demam tifoid

advertisement
Oleh :
Kurnia Dwi Artanti, dr, M.Sc
Demam tifoid
Typhus perut, Typhus abdominalis,
Typhoid fever
Definisi
 Penyakit sistemik akut yang ditandai demam akut
akibat infeksi Salmonella sp (lebih dari 500 sp)
Spesies yang sering dikenal di klinik adalah Salmonella
typhi, Salmonella paratyphi A, B, C
Morfologi
Gram negatif
Enterobacteriaceae
Batang pendek
Kebanyakan berflagella
Tidak berspora
Tidak berkapsul
Struktur antigen
 Antigen somatik (O) atau dinding sel
- heat stable and alcohol resistant
- identifikasi serological
 Antigen Surface ( envelope)
- Antigen surface dapat menutupi antigen O, sehingga
bakteri tidak teraglutinasi dengan antisera O
 Antigen Flagellar (H)
- heat labile protein
Masa Inkubasi
 Sangat bergantung virulensi dari mikroorganisme
 Umumnya antara 1 – 14 hari, rata –rata 3-5 hari
Masa penularan
 Oral – fekal
 Tidak ditularkan langsung dari orang ke orang
 Lalat mengandung bakteri selama 14 hari
 Kutu mengandung bakteri selama hidup mereka
(sekitar 2 tahun)
 Daging kelinci yang dibekukan pada suhu – 15 0 C tetap
infektif selama 3 tahun
Gejala klinik
 Demam tinggi lebih dari 7 hari, dengan sakit kepala
kenaikan temperatur mencapai 40-41ºC
 Sakit kepala
 Malaise
 Menggigil
 Bertahan 4-8 minggu (bila tidak diobati)
 Nyeri otot, anoreksi
 Mual, muntah
 Obstipasi, diare
 Perut tak enak
 Demam/bradikasi relatif
 Lidah kotor di tengah, tepi dan ujung merah, tremor
 Stupar, delirium, somnolen, koma/psikosis
 Epistaksis
Laboratorium
Biasanya leukopenia
Leukositosis pada kasus dengan komplikasi
Kultur darah (+) pada minggu I, bila (-) kultur
sumsum tulang banyak (+)nya
Kultur darah setelah 3 minggu 50%
Kultur feces (+) 75% pada demam 3 minggu
Demikian pula kultur urine (+) pada demam 3 minggu
Widal titer > 1/640 dicurigai tifoid, tapi tergantung
produk pabriknya
Khas kenaikan titer satu minggu berikutnya ↑ > (2-4x)
 mendukung diagnosis, baik O atau antibody
Dif. Diagnosis demamnya:
- Malaria
- Rickettsioses
- Brucellosis
- Leptospirosis
- TB milier
- Hepatitis
- Mononucleosis
- Cytomegalovirus
Pengobatan
 Streptomisin atau gentamisin diberikan selama 7 – 14
hari
 Kloramfenikol dan tetrasiklin bersifat bakteriostatik
jika diberikan kurang dari 14 hari
 Relaps sering terjadi dibandingkan pengobatan
dengan menggunakan streptomisin
Cara Pencegahan
 Penyuluhan untuk menghindari diri terhadap gigitan
kutu, lalat dan nyamuk
 Pakaian sarung tangan pada saat menguliti binatang
terutama kelinci.
 Masaklah daging kelinci liar atau binatang rodensia
sebelum dikonsumsi
 Berlakukan larangan pengapalan antar pulau terhadap
hewan atau daging hewan yang terinfeksi
 Pakailah mas ker, pelindung mata, sarung tangan dan
jas laboratorium saat bekerja dengan kultur
Vaksinasi
an oral live-attenuated vaccine

tidak untuk anak < 6 tahun

diberikan sebanyak 4 x

booster dibutuhkan 5 tahun sekali
2. a parenteral heat-phenol-inactivated vaccine;

Tidak untuk anak < 2 tahun

diberikan sebanyak 2 x, terakhir 2 minggu sblm
bepergian

booater dibutuhkan 2 tahun sekali
1.
3. a newly licensed capsular polysaccharide vaccine for



parenteral use.
Tidak untuk anak < 1 tahun
Diberikan 1 x
Menurunkan 74 % thypoid fever
Komplikasi
1.
Kompiklasi intestinal
- Perdarahan usus
- Perforasi usus
- ilcus paralitik
2. Komplikasi Ekstaintestinal:
- Hepatitis
- Miokarditis
- Endokarditis
- Bronchopneumonia
- Pleuritis
- Nefritis, dll
3. Komplikasi proses infeksi
- Renjatan septic
- Koagulasi intra vaskuler
4. Relaps
5. Karrier
Perdarahan intestinal
 Terlepasnya darah dari pembuluh darah intestinal oleh
karena erosi pembuluh darah yang hiperplastik dan
kelenjar peyer yang nekrose, perdarahan ke dalam
traktus intestinalis, berupa darah segar/melena
Patogenesis
Setelah bakteriema kedua, kuman  jaringan tubuh
 kandung empedu  usus, kelenjar peyer  reaksi
peradangan akut  terhadap jaringan limfoid 
infiltrasi sel mononuclear  nektosis  immunitas
local  reaksi antigen  antibody local  ulcerasi 
nekrosis
Patologi
Kelenjar Peyer darah ileum  hiperplasi nekrosis 
erosi pembuluh darah  lesi  perdarahan massif
Gejala klinik
Feces campur darah masif, terjadi komplikasi ini
padaminggu ke II atau ke III. Tekanan darah  
temp.   syok, muka pucat  menggigil kedinginan
 cek Hb 
Pemeriksaan Radiologi
 Barium enema
 Arteriografi  tahu lokasi
Pengobatan
Konservatif
- Sedatif
- Makan/minum paranteral
- Transfusi darah segar
- Khloramfenikol Parentor
- Zat koagulan
- Pitressin drip
- Bila gagal  opesratif
Perforasi
 Terjadinya lubang pada dinding usus oleh karena
nekrosis jaringan kelenjar Peyer  ulkus dinding usus
 perforasi di ileum terminal  peritonitis
Patogenesis
Setelah bakteriemia ke II  kandung empedu  usus radang akut pada folikel limfoid  nekrosis – ulkus
tifoid  tukak lonjong // sumbu panjang usus  kecil
 besar  membuka blulmen usus  nimbus I
muslkularis  peritonitis, biasa pada minggu ke II dan
ke III  terapi operatif
Patologi
 Umumnya terejadi bagian distal # 60 cm. dari ileum.
 Mikroskopis daerah plaguna Peyer  penuh infiltrasi
sel monosit yang besar dari SRE seperti makrofag 
inti dengan kromatin lebih padat  sitoplasma
egsinofil  berisi eritrosit, sisa sel dan kuman tifoid
ini disebut “Typhoidcella”
Gejala klinik
 Keadaan penderita sudah lemah toksik, gelisah,
kesadaran , dehidrasi berat, muntah-muntah, nyeri
perut yang hebat dan mendadak  “Musculardefence”
Radiologis
 Pada foto polos perut ada gambaran penimbunan
udara dalam usus halus  ada udara bebas dalam
rongga perut (di bawah diagfragma ) walaupun tidak
selalu.
Pengobatan
 Konservatif
 Operatif  makin tua umur dan makin lama
terjadinya perforasi  kematian ↑.
Download