TEKNIK PEMBUATAN AKTA SATU OLEH: Dr. H. Salim hs.,s.h.,m.s Dosen program studi notariat pasca sarjana unram A. PENGERTIAN TEKNIK PEMBUATAN AKTA 1. ISTILAH: TEKNIK PEMBUATAN AKTA, YANG DALAM BAHASA INGGRIS, DISEBUT DEED OF MAKING TECHNIQUES, SEDANGKAN DALAM BAHASA BELANDA DISEBUT DENGAN AKTE VAN MAKING TECHNIEKEN . Ada tiga pengertian teknik, yang meliputi (1) pengetahuan dan kepandaian membuat sesuatu yang berkenan dengan hasil industri, (2) cara (kepandaian, dsb) membuat atau melakukan sesuatu yang berhubungan dengan seni, dan (3) metode atau sistem untuk mengerjakan sesuatu. Pembuatan merupakan proses, perbuatan atau cara membuat. Membuat diartikan: 1. menciptakan; 2. melakukan; 3. mengerjakan; atau 4. menggunakan sesuatu. Akta adalah: “Surat tanda bukti berisi pernyataan (keterangan, pengakuan, keputusan, dsb) resmi yang dibuat menurut peraturan yang berlaku, disaksikan dan disahkan oleh notaris atau pejabat pemerintah yang berwenang”. 1. 2. 3. 4. Ada tiga unsur yang tercantum dalam pengertian ini, yaitu: surat tanda bukti; isinya pernyataan resmi; dibuat menurut peraturan yang berlaku; disaksikan dan disahkan oleh notaris atau pejabat pemerintah yang berwenang. Surat tanda bukti merupakan tulisan yang menyatakan kebenaran suatu peristiwa atau perbuatan hukum. Isi akta berupa pernyataan resmi artinya bahwa apa yang tertulis dalam akta itu merupakan pernyataan yang sah dari pejabat atau para pihak. Dibuat menurut peraturan yang berlaku artinya bahwa akta yang dibuat di muka pejabat atau dibuat oleh para pihak selalu didasarkan kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku. 2. PENGERTIAN TEKNIK pembuatan akta merupakan: “Pengetahuan atau metode di dalam kerangka meningkatkan kemampuan mahasiswa untuk membuat atau menyusun struktur, anatomi, substansi DAN PENUTUP akta-akta pada umumnya”. B. Ruang Lingkup Kajian Teknik Pembuatan Akta Satu Ruang lingkup kajian mata kuliah teknik pembuatan akta satu ini, yaitu: 1. Konsep teoritis tentang akta; 2. landasan hukum tentang akta; 3. syarat-syarat dan teknik pembuatan akta; 4. struktur akta; 5. analisis yuridis terhadap akta relaas; 6. analisis yuridis terhadap akta party (akta yang dibuat oleh para pihak); 7. analisis yuridis terhadap revoi atau perubahan akta, baik berupa penambahan, pencoretan maupun penggantian 8. analisis yuridis teknik pembuatan grosse akta C. SUMBER-SUMBER HUKUM TEKNIK PEMBUATAN AKTA SATU 1. Buku IV KUH Perdata tentang Pembuktian dan Daluarsa Dalam Buku IV KUH Perdata ada 32 pasal yang mengatur tentang teknik pembuatan akta perjanjian, yaitu dari Pasal 1865 KUH Perdata sampai dengan Pasal 1894 KUH Perdata. Pasal-pasal itu merupakan pasal-pasal yang berkaitan dengan pembuktian dengan tulisan. 2. Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 sampai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1986 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Serta Bendabenda yang Berkaitan dengan Tanah Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1986 mengatur tentang pembuatan akta pemberian hak tanggungan. Sedangkan Pasal 11 sampai dengan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1986 mengatur tentang hal-hal yang wajib dicantumkan dalam akta pemberian hak tanggungan. 3. Pasal 5 sampai dengan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia Pasal 5 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatur tentang pembebanan jaminan fidusia. Pembebanan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris. Sedangkan dalam Pasal 6 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia mengatur tentang struktur akta jaminan fidusia. Akta Jaminan Fidusia sekurang-kurangnya memuat: 1. identitas pihak Pemberi dan Penerima Fidusia; 2. data perjanjian pokok yang dijamin fidusia; 3. uraian mengenai Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia; 4. nilai penjaminan; dan 5. nilai benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia. 4. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris Undang-undang ini terdiri atas 13 bab dan 92 pasal. Pasal-pasal yang berkaitan dengan teknik pembuatan akta adalah Pasal 38 UndangUndang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. Pasal ini berkaitan dengan struktur akta notaris. Setiap akta notaris terdiri dari: 1. awal akta atau kepala akta; 2. bentuk akta; dan 3. akhir akta. Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris telah disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris. C. Asas-asas Hukum Teknik Pembuatan Akta 1. Asas kebebasan berkontrak. Asas Kebebasan Berkontrak, Adalah Suatu Asas Yang Memberikan Kebebasan Kepada Para Pihak Untuk: (1) Membuat Atau Tidak Membuat Perjanjian; (2) Mengadakan Perjanjian Dengan Siapa Pun; (3) Menentukan Isi Perjanjian, Pelaksanaan, Dan Persyaratannya; Dan (4) Menentukan Bentuknya Perjanjian, Yaitu Tertulis Atau lisan. (pasal 1338 ayat (1) kuh perdata) 2. asas konsensualisme. Asas Konsensualisme Merupakan Asas Yang Menyatakan Bahwa Perjanjian Pada Umumnya Tidak Diadakan Secara Formal, Tetapi Cukup Dengan Adanya Kesepakatan Kedua Belah Pihak. Kesepakatan Merupakan Persesuaian Antara Kehendak Dan Pernyataan Yang Dibuat Oleh Kedua Belah Pihak (pasal 1320 ayat (1) kuh perdata 3. asas pacta sunt servanda (asas kepastian hukum) . Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum merupakan asas di mana hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak, sebagaimana layaknya sebuah undang-undang. Mereka tidak boleh melakukan intervensi terhadap substansi kontrak yang dibuat oleh para pihak. Asas pacta sunt servanda atau disebut juga dengan asas kepastian hukum dapat disimpulkan dalam Pasal 1338 ayat (1) KUH Perdata, yang berbunyi:“ Perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang". 4. asas itikad baik. Asas itikad baik dapat disimpulkan dari Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata. Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata berbunyi:” Perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”. Asas itikad merupakan asas di mana para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak. Asas itikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu: 1. itikad baik nisbi dan 2. Itikad baik mutlak. Pada itikad baik nisbi, orang memperhatikan sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada itikad baik yang mutlak, penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-norma yang objektif. 5. asas kepribadian. Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang yang akan melakukan dan atau membuat kontrak atau akta hanya untuk kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat di dalam Pasal 1315 dan Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata berbunyi:”Pada umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain untuk dirinya sendiri. Inti ketentuan ini bahwa seseorang yang mengadakan perjanjian hanya untuk kepentingan dirinya sendiri. Pasal 1340 KUH Perdata berbunyi:”Perjanjian hanya berlaku antara pihak yang membuatnya”. Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya, sebagaimana yang diintrodusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata, yang berbunyi: ”daPat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian orang lain, mengandung suatu syarat semacam itu”. Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, dengan suatu syarat yang ditentukan. Sedangkan di dalam Pasal 1318 KUH Perdata, tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.