BAB III ANALISIS SOSIOLOGIS KEHIDUPAN SOSIAL TOKOH

advertisement
BAB III
ANALISIS SOSIOLOGIS KEHIDUPAN SOSIAL TOKOH UTAMA DALAM NOVEL
“NORWEGIAN WOOD” KARYA HARUKI MURAKAMI
3.1 Sinopsis Cerita Novel Norwegian Wood karya Haruki Murakami
Novel Norwegian Wood karya Haruki Murakami menceritakan tentang Watanabe
Toru seorang pria yang berumur 37 tahun yang baru saja tiba dari Jerman. Norwegian wood
adalah judul lagu The Beatles yang terkenal pada tahun 1960-an. Seluruh remaja pada saat
itu, menggemari lagu-lagu dari band tersebut, tak terkecuali oleh seorang yang bernama
Naoko. Gadis ini selalu mendengarkan lagu ini di setiap kesempatannya. Lagu inipula yang
mengingatkan Watanabe akan gadis yang pernah menjadi kekasihnya. Kisahnya terjadi pada
tahun 1968-1970. Kurun waktu 2 tahun yang menjadi memori masa remaja.
Naoko sebenarnya adalah kekasih Watanabe, Kizuki yang tewas bunuh diri
menghirup asap knalpot mobil di usia 17. Kematian tragis itu meninggalkan luka psikologis
kepada Naoko dan Watanabe. Hal tersebut membuat keduanya menjadi lebih dekat.
Sebagaimana dialami oleh remaja biasanya, mereka juga mengalami masa-masa sulit sebagai
remaja : pergaulan, beban pelajaran, beban orang tua, tuntutan orang tua agar menjadi murid
terbaik, asmara dan masalah-masalah lainnya. Problem khas remaja itu terjadi pada banyak
pribadi lalu menjadi tekanan yang tak tertahankan. Banyak dari remaja itu yang pada
akhirnya mengalami gangguan kejiwaan dan memilih bunuh diri sebagai jalan menyudahi
masalah tersebut.
Beruntunglah Watanabe berhasil selamat dalam fase kehidupannya tersebut.
Watanabe seorang yang berwatak pendiam, cenderung menyendiri dan agak asosial serta
senang membaca karya-karya sastra novel dunia modern. Karena sifatnya yang tertutup, ia
Universitas Sumatera Utara
hanya memiliki sahabat karib Nagasawa serta Kizuki sahabat SMA yang dahulu mati bunuh
diri.
Lain halnya dengan Naoko yang tidak bisa menerima kematian Kizuki. Pada akhirnya
Naoko mengalami gangguan kejiwaan karena tidak mampu menahan penderitaan dan rasa
cintanya kepada Kizuki. Naoko yang telah bersama-sama dengan Kizuki sejak 2 SD, merasa
tidak mampu menjalani kehidupan tanpa Kizuki. Pada awalnya, Naoko dirawat pada sebuah
tempat pengobatan khusus untuk penderita gangguan psikologi selama beberapa tahun, meski
demikian Watanabe tetap rela menjenguknya sesekali serta mencintainya dengan tulus.
Watanabe tetap menjalani kehidupan sebagaimana mestinya; dia menjadi seorang
mahasiswa di perguruan tinggi negri. Meskipun hubungannya dengan Naoko terbilang sulit
dan rumit, bukan berarti ia lalu tak bisa dekat dengan wanita lain. Malah untuk urusan kencan
dan tidur dengan wanita, baginya bukan hal yang sulit. Seks bebas baginya bukan pantangan.
Saat hubungannya dengan Naoko menemui hambatan, Watanabe bertemu dengan teman
kelasnya Midori ; yang menawarkan kehangatan cinta. Midori yang mempunyai perangai
periang, jujur dan terus terang, akhirnya membuat Watanabe merasakan hal yang lain.
Watanabe merasa bimbang dipersimpangan. Bersama Naoko, cintanya berjalan
dengan tenang, seperti sungai tanpa riak. Sementara dengan Midori hidup juga terasa
nyaman. Kemudian pada beberapa waktu, Reiko ,teman dari Naoko memberitahukan kepada
Watanabe bahwa Naoko telah meninggal dengan car bunuh diri di hutan.
Hal tersebut membuat watanabe semakin merasa linglung. Akhirnya Watanabe
memutuskan untuk berkelana selama satu bulan. Ketika ia kembali ke Tokyo dan berkunjung
dengan Reiko kembali. Dengan bercerita tentang Naoko dan Midori kepada Reiko, membuat
Watanabe mengambil keputusan untuk bertemu dengan Midori dan menyatakan perasaan
sesungguhnya.
Universitas Sumatera Utara
3.2 Kehidupan Sosial tokoh Watanabe Dalam Novel “Norwegian Wood” karya Haruki
Murakami
Diri manusia ternyata lebih kompleks dari apa yang dibayangkan sebelumnya, dalam
artian bahwa manusia tidak sama seperti penampilan luarnya. Identitas, kepribaddian dan
fungsi-fungsi mental lainnya sebenarnya lebih kompleks daripada penampilan luar seseorang.
Manusia sejak bayinya, selalu mengusahakan kebutuhan-kebutuhan biologi dan naluriahnya.
Dan sebagaimana dia tumbuh dewasapun manusia mulain mengendalikan dorongandorongan naluriahnya ini. Dorongan-dorongan tersebut direpresikan dalam alam pikiran tak
sadar, dimana dorongan tersebut kadang menghasilkan, pembangkangan, obsesi dan lain
sebagainya. Perkembangan-perkembangan dalam individu tersebut nyatanya mempengaruhi
kehidupan sosial masyarakat.
Dalam era globalisasi seperti sekarang ini kebudayaan barat meluas semakin
berkembang pesat. Hal ini dapat kita lihat dari semakin banyaknya negara-negara asia yang
bergaya hidup seperti kebarat-kebaratan seperti mabuk-mabukan, clubbing, memakai pakaian
mini, berciuman ditempat umum hingga seks bebas seperti sudah lumrah.
Tokoh-tokoh yang terdapat dalam novel Norwegian Wood ini dapat dikategorikan
kedalam golongan masyarakat modern yang dapat dikatakan termasuk kedalam masyarakat
konsumen. Media massa, kenikmatan dan seksualitas-seksualitas merupakan kata kunci
yang ada di dalam masyaraka ini. Media massa menjadi mukjizat dalam acuan, kenikmatan
dipahami sebagai penjelmaan kebebasan, dan tubuh manusia adalah objek konsumen yang
utama. Konsumsi bukan lagi hal yang melibatkan kerja dan usaha melainkan hedonistic dan
regresif. Maka masyarakat bukannya kehilangan citra ataupun bayangan dirinya, melainkan
seluruh cermin tidak ada lagi. Yang hilang bukan apa yang tampak dari refleksi, melainkan
refleksi itu sendiri, perspektif mengenai diri itulah yang lenyap. Seperti halnya yang terjadi
Universitas Sumatera Utara
pada tokoh-tokoh di dalam novel ini, mereka kehilangan pegangan hidup dan tampaknnya
ini berhubungan dengan hubungan manusia akan sesuatu diluar dirinya yang tidak atau
belum teraih yang melampaui dan yang terjadi.
3.3 Analisis Interaksi Sosial Tokoh Utama Watanabe
3.3.1 Watanabe dengan Naoko
1. Cuplikan (hal.28)
Ya betul. Semua orang mengira aku adalah perempuan yang lemah gemulai. Padahal
orang tidak tergantung pada penampilannya, katanya diimbuhi sedikit tawa..... Aku
betul-betul capai. Memalukan,ya.
Maaf ya seharian aku terus membuatmu
menemaniku. Tapi aku senang bisa mengobrol denganmu.)
Analisis:
Cuplikan diatas merupakan pernyataan sang tokoh utama Watanabe kepada
teman dekatnya Naoko. Didalam kalimat cuplikan diatas, terdapat sebuah kalimat
“seharian aku terus membuatmu menemaniku” , dari suatu pernyataan bisa
digambarkan bahwa sang tokoh utama dan tokoh Naoko sering melakukan pertemuan
langsung. Pertemuan langsung sendiri merupakan suatu syarat dalam terbentuknya
hubungan baik suatu interaksi sosial. Hubungan mereka di dalam novel “Norwegian
Wood” karya Haruki Murakami cukup dekat. Mereka berdua sering bertemu. Seperti
konsep interaksi sosial sendiri menurut Soekanto, interaksi sosial tidak akan mungkin
terjadi apabila tidak memenuhi dua syarat, yakni kontak langsung serta komunikasi.
Kedua syarat tersebut telah dilakukan oleh kedua tokoh yakni Watanabe dan Naoko.
Pertemuan yang sering dan cukup lama menyimpulkan bahwa interaksi tokoh Watanabe dan
Naoko sangat terjalin dengan baik.
Universitas Sumatera Utara
3.3.2 Watanabe Dengan Tokoh Midori
1. Cuplikan (hal. 258)
Watanabe, apa kabarmu selama ini?.
(....Jujur saja,aku tak pernah....kenapa? Apa aku tak punya pesona?)
“Belakangan ini kamu jarang kelihatan, beberapa kali aku meneleponmu, “kata
Midori.
Ada keperluan apa? “tak ada,sekedar merespon. Kalau tidak seperlunya ada apa
saya mau pergi.
Analisis:
Cuplikan
diatas
merupakan
pernyataan
oleh
tokoh
Midori
terhadap
Watanabe.Midori menanyakan bagaimana mungkin Watanabe tidak pernah
memikirkan tentang dirinya (Midori) sekalipun. Berdasarkan cuplikan diatas
menjelaskan bahwa Midori dalam kesehariannya sering menelepon sang tokoh
utama Watanabe, namun Watanabe enggan untuk menjawab telepon. Di akhir
pernyataan cuplikan diatas juga dijelaskan ketika Watanabe bertemu secara tidak
sengaja dengan Midori, sang tokoh Watanabe terkesa sangat cuek dan ingin segera
mengakhiri pertemuan seperti tidak ingin basa-basi mengatakan satu patah
katapun. Padahal dalam cuplikan diatas, jelas Midori menanyakan kabar sang
tokoh, namun Watanabe bersikap begitu dingin dan tidak menanyakan kembali
ataupun menjawab. Dalam konsep interaksi yang baik, adanya respon dari pihak
lain atas apa yang dikatakkan sungguhlah sangat dibutuhkan. Hubungan interaksi
tokoh Watanabe dengan Midori tidaklah begitu baik. Midori ingin sekali dekat
dengan Watanabe, namun seakan-akan, cintanya bertepuk sebelah tangan.
Universitas Sumatera Utara
Terlebih lagi dengan masih adanya hubungan Watanabe dengan Naoko membuat
hubungan interaksi Watanabe dengan Midori tidak begitu akrab.
3.3.3 Watanabe Dengan Nagasawa
1. Cuplikan (hal 44)
(Pada saat itu hanya ada satu orang di sekitarku yang pernah membaca
Great Gatsby dan karena itu aku jadi akrab dengannya, bernama
Nagasawa-san...)
(aku dan dia pergi ke Shibuya atau Shinjuku lalu masuk ke bar atau
tempat-tempat hiburan (tentu saja tempat-tempat yang biasa ia kunjungi),
lalu mencari perempuan berdua,lalu mengobrol; kala itu aku betul-betul
kagum pada bakatnya yang luarbiasa)
(“Diantara orang-orang yang pernah kutemui sampai saat ini,kamulah
yang paling lurus, “dia menimpali. Dan dia membayarkan semuanya.
Analisis:
Cuplikan diatas terjadi di lingkungan asrama dan luar. Pada pertama kali saat
Watanabe bertemu dengan Nagasawa di asrama barunya. Setelah itu hubungan pertemanan
mereka menjadi lebih dekat karena mereka mempunyai hobi yang sama mengenai karangan
karya sastra tempo dulu dan modern. Keakraban mereka pun semakin terjalin dengan
seringnya mereka pergi keluar seperti ke bar-bar, tempat hiburan dan lainnya. Kedua antar
tokoh ini juga memiliki kualitas komunikasi yang baik,karena adanya respon satu sama lain
atas apa yang dilakukan ataupun yang dikatakkan. Syarat suatu interaksi dikatakkan baik pula
telah dilakukan oleh kedua tokoh Watanabe dan Nagasawa di dalam novel. Hubungan
interaksi kedua tokoh ini adalah persahabatan karib.
Universitas Sumatera Utara
Pada novel Norwegian Wood karya Haruki Murakami, ini tokoh-tokoh yang berperan
dalam novel tersebut dengan dasar suasana dan dengan arena yang manusia tersebut harus
terlibat, maka otomatis seorang individu sebagai anggota suatu masyarakat akan mempunyai
banyak status berkaitan dengan keadaan atau elemen kebudayaan yang ada. Sebagai contoh,
Watanabe sebagai seorang mahasiswa, Naoko sebagai seorang yang penyakitan, Reiko
sebagai seorang guru dan lain sebagainya. Dari kenyataan tersebut maka status akan terikat
pada peranata apa yang mengikat individu dalam arena tertentu.
Pengambaran yang tampak dalam novel Norwegian Wood ini dalam interaksi sosial
tokoh-tokohnya seakan-akan tokoh yangs satu dengan yang lain tetap berjarak. Meskipun
akrab atau merupakan sahabat karib tetapi ada yang menjadi batas pergaulan atas privasiprivasi masing-masing. Seperti halnya yang dialami oleh beberapa tokoh yang memutuskan
untuk bunuh diripun mereka merupakan seorang individu yang dapat dikatakan memiliki
tingkat pergaulan yang sosialis, berpendidikan tinggi tetapi sangat tertutup soal pemikiran
hati dan pikiran mereka.
Pertemanan atau persahabatan antar individu masyarakat Jepang tetap pada tingkattingkat keakraban tertentu. Bagi mereka, hal-hal yang pribadi bisa mereka utarakan atau
ceritakan pada sahabat mereka, akan tetapi tetap pada hal-hal pribadi yang umum. Untuk halhal pribadi yang khusus, seperti menyangkut perasaan terdalam, pikiran terdalam, mereka
terkadang hanya menyimpannya untuk dirinya sendiri. Maka dari itu, anak-anak muda Jepang
banyak yang memiliki buku harian atau tenggelam pada dunia maya.
Tak lepas pula sering terjadi pertentangan dari peran-peran yang dilakukan oleh dua
orang individu dalam satu arena interaksi. Pertentangan antar peran yang ada dalam individu
berkaitan dengan pola yang ada dalam masyarakat dapat menjadi permasalahan yang dapat
mengganggu pola yang sudah ada sebelumnya. Ketika berinteraksi, seseorang atau kelompok
Universitas Sumatera Utara
sebenarnya tengah berusaha atau belajar bagaimana tentang memahami tindakan sosial orang
atau kelompok lain. Sebuah interaksi sosial akan kacau bilamana antara pihak-pihak yang
berinteraksi tidak saling memahami motivasi dan makna tindakan sosial yang mereka
lakukan.
Ketika berinteraksi denga orang, yang itu berarti seseorang tampil dipanggung depan
maka yang ditampilkan adalah pernyataan yang diberikan sesuai dengan apa yang ingin
dikesankan si pembaca. Sedangkan apabila seseorang berada dipanggung belakang,
penyataan dan perilaku apapun yang ditampilak oleh si pembicara tidaklah menjadi
persoalan. Seseorang atau kelompok yang telah mampu berempati dan menilai diri sendiri
sesuai dengan pandangan orang lain disebut sebagai diri (the self). Diri diubah kemudian
dibentuk melalui adanya interaksi dengan orang lain : seseorang tidak dilahirkan dengan
identitas dan karakteristik yang telah menjadi, melainkan ia akan dibentuk melalui
lingkungannya melalui simbol-simbol dan sosialisasi. Kemampuan untuk menyesuaikan
perilaku seseorang sebagai tanggapan terhadap situasi-situasi sosial tertentu sebagai
pengambilan peranan.
3.4 Penyimpangan Perilaku Kehidupan Sosial tokoh Watanabe
3.4.1 Tindakan yang Nonconform
Konsep perilaku menyimpang dalam tindakan nonconform ini dapat
dikategorikan sebagai perilaku penyimpangan perilaku ringan. Hal yang dilakukan
pada penyimpangan ini tidak langsung berefek kepada yang lain,selain si pelaku.
Dalam novel “Norwegian Wood”karya Haruki Murakami adapun tindakan
nonconform yang terjadi yakni ; tidak menjaga kebersihan atau membuang sampah
sembarangan, tidak menyahut ketika di absen, sengaja tidak mendengar ketika di
Universitas Sumatera Utara
absen, memakai pakaian tidak sopan ke kampus serta menyalakan radio sekeraskerasnya di wilayah asrama.
1. Cuplikan (hal. 22)
(......“Karena kamar pria, kebanyakan sangat kotor. Di dasar tong sampah menempal
sampah jeruk yang sudah bulukan, dibekas kaleng minuman yang sudah berubah fungsi
menjadi asbak puntung rokok menggunung setinggi 10 centimeter dan kalau apinya masih
menyala mereka memadamkannya dengan menyiramkan kopi atau bir,karenanya disitu
tercium bau tengik.)
Analisis:
Cuplikan diatas menceritakan bagaimana tingkah serta perilaku anak-anak lelaki
asrama di lingkungan Watanabe di dalam novel, yang dimana kebanyakan daripada anak
lelaki asrama yang sama sekali tidak menjaga kebersihan lingkungan asrama. Jelas, apa yang
dilakukan oleh para lelaki asrama ini merupakan suatu jenis perilaku menyimpang
nonconform yang dimana, perilakunya tidak berefek ke orang lain,namun hanya ke si pelakupelaku sendiri, namun tindakannya tidak mematuhi aturan norma norma yang berlaku, yakni
seperti ; menjaga lingkungan kebersihan.
2. Cuplikan (Hal.97)
(...didalam ruangan kelas tersebut beberapa murid yang hadir dan seperti biasanya, sang
dosen mengisi daftar absen kehadiran para mahasiswa yang hadir untuk beberapa saat. Satu
persatu nama dipanggil ,dan tak sedikit tidak mendengarkan sang dosen..“Hei, kenapa
dalam kuliah tadi kamu tidak menyahut waktu di absen? “ tanya Watanabe kepada
Nagasawa)
Analisis:
Universitas Sumatera Utara
Cuplikan ini adalah pernyataan Watanabe terhadap salah satu teman sekelasnya.
Berdasarkan konteks cuplikan, Nagasawa sengaja tidak mendengarkan sang dosen dan tidak
menyahut ketika dosen memanggil namanya padahal jelas dia berada di dalam ruangan kelas
tersebut. Kesengajaan yang dilakukan oleh temannya ini masuk kedalam jenis perilaku
menyimpang nonconform juga. Tindakan menyimpang yang dilakukan oleh orang-orang
dalam novel ini tidak selalu merupakan tindakan menyimpang yang di asumsikan sebagai
tindak kejahatan besar seperti merampok,membunuh dan lain-lain. Melainkan pula berupa
tindakan pelanggaran kecil.
Penyimpangan perilaku seperti ini dapat dikatakan sebagai bentuk ketidakpatuhan
yang bersifat lebih kepada motivasi diri, kebiasaan dan ketidakpedulian. Tidak ada unsur
tertekan ataupun depresi, melainkan condong terhadap ego diri. Jadi amatlah wajar bila
perilaku-perilaku menyimpang seperti ini terkadang tidak terlalu dipersoalkan karena tidak
terlalu membahayakan
3.4.2 Tindakan yang Antisosial atau Asosial
Tindakan yang anti sosial atau asosial, yaitu tindakan yang melawan kebiasaan
masyarakat atau kepentingan umum. Di dalam novel “Norwegian Wood” karya Haruki
Murakami terdapat beberapa penyimpangan sosial yang terdapat di dalamnya, seperti seks
bebas, mabuk, demonstrasi kampus lebian serta lainnya.
1. Cuplikan (hal.62)
(....Waktu itu aku tidak mempunyai kata-katanya, tetapi setelah mencobanya ternyata
memang mudah. Sangking mudahnya, aku jadi kurang bersemangat. Aku dan dia pergi ke
Shibuya atau Shinjuku lalu masuk ke bar atau tempat-tempat hiburan (tentu saja tempattempat yang biasa ia kunjungi) , lalu mencari perempuan yang sedang berduaan (dunia
Universitas Sumatera Utara
memang penuh dengan perempuan yang berduaan) , lalu mengobrol, minum sake, setelah itu
masuk hotel dan berhubungan seks)
Analisis:
Cuplikan diatas merupakan perilaku yang dilakukan oleh tokoh Watanabe dengan
salah seorang temannya yang bernama Nagasawa. Tindakan yang dilakukan kedua tokoh
dalam novel “Norwegian Wood” karya Haruki Murakami ini menegaskan pula dengan
perilaku menyimpang asosial atau anti sosial. Dengan status masih mahasiswa, pergi ke
tempat hiburan malam dan berhubungan seks jelas melawan segala norma-norma ataupun
aturan masyarakat.
Begitu gambalangnya digambarkan kehidupan sosial yang berkaitan dengan seks
bebas serta minum berakohol ini ditangkap oleh sang penulis novel. Disini terlihat respon
Watanabe terhadap pengaruh-pengaruh sosial yang terjadi di sekelilingnya. Penyimpangan ini
jika di Indonesia termasuk kedalam penyimpangan normatif, didasarkan atas asumsi bahwa
penyimpangan yang terjadi merupakan suatu pelanggaran dari suatu norma sosial. Norma
dalam hal ini adalah suatu standar tentang “apa yang seharusnya atau tidak seharusnya
dipikirkan, dikatakkan atau dilakukan oleh warga masyarakat pada suatu keadaan-keadaan
tertentu.
Mabuk itu sendiri dalam masyarakat Jepang bukanlah merupakan suatu hal yang
ditabuhkan karena sudah menjadi suatu kebiasaan atapun tradisi, terutama sebagai pekerja
pelepas stress dan penghilang beban. Sering pula dijadikan suatu tradisi dalam perayaan
ataupun pesta. Mungkin pula hal ini lahir dari kekosongan kontrol ataupun kendali sosial.
2. Cuplikan (hal. 192)
Universitas Sumatera Utara
“Kenapa ia bunuh diri, tak seorang pun tahu alasannya. Sama dengan kasus Kizuki.
Betul-betul persis. Usianya pun 17 tahun dan sebelumnya tidak memperlihatkan
tanda-tanda akan bunuh diri, tidak ada surat wasiat. Sama, kan?
Analisis:
Cuplikan diatas merupakan pernyataan atas bunuh dirinya Naoko di tengah
hutan. Dimana dijelaskan Naoko sendiri mengalami gangguan jiwa seperti terbeban
berat akan hidup, kurang suka bersosial dan mudah menyerah. Hingga pada suatu
hari,ia ditemukan telah mengakhiri hidupnya di tengah hutan. Segala alasan apapun
mengenai bunuh diri, bunuh diri tetaplah merupakan tindakan menyimpang. Tindakan
perilaku menyimpang yang dilakukan oleh Naoko termasuk dalam jenis asosial
ataupun anti sosial. Bunuh diri atas dasar apapun merupakan suatu tindakan yang
tidak sesuai dengan norma ataupun aturan-aturan masyarakat.
Dalam kasus ini, bunuh diri merupakan hal yang dapat dikatakan tidak asing
lagi dalam kehidupan di Jepang. Tekanan dan tujuan hidup biasanya menjadi alasan
yang paling mendasar untuk melakukan hal tersebut. Pada novel Norwegian Wood
karya Haruki Murakami terdapat 3 novel yang meninggal karena bunuh diri, yang
dimana menyisakan duka bagi orang yang ditinggalkannya dan tidak sedikit
mengubah pola pikir mereka akan kehidupan.
Kemungkinan yang mendasari rasa tertekan itu adalah keinginan dan impiann
yang tidak terpenuhi, tak jarang pula karena akumulatif perasaan terasingkan dari
lingkungan keluarga. Ini jelas menghilangkan motif pada anak untuk selalu berusaha
patuh atau berada dalam lingkungan norma keluarga. Akibatnya lebih jauh adalah
mereka cenderung untuk menolak dan melawan setiap aturan.
3. Cuplikan ( hal.292)
Universitas Sumatera Utara
(.....Tak ingin minum beer bersama? Sekedar menghabiskan malam itu bukanlah hal
yang sulit, jikalau kita berdua bisa lakukan bu, respon Nagasawa . “Ibu lesbian.
Betul. Mau bagaimanapun menutupinya sampai matipun ibu tetap lesbian.”....)
Analisis:
Cuplikan diatas adalah percakapan antar seorang guru terhadap muridnya
Nagasawa (teman asrama Watanabe). Pada saat itu, dalam pembicaraan yang cukup
serius, terdapat penyimpangan sosial yang pertama yakni sang guru memberitahukan
bahwa ia adalah penyuka sesama jenis,sehingga walau bagaimanapun sang murid
menggodanya, ia akan tetap penyuka sesama jenis. Pernyataan yang dilemparkan sang
guru,jelas termasuk kedalam jenis tindakan menyimpang asosial atau anti sosial.
Terdapat juga penyimpangan yang kedua yakni, sang murid (Nagasawa) yang
menggoda sang guru, mengajak minum beer dan menghabiskan malam. Dari
pernyataan cuplikan diatas, perkataan sang murid jelas sudah menyimpang bagaimana
mungkin seorang murid menggoda gurunya sendiri.
Hidup seperti ini akhirnya menggiring manusia ke dalam jurang kehausan
jiwanya. Seperti banyak yang dialami oleh tokoh-tokoh dalam novel “Norwegian
Wood” karya Haruki Murakami , kehausan yang bertanya akan keberadaan dirinya.
Di satu sisi bisa saja dia menemukan dirinya sebagai satu unit sederhana, sepotong
icon dalam relasi budaya yang tercipta. Atau juga kesadaran bahwa ia bukan hasil dari
suatu esensi kepribadian, melainkan suatu proses terus-menerus yang dikonstruksikan
dalam masyarakat.
Hal ini dimana menunjukan peran kelompok dalam pembentukan kepribadian
merupakan hal yang mendasar. Contoh kecil lainnya ; kelompok keluarga yang
menurunkan nilai-nilai dan pola-pola pandangan hidup. Setidaknya sebagai pondasi
Universitas Sumatera Utara
awalmeskipun pada akhirnya nanti terjadi proses pencampuran apa yang diterima dari
luar dan keluarga.
Segala sesuatu yang menjadi faktor umum tentu saja tidak akan berarti tanpa
adanya faktor penerimaan dari individu yang bersangkutan. Dan semua hal yang
dilakukan oleh individu sebenarnya bergantung pada sebuah nilai. Didalam
masyarakat yang terus berkembang, nilaipun secara beriringan pun turut berubah.
Pergeseran nilai dalam bentuk ini juga mempengaruhi pola pikir, eksistensi diri serta
jalan hidup seseorang. Lewat proses-proses sosialisasi individu-individu masyarakat
belajar memahami dan mengetahui tingkah. Artinya hanya lewat proses sosialisasi
itulah, seseorang dapat menerima,memilah, dan membentuk dirinya sendiri. Pertamatama diaaktif menginterpretasikan makna dari apa-apa yang disampaikan kepadanya,
atau apa apa makna yang dia saksikan atau hayati. Pada langkah selanjutnya dia aktif
meresapkan dan mengorganisir hasil interpretasinya itu ke dalam ingatan,perasaan
dan batinnya hingga pada perilaku.
Universitas Sumatera Utara
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
KESIMPULAN
Setelah membahas mengenai tokoh utama Watanabe dan kehidupannya dalam skripsi
yang berjudul “Analisis Sosiologis Kehidupan Sosial tokoh Watanabe dalam novel
Norwegian Wood karya Haruki Murakami, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Novel Norwegian Wood merupakan hasil karya Haruki Murakami yang menceritakan
tentang bagaimana kehidupan sosial yang dilakukan oleh tokoh Watanabe. Dimana
kehidupan sosial didalamnya sama seperti kehidupan anak muda lainnya. Mabukmabukkan, cabut pelajaran, tidak menjaga kebersihan asrama, segala tindakan
menyimpang seperti nonconform dan asosial yang terdapat dalam kehidupan sosial
tokoh Watanabe. Hubungan interaksi antara Watanabe dengan teman dekatnya,
dengan sahabat-sahabatnya mulai dari yang menjalin hubungan akrab hingga tidak,
yang dimana membuat warna dalam hari-hari kehidupan Watanabe.
2. Tokoh dalam novel dapat menjadi sebuah pelajaran tentang kehidupan sosial yang
seiring terjadi. Tokoh Watanabe yang dimana mengalami banyak fase sulit. Kematian
sahabat, teman dekat, kisah cinta yang gagal bukan menjadikan dia sama seperti
teman-temanya yang bunuh diri di akhirnya, malahan sang tokoh Watanabe tetap
melanjutkan hidupnya dan mengubur masa lalunya yang kelam. Walau dia terikut
dalam penyimpangan sosial yang ada di dalam novel tetapi dia masih mampu untuk
mengontrol dirinya untuk tidak sampai melakukan tahap penyimpangan asosial
seperti bunuh diri ;layaknya yang lainnya.
Universitas Sumatera Utara
3. Dari analisis yang dilakukan dapat diketahui bahwa adanya interaksi yang baik
kepada satu tokoh dengan lainnya seperti hubungan antar tokoh Watanabe dengan
Naoko yang dimana kedua tokoh memiliki interaksi hubungan yang baik layaknya
teman dekat. Adapun hubungan tokoh Watanabe dengan Midori malah berbeda dari
tokoh Naoko.
4. Adanya bentuk penyimpangan sosial sendiri yang terjadi dalam kehidupan tokoh
Watanabe adalah dalam bentuk penyimpangan nonconform serta
Asosial. Bentuk penyimpangan Nonconform yang terdapat adalahtidak menjaga
kebersihan atau membuang sampah sembarangan, tidak mendengarkan ketika di
absen serta menyalakan radio sekeras-kerasnya dilingkungan asrama. Adapun bentuk
penyimpangan asosial sendiri adalah
Seks bebas,mabuk-mabukan dan penyimpangan anak muda lainnya.
SARAN
Dengan melihat segala kondisi sosial yang terdapat dalam novel “Norwegian Wood”
yakni seperti bebasnya kehidupan kaum muda dalam bentuk interaksi dan penyimpangan
sosialnya, penulis berharap agar setiap kita mampu mengontrol diri sendiri didalam kerasnya
kehidupan , bersifat pantang menyerah untuk maju dengan tetap mematuhi aturan-aturan
norma yang masih berlaku dilingkungan masyarakat.
Semoga skripsi ini dapat menjadi refrensi bagi para pembaca dan menjadi bahan yang
berguna bagi penelitian yang lebih mendalam tentang kehidupan sosial yang terjadi dalam
tokoh cerita fiksi khusunya novel.
Universitas Sumatera Utara
Download