kesukarelaan politik masyarakat kota sawahlunto

advertisement
LAPORAN PENELITIAN
KESUKARELAAN POLITIK
MASYARAKAT 2014
KOTA
SAWAHLUNTO
Komisi Pemilihan Umum
Kota Sawahlunto
TIM PENELITI:
Dr. Aidinil Zetra, SIP, MA
Drs. Bakaruddin Rosyidi, MS
Dr. Ferra Yanuar, SSi,MSc
Mhd. Fajri, SIP
Kerjasama:
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
dengan
Pusat Studi Politik Lokal dan Otonomi Daerah
Universitas Andalas
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Puji syukur peneliti haturkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmatNya peneliti telah dapat melaksanakan penelitian “Kesukarelaan Politik
Masyarakat Kota Sawahlunto”. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
tingkat
kesukarelaan
politik
masyarakat
Kota
Sawahlunto
dan
mengidentifikasi berbagai faktor yang mempengaruhi kesukarelaan politik
masyarakat.
Kesukarelaan politik adalah suatu nilai dan praktik politik yang murni.
Kesukarelaan politik sangat penting dalam kehidupan demokrasi. Demokrasi
tidak akan tumbuh dan berkembang dalam satu sistem politik jika
masyarakatnya tidak memiliki kesukarelaan politik. Oleh karena itu, setiap
warga yang terlibat kegiatan politik dan kegiatan-kegiatan voluntarisme, baik
secara individual maupun komunal, secara sistematik maupun tidak, berskala
besar maupun kecil, maka akan berkontribusi terhadap perkembangan
kehidupan demokrasi.
Kesukarelaan politik juga salah satu nilai penting yang memungkinkan
warga masyarakat hidup secara damai, harmonis, toleran dan saling
bekerjasama dengan rasa kesetiakawanan yang tinggi.
merupakan
nilai
dasar
untuk
berkembangnya
Nilai-nilai ini
kehidupan
yang
lebih
demokratis.
Dengan mengetahui peta persoalan kesukarelaan politik masyarakat
diharapkan
program-program
yang
dirumuskan
untuk
pengembangan
kehidupan demokrasi khususnya demokrasi elektoral akan lebih sistematis dan
berorientasi pada pemecahan masalah publik, serta mampu meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemilu.
Meskipun substansi dan teknis pelaksanaan penelitian ini dilakukan
oleh tim peneliti Pusat Studi Politik Lokal dan Otonomi Daerah Universitas
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
i
i
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Andalas, namun keberhasilan penelitian ini sangat dipengaruhi oleh peran
besar Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto, Panitia Pemilihan Kecamatan
dan Panitia Pemungutan Suara Kota Sawahlunto yang telah membiayai secara
keseluruhan operasional penelitian ini dan membantu dalam pengumpulan
data penelitian ini. Karena itulah pada kesempatan ini peneliti mengucapkan
terima kasih kepada Ketua dan Komisioner KPU Kota Sawahlunto, Sekteraiat
KPU serta Pokja Riset Partisipasi dalam Pemilu KPU Kota Sawahlunto.
Penghargaan yang sama disampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu baik dalam menyediakan data sebagai responden dan informan
serta
memberikan
informasi
maupun
fasilitas
penelitian.
Semoga
kerjasamanya tetap akan terjalin pada masa yang akan datang.
Harapan peneliti semoga hasil penelitian ini bermanfaat menjadi
referensi dalam pengembangan khasanah akademik, masukan bagi KPU dalam
perbaikan manajemen penyelenggaraan Pemilu baik di Kota Sawahlunto
maupun di daerah lain yang memiliki persoalan yang sama dalam peningkatan
kesukarelaan
politik
masyarakat.
Segala
respon
dan
masukan
akan
bermanfaat bagi peneliti untuk kesempurnaan penelitian ini di masa yang
akan datang.
Terima kasih.
Sawahlunto, Juli 2015
Ketua Peneliti
dto.
Dr. Aidinil Zetra, SIP, MA
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
ii
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Kata Pengantar
i
Daftar Isi
iii
Daftar Tabel
vii
BAB I
Pendahuluan
1
1.1
Latar Belakang Masalah
1
1.2
Perumusan Masalah
3
1.3
Tujuan
4
1.4
Manfaat Penelitian
4
1.5
Dasar Hukum
5
BAB II
BAB III
Kerangka Konseptual
6
2.1 Konsep Kesukarelaan Politik
6
2.1.1
Pengertian Kesukarelaan
7
2.1.2
Nilai-Nilai Kesukarelaan
7
2.2 Kesukarelaan Politik
10
2.3 Ciri Kesukarelaan Politik
12
2.4 Jenis-Jenis Kesukarelaan Politik
13
Metodologi
15
3.1
Pendekatan Penelitian
15
3.2
Sumber Data
16
3.2.1 Data Sekunder
16
3.2.2 Data Primer
16
Teknik Pengumpulan Data
17
3.3.1 Teknik Kuesioner
17
3.3.2 Teknik FGD
17
3.3.3 Teknik Dokumenter
17
3.3
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
iii
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
3.4
Lokasi Penelitian, Informan dan Responden
17
3.5
Sampel
18
3.6
Teknik Pengolahan Data
20
3.6.1 Metode Pengolahan Data
20
3.6.2 Perangkat Pengolahan Data
21
3.6.3 Analisa Data
21
Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
22
3.7.1 Mendeskripsikan, Menginterpretasi, dan Mengecek
22
3.7
Ulang Hasil Penelitian
3.7.2 Memisahkan
Secara
Tegas
Antara
Deskriptif,
22
Interpretasi dan Penilaian Hasil Penelitian
3.7.3 Memberikan Umpan Balik (Feedback)
BAB IV
Deskripsi Daerah Penelitian
24
4.1
Profil Kota Sawahlunto
24
4.1.1 Sejarah Kota Sawahlunto
24
4.1.2 Kondisi Georafis
26
4.1.3 Kondisi Demografi
28
Karakteristik Pemilih Masyarakat Kota Sawahlunto
30
4.2
BAB V
2
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
31
5.1
Identitas Responden
31
5.1.1 Komposisi Responden Berdasarkan Umur
31
5.1.2 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
32
5.1.3 Komposisi Responden Berdasarkan Desa/Kelurahan
33
5.1.4 Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat
34
Pendidikan
5.1.5 Komposisi Responden Berdasarkan Agama
35
5.1.6 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
36
5.1.7 Komposisi Responden Berdasarkan Suku Bangsa
37
5.1.8 Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat
37
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
iv
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Pendapatan
5.2
Pemetaan Partisipasi Memilih Pada Pemilu 2014
38
5.2.1 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Umur
38
5.2.2 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis
42
Kelamin
5.2.3 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut
43
Desa/Kelurahan
5.2.4 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat
45
Pendidikan
5.2.5 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Agama
46
5.2.6 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis
46
Pekerjaan
5.2.7 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat
47
Pendapatan
5.3
Motivasi Pemilih dalam Pemilu 2014
49
5.4
Alasan Golput pada Pemilu 2014
51
5.5
Minat Masyarakat Terhadap Demokrasi Elektoral
53
5.6
Sikap Masyarakat Terhadap Politik Uang
55
5.7
Penggunaan Hak Pilih Masyarakat
59
5.7.1 Kendala dalam Penggunaan Hak Pilih
59
5.7.2 Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu
60
2014
5.7.3 Penilaian Masyarakat terhadap Penyelenggaraan
61
Sosialisasi Pemilu
5.8
5.7.4 Yang perlu Diperbaiki dalam Pemilu
61
5.7.5 Jenis Pilkada yang Diinginkan Warga ke Depan
62
Kesukarelaan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemilu
63
5.8.1 Masalah Utama yang Sedang Dihadapi Masyarakat
64
Kota Sawahlunto
5.8.2 Hubungan antara Penilaian Masyarakat terhadap
65
Kinerja Pemerintah dengan Tingkat Kesukarelaan
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
v
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Politik
5.9
Kesukarelaan Masyarakat dalam Penyelenggaraan
66
Pilkada Sumbar 2015
5.9.1 Sumber Informasi Politik tentang Penyelenggaraan
66
Pilkada Sumbar 2015
5.9.2 Sumber Informasi Politik tentang Bakal Calon
67
Peserta Pilkada Sumbar 2015
5.9.3 Yang perlu Ditingkatkan dalam Pelaksanaan
68
Pilkada Sumbar 2015
5.9.4 Tingkat Kesediaan Masyarakat Menjadi Voluntir
68
dalam Pelaksanaan Pilkada Sumbar 2015
5.10
BAB VI
Bentuk-Bentuk Kesukarelaan Politik Masyarakat
69
Penutup
72
6.1
Kesimpulan
72
6.2
Rekomendasi Penelitian
75
Daftar Pustaka
ix
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
vi
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Tabel 1
Nama Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kota
27
Sawahlunto
Tabel 2
Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin
29
di Kota Sawahlunto
Tabel 3
Komposisi Penduduk Sawahlunto Berdasarkan Umur
30
Tabel 4
Komposisi Responden Berdasarkan Umur
31
Tabel 5
Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
32
Tabel 6
Komposisi Responden Berdasarkan Kelurahan/Desa
33
Tabel 7
Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
34
Tabel 8
Komposisi Responden Berdasarkan Agama
35
Tabel 9
Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
36
Tabel 10
Komposisi Responden Berdasarkan Suku Bangsa
37
Tabel 11
Komposisi Responden Berdasarkan Pendapatan
38
RumahTangga
Tabel 12
Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Umur
39
Tabel 13
Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Kelamin
42
Tabel 14
Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Desa/Kelurahan
43
Tabel 15
Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat
45
Pendidikan
Tabel 16
Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Agama
46
Tabel 17
Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Pekerjaan
47
Tabel 18
Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat
48
Pendapatan
Tabel 19
Motivasi Pemilih dalam Pemilu 2014
50
Tabel 20
Alasan Golput pada Pemilu 2014
53
Tabel 21
Minat Masyarakat Terhadap Demokrasi Elektoral
55
Tabel 22
Sikap Masyarakat Terhadap Politik Uang
56
Tabel 23
Sikap Responden Menolak Pilitik Uang
57
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
vii
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Tabel 24
Kendala dalam Pemilu
59
Tabel 25
Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu 2014
60
Tabel 26
Penilaian Masyarakat terhadap Penyelenggaraan
61
Sosialisasi Pemilu
Tabel 27
Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu ke
62
Depan
Tabel 28
Jenis Pilkada Yang Diinginkan Warga ke Depan
63
Tabel 29
Masalah Sosial Ekonomi Masyarakat
65
Tabel 30
Sumber Informasi Pilkada
66
Tabel 31
Sumber Informasi Bakal Calon Pilkada
67
Tabel 32
Yang Perlu Ditingkat dari Pilkada Pilkada Sumbar 2015
68
Tabel 33
Tingkat Kesukarelaan Masyarakat dalam Pilkada
69
Tabel 34
Bentuk-Bentuk Kesukarelaan Politik Masyarakat
70
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
viii
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
1.1
Latar Belakang Masalah
Semenjak 1998, Indonesia telah berhasil melakukan perubahan politik
dari sistem politik birokratik otoritarian menjadi lebih demokratis. Perbaikan
berbagai institusi demokrasi telah dilakukan, seperti pengakuan terhadap
hak-hak sipil dan kebebasan politik, serta tata pemerintahan yang baik dan
institusi antikorupsi mengalami perbaikan. Pemerintah telah memberi ruang
yang lebih terbuka kepada warga negara untuk terlibat dalam politik dan
pemerintahan yang ditandai dengan kelahiran banyak partai politik,
kelompok kepentingan, dan kelompok penekan; kebebasan media; Pemilu
yang bebas dan jujur;dan partisipasi politik. Beberapa langkah perbaikan
struktural yang diambil antara lain: (1) amandemen UUD 1945 untuk
memberi dasar hukum bagi partisipasi rakyat dalam menjalani kehidupan
politik; (2) perubahan Undang-Undang Politik tentang Pemilu, Partai Politik,
Pemerintahan
Daerah,
serta
Susunan
dan
Kedudukan
Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah; (3) mendorong kembali
partisipasi politik rakyat melalui penyelenggaraan otonomi daerah, dan
penglibatan rakyat dalam Pemilihan Presiden dan Pemilihan Kepala Daerah
secara langsung.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
1
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Setelah lebih dari satu setengah dekade dilaksanakan reformasi politik
di Indonesia ternyata yang muncul adalah adalah paradoks demokrasi yaitu
perbedaan antara janji demokrasi untuk mewujudkan kehidupan yang lebih
baik dan kekecewaan masyarakat yang muncul dari hasil praktek-praktek
demokrasi. Pradoks ini, dalam bahasa Norberto Bobbio, ahli politik Italia,
distilahkan dengan “the broken promises”, yaitu perbedaan antara apa yang
telah dijanjikan dengan apa yang sebenarnya dapat dihasilkan (janji yang
tidak tertepati) yang kemudian mempengaruhi ekonomi, kehidupan dan
kesejaahteraan, dan keamanan masyarakat (warga negara).
Penelitian yang dilakukan Aidinil Zetra dkk, (2010) tentang kinerja
demokrasi di Sumatera Barat menyimpulkan bahwa bangunan demokrasi di
daerah ternyata lemah. Demokrasi tidak memiliki landasan terpentingnya,
yaitu partisipasi dan voluntarimsme politik. Meskipun demokrasi prosedural
mengalami berbagai perbaikan seperti kualitas penyelenggaraan Pemilu dari
satu Pemilu ke Pemilu lainnya, kebebasan mendirikan Partai Politik, dan
hak-hak warga negara untuk berpartisipasi di dalam Pemilu melalui jalur
non-partai juga dijamin, namun demokratisasi seperti itu ternyata tidak
menjamin terwakilinya kepentingan rakyat di dalam proses-proses politik
yang demokratis. Permasalahan yang sangat kentara
adalah ternyata
demokrasi yang tumbuh adalah demokrasi berbasis politik transaksional.
Popular democracy yang didefinisikan secara mekanik dengan sistem suara
terbanyak akan mempersubur potensi terjadinya vote-buying. Sehingga
hubungan antara wakil rakyat dan konstituen yang diwakilinya bukan
berlandaskan hubungan yang amanah, tetapi lebih pada hubungan jual beli
suara dengan harga yang sangat murah. Akibatnya, di tengah proses
demokratisasi
yang
terus
berlangsung,
banyak
kalangan
justru
mempertanyakan manfaat dari demokrasi itu sendiri bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat. Demokrasi dianggap tidak mampu menghasilkan
kebijakan publik yang memihak kepada kepentingan rakyat. Demokrasi yang
terbentuk adalah demokrasi elitis tanpa memperhatikan keterwakilan
publik.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
2
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Begitu
juga
dengan
Pemilihan
Kepala
Daerah
langsung
yang
dilaksanakan sejak tahun 2004 hanya menjadi rutinitas ritual politik saja,
tanpa makna dan belum tentu membawa perubahan mendasar dalam sendisendi
kehidupan
sosial–politik
di
daerah.
Bahkan
bisa
juga
hanya
mempertegas pandangan masyarakat : pembodohan massal dan pemiskinan
struktural. Masyarakat hanya bisa menjadi komoditas politik
elit
untuk
meraih kekuasaan. Pilkada langsung sebagai jalan untuk masyarakat sipil
dalam kehidupan berpolitik, hanya sekadar “isapan jempol” politik, karena
selama ini partisipasi politik serta perilaku politik masyarakat hanya masih
dalam ruang politik mobilisasi, dimana masyarakat tidak paham makna
politik yang sebenarnya. Dari hal yang demikian kemudian muncul sebuah
wacana kontrak politik yang diharapkan mampu mengutamakan kepentingan
masyarakat.
1.2
Perumusan Masalah
Dampak dari perkembangan politik uang seperti digambarkan di atas
adalah terjadinya politik biaya tinggi yang memberatkan sebagian peserta
Pemilu. Peserta Pemilu mengeluarkan sejumlah uang untuk mendapatkan
dukungan pemilih, atau pemilih aktif meminta
yang
diberikannya. Fenomena
ini
menjadikan
imbalan
dari
demokrasi
dukungan
kita
tidak
sehat. Riset ini bermaksud mengeksplorasi permasalahan partisipasi politik
warga negara yang difokuskan pada “kesukarelaan politik (political
voluntarism) masyarakat dalam Pemilihan Umum 2014 dan Pilkada Gubernur
Sumatera Barat Tahun 2015 di Kota Sawahlunto.
Kesukarelaan warga dalam politik berpengaruh luas dalam kehidupan
politik. Absennya kesukarelaan warga dapat merusak sendi-sendi demokrasi.
Dalam jangka pendek, biaya politik mahal menjadi resiko yang harus
ditanggung karena segalanya serba berbayar. Dalam jangka panjang, korupsi
menjadi virus endemik yang pasti menyerang. Sebaliknya, tatanan demokrasi
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
3
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
semakin kuat apabila kesukarelaan warga tumbuh dan hidup di dalam
masyarakat. Dari Pemilu ke Pemilu kesukarelaan warga mengalami pasang
surut. Kesukarelaan warga yang kehadirannya ditandai dengan munculnya
relawan
dari
berbagai
kalangan
kuat
muncul
dalam
Pemilu
2014.
Pertanyaannya, apa faktor yang mempengaruhi munculnya kesekuraleaan
politik warga dan faktor apa yang menghambatnya? Kebijakan apa saja
yang
dapat
ditempuh
untuk
menumbuhkan
dan
memperkuat
kesukarelaan warga dalam politik?
1.3
Tujuan
Tujuan pelaksanaan riset ini adalah :
1.
Menemukan akar masalah atas persoalan-persoalan yang terkait dengan
partisipasi dan kesukarelaan politik dalam Pemilu di Kota Sawahlunto.
2.
Merumuskan rekomendasi kebijakan berbasis riset untuk meningkatkan
dan memperkuat partisipasi dan kesukarelaan politik masyarakat Kota
Sawahlunto.
1.4
Manfaat Penelitian
Riset ini sangat penting dan bermanfaat bagi KPU Kota Sawahlunto,
terutama:
1. Untuk
mendapatkan
gambaran
tentang
tingkat
kesadaran
serta
kesukarelaan masyarakat pemilih Kota Sawahlunto;
2. Sebagai acuan penetapan program kerja sosialisasi dalam rangka
peningkatan kualitas kesadaran pemilih;
3. Memberikan masukan dan rekomendasi terhadap segala pihak yang
terlibat dalam pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung,
baik
bagi
KPU
penyelenggara,
Kota
maupun
Sawahlunto,
kepala
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
Pemerintah
daerah,
daerah yang terpilih agar
jajaran
tidak
4
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
melupakan segala macam janji ataupun kontrak
disepakati
1.5
dengan
politik
yang
telah
masyarakat.
Dasar Hukum
Dasar hukum diadakan riset ini adalah:
1. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2011 tentang Penyelenggara Pemilihan
Umum;
2. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah
Pengganti
Undang-Undang
Nomor
1
Tahun
2014
Tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi UndangUndang sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 8
Tahun 2015;
3. Peraturan KPU Nomor 2 tahun 2015 tentang Tahapan, Program dan
Jadwal Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil
Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota;
4. Peraturan KPU Nomor 5 Tahun 2015 Tentang Sosialisasi dan Partisipasi
Masyarakat dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan
Wakil Bupati dan/atau Walikota dan Wakil Walikota;
5. Surat Edaran KPU RI Nomor 155/KPU/IV/2015 tanggal 6 April 2015 Perihal
Pedoman Riset tentang Partisipasi dalam Pemilu.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
5
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
2.1
Konsep Kesukarelaan Politik
Kesukarelaan politik adalah suatu nilai dan praktik politik yang murni.
Kesukarelaan politik sangat penting dalam kehidupan demokrasi. Oleh
karena itu, setiap orang yang terlibat kegiatan politik dan program-program
kesukarelaan, baik secara individu maupun kolektif, baik secara sistematik
maupun tidak, dan baik kontribusinya besar maupun kecil, ia dianggap
sebagai kegiatan dan program yang baik. Kesukarelaan politik juga salah satu
nilai yang dijunjung tinggi yang memungkinkan manusia terus hidup
bermasyarakat dan bekerjasama berdasarkan nilai-nilai kemanusiaan.
Benarkah kesukarelaan politik bangsa Indonesia semakin pudar?
Memang banyak orang yang mengkhawatirkan tentang pudarnya semangat
kesukarelaan politik ini. Namun di beberapa tempat dan kalangan semangat
kesukarelaan ini tampak masih berkembang. Misalnya pada saat bencana
alam masih banyak warga yang secara sukarela membantu baik moril
maupun materil, Namun demikian, hakikat bahwa ikatan pesatuan, tingkat
partisipasi, tradisi bergotongrayong dan praktek bantu-membantu memang
tampak semakin pudar. Di sisi lain masyarakat kita semakin tergoda dan
tergiur dengan aspek kebendaan dan mementingkan kepentingan pribadi.
Keadaan ini tentu tidak bisa dibiarkan. Ia perlu dihadapi, ditangani dan
diperbaiki. Karena itu, semangat kesukarelaan perlu diberikan nafas baru
semangat baru.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
6
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
2.1.1 Pengertian Kesukarelaan
Kata “sukarela”, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, berarti
“dengan kehendak sendiri, tidak dipaksa-paksa, tidak dikerahkan dan dengan
rela hati”. Seadangkan kata “kesukarelaan” berarti “sikap sukarela”. Orang
yang
melakukan
sesuatu
dengan
sukarela
disebut
“sukarelawan”.
Berdasarkan pengertian tersebut, kesukarelaan dapat diartikan sebagai
melakukan sesuatu dengan kehendak sendiri, tidak dipaksa atau dimobilisasi,
dengan niat yang ikhlas dan tulus dan dengan tidak mengharapkan imbalan.
Menurut The Reader’s Digest-Oxford Wordfinder kata “voluntarism”
berarti “the principle of relying on voluntary action rather than compulsion;
the doctrine that the will is a fundamental or dominant factor in the
individual or the universe; the doctrine that the Church or schools should
be independent of the state and supported by voluntary contributions”.
Sedangkan kata “voluntary” berarti “done, acting or able to act of
one’s free will; unpaid work; built, brought about, produced, maintained,
etc., by voluntary action or contribution”. Kata “volunteer” mengacu
kepada “a person who voluntarily undertakes a task or enters a military or
other service, undertakes or offer one’s services, be a volunteer”.
2.1.2 Nilai-Nilai Kesukarelaan
Nilai-nilai kesukarelaan itu sendiri telah ada dalam nilai-nilai budaya
masyarakat baik di Indonesia secara umum maupun dalam masyarakat
Sumatera Barat atau Minangkabau khususnya. Nilai kesukarelaan dalam
budaya bangsa Indonesia antara lain, tercermin dalam budaya “gotong
royong”. Budaya Gotong royong sering dipraktekkan dalam kehidupan
bermasyarakat yang tanggap dan peduli terhadap kepenting bersama,
misalnya bergotongroyong dalam membuat tali badar, membangun jalan,
jembatan, mesjid, balai adat, membantu acara perhelatan anggota kaum,
gotong royong turun ke sawah untuk menyemai dan menuai padi, mengurus
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
7
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
anak saudara yang sakit dan menyelenggarakan jenazah, pindah rumah dan
sebagainya.
Nilai kesukarelaan yang diwujudkan dalam budaya gotong-royong dan
saling membantu juga terdapat dalam budaya lokal masyarakat Sawahlunto
yang mayoritas bersukubangsa Minangkabau. Nilai kesukarelaan ini terlihat
dari pepatah Minangkabau yaitu “barek samo dipikua, ringan samo
dijinjiang, hati gajah samo dilapah, hati tungau samo dicacah”: (“berat
sama dipikul, yang ringan sama dijinjing” dan “hati gajah sama dilapah, hati
kuman sama dicecah”.
Konsep gotong-royong di Minangkabau mengakomodir setiap anggota
masyarakat, yaitu dengan memberikan peran kepada semua orang yang
berguna
dalam
kehidupan
masyarakat
seperti
terlihat
dalam
pepatah/Hikayat Malim Deman:
“Nan pakak pambaka mariam, (Yang tuli pembakar meriam)
Nan buto pahambuih lasung, (Yang buta menghembus lesung)
Nan lumpuah paalau ayam, (Yang lumpuh pengalau ayam)
Nan pendek tinjau-meninjau, (Yang pendek tinjau-meninjau)
Nan kurok memikul buluah” (Yang kurap memikul buluh).
Sementara itu, dalam Islam sebagai agama yang dianut oleh mayoritas
masyarakat Kota Sawahlunto juga memberikan petunjuk yang amat
mendukung nilai, sikap dan praktik kesukarelaan. Di antaranya adalah dalam
ayat Al- Qur’an yang mengacu kepada konsep fastabiqul khairatyaitu
berlomba-lombalah berbuat kebaikan (al Maidah:48) dan ayat berikut:
“Mereka beriman kepada Allah dan hari penghabisan, mereka
menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar dan
bersegera kepada mengerjakan berbagai kebaikan; mereka itu
termasuk orang-orang yang shaleh”.(al Imran: 114)
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
8
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Dalam konteks ini, dasar utama yang menitikberatkan praktek
kesukarelaan dalam Islam adalah dari segi kepentingan seorang Muslim untuk
memelihara hubungan yang yang dekat dengan Allah SWT (hablu min Allah),
dan pada waktu yang bersamaan memelihara hubungan antara sesama
manusia (hablu min ‘an nas).
Di samping itu, agama Islam menekankan pentingnya semangat
pengorbanan (ruh al-tadhhiyyah) karena ia mempunyai nilai yang paling
tinggi di sisi Allah SWT. Hal ini akan semakin jelas jika dilihat dari beberapa
segi lain, misalnya dari segi persaudaraan (ukhuwwah) dan dari segi
pembelaan Islam terhadap golongan yang terpinggirkan (al mustad’afin).
Bagaimanapun, kesukarelaan mungkin mempunyai arti yang berbeda
antar individu, masyarakat, dan zaman yang berbeda. Hal ini disebabkan
karena arti kesukarelaan juga juga dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
faktor sejarah, politik, ekonomi dan budaya suatu masyarakat.Ada yang
melihat kesukarelaan dalam bentuk “idealisme” atau “altruisme” atau
“goodness of heart” atau “charitable souls”. Ada juga yang menyanjung
kesukarelaan sebagai gerakan yang baik atau positif namun ada juga yang
merasa aneh dengan kesukarelaan.
Kata “kesukarelaan” biasanya digabungkan dengan kata “mengabdi”
atau “bakti” (service). Arti pelayanan juga berbeda-beda antara seseorang
dengan
orang
lain.
Bagi
sebagian
orang,
mungkin
yang
dimaksud
kesukarelaan adalah “satu tradisi atau tanggung jawab agama atau moral”.
Orang lain mungkin melihatnya sebagai “suatu tindakan yang jelas, yang
tidak
sentimental
dan
merupakan
semangat
kesetiakawanan”,
atau
melihatnya sebagai “bukan saja kebaikan kemanusiaan, bahkan peluang
untuk belajar tentang kehidupan orang-orang kecil, miskin dan lemah.
Bagaimanapun kesukarelaan dapat dijadikan indikator untuk melihat
sifat-sifat kemanusiaan dalam diri seseorang atau suatu kelompok. Orang
yang sering terlibat dalam kegiatan sukarela akan dilihat sebagai seorang
yang bersifat mulia. Sedangkan orang yang tidak mau berpartisipasi dalam
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
9
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
kegiatan kesukarelaan tentu akan dilihat sebagai seorang yang egois,
mementingkan diri sendiri dan sebagainya.
2.2
Kesukarelaan Politik
Kesukarelaan politik dapat diartikan sebagai segala tindakan yang
dilakukan warga negara yang terkait dengan kegiatan politik atas kehendak
sendiri, tanpa paksaan atau mobilisasi, dengan niat untuk kemaslahatan
masyarakat tanpa mengharapkan imbalan yang bersifat material.
Kesukarelaan
politik
salah
satu
pilar
utama
dari
demokrasi.
Kesukarelaan politik masyarakat berkaitan erat dengan kehidupan demokrasi
demokrasi suatu negara. Dalam negara yang demokratis, kedaulatan
tertinggi berada di tangan rakyat, yang dilaksanakan melalui kegiatan
bersama untuk menetapkan tujuan-tujuan, serta masa depan dan untuk
menentukan
orang-orang
yang
akan
memegang
tampuk pimpinan.
Anggota masyarakat secara langsung memilih wakil-wakil yang akan duduk di
lembaga pemerintahan. Kesukarelaan politik masyarakat sangat penting
menyelenggarakan kekuasaan politik tersebut. Kesukarelaan masyarakat
dalam berpartisipasi dalam kegiatan politik sangat menentukan terhadap
efektif tidaknya kekuasaan oleh rakyat tersebut dijalankan. Teori demokrasi
menyebutkan bahwa masyarakatlah yang paling mengetahui apa yang
mereka kehendaki. Tiada demokrasi tanpa kesukarelaan politik warga, sebab
kesukarelaan politik merupakan esensi partisipasi politik dan partisipasi juga
esensi dari demokrasi. Jadi kesukarelaan politik masyarakat merupakan
indikator utama demokrasi suatu negara.
Asumsi yang mendasari pentingnya kesukarelaan politik masyarakat
dalam kehidupan demokrasi adalah masyarakat adalah pihak yang paling
tahu tentang apa yang mereka butuhkan dalam kehidupan mereka. Karena
keputusan politik yangdibuat dan dilaksanakan oleh pemerintah menyangkut
dan mempengaruhi kehidupan masyarakat maka masyarakat perlu secara
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
10
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
sukarela berpartisipasi dalam menentukan isi keputusan yang mempengaruhi
kehidupan mereka. Kesukarelaan politik ini tidak hanya menyangkut proses
pengambilan keputusan tetapi juga dalam memilih calon pemimpin atau ikut
serta dalam kampanye maupun partai politik yang mereka anggap dapat
memperjuangkan kepentingan mereka.
Kesukarelaan politik dapat diartikan sebagai aktivitas politik secara
sukarela tanpa paksaan dan mobilisasi dari warga masyarakat melalui mana
mereka mengambil bagian dalam proses pemilihan penguasa dan secara
langsung atau tidak langsung dalam proses pembentukan kebijakan publik.
Menurut Max Weber masyarakat melakukan aktivitas politik karena, pertama
alasan rasional nilai, yaitu alasan yang didasarkan atas penerimaan secara
rasional akan nilai-nilai suatu kelompok. Kedua, alasan emosional afektif,
yaitu alasan didasarkan atas kebencian atau sukarela terhadap suatu ide,
organisasi, partai atau individu. Ketiga, alasan tradisional, yaitu alasan yang
didasarkan atas penerimaan norma tingkah laku individu atau tradisi
tertentu dari suatu kelompok sosial. Keempat, alasan rasional instrumental,
yaitu alasan yang didasarkan atas kalkulasi untung rugi secara ekonomi.
Kesukarelaan politik adalah bagian dari partisipasi. Jika partisipasi
politik menurut Huntington dan Joan Nelsen (1994: 5-9) terdiri dari dua
kategori yaitu partisipasi yang dimobilisasikan dan partisipasi yang otonom,
maka kesukarelaan politik adalah partisipasi politik yang otonom. Miriam
Budhiardjo mengatakan partisipasi politik yang otonomi adalah kegiatan
seseorang atau sekelompok orang untuk ikut secara aktif secara sukarela
dalam kehidupan politik yaitu dengan cara memilih pimpinan negara secara
langsung atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan publik. Di antara
kegiatan yang termasuk kesukarelaan politik adalah memberikan suara
dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum, menjadi anggota suatu
partai atau kelompok kepentingan, mengadakan hubungan dengan pejabat
pemerintah atau anggota parlemen. Ramlan Surbakti mendefenisikan
partisipasi politik otonom ini sebagai kegiatan warga negara secara sukarela
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
11
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
tanpa paksaan dalam mempengaruhi proses pembuatan dan pelaksanaan
kebijaksanaan umum dan dalam ikut menentukan pemimpin pemerintahan.
Tumbuh dan berkembangnya berbagai organisasi sukarela dapat
meningkatkan kehidupan demokrasi sebuah negara. Lazimnya di negara yang
pemerintahnya bersifat otokrasi, organisasi sukarela tidak biarkan tumbuh
dan bergerak dengan bebas.
Kesukarelaan
politik
yang
tinggi
dapat
meningkatkan
tingkat
kesadaran politik masyarakat di sebuah negara. Terutama jika kesukarelaan
politik melibatkan unsur-unsur gerakan dan perjuangan masyarakat.
Masyarakat yang tidak melek politik atau rendah kesadaran politiknya akan
sulit memahami kesukarelaan politik yang berorientasi advokasi.
Kesukarelaan politik sangat diperlukan dalam proses pembuatan
keputusan secara musyawarah dalam tata kelola (governance) negara.
Musyawarah hanya akan dapat dilakukan jika terdapat suasana politik yang
kondusif, ada kemerdekaan berpikir, ada kebebasan berpendapat dan sikap
terbuka, dan bukan dalam suasana yang takut untuk berbeda pendapat
dengan penguasa.
2.3
Ciri Kesukarelaan Politik
Terdapat tiga ciri utama untuk menentukan kesukarelaan politik
masyarakat : Pertama, aktivitas politik yang dilakukan warga negara tidak
dilakukan untuk tujuan utama yaitu mendapatkan imbalan berupa materil.
Bagaimanapun,
penggantian
(reimbursement)
untuk
sekadar
biaya
transportasi yang diperlukan warga dan sedikit uang saku untuk mengganti
waktu yang seharusnya mereka gunakan untuk menafkahi keluarga, secara
kemanusiaan dapat dibenarkan.
Kedua, kegaiatan politik tersebut dilaksanakan secara sukarela yaitu
berdasarkan kerelaan pelaku. Di sini terdapat sedikit wilayah abu-abu,
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
12
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
misalnya dalam kasus dimana perguruan tinggi, sekolah atau organisasi
tertentu
misalnya,
menyelenggarakan
kegiatan
pengabdian
kepada
masyarakat yang relatif memaksa mahasiswanya atau anggotanya untuk ikut
terlibat dalam kegiatan tersebut secara kesukarelaan namun wajib diikuti.
Dan ketiga, kegiatan tersebut hendaklah mendatangkan manfaat
kepada masyarakat dan bukan tujuan utamanya untuk keuntungan relawan
itu sendiri. Meskipun relawan sebanarnya juga mendapatkan manfaat secara
pribadi dari kegiatan itu namun motivasi utamannya bukan untuk itu.
2.4
Jenis-Jenis Kesukarelaan Politik
Dalam kerangka konsep yang luas ini, dapat diidentifikasi paling tidak
terdapat jenis kegiatan kesukarelaan politik, yaitu:
1. Bantuan Mandiri (self-help atau mutual aid)
Bantuan mandiri merupakan sistem bantuan sosial dan ekonomi yang
utama di kebanyakan negara-negara berkembang. Jenis Kesukarelaan ini
biasanya berawal dari komunikasi informal di antara kelompok keluarga,
kemudian berkembang menjadi kegiatan dan program kesukarelaan
berupa kegiatan sosial dan program-program kebajikan masyarakat yang
lebih formal. Bentuk ini juga memainkan peranan yang penting di
negara-negara industri, terutama memberikan bantuan di bidang
kesehatan dan sosial kemasyarakatan. Banyak organisasi non pemerintah
yang telah didirikan untuk membantu kelompok masyarakat yang
memerlukan.
2. Kegiatan sosial (philanthropy) atau pengabdian kepada masyarakat
Kegiatan sosial atau pengabdian kepada Masyarakat adalah berbeda
dengan jenis bantuan mandiri karena penerima manfaatnya bukanlah
individu atau anggota kelompok itu sendiri, tetapi adalah pihak lain.
Jenis kesukarelaan ini biasanya terjadi dalam organisasi relawan,
walaupun di sebagian negara terdapat tradisi kesukarelaan yang kuat
dalam sektor publik dan terdapat minat yang semakin meningkat dalam
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
13
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
sektor ekonomi. Di samping itu, terdapat juga tradisi di mana relawan
dikirim ke negara lain untuk menawarkan bantuan pembangunan dan
kemanusiaan. Dalam konteks tertentu, terdapat juga donatur yang
biasanya berasal dari orang kaya dermawan, yang mensedekahkan
hartanya atau secara sukarela untuk keperluan masyarakat yang
memerlukan.
3. Partisipasi atau kegiatan kewarganegaraan
Partisipasi di sini mengacu kepada peran yang dimainkan oleh warga
negara
dalam
proses
governance
yaitu
melalui
pemberdayaan
(empowerment), konsultansi dan perwakilan. Ia terdapat di seluruh
dunia. Bagaimanapun, ia lebih berkembang di negara-negara yang
mempunyai tradisi kesadaran dan kegiatan kewarganegaraan yang tinggi.
Partisipasi ini telah dijadikan sebagai salah satu prinsip penting dalam
good governance. Belakangan ini, muncul banyak kritik yang melihat
partisipasi
ini
hanyalah
sekadar
tokenisme
atau
cara
untuk
menjustifikasikan keputusan-keputusan yang dibuat oleh pihak-pihak
tertentu.
4. Kegiatan Advokasi atau Kampanye
Advokasi atau kampanye adalah suatu kegiatan yang digerakkan oleh
relawan, atau para aktivis, misalnya melobi pemerintah untuk membuat
atau merubah suatu kebijakan publik. Contoh kesukarelaan yang
berbentuk advokasi ini adalah kampanye tentang bahaya dan penyebaran
HIV/AIDS, kampanye tentang peningkatan kesadaran masyarakat tentang
hak asasi manusia dan pencemaran lingkungan hidup, mengaktifkan
gerakan pemuda dan wanita dan sebagainya. Kesukarelaan dalam bentuk
advokasi atau kampanye kampanye ini ada bersifat lokal, nasional,
regional maupun global.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
14
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
3.1
Pendekatan Penelitian
Dengan pertimbangan tujuan, target, subyek dan objek studi yang
ditetapkan, maka penelitian ini menggunakan gabungan pendekatan
kuantitatif dan kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan dengan metode
deskriptif survey, sedangkan pendekatan kualitatif
dilakukan dengan
metode deskriptif-interpretafif. Pemilihan salah satu pendekatan yakni
kuantitatif atau kualitatif saja dan memposisikan kedua pendekatan tersebut
secara dikotomis dalam penelitian ini tampaknya tidak memadai untuk
mendekati persoalan kebijakan yang begitu kompleks dan multi dimensional.
Menurut Dedi Supriadi metode penelitian lebih merupakan alat, bukan
tujuan dalam suatu penelitian. Karena itu menurutnya metode mana yang
digunakan tergantung sifat masalah yang diteliti. Sementara masalah
penelitian ini mencakup dua sifat yang berbeda. Di satu sisi masalah
penelitian ini berada pada level analisis organisasi/lembaga, sedangkan di
sisi lain terdapat pertanyaan penelitian ini yang berada pada level analisis
individual. Sehingga jika dipinjam istilahnya Erna Widodo dan Mukhtar (2000)
penggabungan dua pendekatan ini merupakan prosedur pemecahan masalah
yang paling tepat karena dapat mengungkapkan masalah yang diselidiki
dengan menggambarkan fenomena sosial yang lengkap dengan berbagai
faktor yang melatarinya berdasarkan fakta-fakta yang nampak di lapangan.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
15
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
3.2
Sumber Data
Sumber data dalam riset ini terdiri dari:
3.2.1 Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diambil tidak langsung kepada
sumbernya. Rincian data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah : Dokumen-dokumen yang terkait profil daerah penelitian yaitu Kota
Sawahlunto seperti:
1.
Sejarah Kota Sawahlunto,
2.
Rencana Strategi (Renstra), rencana-rencana strategik (strategic
plans), sasaran strategik, inisiatif strategik dan target berjangka
menengah.
3.
Dokumen Kota Sawahlunto Dalam angka.
4.
Laporan Evaluasi hasil Pemilu 2014.
3.2.2 Data Primer
Data primer adalah data yang diambil langsung oleh peneliti kepada
sumbernya tanpa ada perantara. Rincian data primer yang diperlukan dalam
penelitian ini adalah:
1.
Informasi tentang identitas responden.
2.
Informasi tentang kesukarelaan politik, partisipasi politik, partisipasi
memilih masyarakat dalam Pemilu.
3.
Informasi tentang minat politik, persepsi dan sikap masyarakat pemilih
tentang politik uang dan sebagainya.
4.
Informasi yang terkait dengan faktor-faktor penentu politik uang,
tingkat kesukarelaan politik dan sebagainya.
5.
Informasi yang terkait dengan pendapat responden terkait kepuasan
responden.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
16
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
3.3
Teknik Pengumpulan Data
Oleh karena pendekatan penelitian ini merupakan gabungan antara
penelitian kuantitatif dan kualitatif maka teknik pengumpulan data
penelitian ini adalah sebagai berikut :
3.3.1 Teknik Kuesioner
Kuesioner bertujuan untuk mendapatkan data tentang persepsi, opini,
dan sikap masyarakat pemilih terhadap kesukarelaan politik, partisipasi
politik perilaku politik uang dan sebagainya.
3.3.2 Teknik FGD
FGD
bertujuan
untuk
mendapatkan
informasi
tambahan
dan
pendalaman terhadap temuan yang menonjol dari deskripsi hasil kuesioner.
Melalui FGD dikumpulkan juga informasi tentang pendapat peserta tentang
pejelasan yang dapat diberikan secara kualitatif terhadap hasil penelitian.
Selain itu juga dikumpulan pendapat peserta yang merupakan tokoh
masyarakat
terhadap
upaya-upaya
yang
dapat
dilakukan
dalam
meningkatkan kesukarelaan politik masyarakat.
3.3.3 Teknik Dokumenter
Teknik dokumenter yaitu teknik pengumpulan informasi dengan
mempelajari sumber data tertulis untuk memperoleh data sekunder yang
terkait dengan partisipasi masyarakat dalam Pemilu, data data agregat Kota
Sawahlunto seperti data jumlah penduduk, data jumlah pemilih, jumlah
desa dan kelurahan, letak dan kondisi georafis dan sebagainya.
3.4
Lokasi Penelitian, Informan dan Responden
Mengingat banyaknya aspek yang
dikaji dan untuk menjangkau
kedalaman masalah yang dikaji, maka dibutuhkan kesungguhan dalam proses
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
17
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
penelitian mulai dari pengumpulan data sekunder sampai data primer. Oleh
sebab itu riset ini hanya dibatasi di satu lokasi penelitian yaitu Kota
Sawahlunto, Propinsi Sumatera Barat.
3.5
Sampel
Teknik sampel yang digunakan dalam penelitian ini teknik probability
sampling. Dalam metode probability sampling, seluruh unsur populasi
memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih dalam sampel. Dalam
penelitian ini cara pemilihan sampel dilakukan secara acak (random).
Demikian pula dengan jumlah sampel minimum, dihitung secara matematis
berdasarkan probabilitas sehingga hasil penelitian ini dapat menggambarkan
kondisi populasi sesungguhnya yang akurat. Teknik yang digunakan adalah
dengan Metode Slovin (Sevilla et. al., 1960:182), sebagai berikut:
dimana
n: jumlah sampel
N: jumlah populasi
e: batas toleransi kesalahan (error tolerance)
Berdasarkan metode Slovin ini diketahui jumlah polulasi sebanyak
44.843 orang dan batas tolerasi 0,05%, maka diperoleh jumlah sampel
sebanyak 396 orang.
Karena penelitian ini akan memetakan kesukarelaan masyarakat di
semua kelurahan dan desa maka ditetapkan semua kelurahan dan desa
sebagai Desa/Kelurahan sampel. Pada masing-masing Desa/Kelurahan
kemudian ditetapkan jumlah responden dengan menggunakan teknik sampel
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
18
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
acak
bersistem
(systematic
random
sampling)
secara
proporsional
berdasarkan jumlah penduduk di Desa/Kelurahan. Melalui metode di atas
maka diperoleh kerangka sampel Kota Sawahlunto.
Untuk menetapkan rumah tangga sampel maka jumlah sampel yang
telah ditetapkan untuk tiap-tiap Kelurahan/Desa dibagi dengan jumlah RT
yang terpilih secara acak sistematik.
Untuk menentukan responden yang akan diwawancarai di dalam
rumah tangga dilakukan proses pemilihan secara obyektif dengan mengacu
Kish Grid yang ada pada kuesioner. Kuesioner sebelumnya sudah diberi kode
oleh peneliti menurut pembagian berdasarkan jenis kelamin. Karena jumlah
pemilih Kota Sawahlunto terdiri dari 44.843 laki-laki (49,54%) dan
perempuan (50.45%) maka jumlah kuesioner juga dibagi berdasarkan
proporsi jenis kelamin tersebut. Kuesioner berkode L untuk responden lakilaki dan kode P untuk perempuan. Enumerator pertama kali membuat daftar
nama anggota keluarga berdasarkan kode kuesioner. Jika enumerator
mendapatkan kuesioner ber-kode L maka urutan dibuat dari laki-laki yang
termuda sampai yang tertua. Sedangkan jika kuesioner ber-kode P maka
urutan dibuat dari perempuan yang termuda sampai yang tertua. Tidak
semua anggota keluarga memenuhi syarat. Syarat umum yang harus dipenuhi
adalah berusia di atas 17 tahun atau sudah menikah (syarat peserta pemilu).
Untuk
menentukan
siapa
yang
terpilih
menjadi
responden,
enumerator menarik garis mendatar sejajar dengan nama anggota keluarga
yamg tertulis paling akhir ke kanan. Kemudian ditarik garis tegak dari angka
yang telah diberi tanda pada tabel Kish Grid. Pertemuan antara garis
mendatar dan garis tegak menunjukkan nomor urut anggota keluarga yang
akan menjadi responden.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
19
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Contoh Tabel Kish Grid
No
1
2
3
4
5
6
7
8
3.6
Nama
Umur
1
1
1
2
3
2
5
4
1
2
1
2
3
4
3
4
6
4
3
1
2
1
3
5
2
3
3
4
1
1
2
1
4
1
7
2
5
1
2
2
2
1
6
5
7
6
1
1
3
3
2
3
7
5
7
1
1
3
2
3
2
2
1
8
1
2
1
4
1
1
1
2
9
1
1
1
1
5
6
3
6
10
1
2
2
3
3
3
5
8
Teknik Pengolahan Data
Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan dua tahapan waktu,
pertama, pada saat bersamaan dengan kegiatan pengumpulan data
berlangsung; dan kedua, dilakukan setelah pengumpulan data berakhir
(Bogdan & Biklen, 1992). Tahapan pertama dilakukan untuk mencari fokus
serta untuk memperoleh data-data awal dalam pengajuan pertanyaanpertanyaan selama di lapangan. Sedangkan analisis yang kedua berfungsi
untuk mengantisipasi berbagai temuan yang layak dieksplorasi lebih
mendalam setelah data terkumpul. Rangkaian alur ini ditempuh agar analisis
data dapat dilakukan secara komprehensif serta mampu mengaktualisasikan
antara tujuan dan sasaran penelitian dengan berbagai kenyataan yang
berkembang di lapangan.
3.6.1 Metode Pengolahan Data
Data kuantitatif yang sudah terkumpul melalui survey diperiksa
terlebih untuk memastikan data tidak ada yang tercecer atau tidak lengkap
sehingga proses analisa data dapat dilakukan. Data dianalisa secara
deskriptif analitik. Analisa data adalah: proses pengolahan, penyajian,
interpretasi dan analisa data yang diperoleh dari lapangan, dengan tujuan
agar data yang disajikan mempunyai makna, sehingga pembaca dapat
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
20
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
mengetahui hasil penelitian (Martono,2010). Terdapat beberapa tahap yang
peneliti lakukan untuk melakukan analisa data, yaitu :
1.
Data coding atau pemberian kode, merupakan suatu proses penyusunan
data mentah secara sistematis ke dalam bentuk yang mudah dibaca
oleh mesin komputer. Dalam proses ini perlu membuat kode.
2.
Data entering atau memasukkan data, merupakan proses pemindahan
data yang telah diubah ke dalam kode angka ke dalam komputer.
3.
Data cleaning atau pembersihan data, merupakan proses pengecekan
untuk memastikan bahwa seluruh data yang telah dimasukkan ke
komputer sudah sesuai dengan informasi yang sebenarnya.
4.
Data Output atau penyajian data, merupakan tahap menyajikan hasil
pengolahan data dengan bentuk yang mudah dibaca dan menarik.
5.
Data Analyzing atau analisis data, merupakan tahap akhir dalam
penelitian. Tahap ini mengharuskan peneliti untuk menginterpretasikan
data yang sudah diperoleh selama pengumpulan data di lapangan.
3.6.2 Perangkat Pengolahan Data
Data entry dan penghitungan hasil survei dilakukan dengan program
SPSS 21.0.
3.6.3 Analisa Data
Analisa data menggunakan metode analisis statistik deskripsi dan
analisis statistik inferensi serta melibatkan beberapa analisis univariat
seperti sebaran frekuensi, baik secara angka-angka mutlak maupun secara
persentase, disertai dengan analisis multivariat, seperti analisis korelasi.
Analisis statistik yang digunakan adalah analisa statistik deskriptif
seperti modus, median, rata-rata yang disajikan dalam bentuk distribusi
frekuensi dan persentase. Kemudian hasil analisis dijabarkan melalui
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
21
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
penjelasan kalimat secara rinci. Teknik analisis data untuk data kualitatif
yakni data yang diperoleh dari hasil FGD dan dokumentasi digunakan teknik
deskriptif kualitatif. Melalui teknik ini data yang telah dikumpulkan dalam
bentuk transkrip FGD dan catatan lapangan, komentar peneliti, dokumen
berupa Sawahlunto dalam angka, dan sebagainya kemudian diatur,
diurutkan, diorganisasikan, dikode dan dikategorikan ke dalam satu pola,
secara sistematik dan kemudian dinterpretasikan.
3.7m Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data
Beberapa hal yang peneliti lakukan untuk menjaga keabsahan data:
3.7.1 Mendeskripsikan, Menginterpretasi, dan Mengecek Ulang Hasil
Penelitian
Mencatat semua kejadian yang penting secara deskriptif. Kejadian
penting di sini maksudnya adalah semua kejadian yang menggambarkan
kesukarelaan politik dan partisipasi politik serta partisipasi memilih yang
sesuai dengan kerangka konseptual. Untuk membantu membuat deskripsi
kejadian-kejadian yang ditemui, peneliti dapat
membuat gambar, foto,
atau video yang menggambarkan kejadian penting tersebut.
Ketika menemui kejadian yang penting, peneliti
mencari berbagai
informasi yang dapat menjelaskan fenomena kesukarelaan politik dari
berbagai prespektif yang ada. Pandangan dari tokoh masyarakat yang
beragam sangat penting dalam rangka untuk memperoleh informasi yang
holistik dan mencari interpretasi yang tepat terhadap fakta yang ditemui.
3.7.2 Memisahkan secara Tegas antara Deskriptif, Interpretasi dan
Penilaian Hasil Penelitian
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
22
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Peneliti memisahkan dengan tegas mana yang merupakan fakta dan
interpretasi terhadap fakta. Peneliti juga mencatat tanggapan, masukan dan
saran yang diperoleh dari tokoh masyarakat, anggota dan staf KPU dalam
FGD sebagaimana adanya sesuai dengan bahasa dan kata-kata mereka
sendiri. Sehingga peneliti dapat menangkap nuansa dan konteks yang tepat
dari pernyataan informan. Pemisahan seperti ini penting dan perlu dilakukan
agar interpretasi dan kesimpulan yang dihasilkan dapat diverifikasi.
3.7.3 Memberikan Umpan Balik (Feedback)
Peneliti
memberikan
umpan
balik
(feedback)
kepada
tokoh
masyarakat dan komisioner KPU serta staf mengenai temuan dan interpretasi
yang dihasilkan dari serangkaian kegiatan penelitian lapangan yang
dilakukan. Feedback ini penting untuk diberikan di samping sebagai suatu
bentuk laporan dan pertanggungjawaban peneliti terhadap KPU yang
memberikan pekerjaan juga sebagai salah satu cara untuk melakukan
klarifikasi dan verifikasi terhadap temuan, interpretasi, dan kesimpulan yang
dimiliki. Tentunya tidak semua temuan dapat dan perlu disampaikan kepada
mereka. Namun setidaknya temuan awal yang sudah diverifikasi dapat
disampaikan agar mereka dapat memahami apa yang menjadi perhatian
peneliti dan bagaimana mereka dapat memanfaatkan temuan itu untuk
memperbaiki tata kelola Pemilu.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
23
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
4.1
Profil Kota Sawahlunto
4.1.1 Sejarah Kota Sawahlunto
Sebelum ditemukannya Batubaradi Sawahlunto oleh geolog Belanda
Ir.W.H.DeGreve pada tahun 1867, Sawahlunto hanyalah sebuah desa kecil
dan terpencil yang berlokasi di tengah-tengah hutan belantara, dengan
jumlah penduduk 500 orang. Pada waktu itu sebagian besar penduduknya
bertanampadidan berladang ditanah dan lahan yang sebagian besar
permukaan tanahnya tidak cocok untuk lahan pertanian. Oleh karena itu
Sawahlunto dianggap sebagai daerah yang tidak potensial. Pada tanggal 1
Desember 1888, Sawahlunto ditetapkan keberadaannya oleh Pemerintah
Hindia Belanda sebagai bagian dari wilayah Afdaeling TanahDatar.1
Kandungan batubara yang terdapat di Sawahlunto menjadikan daerah
ini pusat perhatian pemerintahan Hindia Belanda. Pada tahun 1891
Pemerintah Hindia Belanda mulai membuka tambang batubara Sawahlunto.
Semenjak itu Sawahlunto merupakan asset terpenting bagi Pemerintah
Kolonial Belanda, karena permintaan dunia terhadap batubara sebagai
1
Kota Sawahlunto dalam angka 2014
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
24
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
sumber energi utama pada masa itu sangat tinggi.2 Apalagi cadangan deposit
Batubara Sawahlunto diperkirakan mencapai angka 205 juta ton.3
Puncak kejayaannya usaha tambang batubara ini sekitar pada tahun
1920-1921. 4Pada waktu itu jumlah pekerja mencapai ribuan orang. Selain
itu, terdapat hampir seratus orang Belanda atau Indo yang menjadi
pimpinan perusahaan, ahli dan staf kunci lainnya. Sejumlah pekerja itu
menimbulkan terjadinya konsentrasi penduduk, karena selain membawa
keluarga juga mengundang pendatang sehingga, terciptalah kegiatan
perekonomian yang berkaitan dengan usaha
pelayanan seperti tukang cuci,
tukang cukur, pelayanan kesehatan, pemilik dan pekerja warung, penjual
barang keperluan keluarga dan sebagainya.
Untuk keperluan pekerja tambang dan keluarga mereka, perusahaan
tambang Hindia Belanda ini memberikan berbagai fasilitas berupa sarana
hiburan, fasilitas pendidikan, rumah sakit, bahkan pasar malam yang
dilaksanakan secara rutin dan berbagai fasilitas yang eklusif. Hal ini
menjadikan Sawahlunto sebagai kota yang mempunyai administrasi sendiri
atau hak desentralisasi dengan status Gemeente berdasarkan Stadsblaad Van
Nederlansch Indie pada tahun 1918. Penyelenggaraan kota dilakukan oleh
Stadesgemeenteraad (DPRD) dan Burgemeester (Walikota).5
Pada zaman kemerdekaan Pemerintahan Gementee itu diatur oleh
Peraturan Residen Sumatera Barat Nomor 20 dan 21 tahun 1946 tentang
Pemerintahan Nagari dan Kelembagaan Daerah. Pada tanggal 10 Maret 1949
diadakan rapat dengan hasilnya pusat pemerintahan Afdealing Solok yang
dahulunya berada di Sawahlunto di bagi menjadi Kabupaten/Sawahlunto
Sijunjung dan Kabupaten Solok. Maka pemerintahan Stad Gemeente
Sawahlunto
dirangkap
oleh
Bupati
Sawahlunto
Sijunjung.
Kemudian
2
Tingginya permintaan terhadap batu bara terjadi sejak penemuan Mesin Uap di Eropa
Barat
3
Cadangan batubara itu tersebar di antaranya daerah Perambahan, Sikalang, Sungai Durian,
Sigaluik, Padang Sibusuk, Lurah Gadang dan Tanjung Ampalu.
4
Kota Sawahlunto dalam angka 2014
5
Kota Sawahlunto dalam angka 2014
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
25
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
berdasarkan Undang Undang Nomor 18 tahun 1965 status Sawahlunto
berubah menjadi Daerah Tingkat II yang berdiri sendiri dengan sebutan
Kotamadya Sawahlunto.
Setelah lebih dari satu abad lamanya kandungan batubara semakin
berkurang dan tidak lagi memberikan harapan seperti sebelumnya. Pamor
Kota Sawahlunto sebagai kota pertambangan batubarapun mulai memudar.
Meskipun demikian kehidupan kota dengan segala pendukungnya mesti terus
berlanjut. Inilah tantangan utama pemerintah Kota agar Sawahlunto tetap
eksis dan tidak menjadi kota mati.
Menghadapi tantangan tersebut Pemerintah Kota bersama stakeholders
kota merancang strategi lain yaitu dengan menjadikan Kota Sawahlunto
sebagai Kota Wisata dengan menonjolkan dua potensi wisata yang menjadi
kekuatannya, Wisata Tambang dan Wisata Sejarah Kota Lama. Atraksi wisata
yang luar biasa yaitu bekas tambang serta peninggalan bangunan Belanda
yang banyak di Sawahlunto menjadikan Kota Sawahlunto menjadi kota yang
menarik bagi wisatawan. Oleh karena itu, dirumuskanlah Visi Kota
Sawahlunto yaitu : “Kota Sawahlunto Tahun 2020 Menjadi Kota Wisata
Tambang Yang Berbudaya”.
4.1.2 Kondisi Georafis
Kota
Sawahlunto merupakan salah satu kota di Propinsi Sumatera
Barat dengan ibukota Lembah Segar. Secara Astronomis Kota Sawahlunto
terletak antara 0o 33' 40" – 00 48' 33" Lintang Selatan dan 100o 41' 59" –
100049' 60" Bujur Timur, tercatat memiliki luas 27.345 Ha atau sekitar 0,65
persen dari luas Propinsi Sumatera Barat. Jarak dari Kota Sawahlunto ke
Kota Padang (ibukota propinsi) adalah 95 Km, dapat ditempuh melalui jalan
darat dalam waktu sekitar 2 jam dengan kendaraan roda empat.
Secara administratif Kota Sawahlunto terdiri dari 4 Kecamatan, 10
Kelurahan, dan 27 Desa. Berbatasan dengan Kabupaten Tanah Datar di
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
26
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
bahagian Utara, Kabupaten Solok di sebelah Selatan dan Barat, serta dengan
Kabupaten Sijunjung di bahagian Timur. Secara topografi, Sawahlunto
terletak pada daerah perbukitan dengan ketinggian
meter
antara
250
-
650
di atas permukaan laut. Sebagian besar wilayah kota Sawahlunto
terletak pada ketinggian 100 – 450 meter, temperatur udara berkisar antara
220 C – 330C.
Luas Kota Sawahlunto adalah 27.345 hektar. Sebagian besar wilayah
Kota Sawahlunto merupakan kebun campuran yaitu seluas 10.057 hektar.
Hutan merupakan luas penggunaan lahan terbesar kedua di Kota Sawahlunto
dengan luas lahan 4.322 hektar. Luas semak/alang-alang yaitu 3.909 hektar.
Kampung/pemukiman 3.068 hektar. Sawah 2.094 hektar dan kantor/Industri
seluas 975 hektar.
Tabel 1 : Nama Desa/Kelurahan Menurut Kecamatan di Kota Sawahlunto
No
1
Kecamatan
Kecamatan Silungkang
Desa/Kelurahan
1. Desa Siungkang Oso
2. Desa Taratak Bancah
3. Desa Muara Kalaban
4. Desa Silungkang Tigo
5. Desa Silungkang Duo
2
Kecamatan Lembah Segar
1. Desa Lunto Barat
2. Desa Lunto Timur
3. Desa Pasar Kubang
4. Desa Kubang Tangah
5. Desa Kubang Utara Sikabu
6. Kel. Pasar
7. Kel. Kubang Sirakuk Utara
8. Kel. Kubang Sirakuk Selatan
9. Kel. Aur Mulyo
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
27
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
No
Kecamatan
Desa/Kelurahan
10. Kel. Tanah Lapang
11. Kel. Air Dingin
3
Kecamatan Barangin
1. Desa Lumindai
2. Desa Balai Batu Sandaran
3. Kel. Saringan
4. Kel. Lubang Panjang
5. Kel. Durian I
6. Kel. Durian II
7. Desa Talago Gunung
8. Desa Santur
9. Desa Kolok Mudiak
10. Desa Kolok Nan Tuo
4
Kecamatan Talawi
1. Desa Sikalang
2. Desa Rantiah
3. Desa Salak
4. Desa Sijantang Koto
5. Desa Talawi Hilir
6. Desa Talawi Mudiak
7. Desa Bukik Gadang
8. Desa Batu Tanjung
9. Desa Kumbayau
10. Desa Datar Mansiang
11. Desa Tumpuak Tangah
4.1.3 Kondisi Demografi
Jumlah penduduk Kota Sawahlunto pada tahun 2013 adalah 58.972
jiwa atau meningkat 1,56 persen dibandingkan jumlah penduduk pada tahun
2012. Jika dilihat menurut kecamatan, jumlah penduduk Kecamatan Talawi
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
28
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
merupakan
yang
terbesar
dibandingkan
kecamatan
lainnya
dengan
populasi mencapai 18.448 jiwa, atau mencapai 31,28 persen dari total
penduduk Kota Sawahlunto. Kecamatan dengan populasi penduduk terkecil
adalah Kecamatan Silungkang dengan jumlah penduduk 10.637 jiwa.
jiwa
umlah Penduduk
Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota
Tabel 2 : Jumlah
Sawahlunto 2013
Secara umum tingkat kepadatan penduduk Kota Sawahlunto pada
tahun 2013 adalah 215,66 jiwa per kilometer persegi. Tingkat kepadatan
penduduk antar kecamatan cukup bervariasi. Kecamatan dengan
de
tingkat
kepadatan
penduduk
tertinggi
adalah
Kecamatan
Siungkang
dengan
kepadatan 323,02 jiwa per kilometer persegi. Sedangkan kecamatan dengan
tingkat kepadatan penduduk terendah adalah Kecamatan Talawi dengan
kepadatan 185,61 jiwa per kilometer persegi.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
29
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
4.2
Karakteristik Pemilih Masyarakat Kota Sawahlunto
Tabel 3 : Komposisi Penduduk Kota Sawahlunto Berdasarkan Umur
Berdarkan data di atas diketahui pemilih terbanyak berada pada
kelompok umur antara 17 tahun sampai 29 tahun. Ini menunjukkan angka
pemilih muda adalah angka yang signifikan untuk komposisi pemilih di Kota
Sawahlunto.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
30
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
5.1
Identitas Responden
Didalam bagian 5.1 ini akan dijelaskan identitas responden yang
dikategorikan dalam beberapa hal seperti umur, jenis kelamin, sebaran
desa/kelurahan tempat tinggal responden, pendidikan, agama, pekerjaan,
suku bangsa dan rata-rata pendapatan rumah tangga responden. Dengan hal
ini akan memberikan gambaran umum mengenai responden dan mewakili
masyarakat Kota Sawahlunto secara keseluruhan berdasarkan pembagian
sampel dari populasi.
5.1.1 Komposisi Responden Berdasarkan Umur
Tabel 4 : Komposisi Responden Berdasarkan Umur
Persentase
Umur
Frekuensi
%
17-25
91
24,3
24,3
26-33
52
13,9
38,1
34-42
85
22,7
60,8
43-51
73
19,5
80,3
52-60
38
10,1
90,4
61-70
25
6,7
97,1
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
Komulatif
31
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Umur
Frekuensi
%
71-80
11
2,9
Total
375
100,0
Persentase
Komulatif
100,0
Sumber: Data Primer 2015
Dalam survei kesukarelaan politik masyarakat di Kota Sawahlunto,
dari 375 respondent yang diambil sebagai sampel, sebanyak 24,3 % dikuti
oleh respondent yang berumur 17-25 tahun dan posisi kedua dengan rentang
umur 34-42 tahun yakni sebanyak 22,7 %. Hal ini menandakan bahwa
komposisi respondent dalam rentang umur didominasi oleh pemilih pemula
dan pemilih muda yakni direntang umur 17-25 tahun.
5.1.2 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5 : Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Persentase
Frekuensi
%
Laki-laki
188
49,0
49,0
Perempuan
196
51,0
100,0
Total
384
100,0
Komulatif
Sumber : Data Primer 2015
Dalam komposisi jenis kelamin responden, dapat diketahui bahwa
sebanyak 51,0 % survei ini diikuti oleh responden berjenis kelamin
perempuan dan 49,0 % berjenis kelamin laki-laki. Berdasarkan hal tersebut,
terdapat pemerataan/keseimbangan antara responden laki-laki dengan
perempuan dengan selisih perbedaan cuman 1 %.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
32
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
5.1.3 Komposisi Responden Berdasarkan Desa/Kelurahan
Tabel 6 : Komposisi Responden Berdasarkan Kelurahan/Desa
Kelurahan/Desa
Persentase
Frekuensi
%
Air Dingin
6
1,6
1,6
Aur Mulyo
9
2,3
3,9
Balai Batu Sandaran
6
1,6
5,5
Batu Tanjung
12
3,1
8,6
Bukik Gadang
10
2,6
11,2
Durian I
12
3,1
14,3
Durian II
10
2,6
16,9
Kolok Mudiak
6
1,6
18,5
Kolok Nan Tuo
6
1,6
20,1
Kubang Sirakuk Selatan
6
1,6
21,6
Kubang Sirakuk Utara
7
1,8
23,4
Kubang Tangah
11
2,9
26,3
Kubang Utara Sikabu
11
2,9
29,2
Kumbayau
9
2,3
31,5
Lubang Panjang
9
2,3
33,9
Lumindai
18
4,7
38,5
Lunto Barat
18
4,7
43,2
Lunto Timur
13
3,4
46,6
Muaro Kalaban
29
7,6
54,2
Pasar
10
2,6
56,8
Pasar Kubang
10
2,6
59,4
Rantiah
6
1,6
60,9
Salak
6
1,6
62,5
Santur
16
4,1
68,7
Saringan
11
2,9
69,5
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
Komulatif
33
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Kelurahan/Desa
Persentase
Frekuensi
%
Sijantang Koto
5
1,3
70,8
Sikalang
9
2,3
73,2
Silungkang Duo
14
3,6
76,8
Silungkang Oso
8
2,1
78,9
Silungkang Tigo
20
5,2
84,1
Talago Gunung
12
3,1
87,2
Talawi Hilir
18
4,7
91,9
Talawi Mudiak
15
3,9
95,8
Taratak Bancah
8
2,1
97,9
Tumpuak Tangah
8
2,1
100,0
384
100,0
Total
Komulatif
Sumber : Data Primer 2015
Dalam Survei kesukarelaan politik di Kota Sawahlunto, sebanyak 384
responden tersebar di 35 Desa/Kelurahan di Sawahlunto. Sebaran tersebut
paling tinggi berada di Desa Muaro Kalaban yakni sebesar 7,6 % atau 29 orang
sedangkan posisi terendah di Desa Sijantang Koto yakni sebesar 1,3 % atau 5
orang.
Persebaran
ini
didasarkan
kepada
proposisi
populasi
secara
keseluruhan.
5.1.4 Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tabel 7 : Komposisi Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan
Tingkat Pendidikan
Persentase
Frekuensi
%
SD
67
17,9
17,9
SLTP
66
17,6
35,5
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
Komulatif
34
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Tingkat Pendidikan
Persentase
Frekuensi
%
SLTA
177
47,2
82,7
D1, D3, D4
23
6,1
88,8
S1
40
10,7
99,5
S2 ke atas
2
,5
100,0
375
100,0
Total
Komulatif
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan
komposisi
responden
menurut
tingkat
pendidikan,
mayoritas secara umum di ikuti oleh responden berpendidikan SLTA yakni
sebesar 47,2 % atau 177 orang dari 374 total secara keseluruhan. Posisi
tamatan SD dan SLTP mendapat posisi kedua dan ketiga. Secara keseluruhan
terdapat 64,5 % responden yang berpendidikan minimal SLTA. Tingkat
pendidikan
responden
tentunya
berpengaruh
kepada
pengetahuan
masyarakat akan politik dan Pemilihan Umum.
5.1.5 Komposisi Responden Berdasarkan Agama
Tabel 8 : Komposisi Responden Berdasarkan Agama
Agama
Islam
%
380
99,0
99,0
4
1,0
100,0
384
100,0
Kristen Katolik
Total
Persentase
Frekuensi
Komulatif
Sumber : Data Primer 2015
Berkaitan
dengan
sebaran
kepercayaan
yang
dianut/agama
responden, dapat diketahui terdapat 2 agama responden yang mengikuti
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
35
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
survei ini yakni Islam dan Kristen katolik dengan masing-masing 99,0 % dan 1
%.
5.1.6 Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Tabel 9 : Komposisi Responden Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Pekerjaan
Persentase
Frekuensi
%
Guru/Dosen
9
2,5
2,5
TNI/Polri
1
0,3
2,7
Pegawai Pemda
23
6,3
9,0
Pegawai Swasta
16
4,4
13,4
Wiraswasta Kecil2an
26
7,1
20,4
Pensiunan
19
5,2
25,6
Ibu Rumah Tangga
96
26,2
51,8
Bengkel/Jasa Service
4
1,1
52,9
Petani/Peternak
25
6,8
59,7
Buruh kasar/Pembantu
8
2,2
61,9
Pedagang warung/kaki lima
20
5,4
67,3
Sopir
6
1,6
68,9
Tukang ojek
8
2,2
71,1
Pengusaha/Kontraktor Besar
3
,8
71,9
Kerja tidak tetap
34
9,3
81,2
Satpam/Hansip
3
0,8
82,0
Lain-lain
66
18,0
100,0
Total
367
100,0
Komulatif
Sumber : Data Primer 2015
Dari data diatas dapat diketahui bahwa terdapat sebaran beragam
dari pekerjaan responden. Mayoritas/posisi paling besar diikuti oleh
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
36
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
responden yang berkerja sebagai Ibu Rumah Tangga yakni sebesar 96 orang
atau 26,2 % . berdasarkan hal tersebut, dapat dikatakan bahwa semua tipe
pekerjaan memiliki perwakilan responden/terdapat keterwakilan dalam
survei ini.
5.1.7 Komposisi Responden Berdasarkan Suku Bangsa
Tabel 10 : Komposisi Responden Berdasarkan Suku Bangsa
Suku Bangsa
Persetase
Frekuensi
%
Minangkabau
336
87,5
87,5
Jawa
38
9,9
97,4
Tapanuli
2
,5
97,9
Sunda
4
1,0
99,0
Melayu
1
,3
99,2
Lainnya
3
,8
100,0
384
100,0
Total
Komulatif
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan komposisi responden dari jenis suku bangsa, dapat
diketahui bahwa mayoritas secara umum diikuti oleh responden bersuku
bangsa Minangkabau yakni sebesar 87,5 %, diikuti posisi kedua oleh suku
bangsa Jawa sebesar 38 %. Hal ini menandakan bahwa mayoritas suku bangsa
di Kota Sawahlunto didiami oleh suku bangsa Minangkabau dan Jawa sebagai
suku bangsa terbesar kedua.
5.1.8 Komposisi Responden berdasarkan Tingkat Pendapatan
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
37
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Tabel 11 : Komposisi Responden Berdasarkan Pendapatan Rumah Tangga
Persentase
Pendapatan
Frekuensi
%
Di bawah 500 ribu
59
17,2
17,2
500 rb - 999 ribu
96
28,0
45,2
1 juta - 1,499 juta
104
30,3
75,5
1,5 juta - 1,999 juta
28
8,2
83,7
2 juta - 2,499 juta
32
9,3
93,0
2.5 juta - 5 juta
22
6,4
99,4
lebih dari 5 juta
2
,6
100,0
Total
343
100,0
Komulatif
Sumber : Data Primer 2015
Berkaitan dengan kondisi ekonomi responden, terdapat 30,3 %
responden berpenghasilan sebesar 1 – 1, 499 juta dan sebesar 28 % di
rentang
500-900
mendominasi
ribu.
dalam
Ekonomi
survei
ini
berpenghasilan
yakni
sebesar
menengah
54,7
%
keatas
responden
berpenghasilan > 1 Juta.
5.2
Pemetaan Partisipasi Memilih Pada Pemilu
Dalam bagian ini akan ditampilkan data temuan lapangan yang
berkaitan dengan partisipasi pemilih. Tampilan data dalam bagian ini akan
dikomparisikan antara identitas responden yang meliputi indikator umur,
jenis kelamin, Desa/Kelurahan responden, tingkat pendidikan, agama dan
pendapatan dengan indikator keikutsertaan responden dalam pemilu.
5.2.1 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Umur
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
38
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Tabel 12 : Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Umur
Umur
Responden
17-25
26-33
34-42
43-51
52-60
61-70
71-80
Total
Apakah ikut dalam Pemilu 2014
Total
Ya
Tidak
69
22
91
20,2%
64,7%
24,3%
75,8%
24,2%
100,0%
49
3
52
14,4%
8,8%
13,9%
94,2%
5,8%
100,0%
81
4
85
23,8%
11,8%
22,7%
95,3%
4,7%
100,0%
70
3
73
20,5%
8,8%
19,5%
95,9%
4,1%
100,0%
37
1
38
10,9%
2,9%
10,1%
97,4%
2,6%
100,0%
24
1
25
7,0%
2,9%
6,7%
96,0%
4,0%
100,0%
11
0
11
3,2%
0,0%
2,9%
100,0%
0,0%
100,0%
341
34
375
Sumber : Data Primer 2015
Dari hasil analisis diperoleh nilai α = 0 kecil dari 0,05 berarti terdapat
perbedaan partisipasi memilih berdasarkan umur responden. Jumlah
responden terbanyak adalah kelompok umur 17 – 25 tahun yaitu 91 orang
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
39
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
atau 24 % dari total responden.Yang menariknya adalah kelompok umur
dengan prosentase partisipasi tertinggi terdapat pada responden dengan
rentang umur 71-80 tahun yaitu 100 %, diikuti oleh rentang umur 52-60
tahun pada posisi kedua yaitu 97,4 % dan 61-70 tahun pada posisi ketiga
yaitu 96 %. Sedangkan persentase pertisipasi memilih terendah berada pada
kelompok umur paling muda yaitu pemilih pemula yaitu 75,8 %. Hal ini
menginformasikan bahwa partisipasi yang tinggi lebih didominasi oleh
pemilih dari kalangan tua dibandingkan dengan pemilih pemula dan pemilih
muda. Temuan ini menjadi tantangan bagi semua kalangan baik para
penyelenggara Pemilu, pengurus partai politik, para pendidik, pengurus
organisasi kepemudaan untuk memberikan sosialisasi yang lebih gencar
kepada kalangan pemula. Hal ini sangat penting dilakukan karena
keberadaan pemilih pemula dalam Pemilihan Umum membawa dampak
kepada Pemilu itu sendiri disebabkan jumlah pemilih muda adalah jumlah
terbesar dalam rentang umur pemilih di Kota Sawahlunto. Sehingga dari
temuan ini terlihat bahwa pemilih muda adalah penyumbang angka golput
tertinggi yaitu mencapai 64,7 % dari 34 orang responden yang golput.
Menurut hasil FGD yang dilaksanakan pada tanggal 29 Juli 2015 bahwa
pemilih pemula tidak memiliki informasi yang cukup tentang kandidiat atau
Partai Politik (Parpol). Mereka tidak memiliki informasi karena mereka baru
pertama kali ikut Pemilu, atau kebanyakan mereka berada di kota untuk
mengikuti pendidikan dan pulang hanya untuk mengikuti Pemilu saja tanpa
mengetahui profil kandidat. Informan lain mengatakan bahwa kebanyakan
pemilih pemula ini malas untuk mengikuti kegiatan politik, karena mereka
melihat tidak ada calon partai yang dianggap memenuhi aspirasi mereka.
Informan lain mengatakan bahwa partai belum memberikan porsi sosialisasi
yang cukup bagi pemilih pemula. Jadi Parpol seharusnya menciptakan
kaderisasi yang baik ditingkat pemilih pemula sejak awal.
Sementara itu salah seorang komisoner KPU Sawahlunto mengatakan
bahwa sosialisasi untuk pemilih pemula yang berada di Sawahlunto sudah
dilakukan dengan gencar dengan beragam kegiatan yang minat dan hobby
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
40
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
kaum muda dengan berbagai seni sosialisasi. Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Kota
Sawahlunto
telah
menerapkan
strategi
penandatangan
nota
kesepahaman atau MoU secara informal dengan pemilih pemula di kota ini
sebagai bagian dari strategi agar pemilih pemula menggunakan haknya. MoU
ini akan memberi masukkan supaya pemilih pemula aktif menjadi pemilih
dalam pemilu. Selain itu menurut Ketua KPU Kota Sawahlunto salah satu
bentuk kegiatan sosialisasi untuk menyentuh pemilih pemula tersebut adalah
digelarnya acara baca puisi. Selain itu KPU juga telah mengunjungi sekolahsekolah yang sudah ada potensi pemilihnya, menggelar seminar untuk
memberikan pengatahuan kepada pemilih pemula tentang pentingnya
memilih di Pemilu dengan menghadirkan narasumber dari kalangan
akademisi dan komioner KPU.
Menurut salah seorang anggota PPK yang juga berasal dari kelompok
pemilih muda bahwa "Minimnya partisipasi pemilih pemula pada proses
Pemilihan Umum Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2014
lalu, lebih disebabkan masih kurangnya minat pemilih pemula memberikan
hak politiknya dengan datang ke TPS. Mereka kebanyakan tinggal di Kota lain
dan terdaftar di Kota Sawahlunto. Beliau mengusulkan ke depan perlu
ditingkatkan lagi kegiatan yang lebih menarik bagi pemilih pemula, bisa saja
misalnya mereka diajakan melalui media sosial atau juga mendatangi para
pemilih pemula ke lokasi sekolah atau kampus mereka.
Terkait dengan upaya meningkatkan partisipasi pemilih ini KPU Kota
Sawahlunto telah mengantisipasi agar tak ada masyarakat yang tertinggal
dan tidak terdaftar sebagai pemilih. Untuk itu Komisi Pemilihan Umum (KPU)
Kota Sawahlunto telah mendirikan Posko Pelayanan Pemilih Pemilu 2014 di
halaman Gedung Pusat Kebudayaan (GPK) setempat. Posko ini menurut
Ketua KPU Kota Sawahlunto Kota Sawahlunto yang menjadi peserta FGD,
ternyata banyak didatangi oleh warga dan peserta Pemilu 2014 untuk
menanyakan berbagai hal terkait daftar pemilih, pindah domisili sebagai
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
41
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
pemilih, serta bagaimana mengunakan hak pilih jika ingin pindah memilih
dari dapil tertentu ke dapil lainnya.
Selain itu menurut Ketua KPU Kota Sawahluntu, untuk meningkatkan
partisipasi pemilih pemula di Kota Sawahlunto, KPU telah membentuk
Relawan Demokrasi pada tahun 2014 yang berjumlah 25 orang termasuk
pemilih pemula. Kebanyakan mereka adalah orang-orang muda yang
bersentuhan langsung dengan masyarakat yang mengetahui karakter segmen
pemilih
pemula
sehingga
dapat
mengajak
anak-anak
muda
untuk
menggunakan hak suara pada pemilu.
5.2.2 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Kelamin
Hasil analisis penelitian ini menemukan ternyata tidak ada perbedaan
partisipasi memilih antara pemilih laki-laki dan perempuan di Kota
Sawahlunto. Hal ini terbukti bahwa nilai α = 0,968 lebih besar dari 0,05.
Tabel 13 menginformasikan bahwa antara pemilih perempuan dan pemilih
laki-laki memiliki partisipasi politik yang sama dalam pemilihan umum di
Kota
Sawahlunto.
Tingkat
keikusertaan
yang
diterjemahkan
sebagai
partisipasi dalam penelitian ini tidak dipengaruhi oleh faktor jenis kelamin.
Tabel 13 : Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Kelamin
Apakah ikut dalam
Pemilu 2014
Jenis Kelamin
Total
Ya
Tidak
Laki-laki
170 (90,4%)
18 (9,6%)
188 (100%)
Perempuan
177 (90,3%)
19 (9,7%)
196 (100%)
Total
347 (90,4%)
37 (9,6%)
384 (100,0%)
Sumber : Data Primer 2015
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
42
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
5.2.3 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Desa/Kelurahan
Temuan yang cukup mengejutkan adalah ternyata terdapat perbedaan
partisipasi memilih berdasarkan Kelurahan/Desa, meskipun hubungannya
tidak kuat. Nilai α = 0,004 lebih kecil dari 0,05, dengan koefisien
kontigensinya (C) hanya 0,37,yaitu lebih kecil dari 0,5. Terdapat beberapa
Desa dan Kelurahan yang memiliki angka partisipasi memilih yang rendah
yaitu Desa Salak (50%), Kelurahan Durian I (58,3%), Desa Sikalang (66,7%) dan
Desa Lunto Timur (69,2%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 14.
Hal ini dikomentari oleh beberapa anggota FGD bahwa kadang-kadang lokasi
penungutan
suara
juga
sering
menjadi
kendala
dalam
pelaksanaan
pemungutan suara. TPS yang terlalu jauh dari rumah penduduk juga
membuat orang enggan untuk datang memilih.
Untuk itu penyelenggara
pemilu dan parpol peserta pemilu perlu memberikan perhatian khusus untuk
Desa dan Kelurahan yang tingkat partisipasinya masih rendah ini. Padahal
menurut data TPS KPU Kota Sawahlunto, KPU telah menambah lokasi TPS di
beberapa daerah yang sebelumnya pada Pilkada 2013 hanya 2 TPS misalnya
di Desa Salak menjadi 4 TPS. Berarti masih ada faktor lain yang
mempengaruhi rendahnya partisipasi di beberapa desa dan kelurahan ini.
Tabel 14 : Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Desa/Kelurahan
Kelurahan/Desa
Apakah ikut dalam Pemilu 2014
Total
Ya
Tidak
Air Dingin
83,3%
16,7%
100,0%
Aur Mulyo
100,0%
0,0%
100,0%
Balai Batu Sandaran
83,3%
16,7%
100,0%
Batu Tanjung
83,3%
16,7%
100,0%
Bukik Gadang
80,0%
20,0%
100,0%
Durian I
58,3%
41,7%
100,0%
Durian II
100,0%
,0%
100,0%
Kolok Mudiak
83,3%
16,7%
100,0%
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
43
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Kelurahan/Desa
Apakah ikut dalam Pemilu 2014
Total
Ya
Tidak
Kolok Nan Tuo
100,0%
0,0%
100,0%
Kubang Sirakuk Selatan
100,0%
0,0%
100,0%
Kubang Sirakuk Utara
100,0%
0,0%
100,0%
Kubang Tangah
90,9%
9,1%
100,0%
Kubang Utara Sikabu
81,8%
18,2%
100,0%
Kumbayau
88,9%
11,1%
100,0%
Lubang Panjang
100,0%
0,0%
100,0%
Lumindai
94,4%
5,6%
100,0%
Lunto Barat
100,0%
0,0%
100,0%
Lunto Timur
69,2%
30,8%
100,0%
Muaro Kalaban
100,0%
0,0%
100,0%
Pasar
90,0%
10,0%
100,0%
Pasar Kubang
100,0%
0,0%
100,0%
Rantiah
100,0%
0,0%
100,0%
Salak
50,0%
50,0%
100,0%
Santor
100,0%
0,0%
100,0%
Santur
100,0%
0,0%
100,0%
Saringan
81,8%
18,2%
100,0%
Sijantang Koto
100,0%
0,0%
100,0%
Sikalang
66,7%
33,3%
100,0%
Silungkang Duo
85,7%
14,3%
100,0%
Silungkang Oso
100,0%
0,0%
100,0%
Silungkang Tigo
95,0%
5,0%
100,0%
Talago Gunung
91,7%
8,3%
100,0%
Talawi Hilir
94,4%
5,6%
100,0%
Talawi Mudiak
100,0%
0,0%
100,0%
Taratak Bancah
87,5%
12,5%
100,0%
Tumpuak Tangah
87,5%
12,5%
100,0%
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
44
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Apakah ikut dalam Pemilu 2014
Kelurahan/Desa
Total
Total
Ya
Tidak
347
37
384
90,4%
9,6%
100,0%
Sumber : Data Primer 2015
5.2.4 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat Pendidikan
Temuan penelitian ini juga menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan partisipasi memilih berdasarkan Tingkat Pendidikan, dengan nilai
α = 0,097 lebih besar dari 0,05. Hubungan kedua variabel juga lemah
terbukti dari Nilai Koefisien Kontigensinya hanya 0,156, yaitu lebih kecil dari
0,5. Dari Tabel 15 terlihat bahwa kelompok responden dengan tingkat
pendidikan SLTA penyumbang terbesar pemilih Kota Sawahlunto, namun
angka partisipasi mereka hanya 87% lebih rendah dibandingkan mereka yang
berpendidikan lebih rendah yaitu SD dan SLTP. Jadi di Kota Sawahlunto
tingkat pendidikan seseorang bukanlah faktor penentu dari tinggi rendahnya
tingkat partisipasi memilih masyarakat. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat
pada Tabel 15 berikut.
Tabel 15 : Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat Pendidikan
Apakah ikut dalam Pemilu 2014
Pendidikan
Ya
Total
Tidak
SD
64
96%
3
4%
67
SLTP
63
95%
3
5%
66
SLTA
154
87%
23
13%
177
D1, D3, D4
19
83%
4
17%
23
S1
38
95%
2
5%
40
S2 ke atas
2
100%
0
0%
2
340
91%
35
9%
375
Total
Sumber : Data Primer 2015
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
45
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
5.2.5 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Agama
Berdasarkan data hasil penelitian, dapat diinformasikan bahwa
faktor agama responden ternyata tidak berpengaruh terhadap keikutsertaan
mereka dalam pemilihan umum. Hal itu dibuktikan dengan dengan nilai α =
0,06 lebih besar dari 0,05. Hubungan kedua variabel juga lemah terbukti dari
Nilai Koefisien Kontigensinya hanya 0,139, yaitu lebih kecil dari 0,5.
Tabel 16 : Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Agama
Apakah ikut dalam
Agama
Islam
Kristen Katolik
Total
Pemilu 2014
Total
Ya
Tidak
345
35
380
2
2
4
347
37
384
Sumber : Data Primer 2015
5.2.6 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Pekerjaan
Berdasarkan data hasil penelitian, terlihat bahwa terdapat perbedaan
partisipasi memilih responden berdasarkan Jenis Pekerjaan dengan α = 0,042
(<0,05) namun hubungannya tidak signifikan (Nilai Koefisien Kontigensinya
hanya 0,262 (<0,5). Dengan kata lain, partisipasi pemilih di Kota Sawahlunto
tidak signifikan dipengaruhi oleh jenis pekerjaan seseorang. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Tabel 17 berikut.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
46
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Tabel 17 : Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Jenis Pekerjaan
Apakah ikut dalam
Pekerjaan
Pemilu 2014
Total
Ya
Tidak
Guru/Dosen
8
1
9
TNI/Polri
1
0
1
Pegawai Pemda
21
2
23
Pegawai Swasta
15
1
16
Wiraswasta Kecil2an
24
2
26
Pensiunan
18
1
19
Ibu Rumah Tangga
94
2
96
Bengkel/Jasa Service
4
0
4
Petani/Peternak
24
1
25
Buruh kasar/Pembantu
7
1
8
Pedagang warung/kaki lima
18
2
20
Sopir
6
0
6
Tukang ojek
8
0
8
Pengusaha/Kontraktor Besar
2
1
3
Kerja tidak tetap
30
4
34
Satpam/Hansip
3
0
3
Lain-lain
51
15
66
Total
334
33
367
Sumber : Data Primer 2015
5.2.7 Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat Pendapatan
Temuan penelitian ini menunjukkan bahwa Tingkat Pendapatan
seseorang ternyata tidak mempengaruhi partisipasi mereka dalam memilih
dalam pemilu. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara satu jenis
pekerjaan tertentu dengan pekerjaan lain dapam perilaku memilih. Hal ini
terlihat dari hasil analisis diperoleh nilai α = 0,765 (>0,05) berarti tidak
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
47
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
terdapat perbedaan partisipasi memilih berdasarkan tingkat pendapatan.
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 18 berikut.
Tabel 18 : Perbedaan Partisipasi Pemilih Menurut Tingkat Pendapatan
Pendapatan
Rumah Tangga
Apakah ikut dalam
Pemilu 2014
Total
Ya
Tidak
Di bawah 500 ribu
54
5
59
500 rb - 999 ribu
89
7
96
1 juta - 1,499 juta
97
7
104
1,5 juta - 1,999 juta
26
2
28
2 juta - 2,499 juta
28
4
32
2.5 juta - 5 juta
22
0
22
lebih dari 5 juta
2
0
2
318
25
343
Total
Sumber : Data Primer 2015
Pada bagian 5.2 ini terdapat beberapa indikator yang dimana
indikator tersebut dikomparasikan dengan indikator keikutsertaan responden
dalam Pemilihan Umum. Indikator-indikator yang dipakai tersebut ialah
umur, jenis kelamin, Desa/Kelurahan, tingkat pendidikan, agama dan
pendapatan. Dalam temuan diatas dapat digeneralisasikan beberapa hal
yang berkaitan antar indikator.
Terdapat dua indikator yang mempunyai perbedaan atau pengaruh
dalam keikutsertaan pemilih dalam pemilu yakni indikator umur dan
indikator desa/kelurahan (lemah). Sedangkan ke lima indikator lainnya tidak
memiliki perbedaan atau pengaruh yakni jenis kelamin, tingkat pendidikan,
agama, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan.
Asumsi yang dapat diutarakan ialah indikator umur memiliki
perbedaan didalam setiap tingkatan/range nya terhadap keikutsertaannya
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
48
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
dalam Pemilihan Umum di Kota Sawahlunto. Masing-masing kelompok umur
memiliki pandangan sendiri terkait dengan pilihannya untuk ikut atau tidak
dalam pemilihan umum. Lebih lanjut, faktor Desa/Kelurahan di Kota
Sawahlunto juga memiliki perbedaan dalam setiap Desa/Kelurahannya
terhadap ikut serta dalam Pemilu. Setiap daerah dalam hal ini dapat
dideskripsikan mempunyai faktor sendiri dalam lingkungan desanya yang
berpengaruh kepada tingkatan partisipasi setiap masyarakat.
Indikator
umur
dan
indikator
Desa/Kelurahan
tentunya
dapat
dijadikan dasar dalam mengambil kebijakan oleh pihak terkait untuk
meningkatkan partisipasi di Kota Sawahlunto, karena kedua indikator ini
seperti yang diketahui diatas memiliki perbedaan dalam setiap tingkatan dan
pengaruh terhadap partisipasi/keikusertaan masyarakat dalam pemilu. Hal
ini tentunya juga tidak mengabaikan indikator-indikator lainnya yang dalam
penelitian ini tidak memiliki perbedaan/pengaruh.
5.3
Motivasi Pemilih dalam Pemilu 2014
Banyak alasan/motivasi masyarakat untuk ikut memilih dalam Pemilu
seperti terlihat dari jawaban responden penelitian ini, yaitu : Motivasi
tertinggi disebabkan oleh rasa kewajiban sebagai warga negara (38,8 %),
diikuti oleh karena pemulu merupakan hak warga negara (35,4 %) dan diikuti
selanjutnya karena ingin mengubah keadaan negara/daerah (19,5 %). Setiap
orang tentunya memiliki motivasi yang berbeda-beda didalam diri pemilih.
Motivasi berkaitan dengan hal psikologi dalam setiap diri manusia, hal-hal ini
mempunyai korelasi nantinya dengan wujud tindakan yang dapat diartikan
sebagai perilaku. Perilaku dalam masing-masing individu nantinya yang akan
menentukan keikusertaan nya dalam segala hal termasuk pemilu. Apa yang
ditemukan di Kota Sawahlunto tentunya dapat memberikan gambaran secara
umum terkait dengan motivasi yang melatarbelakangi keikusertaanya dalam
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
49
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Pemilu. Untuk lebih jelasnya variasi motivasi responden ikut pemilu dapat
dilihat pada Tabel 19 berikut.
Tabel 19 : Motivasi Pemilih dalam Pemilu 2014
Alasan Ikut Pemilu
Mengubah Keadaan Negara
dan daerah
Kewajiban sebagai Warga
Negara
Hak Warga Negara
Karena Ingin Mendukung Calon
Tertentu
Ikatan kekeluargaan
Agar rakyat mau
berpartisipasi dalam pemilu
Karena ada bantuan materil
non uang
Persentase
Frekuensi
%
69
19,5
19,5
137
38,8
58,4
125
35,4
93,8
9
2,5
96,3
1
,3
96,6
4
1,1
97,7
4
1,1
98,9
2
0,6
99,4
1
0,3
99,7
1
0,3
100,0
353
100,0
100,0
Komulatif
Berkaca pada pengalaman
pemilu sebelumnya yang
efektif mengubah nasib rakyat
Karena tidak efektifnya
pemerintahan saat ini
Lainnya
Total
Sumber : Data Primer 2015
Dari hasil analisis diperoleh fakta bahwa pada tingkat kepercayaan 95
% tidak terdapat perbedaan motivasi memilih berdasarkan tingkat hidup (α
hitung = 0,327), jenis pekerjaan (α hitung = 0,99) dan tingkat pendidikan
sesorang (α hitung = 0,223). Yang menarik adalah perbedaan motivasi
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
50
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
memilih ditentukan umur (α hitung = 0,01), jenis kelamin (pada tingkat
kepercayaan
90
%,
α
hitung
=
0,083),
lokasi
tempat
tinggal
(Kelurahan/Desa) (α hitung = 0,003) Koefisien Kontigensi 0,7 > 0,5
perbedaan kuat.
Jadi antara pemilih muda dan pemilih tua memiliki motivasi yang
berbeda dalam memilih. Dari jawaban responden muda (17-25) terlihat
bahwa tidak ada di antara mereka yang memilih karena alasan yang tidak
rasional seperti karena alasan kekeluargaan, karena mengharapkan bantuan
materil. Berbesa dengan responden tua dimana masih ada beberapa
responden yang beralasan karena faktor ingin mendukung calon yang punya
ikatan kekeluargaan dan mengharapkan insentif berupa bantuan materil dari
calon.
Hal ini menunjukkan bahwa pemilih pemula adalah pemilih yang
lebih rasional dibandingkan pemilih tua. Hal ini mudah dipahami karena
pemilih pemula adalah orang-orang yang independen dan terbebas dari
vested interest tententu.
5.4
Alasan Golput pada Pemilu 2014
Golongan putih (Golput) merupakan salah satu indikator dalam survei
ini. Dalam hal ini akan dilihat tentang apa alasan yang melatarbelakangi
responden mengambil keputusan untuk golput. Berdasarkan data yang
disajikan pada Tabel 20 terlihat bahwa terdapat 22,3 % responden
mengatakan bahwa mereka memilih Golput karena mempunyai urusan lain
yang mereka anggap lebih penting dari ikut mencoplos dalam Pemilu.
Setelah itu terdapat 21,5 % responden yang mengatakan bahwa mereka
pesimis bahwa Pemilu mampu merubah keadaan negara atau daerah.Selain
itu terdapat 13,2 % responden mengatakan bahwa mereka tidak percaya
kepada calon atau Par tai Politik.
Setelah
dikomparasikan
dengan
beberapa
indikator,
terdapat
perbedaan alasan golput berdasarkan golongan usia (α hitung = 0,042) dan
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
51
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
lokasi tempat tinggal (Kelurahan/Desa) (α hitung = 0,002) Koefisien
Kontigensi 0,872>0,5 yang memiliki perbedaan yang signifikan. Sedangkan
indikator lainnya tidak memiliki perbedaan dalam perilaku golput.6
Secara teoritis, golput merupakan refleksi dari keadaan diri manusia
atas tindakannya. Hal ini tentunya berkaitan dengan kondisi yang terjadi
terus-menurus dalam diri seseorang sehingga melahirkan tindakan untuk
golput. Golput sangat erat kaitannya apatisme sosial. Keberadaan ini
tentunya sangat tidak bagus dalam berkembang nya sebuah demokrasi.
Oleh sebab itu temuan penelitian perlu mendapat perhatian serius
dari para calon dan Parpol. Calon dan Parpol memiliki peran besar dalam
mengembalikan
kepercayaan
masyarakat
terhadap
Pemilu
dan
hasil
pemilihan. Adalah percuma dilakukan sosialisasi terus menerus dan dengan
skala luas namun Parpol dan politisi tidak berbenah diri dengan cara
memperbaiki kualitas, kapabilitas, dan integritas diri. Peserta FGD
mengusulkan untuk mengatasi hal ini, disarankan ke depan untuk
persyaratan pencalonan anggota legislatif dan pimpinan eksekutif diwajibkan
memiliki standar kompetensi tertentu yang diakuai oleh sebuah lembaga
yang independen dan kredibel. Dengan demikian diharapkan Partai Politik
akan menjalankan fungsi utamanya yaitu fungsi pendidikan politik dan
rekrutmen politik, yang selama ini nyaris tidak terdengar.
Selanjutnya, temuan data di Kota Sawahlunto ini dapat dijadikan
sebagai dasar pijakan bagi KPU untuk melihat permasalahan golput yang
terjadi dan menyusun berbagai program sosialisasi dan pendidikan politik ke
depan.
6
Pada tingkat kepercayaan 95% tidak terdapat perbedaan alasan golput berdasarkan tingkat
pendidikan (α hitung = 0,133); jenis kelamin (α hitung = 0,354);Jenis Pekerjaan (α hitung
= 0,456); tingkat hidup(α hitung = 0,788), berdasarkan pekerjaan (α hitung = 0,99), suku
bangsa (α hitung = 0,430); kondisi ekonomi (α hitung = 0,111).
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
52
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Tabel 20 : Alasan Golput pada Pemilu 2014
Alasan Golput
Persentase
Frekuensi
%
Tidak akan mengubah negara
26
21,5
21,5
Bukan Kewajiban WN tapi Hak
3
2,5
24,0
16
13,2
37,2
14
11,6
48,8
6
5,0
53,7
27
22,3
76,0
Tidak ada bantuan barang/jasa
1
,8
76,9
Karena tidak cukup usia
11
9,1
86,0
7
5,8
91,7
10
8,3
100,0
121
100,0
Tidak percaya dengan
calon/Partai
Tidak tahu kualitas calon
Tidak terdaftar dalam Pemilu
2014
Karena ada urusan penting saat
itu
Pemilu tidak efektif mengubah
nasib rakyat
Tidak Sempat Pulang untuk
Pemilu
Total
Komulatif
Sumber : Data Primer 2015
5.5
Minat Masyarakat Terhadap Demokrasi Elektoral
Pada bagian 5.5 ini dijelaskan terkait pandangan masyarakat terhadap
demokrasi elektoral. Dalam data Tabel 21 dikomparasikan antara minat
masyarakat akan demokrasi elektoral dengan indikator-indikator yang
dipakai dalam survei ini. Dalam semua indikator, terdapat perbedaan
pandangan masyarakat akan demokrasi elektoral dari semua indikator yang
dipakai.
Dari data di bawah, juga dapat diketahui bahwa mayoritas masyarakat
yaitu 78 % mempunyai minat terhadap demokrasi eletoral, walaupun
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
53
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
sebagian hanya kadang-kadang mengikuti perkembangan Pemilu baik aturan
maupun dinamika pencalonan kepala daerah. Hanya 21 % responden yang
tidak memiliki minat terhadap demokrasi elektoral. Secara teoritis,
Pemilihan Umum merupakan sebuah tolak ukur utama dalam demokrasi
elektoral. Bagaimana negara dapat menjalankan sistem multi partai yang
kompetitif dan hak pilih yang bersifat universal dalam memilih eksekutif dan
legislatif. Penekanan yang paling penting adalah terkait dengan kontestasi
dan partisipasi oleh masyarakat dalam Pemilihan Umum.
Temuan ini merupakan harapan yang baik bagi semua kalangan yang
mendukung berkembangnya demokrasi prosedural di Indonesia. Minat
masyarakat yang masih ada terhadap Pemilu harus terus dipelahara dan
ditingkatkan meskipun dari dapatan sebelumnya menunjukkan bahwa
sebahagian pemilih mulai pesimis. Hal ini tentu menjadi tanggungjawab
semua
pihak termasuk KPU,
Parpol,
Lembaga
pendidikan,
Tokoh
masyarakat, pemerintah baik Pusat maupun Daerah, organisasi masyarakat
sipil media massa dan sebagainya.
Dari hasil analisis data dapat diketahui bahwa tinggi rendahnya minat
masyarakat Kota Sawahlunto terhadap perkembangan demokrasi elektoral
atau pemilu di Indonesia ditentukan oleh beberapa faktor yaitu:
1.
Tingkat Pendidikan (α hitung = 0,005);
2.
Tempat Tinggal (Kelurahandan Desa) (α hitung = 0,000);
3.
Jenis Pekerjaan (α hitung = 0,089) dengan tingkat kepercayaan 90%),
umur (α hitung = 0,086);
4.
Tingkat Pendapatan Ekonomi (α hitung = 0,016)
5.
Kondisi Ekonomi (α hitung = 0,003)
Untuk
lebih jelasnya gambaran tentang minat masyarakat Kota
Sawahlunto terhadap perkembangan demokrasi elektoral di Indonesia dan di
daerah dapat dilihat Tabel 21 berikut.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
54
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Tabel 21 : Minat Masyarakat terhadap Demokrasi Elektoral
Minat
Persentase
Frekuensi
%
Ya
152
40,4
40,4
Tidak
81
21,5
62,0
Kadang-kadang
143
38,0
100,0
Total
376
100,0
Masyarakat
Komulatif
Sumber : Data Primer 2015
5.6
Sikap Masyarakat Terhadap Politik Uang
Politik uang atau politik perut adalah suatu bentuk pemberian atau
janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan haknya
untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu
pada saat Pemilihan Umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang
atau barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye.
Politik uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus
partai politik menjelang hari H Pemilihan Umum. Praktik politik uang
dilakukan dengan cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain
beras, minyak dan gula kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik
simpati masyarakat agar mereka memberikan suaranya untuk partai yang
bersangkutan.
Penelitian ini menemukan fakta yang cukup mengagetkan. Terdapat
58,8 % responden dapat menerima politik uang. Ada yang mengatakan
“Terima dulu uangnya, soal pilihan urusan nanti” sebanyak 42,9 %, terima
uangnya dan mereka akan memilih orangnya sebanyak 8,1 % dan terima
uangnya tetapi tidak pilih orangnya yaitu 3,4 %. Meskipun terdapat cukup
banyak yang menolak politik uang yaitu 41,2 % namun kenyataan ini sangat
memprihatinkan. Jika dibiarkan tentu akan merusak sendi-sendi demokrasi.
Menurut peserta FGD dari tokoh agama bahwa politik uang jelas
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
55
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
merendahkan martabat rakyat. Menurut beliau yang juga ketua MUI Kota
Sawahlunto bahwa para calon atau Partai tertentu yang menggunakan politik
uang untuk mengharapkan dukungan dalam Pemilu menunjukkan mereka
tidak punya percaya diri dalam berkompetisi. Hal ini juga secara nyata
merendahkan martabat rakyat. Beliau menegaskan bahwa politik uang sama
dengan sogok. Yang memberi dan yang menerima akan diganjar oleh Allah
SWT dengan dosa yang berat.
Informan lain mengatakan bahwa suara dan martabat rakyat
seharusnya sangat berharga untuk merubah nasib bangsa ini. Masa iya hanya
dinilai dengan bahan makanan atau uang yang sebenarnya nilainya tidak
sebanding dengan apa yang akan didapat selama 5 tahun oleh Calon
menduduki kursi yang berhasil direbut dengan cara ini.
Dalam FGD ini salah seorang Bundo Kanduang Kota Sawahlunto
berpendapat bahwa politik uang jelas meruapakan pembodohan kepada
rakyat
hanya
untuk
kepentingan
jangka
pendek
mereka.
Informan
mengingatkan bahwa politik uang akan mengakibatkan penderitaan bagi
masyarakat selama politisi itu menjabat. Ia akan cenderung berusaha
mengembalikan dana mereka, akibatnya mereka akan cenderung berperilaku
korupsi, tidak adil dan bahkan cenderung menindas dan menepikan nilai-nilai
kemanusiaan.
Tabel 22 : Sikap Masyarakat Terhadap Politik Uang
Sikap Masyarakat
Menolak karena
haram
Terima tetapi tidak
pilih orangnya
Terima dan akan
saya pilih orangnya
Persentase
Frekuensi
%
147
41,2
41,2
12
3,4
44,5
29
8,1
52,7
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
Komulatif
56
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Sikap Masyarakat
Persentase
Frekuensi
%
153
42,9
95,5
1
,3
95,8
Alasan lain
14
3,9
99,7
Total
357
100,0
Terima dulu, soal
pilihan urusan nanti
Komulatif
Bersedia ikut
membagi2kan
uang/barang nya
Sumber : Data Primer 2015
Berdarkan hasil analisis diketahui bahwa terdapat beberapa faktor
pembeda yang mempengaruhi Sikap Masyarakat terhadap Politik Uang yaitu:
1.
Lokasi Tempat Tinggal, Kelurahan dan Desa (α hitung = 0,000):
2.
Jenis Pekerjaan (α hitung = 0,089) dengan tingkat kepercayaan 90%),
3.
Kelompok Umur (α hitung = 0,086);
4.
Tingkat Pendapatan Ekonomi (α hitung = 0,016) dan
5.
Kondisi Ekonomi keluarga (α hitung = 0,003)
Dari temuan tersebut diketahui bahwa ternyata perilaku politik uang
tidak menyebar secara merata di wilayah Kota Sawahlunto. Faktor lokasi
tempat tinggal juga menentukan perbedaan perilaku ini. Berikut akan
dipaparkan sikap responden yang meolak politik uang berdasarkan Kelurahan
dan Desa seperti pada Tabel 23 di bawah ini.
Tabel 23 : Sikap Responden Menolak Politik Uang
Kelurahan/Desa
Menolak Politik Uang
1. Air Dingin
33,3 %
2. Aur Mulyo
55,6 %
3. Balai Batu Sandaran
100,0 %
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
57
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Kelurahan/Desa
Menolak Politik Uang
4. Batu Tanjung
62,5 %
5. Bukik Gadang
30,0 %
6. Durian I
27,3 %
7. Durian II
33,3 %
8. Kolok Mudiak
83,3 %
9. Kolok Nan Tuo
83,3 %
10. Kubang Sirakuk Selatan
40,0 %
11. Kubang Sirakuk Utara
42,9 %
12. Kubang Tangah
63,6 %
13. Kubang Utara Sikabu
80,0 %
14. Kumbayau
71,4 %
15. Lubang Panjang
12,5 %
16. Lumindai
52,9 %
17. Lunto Barat
35,3 %
18. Lunto Timur
46,2 %
19. Muaro Kalaban
21,4 %
20. Pasar
60,0 %
21. Pasar Kubang
30,0 %
22. Rantiah
20,0 %
23. Salak
60,0 %
24. Santur
77,3 %
25. Saringan
18,2 %
26. Sijantang Koto
25,0 %
27. Sikalang
50,0 %
28. Silungkang Duo
57,1 %
29. Silungkang Oso
14,3 %
30. Silungkang Tigo
26,3 %
31. Talago Gunung
20,0 %
32. Talawi Hilir
23,5 %
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
58
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Kelurahan/Desa
Menolak Politik Uang
33. Talawi Mudiak
14,3 %
34. Taratak Bancah
62,5 %
35. Tumpuak Tangah
75,0 %
Sumber : Data Primer 2015
Dari 35 Kelurahan dan Desa yang menjawab, terdapat 14 Kelurahan
dan
Desa
yang
mayoritas
respondennya
menolak
politik
uang.
Ini
menunjukkan bahwa masih ada Desa dan Kelurahan yang mayoritas warganya
yang secara prinsip membolehkan politik uang.
5.7
Penggunaan Hak Pilih Masyarakat
Dalam bagian 5.7 ini akan dijelaskan temuan data terkait dengan
kendala masyarakat dalam penggunaan hak pilihnya, penilaian masyarakat
terkait
pelaksanaan Pemilu
dan
sosialisasi
Pemilu
serta pandangan
masyarakat terhadap pelakasanaan Pemilu kedepan dan jenis Pemilu yang
diinginkan masyarakat kedepannya.
5.7.1 Kendala dalam Penggunaan Hak Pilih
Tabel 24 : Kendala dalam Pemilu
Kendala Ikut Pemilu
Persentase
Frekuensi
%
Tidak terdaftar
18
6,8
6,8
Tidak tahu calon/program calon
113
42,5
49,2
Letak TPS jauh
17
6,4
55,6
Lainnya
116
43,6
99,2
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
Komulatif
59
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Sakit
2
,8
100,0
Total
266
100,0
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan
data
diatas,
dapat
diketahui
bahwa
masyarakat
mempunyai kendala dalam hak pilihnya karena permasalahan lainnya karena
hal-hal teknis sedangkan diposisi kedua disebabkan karena tidak tahu
mengenai calon dan program calon sedangkan karena tidak terdaftar, letak
TPS jauh dan sakit hanya sebagian kecil saja.
5.7.2 Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu 2014
Tabel 25 : Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu 2014
Penilaian Masyarakat
Persentase
Frekuensi
%
Jujur dan adil
146
42,4
42,4
Banyak politik uangnya
145
42,2
84,6
Banyak kecurangn
22
6,4
91,0
Kurang sosialisasi
31
9,0
100,0
Total
344
100,0
Komulatif
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui penilaian masyarakat
terhadap pelaksanaan Pemilu 2014 mayoritas masih negatif yaitu 57,6 %
mengatakan Pemilu masih diwarnai oleh politik uang (42,2 %), kecurangan
(6,4 %) dan kurangnya sosialisasi (9 %). Ini menjadi perhatian bagi calon dan
Parpol yang menjadi peserta Pemilu. Karena menurut masyarakat yang
utama memperbaiki kualitas Pemilu adalah para peserta Pemilu dengan
menghilangkan politik uang (42,3 %) dan kecurangan (6,4 %). Sedang KPU
diharapkan juga meningkatkan sosialisasi (9 %).
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
60
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
5.7.3 Penilaian Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Sosialisasi Pemilu
Tabel 26 : Penilaian Masyarakat terhadap Penyelenggaraan Sosialisasi Pemilu
Penilaian Masyarakat
Presentase
Frekuensi
%
Sosialisasi
225
63,4
63,4
Pendataan pemilih
49
13,8
77,2
25
7,0
84,2
Pendaftaran calon
3
,8
85,1
Kampanye
31
8,7
93,8
Lainnya
22
6,2
100,0
Total
355
100,0
Kumulatif
Pembentukan badan
penyelenggara
(PPS/KPPS/PPL/Panwasc
am
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan
data
diatas,
dapat
diketahui
mengenai
pilihan
masyarakat terkait pelaksanaan Pemilu 63,4 % memilih terkait dengan
sosialisasi dan posisi kedua dengan 13,8 % dengan pendataan pemilih. Ini
menunjukkan bahwa dalam penyelenggaraan Pemilu, aspek yang perlu
ditingkatkan dan yang paling dirasakan masyarakat adalah sosialisasi. Bukan
berarti aspek lain lain dapat diketepikan.
5.7.4 Yang perlu Diperbaiki dalam Pemilu ke depan
Mengenai aspek-aspek sosialisasi itu sendiri yang perlu ditingkatkan
masyarakat menilai semua aspek harus menjadi perhatian KPU karena dinilai
masih sedang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
61
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Tabel 27 : Penilaian Masyarakat terhadap Pelaksanaan Pemilu ke Depan
No
1
2
3
Indikator
Informasi mengenai tahapan
dan program Pemilu
Tema dan materi tentang
penyelenggaraan Pemilu
Pemahaman dan pengetahuan
tentang Pemilu
Nilai
Derajat
3,18
Sedang
3,03
Sedang
3,25
Sedang
3,26
Sedang
3,44
Sedang
3,59
Sedang
3,74
Sedang
Pemahaman & pengetahuan
4
tentang tahapan & program
Pemilu
Pemahaman & pengetahuan
5
tentang tata cara penggunaan
hak politik & hak pilih
Kesadaran untuk berperan
6
serta dalam setiap tahapan
pemilu
7
Kesadaran untuk ikut Pemilu
Sumber : Data Primer 2015
5.7.5 Jenis Pilkada Yang Diinginkan Warga ke depan
Masyarakat Kota Sawahlunto yang diwakili rasponden penelitian ini
ternyata masih mendukung pelaksanaan pemlihan kepala daerah secara
langsung dibandingkan dengan dipilih oleh DPRD. Hasil survei menunjukkan
bahwa sebanyak 297 responden atau 82,7 % menyatakan setuju dengan
pemiluka yang dipilih langsung oleh masyarakat dan hanya 10,3 % yang
setuju kepala daerah dipilih oleh DPRD serta 7,0 % menyatakan tidak tahu.
Peserta FGD menyatakan tanggapannya tentang hal ini. Menurut
mereka mekanisme pemilihan secara langsung oleh rakyat harus tetap
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
62
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
dipertahankan meskipun ada beberapa catatan yang harus diperbaiki dari
proses penyelenggaraannya. “Jika ada tikus dilumbung padi usir saja
tikusnya, jangan lumbungnya yang dibakar”, kata salah seorang peserta.
Kelemahan yang harus diperbaiki dari Pilkada, menurut informan adalah
biaya pelaksanaan Pilkada yang terlalu tinggi harus dihemat, politik uang
harus dihilangkan, sistem rekrutmen calon kepala daerah harus terbuka dan
seleksinya diperketat dengan persyaratan tambahan yaitu memiliki standar
kompetensi dan standar moral dan integritas yang diuji oleh lembaga yang
benar-benar kredibel. Terakhir adalah masalah keamanan akibat sengketa
pilkada perlu ditingkatkan.
Tabel 28 : Jenis Pilkada Yang Diinginkan Warga ke Depan
Jenis Pilkada
Presentase
Frekuensi
%
297
82,7
82,7
Dipilih oleh DPRD
37
10,3
93,0
Tidak tahu
25
7,0
100,0
Total
359
100,0
Dipilih langsung oleh rakyat
seperti sekarang
Kumulatif
Sumber : Data Primer 2015
5.8
Kesukarelaan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pemilu
Sebagaimana
telah
diuraikan
pada
bab
sebelumnya
bahwa
kesukarelaan politik adalah segala tindakan yang dilakukan warga negara
yang terkait dengan kegiatan politik atas kehendak sendiri, tanpa paksaan
atau mobilisasi, dengan niat untuk kemaslahatan masyarakat tanpa
mengharapkan imbalan yang bersifat material.
Informan peserta FGD penelitian ini mendukung pendapat bahwa
kesukarelaan politik salah satu pilar utama dari demokrasi. Mereka
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
63
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
mengatakan bahwa kesukarelaan politik masyarakat berkaitan erat dengan
maju mundurnya perkembangan demokrasi.
Hambatan yang mempengaruhi kesukarelaan politik masyarakat dapat
berasal dari dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan
masyarakat untuk berpartisipasi, maupun faktor dari luar masyarakat
(eksternal) yaitu peran aparat dan lembaga formal yang ada. Kemampuan
masyarakat akan berkaitan dengan stratifikasi sosial dalam masyarakat,
adanya 3 komponen di dalamnya, yaitu kelas (ekonomi), status (prestise)
dan kekuasaan. Bagaimana pengaruh kedua faktor ini terhadap kesukarelaan
politik masyarakat di Kota Sawahlunto?
5.8.1 Masalah
Utama
yang
Sedang
Dihadapi
Masyarakat
Kota
Sawahlunto
Keadaan
sosial
ekonomi
masyarakat
mempengaruhi
tingkat
kesukarelaan politiknya. Masyarakat yang sedang mengalami masalah sosial
dan ekonomi yang hebat tentu kesukarelaan politik nya rendah. Lalu
bagaiamana masalah masyarakat saat ini? Kajian ini menemukan bahwa
sebanyak 48,3 % masyarakat Kota Sawahlunto menyatakan mereka sedang
mempunyai masalah sosial ekonomi yang berat yaitu susahnya mendapatkan
lapangan pekerjaan. Masalah ini banyak dihadapai oleh kalangan muda dan
usia
produktif.
Sedangkan
masyarakat
petani
mengeluhkan
masalah
kelangkaan pupuk yaitu pada posisi kedua sebesar 12,9 % dan ibu-ibu rumah
tangga menjerit dengan masalah mahalnya harga sembako pada posisi ketiga
yaitu (9,3 %). Hal ini jelas menjadi kendala yang signifikan dalam
menumbuhkembangkan kesukarelaan politik masyarakat.
Selain itu terdapat masalah eksternal dimana terdapat kurangnya
kepercayaan terhadap pimpinan daerah sebanyak 7,6 %.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
64
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Tabel 29 : Masalah Sosial Ekonomi Masyarakat
Masalah Utama
Persentase
Frekuensi
%
Kelangkaan pupuk
46
12,9
12,9
Mahalnya biaya berobat
24
6,7
19,7
Susahnya lapangan pekerjaan
172
48,3
68,0
4
1,1
69,1
27
7,6
76,7
6
1,7
78,4
Kelangkaan air bersih
6
1,7
80,1
Terjadinya/ancaman banjir
1
,3
80,3
Sarana/prasarana transportasi
2
,6
80,9
Mahalnya harga sembako
33
9,3
90,2
Mahalnya biaya pendidikan
5
1,4
91,6
6
1,7
93,3
Masalah listrik
7
2,0
95,2
Kemacetan lalu lintas
2
,6
95,8
Lainnya
15
4,2
100,0
Total
356
100,0
Masalah korupsi/KKN
Kurangnya kepercayaan kepada
pimpinan daerah
Kurangnya rasa aman &
rendahnya ketertiban
Tidak tegaknya hukum dengan
adil
Kumulatif
Sumber : Data Primer 2015
5.8.2 Hubungan
antara
Penilaian
Masyarakat
terhadap
Kinerja
Pemerintah dengan Tingkat Kesukarelaan Politik
Berdasarkan hasil uji korelasi Pearson antara pertanyaan “bagaimana
jalannya pelaksanaan pemerintah Sawalunto saat ini” dengan “peran aktif
masyarakat dalam Pemilu”. Hasil korelasi yang bernilai 0,5 < 0,05
menandakan
bahwa
terdapat
korelasi
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
antara
kesukarelaan
politik
65
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
masyarakat dalam pemilu dengan kinerja pemerintahan Kota Sawahlunto
saat ini. Semakin positif penilaian masyarakat terhadap kinerja pemerintah
daerah makan akan semakin tinggi tingkat kesukarelaan politik masyarakat.
Dari
temuan
permasalahan
sebelumnya
sosial
menunjukkan
ekonomi
masyarakat
bahwa
seperti
dengan
sulitnya
banyaknya
lapangan
pekerjaan, mahalnya harga pupuk dan sembako serta hilangnya kepercayaan
terhadap pemerintah maka akan sangat mengurangi tingkat kesukarelaan
politik masyarakat.
5.9
Kesukarelaan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pilkada Sumbar
2015
Kesukarelaan politik juga sangat dipengaruhi oleh seberapa tinggi
tingkat pengetahuan masyarakat terhadap permasalahan sosial politik yang
sedang berlangsung. Kesukarelaan masyarakat dalam Pemilu juga ditentukan
sejauhmana pengetahuan masyarakat terhadap Pemilu termasuk tujuan,
manfaat, aturan, manajemen, peserta yang bersaing dan sebagainya. Berikut
ini akan diuraikan sumber informasi masyarakat tentang pemilu tersebut.
5.9.1 Sumber Informasi Politik tentang Penyelenggaraan Pilkada Sumbar
2015
Tabel 30 :Sumber Informasi Pilkada
No
Sumber Informasi
Frekuensi
1
Radio
64
2
Koran
73
3
TV
44
4
Spanduk/Baliho
244
5
Website
13
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
66
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
No
Sumber Informasi
Frekuensi
6
Pemko Swahlunto
40
7
Sosialisasi oleh KPU
20
Sawahlunto
8
Teman/tetangga/saudara
49
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa sebanyak 244
responden mendapat informasi mengenai penyelengaraan Pemilu dari
spanduk atau baliho, posisi kedua dari koran sebanyak 74 orang dan 64 orang
dari radio. Inilah media informasi bagi warga dalam mendapat informasi
terkait penyelenggaraan Pemilu di Kota Sawahlunto. Dari temuan tersebut
jelas bahwa masyarakat hanya mengetahui informasi tentang Pilkada Sumbar
dari baliho yang notabene sangat minim memberikan informasi kecuali hanya
sebatas gambar dan tagline calon. Sedangkan informasi yang lebih penting
dan mendalam seperti rekam jejak calon, partai pendukung, tata cara
Pilkada, dinamika yang sedang berlangsung tidak mungkin disampaikan
melalui baliho.
5.9.2 Sumber Informasi tentang Bakal Calon Peserta Pilkada Sumbar 2015
Tabel 31 : Sumber Informasi Bakal Calon Pilkada
No
Sumber Informasi
Frekuensi
1
Radio
18
2
Koran
39
3
TV
6
4
Spanduk/Baliho
262
5
Website
14
6
Sosialisasi langsung oleh
10
calon
Sumber : Data Primer 2015
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
67
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Terkait dengan informasi tentang calon peserta Pilkada Sumbar 2015,
posisi paling tinggi didapat dari spanduk/baliho, diikuti koran dan radio. Hal
ini
memang
tidak
jauh
berbeda
dengan
sumber
informasi
terkait
penyelenggaraan pemilu seperti yang dijelaskan dalam variabel sebelumnya.
5.9.3 Yang Perlu Ditingkatkan dalam Pelaksanaan Pilkada Sumbar 2015
Tabel 32 : Yang Perlu Ditingkat dari Pilkada Pilkada Sumbar 2015
No
Yang Perlu Ditingkatkan
dalam Pelaksanaan Pilkada
Frekuensi
1
Sosialisasi
247
2
Pendataan pemilih
33
3
Pembentukan badan
21
penyelenggara
4
Pendaftaran calon
18
5
Kampanye
61
6
Pengawasan
50
Sumber : Data Primer 2015
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa sebanyak 247
responden menyatakan bahwa hal sosialisasi perlu ditingkatkan dalam
pelaksanaan Pilkada Sumbar tahun 2015 disusul dengan kampanye sebanyak
61 orang dan pengawasan sebanyak 50 orang. Hal ini tentunya dapat menjadi
pelajaran bagi pengambil kebijakan.
5.9.4 Tingkat Kesediaan Masyarakat Menjadi Voluntir dalam Pelaksanaan
Pilkada Sumbar 2015
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
68
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Tabel 33 : Tingkat Kesukarelaan Masyarakat dalam Pilkada
Tingkat kesediaan
Persentase
Frekuensi
%
Ya
152
41,1
41,1
Tidak
142
38,4
79,5
Tergantung honornya
6
1,6
81,1
Belum tahu
70
18,9
100,0
Total
370
100,0
masyarakat
Kumulatif
Sumber : Data Primer 2015
Dari data diatas, dapat diketahui bahwa tingkat kesukarelaan politik
masyarakat dalam menjadi volunter dalam pelaksanaan pemiLukada
memiliki selisih yang sedikit antara jawaban iya dan tidak yakni berselisih
2,7 % atau sebanyak 10 orang dari 370 responden.
5.10 Bentuk-Bentuk Kesukarelaan Politik Masyarakat
Didalam bagian 5.9 ini diberikan tampilan data yang berkaitan dengan
kesukarelaan masyarakat dalam Pemilu. Terkait informasi mengenai Pemilu
dan peserta Pilkada tahun 2015, mayoritas mendapat informasi dari spanduk
atau baliho. Sedangkan tekait dengan pelaksanaan Pemilu yang perlu diubah
terdapat pada permasalahan sosialisasi yang menurut responden sangat
perlu diperbaiki dan terkait dengan kesediaan masyarakat menjadi voluntir
dalam Pemilu, terdapat selisih yang kecil antara bersedia atau tidak.
Berdasarkan temuan tengang bentuk-bentuk kesukarelaan diperoleh
infomasi bahwa 93,9 % responden menyatakan tidak berminat menjadi
pemimpim masyarakat baik formal maupun informal atau menjadi pengurus
partai. Sebayak 93,9 % responden menyatakan tidak mau memberikan
sumbangan keuangan kepada Parpol ataupun peserta Pemilu. Sebanyak 69,8
% responden menyatakan tidak berminat menjadi penyelenggara Pemilu.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
69
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Sebanyak 51,9 % responden menyatakan tidak berminat menghadiri
kampanye Pemilu ataupun Pilkada. Sebanyak 88,8 % responden menyatakan
tidak berminat hadir dalam rapat / ulang tahun partai. Sebanyak 94,2 %
responden menyatakan tidak berminat aktif sebagai anggota partai.
Sebanyak 85,4 % responden menyatakan tidak berminat mengajak orang lain
mendukung salah satu partai. Sebanyak 94,2 % responden menyatakan tidak
berminat menjadi anggota kaukus dan menyusun strategi pertemuan.
Sebanyak 88,5 % responden menyatakan tidak meminat mengikuti politik
atau pawai politik. Sebanyak 95,4 % responden menyatakan tidak mau ikut
serta menghubungi pejabat pemerintah atau pimpinan politik. Sebanyak 91,2
% responden menyatakan tidak suka memasang stiker partai/calon tertentu
dikendaraan pribadi. Sebanyak 86,6 % responden menyatakan tidak pernah
melaksanakan diskusi-diskusi politik. Sebanyak 18,9 % responden menyatakan
tidak pernah mencoblos dalam pemliu/pilkada dan 70,5 % menyatakan selalu
dalam Pemilu/Pilkada. Sebanyak 82,0 % responden menyatakan tidak
berminat mendukung partai/calon tertentu dalam Pemilu/Pilkada, 5,9 %
jarang dan 5,2 % kadang-kadang. Secara keseluruhan bentuk dan tingkat
kesukarelaan politik masyarakat Kota Sawahlunto adalah seperti terlihat
pada Tabel 34 di bawah ini
Tabel 34 : Bentuk-Bentuk Kesukarelaan Politik Masyarakat
No
1
Bentuk Kesukarelaan Politik
Menjadi pemimpin publik atau
pemimpin partai politik
2
Derajat
Nilai
Sangat rendah
6,1
Sangat Rendah
6,1
Rendah
30,2
Sedang
48,1
Sangat Rendah
11,2
Memberi sumbangan keuangan
parpol atau calon peserta
pemilu
3
Menjadi penyelenggara pemilu
4
Menghadiri kampanye
pemilu/pilkada
5
Menghadiri Pertemuan Partai
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
70
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
No
Bentuk Kesukarelaan Politik
6
Aktif sebagai anggota partai
7
Mengajak orang lain mendukung
salah satu partai
8
Derajat
Nilai
Sangat Rendah
5,8
Sangat Rendah
14,6
Berminat menjadi anggota
kaukus dan menyusun strategi
Sangat Rendah
5,2
pertemuan
9
Menghadiri Pertemuan Politik
Sangat Rendah
11,2
Sangat Rendah
4,6
Sangat Rendah
8,8
Sangat Rendah
13,4
Sangat Tinggi
81,1
Sangat Rendah
18
Menghubungi pejabat
10
pemerintah atau pimpinan
politik
11
12
13
Memasang stiker partai/calon
tertentu di kendaraan pribadi
Melaksanakan diskusi-diskusi
politik
Mencoblos dalam
pemilu/pilkada
Menyatakan diri mendukung
14
partai/calon tertentu dlm
pemilu/pilkada
Sumber: Data Primer 2015
•
0-20 sangat rendah
•
21 – 40 rendah
•
41 – 60 sedang
•
61 – 80 tinggi
•
81- 100 sangat tinggi
Dari 14 pertanyaan yang diajukan kepada responden terkait dengan
kesukarelaan
politik
masyarakat,
diketahui
bahwa
rata-rata
tingkat
kesukarelaan politik masyarakat adalah sangat rendah dengan nilai 19.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
71
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
6.1
Kesimpulan
Dalam survei kesukarelaan politik masyarakat Kota Sawah lunto ini
terdapat beberapa hal yang dapat disimpukan ;
Pertama, dari sisi partisipasi masyarakat. Dari hasil survei ini,
ditemukan bahwa tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu tergolong
tinggi yakni 90,93 % atau 341 orang dari 375 responden yang menjawab.
Terdapat perbedaan partisipasi memilih berdasarkan umur responden.
Jumlah responden terbanyak adalah kelompok umur 17 – 25 tahun yaitu 91
orang atau 24 % dari total responden. Partisipasi yang tinggi lebih didominasi
oleh pemilih dari kalangan tua dibandingkan dengan pemilih pemula dan
pemilih muda. Pemilih muda juga penyumbang angka golput tertinggi yaitu
mencapai 64,7 % dari 34 orang responden yang golput.
Kedua, Terdapat perbedaan motivasi memilih berdasarkan tingkat
hidup dan tingkat pendidikan sesorang. Perbedaan motivasi memilih
ditentukan umur jenis kelamin, Lokasi tempat tinggal
(Kelurahan/Desa).
Jadi antara pemilih muda dan pemilih tua memiliki motivasi yang berbeda
dalam memilih. Pemilih pemula adalah pemilih yang lebih rasional
dibandingkan pemilih tua. Karena pemilih pemula adalah orang-orang yang
independen dan terbebas dari vested interest tententu.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
72
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Ketiga, Golongan Putih (Golput) merupakan salah satu indikator
kesukarelaan politik. Alasan yang melatarbelakangi responden mengambil
keputusan untuk golput adalah mereka menganggap urusan mereka lebih
penting dari ikut mencoplos dalam Pemilu, pesimis bahwa Pemilu mampu
merubah keadaan negara atau daerah dan tidak percaya kepada calon atau
Partai Politik. Terdapat perbedaan alasan Golput berdasarkan golongan usia
dan lokasi tempat tinggal (Kelurahan/Desa)
Keempat, terdapat perbedaan pandangan masyarakat akan demokrasi
elektoral dari
semua
indikator
yang dipakai.
Mayoritas masyarakat
mempunyai minat terhadap demokrasi eletoral, walaupun sebagian hanya
kadang-kadang saja mengikuti perkembangan Pemilu baik aturan maupun
dinamika pencalonan Kepala Daerah. Perbedaan minat masyarakat Kota
Sawahlunto terhadap perkembangan demokrasi elektoral atau Pemilu di
Indonesia pengaruhi oleh beberapa faktor yaitu tingkat pendidikan, tempat
tinggal (Kelurahan dan Desa), jenis pekerjaan,tingkat pendapatan ekonomi
dan kondisi ekonomi.
Kelima, lebih dari setengah responden bersikap menerima politik
uang. Meskipun terdapat cukup banyak yang menolak politik uang yaitu 41,2
% namun kenyataan ini sangat memprihatinkan. Jika dibiarkan tentu akan
merusak sendi-sendi demokrasi. Terdapat beberapa faktor pembeda yang
mempengaruhi sikap masyarakat terhadap Politik Uang yaitu :
lokasi
tempat tinggal (Kelurahan dan Desa), jenis pekerjaan, kelompok umur,
tingkat pendapatan ekonomi dan kondisi ekonomi keluarga. Perilaku politik
uang tidak menyebar secara merata di wilayah Kota Sawahlunto. Faktor
lokasi tempat tinggal juga menentukan perbedaan perilaku ini. Dari
35
Kelurahan dan Desa yang respondennya menjawab kuesioner, terdapat 14
Kelurahan dan Desa yang mayoritas respondennya menolak politik uang. Ini
menunjukkan bahwa masih banyak masyarakat di banyak desa dan
kelurahan yang secara prinsip memboleh politik uang.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
73
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Keenam, penilaian masyarakat terhadap pelaksanaan Pemilu 2014
mayoritas masih negatif yaitu mengatakan Pemilu masih diwarnai oleh
politik uang, adanya kecurangan dan kurangnya sosialisasi. Ini menjadi
perhatian bagi calon dan Parpol yang menjadi peserta Pemilu. Hal-hal yang
perlu diperbaiki terkait pelaksanaan Pemilu adalah sosialisasi, pendataan
pemilih.
Sedangkan
aspek-aspek
sosialisasi
itu
sendiri
yang
perlu
ditingkatkan adalah semua sosialisasi yaitu : informasi mengenai tahapan
dan program Pemilu, tema dan materi tentang penyelenggaraan Pemilu,
pemahaman dan pengetahuan tentang Pemilu, pemahaman & pengetahuan
tentang tahapan & program Pemilu, emahaman & pengetahuan tentang tata
cara penggunaan hak politik & hak pilih, kesadaran untuk berperan serta
dalam setiap tahapan Pemilu dan kesadaran untuk ikut Pemilu.
Ketujuh, masyarakat Kota Sawahlunto mendukung pelaksanaan
Pemlihan Kepala Daerah secara langsung dibandingkan dengan dilaksanakan
oleh DPRD. Mekanisme pemilihan secara langsung oleh rakyat harus tetap
dipertahankan meskipun ada beberapa catatan yang harus diperbaiki dari
proses penyelenggaraannya.
Kedelapan, Tingkat kesukarelaan politik masyarakat Sawahlunto sangat
rendah. Hambatan yang mempengaruhi kesukarelaan politik ini berasal dari
dalam masyarakat (internal), yaitu kemampuan dan kesediaan masyarakat
untuk berpartisipasi, dan faktor dari luar masyarakat (eksternal) yaitu peran
aparat dan lembaga formal yang ada. Keadaan sosial ekonomi masyarakat
Sawahlunto mempengaruhi tingkat kesukarelaan politiknya. Masyarakat Kota
Sawahlunto menyatakan mereka sedang mempunyai masalah sosial ekonomi
yang berat yaitu susahnya mendapatkan lapangan pekerjaan, masalah
kelangkaan pupuk dan masalah mahalnya harga sembako.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
74
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
6.2
Rekomendasi Penelitian
Berdasarkan kesimpulan di atas maka penelitian ini merumuskan
rekomendasi sebagai berikut:
Pertama, karena tingginya tingkat Golput di kalangan pemilih pemula
maka peneliti merekomendasikan bahwa perlu dilakukan pendidikan politik
(civic education) yang terstruktur dan kontinu bagi kaum muda untuk
meningkatkan kebanggaan kaum muda terhadap bangsanya dan partisipasi
pemilih pemula dalam pelaksanaan Pemilu. Pendidikan politik untuk pemilih
pemula selama ini cendrung diperoleh dari media massa atau media sosial
yang sering menampilkan sisi buruk dari perilaku elite politik, dan ini
mempengaruhi minat pemilih pemula. Beberapa program yang dapat dibuat
adalah lomba karya tulis tentang Pemilu, lomba membuat poster Pemilu
atau lomba debat politik yang dilakukan di kalangan pelajar untuk menggali
ekspresi mereka tentang Pemilu dan politik. Pemilih pemula sebagian besar
saat ini gemar menggunakan teknologi informasi, misalnya internet ataupun
telepon genggam, dll. Media TI dapat dimanfaatkan untuk menarik atau
memengaruhi mereka agar lebih responsif atau proaktif mengikuti proses
pemilihan. Melalui media ini diharapkan para pemilih pemula dapat
mengetahui apa, siapa, bagaimana, kapan dan dimana pemilihan akan
dilaksanakan.
Kedua, karena terdapat perbedaan motivasi memilih masyarakat
berdasarkan tingkat hidup, tingkat pendidikan sesorang, umur jenis kelamin,
lokasi tempat tinggal (Kelurahan/Desa), maka disarankan program sosialisasi
Pemilu harus disesuaikan dengan target audien sosialisasi itu sendiri. Oleh
karena kegiatan sosialisasi merupakan tanggungjawab semua pihak dalam
konteks kesukarelaan politik maka KPU perlu membangun lebih banyak lagi
jaringan dan kerjasama dengan berbagai pihak
untuk melaksanakan
kegiatan sosialisasi sehingga kegiatan ini semakin luas. Di antara institusi
yang dapat diajak bekerjasama adalah partai politik, sekolah, perguruan
tinggi, lembaga kursus, LSM, Pemerintah Daerah dan jajarannya sampai ke
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
75
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Desa dan Kelurahan, media massa, tokoh masyarakat seperti ninik mamak,
alim ulama, cerdik pandai, bundo kanduang, pemuda dan sebagainya.
Ketiga, untuk mengurangi angka Golongan Putih (Golput) hasil kajian
ini menunjukkan bahwa persoalan Golput bukan persoalan yang sederhana
hanya sekedar persoalan teknis atau kurangnya sosialisasi tetapi lebih dari
itu, ia
menyangkut persoalan ideologi. Untuk mengurangi Golput para
politisi dan pemimpin yang dipilih melalui Pemilu harus mampu meyakinkan
pemilih bahwa mereka adalah pemimpin pilihan rakyat yang amanah dan
mampu merubah keadaan negara dan daerah. Karena alasan Golput adalah
masyarakat tidak yakin Pemilu mampu merubah keadaan. Selain itu alasan
Golput adalah masyarakat merasa urusan mereka lebih penting, ini perlu
pendidikan politik untuk menumbuhkan kesadaran masyarat.
Keempat, karena mayoritas responden menghalalkan politik uang
maka ini jelas membutuhkan pendidikan, sosialisasi dan penyadaran tidak
hanya mengangkut aspek pengetahuan tentang Pemilu tetapi juga
menyangkut aspek afektif yaitu keyakinan tentang resiko dan dampak
negatif politik uang. Untuk itu diperlukan peran semua pihak seperti
pemimpin agama, pemimpin adat, pendidik, pemimpin pemerintahan dan
lain-lain dalam memberikan teladan kepada masyarakat.
Kelima, temuan bahwa tingkat kesukarelaan politik masyarakat
Sawahlunto sangat rendah yang mempengaruhi kesukarelaan politik ini
berasal dari dalam masyarakat (internal), dari luar masyarakat (eksternal).
Untuk meningkatkan kembali kesukarelaan politik diperlukan usaha keras
dari pemimpin masyarakat baik formal dari pusat sampai ke Desa/Kelurahan
terutama untuk memperbaiki keadaan ekonomi masyarakat. Karena keadaan
sosial
ekonomi
masyarakat
Sawahlunto
ini
mempengaruhi
tingkat
kesukarelaan politiknya. Perbaikan kondisi ekonomi ini harus diiringi oleh
suatu
gerakan
bersama
untuk
menumbuhkan
kembali
semangat
kesetiakawanan sosial, semangat berani berkorban, keiklasan, saling bantu
membantu, menggalakkan kegiatan sosial (philanthropy) atau pengabdian
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
76
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
kepada masyarakat, meningkatkan partisipasi politik, kegiatan advokasi atau
kampanye.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
77
Kesukarelaan Politik Masyarakat Kota Sawahlunto
Rogin, Michael. 1962. Voluntarism: The Political Functions of an Antipolitical
Doctrine. Industrial and Labor Relations Review, Vol 15. No. 4 (Jul). pp
521-535
United Nations Volunteers. 1999. Expert Group Meeting on Volunteering and
Social Development. New York. 29-30 November 1999
Wan Ee Lin. 2001. “Why Voluntary Work?”. Rencana di New Straits Times.
Kuala Lumpur: New Straits Times. 23 Mac 2001
Bitti, Mary Teresa. 2007. Is forced volunteering helping anyone? in Financial
Times, 30 April 2007
Macpherson, C.B. 1972. The Real World of Democracy. New York: Oxford
University Press.
TB. Massa Djafar. 2008. Demokratisasi, DPRD, dan Penguatan Politik Lokal.
Jurnal Poelitik Vol1. No.1: 1-12.
Teller, Paul. 2011. Learning To Live With Voluntarism, Synthese 178:49–66.
Komisi Pemilihan Umum Kota Sawahlunto
ix
Download