap 6 jam sebanyak 4 kali.
2)
Aktif
Kehamilan >37 minggu, induksi dengan oksitosin. Bila
gagal seksio sesarea. Dapat pula diberikan mosoprostol 25mg-
23
50mg intravaginal tiap 6 jam maksimal 6 kali. Bila ada tandatanda infeksi berikan antibiotik dosis tinggi dan persalinan
diakhiri.
a)
Bila skor velvik <5, lakukan pematangan serviks, kemudian
induks. Jika tidak berhasil, akhiri persalinan dengan seksio
sesarea.
b)
j.
Bila skor velvik >5, induksi persalinan.
Penatalaksanaan
Adapun
penatalaksanaan
ketuban
pecah
dini
menurut
Prawirohardjo (2010), adalah sebagai berikut:
1)
Ukur suhu dan nadi ibu setiap empat jam
2)
Setelah pemantauan janin elektronik, cek DJJ setiap empat jam
ketika sudah di rumah sakit.
3)
Hitung sel darah putih dengan hitung jenis setiap hari atau
setiap dua hari.
4)
Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur.
5)
Pemeriksaan USG untuk mengukur distansia biparietal dan
perlu
melakukan
aspirasi air
ketuban
unuk
melakukan
pemeriksaan kematangan paru melalui perbandingan.
6)
Waku terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan pada selang
waktu 6 jam sampai 24 jam, bila tidak terjadi his spontan.
7)
Pada usia kehamilan 24 minggu 32 minggu saat berat janin
cukup,
perlu
persalinan,
diselamatkan.
dipertimbangkan
untuk
melakukan
dengan
kemungkinan
janin
Jika
persalinanmenuju
ke
tidak
induksi
dapat
prematurmakan
dilakukan seksio sesarea.
Menurut Manuaba, (2007) Metode drip oksitosin dapat
dilakukan sebagai berikut:
1.
Dipasang infus Dekstros 5% atau ringer laktat dengan 5
unit oksitosin.
2.
Tetesan pertama antara 8 – 12 tetes permenit dengan
perhitungan setiap tetesan mengandung 0,0005 unit
sehingga dengan pemberian 12 tetes/menit sebanyak
oksitosin sebanyak 0,006 unit/menit.
24
3.
Setiap 15 menit dilakukan penilaian, jika tidak terdapat his
yang adekuat, jumlah tetesan ditambah 4 tetes, sampai
maksimal mencapai 40 tetes permenit atau 0,02 unit
oksitosin/menit.
4.
Tetesan maksimal dipertahankan dalam 2 kali pemberian
500 cc Dekstros 5%.
5.
Jika sebelum tetesan ke-40, sudah timbul kontraksi otot
rahim yang adekuat, tetesan terakhir dipertahankan,
sampai persalinan berlangsung.
6.
Dalam literatur dikemukakan juga, bahwa pemberian
oksitosin maksimal setiap menit adalah sekitar 30-40m IU
atau tetesan sebanyak 40 tetes permenit dengan oksitosin
sebanyak 10 IU.
Menurut Hidayati, dkk, (2014) prosedur pelaksanaan
pemasangan infus, yaitu:
1.
Cuci tangan dan pasang sarung tangan.
2.
Buka kemasan set infus.
3.
Tempatkan klem tepat 2-4 cm di bawah bilik tetesan, tutup
klem/off.
4.
Tusukkan set infus ke dalam kantung cairan.

Lepaskan penutup botol cairan (tanpa menyentuh
ujung tempat masuknya set infus).

Lepaskan penutup ujung insersi selang dengan tidak
menyentuh ujung tersebut, kemudian masukkan ujung
selang tersebut ke dalam botol cairan.
5.
Isi selang infus.

Tekan bilik tetesan kemudian lepaskan, biarkan terisi
1/3 sampai 1/2 bagian penuh.

Buka pelindung jarum dan buka klem rol. Alirkan cairan
ke adapter jarum, tampung pada bengkok. Setelah
semua selesai terisi, tutup kembali klem.

Pastikan bagian dalam selang infus bebas dari udara.
25
6.
Identifikasi vena yang dapat diakses untuk pemasangan
infus.

Hindari daerah yang menonjol.

Pilih vena distal lebih dulu.

Hindari pemasangan di pergelangan tangan, daerah
peradangan di ruang antekubital, ekstremitas yang
sensasinya menurun, dan tangan yang dominan.
7.
Pasang perlak di bawah lokasi yang akan diinfus.
8.
Bila terdapat bulu di tempat insersi, gunting terlebih dahulu
(jangan mencukur bulu karena dapat menyebabkan
mikroabrasi dan menjadi predisposisi infeksi).
9.
Pasang torniquet 10-12 cm di atas insersi.
10. Dilatasikan vena, dengan cara:

Menepuk-nepuk vena dari proksimal ke distal.

Mengepal dan membuka tangan.

Ketukan ringan di atas vena.

Kompres hangat di atas vena.
11. Disinfeksi lokasi insersi dengan etadin, lalu bilas dengan
kapas alkohol 70% sampai bersih dan tunggu sampai
kering.
12. Fiksasi vena dengan ibu jari di atas vena dan renggangkan
kulit berlawanan dengan arah insersi 5-7,5 cm dari distal ke
tempat fungsi vena.
13. Lakukan pungsi vena dengan membentuk sudut 20-300.
Jika darah masuk ke jarum, menandakan jarum telah
masuk vena. Rendahkan jarum sampai hampir menyentuh
kulit.
Masukkan
lagi
±
2-3
cm
kemudian
tarik
stylet/mandrim sedikit perlahan. Lanjutkan memasukkan
kateter plastik sampai pangkal kateter. (Untuk jarum
bersayap; masukkan jarum bersayap ke dalam vena
sampai pangkal insersi).
14. Stabilkan kateter dengan satu tangan, lepas torniquet,
tekan di atas ujung kateter plastik (untuk mencegah darah
26
mengalir keluar), kemudian tarik dan lepaskan stylet/jarum
mandrim.
15. Hubungkan adapter jarum infus (selang) ke pangkal kateter
plastik.
16. Buka
klem,
atur
aliran
dengan
kecepatan
tertentu
(observasi adanya ekstravasasi).
17. Fiksasi kateter IV (sarung tangan dilepas agar plester agar
plester tidak lengket ke sarung tangan).

Fiksasi menyilang pada pangka kateter plastik.

Letakan bantalan kasa steril di atas tempat insersi,
fiksasi dengan plester di atasnya.

Letakkan selang infus pada balutan dengan plester.
Untuk fiksasi jarum bersayap, plester dilekatkan pada
sayap. (Untuk fiksasi tergantung kebijakan institusi,
ada pula yang langsung memakai fiksasi infus dalam
bentuk jadi, contohnya: corapor, Veca-C).
18. Atur kecepatan aliran sesuai kebutuhan.
19. Tuliskan tanggal dan waktu pemasangan infus pada plester.
20. Rapikan pasien dan bereskan alat.
21. Cuci tangan.
Menurut
Hidayati,
dkk,
(2014)
evaluasi
setelah
pelaksanaan pemasangan infus, yaitu melakukan observasi
pasien terhadap:
3.
1.
Jumlah larutan yang benar.
2.
Kecepatan aliran.
3.
Kepatenan jalur intravena.
4.
Infiltrasi, flebitis, dan inflamasi.
Hipertensi Gestasional
a.
Pengertian
Hipertensi gestasional disebut transient hypertension adalah
hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria
dan hipertensi menghilang setelah 3 bulan pascapersalinan atau
kehamilan
dengan
tanda-tanda
proteinuria (Prawirohardjo, 2010).
preeklampsia
tetapi
tanpa
27
Hipertensi gestasional : yakni merupakan hipertensi yang
bersifat sementara, muncul pada pertengahan kehamilan (setelah
usia kehamilan 20 minggu), cenderung menjadi normal setelah
melahirkan, dan tidak mengalami proteinuria (Setyawati, dkk, 2013).
b.
Etiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan sampai saat ini belum
diketahui dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang
terjadinya hipertensi dalam kehamilan, tetapi tidak ada satupun teori
tersebut yang dianggap mutlak benar (Prawirohardjo, 2010)
Menurut Lisnawati, (2012) etiologi hipertensi dalam kehamilah
dipengaruhi oleh :
1) Usia : Insidens tinggi pada primigaravida muda, meningkat pada
primigravida tua, Pada wanita hamil berusia kurang dari 25
tahun insidend >3x lipat. Pada wanita hamil berusia lebih dari 35
tahun, dapat terjadi hipertensi laten.
2) Paritas : Primigravida tua resiko lebih tinggi untuk preeklampsia
berat.
3) Faktor keturunan : jika ada riwayat preeklampsia/eklampsia
pada ibu/nenek penderita, faktor resiko meningkat sampai 25%.
4) Diet/gizi : tidak ada hubungan bermakna antara menu/pola diet
tertentu
(WHO).
Penelitian
lain
:
Kekurangan
kalsium
berhubungan dengan angka kejadian yang tinggi pada kejadian
hipertensi. Angka kejadian juga lebih tinggi pada ibu hamil yang
obese/overweight.
5) Tingkah laku/ sosioekonomi : Kebiasaan merokok, ibu yang
merokok saat hamil memiliki resiko kemungkinan janin dan
pertumbuhan janin terhambat yang jauh lebih tinggi. Aktifitas
fisik selma hamil yaitu istirahat baring yang cukup selama hamil
mengurangi kemungkinan/insidens hipertensi dalam kehamilan.
c.
Tanda dan Gejala
Gejala yang biasanya muncul pada ibu yang mengalami
hipertensi pada kehamilan harus diwaspadai jika ibu mengeluh
nyeri kepala saat terjaga, kadang-kadang disertai mual, muntah
akibat peningkatan tekanan intrakranium, penglihatan kabur,
28
ayunan langkah yang tidak mantap, oedema dependen dan
pembengkakan (Rukiah dan Yulianti, 2010).
d.
Diagnosa
Menurut Kemenkes, (2013) diagnosis hipertensi gestasional
dapat ditegakkan apabila tekanan darah ≥140/90 mmHg, tidak ada
riwayat hipertensi sebelum hamil , tekanan darah normal usia
kehamilan <12 minggu, tidak ada proteinuria (diperiksa dengan tes
celup urine), dapat disertai tanda dan gejala preeklampsia seperti
nyeri ulu hati dan trombositopenia, diagnosis pasti ditegakkan
pascapersalinan.
e. Penatalaksanaan
Menurut Kemenkes, (2013) penatalaksanaan umum hipertensi
gestasional diantaranya :
1)
Pantau tekanan darah, urine (untuk proteinuria), dan kondisi
janin setiap minggu.
2)
Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia
ringan.
3)
Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin
terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin.
4)
Beritahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala
preeklampsia dan eklampsia.
5)
Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
Pertimbangan
Persalinan/terminasi
kehamilan
pada
dengan preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional
ibu
yang
sudah aterm, induksi persalinan dianjurkan (Kemenkes, 2013).
Menurut Sari, (2010) dalam penelitiannya yang berjudul
kehamilan dengan hipertensi gestasional menyebutkan bahwa
tujuan pengobatan hipertensi dalam kehamilan ialah menekan
resiko
kepada
ibu
terhadap kenaikan
desakan
darah
dan
menghindari pemberian obat-obat yang membahayakan janin.
Adapun indikasi pemberian antihipertensi adalah:
1)
Resiko rendah hipertensi:
29
a)
Ibu sehat dengan tekanan darah diastolik menetap ≥100
mmHg.
b)
Dengan disfungsi organ dan tekanan darah diastolik
≥90mmHg.
2)
Obat Antihipertensi:
a)
Pilihan pertama ialah obat antihipertensi golongan a2agonis sentral yaitu Methyldopa dengan dosis 0,5-3,0
g/hari, dibagi dalam 2-3 dosis.
b)
Pilihan pertama ialah obat antihipertensi golongan calsium
channel blocker, yaitu Nifedipine dengan dosis 30-120
g/hari,
dalam
slow-release
tablet.
(Nifedipine
harus
diberikan per oral).
Menurut Wijaya, (2008) dopamet merupakan nama
dagang dari golongan metildopa yang merupakan obat pilihan
utama untuk hipertensi
pada
kehamilan yang
dapat
menstabilkan aliran darah uteroplasenta dan hemodinamik
janin. Obat ini termasuk golongan α2-agonis sentral yang
mempunyai mekanisme kerja dengan menstimulasi reseptor α 2adrenergik di otak.
B. Manajemen Kebidanan
1.
Pengertian
Manajemen kebidanan adalah bentuk pendekatan yang digunakan
bidan dalam memberikan alur pikir bidan, pemecahan masalah atau
pengambilan keputusan klinis. Asuhan yang diberikan harus dicatat
secara benar, sederhana, jelas, logis, sehingga perlu sesuatu metode
pendokumentasian (Varney, 2008 dalam Fatimah, 2015).
2.
Langkah-langkah dalam manajemen kebidanan
Proses management ada tujuh langkah yang berurutan, yang
setiap langkahnya disempurnakan secara periodik. Tujuh langkah
Varney yaitu:
a.
Langkah I (Pengumpulan data dasar)
30
Menurut Varney dalam Purwoastuti dan Walyani, (2014) pada
langkah ini, dilakukan dengan pengkajian dengan mengumpulkan
semua data yang diperlukan untuk mengevaluasi keadaan klien
secara lengkap yaitu :
1)
Riwayat kesehatan
2)
Pemeriksaan fisik yang sesuai dengan kebutuhannya
3)
Meninjau catatan terbaru atau catatan sebelumnya
4)
Meninjau data laboratorium dan membandingkan dengan hasil
studi
Pada langkah pertama ini, dikumpulkan semua data yang
akurat dan semua sumber yang berkaitan dengan kondisi klien.
b.
Langkah II (interpretasi data dasar)
Menurut Varney dalam Purwoastuti dan Walyani, (2014) pada
langkah ini dilakukan identifikasi yang benar terhadap diagnosa
atau masalah dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang
benar atas data-data yang dikumpulkan.
Data
dasar
yang
sudah
dikumpulkan
diinterpretasikan
sehingga ditemukan masalah atau diagnosa yang spesifik. Kata
masalah dan diagnosa keduanya digunakan karena beberapa
masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosis, tetapi sungguh
membutuhkan penanganan yang dituangkan kedalam sebuah
rencana asuhan kepada klien. Masalah yang sering berkaitan
dengan wanita yang diidentifikasikan oleh bidan sesuai dengan
masalah ini sering menyertai diagnosa.
c.
Langkah III (mengidentifikasi diagnosa atau masalah potensial)
Menurut Varney dalam Purwoastuti dan Walyani, (2014) pada
langkah ini mengidentifikasi masalah atau diagnosis potensial lain
berdasarkan berdasarkan rangkaian masalah atau diagnosis yang
sudah di identifikasi. Langkah ini membutuhkan antisipasi, bila
memungkinkan dilakukan pencegahan. Sambil mengamati klien
bidan diharapkan dapat bersiap diri bila diagnosa/masalah potensial
ini benar-benar terjadi. Pada langkah ini penting sekali melakukan
asuhan yang aman.
d.
Langkah IV (identifikasi perlunya penanganan segera)
31
Menurut Varney dalam Purwoastuti dan Walyani, (2014)
mengidentifikasi perlunya tindakan segera oleh bidan atau dokter
dan atau untuk dikonsultasikan atau ditangani bersama dengan
anggota tim kesehatan yang lain sesuai dengan kondisi
klien.
Langkah keempat ini mencerminkan kesinambungan dari proses
management kebidanan. Jadi, management bukan hanya selama
asuhan primer periodik atau kunjungan perinatal saja, tetapi juga
selama wanita tersebut bersama bidan terus-menerus, misalnya
pada waktu wanita tersebut dalam masa persalinan.
e.
Langkah V (perencanaan asuhan komprehensif)
Menurut Varney dalam Purwoastuti dan Walyani, (2014) pada
langkah ini dilakukan asuhan yang menyeluruh yang ditentukan
oleh
langkah-langkah
sebelumnya.
Langkah
ini
merupakan
kelanjutan management terhadap diagnosa atau masalah yang
telah diidentifikasikan atau di antisifasi. Pada langkah ini informasi
atau data dasar yang tidak lengkap dapat dilengkapi. Rencana
asuhan yang menyeluruh tidak hanya meliputi apa yang sudah
diidentifikasikan dari kondisi klien atau dari setiap masalah yang
berkaitan, tetapi juga dari rangka pedoman antisipasi terhadap
wanita tersebut, seperti apa yang diper kirakan terjadi berikutnya.
Dengan kata lain, asuhan terhadap wanita tersebut sudah
mencakup hal yang berkaitan dengan semua aspek asuhan. Setiap
rencana asuhan disetujui oleh kedua belah pihak, yaitu oleh bidan
dan klien agar dapat dilaksankan dengan efektif karena klien
merupakan bagian dari pelaksanaan rencana tersebut. Oleh karena
itu pada langkah ini tugas bidan adalah merumuskan asuhan sesuai
dengan pembahasan rencana bersama klien, kemudian membuat
keputusan bersama sebelum melaksanakannya.
f.
Langkah VI (pelaksanaan perencanaan)
Menurut Varney dalam Purwoastuti dan Walyani, (2014) pada
langkah keenam ini, rencana asuhan menyeluruh seperti yang telah
diuraikan pada langkah kelima dilaksanakan secara efisien dan
aman. Perencanaan ini dapat dilakukan seluruhnya oleh bidan atau
anggota tim kesehatan lain. Jika bidan tidak melakukannya sendiri,
32
ia tetap memikul tanggung jawab untuk tetap mengarahkan
pelaksanaannya (misalnya memastikan agar langkah-langkah
tersebut terlaksana). Dalam situasi ketika bidan berkolaborasi
dengan dokter untuk menangani klien yang mengalami komplikasi,
keterlibatan bidan dalam management asuhan bagi klien adalah
bertanggung jawab terhadap terlaksananya rencana asuhan
bersama yang menyeluruh tersebut. Management yang efisien
dapat menyingkat waktu dan menghemat biaya serta meningkatkan
mutu asuhan klien.
g.
Langkah VII (evaluasi)
Menurut Varney dalam Purwoastuti dan Walyani, (2014)
pada langkah ini dilakukan evaluasi keefektifan asuhan yang sudah
diberikan, meliputi pemenuhan kebutuhan terhadap masalah yang
telah diidentifikasi di dalam masalah dan diagnosa.
3.
Kewenangan Bidan
Seorang bidan dalam memberikan asuhan harus berdasarkan
aturan atau hukum yang berlaku, sehingga penyimpangan terhadap
hukum (mal praktik) dapat dihindarkan, dalam memberikan asuhan
kebidanan landasan hukum yang digunakan diantaranya:
a.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor
1464/Menkes/per/X/2010 tentang izin dan Penyelenggaraan Praktik
Bidan, kewenangan yang dimiliki bidan meliputi:
1. Pasal 9
Bidan dalam menyelenggarakan praktik berwenang untuk
memberikan pelayanan yang meliputi:
a)
Pelayanan kesehatan ibu
b)
Pelayanan kesehatan anak
c)
Pelayanan kesehatan reproduksiperempuan dan keluarga
berencana
2. Pasal 10
1) Pelayanan Kesehatan ibu sebagaimana dimaksud dalam
pasal 9 huruf a diberikan pada masa prahamil, kehamilan,
masa persalinan, masa nifas, masa menyusui, dan masa
antara 2 kehamilan.
33
2) Pelayanan Kesehatan Ibu sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) meliputi:
1. Pelayanan konseling pada masa pra hamil
2. Pelayanan antenatal pada kehamiln normal
3. Pelayanan persalinan normal
4. Pelayanan ibu nifas normal
5. Pelayanan ibu menyusui
6. Pelayanan konseling pada masa antara dua kehamilan
3) Bidan
dalam
memberikan
pelayanan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) berwenang untuk penanganan
kegawatdaruratan, dilanjutkan dengan perujukan.
b.
Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan (Permenkes) Nomor
369/Menkes/SK/III/2007 tentang Standar Profesi Bidan
Standar Kompetensi yang berhubungan dengan Persalinan
Kompetensi ke-4
Bidan memberikan asuhan yang bermutu tinggi, tanggap terhadap
kebudayaan setempat selama persalinan, memimpin selama
persalinan
yang
bersih
dan
aman,
menangani
situasi
kegawatdaruratan tertentu untuk mengoptimalkan kesehatan wanita
dan bayinya yang baru lahir. Dibawah pengawasan dokter, bidan
diberi wewenang khusus sebagai berikut: Memberikan pertolongan
persalinan abnormal letak sungsang, partus macet kepala di dasar
panggul, ketuban pecah dini tanpa infeksi, preterm dan post term.
C. Konsep Dasar Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin dengan Ketuban
Pecah Dini dan Ketuban Pecah Dini.
Menurut Walash (2008), asuhan kebidanan adalah pengambilan
keputusan dan tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan
wewenang dan ruang lingkup prakteknya berdasarkan ilmu dan kiat
kebidanan. Mulai dari pengkajian, perumusan diagnosa atau masalah
kebidanan, perencanaan, implementasi, evaluasi, pencatatan asuhan
kebidanan. Dalam asuhan kebidanan pada ketuban pecah dini dan
hipertensi gestasional hal yang harus dilakukan meliputi:
34
S
:
Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien
dan keluarga melalui anamnesa sebagai langkah I varney (Varney
dalam Purwoastuti dan Walyani, 2014).
1)
Identitas ibu bersalin dan suami meliputi nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, alamat.
2)
Keluhan ibu bersalin dengan KPD mengatakan : keluar air-air
dari jalan lahir.
3)
Riwayat
kehamilan
sekarang
meliputi
HPHT,
ANC
teratur/tidak, Imunisasi TT.
4)
Riwayat kehamilan yang lalu meliputi hamil keberapa, umur
kehamilan, jenis kelamin, jenis persalinan, ditolong oleh siapa,
komplikasi persalinan dan keadaannya.
5)
Riwayat penyakit meliputi penyakit keluarga, keturunan
kembar, riwayat operasi.
O
:
Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,
hasil laboratorium dan diagnostik lain yang dirumuskan dalam data
fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I varney (Varney
dalam Purwoastuti dan Walyani, 2014).
1)
Keadaan umum, kesadaran.
2)
Tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, suhu dan
respirasi.
3)
Pemeriksaan fisik meliputi:
a) Mata meliputi konjungtiva anemis atau tidak, sklera ikterik
atau tidak.
b) Leher meliputi kelenjar tyroid adakah pembesaran,
kelenjar getah bening adakah pembesaran.
c) Payudara ada benjolan atau tidak, simetris apa tidak,
puting susu menonjol atau tidak, ada pengeluaran
kolostrum atau tidak.
d) Abdomen meliputi bekas operasi ada atau tidak, kontraksi
ada atau tidak, palpasi (TFU, TBJ, bagian teratas janin,
presentasi punggung, bagian terbawah janin), auskultasi
(DJJ).
35
e) Ekstremitas oedema ada atau tidak, terpasang infus atau
tidak.
f)
Pemeriksaan dalam meliputi vulva, vagina, portio masih
tebal atau sudah mengalami penipisan, pembukaan
berapa cm, selaput ketuban masih ada atu tidak, air
ketuban, penurunan di hodge berapa.
g) Pemeriksaan penunjang meliputi haemoglobin, protein
urien, glukosa urine, golongan darah.
A
:
Menggambarkan pendokumentasian, hasil analisa dan interpretasi
data
subjektif
dan
diagnosa/masalah,
perlunya
objektif
antisipasi
tindakan
segera
dalam
suatu
identifikasi,
diagnosa/masalah
oleh
bidan
potensial,
atau
dokter,
konsultan/kolaborasi dan atau rujukan sebagai langkah II,III,IV
varney (Varney dalam Purwoastuti dan Walyani, 2014).
Menurut Norma dan Dwi, (2013) interpretasi data pada ibu
bersalin dengan ketuban pecah dini dan hipertensi dalam
kehamilan yaitu:
1)
Diagnosa
2)
Masalah: pada ketuban pecah dini ibu merasa cemas,
kurangnya pengetahuan dan informasi tentang ketuban pecah
dini. Pada hipertensi gestasional kekhawatiran ibu terhadap
kondisi dan keadaannya.
3)
Kebutuhan: KIE tentang ketuban pecah dini, dukungan moril.
Diagnosa potensial pada
terjadinya
infeksi,
distosia/partus
partus
kering.
ketuban pecah dini antara lain:
preterm,
Diagnosa
prolaps
potensial
tali
pada
pusat
dan
hipertensi
gestasional adalah eklamsi, dan pada janin dapat terjadi
prematuritas, IUGR, gawat janin, IUFD (Norma dan Dwi, 2013).
Antisipasi atau tindakan segera yang dilakukan pada pasien
ketuban pecah dini antara lain: pemberian antibiotik, istirahat/tirah
baring, dan rujukan ke rumah sakit. Pada hipertensi gestasional
kolaborasi dengan dokter Sp.OG. untuk menentukan terapi dan
petugas laboratorium untuk pemeriksaan laboratorium, siapkan
36
magnesium sulfat untuk mengantisipasi adanya kejang (Norma dan
Dwi, 2013).
P
:
Menggambarkan pendokumentasian dan perencanaan, tindakan
implementasi dan evaluasi berdasarkan assesment sebagai
langkah V,VI,VII varney (Varney dalam Purwoastuti dan Walyani,
2014).
Menurut Norma dan Dwi, (2013) antisipasi atau perencanaan
tindakan dan penatalaksanaan pada ibu bersalin dengan ketuban
pecah dini antara lain:
1) Periksa tanda-tanda vital tiap empat jam
2) Cek DJJ.tiap 1 jam sampai 4 jam
3) Hindari pemeriksaan per-vaginal
4) Jaga pasien tetap bersih dan kering
5) Palpasi fundus uteri untuk mengetahui aktivitas uterus setiap
1jam sampai 2 jam.
Menurut Kemenkes, (2010) antisipasi atau perencanaan
tindakan dan penatalaksanaan pada ibu bersalin dengan hipertensi
gestasional antara lain:
1) Pantau tekanan darah, urine (untuk proteinuria), dan kondisi
janin setiap minggu.
2) Jika tekanan darah meningkat, tangani sebagai preeklampsia
ringan.
3) Jika kondisi janin memburuk atau terjadi pertumbuhan janin
terhambat, rawat untuk penilaian kesehatan janin.
4) Beritahu pasien dan keluarga tanda bahaya dan gejala
preeklampsia dan eklampsia.
5) Jika tekanan darah stabil, janin dapat dilahirkan secara normal.
6) Pertimbangan Persalinan/terminasi kehamilan pada ibu dengan
preeklampsia ringan atau hipertensi gestasional yang sudah
aterm, induksi persalinan dianjurkan.
Menurut Norma dan Dwi, (2013) evaluasi/hasil yang
diharapkan dari asuhan pada ibu bersalin dengan ketuban pecah
dini antara lain: Pasien mendapat terapi untuk infeksi atau tidak
37
ada gejala infeksi, jantung janin baik/tidak terdapat gawat janin.
Janin/bayi baru lahir tidak mengalami hal yang tidak diinginkan.
D. Tinjauan Islam
Persalinan menurut Islam Al-Quran dan Al-hadist:
Dari rahim seorang ibu akan lahir seorang anak. Perjuangan ibu dalam
proses kehamilan dan persalinan sangatlah berharga. Sebagaimana firman
Allah dalam penggalan Al-Quran surat Al-Ahqaf ayat 15:
Artinya :
”Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua
orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan
melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai
menyapihnya adalah tiga puluh bulan, sehingga apabila dia telah dewasa
dan umurnya sampai empat puluh tahun ia berdoa: "Ya Tuhanku, tunjukilah
aku untuk mensyukuri nikmat Engkau yang telah Engkau berikan kepadaku
dan kepada ibu bapakku dan supaya aku dapat berbuat amal yang saleh
yang Engkau ridhai; berilah kebaikan kepadaku dengan (memberi kebaikan)
kepada anak cucuku. Sesungguhnya aku bertaubat kepada Engkau dan
sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang berserah diri" (Q.S Al-Ahqaf
ayat 15).
Maksud dari ayat tesebut adalah betapa susahnya seorang ibu dalam
proses melahirkan dan berjuang dalam menahan rasa sakit, salah satu
kasus yang membuat ibu bersusah payah adalah kejadian ketuban pecah
dini dan hipertensi gestasional dalam proses persalinan. Namun seberat
apapun dan sesusah apapun sakit yang dirasakan ibu, harus yakin bahwa
setiap
penyakit
yang
Allah
ciptakan
pasti ada
obat
penawarnya,
38
sebagaimana hadits dari Jabir bin Abdullah R.A., dari Rasulullah SAW.,
bahwasannya beliau bersabda:
Artinya:
“Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu
penyakit, penyakit itu akan sembuh dengan seizin Allah „Azza wa Jalla.”
Seorang ibu yang berjuang (melahirkan) tentunya harus mutlak
bergantung pada pertolongan Allah, sedangkan para dokter atau bidan
hanya membantu saja. Disinilah nilai tambah dari persalinan islami. Proses
persalinan akan dimulai dengan menggantungkan harapan pada Allah. Dzikir
dan doa akan menguatkan jiwanya da di sisi lain kebaikan dan pahala yang
ia dapatkan (Rumaisha, 2013).
Dia yakin, Allah yang menentukan pada hari apa, jam berapa anaknya
akan lahir, hingga kepasrahan dirinya membuat otot-otot jalan lahir menjadi
relaksasi untuk bisa dilalui oleh janin dan hormon-hormon persalinan
menjadi sangat maksimal untuk berfungsi, sedangkan hormon adrenalin
yang membuat ibu menjadi tegang dan labil akan tertekan (Emma, 2012).
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran Surat Al-Ahqaf ayat 15. Al-Quran dan Terjemah. Bandung : CV.
Diponegoro.
Al-Quran Surat Luqman ayat 14. Al-Quran dan Terjemah. Bandung : CV.
Diponegoro.
Al-Hadits Riwayat Abu Dawud. 7 Golongan Mati Syahid. Tersedia dalam
http://www.alkhoirot.net/ (diakses 11 Mei 2016).
Al-Hadits dari Jabir bin abdullah R.A. Dan Jika Aku Sakit, Dialah yang
Menyembuhkanku. Tersedia dalam https://muslim.or.id/ (diakses 11 Mei
2016).
Badan Pusat Statistik, (2005) in Morgan, (2009) Faktor yang Mempengaruhi
Ketuban Pecah Dini. Tersedia dalam http://digilib.unimus.ac.id/ (diakses 10
Mei 2016).
Dinas Kesehatan Jawa Barat (2013) Angka Kematian Ibu Tertinggi ada di Jawa
Barat. Tersedia dalam http://health.kompas.com/read/2014/12/05/ (Diakses
05 Mei 2016).
Dinas Kesehatan Kabupaten Ciamis, (2015) Angka Kematian Ibu di Ciamis.
Dinas Kesehatan kabupaten Ciamis.
Emma,
(2012)
Bidan
Islami.
Artikel.
Tersedia
http://www.alikhlascenter.wordpress.com (diakses 11 Mei 2016).
dalam
Fatimah, S., (2015) Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin dengan Ketuban
Pecah Dini di Ruang VK RSUD Kabupaten Ciamis. Laporan Tugas Akhir.
STIKes Muhammadiyah Ciamis.
Hidayati, dkk, (2014) Praktik Laboratorium Keperawatan Jilid 1. Jakarta: Penerbit
buku Erlangga.
JNPK-KR., (2008) Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: Jaringan Nasional
Pelatihan Klinik-Kesehatan Reproduksi.
Kemenkes, RI., (2013) Buku Saku Pelayanan Kesehatan Ibu di Fasilitas
Kesehatan Dasar dan Rujukan. Jakarta: WHO Perkumpulan Obstetri dan
Ginekologi Indonesia IBI.
Lisnawati, L., (2012) Asuhan Kebidanan Terkini Kegawatdaruratan Maternal dan
Neonatal. Tasikmalaya: CV. Trans Info Medis.
Manuaba, I. B. G., (2007) Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran: EGC.
Mitra, (2010) Data Angka Kematian Ibu menurut WHO tersedia dalam
http://modulkesehatan.blogspot.co.id/2013 (diakses 05 Mei 2016).
44
45
Morgan, (2009) Faktor yang Mempengaruhi Ketuban Pecah Dini. Tersedia dalam
http://digilib.unimus.ac.id/ (diakses 10 Mei 2016).
Norma, N., Dwi, M., (2013) Asuhan Kebidanan patologi. Yogyakarta: Nuha
medika.
Notoatmojo, (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Prawirohardjo, S., (2010) Ilmu Kebidanan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Purwoastuti, T., E., Walyani, E., S., (2014) Konsep Kebidanan. Yogyakarta:
Pustaka baru press.
Puspitasari, D., R., (2013) Data Angka Kejadian Hipertensi dalam Kehamilan di
dunia terdapat dalam Hubungan Usia, Graviditas, dan Indeks Masa tubuh
dengan Kejadian Hipertensi dalam Kehamilan. Jurnal. Universitas
Muhammadiyah semarang.
Rukiah, A., I., Yulianti, L. (2009) Asuhan Kebidanan 4 Patologi Kebidanan .
Purwakarta: CV. Trans Info Media.
Rukiah, A., Y., Yulianti, L., Maemunah., Susilawati, L. (2009) Asuhan Kebidanan
II Persalinan. Jakarta: Trans Info Media.
Rumaisha, (2013) Menjadi Bidan Islami. Tersedia dalam http://rumaishaarrafiqah.blogspot.com (diakses 11 Mei 2016).
Setiawan, B. (2015) Primigravida dengan Riwayat Hipertyroid Terkontrol dan
Hipertensi Gestasional. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.
Setyawati, B., dkk. (2013) Faktor Resiko hipertensi Pada wanita hamil di
Indonesia. Jurnal. Jakarta Pusat : Pusat Teknologi dan Intervensi
Kesehatan Masyarakat. Jln. Percetakan Negara No. 29.
Tahir, S., Seweng, A., Abdullah, Z. (2012) Faktor Determinan Ketuban Pecah
Dini Di Rsud Syekh Yusuf Kabupaten Gowa. Jurnal. Universitas
Hasanudin.
Walash,
(2008)
Pengertian
Asuhan
Kebidanan.
http://repository.usu.ac.id/ (diakses 30 Mei 2016).
Tersedia
dalam
Wijaya, D., R. (2008) Penggunaan Metildopa Pada Ibu Hamil Dengan Hipertensi
Kronik. Tersedia dalam https://yosefw.wordpress.com/ (diakses tanggal 30
Mei 2016).
Wiknjosastro, (2007) Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan bina Pustaka Sarwono.
(2008) Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan bina Pustaka Sarwono.
(2009) Ilmu Kebidanan. Jakarta. Yayasan bina Pustaka Sarwono.
Download