25 BAB II PENGGUNAAN DAN PENGATURAN BAHASA TERHADAP KONTRAK INTERNASIONAL YANG MEMEGANG PRINSIP ASAS ASAS DALAM HUKUM KONTRAK A. Tinjauan Umum Tentang Kontrak 1. Pengertian Kontrak dan Asas Asas dalam Hukum Kontrak Argumentasi kritis mengenai penggunaan istilah kontrak atau perjanjian disumbangkan oleh Peter Mahmud Marzuki29dengan melakukan perbandingan terhadap pengertian kontrak atau perjanjian dalam Anglo-American.Sistematika Buku III tentang Verbintenissenrecht ( hukum Perikatan) mengatur mengenai overeenkomst yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti perjanjian.Istilah kontrak merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris Contract.Didalam konsep Kontinental,penempatan pengaturan perjanjian pada Buku III BW Indonesia tentang Hukum Perikatan mengindikasikan bahwa perjanjian memang berkaitan dengan masalah Harta Kekayaan(Vermogen).Pengertian perjanjian ini mirip dengan contract pada konsep Anglo-American yang selalu berkaitan dengan bisnis.Didalam pola pikir Anglo-American,perjanjian yang bahasa Belanda-nya overeenkomst,dalam Bahasa Inggris disebut agreement yang mempunyai pengertian lebih luas dari contract,karena mencakup hal-hal yang berkaitan dengan bisnis atau bukan bisnis.Untuk agreement yang berkaitan dengan bisnis disebut dengan contract,sedangkan untuk yang tidak terkait dengan bisnis hanya disebut agreement. 29 Peter Mahmud Marzuki, “Batas-batas Kebebasan Berkontrak”, artikel dalam Jurnal Yuridika, Volume 18 No.3, Mei Tahun 2003, hlm. 195-196. 25 Universitas Sumatera Utara 26 Dalam pengertian sederhana, perjanjian/kontrak adalah kesepakatan antara dua orang atau lebih tentang sesuatu hal,baik dibuat secara tertulis atau lisan. Para pihak yang membuat perjanjian/kontrak,masing-masing mempunyai hak dan kewajiban terhadap pihak lainnya.30 Perjanjian dituangkan dalam akta otentik dan akta dibawah tangan. Akta otentik dibuat oleh pejabat yang berwenang, akta otentik sebagai alat bukti yang mengikat dan sempurna mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan dalam kehidupan masyarakat terutama dalam hubungan bisnis seperti perbankan, sosial dan lain lain, semata mata semua perjanjian dibuat untuk mendapat kepastian dan perlindungan hukum,jadi jelas antara hak dan kewajiban para pihak itu memang betul-betul berada dibawah perlindungan undang-undang. Notaris menjadi pejabat yang berwenang membuat Akta Otentik yang ditunjuk secara yuridis oleh pemerintah, sedangkan akta dibawah tangan dapat dibuat oleh para pihak, dipersiapkan secara pribadi dan bukan dihadapan notaris atau pejabat resmi lainnya, akta dibawah tangan berlandaskan pada asas kebebasan berkontrak jadi meskipun tidak dibuat oleh Notaris sebagai pejabat yang berwenang tetapi tetap sah dengan berpegang pada prinsip asas kebebasan berkontrak. Dari pengertian diatas antara kontrak, perjanjian dan akta menyangkut dengan maksud dan pengertian adalah sama. Setiap warga Negara Indonesia memiliki Hak Konstitusi untuk mewujudkan kesejahteraan dirinya sebagai wujud demokrasi ekonomi yang berlaku di Indonesia berdasarkan UUD 1945. Kesejahteraan seseorang sebagai indikator untuk 30 Yuniman Rijan dan Ira Koesoemawati ”cara mudah membuat surat perjanjian/kontrak+ CD” (Jakarta :Niaga Swadaya, 2009) hlm. 5. Universitas Sumatera Utara 27 mewujudkan kemakmuran, berkaitan dengan siapa yang akan memperoleh kemakmuran dan bagaimana memperoleh kemakmuran itu. Di samping itu, pemenuhan kebutuhan seseorang akan benda ekonomi sangat berkaitan dengan kepemilikan. Masalah kepemilikan merupakan bagian terbesar dari kewenangan hukum yang mengaturnya,31 Berdasarkan pendekatan sistem, norma hukum yang dianut di dalam KUH Perdata, perjanjian adalah bagian dari hukum harta kekayaan. Artinya semua perjanjian pada dasarnya adalah berkaitan dan berhubungan dengan kekayaan yang mempunyai nilai ekonomi yaitu yang dapat dijadikan objek perdagangan (in de handel).32 Oleh karena itulah, perjanjian merupakan titel untuk memperoleh dan mengalihkan kekayaan dari dan untuk seseorang. Pada dasarnya setiap orang bebas melakukan perjanjian Asas asas dalam hukum kontrak harus dipenuhi yakni : 1. Asas Hukum kontrak bersifat mengatur Hukum dilihat dari daya mengikatnya,umumnya dibagi atas dua kelompok, yaitu: a. hukum memaksa; b. hukum mengatur; Hukum bersifat memaksa maksudnya adalah kaidah kaidah hukum yang dalam keadaan konkrit tidak dapat dikesampingkan.Hukum memaksa ini wajib 31 Save M.Dagun, Pengantar Filsafat Ekonomi, (Jakarta, Rineka Cipta, 1992), hlm., 82. Pasal 1332 KUHPerdata : yang dapat dijadikan objek perjanjian adalah semua benda yang dapat diperdagangkan.Benda yang dapat diperdagangkan mempunyai arti bahwa benda tersebtu adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi. 32 Universitas Sumatera Utara 28 diikuti oleh setiap warga negara dan tidak dimungkinkan membuat aturan yang menyimpang dari aturan aturan yang ditetapkan dalam hukum yang bersifat memaksa. Hukum memaksa ini umumnya termasuk dalam bidang hukum publik. Hukum bersifat mengatur maksudnya hukum dalam keadaan konkrit dapat dikesampingkan oleh para pihak dengan memubat pengaturan tersendiri yang disepakati oleh para pihak tersebut. Hukum bersifat mengatur ini umumnya terdapat dalam lapangan hukum perjanjian/hukum kontrak (Buku III KUHPerdata). Jadi dalam hal ini, jika para pihak mengatur lain,maka aturan yang dibuat oleh para pihaknya yang berlaku. 2. Asas Mengikat Sebagai Undang undang. Asas pacta sunt servanda berarti perjanjian bersifat mengikat secara penuh karenanya harus ditepati.Hukum kontrak di Indonesia menganut prinsip ini sebagaimana diatur dalam pasal 1338 KUH Perdata.Pasal 1338 KUH Perdata “semua persetujuan yang secara sah berlaku sebagai Undang undang bagi mereka yang membuatnya”. Berdasarkan pasal ini,daya mengikat kontrak sama seperti undang undang bagi para pihak yang menyepakati.Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang undang bagi mereka yang membuatnya dan perjanjian perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan para pihak atau karean alasan aslasan yang telah ditetapkan oleh undang undang. Dan perjanjian harus dilakukan dengan etikad baik.Suatu hal yang penting yang patut diperhatikan bahwa, perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan Universitas Sumatera Utara 29 oleh kepatutan atau kebiasaan undang undang.Pemuatan dua asas hukum,yaitu asas kebebasan berkontrak dan asas mengikat sebagai undang undang didalam satu pasal yang sama menurut logika hukum berarti : a. Kedua asas hukum tersebut tidak boleh bertentangan satu dengan yang lainya. b. Kontrak baru akan mengikat sebagai undang undang bagi para pihak dalam kontak tersebut apabila didalamnya terpenuhi asas kebebasan berkontrak yang terdiri atas lima macam kebebasan. Asas bahwa para pihak harus memenuhi apa yang mereka terima sebagai kewajiban masing masing karena persetujuan merupakan undang undang bagi pihak pihak yang mengadakan dan kekuatan mengikatnya dianggap sama dengan kekuatan undang undang,sehingga istilah Pacta Sun Servanda berarti “janji itu mengikat”.Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata mata terbatas pada apa yang diperjanjikan,akan tetapi juga terhadap beberap unsur lain sepanjang dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan secara moral.33 3. Asas Konsensualisme Asas ini mempunyai pengertian bahwa suatu kontrak sudah sah dan mengikat pada saat tercapai kata sepakat para pihak,tentunya sepanjang kontrak tersebut memenuhi syarat sah yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.Asas konsensual tidak berlaku pada perjanjian formal.Perjanjian formal maksudnya adalah perjanjian yang memerlukan tindakan tindakan formal tertentu,misalnya Perjanjian 33 Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung:PT.Citra AdytiaBakti , 2001), hlm.88. Universitas Sumatera Utara 30 Jual beli tanah,formalitas yang diperlukan adalah pembuatannya dalam Akta PPAT.Dalam perjanjian formal,suatu perjanjian akan mengikat setelah terpenuhi tindakan tindakan formal dimaksud. Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa menurut ajaran yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana pihak yang melakukan penawaran (efferter) menerima yang termaktub dalam surat tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan. Bahwasannya mungki ia tidak membaca menjadi tanggungjawabnya sendiri. Ia dianggap sepantasnya membaca surat surat yang diterimanya dalam waktu yang sesingkat singkatnya.34 Menurut Wirjono Prododikoro sebagaimana yang dikutip oleh Ridwan Syahrini, ontvangs theorie dan verneming theorie dapat dikawinkan sedemikian rupa, yaitu dalam keadaan biasa perjanjian harus dianggap terjadi pada saat surat penerimaan sampai pada alamat penawar (ontvangs theorie), tetapi dalam keadaan luar biasa kepada si penawar diberikan kesempatan untuk membuktikan bahwa itu mungkin dapat mengetahui isi surat penerimaan pada saat surat itu sampai dialamatnya, melainkan baru beberapa hari kemudian atau beberapa bulan kemudian, misalnya karena bepergian atau sakit keras.35 Asas ini juga dapat ditemukan dalam pasal 1338 KUH Perdata, dalam istilah “semua” Kata kata “semua” menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan 34 Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, Cet VI. 1979), hlm.29-30. Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Azas-azas Hukum Perdata,(Bandung :Alumni Bandung ,2000), hlm.216 35 Universitas Sumatera Utara 31 untuk menyatakan keinginan (will) yang dirasanya baik untuk menciptakan perjanjian.36 4. Asas keseimbangan Maksud Asas ini adalah bahwa kedudukan para pihak dalam merumuskan kontrak harus dalam keadaan seimbang.Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan bahwa tiada kata sepakat dianggap sah apabila diberikan karena kekhilafan,keterpaksaan atau penipuan. 5. Asas kebebasan berkontrak Kebebasan berkontrak pada dasarnya adalah implementasi dari alam pikiran faham individualis. Mariam Darus Badrulzaman mensinyalir bahwa kebebasan berkontrak yang dituangkan ke dalam Buku III KUH Perdata berlatar-belakang pada faham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan oleh kaum Eficuristen dan berkembang pesat pada abad ke XVIII melalui pemikiran Huge de Groot (Grotius), Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Puncak perkembangannya dalam periode setelah revolusi Perancis. Faham individualis mengutamakan dan menjunjung tinggi nilai-nilai dan eksistensi individu di dunia ini, termasuk dalam memenuhi kebutuhannya.37 Pengaruh faham Individualisme yang berkembang pada abad 17-18 telah memberi peluang yang cukup luas atas isi asas kebebasan berkontrak sedemikian bebasnya dan sangat kuat dalam melindungi kepentingan individu.Namun dalam 36 Ibid,hlm 87 Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya, (Bandung :Alumni Bandung, 1981) hlm 118-119 37 Universitas Sumatera Utara 32 perkembangannya, akibat desakan faham faham etis dan sosialis, faham individualisme mulai pudar, terlebih-lebih setelah perang dunia kedua. Faham ini secara umum menimbulkan zaman baru dalam hukum,demikian juga pengaruh faham etis dan sosiolis ini terlihat dan sangat terasa pada isi dari asas kebebasan berkontrak.38 Asas kebebasan berkontrak mula mula muncul dan berlaku dalam hukum perjanjian Inggris sebagai awal dari sejarah timbulnya asas kebebasan berkontrak. Menurut Treitel, sebagaimana dikutip oleh Remy Sjahdeini, freedom of contract digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum.39 a. asas umum yang mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi syaratsyarat yang boleh diperjanjikan oleh para pihak; asas tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena syaratsyarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil bagi satu pihak. Menurut Treitel, asas ini ingin menegaskan bahwa ruang lingkup asas kebebasan b. asas umum yang mengemukakan pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian. Menurut Treitel, dengan asas umum ini ingin mengemukakan bahwa asas kebebasan berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak ingin membuat perjanjian. berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat. Asas kebebasan berkontrak merupakan asas umum yang bersifat universal. ”Asas kebebasan berkontrak merupakan asas dalam hukum perjanjian yang dikenal hampir semua sistem hukum”.40Asas kebebasan berkontrak telah menjadi asas hukum utama 38 Mahadi, Hukum Sebagai Sarana Mensejahterakan Masyarakat,(Medan,USU Press,1985) hlm 2-3 39 Remy Syahdeini, Asas Kebebasan Berkontrak dan Kedudukan yang seimbang dari kreditur dan debitur, makalah yang disampaikan pada Seminar Ikatan Notaris Indonesia di Surabaya pada tanggal 27 April 1993. 40 Asas kebebasan berkontrak dalam sistem common law dikenal dengan istilah freedom of contract atau liberty of contract, bandingkan dengan pernyataan Hardijan Rusli : asas kebebasan berkontrak dikenal juga dengan istilah Laissez Faire yang pengertiannya seperti diterangkan olehJessel Universitas Sumatera Utara 33 dalam hukum perdata, khususnya dalam hukum perjanjian, dikenal dalam civil law system maupun dalam common law system, bahkan dalam sistem hukum Islam.Pengertian kebebasan berkontrak dalam civil law system berasal dan dikembangkan dari konsep dan perkembangan perikatan atau obligatio yang untuk pertama kali dipergunakan di dalam civil law tradition pada zaman Romawi oleh Kaisar Justianus, di dalam Corpus Iuris Civilis pada tahun 533, bagian Institutiones.41 Pengertian kebebasan berkontrak dalam common law :42 1. Tidak seorang pun terikat untuk membuat kontrak apapun jika ia tidak menghendakinya (nobody was bound to enter into any contracts at all if he didnot chose todo so); 2. Setiap orang memiliki pilihan orang dengan siapa ia akan membuat kontrak (everyone had a choice of persons with whom he could contract); 3. Orang dapat membuat berbagai macam (bentuk) kontrak (people could make virtually any kind of contract); 4. Orang dapat membuat berbagai kontrak dengan isi dan persyaratan yang dipilihnya (people could make any kind of contract on an term they chose). Asas kebebasan berkontrak ini juga pada era globalisasi telah disepakati sebagai suatu asas hukum dapat dilihat dalam :43 M.R. dalam kasus Printing and Numerical Registering Co. vs Sampson (1875) LR Eq. 462 pada465, yaitu men of full age and understanding shall have the utmost liberty of contracting and thatcontracts which are freely and voluntarily entered inti shall be held sacred and enforced by thecourts…you are not lightly to interfere with this freedom of contract (Hardijan Rusli, HukumPerjanjian Indonesia dan Common Law, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1993 hal 38). Lihat juga RidwanKhairandy “istilah kebebasan berkontrak dalam sistem common law adalah freedom of contract atau liberty of contract (Ridwan Khairandy, Pengaruh Paradigma Kebebasan Berkontrak Terhadap Teori Hukum Kontrak Klasik dan Pergeserannya, tidak dipublikasikan, 2003) hlm. 49 41 Johannes Gunawan. “Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak” dalam Sri Rahayu Oktoberina, Niken Savitri, Butir-butir Pemikiran dalam Hukum Memperingati 70 Tahun Prof.Dr.B.Arief Sidharta, (Bandung, Aditama, 2008) hlm 259. 42 Ibid, hlm 265 43 Ibid hlm 259. Universitas Sumatera Utara 34 The Unidroit Principles of International Institute Contract yang diselesaikan penyusunannya oleh The International Institute for the univication of Private Law (UNIDROIT) di Roma pada bulan Mei 1994 memuat kebebasan berkontrak sebagai suatu asas dan diatur di dalam Pasal pertama. Selain itu, Commission on Europen Contract Law, sebuah badan yang beranggotakan para ahli hukum dari European Community (sekarang Uni Eropa) telah pula menyelesaikan The principles Of European Contract Law pada tahun 1998 pada Pasal 1.102 mengatur tentang kebebasan berkontrak sebagai suatu asas. Dalam sistem hukum nasional Indonesia, Asas ini diimplementasikan pada hukum perjanjian sebagaimana diatur di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang menentukan kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan perjanjian dengan siapa yang dikehendakinya dan bebas menentukan isi perjanjian yang akan dilakukan.Berdasarkan prinsip asas inilah maka Buku III KUH Perdata menganut sistem terbuka. Asas kebebasan berkontrak pada prinsipnya sebagai sarana hukum yang digunakan subjek hukum untuk memperoleh hak kebendaan dan mengalihkan hak kebendaan demi pemenuhan kebutuhan diri pribadi subjek hukum. Dalam KUH Perdata yang menganut sistem kontinental kebebasan untuk melakukan kontrak dan menentukan isi kontrak dapat dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Wujud kebebasan berkontrak baru dapat diketahui dalam praktiknya pada saat melakukan perjanjian. Dalam memenuhi kebutuhan manusia, termasuk kebutuhan akan benda ekonomi, peranan perjanjian ini sangat penting karena perjanjian oleh hukum disebutkan sebagai titel untuk memperoleh hak kepemilikan. Universitas Sumatera Utara 35 Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut:44 a. kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian; b. kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian; c. kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang dibuatnya; d. kebebasan untuk menentukan objek perjanjian; e. kebebasan untuk menentukan syarat-syarat suatu perjanjian termasuk kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat opsional (aanvullend, optional). Meskipun dalam pembuatan Perjanjian atau kontrak di Indonesia mengacu kepada asas kebebasan berkontrak,bukan berarti pembuatan perjanjian atau kontrak bisa dibuat bebas sesuai dengan keinginan dari para pihak.Hukum Perjanjian di Indonesia seperti yang dikatakan pada ruang lingkup diatas mengenai kebebasan dalam Perjanjian tetap ada mengatur batasaan batasan yang mana dapat dan tidak dapat diadakan dalam pembuatan kontrak tersebut di Indonesia. Seperti didalam KUH Perdata pasal 1320 KUH Perdata mengatur mengenai syarat syarat sah nya perjanjian yakni syarat sah secara subjektif dan objektif.Dimsna jika terjadi pelanggaran terhadap syarat subjektif dalam pasal 1320 yakni kesepakatan para pihak dalam perjanjian dan yang kedua kecakapan para pihak dalam perjanjian maka dapat dimintakan pembatalan,dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat memintakan pembatalan itu,Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak, 44 Remy Syahdeini, Op.cit, hlm.10 Universitas Sumatera Utara 36 selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya secara tidak bebas) sedangkan jika melanggar syarat objektif yakni sebab shal tertentu dan sebab yang halal maka perjanjian tersebut dapat batal demi hukum,batal demi hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada lahir suatu perjanjian dan tidak pernah ada suatu perikatan.untuk syarat dengan adanya diatur syarat syarat sahnya perjanjian yang diatur tersebut undang undang Perjanjian di Indonesia menyiratkan bahwa kebebasan untuk melakukkan perjanjian tersebut diikat oleh ketentuan hukum positif yang harus dipatuhi oleh setiap orang di Indonesia. Kebebasan berkontrak dalam sistem hukum perjanjian di indonesia juga tidak boleh bertentangan dengan undang undang,kepatutan/kesusilaan dan ketertiban umum. 6. Asas Etikad baik Asas itikad baik dalam suatu perjanjian terdapat dalam pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata.Yang menyatakan persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan itikad baik. Akan tetapi dalam pasal tersebut tidak disebutkan secara ekplisit apa yang dimaksud dengan“itikad baik”.Akibatnya orang akan menenui kesulitan dalam menafsirkan dari itikad baik itu sendiri. Karena itikat baik merupakan suatu pengertian yang abstrak yang berhubungan dengan apa yang ada dalam alam pikiran manusia. Menurut James Gordley, sebagaimana yang dikutip oleh Ridwan Universitas Sumatera Utara 37 Khairandy, memang dalam kenyataannya sangat sulit untuk mendefinisikan itikad baik.45 Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat diterapkan dalam situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat hal tertentu, akibat ajaran ini tidak melindungi pihak yang menderita kerugian dalam tahap pra kontrak atau tahap perundingan, karena dalam tahap ini perjanjian belum menenuhi syarat tertentu.46 Penerapan asas itikad baik dalam kontrak bisnis, haruslah sangat diperhatikan terutama pada saat melakukan perjanjian pra kontrak atau negosiasi, karena itikad baik baru diakui pada pada saat perjanjian sudah memenuhi syarat syahnya perjanjian atau setelah negosiasi dilakukan. Terhadap kemungkinan timbulnya kerugian terhadap pemberlakukan asas itikad baik ini,Suharnoko menyebutkan bahwa secara implisit Undang undang Perlindungan Konsumen sudah mengakui bahwa itikad baik sudah harus ada sebelum ditandatangani perjanjian, sehingga janji janji pra kontrak dapat diminta pertanggungjawaban berupa ganti rugi, apabila janji tersebut diingkari.47 Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian, menyebutkan bahwa itikad baik itu dikatakan sebagai suatu sendi yang terpenting dalam hukum perjanjian48 Sehingganya Riduan Syahrani menyebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan perjanjian peranan itikad baik (te geder trouw) sungguh mempunyai arti yang sangat 45 Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak,(Jakarta:Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hlm.129-130. 46 Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Jakarta:Prenada Media, 2004, hlm. 5 47 Ibid hlm 8-9. Subekti, Op.Cit, hlm 41. 48 Universitas Sumatera Utara 38 penting sekali.49 Asas itikad baik menjadi salah satu instrument hukum untuk membatasi kebebasan berkontrak dan kekuatan mengikatnya perjanjian. Dalam hukum kontrak itikad baik memiliki tiga fungsi yaitu, fungsi yang pertama, semua kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan itikad baik, fungsi kedua adalah fungsi menambah yaitu hakim dapat menambah isi perjanjian dan menambah peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian itu. Sedangkan fungsi ketiga adalah fungsi membatasi dan meniadakan (beperkende en derogerende werking vande geode trouw).50Dengan fungsi ini hakim dapat mengenyampingkan isi perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak.Tidak semua ahli hukum dan pengadilan menyetujui fungsi ini,karena akan banyak hal bersinggungan dengan keadaan memaksa,sehingga masih dalam perdebatan dalam pelaksanaanya. Pengertian itikad baik secara defenisi tidak ditemukan, begitu juga dalam KUHPerdata tidak dijelaskan secara terperinci tentang apa yang dimaksud dengan itikad baik, pada pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata hanyalah disebutkan bahwa perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan “itikad baik”. Menurut Wirjono Prodjodikoro dan Subekti, itikad baik (te goeder trouw) yang sering diterjemahkan sebagai kejujuran, dibedakan menjadi dua macam, yaitu; (1) itikad baik pada waktu akan mengadakan hubungan hukum atau perjanjian, dan (2) itikad baik pada waktu melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari hubungan hukum 49 Riduan Syahrani,Seluk Beluk dan Azas-azas Hukum Perdata,(Bandung: Alumni Bandung ,2000), hlm.259 50 Ridwan Khairandy, Op.Cit, hlm.33. Universitas Sumatera Utara 39 tersebut.51 Sampai sekarang tidak ada makna tunggal itikad baik dalam kontrak, sehingga masih terjadi perdebatan megnenai bagaimana sebenarnya makna dari itikat baik itu. Itikad baik para pihak, haruslah mengacu kepada nilai-nilai yang berkembang ditengah masyarakat, sebab itikad baik merupakan bagian dari masyarakat. Sifat dari itikad baik dapat berupa subjektif, dikarenakan terhadap perbuatan ketika akan mengadakan hubungan hukum maupun akan melaksanakan perjanjian adalah sikap mental dari seseorang. Banyak penulis ahli hukum Indonesia menganggap itikad baik bersifat subjektif.Akan tetapi sebagaiman dikutip Riduan Syahrani dalam bukunya Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian, menyebutkan para kalangan ahli hukum Belanda antara lain Hofmann dan Vollmar menganggap bahwa disamping adanya pengertian itikad baik yang subjektif, juga ada itikad baik yang bersifat objektif, oleh mereka tidak lain maksudnya adalah k e p a t u t a n (bilijkheid, redelijkheid) 2. Jenis Kontrak di Indonesia secara Umum dan Unsur Unsur dalam Perjanjian Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam Pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam perjanjian menurut namanya, yaitu perjanjian nominaat (bernama) dan perjanjian innominaat (tidak bernama). 1. Perjanijian Bernama (nominaat) 51 Riduan Syahrani,Op.Cit, hal 260 Universitas Sumatera Utara 40 Isilah kontrak nominaat merupakan terjemahan dari nominaat contract. Kontrak nominaat sama artinya dengan perjanjian bernama atau benoemde dalam bahasa Belanda. Kontrak nominaat merupakan perjanjian yang dikenal dan terdapat dalam pasal 1319 KUH Perdata. Pasal 1319 KUH Perdata berbunyi: “Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu”. Misalnya Perjanjian jual beli, sewa menyewa, penitipan barang, pinjam pakai, asuransi, perjanjian pengangkutan.52 2. Perjanijian Tidak Bernama (innominaat) Perjanjian tidak bernama merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup dan berkembang dalam masyarakat.53 Jenis perjanjian tidak Bernama ini diatur di dalam Buku III KUH Perdata, hanya ada satu pasal yang mengatur tentang perjanjian innominaat, yaitu Pasal 1319 KUH Perdata yang berbunyi: “Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam bab ini dan bab yang lalu”. Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa perjanjian, baik yang mempunyai nama dalam KUH Perdata maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu (tidak bernama) tunduk pada Buku III KUH Perdata. Dengan demikian, para pihak yang mengadakan perjanjian innominaat tidak hanya tunduk pada berbagai peraturan yang 52 53 Syahmin,Hukum Kontrak Internasional,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada 2006), hlm. 49. Salim,Hukum Kontrak teori dan teknik penyusunan kontrak,( Jakarta:Sinar Grafika,2003) Universitas Sumatera Utara 41 mengaturnya, tetapi para pihak juga tunduk pada ketentuan-ketentuan yang tercantum dalam KUH Perdata. Misalnya sewa beli, sewa guna usaha/leasing.54 Perjanjian Pinjam meminjam dalam studi kasus ini termasuk dalam perjanjian bernama yang diatur dalam KUHPerdata dalam pasal 1754 KUH Perdata Pinjam meminjam adalah suatu perjanjian yang menentukan pihak pertama menyerahkan sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam jumlah dan keadaan yang sama.Perjanjian Pinjam Meminjam dalam bahasa inggris diartikan sebagai Loan Agreement. Unsur-Unsur perjanjian Suatu perjanjian terdiri dari beberapa bagian,yaitu bagian essentialia,bagian naturalia, dan bagian accidentalia.Beberapa literatur menyebut pembagian ini sebagai unsur unsur perjanjian,yaitu unsur essentialia,unsur naturalia dan unsur accidentalia. 1. Unsur Essentialia Bagian essentialia merupakan bagian dari suatu perjanjian yang harus ada sehingga apabila bagian tersebut tidak ada ,maka perjanjian tersebut bukanlah perjanjian yang dimaksud oleh pihak pihak.55sebagai contoh dalam hal ini harus ada kata sepakat diantar pihak pihak dan suatu hal tertentu,sehingga tanpa keduanya tidak akan terdapat suatu perjanjian.Contoh lain adalah barang dan harga barang yang 54 Ibid Herlien Budiono,Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang Kenotariatan,(Bandung,Citra Aditya,2010) hlm 67 55 Universitas Sumatera Utara 42 harus ada pada perjanjian jual beli.Apabila dari pada perjanjian tersebut hanya meliputi barang dan tidak terdapat harga ,maka perjanjian itu tidak dapat tergolong sebagai perjanjian jual beli melainkan memenuhi unsur tukar menukar. 2. Unsur Naturalia Bagian naturalia adalah bagian dari suatu perjanjian yang menurut sifatnya dianggap ada tanpa perlu diperjanjikan secara khusus oleh para pihak.56bagian naturalia dapat ditemukan dalam ketentuan peraturan perundang undangan yang bersifat mengatur.Sehingga apabila para pihak tidak mengatur ,maka ketentuan peraturan perundang undangan lah yang akan berlaku.Namun karena sifatnya tidak memaksa,maka para pihak berhak untuk mengenyampingkan ketentuan tersebut.Contoh bagian naturalia dapat ditemukan didalam pasal 1476 KUH Perdata yang menentukan bahwa “Biaya penyerahan dipikul oleh si penjual,sedangkan biaya pengambilan dipikul oleh si pembeli,jika tidak telah diperjanjikan sebaliknya 3. Unsur Accidentalia Menurut Herlien Budiono,bagian accidentalia adalah bagian dari perjanjian yang merupakan ketentuan yang diperjanjikan secara khusus oleh para pihak.57 Sedangkan menurut Komariah bagian accidentalia adalah unsur perjanjjian yang ada jika dikehendaki oleh para pihak.58 Contoh bagian accidentalia adalah mengenai jangka waktu pembayaran,pilihan domisili,pilihan hukum dan cara penyerahan barang. 56 Ibid,hlm 70 Ibid hlm.71. 58 Komariah,Hukum Perdata,(Malang :Universitas Muhammadiyah Malang,2002),hlm.172. 57 Universitas Sumatera Utara 43 3. Kontrak Internasional bersumber dari Hukum Internasional dan Hukum Perdata Internasional Professor Charles Cheney Hyde dalam J.G Starke menyatakan bahwa Hukum Internasional dapat didefenisikan sebagai keseluruhan hukum hukum yang untuk sebahagian besar terdiri dari prinsip prinsip dan kaidah prilaku yang terhadapnya negara-negara merasa dirinya terikat untuk mentaati,dan karenanya benar benar ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka secara umum.59 Defenisi ini tidak dapat digunakan sebagai gambaran yang memadai dan lengkap dari maksud,tujuan dan lingkup hukum internasional,juga kesannya tidak dapat diterima karena Hukum Internasional tidak hanya berkaitan dengan negara. Starke mengembangkan defenisi dengan menyatakan bahwa hukum internasional juga meliputi kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembagalembaga atau organisasi-organisasi Internasional, hubungan-hubungan mereka satu sama lain, dan hubungan mereka dengan negara dan Individu-individu serta kaidah kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan Individu-individu dan badan-baban non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban Individu dan badan non negara tersebut penting bagi masyarakat internasional.60 Hukum Internasional mengikat secara umum.Kekuatan mengikat hukum internasional ditegaskan dalam Piagam Pembentukan Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa,yang dirumuskan di San Fransisko tahun 1945. Piagam ini baik secara tegas maupun implisit didasarkan atas 59 J.G.Starke,Pengantar Hukum Internasional 1 (Introduction to international Law,alih bahasa: Bambang Iriana Djajaatmadja), (Jakarta :Cetakan Kesembilan,Sinar Grafika,,2008),hlm.3. 60 .Ibid Universitas Sumatera Utara 44 legalitas yang sebenarnya dari hukum internasional.Hal ini juga secara tegas dinyatakan dalam ketentuan ketentuan Statuta Mahkamah Internasional yang dilampirkan pada piagam,dimana fungsi Mahkamah dalam pasal 38 dinyatakan “untuk memutuskan sesuai dengan hukum internasional sengketa-sengketa demikian yang diajukan kepadanya.”Salah satu manifestasi multipartit yang paling akhir yang mendukung legalitas hukum internasional adalah Deklarasi Helsinki pada 1 Agustus 1975.61 Meskipun hukum Internasional mengikat secara hukum,namun pada faktanya hukum internasional adalah hukum yang lemah ( weak law).62Dalam sistem hukum internasional tidak ada kekuasaan tertinggi yang dapat memaksakan keputusankeputusannya kepada negara-negara,tidak ada badan Legislatif Internasional yang membuat ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat langsung negara negara anggota disamping tidak adanya angkatan bersenjata untuk melaksanakan sanksi-sanksi kepada negara-negara pelanggar hukum serta keberadaan Mahkamah Internasional yang belum mempunyai yuridiksi wajib universal untuk menyelesaikan sengketasengketa hukum antar negara-negara.Meskipun hukum internasional merupakan hukum yang lemah namun negara negara tetap percaya bahwa hukum Internasional itu ada. Sebagai negara yang berdaulat serta menjunjung tinggi martabatnya terdapat kewajiban moral bagi suatu negara untuk menghormati Hukum internasional dan secara umum mematuhinya. Negara negara mematuhi Hukum Internasioanl karena 61 62 Ibid, hlm 22. Ibid, hlm 23. Universitas Sumatera Utara 45 kepatuhan tersebut diperlukan untuk mengatur hubungannya antara satu dengan yang lain dan untuk melindungi kepentingannya sendiri.63 Sumber Hukum Internasional dipakai pertama sekali pada arti dasar berlakunya hukum.Dalam hal ini yang dipersoalkan adalah apa sebabnya suatu hukum mengikat yakni sebagai sumber hukum material yang menerapakan apa yang menjadi hakikat dasar kekuatan mengikatnya hukum Internasional.64Pengertian sumber hukum sendiri dipakai dalam beberapa arti yaitu: Sumber hukum formil,sumber hukum dalam arti dimana kita dapat menemukan kaedah kaedah hukum dalam peristiwa yang kongkrit. Sumber hukum materill,lebih bersifat filosofis dan menjawab pertanyaan mengapa hukum internasional itu mengikat.Disamping sumber hukum formil dan sumber hukum materil pengertian sumber hukum juga dipergunakan dalam arti yang lain yaitu untuk menjawab apa faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya atau perkembangan Hukum Internasional. Dalam Hukum tertulis, ada dua tempat yang mencantumkan secara tertulis sumber hukum internasional dalam arti formal yakni pasal 7 Konvensi Den Haag XII 1907 tentang pembentukan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut (International Prize Court) dan dalam pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional Permanen tahun 1920 yang kini tercantum dalam Pasal 38 Piagam Mahkamah 63 Boer Mauna,Hukum Internasional: Pengertian,Peranan dan fungsi dalam Era Dinamika Global,(Bandung: Cetakan Ketiga,Alumni bandung, 2001),hlm 2-3. 64 Mochtar Kusumaatmadja,Etty R.Agoes,Pengantar Hukum Internasioanal,(Bandung,: Cetakan pertama,P.T.Alumni,2003),hlm 113. Universitas Sumatera Utara 46 Internasional tahun 1945. Namun keberadaan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut tidak pernah terbentuk dikarenakan jumlah ratifikasi yang diperlukan tidak tercapai, sehingga sumber hukum internasional yang dipakai pada masa sekarang hanya pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional.65 Penggolongan menurut Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional Sumber Hukum Internasional menurut ketentuan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional adalah terdiri dari: 1. Perjanjian Internasional ( International Conventions) 2. Kebiasaan Internasional ( Internasional Costum) 3. Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law ) yang diakui oleh negara negara beradab. 4. Keputusan Pengadilan (Judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah diakui kepakarannya ( The Teachings of the most highly qualified publicists) Sedangkan penggolongan menurut Pendapat Para sarjana Hukum Internasional,meliputi : 1. 2. 3. 4. 5. Kebiasaan. Traktat (misal: Persoalan politik,ekonomi) Keputusan Pengadilan atau Badan-badan Arbitrase (Undang-undang no 39 tahun 1999 di Indonesia untuk perdatanya contoh investasi Karya-karya Hukum Keputusan atau Ketetapan Organ/lembaga Internasional Dilihat dari sumber hukum tergolong dalam statuta Mahkamah Internasional Sumber Hukum Internasional menurut ketentuan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah 65 Ibid,hal 114 Universitas Sumatera Utara 47 Internasional yakni Perjanjian Internasional/Konvensi Internasional,Perjanjian internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja diartikan sebagai perjanjian yang diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan akibat hukum tertentu.66 Perjanjian Internasional sebagai sumber hukum dibagi atas dua golongan yakni dalam bentuk treaty contract dan law making treaties. Apabila dilihat dari segi fungsinya sebagai sumber hukum, sumber hukum formal merupakan law making yang artinya menimbulkan hukum. Treaty contract dimaksudkan sebagai suatu bentuk perjanjian dalam Hukum Perdata, hanya mengakibatkan hak dan kewajiban bagi para pihak yang mengadakan perjanjian itu dan pihak ketiga umumnya tidak dapat ikut serta dalam perjanjian ini.Seperti perjanjian perbatasan, perjanjian perdagangan dan perjanjian pemberantasan penyelundupan. Law making treaties diartikan sebagai perjanjian yang meletakkan ketentuan atau kaidah hukum bagi masyarakat Internasional sebagai keseluruhan. Seperti Konvensi Perlindungan Korban Perang, Konvensi Hukum Laut dan Konvensi Wina tentang Hubungan Diplomatik. Perjanjian law making treaties selalu terbuka bagi pihak lain yang sebelumnya tidak turut serta karena yang diatur dalam perjanjian ini adalah suatu hal yang umum mengenai semua anggota masyarakat Internasional.67 Treaty Contract menurut J. G. Starke tidak secara langsung menjadi sumber hukum Internasional. Namun demikian, treaty contract ini diantara peserta atau 66 67 Ibid,hal 117 Mochtar Kusumaatmadja, Ibid. hal 122-124 Universitas Sumatera Utara 48 penandatangan dapat menjadi hukum yang khusus. Perjanjian-perjanjian demikian dapat memberi arahan kepada perumusan ketentuan hukum Internasional melalui pemberlakuan prinsip-prinsip yang mengatur kaidah kebiasaan. Pemberlakuan treaty contract sebagai sumber hukum internasional harus memperhatikan 3 ketentuan yakni: 1. Treaty contract tersebut merupakan serangkaian perjanjian yang menetapkan aturan yang sama secara berulang-ulang dapat membentuk suatu prinsip hukum kebiasaan internasional yang maksudnya sama. 2. Perjanjian tersebut pada mulanya dibentuk hanya diantara sejumlah peserta terbatas kemudian kaidah yang dimuat dalam perjanjian tersebut digeneralisasikan dengan adanya penerimaan 3. Suatu perjanjian dapat dianggap mempunyai nilai pembukti mengenai adanya suatu kaidah yang dikristalisasikan menjadi hukum melalui proses perkembangan yang berdiri sendiri Hukum Internasional dapat dikatakan bersifat publik yang keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintas batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.Sedangkan dalam konteks Perdata atau privat/pribadi di Indonesia berlaku Hukum Perdata Internasional. Hukum Perdata Internasional (HPI) yang digunakan di Indonesia sekarang ini merupakan terjemahan dari istilah Private International Law, International Law, Internationales Privaatrecht, Droit International Prive, Diritto Internationale Universitas Sumatera Utara 49 Privato, Sering menjadi perdebatan apakah HPI ini masuk dalam ranah hukum publik atau hukum perdata. Mochtar Kusumaatmadja menyebutkkan Hukum Perdata Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan hubungan perdata yang melintas batas negara. Dengan kata lain, HPI adalah hukum yang mengatur hubungan hukum perdata antara pelaku yang masing masing tunduk pada hukum perdata (nasional) yang berbeda. Adapun Hukum Internasional Publik adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintas batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata, Sehingga sama sama internasional (lintas batas negara), akan tetapi beda pada sifat hukum hubungan atau persoalan yang diaturnya (objeknya).68 Sudarto Gautama mendefenisikan HPI sebagai suatu keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang menerapkan hukum, jika hubungan-hubungan atau peristiwa antara warga negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik-titik pertalian dengan stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan kuasa tempat pribadi,dan soal-soal.Istilah Internasional dalam HPI tidaklah merujuk pada sumbernya,tetapi menunjuk kepada fakta fakta atau materinya, yaitu hubungan hubungan atau peristiwa peristiwa yang bersifat internasional (objeknya yang internasional). Sedangkan kaidah kaidah HPI adalah hukum perdata 68 _____Materi Perkuliahan Hukum Internasional,Hukum Perdata Internasional hlml 1,Materi disarikan dari Ridwan Khairandy,Nandang Sutrisno,dan Jawahir Thontowi,1999,Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia, (Yogyakarta :Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia-Gama Media,2012), ,hal 1-12 diakses dari http://mahendraputra.net/wpcontent/uploads/2012/02/MATERI-PERKULIAHAN-HUKUM-INTERNASIONAL-12.pdf Universitas Sumatera Utara 50 nasional. Masing masing negara yangg ada di dunia ini memiliki HPI sendirisendiri.Dalam beberapa kesempatan,ada juga yang menggunakan istilah huukum Perselisihan yang diterjemahkan dari istilah conflict of law, conflichtenrecht, conflict des lois, conflict des status.Istilah ini pun mendapat keberatan/kritik dari berbagai pihak.69 Terdapat ide yang menarik yang diutarakan oleh Sudargo Gautama terkait dengan keberatan/kritik terhadap gambaran umum mengenai HPI. Sudargo Gautama menganjurkan sebaiknya menggunakan istilah Hukum Antar Tata Hukum (HATAH). Istilah ini mengikuti istilah interlegal law (Alf Ross) atau interrechsordenreschts (Logemann) atau tussenrechts ordeneneing (Risink). Istilahh HATAH memberi kesan tentang adanya suatu tata hukum diantara sistem sistem hukum yang ada pada suatu saat bertemu. Namun demikian,Sudargo Gautama masih dapat memahami digunakan istilah HPI, karena istilah tersebut sudah lama dikenal dan lazim dipergunakan. HATAH dapat digolongkan dalam dua bagian yaitu:70 1. HATAH Intern Adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum,jika hubungan hubungan dan pristiwa pristiwa antara warga negara,memperlihatkan titik pertalian dengan stelsel stelsel dan kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan 69 70 Ibid ibid Universitas Sumatera Utara 51 kuasa waktu,tempat,dan soal-soal,HATAH intern ini dibagi lagi menjadi 3 golongan yaitu: a) Hukum Antar Waktu; b) Hukum Antar Tempat; dan c) Hukum Antar Golongan,termasuk Hukum Antar Agama. Di Indonesia pernah terjadi Hukum Antar Golongan ketika terjadi pembedaan penduduk pada jaman Belanda,yaitu Golongan Penduduk Eropa, Golongan Timur Asing dan Golongan Indonesia Asli (bumuputra). Dimana masing masing golongan tersebut tunduk pada hukumnya sendiri. Contoh lainya bia dilihat dalam negara federal, yang memungkinkan terdapat perbedaan hukum antara negara bagian yang satu bagian lainya. 2. HATAH Ekstern (bisa disebut HPI ) Adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang belaku atau apakah yang merupakan hukum,jika hubungan dan pristiwa pristiwa antara warga negara pada suatu waktu tertentu memperihatkan titik titik pertalian dengan stelsel dan kaidah kaidah hukum dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan kuasa tempat,pribadi,dan soal soal, Disini yang ditekankan adalah perbedaan dalam lingkungan kuasa tempat dan soal serta pembedaan dalam sistem satu negara dengan negara lain,artinya disini terdapat unsur luar negerinya atau unsur asingnya (foreign element). Beberapa masalah masalah pokok HPI antara lain : Universitas Sumatera Utara 52 1. 2. 3. Hakim atau badan peradialan manakah yang berwenang menyelesaikan persoalan persoalan yuridis yang menngandung unsuru asing; Hukum manakah yang harus diberlakukan untuk mengatur dan atau menyelesaikan persoalan persoalan yuridis yang mengandung unsur unsur asing;dan Bilamana atau sejauhmana suatu pengadilan harus memperhatikan dan mengakui putusan putusan hakum asing dan atau mengakui hak hak atau kewajiban kewajiban hukum yang terbit berdasarkan hukum atau putusan hakim asing. 4. Perbandingan Pilihan Hukum dan Pilihan Forum dalam kontrak a. Pengertian Pilihan Hukum dan Pilihan Forum Sebagai Konsekuensi logis dari diberlakukanya prinsip/asas kebebasan berkontrak (freedom of contract),maka para pihak dalam suatu kotrak dapat menentukan sendiri hal hal sebagai berikut:71 1. 2. 3. pilihan forum (choice of jurisdiction),para pihak menentukan sendiri pengadilan atau forum mana yang berwenang memerikasa sengketa diantara para pihak dalam kontrak; pilihan hukum (choice of law),para pihak menentukan sendiri hukum mana yang berlaku dalam interpretasi kontrak tersebut; pilihan domisili (choice of domicile),para pihak menunjuk sendiri domisili hukum dari para pihak tersebut. Pilihan hukum masuk dalam Ruang lingkup Hukum Perdata.David D Siegel,P.M.North,dan JJ Fawcett mengemukakan bahwa permasalahan utama HPI adalah: 1. 2. 3. Hukum yang harus diberlakukan dalam suatu perkara yang mengandung elemen pilihan hukum (choice of law); Kewenangan pengadilan yang mengadili perkara tersebut (juridiction); Pengakuan dan pelaksanaan putusan peradialan asing (recognition and enforcement ogg foreign judgment) Ruang Lingkup Hukum Perdata Internasional antara lain:72 71 Munir Fuady, 2007,Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, (Bandung: Citra Aditya Bakti), ,hlm 137 Universitas Sumatera Utara 53 1. HPI= Rechtstoepassingrecht (yang tersempit) HPI hanya terbatas pada masalah hukum yang diberlakukkan (Rechtstoepassingrecht) hal hal lain yang berkenaan dengan kompetensi hakim,status orang asing,dan kewarganegaraan tidak termasuk bidang HPI.Sistem semacam ini dianut oleh HPI Jerman dan Belanda. 2. HPI= Choice of law + Choice of jurisdistion ( yang lebih luas) HPI tidak terbatas pada choice of law tetapi termasuk kompetensi atau wewenang hakim.Sistem HPI yang lebih luas ini dikenal di Inggris,Amerika Serikat,dan negara negara Anglo Saxon lainnya. 3. HPI = Choice of law + choice of jurisdiction + condition des estrangers (yang lebih luas lagi) Dalam sistem ini,selain choice of law dan wewenang hakim,status orang asing (condition des estrangers) juga menjadi bagian.Sistem ini dikenal di negaranegara latin atau negara-negara Amerika Selatan. 4. HPI= choice of law + choice of jurisdiction +condition des estrangers +nationalite (yang terluas) Menurut sistem ini,selain choice of law,wewenang hakim dan status orang asing,kewarganegaraan (nationalite) menjadi bagian, Masalah kewarganegaraan ini menyangkut persoalan tentang tata cara memperoleh dan hilangnya kewarganegaraan.Sistem yang sangat luas ini dikenal dalam HPI Perancis dan juga dianut kebanyakan penulis HPI. 72 Ibid,hlm 3 Universitas Sumatera Utara 54 Pilihan hukum yang dipilih dan menjadi kesepakatan para pihak memegang peranan sangat penting.Sebab apabila terjadi sengketa atau permasalahan hukum dikemudian hari maka akan ditentukan dari klausul pilihan hukum yang dibuat oleh pihak tersebut. Pilihan hukum hanya dibenarkan dalam bidang hukum perjanjian. Tidak dapat diadakan pilihan hukum dibidang hukum kekeluargaan misalnya.73 Mengenai pilihan hukum (choice of law/Rechtswahl),para pihak dapat memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak (perjanjian) dengan pembatasan, yaitu sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan tidak boleh menjelma menjadi penyeludupan hukum.74 Masalah pilihan hukum yang diberlakukan atau diterapkan adalah salah satu masalah yang penting dalam suatu kontrak perdagangan internasional.Istilah istilah pilihan hukum dalam bahasa lain antara lain adalah: Partij autonomie,autonomie des parties (Perancis), intension of the parties (Inggris) atau (choice of law). Para pihak dalam suatu kontrak bebas untuk melakukan pilihan, mereka dapat memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak mereka. Para pihak dapat memilih hukum tertentu75. Pilihan hukum merupakan hukum mana yang akan digunakan dalam pembuatan suatu kontrak.76 Para pihak yang mengadakan perjanjian dagang berhak 73 Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia,( Bandung: Penerbit Binacipta, cet. Ke-5, 1987), hlm. 204. 74 Ibid hlm 141. 75 Ibid. hlm 168. 76 Salim S. Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta:Penerbit Sinar Grafika, cet. Ke-3 2006), hlm. 106. Universitas Sumatera Utara 55 melakukan kesepakatan tentang pilihan hukum (choice of law) dan pilihan forum (choice of forum) yang berlaku bagi perjanjian tersebut. Pilihan hukum (choice of law) menentukan hukum yang berlaku (governing law), demikian pula, pilihan forum arbitrase (arbitrase clause) menentukan jurisdiksi forum penyelesaian sengketa.77 Peranan choice of law disini adalah hukum yang akan digunakan oleh badan peradilan untuk:78 1. 2. 3. 4. Menentukan keabsahan suatu kontrak dagang Menafsirkan suatu kesepakatan kesepakatan dalam kontrak Menentukan telah dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya suatu prestasi (pelaksanaan suatu kontrak dagang), Menentukan akibat akibat hukum dari adanya pelanggaran terhadap kontrak. Menurut pendapat Sudargo Gautama mengenai pilihan hukum (choice of law/Rechtswahl), para pihak dapat memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak (perjanjian) dengan pembatasan, yaitu sepanjang tidak melanggar ketertiban umum dan tidak boleh menjelma menjadi penyelundupan hukum.79 Prinsip Pilihan Hukum Menurut ILA ( The Institute of International Law) Dalam resolusinya yang dikeluarkan dikota Besel,1991 yang berjudul “The Autonomy of the Parties in International Contracts Between Private Person of Entities,”ILA menegaskan 14 prinsip prinsip berikut mengenai pilihan hukum beberapa diantaranya yang sering dilakukan dalam menuangkan maksud pilihan 77 Basuki Rekso Wibowo, Kompetensi Peradilan Umum Terhadap Putusan Arbitrase, [email protected], 1 Januari 1999 78 Huala Adof, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, cet. 1, 2005), hlm 214 79 Sudargo Gautama,Op.Cit,hlm.205. Universitas Sumatera Utara 56 hukum dalam kontrak adalah Pilihan hukum secara tegas dan Pilihan hukum secara diam diam. Pilihan hukum secara tegas ini, dapat kita lihat dalam klausula-klausula kontrak joint venture, management contract atau technical assistant contract, di mana para pihak yang mengadakan kontrak secara tegas dan jelas menentukan hukum mana yang mereka pilih. Hal tersebut biasanya muncul dalam klausul goverling law atau applicable law yang isinya berbunyi: “this contract will be governed by the law of the Republic of Indonesia” atau the agreement shall be governed by and construed in all respects in accordance with the law of England. Sebagai contoh adalah kontrakkontrak yang dibuat Pertamina mengenai LNG salses contract dari 3 Desember 1973, dalam pasal 12 dinyatakan bahwa: this contract shall be governed by and interpreted in accordance with the law of the State of New York, United States of America”. Pilihan hukumnya adalah Negara bagian New York, merupakan hal yang tepat karena Amerika Serikat tidak mengenal hukum perdata untuk Negara Federasi Amerika Serikatnya, tetapi tiap-tiap Negara bagian mempunyai hukum perdatanya sendiri yang masing-masing berbeda. Jadi di dalam pilihan hukum yang dinyatakan secara tegas, pilihan hukum dinyatakan dengan kata-kata yang menyatakan pilihan hukum tertentu dalam kontrak tersebut. Bilamana hakim dalam menentukan hukum mana yang harus berlaku dalam kontrak tersebut, hakim akan menggunakan pilihan hukum sebagai titik taut penentunya.80 Sedangkan Pilihan hukum secara diam-diam adalah pilihan 80 Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Perdata Internasional, (Yogyakarta: FH UII Press, cet. 1, 2007), hlm.131. Universitas Sumatera Utara 57 Untuk mengetahui adanya pilihan hukum tertentu yang dinyatakan secara diam-diam, dapat disimpulkan dari maksud atau ketentuan-ketentuan dan fakta-fakta yang terdapat dalam suatu kontrak. Fakta-fakta yang berkaitan dengan kontrak tersebut, misalnya bahasa yang dipergunakan, mata uang yang digunakan, gaya atau style Indonesia. Kesimpulan ini adalah tafsiran hakim atau pengadilan. Dalam kenyataannya mungkin saja para pihak tidak bermaksud seperti yang disimpulkan pengadilan tersebut.81Dalam buku Hukum Perdata Internasional Indonesia”Prof Dr Sudargo Gautama S.H. menerangkan bahwa dalam hal tidak ada pilihan hukum yang ditentukan dalam perjanjian,ada beberapa teori pilihan hukum dalam Hukum Perdata Internasional yang bisa dipakai;82 1. 2. 3. 4. Teori Lex Loci Contractus adalah kontrak ditentukan oleh hukum dimana tempat kontrak itu dibuar,diciptakan,dilahirkan. Teori Lex Loci Solutionis adalah pilihan hukum ditentukan dari tempat dimana kontrak tersebut dilaksanakan.Teori ini digunakan untuk menentukan akibat akibat hukum dari suatu perjanjian. Teori Proper Law of the contract adalah pilihan hukum ditentukan dari pengadilan akan melakukan analisis daripada ketentuan ketentuan dan fakta fakta sekitar kontrak bersangkutan,untuk menetapkan hukum yang sebenarnya dipikirkan oleh para pihak(the parties had in mind).Jadi,dilihat maksud dari para pihak,hukum mana yang akan diaplikasikan. The most characteristic connection adalah pilihan hukum didasarkan pada hukum negara mana yang memperlihatkan “the most characteristic connection”.Jadi dicari apa yang menjadi “center of gravity” dari kontrak tersebut.Doktrin ini sudah diterima dengan sangat meluas dan dianggap paling memuaskan untuk kebanyakan kasus.Sebagai contoh dalam kontrak jual beli, pihak penjuallah yang melakukan prestasi paling karakteristik;dalam loan agreement yang melakukan prestasi paling karakteristik adalah pihak bank atau pemberi pinjaman. 81 Ibid,hlm 134 .Prof Dr Sudargo Gautama S.H.,”Hukum Perdata Internasional Indonesia” Jilid III Bagian 2 Buku ke-delapan hlm 5 82 Universitas Sumatera Utara 58 Sedangkan pilihan forums/pilihan yuridiksi ,Pengertian yuridiksi menurut Black’s law Dictionary sebagaimana telah dikutip dan diterjemahkan secara bebas oleh Huala Adolf dalam bukunya dasar dasar,Prinsip dan filofi Arbitrase,terbitan Keni Media,yuridiksi adalah kekuasaan atau kewenangan pengandilan untuk memutus suatu sengketa atau disebut juga sebagai kewenangan pengadilan atau competent jurisdiction.83 Dalam suatu perjanjian biasanya sudah dirumuskan ketentuan mengenai pilihan forum penyelesaian sengketa,yaitu cara yang ditempuh oleh para pihak ketika diantara mereka di kemudian hari terjadi konflik atau sengketa. Arbitrase biasanya lebih disukai atau dipilih oleh para pelaku bisnis dalam menyelesaikan sengketa komersialnya, karena arbitrase memiliki kelebihan dan kemudahan diantaranya adalah:84 1. 2. 3. 4. 5. para pihak yang bersengketa dapat memilih arbiter sendiri; proses majelis arbitrase rahasia dan oleh karena itu dapat menjamin kerahasiaan dan publisitas yang tidak dikehendaki; putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak yang bersengketa; tata cara arbitrase cepat,tidak mahal,serta jauh lebih rendah dari biaya biaya yang harus dikeluarkan dalam proses pengadilan;dan tata cara arbitrase lebih informal dari tatacara pengadilan dan oleh karena itu terbuka untuk memperoleh dan tersedianya tata cara penyelesaian kekeluargaan dan damai (amicable) Kata Arbitrase berasal dari bahasa latin yaitu “Arbitrare” yang artinya kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut “kebijaksanaan”. Dikaitkannya istilah arbitrase dengan kebijaksanaan seolah-olah memberi petunjuk bahwa majelis arbitrase tidak perlu memperhatikan hukum dalam menyelesaikan sengketa para 83 Black’s Law Dictionary, sebagaimana telah dikutip dan diterjemahkan oleh Huala Adolf dalam bukunya Dasar-Dasar, Prinsip & Filosofi Arbitrase, Keni Media hlm 141 84 Priyatna Abdulrassyid,2002,Suatu Pengantar Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, (Jakarta :Fikahati Aneska) ,hlm 63 Universitas Sumatera Utara 59 pihak, tetapi cukup berdasarkan kebijaksanaan.85Di Indonesia badan arbitrase yang sudah lama berdiri adalah BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia),sedangkan di dunia Internasional badan arbitrase yang terkenal adalah badan arbitrase Internasional Chamber of Commerce atau yang disingkat ICC di Paris dan ada juga dikenal SIAC di Singapura. Selain kelebihan kelebihan yang dimiliki oleh arbitrase,ternyata dalam praktiknya menurut Lely Niwan terdapat juga beberapa masalah yang dapat timbul pada arbitrase.Probelm tersebut disebabkan oleh pendirian atau sikap hakim yang belum seragam tentang klausula arbitrase; kekurangan kekurangan dalam klausula arbitrase terkait bahasa,misalnya menggunakan terminologi yang mengandung banyak penafsiran; tempat putusan harus dilaksanakan;dan penerapan stricts rules of law atau et aequo et boono.86 Kesepakatan atau aturan main yang perlu disepakati dalam arbitrase tersebut adalah menyangkut pilihan hukum (choice of law) dan pilihan domisili (choice of domicile).Namun sekalipun telah ada kesepakatan didepan atas cara cara penyelesaian sengketa tersebut,dalam implementasinya tidaklah mudah. Adapun permasalahan yang sering muncul adalah menyangkut kompetensi absolut yang dalam praktik masih sering “diambil alih” oleh pengadilan.87 Dalam Perkembangannya,kompetensi absolut Arbitrase juga diatur dalam ketentuan Pasal 3 Undang Undang No 30 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa 85 Subekti, Arbitrase perdagangan, (Bandung ,Binacipta,1981), hlm. 1-3 Lely Niwan,sebagaimana dikuti oleh Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani,2001,Seri Hukum Bisnis:Hukum Arbitrase,(Jakarta :RajaGrafindo Persada), hlm 50 87 Erman Suparman,”Perkembangan Doktrin Penyelesaian Sengketa di Indonesia”,Makalah,Diskusi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung , November 2006 86 Universitas Sumatera Utara 60 pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah terikat dalam perjanjian arbitrase”.Ini berarti setiap perjanjian yang telah mencantumkan klausula arbitrase atau suatu perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak menghapus kewenangan pengadilan negeri untuk menyelesaikan sengketa yang timbul dari perjanjian yang memuat klausul arbitrase tersebut.88 Pada prinsipnya para pihak bebas menentukan hukum mana yang akan berlaku, tergantung pada relevansi dan kebijakan publik dari yurisdiksi yang dipilih. Pihak-pihak dalam perjanjian juga dapat membuat pilihan forum penyelesaian sengketa (choice of forum).Di dalam sistem common law harus kita cermati berlaku doktrin hukum perihal forum of non convenient.Konsekuensi ajaran ini ialah hakim dapat menolak memeriksa perkara yang diajukan kepadanya oleh para pihak. 89 b. Perbandingan kasus penggunaan Bahasa Asing yang menggunakan Pilihan Hukum dan Pilihan Forum Dalam studi kasus yang diteliti Pihak Indonesia yang menggugat Pihak asing memakai pilihan hukum dan domisili hukum yang sama sama ditafsir menurut hukum yang berlaku di Indonesia dan domisili hukum yang ditetapkan adalah Kantor Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Barat.Akibat dari pada pilihan hukum dan domisili hukum yang memakai hukum di negara Indonesia ,maka Hakim memiliki kewenangan yang absolut dalam hal menangani perkara penggunaan bahasa ini. 88 Bambang Sutiyoso, ,Penyelesaian Sengketa Bisnis,( Yogyakarta ,Citra Media, 2006) hlm 8 Rosa Agustina, Hukum Perikatan(LAW OF OBLIGATIONS),(Jakarta,Pustaka Larasan 2012),hlm 106. 89 Universitas Sumatera Utara 61 Dibandingkan dengan kasus yang serupa,seperti kasus PT Bangun Karya Pratama Lestari (BKPL) membatalkan kontrak berbahasa Inggris rekan bisnis nya Nine AM, dan dikabulkan karena pilihan hukum dan domisili hukum yang serupa. maka serupa dengan kasus BKPL melawan Sumatera Partners kandas di Pengadilan negeri Jakarta Pusat. Majelis Hakim PN Jakarta Barat mengaku tak berwenang memeriksa dan mengadili sengketa kontrak berbahasa asing antara BKPL dan Sumatera. Pasalnya di Kontrak itu dua belah pihak telah sepakat menunjuk Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) bila ada sengketa di kemudian hari. Kasus ini berawal dari gugatan yang diajukan oleh BKPL ke PN Jakbar. BKPL meminta majelis menyatakan kontrak antara BKPL dan Sumatra Partners batal demi hukum atau setidak-tidaknya tidak lagi mengikat para pihak. Pasalnya, kontrak yang ditandatangani dan tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia ini ternyata dibuat dalam Bahasa Inggris. Sumatra menggunakan klausul arbitrase di dalam kontrak sebagai senjata andalan. Menurut perusahaan asal Texas ini, Pengadilan Negeri Jakarta Barat tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini karena para pihak telah sepakat menunjuk Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai tempat penyelesaian sengketa apabila terjadi sengketa di kemudian hari terkait dengan perjanjian ini. Sumatra menggunakan Pasal 10 UU Arbitrase. Pasal tersebut menyatakan batalnya perjanjian pokok tidak menyebabkan klausul arbitrase batal. Akhirnya, pada 21 November 2013 lalu, melalui putusan selanya, majelis hakim Universitas Sumatera Utara 62 Pengadilan Negeri Jakarta Barat sepakat untuk menerima eksepsi Sumatera tersebut.90 5. Pengggunaan Bahasa Asing dalam Kontrak berpedoman pada Asas-Asas Hukum Kontrak Penggunaan bahasa Asing dalam pembuatan dan pelaksanaan kontrak tidak secara eksplisit menyebutkan penggunaan bahasa asing merupakan bagian dari asas asas dalam hukum kontrak. Asas asas dalam hukum kontrak mengatur mengenai pelaksanaan Subjek hukum dan Objek hukum tetapi tidak secara langsung menekankan atau menyebut pengaturan perjanjian dalam hal penggunaan bahasa asing. Dalam Perjanjian Pinjam meminjam atau Loan Agreement dalam prakteknya perjanjian seperti ini sering sekali dibuat dalam perjanjian baku.Pihak Asing biasanya mempunyai form tersendiri dan dirancang sedemikian rupa termasuk salah satunya pengaturan mengenai penggunaan bahasa,bahasa bisa mereka tuangkan dalam klausul yang mereka buat bisa juga tidak,tetapi secara keseluruhan pelaksanaan perjanjian dalam hal ini Debitur hanya dalam posisi menerima atau tidak perjanjian pinjam meminjam tersebut.Apabila Debitur menerima pinjaman tersebut maka ia wajib untuk menandatanganinya sebagai tanda setuju,dan apabila debitur menolak ,maka ia tidak perlu menandatangani perjanjian pinjam meminjam tersebut hal ini sejalan dengan Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata mencerminkan asas kebebasan bagi para pihak untuk menentukan isi perjanjian. 90 Diakses dari http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52a8190540a82/pn-jakbarserahkan-kasus-kontrak-berbahasa-inggris-ke-bani pada tanggal 28 September 2014 tentang PN Jakbar “Serahkan”Kasus Kontrak berbahasa Inggris ke Bani”. Universitas Sumatera Utara 63 Asas kebebasan berkontrak memegang peranan penting dalam pembuatan kontrak yang melibatkan para pihak.Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut:91 a. b. c. d. Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian. Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan Undang Undang yang bersifat opsional. e. Kebebasan untuk mentukan objek perjanjian. Dengan adanya ruang lingkup Asas Kebebasan Berkontrak maka dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan pihak setara dengan pihak lain.Menurut Sjahdeini,kebebasan berkontrak yang menjadi prinsip atau asas umum perjanjian hanya dapat tercapai apabila para pihak yang terlibat memiliki bargining power yang seimbang ( gelijkwaardigheid van partijen).92Jika melihat studi kasus Antara PT BANGUN KARYA PRATAMA LESTARI (PT.BKPL) pihak penggugat dengan NINE Ltd pihak asing pihak tergugat,dasar gugatan penggugat PT BKPL adalah karena melanggar Pasal 31 ayat 1 undang undang bahasa khususnya pasal mengenai bahasa.yang artinya bahwa PT BKPL merasa dirugikan karena disini perjanjian pokok antara kedua belah pihak dibuat dalam bahasa Inggris. Disini ada unsur bargening power yang tidak seimbang. Akan tetapi jika diperhatikan dalam duduk perkara I ayat ke 2 ada mengatakan bahwa perjanjian pinjam meminjam tertanggal 23 April 2010 yang 91 Hasanudin Rahman,Aspek aspek Hukum Pemberian Kredit perbankan di Indonesia (Panduan Dasar Ilegal Officer , (Bandung ,PT.Citra Aditya Bakti, 1998),hlm 137-138 92 Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak, hlm. 185 Universitas Sumatera Utara 64 dibuat antara penggugat dengan tergugat (berdasarkan Loan Agreement yang telah di terjamahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Penerjemah Resmi dan Tersumpah) dan dilanjutkan dengan kalimat berikutnya.Disini sebenarnya Kontrak Pinjam Meminjam (Loan Agreement) yang dibuat oleh kedua belah pihak sudah memiliki posisi bargining power atau daya tawar yang seimbang,sebab bukan hanya 1 (satu ) perjanjian dalam bahasa Inggris saja tetapi ada diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.Dengan demikian Asas kebebasan berkontrak terpenuhi dan disini juga terdapat Asas itikad baik yang terjalin dalam pelaksanaan perjanjian dengan itikad baik memberikan hak kepada pihak Penggugat PT BKPL untuk memperoleh perjanjian dalam versi bahasa indonesia. Bandingkan dengan Kontrak yang sama menggunakan bahasa Inggris yakni dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 24/Pdt.G/2009/PN.JKT.Sel gugatan PT Permata Hijau Sawit (PHS) terhadap Citibank NA terkait kontrak derivatif akhirnya akhirnya diputus Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. putusan ini adalah putusan ketiga yang menyatakan bahwa transaksi structure product tidak halal'. Selain itu, putusan ini juga mengakui posisi bank yang memang superior ketimbang nasabah. Surat konfirmasi tertanggal 5 September 2008 dan final term condition yang dianggap Citibank merupakan perjanjian transaksi produk derivatif, Callable Forward, dibuat dalam bahasa Inggris dengan menggunakan istilah-istilah yang tidak mudah dipahami. Padahal, sebagai bank yang beroperasi di Indonesia, Citibank seharusnya tunduk pada peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI). Sehingga, penjelasan dan informasi yang diberikan harus diberikan dalam bahasa Indonesia, atau Universitas Sumatera Utara 65 setidaknya dalam dua bahasa, yaitu Indonesia dan Inggris. Majelis menyatakan perjanjian derivatif antara PHS dan Citibank batal demi hukum karena tidak memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata. Terbukti dengan tidak dilakukannya kewajiban Citibank untuk menginformasikan secara berimbang manfaat, resiko, atau biaya-biaya yang melekat pada suatu produk bank yang dalam hal ini adalah Callable Forward. Namun, penyampaian informasi harus memenuhi standar tertentu, sehingga nasabah pun mudah mengerti dan tidak 'tersesat'. Sayang, Citibank ternyata tidak melakukan halhal tersebut dan hanya memberikan penjelasan resiko secara umum yang sudah diprediksi dalam suatu structure product. Karena penggugat dapat membuktikan structure product tersebut mengandung kausa yang tidak halal, maka majelis berpendapat perjanjian derivatif antara PHS dan Citibank batal demi hukum. Sehingga, perjanjian dianggap tidak pernah ada dan Citibank dihukum untuk mengembalikan dana yang diterima dari PHS sebesar AS$10 juta. Begitu juga sebaliknya, PHS diperintahkan untuk mengembalikan dana yang diterima dari Citibank sebesar Rp97,2 miliar. Kemudian, Citibank juga dihukum untuk membayar kembali uang PHS sebesar AS$45,525 ribu yang telah diambil dan dicairkan oleh Citibank. B. Pelaksanaan Kontrak Terkait Dengan Pemilihan Bahasa oleh Para Pihak 1. Tahap Penyusunan, Struktur dan Anatomi Kontrak Dalam pembuatan akta;perjanjian;kontrak;akta akta lain,akta otentik otentik ataupun akta dibawah tangan,secara garis besar akta tersebut dapat dipilah menjadi Universitas Sumatera Utara 66 bagian bagian tertentu.Dengan demikan ,akta dengan mudah dapat diketahui dan jelas susunannya.93 Di dalam mempersiapkan kontrak,ada dua prinsip hukum yang harus diperhatikan, yaitu prinsip party autonomy dan pacta sunt servanda,party autonomy,yaitu pihak bebas untuk memperjanjikan apa yang mereka inginkan,dengan syarat tidak bertentangan dengan undang undang ,ketertiban umum dan kesusilaan. Untuk menghindari ketidakjelasan maksud para pihak maka langkah pertama yang harus dilakukan adalah eksekutif perusahaan harus menjelaskan sejelas jelasnya kepada mereka yang terlibat dan bertugas melakukan transaksi,Sedangkan kewajiban utama ahli hukum adalah mengomunikasikan kepada kliennya mengenai apakah yang telah dirumuskannya tersebut sudah sesuai dengan keinginan kliennya.94 Tidak ada ketentuan undang undang yang mengatur tentang format kontrak maka dalam membuat kontrak,hal yang paling penting diperhatikan oleh para pihak adalah syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata, yang pada intinya mengatur tentang:95 1. 2. 3. 4. kesepakatan para pihak kecakapan (termasuk juga kewenangan) para pihak objek tertentu sebab yang halal Pada tahap Prapenyusunan Kontrak Sebelum kontrak disusun ada empat hal yang harus diperhatikan oleh para pihak.Keempat hal itu yakni identifikasi para pihak,penelitian awal aspek 93 I.G.Rai Widjaya,S.H.,M.A.Op.Cit hlm.99. Salim H.S.,S.H., M.S. Hukum Kontrak Teori dan teknik Penyusunan Kontrak (Jakarta:Penerbit Sinar Grafika 2009 hlm.123 95 Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak,(Jakarta:Edisi 1,Penerbit PT. Raja Grafindo Persada, 2007). hlm. 148 94 Universitas Sumatera Utara 67 terkait,pembuatan Memorandum of Understanding (MOU) dan negosiasi.Keempat hal itu dijelaskan berikut ini.96 1. 2. 3. 4. 5. Identifikasi Para pihak Para pihak dalam kontrak harus teridentifikasi secara jelas,perlu diperhatikan peraturan perundang undangan yang berkaitan,terutama tentang kewenangannya sebagai pihak dalam kontrak yang bersangkutan,dan apa yang menjadi dasar kewenangan tersebut. Penelitian Awal Aspek terkait. Pada dasarnya pihak pihak berharap bahwa kontrak yang ditandatangani dapat menampung semua keinginannya,sehingga apa yang menjadi hakikat kontrak benar benar terperinci secara jelas. Pembuatan Memorandum of Understanding (MOU) Memorandum of Understanding (MoU) sebenarnya tidak dikenal dalam hukum konvensional Indonesia,tetapi dalam praktik sering terjadi.MOU dianggap sebagai kontrak yang simpel dan tidak disusun secara formal serta MOU dianggap sebagai pembuka suatu kesepakatan Negosiasi Negosiasi merupakan sarana bagi para pihak untuk mengadakan komunikasi dua arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan sebagai akibat adanya perbedaan pandangan terhadap sesuatu hal dan dilatarbelakangi oleh kesamaan atau ketidaksamaan kepentingan diantara mereka. Tahap Penyusunan Salah satu tahap yang menentukan dalam pembuatan kontrak yaitu tahap penyusunan kontrak. Berikut adalah beberapa dari sekian contoh dari susunan atau pola suatu Perjanjian/Kontrak (Anatomi Akta).97 1. Judul atau Nama Perjanjian Judul suatu akta biasanya diber nama sesuai dengan isinya,Misalnya,Perjanjian Pinjam Meminjam.Dalam Common law System biasanya mengenai judul tidak terlalu dipersoalkan.Yang penting adalah terpenuhinya elemen elemen pokok di mata hukum yang dapat membentuk suatu kontrak yang sah.Salah satu nya ada Memorandum of standing (MoU) yang kemudian ada yang menerjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Nota Kesepahaman.Namun sebagaimana umumnya didalam praktik (di Indonesia) dianut cara pemberian suatu judul yang harus sesuai dengan isi perjanjian itu sendiri dan tidak boleh menyesatkan. 96 97 Op.Cit Salim H.S.,S.H.,M.S.hlm.123. Op.Cit Widjaya hlm 100 Universitas Sumatera Utara 68 2. 3. Pembukaan Setelah judul,kemudian diawali dengan pembukaan yang merupakan permulaan dari suatu akta.Namun dalam akta dibawah tangan tentu saja dimungkinkan untuk membuat pembukuan yang lebih kurang sama dengan akta notaris. Komparisi/Para pihak Komparisi merupakan bagian suatu akta yang menyebutkan nama nama para pihak yang membuat perjanjian,lengkap dengan penyebutan pekerjaan dan idenditas serta tempat tinggal yang bersangkutan.Komparisi mengandung beberapa fungsi yaitu: a. menjelaskan idenditas para pihak yang membuat perjanjian /akta b. dalam kedudukan apa yang bersangkutan bertindak; c. berdasarkan apa kedudukannya tersebut; d. bahwa ia cakap dan berwenang melakukan tindakan hukum yang disebutkan didalam akta; dan e. ia mempunyai hak untuk melakukan tindakan yang dinyatakan dalam akta. 4. Premise Dalam merancang suatu dokumen suatu dokumen legal seperti kontrak,premise atau recitals biasa dipergunakan sebagai pendahuluan suatu akta atau pengantar yang menunjukan maksud utama para pihak, dan menyatakan alasan mengapa akta itu dibuat 5. Isi Perjanjian Setelah membicarakan judul,pembukaan,komparisi dan premise bagian penting yang merupakan pokok dalam suatu perjanjian adalah isi perjanjian yang mencakup ketentuan dan persyaratan.sesuai dengan “sistem terbuka”yang dianut oleh hukum perjanjian (freedom of contract atau beginsel der contractsvrijheid), para pihak bebas untuk mengadakan atau membuat perjanjian sesuai dengan kehendak dan kepentingannya masing masing,asalkan tidak melanggar ketertiban umum,kesusilaan,dan undang undang.Apapun yang ingin dituangkan atau diatur oleh para pihak dalam perjanjian tersebut,akan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi para pihak yang membuatnya karena berlaku sebagai undang undang baginya,sebagaimana dimuat dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata. Mengenai isi perjanjian yang dimuat dalam pasal pasal tersebut secara sederhana semuanya dapat dikelompokan atau dipilah menjadi tiga bagian.Ini menjadi bagian tersendiri yang masing masing dapat dikelompokkan kedalam apa yang disebut sebagai: a. Unsur Esensialia (Essential Elements) b. Unsur Naturalia (Natural Elements); c. Unsur Aksidentalia (Accidental Elements). Isi akta hampir seluruhnya tercantum dalam bagain ini,tidak terbatas pada hal hal yang pokonnya saja,melainkan segala sesuatu yang ingin diatur oleh para pihak yang dianggap penting untuk dimasukkan. Universitas Sumatera Utara 69 6. 7. 8. 9. 2. Klausula Dalam mengatur atau menuangkan materi yang dikehendaki oleh para pihak ke dalam isi perjanjian dengan ketentuan dan persyaratan sebagaimana telah diutarakan,ada hal penting lain yang harus mendapat tempat dalam perjanjian ini.Hal ini penting yang dimaksudkan mengenai berbagai klausula yang acapkali muncul dan dimasukkan ketika merumuskan isi perjanjian sekaligus merupakan bagian yang patut memperoleh perhatian kita.Klasula hampir selalu tercantum pada perjanjian yang sifatnya lintas batas (accross border contract),antara lain beberapa hal hal sebagai berikut: a. Arbitrase;b.Force Majeure;c.Choice of Law (Pilihan hukum atau Governing Law (Pemberlakuan Hukum),d.Domicile and Jurisdiction,Language dan lain lain Penutup Setiap perjanjian tertulis selalu ditutup dengan kata atau kalimat yang menyatakan bahwa perjanjian itu dibuat dalam jumlah atau rangkap yang diperlukan dan bermaterai cukup,maksudnya telah memenuhi ketentuan yang berlaku misalnya Rp.6000,-(enam ribu rupiah).Perjanjian ini ditandatangani oleh para pihak atau yang mewakili dan bertindak untuk dan atas nama serta saksi saksi. Tanda tangan Terdiri dari tanda tangan para pihak atau yang mewakili dan tanda tangan para saksi.Unus testis nullus testis (seorang saksi bukan saksi) seperti yang dikatakan pasal 1905 BW. Lampiran Tidak jarang surat perjanjian disertai dengan lampiran apabila terdapat hal hal yang perlu disertakan atau dilekatkan pada perjanjian induk,seperti surat kuasa,perincian harga atau macam macam barang dengan tipenya,pelaksanaan perkerjaan atau jenis jenisnya,bentuk laporan,gambar atau bagan,dan sebagainya. Pelaksanaan Kontrak dalam Kontrak yang berbentuk Otentik dan Dibawah Tangan terkait dengan penggunaan Bahasa Pada dasarnya perjanjian atau kontrak dibuat dengan tujuan agar segala kepentingan para pihak terwadahi,sehingga terjamin hak dan hukumnya. Untuk dapat melindungi kepentingan para pihak,perjanjian dibuat secara tertulis. Perjanjian sendiri ada 2 bentuk, perjanjian otentik dan perjanjian dibawah tangan. 1. Kontrak Otentik Universitas Sumatera Utara 70 Dalam Pasal 1868 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu Kontrak Otentik adalah suatu perjanjian yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh UndangUndang oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat dimana perjanjian dibuat.Dari Pasal 1868 KUH Perdata tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian otentik adalah suatu perjanjian yang memenuhi beberapa persyaratan,yaitu:98 a. b. c. d. 2. Perjanjian tersebut harus dibuat di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang undang. Perjanjian harus dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu.Berdasarkan hal tersebut terdapat 2 Perjanjian otentik,yakni: 1 Perjanjian yang dibuat oleh pegawai umum yang berwenang untuk itu. Perjanjian ini disebut juga akta pejabat.Contoh:Kalau ada prang meninggal kemudian membagi warisannya,maka dibuatkan akta keterangan ahli waris.Dalam akta pejabat yang mengonstatir (melihat,mengakui, atau membenarkan) fakta fakta yang disebutkan dalam akta adalah pejabat yang bersangkutan.Oleh kerena itu pejabat tersebut bertanggung jawab terhadap akta yang dibuatnya. 2. Perjanjian yang dibuat dihadapan pegawai umum (akta para pihak) didalam akta para pihak secara hukum para pihaklah yang membuat perjanjian.Pejabat hanya membantu merumuskan karena keahliannya.Jika terjadi sesuatu yang bertanggung jawab adalah para pihak sendiri,bukan pejabat yang dihadapanya akta tersebut dibuat. Perjanjian harus dibuat oleh pejabat umum Pejabat umum disini adalah pejabat yang oleh ketentuan Undang Undang diberi wewenang khusus untuk membuat akta,misalnya Notaris. Perjanjian harus dibuat di wilayah kerja pejabat yang bersangkutan. Suatu perjanjian otentik harus dibuat di wilayah kerja pejabat yang bersangkutan berada.Oleh karenanya pejabat yang bersangkutan tidak diperbolehkan membuat perjanjian di luar wilaya kerjanya.Misalnya,Notaris atau pejabat pembuat akta tanah terikat hanya membuat perjanjian di wilayah kerjanya saja. Kontrak di Bawah Tangan 98 Rini Pamungkasih,101 Draft Surat Perjanjian dan Kontrak hlm 15 _______________ Universitas Sumatera Utara 71 Perjanjian dibawah tangan adalah perjanjian perjanjian yang dibuat sendiri antara kedua belah pihak tanpa melibatkan pejabat Notaris yang berwenang untuk itu.bentuk perjanjian dibawah tangan antara lain surat surat register,surat surat kerumahtanggaan, dan lain lain tertulis yang dibuat tangan tanpa perantara pejabat umum.Perjanjian dibawah tangan biasa dibuat oleh salah satu pihak maupun oleh kedua belah pihak.Oleh karena itu perjanjian dibawah tangan mempunyai kecendrungan menguntungkan salah satu pihak dan disisi lain ada pihak yang berada di posisi yang lemah.Adakalanya juga dalam melakukan perjanjian,salah satu pihak sudah membuat naskah perjanjian terlebih dahulu.Dan pihak yang lain setelah membacanya tidak diperbolehkan untuk mengganti sebagian atau seluruh isi perjanjian.Tentu saja hal ini harus dihindari supaya perjanjian tersebut memenuhi asas kebebasan berkontrak. Ada 2 macam kontrak dibawah tangan,yakni:99 a. Kontrak dibawah tangan yang isinya disusun dan dirumuskan bersama oleh para pihak. Perjanjian dibawah tangan ini naskah perjanjian atau draf perjanjian isinya dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak.Sehingga keinginan para pihak dapat terakomodasi dalam perjanjian yang telah mereka buat. Hal ini telah memenuhi asas kebebasan berkontrak dan persamaan di hadapan hukum. b. Kontrak dibawah tangan yang isinya atau formatnya telah dibakukan oleh salah satu pihak yang kemudian disebut perjanjian standar Misal, perjanjian sewa beli biasanya dibuat oleh pihak yang menyewakan/penjual.Dalam hal ini pihak yang menyewakan/pembeli tidak dapat mengganti sebagian atau seluruh isi perjanjian,karena sudah dibakukan oleh pihak yang menyewakan/penjual.Perjanjian ini menguntungkan salah satu pihak,yaitu yang ,menyewakan/penjual.Hal ini merupakan penurunan dalam nilai nilai kebebasan berkontrak. Terkait dengan Kontrak Internasional berbahasa Asing.Kontrak Internasional dalam praktiknya di Indonesia juga terdapat Kontrak Internasional yang bersifat akta 99 Ibid Universitas Sumatera Utara 72 otentik dan kontrak Internasional yang bersifat dibawah tangan.Kontrak Internasional sebagai contoh salah satunya sebelum Perjanjian tahun 2010 dalam studi kasus putusan perkara dalam Eksepsi Tergugat Nine Am Ltd (pihak asing) dan Penggugat PT Bangun Karya Pratama Lestari (pihak Indonesia) kontrak Perjanjian Pinjam Meminjam atau Loan Agreement yang terjadi pada tanggal 10 November 2006 perjanjian Pinjam Meminjam (loan agreement) dibuat dalam bahasa Inggris dengan Bukti T-9 yang di hadirkan di persidangan ini membuktikan bahwa terkait penggunaan bahasa Inggris oleh Para pihak dalam pelaksanaan Kontrak Internasional didasarkan keinginan dan persetujuan para pihak untuk memilih dan membuat perjanjian tersebut termasuk salah satunya penyusunan bahasa Asing. Terkait apakah perjanjian tersebut mewajibkan penggunaan bahasa Inggris dan bahasa Indonesia dalam perjanjian dibawah tangan didasarkan atas keinginan dan persetujuan para pihak,Persetujuan terhadap penggunaan bahasa Inggris sudah dapat membuktikan bahwa telah terjadi hubungan keperdataan,dimana suatu perikatan telah timbul yang diakibatkan suatu perbuatan hukum (rechtshandeling) antara satu orang atau lebih sebagaimana yang diatur dalam Paal 1331 KUH Perdata ,dan sepanjang telah memenuhi asas kebebasan berkontrak dan persamaan di hadapan hukum maka perjanjian dibawah tangan yang menyangkut pihak asing yang menggunakan bahasa Inggris tidak perlu diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia atau pun sebaliknya. Sedangkan untuk perjanjian/kontrak yang dibuat dalam akta otentik, karena akta otentik dibuat oleh pejabat yang berwenang maka perjanjian wajib dibuat sesuai dengan hukum yang mengatur pejabat yang berwenang tersebut dalam membuat Universitas Sumatera Utara 73 perjanjian yang sifatnya otentik dan pembuatan akta otentik tersebut. Sehubungan dengan hal perjanjian/kontrak Internasional yang menggunakan bahasa asing maka dalam pelaksanaan hukumnya harus juga sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam hal ini ambil contoh Undang Undang no 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas undang undang no 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris selanjutnya dalam tesis ini disebut sebagai Undang Undang Jabatan Notaris. Terkait Perjanjian melibatkan pihak asing,apakah mengharuskan perjanjian dibuat atau diterjemahkan kedalam bahasa yang dimengerti para pihak sebagai contoh perjanjian bahasa Inggris diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, atau juga sebaliknya Didalam hal ini dapat dilihat dalam Pasal 43 dikatakan ayat 3 yang mengatakan “Jika para pihak menghendaki,Akta dapat dibuat dalam bahasa asing.” Yang artinya bahwa sebenarnya Perjanjian dapat dibuat dengan persetujuan para pihak juga seperti perjanjian dibawah tangan sebelumnya.Akan tetapi karena didalam Pasal 43 dalam ayat 1 mengatakan “Akta wajib dibuat dalam bahasa Indonesia” dan keseluruhan pasal 43 ini merupakan satu kesatuan yang saling mengikat satu dengan yang lain maka sudah sewajarnya Perjanjian yang dibuat dengan akta otentik harus juga dibuat dalam bahasa Indonesia.Didalam praktiknya pun demikian sebagai contoh Credit Agreement atau perjanjian kredit yang dibuat di Notaris x pada tahun 2012 ada diatur perihal Bahasa dikatakan demikian 16.8.Language This Agreement is executed in a text using the English language which shall be the governing language despite translation into any other language.In the event that an Indonesian translation of this Agreement is required for any purpose, the Indonesian translation provided by and certified as accurate by a sworn translator chosen by the Universitas Sumatera Utara 74 Bank shall be binding and conclusive among the parties here to and in any proceeding in connection with this Agreement except in the case of manifest error Yang artinya bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia. 16.8.Bahasa Perjanjian ini dilaksanakan dalam teks dengan menggunakan bahasa Inggris yang merupakan bahasa yang mengatur meskipun penerjemahan ke dalam setiap language.dalam hal terjemahan Indonesia Perjanjian ini diperlukan untuk tujuan apapun,terjemahan Indonesia disediakan oleh dan disertifikasi sebagai akurat oleh penerjemah tersumpah dipilih oleh Bank bersifat mengikat dan konklusif antara pihak yang berkepentingan dan dalam melanjutkan sehubungan dengan Perjanjian ini, kecuali dalam kasus kesesatan yang nyata. Dari contoh Kontrak Otentik Perjanjian yang melibatkan pihak Asing tersebut terlihat bahwa atas dasar kesepakatan bersama dituangkan dalam bentuk suatu klausula bahasa dan perihal penggunaan bahasa dijelaskan bahwa Perjanjian tersebut dilaksanakan dalam teks bahasa Inggris.Jadi sebenarnya perjanjian terkait apakah perjanjian tersebut yang awalnya adalah perjanjian dalam bentuk bahasa Inggris atau pun bahasa Indonesia tidak serta merta harus dibuat terjemahan dari bahasa awal dari perjanjian yang disepakati bersama.Akan tetapi karena mengenai bahasa ada diatur didalam Undang-Undang, salah satu contohnya Undang Undang Jabatan Notaris maka dalam hal ini sudah sepantasnya mengikuti aturan hukum yang berlaku di Indonesia terlebih lagi seperti yang dijelaskan sebelumnya didalam Undang Undang Jabatan Notaris pasal 43 juga ada diatur mengenai kewajiban penggunaan bahasa Indonesia,dengan kata lain jika menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa yang dipilih tanpa menterjemahkan perjanjian tersebut kedalam bahasa Indonesia sebenarnya tidak relevan dengan ayat 1 pasal 43 Undang Undang Jabatan Notaris tersebut. Universitas Sumatera Utara 75 C. Pasal 31 Ayat 1 dan 2 Undang Undang No 24 Tahun 2009 Mengatur Mengenai Kewajiban Penggunaan Bahasa Indonesia Berpedoman Pada Asas Asas Hukum Kontrak Pada landasan suatu sistem kaidah hukum terdapat kaidah yang fundamental, yakni asas-asas hukum. Menurut Paul Scholten, asas adalah pikiran-pikiran dasar, yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing yang dirumuskan dalam aturan-aturan perundang-undangan dan putusan-putusan hakim.100Menurut Maria Farida ,ketika suatu asas hukum atau asas pembentukan peraturan perundang-undangan dijadikan sebagai suatu norma hukum,hal tersebut akan berakibat adanya sanksi apabila asas asas tersebut tidak terpenuhi atau tidak dilaksanakan.101Dalam pembentukan Undang undang no 24 tahun 2009 ,Pasal 5 undang undang no 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan berbunyi : “Dalam membentuk Peraturan perundang undangan harus dilakukan berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang undangan yang baik, yang meliputi: a. kejelasan tujuan; b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat; c. kesesuaian antara jenis ,hirarki ,dan materi muatan; d. dapat dilaksanakan; e. kedayagunaan dan kehasilgunaan; f. kejelasan rumusan;dan g. keterbukaan. Selain asas-asas tersebut, dalam sebuah materi muatan perundang-undangan harus pula tercermin asas-asas berikut yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) Undang Undang no 12 tahun 2011 yang berbunyi: 100 J.J.H.Bruggink,Refleksi Tentang hukum (alih bahasa : B Arief Shidarta), Bandung :Citra Aditya Bakti 1999),hlm 119 101 Maria Farida Indrati S,2007,Ilmu Peundang-Undangan I, (Yogyakarta :Kanisius),hlm 265 Universitas Sumatera Utara 76 “Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas: a. pengayoman; b. kemanusiaan; c. kebangsaan; d. kekeluargaan; e. kenusantaraan; f. bhinneka tunggal ika; g. keadilan; h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan; i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.” Lebih lanjut, Pasal 6 ayat 2 Undang Undang no 12 tahun 2011 menegaskan: “Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Peraturan perundang undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundang undangan yang bersangkutan” Menurut Penjelasan Pasal 6 ayat 2 Undang Undang no 12 tahun 2011, yang dimaksud dengan “asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundangundangan yang bersangkutan”, antara lain: a. dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah; b. dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik. Melihat isi pasal 6 ayat 1 dan 2 jelas disimpulkan dalam pembentukan suatu peraturan perundang-undangan yang baik harus mengacu pada berbagai asas sesuai dengan bidang hukum yang mengatur, selain itu juga menjadi pedoman dalam merumuskan suatu ketentuan perdata. Jika mengkaji pasal 31 ayat 1 dan 2 Undang undang bahasa tentang kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam pembuatan perjanjian, Dalam pasal 31 ayat 1 dan 2 Undang Undang bahasa tidak secara eksplisit Universitas Sumatera Utara 77 mencerminkan Asas-Asas Pembentukan Undang-Undang, tetapi mengacu kepada penjelasan Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No 12 Tahun 2011 disebutkan yang dimaksud dengan “asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundangundangan yang bersangkutan”. Undang-Undang yang bersangkutan dapat dihubungkan dengan undang undang pasal 31 ayat 1 dan 2 berhubungan dengan pembuatan perjanjian dan masuk dalam ranah perdata. Seperti diketahui bahwa pembuatan Perjanjian yang berhubungan dengan kontrak pinjam meminjam mengacu kepada asas asas perjanjian yakni asas kebebasan berkontrak, asas keseimbangan, asas obligatoir, asas konsensualisme dan asas etikad baik dan antara asas pembentukan Undang Undang dengan Undang Undang no 24 tahun 2009 tentang Bendera,Bahasa,dan Lambang Negara,Serta Lagu Kebangsaan sama sama menginginkan suatu muatan materi berlandaskan pada asas keadilan dan kepastian hukum hal ini dapat dilihat didalam Pasal 2 yang berisi Pengaturan bendera,bahasa dan lambang negara serta lagu kebangsaan sebagai simbol idenditas wujud eksistensi bangsa dan Negara kesatuan Republik Indonesia dilaksanakan berdasarkan Asas persatuan, kedaulatan, kehormatan, kebangsaan, kebhinekatunggalikaan, ketertiban, kepastian hukum, keseimbangan, keserasian dan keselarasan. Dihubungkan dengan Undang undang Dasar 1945 Pengaturan mengenai bahasa dapat dilihat dari Undang undang dasar 1945 BAB XV Pasal 36 “Bahasa Negara ialah Bahasa Indonesia” dan pasal 36C dikatakan : Universitas Sumatera Utara 78 “Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera,Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan diatur dengan undang undang.” Terhadap Pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 Undang undang no 24 tahun 2009,dikaitkan dengan Kasus perkara perjanjian yang batal demi hukum tentu tidak sesuai dengan ketentuan Pasal 28D ayat 1 Didalam Pasal 28D ayat 1 dikatakan bahwa Setiap orang berhak atas pengakuan,jaminan,perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Sebelum lahirnya pasal 31 Undang Undang Bahasa ,Perjanjian/kontrak yang menggunakan bahasa asing dibuat dengan memegang asas hukum kontrak yakni asas kebebasan berkontrak,asas konsensualisme,asas mengikat sebagai undang undang ,asas etikad baik,asas hukum kontrak yang sifatnya mengatur,sepanjang perjanjian dibuat dengan dasar asas tersebut maka perjanjian sah dimata hukum.Akan tetapi setelah lahirnya Undang Undang Bahasa pasal 31 terlebih lagi dengan keluarnya putusan hakim batal demi hukum yang mengacu pada pasal 31 maka jelas melanggar pasal 28D ayat 1 yakni kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Terlihat bahwa Pasal 31 ayat 1 mewajibkan penggunaan bahasa Indonesia yang cenderung mengarah kepada “pemaksaan” dan sanksi akibat pelanggaran itu adalah batal dem hukum,hal ini tentu tidak mencerminkan kepastian hukum yang adil bagi salah pihak yang mengadakan perjanjian yang selama ini berpegang teguh pada asas hukum kontrak. Akan tetapi dengan tidak menghubungkan ke kasus perkara perjanjian batal demi hukum tersebut ,Pasal 31 ayat 1 dan 2 sudah sesuai dengan Undang-Undang Universitas Sumatera Utara 79 Dasar 1945 karena jelas pasal 31 ayat 1 dan 2 merupakan satu kesatuan yang terikat dan saling melengkapi yang artinya perjanjian dibuat menggunakan bahasa Indonesia dan perjanjian dibuat dengan menggunakan bahasa inggris. Terlebih lagi Menurut Undang Undang no 11 tahun 2011 tentang pembentuk Undang-Undang materinya dalam Undang-Undang yang dibuat harus mencerminkan Asas Pembentukan Peraturan Perundang Undangan yang baik salah satunya adalah kepastian hukum,kepastian hukum sejalan dengan apa yang dikehendaki oleh pasal 28D yakni kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Dan Undang Undang No. 24 tahun 2009 yang mengatur mengenai bendera,lagu kebangsaan,lambang negara dan bahasa secara keseluruhan dalam Pasal 2 ada menegaskan Pengaturan keseluruhan yang terdapat dalam Undang-Undang No 24 Tahun 2009 dilaksanakan berdasarkan salah satunya adalah Kepastian Hukum. Universitas Sumatera Utara