halaman - 29 - Journal UBB - Universitas Bangka Belitung

advertisement
AKUATIK – Jurnal Sumberdaya Perairan
ISSN 1978 – 1652
Volume 9. Nomor
2. Tahun 2015
Akuatik
– Perbedaan
Lama Perendaman Bubu Kawat Terhadap Hasil Tangkapan Di Perairan Perlang kabupaten
Bangka Tengah
PERBEDAAN LAMA PERENDAMAN BUBU KAWAT TERHADAP HASIL TANGKAPAN DI PERAIRAN
PERLANG KABUPATEN BANGKA TENGAH
Oleh :
Mira Widana1), Dwi Rosalina2), Eva utami2)
1)
Mahasiswa Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan FPPB Universitas Bangka Belitung
[email protected]
2)
Staff Pengajar Manajemen Sumberdaya Perairan FPPB Universitas Bangka Belitung
Abstract
Perlang waters is an area that has the potential and resources of fisheries. Fishing gear used one basic trap gear. The
factors that influence the success in catching that soaking time traps. The purpose of this study is to determine the
effective soaking time to catch fish by using a wire pots and determine the number and types of fish caught on wire pots.
This research was conducted Aquatic Perlang. Carried out in April 2015 in Perlang waters. The method used in this
study is testing experimental fishing or fishing. Each treatment was carried out six times repetition (six units trap).
Kruskal Wallis test analysis showed that the 95% confidence interval on treatment two days, three days and four days
there is no difference or effect of soaking time the wire pots to catch. The highest catches in the trap with a three day
immersion is 56.17 kg or 318 tail and the lowest two day immersion traps is 31.08 kg or 201 tail of the total catch. The
catch is obtained in a research location demersal fish that normally live in the waters of the reef .
Keywords : Wire pots, Soaking Time and Demersal fish.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Desa Perlang merupakan desa yang terletak di
Kecamatan Lubuk Besar, Kabupaten Bangka Tengah
Kepulauan Bangka Belitung. Perairan Perlang adalah
perairan yang memiliki potensi dan sumberdaya
perikanan tangkap untuk memenuhi kebutuhan
ekonomi sehari-hari masyarakat dan perairan Perlang
masih alami, karena belum adanya aktivitas
penambangan timah atau pencemaran perairan.
Pemanfaatan sumberdaya perikanan yang ada di
perairan Perlang sampai saat ini masih didominasi oleh
usaha perikanan rakyat yang umumnya memiliki usaha
skala kecil. Alat tangkap yang masih sederhana, salah
satunya alat tangkap bubu dasar. Bubu dasar bersifat
pasif dengan menjebak ikan untuk masuk ke dalam
bubu dan mempersulit ikan untuk keluar. Jenis alat
tangkap bubu dasar yang digunakan nelayan Perlang
yaitu bubu kawat (BPS Kabupaten Bangka Tengah,
2013).
Penggunaan alat tangkap bubu kawat untuk
menangkap ikan sudah lama digunakan oleh nelayan
Perlang, tetapi permasalahannya sampai saat ini hasil
tangkapan ikan yang diperoleh belum optimal. Banyak
faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam
penangkapan dengan menggunakan bubu dasar seperti
lama perendaman, habitat, desain bubu dan umpan.
Faktor yang mempengaruhi keberhasilan dalam
penangkapan, salah satunya yaitu lama perendaman
bubu untuk hasil tangkapan. Penangkapan ikan karang
dengan lama perendaman menggunakan alat tangkap
bubu berpengaruh terhadap hasil tangkapan (Rumajar,
2001).
Volume 9. Nomor 2. Tahun 2015
Pengoperasian bubu kawat melalui proses
perendaman, demikian halnya dengan nelayan di
Perlang biasanya melakukan perendaman bubu. Untuk
mengetahui tingkat efektif hasil tangkapan berkaitan
dengan tingkat waktu lama perendaman. Oleh karena
itu perlu adanya upaya yang dapat dilakukan agar
pengoperasian penggunaan bubu di Perairan Perlang
lebih efektif, yaitu dilakukan analisis lama perendaman
bubu kawat dalam penangkapan ikan. Lama
perendaman dalam penangkapan ikan menggunakan
bubu kawat diharapkan dapat menghasilkan hasil
tangkapan yang maksimal.
Tujuan penelitian ini menentukan lama
perendaman yang efektif untuk menangkap ikan
dengan menggunakan bubu kawat dan mengetahui
jumlah dan jenis-jenis ikan yang tertangkap bubu
kawat dan manfaat penelitian diharapkan dapat
memberikan informasi bagi para nelayan khususnya
nelayan diperairan Perlang Bangka Tengah dalam
penggunaan alat tangkap bubu dengan lama
perendaman yang efektif untuk menangkap ikan dan
diharapkan dapat menjadi acuan atau pedoman bagi
penelitian selanjutnya.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan April
2015 di Perairan Perlang Kecamatan Lubuk Besar
Kabupaten Bangka Tengah Propinsi Kepulauan
Bangka Belitung.
HALAMAN - 29
Akuatik – Perbedaan Lama Perendaman Bubu Kawat Terhadap Hasil Tangkapan Di Perairan Perlang kabupaten
Bangka Tengah
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah
bubu dasar yang terbuat dari kawat sebagai alat untuk
menangkap ikan dan GPS (Global Positioning System)
sebagai alat bantu penentu posisi bubu pada saat
dioperasikan.
Metode Pengambilan Data
Metode penelitian yang digunakan adalah metode
experimental fishing (Zulkarnaen, 2007), yaitu
melakukan uji coba pengoperasian 18 unit bubu kawat
untuk menangkap ikan pada perbedaan lama
perendaman (perlakuan) yaitu : dua hari, tiga hari dan
empat hari. Jumlah bubu yang dioperasikan sebanyak
18 unit bubu diperoleh dari perhitungan dengan
menggunkan rumus rancangan percobaan. Data yang
diambil dari penelitian meliputi jumlah dan jenis ikan.
Ikan yang tertangkap diidentifikasi menurut Allen
(2000). Desain penelitian pada setiap perlakuan sebagai
berikut :
Pengoperasian bubu pada masing-masing
perlakuan (lama perendaman) adalah sebagai berikut:
1. Lama perendaman dua hari, menggunakan enam
unit bubu kawat dengan jarak setiap unit bubu ± 5
meter dan pemasangan bubu pada kedalaman
kisaran 8-12 meter.
2. Lama perendaman tiga hari, menggunakan enam
unit bubu kawat dengan jarak setiap unit bubu ± 5
meter dan pemasangan bubu pada kedalaman
kisaran 8-12 meter.
3. Lama perendaman empat hari, menggunakan enam
unit bubu kawat dengan jarak setiap unit bubu ± 5
meter dan pemasangan bubu pada kedalaman
kisaran 8-12 meter.
Pengambilan data pada penelitian ini sebanyak 4
kali. Setiap lokasi dilakukan empat kali pengoperasian
dengan menggunakan 6 bubu. Pengambilan data
dilakukan sebanyak empat kali dalam satu bulan dan
dalam satu minggu dilakukan satu kali pengambilan
data. Empat kali pengambilan data dalam hal ini
bertujuan untuk memenuhi periode bulan yang dalam
hal ini sangat berhubungan dengan kondisi perairan
seperti pasang surut air laut yang sangat berpengaruh
terhadap biota di dalamnya.
Pengoperasian bubu pada setiap lokasi dengan
perlakuan lama perendaman yaitu dua hari, tiga hari
dan empat hari dilakukan pada lokasi yang berbeda dan
dicatat menggunakan GPS (Global Positioning
System). Lokasi penempatan bubu sesuai dengan
kebiasaan nelayan setempat melakukan pengoperasian
bubu. Banyaknya bubu pada setiap perlakuan
dinyatakan sebagai banyaknya ulangan yaitu 6 ulangan
pada setiap perlakuan. Penempatan bubu pada setiap
perlakuan dilakukan dengan sistem tunggal dan
diupayakan cukup berjauhan untuk menghindari saling
interaksi antara bubu satu dengan bubu yang lainnya.
Ilustrasi posisi penempatan bubu pada perairan Perlang
dapat dilihat pada Gambar 1.
Volume 9. Nomor 2. Tahun 2015
Gambar 1. Ilustrasi Peletakan Bubu
Asumsi yang digunakan si peneliti adalah bahwa
perairan di lokasi penelitian relatif sama, hal ini dapat
diketahui secara visual, yaitu dengan melihat warna air
laut yang relatif sama (kebiru-biruan), perairan
berkarang, sumberdaya ikan menyebar merata di
seluruh lokasi penelitian dan dalam pengoperasian
kedudukan bubu di dasar perairan adalah normal
(Chandra, 2010).
Deskripsi Alat Tangkap Yang Digunakan
Alat tangkap yang digunakan untuk penelitian
adalah alat tangkap bubu dasar berbentuk segi lima
memanjang dengan panjang 110 cm, lebar 72 cm,
tinggi 30 cm, bukaan mulut 30 cm dan mesh size 0,75
inci. Bahan bubu terbuat dari kawat dengan kerangka
bubu terbuat dari rotan. Alat tangkap ini dilengkapi
dengan pemberat dan tali pelampung yang berfungsi
sebagai tali penarik saat pengambilan sampel serta
pelampung yang terbuat dari bahan plastik dapat dilihat
pada Gambar 2.
Gambar 2. Alat Tangkap Bubu Kawat
Pengukuran Parameter Lingkungan
Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan
dilakukan pada bagian permukaan perairan dengan
pengambilan pada setiap lokasi yang telah ditetapkan.
Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali di lokasi yang
sama. Adapun parameter yang diukur adalah suhu,
kecerahan, salinitas, kecepatan arus, potensial hidrogen
(pH) dan kedalaman.
1. Suhu
Suhu perairan diukur menggunakan termometer
batang. Termometer dimasukkan ke dalam air selama
kurang lebih 2 menit, kemudian dilakukan pembacaan
nilai suhu pada saat termometer masih di dalam air
agar nilai suhu yang terukur tidak dipengaruhi oleh
suhu udara (Hutagalung et al., 1997).
2. Kecerahan
Kecerahan diukur menggunakan secchi disk.
Secchi disk ini dicelupkan perlahan-lahan ke dalam air
HALAMAN - 30
Akuatik – Perbedaan Lama Perendaman Bubu Kawat Terhadap Hasil Tangkapan Di Perairan Perlang kabupaten
Bangka Tengah
kemudian diamati saat secchi disk tidak terlihat warna
hitam dan putih dan diukur ke dalamannya.
Menghitung kecerahan dengan rumus:
5. Potensial Hidrogen (pH)
Potensial Hidrogen (pH) diukur dengan
menggunakan pH paper, caranya dengan mencelupkan
kertas lakmus pH ke dalam perairan dan
mencocokkannya dengan nilai pH yang tertera pada
skala kertas pH (Hutagalung et al., 1997).
6. Kedalaman
Kedalaman perairan diukur dengan menggunakan
roll meter. Pada ujung taliroll meter dipasang pemberat
agar tegak lurus di perairan. Roll meter dimasukkan ke
dalam perairan secara tegak lurus sampai ke dasar
perairan, kemudian dilihat angka pada roll meter yang
menunjukkan tinggi permukaan air (Hutagalung et al.,
1997).
Analisis Data
Lama Perendaman Yang Efektif
Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
yakni uji Kruskal Wallis yaitu menguji tingkat
perbedaan nyata atau tidak nyata pengaruh lama
perendaman bubu kawat terhadap hasil tangkapan.
Untuk memenuhi persyaratan analisis dalam
menarik kesimpulan, maka dirumuskan uji hipotesis
sebagai berikut:
1 H0 : Lama perendaman bubu kawat mempunyai
pengaruh nyata terhadap hasil tangkapan.
2 H1 : Lama perendaman bubu kawat tidak
mempunyai pengaruh nyata terhadap hasil
tangkapan.
Rumus statistik uji Kruskal Wallis adalah (Supranto,
2009):
Volume 9. Nomor 2. Tahun 2015
Di
mana:
(
N
=
Banyaknya data dari seluruh perlakuan
k
= Banyaknya perlakuan
Ri
= Jumlah dari peringkat perlakuan ke-i
ni
= Banyaknya data dari perlakuan ke- i
Pengambilan keputusan adalah :
1) Tolak Ho, terima
jika H ≥
, berarti ada
perbedaan atau pengaruh lama perendaman bubu
kawat terhadap hasil tangkapan.
2) Terima Ho, tolak , jika H ≤
, berarti tidak
ada perbedaan atau tidak ada pengaruh lama
perendaman bubu kawat terhadap hasil
tangkapan.
Analisis Deskriptif
Analisis
deskriptif
digunakan
untuk
menggambarkan dan memberikan uraian mengenai
jumlah dan jenis-jenis ikan dari hasil tangkapan bubu
kawat yang didapatkan dari hasil penelitian disajikan
dalam bentuk tabel dan grafik.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Perendaman
Bubu yang Efektif
V=
Terhadap Hasil
Tangkapan
Hasil penelitian perbedaan lama perendaman
bubu kawat terhadap hasil tangkapan dengan
menggunakan analisis uji Kruskal Wallis bahwa
perendaman bubu dengan perlakuan dua hari, tiga hari
dan empat hari diperoleh nilai KW berdasarkan bobot
(kg) sebesar 12,102 lebih besar dari nilai
(N-1) yaitu
5,991 yang didapat dari tabel Chi-kuadrat. Hal ini
menunjukkan bahwa pada selang kepercayaan 95%
lama perendaman bubu berpengaruh nyata terhadap
hasil tangkapan berdasarkan bobot (kg).
Berdasarkan analisis uji Kruskal Wallis dengan
perlakuan lama perendaman dua hari, tiga hari dan
empat hari menunjukkan hasil tangkapan yang tertinggi
pada perendaman bubu tiga hari yaitu 56,17 kg
(Gambar 3) yang setara dengan jumlah individu
sebanyak 318 individu (Gambar 4) lebih tinggi hasil
tangkapan daripada lama perendaman bubu dua hari
dan empat hari.
Hasil Tangkapan (kg)
56,17
54,31
60
50
31,08
40
30
20
10
0
2
3
4
Berat (kg)
Keterangan :
D1 = Kedalaman secchi disk hilang
D2 = Kedalaman saat secchi disk tampak lagi.
3. Salinitas
Salinitas
diukur
dengan
menggunakan
refraktometer, yaitu sampel air laut diteteskan pada alat
tersebut, kemudian dilakukan pembacaan skala yang
terdapat pada alat teropong yang dilengkapi kaca
pembesar di dalamnya. Sebelum air laut diteteskan
pada refraktometer, alat ini dikalibrasi dulu dengan
aquades (Hutagalung et al., 1997).
4. Kecepatan Arus
Kecepatan arus perairan diukur dengan
menggunakan layang-layang arus yang diikat dengan
tali sepanjang beberapa meter (s). Metode pengukuran
kecepatan arus dengan cara menghanyutkan layanglayang arus tersebut di permukaan perairan hingga tali
tertarik lurus (menegang), dan diukur waktu (t) dari
awal penghanyutan hingga tali yang terikat lurus
(Hutagalung et al., 1997).
Setelah didapat nilai waktu (t), kecepatan arus (V)
dihitung dengan persamaan sebagai berikut :
∑
Lama Perendaman (hari)
Gambar 3. Berat Total ikan
HALAMAN - 31
Akuatik – Perbedaan Lama Perendaman Bubu Kawat Terhadap Hasil Tangkapan Di Perairan Perlang kabupaten
Bangka Tengah
Individu (ekor)
Hasil Tangkapan (ekor)
400
300
318
307
3
4
201
200
100
0
2
Lama Perendaman (hari)
Gambar 4. Jumlah individu Ikan
2. Komposisi Hasil Tangkapan Bubu Kawat
Hasil tangkapan bubu kawat selama penelitian
berjumlah 21 (dua puluh satu) spesies ikan yaitu
Kerapu Sunu (Plectropomus maculatus), Kerapu
Macan (Ephinephelus fuscoguttatus), Kerapu Hitam
(Ephinephelus timorensis), Seminyak (Diagramma
pictum), Garis Singgang (Lutjanus carponotatus),
Kurisi Pasir (Scolopsis taeniopterus), Kakap Mata
Kucing (Psammoperca waigiensis), Baronang (Siganus
canaliculatus), Ikan pasir (Gymnocranius sp), Ekor
Kuning (Caeseo teres), Tanda-Tanda (Lutjanus
russeli), Biji Nangka (Upeneus sundaicus), Ketarap
(Caerodon
schoenleini),
Kuwe
(Carangoides
fulvoguttatus), Seriding (Sargocentrum rubrum), Kurisi
Merah (Nemipterus furcosus), Ketambak (Lethrinus
lentjan), Anjang-Anjang (Pentapodus setosus), Jebung
(Abalister stellatus), Kunyit (Lutjanus madras) dan
Komposisi hasil tangkapan bubu kawat pada
perlakuan lama perendaman selama penelitian
diperoleh bobot (kg) paling tinggi ialah Ikan Seminyak
(Diagramma pictum) sebesar 28,37 kg dan yang
terendah Ikan Chelmon rostratus ialah 0,26 kg dari
total keseluruhan hasil tangkapan (Gambar 5).
Berat Total Hasil Tangkapan(kg)
Chelmon
rostratus
0,26
Diagramm
a pictum
28,37
Plectropomus maculatus
Epinephelus fuscoguttatus
Epinephelus timorensis
Diagramma pictum
Psammoperca waigiensis
Choerodon schoenleini
Sargocentrum rubrum
Nemipterus furcosus
Lethrinus lentjan
Upeneus sundaicus
Caeseo teres
Gymnocranius sp
Carangoides fulvogutattus
Pentapodus setosus
Lutjanus russelli
Siganus canaliculatus
Lutjanus carponotatus
Lutjanus madras
Scolopsis vosmeri
Abalister stellatus
Chelmon rostratus
Gambar 5. Komposisi Total Hasil Tangkapan Bubu Kawat (kg)
Volume 9. Nomor 2. Tahun 2015
Kepe-Kepe (Chelmon rostratus). Hasil tangkapan
dalam penelitian ini merupakan spesies yang biasa di
tangkap menggunakan bubu dasar.
Komposisi total hasil tangkapan selama penelitian
sebanyak 826 individu dengan berat 141,56 kg dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi
Hasil
Tangkapan
Lama
Perendaman Bubu Kawat
No
Hasil Tangkapan (spesies)
Berat (kg)
Individu
(ekor)
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
Plectropomus maculatus
Epinephelus fuscoguttatus
Epinephelus timorensis
Diagramma pictum
Psammoperca waigiensis
Choerodon schoenleini
Sargocentrum rubrum
Nemipterus furcosus
Lethrinus lentjan
Upeneus sundaicus
Caeseo teres
Gymnocranius sp
Carangoides fulvogutattus
Pentapodus setosus
Lutjanus russelli
Siganus canaliculatus
Lutjanus carponotatus
Lutjanus madras
Scolopsis vosmeri
Abalister stellatus
5,92
9,25
1,68
28,37
9,21
5,09
1,9
5,75
5,04
1,31
10,44
6,59
5,21
5,9
7,63
18,14
3,32
5,04
4,27
1,24
11
11
5
94
52
27
14
45
30
8
81
43
12
42
47
183
24
58
34
2
21
Chelmon rostratus
0,26
3
141,56
826
Total Hasil Tangkapan
Pada Tabel 1 menunjukkan hasil tangkapan dari
perlakuan perendaman dua hari, tiga hari dan empat
hari. Jenis ikan yang paling banyak terdapat pada
perendaman tiga hari dan empat hari yaitu 21 jenis
ikan. Hal ini disebabkan pada saat penelitian dilakukan
pada kedalaman yang berbeda yaitu kisaran 8-12 m,
sehingga
semakin
dalam
suatu
perairan
keanekaragaman ikan lebih tinggi dan semakin lama
perendaman bubu ikan yang masuk ke dalam bubu juga
akan bertambah banyak. Berdasarkan jumlah individu,
ikan yang diperoleh pada perendaman tiga hari yang
paling banyak, karena ikan jenis Siganus canaliculatus
lebih suka bergerombol, sehingga lebih banyak
terperangkap ke dalam bubu. Berdasarkan bobot,
paling banyak pada perendaman tiga hari. Hal ini
disebabkan ikan jenis Diagramma pictum memiliki
bobot tubuh yang besar dan merupakan ikan yang
hidup sendiri-sendiri (soliter), habitat pada dasar
berlumpur
dekat
dengan
terumbu
karang
(Burhanuddin, 2012).
3. Parameter Fisika dan Kimia Perairan
Kondisi parameter lingkungan perairan Perlang
mempunyai karakteristik yang tidak berbeda jauh
antara perendaman bubu dua hari, tiga hari dan empat
hari. Hasil pengukuran parameter fisika dan kimia
perairan pada saat penelitian diketahui nilai salinitas
perairan pada setiap perlakuan berkisar antara 30,33-
HALAMAN - 32
Akuatik – Perbedaan Lama Perendaman Bubu Kawat Terhadap Hasil Tangkapan Di Perairan Perlang kabupaten
Bangka Tengah
33,33%, nilai pH berkisar antara 7-8, nilai kecerahan
berkisar antara 5,8-8,4 m, nilai suhu berkisar antara 2930°C, nilai kedalaman berkisar 8-12 m dan nilai
kecepatan arus berkisar antara 0,37-0,57 m/s. Kondisi
lingkungan perairan perlang dapat dilihat pada Tabel
2.
Tabel 2. Rata-Rata Parameter Fisika dan Kimia
Perairan
Parameter Satuan
Salinitas
‰
pH
Perendaman
Perlakuan
Baku
Perendaman Perendaman
2 Hari
3 Hari
4 Hari
Mutu
Air
Laut *
30,33-33,33
30,66-33
30,66-32
32-34
7-7,5
7,5-8
7,5-8
7-8,5
Kecerahan
m
5,8-6,8
7-8,4
6,8-8,2
>5
Suhu
C
29-29,66
29,33-30
29-30
28-30
08-12
08-12
-
0,51-0,57
0,37-0,44
-
Kedalaman
m
08-12
Kecepatan
Arus
m/s
0,42-0,55
KEPMEN LH No. 51. 2004
Pembahasan
1. Perendaman Bubu yang Efektif Terhadap Hasil
Tangkapan
Hasil analisis uji Kruskal Wallis bahwa perendaman
bubu dengan perlakuan dua hari, tiga hari dan empat
hari diperoleh nilai KW berdasarkan bobot (kg) ialah
12,102 lebih besar dari nilai
(N-1) yaitu 5,991 yang
didapat dari tabel Chi-kuadrat. Hal ini menunjukkan
bahwa tolak Ho, terima
jika H ≥
, berarti ada
perbedaan atau pengaruh lama perendaman bubu kawat
terhadap hasil tangkapan. Lama perendaman bubu tiga
hari berbeda nyata dengan lama perendaman bubu dua
hari dan empat hari. Hal ini disebabkan karena lama
perendaman bubu tiga hari yang lebih tinggi hasil
tangkapanya dan berbeda sangat nyata dengan lama
perendaman lainnya, maka lama perendaman tiga hari
merupakan pilihan yang tepat untuk menangkap ikan.
Perendaman bubu dua hari lebih sedikit hasil
tangkapannya daripada perendaman bubu tiga hari dan
empat hari. Hal ini diduga karena pada pengoperasian
bubu selama penelitian tanpa menggunakan umpan,
sehingga memerlukan waktu yang lebih lama bagi ikan
untuk berkumpul dalam bubu. Menurut pendapat
Zulkarnaen (2007), ikan masuk ke dalam bubu dimulai
pada perendaman bubu dua hari dan semakin
meningkat pada perendaman empat hari. Lama
perendaman bubu tiga hari yang paling banyak hasil
tangkapan ikan. Hal ini disebabkan, ikan baru masuk
ke dalam bubu pada perendaman tiga hari dan diduga
ikan besar tertarik pada ikan kecil yang terlebih dahulu
masuk ke dalam bubu dan Selain itu ikan yang masuk
ke dalam bubu diduga ikan menjadikan bubu
sebagai tempat berlindung dan beristirahat sewaktu
melakukan migrasi serta karena sifat thigmotaksis
dari ikan itu sendiri. diperkuat pendapat Rumajar
(2001), kondisi yang menyebabkan ikan masuk ke
Volume 9. Nomor 2. Tahun 2015
dalam bubu adalah karena ikan menganggap bubu
sebagai tempat berlindung. Lama perendaman bubu
empat hari hasil tangkapannya tidak berbeda jauh
dengan lama perendaman bubu tiga hari. Hal ini diduga
ikan yang masuk ke dalam bubu berhasil meloloskan
diri dan adanya serangan atau pemangsa. Semakin lama
waktu perendaman berpeluang terjadinya pemangsa
dalam bubu atau pun ikan yang tertangkap dapat
meloloskan diri dengan semakin lamanya waktu
perendaman bubu (Rumajar, 2001).
Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian
yang dilakukan oleh Zulkarnaen (2007) yang
menunjukkan bahwa hasil tangkapan terbanyak
untuk menangkap ikan tambangan dengan jenis bubu
bambu dan bubu jaring efektif direndam selama
empat hari. Hal ini diduga karena tingkah laku ikan
yang menganggap bubu sebagai tempat untuk
berlindung, sehingga ikan terperangkap ke dalam bubu
dan ruaya ikan pada saat penelitian bergerak
mengikuti kondisi siang dan malam dan pergerakan
mengikuti pasang dan surut. Pola pergerakan ikan
karang yang mengikuti kondisi siang dan malam sesuai
dengan sifat ikan karang yang bersifat diurnal atau aktif
pada siang hari dan bersifat nokturnal atau aktif pada
malam hari (Iskandar et al., 1997 dalam Noprianto,
2012).
2. Komposisi Hasil Tangkapan
Hasil penelitian selama satu bulan berjumlah 826
ekor dengan berat total 141,56 kg. Lama perendaman
bubu dua hari yaitu 31,08 kg (201 ekor), lama
perendaman bubu tiga hari yaitu 56,17 kg (318 ekor)
dan lama perendaman bubu empat hari yaitu 54,31 kg
(307 ekor) dari total keseluruhan hasil tangkapan.
Berdasarkan keseluruhan hasil tangkapan selama
penelitian lama perendaman bubu tiga hari lebih efektif
untuk melakukan penangkapan ikan menggunakan
bubu kawat. Hal tersebut dapat memberikan masukkan
kepada nelayan Perlang, bahwa penangkapan ikan
dengan lama perendaman bubu tiga hari menghasilkan
tangkapan yang lebih efektif. Berbeda dengan pendapat
Candra (2010), menyatakan lama perendaman empat
hari menggunakan bubu kawat merupakan pilihan yang
tepat untuk menangkap ikan Kerapu Sunu. Hal ini
diduga bahwa perairan tersebut didominasi oleh ikan
Kerapu Sunu dan merupakan ikan predator yang aktif
mencari makan pada malam hari, sehingga terjadi
pemangsa di dalam bubu oleh ikan Kerapu Sunu
terhadap jenis ikan yang lainnya.
Ikan hasil tangkapan bubu kawat pada saat
hauling masih dalam kondisi hidup, sehingga seleksi
terhadap hasil tangkapan yang menjadi tujuan
penangkapan dapat dilakukan dengan melakukan
pelepasan kembali ikan-ikan yang belum layak
tangkap, demikian halnya dengan nelayan Perlang
melakukan pelepasan kembali ikan yang belum layak
ditangkap agar stok ikan yang ada di perairan tidak
berkurang dan diharapkan penggunaan bubu adalah
salah satu alat tangkap yang berwawasan lingkungan.
Total hasil tangkapan selama penelitian yang
didapat jenis ikan paling dominan ialah Ikan Seminyak
(Diagramma pictum) dan Ikan Baronang (Siganus
HALAMAN - 33
Akuatik – Perbedaan Lama Perendaman Bubu Kawat Terhadap Hasil Tangkapan Di Perairan Perlang kabupaten
Bangka Tengah
canaliculatus). Hal ini disebabkan Ikan Seminyak
(Diagramma pictum) memiliki bobot tubuh yang besar
dan merupakan ikan yang hidup sendiri-sendiri
(soliter), habitat pada dasar berlumpur dekat dengan
terumbu karang dan makanan utama adalah avertebrata
bentik dan ikan kecil. Ikan ini diduga tertarik masuk ke
dalam bubu karena adanya ikan-ikan mangsa yang
berada di dalam bubu. Selain itu ikan Seminyak diduga
tertarik masuk ke bubu karena sifat tigmotaksis ikan
yang selalu ingin bersembunyi di karang dan
menunggu mangsanya lewat. Ikan ini terggolong ikan
yang aktif mencari makan pada malam hari, sedangkan
siang hari bersembunyi di bawah terumbu karang dan
termasuk jenis ikan demersal. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari nelayan setempat bahwa, ikan-ikan
karnivora seperti Ikan Seminyak, Baronang, Ekor
Kuning, Ketambak, Kerapu, Kurisi merupakan ikan
yang selalu tertangkap pada alat tangkap bubu nelayan
dan merupakan ikan konsumsi, meskipun alat tangkap
bubu tersebut tidak menggunakan umpan. Spesies ikan
karang yang beranekaragam merupakan komoditas
perikanan yang memiliki nilai ekonomis penting dan
dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi (food fish) dan
ikan hias (ornamental fishing). Jenis-jenis ikan target
penangkapan yang terdapat di terumbu karang adalah
ikan yang termasuk ke dalam famili Serranidae,
Lutjanidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mullidae,
Siganidae, Haemullidae, Labridae, Nemipteridae,
Priacanthidae,
Carangidae,
dan
Sphraenidae
(Iskandar, 2010).
Ikan Baronang (Siganus canaliculatus) memiliki
sifat suka bergerombol aktif pada siang hari (diurnal),
sehingga lebih banyak terperangkap ke dalam bubu.
Ikan Baronang selalu bergerombol di daerah pantai
pada saat pasang, baik pada saat berenang maupun
mencari makan. Sebaliknya pada saat surut rendah,
Ikan Baronang berenang ke wilayah terumbu karang
(Kordi, 2009 dalam Latuconsina et al., 2011). Ikan ini
merupakan salah satu jenis ikan yang banyak
ditemukan di sekitar ekosistem padang lamun dan
terumbu karang, karena Ikan Baronang terggolong
herbivora dengan makanan utamanya berupa lamun,
alga atau lumut (Yuspriadipura et al., 2014). Menurut
Kordi (2009) dalam Latuconsina (2011), salah satu
ikan ekonomis penting yang diketahui berasosiasi
dengan padang lamun adalah Ikan Baronang (Siganus
canaliculatus) yang memanfaatkan ekosistem padang
lamun sebagai daerah asuhan, pembesaran dan tempat
mencari makan. Hal tersebut dapat diketahui dengan
melihat hasil tangkapan Ikan Baronang bahwa di
perairan Perlang kondisi terumbu karang dan lamun
masih baik.
Hasil tangkapan terendah pada saat penelitian
ialah Ikan Kepe-Kepe (Chelmon rostratus). Hal ini
diduga pada saat peletakkan bubu di perairan tidak di
atas permukaan terumbu karang, sehingga Ikan KepeKepe sedikit tertangkap oleh bubu dan juga Ikan KepeKepe hidup berasosiasi secara langsung dengan
terumbu karang yang merupakan penghuni terumbu
karang sejati. Ikan Kepe-Kepe aktif di siang hari
(diurnal) dan pada malam hari mencari tempat
Volume 9. Nomor 2. Tahun 2015
perlindungan yang dekat dengan permukaan terumbu
karang (Wenas, 2004 dalam Ari et al., 2013). Ikan
Kepe-Kepe hidup di perairan dangkal dengan
kedalaman kurang dari 18 m. Suhu pada saat penelitian
kisaran antara 29-30°C, kisaran ini merupakan suhu
yang baik bagi pertumbuhan karang. Suhu yang baik
untuk pertumbuhan terumbu karang adalah berkisar
antara 25-30°C (Supriharyono, 2000 dalam Suryanti et
al., 2011). Ikan Kepe-Kepe bisa hidup soliter,
berpasangan maupun berkelompok. Ikan ini memiliki
mulut yang berukuran kecil dan agak memanjang yang
membantu dalam mengambil makanannya. Ikan KepeKepe memakan polip karang, alga, cacing, plankton
dan invertebrata lainnya (Kuiter, 1992 dalam Ari et al.,
2013).
Hasil tangkapan pada perendaman bubu dua hari,
tiga hari dan empat yang dominan di perairan Perlang
ialah Ikan Seminyak (Diagramma pictum) dan Ikan
Baronang (Siganus canaliculatus) dengan melihat pada
setiap lokasi perendaman bubu kawat memiliki
penyebaran ikan yang merata di perairan Perlang dan
juga dengan kondisi perairan yang mendukung seperti
ekosistem terumbu karang yang masih bagus dan
perairan belum tercemar, sehingga keberadaan ikan
yang ada di perairan Perlang menyebar secara merata.
3. Pengukuran Parameter Lingkungan
Lama perendaman bubu kawat memberikan hasil
tangkapan yang berpengaruh nyata. Namun, selain
lama perendaman bubu faktor kondisi parameter
lingkungan merupakan hal yang sangat menentukan
dalam kehidupan ikan dan keberhasilan dalam
penangkapan. Pengaruh suhu erat kaitannya dengan
usaha penangkapan ikan. Hal ini disebabkan jika
temperatur area penangkapan lebih tinggi dari
temperatur rata-ratanya dan melebihi temperatur
optimum maka kemungkinan besar penangkapan tidak
akan berhasil. Kisaran suhu pada saat penelitian
berkisar antara 29-30°C, keadaan ini menunjukkan
tidak terjadinya fluktuasi suhu yang mencolok pada
saat dilakukan penelitian. Pada suhu 28-30°C
mendukung pertumbuhan dan keberadaan terumbu
karang sebagai habitat utama bagi ikan karang (Anwar
et al., 1984 dalam Liliana, 2009). Pada hasil penelitian
ikan Baronang dan ikan seminyak yang mendominasi
hasil tangkapan. Kisaran suhu optimal bagi kehidupan
ikan Baronang adalah antara 25-34°C (Lam, 1974
dalam Latuconsina, 2011). Suhu memiliki fungsi yang
sangat erat di dalam lingkungan laut. Secara tidak
langsung, suhu mempengaruhi laju fotosintesis
tumbuh-tumbuhan dan fisiologi hewan, khususnya
metabolisme dan reproduksi. Semakin tinggi suhu,
maka metabolisme akan meningkat dan salinitas akan
semakin
menurun.
Perubahan
suhu
akan
mengakibatkan terjadinya sirkulasi massa air sehingga
akan mempengaruhi penyebaran biota laut (Bakhtiar et
al., 2014).
Kisaran salinitas pada saat penelitian antara
30,33-34‰. Salinitas di perairan Perlang masih sesuai
dengan salinitas yang dijumpai di perairan Indonesia
umumnya perairan tropis. Berdasarkan Keputusan
Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup
HALAMAN - 34
Akuatik – Perbedaan Lama Perendaman Bubu Kawat Terhadap Hasil Tangkapan Di Perairan Perlang kabupaten
Bangka Tengah
No. Kep-51/MENKLH/2004 salinitas 33-34‰ untuk
perairan karang, dimana parameter ini masih normal
untuk kehidupan biota laut. Ikan Baronang dapat
mentoleransi perubahan salinitas sampai 5‰. Salinitas
di Perairan Indonesia umumnya berkisar antara 30,035,0 ‰. Daerah pesisir salinitas berkisar antara 32-34
‰, sedang untuk laut terbuka antara 33-37 ‰ dengan
rata-rata 35 ‰ (Romimohtarto dan Thayib dalam
Edward dan Marasabessy, 2003).
Kecepatan arus sangat berpengaruh dalam
pengoperasian alat tangkap bubu, karena dari hasil
penelitian yang didapat, bahwa hasil tangkapan yang
terbanyak pada saat arus cepat yaitu 0,51-0,57 m/dtk.
Hal tersebut disebabkan pergerakkan ikan yang
memanfaatkan arus, sehingga ikan terperangkap ke
dalam bubu. Arus merupakan faktor yang sangat
penting terutama
bagi
alat
tangkap yang
pengoperasiannya memanfaatkan arus, seperti alat
tangkap bubu. Kecepatan arus dapat dibedakan dalam 4
kategori yakni kecepatan arus mulai dari 0-0,25 m/s
yang disebut arus lambat, kecepatan arus 0,25-0,50 m/s
yang disebut arus sedang, kecepatan arus 50-1 m/s
yang disebut arus cepat dan kecepatan arus diatas 1 m/s
yang disebut arus sangat cepat (Ihsan, 2009 dalam Ersti
et al., 2012).
Kisaran nilai pH (Potensial hidrogen) yang
terukur pada lokasi pengamatan berkisar antara 7-8.
Hal tersebut masih mendukung untuk kehidupan biota
di perairan Perlang. Berdasarkan Keputusan Menteri
Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup No.
Kep-51/MENKLH/2004 untuk pH yaitu 7-8,5 maka
nilai pH ini masih memenuhi baku mutu air laut yang
diperbolehkan untuk biota laut.
Kecerahan pada saat penelitian kisaran antara 5,88,4 m. Nilai kecerahan di perairan Perlang memiliki
nilai kecerahan yang cukup baik untuk kehidupan biota
laut, hal ini terjadi karena perairan Perlang masih
tergolong alami dan belum tercemar. Berdasarkan
Keputusan Menteri Negara Kependudukan dan
Lingkungan Hidup No. Kep-51/MENKLH/2004 nilai
kecerahan untuk daerah terumbu karang yaitu >5 m.
Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh keadaan
cuaca, waktu pengukuran, kekeruhan dan padatan
tersuspensi (Effendi, 2003). Kedalaman pengoperasi
alat tangkap bubu kawat kisaran antara 8-12 m.
Terbatasnya
kedalaman
daerah
pengoperasian
penangkapan, disebabkan perairan Perlang merupakan
perairan dangkal dan kebiasaan nelayan setempat
melakukan pengoperasian bubu pada kedalaman < 15
m.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian lama perendaman bubu kawat
terhadap hasil tangkapan di perairan Perlang, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Lama perendaman bubu tiga hari yang lebih
tinggi hasil tangkapanya dan berbeda sangat nyata
dengan lama perendaman lainnya, maka lama
perendaman tiga hari merupakan pilihan yang
tepat untuk menangkap ikan.
Volume 9. Nomor 2. Tahun 2015
2.
Hasil tangkapan bubu kawat selama penelitian
berjumlah 21 (dua puluh satu) spesies ikan yaitu
Kerapu Sunu (Plectropomus maculatus), Kerapu
Macan (Ephinephelus fuscoguttatus), Kerapu
Hitam (Ephinephelus timorensis), Seminyak
(Diagramma pictum), Garis Singgang (Lutjanus
carponotatus),
Kurisi
Pasir
(Scolopsis
taeniopterus),
Kakap
Mata
Kucing
(Psammoperca
waigiensis),
Ikan
Pasir
(Gymnocranius
sp),
Baronang
(Siganus
canaliculatus), Ekor Kuning (Caeseo teres),
Tanda-Tanda (Lutjanus russeli), Biji Nangka
(Upeneus sundaicus), Ketarap (Caerodon
schoenleini), Kuwe (Carangoides fulvoguttatus),
Seriding (Sargocentrum rubrum), Kurisis Merah
(Nemipterus furcosus), Ketambak (Lethrinus
lentjan), Anjang-Anjang (Pentapodus setosus),
Jebung (Abalister stellatus), Kunyit (Lutjanus
madras) dan Kepe-Kepe (Chelmon rostratus).
Hasil tangkapan dalam penelitian ini merupakan
spesies yang biasa di tangkap menggunakan bubu
dasar.
Saran
Perlu adanya penelitian tentang penggunaan alat
tangkap bubu kawat di perairan Perlang dan perlu
adanya penelitian lain tentang teknis penangkapan
menggunakan bubu, terutama jenis bubu dan bentuk
bukaan mulut bubu, agar ikan mudah terperangkap ke
dalam bubu.
Daftar Pustaka
Allen, G. 2000. Marine Fishes Of South-Easrt Asia.
Periplus Edition (Hk) Ltd. Singapore. 292 hlm.
Ari, B. Ruddy Dj. Moningkey1. Alex D. dan Adnan S.
2013. Ikan Karang Famili Chaetodontidae Di
Terumbu Karang
Pulau Para Kecamatan
Tatoareng Kabupaten Kepulauan Sangihe.
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Universitas Sam Ratulangi. Jurnal Ilmiah
Platax 1:(4). Hal 210-215.
Burhanuddin, AI dan Iwatsuki, Y. 2012. The Grunts
(Family Haemulidae) Of The Spermonde
Archipelago, South Sulawesi. 1Laboratory of
Marine Biology, Faculty of Marine Science and
Fisheries, Hasanuddin. Jurnal Ilmu dan
Teknologi Kelautan Tropis. Hlm. 229-238.
Bakhtiar, D. Zamdial, T. dan Mukti, 2014. Struktur
Komunitas Ekosistem Terumbu Karang Di
Pantai Barat Pulau Enggano. Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu.
Badan Pusat Statistik. 2013. Profil Desa Perlang
Kecamatan Lubuk Besar Kabupaten Bangka
Tengah.
Candra, E. 2010. Analisis Lama Perendaman Bubu
Kawat Terhadap Hasil Tangkapan Ikan Kerapu
HALAMAN - 35
Akuatik – Perbedaan Lama Perendaman Bubu Kawat Terhadap Hasil Tangkapan Di Perairan Perlang kabupaten
Bangka Tengah
Sunu (Pleactropomus sp) Di Perairan Lepar
Pongok Kabupaten Bangka Selatan [Skripsi].
Fakultas Pertanian Perikanan dan Biologi.
Universitas Bangka Belitung.
Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi
Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Penerbit Kanisius. Jogyakarta.
Ersti, Y.S. dan Usman. 2012. Studi Parameter Fisika
dan Kimia Daerah Penangkapan Ikan Perairan
Selat Asam Kabupaten Kepulauan Meranti
Provinsi Riau. Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan Riau. Jurnal Perikanan dan Kelautan
17(1) : 88-100.
Iskandar, D. 2010. Analisis Hasil Tangkapan
Sampingan Bubu Yang Dioperasikan Di
Perairan Karang Kepulauan Seribu. Jurnal
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut
Pertanian Bogor.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup, No. 51.
2004. Tentang Kriteria Baku Mutu Perairan.
Liliana, S. 2009. Studi Keanekaragaman Ikan Karang
Di Kawasan Perairan Bagian Barat Pulau
Rubiah
Nanggroe
Aceh
Darussalam.
Departemen Biologi Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Sumatera
Utara Medan.
Latuconsina, H. Rohani, A dan Nessa, N. 2011.
Asosiasi Ikan Baronang (Siganus Canaliculatus
Park, 1797) Pada Ekosistem Padang Lamun
Perairan Teluk Ambon Dalam. Fakultas
Perikanan Dan Ilmu Kelautan Universitas
Darussalam, Bogor.
Volume 9. Nomor 2. Tahun 2015
Noprianto. 2012. Analisis Perbedaan Kedalaman
Pemasangan Bubu Dasar Terhadap Hasil
Tangkapan Ikan di Pusuk Bangka Barat.
[Skripsi]. Jurusan Manajemen Sumberdaya
Perairan. Fakultas Pertanian, Perikanan dan
Biologi Universitas Bangka Belitung.
Rumajar, T.P. 2001. Pendekatan Sistem Untuk
Pengembangan Usaha Perikanan Karang
Dengan Alat Tangkap Bubu di Perairan Tanjung
Manimbaya Kabupaten Donggala, Sulawesi
Tengah. [Tesis]. Bogor: Fakultas Perikanan dan
Biologi, Institut Pertanian Bogor.
Romimohtarto, K dan Juwana, S. 2009. Biologi Laut
Ilmu Pengetahuan Tentang Biota Laut.
Djambatan. Jakarta.
Supranto, J. 2009. Statistik Teori dan Aplikasi. Penerbit
Erlangga. Jakarta.
Suryanti, Supriharyono dan Indrawan, W. 2011.
Kondisi Terumbu Karang dengan Indikator
Ikan Chaetodontidae di Pulau Sambangan
Kepulauan Karimun Jawa,
Jepara, Jawa
Tengah. Jurusan Perikanan FPIK UNDIP.
Yuspriadipura, A. Suprapto, D dan Suryanti. 2014.
Jenis dan Kelimpahan Ikan Pada Karang
Branching Di Perairan Pulau Lengkuas
Kabupaten Belitung. Program Studi Manajemen
Sumberdaya Perairan, Jurusan Perikanan
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Diponegoro.
Zulkarnaen, I. 2007. Pemanfaatan Ikan Kakap Merah
(Lutjanus sp.) dengan Bubu di Perairan
HALAMAN - 36
Download