PENGARUH UMUR TRANSPLANTASI STEK DAN KONSENTRASI AUKSIN PADA PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.) R. Noeriwan Budi S., I.K., Prasetyo, Eny Dyah Yuniwati1 Fakultas Pertanian, Universitas Wisnuwardhana Email: [email protected] Abstract Rendahnya ketersediaan benih kentang yang bermutu menyebabkan harga benih kentang G4 di pasaran sebesar Rp. 20.000/kg, sehingga dengan kebutuhan 1,5 ton/ha maka petani mengalokasikan Rp. 30jt/ha untuk pengadaan benih kentang atau 60 % dari biaya produksi. Alternatif lain selain penggunaan benih umbi yaitu dengan perbanyakan vegetatif cara stek pucuk. Tujuannya untuk mendapatkan bibit tanaman kentang dalam waktu singkat yang mempunyai kualitas sama dengan indukannya. Akan tetapi pelaksanaannya, petani belum banyak mengetahui pada umur berapa bibit kentang stek itu siap tanam, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui umur transplantasi yang sesuai di lapang dan penambahan auksin untuk merangsang pembentukan akar dan membantu kesiapan tanam kentang. Penelitian dilakukan di rumah kaca yang bertempat di Dusun Ngadirejo, desa Tutur, Kecamatan Nongkojajar, Kabupaten Malang. Lokasi mempunyai ketinggian tempat 1700 dpl. Penelitian dilakukan mulai bulan April sampai dengan Juli akhir 2014. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan Faktorial. Penelitian dilakukan dalam 3 ulangan dengan perlakuan utama adalah umur transplantasi yang dibagi 3 macam yaitu P1: 2 MSS (minggu setelah stek), P2: 3 MSS, P3: 4 MSS yang didalamnya ada penambahan konsentrasi larutan auksin yaitu Z-1: 1,87 mg , Z-2: 3,74 mg , Z-3 : 5,61 mg dan Z4 : 0 mg (kontrol). Hasil analisis statistik didapat bahwa umur transplantasi 3 MSS (P2) menunjukan umur optimal untuk di transplantasikan ke lahan. Penambahan auksin pada tahap pembibitan berpengaruh nyata pada masing-masing perlakuan umur transplantasi dan membantu kesiapan tanam pada tahap transplantasi. Berat umbi panen terbanyak dimiliki oleh perlakuan P2-Z2 (3 MSS+3,74 mg) 7,25 g dan P2-Z1 (3 MSS+1,87 mg) 6,69 g. Keywords: Kentang, Waktu transplantasi, Stek pucuk, Auksin Selain itu, peningkatan produksi juga dikarenakan adanya ketersediaan benih dalam bentuk bibit stek kentang yang berkualitas waktu musim tanam sehingga petani tidak harus menunggu lama. Benih adalah kunci sukses budidaya kentang. Selama ini benih diperoleh dari hasil yang turun temurun. Ketersediaan benih kentang bermutu di Indonesia hanya mencapai 7,4 % dari total kebutuhan 140.000 ton per tahun, termasuk import benih kentang (Deptan, 2012), sehingga rata-rata produksi nasional baru mencapai 12 ton/ha dan jauh di bawah potensi hasil sebesar 40 ton/ha. Rendahnya ketersediaan benih menyebabkan mahalnya harga benih di pasaran yaitu Rp. 20.000/kg benih G4 (dengan kebutuhan 1,5 ton/ha atau Rp. 30jt/ha atau 60 % dari biaya produksi). Harga benih kentang di tingkat petani Batu 1. PENDAHULUAN Kentang merupakan alternatif makanan pokok yang mendapatkan prioritas pemerintah untuk dikembangkan sebagai mendukung subtitusi kebutuhan beras. Dengan nilai ekonomi yang menjanjikan, berumur pendek (3 bulan), dengan tingkat produksi 30 ton/ha dengan harga jual petani Rp. 5.000 diperoleh Rp. 150 jt/ha/musim, kentang salah satu komoditas paling prospektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyakarat khususnya di daerah dataran tinggi (Baharuddin dkk., 2012). Menurut BPS (2014) mengemukakan bahwa produksi kentang Jawa Timur 2 tahun terakhir mengalami kenaikan, yaitu Tahun 2011 produksi kentang sebanyak 85.521 ton sedang tahun 2012 sebanyak 162.039 ton. Peningkatan ini dikarenakan pertambahan luas panen sekitar 3.828 ha dari tahun sebelumnya. 102 103 PRIMORDIA VOLUME 12, NOMOR 2, OKTOBER 2016 dan Nongkojajar umbi panen berkisar Rp.15.000 – Rp. 18.000 /kg. Harga ini lebih murah karena petani mengambil benih saat panen kentang secara langsung, dan umbi di perlakukan seed treatment oleh petani sendiri. Produksi benih kentang varietas Granola sebesar Rp. 66,5 juta/ha atau 1,73 kali lipat dibandingkan usaha kentang konsumsi. Kebutuhan benih kentang nasional (2005) mencapai 114,894 ton dan baru bisa dipenuhi 5,508 ton (4,79%) dari dalam negeri (Sinar Tani, 2006). Artinya permintaan benih kentang sangat besar dan tidak dapat dipenuhi dari benih umbi saja. Untuk mendapatkan benih umbi siap tanam petani harus menunggu 3 bulan setelah musim tanam. Dengan perbanyakan stek, ketersediaan bibit kentang dengan kualitas sama induknya dapat tercukupi. Bahan stek kentang untuk perbanyakan biibit berasal dari bagian pucuk tanaman. Pemakaian stek pucuk sebagai bibit belum banyak diminati petani, karena petani masih belum mengetahui pada umur berapa hari bibit kentang bisa ditransplantasikan. Umur transplantasi bibit sangat berhubungan dengan kesiapan tanam. Umur transplantasi stek yang didapat dapat menjadi petunjuk masyarakat tani dalam melakukan budidaya tanaman kentang dan mengurangi ketergantungan akan benih umbi. Untuk mempersiapkan umur transplantasi stek yang cepat dan memiliki pertumbuhan normal maka penambahan hormon auksin pada awal pembibitan diharapkan dapat memacu pertumbuhan akar dan tunas daun. Auksin berperan dalam pembelahan sel, pemanjangan sel dan differensiasi sel. Perbanyakan tanaman dengan stek yang dipadukan dengan pemberian konsentrasi auksin (ZPT) merupakan cara alternatif yang diharapkan dapat menyediakan kebutuhan benih sehat dan berkualitas dalam waktu cepat. Perkembangan Generasi Turunan Kentang Umbi yang dihasilkan oleh planlet ataupun mother plant disebut sebagai umbi G0/ basic seed A atau umbi mini, sedang dari penanaman umbi G0 diperoleh umbi G-1/ basic seed B. Selanjutnya dari penanaman G-1 dihasilkan umbi G-2 /foundation seed dan dari G-2 dihasilkan umbi G-3/ stock seed. Apabila kualitas G-3 masih bagus dengan syarat tingkat serangan penyakit rendah maka dilanjutkan untuk menghasilkan G-4/ extension seed. Penanaman umbi G-0 dan G-1 dilakukan dirumah kaca dengan media tanam steril dan lingkungan yang terisolir hama dan penyakit tanaman, sedang G-2, G-3 dan G-4 di tanam di lapang (Wardiyati, 2003). Penelitian perbanyakan stek kentang mulai dilakukan, sebagai upaya mengatasi kerbatasan bibit kentang akan benih umbi maka dilakukan suatu upaya perbanyakan tanaman kentang dengan cara stek pucuk. Alur perbanyakan benih kentang sebagai berikut: Perbanyakan produk benih kentang dilakukan dengan pemanfaatan metode bioteknologi kultur jaringan. Teknik kultur jaringan adalah suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman, seperti protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan, dan organ, serta menumbuhkannya dalam kondisi aseptik sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman lengkap (Gunawan, 1987). Dilanjutkan dengan aklimatisasi yaitu pemindahan plantlet dari lingkungan in vitro ke lingkungan semi steril di rumah kaca. Pada tahap ini plantlet diadaptasikan dari lingkungan heterotrof ke lingkungan autorotrof dann induksi untuk membentuk tunas sebagai R.Noerriwan Budi S, IK. Prasetyo, Eny Dyah Y Pengaruh Umur Transplantasi. 104 bahan stek yang siap tanam (Rainiyati,dkk, 2011). Perbanyakan stek selanjutnya dengan cara stek pucuk yang dipanen setelah kentang berumur 1 bulan yang dapat dilakukan dengan selang waktu 2 minggu (Karjadi dan Buchory, 2008). Penggunaan teknik perbanyakan stek di samping meningkatkan jumlah stek yang berkualitas, juga untuk mempersingkat masa penyediaan benih (Suyamto dkk, 2005). Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan suatu cara perbanyakan tanaman menggunakan bagian-bagian tanaman seperti batang, cabang, ranting, pucuk, daun, umbi dan akar untuk menghasilkan tanaman baru yang sama dengan induknya. Perbanyakan tanaman secara vegetatif itu tanpa melalui perkawinan atau tidak menggunakan biji dari tanaman induk (BPTH, 2009). Beberapa cara perbanyakan vegetatif antara lain dengan cara okulasi, cangkok dan stek batang. Stek (cutting atau stuk) atau potongan adalah menumbuhkan bagian atau potongan tanaman, sehingga menjadi tanaman baru. Keuntungan pembibitan secara vegetatif antara lain keturunan yang didapat mempunyai sifat genetik sama dengan induknya, tidak memerlukan peralataan khusus, alat dan teknik yang tinggi kecuali untuk produksi bibit dalam skala besar, produksi bibit tidak tergantung pada ketersediaan benih/musim buah, bisa dibuat secara kontinyu dengan mudah sehingga dapat diperoleh bibit dalam jumlah yang cukup banyak, meskipun akar yang dihasilkan dengan cara vegetatif pada umumnya relatif dangkal, kurang beraturan dan melebar, namun lama kelamaan akan berkembang dengan baik seperti tanaman dari biji, umumnya tanaman akan lebih cepat bereproduksi dibandingkan dengan tanaman yang berasal dari biji (Pudjiono, 1996). Selain itu, tanaman yang berasal dari perbanyakan secara vegetatif lebih cepat berbunga dan berbuah. Kelemahan dari perbanyakan tanaman secara vegetatif, adalah membutuhkan pohon induk yang lebih besar dan banyak, sehingga membutuhkan biaya yang cukup tinggi (BPTH, 2009). Peranan Auksin terhadap pertumbuhan akar Zat pengatur tumbuh sintetis yang dikenal salah satunya Rootone F. Zat pengatur tumbuh ini berbentuk tepung berwarna putih yang terkandung di dalamnya merupakan golongan auksin. Auksin merupakan substansi yang merangsang perpanjangan sehingga dapat meningkatkan pembentukan perakaran dan tunas tanaman (Munawaroh, 2004). Zat pengatur tumbuh sintetis ini mengandung naftalene asetamida (NAD) 0,067%, metil-1- naftalene asetamida (mNAD) 0,013% , metil-1- naftalene asetic acid (MNAA) 0,003% dan Indole-3-butirat 0,057%. Indol-3-butirat atau IBA adalah suatu senyawa auksin sintetis yang mempunyai keaktifan biologis dan dipergunakan sebagai hormon akar untuk mendorong pertumbuhan akar pada stek (Wattimena, 1988). Auksin digunakan secara komersial di dalam perbanyakan vegetatif tumbuhan melalui stek, baik stek daun dan batang, yang diberi serbuk pengakaran yang mengandung auksin, seringkali menyebabkan terbentuknya akar adventif dekat permukaan potongan (Dewi, 2008) Torrey (1950) dalam Wilkins (1989) menerangkan, salah satu respon pertama sebagai ciri auksin adalah mendorong pembentukan akar. Daun muda dan kuncup dipangkas, jumlah pembentukan akar samping berkurang, penginduksian auksin akan merangsang kemampuan pembentukan akar kembali. Penambahan auksin pada stek kentang akan mempercepat pertumbuhan akar adventif dan panjang akar tanaman. Dengan pertumbuhan akar diharapkan bibit akan siap tanam dan mempercepat waktu tanam serta menyediakan bibit kentang sesuai musim tanamnya. 105 PRIMORDIA VOLUME 12, NOMOR 2, OKTOBER 2016 2. METODE PENELITIAN Bahan dan Alat Bahan yang digunakan ialah plantlet tanaman kentang jenis Granola yang telah melalui aklimatisasi, Rootone F sebagai bahan auksin, media tanam. pupuk kandang, pestisida dan air. Bahan tanaman berasal dari tanaman yang sehat dan tidak terkena serangan penyakit.. Alat yang digunakan pada penelitian ialah bak semai, polybag, gunting potong, pisau cutter, penggaris, sprayer, oven, kertas label, alat tulis, kamera dan ember. Tempat Penelitian dilakukan di rumah kaca yang bertempat di Dusun Ngadirejo, desa Tutur, Kecamatan Nongkojajar, Kabupaten Malang. Lokasi mempunyai ketinggian tempat 1700 dpl. Penelitian dilakukan mulai bulan April sampai dengan Juli akhir 2014 Metode Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini ialah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan Faktorial. Penelitian dilakukan dalam 3 ulangan dengan perlakuan utama adalah umur pindah tanaman yang dibagi 3 macam yaitu P1: 2 MSS (minggu setelah stek), P2: 3 MSS, P3: 4 MSS yang didalamnya masing-masing akan diperlakukan konsentrasi larutan auksin yaitu Z-1: 1,87 mg, Z-2: 3,74 mg , Z-3 : 5,61 mg dan Z4 : 0 mg (kontrol). Kandungan bahan aktif IBA dan NAA dalam Rootone F: 0,17%. Masing-masing ulangan berjumlah 12 perlakuan. Stek yang ditanam per perlakuan berjumlah 20 tanaman. Jadi satu ulangan total jumlahnya adalah 240 tanaman. Kode rancangan percobaan faktorial pada rancangan acak lengkap adalah : Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + €ijk Dimana: Yijk = pengamatan pada satuan percobaan ke-K yang memperoleh kombinasi perlakuan taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-J dari faktor B μ = nilai tengah umum αi = pengaruh taraf ke-i dari faktor A βj = pengaruh taraf ke-j dari faktor B (αβ)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B €ijk = pengaruh acak (galat percobaan) taraf ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari faktor B pada ulangan yang ke-k. €ij~N (0,σ2) Data hasil pengamatan di analisis dengan uji F, jika berbeda nyata dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple Range Test (DMRT) pada taraf nyata 5%. Pembibitan Media yang digunakan pupuk kandang yang jauh hari sebelumnya telah di sterilkan pada suhu 100 oC. Setelah dingin media dimasukan pada plastik semai. Ukuran plastik semai lebih kurang mempunyai ketinggian 5 cm dan diameter 4 cm. Media kemudian disiram. Stek yang dipotong adalah bagian pucuk tanaman yang telah berumur lebih dari 1 bulan, sepanjang 5 cm yang menyisakan 3 ruas daun. Batang dipotong menggunakan alat potong. Untuk mengurangi penguapan 3 daun tersisa dipotong sebagian daunnya. Stek yang telah siap direndam pada larutan yang sudah dipersiapkan. Larutan dibuat sesuai masingmasing perlakuan. Pencelupan dilakukan selama 1 menit dan selanjutnya stek ditanam. Transplantasi Polibag yang telah diisi media tanam dengan ukuran polibag yang dipergunakan adalah 25 cm x 35 cm. Media yang dimasukan berupa campuran tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1. Penyiapan media tanam transpalnting ini dilakukan 1 minggu sebelum tanam. Media yang sudah masuk polibag setiap hari perlu disiram dan di semprot dengan bakterisida. Transplantasi dilakukan sesuai waktu perlakuan yakni 2 MSS (minggu setelah stek), 3 MSS dan 4 MSS. Bibit stek dibawa menggunakan nampan per perlakuan untuk menghindari kekeliruan saat tanam. Pada saat penanaman, plastik bibit disobek dari samping dan dilakukan dengan sangat hati-hati. Ini dikarenakan, perakaran bibit kentang yang R.Noerriwan Budi S, IK. Prasetyo, Eny Dyah Y Pengaruh Umur Transplantasi. 106 mudah patah. Setelah di pindah tanam, tanaman disiram setiap pagi dan di sore hari seandainya cuaca tampak panas/kering. 3. HASIL DAN PEMBAHASAN Tahap Pembibitan Persentase Tumbuh Perlakuan 2 MSS + 1,87 mg memiliki persentase bibit hidup sebesar 90%. Persentase bibit tumbuh sebesar 100% pada umur tanam 3 minggu dalam perlakuan 3 MSS didapat pada konsentrasi 3,74 mg dan 5,61 mg seperti terlihat dalam Tabel 1. Tabel 1. Persentase tumbuh stek tahap pembibitan Perlakuan Persentase tumbuh 2 mss + 1,87 mg 90,0 a 2 mss + 3,74 mg 86,7 a 2 mss + 5,61 mg 86,7 a 3 mss + control 80,0 a 3 mss + 1,87 mg 90,0 a 3 mss + 3,74 mg 100,0 a 3 mss + 5,61 mg 100,0 a 3 mss + control 80,0 a 4 mss + 1,87 mg 86,7 a 4 mss + 3,74 mg 86,7 a 4 mss + 5,61 mg 93,3 a 4 mss + control 80,0 a Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan menggunakan uji Duncan. Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas dan biomas tanaman Jumlah tunas dengan perlakuan konsentrasi auksin 3,74 mg untuk 2 MSS menghasilkan jumlah tunas tertinggi yaitu 3,73 tunas, dan hal ini lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan lain dalam minggu yang sama. Pada perlakuan 4 MSS konsentrasi auksin 5,61 mg memiliki jumlah tunas terbanyak yaitu 4,9 buah. Berat biomas tanaman bibit pengaruh auksin pada masing umur tanam pada perlakuan 2 MSS + 3,74 mg 0,083 g, 3 MSS + 5,61 mg 0,11 g dan 4 MSS + 5,61 mg 0,16 g seperti dalam Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas dan biomas tanaman bibit stek pra tanam. Perlakuan 2 mss + 1,87 mg 2 mss + 3,74 mg 2 mss + 5,61 mg 3 mss + kontrol 3 mss + 1,87 mg 3 mss + 3,74 mg 3 mss + 5,61 mg 3 mss + kontrol 4 mss + 1,87 mg 4 mss + 3,74 mg 4 mss + 5,61 mg 4 mss + kontrol Tinggi tanaman (cm) Stek Pra Tanam Jumlah Jumlah Daun Tunas (lembar) (buah) 1,80 c Biomas tanaman (g) 0,071 de 0,083 cde 0,074 cde 3,40 e 8,13 bcd 3,57 de 9,43 ab 3,35 e 9,20 abc 3,80 de 10,20 a 5,82 bc 9,11 abc 5,53 bc 8,78 abc 6,20 ab 7,78 bcd 4,73 cd 7,78 bcd 5,60 bc 804 bcd 5,93 ab 6,75 d 7,07 a 8,80 abc 4,90 a 0,16 a 5,03 bc 7,33 cd 3,78 ab 0,098 bcde 3,73 ab 2,87 bc 3,00 bc 4,22 ab 3,33 abc 4,22 ab 4,11 ab 4,29 ab 4,31 ab 0,064 e 0,092 bcde 0,093 bcde 0,11 bcd 0,082 cde 0,14 ab 0,12 abc Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan menggunakan uji Duncan. Akar Pengaruh auksin 3,74 mg pada umur transplantasi 2 MSS memberikan jumlah akar terbanyak sebesar 7,2 buah dan untuk perlakuan 3 MSS pengaruh auksin hampir merata, demikian pula perlakuan 4 MSS. Pengamatan panjang akar, pengaruh auksin pada perlakuan 2 MSS + 3,74 mg, dan 4 MSS + 5,61 mg masing-masing menghasilkan panjang akar sebesar 3,66 cm dan 11,88 cm. Pengaruh auksin tertinggi terhadap pengamatan berat biomas akar didapat pada pemberian auksin 3 MSS + 5,61 mg dan 4 MSS + 5,61 mg (Tabel 3). 107 PRIMORDIA VOLUME 12, NOMOR 2, OKTOBER 2016 Tabel 3. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah, panjang dan biomas akar bibit stek pra tanam Perlakuan Stek Pra Tanam Tabel 4. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah, diameter dan berat umbi bibit stek pra tanam Perlakuan Jumlah akar (helai) Panjang akar (cm) Biomas akar (g) 2 mss + 1,87 mg 5,56 a 2,59 e 0,001 de 2 mss + 3,74 mg 7,20 a 3,66 be 0,004 de 2 mss + 5,61 mg 4,87 a 3,37 e 3 mss + kontrol 5,00 a 3 mss + 1,87 mg Jumlah umbi (buah) Stek Pra Tanam Diameter umbi (mm) Berat umbi (g) 2 mss + 1,87 mg 0,90 ab 0,427 d 0,12 c 2 mss + 3,74 mg 0,70 b 0,475 cd 0,18 c 0,002 de 2 mss + 5,61 mg 1,13 ab 0,740 bcd 0,24 c 2,51 e 0,001 e 3 mss + kontrol 1,00 ab 0,762 abcd 0,33 c 5,32 a 4,64 cde 0,008 de 3 mss + 1,87 mg 1,00 ab 0,934 ab 0,48 bc 3 mss + 3,74 mg 4,93 a 7,55 bc 3 mss + 3,74 mg 1,13 ab 1,173 a 0,63 bc 3 mss + 5,61 mg 5,00 a 7,51 bc 3 mss + 5,61 mg 0,80 b 0,860 abc 0,48 bc 3 mss + kontrol 6,20 a 6,90 bcd 3 mss + kontrol 0,93 ab 0,810 abcd 0,53 bc 4 mss + 1,87 mg 6,42 a 7,17 bc 0,022 ab 4 mss + 1,87 mg 1,08 ab 1,057 ab 1,28 a 4 mss + 3,74 mg 5,22 a 8,94 ab 0,02 abc 4 mss + 3,74 mg 1,31 ab 1,158 ab 1,36 a 4 mss + 5,61 mg 7,07 a 11,88 a 0,026 a 4 mss + 5,61 mg 2,25 a 1,137 ab 0,94 ab 4 mss + kontrol 5,80 a 7,83 bc 0,02 abc 4 mss + kontrol 1,07 ab 0,973 ab 0,93 ab 0,009 cde 0,011 cde 0,013 bcd Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji Duncan. Umbi Hasil analisis jumlah umbi kentang didapat umbi terbanyak dimiliki perlakuan auksin pada perlakuan 2 MSS + 5,61 mg sebanyak 1,13 umbi, 3 MSS + 3,74 mg sebanyak13 umbi dan 4 MSS + 5,61 mg sebanyak 2,25 umbi. Untuk pengamatan diameter umbi didapat interaksi antara perlakuan 4 MSS dan semua konsentrasi hormon memberikan nilai yang hampir sama yakni pada 4 MSS + 1,87 mg sebesar 1,057 mm, 4 MSS + 3,74 mg sebesar 1,158 mm dan 4 MSS + 5,61 mg sebesar 1,137 mm. Pada umur 2 MSS penambahan konsentrasi auksin meningkatkan berat umbi dari 0,12g, 0,18 g dan 0,24 g (Tabel 4). Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji Duncan Tanaman Setelah Transplantasi Persentase Tumbuh Tabel 5. Persentase tumbuh bibit setelah transplantasi. Perlakuan Persentase tumbuh (%) 2 mss + 1,87 mg 53,3 b 2 mss + 3,74 mg 40,0 b 2 mss + 5,61 mg 50,0 b 3 mss + kontrol 43,3 b 3 mss + 1,87 mg 56,7 ab 3 mss + 3,74 mg 86,7 a 3 mss + 5,61 mg 70,0 ab 3 mss + kontrol 60,0 ab 4 mss + 1,87 mg 70,0 ab 4 mss + 3,74 mg 66,7 ab 4 mss + 5,61 mg 70,0 ab 4 mss + kontrol 63,3 ab Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji Duncan R.Noerriwan Budi S, IK. Prasetyo, Eny Dyah Y Pengaruh Umur Transplantasi. 108 Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas dan biomas tanaman Analisis statistik menyebutkan tinggi tanaman tertinggi dimiliki oleh perlakuan 3 MSS + 3,74 mg dan 3 MSS + 5,61 mg yakni 14,78 cm dan 12,83 cm. Perlakuan 3 MSS + 3,74 mg memiliki jumlah daun tertinggi yakni 6,00 lembar, diikuti perlakuan 3 MSS + 5,61 mg , 3 MSS + 1,87 mg . Jumlah tunas tertinggi dimiliki perlakuan 4 MSS +3,74 mg , 4 MSS + 5,61 mg dan 4 MSS + 1,87 mg masing-masing 4,92, 4,90 dan 4,29 buah. Biomas tanaman tertinggi didapat perlakuan 3 MSS+3,74 mg 0,382 g, 3 MSS + 5,61 mg 0,33 g (Tabel 6). Tabel 6. Pengaruh perlakuan terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, tunas daun dan biomas tanaman setelah transplantasi Perlakuan Setelah transplantasi Tinggi Jml. Jml. Biomas tanaman Daun Tunas tanaman (cm) (lembar) (buah) (g) 2 mss + 10,44 0,214 4,00 a 2,07 e 1,87 mg ab ab 2 mss + 3,07 0,196 9,67 ab 3,67 a 3,74 mg de ab 2 mss + 11,03 3,20 0,267 4,00 a 5,61 mg ab cd ab 3 mss + 3,00 8,22 b 3,67 a 0,153 b kontrol de 3 mss + 3,67 0,291 9,67 ab 4,78 a 1,87 mg bcd ab 3 mss + 3,67 14,78 a 6,00 a 0,382 a 3,74 mg bcd 3 mss + 11,22 3,67 5,44 a 0,33 ab 5,61 mg ab bcd 3 mss + 11,33 4,22 0,263 4,44 a kontrol ab abc ab 4 mss + 10,67 4,29 0,308 4,33 a 1,87 mg ab ab ab 4 mss + 11,00 0,306 4,17 a 4,92 a 3,74 mg ab ab 4 mss + 12,83 0,297 4,44 a 4,90 a 5,61 mg ab ab 4 mss + 10,22 3,44 0,256 4,00 a kontrol ab bcd ab Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji Duncan Akar Perlakuan 2 MSS+5,61 mg dan 2 MSS + 1,87 mg memberikan jumlah akar 5,89 dan 5,67 helai . Perlakuan 2 MSS + 1,87 mg dan 3 MSS + 3,74 mg memiliki panjang akar yakni 11,24 cm dan 11,02 cm. Analisis statitik menunjukan bahwa perlakuan 3 MSS + 1,87 mg memiliki berat biomas akar paling banyak yakni 0,037 g (Tabel 7). Tabel 7. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah, panjang dan biomas akar pada tanaman setelah transplantasi Perlakuan 2 mss + 1,87 mg 2 mss + 3,74 mg 2 mss + 5,61 mg 3 mss + kontrol 3 mss + 1,87 mg 3 mss + 3,74 mg 3 mss + 5,61 mg 3 mss + kontrol 4 mss + 1,87 mg 4 mss + 3,74 mg 4 mss + 5,61 mg 4 mss + kontrol Setelah Transplantasi Jumlah akar (helai) Panjang akar (cm) Biomas akar (g) 5,67 ab 11,24 a 0,017 a 3,67 abc 5,72 b 0,013 a 5,89 a 8,31 ab 0,021 a 2,83 c 4,24 b 0,008 a 3,75 abc 8,78 ab 0,037 a 4,13 abc 11,02 a 0,031 a 4,00 abc 8,22 ab 0,031 a 3,33 bc 7,65 ab 0,03 a 4,94 abc 8,61 ab 0,032 a 3,89 abc 8,44 ab 0,03 a 3,47 bc 8,56 ab 0,031 a 3,33 bc 8,60 ab 0,028 a Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji Duncan Umbi Hasil analisis didapat perlakuan 4 MSS+5,61 mg menempati jumlah umbi teratas 1,84 umbi, diikuti oleh 2 MSS+3,74 mg dan 3 MSS+1,87 mg masing-masing 1,67 dan 1,64 umbi. Diameter umbi didominasi dari perlakuan 2 MSS+5,61 mg , 3 MSS+1,87 mg dan 3 MSS+3,74 mg . Dari analisa statistik terhadap parameter berat umbi didapat bahwa 109 PRIMORDIA VOLUME 12, NOMOR 2, OKTOBER 2016 perlakuan 3 MSS+3,74 mg , 3 MSS+1,87 mg ) dan 3 MSS+5,61 mg memliki berat umbi lebih tinggi dibanding perlakuan lain dengan berat umbi 7,25 g, 6,69 g dan 6,25 g (Tabel 8). Tabel 8. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah, diameter dan berat umbi pada tanaman saat panen Perlakuan Jumlah umbi (buah) 2 mss + 1,87 mg 2 mss + 3,74 mg 2 mss + 5,61 mg 3 mss + kontrol 3 mss + 1,87 mg 3 mss + 3,74 mg 3 mss + 5,61 mg 3 mss + kontrol 4 mss + 1,87 mg 4 mss + 3,74 mg 4 mss + 5,61 mg 4 mss + kontrol Setelah transplantasi Diameter Berat umbi umbi (g) (mm) 1,00 a 1,42 a 4,41 a 1,67 a 1,54 a 4,90 a 1,53 a 1,68 a 5,99 a 1,33 a 146 a 3,,48 a 1,64 a 1,58 a 6,69 a 1,57 a 1,56 a 7,25 a 1,42 a 1,39 a 6,25 a 1,33 a 1,52 a 5,56 a 1,00 a 1,35 a 4,55 a 1,27 a 1,43 a 5,15 a 1,84 a 1,50 a 4,27 a 1,33 a 1,32 a 5,32 a Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda nyata pada taraf 5% dengan uji Duncan Pembahasan Tahap pembibitan Persentase Tumbuh Pengaruh auksin tidak berbeda nyata antar perlakuan. Pembibitan yang dibuat dan perlakuan yang diberikan masing-masing menunjukan persentase tumbuh yang hampir sama. Pengaruh hormon berpengaruh pada awal pembibitan karena hormon auksin yang diberikan merangsang pertumbuhan akar. Perakaran kemudian melakukan tugasnya menyerap unsur hara di dalam tanah. Grafik 1. Persentase tumbuh tanaman di pembibitan Pengaruh auksin pada umur tanam 2 minggu menunjukan nilai yang tidak beda nyata dengan P1-Z1 (2 MSS + 1,87 mg) memiliki perseentase terbanyak 90%. Pengaruh auksin yang sama pada umur tanam 3 minggu (P2 (3 MSS) didapat pada konsentrasi Z2 (3,74 mg ) dan Z3 (5,61 mg ). Peranannya penting untuk reaksi biokimia dalam tubuh tanaman. Keberadaannya dalam tubuh tanaman. diproduksi dalam jaringan meristimatik yang aktif (yaitu tunas, daun muda, dan buah) (Gardner, et al., 1991). Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas dan biomas tanaman Hasil analisis menunjukkan di dapat bahwa penambahan konsentrasi auksin tidak mempengaruhi banyaknya jumlah daun yang terbentuk pada masing-masing umur tanam P1 (2 MSS), P2 (3 MSS) dan P3 (4 MSS). Nilai P1 (2 MSS) mempunyai jumlah daun lebih banyak berkisar 8,13 sampai dengan 10,2 lembar. Makin lamanya umur transplantasi menyebabkan konsentrasi auksin berperan dalam pembentukan tunas, tiinggi tanam dan biomas tanaman. Jumlah tunas konsentrasi auksin Z2 (3,74 mg ) lebih tinggi pada P1 (3,73 tunas). Pada P2 (3 MSS) beda konsentrasi auksin tidak beda nyata sedang pada P3 konsentrasi auksin Z3 (5,61 mg ) memiliki jumlah tunas lebih banyak 4,9 tunas (Grafik 2.). R.Noerriwan Budi S, IK. Prasetyo, Eny Dyah Y Pengaruh Umur Transplantasi. 110 Grafik 2. Tampilan tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah daun tanaman bibit. Tinggi tanaman merupakan pengaruh dari konsentrasi auksin yang merangsang pembelahan dan pemanjangan sel, seperti yang diuraikan Gunawan (1992) bahwa pada konsentrasi auksin tertentu dapat menaikkan tekanan osmotik, peningkatan permeabilitas sel terhadap air, pengurangan tekanan pada dinding sel, meningkatkan sintesis protein, meningkatkan plastisitas dan pengembangan dinding sel. Cara kerja hormon auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga memacu protein tertentu yg ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim ter-tentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis (Anonymous, 2005). Grafik 3. Biomas tanaman bibit Hasil analisis menunjukan bahwa auksin berperan dalam peningkatan biomas tanaman. Pengaruh konsentrasi auksin pada masing –masing umur tanam (P) ditunjukan pada perlakuan P1-Z2 (2 MSS + 3,74 mg ) 0,083 g, P2 (3 MSS)-Z3 (3 MSS + 5,61 mg ) 0,11 g dan P3-Z3 (4 MSS + 5,61 mg ) 0,16 g (Grafik3), yaitu semakin lama umur bibit makin meningkatkan berat biomas tanaman. Biomas merupakan hasil penangkapan energi oleh tanaman pada proses fotosintesis sehingga pelarut pemelihara tekanan. Fungsi air memegang sebagian peranan penting dalam menentukan berat segar brangkasan. Sedangkan fungsi hormon auksin menginisiasi pemanjangan sel (Anonymous, 2005). Akar Hasil analisis ragam di pembibitan didapat bahwa hormon auksin mempengaruhi pembentukan akar adventif. Pengaruh auksin Z2 (3,74 mg ) pada umur transplantasi 2 minggu (P1) memberikan jumlah akar lebih banyak 7,2 buah, sedangkan pada P2 (3 MSS) pengaruh auksin hampir merata. Untuk perlakuan P3 pengaruh auksin Z3 (5,61 mg ) juga meningkatkan jumlah akar yang terbentuk yakni 7,07 buah (Grafik 4). Pengaruh auksin terhadap panjang akar ditunjukan perlakuan P1Z2 (2 MSS + 3,74 mg ), P3Z3 (4 MSS + 5,61 mg ) masingmasing 3,66 cm dan 11,88 cm. Perlakuan P2 (3 MSS) pengaruh auksin tidak beda nyata di Z2 (3,74 mg ) dan Z3 (5,61 mg ) yakni 7,55 dan 7,51 cm. Auksin sangat berperan dalam pembentukan akar seperti yang dijelaskan oleh Solihah (2007) fungsi auksin pada stek yaitu meningkatkan persentase stek berakar, mempercepat inisiasi akar, meningkatkan jumlah dan kualitas. 111 PRIMORDIA VOLUME 12, NOMOR 2, OKTOBER 2016 Grafik 5. Biomas akar tanaman bibit. Grafik 4. Tampilan jumlah akar, panjang akar tanaman di pembibitan. Penambahan potensial membran, akan meningkatkan pengambilan ion ke dalam sel, yang menyebabkan pengambilan air secara osmosis. Pengambilan air, bersama dengan penambahan plastisitas dinding sel, memungkinkan sel untuk memanjang. Hormon yang diberikan mampu merangsang pertumbuhan akar. Tumbuhnya cabang-cabang akar mampu meningkatkan serapan hara dalam tanah sehingga akar lebih mampu berkembang dengan cepat. Jumlah akar yang didapat mungkin juga mempengaruhi panjang akar pada tanaman bibit yang diamati. Banyaknya akar yang terbentuk dapat menyalurkan makanan ke akar bawah. Kusumo (1984) menambahkan pemberian zat pengatur tumbuh pada akar tidak hanya menarnbah panjangnya, tetapi juga memperbanyak akar lateral yang mengakibatkan tanaman tumbuh kerdil dan berbentuk perdu. Perakaran yang timbul pada stek batang disebabkan oleh dorongan auksin yang berasal dari tunas dan daun. Pemberian hormon dari luar menyebabkan produksi akar bertambah. Hasil analisis ragam menggambarkan auksin berperan dalam peningkatan biomas akar. Tidak ada perbedaan nyata antar konsentrasi auksin yang diberikan pada setiap umur tanam (P). Semakin lama umur transplantasi makin bertambah biomas akar. Umbi Hasil analisis ragam didapat umbi terbanyak dimiliki pengaruh auksin pada perlakuan P1-Z3 (2 MSS + 5,61 mg ) 1,13 umbi, P2-Z2 (3 MSS + 3,74 mg)1,13 umbi dan P3-Z3 (4 MSS + 5,61 mg ) 2,25 umbi. Pengaruh auksin pada umur transplantasi 2 MSS (P1) dan 3 MSS (P2) memberikan nilai yang tidak berbeda nyata. Selain pengaruh auksin pembentukan umbi merupakan salah satu kelebihan dari perbanyakan stek (Pudjiono, 1996). Grafik 6. Tampilan jumlah, diameter dan berat umbi tanaman bibit. R.Noerriwan Budi S, IK. Prasetyo, Eny Dyah Y Pengaruh Umur Transplantasi. 112 Pembentukan diameter umbi analisis statistik menunjukan pengaruh auksin pada tahap pembibitan. Pengaruh auksin pada semua perlakuan P1 (2 MSS), P2 (3 MSS) dan P3 (4 MSS) masing-masing menunjukan peningkatan. Makin lamanya waktu tanam akan meningkatkan peran auksin. Dimana setelah akar terbentuk dan tunas tumbuh maka auksin endogen akan terbentuk dari pucukpucuk tunas muda (Grafik 6). Hasil analisis diameter umbi didapat interaksi perlakuan P3 dan semua konsentrasi hormon memberikan nilai yang hampir sama yakni P3-Z1 (4 MSS + 1,87 mg ) 1,057 mm, P3-Z2 (4 MSS + 3,74 mg ) 1,158 mm dan P3Z3 (4 MSS + 5,61 mg ) sebesar 1,137 mm. Ini menunjukan bahwa interaksi 2 perlakuan ini mampu merangsang pembentukan umbi. Perlakuan P2 (3 MSS) yakni umur stek 3 minggu pada semua konsentrasi hormon juga mampu memberikan nilai yang tidak berbeda nyata. Auksin mempengaruhi berat umbi masing-masing umur tanam. Pada P1 penambahan konsentrasi auksin meningkatkan berat umbi dari 0,12, 0,18 dan 0,24 g. Begitu pula pada umur tanam P2 (3 MSS) dan P3. Makin lamanya umur tanam mempengaruhi perlakuan P3-Z2 (4 MSS + 3,74 mg) pada berat umbi1,36 g diikuti oleh P3-Z1 dan P3-Z3 yaitu sebesar 1,28 g dan 0,94 g. Tanaman SetelahTransplantasi Persentase Tumbuh Hasil analisis ragam, pada perlakuan P2-Z2 (3 MSS + 3,74 mg) menunjukan pertumbuhan yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya dengan nilai 86,7 % (Grafik 7). Persentase tumbuh yang tidak mencapai 60 % ke atas pada umur tanam 2 mingu kemungkinan disebabkan oleh belum maksimalnya perakaran yang terbentuk sehingga tanaman tidak dapat tumbuh secara normal, banyak tanaman yang sudah di tanam terganggu dan mati. Masih mudanya umur bibit dan akar belum sempurna bisa jadi penyebabnya. Grafik 7. Persentase tumbuh tanaman setelah transplantasi Tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah daundan biomas tanaman Hasil analisis ragam menyebutkan tinggi tanaman tertinggi dimiliki oleh perlakuan P2-Z2 (3 MSS + 3,74 mg ) dan P3Z3 (3 MSS + 5,61 mg ) yakni 14,78 cm dan 12,83 cm. Perlakuan lain memberikan nilai yang juga tidak berbeda nyata. Perlakuan P2Z2 (3 MSS + 3,74 mg ) memiliki jumlah daun yang juga tinggi yakni 6,00 lembar, diikuti perlakuan P2-Z3 (3 MSS + 5,61 mg ), P2-Z1 (3 MSS + 1,87 mg ). Perbedaan umur transplantasi yang cepat atau lama tidak serta merta mempunyai nilai yang lebih tingggi. Jumlah tunas tertinggi dimiliki oleh perlakuan P3-Z2 (4 MSS +3,74 mg ), P3-Z3 (4 MSS + 5,61 mg ) dan P3-Z1 masing-masing 4,92, 4,90 dan 4,29 buah. Hasil yang tidak terlalu berbeda dimiliki oleh ketiga perlakuan tersebut. Sedang perlakuan lain memberikan perbedaan yang nyata. Ada variasi jumlah tunas yang tumbuh mungkin disebabkan oleh pengaruh hormon ini terhadap konsentrasi yang diberikan saat awal pembibitan dan pemeliharaan tanaman (Grafik 8). Penanaman perlakuan 2 minggu (P1) ternyata belum mampu untuk tumbuh optimal. Hal ini di duga perakaran yang terlalu muda dan tanaman mengalami stagnasi pertumbuhan. 113 PRIMORDIA VOLUME 12, NOMOR 2, OKTOBER 2016 Grafik 8. Tampilan tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah daun setelah transplantasi. Pengaruh auksin pada perkembangan sel menunjukkan indikasi auksin menaikkan tekanan osmotik, meningkatkan sintesis protein, permeabilitas sel terhadap air dan melunakkan dinding sel diikuti menurunnya tekanan dinding sel yang disertai dengan kenaikan volume sel. Kenaikan sintesis protein digunakan sebagai sumber tenaga dalam pertumbuhan (Hatmann dan Kester, 1975 ). Penambahan jumlah tunas, jumlah daun meningkatkan tinggi tanaman dan berat biomas tanaman. Terbentuknya jumlah tunas meningkatkan konsentrasi auksin. Auksin terbentuk pada tunas muda tanaman dan merangsang proses pembelahan sel tanaman. Imbasnya adalah meningkatnya berat biomas tanaman. Biomas tanaman tertinggi didapat perlakuan P2-Z2 (3 MSS+3,74 mg ) 0,382 g, P2-Z3 (3 MSS + 5,61 mg ) 0,33 g (Grafik 9). Grafik 9. Biomas tanaman setelah panen Akar Hasil analisis ragam didapat bahwa perlakuan umur transplantasi 2 minggu (P1) dan pemberian hormon memberi peran lebih banyak dalam hal merangsang pembentukan akar utama. Perlakuan P1-Z3 (2 MSS+5,61 mg) dan P1-Z1 (2 MSS + 1,87 mg ) menghasilkan jumlah akar 5,89 dan 5,67 helai (Grafik 10) dan diikuti oleh perlakuan lainnya. Pengamatan terhadap jumlah akar utama sangat penting. Ini dikarenakan akar merupakan bagian pertama dalam penyerapan unsur hara yang merupakan makanan bagi tanaman. Pada perbanyakan vegetatif cara stek pemberian auksin diharapkan mampu merangsang pembentukan akar lebih cepat, terutama akar adventif dan lateral. Grafik 10. Tampilan jumlah akar, panjang akar setelah panen Adanya jumlah akar utama yang tumbuh kemudian merangsang serabut-serabut akar untuk berkembang. Perkembangan akar ini mengakibatkan perubahan panjang akar pada masing perlakuan. Merujuk dari analisis statistik didapat tidak adanya perbedaan atau selisih pada panjang akar yang nyata. Perlakuan P1-Z1 (2 MSS + 1,87 mg ) dan P2Z2 (3 MSS + 3,74 mg ) memiliki panjang yang tidak berbeda nyata yakni 11,24 cm dan 11,02 cm. Nilai yang tinggi pada P1-Z1 (2 MSS + 1,87 mg ) disebabkan umur tanam bibit lebih awal sehingga tanaman yang ditransplantasi R.Noerriwan Budi S, IK. Prasetyo, Eny Dyah Y Pengaruh Umur Transplantasi. 114 mempunyai waktu untuk penyesuaian dalam pertumbuhan awalnya. Grafik 11. Biomas akar setelah panen Analisis statitik menunjukan bahwa perlakuan P2-Z1 (3 MSS + 1,87 mg ) memiliki berat biomas akar paling banyak yakni 0,037 g. Sedang perlakuan P1-Z1 (2 MSS + 1,87 mg ) yang awalnya memiliki jumlah dan panjang akar lebih tinggi berat biomas akarnya menurun. Perlakuan umur tanam 4 minggu (P3) menunjukan nilai tidak berbeda nyata. Penambahan hormon auksin meningkatkan proses fisiologis dan differensiasi sel daerah perakaran. Umbi Berdasarkan dari hasil analisis ragam menunjukan tidak ada perbedaan jumlah umbi yang nyata antar semua perlakuan. Grafik 12. Tampilan jumlah umbi, diameter dan berat umbi setelah panen. Perbanyakan vegetatif cara stek merangsang pembentukan buah atau umbi lebih cepat tetapi bukan jaminan dalam kualitas. Penanaman lebih awal P1 (2 MSS) diharapkan bibit mampu menyesuaikan lingkungan lebih cepat. Akan tetapi tidak demikian yang terjadi. Umur transplantasi 4 minggu (P3) malah memberikan jumlah umbi lebih banyak dibanding P1 (2 MSS) maupun P2 (3 MSS). Perlakuan P3-Z3 (4 MSS+5,61 mg ) menempati jumlah teratas 1,84 umbi, diikuti oleh P1-Z2 (2 MSS+3,74 mg ) dan P2Z1 (3 MSS+1,87 mg ) masing-masing 1,67 dan 1,64 umbi. Meskipun masing-masing tidak berbeda nyata. Hasil analisis statistik didapat diameter umbi didominasi dari perlakuan P1Z3 (2 MSS+5,61 mg ), P2-Z1 (3 MSS+1,87 mg ) dan P2-Z2 (3 MSS+3,74 mg ). Seperti halnya jumlah umbi, tidak didapat perbedaan dari keseluruhan perlakuan terhadap diameter umbi ini. Perbedaan diameter umbi yang didominasi 3 perlakuan tersebut kemungkinan disebabkan oleh umur tanam yang lebih awal dan pemberian hormon auksin yang terserap secara optimal oleh jaringan. Hasil analisis data terhadap variabel berat umbi didapat bahwa perlakuan P2-Z2 (3 MSS+3,74 mg ), P2-Z1 (3 MSS+1,87 mg ) dan P2-Z3 (3 MSS+5,61 mg ) memliki berat umbi lebih tinggi dibanding perlakuan lain dengan berat umbi 7,25 g, 6,69 g dan 6,25 g. Dengan dibantu auksin peningkatan berat umbi sangat diharapkan terutama untuk mendorong peningkatan berat umbi kentang panen. Cara kerja hormon auksin adalah menginisiasi pemanjangan sel dan juga memacu protein tertentu yang ada di membran plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian memanjang akibat air yang masuk secara osmosis (Anonymous, 2005). Perbanyakan stek Tanaman kentang untuk dapat menghasilkan benih umbi yang siap tanam 115 PRIMORDIA VOLUME 12, NOMOR 2, OKTOBER 2016 memerlukan waktu lebih kurang 3-4 bulan dari panen sedangkan luasan lahan yang siap tanam lebih banyak. Sehingga terjadi kekurangan akan bibit umbi berkualitas dikalangan petani. Permasalahan ketersediaan bibit yang terbatas selama ini menjadi kendala dalam budidaya tanaman kentang. Alternatif teknologi yang dikembangkan adalah pemanfaatan bagian tanaman melalui perbanyakan stek tanaman. Mengandalkan perbanyakan stek pucuk saja tanpa mengetahui umur transplantasi stek yang tepat dan tanpa pemberian hormon akan menyebabkan perbanyakan tanaman kentang ini kurang optimal. Oleh karena itu perlu adanya perlakuan untuk mendapatkan pengaruh perlakuan yang tepat terhadap pertumbuhan tanaman stek. Perpaduan umur transplantasi dan hormon diharapkan mampu memberikan solusi akan ketersediaan dan keterbatasan akan bibit kentang yang bermutu di masyarakat. Hasil analisis yang telah diperoleh membuktikan bahwa perlakuan umur transplantasi bibit memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Umur transplantasi bibit 3 minggu (P2) (Grafik 7-12) bisa menjadi pilihan dalam pengembangan perbanyakan ini. Umur transplantasi 4 minggu (P3) juga bisa menjadi pilihan jika musim tanam masih bisa di undur. Kedua umur transplantasi bibit diatas sama memiliki kelebihan yaitu pada perlakuan P2 tanaman sudah cukup umur untuk tumbuh dan perakaran sudah banyak serta tak terlalu muda atau ketuaan. Pada perlakuan P3 dengan umur transplantasi 4 minggu memiliki kondisi tanaman dan akar yang siap tanam tetapi untuk musim tanam cepat P3 mungkin kurang diminati oleh petani. Pemberian auksin selain pembentukan akar juga merangsang percabangan akar lateral seperti disampaikan oleh Dewi (2008) bahwa pemberian kandungan auksin dalam mutan Arabidopsis , memperlihatkan perbanyakan akar lateral yang ekstrim ternyata menyebabkan kandungan auksin berubah konsentrasi 17 kali lipat dari konsentrasi yang normal. Pengaruh umur transplantasi dan auksin lebih banyak ditunjukan oleh umur transplantasi stek 3 minggu dan pemberian hormon Z2 (Grafik 7-12). Kondisi tanaman setelah transplantasi lebih penting dibanding pada saat stek kentang masih dipembibitan. Kondisi dilapang akan memperlihatkan pengaruh-pengaruh kedua perlakuan tersebut terhadap tanaman tanaman. Ada beberapa pilihan yang dapat menjadi pilihan petani antara lain perlakuan P2 dan P3 dengan semua pemberian auksin. Untuk perlakuan umur transplantasi bibit 2 minggu tidak disarankan, disebabkan kondisi tanam yang masih muda dan perakaran yang belum tumbuh maksimal. 4. KESIMPULAN Hasil penelitian ini dapat disimpulkan, antara lain: (1) tahap pembibitan menunjukan hasil semua variabel pengamatan tidak berbeda nyata, (2) tahap transplantasi menunjukkan hasil tidak beda nyata pada pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas dan biomas tanaman, (3) Beda nyata antar perlakuan pada tahap transplantasi terjadi pada parameter akar, untuk pengaruh auksin terhadap panjang akar ditunjukan oleh perlakuan P1Z2 (2 MSS + 3,74 mg ), P3Z3 (4 MSS + 5,61 mg) masing-masing 3,66 cm dan 11,88 cm. Perlakuan P2 (3 MSS) pengaruh auksin tidak beda nyata di Z2 (3,74 mg) dan Z3 (5,61 mg) yakni 7,55 dan 7,51 cm, (4) variabel jumlah umbi pada tahap transplantasi, umbi terbanyak dimiliki pengaruh auksin pada perlakuan P1-Z3 (2 MSS + 5,61 mg) 1,13 umbi, P2-Z2 (3 MSS + 3,74 mg) 1,13 umbi dan P3-Z3 (4 MSS + 5,61 mg) 2,25 umbi. Pengaruh auksin pada umur transplantasi 2 MSS (P1) dan 3 MSS (P2) memberikan nilai yang tidak berbeda nyata, (5) Persentase tumbuh tanaman setelah transplantasi perlakuan P2-Z2 (3 MSS + 3,74 mg) menunjukan pertumbuhan yang lebih baik dibanding perlakuan lainnya dengan nilai 86,7 % (6) Perlakuan setelah transplantasi berpengaruh tidak nyata pada variabel R.Noerriwan Budi S, IK. Prasetyo, Eny Dyah Y Pengaruh Umur Transplantasi. 116 pengamatan tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah daun dan biomas tanaman, jumlah akar dan jumlah umbi 5. REFERENSI Anonymous. 2005. Peranan Auksin. Dalam http://repository.usu.ac.id/bitstream. Diakses 2 April 2014. Anonymous. 2011. Pola Pertumbuhan Vegetatif. Jendela pertanian. http://fandicka.wordpress.com/2011/04/ 04/pola-pertumbuhan-fase-vegetatif/. Diakses April 2014. BPTH Balinusra. 2009. Pengembangan Teknologi Perbanyakan Tanaman Secara-Vegetatif. http://bpthbalinusra. net/index. Baharrudin, T. Kuswinanti, S.E. Lamba. 2012. Percepatan Ketersediaan Benih Kentang Unggulan Lokal Melalui Introduksi Paket Bioteknologi Ramah Lingkungan di Kabupaten Toraja Utara dalam Prosiding InSinas 2012. Disajikan 29-30 Nop 2012. http://insentif.ristek.go.id /PROSIDING2012/ file-PG-Word_57. pdf. Di akses 4 Desember 2013. BPS. 2014. Luas panen, Produksi dan Produktifitas Kentang tahun 2009-2013. Http:// www.bps.go.id. Dewi. R.A. 2008. Makalah Skripsi : Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman. Faperta. Unpad. Bandung. Http://pustaka.unpad.ac .id/wp-content/uploads/2009/06 /makalah_fitohormon.pdf. Diakses 2 April 2014. Deptan. 2012. Memilih Varietas Kentang Yang Ditanam. Http://cybex.deptan. go.id/penyuluhan/memilih-varietaskentang-yang-ditanam. Di akses 20 Maret 2014. Gunawan , L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Pusat Antar Universitas (PAU), Bioteknologi, IPB. Bogor. Hlm. 6-19. Gardner, F.P., R. B. Pearce, Roger L. Mitchell., 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Penerjemah Herawati Susilo dan Pendamping Subiyanto. Cetakan Pertama.Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta. Hartmann, H. T. and D. E. Kester. 1975. plant propagation principle and 'Practices. London: Prentice Hall Inc. Kusumo, S. 1984. zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Bogor: Yasaguna Karyadi. A.K dan Buchory A. 2008. Pengaruh Auksin dan Sitokinin terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan Jaringan Meristem Kentang Kultivar Granola. Jurnal Hortikultura. Pusat penelitan Tanaman Hortikultura. Bogor. .Munawaroh, U,H. 2004. Cara Pemberian Rootone F pada Berbagai Macam Ruas Batang Stek Poinsettia (Euphorbia pulcherina). Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Malang. P:8-11. Pudjiono, S., 1996. Dasar-dasar Umum Pembuatan Stek Pohon Hutan. Informasi Teknis No. 1/1996. Balai Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan. Yogyakarta. Dalam http://www.forda-mof.org/files/ TEKNIK_ PERBANYAKAN_ VEGETATIF_JENIS_ TANAMAN_ Acacia_mangium.pdf Rainiyati, Jasminarni, Neliyati dan Henny H. 2011. Proses Penyediaan Bahan Setek Kentang asal Kultur Jaringan untuk Produksi Bibit Kentang Mini pada Kelompok Tani Kentang di Kecamatan Kayu Aro Kabupaten kerinci Provinsi Jambi. Jurnal Pengabdian Masyarakat. No. 52 tahun 2011. repository.usu.ac.id. Diakses 26 Desember 2014. Suyamto, Karyadi, K.A., dan S.U. Nugroho. 2005. Teknologi Produksi Benih Kentang. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian Jakarta. Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh Tanaman. Institut Pertanian .Bogor. Bogor. 143 hlm Wilkins, M.B., 1989. Fisiologi Tanaman. Cetakan Kedua. Bina Aksara, Jakarta. Wardiyati, T. 2003. Teknologi Pembibitan Kentang di Jawa Timur. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.