BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Darah Darah adalah jaringan hidup

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.
Darah
Darah adalah jaringan hidup yang bersirkulasi mengelilingi seluruh tubuh
dengan perantara jaringan arteri, vena dan kapilaris, yang membawa nutrisi,
oksigen, antibodi, panas, elektrolit dan vitamin ke jaringan seluruh tubuh. Darah
manusia terdiri atas plasma darah, globulus lemak, substansi kimia (karbohidrat,
protein dan hormon), dan gas (oksigen, nitrogen dan karbon dioksida). Sedangkan
plasma darah terdiri atas eritrosit (sel darah merah), leukosit (sel darah putih) dan
trombosit (platelet) (Watson, 2002).
2.
Komposisi Darah
Darah secara makroskopis berbentuk cair, sebenarnya darah berbentuk cair
dan padat, yang apabila di periksa di bawah mikroskopis tampak banyak benda
bundar kecil di dalamnya yang dikenal sebagai korpuskulus darah atau sel darah
(Watson, 2002).
Dalam keadaan normal, sel darah merah berbentuk cakram kecil bikonkaf
dengan diameter sekitar 7.2 μm tanpa memiliki inti, cekung pada kedua sisinya,
dilihat dari samping seperti 2 (dua) buah bulan sabit yang bertolak belakang, kalau
dilihat satu persatu berwarna kuning tua pucat, tetapi dalam jumlah besar seperti
kelihatan merah dan memberi warna pada darah. Struktur sel darah merah terdiri
atas pembungkus luar atau stroma, berisi massa hemoglobin (HB). Hemoglobin
adalah protein yang kaya akan zat besi, yang mempunyai afinitas (daya gabung)
Universitas Sumatera Utara
terhadap oksigen dan dengan oksigen tersebut membentuk oxihemoglobin di
dalam sel darah merah, melalui fungsi ini maka oksigen di bawa dari paru-paru ke
jaringan-jaringan lain. Sel darah merah memerlukan protein karena strukturnya
terbentuk dari asam amino, juga memerlukan zat besi (Pearce, 1979 : 133 – 135).
Sel darah merah yang berukuran kurang dari 6 μm dinamakan sel mikrosit
dan yang berukuran lebih dari normal (9 μm - 12 μm) dinamakan sel makrosit.
Komposisi molekuler sel darah merah menunjukkan bahwa lebih dari separuhnya
terdiri dari air (60%) dan sisanya berbentuk substansi padat. Secara keseluruhan
isi sel darah merah merupakan substansi koloidal yang homogen, sehingga sel ini
bersifat elastis dan lunak. Sel darah merah dibatasi oleh membran plasma yang
bersifat semipermeable dan berfungsi untuk mencegah agar koloid yang
dikandungnya tetap di dalam. Tekanan osmosis di luar sel darah merah haruslah
sama dengan tekanan di dalam sel darah merah agar terdapat keseimbangan.
Apabila sel darah merah dimasukkan ke dalam larutan hipertonis maka air dalam
sel darah merah akan mengalir ke luar yang akan berakibat bentuk sel darah
merah menjadi berkerut seperti berduri (sel burr). Sebaliknya, apabila sel darah
merah dimasukkan dalam larutan hipotonis, maka air akan masuk ke dalam sel
darah merah sehingga sel darah merah menggembung sampai dapat pecah.
Peristiwa tersebut dinamakan hemolisis yang ditandai dengan merahnya larutan
oleh karena keluarnya hemoglobin (Subowo, 2002).
Membran plasma pada sel darah merah dapat mengalami kerusakan,
sehingga tidak dapat melakukan fungsi yang diembannya. Jenis kerusakan dapat
beraneka ragam, dapat karena tusukan, robek, putus, terkena senyawa kimia, dan
Universitas Sumatera Utara
sebagainya. Membran plasma berfungsi untuk menyelubungi sebuah sel dan
membatasi keberadaan sebuah sel, juga memelihara perbedaan-perbedaan pokok
antara isi sel dengan lingkungannya serta sebagai filter untuk memilih dan
memilah-milah bahan-bahan yang melintasinya dengan tetap memelihara
perbedaan kadar ion di luar dan di dalam sel (Subowo, 2002).
3.
Golongan Darah O-A-B
3.1. Antigen A dan B (Aglutinogen)
Dua antigen -tipe A dan tipe B terdapat pada permukaan sel darah merah
pada sebagian besar populasi. Antigen-antigen inilah (yang disebut juga
aglutinogen karena mereka seringkali menyebabkan aglutinasi sel darah) yang
menyebabkan reaksi transfusi. Karena antigen-antigen ini diturunkan, orang dapat
tidak mempunyai antigen tersebut di dalam selnya, atau hanya satu, atau sekaligus
mempunyai keduanya
3.2. Golongan Darah O-A-B yang Utama
Pada transfusi darah dari orang ke orang, donor darah dan darah resipien
normalnya diklasifikasikan ke dalam empat tipe O-A-B utama, bergantung pada
ada atau tidaknya kedua aglutinogen, yaitu aglutinogen A dan B. Bila tidak
terdapat aglutinogen A ataupun B, golongan darahnya adalah golongan O. Bila
hanya terdapat aglutinogen tipe A, darahnya adalah golongan A. Bila hanya
terdapat aglutinogen tipe B, darahnya adalah golongan B. Dan bila terdapat
aglutinogen A dan B, darahnya adalah golongan AB (Azmielvita, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Menurut
Alrasyid
(2010)
golongan
darah
manusia
ditentukan
berdasarkan jenis antigen dan antibodi yang terkandung dalam darahnya, sebagai
berikut:
1) Individu dengan golongan darah A memiliki sel darah merah dengan antigen
A di permukaan membran selnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen
B dalam serum darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah A-negatif
hanya dapat menerima darah dari orang dengan golongan darah A-negatif
atau O-negatif.
2.) Individu dengan golongan darah B memiliki antigen B pada permukaan sel
darah merahnya dan menghasilkan antibodi terhadap antigen A dalam serum
darahnya. Sehingga, orang dengan golongan darah B-negatif hanya dapat
menerima darah dari orang dengan golongan darah B negative atau O negatif.
3.) Individu dengan golongan darah AB memiliki sel darah merah dengan antigen
A dan B serta tidak menghasilkan antibodi terhadap antigen A maupun B.
Sehingga, orang dengan golongan darah AB-positif dapat menerima darah
dari orang dengan golongan darah A-B-O apapun dan disebut resipien
universal. Namun, orang dengan golongan darah AB-positif tidak dapat
mendonorkan darah kecuali pada sesama AB-positif.
4.) Individu dengan golongan darah O memiliki sel darah tanpa antigen, tapi
memproduksi antibodi terhadap antigen A dan B. Sehingga, orang dengan
golongan darah O-negatif dapat mendonorkan darahnya kepada orang dengan
golongan darah A-B-O apapun dan disebut donor universal. Namun, orang
Universitas Sumatera Utara
dengan golongan darah O-negatif hanya dapat menerima darah dari sesama
O-negatif.
4.
Golongan Darah Rhesus (Rh)
Bersama dengan sistem golongan darah O-A-B, sistem Rh juga penting
dalam transfusi darah. Perbedaan utama antara sistem O-A-B dan sistem Rh
adalah sebagai berikut: Pada sistem O-A-B, aglutinin bertanggung jawab atas
timbulnya reaksi transfusi yang terjadi secara spontan, sedangkan pada sistem Rh,
reaksi aglutinin spontan hampir tak penah terjadi. Malahan, orang mula-mula
harus terpajan secara masif dengan antigen Rh, biasanya melalui transfusi darah
atau melalui ibu yang memiliki bayi dengan antigen, sebelum terdapat cukup
aglutinin untuk menyebabkan reaksi transfuse yang bermakna (Azmielvita, 2009).
Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Masih
banyak perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi
antigeniknya. Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rhantigen pada eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang
yang tidak mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia
tersebut dinamakan antigen-D, dan merupakan antigen yang berperan penting
dalam transfusi. Tidak seperti pada A-B-O sistem dimana seseorang yang tidak
mempunyai antigen A/B akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam
plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hampir selalu oleh
suatu eksposure apakah itu dari transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah
Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila dibandingkan dengan sistem
Universitas Sumatera Utara
golongan darah lainnya. Dengan pemberian darah Rhesus positif (D+) satu kali
saja sebanyak ± 0,1 ml secara parenteral pada individu yang mempunyai golongan
darah Rhesus negatif (D-), walaupun golongan darah A-B-O nya sama sudah
dapat menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D) (Widjajakusumah, 2003).
5.
Antigen Rhesus
Terdapat enam tipe antigen Rh yang biasa, salah satunya disebut faktor
Rh. Tipe-tipe ini ditandai dengan C, D, E, c, d dan e. Orang yang memiliki
antigen C tidak mempunyai antigen c, tetapi orang yang kehilangan antigen C
selalu mempunyai antigen c. Keadaan ini sama halnya untuk antigen D-d dan E-e.
Juga, akibat cara penurunan faktor-faktor ini, maka setiap orang hanya
mempunyai satu dari ketiga pasang antigen tersebut. Tipe antigen D dijumpai
secara luas di masyarakat dan bersifat lebih antigenik daripada antigen Rh lain.
Oleh karena itu, seseorang yang mempunyai tipe antigen ini dikatakan Rh-positif,
sedangkan mereka yang tidak mempunyai tipe antigen D dikatakan Rh-negatif.
Meskipun demikian, perlu diperhatikan bahwa bahkan pada orang-orang dengan
Rh-negatif, beberapa antigen Rh lainnya masih dapat menimbulkan reaksi
transfusi, walaupun biasanya jauh lebih ringan. Kira-kira 85 persen dari seluruh
orang kulit putih adalah Rh-positif dan 15 persennya Rh- negatif. Pada orang kulit
hitam Amerika, persentase Rh positifnya kira-kira 95%, sedangkan pada orang
kulit hitam afrika, betul-betul 100% (Azmeilvita, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Download