BAB IV KESIMPULAN Novel Al-Rajul Al-Ladzi Amana mempunyai struktur yang homolog dengan pandangan dunia yang diekspresikannya. Oposisi yang dibangun dari dua kutub yang berbeda, yakni Timur dan Barat, yang kemudian berlanjut menjadi oposisi antara hidup dalam totalitas ajaran Tuhan atau totalitas mengikuti keinginan manusia, dan manusia hidup untuk memilih di antara kedua alternatif pilihan tersebut. Goldmann menyiratkan bahwa, hanya karya sastra besar yang berbau sosiologis dan filsafat saja yang pantas ditelaah. Maka, dapat dikatakan bahwa karya ini adalah karya yang besar, karena mengekspresikan pandangan dunia yang menyatakan jika keyakinan dan ideologi—dengan semua unsur utamanya—harus tercermin konsepsi tentang hakikat ketuhanan, hakikat alam semesta baik fisik maupun metafisika, hakikat kehidupan baik natural maupun supranatural, dan hakikat manusia. Harus tercermin pula segala keterkaitan yang ada di antara semua hakikat tersebut, di samping hubungan timbal-balik manusia dengannya. Hukum Tuhan untuk manusia dalam bentuk manifestasinya yang terakhir diwakili oleh Islam, sama seperti hukum alam yang mengatur kosmos, sehingga keteraturan alam kosmos karena adanya hukum alam (natural low) yang mengaturnya, sama dengan hukum Tuhan dalam bentuk syari’at Islam yang mengatur manusia sehingga dapat menjadikan manusia teratur layaknya alam kosmos yang teratur dengan adanya hukum alam tersebut. Dengan hukum Tuhan, manusia bukan hanya teratur dalam hubungannya dengan sesama manusia, akan 84 85 tetapi juga teratur dengan alam kosmos yang mengitarinya atau tempat di mana ia tinggal. Sedangkan hukum-hukum ataupun metode-metode yang mengatur peradaban manusia jika dibuat oleh manusia, maka dengan segala kelemahannya sedikit atau banyak dapat berbenturan dengan fitrah manusia itu sendiri. Hal itu karena keterbatasan manusia dalam mengetahui tentang hakikat di balik segala sesuatu dan manusia hanya bisa memahami segala yang riil di dunia. Adapun keterbatasan lainnya adalah tidak dapat berlaku adilnya manusia dalam penyusunan metode untuk membangun peradabannya. Hal ini dapat dilihat dari peradaban-peradaban buatan manusia; baik itu yang terjadi di masa lalu maupun di era modern sekarang ini, yang tidak bisa terlepas sepenuhnya dari keberpihakan peradaban tersebut kepada suatu golongan ataupun suku-suku dan strata tertentu dari masyarakatnya. Adapun tentang struktur novel yang dianalisis dalam penelitian ini, pertamatama yang dilakukan adalah mengelompokan tokoh-tokohnya ke dalam beberapa bagian yaitu, Tuhan, dunia, dan manusia. Tokoh yang merepresentasikan Tuhan adalah Syekh Id al-Husaini, hal ini karena tokoh ini merepresentasikan nilai-nilai ketuhanan dalam cerita novel ini. Secara fungsional di dalam cerita, tokoh Syekh Id sebagai Tuhan, adapun nilai-nilai ketuhanan yang direpresentasikan oleh sang Syekh adalah nilai-nilai ketuhanan yang substansial menurut penulis novelnya. Jadi, Tuhan yang struktural membawa nilai-nilai ketuhanan yang substansial menurut penulis novel. Tokoh yang merepresentasikan dunia adalah Sofia, karena tokoh ini mengamalkan nilai-nilai keduniaan dalam hidupnya. Nilai-nilai keduniaan yang 86 dimaksud dalam novel ini adalah nilai-nilai yang tidak berasal dari Tuhan, dengan kata lain nilai-nilai yang berasal dari manusia sendiri. Dalam pandangan dunia, metode dan undang-undang buatan manusia sedikit atau banyak berbenturan dengan fitrah manusia. Hal inilah yang terlihat dalam diri seorang Sofia. Kehidupan Sofia yang tidak mengenal batasan dari ajaran Tuhan, karena yang ada dalam benaknya adalah segala sesuatu yang dapat membuatnya bahagia; materi dan hiburan malam; kebahagiaan semu yang tanpa ia sadari merontokkan nilai-nilai kemanusiaan yang ada dalam dirinya. Adapun tokoh yang dipilih menjadi manusia dalam novel ini adalah Iryan dan Syams, maka tokoh-tokoh yang menjadi manusia memilih di antara dua alternatif, yakni menjadi Tuhan atau menjadi Dunia. Menjadi Tuhan dalam artian hidup secara totalitas mengikuti ajaran, batasan-batasan, metode, maupun undang-undang Tuhan dalam segala aktivitas kehidupannya, sedangkan menjadi Dunia adalah hidup dengan menafikan hukum maupun undang-undang Tuhan, dan berjalan dengan segala kemauan dan kehendaknya. Hanya dua alternatif tersebut yang menjadi pilihan manusia, tidak ada alternatif ketiga seperti, mengikuti Tuhan sebagian dan dunia sebagian yang lainnya; sebagaimana yang dijelaskan dalam pandangan dunia yakni totalitas dalam mengikuti metode dan undang-undang Tuhan atau mengikuti metode dan undang-undang buatan manusia. Iryan, yang awalnya mengikuti metode dan undang-undang buatan manusia dalam hidupnya melihat ada yang aneh dalam pandangannya, misalnya memuji dan mengagungkan nama Tuhan dengan memakai jubah keimanan di tempat ibadah, kemudian melepas jubah keimanan tersebut ketika berada di luarnya, seakan jubah 87 keimanan itu dipakai hanya ketika berada di tempat ibadah. Adapun dalam kehidupan bermasyarakat, Iryan melihat seakan orang-orang kecil dan yang memiliki kekurangan dalam segi materi hanya menjadi penonton dalam kehidupan dunia, sedangkan golongan yang berada di atasnya menjadi pengatur kehidupan dalam berbagai hal seperti kebijakan ekonomi, politik, maupun keamanan. Sedangkan yang tidak mempunyai materi, tidak ada jaminan keamanan baginya, karena segala sesuatunya tidak ada yang gratis. Beginilah jika peradaban menyembah dan bersujud di hadapan materi atau peradaban yang meletakkan materi di atas nilai-nilai kemanusiaan. Kemudian setelah Iryan memeluk Islam, dengan berusaha memahami dan menjalankan ajaran-ajarannya secara totalitas baik dari segi ibadah maupun muamalah (tingkah laku), ia melihat bahwa Islam memuliakan manusia dan mengangkat derajatnya dengan kemuliaan itu, mengakui fitrah dan kemuliaan manusia sehingga tidak menjatuhkan manusia ke dalam derajat hewan, dan juga tidak meninggikan manusia sampai ke derajat dewa. Memuliakan manusia dan mengangkat derajatnya bukan berarti menafikan pentingnya materi dalam kehidupan manusia, hanya saja materi dipandang sebagai kebutuhan manusia, bukan tujuan dari penciptaannya. Islam dan Tuhan dalam pandangan Ikhwanul Muslimin layaknya dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan antara satu sisi dan sisi lainnya, karena Islam adalah manifestasi dari metode dan perundang-undangan Tuhan untuk manusia di dunia. Begitu juga halnya antara Islam dan Ikhwanul Muslimin, karena kelompok ini mempunyai pandangan jika metode dan perundang-undangan Tuhan adalah metode 88 dan perundang-undangan yang paling sempurna untuk manusia, sedangkan metode dan perundang-undangan Tuhan terejawantahkan dalam ajaran-ajaran dan pesanpesan yang termuat di dalam Islam. Adapun ajaran-ajaran dan pesan-pesan Tuhan yang termuat di dalam Islam tertulis dalam inti pokok ajaran Islam yakni, Al-Qur’an dan Sunnah (hadits Nabi). Oleh karena itu, organisasi Ikhwanul Muslimin menyemarakkan umat Islam untuk kembali kepada ajaran pokok dari Islam itu sendiri yakni Al-Qur’an dan Sunnah. Kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah berarti kembali mengkajinya, karena ia adalah kalam Ilahy (perkataan Tuhan) yang tidak lekang oleh panas dan tidak lapuk oleh hujan, dalam artian ia selalu sesuai dengan segala zaman dan segala konteks kehidupan manusia.