84 BAB IV KESIMPULAN Novel Al-Rajul Al-Ladzi

advertisement
BAB IV
KESIMPULAN
Novel Al-Rajul Al-Ladzi Amana mempunyai struktur yang homolog dengan
pandangan dunia yang diekspresikannya. Oposisi yang dibangun dari dua kutub yang
berbeda, yakni Timur dan Barat, yang kemudian berlanjut menjadi oposisi antara
hidup dalam totalitas ajaran Tuhan atau totalitas mengikuti keinginan manusia, dan
manusia hidup untuk memilih di antara kedua alternatif pilihan tersebut.
Goldmann menyiratkan bahwa, hanya karya sastra besar yang berbau
sosiologis dan filsafat saja yang pantas ditelaah. Maka, dapat dikatakan bahwa karya
ini adalah karya yang besar, karena mengekspresikan pandangan dunia yang
menyatakan jika keyakinan dan ideologi—dengan semua unsur utamanya—harus
tercermin konsepsi tentang hakikat ketuhanan, hakikat alam semesta baik fisik
maupun metafisika, hakikat kehidupan baik natural maupun supranatural, dan
hakikat manusia. Harus tercermin pula segala keterkaitan yang ada di antara semua
hakikat tersebut, di samping hubungan timbal-balik manusia dengannya.
Hukum Tuhan untuk manusia dalam bentuk manifestasinya yang terakhir
diwakili oleh Islam, sama seperti hukum alam yang mengatur kosmos, sehingga
keteraturan alam kosmos karena adanya hukum alam (natural low) yang
mengaturnya, sama dengan hukum Tuhan dalam bentuk syari’at Islam yang
mengatur manusia sehingga dapat menjadikan manusia teratur layaknya alam
kosmos yang teratur dengan adanya hukum alam tersebut. Dengan hukum Tuhan,
manusia bukan hanya teratur dalam hubungannya dengan sesama manusia, akan
84
85
tetapi juga teratur dengan alam kosmos yang mengitarinya atau tempat di mana ia
tinggal.
Sedangkan hukum-hukum ataupun metode-metode yang mengatur peradaban
manusia jika dibuat oleh manusia, maka dengan segala kelemahannya sedikit atau
banyak dapat berbenturan dengan fitrah manusia itu sendiri. Hal itu karena
keterbatasan manusia dalam mengetahui tentang hakikat di balik segala sesuatu dan
manusia hanya bisa memahami segala yang riil di dunia. Adapun keterbatasan
lainnya adalah tidak dapat berlaku adilnya manusia dalam penyusunan metode untuk
membangun peradabannya. Hal ini dapat dilihat dari peradaban-peradaban buatan
manusia; baik itu yang terjadi di masa lalu maupun di era modern sekarang ini, yang
tidak bisa terlepas sepenuhnya dari keberpihakan peradaban tersebut kepada suatu
golongan ataupun suku-suku dan strata tertentu dari masyarakatnya.
Adapun tentang struktur novel yang dianalisis dalam penelitian ini, pertamatama yang dilakukan adalah mengelompokan tokoh-tokohnya ke dalam beberapa
bagian yaitu, Tuhan, dunia, dan manusia. Tokoh yang merepresentasikan Tuhan
adalah Syekh Id al-Husaini, hal ini karena tokoh ini merepresentasikan nilai-nilai
ketuhanan dalam cerita novel ini. Secara fungsional di dalam cerita, tokoh Syekh Id
sebagai Tuhan, adapun nilai-nilai ketuhanan yang direpresentasikan oleh sang Syekh
adalah nilai-nilai ketuhanan yang substansial menurut penulis novelnya. Jadi, Tuhan
yang struktural membawa nilai-nilai ketuhanan yang substansial menurut penulis
novel.
Tokoh yang merepresentasikan dunia adalah Sofia, karena tokoh ini
mengamalkan nilai-nilai keduniaan dalam hidupnya. Nilai-nilai keduniaan yang
86
dimaksud dalam novel ini adalah nilai-nilai yang tidak berasal dari Tuhan, dengan
kata lain nilai-nilai yang berasal dari manusia sendiri. Dalam pandangan dunia,
metode dan undang-undang buatan manusia sedikit atau banyak berbenturan dengan
fitrah manusia. Hal inilah yang terlihat dalam diri seorang Sofia. Kehidupan Sofia
yang tidak mengenal batasan dari ajaran Tuhan, karena yang ada dalam benaknya
adalah segala sesuatu yang dapat membuatnya bahagia; materi dan hiburan malam;
kebahagiaan semu yang tanpa ia sadari merontokkan nilai-nilai kemanusiaan yang
ada dalam dirinya.
Adapun tokoh yang dipilih menjadi manusia dalam novel ini adalah Iryan dan
Syams, maka tokoh-tokoh yang menjadi manusia memilih di antara dua alternatif,
yakni menjadi Tuhan atau menjadi Dunia. Menjadi Tuhan dalam artian hidup secara
totalitas mengikuti ajaran, batasan-batasan, metode, maupun undang-undang Tuhan
dalam segala aktivitas kehidupannya, sedangkan menjadi Dunia adalah hidup dengan
menafikan hukum maupun undang-undang Tuhan, dan berjalan dengan segala
kemauan dan kehendaknya. Hanya dua alternatif tersebut yang menjadi pilihan
manusia, tidak ada alternatif ketiga seperti, mengikuti Tuhan sebagian dan dunia
sebagian yang lainnya; sebagaimana yang dijelaskan dalam pandangan dunia yakni
totalitas dalam mengikuti metode dan undang-undang Tuhan atau mengikuti metode
dan undang-undang buatan manusia.
Iryan, yang awalnya mengikuti metode dan undang-undang buatan manusia
dalam hidupnya melihat ada yang aneh dalam pandangannya, misalnya memuji dan
mengagungkan nama Tuhan dengan memakai jubah keimanan di tempat ibadah,
kemudian melepas jubah keimanan tersebut ketika berada di luarnya, seakan jubah
87
keimanan itu dipakai hanya ketika berada di tempat ibadah. Adapun dalam
kehidupan bermasyarakat, Iryan melihat seakan orang-orang kecil dan yang memiliki
kekurangan dalam segi materi hanya menjadi penonton dalam kehidupan dunia,
sedangkan golongan yang berada di atasnya menjadi pengatur kehidupan dalam
berbagai hal seperti kebijakan ekonomi, politik, maupun keamanan. Sedangkan yang
tidak mempunyai materi, tidak ada jaminan keamanan baginya, karena segala
sesuatunya tidak ada yang gratis. Beginilah jika peradaban menyembah dan bersujud
di hadapan materi atau peradaban yang meletakkan materi di atas nilai-nilai
kemanusiaan.
Kemudian setelah Iryan memeluk Islam, dengan berusaha memahami dan
menjalankan ajaran-ajarannya secara totalitas baik dari segi ibadah maupun
muamalah (tingkah laku), ia melihat bahwa Islam memuliakan manusia dan
mengangkat derajatnya dengan kemuliaan itu, mengakui fitrah dan kemuliaan
manusia sehingga tidak menjatuhkan manusia ke dalam derajat hewan, dan juga
tidak meninggikan manusia sampai ke derajat dewa. Memuliakan manusia dan
mengangkat derajatnya bukan berarti menafikan pentingnya materi dalam kehidupan
manusia, hanya saja materi dipandang sebagai kebutuhan manusia, bukan tujuan dari
penciptaannya.
Islam dan Tuhan dalam pandangan Ikhwanul Muslimin layaknya dua sisi
mata uang yang tidak dapat dipisahkan antara satu sisi dan sisi lainnya, karena Islam
adalah manifestasi dari metode dan perundang-undangan Tuhan untuk manusia di
dunia. Begitu juga halnya antara Islam dan Ikhwanul Muslimin, karena kelompok ini
mempunyai pandangan jika metode dan perundang-undangan Tuhan adalah metode
88
dan perundang-undangan yang paling sempurna untuk manusia, sedangkan metode
dan perundang-undangan Tuhan terejawantahkan dalam ajaran-ajaran dan pesanpesan yang termuat di dalam Islam.
Adapun ajaran-ajaran dan pesan-pesan Tuhan yang termuat di dalam Islam
tertulis dalam inti pokok ajaran Islam yakni, Al-Qur’an dan Sunnah (hadits Nabi).
Oleh karena itu, organisasi Ikhwanul Muslimin menyemarakkan umat Islam untuk
kembali kepada ajaran pokok dari Islam itu sendiri yakni Al-Qur’an dan Sunnah.
Kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah berarti kembali mengkajinya, karena ia
adalah kalam Ilahy (perkataan Tuhan) yang tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk
oleh hujan, dalam artian ia selalu sesuai dengan segala zaman dan segala konteks
kehidupan manusia.
Download