INOVASI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN KARANG DENGAN BUBU DASAR BERUMPON FONNY J.L RISAMASU SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 SURAT PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul ” Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon” adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi dimanapun. Sumber informasi berasal dari hasil penelitian saya sendiri dan dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain. Semuanya telah saya sebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir disertasi. Bogor, 6 Maret 2008 Fonny J.L Risamasu NRP. C 561030041 ABSTRACT FONNY JOSANE LAURA RISAMASU. ”Innovation in fishing technology for reef fish: bottom trap with fish aggregating device”. Under supervision of Mulyono S. Baskoro, M. Fedi A. Sondita, and Dedi Soedharma. The research was aimed to study fish behaviour and the influence of FAD on zone of influence of traps, and studying the influence of FAD on the fish caught using traps in terms of the species, number and size. This study was conducted in Hansisi waters, Semau, Kupang. The research observed periphyton shelter to FAD attractor made from lontar leaves (Borrasus flabellifer) and gewang leaves (Corypha gebanga). The observation on the community of reef fish and their behaviour around zone of influence of traps with FAD and without FAD using visual census method. The data observed on the FAD and traps included number of fish, radius, length of time, swimming and movement pattern of reef fish. The observation reef fish species behaviour inside and outside the traps was carried out in a fish cage. The catch traps was obtained from experimental fishing which was done at night and during the day. The data collected were fish species, number and size. In addition, the measurement of environmental parameter on research site was also conducted. The data analysis was carried out to find out periphyton density, diversity, similarity, and periphyton dominance and reef fish, abundance of reef fish, and to see the difference between fish catch using traps with FAD and without FAD using statistical analysis t test. The research shows that the FADs were able to attract reef fish as seen from existence of food web through the presence of periphyton. This made the FADs feeding sites for reef fish. The periphyton composition varied among the attractors Borrasus flabellifer and Corypha gebanga, but was dominated by Bacillariophyceae. The periphyton consisted of 87 spesies (71 genus, 31 family and 15 class). The most abundant periphyton species were Leptocylindrus sp on Borrasus flabellifer and Chroococcus sp on Corypha gebanga. There were 1190 individuals of reef fishes consisting of 62 species (42 genus and 22 families) around the FADs and around the traps were 1230 fish individuals consisting of 47 species (34 genus and 20 families). The fish of major groups dominated the fish asemblages both around the FADs and the traps The distance between the reef fish to the FAD and traps commonly ranged from 1 to 2 m; the time spent by the fish around the FADs and traps was commonly more than 30 minutes. The fish swam around the FADs and the traps were commonly soliter, while the their movement were commonly from the front side of the traps (funnel side) then up and down movement, either above or beside the FADs and the traps. The reef fish that approached the FADs and the traps became generally the residents of the FADs and the traps. Reef fish influenced by the traps within four positions, these are near surface, above the traps, beside the traps and near the seabed. The behavior pattern of the reef fishes around the traps, the time needed before entering the traps and the time before escaping from traps varied among fish species. The fish caught by the traps consisted of 107 species (54 genus and 22 families). In the location where soft corals were abundant, the traps without FAD caught more species than the traps near small FADs. In general, most fish caught were immature; the largest reef fish caught by the traps was Cephalopolis miniata. The three most abundant fish species were Chaetodon kleinii and Ctenochaetus striatus, and Scarus ghobban. In the location dominated by hard corals, the two most dominant genus caught by the traps with FAD and without FAD in at night were Chaetodon and Ctenochaetus while for the day catch were Chaetodon and Cheilinus. In the location dominated by soft corals, the night catch was dominated by Chaetodon and Cheilinus while the day catch was dominated by Chaetodon, Cheilinus and Siganus. There was no significant difference in the total catch commonly between the three types of fishing methods (with small FADs, with big FADs, and without FAD) at night and the day time (t test, < = 0,05). Key words: Innovation, fishing technology, reef fish, bottom traps, FAD. RINGKASAN FONNY JOSANE LAURA RISAMASU. ”Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon”. Di bawah bimbingan: Mulyono S. Baskoro, M. Fedi A. Sondita, dan Dedi Soedharma. Penelitian bertujuan untuk mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu, dan mengkaji pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun ukuran. Penelitian ini dilaksanakan di perairan Hansisi, Semau, Kupang. Penelitian ini mengamati perifiton yang menempel pada atraktor rumpon yang terbuat dari daun lontar (Borassus flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pengamatan komunitas ikan karang serta tingkah lakunya di sekitar zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon menggunakan metode sensus visual. Data yang diamati di rumpon dan bubu meliputi jumlah ikan, radius, lama waktu, pola renang dan pola gerak ikan karang. Pengamatan tingkah laku setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam bubu dilakukan dalam ruang tertutup di dalam keramba. Hasil tangkapan bubu diperoleh melalui uji coba penangkapan (experimental fishing) yang dilakukan pada malam dan siang hari. Data yang dikumpulkan meliputi jenis, jumlah dan ukuran ikan. Selain itu, dilakukan juga pengukuran parameter lingkungan lokasi penelitian. Data yang dianalisis meliputi kepadatan perifiton, keragaman, keseragaman dan dominansi perifiton dan ikan karang, serta untuk melihat perbedaan hasil tangkapan bubu menggunakan rumpon dan tanpa rumpon dianalisis pakai statistik uji t. Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumpon mampu mengumpulkan ikan karang sebagaimana terlihat dari akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada bagian atraktor rumpon tumbuh komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan bagi sebagian jenis ikan yang berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas Bacillariophyceae, namun komposisi perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor, yaitu atraktor lontar (Borassus flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada rumpon lontar, jenis perifiton dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada rumpon gewang/gebang adalah Chroococcus sp. Ikan karang berkumpul di rumpon sebanyak 1190 individu, terdiri atas 62 spesies (42 genus dan 22 famili), di bubu sebanyak 1230 individu, terdiri atas 47 spesies (34 genus dan 20 famili). Kelompok ikan karang dari famili utama (mayor) mendominasi hasil tangkapan di rumpon dan bubu. Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya lebih dari 30 menit (menetap). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon dan bubu umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati rumpon/bubu dari arah depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik turun dan berada di atas dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of influence) bubu terhadap ikan ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat permukaan, pertengahan, di samping dan di dasar bubu dan rumpon. Tingkah laku ikan karang di luar bubu, lama waktu ikan karang masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu berbeda menurut jenis ikan. Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili). Di lokasi yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon mempunyai hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan dari bubu rumpon kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih muda. Jenis ikan karang terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata. Tiga jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii, Ctenochaetus striatus dan Scarus ghobban. Di lokasi yang didominasi karang keras (L1), dua genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari oleh bubu, baik dengan rumpon maupun tanpa rumpon, adalah Chaetodon dan Ctenochaetus, sedangkan jenis ikan yang banyak tertangkap pada siang hari adalah Chaetodon dan Cheilinus. Di lokasi yang didominasi karang lunak (L2), genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari adalah Chaetodon dan Cheilinus, sedangkan pada siang hari adalah Chaetodon, Cheilinus dan Siganus. Hasil tangkapan bubu pada malam dan siang hari umumnya tidak berbeda nyata di antara ketiga jenis metode penangkapan ikan (dengan rumpon kecil, rumpon besar, dan tanpa rumpon) hasil uji t, < = 0,05. Kata kunci : Inovasi, teknologi penangkapan, ikan karang, bubu dasar, rumpon. @Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2008 Hak Cipta dilindungi Undang-undang 1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah. b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB 2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB. INOVASI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN KARANG DENGAN BUBU DASAR BERUMPON FONNY J.L RISAMASU Disertasi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2008 Penguji pada Ujian Tertutup : 1. Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, M.Si. Penguji pada Ujian Terbuka : 1. Dr.Ir. Dedy H. Sutisna, MS. 2. Dr.Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc. Judul Disertasi : Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon Nama : Fonny J.L Risamasu NRP : C 561030041 Disetujui Komisi Pembimbing Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, MSc Ketua Dr.Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc Anggota Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA Anggota Diketahui Ketua Program Studi Teknologi Kelautan Dekan Sekolah Pascasarjana Prof.Dr.Ir. John Haluan, M.Sc Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro,MS Tanggal Ujian : 6 Maret 2008 Tanggal Lulus : PRAKATA Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas tuntunan dan pimpinanNya, maka penulisan disertasi dengan judul : Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon”, sudah dapat diselesaikan. Pada kesempatan ini tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak terutama: Ditjen Pendidikan Tinggi yang sudah membantu penulis memberikan Bantuan Beasiswa Pascasarjana (BPPS) selama studi. Rektor IPB, Dekan Sekolah Pascasarjana, dan Staf Adiministarsi yang sudah membantu penulis dalam memperlancar studi di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih pula disampaikan kepada komisi pembimbing : Prof.Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc (Ketua Komisi Pembimbing), Dr.Ir. M.Fedi A. Sondita, M.Sc dan Prof.Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA (Anggota Komisi Pembimbing) dengan tulus dan sabar telah membimbing penulis mulai dari awal penelitian sampai akhir penulisan. Dr.Ir Budi H. Iskandar sebagai penguji ujian tertutup, Dr.Ir Dedi H.Sutisna, MS dan Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc sebagai penguji ujian terbuka yang sudah memberikan sumbang saran bagi penulis dalam penyempurnaan disertasi ini. Ketua Program Studi, Staf Dosen dan Staf Administrasi Program Studi TKL yang sudah membantu penulis dalam memberi ilmu pengetahuan, dan memperlancar administrasi selama mengikuti studi. Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada: Pengelola Proyek COREMAP II Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia yang sudah membantu penulis melalui bantuan beasiswa penulisan disertasi. Terima kasih pula disampaikan kepada Yayasan Dana Beasiswa Maluku (YDBM) yang telah membantu penulis memberikan bantuan dana penulisan. Tak lupa diucapkan terima kasih pula kepada: Rektor Undana Kupang dan Dekan Faperta Undana yang telah memberikan rekomendasi bagi penulis melanjutkan studi. Pemda NTT melalui BINSOS yang telah membantu penulis memberikan bantuan dana penulisan. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT melalui Konsorsium Mitra Bahari yang telah membantu penulis dalam mencari dana penulisan. Terima kasih disampaikan kepada keluarga tercinta: suami (Bpk Mikhael Beda Tupen), anak-anak (Norade dan Alfredo), serta keponakan (Fanny, Eda dan Agus), Bapak Cornelis Risamasu (Alm) dan Ibu Octovina Risamasu/Pattinama (Alma), saundara/i tercinta di Ambon Ir. Robby G. Risamasu, MP, Nyong, Butje, Ana, Ade, dan Yos yang sudah memberikan dukungan baik secara moril maupun materiil selama penulis studi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Program Studi TKL angkatan 2003, teman-teman Persekutuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA) serta teman-teman mahasiswa NTT atas kebersamaan yang telah terjalin selama penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Teman-teman dari Sekolah Tinggi Ilmu dan Teknologi Kelautan Nusantara Kupang (Alfiana Saldika, S.Kel, Kristian F.Tamaela, S.Kel, Andre S. Sanang, S.Kel, Rosfita L. Nahak, S.Kel, Charles Loykai, S.Kel dan Dominggus Seo, S.Kel dan bapak Adrianus Adu yang begitu tulus membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan. Semoga amal baik semua pihak diberkati oleh Yang Maha Kuasa. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis mengharapkan kiranya tulisan ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dalam usaha pengembangan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang. Bogor, 6 Maret 2008 Penulis RIWAYAT HIDUP Fonny Josane Lauran Risamasu, dilahirkan di Paperu, Saparua, Ambon pada tanggal, 24 Januari 1964. Anak ketujuh dari pasangan suami isteri Cornelis Risamasu (Almarhum) dan Octovina Pattinama (Almarhumah). Penulis masuk Sekolah Dasar (SD) Negeri Hatu tahun 1971 dan tamat tahun 1976. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Lilibooi, Ambon dan tamat tahun 1980. Pada tahun yang sama penulis masuk Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri I, Kodya Ambon dan tamat 1983. Pada tahun yang sama pula penulis masuk Perguruan Tinggi Unpatti Ambon, pada Fakultas Perikanan, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan dan tamat tahun 1989. Pada tahun 1991 penulis diterima dan diangkat sebagai pengajar honorer tetap di Fakultas Peternakan Undana, Kupang melalui proyek kerjasama segitiga antara Undana, Unpatti dan NTU Darwin. Tahun 1992 penulis diangkat sebagai tenaga pengajar tetap pada Fakultas Peternakan, Undana sampai tahun 2000 dan tahun 2001 sampai sekarang dialihkan menjadi staf pengajar pada Fakultas Pertanian, Undana. Tahun 1997 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi Program Magister di Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan (TKL) melalui bantuan beasiswa BPPS-DIKTI. Pada tanggal, 30 Juni 2000, penulis dinyatakan lulus dan berhak memperoleh gelar Magister Sains (M.Si). Pada tahun 2003, penulis kembali melanjutkan studi Program Doktor di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan melalui bantuan beasiswa BPPS-DIKTI. Selama berstatus mahasiswa TKL pernah terpilih sebagai koordinator bidang jasmani dan rohani pada FORMULA IPB. Selama menjadi mahasiswa telah menulis artikel jurnal dengan judul ”Pola renang dan gerak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu” yang telah siap dimuat dalam Buletin PSP Volume XVII No.1 Tahun 2008 pada Departemen PSP, FPIK-IPB. i DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ........................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... viii 1 2 3 4 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ..................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................ 1.4 Hipotesis............................................................................................... 1.5 Kerangka Pemikiran............................................................................. 1 5 6 7 7 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Klasifikasi Ikan Karang........................................................................ 2.2 Karakteristik Ikan Karang .................................................................... 2.3 Pola Distribusi dan Kebiasaan Makan Ikan Karang ............................ 2.4 Habitat Ikan Karang ............................................................................. 2.5 Alat Tangkap Bubu .............................................................................. 2.6 Rumpon................................................................................................ 2.7 Karakteristik Perifiton.......................................................................... 10 11 17 22 26 38 48 METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ................................................................................ 3.2 Alat dan Bahan..................................................................................... 3.2.1 Rumpon.................................................................................... 3.2.2 Bubu ......................................................................................... 3.2.3 Perahu....................................................................................... 3.2.4 Peralatan pengambilan data di lapangan .................................. 3.3 Prosedur Penelitian .............................................................................. 3.3.1 Prosedur penelitian di lapangan ............................................... 3.3.2 Prosedur penelitian di laboratorium ......................................... 3.4 Analisis Data ........................................................................................ 50 51 51 51 52 53 53 53 59 60 PENGARUH RUMPON TERHADAP ZONE OF INFLUENCE ALAT TANGKAP BUBU 4.1 Pendahuluan ........................................................................................ 4.2 Metodologi Penelitian ......................................................................... 4.3 Hasil .................................................................................................... 4.3.1 Rumpon sebagai alat pengumpul ikan karang ........................ 4.3.1.1 Keragaman taksa perifiton di rumpon .......................... 4.3.1.2 Kepadatan dan kelimpahan perifiton............................ 64 67 70 70 70 73 ii 4.3.1.3 Indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) perifiton yang menempel pada atraktor rumpon ........................................................... 4.3.1.4 Keterkaitan ikan karang dengan rumpon sebagai feeding ground .............................................................. 4.3.2 Keragaman taksa ikan karang ................................................. 4.3.2.1 Keragaman taksa ikan karang di rumpon .................... 4.3.2.2 Keragaman taksa ikan karang di bubu ........................ 4.3.3 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang ..................................... 4.3.3.1 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di rumpon ....... 4.3.3.2 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di bubu ............ 4.3.4 Indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang di sekitar rumpon dan bubu............................ 4.3.4.1 Rumpon ........................................................................ 4.3.4.2 Bubu ............................................................................ 4.3.5 Jarak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu ......................... 4.3.5.1 Jarak ikan karang di sekitar rumpon............................. 4.3.5.2 Jarak ikan karang di sekitar alat tangkap bubu............. 4.3.6 Lama waktu ikan karang di rumpon dan bubu ......................... 4.3.6.1 Lama waktu ikan karang di rumpon ............................ 4.3.6.2 Lama waktu ikan karang di bubu ................................ 4.3.7 Pola renang dan pola gerak....................................................... 4.3.7.1 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar rumpon.......................................................................... 4.3.7.1.1 Pola renang ..................................................... 4.3.7.1.2 Pola gerak ...................................................... 4.3.7.2 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar bubu ............................................................................. 4.3.7.2.1 Pola renang ..................................................... 4.3.7.2.2 Pola gerak ...................................................... 4.3.7.2.3 Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap bubu............................ 4.3.8 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu .............. 4.3.8.1 Pola renang .................................................................. 4.3.8.2 Pola gerak .................................................................... 4.3.8.3 Lama waktu ikan karang masuk ke dalam bubu dan meloloskan diri ..................................................... 4.4 Pembahasan ......................................................................................... 4.4.1 Rumpon sebagai atraktor pengumpul ikan ................................. 4.4.2 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu............................................................................................ 4.4.3 Tingkah laku ikan karang terhadap rumpon dan bubu .............. 4.4.4 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu ................. 4.5 Kesimpulan dan Saran.......................................................................... 4.5.1 Kesimpulan ............................................................................. 4.5.2 Saran ....................................................................................... 76 78 79 79 81 83 83 85 87 87 88 90 90 93 96 96 99 102 102 102 104 108 108 110 114 118 118 119 121 121 121 126 128 133 137 137 138 iii 5 PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BUBU YANG DIOPERASIKAN BERSAMA RUMPON DAN TANPA RUMPON 5.1 Pendahuluan...................................................................................... 5.2 Metodologi Penelitian....................................................................... 5.2.1 Prosedur penelitian ............................................................... 5.2.2 Analisis data ......................................................................... 5.3 Hasil................................................................................................... 5.3.1 Jenis dan jumlah hasil tangkapan .......................................... 5.3.2 Kisaran panjang ikan karang.................................................. 5.3.3 Kelimpahan ikan karang........................................................ 5.3.4 Analisis hasil tangkapan bubu .............................................. 5.4 Pembahasan ....................................................................................... 5.5 Kesimpulan dan Saran....................................................................... 5.5.1 Kesimpulan ........................................................................... 5.5.2 Saran ..................................................................................... 139 140 140 144 145 145 156 158 171 173 178 178 179 6 PEMBAHASAN UMUM .......................................................................... 180 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan ....................................................................................... 7.2 Saran .................................................................................................. 192 193 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN..................................................................................................... 194 207 iv DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 Halaman Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat hidup .................................................................................................... 19 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan aktivitas makan ................................................................................... 24 Posisi dan aktivitas ikan yang teramati saat pengamatan bawah air dalam studi tentang mekanisme berkumpul ikan pelagis kecil di sekitar rumpon dan pengembangan perikanan di perairan Pasauran, Propinsi Banten .................................................................. 43 Spesies ikan karang yang terekruit pada terumbu karang buatan terbuat dari bambu dan klasifikasi ekologinya ................................... 44 Komponen-komponen rumpon yang digunakan dalam penelitian ............................................................................................ 51 Komponen - komponen bubu yang digunakan dalam penelitian ........ 52 Keragaman taksa perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 .................................. 70 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 ................................................... 76 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon ......................... 79 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu .............................. 81 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar rumpon ............................................................................. 83 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar bubu .................................................................................... 85 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 ........................................................................................................ 87 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang yang hadir di sekitar bubu di lokasi L1 dan L2 ....... 89 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap rumpon di lokasi L1 dan L2 ................................................................ 91 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap bubu di lokasi L1 dan L2 .............................................................................. 94 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 .................................................... 98 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar bubu di lokasi L1 dan L2 ...................................................... 101 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon .................. 103 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon berdasarkan parameter gerakan ............................. 104 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di rumpon berdasarkan parameter gerakan ............................................ 106 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon berdasarkan pola gerak dan lama waktu ............................................. 107 v 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar bubu ...................... Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di bubu berdasarkan parameter gerakan ................................................. Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan ....................................... Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di bubu berdasarkan pola gerak dan lama waktu .............................................. Pola renang ikan karang di luar dan di dalam bubu.............................. Parameter lingkungan perairan lokasi penelitian ................................. Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 .................................. Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 .............................................. Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 .............................................. Jumlah total kelompok ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 .............................................................................. Kisaran panjang famili ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu ....................................................................................... Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 ............................................................ Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 ............................................................ Jenis makanan yang dimakan beberapa famili ikan karang.................. 109 111 112 114 118 144 146 150 154 156 156 158 161 176 vi DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 Halaman Skema kerangka pemikiran penelitian ................................................... 9 Zona/area pengaruh dari alat tangkap .................................................... 30 Peta lokasi penempatan rumpon dan bubu di perairan Hansisi, Semau, Kupang ...................................................................................... 54 Sketsa penempatan rumpon dan bubu di lokasi penelitian .................... 55 Zona pengaruh (zone of influence/field of influence) alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon ............................................. 56 Daun lontar dan gewang sebagai tempat penempelan perifiton ................................................................................................. 57 Keragaman taksa perifiton pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 ............................................................................... 72 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 ............. 74 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2 .............. 74 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 .............. 75 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2 .............. 75 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) perifiton di lokasi L1 dan L2 ......................................... 78 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L1 ......... 80 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L2 ........ 80 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1 ............. 82 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L2 ............. 82 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L1 ............................................................................................ 84 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L2 ............................................................................................ 84 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 .... 86 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 ................................................................................................ 86 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) ikan karang di rumpon .................................................. 88 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan Dominansi (C) ikan karang di bubu ...................................................... 90 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon............................... 93 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap bubu ................................... 96 Proporsi pola renang ikan karang di rumpon.......................................... 103 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar rumpon .................................... 108 vii 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 Proporsi pola renang ikan karang di bubu .............................................. Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar bubu ......................................... Zonasi sebaran ikan pada zone of influence, zone of action, dan zone of retention alat tangkap bubu berdasarkan hasil penelitian ......... Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu untuk posisi ikan (1) dekat permukaan perairan, (2) di atas, (3) di samping dan (4) di dasar bubu berdasarkan hasil penelitian........................................................... Pola gerak (PG) ikan karang di luar dan di dalam bubu dalam ruang tertutup (Keramba) ...................................................................... Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian ......................................... Perahu yang digunakan dalam operasi penangkapan ............................ Proses pengangkatan (hauling) dan pengambilan hasil tangkapan bubu ....................................................................................................... Beberapa jenis ikan karang hasil tangkapan bubu ................................. Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu rumpon kecil di lokasi L1 ............................................................. Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu rumpon besar di lokasi L1 ............................................................ Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 ........................................................... Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu rumpon kecil di lokasi L2 ............................................................. Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu rumpon besar di lokasi L2 ............................................................ Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu tanpa rumpon di lokasi L2 ........................................................... 109 113 116 117 120 141 142 143 145 164 165 166 168 169 170 viii DAFTAR LAMPIRAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 Halaman Rumpon yang digunakan dalam penelitian ........................................... 207 Jenis-jenis atraktor yang digunakan dalam penelitian ........................... 208 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian ......................................... 209 Keramba yang digunakan dalam pengamatan pola renang dan pola gerak ikan karang di luar dan di dalam bubu ................................. 210 Jenis-jenis perifiton yang menempel pada daun atraktor ...................... 211 Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 ..................................................... 212 Komposisi jenis, jumlah, kepadatan, dan kelimpahan perifiton pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 ........................................................................................................... 214 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ...................... 219 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ............................................. 222 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ...................... 224 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ............................................. 227 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon ...... 229 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar bubu ......... 232 Pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam bubu ....................................................................................................... 234 Jumlah dan lama waktu setiap spesies ikan karang masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu ........................................................... 236 Beberapa jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu ........................................................................................................ 237 Pengelompokan kisaran panjang ikan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon .................................. 238 Analisis uji ”t” terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon pada penangkapan malam dan siang hari di lokasi L1 dan L2 ................................................................ 241 1 1.1 PENDAHULUAN Latar Belakang Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km2. Ekosistem tersebut berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia. Potensi lestari sumberdaya ikan pada terumbu karang di perairan laut Indonesia diperkirakan sebesar 80.802 ton/km2/tahun (Ditjen Perikanan, 1991 diacu oleh Dahuri et al. 1996). Ekosistem terumbu karang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, salah satu diantaranya adalah ikan karang. Ikan karang telah dimanfaatkan masyarakat nelayan melalui penangkapan. Alat tangkap yang biasa digunakan nelayan di antaranya pancing, bubu, jaring insang, panah dan sebagainya. Namun ada pula karena ingin mendapatkan hasil tangkapan yang cepat dan banyak, biasanya penangkapan dilakukan dengan menggunakan bom dan racun. Dampak dari kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan manusia lainnya, mengakibatkan saat ini banyak terumbu karang di perairan Indonesia telah mengalami kerusakan. Adapun kondisi terumbu karang saat ini yang masih sangat baik 6,48 %, kondisi baik 22,53 %, rusak 28,39 % dan rusak berat 42,59 % (Supriharyono, 2000). Usaha perikanan bubu dasar dalam penangkapan ikan karang ditujukan untuk memanfaatkan sumberdaya ikan karang yang tersedia dengan tetap memperhatikan faktor kelestarian lingkungan. Penggunaan alat ini cukup baik, karena ikan yang tertangkap pada umumnya masih dalam keadaan hidup. Hal ini penting, mengingat kualitas ikan merupakan salah satu syarat utama dalam bisnis ikan karang, di mana peluang pasar ekspor untuk ikan karang sangat baik di pasaran nasional maupun internasional. berkembangnya restoran - restoran Apalagi dengan semakin sea food. Hongkong, Singapura, Eropa, Amerika dan Jepang merupakan pasar yang baik untuk ikan karang (CV. Dinar,1999 diacu oleh Rumajar, 2001). Supaya kegiatan penangkapan ikan tetap dilaksanakan oleh nelayan tanpa mengganggu kelestarian terumbu karang dan potensi sumberdaya ikannya, tentu perlu dilakukan penyempurnaan baik terhadap alat tangkap maupun metode penangkapannya dengan tetap mengacu pada code of conduct for responsible 2 fishery. Antisipasi ini dimaksud untuk menghindari kerusakan ekosistem terumbu karang agar lapangan kerja nelayan tetap tersedia. Dalam rangka untuk menjaga kelestarian terumbu karang, maka saat ini Pemerintah Indonesia melalui kerjasama dengan Bank Dunia sudah bersepakat untuk mengelola terumbu karang melalui program COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management). Program ini bertujuan melindungi, merehabilitasi dan memanfaatkan terumbu karang secara lestari untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir (DKP, 2004) Bubu merupakan alat tangkap yang sudah lama dikenal nelayan. Hampir setiap daerah perikanan mempunyai variasi model bentuk tersendiri, seperti sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjang (kubus) atau segi banyak, bulat setengah lingkaran, dan lain-lain. Bahan umumnya dari anyaman bambu (bamboo’s screen). Secara garis besar bubu terdiri dari bagianbagian badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan berupa rongga tempat di mana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong, merupakan pintu di mana ikan dapat masuk tetapi sulit keluar. Pintu bubu merupakan bagian tempat pengambilan hasil tangkapan. Dilihat dari cara operasional penangkapannya, bubu dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu bubu dasar (ground fishpots), bubu apung (floating fishpots) dan bubu hanyut (drifting fishpots) (Subani dan Barus,1988). Bubu dasar mempunyai ukuran yang bervariasi tergantung kebutuhan nelayan. Bubu kecil ukuran panjangnya 1 m, lebar 50 – 75 cm, dan tinggi 25 – 30 cm, sedangkan bubu besar mempunyai ukuran panjang bisa mencapai 3,5 m, lebar 2 m dan tinggi 75 – 100 cm. Pengoperasian bubu dasar biasanya dilakukan di perairan karang atau di antara bebatuan. Untuk mengetahui tempat di mana bubu dipasang, biasanya dipasang pelampung tanda melalui tali panjang yang dihubungkan dengan bubu tersebut. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan 2 – 3 hari setelah bubu dipasang, kadang bahkan beberapa hari setelah bubu dipasang. Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang kualitas baik seperti kuwe (Caranx spp), beronang (Siganus spp), kerapu (Epinephelus spp), kakap (Lutjanus spp), kakaktua (Scarus spp), ekor kuning 3 (Caesio spp), kaji (Diagramma spp), lencam Lethrinus spp), udang penaeid, udang barong dan sebagainya (Subani dan Barus,1988). Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif bersifat statis dan keefektifannya sangat tergantung pada jenis pikatan. Selama ini nelayan menggunakan umpan sebagai pikatan agar ikan masuk ke bubu. Namun untuk memikat ikan masuk ke bubu bukan saja dengan umpan tetapi juga dipengaruhi oleh tingkah laku ikan itu sendiri seperti pergerakan ikan secara acak, pemakaian bubu sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung, keingintahuan ikan, tingkah laku sosial atau pemangsaan. Aspek tingkah laku ikan perlu diketahui agar mudah merancang alat tangkap serta memilih metode penangkapan yang tepat dalam operasi penangkapan ikan. Guna mengefektifkan penangkapan ikan karang dengan bubu dasar di samping cara yang sudah dilakukan nelayan selama ini, akan tetapi perlu ada penyempurnaan baik terhadap alat tangkap maupun metode penangkapannya. Keberhasilan penangkapan ikan karang dengan bubu tidak hanya ditentukan dari jenis umpan yang digunakan untuk mempengaruhi tingkah laku ikan datang mendekat ke bubu. Namun menurut Furevik (1994) diacu oleh Ferno dan Olsen (1994), beberapa parameter lain perlu diperhatikan seperti dimensi mesh bubu, ukuran dan bentuk pintu masuk, serta ukuran bubu. Keefektifan dari suatu alat tangkap dalam menangkap ikan salah satunya ditentukan dari disain alat tangkap itu sendiri. Tampilan dari alat tangkap bubu baik itu tipe, ukuran, dan penampakan dari alat tangkap tersebut sangat mempengaruhi tingkah laku ikan. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi zona pengaruh dari alat tangkap bubu terhadap tingkah laku ikan. Menurut Nikonorov (1975) zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga macam yaitu : (1) Zone of influence adalah wilayah/area/zona pengaruh alat tangkap terhadap tingkah laku ikan.; (2) Zone of action adalah wilayah/area/zona yang dihasilkan alat tangkap diarahkan ke kumpulan ikan; dan (3) Zone of retention adalah wilayah/area/zona di mana alat tangkap dapat menahan ikan sehingga tidak terlepas (Nikonorov,1975). 4 Untuk memperbesar zone of influence dari alat tangkap bubu dapat dilakukan dengan menggunakan rangsangan buatan (artificial stimultant) melalui penggunaan alat bantu penangkapan yakni rumpon. Menurut Gunarso (1985) bahwa untuk mengumpulkan ikan dapat dilakukan melalui beberapa cara, diantaranya dengan rangsangan kimia, rangsangan penglihatan, pendengaran, penciuman, aliran listrik dan rangsangan dengan menyediakan tempat berlindung. Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk mengumpulkan ikan, pada dasarnya agar gerombolan ikan tersebut mudah tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki. Rumpon (fish aggregating device) dikenal sebagai alat bantu penangkapan ikan, berfungsi untuk menarik perhatian/memikat ikan agar berkumpul pada suatu titik atau tempat, tempat berlindung dan sumber makanan ikan, kemudian dapat dilakukan penangkapan. Teknologi rumpon sudah diterapkan oleh masyarakat nelayan sejak dahulu. Biasanya dipakai sebagai alat bantu dalam penangkapan ikan pelagis baik pelagis kecil maupun pelagis besar dengan menggunakan alat tangkap purse seine, pole and line dan sebagainya. Rumpon ini dikenal dengan sebutan rumpon permukaan. Rumpon digunakan dalam penelitian ini adalah rumpon dasar dioperasikan di perairan karang berfungsi sebagai alat pemikat/pengumpul ikan yang dioperasikan bersama alat tangkap bubu untuk memperlancar penangkapan. Bubu yang dioperasikan bersama rumpon operasi dimaksud untuk memperbesar zona pengaruh (field of influence) alat tangkap bubu. Diharapkan dengan mengoperasikan bubu bersama rumpon ikan-ikan akan tertarik dan datang lebih banyak memasuki zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu, sehingga pada akhirnya ikan akan masuk ke dalam bubu dan tertangkap. Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang dikhususkan hanya untuk mengetahui tingkah laku ikan karang terhadap alat tangkap bubu meliputi jenis dan jumlah ikan yang hadir di rumpon dan bubu, radius, lama waktu, pola renang, pola gerak, serta jenis, jumlah, ukuran dan kelimpahan ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon. 5 Bertolak dari uraian di atas, maka untuk memahami proses tingkah laku ikan karang terhadap alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon serta hasil tangkapan bubu perlu dikaji melalui suatu penelitian. 1.2 Perumusan Masalah Penggunaan teknologi penangkapan ikan dengan rumpon sudah lama dikenal oleh para nelayan di Indonesia dan telah banyak digunakan dalam penangkapan ikan, terutama penangkapan ikan pelagis baik pelagis kecil maupun pelagis besar. Proses pembuatan konstruksi rumpon ini sangat sederhana dan dapat memanfaatkan bahan-bahan lokal. Sampai saat ini, pemakaian rumpon dalam penangkapan ikan dasar, khusus ikan karang belum dicoba oleh para nelayan. Alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan karang yakni bubu, pancing, jaring, sero dan panah. Dari jenis alat tangkap tersebut yang paling dominan digunakan untuk penangkapan ikan karang yakni bubu. Teknologi penangkapan ikan dengan bubu banyak digunakan nelayan hampir di seluruh dunia, mulai dari skala kecil, menengah sampai skala besar. Perikanan bubu skala kecil umumnya diarahkan untuk menangkap ikan dasar, udang dan kepiting yang dioperasikan pada kedalaman perairan yang tidak begitu dalam di perairan karang. Bentuk dan disain bubu sederhana dan ini sudah berkembang sejak turun-temurun (Martasuganda, 2003). Bubu yang digunakan dalam penangkapan ikan karang adalah bubu dasar. Sebagai alat pemikat/ penarik ikan masuk ke bubu, biasanya di pasang umpan. Selain umpan digunakan untuk menarik ikan masuk ke bubu, dapat pula digunakan pikatan lain seperti rumpon, di mana rumpon akan berfungsi menyediakan makanan berupa plankton yang akan dimanfaatkan oleh ikan karang sebagai sumber makanan. Salah satu komponen utama dari rumpon yang berfungsi untuk menarik ikan-ikan datang ke rumpon yakni atraktor. Atraktor (aggregator) berfungsi sebagai alat penarik/pemikat ikan, dapat dibuat dari jenis daun-daunan, seperti daun kelapa, daun pinang, daun nipah dan juga dari bahan sintetis seperti tali temali. Menurut Boy and Smith (1984) diacu oleh Monintja 6 et al. (1990), bahan aggregator dapat dibuat dari ban bekas, daun kelapa atau tali plastik Menurut hasil penelitian Iskandar dan Diniah (1996) bahwa bubu berumpon dapat memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan bubu tanpa rumpon. Hal ini dapat dimengerti karena bubu merupakan alat tangkap pasif, sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu dilakukan hal-hal yang dapat menarik perhatian ikan, salah satunya perlu kombinasi dengan rumpon. Penggunaan bubu bersama rumpon memberikan manfaat yang sangat besar terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk datang terutama dari ikan predator yang akan membuat ikan besar terjebak masuk ke bubu. Selama ini pemahaman masyarakat terutama nelayan tentang penggunaan rumpon dioperasikan bersama alat tangkap dalam proses penangkapan ikan hanya sekedar sebagai alat pengumpul ikan. Akan tetapi, pemahaman tentang proses ikan datang mendekati dan memasuki alat tangkap dan kenapa perlu menggunakan rumpon masih sangat terbatas. Oleh karena itu, untuk mendapatkan data dan informasi yang lebih akurat mengenai penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang perlu dikaji secara ilmiah lewat penelitian. Bertolak dari uraian di atas, maka yang menjadi fokus masalah dalam penelitian ini adalah ” Belum diketahui pengaruh rumpon terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu, serta ikan hasil tangkapan bubu. 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini sebagai berikut : (1) Mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu (2) Mengkaji pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun ukuran. 7 Diharapkan inovasi teknologi yang akan diuji lewat penelitian ini nanti, dapat memberikan informasi tentang penggunaan bubu bersama rumpon untuk meningkatkan produksi hasil tangkapan ikan karang, meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan para nelayan. Selain itu, informasi ini juga penting bagi pengambil kebijakan dalam bidang perikanan tangkap untuk menyusun rencana pengembangan usaha penangkapan ikan karang di masa akan datang. 1.4 Hipotesis Hipotesis penelitian ini sebagai berikut : (1) Rumpon berpengaruh terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu. (2) Rumpon berpengaruh terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun ukuran. 1.5 Kerangka Pemikiran Bubu termasuk salah satu alat tangkap yang banyak digunakan dalam penangkapan ikan karang. Untuk memikat ikan memasuki alat tangkap bubu, biasanya para nelayan memasang umpan. Cara memberikan rangsangan baubauan melalui pemasangan umpan ke dalam bubu membuat ikan-ikan akan terangsang untuk mendekati dan memasuki alat tangkap bubu. Selain umpan bisa digunakan untuk memikat ikan masuk ke bubu, dapat pula memanfaatkan pola tingkah laku ikan yang lain dengan cara merangsang indera penglihatan ikan sehingga ikan tertarik terhadap alat tangkap. Salah satu alternatif yang digunakan untuk merangsang ikan agar tertarik terhadap alat tangkap dengan menggunakan rumpon. Rumpon termasuk alat bantu penangkapan ikan yang berfungsi untuk memikat ikan sebelum operasi penangkapan dilakukan dengan suatu jenis alat tangkap. Penggunaan rumpon bersama bubu akan memberikan manfaat yang sangat besar terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Rumpon dapat menarik perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton sebagai sumber makanan bagi ikan-ikan, sebagai tempat berpijah bagi ikan-ikan tertentu, sebagai tempat 8 berlindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu, dan sebagai titik acuan navigasi bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya. Penggunaan bubu bersama rumpon akan mempengaruhi pola tingkah laku ikan memasuki zone of influence/ field of influence dari alat bubu. Ikan-ikan tersebut akan tertarik atau terespons untuk mendekati rumpon, sehingga terjadi aggregasi populasi ikan. Ikan-ikan hadir di rumpon ada yang menetap (resident), menetap sementara (transient) serta hanya berkunjung sebentar (visitor). Penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon, akan memudahkan ikan-ikan untuk mendekati dan memasuki alat tangkap bubu dan akhirnya tertangkap. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran untuk melaksanakan penelitian ini disajikan pada Gambar 1. 9 Bubu alat tangkap yang umum digunakan di terumbu karang Bubu tanpa umpan (atraktor lain tanpa umpan) Bubu berumpan Aktivitas penangkapan Salah satu alternatif pakai rumpon Rangsangan penglihatan Feeding ground Bubu berumpon Aggregasi populasi ikan : • Menetap (resident) • Sementara (non-resident Sumber makanan Tempat berlindung, dan lain-lain Bubu tanpa rumpon Pengaruh alat tangkap (zone of influence/field of influence) Respons Menetap (resident) Bubu Mendekat Masuk Menjauh Rumpon ? Escape Tinggal sementara (transient) Berkunjung sebentar (visitor) Menjauhi rumpon Tertangkap Gambar 1 Skema kerangka pemikiran penelitian. 2 2.1 TINJAUAN PUSTAKA Klasifikasi Ikan Karang Klasifikasi ikan karang menurut Kuiter (1992), sebagai berikut : Phylum : Cordata Klas : Osteichtyes Ordo : Perciformes Famili : Lutjanidae, Scaridae, Pomacentridae, dst Genus : Lutjanus, Scarus, dst Spesies : Lutjanus johni, dst Menurut Adrim (1993) diacu oleh Nasution (2001) mengelompokkan ikan karang dalam tiga kategori yaitu : (1) Kelompok ikan target, yaitu ikan yang mempunyai manfaat sebagai ikan konsumsi, seperti famili Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae dan Lethrinidae; (2) Kelompok ikan indikator, yaitu ikan karang yang dinyatakan sebagai indikator kelangsungan hidup terumbu karang. Hanya satu famili yang termasuk kelompok ikan indikator yaitu famili Chaetodontidae. (3) Kelompok ikan utama (mayor), yaitu ikan yang berperan dalam rantai makanan, seperti ikan dari famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae, Caesionidae, Labridae, Siganidae, Mullidae dan Apogontidae. Menurut Terangi (2004), pengelompokan ikan karang berdasarkan peranannya terdiri dari : (1) Ikan target adalah ikan yang merupakan target penangkapan atau dikenal dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti famili Serranidae, Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mullidae, Siganidae, Labridae dan Haemulidae; (2) Ikan indikator dikenal sebagai ikan penentu terumbu karang karena erat hubungannya dengan kesuburan terumbu karang seperti famili Chaetodontidae (kepe-kepe). (3) Ikan lain (Mayor familiy) adalah ikan yang terdapat dalam jumlah yang banyak dan banyak dijadikan sebagai ikan hias air laut seperti famili Caesionidae, Scaridae, Pomacentridae, Apogonidae, dan lain-lain. 11 2.2 Karakteristik Ikan Karang 2.2.1 Ikan target Dalam Terangi (2004), di kemukakan karakteristik dari berbagai famili ikan karang sebagai berikut : 1) Serranidae Famili ini biasanya dikenal dengan sebutan grouper, rock cods, coral trout, kerapu, sunu, lodi. Terdiri dari beberapa sub famili seperti Anthiniinae (anthias), Ephinephelinae, Gramministinae (soapfish) dan Pseudogrammitinae (podges). Biasanya hidup soliter (jarang ditemukan berpasangan), dan bersembunyi di gua-gua atau di bawah karang. Ukuran panjang sampai 2 m dengan berat mencapai 200 kg. Tergolong karnivora pemakan ikan, udang dan crustacea. Beberapa spesies dari famili ini diantaranya Anyperodon leucogramminicus, Cephalopholis miniata, Epinephelus quoyanus dan Plectropomus maculates. Subfamili Anthiinae disebut basslets, sea-perch, nona manis. Biasanya berukuran kecil, mempunyai warna terang, merah, orange, kuning dan biru. Hidup pada daerah tubir di terumbu karang dan jauh dari pantai atau daerah yang mempunyai kadar garam tinggi dan selalu bermain di atas celah-celah karang. 2) Lutjanidae Famili ini dikenal dengan sebutan snappers, seabass, kakap, jenahan, jambihan dan samassi. Hidup di perairan dangkal sampai laut dalam. Bentuk tubuh memanjang, agak pipih, badan tinggi dan mempunyai gigi taring. Warna merah, putih kuning kecokelatan dan perak. Sebagian hidup bergerombol dan sebagai predator ikan, crustacea dan plankton feeders. Bentuk berbeda antar yang dewasa dengan yang kecil. Contoh Lutjanus kasmira, L. biguttatus, L. sebae, dan Macolor niger. 3) Lethrinidae Famili ini dikenal dengan sebutan emperor, asual, asuan, gotila, gopo, ketamba lencam, mata hari, ramin dan sikuda. Sering ditemukan di daerah berpasir dan patahan karang (rubbel) pada daerah tubir, warna tubuh 12 bervariasi antar jenis, tetapi ada beberapa jenis dapat berubah dengan cepat hampir mirip dengan Lutjanidae tapi memiliki kepala agak runcing, panjangnya bisa mencapai 1 meter. Cara makan karnivora dengan memakan bermacam hewan di pasir dan patahan karang (rubbel). 4) Acanthuridae Famili ini dikenal dengan sebutan surgeons, botana, maum, marukut, kuli pasir. Duri berbisa terdapat pada pangkal ekor berjumlah 1 dan 2, sangat tajam seperti pisau operasi, kulit tebal dengan sisik halus. Termasuk golongan herbivora dan hidup di daerah karang dangkal, contoh : Naso vlamingii, Zebrasoma scopes. 5) Mullidae Famili ini dikenal dengan sebutan goatfishes, biji nangka, kambing-kambing. Warna umumnya merah, kuning dan keperak-perakan, mempunyai jenggot (barbell), dan mencari makan di dasar perairan atau pasir. Contoh : Parupeneus bifasciatus, Upeneus tragula. 6) Siganidae Famili ini dikenal dengan sebutan rabbit fishes, baronang, cabe, lingkis, samadar. Tubuh lebar dan pipih ditutupi sisik halus, warna bervariasi, pada punggung terdapat bintik-bintik putih, coklat, kelabu atau keemasan, duri-duri sirip berbisa, beracun menyebab perih bila tertusuk durinya dan ukuran berkisar 30 - 45 cm. Makanan umumnya rumput laut dan alga. 7) Haemullidae Famili ini dikenal dengan sebutan sweetlips, tiger, grunts, bibir tebal. Ditemukan pada gua-gua karang, kulit halus dan licin, warna dan bentuk tubuh berubah dalam pertumbuhan. Ukuran medium sampai 90 cm. Contoh : Plectrorincus orientalis. 8) Labridae Khusus genus Cheilinus, Choerodon dan Hemigymnus, ketiga genus ini dinamakan wrasses raksasa karena mempunyai ukuran agak besar (medium 13 size 20 -130 cm), aktif pada waktu siang hari (diurnal), ikan yang sulit untuk didekati (pemalu), sering ditemukan pada air yang bersih dan pada tubir karang di kedalaman 10 – 100 m. Makanannya moluska, bulu babi, udang kecil dan invertebrata. Contoh: Thallasoma sp, Cheilinus undulatus, Epibulus insidiator, Choerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Labroides sp. 9) Nemipteridae Famili ini dikenal dengan sebutan spinecheeks, monocle-bream, pasir-pasir, aloumang, ijaputi, palosi pumi dan ronte. Berwarna terang, sering ditemukan pada dasar perairan berpasir dan patahan-patahan karang (rubble), kelihatan selalu diam, tapi bila terusik berenang dengan cepat. Agresif pemakan invertebrata, ikan kecil, udang, kepiting dan cacing (Benthic feeders), hidup soliter dan bergerombol dan bersifat diurnal dan malam beristirahat di antara karang - karang. Ada perbedaan antara kecil dengan yang telah dewasa. 10) Priacanthidae Famili ini dikenal dengan sebutan big eyes, belanda mabuk, mata besar. Ciricirinya bermata besar umumnya merah, sebagian hidup di laut dalam dan pada siang hari bersembunyi di gua-gua karang. Untuk identifikasi di bawah air sulit karena antar spesies mirip, sebaiknya diambil spesimen. 11) Carangidae Famili ini dikenal dengan sebutan gabua, putih, kue. Termasuk ikan perenang cepat, tergolong ikan pelagis, biasanya hidup bergerombol (schooling), bersifat karnivora (waktu kecil makan zooplanton), dengan ukuran tubuh bisa mencapai 2 meter. 12) Sphraenidae Famili ini dikenal dengan sebutan baracuda, alu-alu. cepat, hidup bergerombol (schooling), dan giginya tajam. Termasuk perenang 14 2.2.2 Ikan indikator 1) Chaetodontidae Famili ini dikenal dengan sebutan butterfly, daun-daun, kepe-kepe. Umumnya berpasangan, sebagian hidup bergerombol, ukuran tubuh kurang dari 6 inchi, tubuh bulat dan pipih, dan gerakan lamban atau lemah gemulai. Cara makan di atas karang seperti kupu-kupu. Warna tubuh umumnya cemerlang dari kuning, putih dengan tompel hitam dan pola bergaris pada mata. Makanan polip karang, algae, cacing dan invebterata lain. Aktif di siang hari (diurnal) dan mata selalu ditutupi strip hitam. 2.2.3 Ikan famili utama (mayor) 1) Pomacentridae Famili ini dikenal dengan sebutan damselfish, betok laut, dakocan. Mempunyai banyak genus. Badan pipih dan nampak dari samping bulat. Ikan kecil terbanyak di terumbu karang. Makanan plankton, invetebrata, dan alga. Sebagian ada yang bersimbiosis dengan anemon (Amphiprion). Contoh : Cromis sp, Pomacentrus sp, Abudefduf sp, Dascyllus sp dan Amphiprion sp 2) Caesionidae Famili ini dikenal dengan sebutan fusilier, ekor kuning, sulih, suliri, sunin. Genus Caesio berenang cepat, warna umumnya biru, kuning bagian belakang dan perak. Sering ditemukan di luar karang (tubir karang). Makanannya zooplankton. Contoh: Pterocaesio sp, dan Caesio sp. 3) Scaridae Famili ini dikenal dengan sebutan parrotfishes, kakaktua, bayam. Gigi hanya dua atas dan bawah (seperti kakak tua), warna kebanyakan biru dan hijau, sering ditemukan bergerombol, kadang-kadang ditemukan sedang memakan karang keras dan sulit untuk diidentifikasi karena banyak yang mirip. Sering mencari makan di perairan dangkal waktu pasang tinggi. 15 4) Holocentridae Famili ini dikenal dengan sebutan squirrel, swanggi, baju besi, sirandang, murjan, olelo, mahinai. Hidup di bawah gua-gua karang, biasanya berpasangan, kadang-kadang juga bergerombol, kulit dan sisik keras, kepala dan sirip berbisa dan banyak yang mirip antar spesies. Warna tubuh merah, perak dan mempunyai tompel dan garis. 5) Pomacanthidae Famili ini dikenal dengan sebutan anggel, injel, betmen, napoleon, anularis. Warna mencolok dan cantik dengan ukuran tubuh dewasa antara 30 - 39 cm. Warna dan bentuk tubuh berubah selama pertumbuhan. Hidup soliter (sendiri) dan berpasangan. Hampir mirip dengan kepe-kepe, tapi lebih tebal dan di bawah tutup insang berduri dan makanannya alga dan spongs. Contoh: Centropyge sp, Pomachantus sp. 6) Apogonidae Famili ini dikenal dengan sebutan cardinal, beseng, belalang, seriding, capungan. Banyak ditemukan pada ranting karang, bulu babi dengan ukuran tubuh kecil antara 5 -15 cm, agak buntek, sirip-sirip transparan, warna kuning, merah, coklat, putih transparan sebagian berbintik dan bergaris. Contoh : Apogon cyanosoma, Cheilodipterus artus. 7) Scorpaenidae Famili ini dikenal dengan sebutan scorpion, lepu, linga-linga, lapo. Ikan ini penuh dengan duri yang berbisa 3 - 5 duri, bergerak lambat. Termasuk ikan predator, menangkap ikan yang lewat di depanya. Makanannya udang, kepiting, ikan-ikan kecil, warna umumnya cokelat, merah, putih, hitam dan kuning. Di Indo-Pasifik ada 80 genus, dari 350 spesies dan semua memiliki duri beracun. 8) Balistidae Famili ini dikenal dengan sebutan triger, cepluk, papakulu, pakol, mendut, gogot. Kulit tebal, bentuk seperti bola ruqby, mulut kecil dengan gigi yang kuat, hidup soliter, jika malam hari bersembunyi di lubang-lubang karang. 16 Makanan kepiting, moluska, bulu babi, sponge, hydroids, coral dan algae. Bagi penyelam harus hati-hati, karena ada spesies yang menyerang penyelam ketika ikan itu sedang bertelur dan sirip keras dan kaku. 9) Aulostomidae Famili ini dikenal dengan sebutan shimpfish, pisau-pisau. Ditemukan bergerombol pada karang bercabang, berenang secara vertikal, dan juvenil bermain pada bulu babi. 10) Phempheridae Famili ini dikenal dengan sebutan keeled sweeper. Warna umumnya cokelat kekuningan, bentuk tubuh sepeti segi tiga dan spesies kebanyakan mirip. Ditemukan pada gua-gua karang dan ukuran tubuh antara 15 - 25 cm. 11) Tetraodontidae Famili ini dikenal dengan sebutan puffers, Ostraciidae disebut boxfhise dan Monacanthidae disebut leather jackets. Ada yang punya mata palsu, bentuk tubuh agak runcing, dan fleksibel bisa seperti balon. Hidup soliter dan aktif pada waktu malam, memiliki organ racun dan perenang lambat dan potensial bagi predator. Habitat beragam seperti lumpur, pasir dan karang. 12) Zanclidae Famili ini dikenal dengan sebutan morish idol. Hidup pada terumbu karang, berhidung panjang dan sirip dorsal panjang, warna tubuh kuning dan belang hitam. 13) Ephippidae Famili ini dikenal dengan sebutan batfishes, platak. Bentuk seperti kelelawar, perenang lambat/tenang. Makanan algae, invertebrata (ubur-ubur) dan plankton . 17 2.3 Pola Distribusi dan Kebiasaan Makan Ikan Karang 2.3.1 Pola distribusi ikan karang Beberapa studi mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kehadiran ikan (struktur komunitas dan kelimpahan ikan) di suatu komunitas terumbu karang antara lain : tinggi rendahnya presentase tutupan karang hidup, zona habitat dan peubah fisik seperti arus, kecerahan dan suhu (Bell dan Galzin, 1985 diacu oleh Tamimi dan Bengen, 1993). Distribusi ikan karang dikelompokan menjadi 2 bagian antara lain (1) distribusi vertikal ikan karang; dan (2) distribusi harian ikan karang. Menurut Harmelin-Vivien (1979) diacu oleh Marschiavelli (2001) mengemukakan bahwa ikan-ikan karang dapat dikelompokkan berdasarkan distribusi vertikal sebagai berikut : (1) Spesies ikan karang yang hidup di dalam sedimen seperti famili Gobiidae, Ophichtidae, Trichonotidae, dst; (2) Spesies ikan karang yang hidup di permukaan sedimen, seperti famili Torpedinidae, Nemipteridae, Bothidae, Soleidae, Mullidae, Sydnathidae, dst; (3) Spesies ikan karang yang hidup di dalam gua-gua karang, seperti famili Serranidae, Apogonidae, Holocentridae, Pomacanthidae, Malacanthidae, dst; (4) Spesies ikan karang yang hidup di permukaan terumbu karang, seperti famili Pomacentridae, Bleniidae, Synodonthidae, Monacanthidae, dst; (5) Spesies ikan karang yang hidup di sekitar terumbu karang, seperti famili Labridae, Chaetodontidae, Scaridae, Acanthuridae, Balistidae, Zanclidae, dst; (6) Spesies ikan karang yang hidup di kolom air, seperti famili Tylosuridae, Carangidae, Sphyraenidae, Clupeidae, dst. Pola distribusi harian ikan karang dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu ikan-ikan diurnal dan nokturnal. Ikan diurnal (ikan siang) merupakan kelompok terbesar di ekosistem terumbu karang. Termasuk kelompok ikan diurnal adalah famili Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae, Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan 18 Gobiidae. Mereka makan dan tinggal di permukaan karang serta memakan plankton yang lewat di atasnya. (Allen dan Steene 1990 diacu oleh Syakur 2000). Pada malam hari ikan-ikan diurnal akan masuk dan berlindung di dalam terumbu dan digantikan oleh ikan-ikan nokturnal (ikan malam). Pada malam hari mereka keluar mencari makan, dan di siang hari ikan-ikan ini masuk ke gua-gua atau ke celah-celah karang. Termasuk ikan nokturnal seperti famili Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Muraenidae, Scorpaenidae, Serranidae, dan Labridae. Selain ikan diurnal dan nokturnal, jenis ikan lain yang sering melintasi ekosistem terumbu karang seperti famili Scombridae, Sphyraenidae, Caesionidae, dan ikan hiu.Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dilihat pada Tabel 1. dan habitat hidup dapat 19 Tabel 1 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat hidup No Famili Target 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 Gobiidae Ophichtidae Trichonotidae Torpedinidae Nemipteridae Bothidae Soleidae Mullidae Sydnathidae Serranidae Apogonidae Holocentridae Pomacanthidae Malacanthidae Pomacentridae Bleniidae Synodonthidae Monacanthidae Labridae Chaetodonthidae Scaridae Acanthuridae Balistidae Zanclidae Tylosuridae Carangidae Sphyraenidae Clupeidae Ostraciontidae Tetraodontidae Canthigasteridae Haemulidae KelompokiIkan Indikator Mayor Soliter + Sifat Hidup Bergerombol Berpasangan + + + + + + + + + + + + + + + + Habitat hidup Dalam Permukaan gua-gua terumbu Sekitar terumbu Kolom air + + + + + + + + + + + + Permukaan sedimen + + + + + + + + + + + Dalam sedimen + + + + + + + + + + + + + + + 20 Tabel 1 (Lanjutan) No Famili Target 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 Priacanthidae Muraenidae Scorpaenidae Synodontidae Carcharhinidae Lamnidae Sphraenidae Lutjanidae Cirrhitidae Scombridae Caesionidae Ephippidae Diodontidae Palinuridae Diogonidae Xanthidae Siganidae Lethrinidae Aulostomidae Phempheridae Kyphopsidae Sumber : KelompokiIkan Indikator Mayor Soliter Sifat Hidup Bergerombol Berpasangan + + + + + + + + + + + + Terangi (2004); Harmelin-Vivien (1979) diacu oleh Marschiavelli (2001) Keterangan : + : tergolong Dalam sedimen Permukaan sedimen Habitat hidup Dalam Permukaan gua-gua terumbu Sekitar terumbu Kolom air 21 2.3.2 Kebiasaan makan ikan karang Terangi (2004), mengatakan bahwa pengelompokan ikan karang berdasarkan periode aktif mencari makan sebagai berikut : (1) Ikan diurnal (aktif pada siang hari) seperti famili Holocentridae, Chaetodontidae, Balistidae, Pomacentridae, Pomacanthidae, Scaridae, Acanthuridae, Monachantidae, Bleniidae, Ostracionthidae, Tetraodontidae, Canthigasteridae, dan beberapa dari suku Mullidae; (2) Ikan nokturnal (aktif pada malam hari) seperti famili Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Priacanthidae, Muraenidae, Serranidae dan beberapa dari suku Mullidae; dan (3) Ikan crepuscular (aktif diantara) seperti famili Sphyraenidae, Serranidae, Carangidae, Scorpaenidae, Synodontidae, Carcharhinidae, Lamnidae, Spyraenidae, dan beberapa dari Muraenidae. Menurut Pentury et al. (1995), mengatakan bahwa berdasarkan cara makannya, ikan karang dapat dikelompokkan menjadi pemakan benthos (benthic feeder), benthos dan midwaters feeders (famili Pomadasydae), serta pemakan plankton ( plankton feeder). Selanjutnya menurut waktu makan maka ikan karang dapat digolongkan menjadi ikan yang mencari makan pada siang hari (diurnal) dan ikan yang mencari makan pada malam hari (nokturnal). Menurut Mc Connaughey dan Zottoli (1983) diacu oleh Syakur (2000) mengemukakan ikan yang tergolong herbivora adalah ikan yang aktif di siang hari (diurnal), sedangkan ikan karnivor umumnya mencari makan pada malam hari (nokturnal). Menurut hasil penelitian Iskandar dan Mawardi (1996) mengemukakan ikanikan yang termasuk ikan diurnal (D) seperti famili Pomacentridae, Caesionidae, Synodontidae, Ephippidae, Chaetodontidae, Pomacanthidae, Labridae, Scaridae, Acanthuridae dan Diodontidae, sedangkan tergolong ikan nokturnal seperti famili Lutjanidae, Holocentridae, Palinuridae, Diogonidae dan Xanthidaae dan jenis ikan yang bersifat rangkap diurnal dan nokturnal dari famili Cirrhitidae, Serranidae, dan Holocentridae dari genus Pterois sp. Aktivitas makan dari ikan diurnal dimulai sejak penetrasi cahaya matahari cukup menerangi kolom perairan di sekitar terumbu karang. Di pagi hari aktivitas ikan belum begitu tinggi, akan tetapi semakin siang semakin tinggi aktivitasnya. 22 Sebaliknya pada sore hari saat penetrasi cahaya mulai berkurang maka aktivitas makan pun berkurang dan di saat menjelang matahari terbenam ikan-ikan tersebut mulai menghilang menuju tempat persembunyian. Aktivitas ikan nokturnal mencari makan dimulai saat hari mulai gelap. Ikan-ikan tersebut digolongkan sebagai ikan soliter di mana aktivitas makan dilakukan secara individu, gerakannya lambat cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas serta lebih banyak menggunakan indera perasa dan penciuman (Iskandar dan Mawardi, 1996). Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan aktivitas makan dapat dilihat pada Tabel 2. 2.4 Habitat Ikan Karang Keterkaitan ikan terhadap terumbu karang karena bentuk pertumbuhan terumbu menyediakan tempat yang baik dan sebagai sumber makanan dengan keragaman jenis hewan atau tumbuhan (Nagelkerken, 1981 diacu oleh Wijoyo, 2002). Choat dan Bellwood (1991) diacu oleh Syakur (2000) membahas interaksi antara ikan karang dengan terumbu karang, disimpulkan ada tiga bentuk hubungan antara lain : (1) Interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari predator (pemangsa) terutama bagi ikan masih muda; (2) Interaksi dalam mencari makanan meliputi hubungan antara ikan karang dan biota yang hidup di karang termasuk algae; (3) Interaksi tak langsung akibat struktur karang, kondisi hidrologi dan sedimen. Interaksi antara ikan karang dengan habitat karang sangat erat kaitannya tergantung dari kondisi terumbu karang. Kerusakan terumbu karang akan mengakibatkan menurunnya populasi ikan di perairan karang. 23 Menurut Helviana (1998) membuat penelitian terhadap struktur komunitas ikan karang di Pulau Siberut pada kedalaman 3 m dan 10 m disimpulkan bahwa jumlah jenis (taksa) ikan karang pada kedalaman 3 m lebih sedikit jika dibandingkan dengan kedalaman 10 m. Hal ini disebabkan oleh rendahnya penutupan karang hidup pada kedalaman 3 m. . 24 Tabel 2 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan aktivitas makan No Famili Target 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 Gobiidae Ophichtidae Trichonotidae Torpedinidae Nemipteridae Bothidae Soleidae Mullidae Sydnathidae Serranidae Apogonidae Holocentridae Pomacanthidae Malacanthidae Pomacentridae Bleniidae Synodonthidae Monacanthidae Labridae Chaetodonthidae Scaridae Acanthuridae Balistidae Zanclidae Tylosuridae Carangidae Sphyraenidae Clupeidae Ostraciontidae Tetraodontidae Canthigasteridae Haemulidae Priacanthidae Muraenidae Scorpaenidae KelompokiIkan Indikator Mayor Periode aktivitas mencari makan Siang Antara Malam (Diurnal) (Crespuscular) (Nocturnal) Herbivora + Omnivora Tingkat tropik Plankton Pemakan feeders crustcea dan ikan Piscivora + Pemakan lain-lain + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + 25 Tabel 2 (Lanjutan) No Famili Target 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 Synodontidae Carcharhinidae Lamnidae Sphraenidae Lutjanidae Cirrhitidae Scombridae Caesionidae Ephippidae Diodontidae Palinuridae Diogonidae Xanthidae Siganidae Lethrinidae Aulostomidae Phempheridae Kyphopsidae Sparidae Gerridae Fistulariidae Sciaenidae Pempheridae Grammistidae Grammidae KelompokiIkan Indikator Mayor Periode aktivitas mencari makan Siang Antara Malam (Diurnal) (Crespuscular) (Nocturnal) + + + + + + + + + + + + + + + + + + Herbivora Omnivora + + + + + + Tingkat tropik Plankton Pemakan feeders crustcea dan ikan + + + Piscivora + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + Sumber : Allen dan Steene (1990); Syakur (2000), Terangi (2004); Iskandar dan Mawardi (1996); Keterangan : + : tergolong + + Pemakan lain-lain 26 Keberadaan ikan di terumbu karang tergantung pada makanannya, karena itu ada keterkaitan yang tidak seimbang terhadap hubungan antara predator dan mangsanya (White, 1987). Keberadaan ikan-ikan karang sangat dipengaruhi oleh kondisi/kesehatan terumbu karang biasanya ditunjukkan oleh persentase penutupan karang hidup (Hutomo, 1986 diacu oleh Wijoyo, 2002). Terumbu karang terdiri dari berbagai habitat seperti daerah berpasir, berbatu, ada yang membentuk daratan, lereng, tebing dan gua-gua. Habitat-habitat tersebut mempengaruhi jenis-jenis ikan yang berasosiasi di dalamnya. Pada karang glomerate seperti Porites sp umumnya tanpa celah yang dalam, banyak terdapat ikan pemakan polip (polypgrazer) seperti ikan pakol (Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae). Karang cabang seperti Acropora sp merupakan tempat berlindung bagi ikan kecil seperi ikan gobi dan ikan betok laut berenang keluar mencari zooplankton sebagai makanannya dan segera kembali ke terumbu. 2.5 2.5.1 Alat Tangkap Bubu Bentuk dan konstruksi bubu Perangkap (trap) adalah semua alat penangkap yang berupa jebakan. Alat ini bersifatnya pasif, dibuat dari anyaman bambu (bamboos netting), anyaman rotan (rottan netting), anyaman kawat (wire netting), kere bambu (bamboo’s screen), misalnya bubu (fish pot), sero (guiding barriers), dan lain-lain. Alat penangkap tersebut baik secara temporer, semi permanen, maupun permanen di pasang (di taman) di dasar laut, diapungkan atau dihanyutkan. Ikan-ikan atau sumberdaya perikanan laut lainnya tertangkap atau terperangkap karena terangsang adanya umpan atau tidak (Subani dan Barus,1989). Menurut Sainsbury (1986), membagi bubu (pot) secara umum dikelompokan menjadi 2 (dua) bagian yaitu offshore pot fishing dan inshore potting. Pot (trap) di konstruksi dari beberapa material yang berbeda termasuk kayu, kawat, plastik, plastik dibungkus dengan kawat dan jaring. Disainnya tergantung dari setiap lokasi. Pot dirancang untuk memudahkan ikan masuk dan sulit untuk keluar. Selanjutnya menurut Brandt (1984) penangkapan ikan dengan bubu adalah 27 keinginan agar ikan mau masuk ke dalam tempat atau jebakan, di mana ikan masuk tanpa ada paksaan karena ingin mencari tempat berlindung, terpikat oleh umpan, terkejut atau digiring oleh nelayan Bentuk bubu sangat beraneka ragam, ada yang berbentuk segi empat, trapesium, silinder, lonjong, bulat setengah lingkaran, persegi panjang dan bentuk lainnya. Bentuk bubu biasanya disesuaikan dengan ikan menjadi target tangkapan, tetapi meskipun yang dijadikan target tangkapan sama, terkadang bentuk bubu yang dipakai bisa juga berbeda tergantung pada kebiasaan atau pengetahuan nelayan yang mengoperasikannya. Berbeda dengan alat tangkap lain, bentuk bubu tidak ada keseragaman di antara nelayan di satu daerah dengan di daerah lainnya atau di satu negara dengan negara lainnya (Martasuganda, 2003). Dalam JICA (2001) dikemukakan bahwa bentuk bubu ada bermacam-macam tipe seperti tipe cone, retangular, semi-retangular, half-ball, arrow-head, Z type, cylinder, scoop, circular, heart, triangular, barrel dan jar. Bagian-bagian bubu terdiri dari badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan sebagai rongga tempat ikan terkurung. Mulut bubu berbentuk corong dan merupakan pintu tempat ikan dapat masuk tetapi tidak dapat keluar dan pintu bubu merupakan tempat pengambilan hasil tangkapan (Subani dan Barus,1989). Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif bersifat statis dan keefektifannya sangat tergantung pada jenis pikatan yang dipakai. Dalam usaha penangkapan bubu, biasanya untuk menarik ikan masuk ke bubu di pasang umpan tetapi ada pula bisa tanpa umpan. Jenis umpan yang digunakan dapat mempengaruhi jumlah hasil tangkapan dan komposisi jenis ikan yang tertangkap (Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994). Menurut High dan Beardsley (1970), Ferno dan Olsen (1994) mengemukakan bahwa ikan dapat tertarik pada bubu bukan saja karena umpan tetapi dari berbagai alasan lain seperti pergerakan secara acak, pemakaian bubu sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung, keingintahuan ikan, tingkah laku sosial antar spesies, atau karena pemangsaan. Beberapa hal tersebut di atas merupakan suatu mekanisme yang dapat memberikan masukan untuk efisiensi bubu tanpa umpan. 28 Menurut Furevik (1994), mengemukakan bahwa tingkat selektif alat tangkap bubu dalam penangkapan ikan sangat tergantung dari beberapa parameter antara lain : mesh zise bubu, bentuk dan ukuran pintu masuk, ukuran bubu dan celah pelolosan (escape gap). 2.5.2 Daerah penangkapan ikan untuk tempat pemasangan bubu Daerah penangkapan adalah semua tempat dimana ikan ada dan alat tangkap dapat dioperasikan (Djatikusumo, 1975 diacu oleh Urbinus, 2000). Menurut Sadhori (1985), ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan daerah penangkapan ikan, yaitu: (1) Adanya ikan yang akan ditangkap; (2) Ikan tersebut dapat ditangkap (3) Penangkapan dapat dilakukan secara berkesinambungan (4) Hasil tangkapan menguntungkan Penentuan daerah penangkapan untuk pengoperasian bubu tidak begitu rumit dan kurang dipengaruhi oleh faktor oseanografi. Hal terpenting dalam menentukan daerah penangkapan adalah diketahui keberadaan ikan dasar, kepiting atau udang sebelum operasi penangkapan dilakukan. Informasi ini dapat diperoleh dari data hasil tangkapan atau informasi daerah penangkapan dari instansi terkait atau berdasarkan catatan keberadaan ikan dasar, kepiting atau udang di daerah penangkapan (Martasuganda, 2003). 2.5.3 Pengoperasian alat tangkap bubu Sainsbury (1986) mengemukakan bahwa bubu dapat dioperasikan satu kali dalam sekali setting, hasil tangkapannya memiliki kualitas yang tinggi tetapi terdapat juga hasil tangkapan sampingan. Operasi penangkapan ikan erat hubungannya dengan tingkah laku ikan sebagai faktor penentu keberhasilan operasi penangkapan ikan. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan dapat memperbaiki serta merubah alat maupun metode memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi penangkapan. penangkapan yang 29 Pengoperasian bubu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bubu dasar (ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot). Menurut cara pengoperasiannya bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara yaitu dipasang secara terpisah di mana satu bubu dipasang dengan satu pelampung (single trap) dan beberapa bubu dirangkai menjadi satu dengan menggunakan satu tali utama (long line traps) (Subani dan Barus, 1989). Menurut Monintja dan Martasuganda (1990) diacu oleh Nasution (2001), keistimewaan bubu sebagai alat tangkap tradisional sebagai berikut: (1) Pembuatan alat mudah dan murah; (2) Pengoperasian mudah; (3) Kualitas hasil tangkapan bagus; (4) Tidak merusak sumber daya, baik secara ekologis maupun teknik; dan (5) Dapat dioperasikan di tempat-tempat di mana alat tangkap lain tidak bisa beroperasi Menurut Monintja dan Martasuganda (1990) diacu oleh Nasution (2001) bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan dasar, ikan karang dan udang terperangkap pada bubu, yaitu : (1) Tertarik oleh umpan; (2) Digunakan sebagai tempat berlindung; (3) Karena sifat thigmotaksis ikan itu sendiri; dan (4) Digunakan sebagai tempat beristirahat sewaktu ikan bermigrasi. 2.5.4 Hasil tangkapan Ikan yang menjadi target penangkapan dengan bubu adalah kepiting, udang, shelfish, octopus, ikan demersal, lobster, conger eel dan cuttlefish (JICA, 2001). Hasil tangkapan bubu dasar terdiri dari ikan dasar, ikan karang, udang, kepiting dan sebagainya. Hasil tangkapan ikan karang dengan bubu dasar berupa ikan karang terutama dari famili Pomacentridae, Chaetodontidae, Siganidae, Serranidae Scaridae, Acanthuridae, Lutjanidae, Labridae, dan jenis lainnya. Menurut Tiyoso (1979 diacu oleh Suci (1993) bahwa fluktuasi hasil tangkapan bubu dapat terjadi karena beberapa alasan seperti: 30 (1) Migrasi dan perubahan harian, musiman maupun tahunan dari kelompok ikan; (2) Keragaman ukuran ikan dalam populasi; (3) Tepat tidaknya penentuan tempat pemasangan bubu, karena alat tangkap ini bersifat pasif dan menetap. 2.5.5 Zona pengaruh di sekitar alat tangkap terhadap tingkah laku ikan Zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga macam yaitu : (1) Zone of influence adalah wilayah/area/zona pengaruh alat tangkap terhadap tingkah laku ikan.; (2) Zone of action adalah wilayah/area/zona yang dihasilkan alat tangkap diarahkan ke kumpulan ikan; dan (3) Zone of retention adalah wilayah/area/zona di mana alat tangkap dapat menahan ikan sehingga tidak terlepas (Nikonorov,1975). Letak wilayah/area/zona dari beberapa alat tangkap menurut Nikonorov (1975) dapat dilihat pada Gambar 2. Keterangan : Gambar 2 Zona/area pengaruh alat tangkap. I.Tipe kontak alat tangkap : a. gillnets, b. pancing berumpan dan c. pancing tanpa umpan; II. Trapnet; III. Alat tangkap Trawl : d. posisi horisontal, e. posisi vertikal; IV. Fish Pump; V. Alat tangkap melingkar (surrounding gear) : f . pertengahan (midwater), g. di dasar (on the bottom), 1 : Zone of influence, 2 : Zone of action, 3. zone of retention; 4. field of influence terhadap sumber cahaya, umpan, dan lain-lain. 31 Nikonorov (1975) menggambarkan zona pengaruh dari alat tangkap trapnet dimana zone of influence ditentukan oleh ukuran leader (penaju), zone of action ditentukan oleh pintu masuk trap, dan zone of retention ditentukan oleh kantong (chamber). Untuk menghitung jumlah ikan yang berinteraksi pada zone of influence (leader) sebagai berikut : Qf0 = c0 S0 Vt t ; (1) di mana : Qf0 = jumlah ikan yang memasuki zone of influence c0 = konsentrasi ikan S0 = area permukaan leader net Vt = kecepatan renang ikan t = lama penangkapan Selanjutnya untuk menghitung kapasitas penangkapan pada trapnet yang ditentukan oleh jumlah ikan (Qf) yang melalui zone of action dari alat tangkap Qf1 = c1 S1 Vf t ; di mana : (2) Qf1 = jumlah ikan yang memasuki zone of action c1 = konsentrasi ikan S1 = area dari leader net Vf = kecepatan masuknya ikan t maka Qf1 = lama penangkapan = Qf0 - Qf2 Oleh karena itu, efisiensi penangkapan dapat dihitung sebagai berikut : Qf1 Qf2 = ----- = 1 + ------Qf0 Qf0 Selanjutnya retaining efficiency dapat dihitung sebagai berikut : 1 Qf 2 (3) (4) = Qf1 - Qf3 Qf3 Qf = ----- = 1 - ------Qf1 Qf1 (5) Mengacu pada pendapat Nikonorov (1975) dapat diduga setelah rumpon dan bubu berada di perairan maka kedua benda tersebut akan memberikan respons untuk menarik ikan berkumpul baik di rumpon maupun di bubu. Ikan yang terespons datang mendekati rumpon dan bubu merupakan awal proses tingkah laku terjadi. Proses tingkah laku ikan terjadi karena beberapa alasan antara lain: 32 (1) Rangsangan (stimulation) dari luar seperti warna, bentuk benda, bau umpan, suara dan cahaya; (2) Tanggapan dari ikan melalui mata, telinga, penciuman dan linea lateralis; dan (3) Sistem urat syaraf dimana ikan menerima tanggapan dan duteruskan oleh urat syaraf dan ujung urat syaraf ke otak dan diproses di otak, maka otak akan memerintahkan terjadinya gerakan-gerakan pada tumbuh ikan (body movement). Seluruh gerakan tersebut di sebut tingkah laku ikan (fish behaviour) (Syandri, 1988). Perubahan tingkah laku ikan berhubungan dengan tanggapan ikan dengan benda-benda yang berada di perairan dan lingkungan sekitarnya awalnya di respons oleh mata ikan. Mata ikan merupakan salah satu organ penting pada ikan berfungsi untuk melihat benda-benda dalam air baik dalam posisi dekat maupun jauh. Bila ikan sedang istirahat, maka mata ikan hanya mampu melihat benda di depannya saja, dan bila melihat jauh seluruh lensa ditarik kebelakang oleh otot khusus dinamakan retractor lentis (Omma Nney, 1982 diacu oleh Syandri, 1988). Penglihatan ikan berbeda dengan binatang air lain, dimana ikan dapat melihat ke beberapa jurusan sekaligus. Mata ikan terletak pada kedua sisi kepala, di sebelah kiri (dicatat oleh otak bagian kiri) dan sebelah kanan (dicatat oleh otak bagian kanan) (Rab, 1988 diacu oleh Razak et al. 2005). Khusus bagi ikan karang, mata ikan juga memiliki morfologi yang berbeda. Pada ikan nokturnal, ukuran matanya lebih besar seperti ikan Myripristis sp , sedangkan ikan diurnal seperti Chaetodon lunula ukuran matanya kecil. Perbedaan ukuran itu disebabkan kondisi cahaya yang ada di lingkungan perairan sangat kontras saat siang hari dan malam hari. Pada malam hari intensitas cahaya rendah sehingga adaptasi mata ikan lebih besar, agar mampu menggunakan cahaya dengan intensitas rendah. Warna yang mampu dilihat ikan karang secara umum adalah warna biru dan sensitif terhadap warna hijau. Ikan karang dari kelompok diurnal ketajaman penglihatan (visual acuity) lebih baik dari pada kelompok ikan nokturnal dan crespuscular karena sel-sel kerucut (cone cell) pada fotoreseptor lebih banyak. Pada ikan nokturnal fotoreseptor mengalami modifikasi dimana kepadatan sel batang (rod cell) antara 106 - 107 per mm2 dan lebih banyak dari ikan diurnal, 33 serta ketebalan lapisan fotoreseptor lebih tebal dari ikan diurnal (Sale (ed) 1991 diacu oleh Razak et al. 2005). Dalam kaitan dengan penglihatan ikan karang untuk melihat makanan di sekelilingnya ditentukan juga oleh sinar ultra violet. Sinar ultra violet ini dapat membantu ikan untuk melihat makanan khusus ikan karang pemakan zooplankton. Adanya sinar ultra violet yang dapat dilihat oleh ikan menyebabkan warna zooplankton berwarna hitam dan dapat dilihat dalam air sehingga ikan karang dapat mengenalinya (Razak et al. 2005) Selain itu menurut Laevastu dan Hela (1971) diacu oleh Sondita (1986), visibilitas suatu alat tangkap bagi penglihatan ikan mempengaruhi keberhasilan penangkapan ikan. Karena itu kemampuan ikan untuk melihat suatu benda merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Kemampuan ikan untuk melihat suatu benda di kolom air dipengaruh oleh jarak ikan dengan benda, intensitas cahaya lingkungan dan sifat benda itu sendiri. Kemampuan cahaya untuk menembus kolom air berbeda menurut panjang gelombang (Nikonorov, 1975 diacu oleh Sondita, 1986). Diduga selain visibilitas alat tangkap dan cahaya yang mempengaruhi ikan bisa melihat alat tangkap dan terpengaruh, tentu masih ada beberapa faktor lain seperti schooling ikan termasuk pola renang ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan, pola gerak ikan, lapisan renang (swimming layer), radius/jarak ikan dengan alat tangkap, lama waktu ikan berada di sekitar alat tangkap berbedabeda, serta faktor fisik terutama arus yang dapat merubah arah ruaya ikan. Gambaran tentang perubahan tingkah laku ikan ketika ikan karang memasuki zone of influence alat tangkap bubu tentu berbeda pada setiap jenis ikan. Ikan karang berbeda dengan jenis ikan lainnya terutama ikan memiliki kelompok tertentu. Secara umum dikenal ada tiga kelompok ikan karang yaitu kelompok famili utama (mayor), target dan indiktor. Masing-masing kelompok ikan ini memperlihatkan pola hidup yang berbeda-beda. 34 2.5.6 Tingkah laku ikan mendekati dan memasuki alat tangkap bubu Ketika ikan memasuki bubu berumpan pada awalnya ikan akan mendatangi dan menggigit umpan, tetapi tidak lama kemudian ikan tersebut akan kehilangan ketertarikannya. Pada bubu tidak berumpan, ada perbedaan tingkah laku ikan memasuki bubu di mana squerrelfish dan goatfish memasuki bubu dengan cara bergerombol, tetapi parrotfish, bigeyes memasuki bubu secara individual. Chaetodon sp dan Pseudopeneus sp akan berenang berbalik arah dengan ketakutan bila ada ikan jenis lain yang tertangkap oleh bubu (Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994). Irawati (2002) mengemukakan tentang tingkah laku ikan kerapu macan dalam bak percobaan terlihat bahwa ikan mulai masuk ke dalam bubu setelah beberapa saat bubu berada dalam bak. Waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk masuk ke dalam bubu sangat bervariasi. Saat penelitian diketahui bahwa ada ikan yang langsung masuk ke dalam bubu setelah 1 menit dan hingga pengamatan terakhir sekitar 3 jam ikan tidak pernah masuk ke dalam bubu. Ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara lain ikan mencoba masuk satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol lalu mencoba masuk ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian menyusuri dinding bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun bagian depan mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa ikan mengelilingi bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah menyusuri dinding bubu, ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya lewat saja (Irawati, 2002). Ikan yang tidak masuk ke dalam bubu akan kembali berkumpul dengan ikan lain yang bergerombol di luar bubu. Ikan tidak jadi masuk ke bubu karena beberapa sebab di antaranya karena di dalam bubu ada ikan yang menjadi pesaing, atau jika di alam karena ada ikan pemangsa (predator). Selain itu, karena ikan tersebut mengikuti pergerakan ikan lain yang menjauhi bubu dan ikan tidak masuk ke bubu karena ada ikan lain yang menghalangi jalan masuknya (Irawati, 2002) Reiliza (1997) mengamati tingkah laku ikan kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus), ikan bendera (Heniochus acuminatus) dan ikan raja gantang (Sargocentron violaceum) terhadap alat tangkap bubu dengan menggunakan 35 remotely operated vehicles (ROV) ternyata ketiga jenis ikan tersebut mempunyai tingkah laku yang berbeda. Tingkah laku dari ketiga jenis ikan tersebut sebagai berikut : (1) Ikan kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus) Ikan ini selalu berenang berkelompok (minimal 2 ekor). Ikan kepe-kepe datang ke bubu dari arah depan samping kanan atau kiri, tidak pernah datang lurus dari depan bubu. Biasanya ikan ini berenang menentang arus dan terkadang tingkah lakunya di sekitar dan di dalam mulut bubu dipengaruhi oleh arah dan gerakan arus. Tingkah laku ikan kepe-kepe terhadap bubu kawat tipe buton sebagai berikut : (1) Ikan datang ke bubu lalu menyusuri dinding mulut bubu, bermain di mulut bubu, kemudian masuk ke dalam bubu membutuhkan waktu kurang lebih 20 - 49 detik; (2) Ikan datang ke bubu menyusuri dinding mulut bubu, kemudian masuk ke bubu membutuhkan waktu kurang lebih 6 – 15 detik; (3) Ikan datang ke bubu menyusuri dinding mulut bubu dan bermain di dalam mulut bubu, kemudian keluar dari bubu menyusuri dinding mulut bubu membutuhkan waktu kurang lebih 18 – 22 detik; (4) Ikan datang ke bubu lalu menyusuri dinding mulut bubu, kemudian berbelok dan langsung keluar dari bubu membutuhkan kurang lebih waktu 5 – 15 detik. (2) Ikan bendera (Heniochus acuminatus) Ikan ini berenang berkelompok ( 2 – 3 ekor) dengan gerakan naik turun (tidak mendatar). Ikan ini sangat menyukai karang yang terdapat di atas bubu dan bermain-main di situ. Tingkah laku ikan bendera terhadap bubu sebagai berikut: (1) Ikan datang ke karang yang ada di atasnya, lalu masuk ke mulut bubu, kemudian pergi membutuhkan waktu kurang lebih 39 - 43 detik; (2) Ikan datang langsung ke dalam mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu, membutuhkan waktu kurang lebih 14 – 16 detik; (3) Ikan datang ke bubu, bermain-main di mulut bubu, lalu keluar dan pergi, membutuhkan waktu kurang lebih 39 – 50 detik. 36 (3) Ikan raja gantang (Sargocentron violaceum) Ikan ini bergerak lambat. Gerakannya pada saat masuk ke dalam bubu adalah melingkar dan arah putarannya dipengaruhi oleh arus. Tingkah laku ikan raja gantang terhadap bubu sebagai berikut : (1) Ikan mendatangi bubu dari arah depan dengan gerakan melingkar yang berlawanan dengan arah arus, masuk ke dalam mulut bubu dan berhenti di ujung mulut bubu (hanya bergerak berputar-putar berlawanan arah arus), membutuhkan waktu kurang lebih 49,5 detik; (2) Ikan mendatangi bubu dari arah depan dengan gerakan melingkar yang berlawanan dengan arah arus, masuk ke dalam mulut bubu dan masuk ke dalam bubu, membutuhkan waktu kurang lebih 50,5 detik. 2.5.7 Tingkah laku ikan di dalam bubu Jenis ikan yang berbeda memiliki tingkah laku di dalam bubu yang berbedabeda pula. butterflyfish (Chaetodon sp), goatfish/biji nangka (Parupeneus sp), squerrelfish (Sargocentron sp)dan parrotfish (Scarus sp) berenang mengitari bubu berbeda dengan ikan kerapu yang sesekali melakukan tingkah laku pencarian celah untuk keluar. Ikan cod akan mendorong dinding bubu dan mengitari ruang dalam bubu. Aktivitas ikan di dalam bubu juga dipengaruhi oleh aktivitas ikan di luar bubu. Ikan kerapu dan parrotfish mengejar mangsanya ke dalam bubu, emperors dan ikan kakap memasuki bubu ketika ikan mangsanya berada dalam bubu tersebut (Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994). Berdasarkan hasil penelitian Irawati (2002) terlihat bahwa ikan kerapu macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat bersembunyi dan berdiam diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain yang sudah masuk ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat di antara mulut dan dinding bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak cukup aktif di dalam bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk beristirahat dan bergerombol, karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering bergerombol dalam posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan bergerombol, ikan di dalam bubu juga berkejaran, bergerak mengitari ruang di dalam bubu, dan bergerak mengitari mulut bubu. 37 Berdasarkan hasil penelitian Irawati (2002) terlihat bahwa ikan kerapu macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat bersembunyi dan berdiam diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain yang sudah masuk ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat di antara mulut dan dinding bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak cukup aktif di dalam bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk beristirahat dan bergerombol. Karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering bergerombol dalam posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan bergerombol, ikan di dalam bubu juga ada yang berkejaran, bergerak mengitari ruang di dalam bubu, dan bergerak mengitari mulut bubu. Menurut Irawati (2002), pola pergerakan ikan di dalam bubu sebagai berikut: (1) ikan bergerak mengitari ruangan dalam bubu, gerak berputar ini biasanya searah atau berlawanan jarum jam; (2) ikan bergerak bolak-balik dalam bubu; (3) ikan bergerak ke dalam ruangan bubu dengan berbagai arah setelah ikan memasuki bubu melalui celah pelolosan; (4) ikan bergerak ke segala arah; dan (5) ikan mengitari mulut bubu. Posisi ikan bergerombol di dalam bubu yaitu dekat celah pelolosan; di antara bagian mulut dan dinding bubu membentuk sudut; di sudut ruangan dalam bubu serta beristirahat (berdiam diri) dalam keadaan menyebar. Selanjutnya pergerakan ikan akibat interaksi antara ikan di dalam dan di luar bubu yaitu bergerak ke suatu arah yang sama; ikan di dalam bubu berkumpul di semua sudut dan ikan di luar bubu berkumpul di sekitar sudut bubu; ikan berkumpul di sekitar celah pelolosan; serta ikan bergerak dari dasar bak menuju ke atas lalu ke bawah dan dilakukan oleh ikan di dalam maupun di luar bubu secara bersamaan. Menurut Reiliza (1997), ikan kepe-kepe terlihat panik setelah terperangkap di dalam bubu, gerakannya lebih cepat dan mencari-cari tempat untuk keluar, karena merasa terkurung dan ruang geraknya terbatas. Ikan kepe-kepe berenang lincah di dalam bubu dari sudut kiri ke sudut kanan, atau sebaliknya dengan gerakan mendatar. Gerakan renang lincah dan mendatar menyebabkan ikan kepekepe dapat meloloskan diri setelah terperangkap kurang lebih 2 jam di dalam bubu. Gerakan ikan bendera setelah terperangkap di dalam bubu lebih cepat 38 gerakannya sebelum terperangkap dan terlihat panik. Ikan ini berenang di dalam bubu dari salah satu sudut bubu ke mulut bubu dengan waktu 5 detik. Menurut Reiliza (1997), gerakan renang naik turun menyebabkan sampai akhir pengamatan tidak ada ikan yang meloloskan diri dari bubu. Pengurangan penutupan karang ternyata berpengaruh terhadap tingkah laku ikan bendera, untuk mendatangi bubu hanya dalam waktu singkat saja lalu pergi. Ikan raja gantang masuk ke dalam bubu berenang lambat, tidak menunjukkan kepanikan dan cenderung diam di dasar bubu. Gerak ikan ini di dalam bubu sama dengan gerakannya di ujung mulut bubu, yaitu hanya berputar-putar melawan arus dan membutuhkan waktu untuk satu kali berputar 8,5 detik. Ikan raja gantang termasuk ikan nokturnal. Ikan raja gantang masuk ke bubu yang bagian atasnya ditutupi karang. Pada saat penutupan karang dikurangi, ikan ini tidak memberikan respons di depan bubu, tetapi berenang ke gundukan karang yang berbentuk atap di samping bubu dan berlindung di situ. 2.6 2.6.1 Rumpon Tipe rumpon Rumpon (Fish Aggregating Device/FADs) merupakan alat pemikat ikan digunakan untuk mengonsentrasikan ikan, sehingga operasi penangkapan ikan dapat dengan mudah dilakukan. Inovasi teknologi penangkapan ikan karang dengan bubu bersama rumpon belum banyak digunakan oleh masyarakat nelayan di Indonesia. Menurut Lionberger dan Gwin (1983) diacu oleh Mardikanto (1993) mengartikan inovasi tidak sekedar sebagai sesuatu yang dimulai baru, tetapi lebih luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya perubahan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Selanjutnya menurut Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa inovasi adalah sesuatu ide, perilaku, produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, atau dapat mendorong terjadinya perubahanperubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya 39 perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan. Sebutan rumpon berbeda pada berbagai daerah di Indonesia seperti di Jawa (tenda), Madura (ojen), Sumatra Barat (rabon), Sumatra Timur dan Utara (unjan dan tuasan), sedangkan di Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, NTT dan Ambon menyebutnya rompong (Subani dan Barus, 1988). Tipe-tipe/jenis-jenis rumpon yang dikembangkan saat ini di kelompokkan sebagai berikut : (1) Berdasarkan posisi pemikat atau pengumpul (aggregating) rumpon dapat dibagi menjadi rumpon permukaan lapisan tengah dan rumpon dasar. (i) Rumpon permukaan lapisan tengah Rumpon permukaan lapisan tengah terdiri dari rumpon perairan dangkal dan rumpon perairan dalam. Rumpon laut dangkal umumnya dipasang atau di tanam pada kedalaman antara 30 –75 m atau kurang dari 100 m. Rumpon ini biasanya digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis kecil yang tertangkap dengan alat tangkap payang dan pukat cincin (purse seine). Rumpon laut dalam disebut juga payaos atau rompong Mandar dipasang pada kedalaman lebih dari 600 m, bahkan sampai 1500 m. Penggunaan rumpon ini untuk menangkap ikan-ikan pelagis besar terutama tuna, cakalang dan jenis ikan lainnya yang memiliki nilai ekspor. Payaos mempunyai bentuk lebih istimewa, pelampungnya terdiri dari 60 – 100 batang bambu disusun menjadi satu sehingga membentuk rakit. Tali pemberat (tali yang menghubungkan antara pelampung dan pemberat dapat mencapai 1000 – 1500 m, bahkan lebih terbuat dari pintalan rotan atau bahan lainnya. Pemberat berkisar antara 1000 – 3500 kg dari batu-batuan atau dari cor semen. Sebagai atraktor dipasang daun kelapa. Payaos digunakan untuk penangkapan payang, pukat cincin, huhate, rawai vertikal maupun pancing. (ii) Rumpon perairan dasar Rumpon perairan dasar merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut. Biasanya digunakan 40 sebagai alat bantu penangkapan dalam menangkap ikan-ikan yang hidup di dasar perairan (ikan demersal) terutama ikan karang. (2) Berdasarkan kriteria permanensi maka rumpon dapat dibagi atas : (i) Rumpon yang di jangkar namun dapat berpindah-pindah (dinamis). Rumpon ini dipasang bisa diangkat-angkat dengan berat pemberat antara 25 –35 kg. (ii) Rumpon yang di jangkar secara tetap (statis). Rumpon ini tidak bisa diangkat-angkat bersifat tetap dengan berat pemberat 75 – 100 kg. (3) Berdasarkan tingkat teknologi yang digunakan , rumpon dibagi atas: (i) Rumpon tradisional umumnya digunakan oleh nelayan tradisional. Komponen rumpon ini terdiri dari pelampung, tali jangkar, jangkar/pemberat serta pemikat dari daun kelapa. Rumpon ini dipasang pada kedalaman 300 – 2000 m. (ii) Rumpon modern umumnya digunakan oleh perusahaan swasta maupun BUMN. Komponen rumpon terdiri dari pelampung terbuat dari plat besi atau drum, tali jangkar terbuat dari kabel baja (steel wire), tali sintesis dan dilengkapi dengan swivel (kili-kili), pemberat terbuat dari cor semen, sedangkan pemikat terbuat dari bahan alami (daun kelapa) dan bahan sintesis seperti ban, pita plastik dan sebagainya. Dalam SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97 dijelaskan ada 3 jenis rumpon antara lain: (1) rumpon perairan dasar merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut, (2) rumpon perairan dangkal, merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman sampai 200 m, dan (3) rumpon perairan dalam, merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan pada perairan laut dengan kedalaman di atas 200 m. 2.6.2 Konstruksi rumpon Rumpon secara umum terdiri dari 3 komponen yaitu pemikat ikan, jangkar dan tali penambat yang menghubungkan pemikat ikan dengan jangkar. Bahan pemikat (atraktor) yang digunakan adalah daun kelapa (Subani, 1989 diacu oleh Effendie, 2002). Selanjutnya menurut Preson (1982) diacu oleh Monintja et al. 41 (1990) mengemukakan bahwa disain FAD terdiri dari tiga komponen utama yakni : (1) anchor; (2) mooring live; dan (3) aggregator. Bahan untuk jangkar (anchor) kini banyak digunakan adalah drum yang diisi dengan semen konkrit, bahan untuk mooring live yang baik adalah polypropyleen, sedangkan bahan aggregator dari ban bekas, daun kelapa atau tali plastik (Boy and Smith 1984 diacu oleh Monintja et al. (1990). Ketiga komponen tersebut harus dirancang sedemikian rupa agar efisien dan efektif. Zulkarnain (2002) mengemukakan alat pemikat (atraktor) merupakan salah satu kemampuan utama pada rumpon. Atraktor juga merupakan bagian terpenting dari rumpon. Hal ini karena atraktor berfungsi sebagai alat pemikat atau pengumpul ikan sesungguhnya. Menurut Tim Pengkaji Rumpon Fakultas Perikanan IPB (1987) diacu oleh Zulkarnain ( 2002), persyaratan umum atraktor adalah : (1) mempunyai daya pikat yang baik terhadap ikan, (2) tahan lama, (3) mempunyai bentuk seperti posisi potongan vertikal, (4) melindungi ikan-ikan kecil, (5) bentuknya silinder dengan posisi arah ke bawah, dan (6) terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan murah. Selanjutnya menurut Monintja, et al. (1990) mengatakan berbagai faktor yang perlu dipertimbangkan dalam menilai prospek penggunaan rumpon antara lain : (1) ketersediaan bahan baku rumpon, (2) daya tahan rumpon terhadap berbagai kondisi perairan, dan (3) kemudahan operasi penangkapan ikan. Monintja et al. (1990) mengemukakan bahwa manfaat yang dapat diharapkan dengan penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan adalah : (1) mengurangi waktu dan bahan bakar dalam pengintaian ikan, (2) meningkatkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan, dan (3) meningkatkan mutu hasil tangkapan yang ditinjau dari spesies dan komposisi ukuran. Selanjutnya menurut Direktorat Jenderal Perikanan, 1995 diacu oleh Imawati (2003) mengemukakan beberapa keuntungan dalam penggunaan rumpon yakni memudahkan pencarian gerombolan ikan, biaya eksploitasi dapat dikurangi dan dapat dimanfaatkan oleh nelayan kecil. 42 2.6.3 Peranan rumpon sebagai alat pemikat ikan Menurut Gunarso (1985) bahwa cara mengumpulkan ikan dapat dilakukan melalui beberapa cara di antaranya dengan rangsangan kimia, rangsangan terhadap penglihatan, pendengaran, penciuman, menggunakan aliran listrik dan rangsangan dengan menyediakan tempat berlindung. Pada prinsipnya penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk mengumpulkan ikan, pada dasarnya agar gerombolan ikan tersebut mudah tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki. Menurut Asikin (1985) diacu oleh Yusfiandayani (2004) mengatakan bahwa keberadaan ikan di sekitar rumpon disebabkan oleh (1) sebagai tempat bersembunyi di bawah bayang-bayang daun rumpon bagi beberapa jenis ikan; (2) sebagai tempat berpijah bagi beberapa jenis ikan tertentu; dan (3) sebagai tempat berlindung bagi beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis negatif. Samples dan Sproul (1985) diacu oleh Yusfiandayani (2004) mengatakan bahwa tertariknya ikan di sekitar rumpon karena (1) sebagai tempat berteduh (shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu; (2) sebagai tempat mencari makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu; (3) sebagai substrat untuk meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu; (4) sebagai tempat berlindung dari predator dari ikan-ikan tertentu; dan (5) sebagai tempat titik acuan navigasi (meeting point) bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya. Prinsip penangkapan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk mengumpulkan ikan, pada hakikatnya adalah agar kawanan ikan tersebut mudah tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki. Diduga ikan tertarik di sekitar rumpon berfungsi sebagai tempat berlindung dan mencari makanan (Subani, 1986 diacu oleh Effendie, 2002). Selanjutnya menurut Soemarto (1962) diacu oleh Yusfiandayani (2004) mengatakan bahwa dalam area rumpon terdapat plankton yang merupakan makanan ikan lebih banyak bila dibandingkan di luar rumpon. De San (1982) diacu oleh Monintja et al. (1990) mengemukakan bahwa posisi penempatan FAD terbaik adalah : 1) tempat yang dikenal sebagai lintasan ruaya ikan; 2) daerah upwelling, fronts dan gerakan Eddy; 3) dasar perairan datar;dan 4) tidak terlalu dekat dengan karang. 43 2.6.4 Tingkah laku ikan di rumpon Menurut Jusfiandayani (2004) mengemukakan bahwa kawanan ikan mulai menempati kolom air di sekitar rumpon dari kedalaman antara 1 – 10 m, setelah itu jumlah ikan semakin banyak hingga kedalaman 20 m. Jenis-jenis ikan yang banyak dan paling sering terlihat seperti ikan selar (Carangidae) dan kembung (Rastrelliger sp). Kedua jenis ikan ini berenang secara berkelompok di sekitar rumpon, sedangkan ikan kembung sering terlihat berada pada jarak yang relatif lebih jauh dari rumpon. Sebaran vertikal dan tingkah laku kedua jenis ikan yang teramati dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Posisi dan aktivitas ikan yang teramati saat pengamatan bawah air dalam studi tentang mekanisme berkumpul ikan pelagis kecil di sekitar rumpon dan pengembangan perikanan di perairan Pasauran, Propinsi Banten No Jenis ikan 1 Selar (Carangidae) 2 Kembung (Rastrelliger sp) Kedalaman air (m) 1 – 20 m Posisi relatif terhadap rumpon Di atas dan di depan atraktor 5 – 20 m Di depan dan di samping atraktor Aktivitas ikan Berenang, bergerak naik dan turun, mencari makan dengan menyaring air dan menyentuh daun/ bahan atraktor Makan dengan cara menyaring air, berenang bergerak naik dan turun Rumpon selain dimanfaatkan untuk aktivitas mencari makan, berlindung dan berasosiasi bagi schooling ikan. Ternyata rumpon juga bisa dimanfaatkan oleh biota lain, seperti cumi-cumi memanfaatkan atraktor rumpon untuk meletakkan telur-telurnya. Schooling ikan selar dan kembung umumnya aktif, bergerak naik turun di sepanjang atraktor rumpon, mulai dari kolom air dekat permukaan ke bawah. Pada saat arus lemah (< 2 knot), kawanan ikan berenang ke atas arus, yaitu berada di muka rumpon sesuai dengan arah datangnya arus air. Pada kondisi arus yang lebih kuat (> 2 knot), ikan-ikan umumnya berenang di belakang rumpon. Pada kondisi arus kuat ikan yang terlihat di sekitar rumpon sangat sedikit, kemungkinan ikan ini berenang pada kedalaman yang lebih dalam. Pada saat arus air relatif kuat, kawanan ikan kembung dan selar cenderung berenang di belakang rumpon 44 atau di posisi yang lebih dalam, saat berada di belakang rumpon, kedua jenis ikan tersebut umumnya mengarahkan mukanya menentang arus (Jusfiandayani, 2004). Menurut Barretto dan Miclat (1988) spesies ikan karang yang terekruit pada terumbu karang buatan terbuat dari bambu selama 14 bulan ada 36 famili terdiri dari ikan yang menetap (resident) (30 %), ikan yang menetap sementara (transient) (18 %) dan ikan yang berkunjung sebentar (visitor) (52 %), tertera pada Tabel 4. Tabel 4 Spesies ikan karang yang terekruit pada terumbu karang buatan terbuat dari bambu dan klasifikasi ekologinya Famili Acanthuridae Apogonidae Bleniidae Bothidae Caesionidae Callionymidae Carangidae Centriscidae Chaetodontidae Cirrhitidae Clupeidae Dasyatidae Emmelichtyidae Ephippidae Gerridae Haemulidae Kyphosidae Labridae Leiognathidae Spesies Acanthurus mata Apogon aurus A. kiensis A. notatus Apogon sp. 1 Apogon sp. 2 Apogon sp. 3 Meiacanthus grammistes Plagiotremus rhynorhynchos Bothus sp Caesio caerulaureus C. cuning Pterocaesio chrysozonus P. pisang Callionymus sp Gnathanodon speciousus Selaroides leptolepis Aeoliscus strigatus Heniochus acuminatus Cirrhitichthys aprinus C. falco Sardinell sp Dasyatis kuhlii Emmelichthys sp Platax orbicularis P. teira Gerres filamentosus Gerres sp Pletorhynchus pictus Kyphosus vaigiensis Cheilinus celebicus C. diagramma Coris gaimardi Labroides dimidiatus Thallassoma quinquevittata T. lunare Gazza minute Leiognathus leuciscus Resident Resident + + Klasifikasi Non-resident transient visitor + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + 45 Tabel 4 (Lanjutan) Famili Spesies Resident Resident L. equulus Lethrinus miniatus Lutjanus biguttatus L. caeruleovittatus L. decussatus L. erythropterus L. fulfiflamma L. lineolatus L. rivulatus L. russeli L. spilurus Pinjalo sp. Monacanthidae Aluterus scriptus Paraluteres prionurus Monacanthidae sp. 1 Mullidae Parupeneus barberinus P. Pleurospilos Upeneus moluccensis U. tragula U. vittatus Nemipteridae Pentapodus macrurus Pentapodus sp Scolopsis ciliatus Scolopsis sp. 1 Scolopsis sp. 2 Ostraciontidae Ostracion sp Plotosidae Plotosus lineatus Pomacentridae Abudefduf vagiensis Neopomacentrus azysrom N. cyanomos N. nemurus Scorpaenidae Pterois volitans Serranidae Cephalopholis pachyecentro Epinephelus oreolatus E. macrospilos E. malabaricus Siganidae Siganus canaliculatus S. javus S. virgatus Sphyraenidae Sphyraena jello S. obtusata Syngnathidae Solenostomus paradoxus Synodontidae Synodus variegatus Teraponidae Terapon jarbua T. puta Tetraodontidae Arothron immaculatus A. nigropunctatus Canthigaster bennetti C. solandri Tripterygiidae Tripterygion so Sumber : Barretto dan Miclat (1988) Keterangan : + : tergolong Lethrinidae Lutjanidae Klasifikasi Non-resident transient visitor + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + 46 2.6.5 Penggunaan rumpon (FAD) untuk meningkatkan efisiensi penangkapan bubu Menurut Iskandar dan Diniah (1996) bahwa bubu berumpon dapat memberikan hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan bubu tanpa rumpon. Hal ini dapat dimengerti karena bubu merupakan alat tangkap pasif, sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu dilakukan hal-hal yang dapat menarik perhatian ikan, salah satunya perlu kombinasi dengan rumpon. Penggunaan rumpon untuk bubu memberikan manfaat yang sangat besar terutama berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk datang terutama dari ikan predator untuk memangsanya sehingga membuat ikan besar terjebak masuk ke bubu (Iskandar dan Diniah,1996). Cara mendisain bubu berumpon yaitu setiap bubu di pasang pelepah daun kelapa sebanyak 10 potong berfungsi sebagai rumpon, kemudian diikat di sekeliling bubu hingga menjadi bubu berumpon. Metode pengoperasian bubu menggunakan sistem terpisah atau tunggal dan dipasang pelampung. Bubu dioperasikan di dasar perairan dengan posisi berselang seling antara bubu tanpa rumpon dan bubu berumpon. Pintu bubu dipasang menghadap ke arah pantai dan lama perendaman di perairan antara 5 – 7 hari. Setting dan hauling dilakukan bergantian secara berurutan berdasarkan posisi bubu terpasang. Pada setiap kali hauling hasil tangkapan setiap bubu diambil dan ditempatkan pada wadah terpisah, kemudian dilakukan pencatatan jumlah, berat dan panjang ikan hasil tangkapan (Iskandar dan Diniah,1996). Hasil tangkapan bubu berumpon terdiri dari 7 jenis ikan yaitu ikan kakap, kerapu, cumi-cumi, kepiting, buntal, gogot dan kuwe, sedangkan bubu tanpa umpon hanya 3 jenis ikan terdiri dari ikan kakap, kerapu, cumi-cumi. Hasil tangkapan bubu berumpon didominasi oleh ikan kakap sebanyak 38,34 %, sedangkan bubu tanpa rumpon didominasi oleh cumi-cumi sebanyak 40 % (Iskandar dan Diniah, 1996) 47 Menurut Iskandar dan Diniah (1996) bahwa komposisi jenis hasil tangkapan ikan dengan bubu tanpa rumpon dan bubu berumpon ternyata berbeda, di mana bubu berumpon mempunyai komposisi jenis hasil tangkapan lebih banyak dari bubu tanpa rumpon. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa penggunaan bubu berumpon dapat meningkatkan jumlah dan berat hasil tangkapan mencapai lebih dari 200 %. Oleh karena itu, pengoperasian bubu berumpon dapat dimasyarakatkan kepada para nelayan pengguna bubu. Namun demikian untuk mengetahui posisi pemasangan bubu dan ukuran bubu yang optimal dapat dilakukan penelitian lanjutan. Selanjutnya Wahyuni (1995) mengemukakan bahwa hasil tangkapan ikan karang yang tertangkap dengan alat tangkap bubu kawat tipe buton berumpon dipasang secara vertikal pada lapisan permukaan, pertengahan dan di dasar perairan diperoleh total hasil tangkapan dari 22 kali hauling sebanyak 343 individu ikan karang. Jenis ikan karang yang diperoleh ada 20 spesies/jenis. Jenis ikan karang yang dominan tertangkap di lapisan permukaan perairan adalah sersan mayor (Abudefduf vaigiensis) sebanyak 83 individu dari famili Pomacentridae. Pada lapisan pertengahan didominasi oleh ikan Piso piso (Aeoliscus strigatus) sebanyak 56 individu dari famili Centristidae dan pada lapisan dasar perairan didominasi oleh ikan ekor kuning (Caesio crythrogaster) sebanyak 74 individu dari famili Caesionidae. Menurut Wahyuni (1995), dalam pengoperasian bubu berumpon apalagi dipasang secara vertikal dengan posisi digantung, maka perlu memperhatikan reaksi ikan terhadap gerakan bubu. Ternyata pengoperasian bubu yang dipasang secara vertikal dengan cara digantung pada tiga lapisan ke dalam baik pada permukaan, pertengahan maupun di dasar perairan bersama rumpon permukaan ternyata bubu yang dipasang pada lapisan permukaan dan pertengahan mempunyai kelemahan-kelemahan dari bubu yang dipasang di dasar perairan. Bubu yang dipasang di dasar perairan lebih stabil, sedangkan bubu yang dipasang di permukaan dan pertengahan dengan posisi tergantung karena ada gerakan air, maka bubu akan bergerak-gerak, sehingga ikan tertarik melihat warna bubu dan mendekati alat tangkap tersebut. Akan tetapi peluang ikan untuk masuk ke mulut bubu pada lapisan permukaan dan pertengahan sangat kecil. 48 2.7 Karakteristik Perifiton Menurut Odum (1971), perifiton adalah komunitas organisme hidup menempel di atas atau di permukaan sekitar substrat yang tenggelam. Substrat tersebut dapat berupa batu-batuan, kayu, tumbuhan air yang tenggelam dan kadang kala hewan air. Wetzel (1979), berdasarkan tipe substrat tempat melekat, maka perifiton dapat diklasifikasikan sebagai berikut : (1) Epilithic adalah perifiton yang menempel pada batu; (2) Epipelic adalah perifiton yang menempel pada permukaan sedimen; (3) Epiphytic adalah perifiton yang menempel atau hidup pada permukaan daun atau batang tumbuhan; (4) Epizoic adalah perifiton yang menempel pada permukaan tubuh hewan; (5) Epidendritic adalah perifiton yang menempel pada kayu; dan (6) Epipsamic adalah perifiton yang menempel pada permukaan pasir. Menurut Wetsel (1982), mengemukakan bahwa komunitas perifiton umumnya terdiri dari algae mikroskopis bersifat sessil, satu sel maupun alga filamen terutama dari jenis diatom, jenis-jenis algae Conjugales, Cyanophyceae, Euglenophyceae, Xanthophyceae dan Crysophyceae. Perkembangan perifiton dapat dipandang sebagai akumulasi yaitu peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu akumulasi merupakan hasil kolonisasi dengan proses biologi yang menyertainya dan berinteraksi dengan faktor kimia dan fisik perairan ( Kaufman diacu oleh Soedharma et al. 1995). Selanjutnya menurut Ruttner (1974) diacu oleh Yuspardianto (1998) perkembangan perifiton menuju kemantapan ditentukan oleh keadaan substrat. Substrat dari benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian. Setelah tumbuh cepat kemudian mantap, selanjutnya mengalami kematian dan pembusukan. Setiap saat pada substrat hidup terjadi perubahan lingkungan sebagai akibat respirasi dan asimilasi sehingga mempengaruhi komunitas perifiton. Pada substrat berupa benda mati akan lebih bersifat mantap (permanen) meskipun pembentukan komunitas lambat, namun akan lebih mantap tidak mengalami rusak atau mati. 49 Menurut Ruttner (1974) diacu oleh Soedharma et al. (1995), tipe substrat sangat menentukan kolonisasi dan komposisi perifiton berkaitan erat dengan kemampuan dan alat penempelnya. Kemampuan menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian arus atau gelombang. Kolonisasi adalah suatu proses penempatan atau penghunian suatu daerah atau tempat oleh suatu organisme, sedangkan suksesi merupakan suatu proses pergantian dan suatu atau kelompok jenis organisme oleh yang lainnya dengan komposisi dan struktur yang berbeda ( D’Itri, 1985). Wetzel (1982) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan perifiton antara lain (1) sinar matahari; (2) suhu; (3) kecepatan arus. Jenis-jenis algae yang menempel pada umumnya mendominasi perairan berarus kuat. Berkurangnya kecepatan arus akan meningkatkan keragaman organisme yang melekat, sedangkan dari segi biomassa dan produksi perifiton, akumulasi biomassa lebih cepat pada perairan berarus cepat tetapi total biomassa cenderung seimbang baik pada perairan berarus cepat maupun lambat; dan (4) unsur hara. 3 3.1 METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian dilaksanakan di perairan Hansisi, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang, NTT. Penelitian dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan dimulai dari persiapan sampai analisis data. Waktu pelaksanaan penelitian lapangan 4 (empat) bulan, identifikasi perifiton di laboratorium 1 (satu) bulan dan tabulasi sampai analisis data 3 (tiga) bulan, terhitung dari bulan April sampai dengan November 2006. Kondisi perairan Hansisi didominasi oleh beberapa ekosistem pesisir seperti padang lamun (seagrass), algae (seaweeds) dan terumbu karang. Perairan pantainya ditutupi oleh hamparan terumbu karang di sepanjang pantai. Kondisi terumbu karang banyak mengalami kerusakan akibat penangkapan dengan bom. Hal ini ditandai dari banyaknya patahan-patahan karang yang berserakan. Proporsi tutupan karang di lokasi penelitian I sekitar 40 – 50 %, didominasi oleh karang keras (hard coral), dengan substrat pasir ditambah patahan karang dan karang lunak (soft coral). Pada lokasi penelitian II 75 % persentase penutupan karang didominasi oleh karang lunak (soft coral), dengan substrat berpasir ditambah patahan karang. Jenis karang keras (hard coral) yang tumbuh di lokasi penelitian adalah Symphylia radians, Echinopora mammiformis, Caulastrea furcata, Hydrophora grandis, Scolymia sp, Porites cylindrica, Goniopora sp, Acropora palifera, A. digitifera, A. latistella, A. formosa, Montipora digitata dan lain-lain. Selanjutnya jenis karang lunak (soft coral) yang tumbuh di lokasi penelitian adalah Lobophytum sp, Sarcophyton sp, Crassocaule sp, dan Sinularia sp yang dominan. Selain itu, terdapat juga berbagai jenis ikan karang, kima, lobster, teripang, dan lain-lain. Dari pengamatan visual terlihat bahwa karang yang mengalami kerusakan sudah mulai tumbuh kembali. Hal ini dapat dilihat pada beberapa jenis karang cabang mulai muncul tunas baru. Kegiatan masyarakat yang dilakukan di sekitar lokasi penelitian didominasi oleh kegiatan penangkapan, makameting (pengambilan hasil laut saat surut), dan 51 budidaya rumput laut. Beberapa kegiatan ini tentu sangat berpengaruh terhadap kondisi terumbu karang di perairan setempat. 3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Rumpon Rumpon digunakan dalam penelitian berbentuk piramida. Rangka rumpon terbuat dari bambu dengan ukuran berbeda yakni ukuran kecil panjang : 1,25 m , lebar : 1,0 m dan tinggi : 1,25m, dan ukuran besar panjang : 1,75 m, lebar : 1,5 m dan tinggic: 1,75 m. Rumpon menggunakan pikatan/atraktor daun lontar (Borrasus flabellifer), dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga) dibuat sebanyak 14 unit. Komponen- komponen rumpon disajikan pada Tabel 5, sedangkan gambar rumpon dan atraktor disajikan Lampiran 1 dan 2. Tabel 5 Komponen-komponen rumpon yang digunakan dalam penelitian No 1 2 3 Komponen Rangka rumpon Atraktor Bahan Bambu Ukuran Jumlah P =1,75 m,Ø= 8 cm 42 batang P =1.50 m,Ø= 8 cm 14 batang P =1.25 m,Ø= 8 cm 42 batang P =1.00 m,Ø= 8 cm 14 batang • Daun lontar 144 pelepah • Daun gewang 24 pelepah Tali temali • Tali Nylon PE Ø = 5 mm 252 m Nylon PE Ø = 5 mm 140 m • Tali jangkar Nylon PE Ø = 10 – 15 mm 84 m • Pengait jangkar Besi beton P=60 cm,Ø = 8 mm 33,6 m • Tali pelampung Nylon PE Ø = 10 – 15 mm 140 m pengikat rangka rumpon • Tali pengikat atraktor 4 Jangkar Cor semen 10 kg 56 buah 5 Pelampung tanda Botol aqua 1 liter 28 buah 3.2.2 Bubu Bubu digunakan dalam penelitian berbentuk setengah lingkaran (semi circular) dengan ukuran panjang : 1,2 m, lebar : 0,7 m dan tinggi : 0,6 m. Bubu 52 memiliki satu pintu dengan panjang corong 0,8 m, lebar mulut bagian luar 0,25 m, lebar mulut bagian tengah 0,18 m dan lebar mulut bubu bagian dalam 0,15 m. Bubu dilengkapi dengan celah pelolosan berukuran 0,25 m x 0,25 m. Kerangka bubu terbuat dari besi beton dan badan bubu dari kawat ram dengan ukuran mesh size ½ inch. Bubu dibuat sebanyak 6 unit. Komponen- komponen bubu disajikan pada Tabel 6, sedangkan gambar bubu disajikan pada Lampiran 3. Tabel 6 Komponen-komponen bubu yang digunakan dalam penelitian No 1 Komponen Rangka bubu Bahan Besi beton 2 Dinding bubu Kawat ram (Wire mezh) merk Reyner Aretobe 3 Pintu Rangka pintu Dinding pintu 4 Celah pelolosan 5 6 7 8 Tali temali Tali pelampung Tali jangkar Pengait jangkar Jangkar Pelampung 3.2.3 Perahu Ukuran p = 120 cm,Ø= 12 mm l = 70 cm, Ø= 8 mm t = 60 cm, Ø= 12 mm Mezh size = ½ inch Jumlah 36 batang 18 batang 24 batang 32.58 m • Panjang corong = 80 cm, • Lebar mulut bagian luar = 25 cm • Lebar mulut bubu bagian dalam = 18 cm • Lebar mulut bubu bagian dalam = 15 cm Mezh size = ½ inch 4,8 m 25 cm x 25 cm 6 buah Nylon PE Ø = 10 – 15 mm 110 m Nylon PE Nylon PE Ø = 10 – 15 mm P = 1,0 m 40 m 24 m Besi beton Kawat ram (Wire mesh) merk Reyner Aretobe Rangka dari kawat hass dan dinding dari kawat ram Cor semen Botol aqua 2,5 kg 1 liter 24 buah 24 buah Pengoperasian alat tangkap bubu selama penelitian menggunakan perahu motor milik nelayan dengan jenis mesin merk Yamaha berkekuatan 40 pK. Perahu yang digunakan memiliki ukuran panjang : 5 m, lebar : 1,5 m dan tinggi : 1,0 m. 53 3.2.4 Peralatan pengambilan data di lapangan Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan data terinci sebagai berikut : (1) untuk pengamatan tingkah laku ikan di rumpon digunakan video bawah air, camera, papan tulis bawah air (sabak/slate), SCUBA (self contain underwater breathing apparatus), pensil 2B, counter dan stopwatch; (2) untuk menentukan posisi penempatan rumpon digunakan GPS; (3) untuk pengambilan data hasil tangkapan digunakan bubu dasar; (4) untuk mengukur ukuran ikan digunakan mistar dengan ketelitian 30 cm; (5) untuk keperluan identifikasi ikan, dan perifiton menggunakan plastik sampel, botol sampel, aquades dan larutan formalin 10 dan 4 %, mikroskop, gelas objek, kaca penutup, tissue roll, alat tulis menulis serta buku identifikasi ikan, dan perifiton, dan (6) untuk pengamatan data oseanografi menggunakan alat Water Checker merk HORIBA dilengkapi dengan data suhu, salinitas, DO, dan kecerahan, serta untuk mengukur arah dan kecepatan arus menggunakan gabus yang diikat dengan tali nylon dan stopwatch. 3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Prosedur penelitian di lapangan (1) Mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon terhadap zone of influence dari alat tangkap bubu. Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka data diambil menggunakan metode sensus visual. Pengambilan data di bagi dalam dua tahapan sebagai berikut : i) Pengamatan tingkah laku ikan di sekitar rumpon dan bubu Prosedur pengambilan data di lapangan sebagai berikut : (i) Sebelum bubu dan rumpon di pasang di lokasi penelitian, terlebih dahulu di lakukan survei lokasi untuk menentukan lokasi penelitian dengan cara menyelam menggunakan SCUBA mengitari areal terumbu karang di perairan setempat. (ii) Data survei tersebut, kemudian dibuat denah lokasi penelitian. Penentuan posisi penempatan bubu bersama rumpon menggunakan GPS. Lokasi penelitian rumpon dan bubu dapat dilihat pada Gambar 3. 54 (iii) Rumpon di pasang di perairan pada substrat didominasi karang keras (lokasi L1) dan karang lunak (lokasi L2) dengan jarak antara kedua lokasi tersebut sekitar 100 m. Jarak penempatan rumpon dan bubu dengan substrat karang keras disesuaikan dengan kondisi terumbu karang di lokasi penelitian. Ada dua ukuran modul rumpon yang digunakan dalam penelitian yakni modul ukuran kecil panjang : 1,25 m, lebar : 1,00 m dan tinggi: 1,25 m) dan ukuran besar panjang : 1,75 m, lebar : 1,50 m dan tinggi: 1,75 m). Setiap kelompok modul rumpon berjumlah 3 unit untuk ukuran kecil ada 2 kelompok, dan kelompok modul rumpon ukuran besar ada 2 kelompok. Bubu dipasang di antara kelompok modul rumpon. Jarak antara bubu dengan masing-masing modul rumpon pada setiap kelompok 5 m. Selain itu, dipasang juga bubu tanpa rumpon dengan jarak 25 m dari bubu yang dipasang bersama rumpon. Sketsa penempatan rumpon dan bubu di lokasi penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Gambar 3 Peta lokasi penempatan rumpon dan bubu di perairan Hansisi, Semau, Kupang. 55 BTR RG BRK BRB Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil, BRB : Bubu rumpon besar, BTR :Bubu tanpa rumpon, RG: Rumpon gewang. Gambar 4 Sketsa penempatan rumpon dan bubu di lokasi penelitian. (iv) Pengamatan awal dilakukan dengan mengamati kondisi karang serta ikan-ikan yang berada di sekitar terumbu karang. (v) Pengamatan berikutnya dilakukan 30 menit setelah rumpon terpasang di perairan. Pengamatan terhadap jenis-jenis ikan karang yang hadir di sekitar zone of influence alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon maupun tanpa rumpon menggunakan metode sensus visual (visual census method). Ilustrasi tentang zona pengaruh alat tangkap (zone of influence/field of influence) bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Ilustrasi ini dikembangkan berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Nikonorov, 1975, disajikan pada Gambar 5. 56 zona of influence alat tangkap bubu field of influence alat tangkap bubu zona of influence alat tangkap bubu 2 1a. 2a 3 1 1 R1 R1 R2 2 zona of influence alat tangkap bubu field of influence alat tangkap bubu zona of influence alat tangkap bubu 2b. 1b. 2 3 R1 1 R2 R1 2 Keterangan :Jarak (radius) area pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu; 1. Zone of influence; 2. Zone of action; 3. Zone of retention Keterangan : 1,2 : Zone of influence/ field of influence, R1: jarak zona pengaruh alat tangkap bubu, R2 : jarak zona pengaruh alat tangkap bubu yang diperbesar dengan menambahkan rumpon Gambar 5 Zona pengaruh (zone of influence/field of influence) alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon. (vi) Pengamatan berikut dilakukan seminggu sekali pada jam 08.00, jam 12.00, dan jam 16.00. Pengamatan dilakukan terhadap tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu meliputi jenis dan jumlah ikan yang hadir, jarak (radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama waktu ikan berada di rumpon dan bubu, pola renang (soliter, bergerombol, dan berpasangan), serta pola gerak seperti cara datang dari arah depan dengan membuat gerak melingkar melawan arus, bergerak naik turun, maupun membuat gerakan searah jarum jam serta jumlah ikan yang hadir di rumpon dan bubu. Untuk menentukan jenis ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu mengikuti petunjuk Gloerfelt dan 57 Kailola, 1984, Isa et al. 1998; Kuiter, 1992 dan Allen dan Stenee, 2002. (vii) Untuk pengamatan tingkah laku ikan menggunakan video bawah air, camera digital, SCUBA, papan tulis bawah air (sabak/slate), pensil 2B, counter dan stopwatch. (viii) Sebagai data pendukung diamati juga perifiton yang menempel pada setiap jenis daun atraktor. Daun atraktor yang digunakan untuk penempelan perifiton adalah daun lontar (Borrasus flabellifer), dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga). Untuk mengetahui perifiton yang menempel pada setiap daun digunting salah satu helai yang diambil secara acak dengan ukuran panjang: 10 cm dan lebar: 5 cm. (Gambar 6) Kemudian permukaan daun di mana perifiton menempel dikeruk dengan pisau dan dimasukkan ke dalam botol sampel berisi larutan formalin 4 % untuk dianalisis di laboratorium. L=5 cm L = 5 cm P = 10 cm P=10 cm a. Daun lontar yang dipotong untuk pengambilan sampel perifiton b. Daun gewang yang dipotong untuk pengambilan sampel Gambar 6 Daun lontar dan daun gewang sebagai tempat penempelan perifiton. ii) Pengamatan tingkah laku ikan di sekitar dan di dalam bubu Pengamatan tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu melalui simulasi yang dilakukan di dalam keramba. Pengamatan tidak dapat dilakukan di lokasi penelitian karena kondisi perairan saat itu dalam keadaan bergelombang dan arusnya kuat. Pada kondisi ini keadaan perairan menjadi tidak stabil dan tingkat kekeruhannya tinggi sehingga sulit untuk melakukan pengamatan bawah air karena batas pandang (visibilitas) rendah dan sulit untuk mengamati jenis ikan yang hadir di rumpon dan bubu. 58 Kondisi ini mulai terjadi pada saat siang sampai sore hari. Keadaan perairan mulai berubah diatas jam 10.00 WITA sampai sore hari. Perubahan ini terjadi disebabkan karena pada jam 10.00 WITA keatas permukaan perairan menjadi panas dan angin mulai bertiup menyebabkan terjadi pengaliran massa air (arus). Adanya proses pengaliran massa air ini menyebabkan terjadinya pengadukan massa air sehingga perairan menjadi keruh. Selain itu, olah gerak dalam pengamatan bawah air juga sulit dilakukan dan pada kondisi ini ikanikan karang lebih banyak mencari lokasi persembunyian baik di celahcelah karang maupun di rumpon dan bubu sehingga ikan yang hadir di rumpon dan bubu konsentrasinya menjadi berkurang atau sedikit. Pengamatan dilakukan di dalam keramba berukuran panjang: 2 m, lebar: 1.5 m dan tinggi: 2 m (Lampiran 4). Kemudian ikan hasil tangkapan bubu baik menggunakan rumpon maupun tanpa rumpon dimasukkan ke dalam keramba. Pengamatan dilakukan dari jam 11.00 – 17.00 WITA. Ikan yang dimasukkan ke dalam keramba untuk diamati sebanyak 17 spesies dengan pola tingkah laku berbeda-beda. Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu diamati secara visual meliputi pola renang dan pola gerak ikan karang di luar maupun di dalam bubu serta cara ikan masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu. Penelitian tingkah laku ikan karang dalam keramba hanya dilakukan pada 17 spesies ikan karang. Informasi yang diperoleh masih sangat terbatas sehingga diharapkan perlu mengkaji lebih lanjut tingkah laku ikan dari jenis-jenis ikan karang lainnya. (2) Mengkaji pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun ukuran. Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka untuk mendapatkan data dilakukan proses penangkapan ikan. Penangkapan ikan dilakukan pada dua lokasi penelitian dengan prosedur kerja sebagai berikut: 59 (i) Penangkapan ikan menggunakan alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon ukuran kecil dan besar menggunakan atraktor daun lontar saja dan juga menggunakan bubu tanpa rumpon. (ii) Penangkapan dilakukan setelah rumpon berumur satu bulan di perairan. Operasi penangkapan dilakukan 2 kali pada jam yang berbeda yaitu penangkapan pertama (siang) dilakukan pada jam 07.00 dan pengangkatan bubu dilakukan sore hari jam 17.00, kemudian penangkapan kedua (malam) dilakukan pada jam 18.00 dan pengangkatan bubu dilakukan pada jam 07.00 pagi hari berikutnya. Proses penangkapan dilakukan setiap hari selama sebulan (30 hari). (iii) Ikan hasil tangkap bubu bersama rumpon dan tanpa rumpon di pisahkan menurut jenis ikan, jumlah masing-masing jenis (individu), dan mengukur panjang total (total length). (iv) Ikan hasil tangkapan yang sudah diamati, kemudian untuk keperluan identifikasi diambil setiap jenis satu individu. Alat dan bahan yang dibutuhkan untuk identifikasi ikan adalah plastik sampel, botol sampel, aquades dan larutan formalin 10 %, tissue roll, alat tulis menulis. Untuk penentuan jenis ikan mengikuti petunjuk Gloerfelt dan Kailola, 1984, Isa et al. 1998; Kuiter, 1992 dan Allen dan Stenee, 2002. (v) Sisa hasil tangkapan yang belum layak ditangkap di lepaskan kembali ke perairan melalui celah pelolosan. (vi) Sebagai data pendukung dilakukan pengukuran parameter lingkungan lokasi penelitian seperti DO, pH, suhu, salinitas, kecepatan dan arah arus serta kecerahan perairan. Pengukuran data oseanografi menggunakan alat Water Checker merk HORIBA dilengkapi dengan DO, pH, suhu, salinitas, dan kecerahan, sedangkan untuk mengukur arah dan kecepatan arus menggunakan gabus yang diikat dengan tali nylon dan stopwatch. 3.3.2. Prosedur penelitian di laboratorium Identifikasi perifiton dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Faperta, Undana, Kupang dan untuk membuat dokumentasi perifiton dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. 60 Untuk mengidentifikasi perifiton yang menempel pada atraktor daun lontar dan daun gewang/gebang mengikuti petunjuk Davis (1955); Ward et al. (1959); Newell dan Newell (1963); dan Yamaji (1976). 3.4 Analisis Data 3.4.1 Analisis komunitas perifiton dan ikan karang serta tingkah laku ikan karang di sekitar rumpon dan bubu 1. Analisis komunitas perifiton dan ikan karang a. Analisis kepadatan perifiton Perhitungan kepadatan individu perifiton (n) pada setiap mm2 permukaan substrat (daun) mengikuti petunjuk A.P.H.A (American Public Health Association), 1989 sebagai berikut: n= Perifiton dalam konsentrat (N) Luas substrat (A) (mm2) dimana : n = Kepadatan individu perifiton N = Jumlah perifiton dalam konsentrat A = Luas permukaan substrat (daun) (mm2) b. Analisis indeks keragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks dominansi (C) perifiton dan ikan karang di rumpon dan bubu (i) Analisis Indeks Keragaman (H’) Analisis indeks keragaman digunakan untuk mengetahui keragaman perifiton menempel pada setiap jenis atraktor (aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu mengikuti petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972) sebagai berikut: H' = S i =1 ( pi log pi ) dimana : S = Jumlah taksa H’ = Indeks keragaman Shannon-Weaner 61 pi = ni N ni = Jumlah individu jenis ke-i N = Jumlah total individu Nilai indeks keragaman (H’) berkisar antara 0 - dengan kriteria sebagai berikut : (ii) H’ < 3,2 : keragaman populasi kecil 3,2 < H’ < 9,9 : keragaman populasi sedang H’ > 9,9 : keragaman populasi besar Analisis indeks Keseragaman (E) Analisis indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui keseragaman perifiton menempel pada setiap jenis atraktor (aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu. Perbandingan antara nilai indeks Keragaman dan Keragaman maksimum dinyatakan sebagai Keragaman populasi (C) mengikuti petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972) sebagai berikut: H = dimana : E H H ' ' maks = Indeks keseragaman H’ maks = log2 S ( untuk rumpon dan bubu) S = jumlah taksa Keragaman maksimum dihitung sebagai berikut : H’ maks = log S, di mana S = jumlah taksa Nilai keseragaman suatu populasi berkisar antara 0 – 1, di mana pembagian nilai tersebut menunjukkan keadaan komunitas sebagai berikut : 0,00 < E < 0,50 : komunitas berada pada kondisi tertekan 0,50 < E < 0,75 : komunitas berada pada kondisi labil 0,75 < E < 1,00 : komunitas berada pada kondisi stabil 62 (iii) Analisis Indeks Dominansi (C) Analisis indeks dominansi digunakan untuk mengetahui nilai dominansi perifiton menempel pada setiap jenis atraktor (aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu mengikuti petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972) sebagai berikut: C= S i =1 ( pi ) 2 dimana : C = Indeks dominansi pi = Proporsi jumlah spesies ke-i terhadap jumlah total (ni/N) Menurut Simpson diacu oleh Odum (1971) kisaran nilai indeks dominansi berkisar antara 0 - 1. Nilai C mendekati 1, maka semakin kecil keseragaman suatu populasi dan terjadi kecenderungan suatu jenis mendominasi populasi tersebut. Kisaran nilai indeks dominansi sebagai berikut : 0,00 < C 0,30 : dominansi rendah 0,30 < C 0,60 : dominansi sedang 0,60 < C 1,00 : dominansi tinggi 2. Analisis tingkah laku ikan karang Analisis data radius, lama waktu, pola renang dan pola gerak ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu dijelaskan secara deskriptif menggunakan tabel dan gambar. Penentuan proporsi radius setiap spesies ikan karang terhadap rumpon dan bubu, lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di sekitar rumpon dan bubu, pola renang dan pola gerak setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon dan bubu menggunakan perhitungan sebagai berikut : 63 dimana: P = Proporsi setiap jenis ikan karang ni = Jumlah jenis ke-i N = Jumlah total seluruh spesies 3.4.2 Analisis hasil tangkapan bubu 1. Analisis kelimpahan Ikan Analisis kelimpahan ikan dimaksud untuk melihat jumlah ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon. Analisis kelimpahan ikan karang mengikuti petunjuk Odum (1971) sebagai berikut: X = Xi n dimana : X = Kelimpahan ikan karang Xi = Jumlah ikan karang pada stasion pengamatan ke-i n = Luas bubu (m2) 2. Analisis statistik Untuk melihat apakah ada perbedaan hasil tangkapan ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 pada penangkapan malam dan siang hari menggunakan uji t yang terdapat pada perangkat lunak MINITAB versi 13.20. 4 PENGARUH RUMPON TERHADAP ZONE OF INFLUENCE ALAT TANGKAP BUBU 4.1 Pendahuluan Terumbu karang termasuk salah satu ekosistem di daerah tropis memiliki keanekaragaman hayati sangat tinggi. Hal ini ditandai dengan banyaknya biota laut yang menghuni ekosistem tersebut. Salah satu biota penghuni terumbu karang yang memiliki keanekaragaman tinggi adalah ikan karang. Ikan karang memiliki jenis, ukuran, warna tubuh dan kesukaan habitat berbeda-beda. Ikan karang melakukan aktivitasnya setiap hari menggunakan terumbu karang sebagai tempat untuk mencari makan, tempat berlindung, tempat berpijah, dan sebagainya. Usaha penangkapan ikan karang telah dilakukan para nelayan dengan menggunakan berbagai alat tangkap, namun kegiatan yang dilakukan belum sepenuhnya memperhatikan aspek kelestarian lingkungan perairan karang dan biota penghuninya. Penangkapan ikan karang dilakukan dengan menggunakan berbagai alat tangkap seperti bubu, jaring, panah, bahkan ada yang menggunakan alat tangkap bersifat destruktif seperti bom dan racun. Akibat dari pola penangkapan seperti tersebut, maka akhir-akhir ini banyak terumbu karang di perairan Indonesia, khususnya di lokasi penelitian sudah banyak mengalami kerusakan. Perkembangan teknologi penangkapan ikan di Indonesia terutama ikan karang tidak terlepas dari perkembangan pengetahuan tentang tingkah laku ikan di dunia secara keseluruhan. Pengetahuan tentang alat tangkap dan tingkah laku ikan menjadi sasaran tangkapan merupakan faktor penting dalam memahami proses penangkapan dari suatu jenis alat tangkap. Selain itu, pengetahuan tersebut dapat pula digunakan dalam meningkatkan hasil tangkapan (Fitri, 2002 diacu oleh Yustika, 2006). Dalam mendisain suatu alat tangkap, maka faktor utama yang harus diperhatikan adalah aspek tingkah laku ikan. Menurut Gunarso (1985), tingkah laku ikan adalah suatu proses adaptasi tubuh ikan terhadap lingkungan internal maupun eksternal, seperti perubahan cahaya, kamuflase, stress dan proses fisiologi internal lainnya. Ikan bereaksi secara langsung terhadap keadaan sekelilingnya melalui beberapa indera seperti indera penglihatan, penciuman, 65 peraba dan sebagainya. Dengan kata lain, indera tersebut memungkinkan ikan untuk mendeteksi benda-benda pada suatu jarak tertentu. Tingkah laku ikan dalam kaitan dengan benda-benda bergerak atau diam menunjukkan bahwa rangsangan merupakan faktor penting yang dapat menentukan tingkat efisiensi penangkapan dari berbagai alat tangkap. Faktor rangsangan menyangkut daya penglihatan lebih dominan dalam menentukan reaksi atau sebagai faktor penting bagi beberapa jenis ikan untuk merespons terhadap alat tangkap. Faktor rangsangan menyangkut daya penglihatan merupakan faktor yang menentukan reaksi atau tingkah laku ikan dalam merespons adanya alat tangkap (Baskoro dan Effendie, 2005). Salah satu jenis alat tangkap populer digunakan untuk menangkap ikan karang adalah bubu (Purbayanto et al. 2006). Bubu sering dianggap sebagai alat penangkap ikan yang tidak merusak lingkungan (Redjeki et al. 2005). Berbagai jenis bahan dapat dipakai untuk membuat bubu, misalnya anyaman bambu, rotan, dan kawat (Hartati et al. 2004). Menurut proses tertangkapnya ikan, bubu termasuk dalam kategori perangkap (jebakan), alat tangkap bersifat pasif. Dalam proses penangkapan alat tangkap bubu mempermudah ikan untuk masuk namun sulit keluar. Untuk menarik ikan bergerak masuk ke dalam bubu, nelayan biasanya memasang umpan yang diletakkan di dalam bubu. Umpan digunakan sebagai alat pemikat agar ikan karang datang mendekati alat tangkap bubu, masuk ke dalam bubu dan akhirnya terperangkap. Bubu digunakan oleh setiap daerah berbeda-beda baik bentuk, ukuran maupun teknik pengoperasiannya. Bubu digunakan dalam penangkapan ikan karang adalah bubu dasar. Untuk menarik ikan masuk ke bubu biasanya menurut pengalaman nelayan selama ini menggunakan umpan. Umpan digunakan sebagai alat pemikat, agar ikan karang datang mendekati alat tangkap bubu, masuk ke dalam bubu dan akhirnya terperangkap. Dalam rangka meningkatkan efisiensi penangkapan ikan karang, selain penggunaan umpan sebagai alat pengumpul ikan karang agar bisa mendekati alat tangkap, maka perlu dipikirkan teknologi yang tepat agar ikan-ikan dapat mudah berkumpul dan akhirnya terperangkap. Alat bantu penangkapan ikan yang digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan ikan karang adalah rumpon. 66 Rumpon adalah suatu konstruksi bangunan dipasang di perairan bertujuan untuk memikat ikan agar berasosiasi dengannya sehingga memudahkan penangkapan (Monintja, 1995 diacu oleh Baskoro dan Effendie, 2005). Selanjutnya menurut Bergstrom (1983) diacu oleh Atapattu (1991), rumpon (fish aggregating device) merupakan salah satu metode, objek atau konstruksi digunakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pemanenan ikan dengan menarik atau mengumpulkan ikan. Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon, di samping rumpon berfungsi untuk mengumpulkan ikan, pada hakekatnya adalah agar kawanan (schooling) ikan tersebut mudah ditangkap dengan alat tangkap yang digunakan. Diduga ikan tertarik dan berkumpul di sekitar rumpon karena rumpon berfungsi sebagai tempat berlindung dan mencari makan (Subani 1986 diacu oleh Baskoro dan Effendie 2005, Monintja et al. 2003, Yusfiandayani 2004). Adanya perifiton di rumpon dan ikan-ikan beserta food-web lokal yang terbentuk di sekitarnya menjadikan rumpon dan ruang di sekitarnya suatu feeding ground. Pada food-web tersebut, biota berukuran kecil biasanya merupakan mangsa bagi ikan-ikan yang berukuran lebih besar. Bangunan rumpon merupakan substrat mempermudah biota renik berkembang. Selanjutnya biota renik yang menempel (perifiton) merupakan mangsa bagi ikan-ikan kecil. Kehadiran ikan-ikan kecil kemudian akan menarik perhatian ikan-ikan lebih besar untuk datang memangsanya. Proses selanjutnya yang diharapkan adalah ikan-ikan tersebut (baik mangsa maupun pemangsa) kemudian akan mendekati bubu dan akhirnya masuk dan terperangkap karena mangsa akan mencari perlindungan sedangkan pemangsa mengejar mangsa. Bubu dipasang bersama rumpon di perairan, mempermudah mikroorganisme sebagai makanan ikan dapat menempel pada atraktor rumpon. Mikroorganisme yang menempel disebut perifiton merupakan makan bagi ikanikan kecil. Dengan kehadiran ikan-ikan kecil akan menarik ikan-ikan besar untuk datang memangsanya. Ikan-ikan akan mendekat pada alat tangkap bubu untuk mencari perlindungan dan akhirnya masuk dan terperangkap. Ikan karang mendekati alat tangkap bubu memperlihatkan tingkah laku yang berbeda-beda sangat tergantung dari spesies ikan. Tidak semua spesies ikan 67 mempunyai tingkah laku di sekitar bubu sama. Pada bubu tidak berumpan, ada perbedaan tingkah laku ikan memasuki bubu di mana squerrelfish dan goatfish memasuki bubu dengan cara bergerombol, tetapi parrotfish, bigeye memasuki bubu secara individual. Chaetodon sp dan Pseudopeneus sp akan berenang berbalik arah dengan ketakutan bila ada ikan jenis lain yang tertangkap oleh bubu (Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994). Fenomena ketertarikan ikan karang pada alat tangkap bubu merupakan bentuk tingkah laku ikan yang sangat penting harus diketahui sebagai salah satu faktor kunci dalam mendukung keberhasilan usaha penangkapan ikan karang. Tujuan penelitian ini adalah mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon terhadap zone of influence dari alat tangkap bubu. 4.2 Metodologi Penelitian 4.2.1 Prosedur Pengamatan 4.2.1.1 Pengamatan tingkah laku ikan karang di sekitar rumpon dan bubu (i) Pengamatan tingkah laku ikan karang di sekitar rumpon dan bubu menggunakan metode sensus visual (visual census method). Pengamatan dilakukan 30 menit setelah rumpon dan bubu terpasang di perairan. Pengamatan dilakukan terhadap jenis-jenis ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu. Ilustrasi tentang zona pengaruh alat tangkap (zone of influence/field of influence) bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon telah disajikan pada Bab 3 Gambar 5. (ii) Pengamatan berikut dilakukan seminggu sekali pada jam 08.00, jam 12.00, dan jam 16.00. Adapun hal-hal yang diamati meliputi jumlah ikan, jarak (radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama waktu ikan berada di rumpon dan bubu, pola renang (soliter, bergerombol, dan berpasangan), pola gerak seperti cara datang dari arah depan dengan membuat gerak melingkar melawan arus, bergerak naik turun, maupun membuat gerakan searah jarum jam. 68 (iii) Untuk menentukan jenis ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu mengikuti petunjuk Gloerfelt dan Kailola (1984), Isa et al. (1998); Kuiter (1992) dan Allen dan Stenee (2002). (vi) Sebagai data pendukung diamati juga perifiton yang menempel pada setiap jenis daun atraktor yaitu daun lontar (Borrasus flabellifer), dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga). 4.2.1.2 Pengamatan tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu Pengamatan tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu melalui simulasi yang dilakukan di dalam keramba. Pengamatan tidak dapat dilakukan di lokasi penelitian karena kondisi perairan saat itu dalam keadaan bergelombang dan arusnya kuat. Pada kondisi ini keadaan perairan menjadi tidak stabil dan tingkat kekeruhannya tinggi sehingga sulit untuk melakukan pengamatan bawah air karena batas pandang (visibilitas) rendah dan sulit untuk mengamati jenis ikan yang hadir di rumpon dan bubu. Pengamatan dilakukan di dalam keramba berukuran panjang: 2 m, lebar: 1.5 m dan tinggi: 2 m (Lampiran 4). Kemudian ikan hasil tangkapan bubu baik menggunakan rumpon maupun tanpa rumpon dimasukkan ke dalam keramba. Pengamatan dilakukan dari jam 11.00 – 17.00 WITA. Ikan yang dimasukkan ke dalam keramba untuk diamati sebanyak 17 spesies dengan pola tingkah laku berbeda-beda. Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu diamati secara visual meliputi pola renang dan pola gerak ikan karang di luar maupun di dalam bubu serta cara ikan meloloskan diri dari dalam bubu. Pengamatan tingkah laku ikan karang di dalam keramba hanya menggunakan 17 spesies. Informasi yang diperoleh masih sangat terbatas sehingga untuk mendapatkan data yang lebih lengkap perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap jenis-jenis lainnya. ikan karang 69 4.2.2 1. Analisis data Analisis komunitas perifiton dan ikan karang a. Analisis kepadatan Perifiton Perhitungan kepadatan individu perifiton (n) pada setiap mm2 permukaan substrat (daun) mengikuti petunjuk American Public Health Association (A.P.H.A), 1989 ( Rumus telah disajikan pada Bab 3). b. Analisis Indeks Keragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks Dominansi (C) perifiton dan ikan karang di rumpon dan bubu mengikuti petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972) (Rumus telah disajikan pada Bab 3). 2. Analisis tingkah laku ikan karang Analisis data jumlah ikan yang hadir, jarak (radius), lama waktu, pola renang dan pola gerak ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu di jelaskan secara deskriptif menggunakan tabel dan gambar. Penentuan proporsi ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu, jarak (radius) ikan terhadap rumpon dan bubu serta lama waktu ditentukan berdasarkan jumlah, jarak (radius), dan lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu. Penentuan proporsi dilakukan terhadap jumlah ikan yang hadir, jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap rumpon dan bubu, lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di sekitar rumpon dan bubu, pola renang dan pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu (Rumus telah disajikan pada Bab 3). Proporsi pola renang ditentukan berdasarkan pola renang yang diperlihatkan oleh setiap spesies ikan karang, sedangkan pola gerak ditentukan berdasarkan 3 paramater gerakan yang diperlihatkan oleh ikan karang di rumpon dan bubu. Untuk menentukan pola gerak ikan di rumpon berdasarkan tiga parameter gerakan yaitu arah renang (datang dari depan dan belakang), pola gerakan (melawan arus, bergerak naik turun, bergerak bolak balik, bergerak melingkar searah jarum jam) dan posisi ikan terhadap rumpon (vertikal, atas, samping, pertengahan, dalam, masuk keluar, singgah sebentar lalu pergi dan datang langsung pergi). Selanjutnya untuk menentukan pola gerak ikan 70 di bubu berdasarkan tiga parameter gerakan yaitu arah renang (depan, samping, belakang), pola gerakan (melawan arus, naik turun, bolak balik, menyusuri dinding bubu, menyusuri dinding bubu serah jarum jam) dan posisi ikan dengan bubu (atas, samping, depan mulut bubu, dasar dan langsung pergi). Penentuan pola gerak ikan karang di rumpon dan bubu di modifikasikan mengikuti petunjuk Suharyanto (2003) yang dilakukan dalam menentukan pola lompatan udang. 4.3 Hasil 4.3.1 Rumpon sebagai alat pengumpul ikan karang 4.3.1.1 Keragaman taksa perifiton di rumpon Awal setelah rumpon di pasang di perairan maka daun-daun rumpon akan membusuk dan menempel mikroorganisme. Mikroorganisme yang menempel disebut perifiton. Perifiton terdiri dari tumbuhan dan hewan mikroskopis yang menempel pada substrat yang terendam dalam air terutama pada atraktor rumpon. Perifiton yang hadir di rumpon akan mempengaruhi laju perkembangan proses kolonisasi organisme pemangsa lain termasuk juvenil ikan dan larva kerangkerangan yang menempel (Soedharma,1994). Berdasarkan hasil penelitian ditemukan jenis-jenis perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 secara keseluruhan berjumlah 85 spesies, 70 genus, 36 famili dan 15 kelas. Keragaman taksa perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 disajikan Tabel 7. Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6. Tabel 7 Keragaman taksa perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 L1 Taksa L2 perifiton RKL RBL RG RKL RBL RG Spesies 50 46 53 46 41 50 Genus 46 42 46 42 39 43 Famili 31 30 29 30 25 29 Kelas 13 12 15 11 10 14 71 Keragaman taksa perifiton ditemukan pada atraktor rumpon kecil lontar di lokasi L1 ada 50 spesies, 46 genus, 31 famili dan 13 kelas, atraktor rumpon besar lontar di lokasi L1 ada 46 spesies, 42 genus, 30 famili dan 12 kelas, dan pada atraktor rumpon gewang di lokasi L1 ada 53 spesies, 46 genus, 29 famili dan 15 kelas. Selanjutnya komposisi dan sebaran perifiton yang ditemukan pada atraktor rumpon kecil lontar di lokasi L2 ada 46 spesies, 42 genus, 30 famili dan 11 kelas, atraktor rumpon besar lontar di lokasi L2 ada 41 spesies, 39 genus, 25 famili dan 10 kelas, dan pada atraktor rumpon gewang di lokasi L2 ada 50 spesies, 43 genus, 29 famili dan 14 kelas. Jumlah spesies perifiton terbanyak pada rumpon gewang lokasi L1 sebanyak 53 spesies, kemudian diikuti oleh rumpon kecil lontar di lokasi L1 dan rumpon gewang di lokasi L2 masing-masing sebanyak 50 spesies, dan terendah pada rumpon besar lontar lokasi L2 sebanyak 41 spesies. Selanjutnya jumlah genus tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar dan rumpon gewang lokasi L1 masing-masing sebanyak 46 genus, kemudian diikuti oleh rumpon gewang lokasi L2 sebanyak 43 genus dan terendah pada rumpon besar lontar di lokasi L1 dan L2 sebanyak 39 genus. Jumlah famili tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar lokasi L1 dan L2 masing-masing sebanyak 31 dan 30 famili, kemudian rumpon gewang lokasi L1 dan L2 masing-masing 29 famili, dan terendah pada rumpon besar lontar lokasi L1 dan L2 sebanyak 26 dan 25 famili. Berikutnya jumlah kelas terbanyak terdapat pada rumpon gewang lokasi L1 dan L2 masing-masing sebanyak 15 dan 14 kelas, kemudian rumpon kecil lontar lokasi L1 sebanyak 13 kelas dan terendah pada rumpon besar lontar lokasi L2 sebanyak 10 kelas. Sebaran taksa perifiton pada rumpoin lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Gambar 7. 72 60 J u m la h ta k s a 50 40 Spesies 30 Genus 20 Famili 10 Kelas 0 RKL1 RBL1 RG1 RKL2 RBL2 RG2 Jenis rumpon Gambar 7 Keragaman taksa perifiton pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2. Keragaman spesies tertinggi terdapat pada rumpon gewang L1, kemudian rumpon kecil lontar L1 dan rumpon gewang L2 dan teredah pada rumpon besar lontar L2. Jumlah genus tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar dan rumpon gewang L1 dan terendah pada rumpon besar lontar L2. Famili tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar L1 dan terendah pada rumpon besar lontar L2. selanjutnya kelas tertinggi terdapat pada rumpon gewang L1 dan L1 dan terendah pada rumpon besar lontar L2. Dari data tersebut terlihat bahwa kelas Bacillariophyceae lebih mendominasi keragaman taksa perifiton baik dilihat dari jumlah spesies, genus maupun famili dibandingkan dengan kelas perifiton lainnya. Selain jenis-jenis perifiton yang diamati pada atraktor rumpon, dilakukan pengamatan juga pada alat tangkap bubu. Adapaun jenis-jenis perifiton yang teridentifikasi pada alat tangkap bubu sebagai berikut : Zygnemopsis spiralis, Globoralis pumilio, Creseis virgula, C. acicula, Leptocylindrus sp, Spikul spongs, Zygnema insigne, Cymbella sp 2, Textullaria sagittula, Coscinodiscus sp, Amphorela brandhi, Nitzschia sigma, N. vitrea, Eutintinus sp, Halosphaera viridis, Spongilla fragilis, Atlanta sp, Peraclis sp, Hyalotheca dissiliens, Limacina leseuri, Detonula pumida, Rhizoclonium sp, Pleurosigma sp, Triceratium 73 ghibbosum, Ligmophora abbreviata, Calanus sp, Askenasyella chlamidopus, Fragmen alga merah, Pyrocistis fusiformis, Fragillaria cylindrus, Atlanta sp, Pelagothrix clevei, Halosphora viridis, Anguillospora longissima, Diploneis fusca, larva udang, Cipria sp, dan Tintinopsis sp. Dari hasil identifikasi ini ternyata bahwa jenis-jenis perifiton yang hadir di rumpon mirip dengan jenis-jenis perifiton yang terdapat pada bagian-bagian badan bubu. 4.3.1.2 Kepadatan dan kelimpahan perifiton Jenis perifiton yang memiliki kepadatan dan kelimpahan tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar lokasi L1 adalah Leptocylindrus sp dengan kepadatan 9,0 ind/mm2 dan kelimpahan 25,0%, kemudian Chroococcus sp dengan kepadatan 8.0 ind/mm2 dan kelimpahan 23.0 %, dan diikuti oleh jenis lain. Pada rumpon besar lontar lokasi L1 adalah Leptocylindrus sp dengan kepadatan 13,0 ind/mm2 dan kelimpahan 45,0%, kemudian Chroococcus sp dengan kepadatan 8,0 ind/mm2 dan kelimpahan 26,0%, dan diikuti oleh jenis lain. Pada rumpon gewang di lokasi L1 adalah Chroococcus sp dengan kepadatan 17,0 ind/mm2 dan kelimpahan 73,0%, kemudian Leptocylindrus sp dengan kepadatan 5,0 ind/mm2 dan kelimpahan 20,0%, dan diikuti oleh jenis lain. Jenis perifiton yang memiliki kepadatan dan kelimpahan tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L2 adalah Chroococcus sp dengan kepadatan 5,0 ind/mm2 dan kelimpahan 17,0 %, kemudian Dentiluca thermalis dengan kepadatan 6,0 ind/mm2 dan kelimpahan 21,0%, dan diikuti oleh jenis lain. Pada rumpon besar lontar di lokasi L2 adalah Leptocylindrus sp dengan kepadatan 12,0 ind/mm2 dan kelimpahan 44,0 %, kemudian Chroococcus sp dengan kepadatan 8,0 ind/mm2 dan kelimpahan 29,0%, dan diikuti oleh jenis lain, sedangkan pada rumpon gewang di lokasi L2 adalah Chroococcus sp dengan kepadatan 5 ind/mm2 dan kelimpahan 8,0%, kemudian Nitzschia sigma dengan kepadatan 23 ind/mm2 dan kelimpahan 5,0%, dan diikuti oleh jenis lain. Jenis perifiton yang memiliki nilai kepadatan dan kelimpahan tertinggi dari seluruh jenis perifiton yang menempel baik pada rumpon kecil lontar maupun rumpon besar lontar adalah Leptocylindrus sp, sedangkan rumpon gewang didominasi oleh Chroococcus sp. Nilai kepadatan dan kelimpahan setiap jenis 74 perifiton pada lokasi L1 dan L2 dapat dilihat pada Lampiran 7. Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Gambar 8 dan 9. 25 Bacillario phyceae N ila i kepa da ta n setia p fa m ili perifito n Dino phyceae 20 Cyano phyceae Chlo ro phyceae Rho do phyceae 15 Sarco dina Co pepo da P ro to branchia 10 Demo s po ngiae Uro cho rdata/Tunicata 5 Opis tho branchia Spro tricha 0 P o lychaeta RKL1 RBL1 Jenis rumpon di lokasi L1 RG1 Bacteria Myxo phyceae Ciliata Nilai k ep ad atan (X) setiap k elas p erifito n Gambar 8 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1. Gambar 9 25 Bacillario phyceae Dino phyceae Cyano phyceae 20 Chlo rop hyceae Rhod op hyceae Sarcod ina 15 Cop epo da Pro tob ranchia Demosp ong iae Uro cho rdata/Tunicata 10 Opisthob ranchia Sp rotricha Po lychaeta 5 Bacteria Myxop hyceae Ciliata 0 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2. 75 Dari gambar tersebut terlihat bahwa kelas perifiton yang memiliki nilai kepadatan tertinggi adalah kelas Cyanophyceae yang terdapat pada rumpon gewang baik di lokasi L1 maupun L2, kemudian kelas Bacillariophyceae dan diikuti oleh kelas perifiton lainnya. Dengan demikian kelas periton yang memiliki nilai kepadatan tertinggi di lokasi L1 dan L2 di dominansi oleh Kelas Cyanophyceae dan Bacillariophhyceae. Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas Nilai kelimpahan (N) setiap famili perifiton perifiton di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Gambar 10 dan 11. 60 Bacillario p hyceae Dino p hyceae 50 Cyano p hyceae 40 Rho d o p hyceae Chlo ro p hyceae Sarco d ina Co p ep o d a 30 Pro t o b ranchia Demo s p o ng iae Uro cho rd ata/Tunicata 20 Op is tho b ranchia Sp ro tricha 10 Po lychaeta Bacteria 0 M yxo p hyceae RKL1 RBL1 RG1 Jenis rumpon di lokasi L1 Gambar 10 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1. Bacillario p hyceae 60 Dino p hyceae Nilai kelimpahan (N) setiap famili perifiton Cyano p hyceae Chlo ro p hyceae 50 Rho d o p hyceae Sarco d ina 40 Co p ep o d a Pro t o b ranchia Demo s p o ng iae 30 Uro cho rd at a/ Tunicat a Op is tho b ranchia 20 Sp ro tricha Po lychaeta Bact eria 10 M yxo p hyceae Ciliata 0 RKL2 RBL2 RG2 Jeni s rumpon di l okasi L2 Gambar 11 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2. 76 Dari gambar tersebut terlihat bahwa kelas perifiton yang memiliki nilai kelimpahan tertinggi adalah Kelas Cyanophyceae pada rumpon besar lontar di lokasi L1, sedangkan di lokasi L2 kelas perifiton yang memiliki kelimpahan tertinggi adalah kelas Bacillariophyceae terdapat pada rumpon besar lontar. Dengan demikian kelas periton yang memiliki nilai kepadatan dan kelimpahan tertinggi di lokasi L1 dan L2 di dominansi oleh Kelas Cyanophyceae dan Bacillariophhyceae. 4.3.1.3 Indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) perifiton yang menempel pada atraktor rumpon Nilai indeks H , E dan C merupakan suatu nilai yang memberikan gambaran tentang kondisi hubungan antara kelompok organisme digunakan untuk menilai kestabilan struktur komunitas organisme tersebut. Analisis nilai indeks H’, E dan C dilakukan juga untuk menilai kestabilan struktur komunita perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2. Hasil analisis nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 12. Tabel 8 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 Lokasi L1 L2 No 1 Jenis Rumpon Rumpon Kecil Lontar H 0,993 E 0,791 C 0,125 2 Rumpon Besar Besar 0,883 0,545 0,276 3 Rumpon Gewang 1,252 0,795 0,559 1 Rumpon Kecil Lontar 1,183 0,754 0,055 2 Rumpon Besar Besar 0,621 0,513 0,281 3 Rumpon Gewang 1,226 0,738 0,094 Nilai indeks H , E dan C perifiton yang menempel pada rumpon kecil lontar lokasi L1 terdiri dari H = 0,993, E = 0,791 dan C = 0,125. Nilai ini 77 menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton berada pada kondisi stabil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya. Rumpon besar lontar lokasi L1 terdiri dari H = 0,883, E = 0,545 dan C = 0,276. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton berada pada kondisi labil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya, sedangkan pada rumpon gewang lokasi L1 terdiri dari H =1,251, E = 0,795 dan C = 0,559. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton berada pada kondisi slabil dan ada dominansi spesies di dalam komunitasnya. Selanjutnya nilai indeks H , E dan C perifiton yang menempel pada rumpon kecil lontar lokasi L2 terdiri dari H =1,183, E = 0,754 dan C = 0,055. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton berada pada kondisi stabil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya. Rumpon besar lontar di lokasi L2 terdiri dari H = 0,621, E = 0,513 dan C = 0,281. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton berada pada kondisi labil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya, sedangkan pada rumpon gewang di lokasi L1 terdiri dari H =1,226, E = 0,738 dan C = 0,094. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton berada pada kondisi labil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya. Indeks keragaman (H’) perifiton pada rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 lebih tinggi dibandingkan dengan rumpon lontar kecil dan lontar besar. Indeks Keseragaman (E) perifiton di lokasi L1 tertinggi pada rumpon gewang, sedangkan di lokasi L2 pada rumpon kecil lontar. Selanjutnya indeks dominansi (C) perifiton tertinggi pada rumpon gewang di lokasi L1. Berdasarkan kisaran nilai H’, E dan C dapat disimpulkan bahwa keragaman perifiton pada rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 umumnya rendah, komunitas perifiton berada pada kondisi labil sampai stabil dan tidak ada dominansi spesies di dalam komunitas perifiton. 78 1.4 Indeks H', E dan C 1.2 1 0.8 H' 0.6 E C 0.4 0.2 0 RKL1 RBL1 RG1 RKL2 RBL2 RG2 Jenis rumpon Gambar 12 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) perifiton di lokasi L1 dan L2. 4.3.1.4 Keterkaitan ikan karang dengan rumpon sebagai feeding ground Rumpon sebagai alat pengumpul ikan berfungsi sebagai sumber makan bagi ikan-ikan karang. Penelitian ini tidak membahas khusus tentang jenis-jenis makanan yang dimakan oleh ikan karang di rumpon. Namun dengan hadirnya perifiton di rumpon memacu ikan karang untuk berkumpul dan diduga makanan yang dimakan adalah perifiton. Perifiton yang menempel pada daun atraktor rumpon merupakan sumber makanan bagi ikan karang. Hadirnya ikan karang di rumpon tentu akan memanfaatkan sumber makanan tersebut. Kondisi ini menggambarkan suatu bentuk jaringan makanan (food web) yang terbentuk di rumpon dan menjadikan rumpon sebagai feeding ground bagi ikan-ikan karang. Pada saat pengamatan lapangan terlihat beberapa jenis ikan karang begitu aktif mencari makan dan melakukan proses makan di rumpon seperti Chaetodon kleinii, Zebrasoma sp, Scarus sp dan jenis ikan lainnya. Misalnya Chaetodon kleinii memperlihatkan tingkah laku dalam mencari makan di rumpon dengan cara bergerak bola balik masuk keluar rumpon sambil mencicipi makanan yang terdapat di daun rumpon. Tingkah laku makan ini mengindikasikan jenis ikan karang tersebut hadir di rumpon mencari makan. dan memanfaatkan rumpon sebagai tempat 79 Penelitian juga telah dilakukan oleh Saldika (2007) bersamaan dengan pelaksanaan penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis makanan yang dimakan oleh ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dengan menganalisis isi lambung ikan Epinepelus merra. Hasil analisis isi lambung membuktikan bahwa jenis-jenis makanan yang dimakan ikan Epinephelus merra yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon terdiri atas ikan, udang, cumi-umi dan kepiting. Penelitian ini baru dilakukan pada salah satu jenis ikan karang tetapi untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang jenis-jenis makanan yang di makan oleh ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Diharapkan kedepan melalui informasi penelitian yang akan dilakukan dapat menggambarkan secara lengkap jenis-jenis makanan yang terdapat di rumpon sebagai sumber makanan bagi ikan karang. 4.3.2 Keragaman taksa ikan karang 4.3.2.1 Keragaman taksa ikan karang di rumpon Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jenis-jenis ikan karang yang hadir di rumpon pada lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari berjumlah 62 spesies, 42 genus dan 22 famili (Tabel 9). Keragaman taksa pada setiap kelompok ikan karang yang hadir di rumpon disajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 9 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon Kelompok ikan Famili Utama (Mayor) Target Indikator Non Karang Ikan Taksa Spesies Genus Famili Spesies Genus Famili Spesies Genus Famili Spesies Genus Famili RKL1 14 11 8 14 13 8 3 1 1 1 1 1 RBL1 13 10 6 8 5 3 4 1 1 0 0 0 Keterangan : RKL : Rumpon kecil lontar, RBL : Rumpon besar lontar. RKL2 7 7 5 6 5 2 1 1 1 0 0 0 RBL2 13 11 6 8 8 7 2 1 1 0 0 0 80 Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah spesies tertinggi pada kelompok famili utama (mayor) terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1. Jumlah genus tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1 dan rumpon besar lontar di lokasi L2, sedangkan jumlah famili tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1. Pada kelompok ikan target jumlah spesies, genus dan famili tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1, dibandingkan dengan kelompok rumpon lainnya. Pada kelompok indikator spesies tertinggi terdapat pada rumpon besar lontar di lokasi L1 dan untuk genus dan famili semuanya sama. Pada kelompok non ikan karang spesies, genus dan famili hanya terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1, sedangkan lainnya tidak ada. Dari uraian tersebut terlihat bahwa keragaman taksa tertinggi baik spesies, genus maupun famili terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1. Sebaran keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon disajikan pada Gambar 13 dan 14. 14 12 Jumlah taksa Famili Utama (M ayo r) 10 Targ et Ind ikat o r 8 No n Ikan Karang 6 4 2 No n Ikan Karang Ind ikat o r Targ et 0 Sp es ies Genus RKL1 Famili Sp es ies RBL1 Ke lompok ikan Famili Utama (M ayo r) Genus Famili Jenis rumpon Gambar 13 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L1. 14 12 Jumlah taksa Famili Utama (Mayor) 10 T arget 8 Indikator 6 Non Ikan Karang 4 2 Non Ika n Ka ra ng Indika t or 0 S pe sie s RKL2 Ta rge t Ge nus Fa mili S pe sie s RBL2 Ke lompok ikan Fa mili Ut a ma (Ma yor) Ge nus Fa mili Jenis rumpon Gambar 14 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L2. 81 Secara rinci komposisi dan sebaran jenis ikan karang hadir di rumpon disajikan pada Lampiran 8. Dari data tersebut terlihat bahwa beberapa jenis ikan karang yang dominan hadir di sekitar rumpon baik rumpon kecil maupun rumpon besar di lokasi L1 dan L2 seperti Chromis margaritifer, Abudefduf bengalensis, Chrysiptera rollandi dan Chaetodon kleinii. Selanjutnya yang menyebar sedang seperti Chromis ovalis, Chrysiptera unimaculata, Sufflamen chrysopterus, Scarus ghobban, Apogon kallopterus, Centropyge bicolor, Canthigaster valentini, Pterois volitans, Acanthurus nigricans, A. mata, Ctenochaetus striatus, Halichoeres scapularis, Epinephelus merra, Parupeneus bifasciatus, Lethrinus sp, Lutjanus sp dan Chaetodon trifasciatus, sedangkan jenis ikan lainnya menyebar jarang. 4.3.2.2 Keragaman taksa ikan karang di bubu Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa keragaman taksa ikan karang yang hadir pada alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari secara keseluruhan berjumlah 47 spesies, 34 genus dan 20 famili (Tabel 10). Keragaman taksa pada setiap kelompok ikan karang yang hadir di bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon deisajikan pada tabel di bawah ini. Tabel 10 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu. Kelompok ikan Famili Utama (Mayor) Target Taksa BRK1 BRB1 BTR1 BRK2 BRB2 Spesies Genus Famili Spesies Genus Famili Spesies Genus Famili Spesies Genus Famili 7 7 4 5 4 2 1 1 1 0 0 0 12 9 4 4 4 2 1 1 1 0 0 0 5 4 3 4 4 2 1 1 1 1 1 1 8 7 5 3 3 3 1 1 1 0 0 0 7 6 4 3 3 3 2 1 1 0 0 0 BTR2 6 5 3 4 4 4 Indikator 3 1 1 Non Ikan 1 Karang 1 1 Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil, BRB: Buburumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon. Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah spesies dan genus tertinggi terdapat pada kelompok famili utama (mayor) di bubu rumpon besar lokasi L1, 82 sedangkan jumlah famili tertinggi terdapat pada bubu rumpon kecil di lokasi L2. Pada kelompok ikan target jumlah spesies tertinggi terdapat pada bubu rumpon kecil di lokasi L1, sedangkan jumlah genus tertinggi masing-masing terdapat pada bubu rumpon kecil, bubu rumpon besar, bubu tanpa rumpon di lokasi L1 dan bubu tanpa rumpon di lokasi L2. Selanjutnya jumlah famili tertinggi terdapat pada bubu tanpa rumpon di lokasi L2 . Pada kelompok indikator spesies tertinggi terdapat pada bubu tanpa rumpon di lokasi L2, sedangkan untuk genus dan famili semuanya sama. Pada kelompok non ikan karang spesies, genus dan famili hanya terdapat pada bubu tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2, sedangkan lainnya tidak ada. Dari data tersebut terlihat bahwa keragaman taksa tertinggi baik spesies, genus maupun famili terdapat pada bubu rumpon besar di lokasi L1. Sebaran keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon disajikan pada Gambar 15 dan 16. 12 10 Jumlah taksa F amili Ut ama (M ayo r) T arget 8 Indikator Non Ikan Karang 6 4 2 Non Ikan Ka r ang 0 Indikat or S p e sie s BRK1 Ge n us Fa mili Ke lompok ikan Ta r get S pe sie s BRB1 Ge nus Fa mili Famili Utama (Mayor ) S p e sie s Ge nus BTR1 Fa mili Jenis bubu Gambar 15 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1. 8 7 Jumlah taksa 6 F a m ili Uta m a (M a yo r) 5 Ta rge t Indika to r 4 No n Ika n Ka ra ng 3 2 1 0 Non Ikan Kar ang Indikator S pe sie s BRK2 Ge nus Fa m ili Tar get S pe sie s BRB2 Ge nus Fa mili Ke lompok i kan Famili Utama (Mayor ) S pe sie s BTR2 Ge nus Fa m ili Ke ragaman taksa di bubu Gambar 16 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L2. 83 Secara rinci komposisi jenis dan sebaran ikan karang teramati pada pagi, siang dan sore hari disajikan pada Lampiran 9. Beberapa spesies ikan karang yang hadir dominan pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 sepeprti Apogon kallopterus dan Chaetodon kleinii. Selanjutnya yang menyebar sedang adalah Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus, Scarus ghobban, Ctenochaetus striatus, dan Acanthurus bariena, sedangkan jenis ikan lainnya menyebar jarang. 4.3.3 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang 4.3.3.1 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di rumpon Jumlah ikan karang yang hadir di rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari secara keseluruhan berjumlah 1190 individu (Lampiran 10). Pada rumpon lontar kecil di lokasi L1 sebanyak 387 individu, rumpon lontar besar sebanyak 396 individu. Selanjutnya jumlah ikan karang yang hadir di rumpon lontar kecil di lokasi L2 sebanyak 149 individu dan rumpon lontar besar sebanyak 407 individu. Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar rumpon disajikan pada Tabel 11. Jumlah kelompok ikan karang yang hadir terbanyak adalah kelompok famili utama (mayor), kemudian kelompok target dan indikator, dan paling rendah dari kelompok non ikan karang. Tabel 11 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar rumpon Kelompok Ikan Lokasi Total Proporsi L1 L2 (%) RKL RBL RKL RBL Famili utama (mayor) 182 320 121 302 925 78 Target 85 37 41 18 181 15 Indikator 11 21 4 47 83 7 Non ikan karang 1 0 0 0 1 <1 Total 279 378 166 367 1190 Keterangan: RKL : Rumpon Kecil Lontar, RBL : Rumpon Besar Lontar. 84 Total individu ikan karang yang hadir di rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L1 dan L2 dalam jumlah terbanyak adalah Abudefduf bengalensis sebanyak 193 individu/m2, kemudian Apogon kallopterus sebanyak 151 individu/m2, dan diikuti oleh jenis ikan lain. Total jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L1 dan L2 disajikan dalam Gambar 17 dan 18. 300 P o macentridae B alistidae 250 Scaridae A po go nidae P o macanthidae 200 Ephippididae Tetrao do ntidae Sco rpaenidae 150 A canthuridae Siganidae Labridae 100 Serranidae M ullidae Lethrinidae Lutjanidae 50 Chaeto do ntidae Dasyatitidae 0 RKL RBL R um po n k e c il lo nt a r ( R KL) da n rum po n be s a r lo nt a r ( R B L) di lo k a s i I Gambar 17 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L1. 180 P o macentridae Scaridae 160 A po go nidae P o macanthidae 140 Ophicthidae Ephippididae 120 Tetrao do ntidae Sco rpaenidae 100 Centriscidae Caesio nidae 80 A canthuridae Labridae Serranidae 60 M ullidae Lethrinidae 40 Lutjanidae Haemulidae 20 Nemipteridae Chaeto do ntidae 0 RKL RBL R um po n k e c il lo nt a r ( R KL) da n rum po n be s a r lo nt a r ( R B L) di lo k a s i II Gambar 18 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L2. 85 Jumlah individu ikan karang yang hadir di rumpon besar lontar lebih banyak dibandingkan dengan rumpon kecil lontar. Perbedaan ini disebabkan karena bedanya dimensi rumpon, dimana rumpon ukuran besar tentu mempunyai daya tampung ikan karang berkumpul lebih banyak dibandingkan dengan rumpon ukuran kecil. Selain itu, ada beberapa jenis ikan karang biasanya hadir dalam jumlah besar seperti Chromis margaritifer, C. ovalis, Abudefduf bengalensis, Apogon kallopterus, dan Pterocaesio diagramma. 4.3.3.2 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di bubu Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jenis-jenis ikan karang yang hadir pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2, teramati pada pagi, siang dan sore hari secara keseluruhan berjumlah 1230 individu (Lampiran 11). Jumlah ikan karang yang hadir di bubu rumpon kecil di lokasi L1 sebanyak 184 individu, bubu rumpon besar di lokasi L1 sebanyak 242 individu, dan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 sebanyak 267 individu. Selanjutnya pada bubu rumpon kecil di lokasi L2 sebanyak 210 individu, bubu rumpon besar di lokasi L2 sebanyak 126 individu, dan bubu tanpa rumpon di lokasi L2 sebanyak 215 individu. Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar bubu di disajikan pada Tabel 12. Jumlah kelompok ikankarang yang hadir terbanyak adalah kelompok famili utama (mayor), kemudian kelompok target dan indikator, dan paling rendah dari kelompok non ikan karang. Tabel 12 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar bubu Lokasi Kelompok Total Proporsi Ikan (%) L1 L2 BRK BRB BTR BRK BRB BTR Famili utama 127 217 229 164 91 85 913 74 (mayor) Target 49 16 15 26 7 113 226 18 Indikator 8 9 22 20 14 16 89 7 Non ikan 0 0 1 0 0 1 2 <1 karang Total 184 242 267 210 112 215 1230 Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil, BRB : Bubu Rumpon Besar, BTR : Bubu Tanpa Rumpon. 86 Total jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu rumpon kecil dan bubu rumpon besar di lokasi L1 dan L2 dalam jumlah terbanyak adalah Abudefduf bengalensis sebanyak 346 individu/m2, kemudian Apogon kallopterus sebanyak 174 individu/m2, dan diikuti oleh jenis ikan lain. Total jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di bubu rumpon kecil, bubu rumpon besar dan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 disajikan dalam Gambar 19 dan 20. P omacentridae 250 Apogonidae P omacanthidae 200 Scaridae Holocentridae 150 Malacanthidae 100 Caes ionidae Acanthuridae 50 Labridae 0 Siganidae BRK BRB BTR Bubu rumpon kecil (BRK), bubu rumpon bes ar (BRB) dan bubu tanpa rumpon (BTR) di lokas i I Chaetodontidae Das yatitidae Gambar 19 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1. Jumlah individu setiap famili ikan karang 120 P o ma c e nt rid a e A p o g o nid a e 100 S c a rid a e B a lis t id a e S c o r p a e nid a e 80 C a e s io nid a e A c a nt hur id a e La b rid a e 60 Le t hrinid a e M ullid a e 40 Ha e mulid a e N e mip t e rid a e S e rra nid a e 20 C ha e t o d o nt id a e M ura e nid a e 0 BRK BRB BT R Bubu rum p o n k ecil (BRK ), bubu rum p o n besar (BRB) dan bubu t an p a rum p o n (BT R) di lo k asi II Gambar 20 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2. 87 4.3.4 Indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang di sekitar rumpon dan bubu 4.3.4.1 Rumpon Nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Tabel 13 dan Gambar 21. Tabel 13 Nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 Lokasi No Dimensi Rumpon H E C L1 1 Rumpon Kecil Lontar 0.861 0,723 0,168 2 Rumpon Besar Lontar 1,010 0,803 0,147 1 Rumpon Kecil Lontar 0,734 0,656 0,281 2 Rumpon Besar Lontar 1,032 0,781 0,175 L2 Nilai Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang di rumpon kecil lontar lokasi I terdiri dari nilai H = 0.861, E = 0,723, dan C = 0,168. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar kecil, komunitas ikan karang berada pada kondisi labil dan dominansi rendah berarti tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada rumpon besar lontar lokasi L1 terdiri dari nilai H = 1,010, E = 0,803, dan C = 0,147. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar rumpon besar lontar kecil, komunitas ikan karang berada pada kondisi stabil dan dominansi rendah berarti tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Selanjutnya nilai Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang di rumpon kecil lontar lokasi L2 terdiri dari nilai H = 0,734, E = 0,656, dan C = 0, 281. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar rendah, komunitas ikan karang berada pada kondisi labil dan dominansi rendah berarti tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada rumpon besar lontar lokasi L2 terdiri dari nilai H = 1,032, E = 0,781, dan C = 0,175. 88 1.2 Indeks H', E dan C 1 0.8 0.6 H' E 0.4 C 0.2 0 RKL1 RBL1 RKL2 RBL2 Jenis rumpon Gambar 21 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang di rumpon. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar rumpon besar lontar kecil, komunitas ikan karang berada pada kondisi stabil dan dominansi rendah berarti tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Gambar tersebut menunjukkan bahwa nilai Keragaman (H’) ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi I dan II tertinggi pada rumpon besar lontar baik di lokasi L1 dan L2, sedangkan nilai Keseragaman (E) tertinggi pada rumpon besar lontar baik di lokasi L1 maupun L2 dan nilai Dominansi (C) tertinngi pada rumpon kecil lontar di lokasi L2. 4.3.4.2 Bubu Hasil analisis nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 secara rinci disajikan pada Tabel 14 dan Gambar 22. 89 Tabel 14 Nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang yang hadir di sekitar bubu di lokasi L1 dan L2 Lokasi L1 L2 No Alat Tangkap H E C 1 Bubu Rumpon Kecil 0,833 0,771 0,211 2 Bubu Rumpon Besar 1,013 0,901 0,126 3 Bubu Tanpa Rumpon 0,445 0,428 0,573 1 Bubu Rumpon Kecil 0,661 0,637 0,309 2 Bubu Rumpon Besar 0,787 0,787 0,254 3 Bubu Tanpa Rumpon 0,763 0,668 0,267 Nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil di lokasi L1 terdiri dari nilai H = 0,833, E = 0,771 dan C = 0,211. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil adalah kecil, komunitas ikan karang berada pada kondisi stabil dan dominansi rendah berarti tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada bubu rumpon besar di lokasi L1 terdiri dari nilai H = 1,013, E = 0,901 dan C = 0.126. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon besar rendah/kecil, komunitas ikan karang berada pada kondisi stabil dan dominansi rendah yang berarti tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang, sedangkan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 terdiri dari nilai H = 0,445, E = 0,428 dan C = 0,573. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar bubu tanpa rumpon rendah, komunitas ikan karang berada pada kondisi labil dan dominansi sedang yang berarti ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Selanjutnya nilai Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil di lokasi L2 terdiri dari nilai H = 0,661, E = 0,637 dan C = 0,309. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil rendah/kecil, komunitas ikan karang berada pada kondisi labil dan dominansi sedang yang berarti ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada 90 bubu rumpon besar di lokasi L2 terdiri dari nilai H = 0,787, E = 0,787 dan C = 0,254. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon besar kecil, komunitas ikan karang berada pada kondisi stabil dan dominansi rendah yang berarti tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang, sedangkan pada bubu yang dioperasikan tanpa rumpon di lokasi L2 terdiri dari nilai H = 0,767, E = 0,668 dan C = 0,267. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar bubu tanpa rumpon rendah, komunitas ikan karang berada pada kondisi stabil dan dominansi sedang yang berarti ada dominansi spesies ikan tertentu didalam komunitas ikan karang. Dari data tersebut terlihat bahwa nilai Keragaman (H’) ikan karang pada bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 tertinggi pada bubu rumpon besar di lokasi L1, sedangkan nilai Keseragaman (E) ikan karang tertinggi pada bubu rumpon besar di lokasi L1 dan nilai Dominansi (C) tertinggi pada bubu tanpa rumpon di lokasi L1. 1.2 Indeks H', E dan C 1 0.8 H' 0.6 E 0.4 C 0.2 0 BRK1 BRB1 BTR1 BRK2 BRB2 BTR2 Jenis bubu Gambar 22 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang di bubu. 4.3.5 Jarak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu 4.3.5.1 Jarak ikan karang di sekitar rumpon Jarak setiap spesies ikan karang terhadap rumpon di lokasi L1 dan L2 berbeda-beda menurut jenis ikan (Tabel 15). Jumlah ikan karang yang hadir 91 di sekitar rumpon kecil lontar lokasi L1 sebanyak 29 spesies. Dari total jumlah tersebut ada 19 spesies (66%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan rumpon. Pada rumpon besar lontar lokasi L1 jumlah ikan karang yang hadir sebanyak 27 spesies. Dari total jumlah tersebut ada 14 spesies (52%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan rumpon. Tabel 15 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap rumpon di lokasi L1 dan L2 Jenis rumpon RKL Lokasi Rumpon L1 Jarak (m) 0-2 2-5 >5 RBL 0-2 2-5 >5 Jenis ikan Jumlah Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi, C. parasema, S. ghobban, Apogon kallopterus, Pomacentrus nigromanus, Platax sp, Pseudochromis sp, Petrois volitans, Acanthurus nigricans, A. mata, Zanclus cornutus, Zebrasoma flaviscens, Bonianus ginulatus, Halichoeres scapularis, Thalassoma lunare, Parupeneus bifasciatus, C. kleinii dan C. trifasciatus 19 Proporsi (%) 66 Abudefduf bengalensis, Melichtys vidua, Scarus sodidus, Ctenochaetus striatus, Naso caeruleocanda, Heniochus acuminatus, Epinephelus merra, Lethrinus sp, Lutjanus sp, dan Chaetodon melanotus Total Chromis lepidolepis, C. ovalis, Chrysiptera rollandi, C. unimaculata, Amphiprion sp, Sufflamen chrysopterus, Apogon bandanensis, Canthigaster valentini, Zanclus cornutus, Hologymnosus doliatus, Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar, Epinephelus merra dan Chaetodon kleinii Chromis margaritifer, Abudefduf bengalensis, Balistapus undulatus, Scarus ghobban, S. bleekeri, Siganus corallinus, Acanthurus pyroferus, A. mata, A. bariena, Ctenochaetus striatus, Chaetodon meyeri, dan C. baronessa Chaetodon trifasciatus Total 10 34 29 14 52 12 44 1 27 4 92 Tabel 15 (Lanjutan) Jenis rumpon Lokasi Rumpon Jarak (m) Jenis ikan RKL L2 0-2 2-5 >5 0-2 BL 2–5 >5 Jumlah Proporsi (%) Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi, Rinecanthus sp, Scarus ghobban, Apogon kallopterus, Myrichtys colubrinus, Pterois volitans, A. nigricans, Zanclus sp, Ctenochaetus striatus, dan Chaetodon kleinii Apogon bengalensis, Acanthurus mata, Lethrinus sp, dan Lutjanus sp 11 73 4 27 Total Chromis ovalis, Chrysipetra rollandi, C. unimaculata, Dascyllus aruanus, Sufflamen chrysopterus, Apogon kallopterus, Centropyge tibicens, C.bicolor, Genicanthus melanospilos, Canthigaster valentini, Aeoliscus strigatus, Acanthurus triotegus, Halichoeres scapularis, Hemigymnus fasciatus, Parupeneus bifasciatus, Diagramma pictum, Chaetodon kleinii, dan C. adiergastos 15 18 75 Chromis margaritifer, Abudefduf bengalensis, Pterocaesio diagramma, dan Scolopsis margaritifer Epinephelus tauvina, dan Lutjanus decussatus Total 4 17 2 9 24 Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar. Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di rumpon kecil lontar lokasi L2 sebanyak 15 spesies. Dari total tersebut ada 11 spesies (73%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan rumpon. Pada rumpon besar lontar lokasi L2 jumlah ikan karang yang hadir sebanyak 24 spesies. Dari total jumlah tersebut ada 18 spesies (75%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan rumpon. Jarak ikan karang terhadap rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi L1 dan L2 umumnya berada antara 0 – 2 m dengan rumpon. Perbedaan ini karena setiap jenis ikan karang menyebar pada lapisan kedalaman (swimming layer) berbeda-beda ada di lapisan atas, pertengahan dan di dasar perairan. Ilustrasi jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon dapat di lihat pada Gambar 23. 93 R =>5m R= 2 - 5m R = 0 – 2m Chaetodon trifasciatus, Epinephelus tauvina, dan Lutjanus decussatus Abudefduf bengalensis, Melichtys vidua, Scarus sodidus, Ctenochaetus striatus, Naso caeruleocanda, Heniochus acuminatus, Epinephelus merra, Lethrinus sp, Lutjanus sp, dan Chaetodon melanotus. Chromis margaritifer, Balistapus undulatus, Scarus ghobban, S. bleekeri, Siganus corallinus, Acanthurus pyroferus, A. mata, A. bariena, Chaetodon meyeri, dan C. baronessa Apogon bengalensis, Lethrinus sp, dan Lutjanus sp Chromis margaritifer, Pterocaesio diagramma, dan Scolopsis margaritifer Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi, C. parasema, S. ghobban, Apogon kallopterus, Pomacentrus nigromanus, Platax sp, Pseudochromis sp, Petrois volitans, Acanthurus nigricans, A. mata, Zanclus cornutus, Zebrasoma flaviscens, Bonianus ginulatus, Halichoeres scapularis, Thalassoma lunare, Parupeneus bifasciatus, C. kleinii dan C. trifasciatus. Chromis lepidolepis, C. ovalis, Chrysiptera rollandi, C. unimaculata, Amphiprion sp, Sufflamen chrysopterus, Apogon bandanensis, Canthigaster valentini, Zanclus cornutus, Hologymnosus doliatus, Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar, Epinephelus merra dan Chaetodon kleinii. C. adiergasto, Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi, Rinecanthus sp, Scarus ghobban, Apogon kallopterus, Myrichtys colubrinus, Pterois volitans, Zanclus sp, Ctenochaetus striatus, C. unimaculata, Dascyllus aruanus, Sufflamen chrysopterus, Centropyge tibicens, C.bicolor, Genicanthus melanospilos, Aeoliscus strigatus, Acanthurus triotegus, Halichoeres scapularis, Hemigymnus fasciatus, Parupeneus bifasciatus, dan Diagramma pictum Gambar 23 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon. 4.3.5.2 Jarak ikan karang di sekitar alat tangkap bubu Jarak setiap spesies ikan karang terhadap bubu di lokasi L1 dan L2 berbedabeda menurut jenis ikan (Tabel 16). Jumlah ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil lokasi L1 sebanyak 13 spesies. Dari total jumlah tersebut ada 8 spesises (62%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu. Pada bubu rumpon besar lokasi L1 jumlah ikan karang yang hadir sebanyak 16 spesies. Dari total jumlah tersebut ada 10 spesies (63%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu. Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu tanpa rumpon lokasi L1 sebanyak 11 spesies. Dari total spesies tersebut ada 6 spesies (65%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu. 94 Tabel 16 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap bubu di lokasi L1 dan L2 Kelompok Bubu Lokasi Bubu Jarak (m) Jenis ikan Jumlah Proporsi (%) BRK L1 0–2 Chromis lepidolepis, Stegastes fasciolatus, Apogon kallopterus, Scaus ghobban, Malacanhus sp, Ctenochaetus striatus, Acanthurus bariena dan Chaetodon kleinii 8 62 2–5 Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus, Thalassoma lunare, dan Labroides bicolor 4 31 >5 Acanthurus mata Total Chromis lepidolepis, C. margaritifer, Chrysipetra rollandi, Apogon kallopteus, Centropyge tibicens, Pomacanthus acanthops, Ctenochaetus striatus, Hemigymnus melapterus, Hologymnosus doliatus dan Chaetodon kleinii. Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus, Chromis ovalis, Scarus ghobban, Pterocaesio lativittata, dan Acanthurus mata 1 13 10 7 63 6 38 Total Abudefduf bengalensis, Chromis demidiata, Apogon kallopterus, A. aureus, Ctenochaetus striatus, dan Chaetodon kleinii 16 6 65 Myripristis sp, Acanthurus mata, Naso tuberosus, Siganus corallinus, dan Himantura uarnak - 5 45 Total Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus, Chromis margaritifer, Scarus ghobban, S. bleekeri, Rhinecanthus sp, Halichoeres ornattisimus, Parupeneus multifasciatus dan Chaetodon kleinii Apogon kallopterus, Pterois volitans, dan Epinephelus merra 11 9 75 3 25 Total 12 BRB 0–2 2–5 >5 BTR L1 0–2 2–5 >5 BRK L2 0–2 2–5 >5 95 Tabel 16 (lanjutan) Kelompok Bubu BRB Lokasi Bubu L2 Jarak (m) 0–2 2–5 >5 BTR L2 0–2 2–5 >5 Jenis ikan Jumlah Chrysipetra talboti, Amblyglyphidodon curacao, A. bandanensis, Lethrinus lentjam, Parupeneus multifasciatus, Chaetodon robustus dan Gymnothorax javanicus Chromis ovalis, Apogon Caesio terres, kallopterus, Chaetodon kleinii dan C. meyeri Ctenochaetus striatus, dan Pentapodus caninus Total Chrysiptera talboti, Amblyglyphidodon curacao, Apogon kallopterus, A. bandanensis, Ctenohaetus striatus, Letrhrinus lentjam, Parupeneus multifasciatus, C. robustus dan Gymnothorax javanicus Chromis ovalis, Caesio terres, Chaetodon kleinii, dan C. meyeri Pentapodus caninus 7 Proporsi (%) 50 5 36 2 14 14 9 64 4 29 1 14 7 Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil, BRB : Bubu Rumpon Besar. Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu rumpon kecil lokasi L2 sebanyak 12 spesies. Dari total tersebut ada 9 spesies (75%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu. Pada bubu rumpon besar lokasi L2 jumlah ikan karang yang hadir sebanyak 14 spesies. Dari total jumlah tersebut ada 7 spesies (50%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu. Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu tanpa rumpon lokasi L2 sebanyak 14 spesies. Dari total spesies tersebut ada 9 spesies (64%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu. Jarak ikan karang terhadap bubu di lokasi L1 dan L2 umumnya berada antara 0 – 2 m dengan bubu. Perbedaan ini karena setiap jenis ikan karang menyebar pada lapisan kedalaman (swimming layer) berbeda-beda ada di lapisan atas, pertengahan dan di dasar perairan. Ilustrasi jarak (radius) ikan karang terhadap bubu disajikan pada Gambar 24. 96 R=>5m Acanthurus mata Ctenochaetus striatus, dan Pentapodus caninus, Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus, Thalassoma lunare, dan Labroides bicolor ,Chromis ovalis, Scarus ghobban, Pterocaesio lativittata, dan Acanthurus mata Myripristis sp, , Naso tuberosus, Siganus corallinus, dan Himantura uarnak Apogon kallopterus, Pterois volitans, dan Epinephelus merra, Apogon kallopterus, Caesio terres, Chaetodon kleinii, C. meyeri dan Pentapodus caninus. R=2–5m R=0–2m Chromis lepidolepis, Stegastes fasciolatus, Apogon kallopterus, A.bandanensis, Scaus ghobban, Malacanhus sp, Ctenochaetus striatus, Acanthurus bariena, Chaetodon kleinii, C. margaritifer, Chrysipetra rollandi, Centropyge tibicens, Pomacanthus acanthops, Hemigymnus melapterus, Hologymnosus doliatus ,Chaetodon kleinii, Abudefduf bengalensis, Chromis demidiata, A. aureus, Dascyllus aruanus, Chromis margaritifer, S. bleekeri, Rhinecanthus sp, Halichoeres ornattisimus, Parupeneus multifasciatus, Chrysipetra talboti, Amblyglyphidodon curacao, Lethrinus lentjam, Parupeneus multifasciatus, Chaetodon robustus, Gymnothorax javanicus Chrysiptera talboti, Ctenohaetus striatus, Letrhrinus lentjam, dan C. robustus Gambar 24 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap bubu. 4.3.6 Lama waktu ikan karang di rumpon dan bubu 4.3.6.1 Lama waktu ikan karang di rumpon Jumlah spesies ikan karang yang hadir di rumpon lokasi L1 paling banyak pada pengamatan pagi hari sebanyak 36 spesies, siang hari 4 spesies dan sore hari 21 spesies. Selanjutnya jumlah spesies ikan karang yang hadir di rumpon lokasi L2 paling banyak pada pengamatan pagi hari sebanyak 22 spesies, siang hari 5 spesies dan sore hari 9 spesies. Jenis ikan karang hadir di rumpon lokasi L1 dan L2 paling banyak pada pagi hari, dibandingkan siang dan sore hari. Jenis ikan yang umum hadir pada pagi, siang dan sore hari di rumpon adalah Chromis margaritifer, Apogon kallopterus, dan Chaetodon kleinii. Spesies ikan karang hadir paling banyak sesuai waktu pengamatan umumnya pada pagi hari, sedangkan siang dan sore hari berkurang karena setelah jam 11.00 siang sampai sore kondisi perairan berubah karena angin menyebabkan 97 terjadi gelombang dan arus. Pada kondisi ini ikan-ikan mencari tempat untuk berlindung baik di rumpon maupun di terumbu karang. Penyebaran ikan ke tempat persembunyian menyebabkan kehadiran ikan pada siang dan sore hari berkurang di rumpon. Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 berbeda-beda menurut jenis ikan. Pengelompokkan ikan karang berdasarkan lama waktu hadir di sekitar rumpon dibagi dalam tiga kategori antara lain : 0 – 10 menit, 10 – 30 menit dan > 30 menit (Tabel 17). Jenis ikan karang yang hadir di rumpon kecil lontar lokasi L1 sebanyak 29 spesies ternyata 13 spesies (45%) berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 9 spesies (31%) dengan lama waktu antara 0 – 10 menit dan 7 spesies (24%) dengan lama waktu 10 – 30 menit. Pada rumpon besar lontar di lokasi L1 jumlah ikan yang hadir sebanyak 27 speses ternyata 12 spesies (44%) berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 9 spesies (33%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 6 spesies (22%) dengan lama waktu 0 – 10 menit. Selanjutnya jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar lokasi L2 sebanyak 15 spesies ternyata 7 spesies (47%) berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 7 spesies (47%) dengan lama waktu 0 – 10 menit, dan 1 spesies (7%) dengan lama waktu 10 – 10 menit. Pada rumpon besar lontar di lokasi L2 jumlah ikan yang hadir sebanyak 24 speses ternyata 14 spesies (58%) berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 5 spesies (21%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 5 spesies (21%) dengan lama waktu 0 – 10 menit. 98 Tabel 17 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 Kelompok Rumpon RKL 1 Lama waktu (menit) 0 – 10 10- 30 > 30 RBL 1 0 – 10 10- 30 > 30 RKL 2 0 – 10 10- 30 > 30 Jenis ikan Jumlah Proporsi (%) Melichty vidua, , Scarus sodidus, S. ghobban, Pseudochromis sp, Acanthurus nigricans, Zanclus cornutus, Heniochus acuminatus, Bonianus ginulatus, dan Lethrinus sp Platax sp, Petrois volitans, A. mata, Naso caeruleocanda, Thalassoma lunare, Epinephelus merra, dan Lutjanus sp, Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi, C. parasema, Apogon kallopterus, Pomacentrus nigromanus, Zebrasoma flaviscens, Halichoeres scapularis, Parupeneus bifasciatus, C. kleinii, C. trifasciatus. Abudefduf bengalensis, Ctenochaetus striatus, dan Chaetodon melanotus Total Amphiprion sp, Balistapus undulatus, Canthigaster valentini, Acanthurus pyroferus, A. bariena, dan Zanclus cornutus, Sufflamen chrysoptrus, Scarus ghobban, S. bleekeri, Hologymnosus doliatus, Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar, Epinephelus merra, Chaetodon meyeri, dan C. baronessa Chromis lepidolepis, C. ovalis, Chrysiptera rollandi, C. unimaculata, Apogon bandanensis, Chaetodon kleinii, Chaetodon trifasciatus, Chromis margaritifer, Abudefduf bengalensis, Siganus corallinus, A. mata, dan Ctenochaetus striatus 9 31 7 24 13 45 29 6 22 9 33 12 44 27 7 47 1 7 67 47 Rinecanthus sp, Scarus ghobban, Myrichtys colubrinus, Pterois volitans, A. nigricans, Zanclus sp, dan Lethrinus sp Lutjanus sp Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi, Apogon kallopterus, Ctenochaetus striatus, Chaetodon kleinii, Apogon bengalensis, dan Acanthurus mata Total 15 99 Tabel 17 (Lanjutan) Kelompok Rumpon Lama waktu (menit) 0 – 10 Jenis ikan Sufflamen chrysopterus, Genicanthus melanospilos, Canthigaster valentini, Pterocaesio diagramma, dan Parupeneus bifasciatus, 10- 30 Centropyge tibicens, C.bicolor, Epinephelus tauvina, Lutjanus decussatus, dan C. adiergastos > 30 Chromis ovalis, Chrysipetra rollandi, C. unimaculata, Dascyllus aruanus, Apogon kallopterus, Chromis margaritifer, Abudefduf bengalensis, Aeoliscus strigatus, Acanthurus triotegus, Halichoeres scapularis, Hemigymnus fasciatus, Diagramma pictum, Scolopsis margaritifer, dan Chaetodon kleinii Total Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar. RBL 2 Jumlah Proporsi (%) 5 21 5 21 14 58 24 Spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon umumnya berada dengan lama waktu > 30 menit, kemudian antara 0 – 10 menit dan terendah antara 10 – 30 menit. Berdasarkan lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon terlihat bahwa ikan-ikan karang yang hadir di sekitar rumpon lebih banyak bersifat menetap (resident) dengan lama waktu > 30 menit menggunakan rumpon sebagai tempat berlindung dan mencari makan, sedangkan sebagian kecil hanya singgah sebentar (transient) dengan lama waktu 10 - 30 menit dan numpang lewat langsung pergi (visitor) dengan lama waktu 0 – 10 menit. 4.3.6.2 Lama waktu ikan karang di bubu Jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1 paling banyak pada pengamatan pagi hari sebanyak 20 spesies, siang hari 11 spesies dan sore hari 6 spesies. Selanjutnya jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L2 paling banyak pada pengamatan pagi hari sebanyak 19 spesies, siang hari 9 spesies dan sore hari 8 spesies. Jenis-jenis ikan karang yang teramati mempunyai aktivitas pada pagi, siang dan sore hari berbeda-beda. Jenis ikan karang yang hadir secara merata pada waktu pagi, siang maupun sore hari adalah Dascyllus aruanus, Chromis lepidolepis, Apogon kallopterus dan Chaetodon kleinii. 100 Spesies ikan karang yang hadir paling banyak di bubu sesuai waktu pengamatan umumnya pada pagi hari, sedangkan siang dan sore hari berkurang karena setelah jam 11.00 siang sampai sore kondisi perairan berubah karena angin menyebabkan terjadi gelombang dan arus. Pada kondisi ini ikan-ikan terpencar mencari tempat untuk berlindung/bersembunyi baik di bubu maupun di terumbu karang. Penyebaran ikan ketempat persembunyian menyebabkan kehadiran ikan pada siang dan sore hari berkurang di bubu. Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di sekitar alat tangkap bubu di lokasi L1 dan L2 berbeda-beda menurut jenis ikan. Pengelompokkan ikan karang berdasarkan lama waktu hadir di sekitar bubu dibagi dalam tiga kategori antara lain : 0 – 10 menit, 10 – 30 menit dan > 30 menit (Tabel 18). Jenis ikan karang yang hadir di bubu rumpon kecil di lokasi L1 sebanyak 13 spesies ternyata 9 spesies (69%) berada di sekitar bubu dengan lama waktu > 30 menit, 1 spesies (8%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 3 spesies (23%) dengan lama waktu antara 0 – 10 menit. Pada bubu rumpon besar di lokasi L1 jumlah ikan hadir sebanyak 16 spesies ternyata 10 spesies (63%) berada di sekitar bubu dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 4 spesies (25%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 2 spesies (13%) dengan lama waktu 0 – 10 menit. Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu tanpa rumpon di lokasi L1 sebanyak 11 spesies ternyata 5 spesies (45%) berada di sekitar bubu dengan lama waktu > 30 menit, kemudian lama waktu 10 – 30 menit kosong dan 6 spesies (65%) dengan lama waktu 0 – 10 menit. Selanjutnya jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil di lokasi L2 sebanyak 12 spesies ternyata 7 spesies (58%) berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 5 spesies (42%) dengan lama waktu 0 – 10 menit, dan pada lama waktu 10 – 10 menit tidak ada. Pada bubu rumpon besar di lokasi L2 jumlah ikan yang hadir sebanyak 14 spesies ternyata spesies (57%) berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 5 spesies (36%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 1 spesies (7%) dengan lama waktu 0 – 10 menit. Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu tanpa rumpon di lokasi L2 sebanyak 14 spesies ternyata 9 spesies (64%) berada di sekitar bubu dengan 101 lama waktu > 30 menit, kemudian 2 spesies (14%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 3 spesies (21%) dengan lama waktu 0 – 10 menit. Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di bubu umumnya > 30 menit, kemudian antara 0 – 10 menit dan terendah antara 10 – 30 menit. Berdasarkan lama waktu ikan karang hadir di sekitar bubu terlihat bahwa ikan karang yang hadir di sekitar bubu lebih banyak bersifat menetap (resident) dengan lama waktu > 30 menit menggunakan bubu sebagai tempat berlindung dan mencari makan, sedangkan sebagian kecil hanya singgah sebentar (transient) dengan lama waktu 10 - 30 menit dan numpang lewat langsung pergi (visitor) dengan lama waktu 0 - 10 menit. Lebih lama ikan berada di sekitar bubu akan memberikan peluang lebih besar untuk ikan-ikan tersebut tertangkap. Tabel 18 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar bubu di lokasi L1 dan L2 Kelompok Bubu BRK 1 Lama waku (menit) 0 - 10 10 - 30 > 30 BRB 1 0 - 10 10 - 30 > 30 BTR 1 0 – 10 10 – 30 > 30 Jenis ikan Jumlah Proporsi (%) Scarus ghobban, Acanthurus mata dan A. bariena Thalassoma lunare Chromis lepidolepis, Stegastes fasciolatus, Apogon kallopterus, Malacanhus sp, Ctenochaetus striatus, Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus, Labroides bicolor dan Chaetodon kleinii Total Pomacanthus acanthops, Pterocaesio lativittata, Acanthurus mata, dan Hemigymnus melapterus Scarus ghobban, dan Hologymnosus doliatus Chromis lepidolepis, C. margaritifer, Chrysipetra rollandi, Apogon kallopteus, Centropyge tibicens, Ctenochaetus striatus, Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus, Chromis ovalis, dan Chaetodon kleinii Total Myripristis sp, Acanthurus mata, Naso tuberosus, Siganus corallinus, dan Himantura uarnak Abudefduf bengalensis, Chromis demidiata, Apogon kallopterus, A. aureus, Ctenochaetus striatus, dan Chaetodon kleinii Total 3 23 1 12 8 69 13 4 25 2 13 10 63 16 5 45 0 6 55 11 102 Tabel 18 (Lanjutan) Kelompok Bubu BRK 2 Lama waku (menit) 0 – 10 10 – 30 > 30 BRB 2 0 – 10 10 – 30 > 30 BTR 2 0 – 10 10 – 30 > 30 Jenis ikan Jumlah Proporsi (%) Scarus ghobban, S. bleekeri, Rhinecanthus sp, Parupeneus multifasciatus dan Epinephelus merra Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus, Chromis margaritifer, Halichoeres ornattisimus, Apogon kallopterus, Pterois volitans, dan Chaetodon kleinii Total Amblyglyphidodon curacao, Caesio terres, Lethrinus lentjam, C. meyeri, Balistapus undulatus dan Gymnothorax javanicus Parupeneus multifasciatus Chrysipetra talboti, A. bandanensis, Chaetodon robustus, Chromis ovalis, Apogon kallopterus, Chaetodon kleinii, Ctenochaetus striatus, dan Pentapodus caninus Total Amblyglyphidodon curacao, Caesio terres, dan Chaetodon meyeri Lethrinus lentjam, dan Pentapodus caninus Chromis ovalis, Chrysiptera talboti, Apogon kallopterus, A. bandanensis, Ctenochaetus striatus, Parupeneus multifasciatus, Chaetodon kleinii, C. robustus, dan Gymnothorax javanicus 5 42 0 7 58 12 6 40 1 8 7 15 3 21 2 14 9 65 14 Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil, BRB : Bubu Rumpon Besar, BTR :Bubu Tanpa Rumpon. 4.3.7 Pola renang dan pola gerak 4.3.7.1 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar rumpon 4.3.7.1.1 Pola renang Spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon memiliki pola renang berbeda-beda menurut jenis ikan. Pola renang yang diperlihatkan setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan (Tabel 19, Gambar 25). Dari ketiga bentuk pola renang tersebut ternyata spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon umumnya melakukan pola renang secara soliter sebanyak 36 spesies (59%), bila dibandingkan dengan bentuk pola renang lainnya. 103 Tabel 19 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon Pola renang Jenis ikan Soliter Centropyge bicolor, Chrysiptera parasema, Amphiprion sp, Melichthys vidua, Balistapus undulatus, Scarus sordidus, S. ghobban, Pomacentrus trilinetus, Platax sp, Pseudochromis sp, Pterois volitans, Canthigaster valentini, Acanthurus pyroferus, A. mata, A. triotegus, Zanclus cornutus, Zanclus sp, Zebrasoma scopas, Naso caeruleocanda, Heniochus acuminatus, Bodianus ginulatus, Rhinecanthus sp, Myrichthys colubrinus, Hemigymnus fasciatus, Epinephelus tauvina, Halichoeres scapularis, Thalassoma lunare, Genicanthus melanospilos, Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar, Epinephelus merra, Chaetodon melanotus, C. trifasciatus, C. meyeri, C. baronessa, C. Melanotus dan Himantura uarnak Chromis margaritifer, C. lepidolepis, C. ovalis, Abudefduf bengalensis, Chrysiptera rollandi, C. unimaculata, Centropyge tibicens, Aeoliscus strigatus, Pterocaesio diagramma, Sufflamen chrysopterus, S. bleekeri, Apogon kallopterus, A. bandanensis, Ctenochaetus striatus, Hologymnosus doliatus, Lethrinus sp, Diagramma pictum, Lutjanus decussatus dan Lutjanus sp. Dascyllus aruanus, Halichoeres scapularis, Scolopsis margaritifer, Siganus corallinus, Parupeneus bifasciatus, Chaetodon kleinii, dan C. adiergastos Bergerombol Berpasangan Jumlah spesies 37 Proporsi (%) 59 19 30 7 11 Total 63 Ju m lah sp esies 60 50 40 Jumlah spesies 30 Proporsi (%) 20 10 Proporsi (%) 0 Soliter Jumlah spesies Bergerombol Berpasangan Pola renang Gambar 25 Proporsi pola renang ikan karang di rumpon 104 4.3.7.1.2 Pola gerak Penentuan pola gerak setiap ikan karang yang hadir di sekitar rumpon berdasarkan parameter gerakan ditemukan umumnya ikan karang datang dari depan sebanyak 57 spesies (90%), kemudian bergerak naik turun sebanyak 29 spesies (46%), berada diatas sebanyak 24 spesies (39%), dan di samping rumpon sebanyak 25 spesies (40%) (Tabel 20 dan Lampiran 12). Tabel 20 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon berdasarkan parameter gerakan Parameter gerakan ikan Jumlah spesies A. Arah renang 1. Depan 2. Belakang B. Pola gerakan 1. Melawan arus 2. Naik turun 3. Bolak balik 4. Bergerak melingkar 5. Bergerak melingkar searah jarum jam C.Posisi ikan terhadap rumpon 1. Vertikal 2. Atas 3. Samping 4. Pertengahan 5. Dalam 6. Masuk keluar rumpon 7. Singgah sebentar lalu pergi 8. Langsung pergi Pola gerak yang diperlihatkan ikan karang Proporsi (%) 57 5 90 8 4 29 14 7 10 6 46 22 11 16 1 2 24 38 25 40 1 2 1 2 4 6 2 3 2 3 di sekitar rumpon dapat memberikan peluang ikan lebih mudah menyebar mendekati dan masuk ke dalam bubu pada pola gerak (PG) : 1, 3, 4, 6, 8, 9, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 20, 21 dan 23, sedangkan pola gerak (PG) : 2, 5, 7, 10, 11, 14 dan 22 ikan akan sulit menyebar mendekati bubu. Ada 3 paramater gerakan yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon yaitu arah renang (datang dari depan dan belakang), pola gerakan (melawan arus, bergerak naik turun, bergerak bolak balik, bergerak melingkar searah jarum jam) dan posisi ikan terhadap rumpon (vertikal, atas, samping, pertengahan, dalam, masuk keluar, singgah sebentar lalu pergi dan datang langsung pergi). Kombinasi dari ketiga parameter gerakan 105 tersebut akan menghasilkan 80 pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon. Walaupun dari sekian pola gerak tersebut mungkin ada pola gerak yang tidak mungkin dilakukan oleh ikan karang yang hadir di rumpon. Berdasarkan parameter gerakan ikan kemudian disesuaikan dengan pola gerak yang dilakukan oleh 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon ternyata ditemukan hanya ada 23 pola gerak (Gambar 26). Klasifikasi pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon berdasarkan parameter gerakan disajikan pada Tabel 21. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa dari 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon ternyata pola gerak 1 (PG1) lebih banyak dilakukan oleh ikan karang sebanyak 9 spesies (14%) dibandingkan dengan bentuk pola gerak lainnya. Selanjutnya dari 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon kemudian dipisahkan lagi menurut kelompok ikan diperoleh famili utama (mayor) yang hadir sebanyak 35 spesies ternyata ada 9 spesies yang melakukan pola gerak yang dominan datang dari depan, berada disamping rumpon, sedangkan spesies lainnya mempunyai proporsi pola gerak lebih kecil. Ikan target berjumlah 23 spesies ternyata ada 4 spesies yang dominan melakukan pola gerak datang dari depan, bergerak bolak di samping rumpon, sedangkan spesies lainnya mempunyai proporsi pola gerak lebih kecil. Selanjutnya ikan indikator berjumlah 5 spesies ternyata ada 3 spesies yang dominan melakukan pola gerak datang dari depan, bergerak naik turun melingkari dinding rumpon searah jarum jam, sedangkan spesies lainnya mempunyai proporsi pola gerak lebih kecil. Dengan mengetahui bentuk pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon, maka informasi ini dapat dipakai untuk memilih alat tangkap mana yang cocok dioperasikan bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang. 106 Tabel 21 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di rumpon berdasarkan parameter gerakan Pola gerak (PG) PG1 PG2 PG3 PG4 PG5 PG6 PG7 PG8 PG9 PG10 PG11 PG12 PG13 PG14 PG15 PG16 PG17 PG18 PG19 PG20 PG21 PG22 PG23 Arah renang Depan Belakang Pola gerak Melawan arus 7 7 7 7 Naik turun Bolak balik Posisi ikan dengan rumpon Bergerak melingkar Bergerak melingkar searah jarum jam Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masuk keluar Singgah sbntar lalu pergi Lsng pergi 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 Keterangan: PG: Pola Gerak 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 7 Jumlah spesies Proporsi (%) 9 7 5 5 4 4 4 3 3 2 2 2 2 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 14 11 8 8 6 6 6 5 5 3 3 3 3 2 2 2 2 2 2 2 2 2 2 107 Klasifikasikan tingkah laku ikan yang hadir di rumpon dilakukan berdasarkan pola gerak dan lama waktu ternyata bahwa pada setiap spesies ikan memperlihatkan pola gerak dan lama waktu hadir di rumpon berbeda-beda (Tabel 22). Ikan karang yang hadir di rumpon umumnya bersifat menetap. Namun ada juga yang bersifat transit dan visitor tetapi ada pula yang bersifat menetap dan transit maupun transit dan visitor. Perbedaan ini sangat ditentukan oleh sifat masing-masing spesies ikan sesuai lama waktunya berada di rumpon. Tabel 22 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon berdasarkan pola gerak dan lama waktu Simbol Pola Gerak Menetap (Resident) PG1 PG2 PG3 PG4 PG5 PG6 PG7 PG8 PG9 PG10 PG11 PG12 PG13 PG14 PG15 PG16 PG17 PG18 PG19 PG20 PG21 PG22 PG23 Jumlah 13 Klasifikasi Tidak menetap (Non resident) Transit(Transient) Visitor 10 7 108 PG 2 PG 1 PG 6 PG 3 PG 4 PG 8 PG 9 PG 5 PG 7 PG 12 PG 11 PG 16 PG 17 PG 13 PG 18 PG 10 PG 14 PG 15 PG 20 PG 19 PG 21 PG 22 PG 23 Keterangan : PG1 : Datang dari depan, di samping rumpon, PG2 : Datang dari depan, bergerak naik turun di atas rumpon, PG3: Datang dari depan, bergerak melingkari dinding rumpon searah jarum jam, PG4:Datang dari depan bergerak naik turun dan melingkari dinding rumpon searah jarum jam, PG5 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun di atas rumpon, PG6: Datang dari depan, bergerak naik turun di samping rumpon, PG7: Datang dari depan , bergerak bolak balik di atas rumpon, PG8: Datang dari depan, bergerak bolak balik dan melingkari dinding rumpon, PG9: Datang dari depan, bergerak bolak balik di samping rumpon, PG10 : Datang dari depan, bergerak naik turun di atas dan di samping rumpon, PG11: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik di atas rumpon, PG12: Datang dari depan, ke samping rumpon, singgah sebentar lalu pergi, PG13 Datang dari depan, langsung pergi, PG14: Datang dari depan, bergerak melingkar, naik turun di atas rumpon, PG15: Datang dari depan, bergerak naik turun di samping dan masuk keluar rumpon, PG16: Datang dari belakang, bergerak naik turun di samping dan di dalam rumpon, PG17: Datang dari depan, berada di atas rumpon, G18 : Datang dari depan, bergerak bolak balik masuk keluar rumpon, G19 : Datang dari depan, berada di atas dan masuk keluar rumpon, PG20: Datang dari depan, bergerak bolak balik melingkari dinding rumpon, PG21: Datang dari depan, bergerak melingkar dan naik turun mengitari dinding rumpon, PG22: Bergerak vertikal di atas rumpon, dan PG23: Datang dari depan, berada di pertengahan dan masuk keluar rumpon. Gambar 26 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar rumpon. 4.3.7.2 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar bubu 4.3.7.2.1 Pola renang Spesies ikan karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu memiliki pola renang berbeda-beda menurut jenis ikan. Pola renang yang diperlihatkan setiap spesies ikan ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan (Tabel 23, Gambar 27). Dari ketiga bentuk pola renang tersebut ternyata spesies ikan karang yang hadir di sekitar bubu umumnya melakukan pola renang secara soliter sebanyak 26 spesies (55%), bila dibandingkan lainnya. dengan bentuk pola renang 109 Tabel 23 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar bubu Pola renang Jenis ikan Soliter Centropyge tibicens, Pomacanthus acanthops, Scarus ghobban, S. Bleekeri, Myripristis sp, Acanthurus mata, A. bariena, Naso tuberosus, Thalassoma lunare, Labroides bicolor, Hemigymnus melapterus, Hologymnosus doliatus, Chaetodon kleinii, Himantura uarnak, Amblyglyphidodon curacao, Balistapus undulatus, Rhinecanthus sp, Pterois volitans, Halichoeres ornattisimus, Parupeneus multifasciatus, Plectorhinchus lineatus, Pentapodus caninus, Epinephelus merra, Chaetodon meyeri, C. robustus, dan Gymnothorax javanicus Abudefduf bengalensis, Chromis demidiata, C. lepidolepis, C. ovalis, C. margaritifer, Stegastes fasciolatus, Chrysiptera rollandi, C. talboti, Apogon kallopterus, A. aureus, Malacanthus sp, Ctenochaetus striatus, Pterocaesio lativittata, Caesio terres dan Lethrinus lentjam Dascyllus aruanus, D. Trimaculatus, A. bariena, Siganus corallinus, Chaetodon kleinii, dan Parupeneus multifasciatus Bergerombol Berpasangan Total Jumlah spesies 26 Proporsi (%) 55 15 32 6 13 47 60 Ju m lah s p es ies 50 40 30 Jumlah spesies 20 Proporsi (%) 10 Proporsi (%) 0 Soliter Jumlah spesies Bergerombol Berpasangan Pola renang Gambar 27 Proporsi pola renang ikan karang di bubu. 110 4.3.7.2.2 Pola gerak Penentuan pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu berdasarkan parameter gerakan ditemukan umumnya ikan karang datang dari depan sebanyak 37 spesies (79%), kemudian bergerak naik turun 24 spesies (50,06 %), berada diatas sebanyak 21 spesies (45%) dan di samping bubu sebanyak 30 spesies (64%) ( Tabel 24, Lampiran 13). ). Pola gerak yang diperlihatkan ikan karang di sekitar alat tangkap bubu memberikan peluang ikan akan mudah masuk ke dalam bubu pada pola gerak (PG): 4, 6, 8, 9, 10, 11, 13, 15, dan 16, sedangkan pola gerak (PG) : 1, 2, 3, 5, 7, 12, dan 14 ikan akan sulit masuk karena posisi bubu berada di dasar perairan. Ada 3 paramater gerakan yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan pola gerak ikan karang yang hadir di bubu yaitu arah renang ( datang dari depan, samping dan belakang), pola gerakan (melawan arus, bergerak naik turun, bergerak bolak balik,menyusuri dinding bubu dan menyusuri dinding bubu searah jarum jam) dan posisi ikan terhadap bubu (atas, samping, depan mulut bubu, di dasar datang langsung pergi). Kombinasi dari ketiga hal tersebut akan menghasilkan 75 pola gerak ikan karang yang hadir di bubu. Walaupun dari sekian pola gerak tersebut mungkin ada pola gerak yang tidak mungkin dilakukan oleh ikan karang yang hadir di bubu. Berdasarkan parameter gerakan ikan kemudian disesuaikan dengan pola gerak yang dilakukan oleh 47 spesies ikan karang yang hadir di bubu ternyata ditemukan hanya ada 16 pola gerak (Gambar 28). Klasifikasi pola gerak ikan karang yang hadir di bubu berdasarkan parameter gerakan disajikan pada Tabel 24. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa dari 47 spesies ikan karang yang hadir di rumpon ternyata pola gerak 1 (PG1) lebih banyak dilakukan oleh ikan karang sebanyak 7 spesies (15%) dibandingkan dengan bentuk pola gerak lainnya. Dengan mengetahui bentuk pola gerak ikan karang yang hadir di bubu maka informasi ini dapat dipakai untuk memilih alat tangkap mana yang cocok dalam penangkapan ikan karang. 111 Tabel 24 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan Pola Arah renang Pola gerakan Posisi ikan terhadap bubu Jumlah Proporsi gerak Depan Samping Belakang Melawan Naik Bolak Menyusuri Menyusuri Atas Sampng Depan Dasar Langsung (%) (PG) arus turun balik dinding dinding mulut pergi bubu bubu bubu searah jarum jam PG1 7 15 PG2 6 13 PG3 6 13 PG4 5 11 PG5 4 9 PG6 4 9 PG7 3 6 PG8 2 4 PG9 2 4 PG10 2 4 PG11 1 2 PG12 1 2 PG13 1 2 PG14 1 2 PG15 1 2 PG16 1 2 Keterangan : PG : Pola Gerak 112 Selanjutnya dari 47 spesies ikan karang yang hadir di rumpon kemudian dipisahkan lagi menurut kelompok ikan diperoleh famili utama (mayor) yang hadir sebanyak 16 spesies ternyata ada 6 spesies yang melakukan pola gerak yang dominan datang dari belakang, melawan arus,bergerak naik turun di atas dan di samping bubu, sedangkan spesies lainnya mempunyai proporsi pola gerak yang lebih kecil. Ikan target berjumlah 16 spesies ternyata ada 3 spesies yang dominan melakukan pola gerak datang dari belakang, melawan arus, bergerak bergerak naik turun di atas bubu, sedangkan spesies lainnya mempunyai proporsi pola gerak lebih kecil Selanjutnya ikan indikator berjumlah 2 spesies ternyata masingmasing spesies melakukan pola gerak datang dari depan bergerak naik turun di atas bubu dan datang dari depan bergerak bolak balik di atas dan di samping rumpon. Non ikan karang berjumlah 2 spesies dengan bentuk pola gerak datang dari depan di sampng bubu dan datang dari depan menyusuri dinding bubu (Tabel 25). Dengan mengetahui bentuk pola gerak ikan karang yang hadir di bubu, maka informasi ini dapat dipakai untuk memilih alat tangkap mana yang cocok dioperasikan bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang. Tabel 25 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan Parameter gerakan ikan A.Arah renang 1. Depan 2. Samping 3. Belakang B.Pola gerak 1. Melawan arus 2. Naik turun 3. B 4. olak balik 5. Menyusuri dinding bubu 6. Menyusuri dinding bubu searah jarum jam C.Posisi ikan dengan bubu 1. Atas 2. Samping 3. Depan mulut bubu 4. Dasar 5. Langsung pergi Jumlah spesies Proporsi (%) 37 1 10 79 2 21 9 24 5 19 50 11 6 2 13 4 21 30 1 1 6 45 64 2 2 13 113 PG 1 PG 2 PG 5 PG 3 PG 4 PG 7 PG 12 PG 6 PG 8 PG 9 PG 13 PG 10 PG 14 PG 11 PG 15 PG 16 Gambar 28 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar bubu. PG1 : Datang dari depan, bergerak naik turun diatas bubu, PG2 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun diatas dan disamping bubu, PG3 : Datang dari depan, bergerak naik turun diatas dan di samping bubu, PG4 : Datang dari depan, langsung pergi, PG5: Datang dari depan, bergerak bolak balik di atas dan di samping bubu, PG6 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu, PG7 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun di atas bubu, PG8 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu berada di samping bubu, PG9 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu searah jarum jam, PG10:Datang dari depan, di samping bubu, PG11: Datang dari depan, disamping dan di dasar bubu, PG12: Datang dari depan, berada diatas bubu, PG13: Datang dari samping bubu, dan bergerak naik turun, PG14: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik, diatas dan disamping bubu, PG15: Datang dari belakang di samping bubu, dan PG16: Datang dari depan,di depan mulut bubu. Bubu yang dipasang di perairan tentu akan mempengaruhi pola tingkah laku ikan. Ikan-ikan tersebut akan tertarik atau terespons untuk mendekati bubu dan berkumpul sehingga terjadi akumulasi populasi ikan. Pengaruh terhadap tingkah laku ikan nampak pada pola gerak dan lama waktu ikan berada di sekitar bubu. Dari informasi tersebut dapat diklasifikasikan apakah setiap spesies ikan yang hadir di bubu bersifat menetap (resident), tidak menetap (non resident) termasuk transit dan visitor (Tabel 26). Klasifikasi tingkah laku ikan dikaitkan antara pola gerak dan lama waktu ikan hadir di bubu menentukan setiap spesies ikan menetap (resident), tidak menetap (non resident) termasuk transit dan visitor. 114 Tabel 26 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di bubu berdasarkan pola gerak dan lama waktu Simbol Pola Gerak Menetap (Resident) Klasifikasi Tidak menetap (Non resident) Transit Visitor (Transient) PG1 PG2 PG3 PG4 PG5 PG6 PG7 PG8 PG9 PG10 PG11 PG12 PG13 PG14 PG15 PG16 Ikan karang yang hadir di bubu umumnya bersifat menetap. Namun ada juga yang bersifat transit dan visitor tetapi ada pula yang bersifat menetap dan transit maupun transit dan visitor. Perbedaan ini sangat ditentukan oleh sifat masing-masing spesies ikan. 4.3.7.2.3 Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap bubu Kehadiran ikan karang di sekitar alat tangkap bubu dan rumpon memperlihatkan karakteristik penyebaran di kolom air berbeda-beda. Posisi ikan karang di kolom air berbeda dengan ikan pelagis. Perbedaan ini bisa terlihat dari sebaran lapisan renang (swimming layer) setiap jenis ikan karang sangat heterogen. Lapisan renang yang diperlihatkan masing-masing setiap kelompok ikan karang ada yang berada dekat permukaan perairan, diatas, disamping dan di dasar bubu dan rumpon. Perbedaan lapisan renang pada berbagai jenis ikan karang merupakan salah satu faktor yang menentukan jenis-jenis ikan karang mana yang 115 akan lebih banyak mendekati bubu dan akhirnya tertangkap. Mengingat kecepatan renang ikan karang agak lambat maka ada kemungkingan ikan yang berada pada posisi dekat dengan alat tangkap bubu dan rumpon akan lebih mudah mendekati alat tangkap bubu dan peluang tertangkap lebih besar. Penyebaran ikan karang pada setiap lapisan kedalaman juga tentu akan mempengaruhi batas pandang (visibilty) terhadap posisi alat tangkap di kolom air. Batas pandang ikan karang inilah yang menentukan ikan karang mampu melihat alat tangkap dan sejauh mana ikan karang tertarik pada alat tangkap bubu dan rumpon sehingga ikan karang akan terespons untuk mendekati alat tangkap tersebut. Selain itu bentuk pola renang yang diperlihatkan setiap spesies ikan karang juga sangat unik ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan, sedangkan jarak (radius) dan pola gerak ikan di sekitar rumpon dan bubu begitu bervariasi. Faktor ini pula menentukan bagaimana tingkat ketertarikan ikan karang terhadap alat tangkap bubu dan berapa peluang jumlah ikan yang akan tertangkap pada alat tangkap bubu. Pola interaksi yang diperlihatkan ikan karang merupakan suatu hal yang menarik dalam menggambarkan bagaimana setiap jenis ikan karang terpengaruh atau tidak terhadap zona pengaruh alat tangkap bubu. Menurut Nikonorov (1975), zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga macam yaitu : (1) Zone of influence adalah area pengaruh alat tangkap terhadap tingkah laku ikan.; (2) Zone of action adalah area yang dihasilkan alat tangkap diarahkan ke kumpulan ikan; dan (3) Zone of retention adalah area di mana alat tangkap dapat menahan ikan sehingga tidak terlepas. Berdasarkan hasil pengamatan dapat diilustrasikan mekanisme ikan karang terpengaruh pada ketiga zona pengaruh alat tangkap bubu disajikan pada Gambar 29. 116 Zona III Zona I Zona II Keterangan : 1. Zona I : Zone of influence (di sekitar bubu) 2. Zona II : Zone of action ( bidang luar dari lengkung mulut bubu) 3. Zone III : Zone of retention ( ruang di dalam bubu) Gambar 29 Zonasi sebaran ikan karang pada zone of influnce, zone of action dan zone of retention alat tangkap bubu berdasarkan hasil penelitian. Dari gambar tersebut di atas bila penempatan rumpon diperbanyak bersama bubu dengan jaraknya diatur sedemikian rupa, maka diharapkan zone of influence alat tangkap bubu akan semakin diperluas. Penentuan ikan karang memasuki wilayah/area/zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu hanya dilakukan secara umum berdasarkan hubungan radius ikan dengan pola gerak yang diperlihatkan masing-masing spesies ikan pada setiap kelompok pola gerak. Dari data radius dan pola gerak dapat diklasifikasikan ada empat pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu untuk posisi ikan (1) dekat permukaan perairan, (2) diatas, (3) di samping, dan (4) di dasar bubu (Gambar 30). 117 R 2 R 1 3 R 4 R Keterangan : R : Radius zone of influence Gambar 30 Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu untuk posisi ikan (1) dekat permukaan perairan, (2) di atas, (3) di samping, dan (4) di dasar bubu berdasarkan hasil penelitian. Gambar (1) memperlihatkan bahwa ikan bisa saja tidak terpengaruh untuk mendekati alat tangkap karena posisi ikan lebih jauh diatas bubu dan rumpon sehingga kemampuan untuk melihat bubu dan rumpon agak terbatas. Hal ini bisa terjadi bila ada pengaruh lingkungan sekitar karena dikejar predator atau perubahan sifat fisik perairan seperti arus sehingga akan merubah pola renang ikan akhirnya gerombolan ikan akan terpencar dan mendekati bubu dan rumpon. Gambar (2) memperlihatkan bahwa ikan akan terpengaruh untuk mendekati bubu dan rumpon karena posisi tidak begitu jauh namun pada beberapa spesies visitor bisa saja hanya numpang lewat dan tidak terpengaruh mendekati bubu dan rumpon. Gambar (3) dan (4) memperlihatkan bahwa ikan akan mudah terpengaruh karena jarak ikan dengan alat tangkap bubu lebih dekat. 118 4.3.8 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam Bubu 4.3.8.1 Pola renang Pola renang ikan karang di luar dan di dalam bubu berbeda-beda menurut jenis ikan (Tabel 27). Beberapa pola renang yang diperlihatkan oleh berbagai jenis ikan karang yang diamati meliputi : 1. Ikan karang yang memiliki pola renang soliter seperti Thalassoma lunare, Chaetodon kleinii, Centropyge bicolor, Zebrasoma scopas, Cantherhines pardalis, Scarus ghobban, Cheilinus diagrammus, Cirrithicthys sp, Naso tuberosus, Sargosentron sp, dan Dascyllus albisella. 2. Ikan karang yang memiliki pola renang bergerombol seperti Amblyglyphidodon curacao, Chromis lepidolepis, dan Ctenochaetus striatus. 3. Ikan karang yang memiliki pola renang berpasangan Chaetodon kleinii, C. melanotus, Chrysiptera talboti, dan Cheilinus trilobatus. Dari uraian di atas terlihat bahwa jenis ikan karang yang melakukan pola renang ikan secara soliter lebih dominan (59%) bila dibandingkan dengan pola renang ikan yang bergerombol dan berpasangan. Namun ada beberapa jenis ikan yang mempunyai pola renang ganda seperti Chaetodon kleinii memiliki pola renang soliter dan berpasangan. Tabel 27 Pola renang ikan karang di luar dan di dalam bubu No Jenis Ikan Soliter 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. Thalassoma lunare Chaetodon kleinii Amblyglyphidodon curacao Centropyge bicolor Zebrasoma scopas Chrysiptera talboti Chromis lepidolepis Cheilinus diagrammus Ctenochaetus striatus Cantherhines pardalis Cirrithicthys sp Cheilinus trilobatus Pola Renang Bergerombol Berpasangan 119 Tabel 27 (Lanjutan) No Jenis Ikan Soliter 13. 14. 15. 16. 17. Naso tuberosus Chaetodon melanotus Sargocentron sp Dascyllus albisella Scarus ghobban Total Proporsi (%) 10 59 Pola Renang Bergerombol Berpasangan 3 18 4 25 4.3.8.2 Pola gerak Pola gerak setiap ikan karang di luar dan di dalam bubu yang diamati di dalam keramba disajikan pada Gambar 31 dan Lampiran 14. Beberapa tingkah laku ikan karang di luar bubu yang sampai akhir pengamatan tidak pernah masuk ke dalam bubu diantaranya : 1. Siganus argenteus : ikan ini bersifat soliter, bergerak dan berlindung di atas bubu sambil diam. Ikan ini sering berubah warna mirip bunglon. Ketika berada pada substrat maka warna tubuh akan berubah. Saat warna tubuh berubah pada matanya sering mengeluarkan selapur lendir putih bening. 2. Scarus schlegeli : ikan ini bersifat soliter, dimana pada siang hari bergerak hanya di dasar bubu dan berdiam diri. 3. Epinephelus macrodon : ikan ini bersifat soliter, bergerak dan berlindung di dasar bubu, dan kelihatan baru aktif bergerak setelah hari menjelang sore. Ikan kerapu ini termasuk jenis ikan yang pergerakannya lambat. Hal ini dapat di lihat dari pola gerakannya yang dilakukan di dalam keramba. 4. Canthigaster valentini dan C. solandri : kedua ikan ini bersifat soliter, bermain di depan bubu lalu masuk dari samping kiri atau kanan ke dalam mulut bubu dan berputar-putar dalam mulut bubu, kemudian keluar. 5. Epinephelus fasciatus : ikan ini bersifat soliter, berenang di samping dasar bubu. 6. Coradion chrysozonus : ikan ini bersifat soliter, bergerak pada sudut-sudut dinding bubu sambil bergerak naik turun. 120 PG1. Thalassoma lunare PG4. Centropyge bicolor PG7. Chromis lepidolepis PG10. Cantherhines pardalis PG13. Naso tuberosus PG2. Chaetodon kleinii PG3. Amblyglyphidodon curacao PG5. Zebrasoma scopas PG8. Cheilinus diagrammus PG11. Cirrithicthys sp PG14. Chaetodon melanotus PG16. Dascyllus albisella PG6. Chrysiptera talboti PG9. Ctenochaetus striatus PG12. Cheilinus trilobatus PG15. Sargocentron sp PG17. Scarus ghobban Gambar 31 Pola gerak (PG) ikan karang di luar dan di dalam bubu dalam ruang tertutup (Keramba). 121 4.3.8.3 Lama waktu ikan karang masuk ke dalam bubu dan meloloskan diri Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan jenis ikan karang yang masuk dan meloloskan diri dari alat tangkap bubu disajikan pada Lampiran 15. Ternyata ikan masuk ke alat tangkap bubu membutuhkan lama waktu berbeda-berbeda. Dari data tersebut dapat dikelompokkan jenis-jenis ikan karang berdasarkan lama waktu hadir di luar dan di dalam bubu sebagai berikut: 1) Kisaran waktu antara 0 – 50 menit terdiri dari Thalassoma lunare, Chaetodon kleinii dan Centrpyge bicolor. 2) Kisaran waktu 50 – 100 menit terdiri dari Chaetodon kleinii, Amblyglyphidodon curacao, Zebrasoma scopas, Cantherhines pardalis, dan Ctenochaetus striatus. 3) Kisaran waktu 100 – 150 menit terdiri dari Chromis lepidolepis, Ctenochaetus striatus, Cantherhines pardalis, dan Scarus ghobban. 4) Kisaran waktu > 150 menit terdiri dari Chrysiptera talboti, Cheilinus diagrammus, Ctenochaetus striatus, Cantherhines pardalis, Cirrhithicthys sp, Cheilinus trilobatus, Naso tuberosus, Chaetodon melanotus, Sargocentron sp, dan Dascyllus albisella. Dari data tersebut terlihat bahwa ikan yang terespons lebih cepat masuk ke dalam bubu adalah Thalassoma lunare, Chaetodon kleinii dan Centropyge bicolor. Selanjutnya jenis ikan yang meloloskan diri dari dalam bubu dengan catatan waktu tercepat antara 0 – 50 menit adalah Chaetodon melanotus dan Sargocentron sp, sedangkan 50 – 100 menit adalah Chromis lepidolepis, dan lebih dari 100 menit adalah Thalassoma lunare dan Chaetodon kleinii. 4.4 Pembahasan 4.4.1 Rumpon sebagai atraktor pengumpul ikan Rumpon yang dipakai dalam penelitian adalah rumpon dasar. Rumpon dasar memiliki beberapa komponen utama antara lain: rangka rumpon, tali temali, atraktor, jangkar dan pelampung tanda. Rangka rumpon berbentuk prisma. Atraktor diikat pada rangka bambu sehingga bentuknya seperti rumah. 122 Rumpon ini ditempatkan di dasar perairan dengan cara dijangkar. Jangkarnya terbuat dari beton dan ditempatkan pada ke dalam 10 m. Menurut defenisi rumpon adalah konstruksi yang dibuat untuk membantu proses penangkapan ikan agar bisa berjalan secara efisien dan efektif. Rumpon merupakan alat pemikat ikan yang digunakan untuk mengkonsentarsi ikan sehingga operasi penangkapan ikan dapat dilakukan dengan mudah (Subani, 1972, diacu oleh Girsang, 2004). Untuk memikat ikan berkumpul di rumpon baik permukaan atau yang ditempat di dasar perairan perlu atraktor atau alat pemikat. Menurut Boy dan Smith (1974) diacu oleh Girsang (2004) menerangkan bahwa atraktor (appendage) dapat berupa daun kelapa, tyrewall, jaring dan kumpulan tali temali yang diikat pada rakit untuk meningkatkan efektivitas rumpon dalam memikat kelompok ikan. Idealnya atraktor diikat pada jarak 5 sampai 20 m di bawah laut, sehingga pada keadaan ini merupakan primary production dan permulaan terjadinya rantai makan (food web). Atraktor akan menghimpun sumber makanan bagi ikan-ikan kecil, kemudian akan dimangsa oleh ikan-ikan sedang dan pada akhirnya berkumpul ikan-ikan besar. Atraktor rumpon yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari daun lontar (Borrasus flabellifer) dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga). Pemilihan daun lontar dan daun gewang sebagai atraktor, karena tumbuhan ini banyak tumbuh di lokasi penelitian. Kedua jenis pohon ini memiliki nilai ekonomis bagi masyarakat di Nusa Tenggara Timur, di mana air sedapan pohon lontar dapat dibuat nira dan juga diproses untuk membuat gula merah. Buah mentah diambil untuk dijual dan daunnya dikeringkan untuk membuat atap rumah, sedangkan batangnya digunakan untuk membuat rangka rumah. Pelepah pohon gewang diambil oleh masyarakat setempat dan dikeringkan untuk membuat dinding rumah, sedangkan daunnya digunakan untuk membuat atap rumah. Pohon lontar dan pohon gewang termasuk tumbuhan palem merupakan salah satu tumbuhan tingkat tinggi termasuk dalam kelas tumbuhan berkeping satu (Monocotyledoneae) (Witono, 1998). Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (1980) diacu oleh Wiradika (2006), marga palem yang banyak ditemui 123 di Indonesia adalah Corypha, Borrasus, Nypa, Metroxylon, Salacca, Cocos, Arenga dan Caryota. Daun lontar dan daun gewang memiliki tekstur yang berbeda. Daun lontar terkesan lebih tebal dan kaku, tangkainya tidak terlalu panjang, bagian tepinya licin, helaian daun berbentuk kipas yang berlipat-lipat pada bagian tengahnya. Menurut Witono (1998), daun gewang memiliki tangkai panjang dan berduri dibagian tepinya, helaian daun berbentuk kipas berlipat-lipat pada bagian tengahnya, tebal dan kaku. Perifiton yang menempel pada atraktor lontar dan gewang memiliki keragaman taksa berbeda-beda. Menempelnya perifiton pada kedua jenis atraktor merupakan rangkaian dari proses kolonisasi. Hasil penelitian Risamasu (2000) mengemukakan bahwa jenis-jenis perifiton yang menempel pada terumbu karang buatan modul kayu, bambu dan beton di perairan Hansisi Semau, Kupang secara keseluruhan berjumlah 145 spesies dengan perincian Kelas Bacillariophyceae berjumlah 51 spesies, Moluska 16 spesies, Chlorophyceae 15 spesies, Arthropoda 14 spesies, Dinophyceae 12 spesies, Protozoa 10 spesies, Cyanophyceae 7 spesies, Porifera dan Tunicata masing-masing 5 spesies, Bacteria 3 spesies, Rhizopoda 2 spesies serta Echinodermata, Rhodophyta, Bryozoa, Euglenophyta, dan Nematoda masing-masing 1 spesies. Dari hasil penelitian tersebut ternyata kelas Bacillariophyceae yang mendominasi jenis-jenis perifiton yang menempel pada terumbu karang buatan baik dari modul kayu, bambu maupun beton. Selanjutnya hasil penelitian Girsang (2004), mengemukanan tentang jenisjenis perifiton yang menempel pada rumpon menggunakan atarktor daun kelapa, daun nipah, daun pinang (bahan alami) dan tali rafia (bahan sintesis) dari lima kali pengamatan ditemukan ada 38 genus (25 algae dan 13 avertebrata). Kelas perifiton yang hadir paling banyak pada keempat atraktor rumpon adalah kelas Bacillariophyceae sebanyak 22 genus (57,90 %), selanjutnya diikuti oleh kelas Copepoda sebanyak 7 genus (18,42 %), Dinophyceae sebanyak 3 genus (7,90 %), Sarcodina sebanyak 2 genus (5,26 %), Chrysophyceae, Ciliata, Rotifera, Polychaeta san Sagittidae masing-masing sebanyak 1 genus (2,63 %). Keragaman taksa yang hadir pada masing-masing atraktor terlihat bahwa atraktor dari daun 124 pinang merupakan atraktor yang ditumbuhi perition algae paling banyak sebanyak 22 genus, sedangkan atraktor daun kelapa, daun nipah dan tali rafia masingmasing terdiri dari 17, 16 dan 15 genus. Dari hasil analisis nilai indeks Keragaman (H'), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) perifiton menunjukkan bahwa keragaman perifon umumnya rendah, keseragaman berada pada kondisi labil sampai stabil dan dominansi spesies umumnya rendah. Nilai keragaman perifiton pada lokasi L1 dan L2 umumnya kecil, sedangkan komunitas perifiton berada pada kondisi labil sampai stabil serta tidak ada dominansi spesies perifiton di dalam komunitasnya, kecuali pada rumpon gewang di lokasi L1 ada dominansi spesies perifiton di dalam komunitasnya karena nilai C hampir mendekati 1. Terjadinya fluktuasi spesies perifiton tersebut menunjukkan adanya persaingan spesies yang cukup tinggi dan laju jenis yang rendah (menurun) memberikan peluang pada beberapa jenis perifiton untuk meningkatkan populasinya (proses suksesi). Menurut Brower dan Sar (1990) mengemukakan bahwa keanekaragaman menunjukkan keberadaan suatu spesies dalam suatu ekosistem. Tingginya keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem seimbang dan memberikan peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang merusak ekosistem. Brower dan Sar (1990) mengemukakan bahwa keseragaman sebagai keseimbangan dari komposisi individu dari tiap spesies yang terdapat dalam suatu komunitas. Jika keseragaman mendekati minimum, maka dalam komunitas tersebut terjadi dominansi spesies dan sebaliknya jika keseragaman mendekati maksimum, maka komunitas berada dalam kondisi yang relatif mantap. Didalam komunitas jenis-jenis yang mengendalikan komunitas merupakan jenis yang dominan. Hilangnya jenis-jenis dominan akan menimbulkan perubahan penting tidak hanya pada komunitas biotiknya, tetapi juga lingkungan fisiknya (Odum, 1971). Spesies yang dominan di dalam suatu komunitas memperlihatkan kekuatan spesies itu dibanding spesies. Dari hasil uji coba ternyata tahwa kedua atraktor ini memberikan kontribusi yang tidak jauh berbeda bagi penempelan perifiton sebagai sumber makanan bagi ikan karang. Kalau dilihat dari lokasi penempatan rumpon ternyata perifiton lebih 125 banyak menempel pada atraktor gewang di lokasi L1 dan L2 kemudian diikuti oleh rumpon lontar kecil di lokasi L1 dan L2 dan terendah pada rumpon lontar besar pada lokasi L1 dan L2. Ternyata substrat tempat penempelan perifiton sangat berpengaruh. Selain itu, salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penempelan perifiton adalah arus. Hal ini dikaitkan dengan kondisi arus di lokasi L1 lebih kuat bila dibandingkan dengan di lokasi L2. Arus merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyebaran dan pertumbuhan perifiton. Arus akan membawa massa air yang mengandung nutrien yang penting untuk menunjang pertumbuhan perifiton. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa kualitas perairan sangat memegang peranan pnting bagi pertumbuhan perifiton. Menurut Wetzel (1979) menyebutkan bahwa jenis-jenis alga yang menempel pada umumnya mendominasi perairan berarus kuat. Berkurangnya kecepatan arus akan meningkatkan keragaman organisme yang melekat, sedangkan dari segi biomassa dan produksi perifiton akumulasi biomassa lebih cepat pada perairan berarus cepat, tetapi total biomassa cenderung seimbang baik pada perairan berarus kuat maupun lambat. Selain faktor tersebut, ada juga faktor lain yang turut berpengaruh terhadap pertumbuhan perifiton adalah sinar matahari, suhu perairan dan unsur hara. Hal ini didukung dengan kecerahan perairan sangat baik untuk penetrasi cahaya matahari, suhu perairan mendukung dan adanya arus menyebabkan terjadinya percampuran massa air membuat perairan sekitar lokasi penelitian kaya akan zat hara untuk memacuh pertumbuhan perifiton. Faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan perifiton antara lain: sinar matahari, suhu, kecepatan arus dan unsur hara. Kehadiran perifiton sebagai sumber makan di rumpon akan menciptakan suatu kehidupan baru bagi ikan karang. Dengan demikian, ikan karang dengan kemampuan indera penglihatannya akan tertarik mendekati dan memanfaatkan rumpon sebagai tempat mencari makan dan aktivitas lainnya. Keberadaan rumpon di perairan akan memberikan peluang bagi ikan karang untuk lebih banyak berkumpul. 126 Fungsi rumpon sebagai tempat berlindung dan menyediakan makanan bagi ikan karang nyata terlihat bahwa ada beberapa jenis ikan yang masuk keluar rumpon sambil makan perifiton di atraktor rumpon. Hal ini menandakan bahwa rumpon mampu menarik ikan-ikan untuk datang mendekat dan menetap sehingga memberikan peluang untuk ikan-ikan tersebut beruaya ke arah alat tangkap bubu. Pengoperasian bubu di sekitar rumpon sangat membantu untuk menarik ikan-ikan datang mendekati bubu, masuk ke bubu dan akhirnya tertangkap. 4.4.2 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis, sebaran dan jumlah jenis ikan karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon, diamati pada pagi, siang dan sore hari berbeda-beda. Perbedaan ini disebabkan ikan karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu memiliki pola renang yang berbeda-beda, ada yang soliter, berpasangan dan bergerombol. Beberapa jenis ikan karang tertentu biasanya bermigrasi secara bergerombol di sekitar alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon maupun tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 seperti Abudefduf bengalensis, Chromis ovalis, Apogon kallopterus, Pterocaesio lativittata, Ctenochaetus striatus, Pentapodus caninus, dan Chaetodon kleinii, sedangkan jenis yang lain hadir dalam jumlah sedikit. Jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu berbeda-beda disebabkan ada beberapa spesies ikan dari kelompok famili utama (mayor) terutama famili Pomacentridae biasanya hadir dalam jumlah banyak. Kelompok famili utama (mayor) lebih banyak hadir di rumpon dan bubu karena kelompok ikan ini biasanya ditemukan dalam jumlah banyak di terumbu karang seperti famili Caesionidae, Scaridae, Pomacentridae, Apogonidae, dan lain-lain (Terangi, 2004). Selain itu, karena berbeda pola distribusi harian ikan karang. Secara umum dikenal ada dua pola distribusi harian ikan karang yakni ikan- ikan diurnal (ikan siang) dan ikan-ikan nokturnal (ikan malam). Ikan diurnal merupakan kelompok 127 terbesar di ekosistem terumbu karang. Termasuk ikan diurnal adalah famili Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae, Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae,Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae dan Gobiidae. Ikan-ikan tersebut aktif mencari makan di siang hari. Termasuk ikan nokturnal adalah famili Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Muraenidae, Scorpaenidae, Serranidae dan Labridae. Ikan-ikan ini aktif mencari makan di malam hari (Allen dan Steene (1990) diacu oleh Syakur (2000). Jenis ikan yang biasanya hadir secara bergerombol dalam jumlah banyak dari famili Pomacentridae. Famili ini merupakan salah satu jenis ikan karang yang biasanya di temukan dalam jumlah yang banyak di terumbu karang. Abudefduf sp termasuk ikan yang suka hidup bergerombol dan cenderung berada dekat permukaan air. Pada daerah yang berarus, ikan ini selalu mengambil posisi melawan arus. Sikap melawan arus ini juga sering digunakan untuk menyaring makanan (filter feeder) yang terbawa arus. Ikan ini biasanya aktif mencari makan siang hari. Hasil analisis nilai indeks Keragaman (H'), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu menunjukkan bahwa keragaman ikan karang umumnya kecil, keseragaman berada pada kondisi labil sampai stabil dan dominansi spesies umumnya rendah. Dari hasil analisis tersebut dapat dikatakan bahwa ada spesies ikan tertentu yang mendominasi jenis ikan karang di rumpon dan bubu, namun penyebaran spesies ikan karang umumnya merata dan kondisi ikan dalam keadaan stabil/ tidak tertekan. Nilai keragaman spesies ikan karang kecil karena waktu pengamatan terhadap jumlah ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu dilakukan sejak awal rumpon dan bubu ditempatkan di perairan. Padahal pada saat itu ikan-ikan baru mulai tertarik dan berkumpul di rumpon dan bubu sehingga kekayaan spesies dan jumlah individunya belum stabil. Proses berkumpulnya ikan-ikan di rumpon dan bubu disebut kolonisasi. Kehadiran spesies ikan yang berkumpul di rumpon dan bubu tidak seragam setiap waktu dan selalu terjadi pergantian spesies sesuai pola distribusi dan aktivitas makan. Proses pergantian spesies ikan diganti dengan spesies lainnya disebut suksesi. 128 Berdasarkan pola distribusi ikan karang dibagi menjadi dua bagian yaitu ikan yang melakukan aktivitas ada pada siang hari (ikan diurnal) dan malam hari (ikan nocturnal). Selanjutnya menurut kebiasaan makan, maka ikan karang dibagi atas : ikan yang aktif mencari makan pada siang hari (diurnal), ikan yang aktif mencari makan pada malam hari (nocturnal) dan ikan yang mencari makan diantara (crespuscular). Perbedaan pola sebaran dan aktifitas kebiasaan makan turut berpengaruh terhadap jumlah ikan yang hadir di rumpon dan bubu. Keragaman biota merupakan bukti yang digunakan untuk melihat ada tidaknya tekanan terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh eksplorasi atau polusi. Dominansi suatu jenis (yang mampu bertahan) dalam suatu komunitas biasanya meningkat apabila terjadi suatu kerusakan lingkungan dan sebaliknya keragaman jenis menurun hingga nol. Ekosistem yang mantap dalam arti perkembangannya dan tidak ada komponen yang membuat tekanan terhadap komunitas atau tidak ada kekuatan lain yang memutuskan fungsi masing-masing komponen dalam ekosistem. Biasanya ditandai dengan keragaman tinggi dan keseimbangan populasi serasi (Odum, 1975 diacu oleh Edrus dan Syam, 1998). Keanekaragaman ikan karang ditandai dengan keanekaragaman jenis dengan berbagai ukuran. Salah satu penyebab tingginya keanekargaman ikan karang karena variasi habitat di terumbu (Nybakken, 1988). Perairan Indonesia paling sedikit ada 11 famili utama sebagai penyumbang produksi perikanan yaitu Caesionidae, Holocentridae, Serranidae, Scaridae, Siganidae, Lethrinidae, proacanthidae, Labridae, Lutjanidae dan Haemulidae dan Acanthuridae (Hutomo, 1986, diacu oleh Rumajar, 2001). 4.4.3 Tingkah laku ikan karang terhadap rumpon dan bubu Pengoperasian bubu dalam penangkapan ikan karang biasanya menggunakan umpan tetapi bisa juga tanpa umpan. Ikan tertarik pada bubu berumpan tergantung dari enam faktor antara lain: ketertarikan (arousal), lokasi (location). Kedua faktor ini tergantung pada kemampuan daya tarik umpan. Selanjutnya tingkah laku di dekat bubu (near field behaviour), masuk (ingress), 129 aktivitas di dalam bubu( activity inside the pot), dan meloloskan diri (escape). Keempat faktor ini sangat tergantung pada karakteristik dan disain pintu masuk serta sesudah ikan berkumpul di luar atau di dalam bubu (Fuverik, 1994 diacu oleh Archdale et al. 2003). Pada penelitian ini untuk menggantikan fungsi umpan digunakan rumpon. Setelah rumpon dan bubu dipasang di perairan ikan-ikan mulai tertarik dan mendekati rumpon dan bubu. Tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu beranekaragam terutama menyangkut jarak (radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama waktu, pola renang, pola gerak, interaksi ikan karang terhadap zone of influence alat tangkap bubu, serta cara ikan masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu. Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon dan bubu umumnya antara 0 – 2 m. Hal ini berarti ikan-ikan tersebut mempunyai peluang lebih mudah tertangkap pada alat tangkap bubu karena posisi rumpon dan bubu berada di dasar perairan. Bila ikan berada antara rumpon dan bubu dengan jarak yang lebih jauh, maka ikan-ikan akan sulit untuk tertangkap pada alat tangkap bubu. Jarak ikan karang terhadap rumpon dan bubu perlu diketahui karena dengan memahami jarak dari masing-masing spesies ikan karang maka pemasangan bubu di perairan dapat diatur sesuai dengan lapisan renang (swimming layer) ikan, sehingga ikan akan mudah tertangkap. Jarak ikan karang terhadap rumpon dan bubu tergantung pula pada kecepatan renang dari setiap sepesies ikan. Menurut Gunarso (1985), kecepatan renang merupakan adaptasi pergerakan ikan dimana ikan melakukan berbagai jenis aktivitas penting untuk mempertahankan hidupnya pada berbagai habitat yang berbeda-beda. Kecepatan renang dan ukuran tubuh ikan sangat penting dalam mendeterminasi tingkah laku pergerakan ikan. Selain itu, tergantung jenis ikan melalukan cara pendekatan terhadap suatu alat tangkap dan karakteristik alat tangkap tersebut di dalam perairan. Lama waktu ikan berada di sekitar bubu berbeda-beda menurut jenis. Hal ini sangat ditentukan dari pola distribusi ikan karang dalam mencari makan. Pola distribusi harian ikan karang dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu ikan- 130 ikan diurnal dan nokturnal. Ikan siang (diurnal) merupakan kelompok terbesar di ekosistem terumbu karang. Yang termasuk kelompok ikan diurnal adalah famili Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae, Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan Gobiidae. Mereka makan dan tinggal di permukaan karang serta memakan plankton yang lewat diatasnya. (Allen dan Steene (1990) diacu oleh Syakur (2000). Menurut Iskandar dan Mawardi (1996), aktivitas makan ikan diurnal dimulai sejak penetrasi cahaya matahari menerangi kolom air di sekitar terumbu karang. Pada pagi hari aktivitas ikan belum begitu tinggi, tetapi semakin siang aktivitasnya meningkat. Sebaliknya pada sore aktivitas makan berkurang dan saat menjelang matahari terbenam mereka menghilang menuju tempat persembunyian. Aktivitas ikan nokturnal mencari makan saat hari mulai gelap. Ikan-ikan nokturnal tergolong ikan soliter dimana aktivitas makan dilakukan secara individu, gerak lambat, cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas dan banyak menggunakan indera perasa dan penciuman. Aktifitas utama yang dilakukan ikan diurnal dan nokturnal adalah aktifitas mencari makan. Aktifitas ini dilakukan baik secara bergerombol maupun sendirisendiri atau berpasangan tergantung pada setiap jenis ikan. Ikan dari famili Acanthuridae, Siganidae, Chaetodontidae, dan Caesionidae terlihat bergerombol dalam mencari makan, sedangkan ikan famili Scaridae, Pomacanthidae, Diodontidae, Labridae dan Lutjanidae umumnya mencari makan secara individu. Diduga kelompok algae yang melekat pada rumpon dan bubu mendukung ikan-ikan herbivora untuk mencari makan seperti Acanthuridae, Pomacentridae, Balistidae, Chaetodotidae, Siganidae, Tetraodontidae, Ostraciontidae, Bleniidae dan Mugilidae (Nybakken, 1988). Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa rumpon dan bubu yang dipasang di perairan diandaikan sebagai substrat tempat berlindung, tempat menyediakan makanan, dan juga untuk aktivitas lainnya yang dilakukan ikan karang. Pola renang yang diperlihatkan setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu berbeda-beda sangat tergantung pada sifat hidup ikan 131 karang. Sifat hidup ikan karang ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan (Terangi, 2004). Sifat hidup ini merupakan sifat alami yang dimiliki oleh masingmasing spesies dari famili tertentu. Pemahaman tentang sifat hidup ikan karang merupakan salah satu faktor yang menarik untuk memilih alat tangkap yang seuai dan posisi penempatannya di perairan. Menurut Irawati (2002), ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara lain ikan mencoba masuk satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol lalu mencoba masuk ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian menyusuri dinding bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun bagian depan mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa ikan mengelilingi bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah menyusuri dinding bubu, ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya lewat saja. Pola gerak ikan di sekitar rumpon dan bubu berbeda-beda menurut spesies ikan. Perbedaan ini sangat tergantung dari sifat hidup ikan karang. Informasi tentang pola gerak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu masih sangat jarang. Menurut Baskoro dan Effendy (2005), ikan Torsk (Gadus morua) biasanya bergerak diatas bubu, sedangkan catfish (Anarhiches lupus) berada di dasar dekat bubu. Selanjutnya menurut Reiliza (1997), pola gerak Chaetodon octofasciatus selalu berenang berkelompok, datang ke bubu dari arah depan samping kanan atau kiri, tidak pernah datang lurus di depan bubu, Heniochus acuminatus berenang berkelompok, dengan gerak naik turun, dan Sargocentron violaceum bergerak lambat, masuk ke dalam mulut bubu membuat gerak melingkar dan arah putaran dipengaruhi arus. Sesuai pola gerak yang diperlihatkan masing-masing spesies ikan, maka ada dua cara yang diusulkan untuk memasang bubu di perairan antara lain: (1) Bubu dapat dipasang di dasar berdasarkan pola gerak (PG) meliputi PG4 : Datang dari depan, langsung pergi, PG6 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu, PG8 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu berada di samping bubu, PG9 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu searah jarum jam, PG10:Datang dari depan, di samping bubu, PG11: Datang dari depan, di samping dan di dasar 132 bubu, PG13: Datang dari samping bubu, dan bergerak naik turun, PG15: Datang dari belakang di samping bubu, dan PG16: Datang dari depan,di depan mulut bubu, dan (2) Bubu dapat di pasang di pertengahan dan dekat permukaan perairan berdasarkan pola gerak (PG) meliputi PG1 : Datang dari depan, bergerak naik turun diatas bubu, PG2 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun diatas dan di samping bubu, PG3 : Datang dari depan, bergerak naik turun diatas dan di samping bubuPG5: Datang dari depan, bergerak bolak balik di atas dan di samping bubu, PG7 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun di atas bubu, PG12: Datang dari depan, berada diatas bubu, dan PG14: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik, diatas dan di samping. Posisi penempatan bubu di dasar perairan dapat dikombinasi dengan rumpon dasar tetapi tinggi rumpon dan bubu harus diperhatikan. Untuk posisi penempatan bubu di pertengahan dan dekat permukaan dapat dilakukan dengan memasangnya secara vertikal dan dikombinasikan dengan rumpon permukaan. Pola renang dan pola gerak ikan karang menentukan keefektifan rumpon sebagai alat pegumpul/pemikat ikan dan bubu sebagai alat penangkap ikan. Informasi ini penting guna menunjang keberhasilan penggunaan rumpon dan bubu dalam penangkapan ikan karang. Ikan karang mampu meloloskan diri dari dalam bubu sangat dipengaruhi oleh lebar pintu dan bentuk tubuh ikan itu sendiri. Pada penelitian ini terlihat bahwa ikan yang bertubuh lonjong dan ukurannya kecil lebih mudah meloloskan diri. Menurut Meyer dan Merriner (1976) diacu oleh Robichaud et al. (1999) mengemukakan bahwa ikan meloloskan diri dari dalam bubu jaring dipengaruhi oleh bentuk tubuh, kekuatan tubuh dan kemampuan renang ikan. Senang tidaknya ikan hadir di rumpon merupakan salah satu faktor utama dalam mendukung keberhasilan dan keberlanjutan usaha penangkapan ikan. Khusus untuk alat pengumpul ikan seperti rumpon tentu tingkah laku pola gerak dan lama waktu ikan hadir di rumpon merupakan faktor penentu ada tidaknya ikan di rumpon. Dengan alasan diatas maka dalam mendisain dan menempatkan rumpon di perairan maka material yang dipilih dan konstruksi bangunan yang dibuat harus 133 bisa memberikan respon terutama penampakannya di dalam air untuk merangsang penglihatan ikan agar ikan tertarik dan respon untuk mendekati alat tersebut. Selain itu rumpon juga harus mampu memberikan rasa nyaman sebagai rumah untuk ikan-ikan berlindung dan sebagai sumber makanan bagi ikan. Kondisi ini yang akan menentukan terjadinya akumulasi ikan di rumpon untuk memudahkan proses penangkapan ikan. Tingkah laku ikan di zona pengaruh (zone of influence) suatu alat tangkap berbeda menurut jenis ikan. Ikan karang mempunyai pola pendekatan memasuki zona pengaruh alat tangkap bubu berbeda-beda. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa ada empat posisi ikan karang berinteraksi terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon antara lain : ikan berada dekat permukaan perairan, di atas, di samping dan di dasar bubu. Posisi ini menentukan dan membedakan pola interaksi setiap jenis ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap bubu. 4.4.4 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pola tingkah laku jenisjenis ikan karang di sekitar bubu terlihat berbeda-beda menurut jenis. High dan Beardsley (1970) diacu oleh Baskoro dan Effendy (2005) mengemukakan bahwa butterfly fish (Chaetodontidae), goatfish, squirrelfish dan parrotfish berenang melingkar dibandingkan dengan tingkah laku pencarian yang acak/tidak teratur dari groupers (Serranidae). Menurut High dan Beardsley (1970) diacu oleh Furevik (1994) mengemukakan bahwa ada enam alasan ikan tertarik pada bubu selain mengejar umpan, juga melakukan pergerakan secara acak/tidak beraturan, menggunakan bubu sebagai tempat tinggal atau berlindung, keingintahuan, tingkah laku sosial didalam spesies ikan, atau pemangsaan. Beberapa mekanisme tersebut dapat memberikan kontribusi efisiensi perangkap tidak menggunakan umpan. Jenis-jenis ikan karang mendekati alat tangkap bubu dengan pola renang dan pola gerak berbeda-beda. Ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara lain 134 ikan mencoba masuk satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol lalu mencoba masuk ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian menyusuri dinding bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun bagian depan mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa ikan mengelilingi bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah menyusuri dinding bubu, ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya lewat saja (Irawati, 2002). Pada saat pengamatan terlihat bahwa tidak semua jenis ikan mendekati dan masuk ke dalam bubu. Beberapa jenis ikan ada juga yang tidak masuk ke dalam bubu sampai akhir pengamatan terutama ikan-ikan nokturnal yang hanya berdiam diri di dasar bubu. Ikan yang tidak masuk ke dalam bubu akan kembali berkumpul dengan ikan lain yang bergerombol di luar bubu. Ikan tidak jadi masuk ke bubu karena beberapa sebab diantaranya karena di dalam bubu ada ikan yang menjadi pesaing, atau jika di alam karena ada ikan pemangsa (predator). Selain itu, karena ikan tersebut mengikuti pergerakan ikan lain yang menjauhi bubu dan ikan tidak masuk ke bubu karena ada ikan lain yang menghalangi jalan masuknya (Irawati, 2002) Tingkah laku ikan kerapu macan dalam bak percobaan terlihat bahwa ikan mulai masuk ke dalam bubu setelah beberapa saat bubu berada dalam bak. Waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk masuk ke dalam bubu sangat bervariasi. Saat penelitian diketahui bahwa ada ikan yang langsung masuk ke dalam bubu, setelah 1 menit dan hingga pengamatan terakhir sekitar 3 jam, ikan tidak pernah masuk ke dalam bubu. Ikan kerapu macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat bersembunyi dan berdiam diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain yang sudah masuk ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat diantara mulut dan dinding bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak cukup aktif di dalam bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk beristirahat dan bergerombol. Karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering bergerombol dalam posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan bergerombol, ikan di dalam bubu juga ada yang berkejaran, bergerak mengintari ruang di dalam bubu, dan bergerak mnegintari mulut bubu (Irawati, 2002) 135 Menurut Irawati (2002), pola pergerakan ikan di dalam bubu sebagai berikut : (1) ikan bergerak mengintari ruangan dalam bubu, gerak berputar ini biasanya searah atau berlawanan jarum jam; (2) ikan bergerak bolak balik dalam bubu; (3) ikan bergerak ke dalam ruangan bubu dengan berbagai arah setelah ikan memasuki bubu melalui celah pelolosan; (4) ikan bergerak ke segala arah; dan (5) ikan mengintari mulut bubu. Posisi ikan bergerombol di dalam bubu yaitu dekat celah pelolosan; diantara bagian mulut dan dinding bubu membentuk sudut; di sudut ruangan dalam bubu serta beristirahat (berdiam diri) dalam keadaan menyebar. Selanjutnya pergerakan ikan akibat interaksi antara ikan yang ada di dalam dan di luar bubu yaitu bergerak ke suatu arah yang sama ; ikan di dalam bubu berkumpul di semua sudut dan ikan di luar bubu berkumpul di sekitar sudut bubu; ikan berkumpul di sekitar celah pelolosan; serta ikan bergerak dari dasar bak menuju ke atas lalu ke bawah dan dilakukan oleh ikan yang ada di dalam maupun di luar bubu secara bersamaan. Menurut Reiliza (1997), ikan kepe-kepe terlihat panik setelah terperangkap di dalam bubu, gerakannya lebih cepat dan mencari-cari tempat untuk keluar, karena merasa terkurung dan ruang geraknya terbatas. Ikan kepe-kepe berenang lincah di dalam bubu dari sudut kiri ke sudut kanan, atau sebaliknya dengan gerakan mendatar. Gerakan renang yang lincah dan mendatar ini menyebabkan ikan kepe-kepe dapat meloloskan diri setelah terperangkap kurang lebih 2 jam di dalam bubu. Gerakan ikan bendera setelah terperangkap di dalam bubu lebih cepat gerakannya sebelum terperangkap dan terlihat panik. Ikan ini berenang di dalam bubu dari salah satu sudut bubu ke mulut bubu dengan waktu 5 detik. Menurut Reiliza (1997), gerakan renang naik turun menyebabkan sampai akhir pengamatan tidak ada yang meloloskan diri dari bubu. Pengurangan penutupan karang ternyata berpengaruh terhadap tingkah laku ikan bendera, untuk mendatangi bubu hanya dalam waktu singkat saja lalu pergi. Ikan raja gantang yang masuk ke dalam bubu berenang lambat, tidak menunjukkan kepanikan dan cenderung diam di dasar bubu. Gerak ikan ini di dalam bubu sama dengan gerakannya di ujung mulut bubu, yaitu hanya berputar-putar melawan arus dan membutuhkan waktu untuk satu kali berputar 8,5 detik. Ikan raja gantang 136 termasuk ikan nokturnal. Ikan raja gantang masuk ke bubu yang bagian atasnya ditutupi karang. Pada saat penutupan karang dikurangi, ikan ini tidak memberikan respons di depan bubu, tetapi berenang kegundukan karang yang berbentuk atap di samping bubu dan berlindung disitu. Reiliza (1997) mengamati tingkah laku ikan kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus), ikan bendera (Heniochus acuminatus) dan ikan raja gantang (Sargocentron violaceum) terhadap alat tangkap bubu dengan menggunakan remotely operated vehicles (ROV) ternyata ketiga jenis ikan tersebut mempunyai tingkah laku yang berbeda. Hasil pengamatan penelitian ini terlihat bahwa ada beberapa ikan karang yang sanggup meloloskan diri dari dalam bubu seperti Thalassoma lunare, Chromis lepidolepis, Chaetodon melanotus dan Sargocentron sp. Ikan-ikan mampu meloloskan diri dari dalam bubu sangat dipengaruhi oleh lebar pintu bubu dan bentuk tubuh ikan itu sendiri. Ikan yang bertubuh lonjong, gepeng dan berukuran kecil mudah meloloskan diri. Menurut Tirtana (2003) mengatakan bahwa ikan yang masuk ke dalam bubu bisa meloloskan diri sangat ditentukan oleh tinggi tubuh (body depth) atau lingkar tubuh (body girth) dan celah pelolosan. Jadi semakin besar tinggi tubuh (body depth) atau lingkar tubuh (body girth), maka peluang untuk meloloskan diri semakin kecil, dan bila semakin kecil tinggi tubuh (body depth) atau lingkar tubuh (body girth), maka peluang untuk meloloskan diri semakin besar (Tirtana, 2003). Oleh karena itu, dalam membuat konstruksi bubu, maka disain ukuran, bentuk dan posisi mulut bubu perlu disesuaikan dengan ukuran tubuh ikan. Selain itu, celah pelolosan perlu juga diperhatikan karena bagian komponen bubu ini dapat memberikan kesempatan untuk ikan meloloskan diri. 137 4.5 Kesimpulan dan Saran 4.5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : Rumpon mampu mengumpulkan ikan karang sebagaimana terlihat dari akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada bagian atraktor rumpon tumbuh komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan bagi sebagian jenis ikan yang berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas Bacillariophyceae, namun komposisi perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor, yaitu atraktor lontar (Borassus falbellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada rumpon lontar, jenis perifiton dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada rumpon gewang/gebang adalah Chroococcus sp. Selama penelitian ini, berhasil terkumpul di rumpon sebanyak 1.190 individu ikan karang terdiri atas 62 spesies (42 genus dan 22 famili), di sekitar bubu sebanyak 1.230 individu, terdiri atas 47 spesies (34 genus dan 20 famili. Ikan-ikan tersebut umumnya adalah kelompok ikan famili utama (mayor). Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya lebih dari 30 menit (menetap/resident). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon dan bubu umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati rumpon/bubu dari arah depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik turun dan berada di atas dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of influence) bubu terhadap ikan ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat permukaan, pertengahan, di samping dan di dasar bubu dan rumpon. Tingkah laku ikan karang di luar bubu, lama waktu ikan karang masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu berbeda menurut jenis ikan. 138 4.5.2 Saran Penelitian ini menghasilkan informasi tingkah laku ikan yang masih terbatas. Di masa depan, beberapa penelitian lanjutan diharapkan dapat menjelaskan secara rinci: 1) Hubungan antara perifiton dan kehadiran ikan karang di rumpon dan bubu 2) Pola interaksi setiap jenis ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon 3) Pengaruh pasang surut dan arah arus terhadap posisi penempatan rumpon dan bubu dalam penangkapan ikan karang. 5 PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BUBU YANG DIOPERASIKAN BERSAMA RUMPON DAN TANPA RUMPON 5.1 Pendahuluan Setiap alat tangkap digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan memiliki karakteristik tersendiri dan didisain sedemikian rupa, sehingga mudah dioperasikan terhadap ikan yang menjadi target penangkapan. Prinsip penangkapan dengan bubu adalah mempermudah ikan untuk masuk dan sulit untuk keluar. Bubu termasuk dalam kelompok perangkap. Perangkap adalah salah satu alat tangkap yang bersifat statis, umumnya berbentuk kurungan, berupa jebakan, di mana ikan akan mudah masuk tanpa paksaan dan sulit untuk keluar atau lolos karena dihalangi dengan berbagai cara. Keefektifan dari perangkap tergantung dari pola migrasi ikan dan tingkah laku renang ikan. Salah satu alat tangkap yang tergolong ke dalam perangkap adalah bubu. Sistem penangkapan dengan alat tangkap bubu adalah mempermudah ikan masuk tetapi mempersulit untuk keluar atau lolos (Baskoro, 2006). Supaya ikan mudah tertangkap pada alat tangkap bubu, maka perlu suatu pikatan. Selama ini pikatan yang biasanya digunakan adalah umpan. Namun dalam beberapa pengalaman penangkapan, bukan saja umpan yang dapat digunakan sebagai pikatan tetapi bisa juga dengan menggunakan taktik lain dengan cara menyediakan tempat untuk bersembunyi atau berkumpul. Tempat bernaung dapat berupa bentuk ikatan dahan-dahan, ranting-ranting atau daundaunan. Alat bantu yang biasanya dipakai untuk mengumpulkan ikan pada suatu area tertentu, kemudian baru dilakukan penangkapan adalah rumpon. Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi mengumpulkan ikan, tetapi mempermudah agar kawanan ikan tersebut mudah ditangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki. Diduga ikan tertarik dan berkumpul di sekitar rumpon karena rumpon berfungsi sebagai tempat berlindung dan mencari makan. Momen ini dimanfaatkan agar ikan-ikan yang sudah berkumpul di rumpon akan berupaya mendekati bubu, masuk ke dalam bubu dan akhirnya terperangkap. 140 Target penangkapan dengan alat tangkap bubu ditujukan untuk menangkap ikan karang, udang, kepiting, dan sebagainya. Jenis-jenis ikan karang yang tertangkap dengan alat tangkap bubu beraneka ragam jenis berasal dari kelompok famili utama (mayor), ikan target dan ikan indikator. Menurut Subani dan Barus (1988), ikan-ikan yang tertangkap dengan alat tangkap bubu terdiri dari jenis-jenis ikan dan udang berkualitas baik seperti kwe (Caranx spp), bronang ( Siganus spp), kerapu (Epinephelus spp), kakap (Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), ekor kuning (Caesio spp), kaji (Diagramma spp), lencam (Lethrinus spp), udang penaeid, udang barong, dan lain-lain. Sampai saat ini penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon belum banyak di praktekkan oleh para nelayan, khususnya nelayan di desa Hansisi, semau, Kupang. Untuk melihat efisiensi penggunaan bubu bersama rumpon dalam usaha penangkapan ikan karang, perlu dikaji melalui suatu penelitian. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun ukuran 5.2 Metodologi Penelitian 5.2.1 Prosedur penelitian Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka untuk mendapatkan data dilakukan uji coba penangkapan ikan. Penangkapan dilakukan setelah rumpon berumur satu bulan di perairan. Bubu digunakan dalam penelitian berbentuk setengah lingkaran (semi circular). Jangkar bubu terbuat dari cor semen berbentuk empat persegi panjang dengan permukaan agak cembung diikat pada setiap sisi bubu. Konstruksi bubu dan jangkar dapat dilihat pada Gambar 32. 141 (a) Bubu tampak dari depan (b) Bubu tampak dari samping (c) Tipe jangkar bubu Gambar 32 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian. Kegiatan penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon maupun tanpa rumpon dilakukan dua kali pada jam yang berbeda. Penangkapan malam bubu di pasang (setting) jam 18.00 sore dan penarikan (hauling) jam 07.00 pagi hari berikutnya dengan lama perendaman (soaking time) antara jam 18.00 – 07.00 WITA, sedangkan penangkapan siang bubu dipasang (setting) pagi 142 hari jam 07.00 pagi dan penarikan (hauling) jam 17.00 sore dengan lama perendaman (soaking time) antara jam 07.00 – 17.00 WITA. Proses penangkapan menggunakan perahu bermotor milik nelayan menggunakan mesin merek Yamaha berkekuatan 40 pK (Gambar 33). Gambar 33 Perahu yang digunakan dalam operasi penangkapan. Pengangkatan bubu dilakukan oleh beberapa orang. Setelah bubu ditarik ke atas kapal, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan hasil tangkapan. Pengeluaran hasil tangkapan dari dalam bubu dilakukan melalui celah pelolosan. Proses penarikan dan pengeluaran hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 34. 143 (a) Proses pengangkatan bubu (b) Pengambilan hasil tangkapan melalui celah pelolosan. Gambar 34 Proses pengangkatan (hauling) dan pengambilan hasil tangkapan bubu. Ikan hasil tangkap bubu bersama rumpon dan tanpa rumpon di pisahkan untuk melihat jenis ikan, jumlah masing-masing jenis (individu), dan ukuran panjang total (total length). Ikan hasil tangkapan yang sudah diamati, kemudian untuk keperluan identifikasi diambil setiap jenis satu individu. Identifikasi ikan 144 mengikuti petunjuk Gloerfelt dan Kailola (1984); Kuiter (1992); Isa et al.(1998) dan Allen dan Steene (2002). Dokumentasi gambar ikan karang dari hasil tangkapan bubu menggunakan kamera. Pada saat penangkapan dilakukan juga pengukuran parameter lingkungan lokasi penelitian menggunakan alat ukur Water Checker merk HORIBA. Alat ini dipakai untuk mengukur DO, pH, suhu, salinitas dan kecerahan, sedangkan untuk mengukur arah dan kecepatan arus menggunakan gabus yang diikat dengan tali nylon dan stopwatch. Hasil pengukuran parameter lingkungan perairan pada lokasi penelitian disajikan pada Tabel 28. Tabel 28 Parameter lingkungan perairan lokasi penelitian Lokasi Waktu Parameter Lingkungan Perairan Pengamatan DO pH (ml/l) Suhu Salinitas Kecerahan Kec. Arah (°t ) (ppm) (m) Arus Arus (m/det) L1 L2 Pagi 0,1-0.2 8.1-8.2 27-28 33 10 04.89 Barat Siang 0.2 8.2 28-29 33 10 07.55 T–B Sore 0.2 8.1 28-29 33 10 05.75 T–B Pagi 0.2 8.1-8.2 27-28 33 10 03.67 Barat Siang 0.2 8.2 29 33 10 06.76 T–B Sore 0.2 8.1 27-29 33 10 04.28 T-B 5.2.2 Analisis data (1) Analisis kelimpahan ikan karang Analisis kelimpahan ikan karang dimaksud untuk melihat jumlah ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu baik dioperasikan bersama rumpon maupun tanpa rumpon. Analisis kelimpahan ikan karang mengikuti petunjuk Odum (1971) (Rumus tertera pada Bab 3) (2) Analisis statistik Untuk melihat apakah ada perbedaan hasil tangkapan ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon pada malam dan siang hari menggunakan uji t yang terdapat pada perangkat lunak MINITAB versi 13.20. 145 5.3 Hasil 5.3.1 Jenis dan jumlah hasil tangkapan Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon pada waktu penangkapan malam (jam 18.00-07.00) dan siang (jam 07.00-17.00) secara keseluruhan berjumlah 107 spesies, 54 genus dan 22 famili (Tabel 29). Kelompok famili utama (mayor) terdiri dari 54 spesies, 32 genus dan 15 famili, kelompok target terdiri dari 49 spesies, 20 genus 6 famili dan kelompok indikator terdiri dari 4 spesies, 2 genus dan 1 famili. Jenis-jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dapat dilihat pada Gambar 35 dan Lampiran 16. Chaetodon kleinii Scarus ghobban Sufflamen chrysopterus Apogon kallopterus Abudefduf bengalensis Balistapus undulatus Acanthurus nigricans Chrysiptera talboti Ctenochaetus striatus Sumber : Kuiter 1992 Gambar 35 Beberapa jenis ikan karang hasil tangkapan bubu. Jenis ikan karang yang tertangkap pada bubu rumpon kecil lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari berjumlah 32 spesies, 23 genus dan 14 famili, sedangkan pada waktu penangkapan siang hari berjumlah 23 spesies, 20 genus dan 13 famili. Bubu rumpon besar lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari berjumlah 21 spesies, 16 genus dan 14 famili, sedangkan pada siang hari berjumlah 33 spesies, 22 genus dan 12 famili. Bubu tanpa rumpon lokasi L1 pada 146 waktu penangkapan malam hari berjumlah 31 spesies, 19 genus dan 12 famili, sedangkan pada siang hari berjumlah 23 spesies, 15 genus dan 11 famili. Tabel 29 Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan I. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 1 2 3 4 Kelompok Famili Utama/Mayor POMACENTRIDAE Chromis ternatensis C. ovalis C. lepidolepis Chrysiptera talboti Amblyglyphidodon curacao Dascyllus aruanus D. albisella Abudefduf sordidus A. bengalensis Pomacentrus moluccensis Stegastes fasciolatus Plectroglyphidodon lacrymatus POMACANTHIDAE Centropyge heraldi C. bicolor C. vroliki C. tibicens Chaetodontoplus mesoleucus APOGONIDAE Cheilodipterus macrodon C. quinquelineatus Apogon kallopterus A. bandanensis A. aureus A. hartzfeldi A. compressus A. fraenatus TETRAODONTIDAE Canthigaster valentini C. solandri C. bennetti Arothron stellatus MONACANTHIDAE Cantherhines pardalis C. fronticinthus Paraluterus prionurus Pervagor aspricaudus Lokasi L1 Lokasi L2 BRK BRB BTR BRK BRB BTR + + + + + + + - + + + + + + - + + + + + + + - + + + - + + + + + - + + - + + + + + - + - + + - + + - + + + + + - + - + + - + + + + - + + + + - + + + + + + + + - + + + - + + - + + + + - + + - + + + - + - + + - 147 Tabel 29 (Lanjutan) No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan 1 2 3 4 5 6 1 1 1 1 2 1 2 1 1 2 3 4 5 1 1 II 1 2 3 4 5 6 7 SCARIDAE Calatomus spinidens Scarus ghobban S. schlegeli S. pyrrhurus S. flavipectoralis S. sordidus BLENIIDAE Meiacanthus grammistes OSTRACIIDAE Ostracion sp CIRRITHIDAE Cirrhitichtys sp BALISTIDAE Balistapus undulatus Sufflamen chrysopterus CAESIONIDAE Pterocaesio tile P. diagramma EPHIPPIDIDAE Platax sp HOLOCENTRIDAE Sargocentron rubrum Myripristis kuntee M. melanostictus Myripristis sp Ostichthys kaianus PSEUDOCHROMIDAE Pseudochromis macrurus AULOSTOMIDAE Aulostomus sinensis Kelompok Target ACANTHURIDAE Ctenochaetus striatus Acanthurus bariena A. mata A. xanthopterus A. nigricans Zebrasoma scopas Naso tuberosus Lokasi L1 Lokasi L2 BRK BRB BTR BRK BRB BTR + + + - + + - + + + - + + + - + + + + + + + - + - - - + - + - - - - - + - - - + + - + - + - - + + + - + - - - - + - - + - - - - - + - + + - + + + + - + + + - - - + - - - - - - - + - + + - + + + + - + + + + + - + + - + + + + - 148 Tabel 29 (Lanjutan) No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 SERRANIDAE Epinephelus polyphekadion E. microdon E. fasciatus E. merra E. caeroleopunctatus E. hexagonatus E. tauvina Cephalopolis miniata C. orgus C. boenak LABRIDAE Thalassoma lunare Hologymnosus doliatus Hologymnosus sp Cheilinus diagrammus C. chlorurus C. trilobatus C. bimaculatus C. lunulatus C. orientalis Halichoeres melanurus H. nebulosus H. ornatissimus Halichoeres sp Xiphocheilus typus Bodianus diana Chaerodon sp Cheilo inermis SIGANIDAE Siganus punctatus S. stellatus S. doliatus S. argenteus S. rivulatus S. canaliculatus S. corallinus S. guttatus S. vulpinus S. luridus Lokasi L1 Lokasi L2 BRK BRB BTR BRK BRB BTR + + + - + + + + - + + + - + + + + + + + - + + - + + + + + + - + + + + + + + - + + + + + + + + + + + + - + + + + - + + + + - + + + - + + - + + + + + + + + + + + - + + + + - + + + + + + + + + + + + - 149 Tabel 29 (Lanjutan) No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan Lokasi L1 BRK LETHRINIDAE 1 Lethrinus semicinctus 2 Lethrinus variegatus 3 L. ornatus MULLIDAE 1 Parupeneus barberinoides + 2 Upeneus multifasciatus III Kelompok Indikator CHAETODONTIDAE 1 Chaetodon kleinii + 2 C. mertensii + 3 C. melanotus 4 Coradion chrysozonus + Keterangan : + : ada ; - : tidak ada. Lokasi L2 BRB BTR BRK BRB BTR + + - - + - + + - - - + - - + + - + - + - + - + - Selanjutnya jenis ikan karang yang tertangkap pada bubu rumpon kecil lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari berjumlah 18 spesies, 13 genus dan 10 famili, sedangkan pada siang hari berjumlah 20 spesies, 16 genus dan 11 famili. Bubu rumpon besar lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari berjumlah 32 spesies, 22 genus dan 13 famili, sedangkan pada siang hari berjumlah 24 spesies, 15 genus dan 13 famili. Bubu tanpa rumpon lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari berjumlah 29 spesies, 14 genus dan 14 famili, sedangkan pada siang hari berjumlah 26 spesies, 16 genus dan 13 famili. Jumlah individu ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu secara keseluruhan berjumlah 794 individu. Jumlah individu ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Tabel 30 dan 31. 150 Tabel 30 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan I. Famili utama (mayor) POMACENTRIDAE Chromis ternatensis C. ovalis C. lepidolepis Chrysiptera talboti Amblyglyphidodon curacao Dascyllus albisella Abudefduf sordidus A. bengalensis Pomacentrus moluccensis Plectroglyphidodon lacrymatus POMACANTHIDAE Centropyge bicolor C. vroliki C. tibicens Chaetodontoplus mesoleucus APOGONIDAE Cheilodipterus macrodon C. quinquelineatus Apogon kallopterus A. bandanensis A. aureus A. hartzfeldi TETRAODONTIDAE Canthigaster valentini C. solandri C. bennetti Arothron stellatus MONACANTHIDAE Cantherhines pardalis C. fronticinthus Paraluterus prionurus Pervagor aspricaudus SCARIDAE Calatomus spinidens Scarus ghobban S. schlegeli BLENIIDAE Meiacanthus grammistes OSTRACIIDAE Ostracion sp 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 1 1 BRK 1 Malam Siang Jlh % Jlh % BRB 1 Malam Siang Jlh % Jlh % BTR 1 Malam Siang Jlh % Jlh % 1 3 2 1 1 1,0 4,0 3,0 1,0 1,0 1 2 - 1,0 3,0 - 1 1 5 2,0 2,0 8,0 2 2 2 1 3,0 3,0 3,0 1,0 1 - 2,0 - 1 - 2,0 - - - 1 1 - 1,0 1,0 - - - 1 1 1,0 1,0 - - - - - - - - - - - - 1 2,0 - - 1 1 - 1,0 1,0 - 1 - 1,0 - - - 1 1 1 1,0 1,0 1,0 - - 1 1 - 2,0 2,0 - 2 3,0 - - - - - - - - - - 1 1 4 2 1,0 1,0 5,0 3,0 - - 1 - 2,0 - 1 - 1,0 - 1 - 2,0 - 1 - 2,0 - 1 1 1,0 1,0 2 3 - 3,0 4,0 - 1 - 2,0 - 2 4 - 3,0 5,0 - 1 3 1 - 2,0 5,0 2,0 - - - 2 - 3,0 - 2 - 3,0 - 3 - 5,0 - 1 2 - 1,0 3,0 - - - 2 1 4,0 2,0 1 5 - 1,0 7,0 - 6 1 8,0 1,0 11 - 17,0 - 12 1 15,0 1,0 2 - 3,17 - 6 2 11,0 4,0 1 1,0 1 1,0 - - - - - - - - - - 1 1,0 - - - - - - - - 151 Tabel 30 (Lanjutan) No 1 1 1 1 1 2 3 1 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 1 2 Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan CIRRITHIDAE Cirrhitichtys sp BALISTIDAE Balistapus undulatus CAESIONIDAE P. diagramma EPHIPPIDIDAE Platax sp HOLOCENTRIDAE Sargocentron rubrum Myripristis sp Ostichthys kaianus PSEUDOCHROMIDAE Pseudochromis macrurus ACANTHURIDAE Ctenochaetus striatus Acanthurus bariena A. mata A. xanthopterus A. nigricans Zebrasoma scopas SERRANIDAE Epinephelus polyphekadion E. microdon E. fasciatus E. merra E. caeroleopunctatus E. tauvina Cephalopolis miniata LABRIDAE Thalassoma lunare Hologymnosus doliatus Hologymnosus sp Cheilinus diagrammus C. chlorurus C. trilobatus C. bimaculatus C. lunulatus C. orientalis Halichoeres melanurus H. nebulosus H. ornatissimus Halichoeres sp Xiphocheilus typus Bodianus diana Chaerodon sp SIGANIDAE Siganus punctatus S. stellatus BRK 1 Malam Siang Jlh % Jlh % BRB 1 Malam Siang Jlh % Jlh % BTR 1 Malam Siang Jlh % Jlh % 1 1,0 - - - - - - - - - - - - - - 1 1,0 - - - - 1 2,0 1 1,0 - - - - - - - - - - - - - - - - 1 1,0 - - - - - - - - 1 - 2,0 - - - 1 1 - 2,0 2,0 - - - - - - - - - - - 2 3,0 1 2,0 11 3 - 15,0 4,0 - 18 1 - 26,0 1,0 - 20 1 1 3 30,0 2,0 2,0 5,0 6 2 - 8,0 3,0 - 5 2 1 1 - 8,0 3,0 2,0 2,0 - 7 1 - 13,0 2,0 - 1 1,0 - - - - - - - - - - 1 - 1,0 - - - 1 1 2,0 2,0 2 1 5,0 1,0 3 1 1 - 5,0 2,0 2,0 - - - 1 1 3 2 1 1 - 1,0 1,0 4,0 3,0 1,0 1,0 - 1 1 2 1 - 1,0 1,0 3,0 1,0 - 2 1 - 3,0 2,0 - 3 6 1 2 1 - 4,0 8,0 1,0 3,0 1,0 - 1 1 6 1 1 4 4 1 1 1 2,0 2,0 10,0 2,0 2,0 6,0 6,0 2,0 2,0 2,0 5 3 4 2 1 - 9,0 6,0 7,0 4,0 2,0 - 2 - 3,0 - 1 - 1,0 - - - 1 1 1,0 1,0 - - 1 1 2,0 2,0 152 Tabel 30 (Lanjutan) No 3 4 5 6 7 8 1 1 1 2 3 4 Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan BRK 1 Malam Siang Jlh % Jlh % - BRB 1 Malam Siang Jlh % Jlh % 2 3,0 1 1,0 2 3,0 2 3,0 - BTR 1 Malam Siang Jlh % Jlh % 1 2,0 1 2,0 1 2,0 - S. doliatus S. argenteus S. rivulatus S. canaliculatus S. corallinus S. luridus LETHRINIDAE Lethrinus semicinctus 1 2,0 MULLIDAE Parupeneus 1 1,0 barberinoides CHAETODONTIDAE Chaetodon kleinii 13 18,0 20 29,0 5 8,0 7 9,0 11 17,0 9 C. mertensii 4 5,0 C. melanotus 3 5,0 Coradion chrysozonus 1 1,0 Total 73 70 66 79 63 54 Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon. Jenis ikan karang yang tertangkap dalam jumlah terbanyak di bubu rumpon kecil lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 13 individu (18 %), sedangkan siang hari sebanyak 20 individu (29 %), kemudian Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 11 individu (15%) dan siang hari sebanyak 18 individu (26%), dan diikuti jenis lain. Bubu rumpon besar lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Ctenochaetus striatus sebanyak 20 individu (30%), sedangkan siang hari sebanyak 6 individu (8%), kemudian Scarus ghobban pada malam hari sebanyak 11 individu (17%) dan siang hari sebanyak 12 individu (15%), dan diikuti jenis lain. Bubu tanpa rumpon lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 11 individu (17%), sedangkan siang hari sebanyak 9 individu (17%), kemudian Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 5 individu (14%) dan siang hari sebanyak 7 individu (13%), dan diikuti jenis lain. Selanjutnya jenis ikan yang tertangkap dalam jumlah terbanyak di bubu rumpon kecil lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 8 individu (21%), sedangkan siang hari sebanyak 13 individu (19%), kemudian Cheilinus bimaculatus pada malam hari sebanyak 4 individu (10%), Scarus ghobban pada siang hari sebanyak 6 individu (9%) dan diikuti 17,0 - 153 jenis lain. Bubu rumpon besar lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 5 individu (8%), sedangkan siang hari sebanyak 9 individu (14%), kemudian Cheilinus diagrammus pada malam hari sebanyak 5 individu (8%) dan siang hari sebanyak 6 individu (9%), dan diikuti jenis lain. Bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 8 individu (14%), sedangkan siang hari sebanyak 21 individu (21%), kemudian Siganus punctatus pada malam hari sebanyak 6 individu (11%) dan siang hari sebanyak 6 individu (6%), dan diikuti jenis lain. Dari data ini terlihat bahwa ikan karang yang mendominasi hasil tangkapan bubu rumpon kecil dan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 adalah Chaetodon kleinii, sedangkan pada bubu rumpon besar di lokasi L1 di dominasi oleh Ctenochaetus striatus. Selanjutnya ikan karang yang mendominasi hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 adalah Chaetodon kleinii. Dari keseluruhan jenis ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu terlihat bahwa ikan yang dominan tertangkap adalah Chaetodon kleinii, kemudian Ctenochaetus striatus, dan diikuti oleh jenis lainn. Total jumlah ikan karang yang tertangkap selama 24 kali trip penangkapan terbanyak pada lokasi L1 yakni pada bubu rumpon besar, kemudian bubu rumpon kecil dan terendah pada bubu tanpa rumpon. Selanjutnya total ikan karang yang tertangkap dalam jumlah terbanyak pada lokasi L2 yakni bubu tanpa rumpon, kemudian bubu rumpon besar dan terendah pada bubu rumpon kecil. Perbedaan ini karena ada beberapa jenis ikan karang yang biasanya tertangkap dalam jumlah banyak seperti Chaetodon kleinii, Ctenohaetus striatus, Scarus ghobban, dan Cheilinus diagrammus. 154 Tabel 31 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 No I. 1 2 3 4 5 7 8 9 1 2 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 1 2 3 4 5 1 1 2 1 Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan Famili utama (mayor) POMACENTRIDAE Chromis ternatensis C. ovalis Chrysiptera talboti Amblyglyphidodon curacao Dascyllus aruanus Abudefduf sordidus A. bengalensis Pomacentrus moluccensis Stegastes fasciolatus POMACANTHIDAE Centropyge bicolor C. tibicens APOGONIDAE Cheilodipterus quinquelineatus Apogon kallopterus A. bandanensis A. aureus A. hartzfeldi A. compressus A. fraenatus TETRAODONTIDAE Canthigaster valentini C. solandri Arothron stellatus MONACANTHIDAE Cantherhines pardalis C. fronticinthus SCARIDAE Scarus ghobban S. schlegeli S. pyrrhurus S. flavipectoralis S. sordidus CIRRITHIDAE Cirrhitichtys sp BALISTIDAE Balistapus undulatus Sufflamen chrysopterus CAESIONIDAE Pterocaeiso tile BRK 2 Malam Siang Jlh % Jlh % BRB 2 Malam Siang Jlh % Jlh % BTR 2 Malam Siang Jlh % Jlh % 1 - 3,0 - 4 9 4 6,0 13,0 6,0 1 2 3 - 2,0 3,0 5,0 - 3 - 5,0 3 2 5,0 4,0 2 3 2,0 3,0 - - 3 4,0 - - 1 - 2,0 - 1 2,0 1 - 1,0 - - - - - - - - - - 5 5,0 - - 2 3,0 2 1 3,0 2,0 4 - 6,0 - 1 1 2,0 2,0 4 4 4,0 4,0 - - - - 3 5,0 1 2,0 2 4,0 4 4,0 3 1 1 - 8,0 3,0 3,0 - 1 - 1,43 - 2 5 2 - 3,0 8,0 3,0 - 1 3 - 2,0 5,0 - 1 2 1 2,0 4,0 2,0 - - - - 1 1,0 1 2,0 - - - - - - 1 - 3,0 - - - 1 2,0 - - - - 1 1,0 2 5,0 4 6,0 2 3,0 - - 1 2,0 - - - - - - - - - - 3 5,0 1 1,0 1 2 - 3,0 5,0 - 6 1 - 9,0 1,0 - 2 1 3,0 2,0 4 1 1 1 - 6,0 2,0 2,0 2,0 - 3 - 5,0 - 3 3 - 3,0 3,0 - - - - - 1 2,0 2 3,0 1 2,0 - - - - - - 3 - 5,0 - 1 2,0 1 - 2,0 - - - - - - - - - - - - - 4 4,0 - 155 Tabel 31 (Lanjutan) No Kelompok BRK 2 BRB 2 BTR 2 Ikan/Famili/Jenis Malam Siang Malam Siang Malam Siang Ikan Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % Jlh % HOLOCENTRIDAE 1 Sargocentron rubrum 1 2,0 2 Myripristis kuntee 1 2,0 3 M. melanostictus 1 2,0 4 Myripristis sp 2 5,0 2 3,0 1 2,0 5 Ostichthys kaianus 2 5,0 ACANTHURIDAE 1 Ctenochaetus striatus 3 8,0 3 4,0 2 3,0 5 8,0 4 7,0 7 7,0 2 Acanthurus bariena 2 3,0 2 3,0 7 Naso tuberosus 1 2,0 SERRANIDAE 3 Epinephelus 1 2,0 fasciatus 4 E. merra 1 1,0 2 3,0 7 11,0 2 4,0 4 4,0 5 E. caeroleopunctatus 1 2,0 8 Cephalopolis miniata 1 2,0 1 6,0 9 C. orgus 1 1,0 2,0 10 C. boenak 1 1,0 1 LABRIDAE 1 Thalassoma lunare 2 4,0 1 1,0 2 Hologymnosus 1 3,0 doliatus 3 Hologymnosus sp 4 Cheilinus 3 8,0 3 4,0 5 8,0 6 10,0 1 2,0 1 1,0 diagrammus 5 C. chlorurus 1 1,0 1 2,0 2 3,0 6 C. trilobatus 4 6,0 1 1,0 7 C. bimaculatus 4 10,0 2 3,0 2 3,0 8 Halichoeres sp 1 2,0 9 Cheilo inermis 1 2,0 SIGANIDAE 1 Siganus punctatus 2 5,0 5 7,0 2 3,0 6 11,0 6 6,0 2 S. stellatus 1 1,0 1 1,0 3 S. doliatus 4 6,0 2 3, 4 S. argenteus 1 2,0 1 2,0 10 10,0 5 S. rivulatus 6 S. corallinus 1 3,0 7 S. vulpinus 2 2,0 8 S. luridus 1 2,0 9 S. guttatus 2 3,0 LETHRINIDAE 1 Lethrinus semicinctus 4 7,0 5 5,0 2 Lethrinus variegatus 1 1,0 CHAETODONTIDAE 1 Chaetodon kleinii 8 21,0 13 19,0 5 8,0 9 14,0 8 14,0 21 21,0 Total 39 70 62 63 57 98 Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon. 156 Kelompok ikan karang yang dominan tertangkap pada alat tangkap bubu adalah kelompok target (43%), bila dibandingkan dengan kelompok utama (mayor) (40%) dan indikator (17%) (Tabel 32). Tabel 32 Jumlah total kelompok ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 Kelompok Total Lokasi ikan L1 BRK Proporsi L2 BRB BTR BRK (%) BRB BTR M S M S M S M S M S M S 33 22 25 36 14 18 16 35 35 24 26 35 318 40 Target 27 27 33 32 38 27 15 22 22 30 23 42 338 43 Indikator 13 21 8 11 11 9 8 13 5 9 8 21 137 17 Total 73 70 66 79 63 54 39 70 62 63 57 98 794 Famili utama (Mayor) Keterangan : M : Malam; S : Siang. 5.3.2 Kisaran panjang ikan karang Jenis-jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu sangat bervariasi tergantung jenis dan ukuran (Lampiran 17). Jenis-jenis ikan karang yang tertangkap dengan ukuran terpanjang adalah Cephalopolis miniata sebesar 75,0 cm, kemudian diikuti oleh Aulostomus sinensis, Epinephelus caeroleopunctatus, Acanthurus nigricans, Scarus ghobban, Ctenochaetus striatus, dan diikuti oleh jenis lainnya. Kisaran panjang ikan setiap famili ikan karang disajikan pada Tabel 33. Tabel 33 Kisaran panjang famili ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu Famili Pomacentridae Pomacanthidae Apogonidae Tetraodontidae Monacanthidae Scaridae Pseudochromidae Bleniidae Balistidae Kisaran panjang(cm) 3,5 – 20,0 5,7 – 14,0 6,5 – 11,7 6,5 – 26,5 5,2 – 22,1 4,0 – 27,5 14,5 – 24,0 6,0 – 8,0 9,8 – 21,0 Keterangan Ikan muda dan dewasa Ikan muda dan dewasa Ikan muda dan dewasa Ikan muda dan dewasa Ikan muda dan dewasa Ikan muda dan dewasa Ikan muda dan dewasa Ikan muda Ikan muda dan dewasa 157 Tabel 33 (Lanjutan) Famili Ostraciidae Cirrhitidae Caesionidae Holocentridae Aulostomidae Acanthuridae Serranidae Labridae Siganidae Lethrinidae Mullidae Chaetodontidae Kisaran panjang(cm) 10,0 6,3 -11,3 13,5 – 16,4 5,6 – 18,0 39,0 3,7 – 34,5 12,5 – 75,0 3,5 – 29,9 6,6 – 25,2 9,5 – 27,0 13,1 – 19,6 3,0 – 14,9 Keterangan Ikan muda Ikan muda dan dewasa Ikan muda Ikan muda dan dewasa Ikan dewasa Ikan muda dan dewasa Ikan muda dan dewasa Ikan muda dan dewasa Ikan muda dan dewasa Ikan muda dan dewasa Ikan muda dan dewasa Ikan muda dan dewasa Dari keseluruhan jenis ikan karang yang tertangkap terlihat bahwa ada beberapa jenis ikan tertangkap dengan ukuran bervariasi pada ukuran masih muda sampai dewasa. Dengan demikian ada terjadi akumulasi ikan-ikan di rumpon. Mengingat karena dalam penelitian ini uji coba penangkapan hanya dilakukan selama sebulan, maka variasi ukuran ikan yang tertangkap lebih banyak didominasi oleh ikan-ikan ukuran kecil atau masih muda bila dibandingkan dengan ikan ukuran dewasa. Seperti dikemukan dalam berbagai teori bahwa bila rumpon di pasang di perairan maka awalnya akan hadir ikan-ikan berukuran kecil atau masih mudah, dan setelah itu hadir ikan-ikan berukuran besar. Variasi ukuran ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu sangat ditentukan oleh proses kolonisasi dan suksesi terhadap ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu. Pada dasarnya ukuran panjang tubuh ikan karang tidak seragam seperti kelompok ikan lainnya. Ketiga kelompok ikan karang baik kelompok famili utama (mayor), kelompok target dan indikator ternyata memiliki ukuran tubuh bervariasi. Pada famili Pomacentridae (famili utama) umumnya ukuran ikannya relatif kecil, begitu juga pada famili Chaetodontidae (kelompok indikator). Namun beberapa famili ikan dari kelompok target mempunyai ukuran tubuh lebih panjang terutama dari famili Serranidae, Aulostomidae, Acanthuridae, Scaridae dan jenis famili lainnya. Dari ketiga kelompok ikan yang tertangkap ternyata ikan dari kelompok target mempunyai ukuran tubuh lebih panjang dibandingkan dengan kelompok famili utama(mayor) dan kelompok indikator. 158 5.3.3 Kelimpahan ikan karang Kelimpahan ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 dapat dilihat pada Tabel 34 dan Tabel 35. Tabel 34 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan I. Famili utama (mayor) POMACENTRIDAE Chromis ternatensis C. ovalis C. lepidolepis Chrysiptera talboti Amblyglyphidodon curacao Dascyllus albisella Abudefduf sordidus A. bengalensis Pomacentrus moluccensis Plectroglyphidodon lacrymatus POMACANTHIDAE Centropyge bicolor C. vroliki C. tibicens Chaetodontoplus mesoleucus APOGONIDAE Cheilodipterus macrodon C. quinquelineatus Apogon kallopterus A. bandanensis A. aureus A. hartzfeldi TETRAODONTIDAE Canthigaster valentini C. solandri C. bennetti Arothron stellatus 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 MONACANTHIDAE Cantherhines pardalis C. fronticinthus Paraluterus prionurus Pervagor aspricaudus SCARIDAE Calatomus spinidens Scarus ghobban S. schlegeli BRK 1 Malam Siang Jlh N Jlh N BRB 1 Malam Siang Jlh N Jlh N BTR 1 Malam Siang Jlh N Jlh N 1 3 2 1 1 2,0 6,0 4,0 2,0 2,0 1 2 - 2,0 4,0 - 1 1 5 2,0 2,0 10,0 2 2 2 1 4,0 4,0 4,0 2,0 1 - 2,0 - 1 - 2,0 - - - 1 1 - 2,0 2,0 - - - 1 1 2,0 2,0 - - - - - - - - - - - - 1 2,0 - - 1 1 - 2,0 2,0 - 1 - 2,0 - - - 1 1 1 2,0 2,0 2,0 - - 1 1 - 2,0 2,0 - 2 4,0 - - - - - - - - - - 1 1 4 2 2,0 2,0 8,0 4,0 - - 1 - 2,0 - 1 - 2,0 - 1 - 2,0 - 1 - 2,0 - 1 1 2,0 2,0 2 3 - 4,0 6,0 - 1 - 2,0 - 2 4 - 4,0 8,0 - 1 3 1 - 2,0 6,0 2,0 - - - 2 - 4,0 - 2 - 4,0 - 3 - 6,0 - 1 2 - 2,0 4,0 - - - 2 1 4,0 2,0 1 5 - 2,0 10,0 - 6 1 12,0 2,0 11 - 22,0 - 12 1 24,0 2,0 2 - 4,0 - 6 2 12,0 4,0 159 Tabel 34 (Lanjutan) No 1 1 1 1 1 1 1 2 3 1 1 2 3 4 5 6 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan BLENIIDAE Meiacanthus grammistes OSTRACIIDAE Ostracion sp CIRRITHIDAE Cirrhitichtys sp BALISTIDAE Balistapus undulatus CAESIONIDAE Pterocaesio diagramma EPHIPPIDIDAE Platax sp HOLOCENTRIDAE Sargocentron rubrum Myripristis sp Ostichthys kaianus PSEUDOCHROMIDAE Pseudochromis macrurus ACANTHURIDAE Ctenochaetus striatus Acanthurus bariena A. mata A. xanthopterus A. nigricans Zebrasoma scopas SERRANIDAE Epinephelus polyphekadion E. microdon E. fasciatus E. merra E. caeroleopunctatus E. tauvina Cephalopolis miniata LABRIDAE Thalassoma lunare Hologymnosus doliatus Hologymnosus sp Cheilinus diagrammus C. chlorurus C. trilobatus C. bimaculatus C. lunulatus C. orientalis Halichoeres melanurus H. nebulosus H. ornatissimus Halichoeres sp BRK 1 Malam Siang Jlh N Jlh N BRB 1 Malam Siang Jlh N Jlh N BTR 1 Malam Siang Jlh N Jlh N 1 2,0 1 2,0 - - - - - - - - - - 1 2,0 - - - - - - - - 1 2,0 - - - - - - - - - - - - - - 1 2,0 - - - - 1 2,0 1 2,0 - - - - - - - - - - - - - - - - 1 2,0 - - - - - - - - 1 - 2,0 - - - 1 1 - 2,0 2,0 - - - - - - - - - - - 2 4,0 1 2,0 11 3 - 22,0 6,0 - 18 1 - 36,0 2,0 - 20 1 1 3 40,0 2,0 2,0 6,0 6 2 - 12,0 4,0 - 5 2 1 1 - 10,0 4,0 2,0 2,0 - 7 1 - 14,0 2,0 - 1 2,0 - - - - - - - - - - 1 - 2,0 - - - 1 1 2,0 2,0 2 1 4,0 2,0 3 1 1 - 6,0 2,0 2,0 - - - 1 1 3 2 1 - 2,0 2,0 6,0 4,0 2,0 - 1 1 2 - 2,0 2,0 4,0 - 2 1 4,0 2,0 3 6 1 2 - 6,0 12,0 2,0 4,0 - 1 1 6 1 1 4 4 1 1 - 2,0 2,0 12,0 2,0 2,0 8,0 8,0 2,0 2,0 - 5 3 4 2 1 10,0 6,0 8,0 4,0 2,0 160 Tabel 34 (Lanjutan) No 14 15 16 1 2 3 4 5 6 7 10 1 1 1 2 3 4 Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan BRK 1 Malam Siang Jlh N Jlh N 1 2,0 1 2,0 - BRB 1 Malam Siang Jlh N Jlh N 1 2,0 - BTR 1 Malam Siang Jlh N Jlh N 1 2,0 - Xiphocheilus typus Bodianus diana Chaerodon sp SIGANIDAE Siganus punctatus 2 4,0 1 2,0 1 2,0 1 2,0 S. stellatus 1 2,0 1 2,0 S. doliatus 2 4,0 S. argenteus 1 2,0 1 2,0 S. rivulatus 2 4,0 S. canaliculatus 1 2,0 S. corallinus 1 2,0 S. luridus 2 4,0 LETHRINIDAE Lethrinus semicinctus 1 2,0 MULLIDAE Parupeneus 1 2,0 barberinoides CHAETODONTIDAE Chaetodon kleinii 13 26,0 20 40,0 5 10,0 7 14,0 11 22,0 9 18,0 C. mertensii 4 8,0 C. melanotus 3 6,0 Coradion chrysozonus 1 2,0 Total 73 70 66 79 63 54 Keterangan : N = Kelimpahan; BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon. 161 Tebel 35 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 No Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan I. Famili utama (mayor) POMACENTRIDAE Chromis ternatensis C.ovalis C. lepidolepis Chrysiptera talboti Amblyglyphidodon curacao Dascyllus aruanus Abudefduf sordidus A. bengalensis Pomacentrus moluccensis Stegastes fasciolatus POMACANTHIDAE Centropyge bicolor C. tibicens APOGONIDAE Cheilodipterus quinquelineatus Apogon kallopterus A. bandanensis A. aureus A. hartzfeldi A. compressus A. fraenatus TETRAODONTIDAE Canthigaster valentini C. solandri Arothron stellatus MONACANTHIDAE Cantherhines pardalis C. fronticinthus SCARIDAE Scarus ghobban S. schlegeli S. pyrrhurus S. flavipectoralis S. sordidus CIRRITHIDAE Cirrhitichtys sp BALISTIDAE Balistapus undulatus Sufflamen chrysopterus CAESIONIDAE Pterocaeiso tile 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 2 1 2 3 4 5 1 1 2 1 BRK 2 Malam Siang Jlh N Jlh N BRB 2 Malam Siang Jlh N Jlh N BTR 2 Malam Siang Jlh N Jlh N 1 - 2,0 - 4 9 4 8,0 18,0 8,0 1 2 3 - 2,0 4,0 6,0 - 3 - 6,0 - 3 2 6,0 4,0 2 3 4,0 6,0 - - 3 6,0 - - 1 - 2,0 - 1 2,0 1 - 2,0 - - - - - - - - - - 5 10,0 - - 2 4,0 2 1 4,0 2,0 4 - 8,0 - 1 1 2,0 2,0 4 4 8,0 8,0 - - - - 3 6,0 1 2,0 2 4,0 4 8,0 3 1 1 - 6,0 2,0 2,0 - 1 - 2,0 - 2 5 2 - 4,0 10,0 4,0 - 1 3 - 2,0 6,0 - 1 2 1 2,0 4,0 2,0 - - 1 - 2,0 - 1 - 2,0 - 1 1 2,0 2,0 - - - - 1 2,0 2 - 4,0 - 4 - 8,0 - 2 - 4,0 - - - 1 3 2,0 6,0 1 2,0 1 2 - 2,0 4,0 - 6 1 - 12,0 2,0 - 2 1 4,0 2,0 4 1 1 1 - 8,0 2,0 2,0 2,0 - 3 - 6,0 - 3 3 - 6,0 6,0 - - - - - 1 2,0 2 4,0 1 2,0 - - - - - - 3 - 6,0 - 1 2,0 1 - 2,0 - - - - - - - - - - - - - 4 8,0 - 162 Tabel 35 (Lanjutan) No 1 2 3 4 5 1 2 7 3 4 5 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 1 Kelompok Ikan/Famili/Jenis Ikan BRK 2 Malam Siang Jlh N Jlh N BRB 2 Malam Siang Jlh N Jlh N BTR 2 Malam Siang Jlh N Jlh N HOLOCENTRIDAE Sargocentron rubrum 1 2,0 Myripristis kuntee 1 2,0 M. melanostictus 1 2,0 Myripristis sp 2 4,0 2 4,0 1 2,0 Ostichthys kaianus 2 4,0 ACANTHURIDAE Ctenochaetus striatus 3 6,0 3 6,0 2 4,0 5 10,0 4 8,0 7 14,0 Acanthurus bariena 2 4,0 2 4,0 Naso tuberosus 1 2,0 SERRANIDAE Epinephelus fasciatus 1 2,0 E. merra 1 2,0 2 4,0 7 14,0 2 4,0 4 8,0 E. caeroleopunctatus 1 2,0 Cephalopolis miniata 1 2,0 1 2,0 C. orgus 1 2,0 C. boenak 1 2,0 1 2,0 LABRIDAE Thalassoma lunare 2 4,0 1 2,0 Hologymnosus doliatus 1 2,0 Cheilinus diagrammus 3 6,0 3 6,0 5 10,0 6 12,0 1 2,0 1 2,0 C. chlorurus 1 2,0 1 2,0 2 4,0 C. trilobatus 4 8,0 1 2,0 C. bimaculatus 4 8,0 2 4,0 2 4,0 Halichoeres sp 1 2,0 Cheilo inermis 1 2,0 SIGANIDAE Siganus punctatus 2 4,0 5 10,0 2 4,0 6 12,0 6 12,0 S. stellatus 1 2,0 1 2,0 S. doliatus 4 8,0 2 4,0 S. argenteus 1 2,0 1 2,0 10 20,0 S. rivulatus S. corallinus 1 2,0 S. vulpinus 2 4,0 S. luridus 1 2,0 LETHRINIDAE Lethrinus semicinctus 4 8,0 5 10,0 Lethrinus variegatus 1 2,0 CHAETODONTIDAE Chaetodon kleinii 8 16,0 13 26,0 5 10,0 9 18,0 8 16,0 21 42,0 Total 39 70 62 63 57 98 Keterangan : N = Kelimpahan; BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon. Jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu rumpon kecil lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 26,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 40,0 ind/m2, kemudian Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 22,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 36,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Jenis ikan karang yang memiliki 163 kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Ctenochaetus striatus sebanyak 40,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 12,0 ind/m2, kemudian Scarus ghobban pada malam hari sebanyak 22,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 24,0 ind/m2 , dan diikuti jenis lain. Jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 22,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 18,0 ind/m2, kemudian Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 10,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 14,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Berikut ini disajikan sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang pada alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 (Gambar 36, 37 dan 38). Gambar 36 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu rumpon kecil lokasi L1 pada penangkapan malam hari adalah Chaetodon, kemudian Ctenochaetus dan diikuti genus lain, sedangkan pada penangkapan siang hari di dominasi oleh genus Chaetodon, kemudian Ctenochaetus dan diikuti genus lain. Gambar 37 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L1 pada penangkapan malam hari adalah Ctenochaetus, kemudian Scarus dan diikuti genus lain, sedangkan pada penangkapan siang hari di dominasi oleh genus Scarus, kemudian Chaetodon dan diikuti genus lain. Gambar 38 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu tanpa rumpon lokasi L1 pada penangkapan malam hari adalah Chaetodon, kemudian Cheilinus dan diikuti genus lain, sedangkan pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Cheilinus, kemudian Chaetodon dan diikuti genus lain. 164 BRK 1 Siang BRK 1 Malam 50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai Kelimpahan Chromis Chrysiptera Amblyglyphidodon Centropyge Dascyllus Cheilodipterus Abudefduf Apogon Canthigaster Arothron Cantherhines Calatomus Scarus Meiacanthus Ostracion Cirrhitichtys Pterocaesio Ctenochaetus Acanthurus Epinephelus Thalassoma Hologymnosus Cheilinus Bodianus Siganus Parupeneu Chaetodon Gambar 36 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu rumpon kecil di lokasi L1. 165 BRK 1 Siang BRK 1 Malam 50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai Kelimpahan Chromis Chrysiptera Amblyglyphidodon Apogon Canthigaster Cantherhines Scarus Balistapus Abudefduf Pomacentrus Centropyge Chaetodontoplus Sargocentron Ctenochaetus Paraluterus Acanthurus Platax Zebrasoma Epinephelus Cephalopolis Cheilinus Halichoeres Xiphocheilus Siganus Chaetodon Gambar 37 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu rumpon besar di lokasi L1. 166 BRK 1 Siang BRK 1 Malam 50 40 20 30 10 0 10 20 30 40 50 Nilai Kelimpahan Chromis Plectroglyphidodon Centropyge Chaetodontoplus Apogon Cheilodipterus Canthigaster Cantherhines Pervagor Calatomus Scarus Balistapus Sargocentron Myripristis Pseudochromis Ctenochaetus Acanthurus Epinephelus Thalassoma Hologymnosus Cheilinus Holichoeres Chaerodon Siganus Lethrinus Chaetodon Gambar 38 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil penangkapan bubu tanpa rumpon di lokasi L1. 167 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa genus ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan malam hari di dominasi oleh Chaetodon, Ctenochaetus, Scarus dan Cheilinus, kemudian diikuti genus lain, sedangkan penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, Ctenochaetus, Scarus, dan Cheilinus, kemudian diikuti genus lain. Selanjutnya jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu rumpon kecil lokasi L2 pada waktu penangkapan malam dari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 16,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 26,0 ind/m2, kemudian Scarus ghobban pada malam hari sebanyak 2,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 12,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 10,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 18,0 ind/m2, kemudian Cheilinus diagrammus pada siang hari sebanyak 10,0 ind/m2 dan malam hari sebanyak12,0 ind/m2, Apogon aureus pada malam hari sebanyak 10,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 6,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Selanjutnya jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu tanpa rumpon lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 16,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 42,0 ind/m2, kemudian Siganus punctatus pada malam hari sebanyak 12,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 12,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Berikut ini disajikan sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang pada alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 (Gambar 39, 40 dan 41). 168 BRK 1 Siang BRK 1 Malam 50 40 30 10 20 0 10 20 30 40 0 50 Nilai 0 Kelimpahan Chromis Chrysiptera Amblyglyphidodon Apogon Pomacentrus Centropyge Cantherhines Scarus Myripristis Ostichthys Ctenochaetus Acanthurus Hologymnosus Epinephelus Cheilinus Siganus Chaetodon Gambar 39 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu rumpon kecil di lokasi L2. Gambar 39 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu rumpon kecil lokasi L2 pada penangkapan malam hari adalah Chaetodon, kemudian Cheilinus dan diikuti genus lain, sedangkan pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, kemudian Siganus dan diikuti genus lain. 169 BRK 1 Siang BRK 1 Malam 50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai Kelimpahan Chromis Chrysiptera Centropyge Cheilodipterus Abudefduf Apogon Canthigaster Arothron Cantherhines Scarus Cirrhitichtys Balistapus Sargocentron Myripristis Ctenochaetus Acanthurus Sufflamen Naso Epinephelus Cephalopolis Cheilinus Siganus Chaetodon Gambar 40 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu rumpon besar di lokasi L2. 170 BRK 1 Siang BRK 1 Malam 50 40 30 20 10 0 10 20 30 40 50 Nilai Kelimpahan Chromis Chrysiptera Amblyglyphidodon Pomacentrus Dascyllus Centropyge Stegastes Cheilodipterus Apogon Arothron Cantherhines Scarus Cirrhitichtys Pterocaesi Balistapus Myripristis Ctenochaetus Epinephelus Thalassoma Cheilinus Halichoeres Cheilo Siganus Meiacanthus Chaetodon Gambar 41 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu tanpa rumpon di lokasi L2. 171 Gambar 40 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L2 pada penangkapan malam hari adalah Cheilinus, kemudian Chaetodon dan diikuti genus lain, sedangkan pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Cheilinus, kemudian Chaetodon dan diikuti genus lain. Gambar 41 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L2 pada penangkapan malam hari adalah Chaetodon, kemudian Siganus dan diikuti genus lain, sedangkan pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, kemudian Siganidae dan diikuti genus lain. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa genus ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan malam hari di dominasi oleh Chaetodon, Cheilinus dan Siganus, kemudian diikuti genus lain, sedangkan penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, Cheilinus dan Siganus, kemudian diikuti genus lain. 5.3.4 Analisis hasil tangkapan bubu Hasil analisis uji t terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon selama 24 kali operasi penangkapan dengan menganalisis BRK1 malam vs BRB1 malam ternyata T-Value = 0.35, P-Value = 0.731. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1 dengan bubu rumpon besar di lokasi L1 pada penangkapan malam hari dengan tingkat kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRK1 siang vs BRB1 siang ternyata T-Value = -0.38, P-Value = 0.704. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1 dengan bubu rumpon besar di lokasi L1 pada penangkapan siang hari dengan tingkat kepercayaan 95 %. 172 Hasil analisis uji t terhadap BRK1 malam vs BTR1 malam ternyata T-Value = 0.45, P-Value = 0.658. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1 dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan malam hari dengan tingkat kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRK1 siang vs BTR1 siang ternyata T-Value = 0.85, tersebut P-Value = 0.398. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1 dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan siang hari dengan tingkat kepercayaan 95 %. Hasil analisis uji t terhadap BRB1 malam vs BTR1 malam ternyata T-Value = 0.15, P-Value = 0.882. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar di lokasi L1 dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan malam hari dengan tingkat kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRB1 siang vs BTR1 siang ternyata T-Value = 1.19, analisis tersebut P-Value = 0.242. Berdasarkan hasil dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar di lokasi L1 dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan siang hari dengan tingkat kepercayaan 95 %. Hasil analisis uji t terhadap BRK2 malam vs BRB2 malam ternyata T-Value = -1.73, P-Value = 0.091. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2 dengan bubu rumpon besar di lokasi L2 pada tingkat kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRK2 siang vs BRB2 siang ternyata T-Value = 0.37, P-Value = 0.710. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2 dengan bubu rumpon besar di lokasi L2 pada penangkapan siang hari dengan tingkat kepercayaan 95 %. 173 Hasil analisis uji t terhadap BRK2 malam vs BTR2 malam ternyata T-Value = -1.32, P-Value = 0.193. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2 dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan malam hari dengan tingkat kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRK2 siang vs BTR2 siang ternyata T-Value = -1.32, P-Value = 0.196. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2 dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan siang hari dengan tingkat kepercayaan 95 %. Hasil analisis uji t terhadap BRB2 malam vs BTR2 malam ternyata T-Value = 0.33, P-Value = 0.740. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar di lokasi L2 dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan malam hari dengan tingkat kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRB2 siang vs BTR2 siang ternyata T-Value = -1.52, P-Value = 0.135. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar di lokasi L2 dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan siang hari dengan tingkat kepercayaan 95 %. Hasil analisis uji “t” dapat dilihat pada Lampiran 18. 5.4 Pembahasan Kehadiran ikan karang sangat ditentukan oleh kondisi terumbu karang di suatu perairan. Terumbu karang yang sudah rusak akan menurunkan populasi stok ikan karang. Terumbu karang dapat berkembang dengan baik ditentukan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan karang adalah cahaya, suhu, salinitas, kejernihan air, arus, substrat dan kedalaman laut maksimum untuk hewan karang membentuk terumbu pada kedalaman sekitar 40 m. Cahaya dibutuhkan untuk fotosintesa, suhu dibutuhkan untuk pertumbuhan karang antara 25 – 300 C, salinitas antara 27 – 40 ppm, untuk 174 pertumbuhan karang dibutuhkan air yang jernih, karena kalau air keruh hewan karang sulit membersihkan diri, arus diperlukan untuk mendatangkan makanan berupa plankton dan substrat yang keras dan bersih dari lumpur sangat baik untuk peletakan planula (larva karang) untuk membentuk koloni (Nontji, 2005). Kondisi fisik dan kimia perairan lokasi penelitian juga sangat berpengaruh terhadap kehadiran jenis-jenis ikan karang. Oleh karena itu, sebelum proses pengangkatan bubu dilakukan terlebih dahulu diukur parameter fisik dan kimia perairan. Pengukuran parameter fisik dan kimia perairan dilakukan pada pagi, siang dan sore hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai DO berada pada kisaran 0.1 – 0.2 ml/l, pH berkisar antara 8.1 – 8.2, suhu berkisar antara 27 – 29 °C, salinitas rata-rata 33 ppm, kecerahan rata-rata 10 m, sedangkan kecepatan arus berkisar antara 03.00 – 09.00 m/det dengan arah arus pada waktu pagi hari menuju ke Barat, sedangkan pada siang dan sore hari arah arus berlawanan ke arah Timur dan Barat. Menurut hasil penelitian Alwi (2004) mengemukakan bahwa kondisi fisik dan kimia perairan lokasi pemasangan rumpon memiliki kecepatan arus berkisar antara 0,013 m/det – 0,22 m/det, kedalaman pemasangan rumpon sekitar 15 m, suhu perairan antara 29 – 31,830 C dengan salinitas antara 29 – 31,67 ppt. Kecerahan perairan antara 40 – 54,67 %, oksigen terlarut 3,87 – 5,2 ppm, sehingga kondisi ini cukup aman untuk pemasangan rumpon. Bubu yang dioperasikan dalam penelitian ini tidak menggunakan umpan, namun untuk menarik perhatian ikan untuk mendekati alat tangkap bubu menggunakan rumpon. Pengoperasian bubu di perairan di letakkan bersama rumpon dan tanpa rumpon. Pada kondisi ini ternyata kemampuan rumpon untuk menarik ikan-ikan datang mendekati alat tangkap bubu sangat baik dan pada bubu tanpa rumpon walaupun tanpa ada alat bantu untuk menarik ikan berkumpul, ternyata bubu tanpa rumpon juga mempunyai kemampuan untuk menangkap ikan karang tidak jauh berbeda dari bubu berumpon. Rumpon disini berperan dalam mengumpulkan ikan-ikan sehingga proses kolonisasi terjadi. Adanya ikan-ikan yang berkumpul di rumpon tentu akan beruaya ke alat tangkap bubu, akhirnya masuk dan terperangkap. 175 Menurut Iskandar dan Diniah (1996), penggunaan rumpon untuk bubu memberikan manfaat yang sangat besar terutama berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk datang terutama dari ikan predator yang akan membuat ikan besar terjebak masuk ke bubu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan karang yang masuk kedalam bubu berfluktuasi menurut jenis ikan. Ikan dari famili Pomacentridae, Apogonidae, Labridae dan Chaetodontidae paling banyak masuk kedalam bubu baik yang dioperasikan bersama rumpon maupun tanpa rumpon. Hadirnya kempat famili dominan ini ada kaitan dengan adapatasi tingkah laku (adaptive behaviour) terhadap rumpon dan bubu. Menurut Syandri (1988) mengemukan berdasarkan sifat dan tujuannya, maka tingkah laku ikan dapat dibagi atas (1) forage behaviour yaitu tingkah laku ikan untuk mempertahankan hidupnya lebih ditentukan oleh tingkah laku makan; (2) reproductif behaviour yaitu tingkah laku yang berhubungan dengan keturunan; dan (3) defence behaviour yaitu tingkah laku ikan yang bertujuan untuk mempertahankan diri (territorial behaviour). Adaptasi tingkah laku ikan di rumpon dan bubu lebih ditekankan pada adaptasi untuk mencari makan dan untuk mempertahankan diri/berlindung. Ikan Chaetodon kleinii secara visual terlihat menggunakan rumpon dan bubu sebagai tempat mencari makan dan berlindung. Hal ini dapat dibuktikan pada saat pengamatan, ikan tersebut sedang memakan makanan yang menempel pada daun-daun atraktor rumpon maupun pada dinding bubu. Selain itu, ikan ini selalu terlihat tidak berpindah tempat dan tetap berada di rumpon dan bubu. Walaupun penelitian ini belum sampai pada analisis isi lambung ikan yang di amati, namun Edrus dan Syam, 1998 telah membukti bahwa makanan kesukaan ikan Chaetodon kleinii adalah polip coral, algae dan zooplankton. Diduga perifiton yang menempel pada daun-daun atraktor rumpon dimanfaatkan oleh ikan Cahetodon kleinii sebagai sumber makanannya. Hal ini terlihat juga pada famili Pomacentridae, Apogonidae, dan Labridae dimana keempat jenis ikan 176 ini memiliki kesukaan jenis makanan hampir mirip. Kehadiran keempat famili ikan karang ini karena saling kompetisi dalam mencari makan serta mencari tempat perlindungan di rumpon dan bubu. Menurut Kuiter (1992) mengemukakan bahwa makanan yang dimakan oleh beberapa famili ikan karang dapat dilihat pada Tabel 36. Tabel 36 Jenis makanan yang dimakan beberapa famili ikan karang Famili ikan Gobiidae (Amblygobius sp) Scraidae Scorpaenidae Siganidae Plesiopidae Nemipteridae Malacanthidae Lutjanidae Caesionidae Lethrinidae Chaetodontidae Pomacanthidae Pomacentridae Labridae • Cheilinus sp • Labroides sp Jenis makanan Invertebrata, coral dan spongs Algae Ikan, crustacea Filter feeder, grazing, weeds dan algae Plankton Invertebrata kecil Zooplankton yang mengapung Ikan, crustacea dan plankton Zooplankton Hewan-hewan yang hidup di pasir dan pecahan-pecahan karang Polip coral, algae, cacing, invertebrata dan zooplankton Algae dan spongs Invertebrata, algae dan zooplankton Invertebrata, crustacea dan cacing Polip coral Ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon memiliki ukuran tubuh berbeda-beda. Perbedaan ini karena ukuran panjang tubuh ikan karang yang tertangkap bervariasi. Ukuran yang berbeda menandakan bahwa ikan karang memiliki keunikan tersendiri dengan ikan-ikan dari kelompok lain terutama dari segi ukuran tubuh karena ikan karang memiliki variasi ukuran dalam kelompok. Dari hasil penelitian terlihat bahwa ikan dari kelompok famili utama (mayor) ukuran tubuhnya kecil tapi ada beberapa jenis yang berukuran besar seperti famili Scaridae, Caesionidae, Aulostomidae, dan lain-lain, kelompok target umumnya berukuran lebih besar, sedangkan untuk kelompok indikator umumnya ikan-ikannya berukuran kecil. Pendapat lain juga dikemukan Reppie et al. 2006 bahwa ada terjadi peningkatan ukuran panjang dan berat individu ikan yang hadir pada terumbu 177 buatan menunjukkan bahwa beberapa spesies cenderung mengalami recruitment, tetapi beberapa spesies hanya muncul pada awal pengamatan dan menghilang pada bulan berikutnya. Menurut Tiyoso (1979) diacu oleh Suci (1993) mengemukakan bahwa fluktuasi hasil tangkapan dari jenis alat tangkap bubu terjadi karena (1) migrasi dan perubahan harian, musiman maupun tahunan dari kelompok ikan; (2) keragaman ukuran ikan dalam populasi; dan (3) tepat tidaknya penentuan pemasangan bubu, karena alat tangkap ini bersifat pasif dan menetap. Menurut FAO (1968) diacu oleh Pramono (2006), metode pengoperasian bubu terdiri dari (1) Tali temali (rigging) berupa pemasangan tali temali terutama untuk pelampung tanda; (2) Pemasangan umpan; (3) Pemasangan bubu (setting) : keberhasilan penangkapan ikan sangat tergantung pada lokasi penempatan bubu dan posisi penempatan bergantung pada jenis ikan yang menjadi sasaran penangkapan; (4) Lama perendaman (soaking time) : bergantung pada tingkah laku dari ikan sasaran penangkapan dan daya tahan umpan. Pada saat ikan sangat aktif mencari makan, lama perendaman hanya butuh beberapa menit; dan (5) Pengangkatan (haulling) dilakukan secara manual maupun dengan bantuan mesin line hauler. Setelah bubu diangkat, hasil tangkapan dipindahkan ke palkah atau keranjang yang telah disiapkan sebelumnya. Dari data tersebut terlihat bahwa faktor utama yang berpengaruh terhadap hasil tangkapan bubu ditentukan dari aktivitas ikan diurnal dan nokturnal dalam mencari makan, serta pola renang dan pola gerak ikan di sekitar dan di dalam bubu. Menurut High and Beardskey (1970) diacu oleh Baskoro dan Effendie (2005), faktor yang mempengaruhi laju tangkapan adalah efek penyebaran. Pada saat sejumlah ikan berenang banyak di dalam bubu mencoba untuk melepaskan diri, ikan lain di luar bubu yang pada mulanya terangsang dapat menjadi takut dan menjauhi. Efek penyebaran ini selalu diamati volume ikan yang tertangkap mendekati volume bubu. Hasil analisis uji t antara hasil tangkapan bubu pada BRK1m vs BRB1 m, BRK1s vs BRB1s, BRK1m vs BTR1m, BRK1s vs BTR1s, BRB1m vs BTR1m dan BRB1s dan BTR1s ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu diantara ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon 178 besar dan tanpa rumpon) di lokasi L1) pada penangkapan malam maupun siang hari dengan tingkat kepercayaan 95 %. Hasil analisis uji t antara BRK2m vs BRB2m, BRK2s vs BRB2s, BRK2m vs BTR2m, BRK2s vs BTR2s, BRBB2m vs BTR2m, BRBB2s vs BTR2s ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu diantara ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar dan tanpa rumpon) di lokasi L2) pada penangkapan malam maupun siang hari dengan tingkat kepercayaan 95 %. Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa data dari sampel yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu diantara ketiga metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar dan tanpa rumpon) baik pada penangkapan malam maupun siang hari. Namun secara visual rumpon mampu mengumpulkan ikan terlihat dari adanya proses akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Tidak ada pengaruh karena lama waktu pemasangan rumpon dan waktu operasi penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan kesempatan untuk ikan-ikan lebih lama berkumpul di rumpon dan akhirnya masuk ke bubu. Menurut Martasuganda (2003), waktu pemasangan (setting) dan pengangkatan (hauling) bubu dilakukan pada waktu pagi hari, siang hari dan sore hari, sebelum matahari terbenam atau malam hari tergantung dari nelayan yang mengoperasikannya. Lama perendaman bubu di perairan ada yang hanya direndam beberapa jam, satu malam, tiga malam bahkan ada yang sampai seminggu. 5.5 Kesimpulan dan Saran 5.5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut : Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili). Di lokasi yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon mempunyai hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan 179 dari bubu rumpon kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih muda. Jenis ikan karang terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata. Tiga jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii, Ctenochaetus striatus dan Scarus ghobban. Di lokasi yang didominasi karang keras (L1), dua genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari oleh bubu, baik dengan rumpon maupun tanpa rumpon, adalah Ctenochaetus dan Chaetodon, sedangkan jenis ikan yang banyak tertangkap pada siang hari adalah Chaetodon dan Cheilinus. Di lokasi yang didominasi karang lunak (L2), genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari adalah Chaetodon dan Cheilinus, sedangkan siang hari adalah Chaetodon, Cheilinus dan Siganus. Data dari sampel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu di antara ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar, dan tanpa rumpon) karena lama waktu pemasangan rumpon dan waktu operasi penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan kesempatan untuk ikan-ikan lebih lama berkumpul dan masuk ke bubu. 5.5.2 Saran Informasi yang diperoleh melalui penelitian ini masih terbatas, maka disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh bentuk, jarak dan jumlah rumpon dan bubu serta posisi penempatan di perairan terhadap hasil tangkapan bubu. 6 PEMBAHASAN UMUM Terumbu karang termasuk salah satu ekosistem di daerah tropis yang mempunyai keanekaragaman hayati tinggi, salah satunya adalah ikan karang. Ikan karang berinteraksi dengan ekosistem terumbu karang dan menghabiskan masa hidupnya hanya pada ekosistem tersebut. Sifat dan tingkah laku ikan karang berbeda-beda tergantung dari jenis ikannya. Agar ikan karang mudah tertangkap pada alat tangkap yang dikehendaki, maka pengetahuan tentang tingkah laku ikan karang perlu dipahami. Tingkah laku adalah suatu orientasi reaksi sebagai keseimbangan bilateral yang terpenting dari suatu reaksi (Fraenkel and Gunn, 1961 diacu oleh Zhou dan Shirley, 1997). Tingkah laku ikan merupakan salah satu informasi yang sangat mendasar dibutuhkan dalam perencanaan kegiatan penangkapan ikan. Pemahaman tentang tingkah laku ikan terutama ikan yang menjadi target penangkapan dapat membantu dan mempermudah untuk memilih alat tangkap yang tepat, sehingga proses penangkapan ikan dapat memberikan hasil yang optimal. Selama ini terlihat banyak kekurangan dalam usaha penangkapan ikan karang karena keterbatasan pengetahuan nelayan dalam pemahaman teknologi penangkapan ikan. Beberapa alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan karang seperti pancing ulur, bubu, pancing rawai, gill net, sero dan pukat. Dari sekian banyak alat tangkap di atas, pemilihan bubu sebagai alat penangkapan ikan dasar dan ikan karang sangat tepat, terutama jika dilihat dari segi mutu hasil tangkapan. Selain itu, ada juga para nelayan yang ingin mendapat hasil tangkapan secara cepat dan dalam jumlah banyak biasanya menangkap dengan menggunakan bahan peledak (blast fishing) dan racun. Untuk memikat ikan datang pada alat tangkap bubu, selama ini nelayan menggunakan umpan. Namun penangkapan ikan karang dengan bubu juga dapat dilakukan tanpa umpan atau dengan menggunakan pikatan lain. Salah satu pikatan yang digunakan untuk membantu proses penangkapan ikan karang dengan alat tangkap bubu menggunakan rumpon. 181 Penggunaan rumpon dalam penangkapan ikan karang masih sangat jarang dan hanya masih pada taraf uji coba penangkapan melalui penelitian. Walaupun hasil penelitian tentang penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang masih sangat minim, namun dari beberapa hasil penelitian yang sudah dilakukan ternyata teknologi rumpon ini sangat membantu dalam penangkapan ikan karang. Bahkan keuntungan yang diperoleh lebih besar dari bubu yang dioperasikan tanpa rumpon. Berhasil tidaknya trip usaha penangkapan ikan di laut pada dasarnya bagaimana mendapatkan daerah penangkapan (fishing ground), gerombolan ikan dan keadaan potensinya, untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan. Beberapa cara untuk mendapatkan (mengumpulkan) kawanan ikan sebelum penangkapan dilakukan dengan menggunakan alat bantu penangkapan (fish aggregating devices atau lure) atau disebut rumpon. Kedudukan rumpon dalam usaha penangkapan ikan di Indonesia sangat penting ditinjau dari segala segi baik biologis maupun ekonomi (Subani dan Barus, 1988). Pengetahuan tentang reaksi ikan terhadap berbagai rangsangan lingkungan sangat penting untuk mendeteksi konsentrasi ikan dan merupakan faktor penentu untuk memperbaiki alat tangkap dan metode penangkapan. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyebaran dan tingkah laku ikan antara lain : suhu , arus, cahaya, spawning dan survival larva, migrasi diurnal dan vertikal serta perubahan diurnal lainnya. Faktor lain yang berpengaruh juga terhadap tingkah laku ikan seperti salinitas, upwelling, musim, gelombang, makanan dan faktor meteorologi (Hela dan Laevastu, 1970). Selanjutnya menurut Mckeown (1985), ikan melakukan migrasi dipengaruhi oleh suhu, intensitas cahaya, polarisasi cahaya, kualitas cahaya, predator, makanan dan parameter lain termasuk kedalaman perairan dan karakteristik ruang yang bervariasi bagi ikan. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan merupakan salah satu faktor dalam mendisain alat tangkap yang memberikan rangsangan (stimulus) untuk menarik ikan-ikan. Rangsangan untuk menarik ikan seperti rangsangan optik, kimia, bunyi (akustik) atau taktik alami. Ide untuk menarik ikan dapat dilakukan dengan menyediakan tempat persembunyian (heding place). Salah satu cara yang 182 digunakan dengan menyediakan tempat sehingga ikan terkonsentrasi, dan dapat digunakan pada beberapa alat tangkap seperti perangkap (traps) (Brandt, 1964). Operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu erat hubungannya dengan tingkah laku ikan sebagai faktor penentu keberhasilan operasi penangkapan ikan. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan dapat memperbaiki serta merubah alat maupun metode penangkapan yang memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi penangkapan dalam pengembangan teknologi penangkapan ikan . Penyediaan tempat-tempat untuk bersembunyi maupun berlindung bagi ikan sebagai salah satu pikatan digunakan alat berbentuk perangkap. Bubu merupakan alat tangkap termasuk ke dalam perangkap atau penghadang. Alat ini berupa jebakan. Penangkapan dengan alat tangkap bubu memberikan kemungkinan untuk ikan mudah masuk dan tidak bisa meloloskan diri dan akhirnya terperangkap. Bubu pada umumnya digunakan untuk menangkap crustacea, juga digunakan untuk menangkap ikan predator dan moluska. Disain bubu umumnya sama, bubu dibuat dari bingkai yang ditutupi dengan mata jaring, memiliki satu atau dua pintu masuk. Pintu masuk didisain mencegah hewan-hewan meloloskan diri (Jennings et al. 2001). Menurut Sainsbury (1996), bubu dapat di konstruksi dari kayu, kawat baja tahan karat, kawat mata jaring, plastik, atau kawat plastik, dan ukuran dan disainnya tergantung pada yang menggunakan baik di daerah dekat pantai maupun laut lepas. Bubu dapat ditempatkan di dasar perairan tergantung dari spesies atau pada berbagai kedalaman perairan. Pengoperasian bubu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bubu dasar (ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot). Menurut cara pengoperasiannya bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara yaitu dipasang secara terpisah dimana satu bubu dipasang dengan satu pelampung (single trap) dan beberapa bubu dirangkai menjadi satu dengan menggunakan satu tali utama (long line traps). Metode pengoperasian untuk semua jenis bubu pada umumnya hampir sama, yaitu di pasang di daerah penangkapan yang sudah diperkirakan banyak hidup ikan (ikan dasar, kepiting, udang, keong, dan lain-lain) yang akan dijadikan 183 target penangkapan. Waktu pemasangan (setting) dan pengangkatan (hauling) ada yang dilakukan pada waktu pagi hari, siang hari dan sore hari, sebelum matahari terbenam atau malam hari tergantung dari nelayan yang mengoperasikannya. Lama perendaman bubu di perairan ada yang hanya di rendam beberapa jam, ada yang dalam semalam, ada juga sampai tiga hari, bahkan ada yang sampai 7 hari (Martasuganda, 2003). Bubu merupakan alat tangkap pasif, sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu dilakukan hal-hal yang dapat menarik perhatian ikan, selain umpan sebagai alat pemikat ikan, tetapi dapat pula dikombinasikan dengan rumpon. Fish Aggregating Devices (FADs) banyak digunakan dalam operasi penangkapan ikan terutama dalam penangkapan ikan pelagis yang dikumpulkan dengan menggunakan objek yang mengapung, itu juga sama pada ikan karang yang dikumpulkan dengan habitat dasar buatan (Uda, 1933; Kimura, 1954; Kojima, 1956; Inoue et al. 1963, 1968; Gooding, 1965; Gooding dan Magnuson, 1967; Greeblatt, 1979, diacu oleh Ibrahim et al. 1996). Menurut Kuperan et al. (1997), Artificial Reefs (ARs) yang digunakan sebagai alat pengumpul untuk menarik ikan dan menyediakan tempat berlindung bagi ikan disebut Fish Aggregating Devices (FADs). Rumpon disebut sebagai alat bantu penangkapan karena alat ini hanya bersifat membantu untuk mengumpulkan ikan pada suatu tempat (titik) , kemudian dilakukan operasi penangkapan (Subani, 1986 diacu oleh Prakoso, 2005). Penggunaan rumpon bersama bubu memberikan manfaat yang sangat besar terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk datang terutama dari ikan predator yang akan membuat ikan besar terjebak masuk ke bubu. Mikroorganisme yang menempel pada atraktor rumpon penting sebagai makanan ikan karang dikenal dengan sebutan perifiton. Biomassa perifiton yang 184 terbentuk merupakan sumber makanan alami biota air yang lebih tinggi yaitu zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan (Klumpp et al. 1992 diacu oleh Zulkifli, 2000). Perifiton sebagai bagian dari plankton merupakan salah satu organisme perairan yang sangat penting dan mempunyai peranan utama dalam siklus kehidupan di laut. Dalam kedudukannya sebagai rantai awal siklus kehidupan dalam air, plankton berfungsi sebagai produsen primer serta mampu menyediakan energi bagi organisme lain yang hidup di lingkungannya termasuk ikan (Sachlan, 1982 diacu oleh Suprato, et al. 1991). Dengan mengetahui kondisi plankton baik secara kuantitas maupun kualitas akan sangat membantu dalam penentuan populasi ikan atau biota lain yang dapat dipakai sebagai petunjuk daerah penangkapan. Perkembangan perifiton menuju kemantapan komunitasnya sangat ditentukan oleh kemantapan keberadaan substrat. Substrat dengan benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian. Setiap saat pada substrat hidup akan terjadi perubahan lingkungan sebagai akibat dari respirasi dan asimilasi, sehingga mempengaruhi komunitas perifiton. Pada substrat benda mati akan lebih menetap (permanen) meskipun pembentukan komunitas lamban maupun lebih mantap tidak mengalami perubahan, rusak atau mati (Ruttner,1974, diacu oleh Zulkifli, 2000). Tipe substrat sangat menentukan proses kolonisasi dan komposisi perifiton. Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dan alat penempelnya. Kemampuan menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian oleh arus atau gelombang yang dapat memusnahnya. Untuk menempel pada substrat, perifiton mempunyai alat penempel yaitu (1) rhizoid, seperti pada Oedogonium dan Ulothrix; (2) tangkai gelatin panjang atau pendek, seperti Cymbella, Gomphonema dan Achnanthes; (3) bantalan gelatin berbetuk setengah bulatan (sphaerical) yang diperkuat dengan kapur atau tidak, seperti Rivularia, Chaethopora dan Ophyrydium (Osborn, 1993 diacu oleh Zulkifli, 2000). Jenis perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang secara keseluruhan berjumlah 85 spesies, 70 genus, 36 famili dan 15 kelas. Dari 185 data tersebut terlihat bahwa kelas Bacillariophyceae yang mendominasi komposisi perifiton dengan jumlah spesies/jenis, genus maupun famili lebih banyak dibandingkan dengan kelas perifiton lainnya. Melimpahnya kelas Bacillariophyceae karena mempunyai alat berupa tangkai gelatin untuk melekatkan diri pada substrat tertentu ada yang bercabang atau panjang. Dengan alat ini, kelas Bacillariophyceae mempunyai kemampuan untuk menahan arus yang relatif deras (Erliana 1988 diacu oleh Arnofa, 1997). Kemampuan organisme yang menempel pada FADs spesiesnya bervariasi tergantung dari ketahanan FADs dan kondisi tekstur substrat. Hasil penelitian Ibrahim, et al. 1996 menunjukkan bahwa kepadatan organisme yang menempel pada FADs tergantung dari substrat di perairan. Ketahanan FADs dari daun kelapa relatif lebih pendek. Kepadatan organisme bertambah dalam periode tertentu tergantung dari kualitas substrat dan tidak dapat meningkatkan kepadatan organisme. Menurut Seaman dan Spraque (1991), FADs termasuk habitat buatan dapat menyediakan sumber makanan, sebagai tempat berlindung dan tempat asuhan dan tempat berpijah. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap habitat buatan seperti tipe substrat di sekitarnya, jumlah, isolasi habitat-habitat yang mirip, kedalaman, lintang, musim dan temperatur, kualitas air (salinitas, kecerahan dan bahan pencemar) arus dan produktivitas perairan. Fish Aggregating Devices (FADs) di Malaysia disebut “Unjam”, dibuat dari daun kelapa, tali pemberat dihubungkan dengan pelampung bambu dan jangkarnya terbuat dari pasir yang diisi dalam karung. Unjam ditempatkan di perairan pada kedalaman antara 5 – 60 km dari garis pantai yang dibagi antara 5 – 20 kelompok, tergantung kekayaan daerah penangkapan (Ibrahim et al. 1990 diacu oleh Ibrahim et al. 1996). Berkumpulnya ikan pada FADs dan bubu sangat tergantung dari daya penglihatannya. Menurut Moyle (1993) diacu oleh Mubarok (2003), berkumpulnya ikan sangat tergantung pada daya penglihatan, di mana setiap anggota kawanan mengikuti ciri-ciri kunci dari ikan di sekitarnya. Ketergantungan 186 terhadap penglihatan inilah yang menyebabkan kawanan ikan biasanya akan bubar. Struktur kawanan ikan dapat dibagi menjadi empat kelompok (1) bergerak (semua anggota kawanan bergerak ke suatu arah); (2) bergerombol (ikan melakukan sedikit pergerakan dan menghadap ke berbagai arah); (3) bertahan (kawanan sebagai satu unit melakukan pergerakan untuk menghindari pemangsa); dan (4) makan (dalam suatu kawanan, ikan merubah posisi dan arah secara cepat untuk mengejar mangsa). Bentuk, ukuran, kepadatan dan struktur kawanan ikan dalam suatu waktu sangat bervariasi walaupun kawanan tersebut terbentuk dari jenis ikan yang sama . Hal ini terjadi karena karakter kawanan ikan labil adaptasinya terhadap perubahan kondisi perairan (Radakov, 1972, diacu oleh Mubarok, 2003). Tingkah laku berkumpulnya ikan berkembang sebagai adaptasi dan sebagaimana bentuk tingkah laku lainnya dari suatu jenis ikan. Selain itu, tingkah laku berkumpulnya ikan juga menjamin keselarasan antara suatu jenis ikan dengan lingkungannya. Karakteristik tingkah laku berkumpulnya ikan merupakan salah satu faktor biologis yang penting untuk menentukan kebijakan dalam dunia perikanan tangkap (Radakov, 1972, diacu oleh Mubarok, 2003). Tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu beranekaragam terutama menyangkut jarak (radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama waktu, pola renang, pola gerak, interaksi ikan karang terhadap zone of influence alat tangkap bubu, serta cara ikan masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu. Jarak setiap jenis ikan karang terhadap rumpon dan bubu berbeda-beda umumnya berada antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan karang hadir di rumpon dan bubu umumnya > 30 menit. Pola renang umumnya beragam dan dominan bersifat soliter, sedangkan pola gerak yang ditampilkan beranekaragam tergantung pada jenis ikan. Begitu juga cara ikan masuk dan meloloskan diri berbeda tergantung pada jenis ikan. Ikan karang berinteraksi terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu berbeda-beda sangat dipengaruhi oleh jarak, lapisan renang (swimming layer), batas pandang (visbility) ikan terhadap benda-benda yang 187 berada di perairan, kecepatan renang, pola renang dan pola gerak ikan di sekitar alat tangkap. Setiap alat tangkap mempunyai zona pengaruh yang berbeda-beda terhadap tingkah laku ikan. Menurut Nikonorov (1975), dalam menguji zona pengaruh dari suatu alat tangkap diasumsikan bahwa zona pengaruh alami terhadap tingkah laku ikan yang di determinasi tergantung dari disain suatu alat tangkap. Zona pengaruh mempunyai efek yang berbeda terhadap tingkah laku ikan tergantung dari disain suatu alat tangkap. Penggunaan bubu bersama rumpon sangat berperan dalam proses penangkapan ikan karang. Hal tersebut bisa dilihat dari kemampuan rumpon untuk mengumpulkan ikan-ikan untuk mempermudah proses penangkapan bubu. Dari hasil penelitian terlihat bahwa tingkah laku ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu ternyata berbeda-beda menurut jenis ikan. Jarak ikan terhadap bubu dan rumpon, pola renang dan pola gerak berbeda-beda menurut jenis ikan. Informasi ini penting dibutuhkan untuk menentukan posisi penempatan bubu dan rumpon di perairan dalam penangkapan ikan karang. Jarak ikan karang terhadap rumpon dan bubu serta pola geraknya menentukan pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu dan peranan rumpon dalam memperbesar zona pengaruh (field of influence) alat tangkap bubu. Penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang merupakan suatu inovasi yang baru dicobakan di lokasi penelitian. Menurut Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa inovasi adalah sesuatu ide, perilaku, produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat dalam suatu lokalitas tertentu, atau dapat mendorong terjadinya perubahanperubahan di segala aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat yang bersangkutan. Pengertian inovasi sendiri merupakan perpaduan antara alat dan cara, teknik atau metode yang diterapkan dalam bidang tertentu. Perpaduan antara alat dan cara, teknik atau metode disebut teknologi. Teknologi terdiri dari dua dimensi yaitu ilmu pengetahuan (science) dan rekayasa (engineering), dimana keduanya 188 saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Teknologi dapat berupa teknik, metode atau cara serta peralatan yang dipergunakan untuk menyelenggarakan pelaksanaan suatu rancangan transformasi input menjadi output, dengan sasaran tertentu yang didasarkan atas science dan engineering tercapai (Sewoyo, 2001 diacu oleh Bugis, 2006). Ditinjau dari dimensi teknologi tersebut makan defenisi teknologi penangkapan ikan adalah seluruh teknik, metode, cara serta peralatan yang digunakan untuk menangkap ikan khusus ikan karang Teknologi penangkapan ikan karang dibagi dalam dua kategori berdasarkan dampak negatif yang diakibatkan oleh pengoperasian alat tangkap yaitu legal fishing dan destructive fishing (Sewoyo, 2001 diacu oleh Bugis, 2006). Akibat dari pengembangan metode penangkapan ikan karang yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan, mengakibat terjadinya degradasi terhadap sumberdaya terumbu karang. Pengaturan posisi penempatan bubu dan rumpon di perairan merupakan suatu penyempurnaan terhadap teknologi penangkapan ikan karang. Pengaturan posisi penempatan bubu dan rumpon di perairan diharapkan ikan-ikan yang tertangkap akan terseleksi sehingga peluang ikan yang tertangkap akan berkurang serta mengurangi laju degradasi sumberdaya ikan di terumbu karang. Penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang dapat digunakan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya terumbu karang. Upaya ini perlu dilakukan dalam mewujudkan tujuan pengelolaan perikanan yang diamanatkan dalam UU No. 31 Tahun 2004. Pengertian pengelolaan perikanan menurut UU No. 31 Tahun 2004 adalah semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi, analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan, dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati dan tujuan yang disepakati. 189 Menurut Soekarno (2000), mengelola perikanan terumbu karang adalah suatu usaha memanfaatkan komoditi perikanan di terumbu karang secara optimal dan berkelanjutan. Ada empat aspek yang perlu diperhatikan sebagai indikator pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya pengelolaan perikanan karang yang berkaitan dengan penggunaan bubu dan rumpon dalam penangkapan ikan karang antara lain : (1) Ekologi Pemasangan rumpon bersama bubu dalam penangkapan ikan karang merupakan salah satu cara untuk mengurangi laju kerusakan terumbu karang, dimana para nelayan tidak saja menangkap ikan pada terumbu karang yang masih baik, tetapi dapat juga pada terumbu karang yang sudah mengalami degradasi. Penempatan rumpon di perairan karang di maksud untuk melindungi ekosistem karang yang masih baik sehingga laju penangkapan ikan karang di terumbu karang yang masih baik dapat ditekan agar ikan karang terus berkembangbiak dan menjadikannya sebagai bank ikan. Upaya ini perlu dilakukan untuk melindungi sumberdaya terumbu karang sebagai salah satu tujuan konservasi. Pemasangan rumpon dan bubu pada lokasi terumbu karang yang sudah rusak diibaratkan mirip terumbu karang alami, dimana rumpon akan berfungsi sebagai tempat berlindung dan menyediakan makanan bagi ikan-ikan terutama ikan target. Diharapkan proses rekruitmen terhadap populasi ikan karang akan terus meningkat sehingga ikan-ikan akan beruaya ke lokasi pemasangan rumpon dan mendekati alat tangkap bubu, akhirnya masuk dan tertangkap. (2) Biologi Penangkapan ikan karang dengan alat tangkap bubu bersama rumpon tidak memberikan dampak negatif terhadap sumberdaya ikan karang dan lingkungannya asalkan dilakukan dengan metode penangkapan yang tepat. Ikan-ikan yang tertangkap akan terseleksi berdasarkan kedalaman penempatan bubu dan rumpon. Pengaturan ini akan membuat perimbangan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan di terumbu karang dan sekaligus menekan kerusakan karang. Selama ini salah 190 satu faktor penyebab kerusakan karang terbesar berasal dari tekanan penangkapan. Dengan demikian ikan-ikan yang menjadi target penangkapan akan mudah dikontrol serta akan ada kesempatan bagi ikan karang untuk meningkatkan populasinya melalui proses akumulasi. Bila terumbu karang terjaga ikan akan melimpah sehingga produksi ikan karang terus meningkat . (3) Ekonomi Penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon tidak membutuhkan biaya yang besar. Material pembuatan alat tangkap dan alat bantu penangkapan ini dapat diperoleh dengan mudah di lokasi usaha. Selain itu, pengontrolan dapat dilakukan dengan mudah tanpa harus membuang bahan bakar dan tenaga untuk mencari daerah penangkapan ikan kemana-mana. Usaha penangkapan dapat dilakukan baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok karena pengoperasian penangkapan tidak sulit. Bila usaha penangkapan ikan karang berkembang dengan baik, maka sumber pendapatan nelayan akan terus meningkat. (4) Sosial budaya Penggunaan bubu dalam penangkapan ikan karang bukanlah hal baru bagi para nelayan. Namun usaha penangkapan bubu bersama rumpon merupakan teknologi penangkapan yang masih jarang dilakukan, sehingga hasil-hasil penelitian yang sudah dilakukan perlu disosialisasikan bagi para nelayan agar teknologi ini dapat dipahami dan dipraktekan. Bila usaha penangkapan bubu bersama rumpon berkembang dengan baik, niscaya nelayan tidak akan kehilangan lapangan pekerjaannya. Menurut Cochrane (2002) diacu oleh Mangga Barani (2005) tujuan (goal) umum dalam pengelolaan perikanan meliputi 4 (empat) aspek terdiri atas: (1) Ekologi Meminimalkan dampak penangkapan ikan bagi lingkungan fisik serta sumberdaya non-target (by-catch), serta sumberdaya lainnya yang terkait. 191 (2) Biologi Menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau di atas tingkat yang diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas. (3) Ekonomi Memaksimalkan pendapatan nelayan. (4) Sosial Memaksimalkan peluang kerja/ mata pencaharian nelayan atau masyarakat yang terlibat. Implikasi dari penelitian ini jika dikaitkan dengan program pengelolaan terumbu karang yang saat ini sedang dikerjakan oleh proyek COREMAP-II Departemen Kelautan dan Perikanan, diharapkan teknologi penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon dapat meminimalisir kerusakan terumbu karang dalam membantu upaya perlindungan terumbu karang. Bila sumberdaya terumbu karang terjaga dan terpelihara, maka ikan-ikan akan berkembang dan melimpah sehingga para nelayan tetap bisa melanjutkan usaha dan tidak kehilangan mata pencahariannya. 7 KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Rumpon mampu mengumpulkan ikan karang sebagaimana terlihat dari akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada bagian atraktor rumpon tumbuh komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan bagi sebagian jenis ikan yang berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas Bacillariophyceae, namun komposisi perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor, yaitu atraktor lontar (Borassus flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada rumpon lontar, jenis perifiton dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada rumpon gewang/gebang adalah Chroococcus sp. Selama penelitian ini, berhasil terkumpul di rumpon sebanyak 1190 individu ikan karang terdiri atas 62 spesies (42 genus dan 22 famili), di sekitar bubu sebanyak 1230 individu, terdiri atas 47 spesies (34 genus dan 20 famili. Ikan-ikan tersebut umumnya adalah kelompok ikan famili utama (mayor). Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya lebih dari 30 menit (resident). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon dan bubu umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati rumpon/bubu dari arah depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik turun dan berada di atas dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of influence) bubu terhadap ikan ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat permukaan, pertengahan, di samping dan di dasar bubu dan rumpon. Tingkah laku ikan karang di luar bubu, lama waktu ikan karang masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu berbeda menurut jenis ikan. Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili). Di lokasi yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon mempunyai hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan dari bubu rumpon kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih muda. Jenis ikan karang terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata. Tiga jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii, Ctenochaetus 193 striatus dan Scarus ghobban. Di lokasi yang didominasi karang keras (L1), dua genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari oleh bubu, baik dengan rumpon maupun tanpa rumpon, adalah Chaetodon dan Ctenochaetus, sedangkan jenis ikan yang banyak tertangkap pada siang hari adalah Chaetodon dan Cheilinus. Di lokasi yang didominasi karang lunak (L2), genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari adalah Chaetodon dan Cheilinus, sedangkan pada siang hari adalah Chaetodon, Cheilinus dan Siganus. Data dari sampel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu di antara ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar, dan tanpa rumpon) karena lama waktu pemasangan rumpon dan waktu operasi penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan kesempatan untuk ikanikan lebih lama berkumpul dan masuk ke bubu. 7.2 Saran Penelitian ini menghasilkan informasi tingkah laku ikan yang masih terbatas. Di masa depan, beberapa penelitian lanjutan diharapkan dapat menjelaskan secara rinci: 1) Hubungan antara perifiton dan kehadiran ikan karang di rumpon dan bubu 2) Pola interaksi setiap jenis ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon 3) Pengaruh pasang surut dan arah arus terhadap posisi penempatan rumpon dan bubu dalam penangkapan ikan karang. 4) Pengaruh bentuk, jarak dan jumlah rumpon dan penempatannya di perairan terhadap hasil tangkapan bubu. bubu serta posisi DAFTAR PUSTAKA Adrim M. 1993. Pengantar studi ekologi komunitas ikan karang dan metoda pengkajiannya dalam Kursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan Kondisi Terumbu Karang. Puslitbang Oseanologi, LIPI, Jakarta. 34 hal. Allen GR and RC Steene. 1990. Reefs fishes on the Indian Ocean. Marine Science and Technology Perth Australia. Allen, GR. and RC Stenee. 2002. Indo-Pacific coral reef field guide, Tropical Reef Research. 378 p. Alwi, MJ. 2004. Analisis kesesuaian lokasi rumpon dalam menunjang kelestarian terumbu karang. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Indonesia. Balitbangda Provinsi Sulawesi Selatan. http://www.litbangda-sulsel go.id. 13 hal. A.P.H.A (American Public Health Association) 1989. Standard methods for examination of water and wastewater. 17 th Edition, Washington DC. Pp : 1044-1075. Archdale MV, K Anraku, T Yamamoto and N Higashitani. 2003. Behaviour of the Japanese rock crab Ishigani Charybdis japonica towards two collapsible baited pots : Evalaution of capture effectiveness. Faculty of Fisheries, Kagosshima University, Kagoshima, Japan. Fisheries Science 2003; 69 : 785 -791. Arnofa. 1997. Eko-struktur perifiton pada padang lamun di perairan Sekantung, Teluk Banten, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 100 hal. Asikin T. 1985. Petunjuk teknis usaha perikanan payaos. INFIS Manual Series No.13. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta. Hal: 6-18. Atapattu. 1991. The experience of fish aggregating devices (FADs) for fisheries resource enhancement and management in Sri Lanka. Papers presented at the symposium on Artificial Reefs and Aggregating Devices as Tools for the management and enhancement of marine fishery resources. IndoPasific Fishery Commission (IPEC) and FAO. RAPA Report : 1991/11. Colombo, Sri Langka, Bangkok. 14-17 May 1990. IPFC. Pp : 16-40. Barretto EFC and RI Miclat. 1988. A study fish recruitment in a bamboo artificial reef in The Philippines. Report of The Workshop On Artificial Reefs Development and Management, Penang, Malaysia. Pp: 117-129. Baskoro MS dan A Effendy. 2005. Tingkah laku ikan hubungannya dengan metode pengoperasian alat tangkap ikan. Departemen Pemanfaatan 195 Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. 340 hal. Baskoro MS. 2006. Alat penangkapan ikan berwawasan lingkungan. Kumpulan pemikiran tentang teknologi penangkapan ikan yang bertanggungjawab. Kenangan Purnabakti Prof.Dr.Ir. Daniel R. Monintja. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB. Hal : 7-19. Bell JD and R Galzin. 1985. Influence of live coral cover on soral reef fish community. Proc. 4th. Int. Coral Reef Symp.2. Pp: 503-508. Bergstrom M. 1983. Review of experiences with and present knowledge about fish aggregating devices. BOBP/WP/23 - pp 56. Boy RL and BR Smith. 1984. An improved FAD mooring line design for general use in Pasific Island Countries, SPC/Fisheries 15/WP.2. 77 p. Brandt AV. 1964. Fish catching methods of the world. Fishing News (Books) Ltd London. 191 : 46;49. Brand AV. 1984. Fish Catching methods of the world. Fishing News Books Ltd. Farhan. Surrey. England. 418 p. Brower JE dan JH Zar. 1990. Field and laboratory method for general ecology, Third Edition. Wm.C. Brown Publisher.Dubuque, Lowa. 237 p. Bugis Z, 2006. Strategi pengelolaan sumberdaya perikanan untuk pemanfaatan berkelanjutan (Kasus: Kepulauan Ayau, Kabupaten Raja Ampat, Provinsi Irian Jaya Barat) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 118 hal. Cochrane KL. 2002. A fishery Manager's guidebook: Management measures and their application. FAO Fisheries Technical Paper, No. 424, Rome. FAO. 231 p Choat JH and DR Bellwood. 1991. Reef fish. Their history and evolution in Sale PF (Eds). The ecology of fishes on coral reef. Academic Press, INC, San Diego. 754 p. CV Dinar. 1999. Prospek bisnis perdagangan ikan karang melalui penangkapan yang ramah lingkungan. Prosiding Semiloka Penangkapan Perdagangan Ikan Karang Hidup di Indonesia, Denpasar 1-4 Maret 1999. Telapak Indonesia Jaring Pela bekerjasama dengan World Resource Institute The Nature Concervacy International Marine Life Alliance WWF Wallacea KEHATI. Hal: 80-81. 196 Dahuri RH, J Rais, S.P Ginting dan MJ Sitepu. 1996. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT Pradnya Paramita Jakarta. 305 hal. Davis CC. 1955. The marine and freshwater plankton. Michigan State University Press. 562 p. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2004. Peluncuran (Launching) COREMAP II - Terumbu karang sehat, Ikan berlimpah. Artikel 30 September 2004. Source : http://www.dkp.go.id.Surat. 2 hal. Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2004. Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Undangundang Perikanan. 30 hal. (Deptan) Departemen Pertanian Republik Indonesia. 1997. Surat Keputusan Menteri Pertanian, 1997 Nomor. 51/Kpts/IK. 250/1/97 tentang Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon, Jakarta. 13 hal. De San M. 1982. Fish Aggregating devices or payaos. F1/DF/DAS/73/025 Working Paper FAO, Rome. 24 p. Direktorat Jendral Perikanan,. 1991.Potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut di Indonesia. Ditjen Perikanan, Jakarta. 109 hal. Direktorat Jendral Perikanan. 1995. Penggunaan payaos/rumpon di Indonesia, Jakarta. 11 hal. D’Itri. 1985. Artificial reefs marine and freshwater aplications. Lewis Publishers, Michigan, USA. 589 p. Djatikusumo EW. 1975. Dinamika populasi Ikan. Akademik Usaha Perikanan, Jakarta. Hal: 30-32. Edrus IN dan AR Syam. 1998. Sebaran ikan hias suku Chaetodonthidae di perairan karang Pulau Ambon dan peranannya dalam penentuan kondisi terumbu karang. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia,1998, IV : 1-10. Erliana KC.1988. Struktur komunitas dan kelompok perifiton pada substrat kaca DAS Ciliwung, Daerah Tugu dan Sempur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 55 hal. Effendie I. 2002. Pengaruh penggunaan rumpon pada bagan apung terhadap Hasil tangkapan [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 45 hal. 197 FAO. 1968. Modern fishing gear of the world. London . Fishing News Book Ltd. P. 1- 607. Fitri ADP.2002. Ketajaman penglihatan mata ikan Juwi (Anodontostoma chacunda) dan aplikasinya pada proses penangkapan pukat cincin mini. [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 91 hal. Ferno A and S Olsen. 1994. Marine fish behaviour in capture and abundance estimation . Fishing News Book. Harnolls Ltd. Bodmin. Cornwall. Britain. 221 p. Fraenkel GS and DL Gunn. 1961. The Pub;ications. Inc. NY. 376 pp. orientation of animals. Dover Furevik DM. 1994. Behaviour of fish in relation to pots.In Ferno, A and S. Olsen, Editor. Marine Fish Behaviour in Capture and Abundance Estimation. Fishing News Books. 221: 28 - 44. Girsang ES. 2004. Kajian terhadap perifiton dan hubungannya dengan keberadaan ikan pelagis pada rumpon di perairan Pasuruan, Selat Sunda [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 127 hal. Gloerfelt, T.T and P.J Kailola. 1984. Trawled fishes of Southern Indonesia and Northwestern Australia. Published by Australian Development Assistance Bereau.Directorate General of Fisheries, Indonesia. Gema Agency for Technical Cooperation. 406 p. Gooding RM. 1965. A raft for direct subsurface observation at sea. US Fish. Wildl. Serv. Spec. Sci.Rept-Fish, 517: 5 pp Gooding RM and JJ Mangnuson. 1967. Ecological significance of a drifting object to pelagic fishes. Pac. Sci. 21: 486-497. Greeblatt PR. 1979. Association of tuna with flotsam in the Eastern Tropical Pacific. Fish. Bull, US. 71:147-155 Gunarso W. 1974. Suatu pengantar tentang tingkah fish behaviour dalam hubungannya dengan fishing techniques dan fishing tactics. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 60 hal. Gunarso W. 1985. Tingkah laku ikan dalam hubungan dengan alat, metode dan teknik penangkapan. Diktat Kuliah [tidak dipublikasikan], Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 149 hal. Harmelin-Vivien ML.1979. Ichtyofaune des recifs corallines de tuler (Madagascar) : Ecologe et relations thropiques. These doc. Es-Sciences 198 de La Mer et de L'environment AL' Universite d' aux Marseille II. France. Hartati ST, Awwaludin dan IS Wahyuni. 2004. Kelimpahan dan komposisi jenis hasil tangkapan bubu di perairan Gugus Pulau Kelapa Kepulauan Seribu. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 2004, 10: 29-51. Hela I and T Laevastu. 1970. Fisheries oceanography. New Ocean Environmental Service. Fishing News (Books) LTD, London. 238 p. Helviana. 1998. Struktur komunitas ikan karang pada ekosistem terumbu karang rusak di perairan Pesisir Timur Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 84 hal. High WL and AJ Beardsley. 1970. Fish behaviour studies from and undersee habitat. Comm. Fish. Ref, 1970, 31-7. Hutomo M. 1986. Komunitas ikan karang dan metode sensus visual. Lembaga Oseanologi Nasional-LIPI, Jakarta. Ibrahim S, MO Ambak, L Shamsudin dan MZ Samsudin. 1996. Importance of Fish Aggregating Devices (FADs) as substrates for food organisms of fish. Fisheries and Marine Science Center, University Pertanian Malaysia. Fisheries Research 27 (1996) 265 - 273. Imawati N. 2003. Studi tentang kepadatan ikan pelagis di sekitar rumpon di perairan Pasuruan Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 57 hal. Inoue M, R Amano and Y Iwasaki. 1963. Studies on environments alluring skipjack and other tunas-I. On the oseanographical conditions of Japan and adjacent waters and the drifting substances accompanied by skipjack and other tunas. Rep. Fish.Res.Lab, Tokyo University, 1: 12-23. Inoue M; R Amano and Y Iwasaki. 1963. Studies on environments alluring Skipjack and other tunas-II. On the driftwoods accompanied by skipjack and other tunas. Bull. Japan. Soc. Sci. Fish, 34:283-287. Ibrahim S, G Kawamura and MA Ambak. 1990. Effective range of traditional Malaysian FAD as determined by fish-releasing method. Fish. Res, 9 : 299-306. Irawati R. 2002. Studi tingkah laku pelolosan Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus) pada bubu yang dilengkapi dengan celah pelolosan (escaping gaps) [skripsi]. Bogor : Program studi Pemanfaatan sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 103 hal. 199 Isa MMH, Kohno, H Ida, HT Nakamura, A Jainal, and SASA Kadir.1998. Field guide to important commercial marine fishes of the South China Sea. Marine Fishery Resources Development and Management Departemen. Southeast Asia Fisheies Development Center. 287 p. Iskandar MD dan Diniah. 1996. Studi pendahuluan modifikasi bubu berumpon untuk penangkapan Kakap Merah (Lutjanus sp) di Cisolok, Kabupaten Sukabumi [laporan penelitian]. Bogor : Disampaikan dalam seminar hasil-hasil penelitian, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 13 hal. Iskandar BH dan W Mawardi. 1996. Studi perbandingan keberadaan ikan-ikan karang nokturnal dan diurnal tujuan penangkapan di terumbu karang Pulau Pari, Jakarta Utara [laporan penelitian]. Bogor : Disampaikan dalam seminar hasil-hasil penelitian, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 13 hal. Jennings S; MJ Kaiser, and JD Reynolds. 2001. Marine fisheries ecology. Blackwell Publishing. 417 p. Jester DB. 1973. Variations in catch ability of fishes with color of gillnets. Trans. Am. Fish. Soc. 102: 109-115. JICA. 2001. Net Fishing (Pot Fisheries) Fishing technology. Textbook Vol.8. Regional Fisheries Training Project, Japan International Cooperation Agency (JICA), Caribbean Fisheries Training and Development Institute (CFTDI) Trinidad and Tobago. 27 p. Kaufman LH. 1980. Stream aufwuchs accumulation processe effect of ecosystem depopulation Hydrobiologia. 20: 75-81. Kenelly SJ and JR Craig. 1989. Effect of trap design, independence of traps and bait on sampling populations of spanner crabs Ranina ranina. Marine Ecology Progress Series, Agriculture and Fisheries Research Institute Australia, 1989; 51 : 49 – 56. Klumpp DW, JS Saliti-Espinosa and MD Fortes. 1972. The role of epiphytic periphyton and macroinvertebrata grazers in the tropic flux of a tropical seagrass community. Aquatic Botany, 43: 327-349. Krebs CJ. 1972. Ecology the experimental analysis of distribution an abundance. Harper Internationalled Harperanrow Publ. London. 694 p. Kuiter RH. 1992. Tropical reef fish of The Western Pasific Indonesia adjacent water. Gramedia, Jakarta. 314 p. KuperanV, MN Kusairi, and TS Yew. 1997. Income impact of ARs a Malaysian case study. Edited by Pollnac, RB and JJ. Ponggie. Fish Aggregating 200 Devices in developing countries : Problems and perpectives. An ICMRD Publication. Lionberger HF dan PH Gwin. 1983. Commnication strategies. Illinois : The Interstate Orienters and Publisher, Inc, New York. Mangga Barani H. 2005. Model pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap : kasus perairan laut Sulawesi Selatan bagian Selatan [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 94 hal. Mardikanto T. 1993. Penyuluhan pembangunan pertanian. Sebelas Maret University Press, Surakarta. 401 hal. Marschiavelli MIC. 2001. Analisis struktur dan kondisi ikan karang pada ekosistem terumbu karang di perairan pesisir Nusa Penida Bali [skripsi]. Bogor : Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 70 hal. Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. 69 hal. Mawardi MI. 2001. Pengaruh penggunaan jenis umpan terhadap hasil tangkapan ikan karang pada alat tangkap bubu (trap) di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 81 hal. Mckeown B. 1985. Fish migration. Croom Helm London and Sydney. Timber Press. 224 : 5. Mc Connaughey BH and R Zottoli. 1983. Pengantar biologi laut bagian pertama. The Antilles Proceedings 3nd International Coral Reef Symposium, 2 : 267-274. Meyer HL and JV Marriner. 1976. Retention and escapement characteristic of pound-head mesh size. Trans. Am. Fish. Soc. 3: 370-379. Monintja RD, MS Baskoro, S Martasuganda dan A Purbayanto. 1990. Studi tentang rancang bangun Fish Aggregating Device untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas penangkapan Cakalang dan Tuna di Perairan Selatan Jawa [laporan penelitian]. Bogor :Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 23 hal. Monintja DR dan S Martasuganda. 1990. Teknik pemanfaatan sumberdaya hayati laut II. [Diktat]. Proyek peningkatan S1, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal : 25-26. 201 Monintja DR, JJ Widodo dan MFA Sondita. 2003. Pengkajian pemanfaatan rumpon untuk penangkapan ikan pelagis : Antisipasi terhadap Code of Conduct for Responsible Fisheries. Laporan RUT VIII. Kementrian Riset dan Teknologi Republik Indonesia, LIPI, Jakarta. 96 hal. Moyle PB. 1993. Fish an enthusiast's guide.Chris Mari Van Dych. Illustrator Los Angeles. University of California, Press. Mubarok MA. 2003. Pengaruh warna cahaya yang berbeda terhada tingkah laku berkumpulnya juvenile kerapu tikus (Cromileptes altivelis) [skripsi]. Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 61 hal. Nagelkerken W. 1981. Dsitribution of the groupers and snappers of the Netherlands Antilles Proceedings 4nd International Coral Reef Symposium, 2 : 479-484. Nasution HA. 2001. Uji coba bubu buton di perairan Pulau Batanta, Kabupaten Sorong, Propinsi Papua [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 71 hal. Newell GG and RC Newell. 1963. Marine plankton a practical guide Hutchington Educational Ltd. London Melbourne. Sydney-New York. 207 p. Nikonorov IV. 1975. Interaction of fishing gear with fish aggregations. Keter Publishing House Jerusalem Ltd. 215 p. Nomura M. 1981. Fishing techniques (2). Japan International Cooperation Agency, Tokyo. 183 p. Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Percetakan Ikrar Mandiriabadi. P. 372 : 119-120. Nybakken, JW. 1988. Biologi laut : Suatu pendekatan ekologis. Percetakan PT Gramedia, Jakarta. 459 : 326-327. Odum EP. 1971. Fundamental ecology. W.B Sounder,Co, Philadelphia. 574 p. Odum EP. 1975. Ecology : the link between the natural social science 2nd. (Modern Biology Series) Hol.Rinehart and Winston: 48-57. Omma Nney. 1982. Fakta kehidupan di dalam air dalam ikan. Penerbit Tira Pustaka. Hal : 35-44. Osborn LL. 1983. Colonization and Recovery of lothic epipilic communities a metabolic approach. Hydrobiologia, 99: 29-36. 202 Pentury B, HBH Iskandar dan W Mawardi. 1995. Studi tentang tingkah laku ikan karang di Pulau Pari, Kepulauan Seribu Jakarta [laporan penelitian].Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 30 hal. Prakoso G. 2005. Penggunaan attractor dalam pengoperasian alat tangkap bubu Ranjungan di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 67 hal. Purbayanto A, RI Wahyu, dan S Tirtana. 2006. Selektivitas bubu yang dilengkapi dengan celah pelolosan terhadap ikan Kakap (Lutjanus sp. Bleeker). Gakuryoku, 2006, XII : 92-98. Pramono J. 2006. Perikanan bubu dan peluang pengembangannya di sekitar lokasi Sea Farming Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 86 hal. Purwanti DR. 2004. Dinamika struktur komunitas ikan karang pada pagi, siang dan sore hari di perairan Pulau Payung Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor : Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 87 hal. Rab T. 1988. Pengantar fisiologi ikan. Penerbit Yayasan Abdurrab Pekanbaru, Riau. 81 hal. Radakov DV. 1972. Schooling in the ecology of fish. Israel Program for Scientific Translation. Jerusalem-London. 270 p. Razak A, K Anwar dan MS Baskoro. 2005. Fisiologi makan ikan. Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 108 hal. Reiliza F. 1997. Studi tingkah laku ikan hias terhadap alat tangkap bubu kawat tipe buton di perairan Karang Pulau Sekepal, Lampung Selatan [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 67 hal. Redjeki S, Mayunar dan A Basyarie. 2005. Pengaruh musim gelap dan terang terhadap penggunaan bubu di Teluk Lada, Citeureup Pandeglang. Jurnal Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 2005, 12 : 69-72. Reppie E, DR Monintja, MFA Sondita, I Jaya dan VPH Nikijuluw. 2006. Struktur asosiasi spesies target pada terumbu karang buatan di Perairan Selat Bangka, Kabupaten Minahasa Utara. Buletin PSP,2006, XV, 50-71. 203 Risamasu FJL. 2000. Studi Perbandingan Terumbu Karang Buatan : Modul Kayu, Modul Bambu dan Modul Beton Di Perairan Hansisi, Semau, Kupang [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 127 hal. Rumajar TP. 2001. Pendekatan sistem untuk pengembangan perikanan ikan karang dengan alat tangkap bubu di Perairan Tanjung Manibaya Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 94 hal. Ruttner F. 1974. Fundamentals of limnology. Third Edition. University of Toronto Press, Toronto. 307 p. Sachlan M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan UNDIP, Semarang. Hal : 5 – 10. Sadhori N. 1985. Teknik penangkapan ikan. Angkasa, Bandung. 80 hal. Sainsbury JC. 1996. Comercial fishing methods. An introduction to vessels and gears. Third Edition. Fishing News Books. 359 p. Saldika AD. 2007. Studi preferensi pakan alami ikan Kerapu Balong (Epinephelus merra) di Perairan Hansisi, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang [Skripsi]. Kupang: Jurusan/Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Sekolah Tinggi Ilmu dan Teknologi Nusantara Kupang. 70 hal. Sale PF. 1991. The ecology of fishes on coral reefs. Academic Press.San Diego. 754 p. Samples KC and JT Sproul. 1985. Fish aggregating devices (FADs) and open access commercial Fisheries, a theoritical inquiry. Bul. Mar. Sci. 37 : 305-317. Seaman WJr. And LM. Sprague. 1991. Artificial habitats for marine and freshwater fisheries. Academic Press, INC Harcourt Brace Jovanovich, Publishers., San Diego, California. 285 p. Sewoyo S. 2001. Pendayagunaan teknologi tepat guna untuk pengembangan potensi pedesaan. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah : Sumberdaya Alam, Sumberdaya Manusia, Teknologi. Pusat Pengkajian Kebijakan Teknologi Pengembangan Wilayah, BPPT, Jakarta. Sondita MFA 1986. Studi tentang peranan pemikatan ikan dalam operasi Purse Seiner milik PT Tirta Raya Mina (Persero), Pekalongan [Karya Ilmiah]. Bogor: Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 78 hal. Soedharma D. 1995. Studi komunitas perifiton dan komunitas ikan pada terumbu ban dan bambu di Teluk Lampung. Prosiding Seminar Hasil Penelitian Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal : 99-113. 204 Soekarno 2000. Pengelolaan perikanan terumbu karang. Artikel Kalawarta, Vol. 4 (1). 2 halaman. Soemarto 1962. The Rumpon Fishing Method Fisheries. Departemen Faculty of Agriculture. The University of Tokyo. Subani W. 1972. Alat dan cara penangkapan ikan di Indonesia. Jilid 1. Lembaga Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. Hal: 85-104. Subani W. 1986. Telaah penggunaan rumpon dan payaos dalam perikanan Indonesia. Jurnal Penelitian perikanan Laut, PPPL, Jakarta, 35: 35-45. Subani W dan HR Barus. 1988. Alat penangkapan ikan dan udang laut di Indonesia. Jornal Penelitian Perikanan Laut, No. 50 Tahun 1988/1989. Edisi khusus. 240 hal. Suci LH. 1993. Studi tentang perbedaan jenis bubu terhadap hasil tangkapan ikan hias di perairan Citeureup, Pandeglang, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 66 hal. Suharyanto 2003. Kajian respons udang galah terhadap kejutan listrik arus bolak balik dalam tangki percobaan skala laboratorium[tesis].Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 102 hal. Suprato, Wasilun dan K Wagiyo. 1991. Kelimpahan fitoplankton dan kondisi oseanografi di Perairan sekitar Kepulauan Karimun dan P. Bawean. Jurnal Penelitian Perikanan Laut,1991, 62, 21-27. Supriharyono. 2000. Pengelolaan ekosistem terumbu karang. Penerbit Djambatan, Jakarta. 118 hal. Syakur A. 2000. Komunitas ikan karang pada ekosistem terumbu karang ponton bodong dan toyapakeh, Nusa Penida Bali [skripsi]. Bogor : Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 64 hal. Syandri H. 1988. Tingkah laku ikan. Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta, Padang. 63 hal. Tamimi M and DG Bengen. 1993. Spatial variability and interaction between habitat and fish species on Sekepal Island and Belebuh (South Lampung) (Makalah dibawakan pada seminar Internasional ikan karang di Maumere. 13 hal. Terangi 2004. Panduan dasar untuk pengenalan ikan karang secara visual .Indonesia. Indonesian Coral Reef Foundation (TERANGI). http://terangi.or.id/publications/pdf/pandikan.pdf [Maret 2004]. 24 hal. 205 Tim Pengkaji Rumpon Fakultas Perikanan IPB. 1987. Laporan akhir survei lokasi dan desain rumpon di perairan Ternate, Tidore, Bacan, dan sekitarnya (Laporan). Bogor : Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Hal : V: 54-58. Tirtana S. 2003. Selektivitas ukuran ikan Kakap (Lutjanus sp) pada bubu yang dilengkapi dengan celah pelolosan (escaping gaps) (skripsi). Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 60 hal. Tiyoso SJ. 1979. Alat-alat penangkapan ikan tidak memungkinkan ikan kembali (non return traps) (Karya Ilmiah). Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hal : 6-9. Uda M. 1933. Types of skipjack schools and their fishing qualities. Bull. Japan. Soc. Sci. Fish, 2 (3): 107-111. Urbinus MP.2000. Pengaruh ukuran umpan buatan terhadap komposisi hasil tangkapan pancing tonda di perairan Kabupaten Sorong, Propinsi Papua. (skripsi). Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 56 hal. Warta. 2004. Kondisi ekosistem terumbu karang sebagai sumberdaya perikanan di Kepulauan Seribu, Jakarta. Penelitian Perikanan Indonesia Edisi Akuakultur, 2004, 10 : 1- 6. Wahyuni IG. 1995. Pengaruh posisi pemasangan vertikal alat tangkap bubu kawat tipe buton berumpon terhadap hasil tangkapan di perairan Belebuh, Lampung Selatan [skripsi]. Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 57 hal. Ward HB and GC Whipple. 1959. Freshwater biology. Second Edition. Edited by W.T Edmondson. New York London. John Wiley and Sons. INC. 1248 p. Wetzel RL. 1979. Methods and measurements of perifiton communities: A Reviews American Society for Testing and Materials. Philadelphia. 200 p. Wetzel RL. 1982. Limnology. Second Edition. Saunders College Publishing Philadelphia. 743 p. Wiradika. 2006. Studi keanekaragaman jenis palem di Cagar Alam Telaga Warna, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Program Studi Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 61 hal. 206 Wijoyo NS. 2002. Tingkat perubahan temporal tipe substrat dasar dan ikan karang, Ekosistem Terumbu karang di Perairan Nusa Penida, Bali Tahun 1998 – 1999 [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 86 hal. Witono JR. 1998. Koleksi palem Kebun Raya Bogor. Vol. I, No.1. UPT Balai Pengembangan Kebun Raya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 41 hal. Witono JR, A Suhatman, N Suryana dan RS Purwantoro. 2000. Koleksi palem Kebun Raya Cibodas. Vol. II, No. 1. Cabang Balai Kebun Raya Cibodas. UPT Balai Pengembangan Kebun Raya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 66 hal. White AT. 1987. Coral reefs valuable resources of South East Asia ICLARM Education Series I, International Centre for Living Aquatic Resources Management, Manila-Philipina. 36 p. Yamaji L. 1976. Illustration of marine plankton of Japan. Hoikusha Publishing Co, Ltd Japan. 360 p. Yuspardianto. 1998. Studi tentang efektivitas terumbu karang buatan sebagai Fish Aggregation Device di perairan Pulau Sauh, Sumatera Barat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 229 hal. Yusfiandayani R. 2004. Studi tentang mekanisme berkumpulnya ikan pelagis kecil di sekitar rumpon dan pengembangan Perikanan di perairan Pasauran, Propinsi Banten [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 229 hal. Yustika Y. 2006. Tingkah laku ikan Kepe-Kepe (Cheilmon rostratus) terhadap variasi spectrum cahaya [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 69 hal. Zhou S and TC Shirley. 1997. Behavioural responses of red king crab to crab pots. Fisheries Research , Juneau Center, School of Fisheries and Ocean Science, University of Alaska Fairbanks, USA, 1997; 30 : 177-189. Zulkarnain. 2002. Studi tentang penggunaan rumpon pada bagan apung di Teluk Pelabuhan Ratu, Jawa Barat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 116 hal. Zulkifli. 2000. Sebaran spasial komunitas perifiton dan asosiasinya dengan lamun di perairan Teluk Pandan Lampung Selatan [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 107 hal. Lampiran 1 Rumpon yang digunakan dalam penelitian (a) Rumpon dengan jenis atraktor yang berbeda (b) Bentuk jangkar rumpon 208 Lampiran 2 Jenis-jenis atraktor yang digunakan dalam penelitian (a) Atraktor daun lontar (Borrasus flabellifer) (b) Atraktor daun gewang (Corypha gebanga) 209 Lampiran 3 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian (a) Bubu tampak dari depan (b) Bubu tampak dari samping (c) Tipe jangkar bubu 210 Lampiran 4 Keramba yang digunakan dalam pengamatan pola renang dan pola gerak ikan karang karang di luar dan di dalam bubu a. Posisi di lihat dari atas b. Keramba secara keseluruhan 211 Lampiran 5 Jenis-jenis perifiton yang menempel pada daun atraktor Clampilodiscus cribrosus Globorotalis pumilio Spikul spongs Globigerinita humilis Leptocylindrus sp Chroococcus sp Fragmen algae merah Diploneis fusca Atlanta inflata Spongilla fragilis Rhabdonema adriaticum D. splendica 212 Lampiran 6 Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 Kelas Bacillariophyceae Famili No Jenis Leptocylindriacea Surilellaceae 1 2 3 4 5 6 1 2 1 2 3 4 1 2 3 1 1 2 3 4 Leptocylindrus sp Amphyprora hyperborea Richelia intracellularis Amphora lineolata Donkinia recta Campylodiscus cribrosus Detonula pumida Thalassiosira sp Nitzschia sp N. vitrea N. sigma N. closterium Bacillaria paradoxa Ligmophora abbreviata Rhabdonema adriaticum R. arcuatum Rhizosolenia setigera Stigmophora rostrata Triceratium sp T. ghibbosum Biddulphia granulata RLK + + + + + + + + + + + + + + + RLB + + + + + + + + + + + - RG + + + + + + + + + + + + + + + RLK + + + + + + + + + + + - RLB + + + + + + + + + + + - 5 1 2 3 4 5 6 7 8 1 2 3 4 1 1 2 1 2 3 4 1 1 2 3 4 5 6 Hemiaulus sp Diploneis fusca D. splendica Gyrosigma acuminatum G. balticum G. angulatum Pleurosygma sp P. compactum Denticula fermalis Fragilaria cylindrus Asterionela japanica Thalassiothrix sp T. fraunfeldi Cascinodiscus sp Cymbella sp 1 Cymbella sp 2 Pyrocistis fusiformis Dinophysis sp Gonyaulax sp Warnowia sp Peridiunus sp Pelagothrix clevei Tricodesmium sp Halosphora viridis Chroococcus sp Spirulina sp 1 Spirulina sp 2 + + + + + + + + + + + + + + - + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + - + + + + + + + + + + + + + + + + - + + + + + + + + + + + + + Thalassiosiraceae Nitzschiaceae Tabellariaceae Rhizosoleniaceae Biddulphiaceae Achnanthaceae Fragilariaceae Cascinodiscuceae Cymbellaceae Dinophyceae Dinophysiidae Cyanophyceae Peridiniaceae Oscillatoriaceae Lokasi L1 Lokasi L2 RG + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + + 213 Lampiran 6 (Lanjutan) Kelas Chlorophyceae Famili No Jenis Desnidiaceae 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 1 1 1 1 1 1 1 1 1 2 1 2 1 2 3 Hyalotheca dissiliens Triploceras gracile Askenasyella chlamidopis Rhizoclonium sp Zygnemopsis spiralis Zygnema insigne Chaetophora incrassata Fragmen alga merah Globorotalis pumilio G. scitula Globigerinita humilis Textularia sagitulla Microsetella rosea Acartia sp Euphausia sp Calanus sp Trigiopus japonicus Evadne sp Altanta Inflata Atlanta sp Peraclis articulata Peraclis sp Spongilla fragilis Spikul spongs Platynereis dumerilli 1 2 1 1 2 3 1 1 1 2 3 Creseis virgula C. acicula Limacina leseuri Eutintinus sp Tintinopsis sp Amphorela brandti Chromadora sp Sprirochaeta plicatilis Anguillospora Fungi Imperfecti Agmenelum quadruplicatum Fischerella sp Palmellaceae Chladophoraceae Zygnematoceae Rhodophyceae Sarcodina Copepoda Protobranchia Chaetophoraceae Globorotalida Globigerinidae Foraminifera Tachidiidae Acartiidae Euphausiidae Calanidae Harpacticidae Polyhemidae Atlantanidae Peraclidae Demospongiae Spongillidae Urachordata/ Tunicata Opisthobranchia Pyrosomidae Cavoliniidae Spirotrica Limacinidae Tintinnidae Polychaeta Bacteria Myxophyceae Cytholaimidae - 4 Keterangan : + : ada ; - : tidak ada Lokasi L1 Lokasi L2 RLK + + + + + + + + + + + + + + RLB + + + + + + + + + - RG + + + + + + + + + + RLK + + + + + + + + + + + + RLB + + + + + + + + + RG + + + + + + + + - - + - - - + + + + + + + - + + + + + + - + + + + + + + + + + + + + + - + + + + + + + + + + + + + - - - - - - + 214 Lampiran 7 Komposisi jenis, jumlah, kepadatan dan kelimpahan perifiton pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 RBL RKL Bacillariophyceae Leptocylindriacea 1 Melosiraceae Surilellaceae 1 1 2 3 4 5 Thalassiosiraceae Nitzschiaceae Tabellariaceae 1 2 1 2 3 4 1 2 3 Leptocylindrus sp Melosira sulcata Amphyprora hyperborea Richelia intracellularis Amphora lineolata Donckia recta Campylodiscus cribrosus Detonula pumida Thalassiosira sp Nitzschia sp N. vitrea N. sigma N. closterium Bacillaria paradoxa Ligmophora abbreviata Rhabdonema adriaticum R. arcuatum RG Lokasi L2 RBL RKL RG Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X 444 9 25 662 12 45 229 5 12 162 3 11 616 12 44 100 2 3 10 - - - - 1 - - <1 <1 <1 - <1 - 2 - <1 1 - - <1 1 - <1 - - <1 <1 <1 32 1 2 - - - 2 <1 <1 3 <1 <1 - - - 12 <1 <1 2 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - - - - - 1 - <1 - <1 - 3 - <1 - <1 - 2 1 <1 <1 <1 <1 - - - 1 11 <1 <1 <1 <1 44 4 2 4 29 - 1 2 <1 <1 <1 1 - <1 <1 <1 2 - 2 3 82 4 <1 - <1 - 1 - 2 - <1 6 - <1 2 <1 5 <1 <1 <1 3 14 67 2 4 <1 1 <1 <1 2 6 - <1 1 5 <1 <1 1 2 - <1 30 92 1 <1 - <1 2 - 42 9 100 6 1 <1 <1 <1 <1 272 96 139 - 5 2 3 - 9 3 5 - 26 1 1 35 1 2 65 1 3 46 1 3 53 1 4 89 2 3 1 <1 <1 1 <1 <1 1 <1 <1 - - - 2 <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - - 2 <1 <1 - - - 215 Lampiran 7 (Lanjutan) Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 RBL RKL Rhizosoleniaceae 1 Biddulphiaceae 1 2 3 4 Achnanthaceae 5 1 2 3 4 5 6 7 8 Fragilariaceae 1 2 3 4 Rhizosolenia setigera Stigmophora rostrata Triceratium sp T. ghibbosum Biddulphia granulata Hemiaulus sp Diploneis fusca D. splendica Gyrosigma acuminatum G. balticum G. angulatum Pleurosygma sp P. compactum Denticula termalis Fragilaria cylindrus Asterionela japanica Thalassiothrix sp T. fraunfeldi RG Lokasi L2 RBL RKL RG Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X 42 1 2 - - - 14 <1 1 - - - 4 <1 <1 54 1 2 4 <1 <1 2 <1 <1 2 <1 <1 - - - - - - - - - 6 1 <1 <1 <1 <1 - - - 8 20 <1 <1 <1 1 15 - <1 - 2 - 3 - <1 - <1 - 8 30 - <1 1 - <1 1 - 11 10 10 - 1 1 1 2 4 1 - - <1 <1 <1 <1 1 4 - - <1 <1 - <1 <1 - 1 - - <1 <1 <1 <1 <1 <1 <1 - <1 <1 <1 2 7 6 3 - <1 <1 <1 <1 - <1 - 9 6 - <1 <1 - <1 <1 - 7 7 - <1 <1 - <1 <1 - 3 - - - <1 - <1 - 1 - <1 - <1 - 1 4 10 - <1 - <1 <1 - 21 <1 - <1 <1 - 6 - <1 - 295 - <1 - 8 7 3 - <1 <1 - <1 <1 - 17 <1 1 - - - 12 <1 1 8 <1 1 10 <1 1 76 2 3 - - - - - - 1 <1 <1 1 <1 <1 - - - 2 <1 <1 - - - - - - - - - - - - 7 - <1 - 1 - 2 - - <1 <1 - 216 Lampiran 7 (Lanjutan) Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 RBL RKL Cyanophyceae Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N 1 1 <1 <1 1 <1 2 2 2 - 1 4 23 1 3 8 1 <1 4 3 Cascinodiscus sp Cymbella sp 1 Cymbella sp 2 4 24 - <1 <1 - <1 1 - 3 13 - <1 <1 - <1 1 - 10 22 1 <1 <1 <1 <1 1 24 30 Dinophysiidae 1 42 1 2 3 <1 <1 31 1 2 59 2 42 <1 1 <1 2 - - - 14 - 1 1 19 - <1 - <1 1 <1 - Peridiniaceae Oscillatoriaceae 2 3 4 1 1 Pyrocistis fusiformis Dinophysis sp Gonyaulax sp Warnowia sp Peridiunus sp Pelagothrix clevei Tricodesmium sp Halosphora viridis Chroococcus sp Spirulina sp 1 Spirulina sp 2 Hyalotheca dissiliens Triploceras gracile Askenasyella chlamidopis Rhizoclonium sp <1 <1 <1 1 93 5 2 5 <1 <1 <1 <1 236 9 12 5 <1 <1 67 6 1 <1 5 3 5 <1 <1 <1 416 4 - 8 24 26 <1 - 378 1 1 - 8 <1 - <1 <1 - <1 <1 - 836 1 17 - 43 - <1 - - - 3 <1 <1 - 15 <1 1 5 <1 <1 - - - - - - 2 3 Chlorophyceae Lokasi L2 RBL RKL 1 1 2 Cascinodiscuceae Cymbellaceae Dinophyceae RG Desnidiaceae 4 5 6 1 2 Palmellaceae 1 Chladophoraceae 1 RG X Jlh N X - - <1 - <1 - 79 65 2 1 3 2 2 172 3 6 - - - <1 1 <1 3 7 2 137 - <1 <1 - <1 <1 <1 1 <1 <1 <1 1 <1 <1 <1 <1 724 16 14 <1 25 1 8 - 29 - 5 8 <1 <1 <1 <1 238 10 25 12 <1 1 <1 1 <1 <1 5 17 <1 - <1 - <1 234 2 3 <1 <1 405 1 3 - - - - - - - - - - - - - - 2 <1 <1 - - - 60 1 2 2 <1 <1 3 <1 <1 26 1 2 - - - 217 Lampiran 7 (Lanjutan) Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 RBL RKL Jlh N X Jlh N X Zygnemopsis spiralis 2 Zygnema insigne Chaetophoraceae 1 Chaetophora incrassata 4 <1 <1 Rhodophyceae 2 Fragmen alga merah 42 1 2 13 1 <1 Sarcodina Globorotalida 1 Globorotalis pumilio 1 1 <1 <1 <1 <1 2 G. scitula 16 1 2 <1 <1 <1 Globigerinidae 1 Globigerinita humilis 6 1 <1 <1 <1 <1 Foraminifera 1 Textularia sagitulla 4 <1 <1 Copepoda Tachidiidae 1 Microsetella rosea 4 <1 <1 Acartiidae 1 Acartia sp 4 <1 <1 Euphausiidae 1 Euphausia sp Calanidae 1 Calanus sp 2 <1 <1 Harpacticidae 1 Trigiopus japonicus 2 <1 <1 Polyhemidae 1 Evadne sp 28 1 2 6 <1 <1 Protobranchia Atlantanidae 1 Altanta inflata 1 <1 <1 2 Atlanta sp 2 Keterangan : Jlh : Jumlah; N : Kepadatan (Ind/mm ); X : Kelimpahan(%). RKL : Rumpon Kecil Zygnematoceae 1 RG Lokasi L2 RBL RKL RG Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X - - - 3 <1 <1 2 <1 <1 - - - - - - 8 1 <1 <1 1 <1 32 - 1 - 2 - - - - 5 <1 <1 - - - - - - - - - 33 1 7 15 <1 2 13 <1 11 33 1 1 1 - - <1 - - 2 - <1 - - <1 1 - <1 <1 <1 1 <1 <1 5 <1 <1 6 <1 <1 4 <1 <1 - - - - - - - - - 8 <1 <1 1 - <1 - <1 - 1 - - - <1 - <1 - - - - - - - 3 - - - <1 <1 <1 <1 <1 2 7 - <1 2 2 <1 <1 <1 1 30 1 1 - Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar; RG : Rumpon Gewang. 218 Lampiran 7 (Lanjutan) Kelas Famili No Jenis Lokasi L1 RBL RKL Jlh N Peraclis articulata 15 <1 2 Peraclis sp 1 Demospongiae Spongillidae 1 Spongilla fragilis 42 2 Spikul spongs Urachordata/ Pyrosomidae 3 Platynereis Tunicata dumerilli 47 1 Opisthobranchia Cavoliniidae 1 Creseis virgula 2 C. acicula Limacinidae 1 Limacina leseuri 72 1 Spirotrica Tintinnidae 1 Eutintinus sp 3 <1 2 Tintinopsis sp 14 <1 3 Amphorela brandti Rhabdonellidae 1 Rhabdonella elegans 2 <1 Polychaeta Cytholaimidae 1 Chromadora sp Ciliata Nassilidae 1 Clamydodon exocellatus Bacteria 1 Sprirochaeta splicatilis 30 1 Myxophyceae 1 Anguillospora longissima 2 Fungi Imperfecti 3 Agmenelum quadruplicatum 4 Fischerella sp Keterangan : Jlh : Jumlah; N : Kepadatan (Ind/mm2); X : Kelimpahan(%). Peraclidae 1 RG Lokasi L2 RBL RKL RG X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X Jlh N X - 17 <1 1 - - - - - - - - - - - - 1 2 - 11 8 - <1 <1 - 1 <1 - 2 17 6 1 <1 <1 <1 <1 <1 1 <1 <1 6 11 10 - <1 <1 <1 - <1 1 1 - 5 8 5 - <1 <1 <1 - <1 1 <1 - 14 21 - <1 <1 - 1 - 3 4 <1 <1 <1 1 1 1 1 2 1 2 2 - 26 18 1 42 6 2 1 <1 3 >1 13 24 3 - 2 <1 <1 - <1 - 58 18 6 46 - 1 <1 <1 1 >1 1 2 <1 <1 <1 <1 1 - <1 - <1 <1 10 20 49 5 1 <1 1 20 10 17 34 1 5 <1 <1 1 - <1 <1 2 - - - - - - - - - - - 1 <1 <1 - - - <1 - 8 - <1 - 1 - 3 - <1 - <1 - - - - - - - 10 5 <1 <1 <1 <1 - - - - 8 <1 <1 - - - - - - 41 1 1 2 71 1 5 68 1 3 34 2 2 10 <1 1 262 5 9 - 8 - 1 - 2 - <1 - - 1 - <1 - - - <1 <1 - - - - - - - - - - - - - - - - 1 <1 <1 <1 RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar; RG : Rumpon Gewang. 219 Lampiran 8 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari Kelompok/jenis ikan I. 1. 2. 3. 4 5 6 7 8 9 10 1. 2 1 2 3 1 2 1 2 3 4 1 1 1 1 1 1 1 Kelompok Famili Utama/Mayor POMACENTRIDAE Chromis margaritifer C. ovalis C. lepidolepis Abudefduf bengalensis Chrisiptera rollandi C. parasema C. unimaculata Dascyllus aruanus Amphiprion sp Sufflamen chrysopterus BALISTIDAE Melichtys vidua Balistapus undulatus SCARIDAE Scarus ghobbon S. sordidus S. bleekeri APOGONIDAE Apogon kallopterus A. bandanensis POMACANTHIDAE Centropyge bicolor C. tibicens Genicanthus melanospilos Pomacentrus nigromanus OPHICTHIDAE Myricthys colubrinus EPHIPPHIDIDAE Platax sp Canthigaster valentini SIGANIDAE Siganus corallinus PSEUDOCHROMIDAE Pseodochromis sp SCORPAENIDAE Pterois volitans CENTRISCIDAE Aleoliscus strigatus CAESIONIDAE Pterocaesio diagramma Lokasi L1 RKL RBL Lokasi L2 RKL RBL + + + + + - + + + + + + + + + - + + + + + + + - + - - + + - + + + - - + - + + - + - + + - - + + + - - - - + + - + - + + - - - + + + - - - - + - - - + 220 Lampiran 8 (Lanjutan) Kelompok/jenis ikan II. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 1 1 2 1 1 Lokasi L1 Lokasi L2 Kelompok Target ACANTHURIDAE Acanthurus nigricans A. mata A. triotegus A. bariena A. pyroferus Zanclus cornutus Zanclus sp Ctenochaetus striatus Zebrasoma flaviscens Naso caeruleocanda LABRIDAE Halichoeres scapularis Hemigymnus fasciatus Hologymnosus doliatus Heniochus acuminatus Bodianus ginulatus Thalassoma lunare Cheilinus trilobatus SERRANIDAE Epinephelus tauvina E. merra Pseudonthias dispar MULLIDAE Parupeneus bifasciatus LETHRINIDAE Lethrinus sp LUTJANIDAE Lutjanus sp L.decussatus HAEMULIDAE Diagramma pictum NEMIPTERIDAE Scolopsis margaritifer + + + + + + + + + + - + + + + - + - + + + + - + + - + + - + - + + - + - + - + - + - + - + - - + - + - - - + - - - + 221 Lampiran 8 (Lanjutan) Kelompok/jenis ikan III 1 2 3 4 5 6 IV 1. Kelompok Indikator CHAETODONIDAE Chaetodon kleinii C. adiergastos C. melanotus C. trifasciatus C. meyeri C. baronessa Kelompok Non Ikan Karang DASYATITIDAE Himantura uarnak Lokasi L1 Lokasi L2 + + + - + + + + + - + + - + - - - Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar. 222 Lampiran 9 No I 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 II 1 2 3 4 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari Kelompok Ikan/Famili/Jenis Lokasi L1 Ikan BRK BRB BTR Kelompok Famili Utama/Mayor POMACENTRIDAE Abudefduf bengalensis + + + Dascyllus aruanus + + D. trimaculatus + Chromis demidiata + C. lepidolepis + + C. ovalis + C. margaritifer + Stegastes fasciolatus + Chrysiptera rollandi + C. unimaculata C. talboti Amblyglyphidodon curacao Pomacanthus trilineatus P. acanthops + APOGONIDAE Apogon kallopterus + + + A. aureus + A bandanensis Pomacanthidae Centropyge tibicens + SCARIDAE Scarus ghobban + + S. bleekeri HOLOCENTRIDAE Myripristis sp + MALACANTHIDAE Malacanthus sp + BALISTIDAE Balistapus undulatus Rhinecanthus sp SCORPAENIDAE Pterois volitans CAESIONIDAE Pterocaesio lativittata + Caesio terres Kelompok Target ACANTHURIDAE Ctenochaetus striatus + + + Acanthurus mata + + A. bariena + + Naso tuberosus + BRK Lokasi L2 BRB BTR + + + - + + + + - + + + - + - + - + + - - - + + - - - - - - - - + + - - + - - - + - + - + - + - 223 Lampiran 9 (Lanjutan) No 1 2 3 4 5 1 1 1 1 1 1 III 1 2 3 IV 1 1 Kelompok Ikan/Famili/Jenis Lokasi L1 Ikan BRK BRB BTR LABRIDAE Thalassoma lunare + Labroides bicolor + Hemigymnus melapterus + Hologymnosus doliatus + Halichoeres ornattisimus SIGANIDAE Siganus corallinus + LETHRINIDAE Lethrinus lentjam MULLIDAE Parupeneus multifasciatus HAEMULIDAE Plectorhinchus lineatus NEMIPTERIDAE Pentapodus caninus SERRANIDAE Epinephelus merra Kelompok Indikator CHAETODONTIDAE Chaetodon kleinii + + + C. meyeri C. robustus Kelompok Non Ikan Karang DASYATITIDAE Himantura uarnak + MURAENIDAE Gymnothorax javanicus - Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar; rumpon. BRK Lokasi L2 BRB BTR + + - - - - - - - + + - + - + - - - + + - - + - + + - + + + - - - - - + BTR : Bubu tanpa 224 Lampiran 10 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari No. I. 1. 2. 3. 4 5 6 7 8 9 10 11 1 2 1 2 3 1 2 1 2 3 4 1 1 1 1 2 1 1 1 Lokasi L1 RKL RBL Kelompok/jenis ikan Lokasi L2 RKL RBL Total Kelompok Famili Utama /Mayor POMACENTRIDAE Chromis margaritifer C. ovalis C. lepidolepis Abudefduf bengalensis Chrisiptera rollandi C. parasema C. unimaculata Dascyllus aruanus Amphiprion sp Sufflamen chrysopterus Stegastes fasciolatus BALISTIDAE Melichtys vidua Balistapus undulatus SCARIDAE Scarus ghobbon S. sordidus S. bleekeri APOGINIDAE Apogon kallopterus A. bandanensis POMACANTHIDAE Centropyge bicolor C. tibicens Genicanthus melanospilos Pomacentrus nigromanus OPHICTHIDAE Myricthys colubrinus EPHIPPIDIDAE Platax sp TETRAODONTIDAE Canthigaster valentini SIGANIDAE Siganus corrallinus Pseodochromis sp SCORPAENIDAE Pterois volitans CENTRISCIDAE Aleoliscus strigatus CAESIONIDAE Pterocaesio diagramma 8 0 0 78 1 1 10 0 0 0 0 50 70 10 110 0 0 20 0 1 2 0 8 0 0 20 20 0 0 0 0 0 0 50 70 0 30 0 0 0 3 0 2 2 116 140 10 193 21 1 30 3 1 4 2 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 5 2 0 1 0 2 2 0 0 0 0 0 8 2 2 67 0 0 50 69 0 15 0 151 50 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 3 9 2 0 4 9 2 1 0 0 1 0 1 2 0 0 0 2 0 1 0 1 2 0 2 2 0 0 0 0 0 2 2 3 0 1 0 4 0 0 0 15 15 0 0 0 100 100 225 Lampiran 10 (Lanjutan) No. Kelompok/jenis ikan II. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 4 5 6 7 1 2 3 1 1 1 2 1 1 ACANTHURIDAE Acanthurus nigricans A. mata A. triotegus A. bariena A. pyroferus Zanclus cornutus Zanclus sp Ctenochaetus striatus Zebrasoma flaviscens Naso caeruleocanda LABRIDAE Halichoeres scapularis Hemigymnus fasciatus Hologymnosus doliatus Heniochus acuminatus Bodianus ginulatus Thalassoma lunare Cheilinus trilobatus SERRANIDAE Epinephelus tauvina E. merra Pseudonthias dispar MULLIDAE Parupeneus bifasciatus LETHRINIDAE Lethrinus sp LUTJANIDAE Lutjanus sp L.decussatus HAEMULIDAE Diagramma pictum NEMIPTERIDAE Scolopsis margaritifer Lokasi L1 Lokasi L2 RKL RBL RKL RBL Kelompok Target Total 1 9 0 0 0 2 0 45 1 1 0 2 0 1 4 0 0 5 0 0 1 1 0 0 0 0 2 31 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 2 12 2 1 4 2 2 81 1 1 2 0 0 3 1 2 0 0 0 10 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0 2 1 0 0 0 0 0 4 1 10 3 1 2 3 0 3 0 0 3 9 0 0 0 2 0 0 2 6 9 2 0 0 1 3 8 0 1 0 9 5 0 0 0 5 0 0 2 10 2 0 0 0 4 4 0 0 0 4 4 226 Lampiran 10 (Lanjutan) No. Kelompok/jenis ikan III. 1 2 3 4 5 6 IV 1. Total CHAETODONTIDAE Chaetodon kleinii C. adiergastos C. melanotus C. trifasciatus C. meyeri C. baronessa Kelompok Non Ikan Karang DASYATITIDAE Himantura uarnak Lokasi L1 Lokasi L2 RKL RBL RKL RBL Kelompok Indikator Total 6 0 4 1 0 0 1 0 0 2 10 8 4 0 0 0 0 0 27 20 0 0 0 0 35 20 6 3 10 8 1 279 0 378 0 166 0 367 1 1190 Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar. 227 Lampiran 11 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari No No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 1 2 3 1 1 2 1 1 1 2 1 1 2 II 1 2 3 4 Jenis Ikan Lokasi L1 BRK BRB BTR BRK Kelompok Famili Utama/Mayor POMACENTRIDAE Abudefduf bengalensis 70 26 200 50 Dascyllus aruanus 4 9 0 8 D. trimaculatus 0 11 0 0 Chromis demidiata 0 0 10 0 C. lepidolepis 1 5 0 0 C. ovalis 0 50 0 0 C. margaritifer 0 20 0 1 Stegastes fasciolatus 20 0 0 0 Chrysiptera rollandi 0 5 0 0 C. unimaculata 0 0 0 0 C. talboti 0 0 0 0 Amblyglyphidodon curacao 0 0 0 0 Pomacanthus trilineatus 0 0 0 0 P. acanthops 0 5 0 0 APOGONIDAE Apogon kallopterus 15 30 3 101 A. aureus 0 0 15 0 A bandanensis 0 0 0 0 POMACANTHIDAE Centropyge tibicens 0 1 0 0 SCARIDAE Scarus ghobban 2 5 0 1 S. bleekeri 0 0 0 1 HOLOCENTRIDAE Myripristis sp 0 0 1 0 Malacanthidae Malacanthus sp 15 0 0 0 BALISTIDAE Balistapus undulates 0 0 0 0 Rhinecanthus sp 0 0 0 1 SCORPAENIDAE Pterois volitans 0 0 0 1 CAESIONIDAE Pterocaesio lativittata 0 50 0 0 Caesio terres 0 0 0 0 Kelompok Target ACANTHURIDAE Ctenochaetus striatus 35 6 6 0 Acanthurus mata 3 8 0 0 A. bariena 7 0 3 0 Naso tuberosus 0 0 4 0 Lokasi L2 Total BRB BTR 0 2 0 0 0 0 0 0 5 5 0 0 5 0 0 0 0 0 0 30 0 0 0 0 3 1 0 0 346 23 11 10 6 80 21 20 10 5 3 1 5 5 22 0 0 3 0 28 174 15 28 0 0 1 0 0 0 0 8 1 0 0 1 0 0 15 2 0 0 0 2 1 0 0 1 50 0 0 20 100 20 0 0 4 0 10 0 0 0 57 11 14 4 228 Lampiran 11 (Lanjutan) No 1 2 3 4 5 1 1 1 1 1 1 III 1 2 3 IV 1 1 Lokasi L1 Jenis Ikan LABRIDAE Thalassoma lunare Labroides bicolor Hemigymnus melapterus Hologymnosus doliatus Halichoeres ornattisimus SIGANIDAE Siganus corallinus LETHRINIDAE Lethrinus lentjam MULLIDAE Parupeneus multifasciatus HAEMULIDAE Plectorhinchus lineatus NEMIPTERIDAE Pentapodus caninus SERRANIDAE Epinephelus merra Lokasi L2 Total BRK BRB BTR BRK BRB BTR 3 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 3 1 2 1 20 0 0 2 0 0 0 2 0 0 0 0 0 2 2 0 0 0 5 0 1 6 0 0 0 0 2 0 2 0 0 0 0 0 100 100 0 0 1 0 0 1 20 0 0 4 10 0 5 10 1 68 20 1 1 0 Kelompok Indikator CHAETODONTIDAE Chaetodon kleinii C. meyeri C. robustus 8 0 0 9 0 0 22 0 0 Kelompok Non Ikan Karang DASYATITIDAE Himantura uarnak MURAENIDAE Gymnothorax javanicus Total Keterangan : 0 0 1 0 0 0 0 184 0 242 0 267 0 210 0 112 1 215 BRK : Bubu Rumpon Kecil; BRB : Bubu Rumpon Besar; Rumpon. 1 1230 BTR : Bubu Tanpa 229 Lampiran 12 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon No. Jenis ikan Arah renang Depan 1 Chromis margaritifer 2 Diagrama pictum 3 Pterocaesio diagramma 4 Zanclus cornutus 5 Zanckus sp 6 Pseudonthias dispar 7 Hologymnosus doliatus 8 Pseudochromis sp 9 Chromis lepidolepis 10 C. ovalis 11 Abudefduf bengalensis 12 Sufflamen chrysopterus 13 Chrysipetra rollandi 14 Apogon kallopterus 15 Centropyge bicolor 16 Thalassoma lunare 17 Chrysiptera parasema 18 C. unimaculata 19 Apogon bandanensis 20 Siganus corallinus 21 Acanthurus nigricans Belakang Pola gerak Melawan arus Naik turun Bolak balik Bergerak melingkar Posisi ikan dengan rumpon Bergerak melingkar searah jarum jam Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masuk keluar Singgah sbntar lalu pergi Lsng pergi 230 Lampiran 12 (Lanjutan) No. Jenis ikan Arah renang Depan Belakang 22 Scarus ghobban 23 Melichtys vidua 24 Scarus sordidus 25 S. . bleekeri 26 Dascyllus aruanus 27 Rhinecanthus sp 28 Himantura uarnak 29 Myrichtys colubrinus 30 Pamacentrus trilineatus 31 Bodianus ginulatus 32 Amphiprion sp 33 Balistapus undulatus 34 Acanthurus bariena 35 36 Genicanthus melanospilos Centropyge tibicens 37 Epinephelus merra 38 Chaetodon melanotus 39 Platax sp 40 Naso caeruleocanda 41 Hemigymnus fasciatus 42 Halichoeres scapularis 43 Pterois volitans Pola gerak Melawan arus Naik turun Bolak balik Bergerak melingkar Posisi ikan dengan rumpon Bergerak melingkar searah jarum jam Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masuk keluar Singgah sbntar lalu pergi Lsng pergi 231 Lampiran 12 (Lanjutan) No. Jenis ikan 44 Canthigaster valentini 45 Acanthurus pyroferus 46 A. mata 47 A. triotegus 48 Heniochus acuminatus 49 Ctenochaetus striatus 50 Zebrasoma flavicens 51 Chaetodon kleinii 52 Parupeneus bifasciatus 53 Cheillinus trilobatus 54 Lethrinus sp 55 Lutjanus sp 56 Chaetodon trifasciatus 57 C. meyeri 58 C. baronessa 59 C. adiergastos 60 Lutjanus decussatus 61 Epinephelus tauvina 62 Aeoliscus strigatus 63 Arah renang Pola gerak Posisi ikan dengan rumpon Depan Belakang Melawan arus Naik turun Bolak balik Bergerak melingkar Bergerak melingkar searah jarum jam Vertikal Atas Samping Pertnghan Dlm Masuk keluar Singgah sbntar lalu pergi 57 90 5 8 4 6 29 46 14 22 7 11 10 16 1 2 24 38 25 40 1 2 1 2 4 6 2 3 Lsng pergi Scolopsis margaritifer Jumlah spesies ikan Proporsi (%) 2 3 232 Lampiran 13 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar bubu No. Jenis ikan Arah renang Depan 1 Abudefduf bengalensis 2 Chromis lepidolepis 3 C. ovalis 4 C. demidiata 5 C. margaritifer 6 Apogon bandanensis 7 Halichoeres ornattisimus 8 Pterocaesio lativittata 9 Pentapodus caninus 10 Dascyllus aruanus 11 D. trimaculatus 12 Stegastes fasciolatus 13 Chrysiptera rollandi 14 C. talboti 15 Acanthurus bariena 16 Lethrinus lentjam 17 Caesio terres 18 Rhinecanthus sp 19 Apogon kallopterus 20 A. aureus 21 Centropyge tibicens 22 Chaetodon kleinii 23 Ctenochaetus striatus 24 Naso tuberosus Samping Pola gerak Belakang Melawan arus Naik turun Bolak balik Menyusuri dinding bubu Posisi ikan dengan bubu Menyusuri dinding bubu searah jarum jam Atas Samping Depan mulut bubu Dasar Langsung pergi 233 Lampiran 13 (Lanjutan) No. Jenis ikan Depan 25 Pomacanthus acanthops 26 Myripristis sp 27 Hemigymnus melapterus 28 Parupeneus multifasciatus 29 Scarus bleekeri 30 S. ghobban 31 Malacanthus sp 32 Acanthurus mata 33 Siganus corallinus 34 Thalassoma lunare 35 Labroides bicolor 36 Pomacanthus trilineatus 37 Chaetodon robustus 38 Pterois volitans 39 Hologymnosus doliatus 40 Himantura uarnak 41 Plectorhinchus lineatus 42 Chrysiptera unimaculata 43 44 Amblyglyphidodon curacao Balistapus undulatus 45 Epinephelus merra 46 Gymnothorax javanicus 47 Chaetodon meyeri Jumlah spesies ikan Presentase (%) 37 79 Arah renang Samping Belakang 1 2 10 21 Melawan arus Naik turun 9 19 24 50 Pola gerak Bolak Menyusuri balik dinding bubu 5 11 6 13 Menyusuri dinding bubu searah jarum jam Atas 2 4 21 45 Posisi ikan dengan bubu Samping Depan Dasar mulut bubu 30 64 1 2 1 2 Langsung pergi 6 13 234 Lampiran 14 Pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam bubu No Jenis Ikan 1. Thalassoma lunare 2. Chaetodon kleinii 3. Amblyglyphidodon curacao 4. Centropyge bicolor 5. Zebrasoma scopas 6. Chrysiptera talboti 7. Chromis lepidolepis 8. Cheilinus diagrammus 9. Ctenochaetus striatus Tingkah laku ikan di sekitar dan di dalam bubu Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik dari depan ke belakang dan sebaliknya, masuk ke dalam bubu lurus dari depan, di dalam bubu bergerak bolak balik Datang dari depan mengelilingi dinding bubu, bergerak di atas dan di samping bubu, masuk ke dalam bubu dari samping kiri atau kanan, di dalam bubu bergerak naik turun, bolak balik mengitari dinding mulut bubu searah jarum jam dengan gerakan sangat cepat, terlihat agak panik, kemudian meloloskan diri Bermain di depan dan di samping mulut bubu, masuk ke dalam bubu dari samping kiri atau kanan dan di dalam bubu bergerak bolak balik dan naik turun Bergerak lurus dari depan kebelakang dan sebaliknya, bergerak naik turun, bergerak lurus dari depan langsung masuk ke dalam bubu, di dalam bubu bergerak bolak balik, naik turun dengan gerakan sangat cepat dan mengitari dinding mulut bubu searah jarum jam Berada di depan mulut bubu, berputar-putar di dalam mulut bubu, kemudian masuk kedalam bubu, di dalam bubu bergerak bolak balik Berada di depan mulut bubu, bergerak naik turun dari depan ke belakang dan sebaliknya, bergerak di samping bubu, lalu masuk kedalam bubu, di dalam bubu bergerak bolak balik, naik turun dengan gerakan sangat cepat dan terlihat panik sambil mengitari dinding mulut bubu searah jarum jam Berputar-putar di depan mulut bubu lalu masuk ke dalam bubu, di dalam bubu bergerak bolak balik, kemudian meloloskan diri Berputar-putar di depan mulut bubu, lalu masuk dari samping ke dalam mulut bubu terus ke dalam bubu dan di dalam bubu bergerak bolak balik Menyusuri dinding bubu, bergerak bolak balik dari belakang ke depan dan sebaliknya, bergerak bolak balik, naik turun mengitari dinding mulut bubu searah jarum jam 235 Lampiran 14 (Lanjutan) No Jenis Ikan 10. Cantherhines pardalis 11. Cirrithicthys sp 12. Cheilinus trilobatus 13. Naso tuberosus 14. Chaetodon melanotus 15. Sargocentron sp 16. Dascyllus albisella 17. Scarus ghobban Tingkah laku ikan di sekitar dan di dalam bubu Bergerak bolak balik dari depan ke belakang dan sebaliknya di atas bubu, menuju depan mulut bubu, masuk kemulut bubu sambil berputar-putar di mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu. Di dalam bubu bergerak bolak balik, naik turun mengitari dinding mulut bubu searah jarum jam Datang dari samping bubu, lalu masuk lurus ke dalam bubu. Di dalam bubu bergerak bolak balik, naik turun Bergerak mengelilingi dinding bubu, bergerak bolak balik di depan mulut bubu, masuk ke dalam mulut bubu sambil berputar-putar di dalam mulut ubu, lalu masuk ke dalam bubu. Di dalam bubu bergerak bolak balik Berada di dasar, dan depan bubu, masuk ke dalam bubu dan di dalam bubu bergerak bolak balik dan naik turun Berada di dasar, samping dan depan bubu, masuk keluar mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu dan meloloskan diri Bermain di mulut bubu, masuk keluar dan berputarputar di mulut bubu, dan masuk ke dalam bubu, kemudian meloloskan diri Bergerak bolak balik di samping bubu, masuk dan berputar-putar di dalam mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu. Di dalam bubu bergerak bolak balik dan naik turun Bergerak aktif di atas dan di samping bubu, lalu masuk ke dalam bubu, di dalam bubu bergerak bolak balik dan naik turun 236 Lampiran 15 Jumlah dan lama waktu setiap spesies ikan karang masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu No Jenis Ikan 1. 2. Thalassoma lunare 3. Amblyglyphidodon curacao Centropyge bicolor Zebrasoma scopas Chrysiptera talboti 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. Chaetodon kleinii Chromis lepidolepis Cheilinus diagrammus Ctenochaetus striatus Cantherhines pardalis Jumlah 1 1 2 3 4 5 1 Lama Waktu Masuk ke Bubu Meloloskan diri dari (menit) dalam Bubu (menit) 13 105 35 81 50 54 30 195 59 - 1 1 1 2 3 1 1 33 98 172 181 197 143 154 79 - 1 2 3 1 79 141 179 66 - 2 3 4 5 11. Cirrithicthys sp 1 12. Cheilinus trilobatus 1 13. Naso tuberosus 1 14. Chaetodon melanotus 1 2 15. Sargocentron sp 1 16. Dascyllus albisella 1 2 3 Scarus ghobban 17. 1 2 Keterangan : Pengamatan dilakukan saat bubu jam 11.45 – 17.00. 96 117 183 208 163 196 196 44 17 188 196 39 156 195 203 118 143 di pasang dalam keramba pada 237 Lampiran 16 Beberapa jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu Scarus ghobban Abudefduf bengalensis Sufflamen chrysopterus Amblyglyphidodon curacao Apogon kallopterus Chaetodon kleinii 238 Lampiran 17 Pengelompokkan kisaran panjang ikan hasil tangkapan dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon Kelompok Ikan POMACENTRIDAE POMACANTHIDAE APOGONIDAE TETRAODONTIDAE MONACANTHIDAE No Jenis Ikan Kelompok Famili Utama/Mayor 1 Chromis ternatensis 2 C.ovalis 3 C.lepidolepis 4 Chrysiptera talboti 5 Amblyglyphidodon curacao 6 Dascyllus albisella 7 D.aruanus 8 Abudefduf sordidus 9 A. bengalensis 10 Pomacentrus moluccensis 11 Plectroglyphidodon lacrymatus 12 Stegastes fasciolatus 1 Centropyge heraldi 2 C. vroliki 3 C.bicolor 4 C.tibicens 5 Chaetodontoplus mesoleucus 1. Apogon kallopterus 2 A.bandanensis 3 A.aureus 4 A.hartzfeldi 5 A.compressus 6 A.fraenatus 7 Cheilodipterus quinquelinetus 8 C. macrodon 1 Canthigaster valentini 2 C.solandri 3 C. bennetti 4 Arothron stellatus 1. Cantherhines pardalis 2 C. fronticinthus 3 Paraluterus prionurus 4 Pervagor aspricaudus bubu Kisaran Panjang (cm) 10,0-20,0 4,0-11,5 3.6-11,4 5,4-10,0 5,2-14,8 19,5 6,5 7,9-10,0 3,5 6,0-8,0 7,0 4,8-6,0 5,7 10,5 6,0-11,5 6,3-10,0 14,0 6,7 – 11,4 7,1-9,0 7,1-11,7 9,0 8,9-10,0 7,0 6,5-9,9 8,2 – 10,8 3,5 – 11,3 6,5-12,0 7,5 10,5-26,5 9,5 – 22,1 18,5-21,2 5,2-7,9 13,5 239 Lampiran 17 (Lanjutan) Kelompok Ikan SCARIDAE PSEUDOCHROMIDAE BLENIIDAE BALISTIDAE OSTRACIIDAE EPHIPPIDIDAE CIRRHITIDAE CAESIONIDAE HOLOCENTRIDAE Aulostomidae ACANTURIDAE SERRANIDAE No 1 2 3 4 5 6 1 Jenis Ikan Calotomus spinidens Scarus ghobban S.schlegeli S. pyrrhurus S.flavipectoralis S. sordidus Pseudomonacanthus macrurus 1 Meiacanthus grammistes 1 Balistapus undulatus 2 Sufflamen chrysopterus 1 Ostracion sp 1 Platax sp 1 Cirrhitichtys sp 1 Pterocaesio diagramma 2 P. tile 1 Sargocentron rubrum 2 Myripristis sp 3 Myripristis kuntee 4 Oistichtys kaianus 1. Aulostomus sinensis KELOMPOK TARGET 1 Acanthurus bariena 2 A. xanthopterus 3 A. mata 4 A. nigricans 5 Ctenochaetus striatus 6 Zebrasoma scopas 7 Naso tuberosus 1 Epinephelus polophekadion 2 E.microdon 3 E. hexagonatus 4 E. caeroleopunctatus 5 E.fasciatus 6 E.merra 7 E. tauvina 8 Cephalopolis miniata 9 C.orgus 10 C. boenak Kisaran Panjang (cm) 8,0 – 17,0 4,0-27,5 18,0-25,6 8,7-10,1 24,5 25,0 14,5 – 24,0 6,0-8,0 9,8-21,0 13,3 10,0 9,1 6,3-11,3 15,6 13,5-16,4 5,6-14,0 13,4-18,0 10,0-16,1 10,5-11,0 39,2 12,0-21,3 26,0 24,0 27,3 3,7- 27,0 11,0-13,9 34,5 12,0 27,0 20,8 22,0-31,5 17,7-25,6 13,8-22,1 20,0 23,0-75,0 15,1 12,5-15,5 240 Lampiran 17 (Lanjutan) Kelompok Ikan SIGANIDAE LETHRINIDAE MULLIDAE No Jenis Ikan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 Thalassoma lunare Hologymnosus sp Hologymnosus doliatus Cheilinus diagramnus C.chlorurus C.trilobatus C. lunulatus C. bimaculatus C. orientalis Bodianus diana Halichoeres m melanurus H. nebulosus H. ornatissimus Halichoeres sp Chaerodon sp Cheilo inermis Siganus punctatus S. luridus S. stellatus S. doliatus S. argenteus S. rivulatus S. canaliculatus S.corallinus S. guttatus S. vulpinus Lethrinus ornatus L.semicinctus L. variegatus Parupeneus barberinoides Upeneus multifasciatus 12 13 14 15 16 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 1 2 3 1 2 CHAETODONTIDEA KELOMPOK INDIKATOR 1 Chaetodon kleinii 2 Coradion chrysozonus 3 C. mertensii 4 C. melanotus Kisaran Panjang (cm) 11,7 – 14,0 9,0-20,5 9,5-16,5 3,5 -12,5 7,8-24,6 7,9-19,5 13,0 6,0-13,6 10,0-10,5 12,6-15,5 10,0-12,5 29,9 8,5 8,0-11,5 12,0 23,5 6,3 – 30,0 9,2-24,7 11,0-17,7 6,6-18,1 10,0-25,0 14,0-20,0 24,0 7,1-16,5 24,1-25,2 19,5-20,5 27,0 9,5-18,0 14,1 19,6 13,1 3,0-13,5 13,0 9,0-11,0 12,4-14,9 241 Lampiran 18 Analisis uji ”t” terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon pada penangkapan malam dan siang hari di lokasi L1 dan L2. Two-Sample T-Test and CI: BRK1m, BRB1m Two-sample T for BRK1m vs BRB1m N BRK1m 24 BRB1m 24 Mean 3.04 2.75 StDev SE Mean 3.26 0.67 2.54 0.52 Difference = mu BRK1m - mu BRB1m Estimate for difference: 0.292 95% CI for difference: (-1.411, 1.994) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.35 P-Value = 0.731 DF = 43 Two-Sample T-Test and CI: BRK1s, BRB1s Two-sample T for BRK1s vs BRB1s N BRK1s 24 BRB1s 24 Mean 2.92 3.29 StDev SE Mean 3.11 0.63 3.67 0.75 Difference = mu BRK1s - mu BRB1s Estimate for difference: -0.375 95% CI for difference: (-2.351, 1.601) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.38 P-Value = 0.704 DF = 44 Two-Sample T-Test and CI: BRB1m, BTR1m Two-sample T for BRB1m vs BTR1m N BRB1m 24 BTR1m 24 Mean 2.75 2.63 StDev SE Mean 2.54 0.52 3.21 0.66 Difference = mu BRB1m - mu BTR1m Estimate for difference: 0.125 95% CI for difference: (-1.562, 1.812) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.15 P-Value = 0.882 DF = 43 242 Two-Sample T-Test and CI: BRB1s, BTR1s Two-sample T for BRB1s vs BTR1s N BRB1s 24 BTR1s 24 Mean 3.29 2.25 StDev SE Mean 3.67 0.75 2.23 0.46 Difference = mu BRB1s - mu BTR1s Estimate for difference: 1.042 95% CI for difference: (-0.733, 2.816) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.19 P-Value = 0.242 DF = 37 Two-Sample T-Test and CI: BRK1m, BTR1m Two-sample T for BRK1m vs BTR1m N BRK1m 24 BTR1m 24 Mean 3.04 2.63 StDev SE Mean 3.26 0.67 3.21 0.66 Difference = mu BRK1m - mu BTR1m Estimate for difference: 0.417 95% CI for difference: (-1.467, 2.300) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.45 P-Value = 0.658 DF = 45 Two-Sample T-Test and CI: BRK1s, BTR1s Two-sample T for BRK1s vs BTR1s N BRK1s 24 BRB1s 24 Mean 2.92 2.25 StDev SE Mean 3.11 0.63 2.23 0.46 Difference = mu BRK1s - mu BTR1s Estimate for difference: 0.667 95% CI for difference: (-0.910, 2.243) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.85 P-Value = 0.398 DF = 41 243 Two-Sample T-Test and CI: BRK2m, BRB2m Two-sample T for BRK2m vs BRB2m N BRK2m 24 BRB2m 24 Mean 1.63 2.58 StDev SE Mean 1.69 0.34 2.12 0.43 Difference = mu BRK2m - mu BRB2m Estimate for difference: -0.958 95% CI for difference: (-2.076, 0.159) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.73 P-Value = 0.091 DF = 43 Two-Sample T-Test and CI: BRK2s, BRB2s Two-sample T for BRK2s vs BRB2s N BRK2s 24 BRB2s 24 Mean 2.92 2.63 StDev SE Mean 2.39 0.49 2.98 0.61 Difference = mu BRK2s - mu BRB2s Estimate for difference: 0.292 95% CI for difference: (-1.280, 1.864) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.37 P-Value = 0.710 DF = 43 Two-Sample T-Test and CI: BRK2m, BTR2m Two-sample T for BRK2m vs BTR2m N BRK2m 24 BTR2m 24 Mean StDev SE Mean 1.63 1.69 0.34 2.38 2.20 0.45 Difference = mu BRK2m - mu BTR2m Estimate for difference: -0.750 95% CI for difference: (-1.893, 0.393) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.32 P-Value = 0.193 DF = 43 244 Two-Sample T-Test and CI: BRK2s, BTR2s Two-sample T for BRK2s vs BTR2s N BRK2s 24 BTR2s 24 Mean 2.92 4.08 StDev SE Mean 2.39 0.49 3.62 0.74 Difference = mu BRK2s - mu BTR2s Estimate for difference: -1.167 95% CI for difference: (-2.959, 0.626) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.32 P-Value = 0.196 DF = 39 Two-Sample T-Test and CI: BRB2m, BTR2m Two-sample T for BRB2m vs BTR2m N BRB2m 24 BTR2m 24 Mean 2.58 2.38 StDev SE Mean 2.12 0.43 2.20 0.45 Difference = mu BRB2m - mu BTR2m Estimate for difference: 0.208 95% CI for difference: (-1.050, 1.467) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.33 P-Value = 0.740 DF = 45 Two-Sample T-Test and CI: BRB2s, BTR2s Two-sample T for BRB2s vs BTR2s N BRB2s 24 BTR2s 24 Mean 2.63 4.08 StDev SE Mean 2.98 0.61 3.62 0.74 Difference = mu BRB2s - mu BTR2s Estimate for difference: -1.458 95% CI for difference: (-3.387, 0.470) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.52 P-Value = 0.135 DF = 44