Kentang, Waktu transplantasi, Stek pucuk, Auksin

advertisement
PENGARUH UMUR TRANSPLANTASI STEK DAN KONSENTRASI AUKSIN PADA
PERTUMBUHAN VEGETATIF TANAMAN KENTANG (Solanum tuberosum L.)
R. Noeriwan Budi S., I.K., Prasetyo, Eny Dyah Yuniwati1
Fakultas Pertanian, Universitas Wisnuwardhana
Email: [email protected]
Abstract
Rendahnya ketersediaan benih kentang yang bermutu menyebabkan harga benih kentang G4 di
pasaran sebesar Rp. 20.000/kg, sehingga dengan kebutuhan 1,5 ton/ha maka petani mengalokasikan
Rp. 30jt/ha untuk pengadaan benih kentang atau 60 % dari biaya produksi. Alternatif lain selain
penggunaan benih umbi yaitu dengan perbanyakan vegetatif cara stek pucuk. Tujuannya untuk
mendapatkan bibit tanaman kentang dalam waktu singkat yang mempunyai kualitas sama dengan
indukannya. Akan tetapi pelaksanaannya, petani belum banyak mengetahui pada umur berapa bibit
kentang stek itu siap tanam, sehingga perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui umur
transplantasi yang sesuai di lapang dan penambahan auksin untuk merangsang pembentukan akar
dan membantu kesiapan tanam kentang. Penelitian dilakukan di rumah kaca yang bertempat di
Dusun Ngadirejo, desa Tutur, Kecamatan Nongkojajar, Kabupaten Malang. Lokasi mempunyai
ketinggian tempat 1700 dpl. Penelitian dilakukan mulai bulan April sampai dengan Juli akhir 2014.
Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan Faktorial. Penelitian
dilakukan dalam 3 ulangan dengan perlakuan utama adalah umur transplantasi yang dibagi 3
macam yaitu P1: 2 MSS (minggu setelah stek), P2: 3 MSS, P3: 4 MSS yang didalamnya ada
penambahan konsentrasi larutan auksin yaitu Z-1: 1,87 mg , Z-2: 3,74 mg , Z-3 : 5,61 mg dan Z4
: 0 mg (kontrol). Hasil analisis statistik didapat bahwa umur transplantasi 3 MSS (P2) menunjukan
umur optimal untuk di transplantasikan ke lahan. Penambahan auksin pada tahap pembibitan
berpengaruh nyata pada masing-masing perlakuan umur transplantasi dan membantu kesiapan
tanam pada tahap transplantasi. Berat umbi panen terbanyak dimiliki oleh perlakuan P2-Z2 (3
MSS+3,74 mg) 7,25 g dan P2-Z1 (3 MSS+1,87 mg) 6,69 g.
Keywords: Kentang, Waktu transplantasi, Stek pucuk, Auksin
Selain itu, peningkatan produksi juga
dikarenakan adanya ketersediaan benih dalam
bentuk bibit stek kentang yang berkualitas
waktu musim tanam sehingga petani tidak
harus menunggu lama. Benih adalah kunci
sukses budidaya kentang. Selama ini benih
diperoleh dari hasil yang turun temurun.
Ketersediaan benih kentang bermutu di
Indonesia hanya mencapai 7,4 % dari total
kebutuhan 140.000 ton per tahun, termasuk
import benih kentang (Deptan, 2012),
sehingga rata-rata produksi nasional baru
mencapai 12 ton/ha dan jauh di bawah potensi
hasil sebesar 40 ton/ha. Rendahnya
ketersediaan benih menyebabkan mahalnya
harga benih di pasaran yaitu Rp. 20.000/kg
benih G4 (dengan kebutuhan 1,5 ton/ha atau
Rp. 30jt/ha atau 60 % dari biaya produksi).
Harga benih kentang di tingkat petani Batu
1. PENDAHULUAN
Kentang merupakan alternatif makanan pokok
yang mendapatkan prioritas pemerintah untuk
dikembangkan sebagai mendukung subtitusi
kebutuhan beras. Dengan nilai ekonomi yang
menjanjikan, berumur pendek (3 bulan),
dengan tingkat produksi 30 ton/ha dengan
harga jual petani Rp. 5.000 diperoleh Rp. 150
jt/ha/musim, kentang salah satu komoditas
paling prospektif untuk meningkatkan
kesejahteraan masyakarat khususnya di daerah
dataran tinggi (Baharuddin dkk., 2012).
Menurut BPS (2014) mengemukakan
bahwa produksi kentang Jawa Timur 2 tahun
terakhir mengalami kenaikan, yaitu Tahun
2011 produksi kentang sebanyak 85.521 ton
sedang tahun 2012 sebanyak 162.039 ton.
Peningkatan ini dikarenakan pertambahan luas
panen sekitar 3.828 ha dari tahun sebelumnya.
102
103 PRIMORDIA VOLUME 12, NOMOR 2, OKTOBER 2016
dan Nongkojajar umbi panen berkisar
Rp.15.000 – Rp. 18.000 /kg. Harga ini lebih
murah karena petani mengambil benih saat
panen kentang secara langsung, dan umbi di
perlakukan seed treatment oleh petani sendiri.
Produksi benih kentang varietas Granola
sebesar Rp. 66,5 juta/ha atau 1,73 kali lipat
dibandingkan usaha kentang konsumsi.
Kebutuhan benih kentang nasional (2005)
mencapai 114,894 ton dan baru bisa dipenuhi
5,508 ton (4,79%) dari dalam negeri (Sinar
Tani, 2006). Artinya permintaan benih kentang
sangat besar dan tidak dapat dipenuhi dari
benih umbi saja. Untuk mendapatkan benih
umbi siap tanam petani harus menunggu 3 bulan
setelah musim tanam. Dengan perbanyakan
stek, ketersediaan bibit kentang dengan kualitas
sama induknya dapat tercukupi.
Bahan stek kentang untuk perbanyakan
biibit berasal dari bagian pucuk tanaman.
Pemakaian stek pucuk sebagai bibit belum
banyak diminati petani, karena petani masih
belum mengetahui pada umur berapa hari
bibit kentang bisa ditransplantasikan. Umur
transplantasi bibit sangat berhubungan dengan
kesiapan tanam. Umur transplantasi stek yang
didapat dapat menjadi petunjuk masyarakat
tani dalam melakukan budidaya tanaman
kentang dan mengurangi ketergantungan akan
benih umbi. Untuk mempersiapkan umur
transplantasi stek yang cepat dan memiliki
pertumbuhan normal maka penambahan
hormon auksin pada awal pembibitan
diharapkan dapat memacu pertumbuhan akar
dan tunas daun. Auksin berperan dalam
pembelahan sel, pemanjangan sel dan
differensiasi sel.
Perbanyakan tanaman dengan stek yang
dipadukan dengan pemberian konsentrasi
auksin (ZPT) merupakan cara alternatif yang
diharapkan dapat menyediakan kebutuhan
benih sehat dan berkualitas dalam waktu cepat.
Perkembangan Generasi Turunan Kentang
Umbi yang dihasilkan oleh planlet
ataupun mother plant disebut sebagai umbi
G0/ basic seed A atau umbi mini, sedang dari
penanaman umbi G0 diperoleh umbi G-1/
basic seed B. Selanjutnya dari penanaman G-1
dihasilkan umbi G-2 /foundation seed dan dari
G-2 dihasilkan umbi G-3/ stock seed. Apabila
kualitas G-3 masih bagus dengan syarat
tingkat serangan penyakit rendah maka
dilanjutkan
untuk
menghasilkan
G-4/
extension seed. Penanaman umbi G-0 dan G-1
dilakukan dirumah kaca dengan media tanam
steril dan lingkungan yang terisolir hama dan
penyakit tanaman, sedang G-2, G-3 dan G-4 di
tanam di lapang (Wardiyati, 2003).
Penelitian perbanyakan stek kentang
mulai dilakukan, sebagai upaya mengatasi
kerbatasan bibit kentang akan benih umbi
maka dilakukan suatu upaya perbanyakan
tanaman kentang dengan cara stek pucuk.
Alur perbanyakan benih kentang sebagai
berikut:
Perbanyakan produk benih kentang
dilakukan dengan pemanfaatan metode
bioteknologi kultur jaringan. Teknik kultur
jaringan adalah suatu metode untuk
mengisolasi bagian dari tanaman, seperti
protoplasma, sel, sekelompok sel, jaringan,
dan organ, serta menumbuhkannya dalam
kondisi aseptik sehingga bagian-bagian
tersebut dapat memperbanyak diri dan
beregenerasi menjadi tanaman lengkap
(Gunawan, 1987). Dilanjutkan dengan
aklimatisasi yaitu pemindahan plantlet dari
lingkungan in vitro ke lingkungan semi
steril di rumah kaca. Pada tahap ini
plantlet diadaptasikan dari lingkungan
heterotrof ke lingkungan autorotrof dann
induksi untuk membentuk tunas sebagai
R.Noerriwan Budi S, IK. Prasetyo, Eny Dyah Y Pengaruh Umur Transplantasi. 104
bahan stek yang siap tanam (Rainiyati,dkk,
2011). Perbanyakan stek selanjutnya
dengan cara stek pucuk yang dipanen
setelah kentang berumur 1 bulan yang
dapat dilakukan dengan selang waktu 2
minggu (Karjadi dan Buchory, 2008).
Penggunaan teknik perbanyakan stek di
samping meningkatkan jumlah stek yang
berkualitas, juga untuk mempersingkat
masa penyediaan benih (Suyamto dkk,
2005).
Perbanyakan tanaman secara vegetatif
merupakan suatu cara perbanyakan tanaman
menggunakan bagian-bagian tanaman seperti
batang, cabang, ranting, pucuk, daun, umbi
dan akar untuk menghasilkan tanaman baru
yang sama dengan induknya. Perbanyakan
tanaman secara vegetatif itu tanpa melalui
perkawinan atau tidak menggunakan biji dari
tanaman induk (BPTH, 2009).
Beberapa cara perbanyakan vegetatif
antara lain dengan cara okulasi, cangkok dan
stek batang. Stek (cutting atau stuk) atau
potongan adalah menumbuhkan bagian atau
potongan tanaman, sehingga menjadi tanaman
baru.
Keuntungan
pembibitan
secara
vegetatif antara lain keturunan yang didapat
mempunyai sifat genetik sama dengan
induknya, tidak memerlukan peralataan
khusus, alat dan teknik yang tinggi kecuali
untuk produksi bibit dalam skala besar,
produksi bibit tidak tergantung pada
ketersediaan benih/musim buah, bisa dibuat
secara kontinyu dengan mudah sehingga dapat
diperoleh bibit dalam jumlah yang cukup
banyak, meskipun akar yang dihasilkan
dengan cara vegetatif pada umumnya relatif
dangkal, kurang beraturan dan melebar, namun
lama kelamaan akan berkembang dengan baik
seperti tanaman dari biji, umumnya tanaman
akan lebih cepat bereproduksi dibandingkan
dengan tanaman yang berasal dari biji
(Pudjiono, 1996). Selain itu, tanaman yang
berasal dari perbanyakan secara vegetatif lebih
cepat berbunga dan berbuah. Kelemahan dari
perbanyakan tanaman secara vegetatif, adalah
membutuhkan pohon induk yang lebih besar
dan banyak, sehingga membutuhkan biaya
yang cukup tinggi (BPTH, 2009).
Peranan Auksin terhadap pertumbuhan
akar
Zat pengatur tumbuh sintetis yang
dikenal salah satunya Rootone F. Zat pengatur
tumbuh ini berbentuk tepung berwarna putih
yang terkandung di dalamnya merupakan
golongan auksin. Auksin merupakan substansi
yang merangsang perpanjangan sehingga
dapat meningkatkan pembentukan perakaran
dan tunas tanaman (Munawaroh, 2004).
Zat
pengatur tumbuh sintetis ini
mengandung naftalene asetamida (NAD)
0,067%, metil-1- naftalene asetamida (mNAD) 0,013% , metil-1- naftalene asetic acid
(MNAA) 0,003% dan Indole-3-butirat
0,057%. Indol-3-butirat atau IBA adalah suatu
senyawa auksin sintetis yang mempunyai
keaktifan biologis dan dipergunakan sebagai
hormon akar untuk mendorong pertumbuhan
akar pada stek (Wattimena, 1988).
Auksin digunakan secara komersial di
dalam perbanyakan vegetatif tumbuhan
melalui stek, baik stek daun dan batang, yang
diberi serbuk pengakaran yang mengandung
auksin, seringkali menyebabkan terbentuknya
akar adventif dekat permukaan potongan
(Dewi, 2008)
Torrey (1950) dalam Wilkins (1989)
menerangkan, salah satu respon pertama
sebagai ciri auksin adalah mendorong
pembentukan akar. Daun muda dan kuncup
dipangkas, jumlah pembentukan akar samping
berkurang, penginduksian auksin akan
merangsang kemampuan pembentukan akar
kembali.
Penambahan auksin pada stek kentang
akan mempercepat pertumbuhan akar adventif
dan panjang akar tanaman. Dengan
pertumbuhan akar diharapkan bibit akan siap
tanam dan mempercepat waktu tanam serta
menyediakan bibit kentang sesuai musim
tanamnya.
105 PRIMORDIA VOLUME 12, NOMOR 2, OKTOBER 2016
2. METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan ialah plantlet
tanaman kentang jenis Granola yang telah
melalui aklimatisasi, Rootone F sebagai bahan
auksin, media tanam.
pupuk kandang,
pestisida dan air. Bahan tanaman berasal dari
tanaman yang sehat dan tidak terkena serangan
penyakit..
Alat yang digunakan pada penelitian
ialah bak semai, polybag, gunting potong,
pisau cutter, penggaris, sprayer, oven, kertas
label, alat tulis, kamera dan ember.
Tempat
Penelitian dilakukan di rumah kaca
yang bertempat di Dusun Ngadirejo, desa
Tutur, Kecamatan Nongkojajar, Kabupaten
Malang. Lokasi mempunyai ketinggian tempat
1700 dpl. Penelitian dilakukan mulai bulan
April sampai dengan Juli akhir 2014
Metode
Rancangan yang digunakan dalam
penelitian ini ialah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan Faktorial. Penelitian dilakukan
dalam 3 ulangan dengan perlakuan utama
adalah umur pindah tanaman yang dibagi 3
macam yaitu P1: 2 MSS (minggu setelah stek),
P2: 3 MSS, P3: 4 MSS yang didalamnya
masing-masing akan diperlakukan konsentrasi
larutan auksin yaitu Z-1: 1,87 mg, Z-2: 3,74
mg , Z-3 : 5,61 mg dan Z4 : 0 mg (kontrol).
Kandungan bahan aktif IBA dan NAA dalam
Rootone F: 0,17%.
Masing-masing ulangan berjumlah 12
perlakuan. Stek yang ditanam per perlakuan
berjumlah 20 tanaman. Jadi satu ulangan total
jumlahnya adalah 240 tanaman.
Kode rancangan percobaan faktorial
pada rancangan acak lengkap adalah :
Yijk = μ + αi + βj + (αβ)ij + €ijk
Dimana:
Yijk = pengamatan pada satuan percobaan
ke-K yang memperoleh kombinasi
perlakuan taraf ke-i dari faktor A dan
taraf ke-J dari faktor B
μ =
nilai tengah umum
αi = pengaruh taraf ke-i dari faktor A
βj = pengaruh taraf ke-j dari faktor B
(αβ)ij = pengaruh interaksi taraf ke-i dari
faktor A dan taraf ke-j dari faktor B
€ijk = pengaruh acak (galat percobaan) taraf
ke-i dari faktor A dan taraf ke-j dari
faktor B pada ulangan yang ke-k.
€ij~N (0,σ2)
Data hasil pengamatan di analisis
dengan uji F, jika berbeda nyata dilanjutkan
dengan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT) pada taraf nyata 5%.
Pembibitan
Media yang digunakan pupuk kandang
yang jauh hari sebelumnya telah di sterilkan
pada suhu 100 oC. Setelah dingin media
dimasukan pada plastik semai. Ukuran plastik
semai lebih kurang mempunyai ketinggian 5
cm dan diameter 4 cm. Media kemudian
disiram.
Stek yang dipotong adalah bagian pucuk
tanaman yang telah berumur lebih dari 1
bulan, sepanjang 5 cm yang menyisakan 3 ruas
daun. Batang dipotong menggunakan alat
potong. Untuk mengurangi penguapan 3 daun
tersisa dipotong sebagian daunnya. Stek yang
telah siap direndam pada larutan yang sudah
dipersiapkan. Larutan dibuat sesuai masingmasing perlakuan. Pencelupan dilakukan
selama 1 menit dan selanjutnya stek ditanam.
Transplantasi
Polibag yang telah diisi media tanam
dengan ukuran polibag yang dipergunakan
adalah 25 cm x 35 cm. Media yang dimasukan
berupa campuran tanah dan pupuk kandang
dengan perbandingan 1:1. Penyiapan media
tanam transpalnting ini dilakukan 1 minggu
sebelum tanam. Media yang sudah masuk
polibag setiap hari perlu disiram dan di
semprot dengan bakterisida.
Transplantasi dilakukan sesuai waktu
perlakuan yakni 2 MSS (minggu setelah stek),
3 MSS dan 4 MSS. Bibit stek dibawa
menggunakan nampan per perlakuan untuk
menghindari kekeliruan saat tanam. Pada saat
penanaman, plastik bibit disobek dari samping
dan dilakukan dengan sangat hati-hati. Ini
dikarenakan, perakaran bibit kentang yang
R.Noerriwan Budi S, IK. Prasetyo, Eny Dyah Y Pengaruh Umur Transplantasi. 106
mudah patah. Setelah di pindah tanam,
tanaman disiram setiap pagi dan di sore hari
seandainya cuaca tampak panas/kering.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Tahap Pembibitan
Persentase Tumbuh
Perlakuan 2 MSS + 1,87 mg memiliki
persentase bibit hidup sebesar 90%.
Persentase bibit tumbuh sebesar 100% pada
umur tanam 3 minggu dalam perlakuan 3 MSS
didapat pada konsentrasi 3,74 mg dan 5,61 mg
seperti terlihat dalam Tabel 1.
Tabel 1. Persentase tumbuh stek tahap
pembibitan
Perlakuan
Persentase tumbuh
2 mss + 1,87 mg
90,0 a
2 mss + 3,74 mg
86,7 a
2 mss + 5,61 mg
86,7 a
3 mss + control
80,0 a
3 mss + 1,87 mg
90,0 a
3 mss + 3,74 mg
100,0 a
3 mss + 5,61 mg
100,0 a
3 mss + control
80,0 a
4 mss + 1,87 mg
86,7 a
4 mss + 3,74 mg
86,7 a
4 mss + 5,61 mg
93,3 a
4 mss + control
80,0 a
Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda
nyata pada taraf 5% dengan menggunakan
uji Duncan.
Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas
dan biomas tanaman
Jumlah tunas dengan perlakuan
konsentrasi auksin 3,74 mg untuk 2 MSS
menghasilkan jumlah tunas tertinggi yaitu 3,73
tunas, dan hal ini lebih tinggi dibandingkan
dengan perlakuan lain dalam minggu yang
sama. Pada perlakuan 4 MSS konsentrasi
auksin 5,61 mg memiliki jumlah tunas
terbanyak yaitu 4,9 buah. Berat biomas
tanaman bibit pengaruh auksin pada masing
umur tanam pada perlakuan 2 MSS + 3,74 mg
0,083 g, 3 MSS + 5,61 mg 0,11 g dan 4 MSS +
5,61 mg 0,16 g seperti dalam Tabel 2.
Tabel 2. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah
daun, jumlah tunas dan biomas
tanaman bibit stek pra tanam.
Perlakuan
2 mss +
1,87 mg
2 mss +
3,74 mg
2 mss +
5,61 mg
3 mss +
kontrol
3 mss +
1,87 mg
3 mss +
3,74 mg
3 mss +
5,61 mg
3 mss +
kontrol
4 mss +
1,87 mg
4 mss +
3,74 mg
4 mss +
5,61 mg
4 mss +
kontrol
Tinggi
tanaman
(cm)
Stek Pra Tanam
Jumlah
Jumlah
Daun
Tunas
(lembar) (buah)
1,80 c
Biomas
tanaman
(g)
0,071
de
0,083
cde
0,074
cde
3,40 e
8,13 bcd
3,57 de
9,43 ab
3,35 e
9,20 abc
3,80 de
10,20 a
5,82 bc
9,11 abc
5,53 bc
8,78 abc
6,20 ab
7,78 bcd
4,73 cd
7,78 bcd
5,60 bc
804 bcd
5,93 ab
6,75 d
7,07 a
8,80 abc
4,90 a
0,16 a
5,03 bc
7,33 cd
3,78
ab
0,098
bcde
3,73
ab
2,87
bc
3,00
bc
4,22
ab
3,33
abc
4,22
ab
4,11
ab
4,29
ab
4,31
ab
0,064 e
0,092
bcde
0,093
bcde
0,11
bcd
0,082
cde
0,14 ab
0,12 abc
Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda
nyata pada taraf 5% dengan menggunakan
uji Duncan.
Akar
Pengaruh auksin 3,74 mg pada umur
transplantasi 2 MSS memberikan jumlah akar
terbanyak sebesar 7,2 buah dan untuk
perlakuan 3 MSS pengaruh auksin hampir
merata, demikian pula perlakuan 4 MSS.
Pengamatan panjang akar, pengaruh auksin
pada perlakuan 2 MSS + 3,74 mg, dan 4 MSS
+ 5,61 mg masing-masing menghasilkan
panjang akar sebesar 3,66 cm dan 11,88 cm.
Pengaruh
auksin
tertinggi
terhadap
pengamatan berat biomas akar didapat pada
pemberian auksin 3 MSS + 5,61 mg dan 4
MSS + 5,61 mg (Tabel 3).
107 PRIMORDIA VOLUME 12, NOMOR 2, OKTOBER 2016
Tabel 3. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah,
panjang dan biomas akar bibit stek
pra tanam
Perlakuan
Stek Pra Tanam
Tabel 4. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah,
diameter dan berat umbi bibit stek
pra tanam
Perlakuan
Jumlah
akar
(helai)
Panjang
akar
(cm)
Biomas
akar
(g)
2 mss + 1,87 mg
5,56 a
2,59 e
0,001 de
2 mss + 3,74 mg
7,20 a
3,66 be
0,004 de
2 mss + 5,61 mg
4,87 a
3,37 e
3 mss + kontrol
5,00 a
3 mss + 1,87 mg
Jumlah
umbi
(buah)
Stek Pra Tanam
Diameter
umbi
(mm)
Berat
umbi
(g)
2 mss + 1,87 mg
0,90 ab
0,427 d
0,12 c
2 mss + 3,74 mg
0,70 b
0,475 cd
0,18 c
0,002 de
2 mss + 5,61 mg
1,13 ab
0,740 bcd
0,24 c
2,51 e
0,001 e
3 mss + kontrol
1,00 ab
0,762
abcd
0,33 c
5,32 a
4,64 cde
0,008 de
3 mss + 1,87 mg
1,00 ab
0,934 ab
0,48 bc
3 mss + 3,74 mg
4,93 a
7,55 bc
3 mss + 3,74 mg
1,13 ab
1,173 a
0,63 bc
3 mss + 5,61 mg
5,00 a
7,51 bc
3 mss + 5,61 mg
0,80 b
0,860 abc
0,48 bc
3 mss + kontrol
6,20 a
6,90 bcd
3 mss + kontrol
0,93 ab
0,810
abcd
0,53 bc
4 mss + 1,87 mg
6,42 a
7,17 bc
0,022 ab
4 mss + 1,87 mg
1,08 ab
1,057 ab
1,28 a
4 mss + 3,74 mg
5,22 a
8,94 ab
0,02 abc
4 mss + 3,74 mg
1,31 ab
1,158 ab
1,36 a
4 mss + 5,61 mg
7,07 a
11,88 a
0,026 a
4 mss + 5,61 mg
2,25 a
1,137 ab
0,94 ab
4 mss + kontrol
5,80 a
7,83 bc
0,02 abc
4 mss + kontrol
1,07 ab
0,973 ab
0,93 ab
0,009
cde
0,011
cde
0,013
bcd
Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda
nyata pada taraf 5% dengan uji Duncan.
Umbi
Hasil analisis jumlah umbi kentang
didapat umbi terbanyak dimiliki perlakuan
auksin pada perlakuan 2 MSS + 5,61 mg
sebanyak 1,13 umbi, 3 MSS + 3,74 mg
sebanyak13 umbi dan 4 MSS + 5,61 mg
sebanyak 2,25 umbi. Untuk pengamatan
diameter umbi didapat interaksi antara
perlakuan 4 MSS dan semua konsentrasi
hormon memberikan nilai yang hampir sama
yakni pada 4 MSS + 1,87 mg sebesar 1,057
mm, 4 MSS + 3,74 mg sebesar 1,158 mm dan
4 MSS + 5,61 mg sebesar 1,137 mm. Pada
umur 2 MSS penambahan konsentrasi auksin
meningkatkan berat umbi dari 0,12g, 0,18 g
dan 0,24 g (Tabel 4).
Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda
nyata pada taraf 5% dengan uji Duncan
Tanaman Setelah Transplantasi
Persentase Tumbuh
Tabel 5. Persentase tumbuh bibit setelah
transplantasi.
Perlakuan
Persentase tumbuh (%)
2 mss + 1,87 mg
53,3 b
2 mss + 3,74 mg
40,0 b
2 mss + 5,61 mg
50,0 b
3 mss + kontrol
43,3 b
3 mss + 1,87 mg
56,7 ab
3 mss + 3,74 mg
86,7 a
3 mss + 5,61 mg
70,0 ab
3 mss + kontrol
60,0 ab
4 mss + 1,87 mg
70,0 ab
4 mss + 3,74 mg
66,7 ab
4 mss + 5,61 mg
70,0 ab
4 mss + kontrol
63,3 ab
Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda
nyata pada taraf 5% dengan uji Duncan
R.Noerriwan Budi S, IK. Prasetyo, Eny Dyah Y Pengaruh Umur Transplantasi. 108
Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah tunas
dan biomas tanaman
Analisis statistik menyebutkan tinggi
tanaman tertinggi dimiliki oleh perlakuan 3
MSS + 3,74 mg dan 3 MSS + 5,61 mg yakni
14,78 cm dan 12,83 cm. Perlakuan 3 MSS +
3,74 mg memiliki jumlah daun tertinggi yakni
6,00 lembar, diikuti perlakuan 3 MSS + 5,61
mg , 3 MSS + 1,87 mg . Jumlah tunas tertinggi
dimiliki perlakuan 4 MSS +3,74 mg , 4 MSS +
5,61 mg dan 4 MSS + 1,87 mg masing-masing
4,92, 4,90 dan 4,29 buah. Biomas tanaman
tertinggi didapat perlakuan 3 MSS+3,74 mg
0,382 g, 3 MSS + 5,61 mg 0,33 g (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh perlakuan terhadap tinggi
tanaman, jumlah daun, tunas daun
dan biomas tanaman
setelah
transplantasi
Perlakuan
Setelah transplantasi
Tinggi
Jml.
Jml.
Biomas
tanaman
Daun
Tunas tanaman
(cm)
(lembar) (buah)
(g)
2 mss +
10,44
0,214
4,00 a 2,07 e
1,87 mg
ab
ab
2 mss +
3,07
0,196
9,67 ab
3,67 a
3,74 mg
de
ab
2 mss +
11,03
3,20
0,267
4,00 a
5,61 mg
ab
cd
ab
3 mss +
3,00
8,22 b
3,67 a
0,153 b
kontrol
de
3 mss +
3,67
0,291
9,67 ab
4,78 a
1,87 mg
bcd
ab
3 mss +
3,67
14,78 a
6,00 a
0,382 a
3,74 mg
bcd
3 mss +
11,22
3,67
5,44 a
0,33 ab
5,61 mg
ab
bcd
3 mss +
11,33
4,22
0,263
4,44 a
kontrol
ab
abc
ab
4 mss +
10,67
4,29
0,308
4,33 a
1,87 mg
ab
ab
ab
4 mss +
11,00
0,306
4,17 a 4,92 a
3,74 mg
ab
ab
4 mss +
12,83
0,297
4,44 a 4,90 a
5,61 mg
ab
ab
4 mss +
10,22
3,44
0,256
4,00 a
kontrol
ab
bcd
ab
Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda
nyata pada taraf 5% dengan uji Duncan
Akar
Perlakuan 2 MSS+5,61 mg dan 2 MSS
+ 1,87 mg memberikan jumlah akar 5,89 dan
5,67 helai . Perlakuan 2 MSS + 1,87 mg dan 3
MSS + 3,74 mg memiliki panjang akar yakni
11,24 cm dan 11,02 cm. Analisis statitik
menunjukan bahwa perlakuan 3 MSS + 1,87
mg memiliki berat biomas akar paling banyak
yakni 0,037 g (Tabel 7).
Tabel 7. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah,
panjang dan biomas akar pada
tanaman setelah transplantasi
Perlakuan
2 mss +
1,87 mg
2 mss +
3,74 mg
2 mss +
5,61 mg
3 mss +
kontrol
3 mss +
1,87 mg
3 mss +
3,74 mg
3 mss +
5,61 mg
3 mss +
kontrol
4 mss +
1,87 mg
4 mss +
3,74 mg
4 mss +
5,61 mg
4 mss +
kontrol
Setelah Transplantasi
Jumlah akar
(helai)
Panjang
akar
(cm)
Biomas
akar
(g)
5,67 ab
11,24 a
0,017 a
3,67 abc
5,72 b
0,013 a
5,89 a
8,31 ab
0,021 a
2,83 c
4,24 b
0,008 a
3,75 abc
8,78 ab
0,037 a
4,13 abc
11,02 a
0,031 a
4,00 abc
8,22 ab
0,031 a
3,33 bc
7,65 ab
0,03 a
4,94 abc
8,61 ab
0,032 a
3,89 abc
8,44 ab
0,03 a
3,47 bc
8,56 ab
0,031 a
3,33 bc
8,60 ab
0,028 a
Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda
nyata pada taraf 5% dengan uji Duncan
Umbi
Hasil analisis didapat perlakuan 4
MSS+5,61 mg menempati jumlah umbi teratas
1,84 umbi, diikuti oleh 2 MSS+3,74 mg dan
3 MSS+1,87 mg masing-masing 1,67 dan 1,64
umbi. Diameter umbi didominasi dari
perlakuan 2 MSS+5,61 mg , 3 MSS+1,87 mg
dan 3 MSS+3,74 mg . Dari analisa statistik
terhadap parameter berat umbi didapat bahwa
109 PRIMORDIA VOLUME 12, NOMOR 2, OKTOBER 2016
perlakuan 3 MSS+3,74 mg , 3 MSS+1,87 mg )
dan 3 MSS+5,61 mg memliki berat umbi lebih
tinggi dibanding perlakuan lain dengan berat
umbi 7,25 g, 6,69 g dan 6,25 g (Tabel 8).
Tabel 8. Pengaruh perlakuan terhadap jumlah,
diameter dan berat umbi pada
tanaman saat panen
Perlakuan
Jumlah
umbi
(buah)
2 mss + 1,87
mg
2 mss + 3,74
mg
2 mss + 5,61
mg
3 mss +
kontrol
3 mss + 1,87
mg
3 mss + 3,74
mg
3 mss + 5,61
mg
3 mss +
kontrol
4 mss + 1,87
mg
4 mss + 3,74
mg
4 mss + 5,61
mg
4 mss +
kontrol
Setelah transplantasi
Diameter
Berat umbi
umbi
(g)
(mm)
1,00 a
1,42 a
4,41 a
1,67 a
1,54 a
4,90 a
1,53 a
1,68 a
5,99 a
1,33 a
146 a
3,,48 a
1,64 a
1,58 a
6,69 a
1,57 a
1,56 a
7,25 a
1,42 a
1,39 a
6,25 a
1,33 a
1,52 a
5,56 a
1,00 a
1,35 a
4,55 a
1,27 a
1,43 a
5,15 a
1,84 a
1,50 a
4,27 a
1,33 a
1,32 a
5,32 a
Ket : Huruf yang sama menunjukan tidak berbeda
nyata pada taraf 5% dengan uji Duncan
Pembahasan
Tahap pembibitan
Persentase Tumbuh
Pengaruh auksin tidak berbeda nyata
antar perlakuan. Pembibitan yang dibuat dan
perlakuan yang diberikan masing-masing
menunjukan persentase tumbuh yang hampir
sama. Pengaruh hormon berpengaruh pada
awal pembibitan karena hormon auksin yang
diberikan merangsang pertumbuhan akar.
Perakaran kemudian melakukan tugasnya
menyerap unsur hara di dalam tanah.
Grafik 1. Persentase tumbuh tanaman di
pembibitan
Pengaruh auksin pada umur tanam 2
minggu menunjukan nilai yang tidak beda
nyata dengan P1-Z1 (2 MSS + 1,87 mg)
memiliki
perseentase
terbanyak
90%.
Pengaruh auksin yang sama pada umur tanam
3 minggu (P2 (3 MSS) didapat pada
konsentrasi Z2 (3,74 mg ) dan Z3 (5,61 mg ).
Peranannya penting untuk reaksi biokimia
dalam tubuh tanaman. Keberadaannya dalam
tubuh tanaman. diproduksi dalam jaringan
meristimatik yang aktif (yaitu tunas, daun
muda, dan buah) (Gardner, et al., 1991).
Tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah
tunas dan biomas tanaman
Hasil analisis menunjukkan di dapat
bahwa penambahan konsentrasi auksin tidak
mempengaruhi banyaknya jumlah daun yang
terbentuk pada masing-masing umur tanam P1
(2 MSS), P2 (3 MSS) dan P3 (4 MSS). Nilai
P1 (2 MSS) mempunyai jumlah daun lebih
banyak berkisar 8,13 sampai dengan 10,2
lembar.
Makin lamanya umur transplantasi
menyebabkan konsentrasi auksin berperan
dalam pembentukan tunas, tiinggi tanam dan
biomas tanaman. Jumlah tunas konsentrasi
auksin Z2 (3,74 mg ) lebih tinggi pada P1
(3,73 tunas). Pada P2 (3 MSS) beda
konsentrasi auksin tidak beda nyata sedang
pada P3 konsentrasi auksin Z3 (5,61 mg )
memiliki jumlah tunas lebih banyak 4,9 tunas
(Grafik 2.).
R.Noerriwan Budi S, IK. Prasetyo, Eny Dyah Y Pengaruh Umur Transplantasi. 110
Grafik 2. Tampilan tinggi tanaman, jumlah
tunas, jumlah daun tanaman bibit.
Tinggi tanaman merupakan pengaruh
dari konsentrasi auksin yang merangsang
pembelahan dan pemanjangan sel, seperti yang
diuraikan Gunawan (1992) bahwa pada
konsentrasi auksin tertentu dapat menaikkan
tekanan osmotik, peningkatan permeabilitas
sel terhadap air, pengurangan tekanan pada
dinding sel, meningkatkan sintesis protein,
meningkatkan plastisitas dan pengembangan
dinding sel. Cara kerja hormon auksin adalah
menginisiasi pemanjangan sel dan juga
memacu protein tertentu yg ada di membran
plasma sel tumbuhan untuk memompa ion H+
ke dinding sel. Ion H+ mengaktifkan enzim
ter-tentu sehingga memutuskan beberapa
ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa
penyusun dinding sel. Sel tumbuhan kemudian
memanjang akibat air yang masuk secara
osmosis (Anonymous, 2005).
Grafik 3. Biomas tanaman bibit
Hasil analisis menunjukan bahwa
auksin berperan dalam peningkatan biomas
tanaman. Pengaruh konsentrasi auksin pada
masing –masing umur tanam (P) ditunjukan
pada perlakuan P1-Z2 (2 MSS + 3,74 mg )
0,083 g, P2 (3 MSS)-Z3 (3 MSS + 5,61 mg )
0,11 g dan P3-Z3 (4 MSS + 5,61 mg ) 0,16 g
(Grafik3), yaitu semakin lama umur bibit
makin meningkatkan berat biomas tanaman.
Biomas merupakan hasil penangkapan energi
oleh tanaman pada proses fotosintesis
sehingga pelarut pemelihara tekanan. Fungsi
air memegang sebagian peranan penting dalam
menentukan
berat
segar
brangkasan.
Sedangkan fungsi hormon auksin menginisiasi
pemanjangan sel (Anonymous, 2005).
Akar
Hasil analisis ragam di pembibitan
didapat bahwa hormon auksin mempengaruhi
pembentukan akar adventif. Pengaruh auksin
Z2 (3,74 mg ) pada umur transplantasi 2
minggu (P1) memberikan jumlah akar lebih
banyak 7,2 buah, sedangkan pada P2 (3 MSS)
pengaruh auksin hampir merata. Untuk
perlakuan P3 pengaruh auksin Z3 (5,61 mg )
juga meningkatkan jumlah akar yang terbentuk
yakni 7,07 buah (Grafik 4).
Pengaruh auksin terhadap panjang
akar ditunjukan perlakuan P1Z2 (2 MSS +
3,74 mg ), P3Z3 (4 MSS + 5,61 mg ) masingmasing 3,66 cm dan 11,88 cm. Perlakuan P2
(3 MSS) pengaruh auksin tidak beda nyata di
Z2 (3,74 mg ) dan Z3 (5,61 mg ) yakni 7,55
dan 7,51 cm. Auksin sangat berperan dalam
pembentukan akar seperti yang dijelaskan oleh
Solihah (2007) fungsi auksin pada stek yaitu
meningkatkan persentase stek berakar,
mempercepat inisiasi akar, meningkatkan
jumlah dan kualitas.
111 PRIMORDIA VOLUME 12, NOMOR 2, OKTOBER 2016
Grafik 5. Biomas akar tanaman bibit.
Grafik 4. Tampilan jumlah akar, panjang akar
tanaman di pembibitan.
Penambahan potensial membran, akan
meningkatkan pengambilan ion ke dalam sel,
yang menyebabkan pengambilan air secara
osmosis. Pengambilan air, bersama dengan
penambahan
plastisitas
dinding
sel,
memungkinkan sel untuk memanjang.
Hormon yang diberikan mampu
merangsang pertumbuhan akar. Tumbuhnya
cabang-cabang akar mampu meningkatkan
serapan hara dalam tanah sehingga akar lebih
mampu berkembang dengan cepat. Jumlah
akar
yang
didapat
mungkin
juga
mempengaruhi panjang akar pada tanaman
bibit yang diamati. Banyaknya akar yang
terbentuk dapat menyalurkan makanan ke akar
bawah. Kusumo (1984) menambahkan
pemberian zat pengatur tumbuh pada akar
tidak hanya menarnbah panjangnya, tetapi
juga memperbanyak akar lateral yang
mengakibatkan tanaman tumbuh kerdil dan
berbentuk perdu. Perakaran yang timbul pada
stek batang disebabkan oleh dorongan auksin
yang berasal dari tunas dan daun. Pemberian
hormon dari luar menyebabkan produksi akar
bertambah.
Hasil analisis ragam menggambarkan
auksin berperan dalam peningkatan biomas
akar. Tidak ada perbedaan nyata antar
konsentrasi auksin yang diberikan pada setiap
umur tanam (P). Semakin lama umur
transplantasi makin bertambah biomas akar.
Umbi
Hasil analisis ragam didapat umbi
terbanyak dimiliki pengaruh auksin pada
perlakuan P1-Z3 (2 MSS + 5,61 mg ) 1,13
umbi, P2-Z2 (3 MSS + 3,74 mg)1,13 umbi dan
P3-Z3 (4 MSS + 5,61 mg ) 2,25 umbi.
Pengaruh auksin pada umur transplantasi 2
MSS (P1) dan 3 MSS (P2) memberikan nilai
yang tidak berbeda nyata. Selain pengaruh
auksin pembentukan umbi merupakan salah
satu kelebihan dari perbanyakan stek
(Pudjiono, 1996).
Grafik 6. Tampilan jumlah, diameter dan
berat umbi tanaman bibit.
R.Noerriwan Budi S, IK. Prasetyo, Eny Dyah Y Pengaruh Umur Transplantasi. 112
Pembentukan diameter umbi analisis
statistik menunjukan pengaruh auksin pada
tahap pembibitan. Pengaruh auksin pada
semua perlakuan P1 (2 MSS), P2 (3 MSS) dan
P3 (4 MSS) masing-masing menunjukan
peningkatan. Makin lamanya waktu tanam
akan meningkatkan peran auksin. Dimana
setelah akar terbentuk dan tunas tumbuh maka
auksin endogen akan terbentuk dari pucukpucuk tunas muda (Grafik 6).
Hasil analisis diameter umbi didapat
interaksi perlakuan P3 dan semua konsentrasi
hormon memberikan nilai yang hampir sama
yakni P3-Z1 (4 MSS + 1,87 mg ) 1,057 mm,
P3-Z2 (4 MSS + 3,74 mg ) 1,158 mm dan P3Z3 (4 MSS + 5,61 mg ) sebesar 1,137 mm. Ini
menunjukan bahwa interaksi 2 perlakuan ini
mampu merangsang pembentukan umbi.
Perlakuan P2 (3 MSS) yakni umur stek 3
minggu pada semua konsentrasi hormon juga
mampu memberikan nilai yang tidak berbeda
nyata.
Auksin mempengaruhi berat umbi
masing-masing umur tanam.
Pada P1
penambahan konsentrasi auksin meningkatkan
berat umbi dari 0,12, 0,18 dan 0,24 g. Begitu
pula pada umur tanam P2 (3 MSS) dan P3.
Makin lamanya umur tanam mempengaruhi
perlakuan P3-Z2 (4 MSS + 3,74 mg) pada
berat umbi1,36 g diikuti oleh P3-Z1 dan P3-Z3
yaitu sebesar 1,28 g dan 0,94 g.
Tanaman SetelahTransplantasi
Persentase Tumbuh
Hasil analisis ragam, pada perlakuan
P2-Z2 (3 MSS + 3,74 mg) menunjukan
pertumbuhan yang lebih baik dibanding
perlakuan lainnya dengan nilai 86,7 % (Grafik
7). Persentase tumbuh yang tidak
mencapai 60 % ke atas pada umur tanam 2
mingu kemungkinan disebabkan oleh
belum maksimalnya perakaran yang
terbentuk sehingga tanaman tidak dapat
tumbuh secara normal, banyak tanaman
yang sudah di tanam terganggu dan mati.
Masih mudanya umur bibit dan akar belum
sempurna bisa jadi penyebabnya.
Grafik 7. Persentase tumbuh tanaman setelah
transplantasi
Tinggi tanaman, jumlah tunas, jumlah
daundan biomas tanaman
Hasil analisis ragam menyebutkan
tinggi tanaman tertinggi dimiliki oleh
perlakuan P2-Z2 (3 MSS + 3,74 mg ) dan P3Z3 (3 MSS + 5,61 mg ) yakni 14,78 cm dan
12,83 cm. Perlakuan lain memberikan nilai
yang juga tidak berbeda nyata. Perlakuan P2Z2 (3 MSS + 3,74 mg ) memiliki jumlah daun
yang juga tinggi yakni 6,00 lembar, diikuti
perlakuan P2-Z3 (3 MSS + 5,61 mg ), P2-Z1
(3 MSS + 1,87 mg ). Perbedaan umur
transplantasi yang cepat atau lama tidak serta
merta mempunyai nilai yang lebih tingggi.
Jumlah tunas tertinggi dimiliki oleh
perlakuan P3-Z2 (4 MSS +3,74 mg ), P3-Z3 (4
MSS + 5,61 mg ) dan P3-Z1 masing-masing
4,92, 4,90 dan 4,29 buah. Hasil yang tidak
terlalu berbeda dimiliki oleh ketiga perlakuan
tersebut. Sedang perlakuan lain memberikan
perbedaan yang nyata. Ada variasi jumlah
tunas yang tumbuh mungkin disebabkan oleh
pengaruh hormon ini terhadap konsentrasi
yang diberikan saat awal pembibitan dan
pemeliharaan tanaman (Grafik 8). Penanaman
perlakuan 2 minggu (P1) ternyata belum
mampu untuk tumbuh optimal. Hal ini di duga
perakaran yang terlalu muda dan tanaman
mengalami stagnasi pertumbuhan.
113 PRIMORDIA VOLUME 12, NOMOR 2, OKTOBER 2016
Grafik 8. Tampilan tinggi tanaman, jumlah
tunas,
jumlah
daun
setelah
transplantasi.
Pengaruh auksin pada perkembangan sel
menunjukkan indikasi auksin menaikkan
tekanan osmotik, meningkatkan sintesis
protein, permeabilitas sel terhadap air dan
melunakkan dinding sel diikuti menurunnya
tekanan dinding sel yang disertai dengan
kenaikan volume sel. Kenaikan sintesis protein
digunakan sebagai sumber tenaga dalam
pertumbuhan (Hatmann dan Kester, 1975 ).
Penambahan jumlah tunas, jumlah
daun meningkatkan tinggi tanaman dan berat
biomas tanaman. Terbentuknya jumlah tunas
meningkatkan konsentrasi auksin. Auksin
terbentuk pada tunas muda tanaman dan
merangsang proses pembelahan sel tanaman.
Imbasnya adalah meningkatnya berat biomas
tanaman. Biomas tanaman tertinggi didapat
perlakuan P2-Z2 (3 MSS+3,74 mg ) 0,382 g,
P2-Z3 (3 MSS + 5,61 mg ) 0,33 g (Grafik 9).
Grafik 9. Biomas tanaman setelah panen
Akar
Hasil analisis ragam didapat bahwa
perlakuan umur transplantasi 2 minggu (P1)
dan pemberian hormon memberi peran lebih
banyak dalam hal merangsang pembentukan
akar utama. Perlakuan P1-Z3 (2 MSS+5,61
mg) dan P1-Z1 (2 MSS + 1,87 mg )
menghasilkan jumlah akar 5,89 dan 5,67 helai
(Grafik 10) dan diikuti oleh perlakuan lainnya.
Pengamatan terhadap jumlah akar utama
sangat penting. Ini dikarenakan akar
merupakan bagian pertama dalam penyerapan
unsur hara yang merupakan makanan bagi
tanaman. Pada perbanyakan vegetatif cara stek
pemberian
auksin
diharapkan
mampu
merangsang pembentukan akar lebih cepat,
terutama akar adventif dan lateral.
Grafik 10. Tampilan jumlah akar, panjang
akar setelah panen
Adanya jumlah akar utama yang
tumbuh kemudian merangsang serabut-serabut
akar untuk berkembang. Perkembangan akar
ini mengakibatkan perubahan panjang akar
pada masing perlakuan. Merujuk dari analisis
statistik didapat tidak adanya perbedaan atau
selisih pada panjang akar yang nyata.
Perlakuan P1-Z1 (2 MSS + 1,87 mg ) dan P2Z2 (3 MSS + 3,74 mg ) memiliki panjang yang
tidak berbeda nyata yakni 11,24 cm dan 11,02
cm. Nilai yang tinggi pada P1-Z1 (2 MSS +
1,87 mg ) disebabkan umur tanam bibit lebih
awal sehingga tanaman yang ditransplantasi
R.Noerriwan Budi S, IK. Prasetyo, Eny Dyah Y Pengaruh Umur Transplantasi. 114
mempunyai waktu untuk penyesuaian dalam
pertumbuhan awalnya.
Grafik 11. Biomas akar setelah panen
Analisis statitik menunjukan bahwa
perlakuan P2-Z1 (3 MSS + 1,87 mg ) memiliki
berat biomas akar paling banyak yakni 0,037
g. Sedang perlakuan P1-Z1 (2 MSS + 1,87 mg
) yang awalnya memiliki jumlah dan panjang
akar lebih tinggi berat biomas akarnya
menurun. Perlakuan umur tanam 4 minggu
(P3) menunjukan nilai tidak berbeda nyata.
Penambahan hormon auksin meningkatkan
proses fisiologis dan differensiasi sel
daerah perakaran.
Umbi
Berdasarkan dari hasil analisis ragam
menunjukan tidak ada perbedaan jumlah umbi
yang nyata antar semua perlakuan.
Grafik 12. Tampilan jumlah umbi, diameter
dan berat umbi setelah panen.
Perbanyakan vegetatif cara stek
merangsang pembentukan buah atau umbi
lebih cepat tetapi bukan jaminan dalam
kualitas. Penanaman lebih awal P1 (2 MSS)
diharapkan bibit mampu menyesuaikan
lingkungan lebih cepat. Akan tetapi tidak
demikian yang terjadi. Umur transplantasi 4
minggu (P3) malah memberikan jumlah umbi
lebih banyak dibanding P1 (2 MSS) maupun
P2 (3 MSS). Perlakuan P3-Z3 (4 MSS+5,61
mg ) menempati jumlah teratas 1,84 umbi,
diikuti oleh P1-Z2 (2 MSS+3,74 mg ) dan P2Z1 (3 MSS+1,87 mg ) masing-masing 1,67
dan 1,64 umbi. Meskipun masing-masing tidak
berbeda nyata. Hasil analisis statistik didapat
diameter umbi didominasi dari perlakuan P1Z3 (2 MSS+5,61 mg ), P2-Z1 (3 MSS+1,87
mg ) dan P2-Z2 (3 MSS+3,74 mg ). Seperti
halnya jumlah umbi, tidak didapat perbedaan
dari keseluruhan perlakuan terhadap diameter
umbi ini. Perbedaan diameter umbi yang
didominasi 3 perlakuan tersebut kemungkinan
disebabkan oleh umur tanam yang lebih awal
dan pemberian hormon auksin yang terserap
secara optimal oleh jaringan.
Hasil analisis data terhadap variabel
berat umbi didapat bahwa perlakuan P2-Z2 (3
MSS+3,74 mg ), P2-Z1 (3 MSS+1,87 mg ) dan
P2-Z3 (3 MSS+5,61 mg ) memliki berat umbi
lebih tinggi dibanding perlakuan lain dengan
berat umbi 7,25 g, 6,69 g dan 6,25 g. Dengan
dibantu auksin peningkatan berat umbi sangat
diharapkan terutama untuk mendorong
peningkatan berat umbi kentang panen. Cara
kerja hormon auksin adalah menginisiasi
pemanjangan sel dan juga memacu protein
tertentu yang ada di membran plasma sel
tumbuhan untuk memompa ion H+ ke dinding
sel. Ion H+ mengaktifkan enzim tertentu
sehingga memutuskan beberapa ikatan silang
hidrogen rantai molekul selulosa penyusun
dinding sel. Sel tumbuhan kemudian
memanjang akibat air yang masuk secara
osmosis (Anonymous, 2005).
Perbanyakan stek
Tanaman
kentang
untuk
dapat
menghasilkan benih umbi yang siap tanam
115 PRIMORDIA VOLUME 12, NOMOR 2, OKTOBER 2016
memerlukan waktu lebih kurang 3-4 bulan dari
panen sedangkan luasan lahan yang siap tanam
lebih banyak. Sehingga terjadi kekurangan
akan bibit umbi berkualitas dikalangan petani.
Permasalahan ketersediaan bibit yang terbatas
selama ini menjadi kendala dalam budidaya
tanaman kentang. Alternatif teknologi yang
dikembangkan adalah pemanfaatan bagian
tanaman melalui perbanyakan stek tanaman.
Mengandalkan perbanyakan stek pucuk
saja tanpa mengetahui umur transplantasi stek
yang tepat dan tanpa pemberian hormon akan
menyebabkan perbanyakan tanaman kentang
ini kurang optimal. Oleh karena itu perlu
adanya perlakuan untuk mendapatkan
pengaruh perlakuan yang tepat terhadap
pertumbuhan tanaman stek. Perpaduan umur
transplantasi dan hormon diharapkan mampu
memberikan solusi akan ketersediaan dan
keterbatasan akan bibit kentang yang bermutu
di masyarakat.
Hasil analisis yang telah diperoleh
membuktikan
bahwa
perlakuan
umur
transplantasi bibit memberikan pengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman. Umur
transplantasi bibit 3 minggu (P2) (Grafik 7-12)
bisa menjadi pilihan dalam pengembangan
perbanyakan ini. Umur transplantasi 4 minggu
(P3) juga bisa menjadi pilihan jika musim
tanam masih bisa di undur. Kedua umur
transplantasi bibit diatas sama memiliki
kelebihan yaitu pada perlakuan P2 tanaman
sudah cukup umur untuk tumbuh dan
perakaran sudah banyak serta tak terlalu muda
atau ketuaan. Pada perlakuan P3 dengan umur
transplantasi 4 minggu memiliki kondisi
tanaman dan akar yang siap tanam tetapi untuk
musim tanam cepat P3 mungkin kurang
diminati oleh petani. Pemberian auksin selain
pembentukan
akar
juga
merangsang
percabangan akar lateral seperti disampaikan
oleh Dewi (2008) bahwa pemberian
kandungan auksin dalam mutan Arabidopsis ,
memperlihatkan perbanyakan akar lateral yang
ekstrim ternyata menyebabkan kandungan
auksin berubah konsentrasi 17 kali lipat dari
konsentrasi yang normal.
Pengaruh umur transplantasi dan auksin
lebih banyak ditunjukan oleh umur
transplantasi stek 3 minggu dan pemberian
hormon Z2 (Grafik 7-12). Kondisi tanaman
setelah transplantasi lebih penting dibanding
pada saat stek kentang masih dipembibitan.
Kondisi dilapang akan memperlihatkan
pengaruh-pengaruh kedua perlakuan tersebut
terhadap tanaman tanaman. Ada beberapa
pilihan yang dapat menjadi pilihan petani
antara lain perlakuan P2 dan P3 dengan semua
pemberian auksin.
Untuk perlakuan umur transplantasi
bibit 2 minggu tidak disarankan, disebabkan
kondisi tanam yang masih muda dan perakaran
yang belum tumbuh maksimal.
4. KESIMPULAN
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan, antara
lain: (1) tahap pembibitan menunjukan hasil
semua variabel pengamatan tidak berbeda
nyata, (2) tahap transplantasi menunjukkan
hasil tidak beda nyata pada pengamatan tinggi
tanaman, jumlah daun, jumlah tunas dan
biomas tanaman, (3) Beda nyata antar
perlakuan pada tahap transplantasi terjadi pada
parameter akar, untuk pengaruh auksin
terhadap panjang akar ditunjukan oleh
perlakuan P1Z2 (2 MSS + 3,74 mg ), P3Z3 (4
MSS + 5,61 mg) masing-masing 3,66 cm dan
11,88 cm. Perlakuan P2 (3 MSS) pengaruh
auksin tidak beda nyata di Z2 (3,74 mg) dan
Z3 (5,61 mg) yakni 7,55 dan 7,51 cm, (4)
variabel jumlah umbi pada tahap transplantasi,
umbi terbanyak dimiliki pengaruh auksin pada
perlakuan P1-Z3 (2 MSS + 5,61 mg) 1,13
umbi, P2-Z2 (3 MSS + 3,74 mg) 1,13 umbi
dan P3-Z3 (4 MSS + 5,61 mg) 2,25 umbi.
Pengaruh auksin pada umur transplantasi 2
MSS (P1) dan 3 MSS (P2) memberikan nilai
yang tidak berbeda nyata, (5) Persentase
tumbuh
tanaman
setelah
transplantasi
perlakuan P2-Z2 (3 MSS + 3,74 mg)
menunjukan pertumbuhan yang lebih baik
dibanding perlakuan lainnya dengan nilai 86,7
% (6) Perlakuan setelah transplantasi
berpengaruh tidak nyata pada variabel
R.Noerriwan Budi S, IK. Prasetyo, Eny Dyah Y Pengaruh Umur Transplantasi. 116
pengamatan tinggi tanaman, jumlah tunas,
jumlah daun dan biomas tanaman, jumlah akar
dan jumlah umbi
5. REFERENSI
Anonymous. 2005. Peranan Auksin. Dalam
http://repository.usu.ac.id/bitstream.
Diakses 2 April 2014.
Anonymous. 2011. Pola Pertumbuhan
Vegetatif.
Jendela
pertanian.
http://fandicka.wordpress.com/2011/04/
04/pola-pertumbuhan-fase-vegetatif/.
Diakses April 2014.
BPTH
Balinusra. 2009. Pengembangan
Teknologi
Perbanyakan
Tanaman
Secara-Vegetatif. http://bpthbalinusra.
net/index.
Baharrudin, T. Kuswinanti, S.E. Lamba. 2012.
Percepatan Ketersediaan Benih Kentang
Unggulan Lokal Melalui Introduksi
Paket Bioteknologi Ramah Lingkungan
di Kabupaten Toraja Utara dalam
Prosiding InSinas 2012. Disajikan 29-30
Nop 2012. http://insentif.ristek.go.id
/PROSIDING2012/ file-PG-Word_57.
pdf. Di akses 4 Desember 2013.
BPS. 2014. Luas panen, Produksi dan
Produktifitas Kentang tahun 2009-2013.
Http:// www.bps.go.id.
Dewi. R.A. 2008. Makalah Skripsi : Peranan
dan Fungsi
Fitohormon bagi
Pertumbuhan Tanaman. Faperta. Unpad.
Bandung.
Http://pustaka.unpad.ac
.id/wp-content/uploads/2009/06
/makalah_fitohormon.pdf. Diakses 2
April 2014.
Deptan. 2012. Memilih Varietas Kentang
Yang Ditanam. Http://cybex.deptan.
go.id/penyuluhan/memilih-varietaskentang-yang-ditanam. Di akses 20
Maret 2014.
Gunawan , L.W. 1987. Teknik Kultur Jaringan
Tumbuhan. Pusat Antar Universitas
(PAU), Bioteknologi, IPB. Bogor. Hlm.
6-19.
Gardner, F.P., R. B. Pearce, Roger L.
Mitchell., 1991. Fisiologi Tanaman
Budidaya. Penerjemah Herawati Susilo
dan Pendamping Subiyanto. Cetakan
Pertama.Penerbit Universitas Indonesia
Press, Jakarta.
Hartmann, H. T. and D. E. Kester. 1975. plant
propagation principle and 'Practices.
London: Prentice Hall Inc.
Kusumo, S. 1984. zat Pengatur Tumbuh
Tanaman. Bogor: Yasaguna
Karyadi. A.K dan Buchory A. 2008. Pengaruh
Auksin
dan
Sitokinin
terhadap
Pertumbuhan
dan
Perkembangan
Jaringan Meristem Kentang Kultivar
Granola.
Jurnal Hortikultura. Pusat
penelitan Tanaman Hortikultura. Bogor.
.Munawaroh, U,H. 2004. Cara Pemberian
Rootone F pada Berbagai Macam Ruas
Batang Stek Poinsettia (Euphorbia
pulcherina).
Fakultas
Pertanian
Universitas Brawijaya. Malang. P:8-11.
Pudjiono, S., 1996. Dasar-dasar Umum
Pembuatan
Stek
Pohon
Hutan.
Informasi Teknis No. 1/1996. Balai
Penelitian
dan
Pengembangan
Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman
Hutan.
Yogyakarta.
Dalam
http://www.forda-mof.org/files/
TEKNIK_
PERBANYAKAN_
VEGETATIF_JENIS_
TANAMAN_
Acacia_mangium.pdf
Rainiyati, Jasminarni, Neliyati dan Henny H.
2011. Proses Penyediaan Bahan Setek
Kentang asal Kultur Jaringan untuk
Produksi Bibit Kentang Mini pada
Kelompok Tani Kentang di Kecamatan
Kayu Aro Kabupaten kerinci Provinsi
Jambi. Jurnal Pengabdian Masyarakat.
No. 52 tahun 2011. repository.usu.ac.id.
Diakses 26 Desember 2014.
Suyamto, Karyadi, K.A., dan S.U. Nugroho.
2005. Teknologi Produksi Benih
Kentang.
Pusat
Penelitian
dan
Pengembangan Hortikultura. Badan
Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian.
Departemen
Pertanian
Jakarta.
Wattimena, G. A. 1988. Zat Pengatur Tumbuh
Tanaman. Institut Pertanian .Bogor.
Bogor. 143 hlm
Wilkins, M.B., 1989. Fisiologi Tanaman.
Cetakan Kedua. Bina Aksara,
Jakarta.
Wardiyati, T. 2003. Teknologi Pembibitan
Kentang di Jawa Timur. Fakultas
Pertanian. Universitas Brawijaya.
Malang.
Download