TEORI Penggolongan darah dan Rhesus Golongan darah manusia dibagi menjadi beberapa macam. Hal ini dapat dilihat dari aglutinogen (antigen) dan aglutinin (antibodi ) yang terkandung dalam darah seseorang. Penggolongan darah ini pertama kali ditemukan oleh Dr. Lendsteiner dan Donath. Di dalam darah manusia terdapat aglutinogen (antigen) pada eritrosit dan aglutinin (antibodi ) yang terdapat di dalam plasma darah. Penemuan Karl Landsteiner diawali dari penelitiannya, yaitu ketika eritrosit seseorang dicampur dengan serum darah orang lain, maka terjadi penggumpalan (aglutinasi). Tetapi pada orang selanjutnya, campuran itu tidak menyebabkan penggumpalan darah. Aglutinogen (aglutinin) yang terdapat pada eritrosit orang tertentu dapat bereaksi dengan zat agglutinin (antibodi) yang terdapat pada serum darah. Aglutinogen dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Aglutinogen A : memiliki enzim glikosil transferase yang mengandung glutiasetil glukosamin pada rangka glikoproteinnya. 2. Aglutinogen B : memiliki enzim galaktose pada rangka glikoproteinnya. Aglutinin dibedakan menjadi aglutinin α dan β . Darah seseorang memungkinkan dapat mengandung aglutinogen A saja atau aglutinogen B saja. Tetapi kemungkinan juga dapat mengandung aglutinogen A dan B. Ada juga yang tidak mengandung aglutinogen sama sekali. Adanya aglutinogen dan aglutinin inilah yang menjadi dasar penggolongan darah manusia berdasarkan sistem ABO. Menurut sistem ABO, golongan darah manusia dibedakan menjadi empat, yaitu sebagai berikut : Golongan rhesus Sistem Rhesus merupakan sistem yang menggunakan faktor Rh atau rhesus yang berasal dari percobaan pada eritrosit kera rhesus. Antigen rhesus ini berupa glikoprotein tertentu pada membrane plasma sel-sel darah merah dan membagi golongan darah manusia menjadi 2 kelompok berdasarkan reaksi penggumpalan antara antigen sel darah merah dengan anti serum Rh, yaitu positif dan negative. Sistem Rhesus merupakan suatu sistem yang sangat kompleks. Masih banyak perdebatan baik mengenai aspek genetika, nomenklatur maupun interaksi antigeniknya(Sindu, 2012). Rhesus positif (rh positif) adalah seseorang yang mempunyai rh-antigen pada eritrositnya sedang Rhesus negatif (rh negatif) adalah seseorang yang tidak mempunyai rh-antigen pada eritrositnya. Antigen pada manusia tersebut dinamakan antigen-D, dan merupakan antigen yang berperan penting dalam transfusi. Landsteiner dan A.S. Weiner pada tahun 1946 menemukan antigen tertentu dalam darah Maccacus rhesus, yang diberi nama antigen rhesus (Rh). Antigen ini juga ditemukan dalam sel darah merah manusia, sehingga darah manusia di golongkan menjadi 2 yaitu Rh+ dan Rh-: Orang bergolongan Rh+ Bila di dalam eritrositnya terkandung aglutinogen Rhesus, yang 85% dimiliki orang berkulit berwarna. Orang bergolongan RhBila dalam eritrositnya tidak terdapat aglutinogen Rhesus, yang 85% dimiliki orang berkulit putih. Tidak seperti pada ABO sistem dimana seseorang yang tidak mempunyai antigen A/B akan mempunyai antibodi yang berlawanan dalam plasmanya, maka pada sistem Rhesus pembentukan antibodi hamper selalu oleh suatu eksposure apakah itu dari transfusi atau kehamilan. Sistem golongan darah Rhesus merupakan antigen yang terkuat bila dibandingkan dengan sistem golongan darah lainnya. Dengan pemberian darah Rhesus positif (D+) satu kali saja sebanyak ± 0,1 ml secara parenteral pada individu yang mempunyai golongan darah Rhesus negatif (D-), sudah dapat menimbulkan anti Rhesus positif (anti-D) walaupun golongan darahABO nya sama(Salem, 2001). Anti D merupakan antibodi imun tipe IgG dengan berat molekul160.000, daya endap (sedimentation coefficient) 7 detik, thermo stabil dan dapat ditemukan selain dalam serum juga cairan tubuh, seperti air ketuban, air susu dan air liur. Imun antibodi IgG anti-D dapat melewati plasenta dan masuk kedalam sirkulasi janin, sehingga janin dapat menderita penyakit hemolisis. Penyakit hemolisis pada janin dan bayi baru lahir adalah anemia hemolitik akut yang diakibatkan oleh alloimun antibodi ( anti-D atau inkomplit IgG antibodi golongan darah ABO) dan merupakan salah satu komplikasi kehamilan. Antibodi maternal isoimun bersifat spesifik terhadap eritrosit janin, dan timbul sebagai reaksi terhadap antigen eritrosit janin. Penyebab hemolisis tersering pada neonatus adalah pasase transplasental antibodi maternal yang merusak eritrosit janin(Cunningham, 1995). Adanya antigen Rh di dalam darah dikendalikan oleh gen IRh, yang dominan terhadap Irh . Sehingga genotif orang menurut sistem Rh ini dapat dibedakan atas : Seorang ibu yang Rh+ mengandung embrio bergolongan Rh- atau Rh+, kemungkinan anaknya akan lahir dengan selamat, dalam arti tidak terjadi gangguan darah karena faktor Rh, tetapi pada ibu yang bergolongan darah Rh-: bila mengandung embrio Rh-, embrio tidak akan mengalami gangguan apapun dan mungkin lahir dengan selamat bila mengandung embrio Rh, kemungkinan kandungan pertama akan lahir dengan selamat, artinya tidak mengalami gangguan karena sistem Rh ini. Tetapi pada waktu bayi ini lahir dalam rahim ibu kemungkinan akan tertinggal antigen Rh yang dapat ikut peredaran darah ibu, sehingga dalam tubuh ibu akan terbentuk zat anti Rh. Apabila bayi bergolongan Rh+ berada dalam kandungan ibu bergolongan RH-, dimana darah ibu sudah terbentuk zat anti Rh+, maka tubuh bayi akan kemasukan zat anti Rh+, dan anak itu akan menderita penyakit kuning atau anemia berat sejak lahir yang disebut erythroblastosis foetalis (sel darah merahnya tidak dapat dewasa) yang ditandai dengan : Tubuh menggembung oleh cairan Hati dan limpha membengkak Dalam darah banyak erithroblast (eritrosit yang belum masak yang daya ikatanya terhadap oksigen berkurang ) Kulit berwarna kuning keemasan Hal ini dapat terjadi karena zat anti Rh dari ibu masuk ke sistem peredaran darah anak, sehingga zat anti Rh tersebut bertemu dengan antigen Rh. Bayi yangmengalami gangguan ini biasanya tidak berumur panjang. Tetapi kondisi ini sekarang dapat ditolong dengan jalan mengganti seluruh darahnya dengan darah yang normal. Sistem ABO dan Arti Klinik Golongan darah A,B,O Dan AB mempunyai arti klinik yang sangat penting untuk keperluan transfuse darah, karena adanya interaksi antigen dan antibodi dari pemberi darah (donor) dan penerima darah (resipien) yang dapat menimbulkan reaksi penggumpalan (aglutinasi). Aglutinasi terjadi apabila antigenAbertemu dengan antibodi anti-Adan antigen B bertemu dengan antibodi anti-B : DAFTAR PUSTAKA Sindu, E. Hemolytic disease of the newborn. Direktorat Laboratorium Kesehatan Dirjen Pelayanan Medik Depkes dan Kessos RI Salem L. 2001. Rh incompatibility. www. Neonatology.org. Cunningham FG, MacDonald PC, et al. 1995. Williams Obstetrics. 18th edition. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1995: 706-721