Peranan Alergen Tungau Debu Rumah (Der p 1 dan Der p 2) dalam

advertisement
TINJAUAN PUSTAKA
Peranan Alergen Tungau Debu Rumah
(Der p 1 dan Der p 2) dalam Reaksi Alergi
Diana Natalia
Departemen Parasitologi, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura,
Pontianak, Kalimantan Barat, Indonesia
ABSTRAK
Tungau debu rumah (TDR) merupakan aeroalergen tersering yang mensensitasi reaksi alergi pada 50% pasien dengan riwayat alergi. Alergen
Dermatophagoides pteronyssinus dan Dermatophagoides farinae telah diidentifikasi sebagai alergen hirup yang dapat berperan sebagai faktor
risiko timbulnya asma dan reaksi inflamasi di paru dengan dilepaskannya sitokin, kemokin, dan mediator lainnya. Alergen Dermatophagoides
pteronyssinus dengan aktivitas protease (Der p I) dan aktivitas enzim yang belum diketahui (Der p 2) menyebabkan deskuamasi pada sel
epitel saluran nafas dan menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi IL-6 dan IL-8.
Kata kunci: Alergen, Der p, tungau debu rumah
ABSTRACT
House dust mite (HDM) is one of the most common source of aeroallergens and more than 50% of allergic patients are sensitized to these
allergenic molecules. House dust mite aeroallergens (HDM) Dermatophagoides pteronyssinus and Dermatophagoides farinae cause allergy
reaction in asthma patients and induce an inflammatory response in the lungs due to the release of cytokines, chemokines and additional
mediators. HDM components of Dermatophagoides pteronissinus with protease activity (Der p 1) and unknown enzymatic activity (Der p 2)
induce desquamation in a human airway-derived epithelial cell line and induced the release of IL6 and IL-8. Diana Natalia. The Role of Housedust Mite Allergent Der p 1 and Der p 2 in Allergic Reaction.
Keywords: Allergens, Der p, house dust mite
PENDAHULUAN
Prevalensi penyakit alergi, terutama asma,
meningkat dalam 50 tahun terakhir ini, yaitu
5-30% di negara berkembang. Respons
imun yang terjadi adalah inflamasi saluran
pernapasan, produksi mukus, dan obstruksi
saluran napas.2
Tungau debu rumah (TDR) merupakan
aeroalergen tersering yang mensensitisasi
reaksi alergi. Dermatophagoides pteronyssinus
(Der p) dan Dermatophagoides farinae (Der f )
memproduksi lebih dari 20 macam alergen
berdasarkan sekuensi dan fungsi biologi.1
Reaksi alergi merupakan kumpulan respons
dari antigen yang ada di lingkungan sekitar,
seperti serbuk bunga, bulu binatang, dan
tungau debu rumah (TDR). Peranan tungau
terhadap alergi pada manusia pertama kali
didokumentasikan oleh Cooke dan Kern
Alamat korespondensi
tahun 1920 yang menemukan bahwa debu
dari tas menghasilkan reaksi kulit positif pada
penderita asma. Penelitian epidemiologis
menunjukkan TDR berperan sangat penting
pada kenaikan prevalensi asma di South
Fore, Papua New Guinea, terkait dengan
pemakaian selimut wool yang mengandung
TDR yang sangat tinggi.3
Selain mencetuskan asma, TDR juga mensensitisasi dan menginduksi rinitis dan
dermatitis atopik pada penderita penyakit
alergi. Penelitian Terreehorst (2002) pada 325
pasien atopi menunjukkan bahwa 92%
pasien asma dan 85% pasien dermatitis
atopi memiliki prevalensi tinggi terhadap
gejala rinitis alergi yang berhubungan
dengan TDR.4 Di Indonesia, 90% penderita
asma rentan terhadap debu rumah dan
TDR. Di Jepang, penderita yang rentan ter-
catat 70%-80%. Di Australia, 90% anak-anak
penderita asma juga alergi terhadap TDR.
Penelitian Sporik, et al,5 pada 67 orang
anak yang mempunyai riwayat atopi dalam
keluarga menunjukkan terdapat respons
bermakna antara nilai Der p I dengan
risiko sensitisasi terhadap TDR. Penelitian
tersebut juga menunjukkan bahwa bayi
yang terpajan alergen TDR konsentrasi
tinggi selama satu tahun pertama
kehidupannya mempunyai risiko lebih
besar untuk menderita asma pada umur 11
tahun.
Tujuan penulisan ini adalah membahas
pengaruh 2 grup alergen TDR (Der p 1 dan
Der p 2) dalam mensensitisasi respons
alergi, yaitu reaksi langsung terhadap sistem
kekebalan innate.
email: [email protected]
CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015
251
TINJAUAN PUSTAKA
TUNGAU DEBU RUMAH
Debu rumah merupakan partikel yang dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Di
dalam debu rumah terdapat tungau debu
rumah (TDR) yang banyak ditemukan pada
perabot-perabot rumah. Populasi TDR terbanyak didapatkan pada debu kamar tidur,
terutama pada debu kasur kapuk.5-7
TDR termasuk ke dalam filum Arthropoda,
kelas Arachnida, ordo Acarina, subordo
Astigmata, dan famili Pyroglyphidae. Famili
ini terdiri atas 16 genus dan 46 spesies. Tiga
belas spesies dapat ditemukan pada debu
rumah, tiga di antaranya adalah sumber
utama alergen TDR, yaitu D. pteronyssinus,
D. farinae (gambar 1), dan Glycyphagus
destructor.4-9 Bentuk TDR bervariasi, tetapi
umumnya lebih kurang bulat atau oval,
kepala, toraks, dan abdomennya menyatu
membentuk suatu badan tanpa segmen.
Tubuh tungau dibagi menjadi empat bagian,
yaitu daerah mulut dan bagian-bagiannya
(gnatosoma), daerah pasangan kaki I dan II
(propodosoma), daerah pasangan kaki III dan
IV (metapodosoma), dan daerah posterior
(opistosoma).5,7-9
Tungau dewasa dan nimfa memiliki 8 kaki,
sedangkan larva mempunyai 6 kaki. Ukuran
tubuhnya berkisar antara 0,2-0,3 mm.
Tubuhnya ditutupi oleh rambut-rambut
panjang yang disebut setae. Permukaan
tubuhnya tampak transparan. TDR bersifat
ovipar dan dalam perkembangannya
melalui empat tahapan, yaitu telur, larva,
nimfa, dan bentuk dewasa. Waktu yang
dibutuhkan oleh TDR dari stadium telur
sampai menjadi dewasa kira-kira 20 hari.
Stadium dewasa jantan berumur 60-80
hari, sedangkan tungau betina 100-150
hari tergantung suhu, kelembapan, serta
jumlah makanan yang tersedia. Dalam
berkembang biak, tungau debu rumah
dapat berkembang paling baik pada suhu
25oC dengan kelembapan rerata 75%. Pada
suhu kurang dari 15oC atau lebih dari 35oC,
perkembangan tungau debu rumah akan
jauh lebih lambat.4-9
Makanan TDR secara umum adalah serpihan
kulit manusia, daki, dan sisa makanan.
Skuama berperan bagi kelangsungan
hidup tungau. Manusia dalam satu hari
menghasilkan 0,5-1 gram serpihan kulit dan
1 gram skuama dapat mencukupi kebutuhan
makan tungau selama 20 hari. Tungau
terutama D. pteronyssinus dapat hidup sebagai pemakan segala (omnivora).9
Alergen dari tungau debu rumah adalah
faeces serta tubuh tungau debu rumah itu
sendiri. Habitat tungau debu rumah sering
pada bantal kapuk, sofa, selimut, serta
karpet yang lembap.8
Alergen TDR
Bagian tubuh TDR yang bisa menjadi
alergen adalah kutikula, organ seksual, dan
saluran cerna. Antigen pada D. pteronyssinus
terutama di saluran cerna dan kutikula.
Makanan yang masuk ke usus diekskresikan
sebagai antigen yang kuat. Dalam masa 3
bulan kehidupannya, tungau diperkirakan
menghasilkan 2000 partikel tinja, 50 telur,
dan 4 kutikula, sehingga secara tidak
langsung memperlihatkan bahwa >95%
alergen tungau berasal dari partikel tinja. Di
samping itu, TDR yang sudah mati merupakan alergen potensial.5-9
Alergen TDR pertama yang dimurnikan
adalah Der p I dan Der f I yang terdapat
dalam konsentrasi tinggi pada feses. Alergen
tersebut merupakan glikoprotein yang labil
pada suhu panas dan merupakan enzim
Gambar 1. Dermatophagoides pteronyssinus (kiri) dan Dermatophagoides farinae11 (kanan)
252
pencernaan yang terdiri atas proteinase dan
papain yang berasal dari kelenjar di sekitar
saluran cerna tungau. Alergen tersebut mempunyai berat molekul (BM) 24 kilodalton
(kd). Der p 1 mempengaruhi aktivitas
sistein protease, sehingga menyebabkan
deskuamasi sel-sel epitel, lepasnya sitokin
oleh sel epitel, dan membawa alergen
melewati lapisan epitel. 5,9-10
Alergen kedua (Der p II, Der f II) berasal dari
badan tungau yang mempunyai BM 15 kd,
diameternya 250 μm, dan alergen tersebut
lebih stabil pada suhu panas. Der p 2 sangat
sedikit berpengaruh pada aktivitas protease,
tetapi dapat berikatan dengan Ig E. 5,9
Dua alergen lainnya yang kurang penting,
yaitu alergen III (Der f III) dengan BM 30 kd
dan mempunyai struktur kimia sama dengan
tripsin, sedangkan alergen IV mempunyai
BM 60 kd dengan struktur kimia sama
dengan amilase.5,9
Tungau mengandung alergen dari feses
lebih dari 200 kali berat tubuhnya. Setiap
gram debu mengandung 1000 tungau dan
250.000 alergen dari butiran feses. Kurang
lebih 80% penderita alergi TDR mempunyai antibodi IgE spesifik terhadap alergen
kelompok I (Der p I dan Der f I). Alergen
tungau kelompok I dan II secara klinis
berkaitan dengan penyakit asma, dermatitis
atopik, dan rinitis alergik.5,6
Pajanan tungau sebanyak 100-500 tungau
per gram atau 10 mg Der p 1 per gram debu
merupakan faktor risiko terjadinya asma.
Pajanan lama dengan 500 tungau per gram
debu atau lebih mengakibatkan terjadinya
respons antibodi IgE dan asma.5
REAKSI ALERGI
Reaksi alergi terdiri dari 2 fase, yaitu reaksi
alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung
sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam
setelahnya dan reaksi alergi fase lambat
(RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan
puncak 6-8 jam (fase hiper-reaktivitas)
setelah terpapar alergen dan dapat berlangsung sampai 24–48 jam.8,11-14
Dalam patogenesisnya, reaksi alergi dibedakan dalam fase sensitisasi dan elisitasi
yang terdiri atas tahap aktivasi dan tahap
efektor.
CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015
TINJAUAN PUSTAKA
1. Fase Sensitisasi
Semua mukosa hidung manusia terpapar
oleh berbagai partikel, seperti tepung sari,
debu, serpihan kulit binatang, dan protein
lain yang terhirup bersama inhalasi udara
napas. Pada kontak pertama dengan alergen,
makrofag atau sel dendritik yang berperan
sebagai antigen precenting cell (APC) akan
menangkap aeroalergen yang menempel
di permukaan mukosa hidung. Alergen
yang terdeposit pada mukosa hidung
tersebut kemudian diproses oleh makrofag/
sel dendritik yang berfungsi sebagai fagosit
dan APC menjadi peptida pendek yang
terdiri atas 7-14 asam amino yang berikatan
dengan tempat pengenalan antigen dari
komplek MHC (major histocompatibility
complex) kelas II. APC ini akan mengalami
migrasi ke adenoid, tonsil atau limfonodi
yang kemudian dipresentasikan pada sel Th
naif (Th0).12-15-17
Pada penderita atopi, reseptor sel T (TCR)
pada limfosit Th0 bersama molekul CD4
dapat mengenali peptida yang disajikan
oleh sel penyaji antigen tersebut. Kontak
simultan yang terjadi antara TCR bersama
molekul CD4 dengan MHC klas II, CD28,
dan B7, serta molekul asesori pada sel T
dengan ligand pada sel penyaji antigen,
memicu terjadinya rangkaian aktivitas pada
membran sel, sitoplasma, ataupun nukleus
sel T yang hasil akhirnya berupa produksi
sitokin. APC melepas sitokin, seperti IL-1, yang
akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi
menjadi Th1 dan Th2. Th2 menghasilkan
berbagai sitokin, seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL13.13-14,16
Paparan alergen dosis rendah terus-menerus pada seseorang yang mempunyai
bakat alergi (atopi) dan presentasi alergen
oleh sel-sel dari APC pada sel B disertai
pengaruh sitokin IL-4 dan IL-13 yang diikat
oleh reseptornya di permukaan sel limfosit
B, memicu sel limfosit B menjadi aktif
dan akan memproduksi IgE yang terus
bertambah jumlahnya. IgE yang diproduksi
berada bebas dalam sirkulasi dan sebagian
berikatan dengan reseptornya dengan
afinitas tinggi di permukaan sel basofil dan
sel mast. Sel mast kemudian masuk ke venula
postkapiler di mukosa yang kemudian keluar
dari sirkulasi dan berada dalam jaringan,
termasuk di mukosa dan sub-mukosa
hidung. Dalam keadaan ini, seseorang di-
CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015
katakan dalam keadaan sensitif atau sudah
tersensitisasi, serta memberikan hasil positif
pada uji kulit.13-16
2. Fase Elisitasi
a. Tahap Aktivasi
Pada penderita yang sudah tersensitisasi,
jika terpapar ulang dengan alergen serupa
dengan paparan alergen sebelumnya pada
mukosa hidung, dapat terjadi ikatan/
bridging antara dua molekul IgE yang
berdekatan pada permukaan sel mast/
basofil dengan alergen yang polivalen
tersebut (cross-linking). Interaksi antara IgE
yang terikat pada permukaan sel mast atau
basofil dengan alergen yang sama tersebut
memicu aktivasi guanosine triphospate
(GTP) binding (G) protein yang mengaktifkan
enzim phospholipase C untuk mengkatalisis
phosphatidyl inositol biphosphat (PIP2) menjadi inositol triphosphate (IP3) dan diacyl
glycerol (DAG) pada membran PIP2. Inositol
triphosphate (IP3) menyebabkan pelepasan
ion calcium intrasel ( Ca++) dari retikulum
endoplasma. Ion Ca++ dalam sitoplasma
langsung mengaktifkan beberapa enzim,
seperti phospolipase-A dan komplek Ca++calmodulin yang mengaktifkan enzim
myosin light chain kinase. Selanjutnya,
Ca++ dan DAG bersama-sama dengan
membran fosfolipid mengaktifkan protein
kinase C. Sebagai hasil akhir aktivasi ini
adalah terbentuknya mediator lipid yang
tergolong dalam newly formed mediators,
seperti prostaglandin D2 (PGD2), leukotrien
C4 (LTC-4), platelet activacting factors (PAF),
dan eksositosis granula sel mast yang
berisi mediator kimia yang disebut sebagai
preformed mediator seperti histamin,
tryptase, dan bradikinin.13-14,17
Histamin merupakan mediator kimia
penting yang dilepaskan sel mast karena
histamin dapat mengakibatkan lebih dari
50% gejala reaksi alergi hidung (bersin,
rinore, hidung gatal dan hidung tersumbat).
Histamin mempunyai efek langsung pada
endotel, yaitu meningkatkan permeabilitas
kapiler yang menyebabkan proses transudasi
yang memperberat gejala rinore. Ikatan
histamin pada reseptor saraf nosiseptif tipe
C pada mukosa hidung yang berasal dari
N.V menyebabkan rasa gatal di hidung
dan merangsang timbulnya serangan
bersin. Efek histamin pada kelenjar karena
aktivasi refleks parasimpatis mempunyai
efek meningkatkan sekresi kelenjar yang
menyebabkan gejala rinore yang serous.
Selain itu, juga menyebabkan gejala
hidung tersumbat karena menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah sehingga
terjadi transudasi ke interstitial yang mengakibatkan mukosa hidung, terutama
konka, menjadi edema. Gejala yang segera
timbul setelah paparan alergen disebut
reaksi fase cepat atau reaksi fase segera
(RFS). Histamin yang sudah dibebaskan dari
sel mast akan dimetabolisme oleh histamin
N-methyl transferase ( HMT) pada sel epitel
ataupun pada endotel.13-14,17
b. Tahap Efektor
Setelah reaksi fase segera, dengan adanya
pelepasan sitokin dan aktivasi endotel,
terjadi reaksi fase lambat. Reaksi fase lambat
(RFL) terjadi pada sebagian penderita (3035%) rinitis alergi antara 4-6 jam setelah
paparan alergen dan menetap selama
24-48 jam. Gambaran khas RFL adalah
tertariknya berbagai macam sel inflamasi,
khususnya eosinofil ke lokasi reaksi alergi
yang merupakan sel efektor mayor pada
reaksi alergi kronik, seperti rinitis alergi
dan asma bronkhial. Perjalanan eosinofil
dari sirkulasi darah sampai ke jaringan/
lokasi alergi dipengaruhi faktor kemotaktik,
melalui beberapa tahap seperti migrasi
(perpindahan) eosinofil dari tengah ke tepi
dinding pembuluh darah dan mulai berikatan secara reversibel dengan endotel
yang mengalami inflamasi (rolling), diikuti
perlekatan pada dinding pembuluh darah
yang diperantarai oleh interaksi molekul
adhesi endotel, seperti intercell adhesi
molecule–1 (ICAM-1) dan vascular cell adhesi
molecule-1 (VCAM-1) yang bersifat spesifik
terhadap perlekatan sel eosinofil karena
sel eosinofil mengekpresikan VLA-4 yang
akan berikatan dengan VCAM-1. ICAM-1
juga diekspresikan oleh sel epitel mukosa
hidung penderita rinitis alergi yang terpapar alergen spesifik terus-menerus dan
menjadi dasar konsep adanya minimal
persistent inflamation (MPI) yang terlihat
pada rinitis alergi terhadap tungau debu
rumah (TDR) dalam keadaan bebas gejala.1314,16-17
Sel eosinofil mukosa hidung berperan
penting pada perubahan patofisiologis
penderita alergi, karena mengandung berbagai mediator kimia, seperti major basic
253
TINJAUAN PUSTAKA
protein (MBP), eosinophile cationic protein
(ECP), eosinophile derived neurotoxin (EDN),
dan eosinophile peroxidase (EPO) yang
menyebabkan desagregasi dan deskuamasi
epitel, kematian sel, inaktivasi saraf mukosa,
dan kerusakan sel karena radikal bebas.13-17
Peranan Der p 1 dan Der p 2
Alergen grup 1 dan 2 merupakan molekul
antigen TDR yang paling penting karena
berhubungan dengan respons alergi yang
ditimbulkannya,
50-100%
mengaktivasi
pembentukan IgE spesifik. Mengingat
pengaruh TDR terhadap respons alergi di
seluruh dunia, imunoterapi langsung terhadap Der p 1 dan Der p 2 akan mengobati
80% pasien alergi di dunia. Penelitian atau
pengetahuan mengenai alergen TDR ini
akan dapat memberikan harapan baru dalam
mengatasi atau mencegah respons alergi
oleh TDR.
dendritik, sehingga cenderung mengubah
sel T naif menjadi sel Th2, karena thiol diperlukan untuk pembentukan Th1.19
Mekanisme yang jelas bagaimana alergen
Der p 2 mempengaruhi sel Th2 masih belum
pasti sampai sekarang. Beberapa penelitian
menunjukkan bahwa Der p 2 strukturnya
homolog dengan MD2 (lipid binding – kofaktor TLR4), sehingga membentuk inflamasi
saluran napas melalui mekanisme TLR4.20 Der
p 2 yang dimurnikan dari TDR mengandung
sedikit LPS, dapat mengaktivasi TLR4 ynag
tidak mengandung MD2, jadi dalam hal ini
LPS-Der p 2 mungkin mirip dengan LPS-MD2
dalam mengaktivasi TLR4. Rekombinan Der p
2 yang tidak memiliki LPS tidak mengaktifkan
jalur tersebut. Sensitisasi saluran napas oleh
Der p 2 (0,1 μg) dalam kondisi rendah paparan
LPS (0,026 pg) dapat menyebabkan toleransi
pada mencit wild type dan mencit defisit MD,
tetapi tidak terjadi pada mencit defisit TLR4.
Karena Der p 2 meniru fungsi MD2, akibatnya
Der p 2 menampilkan adjuvan yang penting
dalam respons alergi TDR. Perlu diperhatikan
juga bahwa banyak alergen, termasuk Der p
2, sekelompok dengan MD2-like lipid binding,
sehingga adjuvan yang dihasilkan juga dapat
memicu alergi yang serupa.21
Penelitian lain menunjukkan bahwa Der
p 2 merangsang sel-sel otot polos saluran
pernapasan melalui mekanisme TLR
4-independent, dan juga merangsang
pembentukan nuclear factor-kappa B (NFκB), ERK, aktivasi JNK, ekspresi c-Fos, sitokin
Der p 1 dengan aktivitas proteolitik dapat
langsung mengaktivasi respons imun innate
dan adaptif, dalam hal ini mensensitasi terbentuknya Th2. Der p 1 dapat melekat pada
beberapa molekul permukaan sel, seperti
terhadap CD23 dari sel B yang mengatur
produksi IgE. Der p 1 juga dapat menempel
pada CD25 di permukaan sel T, CD 40, dan
DC-SIGN di permukaan sel dendritik, sehingga terjadi kecenderungan membentuk
Th2. Penelitian pada hewan menunjukkan
bahwa aktivitas proteolitik Der p 1 sangat
penting dalam mensensitasi respons alergi.
Der p 1 mendegradasi antiprotease saluran
napas, seperti α1-antitrypsin inhibitor, elafin,
dan secretory leukosit protease inhibitor.
Der p 1 dan Der f 1 dapat menginaktifkan
protein surfaktan paru, yaitu protein A dan
D yang menghalangi perlekatan alergen
terhadap sel yang tersekuestrasi IgE. Der p
1 dapat mendegradasi ikatan protein yang
terdapat pada epitel saluran napas, sehingga
meningkatkan permeabilitas epitel bronkus,
mengakibatkan alergen dapat ditangkap oleh
sel dendritik di jaringan subendotelial. Der
p 1 juga dapat langsung mengaktivasi
epitel saluran napas untuk menghasilkan
sitokin-sitokin pro-inflamasi, seperti IL-6,
IL-8 melalui mekanisme PAR2 (proteinaseactivated reseptor 2)- independen.10,18
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa
Der p 1 menginduksi degradasi CD 40
yang menurunkan produksi thiols oleh sel
254
Gambar 2. Respons alergi terhadap alergen mayor TDR.2
CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015
TINJAUAN PUSTAKA
Peranan Imunostimulator Lain pada
Respons Alergi terhadap TDR
Produk lain selain LPS dapat mengatur reaksi
alergi terhadap TDR. Kitin, biopolimer
N-aceyl-β-D-glucosamine, bagian dari eksoskeleton TDR dapat menginduksi akumulasi
IL-4 pada jaringan, sehingga mengekspresikan sistem imun innate, eosinofil,
dan basofil.2
menuju paru. Reaksi tersebut spesifik
untuk TDR, karena kecoa dan ilalang gagal
mendatangkan respons tersebut. Produksi
CCL20 diinduksi melalui mekanisme TLR
independent, proses protease independent
tetapi bergantung pada struktur β-glukan.
Namun, β-glukan lain yang bukan ekstrak
TDR dapat berkompetisi dalam menghambat
sekresi CCL20, sehingga gagal menghasilkan
kemokin. Efek ini juga dapat terjadi apabila
terbentuk ligasi antara β-glukan TDR dengan
non-Toll PRRs, seperti C-type lectin reseptor
dectin.2
Polimer β-glukan yang terdapat pada ekstrak
TDR juga ikut berperan dalam tahap awal
respons alergi. TDR menginduksi sekresi
CCL20 pada sel epitel saluran napas
agar dapat menarik sel dendritik imatur
PENUTUP
TDR merupakan alergen terbanyak yang
menimbulkan respons alergi di negara
berkembang. Walaupun perkembangan
biologi molekuler mengenai alergen TDR
MCP-1, IL-6, dan ekspresi eotaxin, yang
semuanya merupakan faktor penting dalam
inisiasi respons alergi Th2. 22
sangat cepat, tetapi beberapa pertanyaan
mengenai struktur dan fungsinya pada
respons alergi masih belum terjawab.
Penelitian terbaru menjelaskan bahwa
peranan LPS dan β-glukan mengontrol
kecenderungan inisiasi menjadi Th2 dalam
respons alergi terhadap TDR. Adjuvan nonalergenik ini berikatan dengan alergen TDR
grup 1, sehingga merangsang sel dendritik
dan epitel saluran napas, dan mendukung
pembentukan Th2. Atas dasar temuantemuan ini, mekanisme respons alergi terhadap TDR dapat diilustrasikan. Diperlukan
pembelajaran yang lebih luas mengenai
faktor-faktor selain TDR yang dapat mempengaruhi respons alergi terhadap TDR.
Karakteristik lingkungan senyawa pada TDR
dapat membuka harapan untuk pendekatan terapeutik baru.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Thomas WR, Smith WA, Hales BJ, Milis KL, O’Brien RM. Characterization and immunobiology of house dust mite allergens. Int Arch Allerg Immunol. 2002;129:1-18.
2.
Jaquet A. New insight into the molecular basis of the house dust mite-induced allergy response. The Open Allergy Journal 2009;2:38-44.
3.
Dowse GK, Turner KJ, Stewart GA, Alpears MP, Woolcock AJ. The association between dermatophagoides mites and the increasing prevalence of asthma in villages communities within
4.
Millian E, Diaz AM. Allergy to house dust mites and asthma. PRHSJ. 2004;23:47-57.
5.
Sungkar S. Aspek biomedis tungau debu rumah. Jakarta: Pdpersi; 2004.
the Papua New Guinea highland. J Allerg Clin Immunol. 1985;75:75-83.
6.
Bousquet J, Khaltaev N, Cruz AA, Denburg J, Fokkens WJ, Togias A, et al. Allergic rhinitis and its impact on asthma (ARIA) 2008 update (in collaboration with the World Health Organization,
GA(2)LEN and AllerGen). Allergy. 2008; 63(suppl.86): 8-160. doi: 10.1111/j.1398-9995.2007.01620.x.
7.
Widiastuti. Pengaruh penjemuran kasur kapuk terhadap populasi tungau debu rumah (TDR) [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 1996.
8.
Utama DS. Hubungan antara jenis aeroalergen dengan manifestasi klinis rhinitis alergika [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2010.
9.
Hadi S. Hubungan kepadatan tungau debu rumah dengan derajat penyakit dermatitis kontak [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro; 2002.
10. Kauffman HF, Tamm M, Timmerman JA, Borger P. House dust mite major allergens Der p 1 and Der p 5 activate human airway-derived epithelial cells by protease-dependent and
protease-independent mechanisms. Clin Mol Allerg. 2006;4:5.
11. Yodupranoto K. Perbandingan populasi tungau debu rumah pada kasur kapuk dan non kapuk di perumahan PJKA Kelurahan Randusari Semarang Selatan Jawa Tengah. (Skripsi).
Semarang: Universitas Diponegoro, 2006.
12. Bubnoff D, Geiger E, Beiber T. Antigen presenting cells in allergy. J Allergy Clin Immunol. 2001;108:329-39.
13. Baraniuk JN. Pathogenesis of allergic rhinitis. J Allergy Clin Immunol. 2001;99:763-7.
14. Abbas AK, Lichman AH, Pillai S. Cellular and molecular immunology. 7th ed. USA: Elsevier Saunders; 2012:427-33.
15. Lambrecht BN. Allergen uptake and presentation by dendritic cells. Curr Opin Allergy Clin Immunol. 2001;1:51-9.
16. Davila I, Mullol J, Ferrer M, Bartra J, del Cuvillo A. Genetic aspects of allergic rhinitis. J Investig Allerg Clin Immunol. 2009;19:25-31.
17. Lumbanraja PLH. Distribusi alergen pada penderita rinitis alergi di departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan [Tesis]. Medan: Universitas Sumatera Utara; 2007.
18. Adam E, Hansen KK, Astudillo OF, Coulon L, Bex F, Duhant X, et al. The house mite allergen Der p 1, unlike Der p 3, stimulate the expression of interleukin-8 in human airway epithelial cells
via a proteinase-activated reseptor 2-independent mechanism. J Biol Chem. 2006;118: 361-7.
19. Hasan AA, Ghaemmaghami AM, Fairclough L, Robin A, Sewell HF, Shakib F. Allergen driven suppression of thiol production by human dendritic cells and the effect of thiol on T cell
function. Immunobiology 2009; 214: 2-16. doi: 10.1016/j.imbio.2008.04.006. Epub 2008 Jun 20.
20. Trompette A, Divanovic S, Visintin A, Blanchard C, Hegde RS, Madan R, et al. Allergenicity resulting from functional mimicry of a Toll-like receptor complex protein. Nature. 2009; 457: 585-8.
doi: 10.1038/nature07548. Epub 2008 Dec 7.
21. Inohara N, Nunez G. ML-a conserved domain involved in innate immunity and lipid metabolism. Trends Biochem Sci. 2002;27:219-21.
22. Chiou YL, Lin CY. Der p 2 activates airway smooth muscle cells in a TLR2/ My D88-dependent manner to induce an inflammatory response. J Cell Physiol. 2009; 220: 311-8. doi: 10.1002/
jcp.21764.
CDK-227/ vol. 42 no. 4, th. 2015
255
Download