BAB II PENGGUNAAN DAN PENGATURAN BAHASA TERHADAP

advertisement
25
BAB II
PENGGUNAAN DAN PENGATURAN BAHASA TERHADAP KONTRAK
INTERNASIONAL YANG MEMEGANG PRINSIP ASAS ASAS
DALAM HUKUM KONTRAK
A. Tinjauan Umum Tentang Kontrak
1.
Pengertian Kontrak dan Asas Asas dalam Hukum Kontrak
Argumentasi kritis mengenai penggunaan istilah kontrak atau perjanjian
disumbangkan oleh Peter Mahmud Marzuki29dengan melakukan perbandingan
terhadap pengertian kontrak atau perjanjian dalam Anglo-American.Sistematika Buku
III tentang Verbintenissenrecht ( hukum Perikatan) mengatur mengenai overeenkomst
yang kalau diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia berarti perjanjian.Istilah
kontrak merupakan terjemahan dari Bahasa Inggris Contract.Didalam konsep
Kontinental,penempatan pengaturan perjanjian pada Buku III BW Indonesia tentang
Hukum Perikatan mengindikasikan bahwa perjanjian memang berkaitan dengan
masalah Harta Kekayaan(Vermogen).Pengertian perjanjian ini mirip dengan contract
pada konsep Anglo-American yang selalu berkaitan dengan bisnis.Didalam pola pikir
Anglo-American,perjanjian yang bahasa Belanda-nya overeenkomst,dalam Bahasa
Inggris
disebut
agreement
yang
mempunyai
pengertian
lebih
luas
dari
contract,karena mencakup hal-hal yang berkaitan dengan bisnis atau bukan
bisnis.Untuk
agreement
yang
berkaitan
dengan
bisnis
disebut
dengan
contract,sedangkan untuk yang tidak terkait dengan bisnis hanya disebut agreement.
29
Peter Mahmud Marzuki, “Batas-batas Kebebasan Berkontrak”, artikel dalam Jurnal
Yuridika, Volume 18 No.3, Mei Tahun 2003, hlm. 195-196.
25
Universitas Sumatera Utara
26
Dalam pengertian sederhana, perjanjian/kontrak adalah kesepakatan antara dua orang
atau lebih tentang sesuatu hal,baik dibuat secara tertulis atau lisan. Para pihak yang
membuat perjanjian/kontrak,masing-masing mempunyai hak dan kewajiban terhadap
pihak lainnya.30 Perjanjian dituangkan dalam akta otentik dan akta dibawah tangan.
Akta otentik dibuat oleh pejabat yang berwenang, akta otentik sebagai alat bukti yang
mengikat dan sempurna mempunyai peranan penting dalam setiap hubungan dalam
kehidupan masyarakat terutama dalam hubungan bisnis seperti perbankan, sosial dan
lain lain, semata mata semua perjanjian dibuat untuk mendapat kepastian dan
perlindungan hukum,jadi jelas antara hak dan kewajiban para pihak itu memang
betul-betul berada dibawah perlindungan undang-undang. Notaris menjadi pejabat
yang berwenang membuat Akta Otentik yang ditunjuk secara yuridis oleh
pemerintah, sedangkan akta dibawah tangan dapat dibuat oleh para pihak,
dipersiapkan secara pribadi dan bukan dihadapan notaris atau pejabat resmi lainnya,
akta dibawah tangan berlandaskan pada asas kebebasan berkontrak jadi meskipun
tidak dibuat oleh Notaris sebagai pejabat yang berwenang tetapi tetap sah dengan
berpegang pada prinsip asas kebebasan berkontrak. Dari pengertian diatas antara
kontrak, perjanjian dan akta menyangkut dengan maksud dan pengertian adalah sama.
Setiap warga Negara Indonesia memiliki Hak Konstitusi untuk mewujudkan
kesejahteraan dirinya sebagai wujud demokrasi ekonomi yang berlaku di Indonesia
berdasarkan UUD 1945. Kesejahteraan seseorang sebagai indikator untuk
30
Yuniman Rijan dan Ira Koesoemawati ”cara mudah membuat surat perjanjian/kontrak+
CD” (Jakarta :Niaga Swadaya, 2009) hlm. 5.
Universitas Sumatera Utara
27
mewujudkan kemakmuran, berkaitan dengan siapa yang akan memperoleh
kemakmuran dan bagaimana memperoleh kemakmuran itu.
Di samping itu, pemenuhan kebutuhan seseorang akan benda ekonomi sangat
berkaitan dengan kepemilikan. Masalah kepemilikan merupakan bagian terbesar dari
kewenangan hukum yang mengaturnya,31
Berdasarkan pendekatan sistem, norma hukum yang dianut di dalam KUH
Perdata, perjanjian adalah bagian dari hukum harta kekayaan. Artinya semua
perjanjian pada dasarnya adalah berkaitan dan berhubungan dengan kekayaan yang
mempunyai nilai ekonomi yaitu yang dapat dijadikan objek perdagangan (in de
handel).32 Oleh karena itulah, perjanjian merupakan titel untuk memperoleh dan
mengalihkan kekayaan dari dan untuk seseorang.
Pada dasarnya setiap orang bebas melakukan perjanjian Asas asas dalam
hukum kontrak harus dipenuhi yakni :
1.
Asas Hukum kontrak bersifat mengatur
Hukum dilihat dari daya mengikatnya,umumnya dibagi atas dua kelompok,
yaitu:
a.
hukum memaksa;
b.
hukum mengatur;
Hukum bersifat memaksa maksudnya adalah kaidah kaidah hukum yang
dalam keadaan konkrit tidak dapat dikesampingkan.Hukum memaksa ini wajib
31
Save M.Dagun, Pengantar Filsafat Ekonomi, (Jakarta, Rineka Cipta, 1992), hlm., 82.
Pasal 1332 KUHPerdata : yang dapat dijadikan objek perjanjian adalah semua benda yang
dapat diperdagangkan.Benda yang dapat diperdagangkan mempunyai arti bahwa benda tersebtu
adalah sesuatu yang mempunyai nilai ekonomi.
32
Universitas Sumatera Utara
28
diikuti oleh setiap warga negara dan tidak dimungkinkan membuat aturan yang
menyimpang dari aturan aturan yang ditetapkan dalam hukum yang bersifat
memaksa. Hukum memaksa ini umumnya termasuk dalam bidang hukum publik.
Hukum bersifat mengatur maksudnya hukum dalam keadaan konkrit dapat
dikesampingkan oleh para pihak dengan memubat pengaturan tersendiri yang
disepakati oleh para pihak tersebut. Hukum bersifat mengatur ini umumnya terdapat
dalam lapangan hukum perjanjian/hukum kontrak (Buku III KUHPerdata). Jadi
dalam hal ini, jika para pihak mengatur lain,maka aturan yang dibuat oleh para
pihaknya yang berlaku.
2.
Asas Mengikat Sebagai Undang undang.
Asas pacta sunt servanda berarti perjanjian bersifat mengikat secara penuh
karenanya harus ditepati.Hukum kontrak di Indonesia menganut prinsip ini
sebagaimana diatur dalam pasal 1338 KUH Perdata.Pasal 1338 KUH Perdata “semua
persetujuan yang secara sah berlaku sebagai Undang undang bagi mereka yang
membuatnya”. Berdasarkan pasal ini,daya mengikat kontrak sama seperti undang
undang bagi para pihak yang menyepakati.Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang undang bagi mereka yang membuatnya dan perjanjian
perjanjian itu tidak dapat ditarik kembali selain dengan kesepakatan para pihak atau
karean alasan aslasan yang telah ditetapkan oleh undang undang. Dan perjanjian
harus dilakukan dengan etikad baik.Suatu hal yang penting yang patut diperhatikan
bahwa, perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal hal yang dengan tegas dinyatakan
didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian diharuskan
Universitas Sumatera Utara
29
oleh kepatutan atau kebiasaan undang undang.Pemuatan dua asas hukum,yaitu asas
kebebasan berkontrak dan asas mengikat sebagai undang undang didalam satu pasal
yang sama menurut logika hukum berarti :
a.
Kedua asas hukum tersebut tidak boleh bertentangan satu dengan yang lainya.
b.
Kontrak baru akan mengikat sebagai undang undang bagi para pihak dalam
kontak tersebut apabila didalamnya terpenuhi asas kebebasan berkontrak yang
terdiri atas lima macam kebebasan.
Asas bahwa para pihak harus memenuhi apa yang mereka terima sebagai
kewajiban masing masing karena persetujuan merupakan undang undang bagi pihak
pihak yang mengadakan dan kekuatan mengikatnya dianggap sama dengan kekuatan
undang
undang,sehingga
istilah
Pacta
Sun
Servanda
berarti
“janji
itu
mengikat”.Terikatnya para pihak pada perjanjian itu tidak semata mata terbatas pada
apa yang diperjanjikan,akan tetapi juga terhadap beberap unsur lain sepanjang
dikehendaki oleh kebiasaan dan kepatutan secara moral.33
3.
Asas Konsensualisme
Asas ini mempunyai pengertian bahwa suatu kontrak sudah sah dan mengikat
pada saat tercapai kata sepakat para pihak,tentunya sepanjang kontrak tersebut
memenuhi syarat sah yang ditetapkan dalam Pasal 1320 KUH Perdata.Asas
konsensual tidak berlaku pada perjanjian formal.Perjanjian formal maksudnya adalah
perjanjian yang memerlukan tindakan tindakan formal tertentu,misalnya Perjanjian
33
Mariam Darus Badrulzaman, dkk, Kompilasi Hukum Perikatan, (Bandung:PT.Citra
AdytiaBakti , 2001), hlm.88.
Universitas Sumatera Utara
30
Jual beli tanah,formalitas yang diperlukan adalah pembuatannya dalam Akta
PPAT.Dalam perjanjian formal,suatu perjanjian akan mengikat setelah terpenuhi
tindakan tindakan formal dimaksud.
Subekti dalam bukunya Hukum Perjanjian menyatakan bahwa menurut ajaran
yang lazim dianut sekarang, perjanjian harus dianggap dilahirkan pada saat dimana
pihak yang melakukan penawaran (efferter) menerima yang termaktub dalam surat
tersebut, sebab detik itulah dapat dianggap sebagai detik lahirnya kesepakatan.
Bahwasannya mungki ia tidak membaca menjadi tanggungjawabnya sendiri. Ia
dianggap sepantasnya membaca surat surat yang diterimanya dalam waktu yang
sesingkat singkatnya.34 Menurut Wirjono Prododikoro sebagaimana yang dikutip oleh
Ridwan Syahrini, ontvangs theorie dan verneming theorie dapat dikawinkan
sedemikian rupa, yaitu dalam keadaan biasa perjanjian harus dianggap terjadi pada
saat surat penerimaan sampai pada alamat penawar (ontvangs theorie), tetapi dalam
keadaan luar biasa kepada si penawar diberikan kesempatan untuk membuktikan
bahwa itu mungkin dapat mengetahui isi surat penerimaan pada saat surat itu sampai
dialamatnya, melainkan baru beberapa hari kemudian atau beberapa bulan kemudian,
misalnya karena bepergian atau sakit keras.35
Asas ini juga dapat ditemukan dalam pasal 1338 KUH Perdata, dalam istilah
“semua” Kata kata “semua” menunjukkan bahwa setiap orang diberi kesempatan
34
Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta: Intermasa, Cet VI. 1979), hlm.29-30.
Riduan Syahrani, Seluk Beluk dan Azas-azas Hukum Perdata,(Bandung :Alumni Bandung
,2000), hlm.216
35
Universitas Sumatera Utara
31
untuk menyatakan keinginan (will) yang dirasanya baik untuk menciptakan
perjanjian.36
4.
Asas keseimbangan
Maksud Asas ini adalah bahwa kedudukan para pihak dalam merumuskan
kontrak harus dalam keadaan seimbang.Pasal 1321 KUHPerdata menyebutkan bahwa
tiada kata sepakat dianggap sah apabila diberikan karena kekhilafan,keterpaksaan
atau penipuan.
5.
Asas kebebasan berkontrak
Kebebasan berkontrak pada dasarnya adalah implementasi dari alam pikiran
faham individualis. Mariam Darus Badrulzaman mensinyalir bahwa kebebasan
berkontrak yang dituangkan ke dalam Buku III KUH Perdata berlatar-belakang pada
faham individualisme yang secara embrional lahir dalam zaman Yunani, diteruskan
oleh kaum Eficuristen dan berkembang pesat pada abad ke XVIII melalui pemikiran
Huge de Groot (Grotius), Thomas Hobbes, John Locke dan Rousseau. Puncak
perkembangannya dalam periode setelah revolusi Perancis. Faham individualis
mengutamakan dan menjunjung tinggi nilai-nilai dan eksistensi individu di dunia ini,
termasuk dalam memenuhi kebutuhannya.37
Pengaruh faham Individualisme yang berkembang pada abad 17-18 telah
memberi peluang yang cukup luas atas isi asas kebebasan berkontrak sedemikian
bebasnya dan sangat kuat dalam melindungi kepentingan individu.Namun dalam
36
Ibid,hlm 87
Mariam Darus Badrulzaman, Pembentukan Hukum Nasional dan Permasalahannya,
(Bandung :Alumni Bandung, 1981) hlm 118-119
37
Universitas Sumatera Utara
32
perkembangannya, akibat desakan faham faham etis dan sosialis, faham
individualisme mulai pudar, terlebih-lebih setelah perang dunia kedua. Faham ini
secara umum menimbulkan zaman baru dalam hukum,demikian juga pengaruh faham
etis dan sosiolis ini terlihat dan sangat terasa pada isi dari asas kebebasan
berkontrak.38
Asas kebebasan berkontrak mula mula muncul dan berlaku dalam hukum
perjanjian Inggris sebagai awal dari sejarah timbulnya asas kebebasan berkontrak.
Menurut Treitel, sebagaimana dikutip oleh Remy Sjahdeini, freedom of
contract digunakan untuk merujuk kepada dua asas umum.39
a.
asas umum yang mengemukakan bahwa hukum tidak membatasi syaratsyarat yang
boleh diperjanjikan oleh para pihak; asas tersebut tidak membebaskan berlakunya
syarat-syarat suatu perjanjian hanya karena syaratsyarat perjanjian tersebut kejam
atau tidak adil bagi satu pihak. Menurut Treitel, asas ini ingin menegaskan bahwa
ruang lingkup asas kebebasan
b.
asas umum yang mengemukakan pada umumnya seseorang menurut hukum tidak
dapat dipaksa untuk memasuki suatu perjanjian. Menurut Treitel, dengan asas
umum ini ingin mengemukakan bahwa asas kebebasan berkontrak meliputi
kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia ingin atau tidak
ingin membuat perjanjian. berkontrak meliputi kebebasan para pihak untuk
menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka buat.
Asas kebebasan berkontrak merupakan asas umum yang bersifat universal. ”Asas
kebebasan berkontrak merupakan asas dalam hukum perjanjian yang dikenal hampir
semua sistem hukum”.40Asas kebebasan berkontrak telah menjadi asas hukum utama
38
Mahadi, Hukum Sebagai Sarana Mensejahterakan Masyarakat,(Medan,USU Press,1985)
hlm 2-3
39
Remy Syahdeini, Asas Kebebasan Berkontrak dan Kedudukan yang seimbang dari kreditur
dan debitur, makalah yang disampaikan pada Seminar Ikatan Notaris Indonesia di Surabaya pada
tanggal 27 April 1993.
40
Asas kebebasan berkontrak dalam sistem common law dikenal dengan istilah freedom
of contract atau liberty of contract, bandingkan dengan pernyataan Hardijan Rusli : asas kebebasan
berkontrak dikenal juga dengan istilah Laissez Faire yang pengertiannya seperti diterangkan olehJessel
Universitas Sumatera Utara
33
dalam hukum perdata, khususnya dalam hukum perjanjian, dikenal dalam civil law
system maupun dalam common law system, bahkan dalam sistem hukum
Islam.Pengertian kebebasan berkontrak dalam civil law system berasal dan
dikembangkan dari konsep dan perkembangan perikatan atau obligatio yang untuk
pertama kali dipergunakan di dalam civil law tradition pada zaman Romawi oleh
Kaisar Justianus, di dalam Corpus Iuris Civilis pada tahun 533, bagian Institutiones.41
Pengertian kebebasan berkontrak dalam common law :42
1.
Tidak seorang pun terikat untuk membuat kontrak apapun jika ia tidak
menghendakinya (nobody was bound to enter into any contracts at all if he didnot
chose todo so);
2.
Setiap orang memiliki pilihan orang dengan siapa ia akan membuat kontrak
(everyone had a choice of persons with whom he could contract);
3.
Orang dapat membuat berbagai macam (bentuk) kontrak (people could make
virtually any kind of contract);
4.
Orang dapat membuat berbagai kontrak dengan isi dan persyaratan yang dipilihnya
(people could make any kind of contract on an term they chose).
Asas kebebasan berkontrak ini juga pada era globalisasi telah disepakati sebagai
suatu asas hukum dapat dilihat dalam :43
M.R. dalam kasus Printing and Numerical Registering Co. vs Sampson (1875) LR Eq. 462 pada465,
yaitu men of full age and understanding shall have the utmost liberty of contracting and thatcontracts
which are freely and voluntarily entered inti shall be held sacred and enforced by thecourts…you are
not lightly to interfere with this freedom of contract (Hardijan Rusli, HukumPerjanjian Indonesia dan
Common Law, Jakarta, Pustaka Sinar Harapan, 1993 hal 38). Lihat juga RidwanKhairandy “istilah
kebebasan berkontrak dalam sistem common law adalah freedom of contract atau liberty of contract
(Ridwan Khairandy, Pengaruh Paradigma Kebebasan Berkontrak Terhadap Teori Hukum Kontrak
Klasik dan Pergeserannya, tidak dipublikasikan, 2003) hlm. 49
41
Johannes Gunawan. “Kajian Ilmu Hukum Tentang Kebebasan Berkontrak” dalam Sri
Rahayu Oktoberina, Niken Savitri, Butir-butir Pemikiran dalam Hukum Memperingati 70 Tahun
Prof.Dr.B.Arief Sidharta, (Bandung, Aditama, 2008) hlm 259.
42
Ibid, hlm 265
43
Ibid hlm 259.
Universitas Sumatera Utara
34
The Unidroit Principles of International Institute Contract yang diselesaikan
penyusunannya oleh The International Institute for the univication of Private Law
(UNIDROIT) di Roma pada bulan Mei 1994 memuat kebebasan berkontrak sebagai
suatu asas dan diatur di dalam Pasal pertama. Selain itu, Commission on Europen
Contract Law, sebuah badan yang beranggotakan para ahli hukum dari European
Community (sekarang Uni Eropa) telah pula menyelesaikan The principles Of
European Contract Law pada tahun 1998 pada Pasal 1.102 mengatur tentang
kebebasan berkontrak sebagai suatu asas.
Dalam sistem hukum nasional Indonesia, Asas ini diimplementasikan pada
hukum perjanjian sebagaimana diatur di dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang
menentukan kebebasan bagi setiap orang untuk melakukan perjanjian dengan siapa yang
dikehendakinya dan bebas menentukan isi perjanjian yang akan dilakukan.Berdasarkan
prinsip asas inilah maka Buku III KUH Perdata menganut sistem terbuka. Asas
kebebasan berkontrak pada prinsipnya sebagai sarana hukum yang digunakan subjek
hukum untuk memperoleh hak kebendaan dan mengalihkan hak kebendaan demi
pemenuhan kebutuhan diri pribadi subjek hukum. Dalam KUH Perdata yang menganut
sistem kontinental kebebasan untuk melakukan kontrak dan menentukan isi kontrak dapat
dilihat dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata. Wujud kebebasan berkontrak baru dapat
diketahui dalam praktiknya pada saat melakukan perjanjian. Dalam memenuhi kebutuhan
manusia, termasuk kebutuhan akan benda ekonomi, peranan perjanjian ini sangat penting
karena perjanjian oleh hukum disebutkan sebagai titel untuk memperoleh hak
kepemilikan.
Universitas Sumatera Utara
35
Asas kebebasan berkontrak menurut hukum perjanjian Indonesia meliputi
ruang lingkup sebagai berikut:44
a.
kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian;
b.
kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian;
c.
kebebasan untuk menentukan atau memilih kausa dari perjanjian yang dibuatnya;
d.
kebebasan untuk menentukan objek perjanjian;
e.
kebebasan untuk menentukan syarat-syarat suatu perjanjian termasuk kebebasan
untuk menerima atau menyimpangi ketentuan undang-undang yang bersifat
opsional (aanvullend, optional).
Meskipun dalam pembuatan Perjanjian atau kontrak di Indonesia mengacu
kepada asas kebebasan berkontrak,bukan berarti pembuatan perjanjian atau kontrak
bisa dibuat bebas sesuai dengan keinginan dari para pihak.Hukum Perjanjian di
Indonesia seperti yang dikatakan pada ruang lingkup diatas mengenai kebebasan
dalam Perjanjian tetap ada mengatur batasaan batasan yang mana dapat dan tidak
dapat diadakan dalam pembuatan kontrak tersebut di Indonesia.
Seperti didalam KUH Perdata pasal 1320 KUH Perdata mengatur mengenai
syarat syarat sah nya perjanjian yakni syarat sah secara subjektif dan objektif.Dimsna
jika terjadi pelanggaran terhadap syarat subjektif dalam pasal 1320 yakni kesepakatan
para pihak dalam perjanjian dan yang kedua kecakapan para pihak dalam perjanjian
maka dapat dimintakan pembatalan,dapat dibatalkan artinya salah satu pihak dapat
memintakan pembatalan itu,Perjanjiannya sendiri tetap mengikat kedua belah pihak,
44
Remy Syahdeini, Op.cit, hlm.10
Universitas Sumatera Utara
36
selama tidak dibatalkan (oleh hakim) atas permintaan pihak yang berhak meminta
pembatalan tadi (pihak yang tidak cakap atau pihak yang memberikan sepakatnya
secara tidak bebas) sedangkan jika melanggar syarat objektif yakni sebab shal tertentu
dan sebab yang halal maka perjanjian tersebut dapat batal demi hukum,batal demi
hukum artinya adalah dari semula dianggap tidak pernah ada lahir suatu perjanjian
dan tidak pernah ada suatu perikatan.untuk syarat dengan adanya diatur syarat syarat
sahnya perjanjian yang diatur tersebut undang undang Perjanjian di Indonesia
menyiratkan bahwa kebebasan untuk melakukkan perjanjian tersebut diikat oleh
ketentuan hukum positif yang harus dipatuhi oleh setiap orang di Indonesia.
Kebebasan berkontrak dalam sistem hukum perjanjian di indonesia juga tidak
boleh bertentangan dengan undang undang,kepatutan/kesusilaan dan ketertiban
umum.
6.
Asas Etikad baik
Asas itikad baik dalam suatu perjanjian terdapat dalam pasal 1338 ayat (3)
KUH Perdata.Yang menyatakan persetujuan-persetujuan harus dilaksanakan dengan
itikad baik. Akan tetapi dalam pasal tersebut tidak disebutkan secara ekplisit apa yang
dimaksud dengan“itikad baik”.Akibatnya orang akan menenui kesulitan dalam
menafsirkan dari itikad baik itu sendiri. Karena itikat baik merupakan suatu
pengertian yang abstrak yang berhubungan dengan apa yang ada dalam alam pikiran
manusia. Menurut James Gordley, sebagaimana yang dikutip oleh Ridwan
Universitas Sumatera Utara
37
Khairandy, memang dalam kenyataannya sangat sulit untuk mendefinisikan itikad
baik.45
Menurut teori klasik hukum kontrak, asas itikad baik dapat diterapkan dalam
situasi dimana perjanjian sudah memenuhi syarat hal tertentu, akibat ajaran ini tidak
melindungi pihak yang menderita kerugian dalam tahap pra kontrak atau tahap
perundingan, karena dalam tahap ini perjanjian belum menenuhi syarat tertentu.46
Penerapan asas itikad baik dalam kontrak bisnis, haruslah sangat diperhatikan
terutama pada saat melakukan perjanjian pra kontrak atau negosiasi, karena itikad
baik baru diakui pada pada saat perjanjian sudah memenuhi syarat syahnya perjanjian
atau setelah negosiasi dilakukan. Terhadap kemungkinan timbulnya kerugian
terhadap pemberlakukan asas itikad baik ini,Suharnoko menyebutkan bahwa secara
implisit Undang undang Perlindungan Konsumen sudah mengakui bahwa itikad baik
sudah harus ada sebelum ditandatangani perjanjian, sehingga janji janji pra kontrak
dapat diminta pertanggungjawaban berupa ganti rugi, apabila janji tersebut
diingkari.47
Subekti, dalam bukunya Hukum Perjanjian, menyebutkan bahwa itikad baik
itu dikatakan sebagai suatu sendi yang terpenting dalam hukum perjanjian48
Sehingganya Riduan Syahrani menyebutkan bahwa dalam rangka pelaksanaan
perjanjian peranan itikad baik (te geder trouw) sungguh mempunyai arti yang sangat
45
Ridwan Khairandy, Itikad Baik Dalam Kebebasan Berkontrak,(Jakarta:Program
Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2003), hlm.129-130.
46
Suharnoko, Hukum Perjanjian Teori dan Analisa Kasus, Jakarta:Prenada Media, 2004, hlm. 5
47
Ibid hlm 8-9.
Subekti, Op.Cit, hlm 41.
48
Universitas Sumatera Utara
38
penting sekali.49 Asas itikad baik menjadi salah satu instrument hukum untuk
membatasi kebebasan berkontrak dan kekuatan mengikatnya perjanjian. Dalam
hukum kontrak itikad baik memiliki tiga fungsi yaitu, fungsi yang pertama, semua
kontrak harus ditafsirkan sesuai dengan itikad baik, fungsi kedua adalah fungsi
menambah yaitu hakim dapat menambah isi perjanjian dan menambah peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan perjanjian itu. Sedangkan fungsi ketiga
adalah fungsi membatasi dan meniadakan (beperkende en derogerende werking
vande geode trouw).50Dengan fungsi ini hakim dapat mengenyampingkan isi
perjanjian yang telah dibuat oleh para pihak.Tidak semua ahli hukum dan pengadilan
menyetujui fungsi ini,karena akan banyak hal bersinggungan dengan keadaan
memaksa,sehingga masih dalam perdebatan dalam pelaksanaanya.
Pengertian itikad baik secara defenisi tidak ditemukan, begitu juga dalam
KUHPerdata tidak dijelaskan secara terperinci tentang apa yang dimaksud dengan
itikad baik, pada pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata hanyalah disebutkan bahwa
perjanjian-perjanjian harus dilaksanakan dengan “itikad baik”. Menurut Wirjono
Prodjodikoro dan Subekti, itikad baik (te goeder trouw) yang sering diterjemahkan
sebagai kejujuran, dibedakan menjadi dua macam, yaitu; (1) itikad baik pada waktu
akan mengadakan hubungan hukum atau perjanjian, dan (2) itikad baik pada waktu
melaksanakan hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang timbul dari hubungan hukum
49
Riduan Syahrani,Seluk Beluk dan Azas-azas Hukum Perdata,(Bandung: Alumni Bandung
,2000), hlm.259
50
Ridwan Khairandy, Op.Cit, hlm.33.
Universitas Sumatera Utara
39
tersebut.51 Sampai sekarang tidak ada makna tunggal itikad baik dalam kontrak,
sehingga masih terjadi perdebatan megnenai bagaimana sebenarnya makna dari itikat
baik itu. Itikad baik para pihak, haruslah mengacu kepada nilai-nilai yang
berkembang ditengah masyarakat, sebab itikad baik merupakan bagian dari
masyarakat.
Sifat dari itikad baik dapat berupa subjektif, dikarenakan terhadap perbuatan
ketika akan mengadakan hubungan hukum maupun akan melaksanakan perjanjian
adalah sikap mental dari seseorang. Banyak penulis ahli hukum Indonesia
menganggap itikad baik bersifat subjektif.Akan tetapi sebagaiman dikutip Riduan
Syahrani dalam bukunya Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Perjanjian,
menyebutkan para kalangan ahli hukum Belanda antara lain Hofmann dan Vollmar
menganggap bahwa disamping adanya pengertian itikad baik yang subjektif, juga ada
itikad baik yang bersifat objektif, oleh mereka tidak lain maksudnya adalah k e p a t u
t a n (bilijkheid, redelijkheid)
2.
Jenis Kontrak di Indonesia secara Umum dan Unsur Unsur dalam
Perjanjian
Penggolongan ini didasarkan pada nama perjanjian yang tercantum di dalam
Pasal 1319 KUH Perdata dan Artikel 1355 NBW. Di dalam pasal 1319 KUH Perdata
dan Artikel 1355 NBW hanya disebutkan dua macam perjanjian menurut namanya,
yaitu perjanjian nominaat (bernama) dan perjanjian innominaat (tidak bernama).
1.
Perjanijian Bernama (nominaat)
51
Riduan Syahrani,Op.Cit, hal 260
Universitas Sumatera Utara
40
Isilah kontrak nominaat merupakan terjemahan dari nominaat contract.
Kontrak nominaat sama artinya dengan perjanjian bernama atau benoemde dalam
bahasa Belanda. Kontrak nominaat merupakan perjanjian yang dikenal dan terdapat
dalam pasal 1319 KUH Perdata. Pasal 1319 KUH Perdata berbunyi:
“Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus, maupun yang tidak
dikenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum yang termuat
dalam bab ini dan bab yang lalu”.
Misalnya Perjanjian jual beli, sewa menyewa, penitipan barang, pinjam pakai,
asuransi, perjanjian pengangkutan.52
2. Perjanijian Tidak Bernama (innominaat)
Perjanjian tidak bernama merupakan perjanjian yang timbul, tumbuh, hidup
dan berkembang dalam masyarakat.53 Jenis perjanjian tidak Bernama ini diatur di
dalam Buku III KUH Perdata, hanya ada satu pasal yang mengatur tentang perjanjian
innominaat, yaitu Pasal 1319 KUH Perdata yang berbunyi:
“Semua perjanjian, baik yang mempunyai nama khusus maupun yang tidak
dikenal dengan suatu nama tertentu tunduk pada peraturan umum yang termuat dalam
bab ini dan bab yang lalu”.
Ketentuan ini mengisyaratkan bahwa perjanjian, baik yang mempunyai nama
dalam KUH Perdata maupun yang tidak dikenal dengan suatu nama tertentu (tidak
bernama) tunduk pada Buku III KUH Perdata. Dengan demikian, para pihak yang
mengadakan perjanjian innominaat tidak hanya tunduk pada berbagai peraturan yang
52
53
Syahmin,Hukum Kontrak Internasional,(Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada 2006), hlm. 49.
Salim,Hukum Kontrak teori dan teknik penyusunan kontrak,( Jakarta:Sinar Grafika,2003)
Universitas Sumatera Utara
41
mengaturnya, tetapi para pihak juga tunduk pada ketentuan-ketentuan yang tercantum
dalam KUH Perdata. Misalnya sewa beli, sewa guna usaha/leasing.54
Perjanjian Pinjam meminjam dalam studi kasus ini termasuk dalam perjanjian
bernama yang diatur dalam KUHPerdata dalam pasal 1754 KUH Perdata Pinjam
meminjam adalah suatu perjanjian yang menentukan pihak pertama menyerahkan
sejumlah barang yang dapat habis terpakai kepada pihak kedua dengan syarat bahwa
pihak kedua itu akan mengembalikan barang sejenis kepada pihak pertama dalam
jumlah dan keadaan yang sama.Perjanjian Pinjam Meminjam dalam bahasa inggris
diartikan sebagai Loan Agreement.
Unsur-Unsur perjanjian
Suatu perjanjian terdiri dari beberapa bagian,yaitu bagian essentialia,bagian
naturalia, dan bagian accidentalia.Beberapa literatur menyebut pembagian ini
sebagai unsur unsur perjanjian,yaitu unsur essentialia,unsur naturalia dan unsur
accidentalia.
1.
Unsur Essentialia
Bagian essentialia merupakan bagian dari suatu perjanjian yang harus ada
sehingga apabila bagian tersebut tidak ada ,maka perjanjian tersebut bukanlah
perjanjian yang dimaksud oleh pihak pihak.55sebagai contoh dalam hal ini harus ada
kata sepakat diantar pihak pihak dan suatu hal tertentu,sehingga tanpa keduanya tidak
akan terdapat suatu perjanjian.Contoh lain adalah barang dan harga barang yang
54
Ibid
Herlien Budiono,Ajaran Umum Hukum Perjanjian dan Penerapannya di Bidang
Kenotariatan,(Bandung,Citra Aditya,2010) hlm 67
55
Universitas Sumatera Utara
42
harus ada pada perjanjian jual beli.Apabila dari pada perjanjian tersebut hanya
meliputi barang dan tidak terdapat harga ,maka perjanjian itu tidak dapat tergolong
sebagai perjanjian jual beli melainkan memenuhi unsur tukar menukar.
2.
Unsur Naturalia
Bagian naturalia adalah bagian dari suatu perjanjian yang menurut sifatnya
dianggap ada tanpa perlu diperjanjikan secara khusus oleh para pihak.56bagian
naturalia dapat ditemukan dalam ketentuan peraturan perundang undangan yang
bersifat mengatur.Sehingga apabila para pihak tidak mengatur ,maka ketentuan
peraturan perundang undangan lah yang akan berlaku.Namun karena sifatnya tidak
memaksa,maka
para
pihak
berhak
untuk
mengenyampingkan
ketentuan
tersebut.Contoh bagian naturalia dapat ditemukan didalam pasal 1476 KUH Perdata
yang menentukan bahwa “Biaya penyerahan dipikul oleh si penjual,sedangkan biaya
pengambilan dipikul oleh si pembeli,jika tidak telah diperjanjikan sebaliknya
3.
Unsur Accidentalia
Menurut Herlien Budiono,bagian accidentalia adalah bagian dari perjanjian
yang merupakan ketentuan yang diperjanjikan secara khusus oleh para pihak.57
Sedangkan menurut Komariah bagian accidentalia adalah unsur perjanjjian yang ada
jika dikehendaki oleh para pihak.58 Contoh bagian accidentalia adalah mengenai
jangka waktu pembayaran,pilihan domisili,pilihan hukum dan cara penyerahan
barang.
56
Ibid,hlm 70
Ibid hlm.71.
58
Komariah,Hukum Perdata,(Malang :Universitas Muhammadiyah Malang,2002),hlm.172.
57
Universitas Sumatera Utara
43
3.
Kontrak Internasional bersumber dari Hukum Internasional dan Hukum
Perdata Internasional
Professor Charles Cheney Hyde dalam J.G Starke menyatakan bahwa Hukum
Internasional dapat didefenisikan sebagai keseluruhan hukum hukum yang untuk
sebahagian besar terdiri dari prinsip prinsip dan kaidah prilaku yang terhadapnya
negara-negara merasa dirinya terikat untuk mentaati,dan karenanya benar benar
ditaati secara umum dalam hubungan-hubungan mereka secara umum.59
Defenisi ini tidak dapat digunakan sebagai gambaran yang memadai dan
lengkap dari maksud,tujuan dan lingkup hukum internasional,juga kesannya tidak
dapat diterima karena Hukum Internasional tidak hanya berkaitan dengan negara.
Starke mengembangkan defenisi dengan menyatakan bahwa hukum internasional
juga meliputi kaidah-kaidah hukum yang berkaitan dengan berfungsinya lembagalembaga atau organisasi-organisasi Internasional, hubungan-hubungan mereka satu
sama lain, dan hubungan mereka dengan negara dan Individu-individu serta kaidah
kaidah hukum tertentu yang berkaitan dengan Individu-individu dan badan-baban
non-negara sejauh hak-hak dan kewajiban Individu dan badan non negara tersebut
penting bagi masyarakat internasional.60 Hukum Internasional mengikat secara
umum.Kekuatan
mengikat
hukum
internasional
ditegaskan
dalam
Piagam
Pembentukan Organisasi Perserikatan Bangsa-bangsa,yang dirumuskan di San
Fransisko tahun 1945. Piagam ini baik secara tegas maupun implisit didasarkan atas
59
J.G.Starke,Pengantar Hukum Internasional 1 (Introduction to international Law,alih
bahasa: Bambang Iriana Djajaatmadja), (Jakarta :Cetakan Kesembilan,Sinar Grafika,,2008),hlm.3.
60
.Ibid
Universitas Sumatera Utara
44
legalitas yang sebenarnya dari hukum internasional.Hal ini juga secara tegas
dinyatakan dalam ketentuan ketentuan Statuta Mahkamah Internasional yang
dilampirkan pada piagam,dimana fungsi Mahkamah dalam pasal 38 dinyatakan
“untuk memutuskan sesuai dengan hukum internasional sengketa-sengketa demikian
yang diajukan kepadanya.”Salah satu manifestasi multipartit yang paling akhir yang
mendukung legalitas hukum internasional adalah Deklarasi Helsinki pada 1 Agustus
1975.61
Meskipun hukum Internasional mengikat secara hukum,namun pada faktanya
hukum internasional adalah hukum yang lemah ( weak law).62Dalam sistem hukum
internasional tidak ada kekuasaan tertinggi yang dapat memaksakan keputusankeputusannya kepada negara-negara,tidak ada badan Legislatif Internasional yang
membuat ketentuan-ketentuan hukum yang mengikat langsung negara negara anggota
disamping tidak adanya angkatan bersenjata untuk melaksanakan sanksi-sanksi
kepada negara-negara pelanggar hukum serta keberadaan Mahkamah Internasional
yang belum mempunyai yuridiksi wajib universal untuk menyelesaikan sengketasengketa hukum antar negara-negara.Meskipun hukum internasional merupakan
hukum yang lemah namun negara negara tetap percaya bahwa hukum Internasional
itu ada. Sebagai negara yang berdaulat serta menjunjung tinggi martabatnya terdapat
kewajiban moral bagi suatu negara untuk menghormati Hukum internasional dan
secara umum mematuhinya. Negara negara mematuhi Hukum Internasioanl karena
61
62
Ibid, hlm 22.
Ibid, hlm 23.
Universitas Sumatera Utara
45
kepatuhan tersebut diperlukan untuk mengatur hubungannya antara satu dengan yang
lain dan untuk melindungi kepentingannya sendiri.63
Sumber Hukum Internasional dipakai pertama sekali pada arti dasar
berlakunya hukum.Dalam hal ini yang dipersoalkan adalah apa sebabnya suatu
hukum mengikat yakni sebagai sumber hukum material yang menerapakan apa yang
menjadi hakikat dasar kekuatan mengikatnya hukum Internasional.64Pengertian
sumber hukum sendiri dipakai dalam beberapa arti yaitu:
Sumber hukum formil,sumber hukum dalam arti dimana kita dapat menemukan
kaedah kaedah hukum dalam peristiwa yang kongkrit.
Sumber hukum materill,lebih bersifat filosofis dan menjawab pertanyaan
mengapa hukum internasional itu mengikat.Disamping sumber hukum formil dan
sumber hukum materil pengertian sumber hukum juga dipergunakan dalam arti yang
lain yaitu untuk menjawab apa faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya atau
perkembangan Hukum Internasional.
Dalam Hukum tertulis, ada dua tempat yang mencantumkan secara tertulis
sumber hukum internasional dalam arti formal yakni pasal 7 Konvensi Den Haag XII
1907 tentang pembentukan Mahkamah Internasional Perampasan Kapal di Laut
(International Prize Court) dan dalam pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional
Permanen tahun 1920 yang kini tercantum dalam Pasal 38 Piagam Mahkamah
63
Boer Mauna,Hukum Internasional: Pengertian,Peranan dan fungsi dalam Era Dinamika
Global,(Bandung: Cetakan Ketiga,Alumni bandung, 2001),hlm 2-3.
64
Mochtar Kusumaatmadja,Etty R.Agoes,Pengantar Hukum Internasioanal,(Bandung,:
Cetakan pertama,P.T.Alumni,2003),hlm 113.
Universitas Sumatera Utara
46
Internasional tahun 1945. Namun keberadaan Mahkamah Internasional Perampasan
Kapal di Laut tidak pernah terbentuk dikarenakan jumlah ratifikasi yang diperlukan
tidak tercapai, sehingga sumber hukum internasional yang dipakai pada masa
sekarang hanya pasal 38 Piagam Mahkamah Internasional.65
Penggolongan menurut Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional Sumber
Hukum Internasional menurut ketentuan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah Internasional
adalah terdiri dari:
1.
Perjanjian Internasional ( International Conventions)
2.
Kebiasaan Internasional ( Internasional Costum)
3.
Prinsip Hukum Umum (General Principles of Law ) yang diakui oleh negara
negara beradab.
4.
Keputusan Pengadilan (Judicial decisions) dan pendapat para ahli yang telah
diakui kepakarannya ( The Teachings of the most highly qualified publicists)
Sedangkan
penggolongan
menurut
Pendapat
Para
sarjana
Hukum
Internasional,meliputi :
1.
2.
3.
4.
5.
Kebiasaan.
Traktat (misal: Persoalan politik,ekonomi)
Keputusan Pengadilan atau Badan-badan Arbitrase (Undang-undang no 39 tahun
1999 di Indonesia untuk perdatanya contoh investasi
Karya-karya Hukum
Keputusan atau Ketetapan Organ/lembaga Internasional
Dilihat dari sumber hukum tergolong dalam statuta Mahkamah Internasional
Sumber Hukum Internasional menurut ketentuan Pasal 38 (1) Statuta Mahkamah
65
Ibid,hal 114
Universitas Sumatera Utara
47
Internasional
yakni
Perjanjian
Internasional/Konvensi
Internasional,Perjanjian
internasional menurut Mochtar Kusumaatmadja diartikan sebagai perjanjian yang
diadakan antara anggota masyarakat bangsa-bangsa dan bertujuan untuk mengakibatkan
akibat hukum tertentu.66
Perjanjian Internasional sebagai sumber hukum dibagi atas dua golongan
yakni dalam bentuk treaty contract dan law making treaties. Apabila dilihat dari segi
fungsinya sebagai sumber hukum, sumber hukum formal merupakan law making
yang artinya menimbulkan hukum. Treaty contract dimaksudkan sebagai suatu
bentuk perjanjian dalam Hukum Perdata, hanya mengakibatkan hak dan kewajiban
bagi para pihak yang mengadakan perjanjian itu dan pihak ketiga umumnya tidak
dapat ikut serta dalam perjanjian ini.Seperti perjanjian perbatasan, perjanjian
perdagangan dan perjanjian pemberantasan penyelundupan.
Law making treaties diartikan sebagai perjanjian yang meletakkan ketentuan
atau kaidah hukum bagi masyarakat Internasional sebagai keseluruhan. Seperti
Konvensi Perlindungan Korban Perang, Konvensi Hukum Laut dan Konvensi Wina
tentang Hubungan Diplomatik. Perjanjian law making treaties selalu terbuka bagi
pihak lain yang sebelumnya tidak turut serta karena yang diatur dalam perjanjian ini
adalah suatu hal yang umum mengenai semua anggota masyarakat Internasional.67
Treaty Contract menurut J. G. Starke tidak secara langsung menjadi sumber hukum
Internasional. Namun demikian, treaty contract ini diantara peserta atau
66
67
Ibid,hal 117
Mochtar Kusumaatmadja, Ibid. hal 122-124
Universitas Sumatera Utara
48
penandatangan dapat menjadi hukum yang khusus. Perjanjian-perjanjian demikian
dapat memberi arahan kepada perumusan ketentuan hukum Internasional melalui
pemberlakuan prinsip-prinsip yang mengatur kaidah kebiasaan. Pemberlakuan treaty
contract sebagai sumber hukum internasional harus memperhatikan 3 ketentuan
yakni:
1.
Treaty contract tersebut merupakan serangkaian perjanjian yang menetapkan
aturan yang sama secara berulang-ulang dapat membentuk suatu prinsip hukum
kebiasaan internasional yang maksudnya sama.
2.
Perjanjian tersebut pada mulanya dibentuk hanya diantara sejumlah peserta
terbatas
kemudian
kaidah
yang
dimuat
dalam
perjanjian
tersebut
digeneralisasikan dengan adanya penerimaan
3. Suatu perjanjian dapat dianggap mempunyai nilai pembukti mengenai adanya
suatu kaidah yang dikristalisasikan menjadi hukum melalui proses perkembangan
yang berdiri sendiri
Hukum Internasional dapat dikatakan bersifat publik yang keseluruhan kaidah
dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan yang melintas batas negara
(hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata.Sedangkan dalam konteks
Perdata atau privat/pribadi di Indonesia
berlaku Hukum Perdata Internasional.
Hukum Perdata Internasional (HPI) yang digunakan di Indonesia sekarang ini
merupakan terjemahan dari istilah Private International Law, International Law,
Internationales Privaatrecht, Droit International Prive, Diritto Internationale
Universitas Sumatera Utara
49
Privato, Sering menjadi perdebatan apakah HPI ini masuk dalam ranah hukum publik
atau hukum perdata. Mochtar Kusumaatmadja menyebutkkan Hukum Perdata
Internasional adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan
hubungan perdata yang melintas batas negara. Dengan kata lain, HPI adalah hukum
yang mengatur hubungan hukum perdata antara pelaku yang masing masing tunduk
pada hukum perdata (nasional) yang berbeda. Adapun Hukum Internasional Publik
adalah keseluruhan kaidah dan asas hukum yang mengatur hubungan atau persoalan
yang melintas batas negara (hubungan internasional) yang bukan bersifat perdata,
Sehingga sama sama internasional (lintas batas negara), akan tetapi beda pada sifat
hukum hubungan atau persoalan yang diaturnya (objeknya).68
Sudarto Gautama mendefenisikan HPI sebagai suatu keseluruhan peraturan
dan keputusan hukum yang menunjukkan stelsel hukum manakah yang berlaku atau
apakah yang menerapkan hukum, jika hubungan-hubungan atau peristiwa antara
warga negara pada suatu waktu tertentu memperlihatkan titik-titik pertalian dengan
stelsel dan kaidah-kaidah hukum dari dua atau lebih negara yang berbeda dalam
lingkungan kuasa tempat pribadi,dan soal-soal.Istilah Internasional dalam HPI
tidaklah merujuk pada sumbernya,tetapi menunjuk kepada fakta fakta atau materinya,
yaitu hubungan hubungan atau peristiwa peristiwa yang bersifat internasional
(objeknya yang internasional). Sedangkan kaidah kaidah HPI adalah hukum perdata
68
_____Materi Perkuliahan Hukum Internasional,Hukum Perdata Internasional hlml
1,Materi disarikan dari Ridwan Khairandy,Nandang Sutrisno,dan Jawahir Thontowi,1999,Pengantar
Hukum Perdata Internasional Indonesia, (Yogyakarta :Pusat Studi Hukum Fakultas Hukum
Universitas Islam Indonesia-Gama Media,2012), ,hal 1-12 diakses dari http://mahendraputra.net/wpcontent/uploads/2012/02/MATERI-PERKULIAHAN-HUKUM-INTERNASIONAL-12.pdf
Universitas Sumatera Utara
50
nasional. Masing masing negara yangg ada di dunia ini memiliki HPI sendirisendiri.Dalam beberapa kesempatan,ada juga yang menggunakan istilah huukum
Perselisihan yang diterjemahkan dari istilah conflict of law, conflichtenrecht, conflict
des lois, conflict des status.Istilah ini pun mendapat keberatan/kritik dari berbagai
pihak.69
Terdapat ide yang menarik yang diutarakan oleh Sudargo Gautama terkait
dengan keberatan/kritik terhadap gambaran umum mengenai HPI. Sudargo Gautama
menganjurkan sebaiknya menggunakan istilah Hukum Antar Tata Hukum (HATAH).
Istilah ini mengikuti istilah interlegal law (Alf Ross) atau interrechsordenreschts
(Logemann) atau tussenrechts ordeneneing (Risink). Istilahh HATAH memberi kesan
tentang adanya suatu tata hukum diantara sistem sistem hukum yang ada pada suatu
saat bertemu. Namun demikian,Sudargo Gautama masih dapat memahami digunakan
istilah HPI, karena istilah tersebut sudah lama dikenal dan lazim dipergunakan.
HATAH dapat digolongkan dalam dua bagian yaitu:70
1.
HATAH Intern
Adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan
stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum,jika
hubungan hubungan dan pristiwa pristiwa antara warga negara,memperlihatkan titik
pertalian dengan stelsel stelsel dan kaidah hukum yang berbeda dalam lingkungan
69
70
Ibid
ibid
Universitas Sumatera Utara
51
kuasa waktu,tempat,dan soal-soal,HATAH intern ini dibagi lagi menjadi 3 golongan
yaitu:
a)
Hukum Antar Waktu;
b) Hukum Antar Tempat; dan
c)
Hukum Antar Golongan,termasuk Hukum Antar Agama.
Di Indonesia pernah terjadi Hukum Antar Golongan ketika terjadi pembedaan
penduduk pada jaman Belanda,yaitu Golongan Penduduk Eropa, Golongan Timur
Asing dan Golongan Indonesia Asli (bumuputra). Dimana masing masing golongan
tersebut tunduk pada hukumnya sendiri. Contoh lainya bia dilihat dalam negara
federal, yang memungkinkan terdapat perbedaan hukum antara negara bagian yang
satu bagian lainya.
2.
HATAH Ekstern (bisa disebut HPI )
Adalah keseluruhan peraturan dan keputusan hukum yang menunjukkan
stelsel hukum manakah yang belaku atau apakah yang merupakan hukum,jika
hubungan dan pristiwa pristiwa antara warga negara pada suatu waktu tertentu
memperihatkan titik titik pertalian dengan stelsel dan kaidah kaidah hukum dari dua
atau lebih negara yang berbeda dalam lingkungan kuasa tempat,pribadi,dan soal soal,
Disini yang ditekankan adalah perbedaan dalam lingkungan kuasa tempat dan soal
serta pembedaan dalam sistem satu negara dengan negara lain,artinya disini terdapat
unsur luar negerinya atau unsur asingnya (foreign element).
Beberapa masalah masalah pokok HPI antara lain :
Universitas Sumatera Utara
52
1.
2.
3.
Hakim atau badan peradialan manakah yang berwenang menyelesaikan persoalan
persoalan yuridis yang menngandung unsuru asing;
Hukum manakah yang harus diberlakukan untuk mengatur dan atau
menyelesaikan persoalan persoalan yuridis yang mengandung unsur unsur
asing;dan
Bilamana atau sejauhmana suatu pengadilan harus memperhatikan dan mengakui
putusan putusan hakum asing dan atau mengakui hak hak atau kewajiban
kewajiban hukum yang terbit berdasarkan hukum atau putusan hakim asing.
4.
Perbandingan Pilihan Hukum dan Pilihan Forum dalam kontrak
a.
Pengertian Pilihan Hukum dan Pilihan Forum
Sebagai Konsekuensi logis dari diberlakukanya prinsip/asas kebebasan
berkontrak (freedom of contract),maka para pihak dalam suatu kotrak dapat
menentukan sendiri hal hal sebagai berikut:71
1.
2.
3.
pilihan forum (choice of jurisdiction),para pihak menentukan sendiri pengadilan
atau forum mana yang berwenang memerikasa sengketa diantara para pihak
dalam kontrak;
pilihan hukum (choice of law),para pihak menentukan sendiri hukum mana yang
berlaku dalam interpretasi kontrak tersebut;
pilihan domisili (choice of domicile),para pihak menunjuk sendiri domisili
hukum dari para pihak tersebut.
Pilihan hukum masuk dalam Ruang lingkup Hukum Perdata.David D
Siegel,P.M.North,dan JJ Fawcett mengemukakan bahwa permasalahan utama HPI
adalah:
1.
2.
3.
Hukum yang harus diberlakukan dalam suatu perkara yang mengandung elemen
pilihan hukum (choice of law);
Kewenangan pengadilan yang mengadili perkara tersebut (juridiction);
Pengakuan dan pelaksanaan putusan peradialan asing (recognition and
enforcement ogg foreign judgment)
Ruang Lingkup Hukum Perdata Internasional antara lain:72
71
Munir Fuady, 2007,Hukum Kontrak dari Sudut Pandang Hukum Bisnis, (Bandung: Citra
Aditya Bakti), ,hlm 137
Universitas Sumatera Utara
53
1.
HPI= Rechtstoepassingrecht (yang tersempit)
HPI hanya terbatas pada masalah hukum
yang
diberlakukkan
(Rechtstoepassingrecht) hal hal lain yang berkenaan dengan kompetensi
hakim,status
orang
asing,dan
kewarganegaraan
tidak
termasuk
bidang
HPI.Sistem semacam ini dianut oleh HPI Jerman dan Belanda.
2.
HPI= Choice of law + Choice of jurisdistion ( yang lebih luas)
HPI tidak terbatas pada choice of law tetapi termasuk kompetensi atau wewenang
hakim.Sistem HPI yang lebih luas ini dikenal di Inggris,Amerika Serikat,dan
negara negara Anglo Saxon lainnya.
3.
HPI = Choice of law + choice of jurisdiction + condition des estrangers (yang
lebih luas lagi)
Dalam sistem ini,selain choice of law dan wewenang hakim,status orang asing
(condition des estrangers) juga menjadi bagian.Sistem ini dikenal di negaranegara latin atau negara-negara Amerika Selatan.
4.
HPI= choice of law + choice of jurisdiction +condition des estrangers
+nationalite (yang terluas) Menurut sistem ini,selain choice of law,wewenang
hakim dan status orang asing,kewarganegaraan (nationalite) menjadi bagian,
Masalah kewarganegaraan ini menyangkut persoalan tentang tata cara
memperoleh dan hilangnya kewarganegaraan.Sistem yang sangat luas ini dikenal
dalam HPI Perancis dan juga dianut kebanyakan penulis HPI.
72
Ibid,hlm 3
Universitas Sumatera Utara
54
Pilihan hukum yang dipilih dan menjadi kesepakatan para pihak memegang
peranan sangat penting.Sebab apabila terjadi sengketa atau permasalahan hukum
dikemudian hari maka akan ditentukan dari klausul pilihan hukum yang dibuat oleh
pihak tersebut.
Pilihan hukum hanya dibenarkan dalam bidang hukum perjanjian. Tidak dapat
diadakan pilihan hukum dibidang hukum kekeluargaan misalnya.73 Mengenai pilihan
hukum (choice of law/Rechtswahl),para pihak dapat memilih sendiri hukum yang
harus dipakai untuk kontrak (perjanjian) dengan pembatasan, yaitu sepanjang tidak
melanggar ketertiban umum dan tidak boleh menjelma menjadi penyeludupan
hukum.74 Masalah pilihan hukum yang diberlakukan atau diterapkan adalah salah
satu masalah yang penting dalam suatu kontrak perdagangan internasional.Istilah
istilah
pilihan
hukum
dalam
bahasa
lain
antara
lain
adalah:
Partij
autonomie,autonomie des parties (Perancis), intension of the parties (Inggris) atau
(choice of law). Para pihak dalam suatu kontrak bebas untuk melakukan pilihan,
mereka dapat memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk kontrak mereka. Para
pihak dapat memilih hukum tertentu75.
Pilihan hukum merupakan hukum mana yang akan digunakan dalam
pembuatan suatu kontrak.76 Para pihak yang mengadakan perjanjian dagang berhak
73
Sudargo Gautama, Pengantar Hukum Perdata Internasional Indonesia,( Bandung: Penerbit
Binacipta, cet. Ke-5, 1987), hlm. 204.
74
Ibid hlm 141.
75
Ibid. hlm 168.
76
Salim S. Hukum Kontrak, Teori dan Teknik Penyusunan Kontrak, (Jakarta:Penerbit Sinar
Grafika, cet. Ke-3 2006), hlm. 106.
Universitas Sumatera Utara
55
melakukan kesepakatan tentang pilihan hukum (choice of law) dan pilihan forum
(choice of forum) yang berlaku bagi perjanjian tersebut. Pilihan hukum (choice of
law) menentukan hukum yang berlaku (governing law), demikian pula, pilihan forum
arbitrase (arbitrase clause) menentukan jurisdiksi forum penyelesaian sengketa.77
Peranan choice of law disini adalah hukum yang akan digunakan oleh badan
peradilan untuk:78
1.
2.
3.
4.
Menentukan keabsahan suatu kontrak dagang
Menafsirkan suatu kesepakatan kesepakatan dalam kontrak
Menentukan telah dilaksanakan atau tidak dilaksanakannya suatu prestasi
(pelaksanaan suatu kontrak dagang),
Menentukan akibat akibat hukum dari adanya pelanggaran terhadap kontrak.
Menurut pendapat Sudargo Gautama mengenai pilihan hukum (choice of
law/Rechtswahl), para pihak dapat memilih sendiri hukum yang harus dipakai untuk
kontrak (perjanjian) dengan pembatasan, yaitu sepanjang tidak melanggar ketertiban
umum dan tidak boleh menjelma menjadi penyelundupan hukum.79
Prinsip Pilihan Hukum Menurut ILA ( The Institute of International Law)
Dalam resolusinya yang dikeluarkan dikota Besel,1991 yang berjudul “The
Autonomy of the Parties in International Contracts Between Private Person of
Entities,”ILA menegaskan 14 prinsip prinsip berikut mengenai pilihan hukum
beberapa diantaranya yang sering dilakukan dalam menuangkan maksud pilihan
77
Basuki Rekso Wibowo, Kompetensi Peradilan Umum Terhadap Putusan Arbitrase,
[email protected], 1 Januari 1999
78
Huala Adof, Hukum Perdagangan Internasional, (Jakarta:PT.Raja Grafindo Persada, cet. 1,
2005), hlm 214
79
Sudargo Gautama,Op.Cit,hlm.205.
Universitas Sumatera Utara
56
hukum dalam kontrak adalah Pilihan hukum secara tegas dan Pilihan hukum secara
diam diam.
Pilihan hukum secara tegas ini, dapat kita lihat dalam klausula-klausula
kontrak joint venture, management contract atau technical assistant contract, di mana
para pihak yang mengadakan kontrak secara tegas dan jelas menentukan hukum mana
yang mereka pilih. Hal tersebut biasanya muncul dalam klausul goverling law atau
applicable law yang isinya berbunyi: “this contract will be governed by the law of the
Republic of Indonesia” atau the agreement shall be governed by and construed in all
respects in accordance with the law of England. Sebagai contoh adalah kontrakkontrak yang dibuat Pertamina mengenai LNG salses contract dari 3 Desember 1973,
dalam pasal 12 dinyatakan bahwa: this contract shall be governed by and interpreted
in accordance with the law of the State of New York, United States of America”.
Pilihan hukumnya adalah Negara bagian New York, merupakan hal yang tepat karena
Amerika Serikat tidak mengenal hukum perdata untuk Negara Federasi Amerika
Serikatnya, tetapi tiap-tiap Negara bagian mempunyai hukum perdatanya sendiri yang
masing-masing berbeda. Jadi di dalam pilihan hukum yang dinyatakan secara tegas,
pilihan hukum dinyatakan dengan kata-kata yang menyatakan pilihan hukum tertentu
dalam kontrak tersebut. Bilamana hakim dalam menentukan hukum mana yang harus
berlaku dalam kontrak tersebut, hakim akan menggunakan pilihan hukum sebagai
titik taut penentunya.80 Sedangkan Pilihan hukum secara diam-diam adalah pilihan
80
Ridwan Khairandy, Pengantar Hukum Perdata Internasional, (Yogyakarta: FH UII Press,
cet. 1, 2007), hlm.131.
Universitas Sumatera Utara
57
Untuk mengetahui adanya pilihan hukum tertentu yang dinyatakan secara diam-diam,
dapat disimpulkan dari maksud atau ketentuan-ketentuan dan fakta-fakta yang
terdapat dalam suatu kontrak. Fakta-fakta yang berkaitan dengan kontrak tersebut,
misalnya bahasa yang dipergunakan, mata uang yang digunakan, gaya atau style
Indonesia. Kesimpulan ini adalah tafsiran hakim atau pengadilan. Dalam
kenyataannya mungkin saja para pihak tidak bermaksud seperti yang disimpulkan
pengadilan tersebut.81Dalam buku Hukum Perdata Internasional Indonesia”Prof Dr
Sudargo Gautama S.H. menerangkan bahwa dalam hal tidak ada pilihan hukum yang
ditentukan dalam perjanjian,ada beberapa teori pilihan hukum dalam Hukum Perdata
Internasional yang bisa dipakai;82
1.
2.
3.
4.
Teori Lex Loci Contractus adalah kontrak ditentukan oleh hukum dimana tempat
kontrak itu dibuar,diciptakan,dilahirkan.
Teori Lex Loci Solutionis adalah pilihan hukum ditentukan dari tempat dimana
kontrak tersebut dilaksanakan.Teori ini digunakan untuk menentukan akibat
akibat hukum dari suatu perjanjian.
Teori Proper Law of the contract adalah pilihan hukum ditentukan dari
pengadilan akan melakukan analisis daripada ketentuan ketentuan dan fakta fakta
sekitar kontrak bersangkutan,untuk menetapkan hukum yang sebenarnya
dipikirkan oleh para pihak(the parties had in mind).Jadi,dilihat maksud dari para
pihak,hukum mana yang akan diaplikasikan.
The most characteristic connection adalah pilihan hukum didasarkan pada
hukum negara mana yang memperlihatkan “the most characteristic
connection”.Jadi dicari apa yang menjadi “center of gravity” dari kontrak
tersebut.Doktrin ini sudah diterima dengan sangat meluas dan dianggap paling
memuaskan untuk kebanyakan kasus.Sebagai contoh dalam kontrak jual beli,
pihak penjuallah yang melakukan prestasi paling karakteristik;dalam loan
agreement yang melakukan prestasi paling karakteristik adalah pihak bank atau
pemberi pinjaman.
81
Ibid,hlm 134
.Prof Dr Sudargo Gautama S.H.,”Hukum Perdata Internasional Indonesia” Jilid III
Bagian 2 Buku ke-delapan hlm 5
82
Universitas Sumatera Utara
58
Sedangkan pilihan forums/pilihan yuridiksi ,Pengertian yuridiksi menurut
Black’s law Dictionary sebagaimana telah dikutip dan diterjemahkan secara bebas
oleh Huala Adolf dalam bukunya dasar dasar,Prinsip dan filofi Arbitrase,terbitan
Keni Media,yuridiksi adalah kekuasaan atau kewenangan pengandilan untuk
memutus suatu sengketa atau disebut juga sebagai kewenangan pengadilan atau
competent jurisdiction.83
Dalam suatu perjanjian biasanya sudah dirumuskan ketentuan mengenai
pilihan forum penyelesaian sengketa,yaitu cara yang ditempuh oleh para pihak ketika
diantara mereka di kemudian hari terjadi konflik atau sengketa. Arbitrase biasanya
lebih disukai atau dipilih oleh para pelaku bisnis dalam menyelesaikan sengketa
komersialnya, karena arbitrase memiliki kelebihan dan kemudahan diantaranya
adalah:84
1.
2.
3.
4.
5.
para pihak yang bersengketa dapat memilih arbiter sendiri;
proses majelis arbitrase rahasia dan oleh karena itu dapat menjamin kerahasiaan
dan publisitas yang tidak dikehendaki;
putusan arbitrase bersifat final dan mengikat para pihak yang bersengketa;
tata cara arbitrase cepat,tidak mahal,serta jauh lebih rendah dari biaya biaya yang
harus dikeluarkan dalam proses pengadilan;dan
tata cara arbitrase lebih informal dari tatacara pengadilan dan oleh karena itu
terbuka untuk memperoleh dan tersedianya tata cara penyelesaian kekeluargaan
dan damai (amicable)
Kata Arbitrase berasal dari bahasa latin yaitu “Arbitrare” yang artinya
kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut “kebijaksanaan”. Dikaitkannya
istilah arbitrase dengan kebijaksanaan seolah-olah memberi petunjuk bahwa majelis
arbitrase tidak perlu memperhatikan hukum dalam menyelesaikan sengketa para
83
Black’s Law Dictionary, sebagaimana telah dikutip dan diterjemahkan oleh Huala Adolf
dalam bukunya Dasar-Dasar, Prinsip & Filosofi Arbitrase, Keni Media hlm 141
84
Priyatna Abdulrassyid,2002,Suatu Pengantar Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa, (Jakarta :Fikahati Aneska) ,hlm 63
Universitas Sumatera Utara
59
pihak, tetapi cukup berdasarkan kebijaksanaan.85Di Indonesia badan arbitrase yang
sudah lama berdiri adalah BANI (Badan Arbitrase Nasional Indonesia),sedangkan di
dunia Internasional badan arbitrase yang terkenal adalah badan arbitrase
Internasional Chamber of Commerce atau yang disingkat ICC di Paris dan ada juga
dikenal SIAC di Singapura.
Selain kelebihan kelebihan yang dimiliki oleh arbitrase,ternyata dalam
praktiknya menurut Lely Niwan terdapat juga beberapa masalah yang dapat timbul
pada arbitrase.Probelm tersebut disebabkan oleh pendirian atau sikap hakim yang
belum seragam tentang klausula arbitrase; kekurangan kekurangan dalam klausula
arbitrase terkait bahasa,misalnya menggunakan terminologi yang mengandung
banyak penafsiran; tempat putusan harus dilaksanakan;dan penerapan stricts rules of
law atau et aequo et boono.86 Kesepakatan atau aturan main yang perlu disepakati
dalam arbitrase tersebut adalah menyangkut pilihan hukum (choice of law) dan
pilihan domisili (choice of domicile).Namun sekalipun telah ada kesepakatan didepan
atas cara cara penyelesaian sengketa tersebut,dalam implementasinya tidaklah mudah.
Adapun permasalahan yang sering muncul adalah menyangkut kompetensi absolut
yang dalam praktik masih sering “diambil alih” oleh pengadilan.87
Dalam Perkembangannya,kompetensi absolut Arbitrase juga diatur dalam
ketentuan Pasal 3 Undang Undang No 30 Tahun 1999 yang menyebutkan bahwa
85
Subekti, Arbitrase perdagangan, (Bandung ,Binacipta,1981), hlm. 1-3
Lely Niwan,sebagaimana dikuti oleh Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani,2001,Seri Hukum
Bisnis:Hukum Arbitrase,(Jakarta :RajaGrafindo Persada), hlm 50
87
Erman
Suparman,”Perkembangan
Doktrin
Penyelesaian
Sengketa
di
Indonesia”,Makalah,Diskusi Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Bandung , November 2006
86
Universitas Sumatera Utara
60
pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa para pihak yang telah
terikat dalam perjanjian arbitrase”.Ini berarti setiap perjanjian yang telah
mencantumkan klausula arbitrase atau suatu perjanjian arbitrase yang dibuat oleh
para pihak menghapus kewenangan pengadilan negeri untuk menyelesaikan sengketa
yang timbul dari perjanjian yang memuat klausul arbitrase tersebut.88
Pada prinsipnya para pihak bebas menentukan hukum mana yang akan
berlaku, tergantung pada relevansi dan kebijakan publik dari yurisdiksi yang dipilih.
Pihak-pihak dalam perjanjian juga dapat membuat pilihan forum penyelesaian
sengketa (choice of forum).Di dalam sistem common law harus kita cermati berlaku
doktrin hukum perihal forum of non convenient.Konsekuensi ajaran ini ialah hakim
dapat menolak memeriksa perkara yang diajukan kepadanya oleh para pihak. 89
b. Perbandingan kasus penggunaan Bahasa Asing yang menggunakan Pilihan
Hukum dan Pilihan Forum
Dalam studi kasus yang diteliti Pihak Indonesia yang menggugat Pihak asing
memakai pilihan hukum dan domisili hukum yang sama sama ditafsir menurut hukum
yang berlaku di Indonesia dan domisili hukum yang ditetapkan adalah Kantor
Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Barat.Akibat dari pada pilihan hukum dan
domisili hukum yang memakai hukum di negara Indonesia ,maka Hakim memiliki
kewenangan yang absolut dalam hal menangani perkara penggunaan bahasa ini.
88
Bambang Sutiyoso, ,Penyelesaian Sengketa Bisnis,( Yogyakarta ,Citra Media, 2006) hlm 8
Rosa Agustina, Hukum Perikatan(LAW OF OBLIGATIONS),(Jakarta,Pustaka Larasan
2012),hlm 106.
89
Universitas Sumatera Utara
61
Dibandingkan dengan kasus yang serupa,seperti kasus PT Bangun Karya
Pratama Lestari (BKPL) membatalkan kontrak berbahasa Inggris rekan bisnis nya
Nine AM, dan dikabulkan karena pilihan hukum dan domisili hukum yang serupa.
maka serupa dengan kasus BKPL melawan Sumatera Partners kandas di Pengadilan
negeri Jakarta Pusat. Majelis Hakim PN Jakarta Barat mengaku tak berwenang
memeriksa dan mengadili sengketa kontrak berbahasa asing antara BKPL dan
Sumatera. Pasalnya di Kontrak itu dua belah pihak telah sepakat menunjuk Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) bila ada sengketa di kemudian hari. Kasus ini
berawal dari gugatan yang diajukan oleh BKPL ke PN Jakbar. BKPL meminta
majelis menyatakan kontrak antara BKPL dan Sumatra Partners batal demi hukum
atau setidak-tidaknya tidak lagi mengikat para pihak. Pasalnya, kontrak yang
ditandatangani dan tunduk pada hukum yang berlaku di Indonesia ini ternyata dibuat
dalam Bahasa Inggris. Sumatra menggunakan klausul arbitrase di dalam kontrak
sebagai senjata andalan. Menurut perusahaan asal Texas ini, Pengadilan Negeri
Jakarta Barat tidak berwenang memeriksa dan mengadili perkara ini karena para
pihak telah sepakat menunjuk Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) sebagai
tempat penyelesaian sengketa apabila terjadi sengketa di kemudian hari terkait
dengan perjanjian ini. Sumatra menggunakan Pasal 10 UU Arbitrase. Pasal tersebut
menyatakan batalnya perjanjian pokok tidak menyebabkan klausul arbitrase batal.
Akhirnya, pada 21 November 2013 lalu, melalui putusan selanya, majelis hakim
Universitas Sumatera Utara
62
Pengadilan Negeri Jakarta Barat sepakat untuk menerima eksepsi Sumatera
tersebut.90
5.
Pengggunaan Bahasa Asing dalam Kontrak berpedoman pada Asas-Asas
Hukum Kontrak
Penggunaan bahasa Asing dalam pembuatan dan pelaksanaan kontrak tidak
secara eksplisit menyebutkan penggunaan bahasa asing merupakan bagian dari asas
asas dalam hukum kontrak. Asas asas dalam hukum kontrak mengatur mengenai
pelaksanaan Subjek hukum dan Objek hukum tetapi tidak secara langsung
menekankan atau menyebut pengaturan perjanjian dalam hal penggunaan bahasa
asing. Dalam Perjanjian Pinjam meminjam atau Loan Agreement dalam prakteknya
perjanjian seperti ini sering sekali dibuat dalam perjanjian baku.Pihak Asing biasanya
mempunyai form tersendiri dan dirancang sedemikian rupa termasuk salah satunya
pengaturan mengenai penggunaan bahasa,bahasa bisa mereka tuangkan dalam klausul
yang mereka buat bisa juga tidak,tetapi secara keseluruhan pelaksanaan perjanjian
dalam hal ini Debitur hanya dalam posisi menerima atau tidak perjanjian pinjam
meminjam tersebut.Apabila Debitur menerima pinjaman tersebut maka ia wajib untuk
menandatanganinya sebagai tanda setuju,dan apabila debitur menolak ,maka ia tidak
perlu menandatangani perjanjian pinjam meminjam tersebut hal ini sejalan dengan
Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata mencerminkan asas kebebasan bagi para pihak untuk
menentukan isi perjanjian.
90
Diakses
dari
http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52a8190540a82/pn-jakbarserahkan-kasus-kontrak-berbahasa-inggris-ke-bani pada tanggal 28 September 2014 tentang PN Jakbar
“Serahkan”Kasus Kontrak berbahasa Inggris ke Bani”.
Universitas Sumatera Utara
63
Asas kebebasan berkontrak memegang peranan penting dalam pembuatan
kontrak yang melibatkan para pihak.Asas kebebasan berkontrak menurut hukum
perjanjian Indonesia meliputi ruang lingkup sebagai berikut:91
a.
b.
c.
d.
Kebebasan untuk membuat atau tidak membuat perjanjian
Kebebasan untuk memilih pihak dengan siapa ia ingin membuat perjanjian
Kebebasan untuk menentukan bentuk suatu perjanjian.
Kebebasan untuk menerima atau menyimpangi ketentuan Undang Undang
yang bersifat opsional.
e. Kebebasan untuk mentukan objek perjanjian.
Dengan
adanya
ruang
lingkup
Asas
Kebebasan
Berkontrak
maka
dimaksudkan untuk menempatkan kedudukan pihak setara dengan pihak lain.Menurut
Sjahdeini,kebebasan berkontrak yang menjadi prinsip atau asas umum perjanjian
hanya dapat tercapai apabila para pihak yang terlibat memiliki bargining power yang
seimbang ( gelijkwaardigheid van partijen).92Jika melihat studi kasus Antara PT
BANGUN KARYA PRATAMA LESTARI (PT.BKPL) pihak penggugat dengan
NINE Ltd pihak asing pihak tergugat,dasar gugatan penggugat PT BKPL adalah
karena melanggar Pasal 31 ayat 1 undang undang bahasa khususnya pasal mengenai
bahasa.yang artinya bahwa PT BKPL merasa dirugikan karena disini perjanjian
pokok antara kedua belah pihak dibuat dalam bahasa Inggris. Disini ada unsur
bargening power yang tidak seimbang.
Akan tetapi jika diperhatikan dalam duduk perkara I ayat ke 2 ada
mengatakan bahwa perjanjian pinjam meminjam tertanggal 23 April 2010 yang
91
Hasanudin Rahman,Aspek aspek Hukum Pemberian Kredit perbankan di Indonesia
(Panduan Dasar Ilegal Officer , (Bandung ,PT.Citra Aditya Bakti, 1998),hlm 137-138
92
Sjahdeini, Kebebasan Berkontrak dan Perlindungan yang Seimbang bagi Para Pihak, hlm. 185
Universitas Sumatera Utara
64
dibuat antara penggugat dengan tergugat (berdasarkan Loan Agreement yang telah di
terjamahkan kedalam bahasa Indonesia oleh Penerjemah Resmi dan Tersumpah) dan
dilanjutkan dengan kalimat berikutnya.Disini sebenarnya Kontrak Pinjam Meminjam
(Loan Agreement) yang dibuat oleh kedua belah pihak sudah memiliki posisi
bargining power atau daya tawar yang seimbang,sebab bukan hanya 1 (satu )
perjanjian dalam bahasa Inggris saja tetapi ada diterjemahkan kedalam bahasa
Indonesia.Dengan demikian Asas kebebasan berkontrak terpenuhi dan disini juga
terdapat Asas itikad baik yang terjalin dalam pelaksanaan perjanjian dengan itikad
baik memberikan hak kepada pihak Penggugat PT BKPL untuk memperoleh
perjanjian dalam versi bahasa indonesia.
Bandingkan dengan Kontrak yang sama menggunakan bahasa Inggris yakni
dalam Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan 24/Pdt.G/2009/PN.JKT.Sel gugatan
PT Permata Hijau Sawit (PHS) terhadap Citibank NA terkait kontrak derivatif
akhirnya akhirnya diputus Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. putusan ini adalah putusan
ketiga yang menyatakan bahwa transaksi structure product tidak halal'. Selain itu,
putusan ini juga mengakui posisi bank yang memang superior ketimbang nasabah.
Surat konfirmasi tertanggal 5 September 2008 dan final term condition yang dianggap
Citibank merupakan perjanjian transaksi produk derivatif, Callable Forward, dibuat
dalam bahasa Inggris dengan menggunakan istilah-istilah yang tidak mudah
dipahami. Padahal, sebagai bank yang beroperasi di Indonesia, Citibank seharusnya
tunduk pada peraturan yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI). Sehingga, penjelasan
dan informasi yang diberikan harus diberikan dalam bahasa Indonesia, atau
Universitas Sumatera Utara
65
setidaknya dalam dua bahasa, yaitu Indonesia dan Inggris. Majelis menyatakan
perjanjian derivatif antara PHS dan Citibank batal demi hukum karena tidak
memenuhi syarat sahnya suatu perjanjian yang diatur dalam Pasal 1320 KUH
Perdata.
Terbukti
dengan
tidak
dilakukannya
kewajiban
Citibank
untuk
menginformasikan secara berimbang manfaat, resiko, atau biaya-biaya yang melekat
pada suatu produk bank yang dalam hal ini adalah Callable Forward. Namun,
penyampaian informasi harus memenuhi standar tertentu, sehingga nasabah pun
mudah mengerti dan tidak 'tersesat'. Sayang, Citibank ternyata tidak melakukan halhal tersebut dan hanya memberikan penjelasan resiko secara umum yang sudah
diprediksi dalam suatu structure product. Karena penggugat dapat membuktikan
structure product tersebut mengandung kausa yang tidak halal, maka majelis
berpendapat perjanjian derivatif antara PHS dan Citibank batal demi hukum.
Sehingga, perjanjian dianggap tidak pernah ada dan Citibank dihukum untuk
mengembalikan dana yang diterima dari PHS sebesar AS$10 juta. Begitu juga
sebaliknya, PHS diperintahkan untuk mengembalikan dana yang diterima dari
Citibank sebesar Rp97,2 miliar. Kemudian, Citibank juga dihukum untuk membayar
kembali uang PHS sebesar AS$45,525 ribu yang telah diambil dan dicairkan oleh
Citibank.
B. Pelaksanaan Kontrak Terkait Dengan Pemilihan Bahasa oleh Para Pihak
1.
Tahap Penyusunan, Struktur dan Anatomi Kontrak
Dalam pembuatan akta;perjanjian;kontrak;akta akta lain,akta otentik otentik
ataupun akta dibawah tangan,secara garis besar akta tersebut dapat dipilah menjadi
Universitas Sumatera Utara
66
bagian bagian tertentu.Dengan demikan ,akta dengan mudah dapat diketahui dan jelas
susunannya.93 Di dalam mempersiapkan kontrak,ada dua prinsip hukum yang harus
diperhatikan, yaitu prinsip party autonomy dan pacta sunt servanda,party
autonomy,yaitu pihak bebas untuk memperjanjikan apa yang mereka inginkan,dengan
syarat tidak bertentangan dengan undang undang ,ketertiban umum dan kesusilaan.
Untuk menghindari ketidakjelasan maksud para pihak maka langkah pertama yang
harus dilakukan adalah eksekutif perusahaan harus menjelaskan sejelas jelasnya
kepada mereka yang terlibat dan bertugas melakukan transaksi,Sedangkan kewajiban
utama ahli hukum adalah mengomunikasikan kepada kliennya mengenai apakah yang
telah dirumuskannya tersebut sudah sesuai dengan keinginan kliennya.94
Tidak ada ketentuan undang undang yang mengatur tentang format kontrak
maka dalam membuat kontrak,hal yang paling penting diperhatikan oleh para pihak
adalah syarat sahnya perjanjian sebagaimana diatur dalam pasal 1320 KUH Perdata,
yang pada intinya mengatur tentang:95
1.
2.
3.
4.
kesepakatan para pihak
kecakapan (termasuk juga kewenangan) para pihak
objek tertentu
sebab yang halal
Pada tahap Prapenyusunan Kontrak
Sebelum kontrak disusun ada empat hal yang harus diperhatikan oleh para
pihak.Keempat hal itu yakni identifikasi para pihak,penelitian awal aspek
93
I.G.Rai Widjaya,S.H.,M.A.Op.Cit hlm.99.
Salim H.S.,S.H., M.S. Hukum Kontrak Teori dan teknik Penyusunan Kontrak
(Jakarta:Penerbit Sinar Grafika 2009 hlm.123
95
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak dan Perancangan Kontrak,(Jakarta:Edisi 1,Penerbit PT.
Raja Grafindo Persada, 2007). hlm. 148
94
Universitas Sumatera Utara
67
terkait,pembuatan Memorandum of Understanding (MOU) dan negosiasi.Keempat
hal itu dijelaskan berikut ini.96
1.
2.
3.
4.
5.
Identifikasi Para pihak
Para pihak dalam kontrak harus teridentifikasi secara jelas,perlu diperhatikan
peraturan perundang undangan yang berkaitan,terutama tentang kewenangannya
sebagai pihak dalam kontrak yang bersangkutan,dan apa yang menjadi dasar
kewenangan tersebut.
Penelitian Awal Aspek terkait.
Pada dasarnya pihak pihak berharap bahwa kontrak yang ditandatangani dapat
menampung semua keinginannya,sehingga apa yang menjadi hakikat kontrak
benar benar terperinci secara jelas.
Pembuatan Memorandum of Understanding (MOU)
Memorandum of Understanding (MoU) sebenarnya tidak dikenal dalam hukum
konvensional Indonesia,tetapi dalam praktik sering terjadi.MOU dianggap
sebagai kontrak yang simpel dan tidak disusun secara formal serta MOU
dianggap sebagai pembuka suatu kesepakatan
Negosiasi
Negosiasi merupakan sarana bagi para pihak untuk mengadakan komunikasi dua
arah yang dirancang untuk mencapai kesepakatan sebagai akibat adanya
perbedaan pandangan terhadap sesuatu hal dan dilatarbelakangi oleh kesamaan
atau ketidaksamaan kepentingan diantara mereka.
Tahap Penyusunan
Salah satu tahap yang menentukan dalam pembuatan kontrak yaitu tahap
penyusunan kontrak.
Berikut adalah beberapa dari sekian contoh dari susunan atau pola suatu
Perjanjian/Kontrak (Anatomi Akta).97
1.
Judul atau Nama Perjanjian
Judul suatu akta biasanya diber nama sesuai dengan isinya,Misalnya,Perjanjian
Pinjam Meminjam.Dalam Common law System biasanya mengenai judul tidak
terlalu dipersoalkan.Yang penting adalah terpenuhinya elemen elemen pokok di
mata hukum yang dapat membentuk suatu kontrak yang sah.Salah satu nya ada
Memorandum of standing (MoU) yang kemudian ada yang menerjemahkan ke
dalam bahasa Indonesia menjadi Nota Kesepahaman.Namun sebagaimana
umumnya didalam praktik (di Indonesia) dianut cara pemberian suatu judul yang
harus sesuai dengan isi perjanjian itu sendiri dan tidak boleh menyesatkan.
96
97
Op.Cit Salim H.S.,S.H.,M.S.hlm.123.
Op.Cit Widjaya hlm 100
Universitas Sumatera Utara
68
2.
3.
Pembukaan
Setelah judul,kemudian diawali dengan pembukaan yang merupakan permulaan
dari suatu akta.Namun dalam akta dibawah tangan tentu saja dimungkinkan
untuk membuat pembukuan yang lebih kurang sama dengan akta notaris.
Komparisi/Para pihak
Komparisi merupakan bagian suatu akta yang menyebutkan nama nama para
pihak yang membuat perjanjian,lengkap dengan penyebutan pekerjaan dan
idenditas serta tempat tinggal yang bersangkutan.Komparisi mengandung
beberapa fungsi yaitu:
a. menjelaskan idenditas para pihak yang membuat perjanjian /akta
b. dalam kedudukan apa yang bersangkutan bertindak;
c. berdasarkan apa kedudukannya tersebut;
d. bahwa ia cakap dan berwenang melakukan tindakan hukum yang disebutkan
didalam akta; dan
e. ia mempunyai hak untuk melakukan tindakan yang dinyatakan dalam akta.
4. Premise
Dalam merancang suatu dokumen suatu dokumen legal seperti
kontrak,premise atau recitals biasa dipergunakan sebagai pendahuluan suatu
akta atau pengantar yang menunjukan maksud utama para pihak, dan
menyatakan alasan mengapa akta itu dibuat
5. Isi Perjanjian
Setelah membicarakan judul,pembukaan,komparisi dan premise bagian
penting yang merupakan pokok dalam suatu perjanjian adalah isi perjanjian
yang mencakup ketentuan dan persyaratan.sesuai dengan “sistem
terbuka”yang dianut oleh hukum perjanjian (freedom of contract atau beginsel
der contractsvrijheid), para pihak bebas untuk mengadakan atau membuat
perjanjian sesuai dengan kehendak dan kepentingannya masing
masing,asalkan tidak melanggar ketertiban umum,kesusilaan,dan undang
undang.Apapun yang ingin dituangkan atau diatur oleh para pihak dalam
perjanjian tersebut,akan mempunyai kekuatan hukum yang mengikat bagi
para pihak yang membuatnya karena berlaku sebagai undang undang
baginya,sebagaimana dimuat dalam Pasal 1338 ayat 1 KUH Perdata.
Mengenai isi perjanjian yang dimuat dalam pasal pasal tersebut secara
sederhana semuanya dapat dikelompokan atau dipilah menjadi tiga bagian.Ini
menjadi bagian tersendiri yang masing masing dapat dikelompokkan kedalam apa
yang disebut sebagai:
a. Unsur Esensialia (Essential Elements)
b. Unsur Naturalia (Natural Elements);
c. Unsur Aksidentalia (Accidental Elements).
Isi akta hampir seluruhnya tercantum dalam bagain ini,tidak terbatas pada hal
hal yang pokonnya saja,melainkan segala sesuatu yang ingin diatur oleh para pihak
yang dianggap penting untuk dimasukkan.
Universitas Sumatera Utara
69
6.
7.
8.
9.
2.
Klausula
Dalam mengatur atau menuangkan materi yang dikehendaki oleh para pihak ke
dalam isi perjanjian dengan ketentuan dan persyaratan sebagaimana telah
diutarakan,ada hal penting lain yang harus mendapat tempat dalam perjanjian
ini.Hal ini penting yang dimaksudkan mengenai berbagai klausula yang acapkali
muncul dan dimasukkan ketika merumuskan isi perjanjian sekaligus merupakan
bagian yang patut memperoleh perhatian kita.Klasula hampir selalu tercantum
pada perjanjian yang sifatnya lintas batas (accross border contract),antara lain
beberapa hal hal sebagai berikut:
a. Arbitrase;b.Force Majeure;c.Choice of Law (Pilihan hukum atau Governing
Law (Pemberlakuan Hukum),d.Domicile and Jurisdiction,Language dan lain
lain
Penutup
Setiap perjanjian tertulis selalu ditutup dengan kata atau kalimat yang
menyatakan bahwa perjanjian itu dibuat dalam jumlah atau rangkap yang
diperlukan dan bermaterai cukup,maksudnya telah memenuhi ketentuan yang
berlaku misalnya Rp.6000,-(enam ribu rupiah).Perjanjian ini ditandatangani oleh
para pihak atau yang mewakili dan bertindak untuk dan atas nama serta saksi
saksi.
Tanda tangan
Terdiri dari tanda tangan para pihak atau yang mewakili dan tanda tangan para
saksi.Unus testis nullus testis (seorang saksi bukan saksi) seperti yang dikatakan
pasal 1905 BW.
Lampiran
Tidak jarang surat perjanjian disertai dengan lampiran apabila terdapat hal hal
yang perlu disertakan atau dilekatkan pada perjanjian induk,seperti surat
kuasa,perincian harga atau macam macam barang dengan tipenya,pelaksanaan
perkerjaan atau jenis jenisnya,bentuk laporan,gambar atau bagan,dan sebagainya.
Pelaksanaan Kontrak dalam Kontrak yang berbentuk Otentik dan Dibawah
Tangan terkait dengan penggunaan Bahasa
Pada dasarnya perjanjian atau kontrak dibuat dengan tujuan agar segala
kepentingan para pihak terwadahi,sehingga terjamin hak dan hukumnya. Untuk dapat
melindungi kepentingan para pihak,perjanjian dibuat secara tertulis. Perjanjian sendiri
ada 2 bentuk, perjanjian otentik dan perjanjian dibawah tangan.
1.
Kontrak Otentik
Universitas Sumatera Utara
70
Dalam Pasal 1868 KUH Perdata menyebutkan bahwa suatu Kontrak Otentik
adalah suatu perjanjian yang dibuat dalam bentuk yang ditentukan oleh UndangUndang oleh atau di hadapan pegawai umum yang berkuasa untuk itu di tempat
dimana perjanjian dibuat.Dari Pasal 1868 KUH Perdata tersebut dapat disimpulkan
bahwa suatu perjanjian otentik adalah suatu perjanjian yang memenuhi beberapa
persyaratan,yaitu:98
a.
b.
c.
d.
2.
Perjanjian tersebut harus dibuat di dalam bentuk yang ditentukan oleh Undang
undang.
Perjanjian harus dibuat oleh atau dihadapan pegawai umum yang berkuasa untuk
itu.Berdasarkan hal tersebut terdapat 2 Perjanjian otentik,yakni:
1 Perjanjian yang dibuat oleh pegawai umum yang berwenang untuk itu.
Perjanjian ini disebut juga akta pejabat.Contoh:Kalau ada prang meninggal
kemudian membagi warisannya,maka dibuatkan akta keterangan ahli
waris.Dalam akta pejabat yang mengonstatir (melihat,mengakui, atau
membenarkan) fakta fakta yang disebutkan dalam akta adalah pejabat yang
bersangkutan.Oleh kerena itu pejabat tersebut bertanggung jawab terhadap
akta yang dibuatnya.
2. Perjanjian yang dibuat dihadapan pegawai umum (akta para pihak) didalam
akta para pihak secara hukum para pihaklah yang membuat perjanjian.Pejabat
hanya membantu merumuskan karena keahliannya.Jika terjadi sesuatu yang
bertanggung jawab adalah para pihak sendiri,bukan pejabat yang dihadapanya
akta tersebut dibuat.
Perjanjian harus dibuat oleh pejabat umum
Pejabat umum disini adalah pejabat yang oleh ketentuan Undang Undang
diberi wewenang khusus untuk membuat akta,misalnya Notaris.
Perjanjian harus dibuat di wilayah kerja pejabat yang bersangkutan.
Suatu perjanjian otentik harus dibuat di wilayah kerja pejabat yang bersangkutan
berada.Oleh karenanya pejabat yang bersangkutan tidak diperbolehkan membuat
perjanjian di luar wilaya kerjanya.Misalnya,Notaris atau pejabat pembuat akta
tanah terikat hanya membuat perjanjian di wilayah kerjanya saja.
Kontrak di Bawah Tangan
98
Rini Pamungkasih,101 Draft Surat Perjanjian dan Kontrak hlm 15 _______________
Universitas Sumatera Utara
71
Perjanjian dibawah tangan adalah perjanjian perjanjian yang dibuat sendiri
antara kedua belah pihak tanpa melibatkan pejabat Notaris yang berwenang untuk
itu.bentuk perjanjian dibawah tangan antara lain surat surat register,surat surat
kerumahtanggaan, dan lain lain tertulis yang dibuat tangan tanpa perantara pejabat
umum.Perjanjian dibawah tangan biasa dibuat oleh salah satu pihak maupun oleh
kedua belah pihak.Oleh karena itu perjanjian dibawah tangan mempunyai
kecendrungan menguntungkan salah satu pihak dan disisi lain ada pihak yang berada
di posisi yang lemah.Adakalanya juga dalam melakukan perjanjian,salah satu pihak
sudah membuat naskah perjanjian terlebih dahulu.Dan pihak yang lain setelah
membacanya tidak diperbolehkan untuk mengganti sebagian atau seluruh isi
perjanjian.Tentu saja hal ini harus dihindari supaya perjanjian tersebut memenuhi
asas kebebasan berkontrak.
Ada 2 macam kontrak dibawah tangan,yakni:99
a. Kontrak dibawah tangan yang isinya disusun dan dirumuskan bersama oleh para
pihak. Perjanjian dibawah tangan ini naskah perjanjian atau draf perjanjian isinya
dibuat atas kesepakatan kedua belah pihak.Sehingga keinginan para pihak dapat
terakomodasi dalam perjanjian yang telah mereka buat. Hal ini telah memenuhi
asas kebebasan berkontrak dan persamaan di hadapan hukum.
b. Kontrak dibawah tangan yang isinya atau formatnya telah dibakukan oleh salah
satu pihak yang kemudian disebut perjanjian standar Misal, perjanjian sewa beli
biasanya dibuat oleh pihak yang menyewakan/penjual.Dalam hal ini pihak yang
menyewakan/pembeli tidak dapat mengganti sebagian atau seluruh isi
perjanjian,karena
sudah
dibakukan
oleh
pihak
yang
menyewakan/penjual.Perjanjian ini menguntungkan salah satu pihak,yaitu yang
,menyewakan/penjual.Hal ini merupakan penurunan dalam nilai nilai kebebasan
berkontrak.
Terkait dengan Kontrak Internasional berbahasa Asing.Kontrak Internasional
dalam praktiknya di Indonesia juga terdapat Kontrak Internasional yang bersifat akta
99
Ibid
Universitas Sumatera Utara
72
otentik dan kontrak Internasional yang bersifat dibawah tangan.Kontrak Internasional
sebagai contoh salah satunya sebelum Perjanjian tahun 2010 dalam studi kasus
putusan perkara dalam Eksepsi Tergugat Nine Am Ltd (pihak asing) dan Penggugat
PT Bangun Karya Pratama Lestari (pihak Indonesia) kontrak Perjanjian Pinjam
Meminjam atau Loan Agreement yang terjadi pada tanggal 10 November 2006
perjanjian Pinjam Meminjam (loan agreement) dibuat dalam bahasa Inggris dengan
Bukti T-9 yang di hadirkan di persidangan ini membuktikan bahwa terkait
penggunaan bahasa Inggris oleh Para pihak dalam pelaksanaan Kontrak Internasional
didasarkan keinginan dan persetujuan para pihak untuk memilih dan membuat
perjanjian tersebut termasuk salah satunya penyusunan bahasa Asing.
Terkait apakah perjanjian tersebut mewajibkan penggunaan bahasa Inggris
dan bahasa Indonesia dalam perjanjian dibawah tangan didasarkan atas keinginan dan
persetujuan para pihak,Persetujuan terhadap penggunaan bahasa Inggris sudah dapat
membuktikan bahwa telah terjadi hubungan keperdataan,dimana suatu perikatan telah
timbul yang diakibatkan suatu perbuatan hukum (rechtshandeling) antara satu orang
atau lebih sebagaimana yang diatur dalam Paal 1331 KUH Perdata ,dan sepanjang
telah memenuhi asas kebebasan berkontrak dan persamaan di hadapan hukum maka
perjanjian dibawah tangan yang menyangkut pihak asing yang menggunakan bahasa
Inggris tidak perlu diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia atau pun sebaliknya.
Sedangkan untuk perjanjian/kontrak yang dibuat dalam akta otentik, karena
akta otentik dibuat oleh pejabat yang berwenang maka perjanjian wajib dibuat sesuai
dengan hukum yang mengatur pejabat yang berwenang tersebut dalam membuat
Universitas Sumatera Utara
73
perjanjian yang sifatnya otentik dan pembuatan akta otentik tersebut. Sehubungan
dengan hal perjanjian/kontrak Internasional yang menggunakan bahasa asing maka
dalam pelaksanaan hukumnya harus juga sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Dalam hal ini ambil contoh Undang Undang no 2 tahun 2014 tentang Perubahan atas
undang undang no 30 tahun 2004 tentang Jabatan Notaris selanjutnya dalam tesis ini
disebut sebagai Undang Undang Jabatan Notaris.
Terkait Perjanjian melibatkan pihak asing,apakah mengharuskan perjanjian
dibuat atau diterjemahkan kedalam bahasa yang dimengerti para pihak sebagai contoh
perjanjian bahasa Inggris diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia, atau juga
sebaliknya Didalam hal ini dapat dilihat dalam Pasal 43 dikatakan ayat 3 yang
mengatakan “Jika para pihak menghendaki,Akta dapat dibuat dalam bahasa asing.”
Yang artinya bahwa sebenarnya Perjanjian dapat dibuat dengan persetujuan para
pihak juga seperti perjanjian dibawah tangan sebelumnya.Akan tetapi karena didalam
Pasal 43 dalam ayat 1 mengatakan “Akta wajib dibuat dalam bahasa Indonesia” dan
keseluruhan pasal 43 ini merupakan satu kesatuan yang saling mengikat satu dengan
yang lain maka sudah sewajarnya Perjanjian yang dibuat dengan akta otentik harus
juga dibuat dalam bahasa Indonesia.Didalam praktiknya pun demikian sebagai contoh
Credit Agreement atau perjanjian kredit yang dibuat di Notaris x pada tahun 2012 ada
diatur perihal Bahasa dikatakan demikian
16.8.Language
This Agreement is executed in a text using the English language which shall be the
governing language despite translation into any other language.In the event that an
Indonesian translation of this Agreement is required for any purpose, the Indonesian
translation provided by and certified as accurate by a sworn translator chosen by the
Universitas Sumatera Utara
74
Bank shall be binding and conclusive among the parties here to and in any
proceeding in connection with this Agreement except in the case of manifest error
Yang artinya bila diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia.
16.8.Bahasa
Perjanjian ini dilaksanakan dalam teks dengan menggunakan bahasa Inggris yang
merupakan bahasa yang mengatur meskipun penerjemahan ke dalam setiap
language.dalam hal terjemahan Indonesia Perjanjian ini diperlukan untuk tujuan
apapun,terjemahan Indonesia disediakan oleh dan disertifikasi sebagai akurat oleh
penerjemah tersumpah dipilih oleh Bank bersifat mengikat dan konklusif antara pihak
yang berkepentingan dan dalam melanjutkan sehubungan dengan Perjanjian ini,
kecuali dalam kasus kesesatan yang nyata.
Dari contoh Kontrak Otentik Perjanjian yang melibatkan pihak Asing tersebut
terlihat bahwa atas dasar kesepakatan bersama dituangkan dalam bentuk suatu
klausula bahasa dan perihal penggunaan bahasa dijelaskan bahwa Perjanjian tersebut
dilaksanakan dalam teks bahasa Inggris.Jadi sebenarnya perjanjian terkait apakah
perjanjian tersebut yang awalnya adalah perjanjian dalam bentuk bahasa Inggris atau
pun bahasa Indonesia tidak serta merta harus dibuat terjemahan dari bahasa awal dari
perjanjian yang disepakati bersama.Akan tetapi karena mengenai bahasa ada diatur
didalam Undang-Undang, salah satu contohnya Undang Undang Jabatan Notaris
maka dalam hal ini sudah sepantasnya mengikuti aturan hukum yang berlaku di
Indonesia terlebih lagi seperti yang dijelaskan sebelumnya didalam Undang Undang
Jabatan Notaris pasal 43 juga ada diatur mengenai kewajiban penggunaan bahasa
Indonesia,dengan kata lain jika menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa yang
dipilih tanpa menterjemahkan perjanjian tersebut kedalam bahasa Indonesia
sebenarnya tidak relevan dengan ayat 1 pasal 43 Undang Undang Jabatan Notaris
tersebut.
Universitas Sumatera Utara
75
C. Pasal 31 Ayat 1 dan 2 Undang Undang No 24 Tahun 2009 Mengatur
Mengenai Kewajiban Penggunaan Bahasa Indonesia Berpedoman Pada
Asas Asas Hukum Kontrak
Pada landasan suatu sistem kaidah hukum terdapat kaidah yang fundamental,
yakni asas-asas hukum. Menurut Paul Scholten, asas adalah pikiran-pikiran dasar,
yang terdapat di dalam dan di belakang sistem hukum masing-masing yang
dirumuskan
dalam
aturan-aturan
perundang-undangan
dan
putusan-putusan
hakim.100Menurut Maria Farida ,ketika suatu asas hukum atau asas pembentukan
peraturan perundang-undangan dijadikan sebagai suatu norma hukum,hal tersebut
akan berakibat adanya sanksi apabila asas asas tersebut tidak terpenuhi atau tidak
dilaksanakan.101Dalam pembentukan Undang undang no 24 tahun 2009 ,Pasal 5
undang undang no 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundangundangan berbunyi :
“Dalam membentuk Peraturan perundang undangan harus dilakukan
berdasarkan pada asas pembentukan peraturan perundang undangan yang baik,
yang meliputi:
a. kejelasan tujuan;
b. kelembagaan atau pejabat pembentuk yang tepat;
c. kesesuaian antara jenis ,hirarki ,dan materi muatan;
d. dapat dilaksanakan;
e. kedayagunaan dan kehasilgunaan;
f. kejelasan rumusan;dan
g. keterbukaan.
Selain asas-asas tersebut, dalam sebuah materi muatan perundang-undangan
harus pula tercermin asas-asas berikut yang terdapat dalam Pasal 6 ayat (1) Undang
Undang no 12 tahun 2011 yang berbunyi:
100
J.J.H.Bruggink,Refleksi Tentang hukum (alih bahasa : B Arief Shidarta), Bandung :Citra
Aditya Bakti 1999),hlm 119
101
Maria Farida Indrati S,2007,Ilmu Peundang-Undangan I, (Yogyakarta :Kanisius),hlm 265
Universitas Sumatera Utara
76
“Materi muatan Peraturan Perundang-undangan harus mencerminkan asas:
a. pengayoman;
b. kemanusiaan;
c. kebangsaan;
d. kekeluargaan;
e. kenusantaraan;
f. bhinneka tunggal ika;
g. keadilan;
h. kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan;
i. ketertiban dan kepastian hukum; dan/atau
j. keseimbangan, keserasian, dan keselarasan.”
Lebih lanjut, Pasal 6 ayat 2 Undang Undang no 12 tahun 2011 menegaskan:
“Selain mencerminkan asas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Peraturan
perundang undangan tertentu dapat berisi asas lain sesuai dengan bidang
hukum Peraturan Perundang undangan yang bersangkutan”
Menurut Penjelasan Pasal 6 ayat 2 Undang Undang no 12 tahun 2011, yang
dimaksud dengan “asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundangundangan yang bersangkutan”,
antara lain:
a.
dalam Hukum Pidana, misalnya, asas legalitas, asas tiada hukuman tanpa
kesalahan, asas pembinaan narapidana, dan asas praduga tak bersalah;
b.
dalam Hukum Perdata, misalnya, dalam hukum perjanjian, antara lain, asas
kesepakatan, kebebasan berkontrak, dan itikad baik.
Melihat isi pasal 6 ayat 1 dan 2 jelas disimpulkan dalam pembentukan suatu
peraturan perundang-undangan yang baik harus mengacu pada berbagai asas sesuai
dengan bidang hukum yang mengatur, selain itu juga menjadi pedoman dalam
merumuskan suatu ketentuan perdata. Jika mengkaji pasal 31 ayat 1 dan 2 Undang
undang bahasa tentang kewajiban penggunaan bahasa Indonesia dalam pembuatan
perjanjian, Dalam pasal 31 ayat 1 dan 2 Undang Undang bahasa tidak secara eksplisit
Universitas Sumatera Utara
77
mencerminkan Asas-Asas Pembentukan Undang-Undang, tetapi mengacu kepada
penjelasan Pasal 6 ayat 2 Undang-Undang No 12 Tahun 2011 disebutkan yang
dimaksud dengan “asas lain sesuai dengan bidang hukum Peraturan Perundangundangan yang bersangkutan”.
Undang-Undang yang bersangkutan dapat dihubungkan dengan undang
undang pasal 31 ayat 1 dan 2 berhubungan dengan pembuatan perjanjian dan masuk
dalam ranah perdata. Seperti diketahui bahwa pembuatan Perjanjian yang
berhubungan dengan kontrak pinjam meminjam mengacu kepada asas asas perjanjian
yakni asas kebebasan berkontrak, asas keseimbangan, asas obligatoir, asas
konsensualisme dan asas etikad baik dan antara asas pembentukan Undang Undang
dengan Undang Undang no 24 tahun 2009 tentang Bendera,Bahasa,dan Lambang
Negara,Serta Lagu Kebangsaan sama sama menginginkan suatu muatan materi
berlandaskan pada asas keadilan dan kepastian hukum hal ini dapat dilihat didalam
Pasal 2 yang berisi Pengaturan bendera,bahasa dan lambang negara serta lagu
kebangsaan sebagai simbol idenditas wujud eksistensi bangsa dan Negara kesatuan
Republik
Indonesia
dilaksanakan
berdasarkan
Asas
persatuan,
kedaulatan,
kehormatan, kebangsaan, kebhinekatunggalikaan, ketertiban, kepastian hukum,
keseimbangan, keserasian dan keselarasan.
Dihubungkan dengan Undang undang Dasar 1945 Pengaturan mengenai
bahasa dapat dilihat dari Undang undang dasar 1945 BAB XV Pasal 36 “Bahasa
Negara ialah Bahasa Indonesia” dan pasal 36C dikatakan :
Universitas Sumatera Utara
78
“Ketentuan lebih lanjut mengenai Bendera,Bahasa, dan Lambang Negara serta
Lagu Kebangsaan diatur dengan undang undang.”
Terhadap Pasal 31 ayat 1 dan ayat 2 Undang undang no 24 tahun
2009,dikaitkan dengan Kasus perkara perjanjian yang batal demi hukum tentu tidak
sesuai dengan ketentuan Pasal 28D ayat 1
Didalam Pasal 28D ayat 1 dikatakan bahwa Setiap orang berhak atas
pengakuan,jaminan,perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan
yang sama dihadapan hukum.
Sebelum lahirnya pasal 31 Undang Undang Bahasa ,Perjanjian/kontrak yang
menggunakan bahasa asing dibuat dengan memegang asas hukum kontrak yakni asas
kebebasan berkontrak,asas konsensualisme,asas mengikat sebagai undang undang
,asas etikad baik,asas hukum kontrak yang sifatnya mengatur,sepanjang perjanjian
dibuat dengan dasar asas tersebut maka perjanjian sah dimata hukum.Akan tetapi
setelah lahirnya Undang Undang Bahasa pasal 31 terlebih lagi dengan keluarnya
putusan hakim batal demi hukum yang mengacu pada pasal 31 maka jelas melanggar
pasal 28D ayat 1 yakni kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama
dihadapan hukum. Terlihat bahwa Pasal 31 ayat 1 mewajibkan penggunaan bahasa
Indonesia yang cenderung mengarah kepada “pemaksaan” dan sanksi akibat
pelanggaran itu adalah batal dem hukum,hal ini tentu tidak mencerminkan kepastian
hukum yang adil bagi salah pihak yang mengadakan perjanjian yang selama ini
berpegang teguh pada asas hukum kontrak.
Akan tetapi dengan tidak menghubungkan ke kasus perkara perjanjian batal
demi hukum tersebut ,Pasal 31 ayat 1 dan 2 sudah sesuai dengan Undang-Undang
Universitas Sumatera Utara
79
Dasar 1945 karena jelas pasal 31 ayat 1 dan 2 merupakan satu kesatuan yang terikat
dan saling melengkapi yang artinya perjanjian dibuat menggunakan bahasa Indonesia
dan perjanjian dibuat dengan menggunakan bahasa inggris. Terlebih lagi Menurut
Undang Undang no 11 tahun 2011 tentang pembentuk Undang-Undang materinya
dalam Undang-Undang yang dibuat harus mencerminkan Asas Pembentukan
Peraturan Perundang Undangan yang baik salah satunya adalah kepastian
hukum,kepastian hukum sejalan dengan apa yang dikehendaki oleh pasal 28D yakni
kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama dihadapan hukum. Dan
Undang Undang No. 24 tahun 2009 yang mengatur mengenai bendera,lagu
kebangsaan,lambang negara dan bahasa secara keseluruhan dalam Pasal 2 ada
menegaskan Pengaturan keseluruhan yang terdapat dalam Undang-Undang No 24
Tahun 2009 dilaksanakan berdasarkan salah satunya adalah Kepastian Hukum.
Universitas Sumatera Utara
Download