LAPORAN PENELITIAN KESUKARELAAN POLITIK MASYARAKAT 2014 KOTA SAWAHLUNTO Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto TIM PENELITI: Dr. Aidinil Zetra, SIP, MA Drs. Bakaruddin Rosyidi, MS Dr. Ferra Yanuar, SSi,MSc Mhd. Fajri, SIP Kerjasama: Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto dengan Pusat Studi Politik Lokal dan Otonomi Daerah Universitas Andalas Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Puji syukur peneliti haturkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmatNya peneliti telah dapat melaksanakan penelitian “Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat kesukarelaan politik masyarakat Kota Sawahlunto dan mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi kesukarelaan politik masyarakat. Kesukarelaan politik adalah suatu nilai dan praktik politik yang murni. Kesukarelaan politik sangat penting dalam kehidupan demokrasi. Demokrasi tidak akan tumbuh dan berkembang dalam satu sistem politik jika masyarakatnya tidak memiliki kesukarelaan politik. Oleh karena itu, setiap warga yang terlibat kegiatan politik dan kegiatan-kegiatan voluntarisme, baik secara individual maupun komunal, secara sistematik maupun tidak, berskala besar maupun kecil, maka akan berkontribusi terhadap perkembangan kehidupan demokrasi. Kesukarelaan politik juga salah satu nilai penting yang memungkinkan warga masyarakat hidup secara damai, harmonis, toleran dan saling bekerjasama dengan rasa kesetiakawanan yang tinggi. merupakan nilai dasar untuk berkembangnya Nilai-nilai ini kehidupan yang lebih demokratis. Dengan mengetahui peta persoalan kesukarelaan politik masyarakat diharapkan program-program yang dirumuskan untuk pengembangan kehidupan demokrasi khususnya demokrasi elektoral akan lebih sistematis dan berorientasi pada pemecahan masalah publik, serta mampu meningkatkan partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu. Meskipun substansi dan teknis pelaksanaan penelitian ini dilakukan oleh tim peneliti Pusat Studi Politik Lokal dan Otonomi Daerah Universitas Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto i i Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Andalas, namun keberhasilan penelitian ini sangat dipengaruhi oleh peran besar Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto, Panitia Pemilihan Kecamatan dan Panitia Pemungutan Suara Kota Sawahlunto yang telah membiayai secara keseluruhan operasional penelitian ini dan membantu dalam pengumpulan data penelitian ini. Karena itulah pada kesempatan ini peneliti mengucapkan terima kasih kepada Ketua dan Komisioner KPU Kota Sawahlunto, Sekteraiat KPU serta Pokja Riset Partisipasi dalam Pemilu KPU Kota Sawahlunto. Penghargaan yang sama disampaikan kepada semua pihak yang telah membantu baik dalam menyediakan data sebagai responden dan informan serta memberikan informasi maupun fasilitas penelitian. Semoga kerjasamanya tetap akan terjalin pada masa yang akan datang. Harapan peneliti semoga hasil penelitian ini bermanfaat menjadi referensi dalam pengembangan khasanah akademik, masukan bagi KPU dalam perbaikan manajemen penyelenggaraan Pemilu baik di Kota Sawahlunto maupun di daerah lain yang memiliki persoalan yang sama dalam peningkatan kesukarelaan politik masyarakat. Segala respon dan masukan akan bermanfaat bagi peneliti untuk kesempurnaan penelitian ini di masa yang akan datang. Terima kasih. Sawahlunto, Juli 2015 Ketua Peneliti dto. Dr. Aidinil Zetra, SIP, MA Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto ii Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Kata Pengantar i Daftar Isi iii Daftar Tabel vii BAB I Pendahuluan 1 1.1 Latar Belakang Masalah 1 1.2 Perumusan Masalah 3 1.3 Tujuan 4 1.4 Manfaat Penelitian 4 1.5 Dasar Hukum 5 BAB II BAB III Kerangka Konseptual 6 2.1 Konsep Kesukarelaan Politik 6 2.1.1 Pengertian Kesukarelaan 7 2.1.2 Nilai-Nilai Kesukarelaan 7 2.2 Kesukarelaan Politik 10 2.3 Ciri Kesukarelaan Politik 12 2.4 Jenis-Jenis Kesukarelaan Politik 13 Metodologi 15 3.1 Pendekatan Penelitian 15 3.2 Sumber Data 16 3.2.1 Data Sekunder 16 3.2.2 Data Primer 16 Teknik Pengumpulan Data 17 3.3.1 Teknik Kuesioner 17 3.3.2 Teknik FGD 17 3.3.3 Teknik Dokumenter 17 3.3 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto iii Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 3.4 Lokasi Penelitian, Informan dan Responden 17 3.5 Sampel 18 3.6 Teknik Pengolahan Data 20 3.6.1 Metode Pengolahan Data 20 3.6.2 Perangkat Pengolahan Data 21 3.6.3 Analisa Data 21 Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data 22 3.7.1 Mendeskripsikan, Menginterpretasi, dan Mengecek 22 3.7 Ulang Hasil Penelitian 3.7.2 Memisahkan Secara Tegas Antara Deskriptif, 22 Interpretasi dan Penilaian Hasil Penelitian 3.7.3 Memberikan Umpan Balik (Feedback) BAB IV Deskripsi Daerah Penelitian 24 4.1 Profil Kota Sawahlunto 24 4.1.1 Sejarah Kota Sawahlunto 24 4.1.2 Kondisi Georafis 26 4.1.3 Kondisi Demografi 28 Karakteristik Pemilih Masyarakat Kota Sawahlunto 30 4.2 BAB V 2 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 31 5.1 Identitas Responden 31 5.1.1 Komposisi Responden Berdasarkan Umur 31 5.1.2 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 32 5.1.3 Komposisi Responden Berdasarkan Desa/Kelurahan 33 5.1.4 Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat 34 Pendidikan 5.1.5 Komposisi Responden Berdasarkan Agama 35 5.1.6 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan 36 5.1.7 Komposisi Responden Berdasarkan Suku Bangsa 37 5.1.8 Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat 37 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto iv Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Pendapatan 5.2 Pemetaan Partisipasi Memilih Pada Pemilu 2014 38 5.2.1 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Umur 38 5.2.2 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis 42 Kelamin 5.2.3 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut 43 Desa/Kelurahan 5.2.4 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat 45 Pendidikan 5.2.5 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Agama 46 5.2.6 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis 46 Pekerjaan 5.2.7 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat 47 Pendapatan 5.3 Motivasi Pemilih dalam Pemilu 2014 49 5.4 Alasan Golput pada Pemilu 2014 51 5.5 Minat Masyarakat Terhadap Demokrasi Elektoral 53 5.6 Sikap Masyarakat Terhadap Politik Uang 55 5.7 Penggunaan Hak Pilih Masyarakat 59 5.7.1 Kendala dalam Penggunaan Hak Pilih 59 5.7.2 Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu 60 2014 5.7.3 Penilaian Masyarakat terhadap Penyelenggaraan 61 Sosialisasi Pemilu 5.8 5.7.4 Yang perlu Diperbaiki dalam Pemilu 61 5.7.5 Jenis Pilkada yang Diinginkan Warga ke Depan 62 Kesukarelaan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemilu 63 5.8.1 Masalah Utama yang Sedang Dihadapi Masyarakat 64 Kota Sawahlunto 5.8.2 Hubungan antara Penilaian Masyarakat terhadap 65 Kinerja Pemerintah dengan Tingkat Kesukarelaan Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto v Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Politik 5.9 Kesukarelaan Masyarakat dalam Penyelenggaraan 66 Pilkada Sumbar 2015 5.9.1 Sumber Informasi Politik tentang Penyelenggaraan 66 Pilkada Sumbar 2015 5.9.2 Sumber Informasi Politik tentang Bakal Calon 67 Peserta Pilkada Sumbar 2015 5.9.3 Yang perlu Ditingkatkan dalam Pelaksanaan 68 Pilkada Sumbar 2015 5.9.4 Tingkat Kesediaan Masyarakat Menjadi Voluntir 68 dalam Pelaksanaan Pilkada Sumbar 2015 5.10 BAB VI Bentuk-Bentuk Kesukarelaan Politik Masyarakat 69 Penutup 72 6.1 Kesimpulan 72 6.2 Rekomendasi Penelitian 75 Daftar Pustaka ix Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto vi Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Tabel 1 Nama Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kota 27 Sawahlunto Tabel 2 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin 29 di Kota Sawahlunto Tabel 3 Komposisi Penduduk Sawahlunto Berdasarkan Umur 30 Tabel 4 Komposisi Responden Berdasarkan Umur 31 Tabel 5 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin 32 Tabel 6 Komposisi Responden Berdasarkan Kelurahan/Desa 33 Tabel 7 Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan 34 Tabel 8 Komposisi Responden Berdasarkan Agama 35 Tabel 9 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan 36 Tabel 10 Komposisi Responden Berdasarkan Suku Bangsa 37 Tabel 11 Komposisi Responden Berdasarkan Pendapatan 38 RumahTangga Tabel 12 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Umur 39 Tabel 13 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Kelamin 42 Tabel 14 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Desa/Kelurahan 43 Tabel 15 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat 45 Pendidikan Tabel 16 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Agama 46 Tabel 17 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Pekerjaan 47 Tabel 18 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat 48 Pendapatan Tabel 19 Motivasi Pemilih dalam Pemilu 2014 50 Tabel 20 Alasan Golput pada Pemilu 2014 53 Tabel 21 Minat Masyarakat Terhadap Demokrasi Elektoral 55 Tabel 22 Sikap Masyarakat Terhadap Politik Uang 56 Tabel 23 Sikap Responden Menolak Pilitik Uang 57 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto vii Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Tabel 24 Kendala dalam Pemilu 59 Tabel 25 Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu 2014 60 Tabel 26 Penilaian Masyarakat terhadap Penyelenggaraan 61 Sosialisasi Pemilu Tabel 27 Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu ke 62 Depan Tabel 28 Jenis Pilkada Yang Diinginkan Warga ke Depan 63 Tabel 29 Masalah Sosial Ekonomi Masyarakat 65 Tabel 30 Sumber Informasi Pilkada 66 Tabel 31 Sumber Informasi Bakal Calon Pilkada 67 Tabel 32 Yang Perlu Ditingkat dari Pilkada Pilkada Sumbar 2015 68 Tabel 33 Tingkat Kesukarelaan Masyarakat dalam Pilkada 69 Tabel 34 Bentuk-Bentuk Kesukarelaan Politik Masyarakat 70 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto viii Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 1.1 Latar Belakang Masalah Semenjak 1998, Indonesia telah berhasil melakukan perubahan politik dari sistem politik birokratik otoritarian menjadi lebih demokratis. Perbaikan berbagai institusi demokrasi telah dilakukan, seperti pengakuan terhadap hak-hak sipil dan kebebasan politik, serta tata pemerintahan yang baik dan institusi antikorupsi mengalami perbaikan. Pemerintah telah memberi ruang yang lebih terbuka kepada warga negara untuk terlibat dalam politik dan pemerintahan yang ditandai dengan kelahiran banyak partai politik, kelompok kepentingan, dan kelompok penekan; kebebasan media; Pemilu yang bebas dan jujur;dan partisipasi politik. Beberapa langkah perbaikan struktural yang diambil antara lain: (1) amandemen UUD 1945 untuk memberi dasar hukum bagi partisipasi rakyat dalam menjalani kehidupan politik; (2) perubahan Undang-Undang Politik tentang Pemilu, Partai Politik, Pemerintahan Daerah, serta Susunan dan Kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; (3) mendorong kembali partisipasi politik rakyat melalui penyelenggaraan otonomi daerah, dan penglibatan rakyat dalam Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah secara langsung. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 1 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Setelah lebih dari satu setengah dekade dilaksanakan reformasi politik di Indonesia ternyata yang muncul adalah adalah paradoks demokrasi yaitu perbedaan antara janji demokrasi untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik dan kekecewaan masyarakat yang muncul dari hasil praktek-praktek demokrasi. Pradoks ini, dalam bahasa Norberto Bobbio, ahli politik Italia, distilahkan dengan “the broken promises”, yaitu perbedaan antara apa yang telah dijanjikan dengan apa yang sebenarnya dapat dihasilkan (janji yang tidak tertepati) yang kemudian mempengaruhi ekonomi, kehidupan dan kesejaahteraan, dan keamanan masyarakat (warga negara). Penelitian yang dilakukan Aidinil Zetra dkk, (2010) tentang kinerja demokrasi di Sumatera Barat menyimpulkan bahwa bangunan demokrasi di daerah ternyata lemah. Demokrasi tidak memiliki landasan terpentingnya, yaitu partisipasi dan voluntarimsme politik. Meskipun demokrasi prosedural mengalami berbagai perbaikan seperti kualitas penyelenggaraan Pemilu dari satu Pemilu ke Pemilu lainnya, kebebasan mendirikan Partai Politik, dan hak-hak warga negara untuk berpartisipasi di dalam Pemilu melalui jalur non-partai juga dijamin, namun demokratisasi seperti itu ternyata tidak menjamin terwakilinya kepentingan rakyat di dalam proses-proses politik yang demokratis. Permasalahan yang sangat kentara adalah ternyata demokrasi yang tumbuh adalah demokrasi berbasis politik transaksional. Popular democracy yang didefinisikan secara mekanik dengan sistem suara terbanyak akan mempersubur potensi terjadinya vote-buying. Sehingga hubungan antara wakil rakyat dan konstituen yang diwakilinya bukan berlandaskan hubungan yang amanah, tetapi lebih pada hubungan jual beli suara dengan harga yang sangat murah. Akibatnya, di tengah proses demokratisasi yang terus berlangsung, banyak kalangan justru mempertanyakan manfaat dari demokrasi itu sendiri bagi peningkatan kesejahteraan rakyat. Demokrasi dianggap tidak mampu menghasilkan kebijakan publik yang memihak kepada kepentingan rakyat. Demokrasi yang terbentuk adalah demokrasi elitis tanpa memperhatikan keterwakilan publik. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 2 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Begitu juga dengan Pemilihan Kepala Daerah langsung yang dilaksanakan sejak tahun 2004 hanya menjadi rutinitas ritual politik saja, tanpa makna dan belum tentu membawa perubahan mendasar dalam sendisendi kehidupan sosial–politik di daerah. Bahkan bisa juga hanya mempertegas pandangan masyarakat : pembodohan massal dan pemiskinan struktural. Masyarakat hanya bisa menjadi komoditas politik elit untuk meraih kekuasaan. Pilkada langsung sebagai jalan untuk masyarakat sipil dalam kehidupan berpolitik, hanya sekadar “isapan jempol” politik, karena selama ini partisipasi politik serta perilaku politik masyarakat hanya masih dalam ruang politik mobilisasi, dimana masyarakat tidak paham makna politik yang sebenarnya. Dari hal yang demikian kemudian muncul sebuah wacana kontrak politik yang diharapkan mampu mengutamakan kepentingan masyarakat. 1.2 Perumusan Masalah Dampak dari perkembangan politik uang seperti digambarkan di atas adalah terjadinya politik biaya tinggi yang memberatkan sebagian peserta Pemilu. Peserta Pemilu mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan dukungan pemilih, atau pemilih aktif meminta yang diberikannya. Fenomena ini menjadikan imbalan dari demokrasi dukungan kita tidak sehat. Riset ini bermaksud mengeksplorasi permasalahan partisipasi politik warga negara yang difokuskan pada “kesukarelaan politik (political voluntarism) masyarakat dalam Pemilihan Umum 2014 dan Pilkada Gubernur Sumatera Barat Tahun 2015 di Kota Sawahlunto. Kesukarelaan warga dalam politik berpengaruh luas dalam kehidupan politik. Absennya kesukarelaan warga dapat merusak sendi-sendi demokrasi. Dalam jangka pendek, biaya politik mahal menjadi resiko yang harus ditanggung karena segalanya serba berbayar. Dalam jangka panjang, korupsi menjadi virus endemik yang pasti menyerang. Sebaliknya, tatanan demokrasi Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 3 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto semakin kuat apabila kesukarelaan warga tumbuh dan hidup di dalam masyarakat. Dari Pemilu ke Pemilu kesukarelaan warga mengalami pasang surut. Kesukarelaan warga yang kehadirannya ditandai dengan munculnya relawan dari berbagai kalangan kuat muncul dalam Pemilu 2014. Pertanyaannya, apa faktor yang mempengaruhi munculnya kesekuraleaan politik warga dan faktor apa yang menghambatnya? Kebijakan apa saja yang dapat ditempuh untuk menumbuhkan dan memperkuat kesukarelaan warga dalam politik? 1.3 Tujuan Tujuan pelaksanaan riset ini adalah : 1. Menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan yang terkait dengan partisipasi dan kesukarelaan politik dalam Pemilu di Kota Sawahlunto. 2. Merumuskan rekomendasi kebijakan berbasis riset untuk meningkatkan dan memperkuat partisipasi dan kesukarelaan politik masyarakat Kota Sawahlunto. 1.4 Manfaat Penelitian Riset ini sangat penting dan bermanfaat bagi KPU Kota Sawahlunto, terutama: 1. Untuk mendapatkan gambaran tentang tingkat kesadaran serta kesukarelaan masyarakat pemilih Kota Sawahlunto; 2. Sebagai acuan penetapan program kerja sosialisasi dalam rangka peningkatan kualitas kesadaran pemilih; 3. Memberikan masukan dan rekomendasi terhadap segala pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung, baik bagi KPU penyelenggara, Kota maupun Sawahlunto, kepala Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto Pemerintah daerah, daerah yang terpilih agar jajaran tidak 4 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto melupakan segala macam janji ataupun kontrak disepakati 1.5 dengan politik yang telah masyarakat. Dasar Hukum Dasar hukum diadakan riset ini adalah: 1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan Umum; 2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UndangUndang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015; 3. Peraturan KPU Nomor 2 tahun 2015 tentang Tahapan, Program dan Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 4. Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota; 5. Surat Edaran KPU RI Nomor 155/KPU/IV/2015 tanggal 6 April 2015 Perihal Pedoman Riset tentang Partisipasi dalam Pemilu. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 5 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 2.1 Konsep Kesukarelaan Politik Kesukarelaan politik adalah suatu nilai dan praktik politik yang murni. Kesukarelaan politik sangat penting dalam kehidupan demokrasi. Oleh karena itu, setiap orang yang terlibat kegiatan politik dan program-program kesukarelaan, baik secara individu maupun kolektif, baik secara sistematik maupun tidak, dan baik kontribusinya besar maupun kecil, ia dianggap sebagai kegiatan dan program yang baik. Kesukarelaan politik juga salah satu nilai yang dijunjung tinggi yang memungkinkan manusia terus hidup bermasyarakat dan bekerjasama berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan. Benarkah kesukarelaan politik bangsa Indonesia semakin pudar? Memang banyak orang yang mengkhawatirkan tentang pudarnya semangat kesukarelaan politik ini. Namun di beberapa tempat dan kalangan semangat kesukarelaan ini tampak masih berkembang. Misalnya pada saat bencana alam masih banyak warga yang secara sukarela membantu baik moril maupun materil, Namun demikian, hakikat bahwa ikatan pesatuan, tingkat partisipasi, tradisi bergotongrayong dan praktek bantu-membantu memang tampak semakin pudar. Di sisi lain masyarakat kita semakin tergoda dan tergiur dengan aspek kebendaan dan mementingkan kepentingan pribadi. Keadaan ini tentu tidak bisa dibiarkan. Ia perlu dihadapi, ditangani dan diperbaiki. Karena itu, semangat kesukarelaan perlu diberikan nafas baru semangat baru. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 6 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 2.1.1 Pengertian Kesukarelaan Kata “sukarela”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti “dengan kehendak sendiri, tidak dipaksa-paksa, tidak dikerahkan dan dengan rela hati”. Seadangkan kata “kesukarelaan” berarti “sikap sukarela”. Orang yang melakukan sesuatu dengan sukarela disebut “sukarelawan”. Berdasarkan pengertian tersebut, kesukarelaan dapat diartikan sebagai melakukan sesuatu dengan kehendak sendiri, tidak dipaksa atau dimobilisasi, dengan niat yang ikhlas dan tulus dan dengan tidak mengharapkan imbalan. Menurut The Reader’s Digest-Oxford Wordfinder kata “voluntarism” berarti “the principle of relying on voluntary action rather than compulsion; the doctrine that the will is a fundamental or dominant factor in the individual or the universe; the doctrine that the Church or schools should be independent of the state and supported by voluntary contributions”. Sedangkan kata “voluntary” berarti “done, acting or able to act of one’s free will; unpaid work; built, brought about, produced, maintained, etc., by voluntary action or contribution”. Kata “volunteer” mengacu kepada “a person who voluntarily undertakes a task or enters a military or other service, undertakes or offer one’s services, be a volunteer”. 2.1.2 Nilai-Nilai Kesukarelaan Nilai-nilai kesukarelaan itu sendiri telah ada dalam nilai-nilai budaya masyarakat baik di Indonesia secara umum maupun dalam masyarakat Sumatera Barat atau Minangkabau khususnya. Nilai kesukarelaan dalam budaya bangsa Indonesia antara lain, tercermin dalam budaya “gotong royong”. Budaya Gotong royong sering dipraktekkan dalam kehidupan bermasyarakat yang tanggap dan peduli terhadap kepenting bersama, misalnya bergotongroyong dalam membuat tali badar, membangun jalan, jembatan, mesjid, balai adat, membantu acara perhelatan anggota kaum, gotong royong turun ke sawah untuk menyemai dan menuai padi, mengurus Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 7 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto anak saudara yang sakit dan menyelenggarakan jenazah, pindah rumah dan sebagainya. Nilai kesukarelaan yang diwujudkan dalam budaya gotong-royong dan saling membantu juga terdapat dalam budaya lokal masyarakat Sawahlunto yang mayoritas bersukubangsa Minangkabau. Nilai kesukarelaan ini terlihat dari pepatah Minangkabau yaitu “barek samo dipikua, ringan samo dijinjiang, hati gajah samo dilapah, hati tungau samo dicacah”: (“berat sama dipikul, yang ringan sama dijinjing” dan “hati gajah sama dilapah, hati kuman sama dicecah”. Konsep gotong-royong di Minangkabau mengakomodir setiap anggota masyarakat, yaitu dengan memberikan peran kepada semua orang yang berguna dalam kehidupan masyarakat seperti terlihat dalam pepatah/Hikayat Malim Deman: “Nan pakak pambaka mariam, (Yang tuli pembakar meriam) Nan buto pahambuih lasung, (Yang buta menghembus lesung) Nan lumpuah paalau ayam, (Yang lumpuh pengalau ayam) Nan pendek tinjau-meninjau, (Yang pendek tinjau-meninjau) Nan kurok memikul buluah” (Yang kurap memikul buluh). Sementara itu, dalam Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas masyarakat Kota Sawahlunto juga memberikan petunjuk yang amat mendukung nilai, sikap dan praktik kesukarelaan. Di antaranya adalah dalam ayat Al- Qur’an yang mengacu kepada konsep fastabiqul khairatyaitu berlomba-lombalah berbuat kebaikan (al Maidah:48) dan ayat berikut: “Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan bersegera kepada mengerjakan berbagai kebaikan; mereka itu termasuk orang-orang yang shaleh”.(al Imran: 114) Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 8 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Dalam konteks ini, dasar utama yang menitikberatkan praktek kesukarelaan dalam Islam adalah dari segi kepentingan seorang Muslim untuk memelihara hubungan yang yang dekat dengan Allah SWT (hablu min Allah), dan pada waktu yang bersamaan memelihara hubungan antara sesama manusia (hablu min ‘an nas). Di samping itu, agama Islam menekankan pentingnya semangat pengorbanan (ruh al-tadhhiyyah) karena ia mempunyai nilai yang paling tinggi di sisi Allah SWT. Hal ini akan semakin jelas jika dilihat dari beberapa segi lain, misalnya dari segi persaudaraan (ukhuwwah) dan dari segi pembelaan Islam terhadap golongan yang terpinggirkan (al mustad’afin). Bagaimanapun, kesukarelaan mungkin mempunyai arti yang berbeda antar individu, masyarakat, dan zaman yang berbeda. Hal ini disebabkan karena arti kesukarelaan juga juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor sejarah, politik, ekonomi dan budaya suatu masyarakat.Ada yang melihat kesukarelaan dalam bentuk “idealisme” atau “altruisme” atau “goodness of heart” atau “charitable souls”. Ada juga yang menyanjung kesukarelaan sebagai gerakan yang baik atau positif namun ada juga yang merasa aneh dengan kesukarelaan. Kata “kesukarelaan” biasanya digabungkan dengan kata “mengabdi” atau “bakti” (service). Arti pelayanan juga berbeda-beda antara seseorang dengan orang lain. Bagi sebagian orang, mungkin yang dimaksud kesukarelaan adalah “satu tradisi atau tanggung jawab agama atau moral”. Orang lain mungkin melihatnya sebagai “suatu tindakan yang jelas, yang tidak sentimental dan merupakan semangat kesetiakawanan”, atau melihatnya sebagai “bukan saja kebaikan kemanusiaan, bahkan peluang untuk belajar tentang kehidupan orang-orang kecil, miskin dan lemah. Bagaimanapun kesukarelaan dapat dijadikan indikator untuk melihat sifat-sifat kemanusiaan dalam diri seseorang atau suatu kelompok. Orang yang sering terlibat dalam kegiatan sukarela akan dilihat sebagai seorang yang bersifat mulia. Sedangkan orang yang tidak mau berpartisipasi dalam Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 9 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto kegiatan kesukarelaan tentu akan dilihat sebagai seorang yang egois, mementingkan diri sendiri dan sebagainya. 2.2 Kesukarelaan Politik Kesukarelaan politik dapat diartikan sebagai segala tindakan yang dilakukan warga negara yang terkait dengan kegiatan politik atas kehendak sendiri, tanpa paksaan atau mobilisasi, dengan niat untuk kemaslahatan masyarakat tanpa mengharapkan imbalan yang bersifat material. Kesukarelaan politik salah satu pilar utama dari demokrasi. Kesukarelaan politik masyarakat berkaitan erat dengan kehidupan demokrasi demokrasi suatu negara. Dalam negara yang demokratis, kedaulatan tertinggi berada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan, serta masa depan dan untuk menentukan orang-orang yang akan memegang tampuk pimpinan. Anggota masyarakat secara langsung memilih wakil-wakil yang akan duduk di lembaga pemerintahan. Kesukarelaan politik masyarakat sangat penting menyelenggarakan kekuasaan politik tersebut. Kesukarelaan masyarakat dalam berpartisipasi dalam kegiatan politik sangat menentukan terhadap efektif tidaknya kekuasaan oleh rakyat tersebut dijalankan. Teori demokrasi menyebutkan bahwa masyarakatlah yang paling mengetahui apa yang mereka kehendaki. Tiada demokrasi tanpa kesukarelaan politik warga, sebab kesukarelaan politik merupakan esensi partisipasi politik dan partisipasi juga esensi dari demokrasi. Jadi kesukarelaan politik masyarakat merupakan indikator utama demokrasi suatu negara. Asumsi yang mendasari pentingnya kesukarelaan politik masyarakat dalam kehidupan demokrasi adalah masyarakat adalah pihak yang paling tahu tentang apa yang mereka butuhkan dalam kehidupan mereka. Karena keputusan politik yangdibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut dan mempengaruhi kehidupan masyarakat maka masyarakat perlu secara Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 10 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto sukarela berpartisipasi dalam menentukan isi keputusan yang mempengaruhi kehidupan mereka. Kesukarelaan politik ini tidak hanya menyangkut proses pengambilan keputusan tetapi juga dalam memilih calon pemimpin atau ikut serta dalam kampanye maupun partai politik yang mereka anggap dapat memperjuangkan kepentingan mereka. Kesukarelaan politik dapat diartikan sebagai aktivitas politik secara sukarela tanpa paksaan dan mobilisasi dari warga masyarakat melalui mana mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan publik. Menurut Max Weber masyarakat melakukan aktivitas politik karena, pertama alasan rasional nilai, yaitu alasan yang didasarkan atas penerimaan secara rasional akan nilai-nilai suatu kelompok. Kedua, alasan emosional afektif, yaitu alasan didasarkan atas kebencian atau sukarela terhadap suatu ide, organisasi, partai atau individu. Ketiga, alasan tradisional, yaitu alasan yang didasarkan atas penerimaan norma tingkah laku individu atau tradisi tertentu dari suatu kelompok sosial. Keempat, alasan rasional instrumental, yaitu alasan yang didasarkan atas kalkulasi untung rugi secara ekonomi. Kesukarelaan politik adalah bagian dari partisipasi. Jika partisipasi politik menurut Huntington dan Joan Nelsen (1994: 5-9) terdiri dari dua kategori yaitu partisipasi yang dimobilisasikan dan partisipasi yang otonom, maka kesukarelaan politik adalah partisipasi politik yang otonom. Miriam Budhiardjo mengatakan partisipasi politik yang otonomi adalah kegiatan seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif secara sukarela dalam kehidupan politik yaitu dengan cara memilih pimpinan negara secara langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan publik. Di antara kegiatan yang termasuk kesukarelaan politik adalah memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen. Ramlan Surbakti mendefenisikan partisipasi politik otonom ini sebagai kegiatan warga negara secara sukarela Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 11 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto tanpa paksaan dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan. Tumbuh dan berkembangnya berbagai organisasi sukarela dapat meningkatkan kehidupan demokrasi sebuah negara. Lazimnya di negara yang pemerintahnya bersifat otokrasi, organisasi sukarela tidak biarkan tumbuh dan bergerak dengan bebas. Kesukarelaan politik yang tinggi dapat meningkatkan tingkat kesadaran politik masyarakat di sebuah negara. Terutama jika kesukarelaan politik melibatkan unsur-unsur gerakan dan perjuangan masyarakat. Masyarakat yang tidak melek politik atau rendah kesadaran politiknya akan sulit memahami kesukarelaan politik yang berorientasi advokasi. Kesukarelaan politik sangat diperlukan dalam proses pembuatan keputusan secara musyawarah dalam tata kelola (governance) negara. Musyawarah hanya akan dapat dilakukan jika terdapat suasana politik yang kondusif, ada kemerdekaan berpikir, ada kebebasan berpendapat dan sikap terbuka, dan bukan dalam suasana yang takut untuk berbeda pendapat dengan penguasa. 2.3 Ciri Kesukarelaan Politik Terdapat tiga ciri utama untuk menentukan kesukarelaan politik masyarakat : Pertama, aktivitas politik yang dilakukan warga negara tidak dilakukan untuk tujuan utama yaitu mendapatkan imbalan berupa materil. Bagaimanapun, penggantian (reimbursement) untuk sekadar biaya transportasi yang diperlukan warga dan sedikit uang saku untuk mengganti waktu yang seharusnya mereka gunakan untuk menafkahi keluarga, secara kemanusiaan dapat dibenarkan. Kedua, kegaiatan politik tersebut dilaksanakan secara sukarela yaitu berdasarkan kerelaan pelaku. Di sini terdapat sedikit wilayah abu-abu, Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 12 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto misalnya dalam kasus dimana perguruan tinggi, sekolah atau organisasi tertentu misalnya, menyelenggarakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat yang relatif memaksa mahasiswanya atau anggotanya untuk ikut terlibat dalam kegiatan tersebut secara kesukarelaan namun wajib diikuti. Dan ketiga, kegiatan tersebut hendaklah mendatangkan manfaat kepada masyarakat dan bukan tujuan utamanya untuk keuntungan relawan itu sendiri. Meskipun relawan sebanarnya juga mendapatkan manfaat secara pribadi dari kegiatan itu namun motivasi utamannya bukan untuk itu. 2.4 Jenis-Jenis Kesukarelaan Politik Dalam kerangka konsep yang luas ini, dapat diidentifikasi paling tidak terdapat jenis kegiatan kesukarelaan politik, yaitu: 1. Bantuan Mandiri (self-help atau mutual aid) Bantuan mandiri merupakan sistem bantuan sosial dan ekonomi yang utama di kebanyakan negara-negara berkembang. Jenis Kesukarelaan ini biasanya berawal dari komunikasi informal di antara kelompok keluarga, kemudian berkembang menjadi kegiatan dan program kesukarelaan berupa kegiatan sosial dan program-program kebajikan masyarakat yang lebih formal. Bentuk ini juga memainkan peranan yang penting di negara-negara industri, terutama memberikan bantuan di bidang kesehatan dan sosial kemasyarakatan. Banyak organisasi non pemerintah yang telah didirikan untuk membantu kelompok masyarakat yang memerlukan. 2. Kegiatan sosial (philanthropy) atau pengabdian kepada masyarakat Kegiatan sosial atau pengabdian kepada Masyarakat adalah berbeda dengan jenis bantuan mandiri karena penerima manfaatnya bukanlah individu atau anggota kelompok itu sendiri, tetapi adalah pihak lain. Jenis kesukarelaan ini biasanya terjadi dalam organisasi relawan, walaupun di sebagian negara terdapat tradisi kesukarelaan yang kuat dalam sektor publik dan terdapat minat yang semakin meningkat dalam Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 13 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto sektor ekonomi. Di samping itu, terdapat juga tradisi di mana relawan dikirim ke negara lain untuk menawarkan bantuan pembangunan dan kemanusiaan. Dalam konteks tertentu, terdapat juga donatur yang biasanya berasal dari orang kaya dermawan, yang mensedekahkan hartanya atau secara sukarela untuk keperluan masyarakat yang memerlukan. 3. Partisipasi atau kegiatan kewarganegaraan Partisipasi di sini mengacu kepada peran yang dimainkan oleh warga negara dalam proses governance yaitu melalui pemberdayaan (empowerment), konsultansi dan perwakilan. Ia terdapat di seluruh dunia. Bagaimanapun, ia lebih berkembang di negara-negara yang mempunyai tradisi kesadaran dan kegiatan kewarganegaraan yang tinggi. Partisipasi ini telah dijadikan sebagai salah satu prinsip penting dalam good governance. Belakangan ini, muncul banyak kritik yang melihat partisipasi ini hanyalah sekadar tokenisme atau cara untuk menjustifikasikan keputusan-keputusan yang dibuat oleh pihak-pihak tertentu. 4. Kegiatan Advokasi atau Kampanye Advokasi atau kampanye adalah suatu kegiatan yang digerakkan oleh relawan, atau para aktivis, misalnya melobi pemerintah untuk membuat atau merubah suatu kebijakan publik. Contoh kesukarelaan yang berbentuk advokasi ini adalah kampanye tentang bahaya dan penyebaran HIV/AIDS, kampanye tentang peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia dan pencemaran lingkungan hidup, mengaktifkan gerakan pemuda dan wanita dan sebagainya. Kesukarelaan dalam bentuk advokasi atau kampanye kampanye ini ada bersifat lokal, nasional, regional maupun global. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 14 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 3.1 Pendekatan Penelitian Dengan pertimbangan tujuan, target, subyek dan objek studi yang ditetapkan, maka penelitian ini menggunakan gabungan pendekatan kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode deskriptif survey, sedangkan pendekatan kualitatif dilakukan dengan metode deskriptif-interpretafif. Pemilihan salah satu pendekatan yakni kuantitatif atau kualitatif saja dan memposisikan kedua pendekatan tersebut secara dikotomis dalam penelitian ini tampaknya tidak memadai untuk mendekati persoalan kebijakan yang begitu kompleks dan multi dimensional. Menurut Dedi Supriadi metode penelitian lebih merupakan alat, bukan tujuan dalam suatu penelitian. Karena itu menurutnya metode mana yang digunakan tergantung sifat masalah yang diteliti. Sementara masalah penelitian ini mencakup dua sifat yang berbeda. Di satu sisi masalah penelitian ini berada pada level analisis organisasi/lembaga, sedangkan di sisi lain terdapat pertanyaan penelitian ini yang berada pada level analisis individual. Sehingga jika dipinjam istilahnya Erna Widodo dan Mukhtar (2000) penggabungan dua pendekatan ini merupakan prosedur pemecahan masalah yang paling tepat karena dapat mengungkapkan masalah yang diselidiki dengan menggambarkan fenomena sosial yang lengkap dengan berbagai faktor yang melatarinya berdasarkan fakta-fakta yang nampak di lapangan. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 15 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 3.2 Sumber Data Sumber data dalam riset ini terdiri dari: 3.2.1 Data Sekunder Data sekunder adalah data yang diambil tidak langsung kepada sumbernya. Rincian data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah : Dokumen-dokumen yang terkait profil daerah penelitian yaitu Kota Sawahlunto seperti: 1. Sejarah Kota Sawahlunto, 2. Rencana Strategi (Renstra), rencana-rencana strategik (strategic plans), sasaran strategik, inisiatif strategik dan target berjangka menengah. 3. Dokumen Kota Sawahlunto Dalam angka. 4. Laporan Evaluasi hasil Pemilu 2014. 3.2.2 Data Primer Data primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti kepada sumbernya tanpa ada perantara. Rincian data primer yang diperlukan dalam penelitian ini adalah: 1. Informasi tentang identitas responden. 2. Informasi tentang kesukarelaan politik, partisipasi politik, partisipasi memilih masyarakat dalam Pemilu. 3. Informasi tentang minat politik, persepsi dan sikap masyarakat pemilih tentang politik uang dan sebagainya. 4. Informasi yang terkait dengan faktor-faktor penentu politik uang, tingkat kesukarelaan politik dan sebagainya. 5. Informasi yang terkait dengan pendapat responden terkait kepuasan responden. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 16 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 3.3 Teknik Pengumpulan Data Oleh karena pendekatan penelitian ini merupakan gabungan antara penelitian kuantitatif dan kualitatif maka teknik pengumpulan data penelitian ini adalah sebagai berikut : 3.3.1 Teknik Kuesioner Kuesioner bertujuan untuk mendapatkan data tentang persepsi, opini, dan sikap masyarakat pemilih terhadap kesukarelaan politik, partisipasi politik perilaku politik uang dan sebagainya. 3.3.2 Teknik FGD FGD bertujuan untuk mendapatkan informasi tambahan dan pendalaman terhadap temuan yang menonjol dari deskripsi hasil kuesioner. Melalui FGD dikumpulkan juga informasi tentang pendapat peserta tentang pejelasan yang dapat diberikan secara kualitatif terhadap hasil penelitian. Selain itu juga dikumpulan pendapat peserta yang merupakan tokoh masyarakat terhadap upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam meningkatkan kesukarelaan politik masyarakat. 3.3.3 Teknik Dokumenter Teknik dokumenter yaitu teknik pengumpulan informasi dengan mempelajari sumber data tertulis untuk memperoleh data sekunder yang terkait dengan partisipasi masyarakat dalam Pemilu, data data agregat Kota Sawahlunto seperti data jumlah penduduk, data jumlah pemilih, jumlah desa dan kelurahan, letak dan kondisi georafis dan sebagainya. 3.4 Lokasi Penelitian, Informan dan Responden Mengingat banyaknya aspek yang dikaji dan untuk menjangkau kedalaman masalah yang dikaji, maka dibutuhkan kesungguhan dalam proses Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 17 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto penelitian mulai dari pengumpulan data sekunder sampai data primer. Oleh sebab itu riset ini hanya dibatasi di satu lokasi penelitian yaitu Kota Sawahlunto, Propinsi Sumatera Barat. 3.5 Sampel Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini teknik probability sampling. Dalam metode probability sampling, seluruh unsur populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih dalam sampel. Dalam penelitian ini cara pemilihan sampel dilakukan secara acak (random). Demikian pula dengan jumlah sampel minimum, dihitung secara matematis berdasarkan probabilitas sehingga hasil penelitian ini dapat menggambarkan kondisi populasi sesungguhnya yang akurat. Teknik yang digunakan adalah dengan Metode Slovin (Sevilla et. al., 1960:182), sebagai berikut: dimana n: jumlah sampel N: jumlah populasi e: batas toleransi kesalahan (error tolerance) Berdasarkan metode Slovin ini diketahui jumlah polulasi sebanyak 44.843 orang dan batas tolerasi 0,05%, maka diperoleh jumlah sampel sebanyak 396 orang. Karena penelitian ini akan memetakan kesukarelaan masyarakat di semua kelurahan dan desa maka ditetapkan semua kelurahan dan desa sebagai Desa/Kelurahan sampel. Pada masing-masing Desa/Kelurahan kemudian ditetapkan jumlah responden dengan menggunakan teknik sampel Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 18 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto acak bersistem (systematic random sampling) secara proporsional berdasarkan jumlah penduduk di Desa/Kelurahan. Melalui metode di atas maka diperoleh kerangka sampel Kota Sawahlunto. Untuk menetapkan rumah tangga sampel maka jumlah sampel yang telah ditetapkan untuk tiap-tiap Kelurahan/Desa dibagi dengan jumlah RT yang terpilih secara acak sistematik. Untuk menentukan responden yang akan diwawancarai di dalam rumah tangga dilakukan proses pemilihan secara obyektif dengan mengacu Kish Grid yang ada pada kuesioner. Kuesioner sebelumnya sudah diberi kode oleh peneliti menurut pembagian berdasarkan jenis kelamin. Karena jumlah pemilih Kota Sawahlunto terdiri dari 44.843 laki-laki (49,54%) dan perempuan (50.45%) maka jumlah kuesioner juga dibagi berdasarkan proporsi jenis kelamin tersebut. Kuesioner berkode L untuk responden lakilaki dan kode P untuk perempuan. Enumerator pertama kali membuat daftar nama anggota keluarga berdasarkan kode kuesioner. Jika enumerator mendapatkan kuesioner ber-kode L maka urutan dibuat dari laki-laki yang termuda sampai yang tertua. Sedangkan jika kuesioner ber-kode P maka urutan dibuat dari perempuan yang termuda sampai yang tertua. Tidak semua anggota keluarga memenuhi syarat. Syarat umum yang harus dipenuhi adalah berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah (syarat peserta pemilu). Untuk menentukan siapa yang terpilih menjadi responden, enumerator menarik garis mendatar sejajar dengan nama anggota keluarga yamg tertulis paling akhir ke kanan. Kemudian ditarik garis tegak dari angka yang telah diberi tanda pada tabel Kish Grid. Pertemuan antara garis mendatar dan garis tegak menunjukkan nomor urut anggota keluarga yang akan menjadi responden. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 19 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Contoh Tabel Kish Grid No 1 2 3 4 5 6 7 8 3.6 Nama Umur 1 1 1 2 3 2 5 4 1 2 1 2 3 4 3 4 6 4 3 1 2 1 3 5 2 3 3 4 1 1 2 1 4 1 7 2 5 1 2 2 2 1 6 5 7 6 1 1 3 3 2 3 7 5 7 1 1 3 2 3 2 2 1 8 1 2 1 4 1 1 1 2 9 1 1 1 1 5 6 3 6 10 1 2 2 3 3 3 5 8 Teknik Pengolahan Data Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan dua tahapan waktu, pertama, pada saat bersamaan dengan kegiatan pengumpulan data berlangsung; dan kedua, dilakukan setelah pengumpulan data berakhir (Bogdan & Biklen, 1992). Tahapan pertama dilakukan untuk mencari fokus serta untuk memperoleh data-data awal dalam pengajuan pertanyaanpertanyaan selama di lapangan. Sedangkan analisis yang kedua berfungsi untuk mengantisipasi berbagai temuan yang layak dieksplorasi lebih mendalam setelah data terkumpul. Rangkaian alur ini ditempuh agar analisis data dapat dilakukan secara komprehensif serta mampu mengaktualisasikan antara tujuan dan sasaran penelitian dengan berbagai kenyataan yang berkembang di lapangan. 3.6.1 Metode Pengolahan Data Data kuantitatif yang sudah terkumpul melalui survey diperiksa terlebih untuk memastikan data tidak ada yang tercecer atau tidak lengkap sehingga proses analisa data dapat dilakukan. Data dianalisa secara deskriptif analitik. Analisa data adalah: proses pengolahan, penyajian, interpretasi dan analisa data yang diperoleh dari lapangan, dengan tujuan agar data yang disajikan mempunyai makna, sehingga pembaca dapat Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 20 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto mengetahui hasil penelitian (Martono,2010). Terdapat beberapa tahap yang peneliti lakukan untuk melakukan analisa data, yaitu : 1. Data coding atau pemberian kode, merupakan suatu proses penyusunan data mentah secara sistematis ke dalam bentuk yang mudah dibaca oleh mesin komputer. Dalam proses ini perlu membuat kode. 2. Data entering atau memasukkan data, merupakan proses pemindahan data yang telah diubah ke dalam kode angka ke dalam komputer. 3. Data cleaning atau pembersihan data, merupakan proses pengecekan untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan ke komputer sudah sesuai dengan informasi yang sebenarnya. 4. Data Output atau penyajian data, merupakan tahap menyajikan hasil pengolahan data dengan bentuk yang mudah dibaca dan menarik. 5. Data Analyzing atau analisis data, merupakan tahap akhir dalam penelitian. Tahap ini mengharuskan peneliti untuk menginterpretasikan data yang sudah diperoleh selama pengumpulan data di lapangan. 3.6.2 Perangkat Pengolahan Data Data entry dan penghitungan hasil survei dilakukan dengan program SPSS 21.0. 3.6.3 Analisa Data Analisa data menggunakan metode analisis statistik deskripsi dan analisis statistik inferensi serta melibatkan beberapa analisis univariat seperti sebaran frekuensi, baik secara angka-angka mutlak maupun secara persentase, disertai dengan analisis multivariat, seperti analisis korelasi. Analisis statistik yang digunakan adalah analisa statistik deskriptif seperti modus, median, rata-rata yang disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase. Kemudian hasil analisis dijabarkan melalui Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 21 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto penjelasan kalimat secara rinci. Teknik analisis data untuk data kualitatif yakni data yang diperoleh dari hasil FGD dan dokumentasi digunakan teknik deskriptif kualitatif. Melalui teknik ini data yang telah dikumpulkan dalam bentuk transkrip FGD dan catatan lapangan, komentar peneliti, dokumen berupa Sawahlunto dalam angka, dan sebagainya kemudian diatur, diurutkan, diorganisasikan, dikode dan dikategorikan ke dalam satu pola, secara sistematik dan kemudian dinterpretasikan. 3.7m Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data Beberapa hal yang peneliti lakukan untuk menjaga keabsahan data: 3.7.1 Mendeskripsikan, Menginterpretasi, dan Mengecek Ulang Hasil Penelitian Mencatat semua kejadian yang penting secara deskriptif. Kejadian penting di sini maksudnya adalah semua kejadian yang menggambarkan kesukarelaan politik dan partisipasi politik serta partisipasi memilih yang sesuai dengan kerangka konseptual. Untuk membantu membuat deskripsi kejadian-kejadian yang ditemui, peneliti dapat membuat gambar, foto, atau video yang menggambarkan kejadian penting tersebut. Ketika menemui kejadian yang penting, peneliti mencari berbagai informasi yang dapat menjelaskan fenomena kesukarelaan politik dari berbagai prespektif yang ada. Pandangan dari tokoh masyarakat yang beragam sangat penting dalam rangka untuk memperoleh informasi yang holistik dan mencari interpretasi yang tepat terhadap fakta yang ditemui. 3.7.2 Memisahkan secara Tegas antara Deskriptif, Interpretasi dan Penilaian Hasil Penelitian Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 22 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Peneliti memisahkan dengan tegas mana yang merupakan fakta dan interpretasi terhadap fakta. Peneliti juga mencatat tanggapan, masukan dan saran yang diperoleh dari tokoh masyarakat, anggota dan staf KPU dalam FGD sebagaimana adanya sesuai dengan bahasa dan kata-kata mereka sendiri. Sehingga peneliti dapat menangkap nuansa dan konteks yang tepat dari pernyataan informan. Pemisahan seperti ini penting dan perlu dilakukan agar interpretasi dan kesimpulan yang dihasilkan dapat diverifikasi. 3.7.3 Memberikan Umpan Balik (Feedback) Peneliti memberikan umpan balik (feedback) kepada tokoh masyarakat dan komisioner KPU serta staf mengenai temuan dan interpretasi yang dihasilkan dari serangkaian kegiatan penelitian lapangan yang dilakukan. Feedback ini penting untuk diberikan di samping sebagai suatu bentuk laporan dan pertanggungjawaban peneliti terhadap KPU yang memberikan pekerjaan juga sebagai salah satu cara untuk melakukan klarifikasi dan verifikasi terhadap temuan, interpretasi, dan kesimpulan yang dimiliki. Tentunya tidak semua temuan dapat dan perlu disampaikan kepada mereka. Namun setidaknya temuan awal yang sudah diverifikasi dapat disampaikan agar mereka dapat memahami apa yang menjadi perhatian peneliti dan bagaimana mereka dapat memanfaatkan temuan itu untuk memperbaiki tata kelola Pemilu. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 23 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 4.1 Profil Kota Sawahlunto 4.1.1 Sejarah Kota Sawahlunto Sebelum ditemukannya Batubaradi Sawahlunto oleh geolog Belanda Ir.W.H.DeGreve pada tahun 1867, Sawahlunto hanyalah sebuah desa kecil dan terpencil yang berlokasi di tengah-tengah hutan belantara, dengan jumlah penduduk 500 orang. Pada waktu itu sebagian besar penduduknya bertanampadidan berladang ditanah dan lahan yang sebagian besar permukaan tanahnya tidak cocok untuk lahan pertanian. Oleh karena itu Sawahlunto dianggap sebagai daerah yang tidak potensial. Pada tanggal 1 Desember 1888, Sawahlunto ditetapkan keberadaannya oleh Pemerintah Hindia Belanda sebagai bagian dari wilayah Afdaeling TanahDatar.1 Kandungan batubara yang terdapat di Sawahlunto menjadikan daerah ini pusat perhatian pemerintahan Hindia Belanda. Pada tahun 1891 Pemerintah Hindia Belanda mulai membuka tambang batubara Sawahlunto. Semenjak itu Sawahlunto merupakan asset terpenting bagi Pemerintah Kolonial Belanda, karena permintaan dunia terhadap batubara sebagai 1 Kota Sawahlunto dalam angka 2014 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 24 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto sumber energi utama pada masa itu sangat tinggi.2 Apalagi cadangan deposit Batubara Sawahlunto diperkirakan mencapai angka 205 juta ton.3 Puncak kejayaannya usaha tambang batubara ini sekitar pada tahun 1920-1921. 4Pada waktu itu jumlah pekerja mencapai ribuan orang. Selain itu, terdapat hampir seratus orang Belanda atau Indo yang menjadi pimpinan perusahaan, ahli dan staf kunci lainnya. Sejumlah pekerja itu menimbulkan terjadinya konsentrasi penduduk, karena selain membawa keluarga juga mengundang pendatang sehingga, terciptalah kegiatan perekonomian yang berkaitan dengan usaha pelayanan seperti tukang cuci, tukang cukur, pelayanan kesehatan, pemilik dan pekerja warung, penjual barang keperluan keluarga dan sebagainya. Untuk keperluan pekerja tambang dan keluarga mereka, perusahaan tambang Hindia Belanda ini memberikan berbagai fasilitas berupa sarana hiburan, fasilitas pendidikan, rumah sakit, bahkan pasar malam yang dilaksanakan secara rutin dan berbagai fasilitas yang eklusif. Hal ini menjadikan Sawahlunto sebagai kota yang mempunyai administrasi sendiri atau hak desentralisasi dengan status Gemeente berdasarkan Stadsblaad Van Nederlansch Indie pada tahun 1918. Penyelenggaraan kota dilakukan oleh Stadesgemeenteraad (DPRD) dan Burgemeester (Walikota).5 Pada zaman kemerdekaan Pemerintahan Gementee itu diatur oleh Peraturan Residen Sumatera Barat Nomor 20 dan 21 tahun 1946 tentang Pemerintahan Nagari dan Kelembagaan Daerah. Pada tanggal 10 Maret 1949 diadakan rapat dengan hasilnya pusat pemerintahan Afdealing Solok yang dahulunya berada di Sawahlunto di bagi menjadi Kabupaten/Sawahlunto Sijunjung dan Kabupaten Solok. Maka pemerintahan Stad Gemeente Sawahlunto dirangkap oleh Bupati Sawahlunto Sijunjung. Kemudian 2 Tingginya permintaan terhadap batu bara terjadi sejak penemuan Mesin Uap di Eropa Barat 3 Cadangan batubara itu tersebar di antaranya daerah Perambahan, Sikalang, Sungai Durian, Sigaluik, Padang Sibusuk, Lurah Gadang dan Tanjung Ampalu. 4 Kota Sawahlunto dalam angka 2014 5 Kota Sawahlunto dalam angka 2014 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 25 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto berdasarkan Undang Undang Nomor 18 tahun 1965 status Sawahlunto berubah menjadi Daerah Tingkat II yang berdiri sendiri dengan sebutan Kotamadya Sawahlunto. Setelah lebih dari satu abad lamanya kandungan batubara semakin berkurang dan tidak lagi memberikan harapan seperti sebelumnya. Pamor Kota Sawahlunto sebagai kota pertambangan batubarapun mulai memudar. Meskipun demikian kehidupan kota dengan segala pendukungnya mesti terus berlanjut. Inilah tantangan utama pemerintah Kota agar Sawahlunto tetap eksis dan tidak menjadi kota mati. Menghadapi tantangan tersebut Pemerintah Kota bersama stakeholders kota merancang strategi lain yaitu dengan menjadikan Kota Sawahlunto sebagai Kota Wisata dengan menonjolkan dua potensi wisata yang menjadi kekuatannya, Wisata Tambang dan Wisata Sejarah Kota Lama. Atraksi wisata yang luar biasa yaitu bekas tambang serta peninggalan bangunan Belanda yang banyak di Sawahlunto menjadikan Kota Sawahlunto menjadi kota yang menarik bagi wisatawan. Oleh karena itu, dirumuskanlah Visi Kota Sawahlunto yaitu : “Kota Sawahlunto Tahun 2020 Menjadi Kota Wisata Tambang Yang Berbudaya”. 4.1.2 Kondisi Georafis Kota Sawahlunto merupakan salah satu kota di Propinsi Sumatera Barat dengan ibukota Lembah Segar. Secara Astronomis Kota Sawahlunto terletak antara 0o 33' 40" – 00 48' 33" Lintang Selatan dan 100o 41' 59" – 100049' 60" Bujur Timur, tercatat memiliki luas 27.345 Ha atau sekitar 0,65 persen dari luas Propinsi Sumatera Barat. Jarak dari Kota Sawahlunto ke Kota Padang (ibukota propinsi) adalah 95 Km, dapat ditempuh melalui jalan darat dalam waktu sekitar 2 jam dengan kendaraan roda empat. Secara administratif Kota Sawahlunto terdiri dari 4 Kecamatan, 10 Kelurahan, dan 27 Desa. Berbatasan dengan Kabupaten Tanah Datar di Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 26 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto bahagian Utara, Kabupaten Solok di sebelah Selatan dan Barat, serta dengan Kabupaten Sijunjung di bahagian Timur. Secara topografi, Sawahlunto terletak pada daerah perbukitan dengan ketinggian meter antara 250 - 650 di atas permukaan laut. Sebagian besar wilayah kota Sawahlunto terletak pada ketinggian 100 – 450 meter, temperatur udara berkisar antara 220 C – 330C. Luas Kota Sawahlunto adalah 27.345 hektar. Sebagian besar wilayah Kota Sawahlunto merupakan kebun campuran yaitu seluas 10.057 hektar. Hutan merupakan luas penggunaan lahan terbesar kedua di Kota Sawahlunto dengan luas lahan 4.322 hektar. Luas semak/alang-alang yaitu 3.909 hektar. Kampung/pemukiman 3.068 hektar. Sawah 2.094 hektar dan kantor/Industri seluas 975 hektar. Tabel 1 : Nama Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kota Sawahlunto No 1 Kecamatan Kecamatan Silungkang Desa/Kelurahan 1. Desa Siungkang Oso 2. Desa Taratak Bancah 3. Desa Muara Kalaban 4. Desa Silungkang Tigo 5. Desa Silungkang Duo 2 Kecamatan Lembah Segar 1. Desa Lunto Barat 2. Desa Lunto Timur 3. Desa Pasar Kubang 4. Desa Kubang Tangah 5. Desa Kubang Utara Sikabu 6. Kel. Pasar 7. Kel. Kubang Sirakuk Utara 8. Kel. Kubang Sirakuk Selatan 9. Kel. Aur Mulyo Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 27 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto No Kecamatan Desa/Kelurahan 10. Kel. Tanah Lapang 11. Kel. Air Dingin 3 Kecamatan Barangin 1. Desa Lumindai 2. Desa Balai Batu Sandaran 3. Kel. Saringan 4. Kel. Lubang Panjang 5. Kel. Durian I 6. Kel. Durian II 7. Desa Talago Gunung 8. Desa Santur 9. Desa Kolok Mudiak 10. Desa Kolok Nan Tuo 4 Kecamatan Talawi 1. Desa Sikalang 2. Desa Rantiah 3. Desa Salak 4. Desa Sijantang Koto 5. Desa Talawi Hilir 6. Desa Talawi Mudiak 7. Desa Bukik Gadang 8. Desa Batu Tanjung 9. Desa Kumbayau 10. Desa Datar Mansiang 11. Desa Tumpuak Tangah 4.1.3 Kondisi Demografi Jumlah penduduk Kota Sawahlunto pada tahun 2013 adalah 58.972 jiwa atau meningkat 1,56 persen dibandingkan jumlah penduduk pada tahun 2012. Jika dilihat menurut kecamatan, jumlah penduduk Kecamatan Talawi Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 28 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto merupakan yang terbesar dibandingkan kecamatan lainnya dengan populasi mencapai 18.448 jiwa, atau mencapai 31,28 persen dari total penduduk Kota Sawahlunto. Kecamatan dengan populasi penduduk terkecil adalah Kecamatan Silungkang dengan jumlah penduduk 10.637 jiwa. jiwa umlah Penduduk Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Tabel 2 : Jumlah Sawahlunto 2013 Secara umum tingkat kepadatan penduduk Kota Sawahlunto pada tahun 2013 adalah 215,66 jiwa per kilometer persegi. Tingkat kepadatan penduduk antar kecamatan cukup bervariasi. Kecamatan dengan de tingkat kepadatan penduduk tertinggi adalah Kecamatan Siungkang dengan kepadatan 323,02 jiwa per kilometer persegi. Sedangkan kecamatan dengan tingkat kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Talawi dengan kepadatan 185,61 jiwa per kilometer persegi. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 29 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 4.2 Karakteristik Pemilih Masyarakat Kota Sawahlunto Tabel 3 : Komposisi Penduduk Kota Sawahlunto Berdasarkan Umur Berdarkan data di atas diketahui pemilih terbanyak berada pada kelompok umur antara 17 tahun sampai 29 tahun. Ini menunjukkan angka pemilih muda adalah angka yang signifikan untuk komposisi pemilih di Kota Sawahlunto. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 30 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 5.1 Identitas Responden Didalam bagian 5.1 ini akan dijelaskan identitas responden yang dikategorikan dalam beberapa hal seperti umur, jenis kelamin, sebaran desa/kelurahan tempat tinggal responden, pendidikan, agama, pekerjaan, suku bangsa dan rata-rata pendapatan rumah tangga responden. Dengan hal ini akan memberikan gambaran umum mengenai responden dan mewakili masyarakat Kota Sawahlunto secara keseluruhan berdasarkan pembagian sampel dari populasi. 5.1.1 Komposisi Responden Berdasarkan Umur Tabel 4 : Komposisi Responden Berdasarkan Umur Persentase Umur Frekuensi % 17-25 91 24,3 24,3 26-33 52 13,9 38,1 34-42 85 22,7 60,8 43-51 73 19,5 80,3 52-60 38 10,1 90,4 61-70 25 6,7 97,1 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto Komulatif 31 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Umur Frekuensi % 71-80 11 2,9 Total 375 100,0 Persentase Komulatif 100,0 Sumber: Data Primer 2015 Dalam survei kesukarelaan politik masyarakat di Kota Sawahlunto, dari 375 respondent yang diambil sebagai sampel, sebanyak 24,3 % dikuti oleh respondent yang berumur 17-25 tahun dan posisi kedua dengan rentang umur 34-42 tahun yakni sebanyak 22,7 %. Hal ini menandakan bahwa komposisi respondent dalam rentang umur didominasi oleh pemilih pemula dan pemilih muda yakni direntang umur 17-25 tahun. 5.1.2 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 5 : Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin Persentase Frekuensi % Laki-laki 188 49,0 49,0 Perempuan 196 51,0 100,0 Total 384 100,0 Komulatif Sumber : Data Primer 2015 Dalam komposisi jenis kelamin responden, dapat diketahui bahwa sebanyak 51,0 % survei ini diikuti oleh responden berjenis kelamin perempuan dan 49,0 % berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan hal tersebut, terdapat pemerataan/keseimbangan antara responden laki-laki dengan perempuan dengan selisih perbedaan cuman 1 %. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 32 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 5.1.3 Komposisi Responden Berdasarkan Desa/Kelurahan Tabel 6 : Komposisi Responden Berdasarkan Kelurahan/Desa Kelurahan/Desa Persentase Frekuensi % Air Dingin 6 1,6 1,6 Aur Mulyo 9 2,3 3,9 Balai Batu Sandaran 6 1,6 5,5 Batu Tanjung 12 3,1 8,6 Bukik Gadang 10 2,6 11,2 Durian I 12 3,1 14,3 Durian II 10 2,6 16,9 Kolok Mudiak 6 1,6 18,5 Kolok Nan Tuo 6 1,6 20,1 Kubang Sirakuk Selatan 6 1,6 21,6 Kubang Sirakuk Utara 7 1,8 23,4 Kubang Tangah 11 2,9 26,3 Kubang Utara Sikabu 11 2,9 29,2 Kumbayau 9 2,3 31,5 Lubang Panjang 9 2,3 33,9 Lumindai 18 4,7 38,5 Lunto Barat 18 4,7 43,2 Lunto Timur 13 3,4 46,6 Muaro Kalaban 29 7,6 54,2 Pasar 10 2,6 56,8 Pasar Kubang 10 2,6 59,4 Rantiah 6 1,6 60,9 Salak 6 1,6 62,5 Santur 16 4,1 68,7 Saringan 11 2,9 69,5 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto Komulatif 33 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Kelurahan/Desa Persentase Frekuensi % Sijantang Koto 5 1,3 70,8 Sikalang 9 2,3 73,2 Silungkang Duo 14 3,6 76,8 Silungkang Oso 8 2,1 78,9 Silungkang Tigo 20 5,2 84,1 Talago Gunung 12 3,1 87,2 Talawi Hilir 18 4,7 91,9 Talawi Mudiak 15 3,9 95,8 Taratak Bancah 8 2,1 97,9 Tumpuak Tangah 8 2,1 100,0 384 100,0 Total Komulatif Sumber : Data Primer 2015 Dalam Survei kesukarelaan politik di Kota Sawahlunto, sebanyak 384 responden tersebar di 35 Desa/Kelurahan di Sawahlunto. Sebaran tersebut paling tinggi berada di Desa Muaro Kalaban yakni sebesar 7,6 % atau 29 orang sedangkan posisi terendah di Desa Sijantang Koto yakni sebesar 1,3 % atau 5 orang. Persebaran ini didasarkan kepada proposisi populasi secara keseluruhan. 5.1.4 Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel 7 : Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan Persentase Frekuensi % SD 67 17,9 17,9 SLTP 66 17,6 35,5 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto Komulatif 34 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Tingkat Pendidikan Persentase Frekuensi % SLTA 177 47,2 82,7 D1, D3, D4 23 6,1 88,8 S1 40 10,7 99,5 S2 ke atas 2 ,5 100,0 375 100,0 Total Komulatif Sumber : Data Primer 2015 Berdasarkan komposisi responden menurut tingkat pendidikan, mayoritas secara umum di ikuti oleh responden berpendidikan SLTA yakni sebesar 47,2 % atau 177 orang dari 374 total secara keseluruhan. Posisi tamatan SD dan SLTP mendapat posisi kedua dan ketiga. Secara keseluruhan terdapat 64,5 % responden yang berpendidikan minimal SLTA. Tingkat pendidikan responden tentunya berpengaruh kepada pengetahuan masyarakat akan politik dan Pemilihan Umum. 5.1.5 Komposisi Responden Berdasarkan Agama Tabel 8 : Komposisi Responden Berdasarkan Agama Agama Islam % 380 99,0 99,0 4 1,0 100,0 384 100,0 Kristen Katolik Total Persentase Frekuensi Komulatif Sumber : Data Primer 2015 Berkaitan dengan sebaran kepercayaan yang dianut/agama responden, dapat diketahui terdapat 2 agama responden yang mengikuti Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 35 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto survei ini yakni Islam dan Kristen katolik dengan masing-masing 99,0 % dan 1 %. 5.1.6 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tabel 9 : Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan Pekerjaan Persentase Frekuensi % Guru/Dosen 9 2,5 2,5 TNI/Polri 1 0,3 2,7 Pegawai Pemda 23 6,3 9,0 Pegawai Swasta 16 4,4 13,4 Wiraswasta Kecil2an 26 7,1 20,4 Pensiunan 19 5,2 25,6 Ibu Rumah Tangga 96 26,2 51,8 Bengkel/Jasa Service 4 1,1 52,9 Petani/Peternak 25 6,8 59,7 Buruh kasar/Pembantu 8 2,2 61,9 Pedagang warung/kaki lima 20 5,4 67,3 Sopir 6 1,6 68,9 Tukang ojek 8 2,2 71,1 Pengusaha/Kontraktor Besar 3 ,8 71,9 Kerja tidak tetap 34 9,3 81,2 Satpam/Hansip 3 0,8 82,0 Lain-lain 66 18,0 100,0 Total 367 100,0 Komulatif Sumber : Data Primer 2015 Dari data diatas dapat diketahui bahwa terdapat sebaran beragam dari pekerjaan responden. Mayoritas/posisi paling besar diikuti oleh Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 36 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto responden yang berkerja sebagai Ibu Rumah Tangga yakni sebesar 96 orang atau 26,2 % . berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa semua tipe pekerjaan memiliki perwakilan responden/terdapat keterwakilan dalam survei ini. 5.1.7 Komposisi Responden Berdasarkan Suku Bangsa Tabel 10 : Komposisi Responden Berdasarkan Suku Bangsa Suku Bangsa Persetase Frekuensi % Minangkabau 336 87,5 87,5 Jawa 38 9,9 97,4 Tapanuli 2 ,5 97,9 Sunda 4 1,0 99,0 Melayu 1 ,3 99,2 Lainnya 3 ,8 100,0 384 100,0 Total Komulatif Sumber : Data Primer 2015 Berdasarkan komposisi responden dari jenis suku bangsa, dapat diketahui bahwa mayoritas secara umum diikuti oleh responden bersuku bangsa Minangkabau yakni sebesar 87,5 %, diikuti posisi kedua oleh suku bangsa Jawa sebesar 38 %. Hal ini menandakan bahwa mayoritas suku bangsa di Kota Sawahlunto didiami oleh suku bangsa Minangkabau dan Jawa sebagai suku bangsa terbesar kedua. 5.1.8 Komposisi Responden berdasarkan Tingkat Pendapatan Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 37 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Tabel 11 : Komposisi Responden Berdasarkan Pendapatan Rumah Tangga Persentase Pendapatan Frekuensi % Di bawah 500 ribu 59 17,2 17,2 500 rb - 999 ribu 96 28,0 45,2 1 juta - 1,499 juta 104 30,3 75,5 1,5 juta - 1,999 juta 28 8,2 83,7 2 juta - 2,499 juta 32 9,3 93,0 2.5 juta - 5 juta 22 6,4 99,4 lebih dari 5 juta 2 ,6 100,0 Total 343 100,0 Komulatif Sumber : Data Primer 2015 Berkaitan dengan kondisi ekonomi responden, terdapat 30,3 % responden berpenghasilan sebesar 1 – 1, 499 juta dan sebesar 28 % di rentang 500-900 mendominasi ribu. dalam Ekonomi survei ini berpenghasilan yakni sebesar menengah 54,7 % keatas responden berpenghasilan > 1 Juta. 5.2 Pemetaan Partisipasi Memilih Pada Pemilu Dalam bagian ini akan ditampilkan data temuan lapangan yang berkaitan dengan partisipasi pemilih. Tampilan data dalam bagian ini akan dikomparisikan antara identitas responden yang meliputi indikator umur, jenis kelamin, Desa/Kelurahan responden, tingkat pendidikan, agama dan pendapatan dengan indikator keikutsertaan responden dalam pemilu. 5.2.1 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Umur Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 38 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Tabel 12 : Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Umur Umur Responden 17-25 26-33 34-42 43-51 52-60 61-70 71-80 Total Apakah ikut dalam Pemilu 2014 Total Ya Tidak 69 22 91 20,2% 64,7% 24,3% 75,8% 24,2% 100,0% 49 3 52 14,4% 8,8% 13,9% 94,2% 5,8% 100,0% 81 4 85 23,8% 11,8% 22,7% 95,3% 4,7% 100,0% 70 3 73 20,5% 8,8% 19,5% 95,9% 4,1% 100,0% 37 1 38 10,9% 2,9% 10,1% 97,4% 2,6% 100,0% 24 1 25 7,0% 2,9% 6,7% 96,0% 4,0% 100,0% 11 0 11 3,2% 0,0% 2,9% 100,0% 0,0% 100,0% 341 34 375 Sumber : Data Primer 2015 Dari hasil analisis diperoleh nilai α = 0 kecil dari 0,05 berarti terdapat perbedaan partisipasi memilih berdasarkan umur responden. Jumlah responden terbanyak adalah kelompok umur 17 – 25 tahun yaitu 91 orang Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 39 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto atau 24 % dari total responden.Yang menariknya adalah kelompok umur dengan prosentase partisipasi tertinggi terdapat pada responden dengan rentang umur 71-80 tahun yaitu 100 %, diikuti oleh rentang umur 52-60 tahun pada posisi kedua yaitu 97,4 % dan 61-70 tahun pada posisi ketiga yaitu 96 %. Sedangkan persentase pertisipasi memilih terendah berada pada kelompok umur paling muda yaitu pemilih pemula yaitu 75,8 %. Hal ini menginformasikan bahwa partisipasi yang tinggi lebih didominasi oleh pemilih dari kalangan tua dibandingkan dengan pemilih pemula dan pemilih muda. Temuan ini menjadi tantangan bagi semua kalangan baik para penyelenggara Pemilu, pengurus partai politik, para pendidik, pengurus organisasi kepemudaan untuk memberikan sosialisasi yang lebih gencar kepada kalangan pemula. Hal ini sangat penting dilakukan karena keberadaan pemilih pemula dalam Pemilihan Umum membawa dampak kepada Pemilu itu sendiri disebabkan jumlah pemilih muda adalah jumlah terbesar dalam rentang umur pemilih di Kota Sawahlunto. Sehingga dari temuan ini terlihat bahwa pemilih muda adalah penyumbang angka golput tertinggi yaitu mencapai 64,7 % dari 34 orang responden yang golput. Menurut hasil FGD yang dilaksanakan pada tanggal 29 Juli 2015 bahwa pemilih pemula tidak memiliki informasi yang cukup tentang kandidiat atau Partai Politik (Parpol). Mereka tidak memiliki informasi karena mereka baru pertama kali ikut Pemilu, atau kebanyakan mereka berada di kota untuk mengikuti pendidikan dan pulang hanya untuk mengikuti Pemilu saja tanpa mengetahui profil kandidat. Informan lain mengatakan bahwa kebanyakan pemilih pemula ini malas untuk mengikuti kegiatan politik, karena mereka melihat tidak ada calon partai yang dianggap memenuhi aspirasi mereka. Informan lain mengatakan bahwa partai belum memberikan porsi sosialisasi yang cukup bagi pemilih pemula. Jadi Parpol seharusnya menciptakan kaderisasi yang baik ditingkat pemilih pemula sejak awal. Sementara itu salah seorang komisoner KPU Sawahlunto mengatakan bahwa sosialisasi untuk pemilih pemula yang berada di Sawahlunto sudah dilakukan dengan gencar dengan beragam kegiatan yang minat dan hobby Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 40 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto kaum muda dengan berbagai seni sosialisasi. Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Sawahlunto telah menerapkan strategi penandatangan nota kesepahaman atau MoU secara informal dengan pemilih pemula di kota ini sebagai bagian dari strategi agar pemilih pemula menggunakan haknya. MoU ini akan memberi masukkan supaya pemilih pemula aktif menjadi pemilih dalam pemilu. Selain itu menurut Ketua KPU Kota Sawahlunto salah satu bentuk kegiatan sosialisasi untuk menyentuh pemilih pemula tersebut adalah digelarnya acara baca puisi. Selain itu KPU juga telah mengunjungi sekolahsekolah yang sudah ada potensi pemilihnya, menggelar seminar untuk memberikan pengatahuan kepada pemilih pemula tentang pentingnya memilih di Pemilu dengan menghadirkan narasumber dari kalangan akademisi dan komioner KPU. Menurut salah seorang anggota PPK yang juga berasal dari kelompok pemilih muda bahwa "Minimnya partisipasi pemilih pemula pada proses Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014 lalu, lebih disebabkan masih kurangnya minat pemilih pemula memberikan hak politiknya dengan datang ke TPS. Mereka kebanyakan tinggal di Kota lain dan terdaftar di Kota Sawahlunto. Beliau mengusulkan ke depan perlu ditingkatkan lagi kegiatan yang lebih menarik bagi pemilih pemula, bisa saja misalnya mereka diajakan melalui media sosial atau juga mendatangi para pemilih pemula ke lokasi sekolah atau kampus mereka. Terkait dengan upaya meningkatkan partisipasi pemilih ini KPU Kota Sawahlunto telah mengantisipasi agar tak ada masyarakat yang tertinggal dan tidak terdaftar sebagai pemilih. Untuk itu Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Sawahlunto telah mendirikan Posko Pelayanan Pemilih Pemilu 2014 di halaman Gedung Pusat Kebudayaan (GPK) setempat. Posko ini menurut Ketua KPU Kota Sawahlunto Kota Sawahlunto yang menjadi peserta FGD, ternyata banyak didatangi oleh warga dan peserta Pemilu 2014 untuk menanyakan berbagai hal terkait daftar pemilih, pindah domisili sebagai Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 41 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto pemilih, serta bagaimana mengunakan hak pilih jika ingin pindah memilih dari dapil tertentu ke dapil lainnya. Selain itu menurut Ketua KPU Kota Sawahluntu, untuk meningkatkan partisipasi pemilih pemula di Kota Sawahlunto, KPU telah membentuk Relawan Demokrasi pada tahun 2014 yang berjumlah 25 orang termasuk pemilih pemula. Kebanyakan mereka adalah orang-orang muda yang bersentuhan langsung dengan masyarakat yang mengetahui karakter segmen pemilih pemula sehingga dapat mengajak anak-anak muda untuk menggunakan hak suara pada pemilu. 5.2.2 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Kelamin Hasil analisis penelitian ini menemukan ternyata tidak ada perbedaan partisipasi memilih antara pemilih laki-laki dan perempuan di Kota Sawahlunto. Hal ini terbukti bahwa nilai α = 0,968 lebih besar dari 0,05. Tabel 13 menginformasikan bahwa antara pemilih perempuan dan pemilih laki-laki memiliki partisipasi politik yang sama dalam pemilihan umum di Kota Sawahlunto. Tingkat keikusertaan yang diterjemahkan sebagai partisipasi dalam penelitian ini tidak dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin. Tabel 13 : Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Kelamin Apakah ikut dalam Pemilu 2014 Jenis Kelamin Total Ya Tidak Laki-laki 170 (90,4%) 18 (9,6%) 188 (100%) Perempuan 177 (90,3%) 19 (9,7%) 196 (100%) Total 347 (90,4%) 37 (9,6%) 384 (100,0%) Sumber : Data Primer 2015 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 42 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 5.2.3 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Desa/Kelurahan Temuan yang cukup mengejutkan adalah ternyata terdapat perbedaan partisipasi memilih berdasarkan Kelurahan/Desa, meskipun hubungannya tidak kuat. Nilai α = 0,004 lebih kecil dari 0,05, dengan koefisien kontigensinya (C) hanya 0,37,yaitu lebih kecil dari 0,5. Terdapat beberapa Desa dan Kelurahan yang memiliki angka partisipasi memilih yang rendah yaitu Desa Salak (50%), Kelurahan Durian I (58,3%), Desa Sikalang (66,7%) dan Desa Lunto Timur (69,2%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14. Hal ini dikomentari oleh beberapa anggota FGD bahwa kadang-kadang lokasi penungutan suara juga sering menjadi kendala dalam pelaksanaan pemungutan suara. TPS yang terlalu jauh dari rumah penduduk juga membuat orang enggan untuk datang memilih. Untuk itu penyelenggara pemilu dan parpol peserta pemilu perlu memberikan perhatian khusus untuk Desa dan Kelurahan yang tingkat partisipasinya masih rendah ini. Padahal menurut data TPS KPU Kota Sawahlunto, KPU telah menambah lokasi TPS di beberapa daerah yang sebelumnya pada Pilkada 2013 hanya 2 TPS misalnya di Desa Salak menjadi 4 TPS. Berarti masih ada faktor lain yang mempengaruhi rendahnya partisipasi di beberapa desa dan kelurahan ini. Tabel 14 : Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Desa/Kelurahan Kelurahan/Desa Apakah ikut dalam Pemilu 2014 Total Ya Tidak Air Dingin 83,3% 16,7% 100,0% Aur Mulyo 100,0% 0,0% 100,0% Balai Batu Sandaran 83,3% 16,7% 100,0% Batu Tanjung 83,3% 16,7% 100,0% Bukik Gadang 80,0% 20,0% 100,0% Durian I 58,3% 41,7% 100,0% Durian II 100,0% ,0% 100,0% Kolok Mudiak 83,3% 16,7% 100,0% Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 43 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Kelurahan/Desa Apakah ikut dalam Pemilu 2014 Total Ya Tidak Kolok Nan Tuo 100,0% 0,0% 100,0% Kubang Sirakuk Selatan 100,0% 0,0% 100,0% Kubang Sirakuk Utara 100,0% 0,0% 100,0% Kubang Tangah 90,9% 9,1% 100,0% Kubang Utara Sikabu 81,8% 18,2% 100,0% Kumbayau 88,9% 11,1% 100,0% Lubang Panjang 100,0% 0,0% 100,0% Lumindai 94,4% 5,6% 100,0% Lunto Barat 100,0% 0,0% 100,0% Lunto Timur 69,2% 30,8% 100,0% Muaro Kalaban 100,0% 0,0% 100,0% Pasar 90,0% 10,0% 100,0% Pasar Kubang 100,0% 0,0% 100,0% Rantiah 100,0% 0,0% 100,0% Salak 50,0% 50,0% 100,0% Santor 100,0% 0,0% 100,0% Santur 100,0% 0,0% 100,0% Saringan 81,8% 18,2% 100,0% Sijantang Koto 100,0% 0,0% 100,0% Sikalang 66,7% 33,3% 100,0% Silungkang Duo 85,7% 14,3% 100,0% Silungkang Oso 100,0% 0,0% 100,0% Silungkang Tigo 95,0% 5,0% 100,0% Talago Gunung 91,7% 8,3% 100,0% Talawi Hilir 94,4% 5,6% 100,0% Talawi Mudiak 100,0% 0,0% 100,0% Taratak Bancah 87,5% 12,5% 100,0% Tumpuak Tangah 87,5% 12,5% 100,0% Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 44 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Apakah ikut dalam Pemilu 2014 Kelurahan/Desa Total Total Ya Tidak 347 37 384 90,4% 9,6% 100,0% Sumber : Data Primer 2015 5.2.4 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat Pendidikan Temuan penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan partisipasi memilih berdasarkan Tingkat Pendidikan, dengan nilai α = 0,097 lebih besar dari 0,05. Hubungan kedua variabel juga lemah terbukti dari Nilai Koefisien Kontigensinya hanya 0,156, yaitu lebih kecil dari 0,5. Dari Tabel 15 terlihat bahwa kelompok responden dengan tingkat pendidikan SLTA penyumbang terbesar pemilih Kota Sawahlunto, namun angka partisipasi mereka hanya 87% lebih rendah dibandingkan mereka yang berpendidikan lebih rendah yaitu SD dan SLTP. Jadi di Kota Sawahlunto tingkat pendidikan seseorang bukanlah faktor penentu dari tinggi rendahnya tingkat partisipasi memilih masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 15 berikut. Tabel 15 : Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat Pendidikan Apakah ikut dalam Pemilu 2014 Pendidikan Ya Total Tidak SD 64 96% 3 4% 67 SLTP 63 95% 3 5% 66 SLTA 154 87% 23 13% 177 D1, D3, D4 19 83% 4 17% 23 S1 38 95% 2 5% 40 S2 ke atas 2 100% 0 0% 2 340 91% 35 9% 375 Total Sumber : Data Primer 2015 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 45 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 5.2.5 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Agama Berdasarkan data hasil penelitian, dapat diinformasikan bahwa faktor agama responden ternyata tidak berpengaruh terhadap keikutsertaan mereka dalam pemilihan umum. Hal itu dibuktikan dengan dengan nilai α = 0,06 lebih besar dari 0,05. Hubungan kedua variabel juga lemah terbukti dari Nilai Koefisien Kontigensinya hanya 0,139, yaitu lebih kecil dari 0,5. Tabel 16 : Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Agama Apakah ikut dalam Agama Islam Kristen Katolik Total Pemilu 2014 Total Ya Tidak 345 35 380 2 2 4 347 37 384 Sumber : Data Primer 2015 5.2.6 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Pekerjaan Berdasarkan data hasil penelitian, terlihat bahwa terdapat perbedaan partisipasi memilih responden berdasarkan Jenis Pekerjaan dengan α = 0,042 (<0,05) namun hubungannya tidak signifikan (Nilai Koefisien Kontigensinya hanya 0,262 (<0,5). Dengan kata lain, partisipasi pemilih di Kota Sawahlunto tidak signifikan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan seseorang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 17 berikut. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 46 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Tabel 17 : Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Pekerjaan Apakah ikut dalam Pekerjaan Pemilu 2014 Total Ya Tidak Guru/Dosen 8 1 9 TNI/Polri 1 0 1 Pegawai Pemda 21 2 23 Pegawai Swasta 15 1 16 Wiraswasta Kecil2an 24 2 26 Pensiunan 18 1 19 Ibu Rumah Tangga 94 2 96 Bengkel/Jasa Service 4 0 4 Petani/Peternak 24 1 25 Buruh kasar/Pembantu 7 1 8 Pedagang warung/kaki lima 18 2 20 Sopir 6 0 6 Tukang ojek 8 0 8 Pengusaha/Kontraktor Besar 2 1 3 Kerja tidak tetap 30 4 34 Satpam/Hansip 3 0 3 Lain-lain 51 15 66 Total 334 33 367 Sumber : Data Primer 2015 5.2.7 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat Pendapatan Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Tingkat Pendapatan seseorang ternyata tidak mempengaruhi partisipasi mereka dalam memilih dalam pemilu. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara satu jenis pekerjaan tertentu dengan pekerjaan lain dapam perilaku memilih. Hal ini terlihat dari hasil analisis diperoleh nilai α = 0,765 (>0,05) berarti tidak Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 47 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto terdapat perbedaan partisipasi memilih berdasarkan tingkat pendapatan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 18 berikut. Tabel 18 : Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat Pendapatan Pendapatan Rumah Tangga Apakah ikut dalam Pemilu 2014 Total Ya Tidak Di bawah 500 ribu 54 5 59 500 rb - 999 ribu 89 7 96 1 juta - 1,499 juta 97 7 104 1,5 juta - 1,999 juta 26 2 28 2 juta - 2,499 juta 28 4 32 2.5 juta - 5 juta 22 0 22 lebih dari 5 juta 2 0 2 318 25 343 Total Sumber : Data Primer 2015 Pada bagian 5.2 ini terdapat beberapa indikator yang dimana indikator tersebut dikomparasikan dengan indikator keikutsertaan responden dalam Pemilihan Umum. Indikator-indikator yang dipakai tersebut ialah umur, jenis kelamin, Desa/Kelurahan, tingkat pendidikan, agama dan pendapatan. Dalam temuan diatas dapat digeneralisasikan beberapa hal yang berkaitan antar indikator. Terdapat dua indikator yang mempunyai perbedaan atau pengaruh dalam keikutsertaan pemilih dalam pemilu yakni indikator umur dan indikator desa/kelurahan (lemah). Sedangkan ke lima indikator lainnya tidak memiliki perbedaan atau pengaruh yakni jenis kelamin, tingkat pendidikan, agama, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan. Asumsi yang dapat diutarakan ialah indikator umur memiliki perbedaan didalam setiap tingkatan/range nya terhadap keikutsertaannya Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 48 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto dalam Pemilihan Umum di Kota Sawahlunto. Masing-masing kelompok umur memiliki pandangan sendiri terkait dengan pilihannya untuk ikut atau tidak dalam pemilihan umum. Lebih lanjut, faktor Desa/Kelurahan di Kota Sawahlunto juga memiliki perbedaan dalam setiap Desa/Kelurahannya terhadap ikut serta dalam Pemilu. Setiap daerah dalam hal ini dapat dideskripsikan mempunyai faktor sendiri dalam lingkungan desanya yang berpengaruh kepada tingkatan partisipasi setiap masyarakat. Indikator umur dan indikator Desa/Kelurahan tentunya dapat dijadikan dasar dalam mengambil kebijakan oleh pihak terkait untuk meningkatkan partisipasi di Kota Sawahlunto, karena kedua indikator ini seperti yang diketahui diatas memiliki perbedaan dalam setiap tingkatan dan pengaruh terhadap partisipasi/keikusertaan masyarakat dalam pemilu. Hal ini tentunya juga tidak mengabaikan indikator-indikator lainnya yang dalam penelitian ini tidak memiliki perbedaan/pengaruh. 5.3 Motivasi Pemilih dalam Pemilu 2014 Banyak alasan/motivasi masyarakat untuk ikut memilih dalam Pemilu seperti terlihat dari jawaban responden penelitian ini, yaitu : Motivasi tertinggi disebabkan oleh rasa kewajiban sebagai warga negara (38,8 %), diikuti oleh karena pemulu merupakan hak warga negara (35,4 %) dan diikuti selanjutnya karena ingin mengubah keadaan negara/daerah (19,5 %). Setiap orang tentunya memiliki motivasi yang berbeda-beda didalam diri pemilih. Motivasi berkaitan dengan hal psikologi dalam setiap diri manusia, hal-hal ini mempunyai korelasi nantinya dengan wujud tindakan yang dapat diartikan sebagai perilaku. Perilaku dalam masing-masing individu nantinya yang akan menentukan keikusertaan nya dalam segala hal termasuk pemilu. Apa yang ditemukan di Kota Sawahlunto tentunya dapat memberikan gambaran secara umum terkait dengan motivasi yang melatarbelakangi keikusertaanya dalam Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 49 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Pemilu. Untuk lebih jelasnya variasi motivasi responden ikut pemilu dapat dilihat pada Tabel 19 berikut. Tabel 19 : Motivasi Pemilih dalam Pemilu 2014 Alasan Ikut Pemilu Mengubah Keadaan Negara dan daerah Kewajiban sebagai Warga Negara Hak Warga Negara Karena Ingin Mendukung Calon Tertentu Ikatan kekeluargaan Agar rakyat mau berpartisipasi dalam pemilu Karena ada bantuan materil non uang Persentase Frekuensi % 69 19,5 19,5 137 38,8 58,4 125 35,4 93,8 9 2,5 96,3 1 ,3 96,6 4 1,1 97,7 4 1,1 98,9 2 0,6 99,4 1 0,3 99,7 1 0,3 100,0 353 100,0 100,0 Komulatif Berkaca pada pengalaman pemilu sebelumnya yang efektif mengubah nasib rakyat Karena tidak efektifnya pemerintahan saat ini Lainnya Total Sumber : Data Primer 2015 Dari hasil analisis diperoleh fakta bahwa pada tingkat kepercayaan 95 % tidak terdapat perbedaan motivasi memilih berdasarkan tingkat hidup (α hitung = 0,327), jenis pekerjaan (α hitung = 0,99) dan tingkat pendidikan sesorang (α hitung = 0,223). Yang menarik adalah perbedaan motivasi Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 50 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto memilih ditentukan umur (α hitung = 0,01), jenis kelamin (pada tingkat kepercayaan 90 %, α hitung = 0,083), lokasi tempat tinggal (Kelurahan/Desa) (α hitung = 0,003) Koefisien Kontigensi 0,7 > 0,5 perbedaan kuat. Jadi antara pemilih muda dan pemilih tua memiliki motivasi yang berbeda dalam memilih. Dari jawaban responden muda (17-25) terlihat bahwa tidak ada di antara mereka yang memilih karena alasan yang tidak rasional seperti karena alasan kekeluargaan, karena mengharapkan bantuan materil. Berbesa dengan responden tua dimana masih ada beberapa responden yang beralasan karena faktor ingin mendukung calon yang punya ikatan kekeluargaan dan mengharapkan insentif berupa bantuan materil dari calon. Hal ini menunjukkan bahwa pemilih pemula adalah pemilih yang lebih rasional dibandingkan pemilih tua. Hal ini mudah dipahami karena pemilih pemula adalah orang-orang yang independen dan terbebas dari vested interest tententu. 5.4 Alasan Golput pada Pemilu 2014 Golongan putih (Golput) merupakan salah satu indikator dalam survei ini. Dalam hal ini akan dilihat tentang apa alasan yang melatarbelakangi responden mengambil keputusan untuk golput. Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 20 terlihat bahwa terdapat 22,3 % responden mengatakan bahwa mereka memilih Golput karena mempunyai urusan lain yang mereka anggap lebih penting dari ikut mencoplos dalam Pemilu. Setelah itu terdapat 21,5 % responden yang mengatakan bahwa mereka pesimis bahwa Pemilu mampu merubah keadaan negara atau daerah.Selain itu terdapat 13,2 % responden mengatakan bahwa mereka tidak percaya kepada calon atau Par tai Politik. Setelah dikomparasikan dengan beberapa indikator, terdapat perbedaan alasan golput berdasarkan golongan usia (α hitung = 0,042) dan Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 51 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto lokasi tempat tinggal (Kelurahan/Desa) (α hitung = 0,002) Koefisien Kontigensi 0,872>0,5 yang memiliki perbedaan yang signifikan. Sedangkan indikator lainnya tidak memiliki perbedaan dalam perilaku golput.6 Secara teoritis, golput merupakan refleksi dari keadaan diri manusia atas tindakannya. Hal ini tentunya berkaitan dengan kondisi yang terjadi terus-menurus dalam diri seseorang sehingga melahirkan tindakan untuk golput. Golput sangat erat kaitannya apatisme sosial. Keberadaan ini tentunya sangat tidak bagus dalam berkembang nya sebuah demokrasi. Oleh sebab itu temuan penelitian perlu mendapat perhatian serius dari para calon dan Parpol. Calon dan Parpol memiliki peran besar dalam mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Pemilu dan hasil pemilihan. Adalah percuma dilakukan sosialisasi terus menerus dan dengan skala luas namun Parpol dan politisi tidak berbenah diri dengan cara memperbaiki kualitas, kapabilitas, dan integritas diri. Peserta FGD mengusulkan untuk mengatasi hal ini, disarankan ke depan untuk persyaratan pencalonan anggota legislatif dan pimpinan eksekutif diwajibkan memiliki standar kompetensi tertentu yang diakuai oleh sebuah lembaga yang independen dan kredibel. Dengan demikian diharapkan Partai Politik akan menjalankan fungsi utamanya yaitu fungsi pendidikan politik dan rekrutmen politik, yang selama ini nyaris tidak terdengar. Selanjutnya, temuan data di Kota Sawahlunto ini dapat dijadikan sebagai dasar pijakan bagi KPU untuk melihat permasalahan golput yang terjadi dan menyusun berbagai program sosialisasi dan pendidikan politik ke depan. 6 Pada tingkat kepercayaan 95% tidak terdapat perbedaan alasan golput berdasarkan tingkat pendidikan (α hitung = 0,133); jenis kelamin (α hitung = 0,354);Jenis Pekerjaan (α hitung = 0,456); tingkat hidup(α hitung = 0,788), berdasarkan pekerjaan (α hitung = 0,99), suku bangsa (α hitung = 0,430); kondisi ekonomi (α hitung = 0,111). Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 52 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Tabel 20 : Alasan Golput pada Pemilu 2014 Alasan Golput Persentase Frekuensi % Tidak akan mengubah negara 26 21,5 21,5 Bukan Kewajiban WN tapi Hak 3 2,5 24,0 16 13,2 37,2 14 11,6 48,8 6 5,0 53,7 27 22,3 76,0 Tidak ada bantuan barang/jasa 1 ,8 76,9 Karena tidak cukup usia 11 9,1 86,0 7 5,8 91,7 10 8,3 100,0 121 100,0 Tidak percaya dengan calon/Partai Tidak tahu kualitas calon Tidak terdaftar dalam Pemilu 2014 Karena ada urusan penting saat itu Pemilu tidak efektif mengubah nasib rakyat Tidak Sempat Pulang untuk Pemilu Total Komulatif Sumber : Data Primer 2015 5.5 Minat Masyarakat Terhadap Demokrasi Elektoral Pada bagian 5.5 ini dijelaskan terkait pandangan masyarakat terhadap demokrasi elektoral. Dalam data Tabel 21 dikomparasikan antara minat masyarakat akan demokrasi elektoral dengan indikator-indikator yang dipakai dalam survei ini. Dalam semua indikator, terdapat perbedaan pandangan masyarakat akan demokrasi elektoral dari semua indikator yang dipakai. Dari data di bawah, juga dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat yaitu 78 % mempunyai minat terhadap demokrasi eletoral, walaupun Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 53 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto sebagian hanya kadang-kadang mengikuti perkembangan Pemilu baik aturan maupun dinamika pencalonan kepala daerah. Hanya 21 % responden yang tidak memiliki minat terhadap demokrasi elektoral. Secara teoritis, Pemilihan Umum merupakan sebuah tolak ukur utama dalam demokrasi elektoral. Bagaimana negara dapat menjalankan sistem multi partai yang kompetitif dan hak pilih yang bersifat universal dalam memilih eksekutif dan legislatif. Penekanan yang paling penting adalah terkait dengan kontestasi dan partisipasi oleh masyarakat dalam Pemilihan Umum. Temuan ini merupakan harapan yang baik bagi semua kalangan yang mendukung berkembangnya demokrasi prosedural di Indonesia. Minat masyarakat yang masih ada terhadap Pemilu harus terus dipelahara dan ditingkatkan meskipun dari dapatan sebelumnya menunjukkan bahwa sebahagian pemilih mulai pesimis. Hal ini tentu menjadi tanggungjawab semua pihak termasuk KPU, Parpol, Lembaga pendidikan, Tokoh masyarakat, pemerintah baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat sipil media massa dan sebagainya. Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa tinggi rendahnya minat masyarakat Kota Sawahlunto terhadap perkembangan demokrasi elektoral atau pemilu di Indonesia ditentukan oleh beberapa faktor yaitu: 1. Tingkat Pendidikan (α hitung = 0,005); 2. Tempat Tinggal (Kelurahandan Desa) (α hitung = 0,000); 3. Jenis Pekerjaan (α hitung = 0,089) dengan tingkat kepercayaan 90%), umur (α hitung = 0,086); 4. Tingkat Pendapatan Ekonomi (α hitung = 0,016) 5. Kondisi Ekonomi (α hitung = 0,003) Untuk lebih jelasnya gambaran tentang minat masyarakat Kota Sawahlunto terhadap perkembangan demokrasi elektoral di Indonesia dan di daerah dapat dilihat Tabel 21 berikut. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 54 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Tabel 21 : Minat Masyarakat terhadap Demokrasi Elektoral Minat Persentase Frekuensi % Ya 152 40,4 40,4 Tidak 81 21,5 62,0 Kadang-kadang 143 38,0 100,0 Total 376 100,0 Masyarakat Komulatif Sumber : Data Primer 2015 5.6 Sikap Masyarakat Terhadap Politik Uang Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu pada saat Pemilihan Umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai politik menjelang hari H Pemilihan Umum. Praktik politik uang dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan. Penelitian ini menemukan fakta yang cukup mengagetkan. Terdapat 58,8 % responden dapat menerima politik uang. Ada yang mengatakan “Terima dulu uangnya, soal pilihan urusan nanti” sebanyak 42,9 %, terima uangnya dan mereka akan memilih orangnya sebanyak 8,1 % dan terima uangnya tetapi tidak pilih orangnya yaitu 3,4 %. Meskipun terdapat cukup banyak yang menolak politik uang yaitu 41,2 % namun kenyataan ini sangat memprihatinkan. Jika dibiarkan tentu akan merusak sendi-sendi demokrasi. Menurut peserta FGD dari tokoh agama bahwa politik uang jelas Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 55 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto merendahkan martabat rakyat. Menurut beliau yang juga ketua MUI Kota Sawahlunto bahwa para calon atau Partai tertentu yang menggunakan politik uang untuk mengharapkan dukungan dalam Pemilu menunjukkan mereka tidak punya percaya diri dalam berkompetisi. Hal ini juga secara nyata merendahkan martabat rakyat. Beliau menegaskan bahwa politik uang sama dengan sogok. Yang memberi dan yang menerima akan diganjar oleh Allah SWT dengan dosa yang berat. Informan lain mengatakan bahwa suara dan martabat rakyat seharusnya sangat berharga untuk merubah nasib bangsa ini. Masa iya hanya dinilai dengan bahan makanan atau uang yang sebenarnya nilainya tidak sebanding dengan apa yang akan didapat selama 5 tahun oleh Calon menduduki kursi yang berhasil direbut dengan cara ini. Dalam FGD ini salah seorang Bundo Kanduang Kota Sawahlunto berpendapat bahwa politik uang jelas meruapakan pembodohan kepada rakyat hanya untuk kepentingan jangka pendek mereka. Informan mengingatkan bahwa politik uang akan mengakibatkan penderitaan bagi masyarakat selama politisi itu menjabat. Ia akan cenderung berusaha mengembalikan dana mereka, akibatnya mereka akan cenderung berperilaku korupsi, tidak adil dan bahkan cenderung menindas dan menepikan nilai-nilai kemanusiaan. Tabel 22 : Sikap Masyarakat Terhadap Politik Uang Sikap Masyarakat Menolak karena haram Terima tetapi tidak pilih orangnya Terima dan akan saya pilih orangnya Persentase Frekuensi % 147 41,2 41,2 12 3,4 44,5 29 8,1 52,7 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto Komulatif 56 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Sikap Masyarakat Persentase Frekuensi % 153 42,9 95,5 1 ,3 95,8 Alasan lain 14 3,9 99,7 Total 357 100,0 Terima dulu, soal pilihan urusan nanti Komulatif Bersedia ikut membagi2kan uang/barang nya Sumber : Data Primer 2015 Berdarkan hasil analisis diketahui bahwa terdapat beberapa faktor pembeda yang mempengaruhi Sikap Masyarakat terhadap Politik Uang yaitu: 1. Lokasi Tempat Tinggal, Kelurahan dan Desa (α hitung = 0,000): 2. Jenis Pekerjaan (α hitung = 0,089) dengan tingkat kepercayaan 90%), 3. Kelompok Umur (α hitung = 0,086); 4. Tingkat Pendapatan Ekonomi (α hitung = 0,016) dan 5. Kondisi Ekonomi keluarga (α hitung = 0,003) Dari temuan tersebut diketahui bahwa ternyata perilaku politik uang tidak menyebar secara merata di wilayah Kota Sawahlunto. Faktor lokasi tempat tinggal juga menentukan perbedaan perilaku ini. Berikut akan dipaparkan sikap responden yang meolak politik uang berdasarkan Kelurahan dan Desa seperti pada Tabel 23 di bawah ini. Tabel 23 : Sikap Responden Menolak Politik Uang Kelurahan/Desa Menolak Politik Uang 1. Air Dingin 33,3 % 2. Aur Mulyo 55,6 % 3. Balai Batu Sandaran 100,0 % Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 57 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Kelurahan/Desa Menolak Politik Uang 4. Batu Tanjung 62,5 % 5. Bukik Gadang 30,0 % 6. Durian I 27,3 % 7. Durian II 33,3 % 8. Kolok Mudiak 83,3 % 9. Kolok Nan Tuo 83,3 % 10. Kubang Sirakuk Selatan 40,0 % 11. Kubang Sirakuk Utara 42,9 % 12. Kubang Tangah 63,6 % 13. Kubang Utara Sikabu 80,0 % 14. Kumbayau 71,4 % 15. Lubang Panjang 12,5 % 16. Lumindai 52,9 % 17. Lunto Barat 35,3 % 18. Lunto Timur 46,2 % 19. Muaro Kalaban 21,4 % 20. Pasar 60,0 % 21. Pasar Kubang 30,0 % 22. Rantiah 20,0 % 23. Salak 60,0 % 24. Santur 77,3 % 25. Saringan 18,2 % 26. Sijantang Koto 25,0 % 27. Sikalang 50,0 % 28. Silungkang Duo 57,1 % 29. Silungkang Oso 14,3 % 30. Silungkang Tigo 26,3 % 31. Talago Gunung 20,0 % 32. Talawi Hilir 23,5 % Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 58 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Kelurahan/Desa Menolak Politik Uang 33. Talawi Mudiak 14,3 % 34. Taratak Bancah 62,5 % 35. Tumpuak Tangah 75,0 % Sumber : Data Primer 2015 Dari 35 Kelurahan dan Desa yang menjawab, terdapat 14 Kelurahan dan Desa yang mayoritas respondennya menolak politik uang. Ini menunjukkan bahwa masih ada Desa dan Kelurahan yang mayoritas warganya yang secara prinsip membolehkan politik uang. 5.7 Penggunaan Hak Pilih Masyarakat Dalam bagian 5.7 ini akan dijelaskan temuan data terkait dengan kendala masyarakat dalam penggunaan hak pilihnya, penilaian masyarakat terkait pelaksanaan Pemilu dan sosialisasi Pemilu serta pandangan masyarakat terhadap pelakasanaan Pemilu kedepan dan jenis Pemilu yang diinginkan masyarakat kedepannya. 5.7.1 Kendala dalam Penggunaan Hak Pilih Tabel 24 : Kendala dalam Pemilu Kendala Ikut Pemilu Persentase Frekuensi % Tidak terdaftar 18 6,8 6,8 Tidak tahu calon/program calon 113 42,5 49,2 Letak TPS jauh 17 6,4 55,6 Lainnya 116 43,6 99,2 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto Komulatif 59 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Sakit 2 ,8 100,0 Total 266 100,0 Sumber : Data Primer 2015 Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa masyarakat mempunyai kendala dalam hak pilihnya karena permasalahan lainnya karena hal-hal teknis sedangkan diposisi kedua disebabkan karena tidak tahu mengenai calon dan program calon sedangkan karena tidak terdaftar, letak TPS jauh dan sakit hanya sebagian kecil saja. 5.7.2 Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu 2014 Tabel 25 : Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu 2014 Penilaian Masyarakat Persentase Frekuensi % Jujur dan adil 146 42,4 42,4 Banyak politik uangnya 145 42,2 84,6 Banyak kecurangn 22 6,4 91,0 Kurang sosialisasi 31 9,0 100,0 Total 344 100,0 Komulatif Sumber : Data Primer 2015 Berdasarkan data diatas, dapat diketahui penilaian masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilu 2014 mayoritas masih negatif yaitu 57,6 % mengatakan Pemilu masih diwarnai oleh politik uang (42,2 %), kecurangan (6,4 %) dan kurangnya sosialisasi (9 %). Ini menjadi perhatian bagi calon dan Parpol yang menjadi peserta Pemilu. Karena menurut masyarakat yang utama memperbaiki kualitas Pemilu adalah para peserta Pemilu dengan menghilangkan politik uang (42,3 %) dan kecurangan (6,4 %). Sedang KPU diharapkan juga meningkatkan sosialisasi (9 %). Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 60 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 5.7.3 Penilaian Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Sosialisasi Pemilu Tabel 26 : Penilaian Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Sosialisasi Pemilu Penilaian Masyarakat Presentase Frekuensi % Sosialisasi 225 63,4 63,4 Pendataan pemilih 49 13,8 77,2 25 7,0 84,2 Pendaftaran calon 3 ,8 85,1 Kampanye 31 8,7 93,8 Lainnya 22 6,2 100,0 Total 355 100,0 Kumulatif Pembentukan badan penyelenggara (PPS/KPPS/PPL/Panwasc am Sumber : Data Primer 2015 Berdasarkan data diatas, dapat diketahui mengenai pilihan masyarakat terkait pelaksanaan Pemilu 63,4 % memilih terkait dengan sosialisasi dan posisi kedua dengan 13,8 % dengan pendataan pemilih. Ini menunjukkan bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu, aspek yang perlu ditingkatkan dan yang paling dirasakan masyarakat adalah sosialisasi. Bukan berarti aspek lain lain dapat diketepikan. 5.7.4 Yang perlu Diperbaiki dalam Pemilu ke depan Mengenai aspek-aspek sosialisasi itu sendiri yang perlu ditingkatkan masyarakat menilai semua aspek harus menjadi perhatian KPU karena dinilai masih sedang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 61 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Tabel 27 : Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu ke Depan No 1 2 3 Indikator Informasi mengenai tahapan dan program Pemilu Tema dan materi tentang penyelenggaraan Pemilu Pemahaman dan pengetahuan tentang Pemilu Nilai Derajat 3,18 Sedang 3,03 Sedang 3,25 Sedang 3,26 Sedang 3,44 Sedang 3,59 Sedang 3,74 Sedang Pemahaman & pengetahuan 4 tentang tahapan & program Pemilu Pemahaman & pengetahuan 5 tentang tata cara penggunaan hak politik & hak pilih Kesadaran untuk berperan 6 serta dalam setiap tahapan pemilu 7 Kesadaran untuk ikut Pemilu Sumber : Data Primer 2015 5.7.5 Jenis Pilkada Yang Diinginkan Warga ke depan Masyarakat Kota Sawahlunto yang diwakili rasponden penelitian ini ternyata masih mendukung pelaksanaan pemlihan kepala daerah secara langsung dibandingkan dengan dipilih oleh DPRD. Hasil survei menunjukkan bahwa sebanyak 297 responden atau 82,7 % menyatakan setuju dengan pemiluka yang dipilih langsung oleh masyarakat dan hanya 10,3 % yang setuju kepala daerah dipilih oleh DPRD serta 7,0 % menyatakan tidak tahu. Peserta FGD menyatakan tanggapannya tentang hal ini. Menurut mereka mekanisme pemilihan secara langsung oleh rakyat harus tetap Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 62 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto dipertahankan meskipun ada beberapa catatan yang harus diperbaiki dari proses penyelenggaraannya. “Jika ada tikus dilumbung padi usir saja tikusnya, jangan lumbungnya yang dibakar”, kata salah seorang peserta. Kelemahan yang harus diperbaiki dari Pilkada, menurut informan adalah biaya pelaksanaan Pilkada yang terlalu tinggi harus dihemat, politik uang harus dihilangkan, sistem rekrutmen calon kepala daerah harus terbuka dan seleksinya diperketat dengan persyaratan tambahan yaitu memiliki standar kompetensi dan standar moral dan integritas yang diuji oleh lembaga yang benar-benar kredibel. Terakhir adalah masalah keamanan akibat sengketa pilkada perlu ditingkatkan. Tabel 28 : Jenis Pilkada Yang Diinginkan Warga ke Depan Jenis Pilkada Presentase Frekuensi % 297 82,7 82,7 Dipilih oleh DPRD 37 10,3 93,0 Tidak tahu 25 7,0 100,0 Total 359 100,0 Dipilih langsung oleh rakyat seperti sekarang Kumulatif Sumber : Data Primer 2015 5.8 Kesukarelaan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemilu Sebagaimana telah diuraikan pada bab sebelumnya bahwa kesukarelaan politik adalah segala tindakan yang dilakukan warga negara yang terkait dengan kegiatan politik atas kehendak sendiri, tanpa paksaan atau mobilisasi, dengan niat untuk kemaslahatan masyarakat tanpa mengharapkan imbalan yang bersifat material. Informan peserta FGD penelitian ini mendukung pendapat bahwa kesukarelaan politik salah satu pilar utama dari demokrasi. Mereka Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 63 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto mengatakan bahwa kesukarelaan politik masyarakat berkaitan erat dengan maju mundurnya perkembangan demokrasi. Hambatan yang mempengaruhi kesukarelaan politik masyarakat dapat berasal dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. Kemampuan masyarakat akan berkaitan dengan stratifikasi sosial dalam masyarakat, adanya 3 komponen di dalamnya, yaitu kelas (ekonomi), status (prestise) dan kekuasaan. Bagaimana pengaruh kedua faktor ini terhadap kesukarelaan politik masyarakat di Kota Sawahlunto? 5.8.1 Masalah Utama yang Sedang Dihadapi Masyarakat Kota Sawahlunto Keadaan sosial ekonomi masyarakat mempengaruhi tingkat kesukarelaan politiknya. Masyarakat yang sedang mengalami masalah sosial dan ekonomi yang hebat tentu kesukarelaan politik nya rendah. Lalu bagaiamana masalah masyarakat saat ini? Kajian ini menemukan bahwa sebanyak 48,3 % masyarakat Kota Sawahlunto menyatakan mereka sedang mempunyai masalah sosial ekonomi yang berat yaitu susahnya mendapatkan lapangan pekerjaan. Masalah ini banyak dihadapai oleh kalangan muda dan usia produktif. Sedangkan masyarakat petani mengeluhkan masalah kelangkaan pupuk yaitu pada posisi kedua sebesar 12,9 % dan ibu-ibu rumah tangga menjerit dengan masalah mahalnya harga sembako pada posisi ketiga yaitu (9,3 %). Hal ini jelas menjadi kendala yang signifikan dalam menumbuhkembangkan kesukarelaan politik masyarakat. Selain itu terdapat masalah eksternal dimana terdapat kurangnya kepercayaan terhadap pimpinan daerah sebanyak 7,6 %. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 64 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Tabel 29 : Masalah Sosial Ekonomi Masyarakat Masalah Utama Persentase Frekuensi % Kelangkaan pupuk 46 12,9 12,9 Mahalnya biaya berobat 24 6,7 19,7 Susahnya lapangan pekerjaan 172 48,3 68,0 4 1,1 69,1 27 7,6 76,7 6 1,7 78,4 Kelangkaan air bersih 6 1,7 80,1 Terjadinya/ancaman banjir 1 ,3 80,3 Sarana/prasarana transportasi 2 ,6 80,9 Mahalnya harga sembako 33 9,3 90,2 Mahalnya biaya pendidikan 5 1,4 91,6 6 1,7 93,3 Masalah listrik 7 2,0 95,2 Kemacetan lalu lintas 2 ,6 95,8 Lainnya 15 4,2 100,0 Total 356 100,0 Masalah korupsi/KKN Kurangnya kepercayaan kepada pimpinan daerah Kurangnya rasa aman & rendahnya ketertiban Tidak tegaknya hukum dengan adil Kumulatif Sumber : Data Primer 2015 5.8.2 Hubungan antara Penilaian Masyarakat terhadap Kinerja Pemerintah dengan Tingkat Kesukarelaan Politik Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson antara pertanyaan “bagaimana jalannya pelaksanaan pemerintah Sawalunto saat ini” dengan “peran aktif masyarakat dalam Pemilu”. Hasil korelasi yang bernilai 0,5 < 0,05 menandakan bahwa terdapat korelasi Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto antara kesukarelaan politik 65 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto masyarakat dalam pemilu dengan kinerja pemerintahan Kota Sawahlunto saat ini. Semakin positif penilaian masyarakat terhadap kinerja pemerintah daerah makan akan semakin tinggi tingkat kesukarelaan politik masyarakat. Dari temuan permasalahan sebelumnya sosial menunjukkan ekonomi masyarakat bahwa seperti dengan sulitnya banyaknya lapangan pekerjaan, mahalnya harga pupuk dan sembako serta hilangnya kepercayaan terhadap pemerintah maka akan sangat mengurangi tingkat kesukarelaan politik masyarakat. 5.9 Kesukarelaan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pilkada Sumbar 2015 Kesukarelaan politik juga sangat dipengaruhi oleh seberapa tinggi tingkat pengetahuan masyarakat terhadap permasalahan sosial politik yang sedang berlangsung. Kesukarelaan masyarakat dalam Pemilu juga ditentukan sejauhmana pengetahuan masyarakat terhadap Pemilu termasuk tujuan, manfaat, aturan, manajemen, peserta yang bersaing dan sebagainya. Berikut ini akan diuraikan sumber informasi masyarakat tentang pemilu tersebut. 5.9.1 Sumber Informasi Politik tentang Penyelenggaraan Pilkada Sumbar 2015 Tabel 30 :Sumber Informasi Pilkada No Sumber Informasi Frekuensi 1 Radio 64 2 Koran 73 3 TV 44 4 Spanduk/Baliho 244 5 Website 13 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 66 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto No Sumber Informasi Frekuensi 6 Pemko Swahlunto 40 7 Sosialisasi oleh KPU 20 Sawahlunto 8 Teman/tetangga/saudara 49 Sumber : Data Primer 2015 Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa sebanyak 244 responden mendapat informasi mengenai penyelengaraan Pemilu dari spanduk atau baliho, posisi kedua dari koran sebanyak 74 orang dan 64 orang dari radio. Inilah media informasi bagi warga dalam mendapat informasi terkait penyelenggaraan Pemilu di Kota Sawahlunto. Dari temuan tersebut jelas bahwa masyarakat hanya mengetahui informasi tentang Pilkada Sumbar dari baliho yang notabene sangat minim memberikan informasi kecuali hanya sebatas gambar dan tagline calon. Sedangkan informasi yang lebih penting dan mendalam seperti rekam jejak calon, partai pendukung, tata cara Pilkada, dinamika yang sedang berlangsung tidak mungkin disampaikan melalui baliho. 5.9.2 Sumber Informasi tentang Bakal Calon Peserta Pilkada Sumbar 2015 Tabel 31 : Sumber Informasi Bakal Calon Pilkada No Sumber Informasi Frekuensi 1 Radio 18 2 Koran 39 3 TV 6 4 Spanduk/Baliho 262 5 Website 14 6 Sosialisasi langsung oleh 10 calon Sumber : Data Primer 2015 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 67 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Terkait dengan informasi tentang calon peserta Pilkada Sumbar 2015, posisi paling tinggi didapat dari spanduk/baliho, diikuti koran dan radio. Hal ini memang tidak jauh berbeda dengan sumber informasi terkait penyelenggaraan pemilu seperti yang dijelaskan dalam variabel sebelumnya. 5.9.3 Yang Perlu Ditingkatkan dalam Pelaksanaan Pilkada Sumbar 2015 Tabel 32 : Yang Perlu Ditingkat dari Pilkada Pilkada Sumbar 2015 No Yang Perlu Ditingkatkan dalam Pelaksanaan Pilkada Frekuensi 1 Sosialisasi 247 2 Pendataan pemilih 33 3 Pembentukan badan 21 penyelenggara 4 Pendaftaran calon 18 5 Kampanye 61 6 Pengawasan 50 Sumber : Data Primer 2015 Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa sebanyak 247 responden menyatakan bahwa hal sosialisasi perlu ditingkatkan dalam pelaksanaan Pilkada Sumbar tahun 2015 disusul dengan kampanye sebanyak 61 orang dan pengawasan sebanyak 50 orang. Hal ini tentunya dapat menjadi pelajaran bagi pengambil kebijakan. 5.9.4 Tingkat Kesediaan Masyarakat Menjadi Voluntir dalam Pelaksanaan Pilkada Sumbar 2015 Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 68 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Tabel 33 : Tingkat Kesukarelaan Masyarakat dalam Pilkada Tingkat kesediaan Persentase Frekuensi % Ya 152 41,1 41,1 Tidak 142 38,4 79,5 Tergantung honornya 6 1,6 81,1 Belum tahu 70 18,9 100,0 Total 370 100,0 masyarakat Kumulatif Sumber : Data Primer 2015 Dari data diatas, dapat diketahui bahwa tingkat kesukarelaan politik masyarakat dalam menjadi volunter dalam pelaksanaan pemiLukada memiliki selisih yang sedikit antara jawaban iya dan tidak yakni berselisih 2,7 % atau sebanyak 10 orang dari 370 responden. 5.10 Bentuk-Bentuk Kesukarelaan Politik Masyarakat Didalam bagian 5.9 ini diberikan tampilan data yang berkaitan dengan kesukarelaan masyarakat dalam Pemilu. Terkait informasi mengenai Pemilu dan peserta Pilkada tahun 2015, mayoritas mendapat informasi dari spanduk atau baliho. Sedangkan tekait dengan pelaksanaan Pemilu yang perlu diubah terdapat pada permasalahan sosialisasi yang menurut responden sangat perlu diperbaiki dan terkait dengan kesediaan masyarakat menjadi voluntir dalam Pemilu, terdapat selisih yang kecil antara bersedia atau tidak. Berdasarkan temuan tengang bentuk-bentuk kesukarelaan diperoleh infomasi bahwa 93,9 % responden menyatakan tidak berminat menjadi pemimpim masyarakat baik formal maupun informal atau menjadi pengurus partai. Sebayak 93,9 % responden menyatakan tidak mau memberikan sumbangan keuangan kepada Parpol ataupun peserta Pemilu. Sebanyak 69,8 % responden menyatakan tidak berminat menjadi penyelenggara Pemilu. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 69 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Sebanyak 51,9 % responden menyatakan tidak berminat menghadiri kampanye Pemilu ataupun Pilkada. Sebanyak 88,8 % responden menyatakan tidak berminat hadir dalam rapat / ulang tahun partai. Sebanyak 94,2 % responden menyatakan tidak berminat aktif sebagai anggota partai. Sebanyak 85,4 % responden menyatakan tidak berminat mengajak orang lain mendukung salah satu partai. Sebanyak 94,2 % responden menyatakan tidak berminat menjadi anggota kaukus dan menyusun strategi pertemuan. Sebanyak 88,5 % responden menyatakan tidak meminat mengikuti politik atau pawai politik. Sebanyak 95,4 % responden menyatakan tidak mau ikut serta menghubungi pejabat pemerintah atau pimpinan politik. Sebanyak 91,2 % responden menyatakan tidak suka memasang stiker partai/calon tertentu dikendaraan pribadi. Sebanyak 86,6 % responden menyatakan tidak pernah melaksanakan diskusi-diskusi politik. Sebanyak 18,9 % responden menyatakan tidak pernah mencoblos dalam pemliu/pilkada dan 70,5 % menyatakan selalu dalam Pemilu/Pilkada. Sebanyak 82,0 % responden menyatakan tidak berminat mendukung partai/calon tertentu dalam Pemilu/Pilkada, 5,9 % jarang dan 5,2 % kadang-kadang. Secara keseluruhan bentuk dan tingkat kesukarelaan politik masyarakat Kota Sawahlunto adalah seperti terlihat pada Tabel 34 di bawah ini Tabel 34 : Bentuk-Bentuk Kesukarelaan Politik Masyarakat No 1 Bentuk Kesukarelaan Politik Menjadi pemimpin publik atau pemimpin partai politik 2 Derajat Nilai Sangat rendah 6,1 Sangat Rendah 6,1 Rendah 30,2 Sedang 48,1 Sangat Rendah 11,2 Memberi sumbangan keuangan parpol atau calon peserta pemilu 3 Menjadi penyelenggara pemilu 4 Menghadiri kampanye pemilu/pilkada 5 Menghadiri Pertemuan Partai Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 70 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto No Bentuk Kesukarelaan Politik 6 Aktif sebagai anggota partai 7 Mengajak orang lain mendukung salah satu partai 8 Derajat Nilai Sangat Rendah 5,8 Sangat Rendah 14,6 Berminat menjadi anggota kaukus dan menyusun strategi Sangat Rendah 5,2 pertemuan 9 Menghadiri Pertemuan Politik Sangat Rendah 11,2 Sangat Rendah 4,6 Sangat Rendah 8,8 Sangat Rendah 13,4 Sangat Tinggi 81,1 Sangat Rendah 18 Menghubungi pejabat 10 pemerintah atau pimpinan politik 11 12 13 Memasang stiker partai/calon tertentu di kendaraan pribadi Melaksanakan diskusi-diskusi politik Mencoblos dalam pemilu/pilkada Menyatakan diri mendukung 14 partai/calon tertentu dlm pemilu/pilkada Sumber: Data Primer 2015 • 0-20 sangat rendah • 21 – 40 rendah • 41 – 60 sedang • 61 – 80 tinggi • 81- 100 sangat tinggi Dari 14 pertanyaan yang diajukan kepada responden terkait dengan kesukarelaan politik masyarakat, diketahui bahwa rata-rata tingkat kesukarelaan politik masyarakat adalah sangat rendah dengan nilai 19. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 71 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 6.1 Kesimpulan Dalam survei kesukarelaan politik masyarakat Kota Sawah lunto ini terdapat beberapa hal yang dapat disimpukan ; Pertama, dari sisi partisipasi masyarakat. Dari hasil survei ini, ditemukan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu tergolong tinggi yakni 90,93 % atau 341 orang dari 375 responden yang menjawab. Terdapat perbedaan partisipasi memilih berdasarkan umur responden. Jumlah responden terbanyak adalah kelompok umur 17 – 25 tahun yaitu 91 orang atau 24 % dari total responden. Partisipasi yang tinggi lebih didominasi oleh pemilih dari kalangan tua dibandingkan dengan pemilih pemula dan pemilih muda. Pemilih muda juga penyumbang angka golput tertinggi yaitu mencapai 64,7 % dari 34 orang responden yang golput. Kedua, Terdapat perbedaan motivasi memilih berdasarkan tingkat hidup dan tingkat pendidikan sesorang. Perbedaan motivasi memilih ditentukan umur jenis kelamin, Lokasi tempat tinggal (Kelurahan/Desa). Jadi antara pemilih muda dan pemilih tua memiliki motivasi yang berbeda dalam memilih. Pemilih pemula adalah pemilih yang lebih rasional dibandingkan pemilih tua. Karena pemilih pemula adalah orang-orang yang independen dan terbebas dari vested interest tententu. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 72 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Ketiga, Golongan Putih (Golput) merupakan salah satu indikator kesukarelaan politik. Alasan yang melatarbelakangi responden mengambil keputusan untuk golput adalah mereka menganggap urusan mereka lebih penting dari ikut mencoplos dalam Pemilu, pesimis bahwa Pemilu mampu merubah keadaan negara atau daerah dan tidak percaya kepada calon atau Partai Politik. Terdapat perbedaan alasan Golput berdasarkan golongan usia dan lokasi tempat tinggal (Kelurahan/Desa) Keempat, terdapat perbedaan pandangan masyarakat akan demokrasi elektoral dari semua indikator yang dipakai. Mayoritas masyarakat mempunyai minat terhadap demokrasi eletoral, walaupun sebagian hanya kadang-kadang saja mengikuti perkembangan Pemilu baik aturan maupun dinamika pencalonan Kepala Daerah. Perbedaan minat masyarakat Kota Sawahlunto terhadap perkembangan demokrasi elektoral atau Pemilu di Indonesia pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat pendidikan, tempat tinggal (Kelurahan dan Desa), jenis pekerjaan,tingkat pendapatan ekonomi dan kondisi ekonomi. Kelima, lebih dari setengah responden bersikap menerima politik uang. Meskipun terdapat cukup banyak yang menolak politik uang yaitu 41,2 % namun kenyataan ini sangat memprihatinkan. Jika dibiarkan tentu akan merusak sendi-sendi demokrasi. Terdapat beberapa faktor pembeda yang mempengaruhi sikap masyarakat terhadap Politik Uang yaitu : lokasi tempat tinggal (Kelurahan dan Desa), jenis pekerjaan, kelompok umur, tingkat pendapatan ekonomi dan kondisi ekonomi keluarga. Perilaku politik uang tidak menyebar secara merata di wilayah Kota Sawahlunto. Faktor lokasi tempat tinggal juga menentukan perbedaan perilaku ini. Dari 35 Kelurahan dan Desa yang respondennya menjawab kuesioner, terdapat 14 Kelurahan dan Desa yang mayoritas respondennya menolak politik uang. Ini menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat di banyak desa dan kelurahan yang secara prinsip memboleh politik uang. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 73 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Keenam, penilaian masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilu 2014 mayoritas masih negatif yaitu mengatakan Pemilu masih diwarnai oleh politik uang, adanya kecurangan dan kurangnya sosialisasi. Ini menjadi perhatian bagi calon dan Parpol yang menjadi peserta Pemilu. Hal-hal yang perlu diperbaiki terkait pelaksanaan Pemilu adalah sosialisasi, pendataan pemilih. Sedangkan aspek-aspek sosialisasi itu sendiri yang perlu ditingkatkan adalah semua sosialisasi yaitu : informasi mengenai tahapan dan program Pemilu, tema dan materi tentang penyelenggaraan Pemilu, pemahaman dan pengetahuan tentang Pemilu, pemahaman & pengetahuan tentang tahapan & program Pemilu, emahaman & pengetahuan tentang tata cara penggunaan hak politik & hak pilih, kesadaran untuk berperan serta dalam setiap tahapan Pemilu dan kesadaran untuk ikut Pemilu. Ketujuh, masyarakat Kota Sawahlunto mendukung pelaksanaan Pemlihan Kepala Daerah secara langsung dibandingkan dengan dilaksanakan oleh DPRD. Mekanisme pemilihan secara langsung oleh rakyat harus tetap dipertahankan meskipun ada beberapa catatan yang harus diperbaiki dari proses penyelenggaraannya. Kedelapan, Tingkat kesukarelaan politik masyarakat Sawahlunto sangat rendah. Hambatan yang mempengaruhi kesukarelaan politik ini berasal dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat untuk berpartisipasi, dan faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. Keadaan sosial ekonomi masyarakat Sawahlunto mempengaruhi tingkat kesukarelaan politiknya. Masyarakat Kota Sawahlunto menyatakan mereka sedang mempunyai masalah sosial ekonomi yang berat yaitu susahnya mendapatkan lapangan pekerjaan, masalah kelangkaan pupuk dan masalah mahalnya harga sembako. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 74 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto 6.2 Rekomendasi Penelitian Berdasarkan kesimpulan di atas maka penelitian ini merumuskan rekomendasi sebagai berikut: Pertama, karena tingginya tingkat Golput di kalangan pemilih pemula maka peneliti merekomendasikan bahwa perlu dilakukan pendidikan politik (civic education) yang terstruktur dan kontinu bagi kaum muda untuk meningkatkan kebanggaan kaum muda terhadap bangsanya dan partisipasi pemilih pemula dalam pelaksanaan Pemilu. Pendidikan politik untuk pemilih pemula selama ini cendrung diperoleh dari media massa atau media sosial yang sering menampilkan sisi buruk dari perilaku elite politik, dan ini mempengaruhi minat pemilih pemula. Beberapa program yang dapat dibuat adalah lomba karya tulis tentang Pemilu, lomba membuat poster Pemilu atau lomba debat politik yang dilakukan di kalangan pelajar untuk menggali ekspresi mereka tentang Pemilu dan politik. Pemilih pemula sebagian besar saat ini gemar menggunakan teknologi informasi, misalnya internet ataupun telepon genggam, dll. Media TI dapat dimanfaatkan untuk menarik atau memengaruhi mereka agar lebih responsif atau proaktif mengikuti proses pemilihan. Melalui media ini diharapkan para pemilih pemula dapat mengetahui apa, siapa, bagaimana, kapan dan dimana pemilihan akan dilaksanakan. Kedua, karena terdapat perbedaan motivasi memilih masyarakat berdasarkan tingkat hidup, tingkat pendidikan sesorang, umur jenis kelamin, lokasi tempat tinggal (Kelurahan/Desa), maka disarankan program sosialisasi Pemilu harus disesuaikan dengan target audien sosialisasi itu sendiri. Oleh karena kegiatan sosialisasi merupakan tanggungjawab semua pihak dalam konteks kesukarelaan politik maka KPU perlu membangun lebih banyak lagi jaringan dan kerjasama dengan berbagai pihak untuk melaksanakan kegiatan sosialisasi sehingga kegiatan ini semakin luas. Di antara institusi yang dapat diajak bekerjasama adalah partai politik, sekolah, perguruan tinggi, lembaga kursus, LSM, Pemerintah Daerah dan jajarannya sampai ke Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 75 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Desa dan Kelurahan, media massa, tokoh masyarakat seperti ninik mamak, alim ulama, cerdik pandai, bundo kanduang, pemuda dan sebagainya. Ketiga, untuk mengurangi angka Golongan Putih (Golput) hasil kajian ini menunjukkan bahwa persoalan Golput bukan persoalan yang sederhana hanya sekedar persoalan teknis atau kurangnya sosialisasi tetapi lebih dari itu, ia menyangkut persoalan ideologi. Untuk mengurangi Golput para politisi dan pemimpin yang dipilih melalui Pemilu harus mampu meyakinkan pemilih bahwa mereka adalah pemimpin pilihan rakyat yang amanah dan mampu merubah keadaan negara dan daerah. Karena alasan Golput adalah masyarakat tidak yakin Pemilu mampu merubah keadaan. Selain itu alasan Golput adalah masyarakat merasa urusan mereka lebih penting, ini perlu pendidikan politik untuk menumbuhkan kesadaran masyarat. Keempat, karena mayoritas responden menghalalkan politik uang maka ini jelas membutuhkan pendidikan, sosialisasi dan penyadaran tidak hanya mengangkut aspek pengetahuan tentang Pemilu tetapi juga menyangkut aspek afektif yaitu keyakinan tentang resiko dan dampak negatif politik uang. Untuk itu diperlukan peran semua pihak seperti pemimpin agama, pemimpin adat, pendidik, pemimpin pemerintahan dan lain-lain dalam memberikan teladan kepada masyarakat. Kelima, temuan bahwa tingkat kesukarelaan politik masyarakat Sawahlunto sangat rendah yang mempengaruhi kesukarelaan politik ini berasal dari dalam masyarakat (internal), dari luar masyarakat (eksternal). Untuk meningkatkan kembali kesukarelaan politik diperlukan usaha keras dari pemimpin masyarakat baik formal dari pusat sampai ke Desa/Kelurahan terutama untuk memperbaiki keadaan ekonomi masyarakat. Karena keadaan sosial ekonomi masyarakat Sawahlunto ini mempengaruhi tingkat kesukarelaan politiknya. Perbaikan kondisi ekonomi ini harus diiringi oleh suatu gerakan bersama untuk menumbuhkan kembali semangat kesetiakawanan sosial, semangat berani berkorban, keiklasan, saling bantu membantu, menggalakkan kegiatan sosial (philanthropy) atau pengabdian Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 76 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto kepada masyarakat, meningkatkan partisipasi politik, kegiatan advokasi atau kampanye. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto 77 Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto Rogin, Michael. 1962. Voluntarism: The Political Functions of an Antipolitical Doctrine. Industrial and Labor Relations Review, Vol 15. No. 4 (Jul). pp 521-535 United Nations Volunteers. 1999. Expert Group Meeting on Volunteering and Social Development. New York. 29-30 November 1999 Wan Ee Lin. 2001. “Why Voluntary Work?”. Rencana di New Straits Times. Kuala Lumpur: New Straits Times. 23 Mac 2001 Bitti, Mary Teresa. 2007. Is forced volunteering helping anyone? in Financial Times, 30 April 2007 Macpherson, C.B. 1972. The Real World of Democracy. New York: Oxford University Press. TB. Massa Djafar. 2008. Demokratisasi, DPRD, dan Penguatan Politik Lokal. Jurnal Poelitik Vol1. No.1: 1-12. Teller, Paul. 2011. Learning To Live With Voluntarism, Synthese 178:49–66. Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto ix