Patient Safety Terkait dengan Sistim Teknologi Informasi Pada Anak

advertisement
Patient Safety Terkait dengan Sistim Teknologi Informasi Pada
Anak yang Mengalami Hospitalisasi
Disusun Oleh
Tina Shinta Parulian
NPM. 1006748974
Program Magister Keperawatan kekhususan Keperawatan Anak FIK UI
Abstrak
Anak dalam tumbuh kembangnya berada pada rentang sehat sakit sehingga
mengakibatkan munculnya kebutuhan berbeda berdasarkan tumbuh kembangnya.
Anak sehat adalah anak yang mampu beradaptasi sedangkan anak yang tidak
mampu beradaptasi akan mengalami sakit bahkan mengalami hospitalisasi.
Family centered care (FCC) merupakan suatu pendekatan dalam keperawatan
anak yang meyakini bahwa petugas kesehatan dan keluarga adalah mitra yang
bekerja sama dalam memenuhi kebutuhan anak sebagai klien (Wong, 2009).
Orang tua dan anggota keluarga memberikan dukungan dan kekuatan utama
kepada anak, dimana informasi dan pemikirannya dapat memperkaya pengetahuan
teknik bagi perawat, meningkatkan perawatan dan membantu tenaga perawat
dalam merancang program yang lebih baik dan sistem yang lebih ramah. Pada era
milenium saat ini memanfaatkan teknologi untuk meningkatkan patient safety
dapat dilakukan seperti adanya program Human Factors Engineering (HFE). HFE
dapat menganalisa faktor aktif dan laten yang dapat mencegah terjadinya
kesalahan kepada pasien.
Kata kunci : hospitalisasi, patient safety
LATAR BELAKANG
Anak adalah seseorang yang berusia kurang dari delapan belas tahun,
dimana pada masa ini anak berada dalam masa tumbuh kembang sehingga
memiliki kebutuhan khusus baik kebutuhan fisik, psikologis, sosial dan spiritual
1
juga memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Hal ini telah diatur
oleh pemerintah dalam UU RI No. 36 tahun 2009 tentang Kesehatan pasal 131
ayat 3 Upaya Pemeliharaan Kesehatan bayi dan anak menjadi tanggung jawab dan
kewajiban bersama bagi orang tua, keluarga, masyarakat dan pemerintah
sedangkan pasal 133 ayat 1 yang mengatakan : setiap bayi dan anak berhak
terlindung dan terhindar dari segala bentuk diskriminasi dan tindak kekerasan
yang dapat mengganggu kesehatannya.
Pada masa tumbuh kembangnya anak berada pada suatu rentang sehat
sakit dimana anak memiliki kebutuhan yang berbeda berdasarkan tumbuh
kembangnya sehingga akan terjadi apabila kebutuhan tersebut terpenuhi maka
anak akan mampu beradaptasi dan kesehatannya terjaga sedangkan bila tidak
maka anak akan mengalami hospitalisasi.
Hospitalisasi adalah menempatkan seseorang di rumah sakit untuk dirawat
(Nursalam, 2005). Sakit dan dirawat di rumah sakit (hospitalisasi) merupakan
suatu krisis yang dapat terjadi pada semua anak, dimana pada masa ini anak
memiliki pengalaman yang penuh tekanan / stress. Tekanan utama yang dirasakan
oleh anak disebabkan karena perpisahan dengan lingkungan normal dimana orang
lain berarti, serta mendapatkan lingkungan baru yang asing baginya, seleksi
perilaku koping terbatas, dan perubahan status kesehatan serta adanya persepsi
yang tidak menyenangkan tentang rumah sakit yang mungkin didapatkan dari
pengalaman sebelumnya atau pengalaman orang lain (Potter Perry, 2005).
Pelayanan keperawatan anak dimulai dari meningkatkan status kesehatan,
mempertahankan kesehatan anak dan mengembalikan fungsi kesehatan yang
optimal. Tujuan utama keperawatan anak adalah mengoptimalkan pertumbuhan
dan perkembangan serta tingkat kesehatan yang dapat dicapai oleh setiap anak
seiring dengan proses pertumbuhan dan perkembangannya.
Anak yang mengalami hospitalisasi mungkin dapat beradaptasi setelah
menjalani perawatan, namun adakalanya tidak sehingga membuat anak dan
keluarga tidak kooperatif terhadap tindakan medis serta perawatan yang akan
dilakukan bahkan keluarga meminta untuk membawa anak mereka pulang. Hal ini
akan mengakibatkan peningkatan angka kesakitan atau kematian pada anak karena
tidak mendapatkan pelayanan kesehatan yang optimal.
2
Salah satu tindakan yang dapat dilakukan untuk meminimalkan efek dari
hospitalisasi pada anak adalah dengan cara melibatkan keluarga dalam perawatan
anak selama dirumah sakit. Peran perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan pada anak hendaknya menyadari pentingnya keberadaan keluarga
untuk terlibat secara aktif dan bekerja sama dengan petugas kesehatan.
Keterlibatan keluarga khususnya orang tua dalam perawatan dikenal sebagai
family centered care (FCC). Dalam asuhan keperawatan anak, keluarga dapat
memiliki peran untuk merawat fisik anak, mendidik anak, dan bertanggung jawab
untuk kesejahteraan psikologis dan emosional.
Saat tenaga kesehatan memberikan pelayanan kesehatan pada anak yang
mengalami hospitalisasi dapat terjadi kesalahan yang berakibat pada keselamatan
pasien tersebut. Family Centered Care (FCC) hampir sama dengan Human Factor
Engineering (HFE) dimana keduanya menyediakan suatu forum untuk berbagi
informasi mengenai komponen dasar dari caring kepada anak dan keluarga seperti
menghargai, sharing informasi, kolaborasi, dukungan keluarga untuk keluarga dan
membangun rasa percaya diri oleh karena itu saya tertarik untuk melihat
bagaimana aplikasi teknologi terhadap patient safety pada anak yang mengalami
hospitalisasi.
KAJIAN LITERATUR
Patient Safety
Patient safety adalah tidak terdapatnya pencegahan terhadap kejadian yang
membawa trauma kepada pasien selama proses perawatan kesehatannya.
Penerapan dari patient safety adalah suatu upaya yang dikoordinasikan untuk
mencegah terjadinya trauma yang disebabkan oleh proses dari perawatan
kesehatan dirinya sendiri selama pasien tersebut dirawat. Lebih dari 10 tahun,
patient safety telah lebih diperkenalkan sehinggan menjadi suatu issue global yang
sangat penting, tetapi banyak hal yang sudah dikerjakan untuk mencapai patient
safety tersebut(WHO, 2011).
Menteri Kesehatan RI pada tahun 2005 mencanangkan gerakan nasional
keselamatan pasien (patient safety) di rumah sakit. Saat ini, berbagai rumah sakit
sudah mulai menerapkan sistem informasi rumah sakit berbasis komputer untuk
3
mendukung pelayanan kesehatan yang tersedia, peran penting teknologi informasi
juga tidak lepas dari potensinya untuk mencegah medical error.
Penyebab terjadinya kesalahan atau error di rumah sakit, yaitu karena
kesalahan individual tenaga kesehatan, tetapi kesalahan individual tersebut tidak
akan terjadi jika dilakukan tindakan pencegahan dengan cara pembuatan sistem
pelayanan yang baik oleh manajemen. Teknologi informasi dapat berperan dalam
mencegah kejadian medical error melalui tiga mekanisme yaitu pencegahan
adverse event, memberikan respon cepat segera setelah terjadinya adverse event
dan melacak serta menyediakan umpan balik mengenai adverse event yaitu :
a. Pencegahan adverse event
Hasil penelitian klinis memerlukan waktu lama (rata-rata 17 tahun) sampai
diterapkan dalam praktek sehari-hari. Penyediaan fasilitas teknologi informasi
akan mendorong penyebarluasan informasi dengan cepat sehingga para tenaga
kesehatan dapat dengan cepat mengakses perkembangan ilmu pengetahuan
kesehatan terbaru serta menggunakannya (evidence based practice).
Pencegahan adverse event yang lebih nyata adalah penerapan sistem
pendukung keputusan yang diintegrasikan dengan sistem informasi klinik.
Berbagai macam evidence based practice mampu memberikan alert kepada
tenaga kesehatan secara cepat pada situasi kritis yang kadang membahayakan
keselamatan pasien. Pada kondisi tersebut, informasi yang lengkap sangat
penting dalam pengambilan keputusan, contoh : nilai laboratorium abnormal,
kecenderungan vital sign, kontraindikasi pengobatan maupun kegagalan
prosedur tertentu. Pencegahan adverse event juga dapat dilakukan melalui
pengembangan berbagai aplikasi yang memungkinkan pemberian obat serta
dosis secara akurat. Penggunaan barcode serta barcode reader untuk kemasan
obat akan mencegah kesalahan pengambilan obat.
b. Memberikan respon cepat setelah terjadinya adverse even
Sistem informasi klinik yang baik akan mampu memberikan umpan balik
secara cepat jika terjadi kesalahan atau adverse event. Contoh yang menarik
adalah pengalaman penarikan obat rofecoxib (keluaran Merck) saat FDA
mengeluarkan berita mengenai penarikan obat tersebut, salah satu rumah sakit
4
di AS dengan cepat mengidentifikasi seluruh pasien yang mendapatkan terapi
obat tersebut, kemudian memberitahukan secara tertulis maupun elektronik
mengenai penghentian obat tersebut dan memberikan saran untuk kembali ke
rumah sakit agar mendapatkan obat pengganti. Keberadaan teknologi membuat
semua surat yang ditujukan kepada 11 ribuan pasien terkirim pada sehari
kemudian sehingga dalam waktu 7 jam dokter yang menggunakan sistem
informasi klinikpun tidak akan menemukan daftar obat tersebut dalam daftar
peresepan, karena sudah langsung dikeluarkan dari database obat.
c. Melacak dan menyediakan umpan balik secara cepat
Teknologi database dan pemrograman memungkinkan pengolahan data
pasien dalam ukuran terra byte secara cepat. Metode datawarehouse dan
datamining memungkinkan komputer mendeteksi pola-pola tertentu dan
mencurigakan dari data klinis pasien. Metode tersebut membuat pasien tidak
memerlukan operator untuk melakukan analisis, tetapi komputer yang
memberikan hasil analisis dan interpretasi tersebut oleh karena itu, istilah
rekam kesehatan elektronik menjadi kata kunci. Ketika data rekam medis
pasien, obat, protokol klinik, aset rumah sakit diintegrasikan dalam suatu
database elektronik rumah sakit membuat pasien mendapatkan terapi yang
tepat.
Tantangan
Tantangan utama yang harus dihadapi bila kita memiliki komitmen untuk
menggunakan teknologi dalam meningkatkan patient safety adalah finansial,
kultural serta ketiadaan standar. Pada tahap awal dimulainya sistim informasi
manajemen memerlukan investasi finansial yang tidak sedikit, namun banyak
rumah sakit yang menganggap teknologi informasi hanya sebagai komoditas,
bukan sebagai sumber daya strategis.
Selain tantangan ada juga hal yang menguntungkan, yaitu bahwa tenaga
kesehatan saat ini semakin aware terhadap teknologi informasi. Adanya
penyediaan fasilitas hotspot di lingkungan kampus, membuat semakin banyak
5
mahasiswa yang memanfaatkannya baik melalui laptop maupun handheld. Hal
ini menunjukkan bahwa difusi teknologi informasi cukup cepat.
Faktor kultural yang menghambat adalah bagaimana mengintegrasikan
sistem informasi klinik sampai dengan keseluruh tenaga kesehatan atau bahkan
rumah sakit yang ada di seluruh Indonesia dimana hal ini disebabkan karena
hingga sekarang Indonesia belum mendadopsi standar pertukaran data
kesehatan secara elektronik, maupun standar data untuk berbagai data klinis
dan keperawatan (SNOMED, LOINC dan NANDA).
Rumah sakit dengan mutu yang terjamin seharusnya menerjemahkan
patient safety ke dalam rencana strategis pengembangan sistem informasi
rumah sakit. Dimulai dari pembentukan tim sistem informasi rumah sakit yang
akan menerjemahkan bisnis rumah sakit ke dalam rencana strategis sistem
informasi dan teknologi informasi, pengembangan infrastruktur (mulai dari
database pasien elektronik, workstation), hingga kepada pelatihan-pelatihan
yang diberikan kepada staf medis, keperawatan dan non medis. Pada tingkat
yang lebih tinggi, rumah sakit perlu bekerjasama dengan dinas kesehatan dan
pihak asuransi maupun organisasi lainnya untuk sharing data serta melakukan
evaluasi pelayanan medis melalui database rekam medis.
Teknologi Informasi Terkait Patient Safety
Pada dekade terakhir, resiko trauma yang disebabkan karena pengobatan
yang diterima terjadi peningkatan. Perkembangan yang memuaskan dari komputer
serta software harus diikuti dengan teknologi informasi untuk bermain pada area
vital untuk mengurangi resiko dengan streamlining care, catching dan correcting
errors, assisting with decisions, dan providing feedback on performance.
Teknologi informasi yang telah digunakan dalam meningkatkan patient safety
adalah :
1.
Human Factors Engineering (HFE) pada ruang rawat pediatrik.
HFE sama dengan FCC dalam penerapannya pada pasien anak, dimana
keluarga dan perawat bekerja sama untuk menghasilkan peningkatan
kesehatan anaknya yang sedang mengalami hospitalisasi. HFE membangun
budaya rasa saling percaya dan memudahkan dalam berkomunikasi antara
6
perawat/ tenaga kesehatan dengan anak dan keluarganya. Adanya hubungan
dan komunikasi yang baik sangat membantu untuk menghindari terjadinya
kesalahan yang dilakukan oleh individu sebagai tenaga kesehatan. Secara
umum HFE membantu perawat dalam berkomunikasi dengan pasien dan
keluarganya sehingga menjadikan mudah dalam memberi pengertian terhadap
segala aktivitas yang dilakukan sehubungan dengan pengobatan/ perawatan
yang diterimanya. HFE juga membantu dalam memonitoring keadaan anak
yang sedang dirawat di rumah sakit.
2.
Computerized Iinformation System (CIS) yang digunakan pada kamar operasi
dan intensive care unit membantu perawat dalam menentukan dan
menghitung beban kerja yang diterimanya langsung. CIS juga sangat
membantu perawat dalam memanfaatkan waktu kerja perawat sehingga
waktu kerja dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisiensi , dimana biasanya
perawat
sangat
menghabiskan
waktu
untuk
membuat
dokumentasi
keperawatan terhadap pasien. CIS membuat peningkatan waktu perawat
dalam berinteraksi dengan pasien. Pasien-pasien yang di ICU akan merasa
lebih dimanusiakan apabila ada interaksi antara pasien dengan perawat. CIS
juga membantu tenaga kesehatan dalam mengumpulkan informasi-informasi
pasien terkait kesehatannya. CIS juga mengurangi pemakaian kertas yang
digunakan untuk dokumentasi, sehingga pada akhirnya semua kondisi ini
sangat membantu dalam meningkatkan patient safety. CIS juga dapat
memberi informasi kepada pasien mengenai reaksi tubuhnya terhadap obatobatan yang diminumnya.
Peran Perawat Anak Terkait Aplikasi Teknologi Untuk Patient Safety
Seorang perawat memiliki peran yangsangat penting karena selalu
mendampingi pasien dalam 24 jam yang terus menerus, sehingga munculnya
teknologi sangat membantu dalam pelayanan yang diberikannya. Saat seorang
perawat memberikan asuhan keperawatan tetap harus memperhatikan patient
safety terkait dengan perannya, diantaranya adalah :
1.
Care Giver, dalam memberikan pelayanan langsung kepada pasien kemajuan
teknologi sangat membantu karena teknologi membuat pelayanan yang
7
diberikan menjadi lebih mudah dan ringan seperti pada mengantarkan sampel
pemeriksaan ke laboratorium. Adanya teknologi informasi membuat perawat
tidak perlu keluar melainkan menggunakan tenaga robot sehingga sampel
tersebut dapat langsung diterima oleh tenaga laboratorium, begitu juga bila
perawat ingin mengetahui hasil pemeriksaan sampel tersebut maka dengan
sistim informasi maka perawat dengan cepat mengetahui hasilnya bahkan
hasil-hasil yang abnormal dapat segera diketahui.
2.
Educator, dalam memberikan pendidikan kesehatan terkadang timbul
kesalahan persepsi yang disebabkan tidak adanya sarana dan prasarana yang
mendukung terhadap materi yang diajarkan perawat kepada pasien. Melalui
teknologi sistim informasi maka media pembelajaran yang dibuat menjadikan
pasien lebih tertarik untuk mencari tahu serta memahami materi yang
diajarkan perawat kepadanya.
3.
Advocator, sangat berkaitan dengan kondisi yang dihadapi pasien sehingga
dengan adanya sistim informasi maka perawat dengan cepat mendapatkan
catatan rekam medis terkait permasalahan yang dihadapi pasiennya sehingga
mencegah terjadinya medication error.
4.
Coordinator, perawat primer sangat terbantu dengan adanya catatan rekam
medis elektronik sehingga saat perawat melakukan kolaborasi dengan disiplin
ilmu lain terkait kondisi kesehatan pasien memiliki catatan yang lengkap dan
memudahkan perawat dalam mengkoordinir pasien dan tenaga kesehatan
yang berasal dari disiplin ilmu yang berbeda dalam menyusun rencana
keperawatan untuk pasien.
5.
Consultant,
dengan
teknologi
komunikasi
memudahkan
perawat
mengumpulkan data-data terkait dengan pasien yang ditanganinya sehingga
saat pasien melakukan konsultasi terkait kesehatannya perawat dapat dengan
lengkap memberi penjelasan.
6.
Researcher, dengan kemajuan komunikasi memudahkan perawat untuk
mendapatkan evidence based practice yang diaplikasikan kepada pasien
kelolaannya sehingga memudahkan perawat dalam mengumpulkan data yang
diperlukan dalam penelitian yang dilakukannya.
8
7.
Manager, perawat primer bersama pasien menentukan rencana keperawatan
terkait dengan problem pasien akibat respon yang muncul sehingga perawat
primer berperan sebagai manager. Seorang manajer berperan dalam mengatur
pemberian terapi kepada pasiennya sesuai order dokter yang diterimanya
sehingga pasien mudah untuk diajak bekerjasama mengikuti rencana
keperawatan yang sudah disusun.
SIMPULAN DAN REKOMENDASI
Simpulan yang didapatkan bahwa teknologi informasi membantu dalam
pencapaian patient safety melalui upaya-upaya perbaikan komunikasi, melengkapi
program sistem informasi dengan berbagai kalkulasi, pengembangan sistem
pendukung keputusan, respon cepat setelah adverse event maupun pencegahan
adverse event. Upaya pengembangan arsitektur sistem informasi memungkinkan
tenaga kesehatan mengakses pengetahuan kesehatan terbaru.
Teknologi informasi juga sangat membantu dalam menyusun riwayat
kesehatan seseorang sehingga apabila seorang pasien pindah alamat maka data
kesehatan yang dimilikinya akan juga mudah didapat oleh tenaga kesehatan di
tempat yang baru maka pengobatan yang diterima oleh pasien tidak mengalami
pemutusan yang membuat seorang tenaga kesehatan dan pasien harus memulai
dari awal dalam memberikan pelayanan pengobatan.
Motivasi untuk melaksanakan gerakan patient safety seharusnya tidak
berhenti sampai disini saja tetapi harus terus dilakukan serta ditindaklanjuti
dengan teknologi sistim informasi yang mendukung. Tindakan nyata tersebut
diawali dengan menyiapkan infrastruktur informasi rumah sakit yang ada di
Indonesia sehingga merata dari Sabang sampai dengan Merauke sehingga dapat
meningkatkan kesehatan nasional.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia bertanggung jawab pada
peningkatan standar kesehatan bagi rakyat Indonesia, sehingga dalam sistim
informasi kesehatan mengakibatkan kementrian kesehatan memiliki tanggung
jawab utama dalam menentukan standar informasi kesehatan yang akan digunakan
oleh pihak pengembang perangkat lunak agar software yang dibuat dapat
digunakan oleh seluruh rumah sakit di Indonesia.
9
DAFTAR PUSTAKA
Ball,J & Bindler,R.(2003). Pediatric nursing caring for children. New Jersey :
Prentice Hall
Boushey, C.J., Kerr, et al. (2009). Use of technology in children dietary
assessment. Journal of Clinical Nutrition, 63 : 550-557.
David W. Bates, dan Atul A. Gawande. 2003. Patient safety : Improving Safety
with Information Technology. The new england journal of medicine.
348:2526-34.
Elske Ammenwertha, Franz Raucheggerb, Frauke Ehlersa, Bernhard Hirschc,
Christine Schaubmayr. 2010. Effect of a nursing information system on the
quality ofinformation processing in nursing: An evaluation study using the
HIS-monitor instrument. International journal of medical informatics. 80
(2011 ) 25–38.
Mandleco, B & Potts, N. (2007). Caring for children and their families. New
York : Thomson Delmar Learning
R.J. Bosman. 2009. Impact of computerized information systems on workload in
operating room and intensive care unit. Best Practice & Research Clinical
Anaesthesiology 23. 15–26
Richard I. Cook. 1998. ATale of Two Stories: Contrasting Views of Patient Safety.
Report from a Workshop on Assembling the Scientific Basis for Progress on
Patient Safety National Health Care Safety Council of the National Patient
Safety Foundation at the AMA. USA.
WHO.
2011.
Patient
Safety
:
Evidence
of
Unsave
Care.
http://www.who.int/patientsafety/en/. Diunduh pada tanggal 16 november
2011 jam 20.00 WIB.
Wilson, Barbara L. 2010. Keeping an Eye on Patient Safety Using Human Factors
Engineering (HFE) : A Family Affair for The Hospitalized Child. Journal
for Specialists in Pediatric Nursing. Jan 2010; 15, 1; 48. ProQuest Health
and Medical Complete.
Wong, D.L., Eaton,M.H., Wilson,D., et al.(2009).Wong’s essentials of pediatric
nursing, 6th ed. St.Louis : Mosby Year Book
FDA. 2011. Latest New in Patient Safety. Reuters Health Information. November
16, 2011. http://www.medscape.com/resource/patientsafety. Diunduh pada
tanggal 16 November 2011 jam 20.00 WIB.
FDA. 2011. Latest New in Patient safety : 'Do No Harm' Applies to Medical
Software.
Medscape
Medical
News,
November
11,
2011.
10
http://www.medscape.com/resource/patientsafety. Diunduh pada tanggal 16
November 2011 jam 20.00 WIB
11
Download