Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang

advertisement
INOVASI TEKNOLOGI PENANGKAPAN
IKAN KARANG DENGAN BUBU DASAR
BERUMPON
FONNY J.L RISAMASU
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul ” Inovasi
Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon” adalah
karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan
Tinggi dimanapun. Sumber informasi berasal dari hasil penelitian saya sendiri dan
dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan oleh penulis lain.
Semuanya telah saya sebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
pada bagian akhir disertasi.
Bogor, 6 Maret 2008
Fonny J.L Risamasu
NRP. C 561030041
ABSTRACT
FONNY JOSANE LAURA RISAMASU. ”Innovation in fishing technology for reef
fish: bottom trap with fish aggregating device”. Under supervision of Mulyono S.
Baskoro, M. Fedi A. Sondita, and Dedi Soedharma.
The research was aimed to study fish behaviour and the influence of FAD on
zone of influence of traps, and studying the influence of FAD on the fish caught
using traps in terms of the species, number and size. This study was conducted in
Hansisi waters, Semau, Kupang.
The research observed periphyton shelter to FAD attractor made from lontar
leaves (Borrasus flabellifer) and gewang leaves (Corypha gebanga). The observation
on the community of reef fish and their behaviour around zone of influence of traps
with FAD and without FAD using visual census method. The data observed on the
FAD and traps included number of fish, radius, length of time, swimming and
movement pattern of reef fish. The observation reef fish species behaviour inside and
outside the traps was carried out in a fish cage. The catch traps was obtained from
experimental fishing which was done at night and during the day. The data collected
were fish species, number and size. In addition, the measurement of environmental
parameter on research site was also conducted. The data analysis was carried out to
find out periphyton density, diversity, similarity, and periphyton dominance and reef
fish, abundance of reef fish, and to see the difference between fish catch using traps
with FAD and without FAD using statistical analysis t test.
The research shows that the FADs were able to attract reef fish as seen from
existence of food web through the presence of periphyton. This made the FADs
feeding sites for reef fish. The periphyton composition varied among the attractors
Borrasus flabellifer and Corypha gebanga, but was dominated by Bacillariophyceae.
The periphyton consisted of 87 spesies (71 genus, 31 family and 15 class). The most
abundant periphyton species were Leptocylindrus sp on Borrasus flabellifer and
Chroococcus sp on Corypha gebanga.
There were 1190 individuals of reef fishes consisting of 62 species (42 genus
and 22 families) around the FADs and around the traps were 1230 fish individuals
consisting of 47 species (34 genus and 20 families). The fish of major groups
dominated the fish asemblages both around the FADs and the traps
The distance between the reef fish to the FAD and traps commonly ranged from
1 to 2 m; the time spent by the fish around the FADs and traps was commonly more
than 30 minutes. The fish swam around the FADs and the traps were commonly
soliter, while the their movement were commonly from the front side of the traps
(funnel side) then up and down movement, either above or beside the FADs and the
traps. The reef fish that approached the FADs and the traps became generally the
residents of the FADs and the traps. Reef fish influenced by the traps within four
positions, these are near surface, above the traps, beside the traps and near the seabed.
The behavior pattern of the reef fishes around the traps, the time needed before
entering the traps and the time before escaping from traps varied among fish species.
The fish caught by the traps consisted of 107 species (54 genus and 22 families). In
the location where soft corals were abundant, the traps without FAD caught more
species than the traps near small FADs. In general, most fish caught were immature;
the largest reef fish caught by the traps was Cephalopolis miniata. The three most
abundant fish species were Chaetodon kleinii and Ctenochaetus striatus, and Scarus
ghobban. In the location dominated by hard corals, the two most dominant genus
caught by the traps with FAD and without FAD in at night were Chaetodon and
Ctenochaetus while for the day catch were Chaetodon and Cheilinus. In the location
dominated by soft corals, the night catch was dominated by Chaetodon and Cheilinus
while the day catch was dominated by Chaetodon, Cheilinus and Siganus. There was
no significant difference in the total catch commonly between the three types of
fishing methods (with small FADs, with big FADs, and without FAD) at night and
the day time (t test, < = 0,05).
Key words: Innovation, fishing technology, reef fish, bottom traps, FAD.
RINGKASAN
FONNY JOSANE LAURA RISAMASU. ”Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan
Karang dengan Bubu Dasar Berumpon”. Di bawah bimbingan: Mulyono S.
Baskoro, M. Fedi A. Sondita, dan Dedi Soedharma.
Penelitian bertujuan untuk mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon
terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu, dan mengkaji
pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun
ukuran. Penelitian ini dilaksanakan di perairan Hansisi, Semau, Kupang.
Penelitian ini mengamati perifiton yang menempel pada atraktor rumpon yang
terbuat dari daun lontar (Borassus flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga).
Pengamatan komunitas ikan karang serta tingkah lakunya di sekitar zona pengaruh
(zone of influence) alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa
rumpon menggunakan metode sensus visual. Data yang diamati di rumpon dan bubu
meliputi jumlah ikan, radius, lama waktu, pola renang dan pola gerak ikan karang.
Pengamatan tingkah laku setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam bubu
dilakukan dalam ruang tertutup di dalam keramba. Hasil tangkapan bubu diperoleh
melalui uji coba penangkapan (experimental fishing) yang dilakukan pada malam dan
siang hari. Data yang dikumpulkan meliputi jenis, jumlah dan ukuran ikan. Selain itu,
dilakukan juga pengukuran parameter lingkungan lokasi penelitian. Data yang
dianalisis meliputi kepadatan perifiton, keragaman, keseragaman dan dominansi
perifiton dan ikan karang, serta untuk melihat perbedaan hasil tangkapan bubu
menggunakan rumpon dan tanpa rumpon dianalisis pakai statistik uji t.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa rumpon mampu mengumpulkan ikan
karang sebagaimana terlihat dari akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada
bagian atraktor rumpon tumbuh komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan
bagi sebagian jenis ikan yang berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas
Bacillariophyceae, namun komposisi perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor,
yaitu atraktor lontar (Borassus flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada
rumpon lontar, jenis perifiton dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada
rumpon gewang/gebang adalah Chroococcus sp.
Ikan karang berkumpul di rumpon sebanyak 1190 individu, terdiri atas 62
spesies (42 genus dan 22 famili), di bubu sebanyak 1230 individu, terdiri atas 47
spesies (34 genus dan 20 famili). Kelompok ikan karang dari famili utama (mayor)
mendominasi hasil tangkapan di rumpon dan bubu.
Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing
antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya lebih
dari 30 menit (menetap). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon dan bubu
umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati rumpon/bubu dari arah
depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik turun dan berada di atas
dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of influence) bubu terhadap ikan
ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat permukaan, pertengahan, di samping
dan di dasar bubu dan rumpon. Tingkah laku ikan karang di luar bubu, lama waktu
ikan karang masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu berbeda menurut jenis ikan.
Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili). Di lokasi
yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon mempunyai hasil
tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan dari bubu rumpon
kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih muda. Jenis ikan karang
terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata. Tiga jenis ikan yang paling
banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii, Ctenochaetus striatus dan Scarus
ghobban. Di lokasi yang didominasi karang keras (L1), dua genus ikan karang yang
banyak tertangkap pada malam hari oleh bubu, baik dengan rumpon maupun tanpa
rumpon, adalah Chaetodon dan Ctenochaetus, sedangkan jenis ikan yang banyak
tertangkap pada siang hari adalah Chaetodon dan Cheilinus. Di lokasi yang
didominasi karang lunak (L2), genus ikan karang yang banyak tertangkap pada
malam hari adalah Chaetodon dan Cheilinus, sedangkan pada siang hari adalah
Chaetodon, Cheilinus dan Siganus. Hasil tangkapan bubu pada malam dan siang hari
umumnya tidak berbeda nyata di antara ketiga jenis metode penangkapan ikan
(dengan rumpon kecil, rumpon besar, dan tanpa rumpon) hasil uji t, < = 0,05.
Kata kunci : Inovasi, teknologi penangkapan, ikan karang, bubu dasar, rumpon.
@Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2008
Hak Cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.
INOVASI TEKNOLOGI PENANGKAPAN IKAN
KARANG DENGAN BUBU DASAR BERUMPON
FONNY J.L RISAMASU
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor
pada Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2008
Penguji pada Ujian Tertutup
: 1. Dr. Ir. Budhi H. Iskandar, M.Si.
Penguji pada Ujian Terbuka
: 1. Dr.Ir. Dedy H. Sutisna, MS.
2. Dr.Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc.
Judul Disertasi
:
Inovasi Teknologi Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu
Dasar Berumpon
Nama
:
Fonny J.L Risamasu
NRP
:
C 561030041
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof. Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, MSc
Ketua
Dr.Ir. M. Fedi A. Sondita, M.Sc
Anggota
Prof. Dr. Ir. Dedi Soedharma, DEA
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Teknologi Kelautan
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof.Dr.Ir. John Haluan, M.Sc
Prof.Dr.Ir. Khairil A. Notodiputro,MS
Tanggal Ujian : 6 Maret 2008
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas tuntunan
dan pimpinanNya, maka penulisan disertasi dengan judul : Inovasi Teknologi
Penangkapan Ikan Karang dengan Bubu Dasar Berumpon”, sudah dapat
diselesaikan.
Pada kesempatan ini tak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak terutama: Ditjen Pendidikan Tinggi yang sudah membantu penulis memberikan
Bantuan Beasiswa Pascasarjana (BPPS) selama studi. Rektor IPB, Dekan Sekolah
Pascasarjana, dan Staf Adiministarsi yang sudah membantu penulis dalam
memperlancar studi di Sekolah Pascasarjana IPB. Terima kasih pula disampaikan
kepada komisi pembimbing : Prof.Dr. Ir. Mulyono S. Baskoro, M.Sc (Ketua Komisi
Pembimbing), Dr.Ir. M.Fedi A. Sondita, M.Sc dan Prof.Dr.Ir. Dedi Soedharma, DEA
(Anggota Komisi Pembimbing) dengan tulus dan sabar telah membimbing penulis
mulai dari awal penelitian sampai akhir penulisan. Dr.Ir Budi H. Iskandar sebagai
penguji ujian tertutup, Dr.Ir Dedi H.Sutisna, MS dan Dr. Ir. Totok Hestirianoto, M.Sc
sebagai penguji ujian terbuka yang sudah memberikan sumbang saran bagi penulis
dalam penyempurnaan disertasi ini. Ketua Program Studi, Staf Dosen
dan Staf
Administrasi Program Studi TKL yang sudah membantu penulis dalam memberi ilmu
pengetahuan, dan memperlancar administrasi selama mengikuti studi.
Ucapan terima kasih disampaikan pula kepada: Pengelola Proyek COREMAP
II Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen Kelautan dan Perikanan Republik
Indonesia yang sudah membantu penulis melalui bantuan beasiswa penulisan
disertasi. Terima kasih pula disampaikan kepada Yayasan Dana Beasiswa Maluku
(YDBM) yang telah membantu penulis memberikan bantuan dana penulisan.
Tak lupa diucapkan terima kasih pula kepada: Rektor Undana Kupang dan
Dekan Faperta Undana yang telah memberikan rekomendasi bagi penulis
melanjutkan studi. Pemda NTT melalui BINSOS yang telah membantu penulis
memberikan bantuan dana penulisan. Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi NTT
melalui Konsorsium Mitra Bahari yang telah membantu penulis dalam mencari dana
penulisan.
Terima kasih disampaikan kepada keluarga tercinta: suami (Bpk Mikhael Beda
Tupen), anak-anak (Norade dan Alfredo), serta keponakan (Fanny, Eda dan Agus),
Bapak Cornelis Risamasu (Alm) dan Ibu Octovina Risamasu/Pattinama (Alma),
saundara/i tercinta di Ambon Ir. Robby G. Risamasu, MP, Nyong, Butje, Ana, Ade,
dan Yos yang sudah memberikan dukungan baik secara moril maupun
materiil
selama penulis studi.
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Program Studi
TKL angkatan 2003, teman-teman Persekutuan Mahasiswa Maluku (PERMAMA)
serta teman-teman mahasiswa NTT atas kebersamaan yang telah terjalin selama
penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB. Teman-teman dari
Sekolah Tinggi Ilmu dan Teknologi Kelautan Nusantara Kupang (Alfiana Saldika,
S.Kel, Kristian F.Tamaela, S.Kel, Andre S. Sanang, S.Kel, Rosfita L. Nahak, S.Kel,
Charles Loykai, S.Kel dan Dominggus Seo, S.Kel dan bapak Adrianus Adu yang
begitu tulus membantu penulis dalam pengambilan data di lapangan.
Semoga amal baik semua pihak diberkati oleh Yang Maha Kuasa. Penulis
menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan. Namun penulis
mengharapkan kiranya tulisan ini dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dalam
usaha pengembangan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang.
Bogor, 6 Maret 2008
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Fonny Josane Lauran Risamasu, dilahirkan di Paperu, Saparua, Ambon pada tanggal,
24 Januari 1964. Anak ketujuh dari pasangan suami isteri Cornelis Risamasu
(Almarhum) dan Octovina Pattinama (Almarhumah).
Penulis masuk Sekolah Dasar (SD) Negeri Hatu tahun 1971 dan tamat tahun
1976. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri Lilibooi,
Ambon dan tamat tahun 1980. Pada tahun yang sama penulis masuk Sekolah
Menengah Atas (SMA) Negeri I, Kodya Ambon dan tamat 1983. Pada tahun yang
sama pula penulis masuk Perguruan Tinggi Unpatti Ambon, pada Fakultas Perikanan,
Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan dan tamat tahun 1989.
Pada tahun 1991 penulis diterima dan diangkat sebagai pengajar honorer tetap
di Fakultas Peternakan Undana, Kupang melalui proyek kerjasama segitiga antara
Undana, Unpatti dan NTU Darwin. Tahun 1992 penulis diangkat sebagai tenaga
pengajar tetap pada Fakultas Peternakan, Undana sampai tahun 2000 dan tahun 2001
sampai sekarang dialihkan menjadi staf pengajar pada Fakultas Pertanian, Undana.
Tahun 1997 penulis diberikan kesempatan untuk melanjutkan studi Program
Magister di Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi
Kelautan (TKL) melalui bantuan beasiswa BPPS-DIKTI. Pada tanggal, 30 Juni 2000,
penulis dinyatakan lulus dan berhak memperoleh gelar Magister Sains (M.Si). Pada
tahun 2003, penulis kembali melanjutkan studi Program Doktor di Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor pada Program Studi Teknologi Kelautan
melalui bantuan beasiswa BPPS-DIKTI. Selama berstatus mahasiswa TKL pernah
terpilih sebagai koordinator bidang jasmani dan rohani pada FORMULA IPB. Selama
menjadi mahasiswa telah menulis artikel jurnal dengan judul ”Pola renang dan gerak
ikan karang di sekitar rumpon dan bubu” yang telah siap dimuat dalam Buletin PSP
Volume XVII No.1 Tahun 2008 pada Departemen PSP, FPIK-IPB.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...........................................................................................
iv
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................
viii
1
2
3
4
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang .....................................................................................
1.2 Perumusan Masalah .............................................................................
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................................
1.4 Hipotesis...............................................................................................
1.5 Kerangka Pemikiran.............................................................................
1
5
6
7
7
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi Ikan Karang........................................................................
2.2 Karakteristik Ikan Karang ....................................................................
2.3 Pola Distribusi dan Kebiasaan Makan Ikan Karang ............................
2.4 Habitat Ikan Karang .............................................................................
2.5 Alat Tangkap Bubu ..............................................................................
2.6 Rumpon................................................................................................
2.7 Karakteristik Perifiton..........................................................................
10
11
17
22
26
38
48
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu ................................................................................
3.2 Alat dan Bahan.....................................................................................
3.2.1 Rumpon....................................................................................
3.2.2 Bubu .........................................................................................
3.2.3 Perahu.......................................................................................
3.2.4 Peralatan pengambilan data di lapangan ..................................
3.3 Prosedur Penelitian ..............................................................................
3.3.1 Prosedur penelitian di lapangan ...............................................
3.3.2 Prosedur penelitian di laboratorium .........................................
3.4 Analisis Data ........................................................................................
50
51
51
51
52
53
53
53
59
60
PENGARUH RUMPON TERHADAP ZONE OF INFLUENCE
ALAT TANGKAP BUBU
4.1 Pendahuluan ........................................................................................
4.2 Metodologi Penelitian .........................................................................
4.3 Hasil ....................................................................................................
4.3.1 Rumpon sebagai alat pengumpul ikan karang ........................
4.3.1.1 Keragaman taksa perifiton di rumpon ..........................
4.3.1.2 Kepadatan dan kelimpahan perifiton............................
64
67
70
70
70
73
ii
4.3.1.3 Indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan
Dominansi (C) perifiton yang menempel pada
atraktor rumpon ...........................................................
4.3.1.4 Keterkaitan ikan karang dengan rumpon sebagai
feeding ground ..............................................................
4.3.2 Keragaman taksa ikan karang .................................................
4.3.2.1 Keragaman taksa ikan karang di rumpon ....................
4.3.2.2 Keragaman taksa ikan karang di bubu ........................
4.3.3 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang .....................................
4.3.3.1 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di rumpon .......
4.3.3.2 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di bubu ............
4.3.4 Indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi
(C) ikan karang di sekitar rumpon dan bubu............................
4.3.4.1 Rumpon ........................................................................
4.3.4.2 Bubu ............................................................................
4.3.5 Jarak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu .........................
4.3.5.1 Jarak ikan karang di sekitar rumpon.............................
4.3.5.2 Jarak ikan karang di sekitar alat tangkap bubu.............
4.3.6 Lama waktu ikan karang di rumpon dan bubu .........................
4.3.6.1 Lama waktu ikan karang di rumpon ............................
4.3.6.2 Lama waktu ikan karang di bubu ................................
4.3.7 Pola renang dan pola gerak.......................................................
4.3.7.1 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar
rumpon..........................................................................
4.3.7.1.1 Pola renang .....................................................
4.3.7.1.2 Pola gerak ......................................................
4.3.7.2 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar
bubu .............................................................................
4.3.7.2.1 Pola renang .....................................................
4.3.7.2.2 Pola gerak ......................................................
4.3.7.2.3 Pola interaksi ikan karang terhadap zona
pengaruh alat tangkap bubu............................
4.3.8 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu ..............
4.3.8.1 Pola renang ..................................................................
4.3.8.2 Pola gerak ....................................................................
4.3.8.3 Lama waktu ikan karang masuk ke dalam bubu
dan meloloskan diri .....................................................
4.4 Pembahasan .........................................................................................
4.4.1 Rumpon sebagai atraktor pengumpul ikan .................................
4.4.2 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di rumpon dan
bubu............................................................................................
4.4.3 Tingkah laku ikan karang terhadap rumpon dan bubu ..............
4.4.4 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu .................
4.5 Kesimpulan dan Saran..........................................................................
4.5.1 Kesimpulan .............................................................................
4.5.2 Saran .......................................................................................
76
78
79
79
81
83
83
85
87
87
88
90
90
93
96
96
99
102
102
102
104
108
108
110
114
118
118
119
121
121
121
126
128
133
137
137
138
iii
5 PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BUBU YANG
DIOPERASIKAN BERSAMA RUMPON DAN TANPA RUMPON
5.1 Pendahuluan......................................................................................
5.2 Metodologi Penelitian.......................................................................
5.2.1 Prosedur penelitian ...............................................................
5.2.2 Analisis data .........................................................................
5.3 Hasil...................................................................................................
5.3.1 Jenis dan jumlah hasil tangkapan ..........................................
5.3.2 Kisaran panjang ikan karang..................................................
5.3.3 Kelimpahan ikan karang........................................................
5.3.4 Analisis hasil tangkapan bubu ..............................................
5.4 Pembahasan .......................................................................................
5.5 Kesimpulan dan Saran.......................................................................
5.5.1 Kesimpulan ...........................................................................
5.5.2 Saran .....................................................................................
139
140
140
144
145
145
156
158
171
173
178
178
179
6
PEMBAHASAN UMUM ..........................................................................
180
7
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan .......................................................................................
7.2 Saran ..................................................................................................
192
193
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
LAMPIRAN.....................................................................................................
194
207
iv
DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
Halaman
Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat
hidup .................................................................................................... 19
Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan
aktivitas makan ................................................................................... 24
Posisi dan aktivitas ikan yang teramati saat pengamatan bawah
air dalam studi tentang mekanisme berkumpul ikan pelagis kecil
di sekitar rumpon dan pengembangan perikanan di perairan
Pasauran, Propinsi Banten .................................................................. 43
Spesies ikan karang yang terekruit pada terumbu karang buatan
terbuat dari bambu dan klasifikasi ekologinya ................................... 44
Komponen-komponen rumpon yang digunakan dalam
penelitian ............................................................................................ 51
Komponen - komponen bubu yang digunakan dalam penelitian ........ 52
Keragaman taksa perifiton yang menempel pada atraktor
rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 .................................. 70
Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi
(C) perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan
rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 ................................................... 76
Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon ......................... 79
Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu .............................. 81
Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon ............................................................................. 83
Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir
di sekitar bubu .................................................................................... 85
Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi
(C) ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan
L2 ........................................................................................................ 87
Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi
(C) ikan karang yang hadir di sekitar bubu di lokasi L1 dan L2 ....... 89
Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap
rumpon di lokasi L1 dan L2 ................................................................ 91
Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap bubu
di lokasi L1 dan L2 .............................................................................. 94
Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di
sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 .................................................... 98
Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di
sekitar bubu di lokasi L1 dan L2 ...................................................... 101
Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon .................. 103
Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon berdasarkan parameter gerakan ............................. 104
Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di
rumpon berdasarkan parameter gerakan ............................................ 106
Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon
berdasarkan pola gerak dan lama waktu ............................................. 107
v
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar bubu ......................
Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di
bubu berdasarkan parameter gerakan .................................................
Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir di
sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan .......................................
Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di bubu
berdasarkan pola gerak dan lama waktu ..............................................
Pola renang ikan karang di luar dan di dalam bubu..............................
Parameter lingkungan perairan lokasi penelitian .................................
Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 ..................................
Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 ..............................................
Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 ..............................................
Jumlah total kelompok ikan karang yang tertangkap pada alat
tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon
di lokasi L1 dan L2 ..............................................................................
Kisaran panjang famili ikan karang yang tertangkap pada alat
tangkap bubu .......................................................................................
Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon di lokasi L1 ............................................................
Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon di lokasi L2 ............................................................
Jenis makanan yang dimakan beberapa famili ikan karang..................
109
111
112
114
118
144
146
150
154
156
156
158
161
176
vi
DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
Halaman
Skema kerangka pemikiran penelitian ................................................... 9
Zona/area pengaruh dari alat tangkap .................................................... 30
Peta lokasi penempatan rumpon dan bubu di perairan Hansisi,
Semau, Kupang ...................................................................................... 54
Sketsa penempatan rumpon dan bubu di lokasi penelitian .................... 55
Zona pengaruh (zone of influence/field of influence) alat tangkap
bubu yang dioperasikan bersama rumpon ............................................. 56
Daun lontar dan gewang sebagai tempat penempelan
perifiton ................................................................................................. 57
Keragaman taksa perifiton pada atraktor rumpon lontar dan gewang
di lokasi L1 dan L2 ............................................................................... 72
Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 ............. 74
Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2 .............. 74
Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 .............. 75
Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2 .............. 75
Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan
Dominansi (C) perifiton di lokasi L1 dan L2 ......................................... 78
Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L1 ......... 80
Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L2 ........ 80
Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1 ............. 82
Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L2 ............. 82
Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar
di lokasi L1 ............................................................................................ 84
Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar
di lokasi L2 ............................................................................................ 84
Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di sekitar
bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 .... 86
Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir di
sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di
lokasi L2 ................................................................................................ 86
Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan
Dominansi (C) ikan karang di rumpon .................................................. 88
Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E), dan
Dominansi (C) ikan karang di bubu ...................................................... 90
Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon............................... 93
Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap bubu ................................... 96
Proporsi pola renang ikan karang di rumpon.......................................... 103
Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar rumpon .................................... 108
vii
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
Proporsi pola renang ikan karang di bubu ..............................................
Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar bubu .........................................
Zonasi sebaran ikan pada zone of influence, zone of action, dan
zone of retention alat tangkap bubu berdasarkan hasil penelitian .........
Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh (zone of
influence) alat tangkap bubu untuk posisi ikan (1) dekat
permukaan perairan, (2) di atas, (3) di samping dan (4) di dasar
bubu berdasarkan hasil penelitian...........................................................
Pola gerak (PG) ikan karang di luar dan di dalam bubu dalam
ruang tertutup (Keramba) ......................................................................
Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian .........................................
Perahu yang digunakan dalam operasi penangkapan ............................
Proses pengangkatan (hauling) dan pengambilan hasil tangkapan
bubu .......................................................................................................
Beberapa jenis ikan karang hasil tangkapan bubu .................................
Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu rumpon kecil di lokasi L1 .............................................................
Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu rumpon besar di lokasi L1 ............................................................
Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu tanpa rumpon di lokasi L1 ...........................................................
Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu rumpon kecil di lokasi L2 .............................................................
Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu rumpon besar di lokasi L2 ............................................................
Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu tanpa rumpon di lokasi L2 ...........................................................
109
113
116
117
120
141
142
143
145
164
165
166
168
169
170
viii
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
Halaman
Rumpon yang digunakan dalam penelitian ........................................... 207
Jenis-jenis atraktor yang digunakan dalam penelitian ........................... 208
Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian ......................................... 209
Keramba yang digunakan dalam pengamatan pola renang dan
pola gerak ikan karang di luar dan di dalam bubu ................................. 210
Jenis-jenis perifiton yang menempel pada daun atraktor ...................... 211
Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor rumpon lontar dan
rumpon gewang di lokasi L1 dan L2 ..................................................... 212
Komposisi jenis, jumlah, kepadatan, dan kelimpahan perifiton
pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1 dan
L2 ........................................................................................................... 214
Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di
lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ...................... 219
Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan
L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ............................................. 222
Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di
lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ...................... 224
Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan
L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari ............................................. 227
Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon ...... 229
Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar bubu ......... 232
Pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam
bubu ....................................................................................................... 234
Jumlah dan lama waktu setiap spesies ikan karang masuk dan
meloloskan diri dari dalam bubu ........................................................... 236
Beberapa jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap
bubu ........................................................................................................ 237
Pengelompokan kisaran panjang ikan hasil tangkapan bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon .................................. 238
Analisis uji ”t” terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan
bersama rumpon dan tanpa rumpon pada penangkapan malam dan
siang hari di lokasi L1 dan L2 ................................................................ 241
1
1.1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Luas terumbu karang Indonesia kurang lebih 50.000 km2. Ekosistem
tersebut
berada di wilayah pesisir dan lautan di seluruh perairan Indonesia.
Potensi lestari sumberdaya ikan pada terumbu karang di perairan laut Indonesia
diperkirakan sebesar 80.802 ton/km2/tahun (Ditjen Perikanan, 1991 diacu oleh
Dahuri et al. 1996).
Ekosistem terumbu karang memiliki keanekaragaman hayati tinggi, salah
satu diantaranya adalah ikan karang. Ikan karang telah dimanfaatkan masyarakat
nelayan melalui penangkapan. Alat tangkap yang biasa digunakan nelayan
di antaranya pancing, bubu, jaring insang, panah dan sebagainya. Namun ada
pula karena ingin mendapatkan hasil tangkapan yang cepat dan banyak, biasanya
penangkapan dilakukan dengan menggunakan bom dan racun.
Dampak dari kegiatan penangkapan ikan dan kegiatan manusia lainnya,
mengakibatkan saat ini banyak terumbu karang di perairan Indonesia telah
mengalami kerusakan. Adapun kondisi terumbu karang saat ini yang masih sangat
baik 6,48 %, kondisi baik 22,53 %, rusak 28,39 % dan rusak berat 42,59 %
(Supriharyono, 2000).
Usaha perikanan bubu dasar dalam penangkapan ikan karang ditujukan
untuk memanfaatkan sumberdaya ikan karang yang tersedia dengan tetap
memperhatikan faktor kelestarian lingkungan. Penggunaan alat ini cukup baik,
karena ikan yang tertangkap pada umumnya masih dalam keadaan hidup. Hal ini
penting, mengingat kualitas ikan merupakan salah satu syarat utama dalam bisnis
ikan karang, di mana peluang pasar ekspor untuk ikan karang sangat baik
di
pasaran
nasional
maupun
internasional.
berkembangnya restoran - restoran
Apalagi
dengan
semakin
sea food. Hongkong, Singapura, Eropa,
Amerika dan Jepang merupakan pasar yang baik untuk ikan karang (CV.
Dinar,1999 diacu oleh Rumajar, 2001).
Supaya kegiatan penangkapan ikan tetap dilaksanakan oleh nelayan tanpa
mengganggu kelestarian terumbu karang dan potensi sumberdaya ikannya, tentu
perlu dilakukan penyempurnaan baik terhadap alat tangkap maupun metode
penangkapannya dengan tetap mengacu pada code of conduct for responsible
2
fishery. Antisipasi ini dimaksud untuk menghindari kerusakan ekosistem terumbu
karang agar lapangan kerja nelayan tetap tersedia. Dalam rangka untuk menjaga
kelestarian terumbu karang, maka saat ini Pemerintah Indonesia melalui
kerjasama dengan Bank Dunia sudah bersepakat untuk mengelola terumbu karang
melalui program COREMAP (Coral Reef Rehabilitation and Management).
Program ini bertujuan melindungi, merehabilitasi dan memanfaatkan terumbu
karang secara lestari untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir (DKP,
2004)
Bubu merupakan alat tangkap yang sudah lama dikenal nelayan. Hampir
setiap daerah perikanan mempunyai variasi model bentuk tersendiri, seperti
sangkar (cages), silinder (cylindrical), gendang, segitiga memanjang (kubus) atau
segi banyak, bulat setengah lingkaran, dan lain-lain. Bahan umumnya dari
anyaman bambu (bamboo’s screen). Secara garis besar bubu terdiri dari bagianbagian badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan pintu. Badan berupa rongga
tempat di mana ikan-ikan terkurung. Mulut bubu (funnel) berbentuk corong,
merupakan pintu di mana ikan dapat masuk tetapi sulit
keluar. Pintu bubu
merupakan bagian tempat pengambilan hasil tangkapan. Dilihat dari cara
operasional penangkapannya, bubu dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu bubu
dasar (ground fishpots), bubu apung (floating fishpots) dan bubu hanyut (drifting
fishpots) (Subani dan Barus,1988).
Bubu dasar mempunyai ukuran yang bervariasi tergantung kebutuhan
nelayan. Bubu kecil ukuran panjangnya 1 m, lebar 50 – 75 cm, dan tinggi 25 – 30
cm, sedangkan bubu besar mempunyai ukuran panjang bisa mencapai 3,5 m, lebar
2 m dan tinggi 75 – 100 cm. Pengoperasian bubu dasar biasanya dilakukan
di perairan karang atau di antara bebatuan. Untuk mengetahui tempat di mana
bubu dipasang, biasanya dipasang pelampung tanda melalui tali panjang yang
dihubungkan dengan bubu tersebut. Pengambilan hasil tangkapan dilakukan 2 – 3
hari setelah bubu dipasang, kadang bahkan beberapa hari setelah bubu dipasang.
Hasil tangkapan dengan bubu dasar umumnya terdiri dari jenis-jenis ikan, udang
kualitas baik seperti kuwe (Caranx spp), beronang (Siganus spp), kerapu
(Epinephelus spp), kakap (Lutjanus spp), kakaktua (Scarus spp), ekor kuning
3
(Caesio spp), kaji (Diagramma spp), lencam Lethrinus spp), udang penaeid,
udang barong dan sebagainya (Subani dan Barus,1988).
Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif bersifat statis dan
keefektifannya sangat tergantung pada jenis pikatan. Selama ini nelayan
menggunakan umpan sebagai pikatan agar ikan masuk ke bubu. Namun untuk
memikat ikan masuk ke bubu bukan saja dengan umpan tetapi juga dipengaruhi
oleh tingkah laku ikan itu sendiri seperti pergerakan ikan secara acak, pemakaian
bubu sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung, keingintahuan ikan, tingkah
laku sosial atau pemangsaan. Aspek tingkah laku ikan perlu diketahui agar mudah
merancang alat tangkap
serta memilih metode penangkapan yang tepat dalam
operasi penangkapan ikan. Guna mengefektifkan penangkapan ikan karang
dengan bubu dasar di samping cara yang sudah dilakukan nelayan selama ini,
akan tetapi perlu ada penyempurnaan baik terhadap alat tangkap maupun metode
penangkapannya.
Keberhasilan penangkapan ikan karang dengan bubu tidak hanya ditentukan
dari jenis umpan yang digunakan untuk mempengaruhi tingkah laku ikan datang
mendekat ke bubu. Namun menurut Furevik (1994) diacu oleh Ferno dan Olsen
(1994), beberapa parameter lain perlu diperhatikan seperti dimensi mesh bubu,
ukuran dan bentuk pintu masuk, serta ukuran bubu.
Keefektifan dari suatu alat tangkap dalam menangkap ikan salah satunya
ditentukan dari disain alat tangkap itu sendiri. Tampilan dari alat tangkap bubu
baik itu tipe, ukuran, dan penampakan dari alat tangkap tersebut sangat
mempengaruhi tingkah laku ikan. Faktor-faktor tersebut sangat mempengaruhi
zona pengaruh dari alat tangkap bubu terhadap tingkah laku ikan.
Menurut Nikonorov (1975) zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang
mempengaruhi tingkah laku ikan saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga
macam yaitu : (1) Zone of influence adalah wilayah/area/zona pengaruh alat
tangkap terhadap tingkah laku ikan.; (2) Zone of action adalah wilayah/area/zona
yang dihasilkan alat tangkap diarahkan ke kumpulan ikan; dan
(3) Zone of
retention adalah wilayah/area/zona di mana alat tangkap dapat menahan ikan
sehingga tidak terlepas (Nikonorov,1975).
4
Untuk memperbesar zone of influence dari alat tangkap bubu
dapat
dilakukan dengan menggunakan rangsangan buatan (artificial stimultant) melalui
penggunaan alat bantu penangkapan yakni rumpon. Menurut Gunarso (1985)
bahwa untuk mengumpulkan ikan dapat dilakukan melalui beberapa cara,
diantaranya dengan rangsangan kimia, rangsangan penglihatan, pendengaran,
penciuman, aliran listrik dan rangsangan dengan menyediakan tempat berlindung.
Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk
mengumpulkan ikan, pada dasarnya agar gerombolan ikan tersebut mudah
tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki.
Rumpon (fish aggregating device) dikenal sebagai alat bantu penangkapan
ikan, berfungsi untuk menarik perhatian/memikat ikan agar berkumpul pada suatu
titik atau tempat, tempat berlindung dan sumber makanan ikan, kemudian dapat
dilakukan penangkapan. Teknologi rumpon sudah diterapkan oleh masyarakat
nelayan sejak dahulu. Biasanya dipakai sebagai alat bantu dalam penangkapan
ikan pelagis baik pelagis kecil maupun pelagis besar dengan menggunakan alat
tangkap purse seine, pole and line dan sebagainya. Rumpon ini dikenal dengan
sebutan rumpon permukaan.
Rumpon digunakan dalam penelitian ini adalah rumpon dasar dioperasikan
di perairan karang berfungsi sebagai alat pemikat/pengumpul ikan yang
dioperasikan
bersama
alat
tangkap
bubu
untuk
memperlancar
penangkapan. Bubu yang dioperasikan bersama rumpon
operasi
dimaksud untuk
memperbesar zona pengaruh (field of influence) alat tangkap bubu. Diharapkan
dengan mengoperasikan bubu bersama rumpon ikan-ikan akan tertarik dan datang
lebih banyak memasuki zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu,
sehingga pada akhirnya ikan akan masuk ke dalam bubu dan tertangkap.
Penelitian yang berkaitan dengan penggunaan bubu bersama rumpon dalam
penangkapan ikan karang dikhususkan hanya untuk mengetahui tingkah laku
ikan karang terhadap alat tangkap bubu meliputi jenis dan jumlah ikan yang hadir
di rumpon dan bubu, radius, lama waktu, pola renang, pola gerak, serta jenis,
jumlah, ukuran dan kelimpahan ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap
bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon.
5
Bertolak dari uraian di atas, maka untuk memahami proses tingkah laku
ikan karang terhadap alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon serta hasil tangkapan bubu perlu dikaji melalui suatu penelitian.
1.2
Perumusan Masalah
Penggunaan teknologi penangkapan ikan dengan rumpon sudah lama
dikenal oleh para nelayan di Indonesia dan telah banyak digunakan dalam
penangkapan ikan, terutama penangkapan ikan pelagis baik pelagis kecil maupun
pelagis besar. Proses pembuatan konstruksi rumpon ini sangat sederhana dan
dapat memanfaatkan bahan-bahan lokal. Sampai saat ini, pemakaian rumpon
dalam penangkapan ikan dasar, khusus ikan karang belum dicoba oleh para
nelayan.
Alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan karang yakni bubu,
pancing, jaring, sero dan panah. Dari jenis alat tangkap tersebut yang paling
dominan digunakan untuk penangkapan ikan karang yakni bubu. Teknologi
penangkapan ikan dengan bubu banyak digunakan nelayan hampir di seluruh
dunia, mulai dari skala kecil, menengah sampai skala besar. Perikanan bubu skala
kecil umumnya diarahkan untuk menangkap ikan dasar, udang dan kepiting yang
dioperasikan pada kedalaman perairan yang tidak begitu dalam di perairan karang.
Bentuk dan disain bubu sederhana dan ini sudah berkembang sejak turun-temurun
(Martasuganda, 2003).
Bubu yang digunakan dalam penangkapan ikan karang adalah bubu dasar.
Sebagai alat pemikat/ penarik ikan masuk ke bubu, biasanya di pasang umpan.
Selain umpan digunakan untuk menarik ikan masuk ke bubu, dapat pula
digunakan pikatan lain seperti rumpon, di mana rumpon akan berfungsi
menyediakan makanan berupa plankton yang akan dimanfaatkan oleh ikan karang
sebagai sumber makanan. Salah satu komponen utama dari rumpon yang
berfungsi untuk menarik ikan-ikan datang ke rumpon yakni atraktor. Atraktor
(aggregator) berfungsi sebagai alat penarik/pemikat ikan, dapat dibuat dari jenis
daun-daunan, seperti daun kelapa, daun pinang, daun nipah dan juga dari bahan
sintetis seperti tali temali. Menurut Boy and Smith (1984) diacu oleh Monintja
6
et al. (1990), bahan aggregator dapat dibuat dari ban bekas, daun kelapa atau tali
plastik
Menurut hasil penelitian Iskandar dan Diniah (1996) bahwa bubu berumpon
dapat memberikan hasil tangkapan yang lebih banyak dibandingkan dengan bubu
tanpa rumpon. Hal ini dapat dimengerti karena bubu merupakan alat tangkap
pasif, sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu dilakukan hal-hal yang dapat
menarik perhatian ikan, salah satunya
perlu kombinasi dengan rumpon.
Penggunaan bubu bersama rumpon memberikan manfaat yang sangat besar
terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik
perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu
sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan
pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan
ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk
datang terutama dari ikan predator yang akan membuat ikan besar terjebak masuk
ke bubu.
Selama ini pemahaman masyarakat terutama nelayan tentang penggunaan
rumpon dioperasikan bersama alat tangkap dalam proses penangkapan ikan hanya
sekedar sebagai alat pengumpul ikan. Akan tetapi, pemahaman tentang proses
ikan datang mendekati dan memasuki alat tangkap dan kenapa perlu
menggunakan rumpon masih sangat terbatas. Oleh karena itu, untuk mendapatkan
data dan informasi yang lebih akurat mengenai penggunaan bubu bersama rumpon
dalam penangkapan ikan karang perlu dikaji secara ilmiah lewat penelitian.
Bertolak dari uraian di atas, maka yang menjadi fokus masalah dalam
penelitian ini adalah ” Belum diketahui pengaruh rumpon terhadap zona pengaruh
(zone of influence) alat tangkap bubu, serta ikan hasil tangkapan bubu.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini sebagai berikut :
(1)
Mengkaji
tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon terhadap zona
pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu
(2)
Mengkaji
pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik
jenis, jumlah, maupun ukuran.
7
Diharapkan inovasi teknologi yang akan diuji lewat penelitian ini nanti,
dapat memberikan informasi tentang penggunaan bubu bersama rumpon untuk
meningkatkan produksi hasil tangkapan ikan karang, meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan para nelayan. Selain itu, informasi ini juga penting bagi
pengambil kebijakan dalam bidang perikanan tangkap untuk menyusun rencana
pengembangan usaha penangkapan ikan karang di masa akan datang.
1.4
Hipotesis
Hipotesis penelitian ini sebagai berikut :
(1)
Rumpon berpengaruh terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat
tangkap bubu.
(2)
Rumpon berpengaruh terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah,
maupun ukuran.
1.5
Kerangka Pemikiran
Bubu termasuk salah satu alat tangkap yang banyak digunakan dalam
penangkapan ikan karang. Untuk memikat ikan memasuki alat tangkap bubu,
biasanya para nelayan memasang umpan. Cara memberikan rangsangan baubauan melalui pemasangan umpan ke dalam bubu membuat ikan-ikan akan
terangsang untuk mendekati dan memasuki alat tangkap bubu. Selain umpan bisa
digunakan untuk memikat ikan masuk ke bubu, dapat pula memanfaatkan pola
tingkah laku ikan yang lain dengan cara merangsang indera penglihatan ikan
sehingga ikan tertarik terhadap alat tangkap.
Salah satu alternatif yang digunakan untuk merangsang ikan agar tertarik
terhadap alat tangkap dengan menggunakan rumpon. Rumpon termasuk alat bantu
penangkapan ikan yang berfungsi untuk memikat ikan sebelum operasi
penangkapan dilakukan dengan suatu jenis alat tangkap.
Penggunaan rumpon bersama bubu akan memberikan manfaat yang sangat
besar terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Rumpon dapat menarik
perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu
sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton sebagai sumber makanan
bagi ikan-ikan, sebagai tempat berpijah bagi ikan-ikan tertentu, sebagai tempat
8
berlindung dari predator bagi ikan-ikan tertentu, dan sebagai titik acuan navigasi
bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya.
Penggunaan bubu bersama rumpon akan mempengaruhi pola tingkah laku
ikan memasuki zone of influence/ field of influence dari alat bubu. Ikan-ikan
tersebut akan tertarik atau terespons untuk mendekati rumpon, sehingga terjadi
aggregasi populasi ikan. Ikan-ikan hadir di rumpon ada yang menetap (resident),
menetap sementara (transient) serta hanya berkunjung sebentar (visitor).
Penangkapan
ikan
karang
menggunakan
bubu
bersama
rumpon,
akan
memudahkan ikan-ikan untuk mendekati dan memasuki alat tangkap bubu dan
akhirnya tertangkap. Berdasarkan uraian di atas, maka kerangka pemikiran untuk
melaksanakan penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
9
Bubu alat tangkap yang umum digunakan
di terumbu karang
Bubu tanpa umpan (atraktor
lain tanpa umpan)
Bubu berumpan
Aktivitas penangkapan
Salah satu alternatif
pakai rumpon
Rangsangan
penglihatan
Feeding ground
Bubu
berumpon
Aggregasi
populasi ikan :
• Menetap
(resident)
• Sementara
(non-resident
Sumber
makanan
Tempat berlindung,
dan lain-lain
Bubu tanpa
rumpon
Pengaruh alat tangkap (zone of
influence/field of influence)
Respons
Menetap (resident)
Bubu
Mendekat
Masuk
Menjauh
Rumpon
?
Escape
Tinggal sementara (transient)
Berkunjung sebentar (visitor)
Menjauhi rumpon
Tertangkap
Gambar 1 Skema kerangka pemikiran penelitian.
2
2.1
TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Ikan Karang
Klasifikasi ikan karang menurut Kuiter (1992), sebagai berikut :
Phylum : Cordata
Klas : Osteichtyes
Ordo : Perciformes
Famili : Lutjanidae, Scaridae, Pomacentridae, dst
Genus : Lutjanus, Scarus, dst
Spesies : Lutjanus johni, dst
Menurut Adrim (1993) diacu oleh Nasution (2001) mengelompokkan ikan karang
dalam tiga kategori yaitu :
(1)
Kelompok ikan target, yaitu ikan yang mempunyai manfaat sebagai ikan
konsumsi, seperti
famili Serranidae, Lutjanidae, Haemulidae dan
Lethrinidae;
(2)
Kelompok ikan indikator, yaitu ikan karang yang dinyatakan sebagai
indikator kelangsungan hidup terumbu karang. Hanya satu famili yang
termasuk kelompok ikan indikator yaitu famili Chaetodontidae.
(3)
Kelompok ikan utama (mayor), yaitu ikan yang berperan dalam rantai
makanan, seperti ikan dari famili Pomacentridae, Scaridae, Acanthuridae,
Caesionidae, Labridae, Siganidae, Mullidae dan Apogontidae.
Menurut Terangi (2004), pengelompokan ikan karang berdasarkan peranannya
terdiri dari :
(1)
Ikan target adalah ikan yang merupakan target penangkapan atau dikenal
dengan ikan ekonomis penting atau ikan konsumsi seperti famili Serranidae,
Lutjanidae, Kyphosidae, Lethrinidae, Acanthuridae, Mullidae, Siganidae,
Labridae dan Haemulidae;
(2)
Ikan indikator dikenal sebagai ikan penentu terumbu karang karena erat
hubungannya
dengan
kesuburan
terumbu
karang
seperti
famili
Chaetodontidae (kepe-kepe).
(3)
Ikan lain (Mayor familiy) adalah ikan yang terdapat dalam jumlah yang
banyak dan banyak dijadikan sebagai ikan hias air laut seperti famili
Caesionidae, Scaridae, Pomacentridae, Apogonidae, dan lain-lain.
11
2.2
Karakteristik Ikan Karang
2.2.1
Ikan target
Dalam Terangi (2004), di kemukakan karakteristik dari berbagai famili ikan
karang sebagai berikut :
1) Serranidae
Famili ini biasanya dikenal dengan sebutan grouper, rock cods, coral trout,
kerapu, sunu, lodi. Terdiri dari beberapa sub famili seperti Anthiniinae
(anthias), Ephinephelinae, Gramministinae (soapfish) dan Pseudogrammitinae
(podges). Biasanya hidup soliter (jarang ditemukan berpasangan), dan
bersembunyi di gua-gua atau di bawah karang. Ukuran panjang sampai 2 m
dengan berat mencapai 200 kg. Tergolong karnivora pemakan ikan, udang dan
crustacea. Beberapa spesies dari famili ini diantaranya Anyperodon
leucogramminicus, Cephalopholis miniata, Epinephelus quoyanus dan
Plectropomus maculates. Subfamili Anthiinae disebut basslets, sea-perch,
nona manis. Biasanya berukuran kecil, mempunyai warna terang, merah,
orange, kuning dan biru. Hidup pada daerah tubir di terumbu karang dan jauh
dari pantai
atau daerah yang mempunyai kadar garam tinggi dan selalu
bermain di atas celah-celah karang.
2) Lutjanidae
Famili ini dikenal dengan sebutan snappers, seabass, kakap, jenahan,
jambihan dan samassi. Hidup di perairan dangkal sampai laut dalam. Bentuk
tubuh memanjang, agak pipih, badan tinggi dan mempunyai gigi taring.
Warna merah, putih kuning kecokelatan dan perak. Sebagian hidup
bergerombol dan sebagai predator ikan, crustacea dan plankton feeders.
Bentuk berbeda antar yang dewasa dengan yang kecil. Contoh Lutjanus
kasmira, L. biguttatus, L. sebae, dan Macolor niger.
3) Lethrinidae
Famili ini dikenal dengan sebutan emperor, asual, asuan, gotila, gopo,
ketamba lencam, mata hari, ramin dan sikuda. Sering ditemukan di daerah
berpasir dan patahan karang (rubbel) pada daerah tubir,
warna tubuh
12
bervariasi antar jenis, tetapi ada beberapa jenis dapat berubah dengan cepat
hampir mirip dengan Lutjanidae tapi memiliki kepala agak runcing,
panjangnya bisa mencapai 1 meter. Cara makan karnivora dengan memakan
bermacam hewan di pasir dan patahan karang (rubbel).
4) Acanthuridae
Famili ini dikenal dengan sebutan surgeons, botana, maum, marukut, kuli
pasir. Duri berbisa terdapat pada pangkal ekor berjumlah 1 dan 2, sangat
tajam seperti pisau operasi, kulit tebal dengan sisik halus. Termasuk golongan
herbivora dan hidup di daerah karang dangkal, contoh : Naso vlamingii,
Zebrasoma scopes.
5) Mullidae
Famili ini dikenal dengan sebutan goatfishes, biji nangka, kambing-kambing.
Warna umumnya merah, kuning dan keperak-perakan, mempunyai jenggot
(barbell),
dan mencari makan di dasar perairan atau pasir. Contoh :
Parupeneus bifasciatus, Upeneus tragula.
6) Siganidae
Famili ini dikenal dengan sebutan
rabbit fishes, baronang, cabe, lingkis,
samadar. Tubuh lebar dan pipih ditutupi sisik halus, warna bervariasi, pada
punggung terdapat bintik-bintik putih, coklat, kelabu atau keemasan, duri-duri
sirip berbisa, beracun menyebab perih bila tertusuk durinya dan ukuran
berkisar 30 - 45 cm. Makanan umumnya rumput laut dan alga.
7) Haemullidae
Famili ini dikenal dengan sebutan
sweetlips, tiger, grunts, bibir tebal.
Ditemukan pada gua-gua karang, kulit halus dan licin, warna dan bentuk
tubuh berubah dalam pertumbuhan. Ukuran medium sampai 90 cm. Contoh :
Plectrorincus orientalis.
8) Labridae
Khusus genus Cheilinus, Choerodon dan Hemigymnus,
ketiga genus ini
dinamakan wrasses raksasa karena mempunyai ukuran agak besar (medium
13
size 20 -130 cm), aktif pada waktu siang hari (diurnal), ikan yang sulit untuk
didekati (pemalu), sering ditemukan pada air yang bersih dan pada tubir
karang di kedalaman 10 – 100 m. Makanannya moluska, bulu babi, udang
kecil dan invertebrata. Contoh: Thallasoma sp, Cheilinus undulatus, Epibulus
insidiator, Choerodon anchorago, Cheilinus fasciatus, Labroides sp.
9) Nemipteridae
Famili ini dikenal dengan sebutan spinecheeks, monocle-bream, pasir-pasir,
aloumang, ijaputi, palosi pumi dan ronte. Berwarna terang, sering ditemukan
pada dasar perairan berpasir dan patahan-patahan karang (rubble), kelihatan
selalu diam, tapi bila terusik berenang dengan cepat. Agresif pemakan
invertebrata, ikan kecil, udang, kepiting dan cacing (Benthic feeders), hidup
soliter dan bergerombol dan bersifat diurnal dan malam beristirahat di antara
karang - karang. Ada perbedaan antara kecil dengan yang telah dewasa.
10) Priacanthidae
Famili ini dikenal dengan sebutan big eyes, belanda mabuk, mata besar. Ciricirinya bermata besar umumnya merah, sebagian hidup di laut dalam dan
pada siang hari bersembunyi di gua-gua karang. Untuk identifikasi di bawah
air sulit karena antar spesies mirip, sebaiknya diambil spesimen.
11) Carangidae
Famili ini dikenal dengan sebutan gabua, putih, kue. Termasuk ikan perenang
cepat, tergolong ikan pelagis, biasanya hidup bergerombol (schooling),
bersifat karnivora (waktu kecil makan zooplanton), dengan ukuran tubuh bisa
mencapai 2 meter.
12) Sphraenidae
Famili ini dikenal dengan sebutan baracuda, alu-alu.
cepat, hidup bergerombol (schooling), dan giginya tajam.
Termasuk perenang
14
2.2.2
Ikan indikator
1) Chaetodontidae
Famili ini dikenal dengan sebutan butterfly, daun-daun, kepe-kepe. Umumnya
berpasangan, sebagian hidup bergerombol, ukuran tubuh kurang dari 6 inchi,
tubuh bulat dan pipih, dan gerakan lamban atau lemah gemulai. Cara makan
di atas karang seperti kupu-kupu. Warna tubuh umumnya cemerlang dari
kuning, putih dengan tompel hitam dan pola bergaris pada mata. Makanan
polip karang, algae, cacing dan invebterata lain. Aktif di siang hari (diurnal)
dan mata selalu ditutupi strip hitam.
2.2.3
Ikan famili utama (mayor)
1) Pomacentridae
Famili ini dikenal dengan sebutan
damselfish, betok laut, dakocan.
Mempunyai banyak genus. Badan pipih dan nampak dari samping bulat. Ikan
kecil terbanyak di terumbu karang. Makanan plankton, invetebrata, dan alga.
Sebagian ada yang bersimbiosis dengan anemon (Amphiprion). Contoh :
Cromis sp, Pomacentrus sp, Abudefduf sp, Dascyllus sp dan Amphiprion sp
2) Caesionidae
Famili ini dikenal dengan sebutan fusilier, ekor kuning, sulih, suliri, sunin.
Genus Caesio berenang cepat, warna umumnya biru, kuning bagian belakang
dan perak. Sering ditemukan di luar karang (tubir karang). Makanannya
zooplankton. Contoh: Pterocaesio sp, dan Caesio sp.
3) Scaridae
Famili ini dikenal dengan sebutan parrotfishes, kakaktua, bayam. Gigi hanya
dua atas dan bawah (seperti kakak tua), warna kebanyakan biru dan hijau,
sering ditemukan bergerombol, kadang-kadang ditemukan sedang memakan
karang keras dan sulit untuk diidentifikasi karena banyak yang mirip. Sering
mencari makan di perairan dangkal waktu pasang tinggi.
15
4) Holocentridae
Famili ini dikenal dengan sebutan squirrel, swanggi, baju besi, sirandang,
murjan, olelo, mahinai. Hidup di bawah gua-gua karang, biasanya
berpasangan, kadang-kadang juga bergerombol, kulit dan sisik keras, kepala
dan sirip berbisa dan banyak yang mirip antar spesies. Warna tubuh merah,
perak dan mempunyai tompel dan garis.
5) Pomacanthidae
Famili ini dikenal dengan sebutan anggel, injel, betmen, napoleon, anularis.
Warna mencolok dan cantik dengan ukuran tubuh dewasa antara 30 - 39 cm.
Warna dan bentuk tubuh berubah selama pertumbuhan. Hidup soliter (sendiri)
dan berpasangan. Hampir mirip dengan kepe-kepe, tapi lebih tebal dan
di bawah tutup insang berduri dan makanannya alga dan spongs. Contoh:
Centropyge sp, Pomachantus sp.
6) Apogonidae
Famili ini dikenal dengan sebutan cardinal, beseng, belalang, seriding,
capungan. Banyak ditemukan pada ranting karang, bulu babi dengan ukuran
tubuh
kecil antara 5 -15 cm, agak buntek, sirip-sirip transparan, warna
kuning, merah, coklat, putih transparan sebagian berbintik dan bergaris.
Contoh : Apogon cyanosoma, Cheilodipterus artus.
7) Scorpaenidae
Famili ini dikenal dengan sebutan scorpion, lepu, linga-linga, lapo. Ikan ini
penuh dengan duri yang berbisa 3 - 5 duri, bergerak lambat. Termasuk ikan
predator, menangkap ikan yang lewat di depanya. Makanannya udang,
kepiting, ikan-ikan kecil, warna umumnya cokelat, merah, putih, hitam dan
kuning. Di Indo-Pasifik ada 80 genus, dari 350 spesies dan semua memiliki
duri beracun.
8) Balistidae
Famili ini dikenal dengan sebutan triger, cepluk, papakulu, pakol, mendut,
gogot. Kulit tebal, bentuk seperti bola ruqby, mulut kecil dengan gigi yang
kuat, hidup soliter, jika malam hari bersembunyi di lubang-lubang karang.
16
Makanan kepiting, moluska, bulu babi, sponge, hydroids, coral dan algae.
Bagi penyelam harus hati-hati, karena ada spesies yang menyerang penyelam
ketika ikan itu sedang bertelur dan sirip keras dan kaku.
9) Aulostomidae
Famili ini dikenal dengan sebutan shimpfish, pisau-pisau. Ditemukan
bergerombol pada karang bercabang, berenang secara vertikal, dan juvenil
bermain pada bulu babi.
10) Phempheridae
Famili ini dikenal dengan sebutan keeled sweeper. Warna umumnya cokelat
kekuningan, bentuk tubuh sepeti segi tiga dan spesies kebanyakan mirip.
Ditemukan pada gua-gua karang dan ukuran tubuh antara 15 - 25 cm.
11) Tetraodontidae
Famili ini dikenal dengan sebutan puffers, Ostraciidae disebut boxfhise dan
Monacanthidae disebut leather jackets. Ada yang punya mata palsu, bentuk
tubuh agak runcing, dan fleksibel bisa seperti balon. Hidup soliter dan aktif
pada waktu malam, memiliki organ racun dan perenang lambat dan potensial
bagi predator. Habitat beragam seperti lumpur, pasir dan karang.
12) Zanclidae
Famili ini dikenal dengan sebutan morish idol. Hidup pada terumbu karang,
berhidung panjang dan sirip dorsal panjang, warna tubuh kuning dan belang
hitam.
13) Ephippidae
Famili ini dikenal dengan sebutan batfishes, platak. Bentuk seperti kelelawar,
perenang lambat/tenang. Makanan algae, invertebrata (ubur-ubur) dan
plankton .
17
2.3
Pola Distribusi dan Kebiasaan Makan Ikan Karang
2.3.1 Pola distribusi ikan karang
Beberapa studi mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh
terhadap kehadiran ikan (struktur komunitas dan kelimpahan ikan) di suatu
komunitas terumbu karang antara lain : tinggi rendahnya presentase tutupan
karang hidup, zona habitat dan peubah fisik seperti arus, kecerahan dan suhu (Bell
dan Galzin, 1985 diacu oleh Tamimi dan Bengen, 1993).
Distribusi ikan karang dikelompokan menjadi 2 bagian
antara lain (1)
distribusi vertikal ikan karang; dan (2) distribusi harian ikan karang. Menurut
Harmelin-Vivien (1979) diacu oleh Marschiavelli (2001) mengemukakan bahwa
ikan-ikan karang dapat dikelompokkan berdasarkan distribusi vertikal sebagai
berikut :
(1)
Spesies ikan karang yang hidup di dalam sedimen seperti famili Gobiidae,
Ophichtidae, Trichonotidae, dst;
(2)
Spesies ikan karang yang hidup di permukaan sedimen, seperti famili
Torpedinidae, Nemipteridae, Bothidae, Soleidae, Mullidae, Sydnathidae,
dst;
(3)
Spesies ikan karang yang hidup di dalam gua-gua karang, seperti famili
Serranidae, Apogonidae, Holocentridae, Pomacanthidae, Malacanthidae, dst;
(4)
Spesies ikan karang yang hidup di permukaan terumbu
karang, seperti
famili Pomacentridae, Bleniidae, Synodonthidae, Monacanthidae, dst;
(5)
Spesies ikan karang yang hidup di sekitar terumbu karang, seperti famili
Labridae, Chaetodontidae, Scaridae, Acanthuridae, Balistidae, Zanclidae,
dst;
(6)
Spesies ikan karang yang hidup di kolom air, seperti famili Tylosuridae,
Carangidae, Sphyraenidae, Clupeidae, dst.
Pola distribusi harian ikan karang dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu
ikan-ikan diurnal dan nokturnal. Ikan diurnal (ikan siang) merupakan kelompok
terbesar di ekosistem terumbu karang. Termasuk kelompok ikan diurnal adalah
famili Pomacentridae, Labridae, Acanthuridae, Chaetodontidae, Serranidae,
Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan
18
Gobiidae. Mereka
makan dan tinggal di permukaan karang serta memakan
plankton yang lewat di atasnya. (Allen dan Steene 1990 diacu oleh Syakur 2000).
Pada malam hari ikan-ikan diurnal akan masuk dan berlindung di dalam
terumbu dan digantikan oleh ikan-ikan nokturnal (ikan malam). Pada malam hari
mereka keluar mencari makan, dan di siang hari ikan-ikan ini masuk ke gua-gua
atau ke celah-celah karang. Termasuk ikan nokturnal seperti famili Holocentridae,
Apogonidae, Haemulidae, Muraenidae, Scorpaenidae, Serranidae, dan Labridae.
Selain ikan diurnal dan nokturnal, jenis ikan lain yang sering melintasi ekosistem
terumbu karang seperti famili Scombridae, Sphyraenidae, Caesionidae, dan ikan
hiu.Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat
dilihat pada Tabel 1.
dan habitat hidup dapat
19
Tabel 1 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan sifat dan habitat hidup
No
Famili
Target
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
Gobiidae
Ophichtidae
Trichonotidae
Torpedinidae
Nemipteridae
Bothidae
Soleidae
Mullidae
Sydnathidae
Serranidae
Apogonidae
Holocentridae
Pomacanthidae
Malacanthidae
Pomacentridae
Bleniidae
Synodonthidae
Monacanthidae
Labridae
Chaetodonthidae
Scaridae
Acanthuridae
Balistidae
Zanclidae
Tylosuridae
Carangidae
Sphyraenidae
Clupeidae
Ostraciontidae
Tetraodontidae
Canthigasteridae
Haemulidae
KelompokiIkan
Indikator
Mayor
Soliter
+
Sifat Hidup
Bergerombol Berpasangan
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Habitat hidup
Dalam
Permukaan
gua-gua
terumbu
Sekitar
terumbu
Kolom air
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Permukaan
sedimen
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Dalam
sedimen
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
20
Tabel 1 (Lanjutan)
No
Famili
Target
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
Priacanthidae
Muraenidae
Scorpaenidae
Synodontidae
Carcharhinidae
Lamnidae
Sphraenidae
Lutjanidae
Cirrhitidae
Scombridae
Caesionidae
Ephippidae
Diodontidae
Palinuridae
Diogonidae
Xanthidae
Siganidae
Lethrinidae
Aulostomidae
Phempheridae
Kyphopsidae
Sumber :
KelompokiIkan
Indikator
Mayor
Soliter
Sifat Hidup
Bergerombol Berpasangan
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Terangi (2004); Harmelin-Vivien (1979) diacu oleh Marschiavelli (2001)
Keterangan : + : tergolong
Dalam
sedimen
Permukaan
sedimen
Habitat hidup
Dalam
Permukaan
gua-gua
terumbu
Sekitar
terumbu
Kolom air
21
2.3.2
Kebiasaan makan ikan karang
Terangi
(2004),
mengatakan
bahwa
pengelompokan
ikan
karang
berdasarkan periode aktif mencari makan sebagai berikut :
(1)
Ikan diurnal (aktif pada siang hari) seperti famili Holocentridae,
Chaetodontidae,
Balistidae,
Pomacentridae,
Pomacanthidae,
Scaridae,
Acanthuridae,
Monachantidae,
Bleniidae,
Ostracionthidae,
Tetraodontidae, Canthigasteridae, dan beberapa dari suku Mullidae;
(2)
Ikan nokturnal (aktif pada malam hari) seperti famili Holocentridae,
Apogonidae, Haemulidae, Priacanthidae, Muraenidae, Serranidae dan
beberapa dari suku Mullidae; dan
(3)
Ikan crepuscular (aktif diantara) seperti famili Sphyraenidae, Serranidae,
Carangidae,
Scorpaenidae,
Synodontidae,
Carcharhinidae,
Lamnidae,
Spyraenidae, dan beberapa dari Muraenidae.
Menurut Pentury et al. (1995), mengatakan bahwa berdasarkan cara
makannya, ikan karang dapat dikelompokkan menjadi pemakan benthos (benthic
feeder), benthos dan midwaters feeders (famili Pomadasydae), serta pemakan
plankton ( plankton feeder). Selanjutnya menurut waktu makan maka ikan karang
dapat digolongkan menjadi ikan yang mencari makan pada siang hari (diurnal)
dan ikan yang mencari makan pada malam hari (nokturnal). Menurut
Mc Connaughey dan Zottoli (1983) diacu oleh Syakur (2000) mengemukakan
ikan yang tergolong herbivora adalah ikan yang aktif di siang hari (diurnal),
sedangkan ikan karnivor umumnya mencari makan pada malam hari (nokturnal).
Menurut hasil penelitian Iskandar dan Mawardi (1996) mengemukakan ikanikan yang termasuk ikan diurnal (D) seperti famili Pomacentridae, Caesionidae,
Synodontidae, Ephippidae, Chaetodontidae, Pomacanthidae, Labridae, Scaridae,
Acanthuridae dan Diodontidae, sedangkan tergolong ikan nokturnal seperti famili
Lutjanidae, Holocentridae, Palinuridae, Diogonidae dan Xanthidaae dan jenis ikan
yang bersifat rangkap diurnal dan nokturnal dari famili Cirrhitidae, Serranidae,
dan Holocentridae dari genus Pterois sp.
Aktivitas makan dari ikan diurnal dimulai sejak penetrasi cahaya matahari
cukup menerangi kolom perairan di sekitar terumbu karang. Di pagi hari aktivitas
ikan belum begitu tinggi, akan tetapi semakin siang semakin tinggi aktivitasnya.
22
Sebaliknya pada sore hari saat penetrasi cahaya mulai berkurang maka aktivitas
makan pun berkurang dan di saat menjelang matahari terbenam ikan-ikan tersebut
mulai menghilang menuju tempat persembunyian. Aktivitas ikan nokturnal
mencari makan dimulai saat hari mulai gelap. Ikan-ikan tersebut digolongkan
sebagai ikan soliter di mana aktivitas makan dilakukan secara individu,
gerakannya lambat cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas serta
lebih banyak menggunakan indera perasa dan penciuman (Iskandar dan Mawardi,
1996). Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan aktivitas
makan dapat dilihat pada Tabel 2.
2.4
Habitat Ikan Karang
Keterkaitan ikan terhadap terumbu karang karena bentuk pertumbuhan
terumbu menyediakan tempat yang baik dan sebagai sumber makanan dengan
keragaman jenis hewan atau tumbuhan (Nagelkerken, 1981 diacu oleh Wijoyo,
2002).
Choat dan Bellwood (1991) diacu oleh Syakur (2000) membahas interaksi
antara ikan karang dengan terumbu karang, disimpulkan ada tiga bentuk hubungan
antara lain :
(1)
Interaksi langsung sebagai tempat berlindung dari predator (pemangsa)
terutama bagi ikan masih muda;
(2)
Interaksi dalam mencari makanan meliputi hubungan antara ikan karang dan
biota yang hidup di karang termasuk algae;
(3)
Interaksi tak langsung akibat struktur karang,
kondisi hidrologi dan
sedimen.
Interaksi antara ikan karang dengan habitat karang sangat erat kaitannya
tergantung dari kondisi terumbu karang.
Kerusakan terumbu karang akan
mengakibatkan menurunnya populasi ikan di perairan karang.
23
Menurut Helviana (1998) membuat penelitian terhadap struktur komunitas
ikan karang di Pulau Siberut pada kedalaman 3 m dan 10 m disimpulkan bahwa
jumlah jenis (taksa) ikan karang pada kedalaman 3 m lebih sedikit jika
dibandingkan dengan kedalaman 10 m.
Hal ini disebabkan oleh rendahnya
penutupan karang hidup pada kedalaman 3 m.
.
24
Tabel 2 Pola tingkah laku ikan karang berdasarkan tingkat tropik dan aktivitas makan
No
Famili
Target
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
Gobiidae
Ophichtidae
Trichonotidae
Torpedinidae
Nemipteridae
Bothidae
Soleidae
Mullidae
Sydnathidae
Serranidae
Apogonidae
Holocentridae
Pomacanthidae
Malacanthidae
Pomacentridae
Bleniidae
Synodonthidae
Monacanthidae
Labridae
Chaetodonthidae
Scaridae
Acanthuridae
Balistidae
Zanclidae
Tylosuridae
Carangidae
Sphyraenidae
Clupeidae
Ostraciontidae
Tetraodontidae
Canthigasteridae
Haemulidae
Priacanthidae
Muraenidae
Scorpaenidae
KelompokiIkan
Indikator
Mayor
Periode aktivitas mencari makan
Siang
Antara
Malam
(Diurnal)
(Crespuscular)
(Nocturnal)
Herbivora
+
Omnivora
Tingkat tropik
Plankton
Pemakan
feeders
crustcea
dan ikan
Piscivora
+
Pemakan
lain-lain
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
25
Tabel 2 (Lanjutan)
No
Famili
Target
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
Synodontidae
Carcharhinidae
Lamnidae
Sphraenidae
Lutjanidae
Cirrhitidae
Scombridae
Caesionidae
Ephippidae
Diodontidae
Palinuridae
Diogonidae
Xanthidae
Siganidae
Lethrinidae
Aulostomidae
Phempheridae
Kyphopsidae
Sparidae
Gerridae
Fistulariidae
Sciaenidae
Pempheridae
Grammistidae
Grammidae
KelompokiIkan
Indikator
Mayor
Periode aktivitas mencari makan
Siang
Antara
Malam
(Diurnal)
(Crespuscular)
(Nocturnal)
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Herbivora
Omnivora
+
+
+
+
+
+
Tingkat tropik
Plankton
Pemakan
feeders
crustcea
dan ikan
+
+
+
Piscivora
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Sumber : Allen dan Steene (1990); Syakur (2000), Terangi (2004); Iskandar dan Mawardi (1996);
Keterangan : + : tergolong
+
+
Pemakan
lain-lain
26
Keberadaan ikan di terumbu karang tergantung pada makanannya, karena itu
ada keterkaitan yang tidak seimbang terhadap hubungan antara predator dan
mangsanya (White, 1987). Keberadaan ikan-ikan karang sangat dipengaruhi oleh
kondisi/kesehatan terumbu karang biasanya ditunjukkan oleh persentase
penutupan karang hidup (Hutomo, 1986 diacu oleh Wijoyo, 2002).
Terumbu karang terdiri dari berbagai habitat seperti daerah berpasir,
berbatu, ada yang membentuk daratan, lereng,
tebing dan gua-gua.
Habitat-habitat tersebut mempengaruhi jenis-jenis ikan
yang berasosiasi
di dalamnya. Pada karang glomerate seperti Porites sp umumnya tanpa celah
yang dalam, banyak terdapat ikan pemakan polip (polypgrazer) seperti ikan pakol
(Balistidae) dan ikan kepe-kepe (Chaetodontidae). Karang cabang seperti
Acropora sp merupakan tempat berlindung bagi ikan kecil seperi ikan gobi dan
ikan betok laut berenang keluar mencari zooplankton sebagai makanannya dan
segera kembali ke terumbu.
2.5
2.5.1
Alat Tangkap Bubu
Bentuk dan konstruksi bubu
Perangkap (trap) adalah semua alat penangkap yang berupa jebakan. Alat ini
bersifatnya pasif, dibuat dari anyaman bambu (bamboos netting), anyaman rotan
(rottan netting), anyaman kawat (wire netting), kere bambu (bamboo’s screen),
misalnya bubu (fish pot), sero (guiding barriers), dan lain-lain. Alat penangkap
tersebut baik secara temporer, semi permanen, maupun permanen di pasang
(di taman) di dasar laut, diapungkan atau dihanyutkan. Ikan-ikan atau sumberdaya
perikanan laut lainnya tertangkap atau terperangkap karena terangsang adanya
umpan atau tidak (Subani dan Barus,1989).
Menurut Sainsbury (1986), membagi bubu (pot) secara umum dikelompokan
menjadi 2 (dua) bagian yaitu offshore pot fishing dan inshore potting. Pot (trap)
di konstruksi dari beberapa material yang berbeda termasuk kayu, kawat, plastik,
plastik dibungkus dengan kawat dan jaring. Disainnya tergantung dari setiap
lokasi. Pot dirancang untuk memudahkan ikan masuk dan sulit untuk keluar.
Selanjutnya menurut Brandt (1984)
penangkapan ikan dengan bubu adalah
27
keinginan agar ikan mau masuk ke dalam tempat atau jebakan, di mana ikan
masuk tanpa ada paksaan karena ingin mencari tempat berlindung, terpikat oleh
umpan, terkejut atau digiring oleh nelayan
Bentuk bubu sangat beraneka ragam, ada yang berbentuk segi empat,
trapesium, silinder, lonjong, bulat setengah lingkaran, persegi panjang dan bentuk
lainnya. Bentuk bubu biasanya disesuaikan dengan ikan menjadi target tangkapan,
tetapi meskipun yang dijadikan target tangkapan sama, terkadang bentuk bubu
yang dipakai bisa juga berbeda tergantung pada kebiasaan atau pengetahuan
nelayan yang mengoperasikannya. Berbeda dengan alat tangkap lain, bentuk bubu
tidak ada keseragaman di antara nelayan di satu daerah dengan di daerah lainnya
atau di satu negara dengan negara lainnya (Martasuganda, 2003). Dalam JICA
(2001) dikemukakan bahwa bentuk bubu ada bermacam-macam tipe seperti tipe
cone, retangular, semi-retangular, half-ball, arrow-head, Z type, cylinder, scoop,
circular, heart, triangular, barrel dan jar.
Bagian-bagian bubu terdiri dari badan (body), mulut (funnel) atau ijeb dan
pintu. Badan sebagai rongga tempat ikan terkurung. Mulut bubu berbentuk corong
dan merupakan pintu tempat ikan dapat masuk tetapi tidak dapat keluar dan pintu
bubu merupakan tempat pengambilan hasil tangkapan (Subani dan Barus,1989).
Bubu merupakan salah satu alat tangkap pasif bersifat statis dan
keefektifannya sangat tergantung pada jenis pikatan yang dipakai. Dalam usaha
penangkapan bubu, biasanya untuk menarik ikan masuk ke bubu di pasang umpan
tetapi ada pula bisa tanpa umpan. Jenis umpan yang digunakan dapat
mempengaruhi jumlah hasil tangkapan dan komposisi jenis ikan yang tertangkap
(Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994).
Menurut
High
dan
Beardsley
(1970),
Ferno
dan
Olsen
(1994)
mengemukakan bahwa ikan dapat tertarik pada bubu bukan saja karena umpan
tetapi dari berbagai alasan lain seperti pergerakan secara acak, pemakaian bubu
sebagai tempat tinggal atau tempat berlindung, keingintahuan ikan, tingkah laku
sosial antar spesies, atau karena pemangsaan. Beberapa hal tersebut di atas
merupakan suatu mekanisme yang dapat memberikan masukan untuk efisiensi
bubu tanpa umpan.
28
Menurut Furevik (1994), mengemukakan bahwa tingkat selektif alat tangkap
bubu dalam penangkapan ikan sangat tergantung dari beberapa parameter antara
lain : mesh zise bubu, bentuk dan ukuran pintu masuk, ukuran bubu dan celah
pelolosan (escape gap).
2.5.2 Daerah penangkapan ikan untuk tempat pemasangan bubu
Daerah penangkapan adalah semua tempat dimana ikan ada dan alat tangkap
dapat dioperasikan (Djatikusumo, 1975 diacu oleh Urbinus, 2000).
Menurut
Sadhori (1985), ada empat syarat yang harus dipenuhi dalam menentukan daerah
penangkapan ikan, yaitu:
(1)
Adanya ikan yang akan ditangkap;
(2)
Ikan tersebut dapat ditangkap
(3)
Penangkapan dapat dilakukan secara berkesinambungan
(4)
Hasil tangkapan menguntungkan
Penentuan daerah penangkapan untuk pengoperasian bubu tidak begitu
rumit dan kurang dipengaruhi oleh faktor oseanografi. Hal terpenting dalam
menentukan daerah penangkapan adalah diketahui keberadaan ikan dasar, kepiting
atau udang sebelum operasi penangkapan dilakukan. Informasi ini dapat diperoleh
dari data hasil tangkapan atau informasi daerah penangkapan dari instansi terkait
atau berdasarkan catatan keberadaan ikan dasar, kepiting atau udang di daerah
penangkapan (Martasuganda, 2003).
2.5.3
Pengoperasian alat tangkap bubu
Sainsbury (1986) mengemukakan bahwa bubu dapat dioperasikan satu kali
dalam sekali setting, hasil tangkapannya memiliki kualitas yang tinggi tetapi
terdapat juga hasil tangkapan sampingan. Operasi penangkapan ikan erat
hubungannya dengan tingkah laku ikan sebagai faktor penentu keberhasilan
operasi penangkapan ikan. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan dapat
memperbaiki
serta
merubah
alat
maupun
metode
memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi penangkapan.
penangkapan
yang
29
Pengoperasian bubu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bubu dasar
(ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot).
Menurut cara pengoperasiannya bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara
yaitu dipasang secara terpisah di mana satu bubu dipasang dengan satu pelampung
(single trap) dan beberapa bubu dirangkai menjadi satu dengan menggunakan satu
tali utama (long line traps) (Subani dan Barus, 1989).
Menurut Monintja dan Martasuganda (1990) diacu oleh Nasution (2001),
keistimewaan bubu sebagai alat tangkap tradisional sebagai berikut:
(1)
Pembuatan alat mudah dan murah;
(2)
Pengoperasian mudah;
(3)
Kualitas hasil tangkapan bagus;
(4)
Tidak merusak sumber daya, baik secara ekologis maupun teknik; dan
(5)
Dapat dioperasikan di tempat-tempat di mana alat tangkap lain tidak bisa
beroperasi
Menurut Monintja dan Martasuganda (1990) diacu oleh Nasution (2001)
bahwa ada beberapa faktor yang menyebabkan ikan dasar, ikan karang dan udang
terperangkap pada bubu, yaitu :
(1)
Tertarik oleh umpan;
(2)
Digunakan sebagai tempat berlindung;
(3)
Karena sifat thigmotaksis ikan itu sendiri; dan
(4)
Digunakan sebagai tempat beristirahat sewaktu ikan bermigrasi.
2.5.4 Hasil tangkapan
Ikan yang menjadi target penangkapan dengan bubu adalah kepiting, udang,
shelfish, octopus, ikan demersal, lobster, conger eel dan cuttlefish (JICA, 2001).
Hasil tangkapan bubu dasar terdiri dari ikan dasar, ikan karang, udang, kepiting
dan sebagainya. Hasil tangkapan ikan karang dengan bubu dasar berupa ikan
karang terutama dari
famili
Pomacentridae,
Chaetodontidae,
Siganidae,
Serranidae Scaridae, Acanthuridae, Lutjanidae, Labridae, dan jenis lainnya.
Menurut Tiyoso (1979
diacu oleh Suci (1993) bahwa fluktuasi hasil
tangkapan bubu dapat terjadi karena beberapa alasan seperti:
30
(1)
Migrasi dan perubahan harian, musiman maupun tahunan dari kelompok
ikan;
(2)
Keragaman ukuran ikan dalam populasi;
(3)
Tepat tidaknya penentuan tempat pemasangan bubu, karena alat tangkap ini
bersifat pasif dan menetap.
2.5.5 Zona pengaruh di sekitar alat tangkap terhadap tingkah laku ikan
Zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan
saat operasi penangkapan dilakukan ada tiga macam yaitu : (1) Zone of influence
adalah wilayah/area/zona pengaruh alat tangkap terhadap tingkah laku ikan.; (2)
Zone of action adalah wilayah/area/zona yang dihasilkan alat tangkap diarahkan
ke kumpulan ikan; dan (3) Zone of retention adalah wilayah/area/zona di mana
alat tangkap dapat menahan ikan sehingga tidak terlepas (Nikonorov,1975).
Letak wilayah/area/zona dari beberapa alat tangkap menurut Nikonorov (1975)
dapat dilihat pada Gambar 2.
Keterangan :
Gambar 2 Zona/area pengaruh alat tangkap.
I.Tipe kontak alat tangkap : a. gillnets, b. pancing berumpan dan c. pancing tanpa umpan; II. Trapnet;
III. Alat tangkap Trawl : d. posisi horisontal, e. posisi vertikal; IV. Fish Pump; V. Alat tangkap
melingkar (surrounding gear) : f . pertengahan (midwater), g. di dasar (on the bottom), 1 : Zone of
influence, 2 : Zone of action, 3. zone of retention; 4. field of influence terhadap sumber cahaya, umpan,
dan lain-lain.
31
Nikonorov (1975) menggambarkan zona pengaruh dari alat tangkap trapnet
dimana zone of influence ditentukan oleh ukuran leader (penaju), zone of action
ditentukan oleh pintu masuk trap, dan zone of retention ditentukan oleh kantong
(chamber). Untuk menghitung jumlah ikan yang berinteraksi pada zone of
influence (leader) sebagai berikut :
Qf0 = c0 S0 Vt t ;
(1)
di mana : Qf0 = jumlah ikan yang memasuki zone of influence
c0 = konsentrasi ikan
S0 = area permukaan leader net
Vt = kecepatan renang ikan
t
= lama penangkapan
Selanjutnya untuk menghitung kapasitas penangkapan pada trapnet yang
ditentukan oleh jumlah ikan (Qf) yang melalui zone of action dari alat tangkap
Qf1 = c1 S1 Vf t ;
di mana :
(2)
Qf1 = jumlah ikan yang memasuki zone of action
c1
= konsentrasi ikan
S1 = area dari leader net
Vf = kecepatan masuknya ikan
t
maka
Qf1
= lama penangkapan
= Qf0 - Qf2
Oleh karena itu, efisiensi penangkapan
dapat dihitung sebagai berikut :
Qf1
Qf2
= ----- = 1 + ------Qf0
Qf0
Selanjutnya retaining efficiency dapat dihitung sebagai berikut :
1
Qf
2
(3)
(4)
= Qf1 - Qf3
Qf3
Qf
= ----- = 1 - ------Qf1
Qf1
(5)
Mengacu pada pendapat Nikonorov (1975) dapat diduga setelah rumpon dan
bubu berada di perairan maka kedua benda tersebut akan memberikan respons
untuk menarik ikan berkumpul baik di rumpon maupun di bubu. Ikan yang
terespons datang mendekati rumpon dan bubu merupakan awal proses tingkah
laku terjadi. Proses tingkah laku ikan terjadi karena beberapa alasan antara lain:
32
(1) Rangsangan (stimulation) dari luar seperti warna, bentuk benda, bau umpan,
suara dan cahaya; (2) Tanggapan dari ikan melalui mata, telinga, penciuman dan
linea lateralis; dan (3) Sistem urat syaraf dimana ikan menerima tanggapan dan
duteruskan oleh urat syaraf dan ujung urat syaraf ke otak dan diproses di otak,
maka otak akan memerintahkan terjadinya gerakan-gerakan pada tumbuh ikan
(body movement). Seluruh gerakan tersebut di sebut tingkah laku ikan (fish
behaviour) (Syandri, 1988).
Perubahan tingkah laku ikan berhubungan dengan tanggapan ikan dengan
benda-benda yang berada di perairan dan lingkungan sekitarnya awalnya
di respons oleh mata ikan. Mata ikan merupakan salah satu organ penting pada
ikan berfungsi untuk melihat benda-benda dalam air baik dalam posisi dekat
maupun jauh. Bila ikan sedang istirahat, maka mata ikan hanya mampu melihat
benda di depannya saja, dan bila melihat jauh seluruh lensa ditarik kebelakang
oleh otot khusus dinamakan retractor lentis (Omma Nney, 1982 diacu oleh
Syandri, 1988).
Penglihatan ikan berbeda dengan binatang air lain, dimana ikan dapat
melihat ke beberapa jurusan sekaligus. Mata ikan terletak pada kedua sisi kepala,
di sebelah kiri (dicatat oleh otak bagian kiri) dan sebelah kanan (dicatat oleh otak
bagian kanan) (Rab, 1988 diacu oleh Razak et al. 2005). Khusus bagi ikan karang,
mata ikan juga memiliki morfologi yang berbeda. Pada ikan nokturnal, ukuran
matanya lebih besar seperti ikan Myripristis sp , sedangkan ikan diurnal seperti
Chaetodon lunula ukuran matanya kecil. Perbedaan ukuran itu disebabkan kondisi
cahaya yang ada di lingkungan perairan sangat kontras saat siang hari dan malam
hari. Pada malam hari intensitas cahaya rendah sehingga adaptasi mata ikan lebih
besar, agar mampu menggunakan cahaya dengan intensitas rendah.
Warna yang mampu dilihat ikan karang secara umum adalah warna biru dan
sensitif terhadap warna hijau. Ikan karang dari kelompok diurnal ketajaman
penglihatan (visual acuity) lebih baik dari pada kelompok ikan nokturnal dan
crespuscular karena sel-sel kerucut (cone cell) pada fotoreseptor lebih banyak.
Pada ikan nokturnal fotoreseptor mengalami modifikasi dimana kepadatan sel
batang (rod cell) antara 106 - 107 per mm2 dan lebih banyak dari ikan diurnal,
33
serta ketebalan lapisan fotoreseptor lebih tebal dari ikan diurnal (Sale (ed) 1991
diacu oleh Razak et al. 2005).
Dalam kaitan dengan penglihatan ikan karang untuk melihat makanan
di sekelilingnya ditentukan juga oleh sinar ultra violet. Sinar ultra violet ini dapat
membantu ikan untuk melihat makanan
khusus ikan karang pemakan
zooplankton. Adanya sinar ultra violet yang dapat dilihat oleh ikan menyebabkan
warna zooplankton berwarna hitam dan dapat dilihat dalam air sehingga ikan
karang dapat mengenalinya (Razak et al. 2005)
Selain itu menurut Laevastu dan Hela (1971) diacu oleh Sondita (1986),
visibilitas suatu alat tangkap bagi penglihatan ikan mempengaruhi keberhasilan
penangkapan ikan. Karena itu kemampuan ikan untuk melihat suatu benda
merupakan faktor penting yang harus diperhatikan. Kemampuan ikan untuk
melihat suatu benda di kolom air dipengaruh oleh jarak ikan dengan benda,
intensitas cahaya lingkungan dan sifat benda itu sendiri. Kemampuan cahaya
untuk menembus kolom air berbeda menurut panjang gelombang (Nikonorov,
1975 diacu oleh Sondita, 1986).
Diduga selain visibilitas alat tangkap dan cahaya yang mempengaruhi ikan
bisa melihat alat tangkap dan terpengaruh, tentu masih ada beberapa faktor lain
seperti schooling ikan termasuk pola renang ada yang soliter, bergerombol dan
berpasangan, pola gerak ikan, lapisan renang (swimming layer), radius/jarak ikan
dengan alat tangkap, lama waktu ikan berada di sekitar alat tangkap berbedabeda, serta faktor fisik terutama arus yang dapat merubah arah ruaya ikan.
Gambaran tentang perubahan tingkah laku ikan ketika ikan karang
memasuki zone of influence alat tangkap bubu tentu berbeda pada setiap jenis
ikan. Ikan karang berbeda dengan jenis ikan lainnya terutama ikan memiliki
kelompok tertentu. Secara umum dikenal ada tiga kelompok ikan karang yaitu
kelompok famili utama (mayor), target dan indiktor. Masing-masing kelompok
ikan ini memperlihatkan pola hidup yang berbeda-beda.
34
2.5.6
Tingkah laku ikan mendekati dan memasuki alat tangkap bubu
Ketika ikan memasuki bubu berumpan pada awalnya ikan akan mendatangi
dan menggigit umpan, tetapi tidak lama kemudian ikan tersebut akan kehilangan
ketertarikannya. Pada bubu tidak berumpan, ada perbedaan tingkah laku ikan
memasuki bubu di mana squerrelfish dan goatfish memasuki bubu dengan cara
bergerombol, tetapi parrotfish, bigeyes memasuki bubu secara individual.
Chaetodon sp dan Pseudopeneus sp akan berenang berbalik arah dengan
ketakutan bila ada ikan jenis lain yang tertangkap oleh bubu (Furevik, 1994 diacu
oleh Ferno dan Olsen, 1994).
Irawati (2002) mengemukakan tentang tingkah laku ikan kerapu macan
dalam bak percobaan terlihat bahwa ikan mulai masuk ke dalam bubu setelah
beberapa saat bubu berada dalam bak. Waktu yang dibutuhkan oleh ikan untuk
masuk ke dalam bubu sangat bervariasi. Saat penelitian diketahui bahwa ada ikan
yang langsung masuk ke dalam bubu setelah 1 menit dan hingga pengamatan
terakhir sekitar 3 jam ikan tidak pernah masuk ke dalam bubu.
Ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara lain ikan mencoba masuk
satu per satu,
bergerombol dan ada yang bergerombol lalu mencoba masuk
ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian menyusuri dinding
bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun bagian depan
mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa ikan mengelilingi
bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah menyusuri dinding bubu,
ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya lewat saja (Irawati, 2002).
Ikan yang tidak masuk ke dalam bubu akan kembali berkumpul dengan ikan
lain yang bergerombol di luar bubu. Ikan tidak jadi masuk ke bubu karena
beberapa sebab di antaranya karena di dalam bubu ada ikan yang menjadi
pesaing, atau jika di alam karena ada ikan pemangsa (predator). Selain itu, karena
ikan tersebut mengikuti pergerakan ikan lain yang menjauhi bubu dan ikan tidak
masuk ke bubu karena ada ikan lain yang menghalangi jalan masuknya (Irawati,
2002)
Reiliza (1997) mengamati tingkah laku ikan kepe-kepe (Chaetodon
octofasciatus), ikan bendera (Heniochus acuminatus) dan ikan raja gantang
(Sargocentron violaceum) terhadap alat tangkap bubu dengan menggunakan
35
remotely operated vehicles (ROV) ternyata ketiga jenis ikan tersebut mempunyai
tingkah laku yang berbeda. Tingkah laku dari ketiga jenis ikan tersebut sebagai
berikut :
(1)
Ikan kepe-kepe (Chaetodon octofasciatus)
Ikan ini selalu berenang berkelompok (minimal 2 ekor). Ikan kepe-kepe
datang ke bubu dari arah depan samping kanan atau kiri, tidak pernah datang lurus
dari depan bubu. Biasanya ikan ini berenang menentang arus dan terkadang
tingkah lakunya di sekitar dan di dalam mulut bubu dipengaruhi oleh arah dan
gerakan arus. Tingkah laku ikan kepe-kepe terhadap
bubu kawat tipe buton
sebagai berikut :
(1)
Ikan datang ke bubu lalu menyusuri dinding mulut bubu, bermain di mulut
bubu, kemudian masuk ke dalam bubu membutuhkan waktu kurang lebih
20 - 49 detik;
(2)
Ikan datang ke bubu menyusuri dinding mulut bubu, kemudian masuk
ke bubu membutuhkan waktu kurang lebih 6 – 15 detik;
(3)
Ikan datang ke bubu menyusuri dinding mulut bubu dan bermain di dalam
mulut bubu, kemudian keluar dari bubu menyusuri dinding mulut bubu
membutuhkan waktu kurang lebih 18 – 22 detik;
(4)
Ikan datang ke bubu lalu menyusuri dinding mulut bubu, kemudian berbelok
dan langsung keluar dari bubu membutuhkan kurang lebih waktu 5 – 15
detik.
(2)
Ikan bendera (Heniochus acuminatus)
Ikan ini berenang berkelompok ( 2 – 3 ekor) dengan gerakan naik turun
(tidak mendatar). Ikan ini sangat menyukai karang yang terdapat di atas bubu dan
bermain-main di situ. Tingkah laku ikan bendera terhadap bubu sebagai berikut:
(1)
Ikan datang ke karang yang ada di atasnya, lalu masuk ke mulut bubu,
kemudian pergi membutuhkan waktu kurang lebih 39 - 43 detik;
(2)
Ikan datang langsung ke dalam mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu,
membutuhkan waktu kurang lebih 14 – 16 detik;
(3)
Ikan datang ke bubu, bermain-main di mulut bubu, lalu keluar dan pergi,
membutuhkan waktu kurang lebih 39 – 50 detik.
36
(3)
Ikan raja gantang (Sargocentron violaceum)
Ikan ini bergerak lambat. Gerakannya pada saat masuk ke dalam bubu
adalah melingkar dan arah putarannya dipengaruhi oleh arus. Tingkah laku ikan
raja gantang terhadap bubu sebagai berikut :
(1)
Ikan mendatangi bubu dari arah depan dengan gerakan melingkar yang
berlawanan dengan arah arus, masuk ke dalam mulut bubu dan berhenti
di ujung mulut bubu (hanya bergerak berputar-putar berlawanan arah arus),
membutuhkan waktu kurang lebih 49,5 detik;
(2)
Ikan mendatangi bubu dari arah depan dengan gerakan melingkar yang
berlawanan dengan arah arus, masuk ke dalam mulut bubu dan masuk
ke dalam bubu, membutuhkan waktu kurang lebih 50,5 detik.
2.5.7 Tingkah laku ikan di dalam bubu
Jenis ikan yang berbeda memiliki tingkah laku di dalam bubu yang berbedabeda pula. butterflyfish (Chaetodon sp), goatfish/biji nangka (Parupeneus sp),
squerrelfish (Sargocentron sp)dan parrotfish (Scarus sp) berenang mengitari bubu
berbeda dengan ikan kerapu yang sesekali melakukan tingkah laku pencarian
celah untuk keluar. Ikan cod akan mendorong dinding bubu dan mengitari ruang
dalam bubu. Aktivitas ikan di dalam bubu juga dipengaruhi oleh aktivitas ikan di
luar bubu. Ikan kerapu dan parrotfish mengejar mangsanya ke dalam bubu,
emperors dan ikan kakap memasuki bubu ketika ikan mangsanya berada dalam
bubu tersebut (Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994).
Berdasarkan hasil penelitian Irawati (2002) terlihat bahwa ikan kerapu
macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat bersembunyi dan berdiam
diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain yang sudah masuk
ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat di antara mulut dan dinding
bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak cukup aktif di dalam
bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk beristirahat dan
bergerombol, karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering bergerombol dalam
posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan bergerombol, ikan
di dalam bubu juga berkejaran, bergerak mengitari ruang di dalam bubu, dan
bergerak mengitari mulut bubu.
37
Berdasarkan hasil penelitian Irawati (2002) terlihat bahwa ikan kerapu
macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat bersembunyi dan berdiam
diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain yang sudah masuk
ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat di antara mulut dan dinding
bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak cukup aktif di dalam
bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk beristirahat dan
bergerombol. Karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering bergerombol dalam
posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan bergerombol, ikan
di dalam bubu juga ada yang berkejaran, bergerak mengitari ruang di dalam bubu,
dan bergerak mengitari mulut bubu.
Menurut Irawati (2002), pola pergerakan ikan di dalam bubu sebagai
berikut: (1) ikan bergerak mengitari ruangan dalam bubu, gerak berputar ini
biasanya searah atau berlawanan jarum jam; (2) ikan bergerak bolak-balik dalam
bubu; (3) ikan bergerak ke dalam ruangan bubu dengan berbagai arah setelah ikan
memasuki bubu melalui celah pelolosan; (4) ikan bergerak ke segala arah; dan (5)
ikan mengitari mulut bubu. Posisi ikan bergerombol di dalam bubu yaitu dekat
celah pelolosan; di antara bagian mulut dan dinding bubu membentuk sudut;
di sudut ruangan dalam bubu serta beristirahat (berdiam diri) dalam keadaan
menyebar. Selanjutnya pergerakan ikan akibat interaksi antara ikan di dalam dan
di luar bubu
yaitu bergerak ke suatu arah yang sama; ikan di dalam bubu
berkumpul di semua sudut dan ikan di luar bubu berkumpul di sekitar sudut bubu;
ikan berkumpul di sekitar celah pelolosan; serta ikan bergerak dari dasar bak
menuju ke atas lalu ke bawah dan dilakukan oleh ikan di dalam maupun di luar
bubu secara bersamaan.
Menurut Reiliza (1997), ikan kepe-kepe terlihat panik setelah terperangkap
di dalam bubu, gerakannya lebih cepat dan mencari-cari tempat untuk keluar,
karena merasa terkurung dan ruang geraknya terbatas. Ikan kepe-kepe berenang
lincah di dalam bubu dari sudut kiri ke sudut kanan, atau sebaliknya dengan
gerakan mendatar. Gerakan renang lincah dan mendatar menyebabkan ikan kepekepe dapat meloloskan diri setelah terperangkap kurang lebih 2 jam di dalam
bubu. Gerakan ikan bendera setelah terperangkap di dalam bubu lebih cepat
38
gerakannya sebelum terperangkap dan terlihat panik. Ikan ini berenang di dalam
bubu dari salah satu sudut bubu ke mulut bubu dengan waktu 5 detik.
Menurut Reiliza (1997), gerakan renang naik turun menyebabkan sampai
akhir pengamatan tidak ada ikan yang meloloskan diri dari bubu. Pengurangan
penutupan karang ternyata berpengaruh terhadap tingkah laku ikan bendera, untuk
mendatangi bubu hanya dalam waktu singkat saja lalu pergi. Ikan raja gantang
masuk ke dalam bubu berenang lambat, tidak menunjukkan kepanikan dan
cenderung diam di dasar bubu. Gerak ikan ini di dalam bubu sama dengan
gerakannya di ujung mulut bubu, yaitu hanya berputar-putar melawan arus dan
membutuhkan waktu untuk satu kali berputar 8,5 detik. Ikan raja gantang
termasuk ikan nokturnal. Ikan raja gantang masuk ke bubu yang bagian atasnya
ditutupi karang. Pada saat penutupan karang dikurangi, ikan ini tidak memberikan
respons di depan bubu, tetapi berenang ke gundukan karang yang berbentuk atap
di samping bubu dan berlindung di situ.
2.6
2.6.1
Rumpon
Tipe rumpon
Rumpon (Fish Aggregating Device/FADs) merupakan alat pemikat ikan
digunakan untuk mengonsentrasikan ikan, sehingga operasi penangkapan ikan
dapat dengan mudah dilakukan. Inovasi teknologi penangkapan ikan karang
dengan bubu bersama rumpon belum banyak digunakan oleh masyarakat nelayan
di Indonesia.
Menurut Lionberger dan Gwin (1983) diacu oleh Mardikanto (1993)
mengartikan inovasi tidak sekedar sebagai sesuatu yang dimulai baru, tetapi lebih
luas dari itu, yakni sesuatu yang dinilai baru atau dapat mendorong terjadinya
perubahan dalam masyarakat atau pada lokalitas tertentu. Selanjutnya menurut
Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa inovasi adalah sesuatu ide, perilaku,
produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui,
diterima dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat
dalam suatu lokalitas tertentu, atau dapat mendorong terjadinya perubahanperubahan di segala
aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya
39
perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat
yang bersangkutan.
Sebutan rumpon berbeda pada berbagai daerah di Indonesia seperti di Jawa
(tenda), Madura (ojen), Sumatra Barat (rabon), Sumatra Timur dan Utara (unjan
dan tuasan), sedangkan di Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, NTT dan Ambon
menyebutnya rompong (Subani dan Barus, 1988).
Tipe-tipe/jenis-jenis rumpon yang dikembangkan saat ini di kelompokkan
sebagai berikut :
(1)
Berdasarkan posisi pemikat atau pengumpul (aggregating) rumpon dapat
dibagi menjadi rumpon permukaan lapisan tengah dan rumpon dasar.
(i)
Rumpon permukaan lapisan tengah
Rumpon permukaan lapisan tengah terdiri dari rumpon perairan dangkal
dan rumpon perairan dalam. Rumpon laut dangkal umumnya dipasang
atau di tanam pada kedalaman antara 30 –75 m atau kurang dari 100 m.
Rumpon ini biasanya digunakan untuk menangkap ikan-ikan pelagis
kecil yang tertangkap dengan alat tangkap payang dan pukat cincin
(purse seine). Rumpon laut dalam disebut juga payaos atau rompong
Mandar dipasang pada kedalaman lebih dari 600 m, bahkan sampai 1500
m. Penggunaan rumpon ini untuk menangkap ikan-ikan pelagis besar
terutama tuna, cakalang dan jenis ikan lainnya yang memiliki nilai
ekspor. Payaos mempunyai bentuk lebih istimewa, pelampungnya terdiri
dari 60 – 100 batang bambu disusun menjadi satu sehingga membentuk
rakit. Tali pemberat (tali yang menghubungkan antara pelampung dan
pemberat dapat mencapai 1000 – 1500 m, bahkan lebih terbuat dari
pintalan rotan atau bahan lainnya. Pemberat berkisar antara 1000 – 3500
kg dari batu-batuan atau dari cor semen. Sebagai atraktor dipasang daun
kelapa. Payaos digunakan untuk penangkapan payang, pukat cincin,
huhate, rawai vertikal maupun pancing.
(ii)
Rumpon perairan dasar
Rumpon perairan dasar merupakan alat bantu penangkapan ikan yang
dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut. Biasanya digunakan
40
sebagai alat bantu penangkapan dalam menangkap ikan-ikan yang hidup
di dasar perairan (ikan demersal) terutama ikan karang.
(2)
Berdasarkan kriteria permanensi maka rumpon dapat dibagi atas :
(i) Rumpon yang di jangkar namun dapat berpindah-pindah (dinamis).
Rumpon ini dipasang bisa diangkat-angkat dengan berat pemberat antara
25 –35 kg.
(ii) Rumpon yang di jangkar secara tetap (statis). Rumpon ini tidak bisa
diangkat-angkat bersifat tetap dengan berat pemberat 75 – 100 kg.
(3)
Berdasarkan tingkat teknologi yang digunakan , rumpon dibagi atas:
(i) Rumpon tradisional umumnya digunakan oleh nelayan tradisional.
Komponen
rumpon
ini
terdiri
dari
pelampung,
tali
jangkar,
jangkar/pemberat serta pemikat dari daun kelapa. Rumpon ini dipasang
pada kedalaman 300 – 2000 m.
(ii) Rumpon modern umumnya digunakan oleh perusahaan swasta maupun
BUMN. Komponen rumpon terdiri dari pelampung terbuat dari plat besi
atau drum, tali jangkar terbuat dari kabel baja (steel wire), tali sintesis
dan dilengkapi dengan swivel (kili-kili), pemberat terbuat dari cor
semen, sedangkan pemikat terbuat dari bahan alami (daun kelapa) dan
bahan sintesis seperti ban, pita plastik dan sebagainya.
Dalam SK Mentan No. 51/Kpts/IK.250/1/97 dijelaskan ada 3 jenis rumpon
antara lain: (1) rumpon perairan dasar merupakan alat bantu penangkapan ikan
yang dipasang dan ditempatkan pada dasar perairan laut, (2) rumpon perairan
dangkal, merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan
pada perairan laut dengan kedalaman sampai 200 m, dan (3) rumpon perairan
dalam, merupakan alat bantu penangkapan ikan yang dipasang dan ditempatkan
pada perairan laut dengan kedalaman di atas 200 m.
2.6.2
Konstruksi rumpon
Rumpon secara umum terdiri dari 3 komponen yaitu pemikat ikan, jangkar
dan tali penambat yang menghubungkan pemikat ikan dengan jangkar. Bahan
pemikat (atraktor) yang digunakan adalah daun kelapa (Subani, 1989 diacu oleh
Effendie, 2002). Selanjutnya menurut Preson (1982) diacu oleh Monintja et al.
41
(1990) mengemukakan bahwa disain FAD terdiri dari tiga komponen utama
yakni : (1) anchor; (2) mooring live; dan (3) aggregator.
Bahan untuk jangkar (anchor) kini banyak digunakan adalah drum yang
diisi dengan semen konkrit, bahan untuk mooring live yang baik adalah
polypropyleen, sedangkan bahan aggregator dari ban bekas, daun kelapa atau tali
plastik (Boy and Smith 1984 diacu oleh Monintja et al. (1990). Ketiga komponen
tersebut harus dirancang sedemikian rupa agar efisien dan efektif.
Zulkarnain (2002) mengemukakan alat pemikat (atraktor) merupakan salah
satu kemampuan utama pada rumpon. Atraktor juga merupakan bagian terpenting
dari rumpon. Hal ini karena atraktor berfungsi sebagai alat pemikat atau
pengumpul ikan sesungguhnya.
Menurut Tim Pengkaji Rumpon Fakultas Perikanan IPB (1987) diacu oleh
Zulkarnain ( 2002), persyaratan umum atraktor adalah : (1) mempunyai daya
pikat yang baik terhadap ikan, (2) tahan lama, (3) mempunyai bentuk seperti
posisi potongan vertikal, (4) melindungi ikan-ikan kecil, (5) bentuknya silinder
dengan posisi arah ke bawah, dan (6) terbuat dari bahan yang kuat, tahan lama dan
murah. Selanjutnya menurut Monintja, et al. (1990) mengatakan berbagai faktor
yang perlu dipertimbangkan dalam menilai prospek penggunaan rumpon antara
lain : (1) ketersediaan bahan baku rumpon, (2) daya tahan rumpon terhadap
berbagai kondisi perairan, dan (3) kemudahan operasi penangkapan ikan.
Monintja et al. (1990) mengemukakan bahwa manfaat yang dapat
diharapkan dengan penggunaan rumpon sebagai alat bantu penangkapan ikan
adalah : (1) mengurangi waktu dan bahan bakar dalam pengintaian ikan, (2)
meningkatkan hasil tangkapan per satuan upaya penangkapan, dan (3)
meningkatkan mutu hasil tangkapan yang ditinjau dari spesies dan komposisi
ukuran. Selanjutnya menurut Direktorat Jenderal Perikanan, 1995 diacu oleh
Imawati (2003) mengemukakan beberapa keuntungan dalam penggunaan rumpon
yakni memudahkan pencarian gerombolan ikan, biaya eksploitasi dapat dikurangi
dan dapat dimanfaatkan oleh nelayan kecil.
42
2.6.3
Peranan rumpon sebagai alat pemikat ikan
Menurut Gunarso (1985) bahwa cara mengumpulkan ikan dapat dilakukan
melalui beberapa cara di antaranya dengan rangsangan kimia, rangsangan
terhadap penglihatan, pendengaran, penciuman, menggunakan aliran listrik dan
rangsangan
dengan
menyediakan
tempat
berlindung.
Pada
prinsipnya
penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk
mengumpulkan ikan, pada dasarnya agar gerombolan ikan tersebut mudah
tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki.
Menurut Asikin (1985) diacu oleh Yusfiandayani (2004)
mengatakan
bahwa keberadaan ikan di sekitar rumpon disebabkan oleh (1) sebagai tempat
bersembunyi di bawah bayang-bayang daun rumpon bagi beberapa jenis ikan; (2)
sebagai tempat berpijah bagi beberapa jenis ikan tertentu; dan (3) sebagai tempat
berlindung bagi beberapa jenis ikan yang mempunyai sifat fototaksis negatif.
Samples dan Sproul (1985) diacu oleh Yusfiandayani (2004) mengatakan
bahwa tertariknya ikan di sekitar rumpon karena (1) sebagai tempat berteduh
(shading place) bagi beberapa jenis ikan tertentu; (2) sebagai tempat mencari
makan (feeding ground) bagi ikan-ikan tertentu; (3) sebagai substrat untuk
meletakkan telurnya bagi ikan-ikan tertentu; (4) sebagai tempat berlindung dari
predator dari ikan-ikan tertentu; dan (5) sebagai tempat titik acuan navigasi
(meeting point) bagi ikan-ikan tertentu yang beruaya.
Prinsip penangkapan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi untuk
mengumpulkan ikan, pada hakikatnya adalah agar kawanan ikan tersebut mudah
tertangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki. Diduga ikan tertarik di sekitar
rumpon berfungsi sebagai tempat berlindung dan mencari makanan (Subani, 1986
diacu oleh Effendie, 2002). Selanjutnya menurut Soemarto (1962) diacu oleh
Yusfiandayani (2004) mengatakan bahwa dalam area rumpon terdapat plankton
yang merupakan makanan ikan lebih banyak bila dibandingkan di luar rumpon.
De San (1982) diacu oleh Monintja et al. (1990) mengemukakan bahwa
posisi penempatan FAD terbaik adalah : 1) tempat yang dikenal sebagai lintasan
ruaya ikan; 2) daerah upwelling, fronts dan gerakan Eddy; 3) dasar perairan
datar;dan 4) tidak terlalu dekat dengan karang.
43
2.6.4
Tingkah laku ikan di rumpon
Menurut Jusfiandayani (2004) mengemukakan bahwa kawanan ikan mulai
menempati kolom air di sekitar rumpon dari kedalaman antara 1 – 10 m, setelah
itu jumlah ikan semakin banyak hingga kedalaman 20 m. Jenis-jenis ikan yang
banyak dan paling sering terlihat seperti ikan selar (Carangidae) dan kembung
(Rastrelliger sp). Kedua jenis ikan ini berenang secara berkelompok di sekitar
rumpon, sedangkan ikan kembung sering terlihat berada pada jarak yang relatif
lebih jauh dari rumpon. Sebaran vertikal dan tingkah laku kedua jenis ikan yang
teramati dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Posisi dan aktivitas ikan yang teramati saat pengamatan bawah air dalam
studi tentang mekanisme berkumpul ikan pelagis kecil di sekitar rumpon
dan pengembangan perikanan di perairan Pasauran, Propinsi Banten
No
Jenis ikan
1
Selar (Carangidae)
2
Kembung
(Rastrelliger sp)
Kedalaman air
(m)
1 – 20 m
Posisi
relatif
terhadap rumpon
Di atas dan di
depan atraktor
5 – 20 m
Di depan dan di
samping atraktor
Aktivitas ikan
Berenang,
bergerak
naik dan turun, mencari
makan
dengan
menyaring air dan
menyentuh daun/ bahan
atraktor
Makan dengan cara
menyaring
air,
berenang bergerak naik
dan turun
Rumpon selain dimanfaatkan untuk aktivitas mencari makan, berlindung dan
berasosiasi bagi schooling ikan. Ternyata rumpon juga bisa dimanfaatkan oleh
biota lain, seperti cumi-cumi memanfaatkan atraktor rumpon untuk meletakkan
telur-telurnya.
Schooling ikan selar dan kembung umumnya aktif, bergerak naik turun
di sepanjang atraktor rumpon, mulai dari kolom air dekat permukaan ke bawah.
Pada saat arus lemah (< 2 knot), kawanan ikan berenang ke atas arus, yaitu berada
di muka rumpon sesuai dengan arah datangnya arus air. Pada kondisi arus yang
lebih kuat (> 2 knot), ikan-ikan umumnya berenang di belakang rumpon. Pada
kondisi arus kuat ikan yang terlihat di sekitar rumpon sangat sedikit, kemungkinan
ikan ini berenang pada kedalaman yang lebih dalam. Pada saat arus air relatif
kuat, kawanan ikan kembung dan selar cenderung berenang di belakang rumpon
44
atau di posisi yang lebih dalam, saat berada di belakang rumpon, kedua jenis ikan
tersebut umumnya mengarahkan mukanya menentang arus (Jusfiandayani, 2004).
Menurut Barretto dan Miclat (1988) spesies ikan karang yang terekruit pada
terumbu karang buatan terbuat dari bambu selama 14 bulan ada 36 famili terdiri
dari ikan
yang menetap (resident)
(30 %), ikan yang menetap sementara
(transient) (18 %) dan ikan yang berkunjung sebentar (visitor) (52 %), tertera
pada Tabel 4.
Tabel 4 Spesies ikan karang yang terekruit pada terumbu karang buatan terbuat
dari bambu dan klasifikasi ekologinya
Famili
Acanthuridae
Apogonidae
Bleniidae
Bothidae
Caesionidae
Callionymidae
Carangidae
Centriscidae
Chaetodontidae
Cirrhitidae
Clupeidae
Dasyatidae
Emmelichtyidae
Ephippidae
Gerridae
Haemulidae
Kyphosidae
Labridae
Leiognathidae
Spesies
Acanthurus mata
Apogon aurus
A. kiensis
A. notatus
Apogon sp. 1
Apogon sp. 2
Apogon sp. 3
Meiacanthus grammistes
Plagiotremus rhynorhynchos
Bothus sp
Caesio caerulaureus
C. cuning
Pterocaesio chrysozonus
P. pisang
Callionymus sp
Gnathanodon speciousus
Selaroides leptolepis
Aeoliscus strigatus
Heniochus acuminatus
Cirrhitichthys aprinus
C. falco
Sardinell sp
Dasyatis kuhlii
Emmelichthys sp
Platax orbicularis
P. teira
Gerres filamentosus
Gerres sp
Pletorhynchus pictus
Kyphosus vaigiensis
Cheilinus celebicus
C. diagramma
Coris gaimardi
Labroides dimidiatus
Thallassoma quinquevittata
T. lunare
Gazza minute
Leiognathus leuciscus
Resident
Resident
+
+
Klasifikasi
Non-resident
transient
visitor
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
45
Tabel 4 (Lanjutan)
Famili
Spesies
Resident
Resident
L. equulus
Lethrinus miniatus
Lutjanus biguttatus
L. caeruleovittatus
L. decussatus
L. erythropterus
L. fulfiflamma
L. lineolatus
L. rivulatus
L. russeli
L. spilurus
Pinjalo sp.
Monacanthidae
Aluterus scriptus
Paraluteres prionurus
Monacanthidae sp. 1
Mullidae
Parupeneus barberinus
P. Pleurospilos
Upeneus moluccensis
U. tragula
U. vittatus
Nemipteridae
Pentapodus macrurus
Pentapodus sp
Scolopsis ciliatus
Scolopsis sp. 1
Scolopsis sp. 2
Ostraciontidae
Ostracion sp
Plotosidae
Plotosus lineatus
Pomacentridae
Abudefduf vagiensis
Neopomacentrus azysrom
N. cyanomos
N. nemurus
Scorpaenidae
Pterois volitans
Serranidae
Cephalopholis pachyecentro
Epinephelus oreolatus
E. macrospilos
E. malabaricus
Siganidae
Siganus canaliculatus
S. javus
S. virgatus
Sphyraenidae
Sphyraena jello
S. obtusata
Syngnathidae
Solenostomus paradoxus
Synodontidae
Synodus variegatus
Teraponidae
Terapon jarbua
T. puta
Tetraodontidae
Arothron immaculatus
A. nigropunctatus
Canthigaster bennetti
C. solandri
Tripterygiidae
Tripterygion so
Sumber : Barretto dan Miclat (1988)
Keterangan : + : tergolong
Lethrinidae
Lutjanidae
Klasifikasi
Non-resident
transient
visitor
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
46
2.6.5
Penggunaan
rumpon
(FAD)
untuk
meningkatkan
efisiensi
penangkapan bubu
Menurut Iskandar dan Diniah (1996) bahwa bubu berumpon dapat
memberikan hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan bubu tanpa
rumpon. Hal ini dapat dimengerti karena bubu merupakan alat tangkap pasif,
sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu dilakukan hal-hal yang dapat menarik
perhatian ikan, salah satunya perlu kombinasi dengan rumpon.
Penggunaan rumpon untuk bubu memberikan manfaat yang sangat besar
terutama berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik
perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu
sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan
pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan
ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk
datang terutama dari ikan predator untuk memangsanya sehingga membuat ikan
besar terjebak masuk ke bubu (Iskandar dan Diniah,1996).
Cara mendisain bubu berumpon yaitu setiap bubu di pasang pelepah daun
kelapa sebanyak 10 potong berfungsi sebagai rumpon, kemudian diikat
di sekeliling bubu hingga menjadi bubu berumpon. Metode pengoperasian bubu
menggunakan sistem terpisah atau tunggal
dan dipasang pelampung. Bubu
dioperasikan di dasar perairan dengan posisi berselang seling antara bubu tanpa
rumpon dan bubu berumpon. Pintu bubu dipasang menghadap ke arah pantai dan
lama perendaman di perairan antara 5 – 7 hari. Setting dan hauling dilakukan
bergantian secara berurutan berdasarkan posisi bubu terpasang.
Pada setiap kali
hauling hasil tangkapan setiap bubu diambil dan ditempatkan pada wadah
terpisah, kemudian dilakukan pencatatan jumlah, berat dan panjang ikan hasil
tangkapan (Iskandar dan Diniah,1996).
Hasil tangkapan bubu berumpon terdiri dari 7 jenis ikan yaitu ikan kakap,
kerapu, cumi-cumi, kepiting, buntal, gogot dan kuwe, sedangkan bubu tanpa
umpon hanya 3 jenis ikan terdiri dari ikan kakap, kerapu, cumi-cumi. Hasil
tangkapan bubu berumpon didominasi oleh ikan kakap sebanyak 38,34 %,
sedangkan bubu tanpa rumpon didominasi oleh cumi-cumi sebanyak 40 %
(Iskandar dan Diniah, 1996)
47
Menurut Iskandar dan Diniah (1996) bahwa komposisi jenis hasil tangkapan
ikan dengan bubu tanpa rumpon dan bubu berumpon ternyata berbeda, di mana
bubu berumpon mempunyai komposisi jenis hasil tangkapan lebih banyak dari
bubu tanpa rumpon. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa
penggunaan bubu berumpon dapat meningkatkan jumlah dan berat hasil
tangkapan mencapai lebih dari 200 %. Oleh karena itu, pengoperasian bubu
berumpon dapat dimasyarakatkan kepada para nelayan pengguna bubu. Namun
demikian untuk mengetahui posisi pemasangan bubu dan ukuran bubu yang
optimal dapat dilakukan penelitian lanjutan.
Selanjutnya Wahyuni (1995) mengemukakan bahwa hasil tangkapan ikan
karang yang tertangkap dengan alat tangkap bubu kawat tipe buton berumpon
dipasang secara vertikal pada lapisan permukaan, pertengahan dan di dasar
perairan diperoleh total hasil tangkapan dari 22 kali hauling sebanyak 343
individu ikan karang. Jenis ikan karang yang diperoleh ada 20 spesies/jenis. Jenis
ikan karang yang dominan tertangkap di lapisan permukaan
perairan adalah
sersan mayor (Abudefduf vaigiensis) sebanyak 83 individu dari famili
Pomacentridae. Pada lapisan pertengahan didominasi oleh ikan Piso piso
(Aeoliscus strigatus) sebanyak 56 individu dari famili Centristidae dan pada
lapisan dasar perairan didominasi oleh ikan ekor kuning (Caesio crythrogaster)
sebanyak 74 individu dari famili Caesionidae.
Menurut Wahyuni (1995), dalam pengoperasian bubu berumpon apalagi
dipasang secara vertikal dengan posisi digantung, maka perlu memperhatikan
reaksi ikan terhadap gerakan bubu. Ternyata pengoperasian bubu yang dipasang
secara vertikal dengan cara digantung pada tiga lapisan ke dalam baik pada
permukaan, pertengahan maupun di dasar perairan bersama rumpon permukaan
ternyata bubu yang dipasang pada lapisan permukaan dan pertengahan
mempunyai kelemahan-kelemahan dari bubu yang dipasang di dasar perairan.
Bubu yang dipasang di dasar perairan lebih stabil,
sedangkan
bubu yang
dipasang di permukaan dan pertengahan dengan posisi tergantung karena ada
gerakan air, maka bubu akan bergerak-gerak, sehingga ikan tertarik melihat warna
bubu dan mendekati alat tangkap tersebut. Akan tetapi peluang ikan untuk masuk
ke mulut bubu pada lapisan permukaan dan pertengahan sangat kecil.
48
2.7
Karakteristik Perifiton
Menurut Odum (1971),
perifiton adalah komunitas organisme hidup
menempel di atas atau di permukaan sekitar substrat yang tenggelam. Substrat
tersebut dapat berupa batu-batuan, kayu, tumbuhan air yang tenggelam dan
kadang kala hewan air.
Wetzel (1979), berdasarkan tipe substrat tempat melekat, maka perifiton
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
(1) Epilithic adalah perifiton yang menempel pada batu;
(2) Epipelic adalah perifiton yang menempel pada permukaan sedimen;
(3) Epiphytic adalah perifiton yang menempel atau hidup pada permukaan
daun atau batang tumbuhan;
(4) Epizoic adalah perifiton yang menempel pada permukaan tubuh hewan;
(5) Epidendritic adalah perifiton yang menempel pada kayu; dan
(6) Epipsamic adalah perifiton yang menempel pada permukaan pasir.
Menurut Wetsel (1982), mengemukakan bahwa
komunitas perifiton
umumnya terdiri dari algae mikroskopis bersifat sessil, satu sel maupun alga
filamen terutama dari jenis diatom, jenis-jenis algae Conjugales, Cyanophyceae,
Euglenophyceae, Xanthophyceae dan Crysophyceae.
Perkembangan
perifiton
dapat
dipandang sebagai
akumulasi
yaitu
peningkatan biomassa dengan bertambahnya waktu akumulasi merupakan hasil
kolonisasi dengan proses biologi yang menyertainya dan berinteraksi dengan
faktor kimia dan fisik perairan ( Kaufman diacu oleh Soedharma et al. 1995).
Selanjutnya
menurut
Ruttner
(1974)
diacu
oleh
Yuspardianto
(1998)
perkembangan perifiton menuju kemantapan ditentukan oleh keadaan substrat.
Substrat dari benda hidup sering bersifat sementara karena adanya proses
pertumbuhan dan kematian. Setelah tumbuh cepat kemudian mantap, selanjutnya
mengalami kematian dan pembusukan. Setiap saat pada substrat hidup terjadi
perubahan
lingkungan
sebagai
akibat
respirasi
dan
asimilasi
sehingga
mempengaruhi komunitas perifiton. Pada substrat berupa benda mati akan lebih
bersifat mantap (permanen) meskipun pembentukan komunitas lambat, namun
akan lebih mantap tidak mengalami rusak atau mati.
49
Menurut Ruttner (1974) diacu oleh Soedharma et al. (1995), tipe substrat
sangat menentukan kolonisasi dan komposisi perifiton berkaitan erat dengan
kemampuan dan alat penempelnya. Kemampuan menempel pada substrat
menentukan eksistensinya terhadap pencucian arus atau gelombang. Kolonisasi
adalah suatu proses penempatan atau penghunian suatu daerah atau tempat oleh
suatu organisme, sedangkan suksesi merupakan suatu proses pergantian dan suatu
atau kelompok jenis organisme oleh yang lainnya dengan komposisi dan struktur
yang berbeda ( D’Itri, 1985).
Wetzel (1982) mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan perifiton antara lain (1) sinar matahari; (2) suhu; (3) kecepatan arus.
Jenis-jenis algae yang menempel pada umumnya mendominasi perairan berarus
kuat. Berkurangnya kecepatan arus akan meningkatkan keragaman organisme
yang melekat, sedangkan dari segi biomassa dan produksi perifiton, akumulasi
biomassa lebih cepat pada perairan berarus cepat tetapi total biomassa cenderung
seimbang baik pada perairan berarus cepat maupun lambat; dan (4) unsur hara.
3
3.1
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di perairan Hansisi, Kecamatan Semau, Kabupaten
Kupang, NTT. Penelitian dilaksanakan selama 8 (delapan) bulan dimulai dari
persiapan sampai analisis data. Waktu pelaksanaan penelitian lapangan 4 (empat)
bulan, identifikasi perifiton di laboratorium 1 (satu) bulan dan tabulasi sampai
analisis data 3 (tiga) bulan, terhitung dari bulan April sampai dengan November
2006.
Kondisi perairan Hansisi didominasi oleh beberapa ekosistem pesisir seperti
padang lamun (seagrass), algae (seaweeds) dan terumbu karang. Perairan
pantainya ditutupi oleh hamparan terumbu karang di sepanjang pantai. Kondisi
terumbu karang banyak mengalami kerusakan akibat penangkapan dengan bom.
Hal ini ditandai dari banyaknya patahan-patahan karang yang berserakan.
Proporsi tutupan karang di lokasi penelitian I sekitar 40 – 50 %, didominasi
oleh karang keras (hard coral), dengan substrat pasir ditambah patahan karang
dan
karang lunak (soft coral). Pada lokasi penelitian II
75 % persentase
penutupan karang didominasi oleh karang lunak (soft coral), dengan substrat
berpasir ditambah patahan karang.
Jenis karang keras (hard coral) yang tumbuh di lokasi penelitian adalah
Symphylia radians, Echinopora mammiformis, Caulastrea furcata, Hydrophora
grandis, Scolymia sp, Porites cylindrica, Goniopora sp, Acropora palifera, A.
digitifera, A. latistella, A. formosa, Montipora digitata dan lain-lain. Selanjutnya
jenis karang lunak (soft coral)
yang tumbuh di lokasi penelitian adalah
Lobophytum sp, Sarcophyton sp, Crassocaule sp, dan Sinularia sp yang dominan.
Selain itu, terdapat juga berbagai jenis ikan karang, kima, lobster, teripang, dan
lain-lain. Dari pengamatan visual terlihat bahwa karang yang mengalami
kerusakan sudah mulai tumbuh kembali. Hal ini dapat dilihat pada beberapa jenis
karang cabang mulai muncul tunas baru.
Kegiatan masyarakat yang dilakukan di sekitar lokasi penelitian didominasi
oleh kegiatan penangkapan, makameting (pengambilan hasil laut saat surut), dan
51
budidaya rumput laut. Beberapa kegiatan ini tentu sangat berpengaruh terhadap
kondisi terumbu karang di perairan setempat.
3.2 Alat dan Bahan
3.2.1
Rumpon
Rumpon digunakan dalam penelitian berbentuk piramida. Rangka rumpon
terbuat dari bambu dengan ukuran berbeda yakni ukuran kecil panjang : 1,25 m ,
lebar : 1,0 m dan tinggi : 1,25m,
dan ukuran besar panjang : 1,75 m, lebar : 1,5
m dan tinggic: 1,75 m. Rumpon menggunakan
pikatan/atraktor daun lontar
(Borrasus flabellifer), dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga) dibuat
sebanyak 14 unit. Komponen- komponen rumpon disajikan pada Tabel 5,
sedangkan gambar rumpon dan atraktor disajikan Lampiran 1 dan 2.
Tabel 5 Komponen-komponen rumpon yang digunakan dalam penelitian
No
1
2
3
Komponen
Rangka rumpon
Atraktor
Bahan
Bambu
Ukuran
Jumlah
P =1,75 m,Ø= 8 cm
42 batang
P =1.50 m,Ø= 8 cm
14 batang
P =1.25 m,Ø= 8 cm
42 batang
P =1.00 m,Ø= 8 cm
14 batang
• Daun lontar
144 pelepah
• Daun gewang
24 pelepah
Tali temali
• Tali
Nylon PE
Ø = 5 mm
252 m
Nylon PE
Ø = 5 mm
140 m
• Tali jangkar
Nylon PE
Ø = 10 – 15 mm
84 m
• Pengait jangkar
Besi beton
P=60 cm,Ø = 8 mm
33,6 m
• Tali pelampung
Nylon PE
Ø = 10 – 15 mm
140 m
pengikat
rangka rumpon
• Tali
pengikat
atraktor
4
Jangkar
Cor semen
10 kg
56 buah
5
Pelampung tanda
Botol aqua
1 liter
28 buah
3.2.2 Bubu
Bubu digunakan dalam penelitian berbentuk setengah lingkaran (semi
circular) dengan ukuran panjang : 1,2 m, lebar : 0,7 m dan tinggi : 0,6 m. Bubu
52
memiliki satu pintu dengan panjang corong 0,8 m, lebar mulut bagian luar 0,25
m, lebar mulut bagian tengah 0,18 m dan lebar mulut bubu bagian dalam 0,15 m.
Bubu dilengkapi dengan celah pelolosan berukuran 0,25 m x 0,25 m. Kerangka
bubu terbuat dari besi beton dan badan bubu dari kawat ram dengan ukuran mesh
size ½ inch. Bubu dibuat sebanyak 6 unit. Komponen- komponen bubu disajikan
pada Tabel 6, sedangkan gambar bubu disajikan pada Lampiran 3.
Tabel 6 Komponen-komponen bubu yang digunakan dalam penelitian
No
1
Komponen
Rangka
bubu
Bahan
Besi beton
2
Dinding
bubu
Kawat ram (Wire
mezh) merk Reyner
Aretobe
3
Pintu
Rangka
pintu
Dinding
pintu
4
Celah
pelolosan
5
6
7
8
Tali temali
Tali
pelampung
Tali jangkar
Pengait
jangkar
Jangkar
Pelampung
3.2.3
Perahu
Ukuran
p = 120 cm,Ø= 12 mm
l = 70 cm, Ø= 8 mm
t = 60 cm, Ø= 12 mm
Mezh size = ½ inch
Jumlah
36 batang
18 batang
24 batang
32.58 m
• Panjang corong = 80 cm,
• Lebar mulut bagian luar =
25 cm
• Lebar mulut bubu bagian
dalam = 18 cm
• Lebar mulut bubu bagian
dalam = 15 cm
Mezh size = ½ inch
4,8 m
25 cm x 25 cm
6 buah
Nylon PE
Ø = 10 – 15 mm
110 m
Nylon PE
Nylon PE
Ø = 10 – 15 mm
P = 1,0 m
40 m
24 m
Besi beton
Kawat ram (Wire
mesh) merk Reyner
Aretobe
Rangka dari kawat
hass dan dinding dari
kawat ram
Cor semen
Botol aqua
2,5 kg
1 liter
24 buah
24 buah
Pengoperasian alat tangkap bubu selama penelitian menggunakan perahu
motor milik nelayan dengan jenis mesin merk Yamaha berkekuatan 40 pK. Perahu
yang digunakan memiliki ukuran panjang : 5 m, lebar : 1,5 m dan tinggi : 1,0 m.
53
3.2.4
Peralatan pengambilan data di lapangan
Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan data terinci sebagai berikut :
(1) untuk pengamatan tingkah laku ikan di rumpon digunakan video bawah air,
camera, papan tulis bawah air (sabak/slate), SCUBA (self contain underwater
breathing apparatus), pensil 2B, counter dan stopwatch; (2) untuk menentukan
posisi penempatan rumpon digunakan GPS; (3) untuk pengambilan data hasil
tangkapan digunakan bubu dasar; (4) untuk mengukur ukuran ikan digunakan
mistar dengan ketelitian 30 cm; (5) untuk keperluan identifikasi ikan, dan
perifiton menggunakan plastik sampel, botol sampel, aquades
dan larutan
formalin 10 dan 4 %, mikroskop, gelas objek, kaca penutup, tissue roll, alat tulis
menulis serta buku identifikasi ikan, dan perifiton, dan (6) untuk pengamatan data
oseanografi menggunakan alat Water Checker merk HORIBA dilengkapi dengan
data suhu, salinitas, DO, dan kecerahan, serta untuk mengukur arah dan kecepatan
arus menggunakan gabus yang diikat dengan tali nylon dan stopwatch.
3.3 Prosedur Penelitian
3.3.1 Prosedur penelitian di lapangan
(1)
Mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh rumpon
terhadap zone of
influence dari alat tangkap bubu.
Dalam mencapai tujuan penelitian ini,
maka data diambil
menggunakan metode sensus visual. Pengambilan data di bagi dalam dua
tahapan sebagai berikut :
i) Pengamatan tingkah laku ikan di sekitar rumpon dan bubu
Prosedur pengambilan data di lapangan sebagai berikut :
(i) Sebelum bubu dan rumpon di pasang di lokasi penelitian, terlebih
dahulu di lakukan survei lokasi untuk menentukan lokasi penelitian
dengan cara
menyelam menggunakan SCUBA mengitari areal
terumbu karang di perairan setempat.
(ii) Data survei tersebut, kemudian dibuat denah lokasi penelitian.
Penentuan posisi penempatan bubu bersama rumpon menggunakan
GPS. Lokasi penelitian rumpon dan bubu dapat dilihat pada
Gambar 3.
54
(iii) Rumpon di pasang di perairan pada substrat didominasi
karang
keras (lokasi L1) dan karang lunak (lokasi L2) dengan jarak antara
kedua lokasi tersebut sekitar 100 m. Jarak penempatan rumpon dan
bubu dengan substrat karang keras disesuaikan dengan kondisi
terumbu karang di lokasi penelitian. Ada dua ukuran modul rumpon
yang digunakan dalam penelitian yakni modul ukuran kecil panjang
: 1,25 m, lebar : 1,00 m dan tinggi: 1,25 m) dan ukuran besar
panjang : 1,75 m, lebar : 1,50 m dan tinggi: 1,75 m). Setiap
kelompok modul rumpon berjumlah 3 unit untuk ukuran kecil ada 2
kelompok, dan
kelompok modul rumpon
ukuran besar ada 2
kelompok. Bubu dipasang di antara kelompok modul rumpon. Jarak
antara bubu dengan masing-masing modul
rumpon pada setiap
kelompok 5 m. Selain itu, dipasang juga bubu tanpa rumpon dengan
jarak 25
m dari bubu yang dipasang bersama rumpon. Sketsa
penempatan rumpon dan bubu di lokasi penelitian dapat dilihat pada
Gambar 4.
Gambar 3 Peta lokasi penempatan rumpon dan bubu di perairan Hansisi,
Semau, Kupang.
55
BTR
RG
BRK
BRB
Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil, BRB : Bubu rumpon besar,
BTR :Bubu tanpa rumpon, RG: Rumpon gewang.
Gambar 4 Sketsa penempatan rumpon dan bubu di lokasi penelitian.
(iv) Pengamatan awal dilakukan dengan mengamati kondisi karang serta
ikan-ikan yang berada di sekitar terumbu karang.
(v) Pengamatan berikutnya dilakukan 30 menit setelah rumpon terpasang
di perairan. Pengamatan terhadap jenis-jenis ikan karang yang hadir di
sekitar zone of influence alat tangkap bubu dioperasikan bersama
rumpon maupun tanpa rumpon menggunakan metode sensus visual
(visual census method).
Ilustrasi tentang zona pengaruh alat tangkap (zone of influence/field of
influence) bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon
dapat dilihat pada gambar di bawah ini. Ilustrasi ini dikembangkan
berdasarkan teori yang dikemukakan oleh Nikonorov, 1975, disajikan
pada Gambar 5.
56
zona of influence alat
tangkap bubu
field of influence alat
tangkap bubu
zona of influence alat
tangkap bubu
2
1a.
2a
3
1
1
R1
R1
R2
2
zona of influence alat
tangkap bubu
field of influence alat
tangkap bubu
zona of influence
alat tangkap bubu
2b.
1b.
2
3
R1
1
R2
R1
2
Keterangan :Jarak (radius) area pengaruh (zone of
influence) alat tangkap bubu; 1. Zone of influence;
2. Zone of action; 3. Zone of retention
Keterangan : 1,2 : Zone of influence/ field of influence, R1:
jarak zona pengaruh alat tangkap bubu, R2 : jarak zona
pengaruh alat tangkap bubu yang diperbesar dengan
menambahkan rumpon
Gambar 5 Zona pengaruh (zone of influence/field of influence) alat tangkap bubu
yang dioperasikan bersama rumpon.
(vi) Pengamatan berikut dilakukan seminggu sekali pada jam 08.00, jam
12.00, dan jam 16.00.
Pengamatan dilakukan terhadap tingkah laku ikan karang yang hadir
di rumpon dan bubu meliputi jenis dan jumlah ikan yang hadir, jarak
(radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama waktu ikan berada
di rumpon dan bubu, pola renang (soliter, bergerombol, dan
berpasangan), serta pola gerak seperti cara datang dari arah depan
dengan membuat gerak melingkar melawan arus, bergerak naik turun,
maupun membuat gerakan searah jarum jam serta jumlah ikan yang
hadir di rumpon dan bubu. Untuk menentukan jenis ikan karang yang
hadir di sekitar rumpon dan bubu mengikuti petunjuk Gloerfelt dan
57
Kailola, 1984, Isa et al. 1998; Kuiter, 1992 dan Allen dan Stenee,
2002.
(vii) Untuk pengamatan tingkah laku ikan menggunakan video bawah air,
camera digital, SCUBA, papan tulis bawah air (sabak/slate), pensil
2B, counter dan stopwatch.
(viii) Sebagai data pendukung diamati juga perifiton yang menempel pada
setiap jenis daun atraktor. Daun atraktor yang digunakan untuk
penempelan perifiton adalah daun lontar (Borrasus flabellifer), dan
daun gewang/gebang
(Corypha gebanga). Untuk mengetahui
perifiton yang menempel pada setiap daun digunting salah satu helai
yang diambil secara acak dengan ukuran panjang: 10 cm dan lebar: 5
cm. (Gambar 6) Kemudian permukaan daun di mana perifiton
menempel dikeruk dengan pisau dan dimasukkan ke dalam botol
sampel berisi larutan formalin 4 % untuk dianalisis di laboratorium.
L=5 cm
L = 5 cm
P = 10 cm
P=10 cm
a. Daun lontar yang dipotong untuk
pengambilan sampel perifiton
b. Daun gewang yang dipotong
untuk pengambilan sampel
Gambar 6 Daun lontar dan daun gewang sebagai tempat
penempelan perifiton.
ii) Pengamatan tingkah laku ikan di sekitar dan di dalam bubu
Pengamatan tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu
melalui simulasi yang dilakukan di dalam keramba. Pengamatan tidak
dapat dilakukan di lokasi penelitian karena kondisi perairan saat itu
dalam keadaan bergelombang dan arusnya kuat. Pada kondisi ini
keadaan perairan menjadi tidak stabil dan tingkat kekeruhannya tinggi
sehingga sulit untuk melakukan pengamatan bawah air karena batas
pandang (visibilitas) rendah dan sulit untuk mengamati jenis ikan yang
hadir di rumpon dan bubu.
58
Kondisi ini mulai terjadi pada saat siang sampai sore hari. Keadaan
perairan mulai berubah diatas jam 10.00 WITA sampai sore hari.
Perubahan ini terjadi disebabkan karena pada jam 10.00 WITA keatas
permukaan perairan menjadi panas dan angin mulai
bertiup
menyebabkan terjadi pengaliran massa air (arus). Adanya proses
pengaliran massa air ini menyebabkan terjadinya pengadukan massa air
sehingga perairan menjadi keruh. Selain itu, olah gerak dalam
pengamatan bawah air juga sulit dilakukan dan pada kondisi ini ikanikan karang lebih banyak mencari lokasi persembunyian baik di celahcelah karang maupun di rumpon dan bubu sehingga ikan yang hadir di
rumpon dan bubu konsentrasinya menjadi berkurang atau sedikit.
Pengamatan dilakukan di dalam keramba berukuran panjang: 2 m,
lebar: 1.5 m dan tinggi: 2 m (Lampiran 4). Kemudian ikan hasil
tangkapan bubu baik menggunakan rumpon maupun tanpa rumpon
dimasukkan ke dalam keramba. Pengamatan dilakukan dari jam
11.00 – 17.00 WITA. Ikan yang dimasukkan ke dalam keramba untuk
diamati sebanyak 17 spesies dengan pola tingkah laku berbeda-beda.
Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu diamati secara
visual meliputi pola renang dan pola gerak ikan karang di luar maupun
di dalam bubu serta cara ikan masuk dan meloloskan diri dari dalam
bubu.
Penelitian tingkah laku ikan karang dalam keramba hanya
dilakukan pada 17 spesies ikan karang. Informasi yang diperoleh masih
sangat terbatas sehingga diharapkan perlu mengkaji lebih lanjut tingkah
laku ikan dari jenis-jenis ikan karang lainnya.
(2)
Mengkaji pengaruh rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis,
jumlah, maupun ukuran.
Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka untuk mendapatkan data
dilakukan proses penangkapan ikan. Penangkapan ikan dilakukan pada dua
lokasi penelitian dengan prosedur kerja sebagai berikut:
59
(i) Penangkapan ikan menggunakan alat tangkap bubu dioperasikan
bersama rumpon ukuran kecil dan besar menggunakan atraktor daun
lontar saja dan juga menggunakan bubu tanpa rumpon.
(ii) Penangkapan dilakukan setelah rumpon berumur satu bulan di perairan.
Operasi penangkapan dilakukan 2 kali pada jam yang berbeda yaitu
penangkapan
pertama
(siang)
dilakukan
pada jam
07.00
dan
pengangkatan bubu dilakukan sore hari jam 17.00, kemudian
penangkapan
kedua
(malam)
dilakukan
pada
jam
18.00
dan
pengangkatan bubu dilakukan pada jam 07.00 pagi hari berikutnya.
Proses penangkapan dilakukan setiap hari selama sebulan (30 hari).
(iii) Ikan hasil tangkap bubu bersama rumpon dan tanpa rumpon di pisahkan
menurut jenis ikan, jumlah masing-masing jenis (individu), dan
mengukur panjang total (total length).
(iv) Ikan hasil tangkapan yang sudah diamati, kemudian untuk keperluan
identifikasi diambil setiap jenis satu individu. Alat dan bahan yang
dibutuhkan untuk identifikasi ikan adalah plastik sampel, botol sampel,
aquades dan larutan formalin 10 %, tissue roll, alat tulis menulis. Untuk
penentuan jenis ikan mengikuti petunjuk Gloerfelt dan Kailola, 1984,
Isa et al. 1998; Kuiter, 1992 dan Allen dan Stenee, 2002.
(v) Sisa hasil tangkapan yang belum layak ditangkap di lepaskan kembali ke
perairan melalui celah pelolosan.
(vi) Sebagai data pendukung dilakukan pengukuran parameter lingkungan
lokasi penelitian seperti DO, pH, suhu, salinitas, kecepatan dan arah arus
serta kecerahan perairan. Pengukuran data oseanografi menggunakan
alat Water Checker merk HORIBA dilengkapi dengan DO, pH, suhu,
salinitas, dan kecerahan, sedangkan untuk mengukur arah dan kecepatan
arus menggunakan gabus yang diikat dengan tali nylon dan stopwatch.
3.3.2. Prosedur penelitian di laboratorium
Identifikasi perifiton dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi Faperta,
Undana, Kupang dan untuk membuat dokumentasi perifiton dilakukan
di Laboratorium Kesehatan Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
60
Untuk mengidentifikasi perifiton yang menempel pada atraktor daun lontar dan
daun gewang/gebang mengikuti petunjuk Davis (1955); Ward et al. (1959);
Newell dan Newell (1963); dan Yamaji (1976).
3.4 Analisis Data
3.4.1
Analisis
komunitas perifiton dan ikan karang serta tingkah laku
ikan karang di sekitar rumpon dan bubu
1.
Analisis komunitas perifiton dan ikan karang
a. Analisis kepadatan perifiton
Perhitungan kepadatan individu perifiton (n) pada setiap mm2
permukaan substrat (daun) mengikuti petunjuk A.P.H.A (American
Public Health Association), 1989 sebagai berikut:
n=
Perifiton dalam konsentrat (N)
Luas substrat (A) (mm2)
dimana : n
= Kepadatan individu perifiton
N = Jumlah perifiton dalam konsentrat
A = Luas permukaan substrat (daun) (mm2)
b. Analisis indeks keragaman (H’), indeks keseragaman (E) dan indeks
dominansi (C) perifiton dan ikan karang di rumpon dan bubu
(i)
Analisis Indeks Keragaman (H’)
Analisis indeks keragaman digunakan untuk mengetahui
keragaman perifiton menempel pada setiap jenis atraktor
(aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu
mengikuti petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972)
sebagai berikut:
H' =
S
i =1
( pi log pi )
dimana : S = Jumlah taksa
H’ = Indeks keragaman Shannon-Weaner
61
pi =
ni
N
ni = Jumlah individu jenis ke-i
N = Jumlah total individu
Nilai indeks keragaman (H’) berkisar antara 0 -
dengan
kriteria sebagai berikut :
(ii)
H’ < 3,2
: keragaman populasi kecil
3,2 < H’ < 9,9
: keragaman populasi sedang
H’ > 9,9
: keragaman populasi besar
Analisis indeks Keseragaman (E)
Analisis indeks keseragaman digunakan untuk mengetahui
keseragaman perifiton menempel pada setiap jenis atraktor
(aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu.
Perbandingan antara nilai indeks Keragaman dan Keragaman
maksimum dinyatakan sebagai Keragaman populasi (C) mengikuti
petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972) sebagai berikut:
H =
dimana : E
H
H
'
'
maks
= Indeks keseragaman
H’ maks = log2 S ( untuk rumpon dan bubu)
S
= jumlah taksa
Keragaman maksimum dihitung sebagai berikut :
H’ maks = log S, di mana S = jumlah taksa
Nilai keseragaman suatu populasi berkisar antara 0 – 1,
di mana pembagian nilai tersebut menunjukkan keadaan komunitas
sebagai berikut :
0,00 < E < 0,50 : komunitas berada pada kondisi tertekan
0,50 < E < 0,75 : komunitas berada pada kondisi labil
0,75 < E < 1,00 : komunitas berada pada kondisi stabil
62
(iii) Analisis Indeks Dominansi (C)
Analisis indeks dominansi digunakan untuk mengetahui nilai
dominansi
perifiton
menempel
pada
setiap
jenis
atraktor
(aggregator) dan ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu
mengikuti petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972)
sebagai berikut:
C=
S
i =1
( pi )
2
dimana : C = Indeks dominansi
pi = Proporsi jumlah spesies ke-i terhadap jumlah total
(ni/N)
Menurut Simpson diacu oleh Odum (1971)
kisaran nilai
indeks dominansi berkisar antara 0 - 1. Nilai C mendekati 1, maka
semakin kecil keseragaman suatu populasi dan terjadi kecenderungan
suatu jenis mendominasi populasi tersebut. Kisaran nilai indeks
dominansi sebagai berikut :
0,00 < C
0,30 : dominansi rendah
0,30 < C
0,60 : dominansi sedang
0,60 < C
1,00 : dominansi tinggi
2. Analisis tingkah laku ikan karang
Analisis data radius, lama waktu, pola renang dan pola gerak
ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu dijelaskan secara
deskriptif menggunakan tabel dan gambar.
Penentuan proporsi radius setiap spesies ikan karang terhadap
rumpon dan bubu, lama waktu setiap spesies ikan karang hadir
di sekitar rumpon dan bubu, pola renang dan pola gerak setiap spesies
ikan karang di sekitar rumpon dan bubu menggunakan perhitungan
sebagai berikut :
63
dimana:
P = Proporsi setiap jenis ikan karang
ni = Jumlah jenis ke-i
N = Jumlah total seluruh spesies
3.4.2
Analisis hasil tangkapan bubu
1. Analisis kelimpahan Ikan
Analisis kelimpahan ikan dimaksud untuk melihat jumlah ikan karang
yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon. Analisis kelimpahan ikan karang mengikuti petunjuk
Odum (1971) sebagai berikut:
X =
Xi
n
dimana : X
= Kelimpahan ikan karang
Xi
= Jumlah ikan karang pada stasion pengamatan ke-i
n
= Luas bubu (m2)
2. Analisis statistik
Untuk melihat apakah ada perbedaan hasil tangkapan ikan karang yang
tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 pada penangkapan malam dan siang
hari menggunakan uji t yang terdapat pada perangkat lunak MINITAB
versi 13.20.
4 PENGARUH RUMPON TERHADAP ZONE OF INFLUENCE
ALAT TANGKAP BUBU
4.1
Pendahuluan
Terumbu karang termasuk salah satu ekosistem di daerah tropis memiliki
keanekaragaman hayati sangat tinggi. Hal ini ditandai dengan banyaknya biota
laut yang menghuni ekosistem tersebut. Salah satu biota penghuni terumbu karang
yang memiliki keanekaragaman tinggi adalah ikan karang. Ikan karang memiliki
jenis, ukuran, warna tubuh dan kesukaan habitat berbeda-beda. Ikan karang
melakukan aktivitasnya setiap hari menggunakan terumbu karang sebagai tempat
untuk mencari makan, tempat berlindung, tempat berpijah, dan sebagainya.
Usaha penangkapan ikan karang telah
dilakukan para nelayan dengan
menggunakan berbagai alat tangkap, namun kegiatan yang dilakukan belum
sepenuhnya memperhatikan aspek kelestarian lingkungan perairan karang dan
biota penghuninya. Penangkapan ikan karang dilakukan dengan menggunakan
berbagai alat tangkap seperti bubu, jaring, panah, bahkan ada yang menggunakan
alat tangkap bersifat destruktif seperti bom dan racun. Akibat dari pola
penangkapan seperti tersebut, maka akhir-akhir ini banyak terumbu karang di
perairan Indonesia, khususnya di lokasi penelitian sudah banyak mengalami
kerusakan.
Perkembangan teknologi penangkapan ikan di Indonesia terutama ikan
karang tidak terlepas dari perkembangan pengetahuan tentang tingkah laku ikan di
dunia secara keseluruhan. Pengetahuan tentang alat tangkap dan tingkah laku ikan
menjadi sasaran tangkapan merupakan faktor penting dalam memahami proses
penangkapan dari suatu jenis alat tangkap. Selain itu, pengetahuan tersebut dapat
pula digunakan dalam meningkatkan hasil tangkapan (Fitri, 2002 diacu oleh
Yustika, 2006).
Dalam mendisain suatu alat tangkap, maka faktor utama yang harus
diperhatikan adalah aspek tingkah laku ikan. Menurut Gunarso (1985), tingkah
laku ikan adalah suatu proses adaptasi tubuh ikan terhadap lingkungan internal
maupun eksternal, seperti perubahan cahaya, kamuflase, stress dan proses
fisiologi internal lainnya. Ikan bereaksi secara langsung terhadap keadaan
sekelilingnya melalui beberapa indera seperti indera penglihatan, penciuman,
65
peraba dan sebagainya. Dengan kata lain, indera tersebut memungkinkan ikan
untuk mendeteksi benda-benda pada suatu jarak tertentu.
Tingkah laku ikan dalam kaitan dengan benda-benda bergerak atau diam
menunjukkan bahwa rangsangan merupakan faktor penting yang dapat
menentukan tingkat efisiensi penangkapan dari berbagai alat tangkap. Faktor
rangsangan menyangkut daya penglihatan lebih dominan dalam menentukan
reaksi atau sebagai faktor penting bagi beberapa jenis ikan untuk merespons
terhadap alat tangkap. Faktor rangsangan menyangkut daya penglihatan
merupakan faktor yang menentukan reaksi atau tingkah laku ikan dalam
merespons adanya alat tangkap (Baskoro dan Effendie, 2005).
Salah satu jenis alat tangkap populer digunakan untuk menangkap ikan
karang adalah bubu (Purbayanto et al. 2006). Bubu sering dianggap sebagai alat
penangkap ikan yang tidak merusak lingkungan (Redjeki et al. 2005). Berbagai
jenis bahan dapat dipakai untuk membuat bubu, misalnya anyaman bambu, rotan,
dan kawat (Hartati et al. 2004).
Menurut proses tertangkapnya ikan, bubu
termasuk dalam kategori perangkap (jebakan), alat tangkap bersifat pasif. Dalam
proses penangkapan alat tangkap bubu mempermudah ikan untuk masuk namun
sulit keluar. Untuk menarik ikan bergerak masuk ke dalam bubu, nelayan biasanya
memasang umpan yang diletakkan di dalam bubu. Umpan digunakan sebagai alat
pemikat agar ikan karang datang mendekati alat tangkap bubu, masuk ke dalam
bubu dan akhirnya terperangkap.
Bubu digunakan oleh setiap daerah berbeda-beda baik bentuk, ukuran
maupun teknik pengoperasiannya. Bubu digunakan dalam penangkapan ikan
karang adalah bubu dasar. Untuk menarik ikan masuk ke bubu biasanya menurut
pengalaman nelayan selama ini menggunakan umpan. Umpan digunakan sebagai
alat pemikat, agar ikan karang datang mendekati alat tangkap bubu, masuk ke
dalam bubu dan akhirnya terperangkap.
Dalam rangka meningkatkan efisiensi penangkapan ikan karang, selain
penggunaan umpan sebagai alat pengumpul ikan karang agar bisa mendekati alat
tangkap, maka perlu dipikirkan teknologi yang tepat agar ikan-ikan dapat mudah
berkumpul dan akhirnya terperangkap. Alat bantu penangkapan ikan yang
digunakan dalam penelitian ini untuk mengumpulkan ikan karang adalah rumpon.
66
Rumpon adalah suatu konstruksi bangunan dipasang di perairan bertujuan
untuk memikat ikan agar berasosiasi dengannya sehingga memudahkan
penangkapan (Monintja, 1995 diacu oleh Baskoro dan Effendie, 2005).
Selanjutnya menurut Bergstrom (1983) diacu oleh Atapattu (1991), rumpon
(fish aggregating device) merupakan salah satu metode, objek atau konstruksi
digunakan dengan tujuan untuk memfasilitasi pemanenan ikan dengan menarik
atau mengumpulkan ikan.
Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon, di samping rumpon
berfungsi untuk mengumpulkan ikan, pada hakekatnya adalah agar kawanan
(schooling) ikan tersebut mudah ditangkap dengan alat tangkap yang digunakan.
Diduga ikan tertarik dan berkumpul di sekitar rumpon karena rumpon berfungsi
sebagai tempat berlindung dan mencari makan (Subani 1986 diacu oleh Baskoro
dan Effendie 2005, Monintja et al. 2003, Yusfiandayani 2004). Adanya perifiton
di rumpon dan ikan-ikan beserta food-web lokal yang terbentuk di sekitarnya
menjadikan rumpon dan ruang di sekitarnya suatu feeding ground. Pada food-web
tersebut, biota berukuran kecil biasanya merupakan mangsa bagi ikan-ikan yang
berukuran lebih besar. Bangunan rumpon merupakan substrat mempermudah
biota renik berkembang. Selanjutnya biota renik yang menempel (perifiton)
merupakan mangsa bagi ikan-ikan kecil. Kehadiran ikan-ikan kecil kemudian
akan menarik perhatian ikan-ikan lebih besar untuk datang memangsanya. Proses
selanjutnya yang diharapkan adalah ikan-ikan tersebut (baik mangsa maupun
pemangsa) kemudian akan mendekati bubu dan akhirnya masuk dan terperangkap
karena mangsa akan mencari perlindungan sedangkan pemangsa mengejar
mangsa.
Bubu
dipasang
bersama
rumpon
di
perairan,
mempermudah
mikroorganisme sebagai makanan ikan dapat menempel pada atraktor rumpon.
Mikroorganisme yang menempel disebut perifiton merupakan makan bagi ikanikan kecil. Dengan kehadiran ikan-ikan kecil akan menarik ikan-ikan besar untuk
datang memangsanya. Ikan-ikan akan mendekat pada alat tangkap bubu untuk
mencari perlindungan dan akhirnya masuk dan terperangkap.
Ikan karang mendekati alat tangkap bubu memperlihatkan tingkah laku
yang berbeda-beda sangat tergantung dari spesies ikan. Tidak semua spesies ikan
67
mempunyai tingkah laku di sekitar bubu sama. Pada bubu tidak berumpan, ada
perbedaan tingkah laku ikan memasuki bubu di mana squerrelfish dan goatfish
memasuki bubu dengan cara bergerombol, tetapi parrotfish, bigeye memasuki
bubu secara individual. Chaetodon sp dan Pseudopeneus sp akan berenang
berbalik arah dengan ketakutan bila ada ikan jenis lain yang tertangkap oleh bubu
(Furevik, 1994 diacu oleh Ferno dan Olsen, 1994). Fenomena ketertarikan ikan
karang pada alat tangkap bubu merupakan bentuk tingkah laku ikan yang sangat
penting harus diketahui sebagai
salah satu faktor kunci dalam mendukung
keberhasilan usaha penangkapan ikan karang.
Tujuan penelitian ini adalah mengkaji tingkah laku ikan dan pengaruh
rumpon terhadap zone of influence dari alat tangkap bubu.
4.2 Metodologi Penelitian
4.2.1 Prosedur Pengamatan
4.2.1.1 Pengamatan tingkah laku ikan karang di sekitar rumpon dan bubu
(i)
Pengamatan tingkah laku ikan karang di sekitar rumpon dan bubu
menggunakan metode sensus visual (visual census method).
Pengamatan dilakukan 30 menit setelah rumpon dan bubu terpasang
di perairan. Pengamatan dilakukan terhadap jenis-jenis ikan karang
yang hadir di sekitar rumpon dan zona pengaruh (zone of influence)
alat tangkap bubu. Ilustrasi tentang zona pengaruh alat tangkap (zone
of influence/field of influence) bubu yang dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon telah disajikan pada Bab 3 Gambar 5.
(ii)
Pengamatan berikut dilakukan seminggu sekali pada jam 08.00, jam
12.00, dan jam 16.00. Adapun hal-hal yang diamati meliputi
jumlah ikan, jarak (radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama
waktu ikan berada di rumpon dan bubu, pola renang (soliter,
bergerombol, dan berpasangan), pola gerak seperti cara datang dari
arah depan
dengan membuat gerak melingkar melawan arus,
bergerak naik turun, maupun membuat gerakan searah jarum jam.
68
(iii) Untuk menentukan jenis ikan karang yang hadir di sekitar rumpon
dan bubu mengikuti petunjuk Gloerfelt dan Kailola (1984), Isa et
al. (1998); Kuiter (1992) dan Allen dan Stenee (2002).
(vi) Sebagai data pendukung diamati juga perifiton yang menempel pada
setiap jenis daun atraktor yaitu daun lontar (Borrasus flabellifer),
dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga).
4.2.1.2 Pengamatan tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu
Pengamatan tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu melalui
simulasi yang dilakukan di dalam keramba. Pengamatan tidak dapat dilakukan di
lokasi penelitian karena kondisi perairan saat itu dalam keadaan bergelombang
dan arusnya kuat. Pada kondisi ini keadaan perairan menjadi tidak stabil dan
tingkat kekeruhannya tinggi sehingga sulit untuk melakukan pengamatan bawah
air karena batas pandang (visibilitas) rendah dan sulit untuk mengamati jenis ikan
yang hadir di rumpon dan bubu.
Pengamatan dilakukan di dalam keramba berukuran panjang: 2 m, lebar:
1.5 m dan tinggi: 2 m (Lampiran 4). Kemudian ikan hasil tangkapan bubu baik
menggunakan rumpon maupun tanpa rumpon dimasukkan ke dalam keramba.
Pengamatan dilakukan dari jam 11.00 – 17.00 WITA. Ikan yang dimasukkan ke
dalam keramba untuk diamati sebanyak 17 spesies dengan pola tingkah laku
berbeda-beda. Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu diamati secara
visual meliputi pola renang dan pola gerak ikan karang di luar maupun di dalam
bubu serta cara ikan meloloskan diri dari dalam bubu. Pengamatan tingkah laku
ikan karang di dalam keramba hanya menggunakan 17 spesies. Informasi yang
diperoleh masih sangat terbatas sehingga untuk mendapatkan data yang lebih
lengkap perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap jenis-jenis
lainnya.
ikan karang
69
4.2.2
1.
Analisis data
Analisis komunitas perifiton dan ikan karang
a. Analisis kepadatan Perifiton
Perhitungan kepadatan individu perifiton (n) pada setiap mm2 permukaan
substrat (daun) mengikuti petunjuk American Public Health Association
(A.P.H.A), 1989 ( Rumus telah disajikan pada Bab 3).
b. Analisis Indeks Keragaman (H’), Indeks Keseragaman (E) dan Indeks
Dominansi (C) perifiton dan ikan karang di rumpon dan bubu mengikuti
petunjuk Shannon-Weaner diacu oleh Krebs (1972) (Rumus telah
disajikan pada Bab 3).
2.
Analisis tingkah laku ikan karang
Analisis data jumlah ikan yang hadir, jarak (radius), lama waktu, pola renang
dan pola gerak ikan karang yang hadir di sekitar rumpon dan bubu di jelaskan
secara deskriptif menggunakan tabel dan gambar. Penentuan proporsi ikan
karang yang hadir di rumpon dan bubu, jarak (radius) ikan terhadap rumpon
dan bubu serta lama waktu ditentukan berdasarkan jumlah, jarak (radius), dan
lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu.
Penentuan proporsi dilakukan terhadap jumlah ikan yang hadir, jarak (radius)
setiap spesies ikan karang terhadap rumpon dan bubu, lama waktu setiap
spesies ikan karang hadir di sekitar rumpon dan bubu, pola renang dan pola
gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu (Rumus telah
disajikan pada Bab 3).
Proporsi pola renang ditentukan berdasarkan pola renang yang diperlihatkan
oleh setiap spesies ikan karang, sedangkan pola gerak ditentukan berdasarkan
3 paramater gerakan yang diperlihatkan oleh ikan karang di rumpon dan
bubu. Untuk menentukan pola gerak ikan di rumpon berdasarkan tiga
parameter gerakan yaitu arah renang (datang dari depan dan belakang), pola
gerakan (melawan arus, bergerak naik turun, bergerak bolak balik, bergerak
melingkar searah jarum jam) dan posisi ikan terhadap rumpon (vertikal, atas,
samping, pertengahan, dalam, masuk keluar, singgah sebentar lalu pergi dan
datang langsung pergi). Selanjutnya untuk menentukan pola gerak ikan
70
di bubu berdasarkan tiga parameter gerakan yaitu arah renang (depan,
samping, belakang), pola gerakan (melawan arus, naik turun, bolak balik,
menyusuri dinding bubu, menyusuri dinding bubu serah jarum jam) dan
posisi ikan dengan bubu (atas, samping, depan mulut bubu, dasar dan
langsung pergi). Penentuan pola gerak ikan karang di rumpon dan bubu di
modifikasikan mengikuti petunjuk Suharyanto (2003) yang dilakukan dalam
menentukan pola lompatan udang.
4.3
Hasil
4.3.1
Rumpon sebagai alat pengumpul ikan karang
4.3.1.1 Keragaman taksa perifiton di rumpon
Awal setelah rumpon di pasang di perairan maka daun-daun rumpon akan
membusuk dan menempel mikroorganisme. Mikroorganisme yang menempel
disebut perifiton. Perifiton terdiri dari tumbuhan dan hewan mikroskopis yang
menempel pada substrat yang terendam dalam air terutama pada atraktor rumpon.
Perifiton yang hadir di rumpon akan mempengaruhi laju perkembangan proses
kolonisasi organisme pemangsa lain termasuk juvenil ikan dan larva kerangkerangan yang menempel (Soedharma,1994).
Berdasarkan
hasil penelitian ditemukan jenis-jenis
perifiton yang
menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2 secara
keseluruhan berjumlah 85 spesies, 70 genus, 36 famili dan 15 kelas. Keragaman
taksa perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi
L1 dan L2 disajikan Tabel 7. Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor lontar dan
gewang di lokasi L1 dan L2 dapat dilihat pada Lampiran 5 dan 6.
Tabel 7 Keragaman taksa perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar
dan gewang di lokasi L1 dan L2
L1
Taksa
L2
perifiton
RKL
RBL
RG
RKL
RBL
RG
Spesies
50
46
53
46
41
50
Genus
46
42
46
42
39
43
Famili
31
30
29
30
25
29
Kelas
13
12
15
11
10
14
71
Keragaman taksa perifiton ditemukan pada atraktor rumpon kecil lontar di
lokasi L1 ada 50 spesies, 46 genus, 31 famili dan 13 kelas, atraktor rumpon besar
lontar di lokasi L1 ada 46 spesies, 42 genus, 30 famili dan 12 kelas, dan pada
atraktor rumpon gewang di lokasi L1 ada 53 spesies, 46 genus, 29 famili dan 15
kelas. Selanjutnya komposisi dan sebaran perifiton yang ditemukan pada atraktor
rumpon kecil lontar di lokasi L2 ada 46 spesies, 42 genus, 30 famili dan 11 kelas,
atraktor rumpon besar lontar di lokasi L2 ada 41 spesies, 39 genus, 25 famili dan
10 kelas, dan pada atraktor rumpon gewang di lokasi L2 ada 50 spesies, 43 genus,
29 famili dan 14 kelas.
Jumlah spesies perifiton terbanyak
pada rumpon gewang
lokasi L1
sebanyak 53 spesies, kemudian diikuti oleh rumpon kecil lontar di lokasi L1 dan
rumpon gewang di lokasi L2 masing-masing sebanyak 50 spesies, dan terendah
pada rumpon besar lontar lokasi L2 sebanyak 41 spesies. Selanjutnya jumlah
genus tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar dan rumpon gewang lokasi L1
masing-masing sebanyak 46 genus, kemudian diikuti oleh rumpon gewang lokasi
L2 sebanyak 43 genus dan terendah pada rumpon besar lontar di lokasi L1 dan L2
sebanyak 39 genus. Jumlah famili tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar
lokasi L1 dan L2 masing-masing sebanyak 31 dan 30 famili, kemudian rumpon
gewang lokasi L1 dan L2 masing-masing 29 famili, dan terendah pada rumpon
besar lontar lokasi L1 dan L2 sebanyak 26 dan 25 famili. Berikutnya jumlah kelas
terbanyak terdapat pada rumpon gewang
lokasi L1 dan L2 masing-masing
sebanyak 15 dan 14 kelas, kemudian rumpon kecil lontar lokasi L1 sebanyak 13
kelas dan terendah pada rumpon besar lontar lokasi L2 sebanyak 10 kelas.
Sebaran taksa perifiton pada rumpoin lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2
disajikan pada Gambar 7.
72
60
J u m la h ta k s a
50
40
Spesies
30
Genus
20
Famili
10
Kelas
0
RKL1 RBL1 RG1 RKL2 RBL2 RG2
Jenis rumpon
Gambar 7 Keragaman taksa perifiton pada atraktor rumpon lontar
dan gewang di lokasi L1 dan L2.
Keragaman spesies tertinggi terdapat pada rumpon gewang L1, kemudian
rumpon kecil lontar L1 dan rumpon gewang L2 dan teredah pada rumpon besar
lontar L2. Jumlah genus tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar dan rumpon
gewang L1 dan terendah pada rumpon besar lontar L2. Famili tertinggi terdapat
pada rumpon kecil lontar L1 dan terendah pada rumpon besar lontar L2.
selanjutnya kelas tertinggi terdapat pada rumpon gewang L1 dan L1 dan terendah
pada rumpon besar lontar L2. Dari data tersebut terlihat bahwa kelas
Bacillariophyceae lebih mendominasi keragaman taksa perifiton baik dilihat dari
jumlah spesies, genus maupun famili dibandingkan dengan kelas perifiton
lainnya.
Selain jenis-jenis perifiton yang diamati pada atraktor rumpon, dilakukan
pengamatan juga pada alat tangkap bubu. Adapaun jenis-jenis perifiton yang
teridentifikasi pada alat tangkap bubu sebagai berikut : Zygnemopsis spiralis,
Globoralis pumilio, Creseis virgula, C. acicula, Leptocylindrus sp, Spikul spongs,
Zygnema insigne,
Cymbella sp 2, Textullaria sagittula, Coscinodiscus sp,
Amphorela brandhi, Nitzschia sigma, N. vitrea, Eutintinus sp, Halosphaera
viridis, Spongilla fragilis, Atlanta sp, Peraclis sp, Hyalotheca dissiliens, Limacina
leseuri, Detonula pumida, Rhizoclonium sp, Pleurosigma sp, Triceratium
73
ghibbosum, Ligmophora abbreviata, Calanus sp, Askenasyella chlamidopus,
Fragmen alga merah, Pyrocistis fusiformis, Fragillaria cylindrus, Atlanta sp,
Pelagothrix
clevei, Halosphora viridis, Anguillospora longissima, Diploneis
fusca, larva udang, Cipria sp, dan Tintinopsis sp. Dari hasil identifikasi ini
ternyata bahwa jenis-jenis perifiton yang hadir di rumpon mirip dengan jenis-jenis
perifiton yang terdapat pada bagian-bagian badan bubu.
4.3.1.2 Kepadatan dan kelimpahan perifiton
Jenis perifiton yang memiliki kepadatan dan kelimpahan tertinggi terdapat
pada rumpon kecil lontar lokasi L1 adalah Leptocylindrus sp dengan kepadatan
9,0 ind/mm2
dan kelimpahan 25,0%, kemudian Chroococcus sp dengan
kepadatan 8.0 ind/mm2 dan kelimpahan 23.0 %, dan diikuti oleh jenis lain. Pada
rumpon besar lontar lokasi L1 adalah Leptocylindrus sp dengan kepadatan 13,0
ind/mm2 dan kelimpahan 45,0%, kemudian Chroococcus sp dengan kepadatan
8,0 ind/mm2 dan kelimpahan 26,0%, dan diikuti oleh jenis lain. Pada rumpon
gewang di lokasi L1 adalah Chroococcus sp dengan kepadatan 17,0 ind/mm2 dan
kelimpahan 73,0%, kemudian Leptocylindrus sp dengan kepadatan 5,0 ind/mm2
dan kelimpahan 20,0%, dan diikuti oleh jenis lain.
Jenis perifiton yang memiliki kepadatan dan kelimpahan tertinggi terdapat
pada rumpon kecil lontar di lokasi L2 adalah Chroococcus sp dengan kepadatan
5,0 ind/mm2 dan kelimpahan 17,0 %, kemudian Dentiluca thermalis dengan
kepadatan 6,0 ind/mm2 dan kelimpahan 21,0%, dan diikuti oleh jenis lain. Pada
rumpon besar lontar di lokasi L2 adalah Leptocylindrus sp dengan kepadatan 12,0
ind/mm2 dan kelimpahan 44,0 %, kemudian Chroococcus sp dengan kepadatan
8,0 ind/mm2 dan kelimpahan 29,0%, dan diikuti oleh jenis lain, sedangkan pada
rumpon gewang di lokasi L2 adalah Chroococcus sp dengan kepadatan 5
ind/mm2 dan kelimpahan
8,0%, kemudian Nitzschia sigma dengan kepadatan
23 ind/mm2 dan kelimpahan 5,0%, dan diikuti oleh jenis lain.
Jenis perifiton yang memiliki nilai kepadatan dan kelimpahan tertinggi dari
seluruh jenis perifiton yang menempel baik pada rumpon kecil lontar maupun
rumpon besar lontar
adalah Leptocylindrus sp, sedangkan rumpon gewang
didominasi oleh Chroococcus sp. Nilai kepadatan dan kelimpahan setiap jenis
74
perifiton pada lokasi L1 dan L2 dapat dilihat pada Lampiran 7. Sebaran nilai
kepadatan setiap kelas perifiton di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Gambar 8
dan 9.
25
Bacillario phyceae
N ila i kepa da ta n setia p fa m ili
perifito n
Dino phyceae
20
Cyano phyceae
Chlo ro phyceae
Rho do phyceae
15
Sarco dina
Co pepo da
P ro to branchia
10
Demo s po ngiae
Uro cho rdata/Tunicata
5
Opis tho branchia
Spro tricha
0
P o lychaeta
RKL1
RBL1
Jenis rumpon di lokasi L1
RG1
Bacteria
Myxo phyceae
Ciliata
Nilai k ep ad atan (X) setiap k elas p erifito n
Gambar 8 Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1.
Gambar 9
25
Bacillario phyceae
Dino phyceae
Cyano phyceae
20
Chlo rop hyceae
Rhod op hyceae
Sarcod ina
15
Cop epo da
Pro tob ranchia
Demosp ong iae
Uro cho rdata/Tunicata
10
Opisthob ranchia
Sp rotricha
Po lychaeta
5
Bacteria
Myxop hyceae
Ciliata
0
Sebaran nilai kepadatan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2.
75
Dari gambar tersebut terlihat bahwa kelas perifiton yang memiliki nilai
kepadatan tertinggi adalah kelas Cyanophyceae yang terdapat pada rumpon
gewang baik di lokasi L1 maupun L2, kemudian kelas Bacillariophyceae dan
diikuti oleh kelas perifiton lainnya. Dengan demikian kelas periton yang memiliki
nilai kepadatan tertinggi di lokasi L1 dan L2 di dominansi oleh Kelas
Cyanophyceae dan Bacillariophhyceae. Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas
Nilai kelimpahan (N) setiap famili
perifiton
perifiton di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Gambar 10 dan 11.
60
Bacillario p hyceae
Dino p hyceae
50
Cyano p hyceae
40
Rho d o p hyceae
Chlo ro p hyceae
Sarco d ina
Co p ep o d a
30
Pro t o b ranchia
Demo s p o ng iae
Uro cho rd ata/Tunicata
20
Op is tho b ranchia
Sp ro tricha
10
Po lychaeta
Bacteria
0
M yxo p hyceae
RKL1
RBL1
RG1
Jenis rumpon di lokasi L1
Gambar 10 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L1.
Bacillario p hyceae
60
Dino p hyceae
Nilai kelimpahan (N) setiap famili
perifiton
Cyano p hyceae
Chlo ro p hyceae
50
Rho d o p hyceae
Sarco d ina
40
Co p ep o d a
Pro t o b ranchia
Demo s p o ng iae
30
Uro cho rd at a/ Tunicat a
Op is tho b ranchia
20
Sp ro tricha
Po lychaeta
Bact eria
10
M yxo p hyceae
Ciliata
0
RKL2
RBL2
RG2
Jeni s rumpon di l okasi L2
Gambar 11 Sebaran nilai kelimpahan setiap kelas perifiton pada rumpon kecil
lontar, rumpon besar lontar dan rumpon gewang di lokasi L2.
76
Dari gambar tersebut terlihat bahwa kelas perifiton yang memiliki nilai
kelimpahan tertinggi adalah Kelas Cyanophyceae pada rumpon besar lontar di
lokasi L1, sedangkan di lokasi L2 kelas perifiton yang memiliki kelimpahan
tertinggi adalah kelas Bacillariophyceae terdapat pada rumpon besar lontar.
Dengan demikian kelas periton yang memiliki nilai kepadatan dan kelimpahan
tertinggi di lokasi L1 dan L2 di dominansi oleh Kelas Cyanophyceae dan
Bacillariophhyceae.
4.3.1.3 Indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi
(C)
perifiton yang menempel pada atraktor rumpon
Nilai indeks H , E dan C
merupakan suatu
nilai yang memberikan
gambaran tentang kondisi hubungan antara kelompok organisme digunakan untuk
menilai kestabilan struktur komunitas organisme tersebut. Analisis nilai indeks
H’, E dan C dilakukan juga untuk menilai kestabilan struktur komunita perifiton
yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1 dan L2.
Hasil analisis nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)
perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang di lokasi L1
dan L2 disajikan pada Tabel 8 dan Gambar 12.
Tabel 8 Nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)
perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan rumpon
gewang di lokasi L1 dan L2
Lokasi
L1
L2
No
1
Jenis Rumpon
Rumpon Kecil Lontar
H
0,993
E
0,791
C
0,125
2
Rumpon Besar Besar
0,883
0,545
0,276
3
Rumpon Gewang
1,252
0,795
0,559
1
Rumpon Kecil Lontar
1,183
0,754
0,055
2
Rumpon Besar Besar
0,621
0,513
0,281
3
Rumpon Gewang
1,226
0,738
0,094
Nilai indeks H , E dan C perifiton yang menempel pada rumpon kecil
lontar lokasi L1 terdiri dari H = 0,993, E = 0,791 dan C = 0,125. Nilai ini
77
menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton
berada pada kondisi stabil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada
dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya. Rumpon besar lontar
lokasi L1 terdiri dari H = 0,883, E = 0,545 dan C = 0,276. Nilai ini menunjukkan
bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton berada pada
kondisi labil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada dominansi spesies
perifiton tertentu di dalam komunitasnya, sedangkan pada rumpon gewang lokasi
L1 terdiri dari H =1,251, E = 0,795 dan C = 0,559. Nilai ini menunjukkan bahwa
keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton berada pada kondisi slabil
dan ada dominansi spesies di dalam komunitasnya.
Selanjutnya nilai indeks H , E dan C perifiton yang menempel pada rumpon
kecil lontar lokasi L2 terdiri dari H =1,183, E = 0,754 dan C = 0,055. Nilai ini
menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton
berada pada kondisi stabil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada
dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya. Rumpon besar lontar
di lokasi L2
terdiri dari H = 0,621, E = 0,513 dan C = 0,281. Nilai ini
menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas perifiton
berada pada kondisi labil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada
dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya, sedangkan pada
rumpon gewang di lokasi L1 terdiri dari H =1,226, E = 0,738 dan C = 0,094.
Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi perifiton kecil, komunitas
perifiton berada pada kondisi labil dan dominansi spesies rendah berarti tidak ada
dominansi spesies perifiton tertentu di dalam komunitasnya.
Indeks keragaman (H’) perifiton pada rumpon gewang di lokasi L1 dan L2
lebih tinggi dibandingkan dengan rumpon lontar kecil dan lontar besar. Indeks
Keseragaman (E) perifiton di lokasi L1 tertinggi pada rumpon gewang, sedangkan
di lokasi L2 pada rumpon kecil lontar. Selanjutnya indeks dominansi (C) perifiton
tertinggi pada rumpon gewang di lokasi L1. Berdasarkan kisaran nilai H’, E dan
C dapat disimpulkan bahwa keragaman perifiton pada rumpon lontar dan rumpon
gewang di lokasi L1 dan L2 umumnya rendah, komunitas perifiton berada pada
kondisi labil sampai stabil dan tidak ada dominansi spesies di dalam komunitas
perifiton.
78
1.4
Indeks H', E dan C
1.2
1
0.8
H'
0.6
E
C
0.4
0.2
0
RKL1
RBL1
RG1
RKL2
RBL2
RG2
Jenis rumpon
Gambar 12 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan
Dominansi (C) perifiton di lokasi L1 dan L2.
4.3.1.4 Keterkaitan ikan karang dengan rumpon sebagai feeding ground
Rumpon sebagai alat pengumpul ikan berfungsi sebagai sumber makan bagi
ikan-ikan karang. Penelitian ini tidak membahas khusus tentang jenis-jenis
makanan yang dimakan oleh ikan karang di rumpon. Namun dengan hadirnya
perifiton di rumpon memacu ikan karang untuk berkumpul dan diduga makanan
yang dimakan adalah perifiton. Perifiton yang menempel pada daun atraktor
rumpon merupakan sumber makanan bagi ikan karang. Hadirnya ikan karang di
rumpon tentu akan memanfaatkan sumber makanan tersebut. Kondisi ini
menggambarkan suatu bentuk jaringan makanan (food web) yang terbentuk di
rumpon dan menjadikan rumpon sebagai feeding ground bagi ikan-ikan karang.
Pada saat pengamatan lapangan terlihat beberapa jenis ikan karang begitu
aktif mencari makan dan melakukan proses makan di rumpon seperti Chaetodon
kleinii, Zebrasoma sp, Scarus sp dan jenis ikan lainnya. Misalnya Chaetodon
kleinii memperlihatkan tingkah laku dalam mencari makan di rumpon dengan
cara bergerak bola balik masuk keluar rumpon sambil mencicipi makanan yang
terdapat di daun rumpon. Tingkah laku makan ini mengindikasikan jenis ikan
karang tersebut hadir di rumpon
mencari makan.
dan memanfaatkan rumpon sebagai tempat
79
Penelitian juga telah dilakukan oleh Saldika (2007) bersamaan dengan
pelaksanaan penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui jenis makanan yang
dimakan oleh ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan
bersama rumpon dengan menganalisis isi lambung ikan Epinepelus merra. Hasil
analisis isi lambung membuktikan bahwa jenis-jenis makanan yang dimakan
ikan Epinephelus merra yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan
bersama rumpon terdiri atas ikan, udang, cumi-umi dan kepiting.
Penelitian ini baru dilakukan pada salah satu jenis ikan karang tetapi untuk
mendapatkan informasi yang lengkap tentang jenis-jenis makanan yang di makan
oleh ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama
rumpon perlu dilakukan penelitian lebih lanjut. Diharapkan kedepan melalui
informasi penelitian yang akan dilakukan dapat menggambarkan secara lengkap
jenis-jenis makanan yang terdapat di rumpon sebagai sumber makanan bagi ikan
karang.
4.3.2 Keragaman taksa ikan karang
4.3.2.1 Keragaman taksa ikan karang di rumpon
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jenis-jenis ikan karang yang
hadir di rumpon pada lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari
berjumlah 62 spesies, 42 genus dan 22 famili (Tabel 9). Keragaman taksa pada
setiap kelompok ikan karang yang hadir di rumpon disajikan pada tabel di bawah
ini.
Tabel 9 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon
Kelompok ikan
Famili
Utama
(Mayor)
Target
Indikator
Non
Karang
Ikan
Taksa
Spesies
Genus
Famili
Spesies
Genus
Famili
Spesies
Genus
Famili
Spesies
Genus
Famili
RKL1
14
11
8
14
13
8
3
1
1
1
1
1
RBL1
13
10
6
8
5
3
4
1
1
0
0
0
Keterangan : RKL : Rumpon kecil lontar, RBL : Rumpon besar lontar.
RKL2
7
7
5
6
5
2
1
1
1
0
0
0
RBL2
13
11
6
8
8
7
2
1
1
0
0
0
80
Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah spesies tertinggi pada kelompok
famili utama (mayor) terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1. Jumlah
genus tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1 dan rumpon besar
lontar di lokasi L2, sedangkan jumlah famili tertinggi terdapat pada rumpon kecil
lontar di lokasi L1. Pada kelompok ikan target jumlah spesies, genus dan famili
tertinggi terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1, dibandingkan dengan
kelompok rumpon lainnya. Pada kelompok indikator spesies tertinggi terdapat
pada rumpon besar lontar di lokasi L1 dan untuk genus dan famili semuanya
sama. Pada kelompok non ikan karang spesies, genus dan famili hanya terdapat
pada rumpon kecil lontar di lokasi L1, sedangkan lainnya tidak ada. Dari uraian
tersebut terlihat bahwa keragaman taksa tertinggi baik spesies, genus maupun
famili terdapat pada rumpon kecil lontar di lokasi L1. Sebaran keragaman taksa
ikan karang yang hadir di rumpon disajikan pada Gambar 13 dan 14.
14
12
Jumlah taksa
Famili Utama (M ayo r)
10
Targ et
Ind ikat o r
8
No n Ikan Karang
6
4
2
No n Ikan Karang
Ind ikat o r
Targ et
0
Sp es ies Genus
RKL1
Famili Sp es ies
RBL1
Ke lompok ikan
Famili Utama (M ayo r)
Genus
Famili
Jenis rumpon
Gambar 13 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L1.
14
12
Jumlah taksa
Famili Utama (Mayor)
10
T arget
8
Indikator
6
Non Ikan Karang
4
2
Non Ika n Ka ra ng
Indika t or
0
S pe sie s
RKL2
Ta rge t
Ge nus
Fa mili
S pe sie s
RBL2
Ke lompok ikan
Fa mili Ut a ma (Ma yor)
Ge nus
Fa mili
Jenis rumpon
Gambar 14 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon di lokasi L2.
81
Secara rinci komposisi dan sebaran jenis ikan karang hadir di rumpon
disajikan pada Lampiran 8. Dari data tersebut terlihat bahwa beberapa jenis ikan
karang yang dominan hadir di sekitar rumpon baik rumpon kecil maupun rumpon
besar di lokasi L1 dan L2 seperti Chromis margaritifer, Abudefduf bengalensis,
Chrysiptera rollandi dan Chaetodon kleinii. Selanjutnya yang menyebar sedang
seperti Chromis ovalis, Chrysiptera unimaculata, Sufflamen chrysopterus, Scarus
ghobban, Apogon kallopterus, Centropyge bicolor, Canthigaster valentini, Pterois
volitans, Acanthurus
nigricans, A. mata, Ctenochaetus striatus, Halichoeres
scapularis, Epinephelus merra, Parupeneus bifasciatus, Lethrinus sp, Lutjanus sp
dan Chaetodon trifasciatus, sedangkan jenis ikan lainnya menyebar jarang.
4.3.2.2 Keragaman taksa ikan karang di bubu
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa keragaman taksa ikan
karang yang hadir pada alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari secara
keseluruhan berjumlah 47 spesies, 34 genus dan 20 famili (Tabel 10). Keragaman
taksa pada setiap kelompok ikan karang yang hadir di bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon deisajikan pada tabel di bawah ini.
Tabel 10 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu.
Kelompok
ikan
Famili
Utama
(Mayor)
Target
Taksa
BRK1
BRB1
BTR1
BRK2
BRB2
Spesies
Genus
Famili
Spesies
Genus
Famili
Spesies
Genus
Famili
Spesies
Genus
Famili
7
7
4
5
4
2
1
1
1
0
0
0
12
9
4
4
4
2
1
1
1
0
0
0
5
4
3
4
4
2
1
1
1
1
1
1
8
7
5
3
3
3
1
1
1
0
0
0
7
6
4
3
3
3
2
1
1
0
0
0
BTR2
6
5
3
4
4
4
Indikator
3
1
1
Non Ikan
1
Karang
1
1
Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil, BRB: Buburumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon.
Tabel tersebut menunjukkan bahwa jumlah spesies dan genus tertinggi
terdapat pada kelompok famili utama (mayor) di bubu rumpon besar lokasi L1,
82
sedangkan jumlah famili tertinggi terdapat pada bubu rumpon kecil di lokasi L2.
Pada kelompok ikan target jumlah spesies tertinggi terdapat pada bubu rumpon
kecil di lokasi L1, sedangkan jumlah genus tertinggi masing-masing terdapat pada
bubu rumpon kecil, bubu rumpon besar, bubu tanpa rumpon di lokasi L1 dan bubu
tanpa rumpon di lokasi L2. Selanjutnya jumlah famili tertinggi terdapat pada bubu
tanpa rumpon di lokasi L2 . Pada kelompok indikator spesies tertinggi terdapat
pada bubu tanpa rumpon di lokasi L2, sedangkan
untuk genus dan famili
semuanya sama. Pada kelompok non ikan karang spesies, genus dan famili hanya
terdapat pada bubu tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2, sedangkan lainnya tidak
ada. Dari data tersebut terlihat bahwa keragaman taksa tertinggi baik spesies,
genus maupun famili terdapat pada bubu rumpon besar di lokasi L1. Sebaran
keragaman taksa ikan karang yang hadir di rumpon disajikan pada Gambar 15 dan
16.
12
10
Jumlah taksa
F amili Ut ama (M ayo r)
T arget
8
Indikator
Non Ikan Karang
6
4
2
Non Ikan Ka r ang
0
Indikat or
S p e sie s
BRK1
Ge n us
Fa mili
Ke lompok ikan
Ta r get
S pe sie s
BRB1
Ge nus
Fa mili
Famili Utama (Mayor )
S p e sie s
Ge nus
BTR1
Fa mili
Jenis bubu
Gambar 15 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1.
8
7
Jumlah taksa
6
F a m ili Uta m a (M a yo r)
5
Ta rge t
Indika to r
4
No n Ika n Ka ra ng
3
2
1
0
Non Ikan Kar ang
Indikator
S pe sie s
BRK2
Ge nus
Fa m ili
Tar get
S pe sie s
BRB2
Ge nus
Fa mili
Ke lompok i kan
Famili Utama (Mayor )
S pe sie s
BTR2
Ge nus
Fa m ili
Ke ragaman taksa di bubu
Gambar 16 Keragaman taksa ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L2.
83
Secara rinci komposisi jenis dan sebaran ikan karang teramati pada pagi,
siang dan sore hari disajikan pada Lampiran 9. Beberapa spesies ikan karang yang
hadir dominan pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa
rumpon di lokasi L1 dan L2 sepeprti Apogon kallopterus dan Chaetodon kleinii.
Selanjutnya yang menyebar sedang
adalah Abudefduf bengalensis, Dascyllus
aruanus, Scarus ghobban, Ctenochaetus striatus, dan Acanthurus bariena,
sedangkan jenis ikan lainnya menyebar jarang.
4.3.3
Sebaran jenis dan jumlah ikan karang
4.3.3.1 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di rumpon
Jumlah ikan karang yang hadir di rumpon kecil lontar dan rumpon besar
lontar di lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari secara
keseluruhan berjumlah 1190 individu (Lampiran 10). Pada rumpon lontar kecil di
lokasi L1 sebanyak 387 individu, rumpon lontar besar sebanyak 396 individu.
Selanjutnya jumlah ikan karang yang hadir di rumpon lontar kecil di lokasi L2
sebanyak 149 individu dan rumpon lontar besar sebanyak 407 individu.
Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar
rumpon disajikan pada Tabel 11.
Jumlah kelompok ikan karang yang hadir
terbanyak adalah kelompok famili utama (mayor), kemudian kelompok target dan
indikator, dan paling rendah dari kelompok non ikan karang.
Tabel 11 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon
Kelompok Ikan
Lokasi
Total Proporsi
L1
L2
(%)
RKL
RBL
RKL
RBL
Famili utama (mayor)
182
320
121
302
925
78
Target
85
37
41
18
181
15
Indikator
11
21
4
47
83
7
Non ikan karang
1
0
0
0
1
<1
Total
279
378
166
367
1190
Keterangan: RKL : Rumpon Kecil Lontar, RBL : Rumpon Besar Lontar.
84
Total individu ikan karang yang hadir di rumpon kecil lontar dan rumpon
besar lontar di lokasi L1 dan L2 dalam jumlah terbanyak adalah Abudefduf
bengalensis sebanyak 193 individu/m2, kemudian Apogon kallopterus sebanyak
151 individu/m2, dan diikuti oleh jenis ikan lain. Total jumlah individu setiap
famili ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar
lontar di lokasi L1 dan L2 disajikan dalam Gambar 17 dan 18.
300
P o macentridae
B alistidae
250
Scaridae
A po go nidae
P o macanthidae
200
Ephippididae
Tetrao do ntidae
Sco rpaenidae
150
A canthuridae
Siganidae
Labridae
100
Serranidae
M ullidae
Lethrinidae
Lutjanidae
50
Chaeto do ntidae
Dasyatitidae
0
RKL
RBL
R um po n k e c il lo nt a r ( R KL) da n rum po n be s a r lo nt a r ( R B L)
di lo k a s i I
Gambar 17 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang
hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar
lontar di lokasi L1.
180
P o macentridae
Scaridae
160
A po go nidae
P o macanthidae
140
Ophicthidae
Ephippididae
120
Tetrao do ntidae
Sco rpaenidae
100
Centriscidae
Caesio nidae
80
A canthuridae
Labridae
Serranidae
60
M ullidae
Lethrinidae
40
Lutjanidae
Haemulidae
20
Nemipteridae
Chaeto do ntidae
0
RKL
RBL
R um po n k e c il lo nt a r ( R KL) da n rum po n be s a r lo nt a r ( R B L)
di lo k a s i II
Gambar 18 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar
di lokasi L2.
85
Jumlah individu ikan karang yang hadir di rumpon besar lontar lebih
banyak dibandingkan dengan rumpon kecil lontar. Perbedaan ini disebabkan
karena bedanya dimensi rumpon, dimana rumpon ukuran besar tentu mempunyai
daya tampung ikan karang berkumpul lebih banyak dibandingkan dengan rumpon
ukuran kecil. Selain itu, ada beberapa jenis ikan karang biasanya hadir dalam
jumlah besar seperti Chromis margaritifer, C. ovalis, Abudefduf bengalensis,
Apogon kallopterus, dan Pterocaesio diagramma.
4.3.3.2 Sebaran jenis dan jumlah ikan karang di bubu
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jenis-jenis ikan karang yang
hadir pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di
lokasi L1 dan L2, teramati pada pagi, siang dan sore hari secara keseluruhan
berjumlah 1230 individu (Lampiran 11). Jumlah ikan karang yang hadir di bubu
rumpon kecil di lokasi L1 sebanyak 184 individu, bubu rumpon besar di lokasi L1
sebanyak 242 individu, dan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 sebanyak 267
individu. Selanjutnya pada bubu rumpon kecil di lokasi L2 sebanyak 210
individu, bubu rumpon besar di lokasi L2 sebanyak 126 individu, dan bubu tanpa
rumpon di lokasi L2 sebanyak 215 individu.
Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar
bubu di disajikan pada Tabel 12. Jumlah kelompok ikankarang yang hadir
terbanyak adalah kelompok famili utama (mayor), kemudian kelompok target dan
indikator, dan paling rendah dari kelompok non ikan karang.
Tabel 12 Total jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di
sekitar bubu
Lokasi
Kelompok
Total Proporsi
Ikan
(%)
L1
L2
BRK BRB BTR BRK BRB BTR
Famili utama
127
217
229
164
91
85
913
74
(mayor)
Target
49
16
15
26
7
113
226
18
Indikator
8
9
22
20
14
16
89
7
Non ikan
0
0
1
0
0
1
2
<1
karang
Total
184
242
267
210
112
215
1230
Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil, BRB : Bubu Rumpon Besar, BTR : Bubu Tanpa
Rumpon.
86
Total jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu rumpon kecil dan bubu
rumpon besar di lokasi L1 dan L2 dalam jumlah terbanyak adalah Abudefduf
bengalensis sebanyak 346 individu/m2, kemudian Apogon kallopterus sebanyak
174 individu/m2, dan diikuti oleh jenis ikan lain. Total jumlah individu setiap
famili ikan karang yang hadir di bubu rumpon kecil, bubu rumpon besar dan bubu
tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 disajikan dalam Gambar 19 dan 20.
P omacentridae
250
Apogonidae
P omacanthidae
200
Scaridae
Holocentridae
150
Malacanthidae
100
Caes ionidae
Acanthuridae
50
Labridae
0
Siganidae
BRK
BRB
BTR
Bubu rumpon kecil (BRK), bubu rumpon
bes ar (BRB) dan bubu tanpa rumpon (BTR)
di lokas i I
Chaetodontidae
Das yatitidae
Gambar 19 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang hadir
di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa
rumpon di lokasi L1.
Jumlah individu setiap famili ikan karang
120
P o ma c e nt rid a e
A p o g o nid a e
100
S c a rid a e
B a lis t id a e
S c o r p a e nid a e
80
C a e s io nid a e
A c a nt hur id a e
La b rid a e
60
Le t hrinid a e
M ullid a e
40
Ha e mulid a e
N e mip t e rid a e
S e rra nid a e
20
C ha e t o d o nt id a e
M ura e nid a e
0
BRK
BRB
BT R
Bubu rum p o n k ecil (BRK ), bubu rum p o n besar
(BRB) dan bubu t an p a rum p o n (BT R) di lo k asi II
Gambar 20 Sebaran jumlah individu setiap famili ikan karang yang
hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L2.
87
4.3.4
Indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan
karang di sekitar rumpon dan bubu
4.3.4.1 Rumpon
Nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan
karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2 disajikan pada Tabel
13 dan Gambar 21.
Tabel 13
Nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)
ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di lokasi L1 dan L2
Lokasi
No
Dimensi Rumpon
H
E
C
L1
1
Rumpon Kecil Lontar
0.861
0,723
0,168
2
Rumpon Besar Lontar
1,010
0,803
0,147
1
Rumpon Kecil Lontar
0,734
0,656
0,281
2
Rumpon Besar Lontar
1,032
0,781
0,175
L2
Nilai Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan karang
di rumpon kecil lontar lokasi I terdiri dari nilai H = 0.861, E = 0,723, dan
C = 0,168. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang
hadir di sekitar rumpon kecil lontar kecil, komunitas ikan karang berada pada
kondisi labil dan dominansi rendah berarti tidak ada dominansi spesies ikan
tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada rumpon besar lontar lokasi L1
terdiri dari nilai H = 1,010, E = 0,803, dan C = 0,147. Nilai ini menunjukkan
bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar rumpon besar lontar
kecil, komunitas ikan karang berada pada kondisi stabil dan dominansi rendah
berarti tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang.
Selanjutnya nilai Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan
karang
di rumpon
kecil lontar
lokasi L2 terdiri dari nilai H = 0,734,
E = 0,656, dan C = 0, 281. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi
ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar rendah, komunitas ikan
karang berada pada kondisi labil dan dominansi rendah berarti tidak ada
dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada rumpon
besar lontar lokasi L2 terdiri dari nilai H = 1,032, E = 0,781, dan C = 0,175.
88
1.2
Indeks H', E dan C
1
0.8
0.6
H'
E
0.4
C
0.2
0
RKL1
RBL1
RKL2
RBL2
Jenis rumpon
Gambar 21 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan
Dominansi (C) ikan karang di rumpon.
Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di
sekitar rumpon besar lontar kecil, komunitas ikan karang berada pada kondisi
stabil dan dominansi rendah berarti tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di
dalam komunitas ikan karang.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa nilai Keragaman (H’) ikan karang
yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar di lokasi I dan
II tertinggi pada rumpon besar lontar baik di lokasi L1 dan L2, sedangkan nilai
Keseragaman (E) tertinggi pada rumpon besar lontar baik di lokasi L1 maupun L2
dan nilai Dominansi (C) tertinngi pada rumpon kecil lontar di lokasi L2.
4.3.4.2 Bubu
Hasil analisis nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan
Dominansi (C) ikan karang yang hadir di sekitar bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 secara rinci disajikan pada Tabel
14 dan Gambar 22.
89
Tabel 14 Nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan
karang yang hadir di sekitar bubu di lokasi L1 dan L2
Lokasi
L1
L2
No
Alat Tangkap
H
E
C
1
Bubu Rumpon Kecil
0,833
0,771
0,211
2
Bubu Rumpon Besar
1,013
0,901
0,126
3
Bubu Tanpa Rumpon
0,445
0,428
0,573
1
Bubu Rumpon Kecil
0,661
0,637
0,309
2
Bubu Rumpon Besar
0,787
0,787
0,254
3
Bubu Tanpa Rumpon
0,763
0,668
0,267
Nilai indeks Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C) ikan
karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil di lokasi L1 terdiri dari nilai H =
0,833, E = 0,771 dan C = 0,211. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman
populasi ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil adalah kecil,
komunitas ikan karang berada pada kondisi stabil dan dominansi rendah berarti
tidak ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada
bubu rumpon besar di lokasi L1 terdiri dari nilai H = 1,013, E = 0,901 dan
C = 0.126. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang
hadir di sekitar bubu rumpon besar rendah/kecil, komunitas ikan karang berada
pada kondisi stabil dan dominansi rendah yang berarti tidak ada dominansi spesies
ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang, sedangkan bubu tanpa rumpon
di lokasi L1 terdiri dari nilai H = 0,445, E = 0,428 dan C = 0,573. Nilai ini
menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di sekitar bubu
tanpa rumpon rendah, komunitas ikan karang berada pada kondisi
labil dan
dominansi sedang yang berarti ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam
komunitas ikan karang.
Selanjutnya nilai Keragaman (H ), Keseragaman (E) dan Dominansi (C)
ikan karang yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil di lokasi L2 terdiri dari nilai
H = 0,661, E = 0,637 dan C = 0,309. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman
populasi ikan karang
yang hadir di sekitar bubu rumpon kecil rendah/kecil,
komunitas ikan karang berada pada kondisi labil dan dominansi sedang yang
berarti ada dominansi spesies ikan tertentu di dalam komunitas ikan karang. Pada
90
bubu rumpon besar di lokasi L2 terdiri dari nilai H = 0,787, E = 0,787 dan
C = 0,254. Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang
hadir di sekitar bubu rumpon besar kecil, komunitas ikan karang berada pada
kondisi stabil dan dominansi rendah yang berarti tidak ada dominansi spesies ikan
tertentu di dalam komunitas ikan karang, sedangkan pada bubu yang dioperasikan
tanpa rumpon di lokasi L2 terdiri dari nilai H = 0,767, E = 0,668 dan C = 0,267.
Nilai ini menunjukkan bahwa keragaman populasi ikan karang yang hadir di
sekitar bubu tanpa rumpon rendah, komunitas ikan karang berada pada kondisi
stabil dan dominansi sedang yang berarti ada dominansi spesies ikan tertentu
didalam komunitas ikan karang.
Dari data tersebut terlihat bahwa nilai Keragaman (H’) ikan karang pada
bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2
tertinggi pada bubu rumpon besar di lokasi L1, sedangkan nilai Keseragaman (E)
ikan karang tertinggi pada bubu rumpon besar di lokasi L1 dan nilai Dominansi
(C) tertinggi pada bubu tanpa rumpon di lokasi L1.
1.2
Indeks H', E dan C
1
0.8
H'
0.6
E
0.4
C
0.2
0
BRK1
BRB1
BTR1
BRK2
BRB2
BTR2
Jenis bubu
Gambar 22 Sebaran nilai indeks Keragaman (H’), Keseragaman (E) dan
Dominansi (C) ikan karang di bubu.
4.3.5
Jarak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu
4.3.5.1 Jarak ikan karang di sekitar rumpon
Jarak setiap spesies ikan karang terhadap rumpon di lokasi L1 dan L2
berbeda-beda menurut jenis ikan (Tabel 15). Jumlah ikan karang yang hadir
91
di sekitar rumpon kecil lontar lokasi L1 sebanyak 29 spesies. Dari total jumlah
tersebut ada 19 spesies (66%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan rumpon. Pada
rumpon besar lontar lokasi L1 jumlah ikan karang yang hadir sebanyak 27 spesies.
Dari total jumlah tersebut ada 14 spesies (52%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan
rumpon.
Tabel 15 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap rumpon
di lokasi L1 dan L2
Jenis
rumpon
RKL
Lokasi
Rumpon
L1
Jarak
(m)
0-2
2-5
>5
RBL
0-2
2-5
>5
Jenis ikan
Jumlah
Chromis
margaritifer,
Chrysiptera
rollandi, C. parasema, S. ghobban,
Apogon
kallopterus,
Pomacentrus
nigromanus, Platax sp, Pseudochromis
sp,
Petrois
volitans,
Acanthurus
nigricans, A. mata, Zanclus cornutus,
Zebrasoma
flaviscens,
Bonianus
ginulatus,
Halichoeres
scapularis,
Thalassoma
lunare,
Parupeneus
bifasciatus, C. kleinii dan C. trifasciatus
19
Proporsi
(%)
66
Abudefduf bengalensis, Melichtys vidua,
Scarus sodidus, Ctenochaetus striatus,
Naso
caeruleocanda,
Heniochus
acuminatus,
Epinephelus
merra,
Lethrinus sp, Lutjanus sp, dan
Chaetodon melanotus
Total
Chromis
lepidolepis,
C.
ovalis,
Chrysiptera rollandi, C. unimaculata,
Amphiprion sp, Sufflamen chrysopterus,
Apogon
bandanensis,
Canthigaster
valentini,
Zanclus
cornutus,
Hologymnosus doliatus,
Cheilinus
trilobatus,
Pseudonthias
dispar,
Epinephelus merra dan Chaetodon
kleinii
Chromis
margaritifer,
Abudefduf
bengalensis,
Balistapus
undulatus,
Scarus ghobban, S. bleekeri, Siganus
corallinus, Acanthurus pyroferus, A.
mata, A. bariena, Ctenochaetus striatus,
Chaetodon meyeri, dan C. baronessa
Chaetodon trifasciatus
Total
10
34
29
14
52
12
44
1
27
4
92
Tabel 15 (Lanjutan)
Jenis
rumpon
Lokasi
Rumpon
Jarak
(m)
Jenis ikan
RKL
L2
0-2
2-5
>5
0-2
BL
2–5
>5
Jumlah
Proporsi
(%)
Chromis margaritifer, Chrysiptera
rollandi, Rinecanthus sp, Scarus
ghobban,
Apogon
kallopterus,
Myrichtys colubrinus, Pterois volitans,
A. nigricans, Zanclus sp, Ctenochaetus
striatus, dan Chaetodon kleinii
Apogon bengalensis, Acanthurus mata,
Lethrinus sp, dan Lutjanus sp
11
73
4
27
Total
Chromis ovalis, Chrysipetra rollandi,
C. unimaculata, Dascyllus aruanus,
Sufflamen
chrysopterus,
Apogon
kallopterus,
Centropyge
tibicens,
C.bicolor, Genicanthus melanospilos,
Canthigaster
valentini,
Aeoliscus
strigatus,
Acanthurus
triotegus,
Halichoeres scapularis, Hemigymnus
fasciatus, Parupeneus bifasciatus,
Diagramma pictum, Chaetodon kleinii,
dan C. adiergastos
15
18
75
Chromis
margaritifer,
Abudefduf
bengalensis, Pterocaesio diagramma,
dan Scolopsis margaritifer
Epinephelus tauvina, dan Lutjanus
decussatus
Total
4
17
2
9
24
Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.
Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di rumpon kecil lontar lokasi L2
sebanyak 15 spesies. Dari total tersebut ada 11 spesies (73%) berada pada jarak
0 – 2 m dengan rumpon. Pada rumpon besar lontar lokasi L2 jumlah ikan karang
yang hadir sebanyak 24 spesies. Dari total jumlah tersebut ada 18 spesies (75%)
berada pada jarak 0 – 2 m dengan rumpon.
Jarak ikan karang terhadap rumpon kecil lontar dan rumpon besar lontar
di lokasi L1 dan L2 umumnya berada antara 0 – 2 m dengan rumpon. Perbedaan
ini karena setiap jenis ikan karang menyebar pada lapisan kedalaman (swimming
layer) berbeda-beda ada di lapisan atas, pertengahan dan di dasar perairan.
Ilustrasi jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon dapat di lihat pada
Gambar 23.
93
R =>5m
R= 2 - 5m
R = 0 – 2m
Chaetodon trifasciatus, Epinephelus tauvina,
dan Lutjanus decussatus
Abudefduf bengalensis, Melichtys vidua, Scarus
sodidus, Ctenochaetus striatus, Naso
caeruleocanda, Heniochus acuminatus,
Epinephelus merra, Lethrinus sp, Lutjanus sp,
dan Chaetodon melanotus. Chromis
margaritifer, Balistapus undulatus, Scarus
ghobban, S. bleekeri, Siganus corallinus,
Acanthurus pyroferus, A. mata, A. bariena,
Chaetodon meyeri, dan C. baronessa Apogon
bengalensis, Lethrinus sp, dan Lutjanus sp
Chromis margaritifer, Pterocaesio
diagramma, dan Scolopsis margaritifer
Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi, C. parasema, S. ghobban, Apogon
kallopterus, Pomacentrus nigromanus, Platax sp, Pseudochromis sp, Petrois
volitans, Acanthurus nigricans, A. mata, Zanclus cornutus, Zebrasoma flaviscens,
Bonianus ginulatus, Halichoeres scapularis, Thalassoma lunare, Parupeneus
bifasciatus, C. kleinii dan C. trifasciatus. Chromis lepidolepis, C. ovalis,
Chrysiptera rollandi, C. unimaculata, Amphiprion sp, Sufflamen chrysopterus,
Apogon bandanensis, Canthigaster valentini, Zanclus cornutus, Hologymnosus
doliatus, Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar, Epinephelus merra dan
Chaetodon kleinii. C. adiergasto, Chromis margaritifer, Chrysiptera rollandi,
Rinecanthus sp, Scarus ghobban, Apogon kallopterus, Myrichtys colubrinus,
Pterois volitans, Zanclus sp, Ctenochaetus striatus, C. unimaculata, Dascyllus
aruanus, Sufflamen chrysopterus, Centropyge tibicens, C.bicolor, Genicanthus
melanospilos, Aeoliscus strigatus, Acanthurus triotegus, Halichoeres scapularis,
Hemigymnus fasciatus, Parupeneus bifasciatus, dan
Diagramma pictum
Gambar 23 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap rumpon.
4.3.5.2 Jarak ikan karang di sekitar alat tangkap bubu
Jarak setiap spesies ikan karang terhadap bubu di lokasi L1 dan L2 berbedabeda menurut jenis ikan (Tabel 16). Jumlah ikan karang yang hadir di sekitar
bubu rumpon kecil lokasi L1 sebanyak 13 spesies. Dari total jumlah tersebut ada
8 spesises (62%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu. Pada bubu rumpon
besar lokasi L1 jumlah ikan karang yang hadir sebanyak 16 spesies. Dari total
jumlah tersebut ada 10 spesies (63%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu.
Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu tanpa rumpon lokasi L1 sebanyak
11 spesies. Dari total spesies tersebut ada 6 spesies (65%) berada pada jarak
0 – 2 m dengan bubu.
94
Tabel 16 Proporsi jarak (radius) setiap spesies ikan karang terhadap bubu di
lokasi L1 dan L2
Kelompok
Bubu
Lokasi
Bubu
Jarak
(m)
Jenis ikan
Jumlah
Proporsi
(%)
BRK
L1
0–2
Chromis lepidolepis, Stegastes
fasciolatus, Apogon kallopterus,
Scaus ghobban, Malacanhus sp,
Ctenochaetus striatus, Acanthurus
bariena dan Chaetodon kleinii
8
62
2–5
Abudefduf bengalensis, Dascyllus
aruanus, Thalassoma lunare, dan
Labroides bicolor
4
31
>5
Acanthurus mata
Total
Chromis
lepidolepis,
C.
margaritifer, Chrysipetra rollandi,
Apogon kallopteus, Centropyge
tibicens, Pomacanthus acanthops,
Ctenochaetus striatus, Hemigymnus
melapterus, Hologymnosus doliatus
dan Chaetodon kleinii.
Abudefduf bengalensis, Dascyllus
aruanus, Chromis ovalis, Scarus
ghobban, Pterocaesio lativittata,
dan Acanthurus mata
1
13
10
7
63
6
38
Total
Abudefduf bengalensis, Chromis
demidiata, Apogon kallopterus, A.
aureus, Ctenochaetus striatus, dan
Chaetodon kleinii
16
6
65
Myripristis sp, Acanthurus mata,
Naso tuberosus, Siganus corallinus,
dan Himantura uarnak
-
5
45
Total
Abudefduf bengalensis, Dascyllus
aruanus, Chromis margaritifer,
Scarus ghobban, S. bleekeri,
Rhinecanthus
sp,
Halichoeres
ornattisimus,
Parupeneus
multifasciatus
dan
Chaetodon
kleinii
Apogon
kallopterus,
Pterois
volitans, dan Epinephelus merra
11
9
75
3
25
Total
12
BRB
0–2
2–5
>5
BTR
L1
0–2
2–5
>5
BRK
L2
0–2
2–5
>5
95
Tabel 16 (lanjutan)
Kelompok
Bubu
BRB
Lokasi
Bubu
L2
Jarak
(m)
0–2
2–5
>5
BTR
L2
0–2
2–5
>5
Jenis ikan
Jumlah
Chrysipetra
talboti,
Amblyglyphidodon curacao, A.
bandanensis, Lethrinus lentjam,
Parupeneus
multifasciatus,
Chaetodon
robustus
dan
Gymnothorax javanicus
Chromis
ovalis,
Apogon
Caesio
terres,
kallopterus,
Chaetodon kleinii dan C. meyeri
Ctenochaetus
striatus,
dan
Pentapodus caninus
Total
Chrysiptera
talboti,
Amblyglyphidodon
curacao,
Apogon
kallopterus,
A.
bandanensis, Ctenohaetus striatus,
Letrhrinus lentjam, Parupeneus
multifasciatus, C. robustus dan
Gymnothorax javanicus
Chromis ovalis, Caesio terres,
Chaetodon kleinii, dan C. meyeri
Pentapodus caninus
7
Proporsi
(%)
50
5
36
2
14
14
9
64
4
29
1
14
7
Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil, BRB : Bubu Rumpon Besar.
Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu rumpon kecil lokasi
L2 sebanyak 12 spesies. Dari total tersebut ada 9 spesies (75%) berada pada jarak
0 – 2 m dengan bubu. Pada bubu rumpon besar lokasi L2 jumlah ikan karang yang
hadir sebanyak 14 spesies. Dari total jumlah tersebut ada 7 spesies (50%) berada
pada jarak 0 – 2 m dengan bubu. Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu
tanpa rumpon lokasi L2 sebanyak 14 spesies. Dari total spesies tersebut ada
9 spesies (64%) berada pada jarak 0 – 2 m dengan bubu.
Jarak ikan karang terhadap bubu di lokasi L1 dan L2 umumnya berada
antara 0 – 2 m dengan bubu. Perbedaan ini karena setiap jenis ikan karang
menyebar pada lapisan kedalaman (swimming layer) berbeda-beda ada di lapisan
atas, pertengahan dan di dasar perairan. Ilustrasi jarak (radius) ikan karang
terhadap bubu disajikan pada Gambar 24.
96
R=>5m
Acanthurus mata Ctenochaetus
striatus, dan Pentapodus caninus,
Abudefduf bengalensis, Dascyllus aruanus,
Thalassoma lunare, dan Labroides bicolor
,Chromis ovalis, Scarus ghobban, Pterocaesio
lativittata, dan Acanthurus mata Myripristis sp, ,
Naso tuberosus, Siganus corallinus, dan
Himantura uarnak Apogon kallopterus, Pterois
volitans, dan Epinephelus merra, Apogon
kallopterus, Caesio terres, Chaetodon kleinii, C.
meyeri dan Pentapodus caninus.
R=2–5m
R=0–2m
Chromis lepidolepis, Stegastes fasciolatus, Apogon
kallopterus, A.bandanensis, Scaus ghobban, Malacanhus
sp, Ctenochaetus striatus, Acanthurus bariena, Chaetodon
kleinii, C. margaritifer, Chrysipetra rollandi, Centropyge
tibicens, Pomacanthus acanthops, Hemigymnus
melapterus, Hologymnosus doliatus ,Chaetodon kleinii,
Abudefduf bengalensis, Chromis demidiata, A. aureus,
Dascyllus aruanus, Chromis margaritifer, S. bleekeri,
Rhinecanthus sp, Halichoeres ornattisimus, Parupeneus
multifasciatus, Chrysipetra talboti, Amblyglyphidodon
curacao, Lethrinus lentjam, Parupeneus multifasciatus,
Chaetodon robustus, Gymnothorax javanicus Chrysiptera
talboti, Ctenohaetus striatus, Letrhrinus lentjam, dan C.
robustus
Gambar 24 Zonasi jarak (radius) ikan karang terhadap bubu.
4.3.6
Lama waktu ikan karang di rumpon dan bubu
4.3.6.1 Lama waktu ikan karang di rumpon
Jumlah spesies ikan karang yang hadir di rumpon lokasi L1 paling banyak
pada pengamatan pagi hari sebanyak 36 spesies, siang hari 4 spesies dan sore hari
21 spesies. Selanjutnya jumlah spesies ikan karang yang hadir di rumpon lokasi
L2 paling banyak pada pengamatan pagi hari sebanyak 22 spesies, siang hari
5 spesies dan sore hari 9 spesies.
Jenis ikan karang hadir di rumpon lokasi L1 dan L2 paling banyak pada
pagi hari, dibandingkan siang dan sore hari. Jenis ikan yang umum hadir pada
pagi,
siang dan sore hari di rumpon adalah Chromis margaritifer, Apogon
kallopterus, dan Chaetodon kleinii.
Spesies ikan karang hadir paling banyak sesuai waktu pengamatan
umumnya pada pagi hari, sedangkan siang dan sore hari berkurang karena setelah
jam 11.00 siang sampai sore kondisi perairan berubah karena angin menyebabkan
97
terjadi gelombang dan arus. Pada kondisi ini ikan-ikan mencari tempat untuk
berlindung baik di rumpon maupun di terumbu karang. Penyebaran ikan ke tempat
persembunyian menyebabkan kehadiran ikan pada siang dan sore hari berkurang
di rumpon.
Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di sekitar rumpon di lokasi
L1 dan L2
berbeda-beda menurut jenis ikan. Pengelompokkan ikan karang
berdasarkan lama waktu hadir di sekitar rumpon dibagi dalam tiga kategori
antara lain : 0 – 10 menit, 10 – 30 menit dan > 30 menit (Tabel 17). Jenis ikan
karang yang hadir di rumpon kecil lontar lokasi L1 sebanyak 29 spesies ternyata
13 spesies (45%) berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit,
kemudian 9 spesies (31%) dengan lama waktu antara 0 – 10 menit dan 7 spesies
(24%) dengan lama waktu 10 – 30 menit. Pada rumpon besar lontar di lokasi
L1 jumlah ikan yang hadir sebanyak 27 speses ternyata 12 spesies (44%) berada
di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 9 spesies (33%)
dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 6 spesies (22%) dengan lama waktu 0 – 10
menit.
Selanjutnya jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil lontar
lokasi L2 sebanyak 15 spesies ternyata 7 spesies (47%) berada di sekitar rumpon
dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 7 spesies (47%) dengan lama waktu
0 – 10 menit, dan 1 spesies (7%) dengan lama waktu 10 – 10 menit. Pada rumpon
besar lontar di lokasi L2 jumlah ikan yang hadir sebanyak 24 speses ternyata
14 spesies (58%) berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit,
kemudian 5 spesies (21%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 5 spesies (21%)
dengan lama waktu 0 – 10 menit.
98
Tabel 17 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar
rumpon di lokasi L1 dan L2
Kelompok
Rumpon
RKL 1
Lama
waktu
(menit)
0 – 10
10- 30
> 30
RBL 1
0 – 10
10- 30
> 30
RKL 2
0 – 10
10- 30
> 30
Jenis ikan
Jumlah
Proporsi
(%)
Melichty vidua, , Scarus sodidus, S.
ghobban, Pseudochromis sp, Acanthurus
nigricans, Zanclus cornutus, Heniochus
acuminatus, Bonianus ginulatus, dan
Lethrinus sp
Platax sp, Petrois volitans, A. mata, Naso
caeruleocanda,
Thalassoma
lunare,
Epinephelus merra, dan Lutjanus sp,
Chromis
margaritifer,
Chrysiptera
rollandi,
C.
parasema,
Apogon
kallopterus, Pomacentrus nigromanus,
Zebrasoma
flaviscens,
Halichoeres
scapularis, Parupeneus bifasciatus, C.
kleinii,
C.
trifasciatus.
Abudefduf
bengalensis, Ctenochaetus striatus, dan
Chaetodon melanotus
Total
Amphiprion sp, Balistapus undulatus,
Canthigaster
valentini,
Acanthurus
pyroferus, A. bariena, dan Zanclus
cornutus,
Sufflamen chrysoptrus, Scarus ghobban,
S. bleekeri, Hologymnosus doliatus,
Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar,
Epinephelus merra, Chaetodon meyeri,
dan C. baronessa
Chromis
lepidolepis,
C.
ovalis,
Chrysiptera rollandi, C. unimaculata,
Apogon bandanensis, Chaetodon kleinii,
Chaetodon
trifasciatus,
Chromis
margaritifer, Abudefduf bengalensis,
Siganus corallinus, A. mata,
dan
Ctenochaetus striatus
9
31
7
24
13
45
29
6
22
9
33
12
44
27
7
47
1
7
67
47
Rinecanthus
sp,
Scarus
ghobban,
Myrichtys colubrinus, Pterois volitans, A.
nigricans, Zanclus sp, dan Lethrinus sp
Lutjanus sp
Chromis
margaritifer,
Chrysiptera
rollandi,
Apogon
kallopterus,
Ctenochaetus striatus, Chaetodon kleinii,
Apogon bengalensis, dan Acanthurus
mata
Total
15
99
Tabel 17 (Lanjutan)
Kelompok
Rumpon
Lama
waktu
(menit)
0 – 10
Jenis ikan
Sufflamen chrysopterus, Genicanthus
melanospilos, Canthigaster valentini,
Pterocaesio diagramma, dan Parupeneus
bifasciatus,
10- 30
Centropyge
tibicens,
C.bicolor,
Epinephelus tauvina, Lutjanus decussatus,
dan C. adiergastos
> 30
Chromis ovalis, Chrysipetra rollandi, C.
unimaculata, Dascyllus aruanus, Apogon
kallopterus,
Chromis
margaritifer,
Abudefduf
bengalensis,
Aeoliscus
strigatus,
Acanthurus
triotegus,
Halichoeres scapularis, Hemigymnus
fasciatus, Diagramma pictum, Scolopsis
margaritifer, dan Chaetodon kleinii
Total
Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.
RBL 2
Jumlah
Proporsi
(%)
5
21
5
21
14
58
24
Spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon umumnya berada dengan
lama waktu > 30 menit, kemudian antara 0 – 10 menit dan terendah antara 10 – 30
menit. Berdasarkan lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon terlihat bahwa
ikan-ikan karang yang hadir di sekitar rumpon lebih banyak bersifat menetap
(resident) dengan lama waktu > 30 menit menggunakan rumpon sebagai tempat
berlindung dan mencari makan, sedangkan sebagian kecil hanya singgah sebentar
(transient) dengan lama waktu 10 - 30 menit dan numpang lewat langsung pergi
(visitor) dengan lama waktu 0 – 10 menit.
4.3.6.2 Lama waktu ikan karang di bubu
Jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu di lokasi L1 paling banyak
pada pengamatan pagi hari sebanyak 20 spesies, siang hari 11 spesies dan sore
hari 6 spesies. Selanjutnya jumlah spesies ikan karang yang hadir di bubu
di lokasi L2 paling banyak pada pengamatan pagi hari sebanyak 19 spesies, siang
hari 9 spesies dan sore hari 8 spesies.
Jenis-jenis ikan karang yang teramati mempunyai aktivitas pada pagi, siang
dan sore hari berbeda-beda. Jenis ikan karang yang hadir secara merata pada
waktu pagi, siang
maupun sore hari adalah Dascyllus aruanus, Chromis
lepidolepis, Apogon kallopterus dan Chaetodon kleinii.
100
Spesies ikan karang yang hadir paling banyak di bubu sesuai waktu
pengamatan umumnya pada pagi hari, sedangkan siang dan sore hari berkurang
karena setelah jam 11.00 siang sampai sore kondisi perairan berubah karena
angin menyebabkan terjadi gelombang dan arus. Pada kondisi ini ikan-ikan
terpencar mencari tempat untuk berlindung/bersembunyi baik di bubu maupun di
terumbu karang. Penyebaran ikan ketempat persembunyian menyebabkan
kehadiran ikan pada siang dan sore hari berkurang di bubu.
Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di sekitar alat tangkap bubu di
lokasi L1 dan L2 berbeda-beda menurut jenis ikan. Pengelompokkan ikan karang
berdasarkan lama waktu hadir di sekitar bubu dibagi dalam tiga kategori antara
lain : 0 – 10 menit, 10 – 30 menit dan > 30 menit (Tabel 18). Jenis ikan karang
yang hadir di bubu rumpon kecil di lokasi L1 sebanyak 13 spesies ternyata 9
spesies (69%) berada di sekitar bubu dengan lama waktu > 30 menit, 1 spesies
(8%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 3 spesies (23%) dengan lama waktu
antara 0 – 10 menit. Pada bubu rumpon besar di lokasi L1 jumlah ikan hadir
sebanyak 16 spesies ternyata 10 spesies (63%) berada di sekitar bubu dengan lama
waktu > 30 menit, kemudian 4 spesies (25%) dengan lama waktu 10 – 30 menit
dan 2 spesies (13%) dengan lama waktu 0 – 10 menit. Selanjutnya jumlah ikan
yang hadir di bubu tanpa rumpon di lokasi L1 sebanyak 11 spesies ternyata 5
spesies (45%) berada di sekitar bubu dengan lama waktu > 30 menit, kemudian
lama waktu 10 – 30 menit
kosong dan 6 spesies (65%) dengan lama waktu
0 – 10 menit.
Selanjutnya jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon kecil di lokasi
L2 sebanyak 12 spesies ternyata 7 spesies (58%) berada di sekitar rumpon dengan
lama waktu > 30 menit, kemudian 5 spesies (42%) dengan lama waktu 0 – 10
menit, dan pada lama waktu 10 – 10 menit tidak ada. Pada bubu rumpon besar di
lokasi L2 jumlah ikan yang hadir sebanyak 14 spesies ternyata spesies (57%)
berada di sekitar rumpon dengan lama waktu > 30 menit, kemudian 5 spesies
(36%) dengan lama waktu 10 – 30 menit dan 1 spesies (7%) dengan lama waktu
0 – 10 menit. Selanjutnya jumlah ikan yang hadir di bubu tanpa rumpon di lokasi
L2 sebanyak 14 spesies ternyata 9 spesies (64%) berada di sekitar bubu dengan
101
lama waktu > 30 menit, kemudian 2 spesies (14%) dengan lama waktu 10 – 30
menit dan 3 spesies (21%) dengan lama waktu 0 – 10 menit.
Lama waktu setiap spesies ikan karang hadir di bubu umumnya > 30
menit, kemudian antara 0 – 10 menit dan terendah antara 10 – 30 menit.
Berdasarkan lama waktu ikan karang hadir di sekitar bubu terlihat bahwa
ikan
karang yang hadir di sekitar bubu lebih banyak bersifat menetap (resident)
dengan lama waktu > 30 menit menggunakan bubu sebagai tempat berlindung dan
mencari makan, sedangkan sebagian kecil hanya singgah sebentar (transient)
dengan lama waktu 10 - 30 menit dan numpang lewat langsung pergi (visitor)
dengan lama waktu 0 - 10 menit. Lebih lama ikan berada di sekitar bubu akan
memberikan peluang lebih besar untuk ikan-ikan tersebut tertangkap.
Tabel 18 Proporsi lama waktu setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar
bubu di lokasi L1 dan L2
Kelompok
Bubu
BRK 1
Lama
waku
(menit)
0 - 10
10 - 30
> 30
BRB 1
0 - 10
10 - 30
> 30
BTR 1
0 – 10
10 – 30
> 30
Jenis ikan
Jumlah
Proporsi
(%)
Scarus ghobban, Acanthurus mata dan A.
bariena
Thalassoma lunare
Chromis lepidolepis, Stegastes fasciolatus,
Apogon kallopterus, Malacanhus sp,
Ctenochaetus
striatus,
Abudefduf
bengalensis, Dascyllus aruanus, Labroides
bicolor dan Chaetodon kleinii
Total
Pomacanthus acanthops, Pterocaesio
lativittata, Acanthurus mata,
dan
Hemigymnus melapterus
Scarus ghobban,
dan Hologymnosus
doliatus
Chromis lepidolepis, C. margaritifer,
Chrysipetra rollandi, Apogon kallopteus,
Centropyge
tibicens,
Ctenochaetus
striatus, Abudefduf bengalensis, Dascyllus
aruanus, Chromis ovalis, dan Chaetodon
kleinii
Total
Myripristis sp, Acanthurus mata, Naso
tuberosus, Siganus corallinus, dan
Himantura uarnak
Abudefduf
bengalensis,
Chromis
demidiata, Apogon kallopterus, A. aureus,
Ctenochaetus striatus, dan Chaetodon
kleinii
Total
3
23
1
12
8
69
13
4
25
2
13
10
63
16
5
45
0
6
55
11
102
Tabel 18 (Lanjutan)
Kelompok
Bubu
BRK 2
Lama
waku
(menit)
0 – 10
10 – 30
> 30
BRB 2
0 – 10
10 – 30
> 30
BTR 2
0 – 10
10 – 30
> 30
Jenis ikan
Jumlah
Proporsi
(%)
Scarus ghobban, S. bleekeri, Rhinecanthus
sp, Parupeneus multifasciatus dan
Epinephelus merra
Abudefduf
bengalensis,
Dascyllus
aruanus,
Chromis
margaritifer,
Halichoeres
ornattisimus,
Apogon
kallopterus,
Pterois
volitans,
dan
Chaetodon kleinii
Total
Amblyglyphidodon curacao, Caesio terres,
Lethrinus lentjam, C. meyeri, Balistapus
undulatus dan Gymnothorax javanicus
Parupeneus multifasciatus
Chrysipetra talboti, A. bandanensis,
Chaetodon robustus, Chromis ovalis,
Apogon kallopterus, Chaetodon kleinii,
Ctenochaetus striatus, dan Pentapodus
caninus
Total
Amblyglyphidodon curacao, Caesio terres,
dan Chaetodon meyeri
Lethrinus lentjam,
dan Pentapodus
caninus
Chromis ovalis, Chrysiptera talboti,
Apogon kallopterus, A. bandanensis,
Ctenochaetus
striatus,
Parupeneus
multifasciatus, Chaetodon kleinii, C.
robustus, dan Gymnothorax javanicus
5
42
0
7
58
12
6
40
1
8
7
15
3
21
2
14
9
65
14
Keterangan : BRK : Bubu Rumpon Kecil, BRB : Bubu Rumpon Besar, BTR :Bubu Tanpa
Rumpon.
4.3.7
Pola renang dan pola gerak
4.3.7.1 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar rumpon
4.3.7.1.1
Pola renang
Spesies ikan karang yang hadir di sekitar rumpon memiliki pola renang
berbeda-beda menurut jenis ikan. Pola renang yang diperlihatkan setiap spesies
ikan karang di sekitar rumpon ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan
(Tabel 19, Gambar 25). Dari ketiga bentuk pola renang tersebut ternyata spesies
ikan karang yang hadir di sekitar rumpon umumnya melakukan pola renang secara
soliter sebanyak 36 spesies (59%), bila dibandingkan dengan bentuk pola renang
lainnya.
103
Tabel 19 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon
Pola renang
Jenis ikan
Soliter
Centropyge
bicolor,
Chrysiptera
parasema,
Amphiprion sp, Melichthys vidua,
Balistapus
undulatus, Scarus sordidus, S. ghobban, Pomacentrus
trilinetus, Platax sp, Pseudochromis sp, Pterois
volitans, Canthigaster valentini, Acanthurus pyroferus,
A. mata, A. triotegus, Zanclus cornutus, Zanclus sp,
Zebrasoma scopas, Naso caeruleocanda, Heniochus
acuminatus, Bodianus ginulatus, Rhinecanthus sp,
Myrichthys colubrinus, Hemigymnus fasciatus,
Epinephelus tauvina,
Halichoeres scapularis,
Thalassoma lunare, Genicanthus melanospilos,
Cheilinus trilobatus, Pseudonthias dispar, Epinephelus
merra, Chaetodon melanotus, C. trifasciatus, C.
meyeri, C. baronessa, C. Melanotus dan Himantura
uarnak
Chromis margaritifer, C. lepidolepis, C. ovalis,
Abudefduf bengalensis, Chrysiptera rollandi, C.
unimaculata, Centropyge tibicens, Aeoliscus strigatus,
Pterocaesio diagramma, Sufflamen chrysopterus, S.
bleekeri, Apogon kallopterus, A. bandanensis,
Ctenochaetus striatus,
Hologymnosus doliatus,
Lethrinus sp, Diagramma pictum, Lutjanus decussatus
dan Lutjanus sp.
Dascyllus aruanus, Halichoeres scapularis, Scolopsis
margaritifer,
Siganus corallinus, Parupeneus
bifasciatus, Chaetodon kleinii, dan C. adiergastos
Bergerombol
Berpasangan
Jumlah
spesies
37
Proporsi
(%)
59
19
30
7
11
Total
63
Ju m lah sp esies
60
50
40
Jumlah spesies
30
Proporsi (%)
20
10
Proporsi (%)
0
Soliter
Jumlah spesies
Bergerombol
Berpasangan
Pola renang
Gambar 25 Proporsi pola renang ikan karang di rumpon
104
4.3.7.1.2
Pola gerak
Penentuan pola gerak setiap ikan karang yang hadir di sekitar rumpon
berdasarkan parameter gerakan ditemukan umumnya ikan karang datang dari
depan sebanyak 57 spesies (90%), kemudian bergerak naik turun sebanyak 29
spesies
(46%), berada
diatas
sebanyak 24 spesies (39%), dan di samping
rumpon sebanyak 25 spesies (40%) (Tabel 20 dan Lampiran 12).
Tabel 20 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir
di sekitar rumpon berdasarkan parameter gerakan
Parameter gerakan ikan
Jumlah
spesies
A. Arah renang
1. Depan
2. Belakang
B. Pola gerakan
1. Melawan arus
2. Naik turun
3. Bolak balik
4. Bergerak melingkar
5. Bergerak melingkar searah jarum jam
C.Posisi ikan terhadap rumpon
1. Vertikal
2. Atas
3. Samping
4. Pertengahan
5. Dalam
6. Masuk keluar rumpon
7. Singgah sebentar lalu pergi
8. Langsung pergi
Pola gerak yang diperlihatkan ikan karang
Proporsi (%)
57
5
90
8
4
29
14
7
10
6
46
22
11
16
1
2
24
38
25
40
1
2
1
2
4
6
2
3
2
3
di sekitar rumpon dapat
memberikan peluang ikan lebih mudah menyebar mendekati dan masuk ke dalam
bubu pada pola gerak (PG) : 1, 3, 4, 6, 8, 9, 12, 13, 15, 16, 17, 18, 20, 21 dan 23,
sedangkan pola gerak (PG) : 2, 5, 7, 10, 11, 14 dan 22 ikan akan sulit menyebar
mendekati bubu.
Ada 3 paramater gerakan yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan
pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon yaitu arah renang (datang dari depan
dan belakang), pola gerakan (melawan arus, bergerak naik turun, bergerak bolak
balik, bergerak melingkar searah jarum jam) dan posisi ikan terhadap rumpon
(vertikal, atas, samping, pertengahan, dalam, masuk keluar, singgah sebentar lalu
pergi dan datang langsung pergi). Kombinasi dari ketiga parameter gerakan
105
tersebut akan menghasilkan 80 pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon.
Walaupun dari sekian pola gerak tersebut mungkin ada pola gerak yang tidak
mungkin dilakukan oleh ikan karang yang hadir di rumpon. Berdasarkan
parameter gerakan ikan kemudian disesuaikan dengan pola gerak yang dilakukan
oleh 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon ternyata ditemukan hanya ada
23 pola gerak (Gambar 26). Klasifikasi pola gerak ikan karang yang hadir di
rumpon berdasarkan parameter gerakan disajikan pada Tabel 21. Tabel tersebut
memperlihatkan bahwa dari 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon ternyata
pola gerak 1 (PG1) lebih banyak dilakukan oleh ikan karang sebanyak 9 spesies
(14%) dibandingkan dengan bentuk pola gerak lainnya.
Selanjutnya dari 63 spesies ikan karang yang hadir di rumpon kemudian
dipisahkan lagi menurut kelompok ikan diperoleh famili utama (mayor) yang
hadir sebanyak 35 spesies ternyata ada 9 spesies yang melakukan pola gerak yang
dominan datang dari depan, berada disamping rumpon, sedangkan spesies lainnya
mempunyai proporsi pola gerak lebih kecil. Ikan target berjumlah 23 spesies
ternyata ada 4 spesies yang dominan melakukan pola gerak datang dari depan,
bergerak bolak di samping rumpon, sedangkan spesies lainnya mempunyai
proporsi pola gerak lebih kecil. Selanjutnya ikan indikator berjumlah 5 spesies
ternyata ada 3 spesies yang dominan melakukan pola gerak datang dari depan,
bergerak naik turun melingkari dinding rumpon searah jarum jam, sedangkan
spesies lainnya mempunyai proporsi pola gerak lebih kecil. Dengan mengetahui
bentuk pola gerak ikan karang yang hadir di rumpon, maka informasi ini dapat
dipakai untuk memilih alat tangkap mana yang cocok dioperasikan bersama
rumpon dalam penangkapan ikan karang.
106
Tabel 21 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di rumpon berdasarkan parameter gerakan
Pola
gerak
(PG)
PG1
PG2
PG3
PG4
PG5
PG6
PG7
PG8
PG9
PG10
PG11
PG12
PG13
PG14
PG15
PG16
PG17
PG18
PG19
PG20
PG21
PG22
PG23
Arah renang
Depan
Belakang
Pola gerak
Melawan
arus
7
7
7
7
Naik
turun
Bolak
balik
Posisi ikan dengan rumpon
Bergerak
melingkar
Bergerak
melingkar
searah
jarum jam
Vertikal
Atas
Samping
Pertnghan
Dlm
Masuk
keluar
Singgah
sbntar
lalu
pergi
Lsng
pergi
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
Keterangan: PG: Pola Gerak
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
7
Jumlah
spesies
Proporsi
(%)
9
7
5
5
4
4
4
3
3
2
2
2
2
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
14
11
8
8
6
6
6
5
5
3
3
3
3
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
107
Klasifikasikan tingkah laku ikan yang hadir di rumpon dilakukan
berdasarkan pola gerak dan lama waktu ternyata bahwa pada setiap spesies ikan
memperlihatkan pola gerak dan lama waktu hadir di rumpon berbeda-beda
(Tabel 22). Ikan karang yang hadir di rumpon umumnya bersifat menetap. Namun
ada juga yang bersifat transit dan visitor tetapi ada pula yang bersifat menetap dan
transit maupun transit dan visitor. Perbedaan ini sangat ditentukan oleh sifat
masing-masing spesies ikan sesuai lama waktunya berada di rumpon.
Tabel 22 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon berdasarkan
pola gerak dan lama waktu
Simbol Pola Gerak
Menetap
(Resident)
PG1
PG2
PG3
PG4
PG5
PG6
PG7
PG8
PG9
PG10
PG11
PG12
PG13
PG14
PG15
PG16
PG17
PG18
PG19
PG20
PG21
PG22
PG23
Jumlah
13
Klasifikasi
Tidak menetap (Non resident)
Transit(Transient)
Visitor
10
7
108
PG 2
PG 1
PG 6
PG 3
PG 4
PG 8
PG 9
PG 5
PG 7
PG 12
PG 11
PG 16
PG 17
PG 13
PG 18
PG 10
PG 14
PG 15
PG 20
PG 19
PG 21
PG 22
PG 23
Keterangan :
PG1 : Datang dari depan, di samping rumpon, PG2 : Datang dari depan, bergerak naik turun di atas rumpon, PG3: Datang
dari depan, bergerak melingkari dinding rumpon searah jarum jam, PG4:Datang dari depan bergerak naik turun dan
melingkari dinding rumpon searah jarum jam, PG5 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun di atas
rumpon, PG6: Datang dari depan, bergerak naik turun di samping rumpon, PG7: Datang dari depan , bergerak bolak balik di
atas rumpon, PG8: Datang dari depan, bergerak bolak balik dan melingkari dinding rumpon, PG9: Datang dari depan,
bergerak bolak balik di samping rumpon, PG10 : Datang dari depan, bergerak naik turun di atas dan di samping rumpon,
PG11: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik di atas rumpon, PG12: Datang dari depan, ke samping rumpon,
singgah sebentar lalu pergi, PG13 Datang dari depan, langsung pergi, PG14: Datang dari depan, bergerak melingkar, naik
turun di atas rumpon, PG15: Datang dari depan, bergerak naik turun di samping dan masuk keluar rumpon, PG16: Datang
dari belakang, bergerak naik turun di samping dan di dalam rumpon, PG17: Datang dari depan, berada di atas rumpon, G18 :
Datang dari depan, bergerak bolak balik masuk keluar rumpon, G19 : Datang dari depan, berada di atas dan masuk keluar
rumpon, PG20: Datang dari depan, bergerak bolak balik melingkari dinding rumpon, PG21: Datang dari depan, bergerak
melingkar dan naik turun mengitari dinding rumpon, PG22: Bergerak vertikal di atas rumpon, dan PG23: Datang dari
depan, berada di pertengahan dan masuk keluar rumpon.
Gambar 26 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar rumpon.
4.3.7.2 Pola renang dan pola gerak ikan karang di sekitar bubu
4.3.7.2.1
Pola renang
Spesies ikan karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu memiliki pola
renang berbeda-beda menurut jenis ikan. Pola renang yang diperlihatkan setiap
spesies ikan
ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan (Tabel 23,
Gambar 27). Dari ketiga bentuk pola renang tersebut ternyata spesies ikan karang
yang hadir di sekitar bubu umumnya melakukan pola renang secara soliter
sebanyak 26 spesies (55%), bila dibandingkan
lainnya.
dengan bentuk pola renang
109
Tabel 23 Pola renang setiap spesies ikan karang di sekitar bubu
Pola renang
Jenis ikan
Soliter
Centropyge tibicens, Pomacanthus acanthops,
Scarus ghobban, S. Bleekeri, Myripristis sp,
Acanthurus mata, A. bariena, Naso tuberosus,
Thalassoma
lunare,
Labroides
bicolor,
Hemigymnus melapterus, Hologymnosus doliatus,
Chaetodon
kleinii,
Himantura
uarnak,
Amblyglyphidodon curacao, Balistapus undulatus,
Rhinecanthus sp, Pterois volitans, Halichoeres
ornattisimus,
Parupeneus
multifasciatus,
Plectorhinchus lineatus, Pentapodus caninus,
Epinephelus merra, Chaetodon meyeri, C. robustus,
dan Gymnothorax javanicus
Abudefduf bengalensis, Chromis demidiata, C.
lepidolepis, C. ovalis, C. margaritifer, Stegastes
fasciolatus, Chrysiptera rollandi, C. talboti,
Apogon kallopterus, A. aureus, Malacanthus sp,
Ctenochaetus striatus, Pterocaesio lativittata,
Caesio terres dan Lethrinus lentjam
Dascyllus aruanus, D. Trimaculatus, A. bariena,
Siganus corallinus, Chaetodon kleinii, dan
Parupeneus multifasciatus
Bergerombol
Berpasangan
Total
Jumlah
spesies
26
Proporsi
(%)
55
15
32
6
13
47
60
Ju m lah s p es ies
50
40
30
Jumlah spesies
20
Proporsi (%)
10
Proporsi (%)
0
Soliter
Jumlah spesies
Bergerombol
Berpasangan
Pola renang
Gambar 27 Proporsi pola renang ikan karang di bubu.
110
4.3.7.2.2
Pola gerak
Penentuan pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar alat
tangkap bubu berdasarkan parameter gerakan ditemukan umumnya ikan karang
datang dari depan sebanyak 37 spesies (79%), kemudian bergerak naik turun 24
spesies (50,06 %), berada diatas sebanyak 21 spesies (45%) dan di samping
bubu sebanyak 30 spesies (64%) ( Tabel 24, Lampiran 13). ). Pola gerak yang
diperlihatkan ikan karang di sekitar alat tangkap bubu memberikan peluang ikan
akan mudah masuk ke dalam bubu pada pola gerak (PG): 4, 6, 8, 9, 10, 11, 13,
15, dan 16, sedangkan pola gerak (PG) : 1, 2, 3, 5, 7, 12, dan 14 ikan akan sulit
masuk karena posisi bubu berada di dasar perairan.
Ada 3 paramater gerakan yang perlu dipertimbangkan dalam menentukan
pola gerak ikan karang yang hadir di bubu yaitu arah renang ( datang dari depan,
samping dan belakang), pola gerakan (melawan arus, bergerak naik turun,
bergerak bolak balik,menyusuri dinding bubu dan menyusuri dinding bubu searah
jarum jam) dan posisi ikan terhadap bubu (atas, samping, depan mulut bubu, di
dasar datang langsung pergi). Kombinasi dari ketiga hal tersebut akan
menghasilkan 75 pola gerak ikan karang yang hadir di bubu. Walaupun dari
sekian pola gerak tersebut mungkin ada pola gerak yang tidak mungkin dilakukan
oleh ikan karang yang hadir di bubu. Berdasarkan parameter gerakan ikan
kemudian disesuaikan dengan pola gerak yang dilakukan oleh 47 spesies ikan
karang yang hadir di bubu ternyata ditemukan hanya ada 16 pola gerak
(Gambar 28). Klasifikasi pola gerak ikan karang yang hadir di bubu berdasarkan
parameter gerakan disajikan pada Tabel 24. Tabel tersebut memperlihatkan bahwa
dari 47 spesies ikan karang yang hadir di rumpon ternyata pola gerak 1 (PG1)
lebih banyak dilakukan oleh ikan karang sebanyak 7 spesies (15%) dibandingkan
dengan bentuk pola gerak lainnya. Dengan mengetahui bentuk pola gerak ikan
karang yang hadir di bubu maka informasi ini dapat dipakai untuk memilih alat
tangkap mana yang cocok dalam penangkapan ikan karang.
111
Tabel 24 Klasifikasi pola gerak setiap spesies ikan karang yang hadir di sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan
Pola
Arah renang
Pola gerakan
Posisi ikan terhadap bubu
Jumlah Proporsi
gerak Depan Samping Belakang Melawan Naik Bolak Menyusuri Menyusuri Atas Sampng Depan Dasar Langsung
(%)
(PG)
arus
turun balik
dinding
dinding
mulut
pergi
bubu
bubu
bubu
searah
jarum jam
PG1
7
15
PG2
6
13
PG3
6
13
PG4
5
11
PG5
4
9
PG6
4
9
PG7
3
6
PG8
2
4
PG9
2
4
PG10
2
4
PG11
1
2
PG12
1
2
PG13
1
2
PG14
1
2
PG15
1
2
PG16
1
2
Keterangan : PG : Pola Gerak
112
Selanjutnya dari 47 spesies ikan karang yang hadir di rumpon kemudian
dipisahkan lagi menurut kelompok ikan diperoleh famili utama (mayor) yang
hadir sebanyak 16 spesies ternyata ada 6 spesies yang melakukan pola gerak yang
dominan datang dari belakang, melawan arus,bergerak naik turun di atas dan di
samping bubu, sedangkan spesies lainnya mempunyai proporsi pola gerak yang
lebih kecil. Ikan target berjumlah 16 spesies ternyata ada 3 spesies yang dominan
melakukan pola gerak datang dari belakang, melawan arus, bergerak bergerak
naik turun di atas bubu, sedangkan spesies lainnya mempunyai proporsi pola
gerak lebih kecil Selanjutnya ikan indikator berjumlah 2 spesies ternyata masingmasing spesies melakukan pola gerak datang dari depan bergerak naik turun di
atas bubu dan datang dari depan bergerak bolak balik di atas dan di samping
rumpon. Non ikan karang berjumlah 2 spesies dengan bentuk pola gerak datang
dari depan di sampng bubu dan datang dari depan menyusuri dinding bubu
(Tabel 25). Dengan mengetahui bentuk pola gerak ikan karang yang hadir di
bubu, maka informasi ini dapat dipakai untuk memilih alat tangkap mana yang
cocok dioperasikan bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang.
Tabel 25 Proporsi pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang yang hadir di
sekitar bubu berdasarkan parameter gerakan
Parameter gerakan ikan
A.Arah renang
1. Depan
2. Samping
3. Belakang
B.Pola gerak
1. Melawan arus
2. Naik turun
3. B
4. olak balik
5. Menyusuri dinding bubu
6. Menyusuri dinding bubu searah jarum jam
C.Posisi ikan dengan bubu
1. Atas
2. Samping
3. Depan mulut bubu
4. Dasar
5. Langsung pergi
Jumlah
spesies
Proporsi (%)
37
1
10
79
2
21
9
24
5
19
50
11
6
2
13
4
21
30
1
1
6
45
64
2
2
13
113
PG 1
PG 2
PG 5
PG 3
PG 4
PG 7
PG 12
PG 6
PG 8
PG 9
PG 13
PG 10
PG 14
PG 11
PG 15
PG 16
Gambar 28 Pola gerak (PG) ikan karang di sekitar bubu.
PG1 : Datang dari depan, bergerak naik turun diatas bubu, PG2 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik
turun diatas dan disamping bubu, PG3 : Datang dari depan, bergerak naik turun diatas dan di samping bubu, PG4 :
Datang dari depan, langsung pergi, PG5: Datang dari depan, bergerak bolak balik di atas dan di samping bubu, PG6 :
Datang dari depan, menyusuri dinding bubu, PG7 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik turun di atas
bubu, PG8 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu berada di samping bubu, PG9 : Datang dari depan, menyusuri
dinding bubu searah jarum jam, PG10:Datang dari depan, di samping bubu, PG11: Datang dari depan, disamping dan
di dasar bubu, PG12: Datang dari depan, berada diatas bubu, PG13: Datang dari samping bubu, dan bergerak naik
turun, PG14: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik, diatas dan disamping bubu, PG15: Datang dari
belakang di samping bubu, dan PG16: Datang dari depan,di depan mulut bubu.
Bubu yang dipasang di perairan tentu akan mempengaruhi pola tingkah laku
ikan. Ikan-ikan tersebut akan tertarik atau terespons untuk mendekati bubu dan
berkumpul sehingga terjadi akumulasi populasi ikan. Pengaruh terhadap tingkah
laku ikan nampak pada pola gerak dan lama waktu ikan berada di sekitar bubu.
Dari informasi tersebut dapat diklasifikasikan apakah setiap spesies ikan yang
hadir di bubu bersifat menetap (resident), tidak menetap (non resident) termasuk
transit dan visitor (Tabel 26). Klasifikasi tingkah laku ikan dikaitkan antara pola
gerak dan lama waktu ikan hadir di bubu menentukan setiap spesies ikan menetap
(resident), tidak menetap (non resident) termasuk transit dan visitor.
114
Tabel 26 Klasifikasi tingkah laku ikan karang yang hadir di bubu berdasarkan
pola gerak dan lama waktu
Simbol Pola Gerak
Menetap
(Resident)
Klasifikasi
Tidak menetap (Non resident)
Transit
Visitor
(Transient)
PG1
PG2
PG3
PG4
PG5
PG6
PG7
PG8
PG9
PG10
PG11
PG12
PG13
PG14
PG15
PG16
Ikan karang yang hadir di bubu umumnya bersifat menetap. Namun ada
juga yang bersifat transit dan visitor tetapi ada pula yang bersifat menetap dan
transit maupun transit dan visitor. Perbedaan ini sangat ditentukan oleh sifat
masing-masing spesies ikan.
4.3.7.2.3 Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap
bubu
Kehadiran ikan karang di sekitar alat tangkap bubu dan rumpon
memperlihatkan karakteristik penyebaran di kolom air berbeda-beda. Posisi ikan
karang di kolom air berbeda dengan ikan pelagis. Perbedaan ini bisa terlihat dari
sebaran lapisan renang (swimming layer) setiap jenis ikan karang sangat
heterogen. Lapisan renang yang diperlihatkan masing-masing setiap kelompok
ikan karang ada yang berada dekat permukaan perairan, diatas, disamping dan di
dasar bubu dan rumpon. Perbedaan lapisan renang pada berbagai jenis ikan karang
merupakan salah satu faktor yang menentukan jenis-jenis ikan karang mana yang
115
akan lebih banyak mendekati bubu dan akhirnya tertangkap. Mengingat kecepatan
renang ikan karang agak lambat maka ada kemungkingan ikan yang berada pada
posisi dekat dengan alat tangkap bubu dan rumpon akan lebih mudah mendekati
alat tangkap bubu dan peluang tertangkap lebih besar.
Penyebaran ikan karang pada setiap lapisan kedalaman juga tentu akan
mempengaruhi batas pandang (visibilty) terhadap posisi alat tangkap di kolom air.
Batas pandang ikan karang inilah yang menentukan ikan karang mampu melihat
alat tangkap dan sejauh mana ikan karang tertarik pada alat tangkap bubu dan
rumpon sehingga ikan karang akan terespons untuk mendekati alat tangkap
tersebut. Selain itu bentuk pola renang yang diperlihatkan setiap spesies ikan
karang juga sangat unik ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan,
sedangkan jarak (radius) dan pola gerak ikan di sekitar rumpon dan bubu begitu
bervariasi. Faktor ini pula menentukan bagaimana tingkat ketertarikan ikan karang
terhadap alat tangkap bubu dan berapa peluang jumlah ikan yang akan tertangkap
pada alat tangkap bubu.
Pola interaksi yang diperlihatkan ikan karang merupakan suatu hal yang
menarik dalam menggambarkan bagaimana setiap jenis ikan karang terpengaruh
atau tidak terhadap zona pengaruh alat tangkap bubu. Menurut Nikonorov (1975),
zona pengaruh di sekitar alat tangkap yang mempengaruhi tingkah laku ikan saat
operasi penangkapan dilakukan ada tiga macam yaitu :
(1) Zone of influence adalah area pengaruh alat tangkap terhadap tingkah
laku ikan.;
(2) Zone of action adalah area yang dihasilkan alat tangkap diarahkan ke
kumpulan ikan; dan
(3) Zone of retention adalah area di mana alat tangkap dapat menahan
ikan sehingga tidak terlepas.
Berdasarkan hasil pengamatan dapat diilustrasikan mekanisme ikan karang
terpengaruh pada ketiga zona pengaruh alat tangkap bubu disajikan pada Gambar
29.
116
Zona III
Zona I
Zona II
Keterangan :
1. Zona I : Zone of influence (di sekitar bubu)
2. Zona II : Zone of action ( bidang luar dari lengkung mulut bubu)
3. Zone III : Zone of retention ( ruang di dalam bubu)
Gambar 29 Zonasi sebaran ikan karang pada zone of influnce, zone of action
dan zone of retention alat tangkap bubu berdasarkan hasil
penelitian.
Dari gambar tersebut di atas bila penempatan rumpon
diperbanyak
bersama bubu dengan jaraknya diatur sedemikian rupa, maka diharapkan zone of
influence alat tangkap bubu akan semakin diperluas.
Penentuan ikan karang memasuki wilayah/area/zona pengaruh (zone of
influence) alat tangkap bubu
hanya dilakukan secara umum berdasarkan
hubungan radius ikan dengan pola gerak yang diperlihatkan masing-masing
spesies ikan pada setiap kelompok pola gerak. Dari data radius dan pola gerak
dapat diklasifikasikan ada empat pola interaksi ikan karang terhadap zona
pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu untuk posisi ikan (1) dekat
permukaan perairan, (2) diatas, (3) di samping, dan (4) di dasar bubu (Gambar
30).
117
R
2
R
1
3
R
4
R
Keterangan : R : Radius zone of influence
Gambar 30 Pola interaksi ikan karang terhadap zona pengaruh (zone of
influence) alat tangkap bubu untuk posisi ikan (1) dekat
permukaan perairan, (2) di atas, (3) di samping, dan (4) di
dasar bubu berdasarkan hasil penelitian.
Gambar (1) memperlihatkan bahwa ikan bisa saja tidak terpengaruh untuk
mendekati alat tangkap karena posisi ikan lebih jauh diatas bubu dan rumpon
sehingga kemampuan untuk melihat bubu dan rumpon agak terbatas. Hal ini bisa
terjadi bila ada pengaruh lingkungan sekitar karena dikejar predator atau
perubahan sifat fisik perairan seperti arus sehingga akan merubah pola renang
ikan akhirnya gerombolan ikan akan terpencar dan mendekati bubu dan rumpon.
Gambar (2) memperlihatkan bahwa ikan akan terpengaruh untuk mendekati bubu
dan rumpon karena posisi tidak begitu jauh namun pada beberapa spesies visitor
bisa saja hanya numpang lewat dan tidak terpengaruh mendekati bubu dan
rumpon. Gambar (3) dan (4) memperlihatkan bahwa ikan akan mudah terpengaruh
karena jarak ikan dengan alat tangkap bubu lebih dekat.
118
4.3.8
Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam Bubu
4.3.8.1 Pola renang
Pola renang ikan karang di luar dan di dalam bubu berbeda-beda menurut
jenis ikan (Tabel 27). Beberapa pola renang yang diperlihatkan oleh berbagai jenis
ikan karang yang diamati meliputi :
1.
Ikan karang yang memiliki pola renang soliter seperti Thalassoma lunare,
Chaetodon kleinii, Centropyge bicolor, Zebrasoma scopas, Cantherhines
pardalis, Scarus ghobban, Cheilinus diagrammus, Cirrithicthys sp, Naso
tuberosus, Sargosentron sp, dan Dascyllus albisella.
2.
Ikan
karang
yang
memiliki
pola
renang
bergerombol
seperti
Amblyglyphidodon curacao, Chromis lepidolepis, dan Ctenochaetus striatus.
3.
Ikan karang yang memiliki pola renang berpasangan Chaetodon kleinii, C.
melanotus, Chrysiptera talboti, dan Cheilinus trilobatus.
Dari uraian di atas terlihat bahwa jenis ikan karang yang melakukan pola
renang ikan secara soliter lebih dominan (59%) bila dibandingkan dengan pola
renang ikan yang bergerombol dan berpasangan. Namun ada beberapa jenis ikan
yang mempunyai pola renang ganda seperti Chaetodon kleinii memiliki pola
renang soliter dan berpasangan.
Tabel 27 Pola renang ikan karang di luar dan di dalam bubu
No
Jenis Ikan
Soliter
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Thalassoma lunare
Chaetodon kleinii
Amblyglyphidodon
curacao
Centropyge bicolor
Zebrasoma scopas
Chrysiptera talboti
Chromis lepidolepis
Cheilinus diagrammus
Ctenochaetus striatus
Cantherhines pardalis
Cirrithicthys sp
Cheilinus trilobatus
Pola Renang
Bergerombol Berpasangan
119
Tabel 27 (Lanjutan)
No
Jenis Ikan
Soliter
13.
14.
15.
16.
17.
Naso tuberosus
Chaetodon melanotus
Sargocentron sp
Dascyllus albisella
Scarus ghobban
Total
Proporsi (%)
10
59
Pola Renang
Bergerombol Berpasangan
3
18
4
25
4.3.8.2 Pola gerak
Pola gerak setiap ikan karang di luar dan di dalam bubu yang diamati di
dalam keramba disajikan pada Gambar 31 dan Lampiran 14. Beberapa tingkah
laku ikan karang di luar bubu yang sampai akhir pengamatan tidak pernah masuk
ke dalam bubu diantaranya :
1.
Siganus argenteus : ikan ini bersifat soliter, bergerak dan berlindung di atas
bubu sambil diam. Ikan ini sering berubah warna mirip bunglon. Ketika
berada pada substrat maka warna tubuh akan berubah. Saat warna tubuh
berubah pada matanya sering mengeluarkan selapur lendir putih bening.
2.
Scarus schlegeli : ikan ini bersifat soliter, dimana pada siang hari bergerak
hanya di dasar bubu dan berdiam diri.
3.
Epinephelus macrodon : ikan ini bersifat soliter, bergerak dan berlindung
di dasar bubu, dan kelihatan baru aktif bergerak setelah hari menjelang sore.
Ikan kerapu ini termasuk jenis ikan yang pergerakannya lambat. Hal ini dapat
di lihat dari pola gerakannya yang dilakukan di dalam keramba.
4.
Canthigaster valentini dan C. solandri : kedua ikan ini bersifat soliter,
bermain di depan bubu lalu masuk dari samping kiri atau kanan ke dalam
mulut bubu dan berputar-putar dalam mulut bubu, kemudian keluar.
5.
Epinephelus fasciatus : ikan ini bersifat soliter, berenang di samping dasar
bubu.
6.
Coradion chrysozonus : ikan ini bersifat soliter, bergerak pada sudut-sudut
dinding bubu sambil bergerak naik turun.
120
PG1. Thalassoma lunare
PG4. Centropyge bicolor
PG7. Chromis lepidolepis
PG10. Cantherhines pardalis
PG13. Naso tuberosus
PG2. Chaetodon kleinii
PG3. Amblyglyphidodon curacao
PG5. Zebrasoma scopas
PG8. Cheilinus diagrammus
PG11. Cirrithicthys sp
PG14. Chaetodon melanotus
PG16. Dascyllus albisella
PG6. Chrysiptera talboti
PG9. Ctenochaetus striatus
PG12. Cheilinus trilobatus
PG15. Sargocentron sp
PG17. Scarus ghobban
Gambar 31 Pola gerak (PG) ikan karang di luar dan di dalam bubu dalam ruang
tertutup (Keramba).
121
4.3.8.3 Lama waktu ikan karang masuk ke dalam bubu dan meloloskan diri
Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan jenis ikan karang yang masuk
dan meloloskan diri dari alat tangkap bubu disajikan pada Lampiran 15. Ternyata
ikan masuk ke alat tangkap bubu membutuhkan lama waktu berbeda-berbeda.
Dari data tersebut dapat dikelompokkan jenis-jenis ikan karang berdasarkan lama
waktu hadir di luar dan di dalam bubu sebagai berikut:
1)
Kisaran waktu antara 0 – 50 menit terdiri dari Thalassoma lunare,
Chaetodon kleinii dan Centrpyge bicolor.
2) Kisaran waktu 50 – 100 menit terdiri dari Chaetodon kleinii,
Amblyglyphidodon curacao, Zebrasoma scopas, Cantherhines pardalis,
dan Ctenochaetus striatus.
3) Kisaran waktu 100 – 150 menit terdiri dari Chromis lepidolepis,
Ctenochaetus striatus, Cantherhines pardalis, dan Scarus ghobban.
4) Kisaran waktu > 150 menit terdiri dari Chrysiptera talboti, Cheilinus
diagrammus, Ctenochaetus striatus, Cantherhines pardalis, Cirrhithicthys
sp,
Cheilinus
trilobatus,
Naso
tuberosus,
Chaetodon
melanotus,
Sargocentron sp, dan Dascyllus albisella.
Dari data tersebut terlihat bahwa ikan yang terespons lebih cepat masuk ke
dalam bubu adalah
Thalassoma lunare, Chaetodon kleinii dan Centropyge
bicolor. Selanjutnya jenis ikan yang meloloskan diri dari dalam bubu dengan
catatan waktu tercepat antara 0 – 50 menit adalah Chaetodon melanotus dan
Sargocentron sp, sedangkan 50 – 100 menit adalah Chromis lepidolepis, dan
lebih dari 100 menit adalah Thalassoma lunare dan Chaetodon kleinii.
4.4
Pembahasan
4.4.1 Rumpon sebagai atraktor pengumpul ikan
Rumpon yang dipakai dalam penelitian adalah rumpon dasar. Rumpon dasar
memiliki beberapa komponen utama antara lain: rangka rumpon, tali temali,
atraktor, jangkar dan pelampung tanda. Rangka rumpon berbentuk prisma.
Atraktor
diikat pada rangka bambu sehingga bentuknya seperti rumah.
122
Rumpon ini ditempatkan di dasar perairan dengan cara dijangkar. Jangkarnya
terbuat dari beton dan ditempatkan pada ke dalam 10 m.
Menurut defenisi rumpon adalah konstruksi yang dibuat untuk membantu
proses penangkapan ikan agar bisa berjalan secara efisien dan efektif. Rumpon
merupakan alat pemikat ikan yang digunakan untuk mengkonsentarsi ikan
sehingga operasi penangkapan ikan dapat dilakukan dengan mudah (Subani, 1972,
diacu oleh Girsang, 2004).
Untuk memikat ikan berkumpul di rumpon baik permukaan atau yang
ditempat di dasar perairan perlu atraktor atau alat pemikat. Menurut Boy dan
Smith (1974) diacu oleh Girsang (2004) menerangkan bahwa atraktor
(appendage) dapat berupa daun kelapa, tyrewall, jaring dan kumpulan tali temali
yang diikat pada rakit untuk meningkatkan efektivitas rumpon dalam memikat
kelompok ikan. Idealnya atraktor diikat pada jarak 5 sampai 20 m di bawah laut,
sehingga pada keadaan ini merupakan primary production dan permulaan
terjadinya rantai makan (food web). Atraktor akan menghimpun sumber makanan
bagi ikan-ikan kecil, kemudian akan dimangsa oleh ikan-ikan sedang dan pada
akhirnya berkumpul ikan-ikan besar.
Atraktor rumpon yang digunakan dalam penelitian ini terbuat dari daun
lontar (Borrasus flabellifer) dan daun gewang/gebang (Corypha gebanga).
Pemilihan daun lontar dan daun gewang sebagai atraktor, karena tumbuhan ini
banyak tumbuh di lokasi penelitian. Kedua jenis pohon ini memiliki nilai
ekonomis bagi masyarakat di Nusa Tenggara Timur, di mana air sedapan pohon
lontar dapat dibuat nira dan juga diproses untuk membuat gula merah. Buah
mentah diambil untuk dijual dan daunnya dikeringkan untuk membuat atap
rumah, sedangkan batangnya digunakan untuk membuat rangka rumah. Pelepah
pohon gewang diambil oleh masyarakat setempat dan dikeringkan untuk membuat
dinding rumah, sedangkan daunnya digunakan untuk membuat atap rumah.
Pohon lontar dan pohon gewang termasuk tumbuhan palem merupakan
salah satu tumbuhan tingkat tinggi termasuk dalam kelas tumbuhan berkeping satu
(Monocotyledoneae) (Witono, 1998). Menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (1980) diacu oleh Wiradika (2006), marga palem yang banyak ditemui
123
di Indonesia adalah Corypha, Borrasus, Nypa, Metroxylon, Salacca, Cocos,
Arenga dan Caryota.
Daun lontar dan daun gewang memiliki tekstur yang berbeda. Daun lontar
terkesan lebih tebal dan kaku, tangkainya tidak terlalu panjang, bagian tepinya
licin, helaian daun berbentuk kipas yang berlipat-lipat pada bagian tengahnya.
Menurut Witono (1998), daun gewang memiliki tangkai panjang dan berduri
dibagian tepinya, helaian daun berbentuk kipas berlipat-lipat pada bagian
tengahnya, tebal dan kaku.
Perifiton yang menempel
pada atraktor lontar dan gewang memiliki
keragaman taksa berbeda-beda. Menempelnya perifiton pada kedua jenis atraktor
merupakan rangkaian dari proses kolonisasi. Hasil penelitian Risamasu (2000)
mengemukakan bahwa jenis-jenis perifiton yang menempel pada terumbu karang
buatan modul kayu, bambu dan beton di perairan Hansisi Semau, Kupang secara
keseluruhan berjumlah 145 spesies dengan perincian Kelas Bacillariophyceae
berjumlah 51 spesies, Moluska 16 spesies, Chlorophyceae 15 spesies, Arthropoda
14 spesies, Dinophyceae 12
spesies, Protozoa 10 spesies, Cyanophyceae 7
spesies, Porifera dan Tunicata masing-masing 5 spesies, Bacteria 3 spesies,
Rhizopoda 2 spesies serta Echinodermata, Rhodophyta, Bryozoa, Euglenophyta,
dan Nematoda masing-masing 1 spesies. Dari hasil penelitian tersebut ternyata
kelas Bacillariophyceae yang mendominasi jenis-jenis perifiton yang menempel
pada terumbu karang buatan baik dari modul kayu, bambu maupun beton.
Selanjutnya hasil penelitian Girsang (2004), mengemukanan tentang jenisjenis perifiton yang menempel pada rumpon menggunakan atarktor daun kelapa,
daun nipah, daun pinang (bahan alami) dan tali rafia (bahan sintesis) dari lima kali
pengamatan ditemukan ada 38 genus (25 algae dan 13 avertebrata). Kelas
perifiton yang hadir paling banyak pada keempat atraktor rumpon adalah kelas
Bacillariophyceae sebanyak 22 genus (57,90 %), selanjutnya diikuti oleh kelas
Copepoda sebanyak 7 genus (18,42 %), Dinophyceae sebanyak 3 genus (7,90 %),
Sarcodina sebanyak 2 genus (5,26 %), Chrysophyceae, Ciliata, Rotifera,
Polychaeta san Sagittidae masing-masing sebanyak 1 genus (2,63 %). Keragaman
taksa yang hadir pada masing-masing atraktor terlihat bahwa atraktor dari daun
124
pinang merupakan atraktor yang ditumbuhi perition algae paling banyak sebanyak
22 genus, sedangkan atraktor daun kelapa, daun nipah dan tali rafia masingmasing terdiri dari 17, 16 dan 15 genus.
Dari hasil analisis nilai indeks Keragaman (H'), Keseragaman (E) dan
Dominansi (C) perifiton menunjukkan bahwa keragaman perifon umumnya
rendah, keseragaman berada pada kondisi labil sampai stabil dan dominansi
spesies umumnya rendah. Nilai keragaman perifiton pada lokasi L1 dan L2
umumnya kecil, sedangkan komunitas perifiton berada pada kondisi labil sampai
stabil serta tidak ada dominansi spesies perifiton di dalam komunitasnya, kecuali
pada rumpon gewang di lokasi L1 ada dominansi spesies perifiton di dalam
komunitasnya karena nilai C hampir mendekati 1. Terjadinya fluktuasi spesies
perifiton tersebut menunjukkan adanya persaingan spesies yang cukup tinggi dan
laju jenis yang rendah (menurun) memberikan peluang pada beberapa jenis
perifiton untuk meningkatkan populasinya (proses suksesi).
Menurut Brower dan Sar (1990) mengemukakan bahwa keanekaragaman
menunjukkan keberadaan suatu spesies dalam suatu ekosistem. Tingginya
keanekaragaman menunjukkan suatu ekosistem seimbang dan memberikan
peranan yang besar untuk menjaga keseimbangan terhadap kejadian yang merusak
ekosistem. Brower dan Sar (1990) mengemukakan bahwa keseragaman sebagai
keseimbangan dari komposisi individu dari tiap spesies yang terdapat dalam suatu
komunitas. Jika keseragaman mendekati minimum, maka dalam komunitas
tersebut terjadi dominansi spesies dan sebaliknya jika keseragaman mendekati
maksimum, maka komunitas berada dalam kondisi yang relatif mantap. Didalam
komunitas jenis-jenis yang mengendalikan komunitas merupakan jenis yang
dominan. Hilangnya jenis-jenis dominan akan menimbulkan perubahan penting
tidak hanya pada komunitas biotiknya, tetapi juga lingkungan fisiknya (Odum,
1971). Spesies yang dominan di dalam suatu komunitas memperlihatkan kekuatan
spesies itu dibanding spesies.
Dari hasil uji coba ternyata tahwa kedua atraktor ini memberikan kontribusi
yang tidak jauh berbeda bagi penempelan perifiton sebagai sumber makanan bagi
ikan karang. Kalau dilihat dari lokasi penempatan rumpon ternyata perifiton lebih
125
banyak menempel pada atraktor gewang di lokasi L1 dan L2 kemudian diikuti
oleh rumpon lontar kecil di lokasi L1 dan L2 dan terendah pada rumpon lontar
besar pada lokasi L1 dan L2. Ternyata substrat tempat penempelan perifiton
sangat berpengaruh. Selain itu, salah satu faktor yang sangat berpengaruh
terhadap penempelan perifiton adalah arus. Hal ini dikaitkan dengan kondisi arus
di lokasi L1 lebih kuat bila dibandingkan dengan di lokasi L2. Arus merupakan
salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap penyebaran dan pertumbuhan
perifiton. Arus akan membawa massa air yang mengandung nutrien yang penting
untuk menunjang pertumbuhan perifiton. Dari hasil penelitian ini terlihat bahwa
kualitas perairan sangat memegang peranan pnting bagi pertumbuhan perifiton.
Menurut Wetzel (1979) menyebutkan bahwa jenis-jenis
alga yang
menempel pada umumnya mendominasi perairan berarus kuat. Berkurangnya
kecepatan arus akan meningkatkan keragaman organisme yang melekat,
sedangkan dari segi biomassa dan produksi perifiton akumulasi biomassa lebih
cepat pada perairan berarus cepat, tetapi total biomassa cenderung seimbang baik
pada perairan berarus kuat maupun lambat.
Selain faktor tersebut, ada juga faktor lain yang turut berpengaruh terhadap
pertumbuhan perifiton adalah sinar matahari, suhu perairan dan unsur hara. Hal ini
didukung dengan
kecerahan perairan sangat baik untuk penetrasi cahaya
matahari, suhu perairan mendukung dan adanya arus menyebabkan terjadinya
percampuran massa air membuat perairan sekitar lokasi penelitian kaya akan zat
hara untuk memacuh pertumbuhan perifiton. Faktor yang berpengaruh terhadap
pertumbuhan perifiton antara lain: sinar matahari, suhu, kecepatan arus dan unsur
hara.
Kehadiran perifiton sebagai sumber makan di rumpon akan menciptakan
suatu kehidupan baru bagi ikan karang. Dengan demikian, ikan karang dengan
kemampuan indera penglihatannya akan tertarik mendekati dan memanfaatkan
rumpon sebagai tempat mencari makan dan aktivitas lainnya. Keberadaan rumpon
di perairan akan memberikan peluang bagi ikan karang untuk lebih banyak
berkumpul.
126
Fungsi rumpon sebagai tempat berlindung dan menyediakan makanan bagi
ikan karang nyata terlihat bahwa ada beberapa jenis ikan yang masuk keluar
rumpon sambil makan perifiton di atraktor rumpon. Hal ini menandakan bahwa
rumpon mampu menarik ikan-ikan untuk datang mendekat dan menetap sehingga
memberikan peluang untuk ikan-ikan tersebut beruaya ke arah alat tangkap bubu.
Pengoperasian bubu di sekitar rumpon sangat membantu untuk menarik ikan-ikan
datang mendekati bubu, masuk ke bubu dan akhirnya tertangkap.
4.4.2 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis, sebaran dan jumlah jenis ikan
karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon, diamati pada pagi, siang dan sore hari
berbeda-beda.
Perbedaan ini disebabkan ikan karang yang hadir di sekitar alat tangkap bubu
memiliki pola renang yang berbeda-beda, ada yang soliter, berpasangan dan
bergerombol. Beberapa jenis ikan karang tertentu biasanya bermigrasi secara
bergerombol di sekitar alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon
maupun tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 seperti Abudefduf bengalensis,
Chromis ovalis, Apogon kallopterus, Pterocaesio lativittata, Ctenochaetus
striatus, Pentapodus caninus, dan Chaetodon kleinii, sedangkan jenis yang lain
hadir dalam jumlah sedikit.
Jumlah individu setiap kelompok ikan karang yang hadir di sekitar rumpon
dan bubu berbeda-beda disebabkan ada beberapa spesies ikan dari kelompok
famili utama (mayor) terutama famili Pomacentridae biasanya hadir dalam jumlah
banyak. Kelompok famili utama (mayor) lebih banyak hadir di rumpon dan bubu
karena kelompok ikan ini biasanya ditemukan dalam jumlah banyak di terumbu
karang seperti famili Caesionidae, Scaridae, Pomacentridae, Apogonidae, dan
lain-lain (Terangi, 2004).
Selain itu, karena berbeda pola distribusi harian ikan karang. Secara umum
dikenal ada dua pola distribusi harian ikan karang yakni ikan- ikan diurnal (ikan
siang) dan ikan-ikan nokturnal (ikan malam). Ikan diurnal merupakan kelompok
127
terbesar di ekosistem terumbu karang. Termasuk ikan diurnal adalah famili
Pomacentridae,
Labridae,
Acanthuridae,
Chaetodontidae,
Serranidae,
Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae,Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae dan
Gobiidae. Ikan-ikan tersebut aktif mencari makan di siang hari. Termasuk ikan
nokturnal adalah famili Holocentridae, Apogonidae, Haemulidae, Muraenidae,
Scorpaenidae, Serranidae dan Labridae. Ikan-ikan ini aktif mencari makan di
malam hari (Allen dan Steene (1990) diacu oleh Syakur (2000).
Jenis ikan yang biasanya hadir secara bergerombol dalam jumlah banyak
dari famili Pomacentridae. Famili ini merupakan salah satu jenis ikan karang yang
biasanya di temukan dalam jumlah yang banyak di terumbu karang. Abudefduf sp
termasuk ikan yang suka hidup bergerombol dan cenderung berada dekat
permukaan air. Pada daerah yang berarus, ikan ini selalu mengambil posisi
melawan arus. Sikap melawan arus ini juga sering digunakan untuk menyaring
makanan (filter feeder) yang terbawa arus. Ikan ini biasanya aktif mencari makan
siang hari.
Hasil analisis nilai indeks Keragaman (H'), Keseragaman (E) dan
Dominansi (C) ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu menunjukkan bahwa
keragaman ikan karang umumnya kecil, keseragaman berada pada kondisi labil
sampai stabil dan dominansi spesies umumnya rendah. Dari hasil analisis tersebut
dapat dikatakan bahwa ada spesies ikan tertentu yang mendominasi jenis ikan
karang di rumpon dan bubu, namun penyebaran spesies ikan karang umumnya
merata dan kondisi ikan dalam keadaan stabil/ tidak tertekan.
Nilai keragaman spesies ikan karang kecil karena waktu pengamatan
terhadap jumlah ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu dilakukan sejak awal
rumpon dan bubu ditempatkan di perairan. Padahal pada saat itu ikan-ikan baru
mulai tertarik dan berkumpul di rumpon dan bubu sehingga kekayaan spesies dan
jumlah individunya belum stabil. Proses berkumpulnya ikan-ikan di rumpon dan
bubu disebut kolonisasi. Kehadiran spesies ikan yang berkumpul di rumpon dan
bubu tidak seragam setiap waktu dan selalu terjadi pergantian spesies sesuai pola
distribusi dan aktivitas makan. Proses pergantian spesies ikan diganti dengan
spesies lainnya disebut suksesi.
128
Berdasarkan pola distribusi ikan karang dibagi menjadi dua bagian yaitu
ikan yang melakukan aktivitas ada pada siang hari (ikan diurnal) dan malam hari
(ikan nocturnal). Selanjutnya menurut kebiasaan makan, maka ikan karang dibagi
atas : ikan yang aktif mencari makan pada siang hari (diurnal), ikan yang aktif
mencari makan pada malam hari (nocturnal) dan ikan yang mencari makan
diantara (crespuscular). Perbedaan pola sebaran dan aktifitas kebiasaan makan
turut berpengaruh terhadap jumlah ikan yang hadir di rumpon dan bubu.
Keragaman biota merupakan bukti yang digunakan untuk melihat ada
tidaknya tekanan terhadap lingkungan yang diakibatkan oleh eksplorasi atau
polusi. Dominansi suatu jenis (yang mampu bertahan) dalam suatu komunitas
biasanya meningkat apabila terjadi suatu kerusakan lingkungan dan sebaliknya
keragaman jenis menurun hingga nol. Ekosistem yang mantap dalam arti
perkembangannya dan tidak ada komponen yang membuat tekanan terhadap
komunitas atau tidak ada kekuatan lain yang memutuskan fungsi masing-masing
komponen dalam ekosistem. Biasanya ditandai dengan keragaman tinggi dan
keseimbangan populasi serasi (Odum, 1975 diacu oleh Edrus dan Syam, 1998).
Keanekaragaman ikan karang ditandai dengan keanekaragaman jenis
dengan berbagai ukuran. Salah satu penyebab tingginya keanekargaman ikan
karang karena variasi habitat di terumbu (Nybakken, 1988). Perairan Indonesia
paling sedikit ada 11 famili utama sebagai penyumbang produksi perikanan yaitu
Caesionidae, Holocentridae, Serranidae, Scaridae, Siganidae, Lethrinidae,
proacanthidae, Labridae, Lutjanidae dan Haemulidae dan Acanthuridae (Hutomo,
1986, diacu oleh Rumajar, 2001).
4.4.3 Tingkah laku ikan karang terhadap rumpon dan bubu
Pengoperasian
bubu
dalam
penangkapan
ikan
karang
biasanya
menggunakan umpan tetapi bisa juga tanpa umpan. Ikan tertarik pada bubu
berumpan tergantung dari enam faktor antara lain: ketertarikan (arousal), lokasi
(location). Kedua faktor ini tergantung pada kemampuan daya tarik umpan.
Selanjutnya tingkah laku di dekat bubu (near field behaviour), masuk (ingress),
129
aktivitas di dalam bubu( activity inside the pot), dan meloloskan diri (escape).
Keempat faktor ini sangat tergantung pada karakteristik dan disain pintu masuk
serta sesudah ikan berkumpul di luar atau di dalam bubu (Fuverik, 1994 diacu
oleh Archdale et al. 2003).
Pada penelitian ini untuk menggantikan fungsi umpan digunakan rumpon.
Setelah rumpon dan bubu dipasang di perairan ikan-ikan mulai tertarik dan
mendekati rumpon dan bubu. Tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon dan
bubu beranekaragam terutama menyangkut jarak (radius) ikan terhadap rumpon
dan bubu, lama waktu, pola renang, pola gerak, interaksi ikan karang terhadap
zone of influence alat tangkap bubu, serta cara ikan masuk dan meloloskan diri
dari dalam bubu.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa jarak (radius) ikan karang
terhadap rumpon dan bubu umumnya antara 0 – 2 m. Hal ini berarti ikan-ikan
tersebut mempunyai peluang lebih mudah tertangkap pada alat tangkap bubu
karena posisi rumpon dan bubu berada di dasar perairan. Bila ikan berada antara
rumpon dan bubu dengan jarak yang lebih jauh, maka ikan-ikan akan sulit untuk
tertangkap pada alat tangkap bubu. Jarak ikan karang terhadap rumpon dan bubu
perlu diketahui karena dengan memahami jarak dari masing-masing spesies ikan
karang maka pemasangan bubu di perairan dapat diatur sesuai dengan lapisan
renang (swimming layer) ikan, sehingga ikan akan mudah tertangkap.
Jarak
ikan karang terhadap
rumpon dan bubu tergantung pula pada
kecepatan renang dari setiap sepesies ikan. Menurut Gunarso (1985), kecepatan
renang merupakan adaptasi pergerakan ikan dimana ikan melakukan berbagai
jenis aktivitas penting untuk mempertahankan hidupnya pada berbagai habitat
yang berbeda-beda. Kecepatan renang dan ukuran tubuh ikan sangat penting
dalam mendeterminasi tingkah laku pergerakan ikan. Selain itu, tergantung jenis
ikan melalukan cara pendekatan terhadap suatu alat tangkap dan karakteristik alat
tangkap tersebut di dalam perairan.
Lama waktu ikan berada di sekitar bubu berbeda-beda menurut jenis. Hal
ini sangat ditentukan dari pola distribusi ikan karang dalam mencari makan. Pola
distribusi harian ikan karang dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu ikan-
130
ikan diurnal dan nokturnal. Ikan siang (diurnal) merupakan kelompok terbesar di
ekosistem terumbu karang. Yang termasuk kelompok ikan diurnal adalah famili
Pomacentridae,
Labridae,
Acanthuridae,
Chaetodontidae,
Serranidae,
Pomacanthidae, Lutjanidae, Balistidae, Cirrhitidae, Tetraodontidae, Bleniidae, dan
Gobiidae. Mereka
makan dan tinggal di permukaan karang serta memakan
plankton yang lewat diatasnya. (Allen dan Steene (1990) diacu oleh Syakur
(2000).
Menurut Iskandar dan Mawardi (1996), aktivitas makan ikan diurnal
dimulai sejak penetrasi cahaya matahari menerangi kolom air di sekitar terumbu
karang. Pada pagi hari aktivitas ikan belum begitu tinggi, tetapi semakin siang
aktivitasnya meningkat. Sebaliknya pada sore aktivitas makan berkurang dan saat
menjelang matahari terbenam mereka menghilang menuju tempat persembunyian.
Aktivitas ikan nokturnal
mencari makan saat hari mulai gelap. Ikan-ikan
nokturnal tergolong ikan soliter dimana
aktivitas makan dilakukan secara
individu, gerak lambat, cenderung diam dan arah gerakannya tidak begitu luas dan
banyak menggunakan indera perasa dan penciuman.
Aktifitas utama yang dilakukan ikan diurnal dan nokturnal adalah aktifitas
mencari makan. Aktifitas ini dilakukan baik secara bergerombol maupun sendirisendiri atau berpasangan tergantung pada setiap jenis ikan.
Ikan dari famili
Acanthuridae, Siganidae, Chaetodontidae, dan Caesionidae terlihat bergerombol
dalam mencari makan, sedangkan ikan famili Scaridae, Pomacanthidae,
Diodontidae, Labridae dan Lutjanidae umumnya mencari makan secara individu.
Diduga kelompok algae yang melekat pada rumpon dan bubu mendukung
ikan-ikan herbivora untuk mencari makan seperti Acanthuridae, Pomacentridae,
Balistidae, Chaetodotidae, Siganidae, Tetraodontidae, Ostraciontidae, Bleniidae
dan Mugilidae (Nybakken, 1988). Dari uraian tersebut dapat dikatakan bahwa
rumpon dan bubu yang dipasang di perairan diandaikan sebagai substrat tempat
berlindung, tempat menyediakan makanan, dan juga untuk aktivitas lainnya yang
dilakukan ikan karang.
Pola renang yang diperlihatkan setiap spesies ikan karang yang hadir di
sekitar rumpon dan bubu berbeda-beda sangat tergantung pada sifat hidup ikan
131
karang. Sifat hidup ikan karang ada yang soliter, bergerombol dan berpasangan
(Terangi, 2004). Sifat hidup ini merupakan sifat alami yang dimiliki oleh masingmasing spesies dari famili tertentu. Pemahaman tentang sifat hidup ikan karang
merupakan salah satu faktor yang menarik untuk memilih alat tangkap yang seuai
dan posisi penempatannya di perairan.
Menurut Irawati (2002), ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara
lain ikan mencoba masuk satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol
lalu mencoba masuk ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian
menyusuri dinding bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun
bagian depan mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa
ikan mengelilingi bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah
menyusuri dinding bubu, ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya
lewat saja.
Pola gerak ikan di sekitar rumpon dan bubu berbeda-beda menurut spesies
ikan. Perbedaan ini sangat tergantung dari sifat hidup ikan karang. Informasi
tentang pola gerak ikan karang di sekitar rumpon dan bubu masih sangat jarang.
Menurut Baskoro dan Effendy (2005), ikan Torsk (Gadus morua) biasanya
bergerak diatas bubu, sedangkan catfish (Anarhiches lupus) berada di dasar dekat
bubu. Selanjutnya menurut Reiliza (1997), pola gerak Chaetodon octofasciatus
selalu berenang berkelompok, datang ke bubu dari arah depan samping kanan atau
kiri, tidak pernah datang lurus di depan bubu, Heniochus acuminatus berenang
berkelompok, dengan gerak naik turun, dan Sargocentron violaceum bergerak
lambat, masuk ke dalam mulut bubu membuat gerak melingkar dan arah putaran
dipengaruhi arus.
Sesuai pola gerak yang diperlihatkan masing-masing spesies ikan, maka ada
dua cara yang diusulkan untuk memasang bubu di perairan antara lain: (1) Bubu
dapat dipasang di dasar berdasarkan pola gerak (PG) meliputi PG4 : Datang dari
depan, langsung pergi, PG6 : Datang dari depan, menyusuri dinding bubu, PG8 :
Datang dari depan, menyusuri dinding bubu berada di samping bubu, PG9 :
Datang dari depan, menyusuri dinding bubu searah jarum jam, PG10:Datang dari
depan, di samping bubu, PG11: Datang dari depan, di samping dan di dasar
132
bubu, PG13: Datang dari samping bubu, dan bergerak naik turun, PG15: Datang
dari belakang di samping bubu, dan PG16: Datang dari depan,di depan mulut
bubu, dan (2) Bubu dapat di pasang di pertengahan dan dekat permukaan perairan
berdasarkan pola gerak (PG) meliputi PG1 : Datang dari depan, bergerak naik
turun diatas bubu, PG2 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik
turun diatas dan di samping bubu, PG3 : Datang dari depan, bergerak naik turun
diatas dan di samping bubuPG5: Datang dari depan, bergerak bolak balik di atas
dan di samping bubu, PG7 : Datang dari belakang, melawan arus, bergerak naik
turun di atas bubu,
PG12: Datang dari depan,
berada diatas bubu, dan
PG14: Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik, diatas dan di samping.
Posisi penempatan bubu di dasar perairan dapat dikombinasi dengan
rumpon dasar tetapi tinggi rumpon dan bubu harus diperhatikan. Untuk posisi
penempatan bubu di pertengahan dan dekat permukaan dapat dilakukan dengan
memasangnya secara vertikal dan dikombinasikan dengan rumpon permukaan.
Pola renang dan pola gerak ikan karang menentukan keefektifan rumpon sebagai
alat pegumpul/pemikat ikan dan bubu sebagai alat penangkap ikan. Informasi ini
penting guna menunjang keberhasilan penggunaan rumpon dan bubu dalam
penangkapan ikan karang.
Ikan karang mampu meloloskan diri dari dalam bubu sangat dipengaruhi
oleh lebar pintu dan bentuk tubuh ikan itu sendiri. Pada penelitian ini terlihat
bahwa ikan yang bertubuh lonjong dan ukurannya kecil lebih mudah meloloskan
diri. Menurut Meyer dan Merriner (1976) diacu oleh Robichaud et al. (1999)
mengemukakan bahwa ikan meloloskan diri dari dalam bubu jaring dipengaruhi
oleh bentuk tubuh, kekuatan tubuh dan kemampuan renang ikan.
Senang tidaknya ikan hadir di rumpon merupakan salah satu faktor utama
dalam mendukung keberhasilan dan keberlanjutan
usaha penangkapan ikan.
Khusus untuk alat pengumpul ikan seperti rumpon tentu tingkah laku pola gerak
dan lama waktu ikan hadir di rumpon merupakan faktor penentu ada tidaknya ikan
di rumpon.
Dengan alasan diatas maka dalam mendisain dan menempatkan rumpon di
perairan maka material yang dipilih dan konstruksi bangunan yang dibuat harus
133
bisa memberikan respon terutama penampakannya di dalam air untuk merangsang
penglihatan ikan agar ikan tertarik dan respon untuk mendekati alat tersebut.
Selain itu rumpon juga harus mampu memberikan rasa nyaman sebagai rumah
untuk ikan-ikan berlindung dan sebagai sumber makanan bagi ikan. Kondisi ini
yang akan menentukan terjadinya akumulasi ikan di rumpon untuk memudahkan
proses penangkapan ikan.
Tingkah laku ikan di zona pengaruh (zone of influence) suatu alat tangkap
berbeda menurut jenis ikan. Ikan karang mempunyai pola pendekatan memasuki
zona pengaruh alat tangkap bubu berbeda-beda. Hasil pengamatan menunjukkan
bahwa ada empat posisi ikan karang berinteraksi terhadap zona pengaruh (zone of
influence) alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon antara lain : ikan
berada dekat permukaan perairan, di atas, di samping dan di dasar bubu. Posisi ini
menentukan dan membedakan pola interaksi setiap jenis ikan karang terhadap
zona pengaruh alat tangkap bubu.
4.4.4 Tingkah laku ikan karang di luar dan di dalam bubu
Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa pola tingkah laku jenisjenis ikan karang di sekitar bubu terlihat berbeda-beda menurut jenis. High dan
Beardsley (1970) diacu oleh Baskoro dan Effendy (2005) mengemukakan bahwa
butterfly fish (Chaetodontidae), goatfish, squirrelfish dan parrotfish berenang
melingkar dibandingkan dengan tingkah laku pencarian yang acak/tidak teratur
dari groupers (Serranidae).
Menurut High dan Beardsley (1970) diacu oleh Furevik (1994)
mengemukakan bahwa ada enam alasan ikan tertarik pada bubu selain mengejar
umpan, juga melakukan pergerakan secara acak/tidak beraturan, menggunakan
bubu sebagai tempat tinggal atau berlindung, keingintahuan, tingkah laku sosial
didalam spesies ikan, atau pemangsaan. Beberapa mekanisme tersebut
dapat
memberikan kontribusi efisiensi perangkap tidak menggunakan umpan.
Jenis-jenis ikan karang mendekati alat tangkap bubu dengan pola renang dan
pola gerak berbeda-beda. Ikan mendekati bubu dengan berbagai cara antara lain
134
ikan mencoba masuk satu per satu, bergerombol dan ada yang bergerombol lalu
mencoba masuk ke bubu. Ikan yang sudah mendekati bubu tersebut kemudian
menyusuri dinding bubu dengan menggunakan bagian samping tubuhnya maupun
bagian depan mulutnya. Ikan mendekati bubu dari berbagai arah dan beberapa
ikan mengelilingi bubu terlebih dahulu baru mulai masuk ke bubu. Setelah
menyusuri dinding bubu, ikan ada yang masuk ke bubu tetapi ada juga hanya
lewat saja (Irawati, 2002).
Pada saat pengamatan terlihat bahwa tidak semua jenis ikan mendekati dan
masuk ke dalam bubu. Beberapa jenis ikan ada juga yang tidak masuk ke dalam
bubu sampai akhir pengamatan terutama ikan-ikan nokturnal yang hanya berdiam
diri di dasar bubu. Ikan yang tidak masuk ke dalam bubu akan kembali berkumpul
dengan ikan lain yang bergerombol di luar bubu. Ikan tidak jadi masuk ke bubu
karena beberapa sebab diantaranya karena di dalam bubu ada ikan yang menjadi
pesaing, atau jika di alam karena ada ikan pemangsa (predator). Selain itu, karena
ikan tersebut mengikuti pergerakan ikan lain yang menjauhi bubu dan ikan tidak
masuk ke bubu karena ada ikan lain yang menghalangi jalan masuknya (Irawati,
2002)
Tingkah laku ikan kerapu macan dalam bak percobaan terlihat bahwa ikan
mulai masuk ke dalam bubu setelah beberapa saat bubu berada dalam bak. Waktu
yang dibutuhkan oleh ikan untuk masuk ke dalam bubu sangat bervariasi. Saat
penelitian diketahui bahwa ada ikan yang langsung masuk ke dalam bubu, setelah
1 menit dan hingga pengamatan terakhir sekitar 3 jam, ikan tidak pernah masuk ke
dalam bubu. Ikan kerapu macan setelah masuk ke bubu biasanya mencari tempat
bersembunyi dan berdiam diri (istirahat) ataupun bergerombol bersama ikan lain
yang sudah masuk ke dalam bubu sebelumnya. Ikan banyak beristirahat diantara
mulut dan dinding bubu yang membentuk suatu sudut. Ikan ini akan bergerak
cukup aktif di dalam bubu bila belum menemukan tempat yang tepat untuk
beristirahat dan bergerombol. Karena ruang dalam bubu terbatas, ikan sering
bergerombol dalam posisi saling bertumpuk satu sama lain. Selain beristirahat dan
bergerombol, ikan di dalam bubu juga ada yang berkejaran, bergerak mengintari
ruang di dalam bubu, dan bergerak mnegintari mulut bubu (Irawati, 2002)
135
Menurut Irawati (2002), pola pergerakan ikan di dalam bubu sebagai berikut
: (1) ikan bergerak mengintari ruangan dalam bubu, gerak berputar ini biasanya
searah atau berlawanan jarum jam; (2) ikan bergerak bolak balik dalam bubu; (3)
ikan bergerak ke dalam ruangan bubu dengan berbagai arah setelah ikan
memasuki bubu melalui celah pelolosan; (4) ikan bergerak ke segala arah; dan (5)
ikan mengintari mulut bubu. Posisi ikan bergerombol di dalam bubu yaitu dekat
celah pelolosan; diantara bagian mulut dan dinding bubu membentuk sudut; di
sudut ruangan dalam bubu serta beristirahat (berdiam diri) dalam keadaan
menyebar. Selanjutnya pergerakan ikan akibat interaksi antara ikan yang ada di
dalam dan di luar bubu yaitu bergerak ke suatu arah yang sama ; ikan di dalam
bubu berkumpul di semua sudut dan ikan di luar bubu berkumpul di sekitar sudut
bubu; ikan berkumpul di sekitar celah pelolosan; serta ikan bergerak dari dasar
bak menuju ke atas lalu ke bawah dan dilakukan oleh ikan yang ada di dalam
maupun di luar bubu secara bersamaan.
Menurut Reiliza (1997), ikan kepe-kepe terlihat panik setelah terperangkap
di dalam bubu, gerakannya lebih cepat dan mencari-cari tempat untuk keluar,
karena merasa terkurung dan ruang geraknya terbatas. Ikan kepe-kepe berenang
lincah di dalam bubu dari sudut kiri ke sudut kanan, atau sebaliknya dengan
gerakan mendatar. Gerakan renang yang lincah dan mendatar ini menyebabkan
ikan kepe-kepe dapat meloloskan diri setelah terperangkap kurang lebih 2 jam di
dalam bubu. Gerakan ikan bendera setelah terperangkap di dalam bubu lebih cepat
gerakannya sebelum terperangkap dan terlihat panik. Ikan ini berenang di dalam
bubu dari salah satu sudut bubu ke mulut bubu dengan waktu 5 detik.
Menurut Reiliza (1997), gerakan renang naik turun menyebabkan sampai
akhir pengamatan tidak ada yang meloloskan diri dari bubu. Pengurangan
penutupan karang ternyata berpengaruh terhadap tingkah laku ikan bendera, untuk
mendatangi bubu hanya dalam waktu singkat saja lalu pergi. Ikan raja gantang
yang masuk ke dalam bubu berenang lambat, tidak menunjukkan kepanikan dan
cenderung diam di dasar bubu. Gerak ikan ini di dalam bubu sama dengan
gerakannya di ujung mulut bubu, yaitu hanya berputar-putar melawan arus dan
membutuhkan waktu untuk satu kali berputar 8,5 detik. Ikan raja gantang
136
termasuk ikan nokturnal. Ikan raja gantang masuk ke bubu yang bagian atasnya
ditutupi karang. Pada saat penutupan karang dikurangi, ikan ini tidak memberikan
respons di depan bubu, tetapi berenang kegundukan karang yang berbentuk atap
di samping bubu dan berlindung disitu.
Reiliza (1997) mengamati tingkah laku ikan kepe-kepe (Chaetodon
octofasciatus), ikan bendera (Heniochus acuminatus) dan ikan raja gantang
(Sargocentron violaceum) terhadap alat tangkap bubu dengan menggunakan
remotely operated vehicles (ROV) ternyata ketiga jenis ikan tersebut mempunyai
tingkah laku yang berbeda.
Hasil pengamatan penelitian ini terlihat bahwa ada beberapa ikan karang
yang sanggup meloloskan diri dari dalam bubu seperti Thalassoma lunare,
Chromis lepidolepis, Chaetodon melanotus dan Sargocentron sp. Ikan-ikan
mampu meloloskan diri dari dalam bubu sangat dipengaruhi oleh lebar pintu
bubu dan bentuk tubuh ikan itu sendiri. Ikan yang bertubuh lonjong, gepeng dan
berukuran kecil mudah meloloskan diri.
Menurut Tirtana (2003) mengatakan bahwa ikan yang masuk ke dalam bubu
bisa meloloskan diri sangat ditentukan oleh tinggi tubuh (body depth) atau lingkar
tubuh (body girth) dan celah pelolosan. Jadi semakin besar tinggi tubuh (body
depth) atau lingkar tubuh (body girth), maka peluang untuk meloloskan diri
semakin kecil, dan bila semakin kecil tinggi tubuh (body depth) atau lingkar tubuh
(body girth), maka peluang untuk meloloskan diri semakin besar (Tirtana, 2003).
Oleh karena itu, dalam membuat konstruksi bubu, maka disain ukuran, bentuk dan
posisi mulut bubu perlu disesuaikan dengan ukuran tubuh ikan. Selain itu, celah
pelolosan perlu juga diperhatikan karena bagian komponen bubu ini dapat
memberikan kesempatan untuk ikan meloloskan diri.
137
4.5
Kesimpulan dan Saran
4.5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai
berikut :
Rumpon mampu mengumpulkan ikan karang sebagaimana terlihat dari
akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada bagian atraktor rumpon tumbuh
komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan bagi sebagian jenis ikan yang
berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas Bacillariophyceae, namun komposisi
perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor, yaitu atraktor lontar (Borassus
falbellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada rumpon lontar, jenis perifiton
dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada rumpon gewang/gebang
adalah Chroococcus sp.
Selama penelitian ini, berhasil terkumpul di
rumpon sebanyak 1.190
individu ikan karang terdiri atas 62 spesies (42 genus dan 22 famili), di sekitar
bubu sebanyak 1.230 individu, terdiri atas 47 spesies (34 genus dan 20 famili.
Ikan-ikan tersebut umumnya adalah kelompok ikan famili utama (mayor).
Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing
antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya
lebih dari 30 menit (menetap/resident). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon
dan bubu umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati
rumpon/bubu dari arah depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik
turun dan berada di atas dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of
influence) bubu terhadap ikan ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat
permukaan, pertengahan, di samping dan di dasar bubu dan rumpon. Tingkah laku
ikan karang di luar bubu, lama waktu ikan karang masuk dan meloloskan diri dari
dalam bubu berbeda menurut jenis ikan.
138
4.5.2 Saran
Penelitian ini menghasilkan informasi tingkah laku ikan yang masih
terbatas. Di masa depan, beberapa penelitian lanjutan diharapkan dapat
menjelaskan secara rinci:
1) Hubungan antara perifiton dan kehadiran ikan karang di rumpon dan bubu
2) Pola interaksi setiap jenis ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap
bubu yang dioperasikan bersama rumpon
3) Pengaruh pasang surut dan arah arus terhadap posisi penempatan rumpon dan
bubu dalam penangkapan ikan karang.
5 PERBANDINGAN HASIL TANGKAPAN BUBU YANG
DIOPERASIKAN BERSAMA RUMPON DAN TANPA RUMPON
5.1
Pendahuluan
Setiap alat tangkap digunakan dalam kegiatan penangkapan ikan memiliki
karakteristik tersendiri dan didisain sedemikian rupa, sehingga mudah
dioperasikan
terhadap
ikan
yang menjadi
target
penangkapan.
Prinsip
penangkapan dengan bubu adalah mempermudah ikan untuk masuk dan sulit
untuk keluar.
Bubu termasuk dalam kelompok perangkap. Perangkap adalah salah satu
alat tangkap yang bersifat statis, umumnya berbentuk kurungan, berupa jebakan,
di mana ikan akan mudah masuk tanpa paksaan dan sulit untuk keluar atau lolos
karena dihalangi dengan berbagai cara. Keefektifan dari perangkap tergantung
dari pola migrasi ikan dan tingkah laku renang ikan. Salah satu alat tangkap yang
tergolong ke dalam perangkap adalah bubu. Sistem penangkapan dengan alat
tangkap bubu adalah mempermudah ikan masuk tetapi mempersulit untuk keluar
atau lolos (Baskoro, 2006).
Supaya ikan mudah tertangkap pada alat tangkap bubu, maka perlu suatu
pikatan. Selama ini pikatan yang biasanya digunakan adalah umpan. Namun
dalam beberapa pengalaman penangkapan, bukan saja umpan yang dapat
digunakan sebagai pikatan tetapi bisa juga dengan menggunakan taktik lain
dengan cara menyediakan tempat untuk bersembunyi atau berkumpul. Tempat
bernaung dapat berupa bentuk ikatan dahan-dahan, ranting-ranting atau daundaunan. Alat bantu yang biasanya dipakai untuk mengumpulkan ikan pada suatu
area tertentu, kemudian baru dilakukan penangkapan adalah rumpon.
Prinsip penangkapan ikan dengan alat bantu rumpon di samping berfungsi
mengumpulkan ikan, tetapi mempermudah agar kawanan ikan tersebut mudah
ditangkap dengan alat tangkap yang dikehendaki. Diduga ikan tertarik dan
berkumpul di sekitar rumpon karena rumpon berfungsi sebagai tempat berlindung
dan mencari makan. Momen ini dimanfaatkan agar ikan-ikan yang sudah
berkumpul di rumpon akan berupaya mendekati bubu, masuk ke dalam bubu dan
akhirnya terperangkap.
140
Target penangkapan dengan alat tangkap bubu ditujukan untuk menangkap
ikan karang, udang, kepiting, dan sebagainya. Jenis-jenis ikan karang yang
tertangkap dengan alat tangkap bubu beraneka ragam jenis berasal dari kelompok
famili utama (mayor), ikan target dan ikan indikator. Menurut Subani dan Barus
(1988), ikan-ikan yang tertangkap dengan alat tangkap bubu terdiri dari jenis-jenis
ikan dan udang berkualitas baik seperti kwe (Caranx spp), bronang ( Siganus
spp), kerapu (Epinephelus spp), kakap (Lutjanus spp), kakatua (Scarus spp), ekor
kuning (Caesio spp), kaji (Diagramma spp), lencam (Lethrinus spp), udang
penaeid, udang barong, dan lain-lain.
Sampai saat ini penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama
rumpon belum banyak di praktekkan oleh para nelayan, khususnya nelayan di
desa Hansisi, semau, Kupang. Untuk melihat efisiensi penggunaan bubu bersama
rumpon dalam usaha penangkapan ikan karang, perlu dikaji melalui suatu
penelitian.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh
rumpon terhadap ikan hasil tangkapan bubu baik jenis, jumlah, maupun ukuran
5.2
Metodologi Penelitian
5.2.1 Prosedur penelitian
Dalam mencapai tujuan penelitian ini, maka untuk mendapatkan data
dilakukan uji coba penangkapan ikan. Penangkapan dilakukan setelah rumpon
berumur satu bulan di perairan. Bubu digunakan dalam penelitian berbentuk
setengah lingkaran (semi circular). Jangkar bubu terbuat dari cor semen berbentuk
empat persegi panjang dengan permukaan agak cembung diikat pada setiap sisi
bubu. Konstruksi bubu dan jangkar dapat dilihat pada Gambar 32.
141
(a) Bubu tampak dari depan
(b) Bubu tampak dari samping
(c) Tipe jangkar bubu
Gambar 32 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian.
Kegiatan penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon
maupun tanpa rumpon dilakukan dua kali pada jam yang berbeda. Penangkapan
malam bubu di pasang (setting) jam 18.00 sore dan penarikan (hauling) jam
07.00 pagi hari berikutnya dengan lama perendaman (soaking time) antara jam
18.00 – 07.00 WITA, sedangkan penangkapan siang bubu dipasang (setting) pagi
142
hari jam 07.00 pagi dan penarikan (hauling) jam
17.00 sore dengan lama
perendaman (soaking time) antara jam 07.00 – 17.00 WITA. Proses penangkapan
menggunakan perahu bermotor
milik nelayan menggunakan mesin merek
Yamaha berkekuatan 40 pK (Gambar 33).
Gambar 33 Perahu yang digunakan dalam operasi penangkapan.
Pengangkatan bubu dilakukan oleh beberapa orang. Setelah bubu ditarik ke
atas kapal, kemudian dilanjutkan dengan pengambilan hasil tangkapan.
Pengeluaran hasil tangkapan dari dalam bubu dilakukan melalui celah pelolosan.
Proses penarikan dan pengeluaran hasil tangkapan dapat dilihat pada Gambar 34.
143
(a) Proses pengangkatan bubu
(b) Pengambilan hasil tangkapan melalui celah pelolosan.
Gambar 34 Proses pengangkatan (hauling) dan pengambilan hasil tangkapan
bubu.
Ikan hasil tangkap bubu bersama rumpon dan tanpa rumpon di pisahkan
untuk melihat jenis ikan, jumlah masing-masing jenis (individu), dan ukuran
panjang total (total length). Ikan hasil tangkapan yang sudah diamati, kemudian
untuk keperluan identifikasi diambil setiap jenis satu individu. Identifikasi ikan
144
mengikuti petunjuk Gloerfelt dan Kailola (1984); Kuiter (1992); Isa et al.(1998)
dan Allen dan Steene (2002). Dokumentasi gambar ikan karang
dari hasil
tangkapan bubu menggunakan kamera.
Pada saat penangkapan dilakukan juga pengukuran parameter lingkungan
lokasi penelitian menggunakan alat ukur Water Checker merk HORIBA. Alat ini
dipakai untuk mengukur DO, pH, suhu, salinitas dan kecerahan, sedangkan untuk
mengukur arah dan kecepatan arus menggunakan gabus yang diikat dengan tali
nylon dan stopwatch. Hasil pengukuran parameter lingkungan perairan pada
lokasi penelitian disajikan pada Tabel 28.
Tabel 28 Parameter lingkungan perairan lokasi penelitian
Lokasi
Waktu
Parameter Lingkungan Perairan
Pengamatan
DO
pH
(ml/l)
Suhu
Salinitas
Kecerahan
Kec.
Arah
(°t )
(ppm)
(m)
Arus
Arus
(m/det)
L1
L2
Pagi
0,1-0.2
8.1-8.2
27-28
33
10
04.89
Barat
Siang
0.2
8.2
28-29
33
10
07.55
T–B
Sore
0.2
8.1
28-29
33
10
05.75
T–B
Pagi
0.2
8.1-8.2
27-28
33
10
03.67
Barat
Siang
0.2
8.2
29
33
10
06.76
T–B
Sore
0.2
8.1
27-29
33
10
04.28
T-B
5.2.2 Analisis data
(1) Analisis kelimpahan ikan karang
Analisis kelimpahan ikan karang dimaksud untuk melihat jumlah ikan karang
yang tertangkap pada alat tangkap bubu baik dioperasikan bersama rumpon
maupun tanpa rumpon. Analisis kelimpahan ikan karang mengikuti petunjuk
Odum (1971) (Rumus tertera pada Bab 3)
(2) Analisis statistik
Untuk melihat apakah ada perbedaan hasil tangkapan ikan karang yang
tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa
rumpon pada malam dan siang hari menggunakan uji t yang terdapat pada
perangkat lunak MINITAB versi 13.20.
145
5.3
Hasil
5.3.1
Jenis dan jumlah hasil tangkapan
Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon pada waktu penangkapan malam (jam 18.00-07.00) dan siang (jam
07.00-17.00) secara keseluruhan berjumlah 107 spesies, 54 genus dan 22 famili
(Tabel 29). Kelompok famili utama (mayor) terdiri dari 54 spesies, 32 genus dan
15 famili, kelompok target terdiri dari
49 spesies, 20 genus 6 famili dan
kelompok indikator terdiri dari 4 spesies, 2 genus dan 1 famili. Jenis-jenis ikan
karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu dapat dilihat pada Gambar 35 dan
Lampiran 16.
Chaetodon kleinii
Scarus ghobban
Sufflamen chrysopterus
Apogon kallopterus
Abudefduf bengalensis
Balistapus undulatus
Acanthurus nigricans
Chrysiptera talboti
Ctenochaetus striatus
Sumber : Kuiter 1992
Gambar 35 Beberapa jenis ikan karang hasil tangkapan bubu.
Jenis ikan karang yang tertangkap pada bubu rumpon kecil lokasi L1 pada
waktu penangkapan malam hari berjumlah 32 spesies, 23 genus dan 14 famili,
sedangkan pada waktu penangkapan siang hari berjumlah 23 spesies, 20 genus
dan 13 famili. Bubu rumpon besar lokasi L1 pada waktu penangkapan malam
hari berjumlah 21 spesies, 16 genus dan 14 famili, sedangkan pada siang hari
berjumlah 33 spesies, 22 genus dan 12 famili. Bubu tanpa rumpon lokasi L1 pada
146
waktu penangkapan malam hari berjumlah 31 spesies, 19 genus dan 12 famili,
sedangkan pada siang hari berjumlah 23 spesies, 15 genus dan 11 famili.
Tabel 29 Jenis dan sebaran hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2
No
Kelompok Ikan/Famili/Jenis
Ikan
I.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
1
2
3
4
5
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
3
4
1
2
3
4
Kelompok Famili Utama/Mayor
POMACENTRIDAE
Chromis ternatensis
C. ovalis
C. lepidolepis
Chrysiptera talboti
Amblyglyphidodon curacao
Dascyllus aruanus
D. albisella
Abudefduf sordidus
A. bengalensis
Pomacentrus moluccensis
Stegastes fasciolatus
Plectroglyphidodon lacrymatus
POMACANTHIDAE
Centropyge heraldi
C. bicolor
C. vroliki
C. tibicens
Chaetodontoplus mesoleucus
APOGONIDAE
Cheilodipterus macrodon
C. quinquelineatus
Apogon kallopterus
A. bandanensis
A. aureus
A. hartzfeldi
A. compressus
A. fraenatus
TETRAODONTIDAE
Canthigaster valentini
C. solandri
C. bennetti
Arothron stellatus
MONACANTHIDAE
Cantherhines pardalis
C. fronticinthus
Paraluterus prionurus
Pervagor aspricaudus
Lokasi L1
Lokasi L2
BRK
BRB
BTR
BRK
BRB
BTR
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
-
+
+
+
+
+
-
+
+
-
+
+
+
+
+
-
+
-
+
+
-
+
+
-
+
+
+
+
+
-
+
-
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
-
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
-
+
+
+
-
+
-
+
+
-
147
Tabel 29 (Lanjutan)
No
Kelompok Ikan/Famili/Jenis
Ikan
1
2
3
4
5
6
1
1
1
1
2
1
2
1
1
2
3
4
5
1
1
II
1
2
3
4
5
6
7
SCARIDAE
Calatomus spinidens
Scarus ghobban
S. schlegeli
S. pyrrhurus
S. flavipectoralis
S. sordidus
BLENIIDAE
Meiacanthus grammistes
OSTRACIIDAE
Ostracion sp
CIRRITHIDAE
Cirrhitichtys sp
BALISTIDAE
Balistapus undulatus
Sufflamen chrysopterus
CAESIONIDAE
Pterocaesio tile
P. diagramma
EPHIPPIDIDAE
Platax sp
HOLOCENTRIDAE
Sargocentron rubrum
Myripristis kuntee
M. melanostictus
Myripristis sp
Ostichthys kaianus
PSEUDOCHROMIDAE
Pseudochromis macrurus
AULOSTOMIDAE
Aulostomus sinensis
Kelompok Target
ACANTHURIDAE
Ctenochaetus striatus
Acanthurus bariena
A. mata
A. xanthopterus
A. nigricans
Zebrasoma scopas
Naso tuberosus
Lokasi L1
Lokasi L2
BRK
BRB
BTR
BRK
BRB
BTR
+
+
+
-
+
+
-
+
+
+
-
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
-
+
-
-
-
+
-
+
-
-
-
-
-
+
-
-
-
+
+
-
+
-
+
-
-
+
+
+
-
+
-
-
-
-
+
-
-
+
-
-
-
-
-
+
-
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
-
-
-
+
-
-
-
-
-
-
-
+
-
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
-
+
+
-
+
+
+
+
-
148
Tabel 29 (Lanjutan)
No
Kelompok Ikan/Famili/Jenis
Ikan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
SERRANIDAE
Epinephelus polyphekadion
E. microdon
E. fasciatus
E. merra
E. caeroleopunctatus
E. hexagonatus
E. tauvina
Cephalopolis miniata
C. orgus
C. boenak
LABRIDAE
Thalassoma lunare
Hologymnosus doliatus
Hologymnosus sp
Cheilinus diagrammus
C. chlorurus
C. trilobatus
C. bimaculatus
C. lunulatus
C. orientalis
Halichoeres melanurus
H. nebulosus
H. ornatissimus
Halichoeres sp
Xiphocheilus typus
Bodianus diana
Chaerodon sp
Cheilo inermis
SIGANIDAE
Siganus punctatus
S. stellatus
S. doliatus
S. argenteus
S. rivulatus
S. canaliculatus
S. corallinus
S. guttatus
S. vulpinus
S. luridus
Lokasi L1
Lokasi L2
BRK
BRB
BTR
BRK
BRB
BTR
+
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
-
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
-
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
149
Tabel 29 (Lanjutan)
No
Kelompok Ikan/Famili/Jenis
Ikan
Lokasi L1
BRK
LETHRINIDAE
1
Lethrinus semicinctus
2
Lethrinus variegatus
3
L. ornatus
MULLIDAE
1
Parupeneus barberinoides
+
2
Upeneus multifasciatus
III Kelompok Indikator
CHAETODONTIDAE
1
Chaetodon kleinii
+
2
C. mertensii
+
3
C. melanotus
4
Coradion chrysozonus
+
Keterangan : + : ada ; - : tidak ada.
Lokasi L2
BRB
BTR
BRK
BRB
BTR
+
+
-
-
+
-
+
+
-
-
-
+
-
-
+
+
-
+
-
+
-
+
-
+
-
Selanjutnya jenis ikan karang yang tertangkap pada bubu rumpon kecil
lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari berjumlah 18 spesies, 13 genus
dan 10 famili, sedangkan pada siang hari berjumlah 20 spesies, 16 genus dan 11
famili. Bubu rumpon besar lokasi L2
pada waktu penangkapan malam hari
berjumlah 32 spesies, 22 genus dan
13 famili, sedangkan pada siang hari
berjumlah 24 spesies, 15 genus dan 13 famili. Bubu tanpa rumpon lokasi L2
pada waktu penangkapan malam hari berjumlah 29 spesies, 14 genus dan 14
famili, sedangkan pada siang hari berjumlah 26 spesies, 16 genus dan 13 famili.
Jumlah individu ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu secara
keseluruhan berjumlah 794 individu. Jumlah individu ikan karang yang tertangkap
pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi
L1 dan L2 disajikan pada Tabel 30 dan 31.
150
Tabel 30 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon di lokasi L1
No
Kelompok
Ikan/Famili/Jenis Ikan
I.
Famili utama (mayor)
POMACENTRIDAE
Chromis ternatensis
C. ovalis
C. lepidolepis
Chrysiptera talboti
Amblyglyphidodon
curacao
Dascyllus albisella
Abudefduf sordidus
A. bengalensis
Pomacentrus
moluccensis
Plectroglyphidodon
lacrymatus
POMACANTHIDAE
Centropyge bicolor
C. vroliki
C. tibicens
Chaetodontoplus
mesoleucus
APOGONIDAE
Cheilodipterus
macrodon
C. quinquelineatus
Apogon kallopterus
A. bandanensis
A. aureus
A. hartzfeldi
TETRAODONTIDAE
Canthigaster valentini
C. solandri
C. bennetti
Arothron stellatus
MONACANTHIDAE
Cantherhines pardalis
C. fronticinthus
Paraluterus prionurus
Pervagor aspricaudus
SCARIDAE
Calatomus spinidens
Scarus ghobban
S. schlegeli
BLENIIDAE
Meiacanthus
grammistes
OSTRACIIDAE
Ostracion sp
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
1
1
BRK 1
Malam
Siang
Jlh
%
Jlh
%
BRB 1
Malam
Siang
Jlh
%
Jlh
%
BTR 1
Malam
Siang
Jlh
%
Jlh
%
1
3
2
1
1
1,0
4,0
3,0
1,0
1,0
1
2
-
1,0
3,0
-
1
1
5
2,0
2,0
8,0
2
2
2
1
3,0
3,0
3,0
1,0
1
-
2,0
-
1
-
2,0
-
-
-
1
1
-
1,0
1,0
-
-
-
1
1
1,0
1,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
2,0
-
-
1
1
-
1,0
1,0
-
1
-
1,0
-
-
-
1
1
1
1,0
1,0
1,0
-
-
1
1
-
2,0
2,0
-
2
3,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
1
4
2
1,0
1,0
5,0
3,0
-
-
1
-
2,0
-
1
-
1,0
-
1
-
2,0
-
1
-
2,0
-
1
1
1,0
1,0
2
3
-
3,0
4,0
-
1
-
2,0
-
2
4
-
3,0
5,0
-
1
3
1
-
2,0
5,0
2,0
-
-
-
2
-
3,0
-
2
-
3,0
-
3
-
5,0
-
1
2
-
1,0
3,0
-
-
-
2
1
4,0
2,0
1
5
-
1,0
7,0
-
6
1
8,0
1,0
11
-
17,0
-
12
1
15,0
1,0
2
-
3,17
-
6
2
11,0
4,0
1
1,0
1
1,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
1,0
-
-
-
-
-
-
-
-
151
Tabel 30 (Lanjutan)
No
1
1
1
1
1
2
3
1
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
1
2
Kelompok
Ikan/Famili/Jenis Ikan
CIRRITHIDAE
Cirrhitichtys sp
BALISTIDAE
Balistapus undulatus
CAESIONIDAE
P. diagramma
EPHIPPIDIDAE
Platax sp
HOLOCENTRIDAE
Sargocentron rubrum
Myripristis sp
Ostichthys kaianus
PSEUDOCHROMIDAE
Pseudochromis
macrurus
ACANTHURIDAE
Ctenochaetus striatus
Acanthurus bariena
A. mata
A. xanthopterus
A. nigricans
Zebrasoma scopas
SERRANIDAE
Epinephelus
polyphekadion
E. microdon
E. fasciatus
E. merra
E. caeroleopunctatus
E. tauvina
Cephalopolis miniata
LABRIDAE
Thalassoma lunare
Hologymnosus doliatus
Hologymnosus sp
Cheilinus diagrammus
C. chlorurus
C. trilobatus
C. bimaculatus
C. lunulatus
C. orientalis
Halichoeres melanurus
H. nebulosus
H. ornatissimus
Halichoeres sp
Xiphocheilus typus
Bodianus diana
Chaerodon sp
SIGANIDAE
Siganus punctatus
S. stellatus
BRK 1
Malam
Siang
Jlh
%
Jlh
%
BRB 1
Malam
Siang
Jlh
%
Jlh
%
BTR 1
Malam
Siang
Jlh
%
Jlh
%
1
1,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
1,0
-
-
-
-
1
2,0
1
1,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
1,0
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
2,0
-
-
-
1
1
-
2,0
2,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
3,0
1
2,0
11
3
-
15,0
4,0
-
18
1
-
26,0
1,0
-
20
1
1
3
30,0
2,0
2,0
5,0
6
2
-
8,0
3,0
-
5
2
1
1
-
8,0
3,0
2,0
2,0
-
7
1
-
13,0
2,0
-
1
1,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
1,0
-
-
-
1
1
2,0
2,0
2
1
5,0
1,0
3
1
1
-
5,0
2,0
2,0
-
-
-
1
1
3
2
1
1
-
1,0
1,0
4,0
3,0
1,0
1,0
-
1
1
2
1
-
1,0
1,0
3,0
1,0
-
2
1
-
3,0
2,0
-
3
6
1
2
1
-
4,0
8,0
1,0
3,0
1,0
-
1
1
6
1
1
4
4
1
1
1
2,0
2,0
10,0
2,0
2,0
6,0
6,0
2,0
2,0
2,0
5
3
4
2
1
-
9,0
6,0
7,0
4,0
2,0
-
2
-
3,0
-
1
-
1,0
-
-
-
1
1
1,0
1,0
-
-
1
1
2,0
2,0
152
Tabel 30 (Lanjutan)
No
3
4
5
6
7
8
1
1
1
2
3
4
Kelompok
Ikan/Famili/Jenis Ikan
BRK 1
Malam
Siang
Jlh
%
Jlh
%
-
BRB 1
Malam
Siang
Jlh
%
Jlh
%
2
3,0
1
1,0
2
3,0
2
3,0
-
BTR 1
Malam
Siang
Jlh
%
Jlh
%
1
2,0
1
2,0
1
2,0
-
S. doliatus
S. argenteus
S. rivulatus
S. canaliculatus
S. corallinus
S. luridus
LETHRINIDAE
Lethrinus semicinctus
1
2,0
MULLIDAE
Parupeneus
1
1,0
barberinoides
CHAETODONTIDAE
Chaetodon kleinii
13 18,0 20 29,0
5
8,0
7
9,0
11 17,0 9
C. mertensii
4
5,0
C. melanotus
3
5,0
Coradion chrysozonus
1
1,0
Total
73
70
66
79
63
54
Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon.
Jenis ikan karang yang tertangkap dalam jumlah terbanyak di bubu rumpon
kecil lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii
sebanyak 13 individu (18 %), sedangkan siang hari sebanyak 20 individu (29 %),
kemudian Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 11 individu (15%)
dan siang hari sebanyak 18 individu (26%), dan diikuti jenis lain. Bubu rumpon
besar
lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Ctenochaetus
striatus sebanyak 20 individu (30%), sedangkan siang hari sebanyak 6 individu
(8%), kemudian Scarus ghobban pada malam hari sebanyak 11 individu (17%)
dan siang hari sebanyak 12 individu (15%), dan diikuti jenis lain. Bubu tanpa
rumpon lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii
sebanyak 11 individu (17%), sedangkan siang hari sebanyak 9 individu (17%),
kemudian Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 5 individu (14%) dan
siang hari sebanyak 7 individu (13%), dan diikuti jenis lain.
Selanjutnya jenis ikan yang tertangkap dalam jumlah terbanyak di bubu
rumpon kecil lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon
kleinii sebanyak 8 individu (21%), sedangkan siang hari sebanyak 13 individu
(19%), kemudian Cheilinus bimaculatus pada malam hari sebanyak 4 individu
(10%), Scarus ghobban pada siang hari sebanyak 6 individu (9%) dan diikuti
17,0
-
153
jenis lain. Bubu rumpon besar lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari
adalah Chaetodon kleinii sebanyak 5 individu (8%), sedangkan siang hari
sebanyak 9 individu (14%), kemudian Cheilinus diagrammus pada malam hari
sebanyak 5 individu (8%) dan siang hari sebanyak 6 individu (9%), dan diikuti
jenis lain. Bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari
adalah Chaetodon kleinii sebanyak 8
individu (14%), sedangkan siang hari
sebanyak 21 individu (21%), kemudian Siganus punctatus pada malam hari
sebanyak 6 individu (11%) dan siang hari sebanyak 6 individu (6%), dan diikuti
jenis lain.
Dari data ini terlihat bahwa ikan karang yang mendominasi hasil tangkapan
bubu rumpon kecil dan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 adalah Chaetodon kleinii,
sedangkan pada bubu rumpon besar di lokasi L1 di dominasi oleh Ctenochaetus
striatus. Selanjutnya ikan karang yang mendominasi hasil tangkapan bubu yang
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 adalah Chaetodon
kleinii. Dari keseluruhan jenis ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu
terlihat bahwa ikan yang dominan tertangkap adalah Chaetodon kleinii, kemudian
Ctenochaetus striatus, dan diikuti oleh jenis lainn.
Total jumlah ikan karang yang tertangkap selama 24 kali trip penangkapan
terbanyak pada lokasi L1 yakni pada bubu rumpon besar, kemudian bubu rumpon
kecil dan terendah pada bubu tanpa rumpon. Selanjutnya total ikan karang yang
tertangkap dalam jumlah terbanyak pada lokasi L2 yakni bubu tanpa rumpon,
kemudian bubu rumpon besar dan terendah pada bubu rumpon kecil. Perbedaan
ini karena ada beberapa jenis ikan karang yang biasanya tertangkap dalam jumlah
banyak seperti Chaetodon kleinii, Ctenohaetus striatus, Scarus ghobban, dan
Cheilinus diagrammus.
154
Tabel 31 Jenis dan jumlah hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon di lokasi L2
No
I.
1
2
3
4
5
7
8
9
1
2
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
1
2
1
2
3
4
5
1
1
2
1
Kelompok
Ikan/Famili/Jenis
Ikan
Famili utama (mayor)
POMACENTRIDAE
Chromis ternatensis
C. ovalis
Chrysiptera talboti
Amblyglyphidodon
curacao
Dascyllus aruanus
Abudefduf sordidus
A. bengalensis
Pomacentrus
moluccensis
Stegastes fasciolatus
POMACANTHIDAE
Centropyge bicolor
C. tibicens
APOGONIDAE
Cheilodipterus
quinquelineatus
Apogon kallopterus
A. bandanensis
A. aureus
A. hartzfeldi
A. compressus
A. fraenatus
TETRAODONTIDAE
Canthigaster
valentini
C. solandri
Arothron stellatus
MONACANTHIDAE
Cantherhines
pardalis
C. fronticinthus
SCARIDAE
Scarus ghobban
S. schlegeli
S. pyrrhurus
S. flavipectoralis
S. sordidus
CIRRITHIDAE
Cirrhitichtys sp
BALISTIDAE
Balistapus undulatus
Sufflamen
chrysopterus
CAESIONIDAE
Pterocaeiso tile
BRK 2
Malam
Siang
Jlh
%
Jlh
%
BRB 2
Malam
Siang
Jlh % Jlh
%
BTR 2
Malam
Siang
Jlh
%
Jlh
%
1
-
3,0
-
4
9
4
6,0
13,0
6,0
1
2
3
-
2,0
3,0
5,0
-
3
-
5,0
3
2
5,0
4,0
2
3
2,0
3,0
-
-
3
4,0
-
-
1
-
2,0
-
1
2,0
1
-
1,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5
5,0
-
-
2
3,0
2
1
3,0
2,0
4
-
6,0
-
1
1
2,0
2,0
4
4
4,0
4,0
-
-
-
-
3
5,0
1
2,0
2
4,0
4
4,0
3
1
1
-
8,0
3,0
3,0
-
1
-
1,43
-
2
5
2
-
3,0
8,0
3,0
-
1
3
-
2,0
5,0
-
1
2
1
2,0
4,0
2,0
-
-
-
-
1
1,0
1
2,0
-
-
-
-
-
-
1
-
3,0
-
-
-
1
2,0
-
-
-
-
1
1,0
2
5,0
4
6,0
2
3,0
-
-
1
2,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
3
5,0
1
1,0
1
2
-
3,0
5,0
-
6
1
-
9,0
1,0
-
2
1
3,0
2,0
4
1
1
1
-
6,0
2,0
2,0
2,0
-
3
-
5,0
-
3
3
-
3,0
3,0
-
-
-
-
-
1
2,0
2
3,0
1
2,0
-
-
-
-
-
-
3
-
5,0
-
1
2,0
1
-
2,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
4,0
-
155
Tabel 31 (Lanjutan)
No
Kelompok
BRK 2
BRB 2
BTR 2
Ikan/Famili/Jenis
Malam
Siang
Malam
Siang
Malam
Siang
Ikan
Jlh
%
Jlh
%
Jlh % Jlh
%
Jlh
%
Jlh
%
HOLOCENTRIDAE
1
Sargocentron rubrum
1
2,0
2
Myripristis kuntee
1
2,0
3
M. melanostictus
1
2,0
4
Myripristis sp
2
5,0
2
3,0
1
2,0
5
Ostichthys kaianus
2
5,0
ACANTHURIDAE
1
Ctenochaetus striatus
3
8,0
3
4,0
2
3,0
5
8,0
4
7,0
7
7,0
2
Acanthurus bariena
2
3,0
2
3,0
7
Naso tuberosus
1
2,0
SERRANIDAE
3
Epinephelus
1
2,0
fasciatus
4
E. merra
1
1,0
2
3,0
7
11,0
2
4,0
4
4,0
5
E. caeroleopunctatus
1
2,0
8
Cephalopolis miniata
1
2,0
1
6,0
9
C. orgus
1
1,0
2,0
10 C. boenak
1
1,0
1
LABRIDAE
1
Thalassoma lunare
2
4,0
1
1,0
2
Hologymnosus
1
3,0
doliatus
3
Hologymnosus sp
4
Cheilinus
3
8,0
3
4,0
5
8,0
6
10,0
1
2,0
1
1,0
diagrammus
5
C. chlorurus
1
1,0
1
2,0
2
3,0
6
C. trilobatus
4
6,0
1
1,0
7
C. bimaculatus
4
10,0
2
3,0
2
3,0
8
Halichoeres sp
1
2,0
9
Cheilo inermis
1
2,0
SIGANIDAE
1
Siganus punctatus
2
5,0
5
7,0
2
3,0
6
11,0
6
6,0
2
S. stellatus
1
1,0
1
1,0
3
S. doliatus
4
6,0
2
3,
4
S. argenteus
1
2,0
1
2,0
10 10,0
5
S. rivulatus
6
S. corallinus
1
3,0
7
S. vulpinus
2
2,0
8
S. luridus
1
2,0
9
S. guttatus
2
3,0
LETHRINIDAE
1
Lethrinus semicinctus
4
7,0
5
5,0
2
Lethrinus variegatus
1
1,0
CHAETODONTIDAE
1
Chaetodon kleinii
8
21,0 13 19,0
5
8,0
9
14,0
8
14,0 21 21,0
Total
39
70
62
63
57
98
Keterangan : BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu tanpa rumpon.
156
Kelompok ikan karang yang dominan tertangkap pada alat tangkap bubu
adalah kelompok target (43%), bila dibandingkan dengan kelompok utama
(mayor) (40%) dan indikator (17%) (Tabel 32).
Tabel 32 Jumlah total kelompok ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap
bubu dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1
dan L2
Kelompok
Total
Lokasi
ikan
L1
BRK
Proporsi
L2
BRB
BTR
BRK
(%)
BRB
BTR
M
S
M
S
M
S
M
S
M
S
M
S
33
22
25
36
14
18
16
35
35
24
26
35
318
40
Target
27
27
33
32
38
27
15
22
22
30
23
42
338
43
Indikator
13
21
8
11
11
9
8
13
5
9
8
21
137
17
Total
73
70
66
79
63
54
39
70
62
63
57
98
794
Famili
utama
(Mayor)
Keterangan : M : Malam; S : Siang.
5.3.2
Kisaran panjang ikan karang
Jenis-jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu sangat
bervariasi tergantung jenis dan ukuran (Lampiran 17). Jenis-jenis ikan karang
yang tertangkap dengan ukuran terpanjang adalah Cephalopolis miniata sebesar
75,0
cm,
kemudian
diikuti
oleh
Aulostomus
sinensis,
Epinephelus
caeroleopunctatus, Acanthurus nigricans, Scarus ghobban, Ctenochaetus striatus,
dan diikuti oleh jenis lainnya. Kisaran panjang ikan setiap famili ikan karang
disajikan pada Tabel 33.
Tabel 33 Kisaran panjang famili ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap
bubu
Famili
Pomacentridae
Pomacanthidae
Apogonidae
Tetraodontidae
Monacanthidae
Scaridae
Pseudochromidae
Bleniidae
Balistidae
Kisaran panjang(cm)
3,5 – 20,0
5,7 – 14,0
6,5 – 11,7
6,5 – 26,5
5,2 – 22,1
4,0 – 27,5
14,5 – 24,0
6,0 – 8,0
9,8 – 21,0
Keterangan
Ikan muda dan dewasa
Ikan muda dan dewasa
Ikan muda dan dewasa
Ikan muda dan dewasa
Ikan muda dan dewasa
Ikan muda dan dewasa
Ikan muda dan dewasa
Ikan muda
Ikan muda dan dewasa
157
Tabel 33 (Lanjutan)
Famili
Ostraciidae
Cirrhitidae
Caesionidae
Holocentridae
Aulostomidae
Acanthuridae
Serranidae
Labridae
Siganidae
Lethrinidae
Mullidae
Chaetodontidae
Kisaran panjang(cm)
10,0
6,3 -11,3
13,5 – 16,4
5,6 – 18,0
39,0
3,7 – 34,5
12,5 – 75,0
3,5 – 29,9
6,6 – 25,2
9,5 – 27,0
13,1 – 19,6
3,0 – 14,9
Keterangan
Ikan muda
Ikan muda dan dewasa
Ikan muda
Ikan muda dan dewasa
Ikan dewasa
Ikan muda dan dewasa
Ikan muda dan dewasa
Ikan muda dan dewasa
Ikan muda dan dewasa
Ikan muda dan dewasa
Ikan muda dan dewasa
Ikan muda dan dewasa
Dari keseluruhan jenis ikan karang yang tertangkap terlihat bahwa ada
beberapa jenis ikan tertangkap
dengan ukuran bervariasi pada ukuran masih
muda sampai dewasa. Dengan demikian ada terjadi akumulasi
ikan-ikan di
rumpon. Mengingat karena dalam penelitian ini uji coba penangkapan hanya
dilakukan selama sebulan, maka variasi ukuran ikan yang tertangkap
lebih
banyak didominasi oleh ikan-ikan ukuran kecil atau masih muda bila
dibandingkan dengan ikan ukuran dewasa. Seperti dikemukan dalam berbagai
teori bahwa bila rumpon di pasang di perairan maka awalnya akan hadir ikan-ikan
berukuran kecil atau masih mudah, dan setelah itu hadir ikan-ikan berukuran
besar. Variasi ukuran ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu sangat
ditentukan oleh proses kolonisasi dan suksesi terhadap ikan karang yang hadir di
rumpon dan bubu.
Pada dasarnya ukuran panjang tubuh ikan karang tidak seragam seperti
kelompok ikan lainnya. Ketiga kelompok ikan karang baik kelompok famili utama
(mayor), kelompok target dan indikator ternyata memiliki ukuran tubuh
bervariasi. Pada famili Pomacentridae (famili utama) umumnya ukuran ikannya
relatif kecil, begitu juga pada famili Chaetodontidae (kelompok indikator). Namun
beberapa famili ikan dari kelompok target mempunyai
ukuran tubuh lebih
panjang terutama dari famili Serranidae, Aulostomidae, Acanthuridae, Scaridae
dan jenis famili lainnya. Dari ketiga kelompok ikan yang tertangkap ternyata ikan
dari kelompok target mempunyai ukuran tubuh lebih panjang dibandingkan
dengan kelompok famili utama(mayor) dan kelompok indikator.
158
5.3.3 Kelimpahan ikan karang
Kelimpahan ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan L2 dapat dilihat
pada Tabel 34 dan Tabel 35.
Tabel 34
Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L1
No
Kelompok
Ikan/Famili/Jenis Ikan
I.
Famili utama (mayor)
POMACENTRIDAE
Chromis ternatensis
C. ovalis
C. lepidolepis
Chrysiptera talboti
Amblyglyphidodon
curacao
Dascyllus albisella
Abudefduf sordidus
A. bengalensis
Pomacentrus
moluccensis
Plectroglyphidodon
lacrymatus
POMACANTHIDAE
Centropyge bicolor
C. vroliki
C. tibicens
Chaetodontoplus
mesoleucus
APOGONIDAE
Cheilodipterus
macrodon
C. quinquelineatus
Apogon kallopterus
A. bandanensis
A. aureus
A. hartzfeldi
TETRAODONTIDAE
Canthigaster valentini
C. solandri
C. bennetti
Arothron stellatus
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
1
2
3
4
1
2
3
MONACANTHIDAE
Cantherhines pardalis
C. fronticinthus
Paraluterus prionurus
Pervagor aspricaudus
SCARIDAE
Calatomus spinidens
Scarus ghobban
S. schlegeli
BRK 1
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
BRB 1
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
BTR 1
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
1
3
2
1
1
2,0
6,0
4,0
2,0
2,0
1
2
-
2,0
4,0
-
1
1
5
2,0
2,0
10,0
2
2
2
1
4,0
4,0
4,0
2,0
1
-
2,0
-
1
-
2,0
-
-
-
1
1
-
2,0
2,0
-
-
-
1
1
2,0
2,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
2,0
-
-
1
1
-
2,0
2,0
-
1
-
2,0
-
-
-
1
1
1
2,0
2,0
2,0
-
-
1
1
-
2,0
2,0
-
2
4,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
1
4
2
2,0
2,0
8,0
4,0
-
-
1
-
2,0
-
1
-
2,0
-
1
-
2,0
-
1
-
2,0
-
1
1
2,0
2,0
2
3
-
4,0
6,0
-
1
-
2,0
-
2
4
-
4,0
8,0
-
1
3
1
-
2,0
6,0
2,0
-
-
-
2
-
4,0
-
2
-
4,0
-
3
-
6,0
-
1
2
-
2,0
4,0
-
-
-
2
1
4,0
2,0
1
5
-
2,0
10,0
-
6
1
12,0
2,0
11
-
22,0
-
12
1
24,0
2,0
2
-
4,0
-
6
2
12,0
4,0
159
Tabel 34 (Lanjutan)
No
1
1
1
1
1
1
1
2
3
1
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Kelompok
Ikan/Famili/Jenis Ikan
BLENIIDAE
Meiacanthus
grammistes
OSTRACIIDAE
Ostracion sp
CIRRITHIDAE
Cirrhitichtys sp
BALISTIDAE
Balistapus undulatus
CAESIONIDAE
Pterocaesio
diagramma
EPHIPPIDIDAE
Platax sp
HOLOCENTRIDAE
Sargocentron rubrum
Myripristis sp
Ostichthys kaianus
PSEUDOCHROMIDAE
Pseudochromis
macrurus
ACANTHURIDAE
Ctenochaetus striatus
Acanthurus bariena
A. mata
A. xanthopterus
A. nigricans
Zebrasoma scopas
SERRANIDAE
Epinephelus
polyphekadion
E. microdon
E. fasciatus
E. merra
E. caeroleopunctatus
E. tauvina
Cephalopolis miniata
LABRIDAE
Thalassoma lunare
Hologymnosus doliatus
Hologymnosus sp
Cheilinus diagrammus
C. chlorurus
C. trilobatus
C. bimaculatus
C. lunulatus
C. orientalis
Halichoeres melanurus
H. nebulosus
H. ornatissimus
Halichoeres sp
BRK 1
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
BRB 1
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
BTR 1
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
1
2,0
1
2,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
2,0
-
-
-
-
-
-
-
-
1
2,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
2,0
-
-
-
-
1
2,0
1
2,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
2,0
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
2,0
-
-
-
1
1
-
2,0
2,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
4,0
1
2,0
11
3
-
22,0
6,0
-
18
1
-
36,0
2,0
-
20
1
1
3
40,0
2,0
2,0
6,0
6
2
-
12,0
4,0
-
5
2
1
1
-
10,0
4,0
2,0
2,0
-
7
1
-
14,0
2,0
-
1
2,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
2,0
-
-
-
1
1
2,0
2,0
2
1
4,0
2,0
3
1
1
-
6,0
2,0
2,0
-
-
-
1
1
3
2
1
-
2,0
2,0
6,0
4,0
2,0
-
1
1
2
-
2,0
2,0
4,0
-
2
1
4,0
2,0
3
6
1
2
-
6,0
12,0
2,0
4,0
-
1
1
6
1
1
4
4
1
1
-
2,0
2,0
12,0
2,0
2,0
8,0
8,0
2,0
2,0
-
5
3
4
2
1
10,0
6,0
8,0
4,0
2,0
160
Tabel 34 (Lanjutan)
No
14
15
16
1
2
3
4
5
6
7
10
1
1
1
2
3
4
Kelompok
Ikan/Famili/Jenis Ikan
BRK 1
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
1
2,0
1
2,0
-
BRB 1
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
1
2,0
-
BTR 1
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
1
2,0
-
Xiphocheilus typus
Bodianus diana
Chaerodon sp
SIGANIDAE
Siganus punctatus
2
4,0
1
2,0
1
2,0
1
2,0
S. stellatus
1
2,0
1
2,0
S. doliatus
2
4,0
S. argenteus
1
2,0
1
2,0
S. rivulatus
2
4,0
S. canaliculatus
1
2,0
S. corallinus
1
2,0
S. luridus
2
4,0
LETHRINIDAE
Lethrinus semicinctus
1
2,0
MULLIDAE
Parupeneus
1
2,0
barberinoides
CHAETODONTIDAE
Chaetodon kleinii
13 26,0 20 40,0 5 10,0 7 14,0 11 22,0 9 18,0
C. mertensii
4
8,0
C. melanotus
3
6,0
Coradion chrysozonus
1
2,0
Total
73
70
66
79
63
54
Keterangan : N = Kelimpahan; BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR:
Bubu tanpa rumpon.
161
Tebel 35 Kelimpahan hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L2
No
Kelompok
Ikan/Famili/Jenis Ikan
I.
Famili utama (mayor)
POMACENTRIDAE
Chromis ternatensis
C.ovalis
C. lepidolepis
Chrysiptera talboti
Amblyglyphidodon
curacao
Dascyllus aruanus
Abudefduf sordidus
A. bengalensis
Pomacentrus
moluccensis
Stegastes fasciolatus
POMACANTHIDAE
Centropyge bicolor
C. tibicens
APOGONIDAE
Cheilodipterus
quinquelineatus
Apogon kallopterus
A. bandanensis
A. aureus
A. hartzfeldi
A. compressus
A. fraenatus
TETRAODONTIDAE
Canthigaster valentini
C. solandri
Arothron stellatus
MONACANTHIDAE
Cantherhines pardalis
C. fronticinthus
SCARIDAE
Scarus ghobban
S. schlegeli
S. pyrrhurus
S. flavipectoralis
S. sordidus
CIRRITHIDAE
Cirrhitichtys sp
BALISTIDAE
Balistapus undulatus
Sufflamen chrysopterus
CAESIONIDAE
Pterocaeiso tile
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
1
2
1
2
3
4
5
1
1
2
1
BRK 2
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
BRB 2
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
BTR 2
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
1
-
2,0
-
4
9
4
8,0
18,0
8,0
1
2
3
-
2,0
4,0
6,0
-
3
-
6,0
-
3
2
6,0
4,0
2
3
4,0
6,0
-
-
3
6,0
-
-
1
-
2,0
-
1
2,0
1
-
2,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
5
10,0
-
-
2
4,0
2
1
4,0
2,0
4
-
8,0
-
1
1
2,0
2,0
4
4
8,0
8,0
-
-
-
-
3
6,0
1
2,0
2
4,0
4
8,0
3
1
1
-
6,0
2,0
2,0
-
1
-
2,0
-
2
5
2
-
4,0
10,0
4,0
-
1
3
-
2,0
6,0
-
1
2
1
2,0
4,0
2,0
-
-
1
-
2,0
-
1
-
2,0
-
1
1
2,0
2,0
-
-
-
-
1
2,0
2
-
4,0
-
4
-
8,0
-
2
-
4,0
-
-
-
1
3
2,0
6,0
1
2,0
1
2
-
2,0
4,0
-
6
1
-
12,0
2,0
-
2
1
4,0
2,0
4
1
1
1
-
8,0
2,0
2,0
2,0
-
3
-
6,0
-
3
3
-
6,0
6,0
-
-
-
-
-
1
2,0
2
4,0
1
2,0
-
-
-
-
-
-
3
-
6,0
-
1
2,0
1
-
2,0
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
8,0
-
162
Tabel 35 (Lanjutan)
No
1
2
3
4
5
1
2
7
3
4
5
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
1
Kelompok
Ikan/Famili/Jenis Ikan
BRK 2
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
BRB 2
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
BTR 2
Malam
Siang
Jlh N
Jlh N
HOLOCENTRIDAE
Sargocentron rubrum
1
2,0
Myripristis kuntee
1
2,0
M. melanostictus
1
2,0
Myripristis sp
2
4,0
2
4,0
1
2,0
Ostichthys kaianus
2
4,0
ACANTHURIDAE
Ctenochaetus striatus
3
6,0
3
6,0
2
4,0
5 10,0 4
8,0
7 14,0
Acanthurus bariena
2
4,0
2
4,0
Naso tuberosus
1
2,0
SERRANIDAE
Epinephelus fasciatus
1
2,0
E. merra
1
2,0
2
4,0
7 14,0 2
4,0
4
8,0
E. caeroleopunctatus
1
2,0
Cephalopolis miniata
1
2,0
1
2,0
C. orgus
1
2,0
C. boenak
1
2,0
1
2,0
LABRIDAE
Thalassoma lunare
2
4,0
1
2,0
Hologymnosus doliatus
1
2,0
Cheilinus diagrammus
3
6,0
3
6,0
5 10,0 6 12,0 1
2,0
1
2,0
C. chlorurus
1
2,0
1
2,0
2
4,0
C. trilobatus
4
8,0
1
2,0
C. bimaculatus
4
8,0
2
4,0
2
4,0
Halichoeres sp
1
2,0
Cheilo inermis
1
2,0
SIGANIDAE
Siganus punctatus
2
4,0
5 10,0 2
4,0
6 12,0 6 12,0
S. stellatus
1
2,0
1
2,0
S. doliatus
4
8,0
2
4,0
S. argenteus
1
2,0
1
2,0 10 20,0
S. rivulatus
S. corallinus
1
2,0 S. vulpinus
2
4,0
S. luridus
1
2,0
LETHRINIDAE
Lethrinus semicinctus
4
8,0
5 10,0
Lethrinus variegatus
1
2,0
CHAETODONTIDAE
Chaetodon kleinii
8 16,0 13 26,0 5 10,0 9 18,0 8 16,0 21 42,0
Total
39
70
62
63
57
98
Keterangan : N = Kelimpahan; BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar, BTR: Bubu
tanpa rumpon.
Jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu rumpon
kecil lokasi L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii
sebanyak 26,0 ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 40,0 ind/m2, kemudian
Ctenochaetus striatus pada malam hari sebanyak 22,0 ind/m2 dan siang hari
sebanyak 36,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Jenis ikan karang yang memiliki
163
kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L1 pada waktu penangkapan
malam hari adalah Ctenochaetus striatus sebanyak 40,0 ind/m2, sedangkan siang
hari sebanyak 12,0 ind/m2, kemudian Scarus ghobban pada malam hari sebanyak
22,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 24,0 ind/m2 , dan diikuti jenis lain. Jenis
ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu tanpa rumpon di lokasi
L1 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 22,0
ind/m2, sedangkan siang hari sebanyak 18,0 ind/m2, kemudian Ctenochaetus
striatus pada malam hari sebanyak 10,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 14,0
ind/m2, dan diikuti jenis lain. Berikut ini disajikan sebaran kelimpahan setiap
genus ikan karang pada alat tangkap bubu yang dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L1 (Gambar 36, 37 dan 38).
Gambar 36 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi di bubu rumpon kecil lokasi L1 pada penangkapan malam
hari adalah
Chaetodon, kemudian Ctenochaetus dan diikuti
genus lain,
sedangkan pada penangkapan siang hari di dominasi oleh genus Chaetodon,
kemudian Ctenochaetus dan diikuti genus lain.
Gambar 37 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L1 pada penangkapan malam
hari adalah Ctenochaetus, kemudian Scarus dan diikuti genus lain, sedangkan
pada penangkapan siang hari di dominasi oleh genus Scarus, kemudian
Chaetodon dan diikuti genus lain.
Gambar 38 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi di bubu tanpa rumpon lokasi L1 pada penangkapan malam
hari adalah Chaetodon, kemudian Cheilinus dan diikuti genus lain, sedangkan
pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Cheilinus, kemudian Chaetodon
dan diikuti genus lain.
164
BRK 1 Siang
BRK 1 Malam
50
40
30
20
10
0
10
20
30
40
50 Nilai
Kelimpahan
Chromis
Chrysiptera
Amblyglyphidodon
Centropyge
Dascyllus
Cheilodipterus
Abudefduf
Apogon
Canthigaster
Arothron
Cantherhines
Calatomus
Scarus
Meiacanthus
Ostracion
Cirrhitichtys
Pterocaesio
Ctenochaetus
Acanthurus
Epinephelus
Thalassoma
Hologymnosus
Cheilinus
Bodianus
Siganus
Parupeneu
Chaetodon
Gambar 36 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu rumpon kecil di lokasi L1.
165
BRK 1 Siang
BRK 1 Malam
50
40
30
20
10
0
10
20
30
40
50 Nilai
Kelimpahan
Chromis
Chrysiptera
Amblyglyphidodon
Apogon
Canthigaster
Cantherhines
Scarus
Balistapus
Abudefduf
Pomacentrus
Centropyge
Chaetodontoplus
Sargocentron
Ctenochaetus
Paraluterus
Acanthurus
Platax
Zebrasoma
Epinephelus
Cephalopolis
Cheilinus
Halichoeres
Xiphocheilus
Siganus
Chaetodon
Gambar 37 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu rumpon besar di lokasi L1.
166
BRK 1 Siang
BRK 1 Malam
50
40
20
30
10
0
10
20
30
40
50 Nilai
Kelimpahan
Chromis
Plectroglyphidodon
Centropyge
Chaetodontoplus
Apogon
Cheilodipterus
Canthigaster
Cantherhines
Pervagor
Calatomus
Scarus
Balistapus
Sargocentron
Myripristis
Pseudochromis
Ctenochaetus
Acanthurus
Epinephelus
Thalassoma
Hologymnosus
Cheilinus
Holichoeres
Chaerodon
Siganus
Lethrinus
Chaetodon
Gambar 38 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil
penangkapan bubu tanpa rumpon di lokasi L1.
167
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa genus ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon dan
tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan malam hari di dominasi oleh
Chaetodon, Ctenochaetus, Scarus dan Cheilinus, kemudian diikuti genus lain,
sedangkan penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, Ctenochaetus,
Scarus, dan Cheilinus, kemudian diikuti genus lain.
Selanjutnya jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu
rumpon kecil lokasi L2 pada waktu penangkapan malam dari adalah Chaetodon
kleinii sebanyak 16,0 ind/m2, sedangkan siang
hari sebanyak 26,0 ind/m2,
kemudian Scarus ghobban pada malam hari sebanyak 2,0 ind/m2 dan siang hari
sebanyak 12,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Jenis ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L2 pada waktu penangkapan
malam hari adalah Chaetodon kleinii sebanyak 10,0 ind/m2, sedangkan siang hari
sebanyak 18,0 ind/m2, kemudian Cheilinus diagrammus pada siang hari sebanyak
10,0 ind/m2 dan malam hari sebanyak12,0 ind/m2, Apogon aureus pada malam
hari sebanyak 10,0 ind/m2 dan siang hari sebanyak 6,0 ind/m2, dan diikuti jenis
lain. Selanjutnya jenis ikan karang yang memiliki kelimpahan tertinggi di bubu
tanpa rumpon lokasi L2 pada waktu penangkapan malam hari adalah Chaetodon
kleinii sebanyak 16,0 ind/m2, sedangkan siang
hari sebanyak 42,0
ind/m2,
kemudian Siganus punctatus pada malam hari sebanyak 12,0 ind/m2 dan siang
hari sebanyak 12,0 ind/m2, dan diikuti jenis lain. Berikut ini disajikan sebaran
kelimpahan setiap genus ikan karang pada alat tangkap bubu yang dioperasikan
bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 (Gambar 39, 40 dan 41).
168
BRK 1 Siang
BRK 1 Malam
50
40
30
10
20
0
10
20
30
40
0
50 Nilai
0 Kelimpahan
Chromis
Chrysiptera
Amblyglyphidodon
Apogon
Pomacentrus
Centropyge
Cantherhines
Scarus
Myripristis
Ostichthys
Ctenochaetus
Acanthurus
Hologymnosus
Epinephelus
Cheilinus
Siganus
Chaetodon
Gambar 39 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu rumpon kecil di lokasi L2.
Gambar 39 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi di bubu rumpon kecil lokasi L2 pada penangkapan malam
hari adalah Chaetodon, kemudian Cheilinus dan diikuti genus lain, sedangkan
pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, kemudian Siganus dan
diikuti genus lain.
169
BRK 1 Siang
BRK 1 Malam
50
40
30
20
10
0
10
20
30
40
50 Nilai
Kelimpahan
Chromis
Chrysiptera
Centropyge
Cheilodipterus
Abudefduf
Apogon
Canthigaster
Arothron
Cantherhines
Scarus
Cirrhitichtys
Balistapus
Sargocentron
Myripristis
Ctenochaetus
Acanthurus
Sufflamen
Naso
Epinephelus
Cephalopolis
Cheilinus
Siganus
Chaetodon
Gambar 40 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan bubu
rumpon besar di lokasi L2.
170
BRK 1 Siang
BRK 1 Malam
50
40
30
20
10
0
10
20
30
40
50 Nilai
Kelimpahan
Chromis
Chrysiptera
Amblyglyphidodon
Pomacentrus
Dascyllus
Centropyge
Stegastes
Cheilodipterus
Apogon
Arothron
Cantherhines
Scarus
Cirrhitichtys
Pterocaesi
Balistapus
Myripristis
Ctenochaetus
Epinephelus
Thalassoma
Cheilinus
Halichoeres
Cheilo
Siganus
Meiacanthus
Chaetodon
Gambar 41 Sebaran kelimpahan setiap genus ikan karang hasil tangkapan
bubu tanpa rumpon di lokasi L2.
171
Gambar 40 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L2 pada penangkapan malam
hari adalah Cheilinus, kemudian Chaetodon dan diikuti genus lain, sedangkan
pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Cheilinus, kemudian Chaetodon
dan diikuti genus lain.
Gambar 41 menunjukkan bahwa genus ikan karang yang memiliki
kelimpahan tertinggi di bubu rumpon besar lokasi L2 pada penangkapan malam
hari adalah Chaetodon, kemudian Siganus dan diikuti genus lain, sedangkan
pada penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, kemudian Siganidae
dan diikuti genus lain.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa genus ikan karang yang
memiliki kelimpahan tertinggi pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan malam hari di dominasi
oleh Chaetodon, Cheilinus dan Siganus, kemudian diikuti genus lain, sedangkan
penangkapan siang hari di dominasi oleh Chaetodon, Cheilinus dan Siganus,
kemudian diikuti genus lain.
5.3.4 Analisis hasil tangkapan bubu
Hasil analisis uji t terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon
selama 24 kali operasi penangkapan dengan
menganalisis BRK1 malam vs BRB1 malam ternyata T-Value = 0.35,
P-Value = 0.731. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang
dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1 dengan bubu rumpon besar
di lokasi L1 pada penangkapan malam hari dengan tingkat kepercayaan 95 %.
Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRK1 siang vs BRB1 siang ternyata
T-Value = -0.38, P-Value = 0.704. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1 dengan
bubu rumpon besar di lokasi L1 pada penangkapan siang hari dengan tingkat
kepercayaan 95 %.
172
Hasil analisis uji t terhadap BRK1 malam vs BTR1 malam ternyata
T-Value = 0.45,
P-Value = 0.658. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1 dengan
bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan malam hari dengan tingkat
kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRK1 siang vs BTR1
siang ternyata T-Value = 0.85,
tersebut
P-Value = 0.398. Berdasarkan hasil analisis
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L1
dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan siang hari dengan
tingkat kepercayaan 95 %.
Hasil analisis uji t terhadap BRB1 malam vs BTR1 malam ternyata
T-Value = 0.15,
P-Value = 0.882. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar di lokasi L1 dengan
bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan malam hari dengan tingkat
kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRB1 siang vs
BTR1 siang ternyata T-Value = 1.19,
analisis tersebut
P-Value = 0.242.
Berdasarkan hasil
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar
di lokasi L1 dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L1 pada penangkapan siang hari
dengan tingkat kepercayaan 95 %.
Hasil analisis uji
t
terhadap BRK2 malam vs BRB2 malam ternyata
T-Value = -1.73, P-Value = 0.091. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2 dengan
bubu rumpon besar di lokasi L2 pada tingkat kepercayaan 95 %. Selanjutnya
hasil analisis uji t terhadap BRK2 siang vs BRB2 siang ternyata T-Value = 0.37,
P-Value = 0.710. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil tangkapan bubu yang
dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2 dengan bubu rumpon besar
di lokasi L2 pada penangkapan siang hari dengan tingkat kepercayaan 95 %.
173
Hasil analisis uji t
terhadap BRK2 malam vs BTR2 malam ternyata
T-Value = -1.32, P-Value = 0.193. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2 dengan
bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan malam hari dengan tingkat
kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRK2 siang vs BTR2
siang ternyata T-Value = -1.32, P-Value = 0.196. Berdasarkan hasil analisis
tersebut
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon kecil di lokasi L2
dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan siang hari dengan
tingkat kepercayaan 95 %.
Hasil analisis uji t terhadap BRB2 malam vs BTR2 malam ternyata
T-Value = 0.33, P-Value = 0.740. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat
disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara hasil
tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar di lokasi L2 dengan
bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan malam hari dengan tingkat
kepercayaan 95 %. Selanjutnya hasil analisis uji t terhadap BRB2 siang vs BTR2
siang ternyata T-Value = -1.52, P-Value = 0.135. Berdasarkan hasil analisis
tersebut
dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan
antara hasil tangkapan bubu yang dioperasikan bersama rumpon besar di lokasi L2
dengan bubu tanpa rumpon di lokasi L2 pada penangkapan siang hari dengan
tingkat kepercayaan 95 %. Hasil analisis uji “t” dapat dilihat pada Lampiran 18.
5.4
Pembahasan
Kehadiran ikan karang sangat ditentukan oleh kondisi terumbu karang
di suatu perairan. Terumbu karang yang sudah rusak akan menurunkan populasi
stok ikan karang. Terumbu karang dapat berkembang dengan baik ditentukan
oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pertumbuhan
karang adalah cahaya, suhu, salinitas, kejernihan air, arus, substrat dan
kedalaman laut maksimum untuk hewan karang membentuk terumbu pada
kedalaman sekitar 40 m. Cahaya dibutuhkan untuk fotosintesa, suhu dibutuhkan
untuk pertumbuhan karang antara 25 – 300 C, salinitas antara 27 – 40 ppm, untuk
174
pertumbuhan karang dibutuhkan air yang jernih, karena kalau air keruh hewan
karang sulit membersihkan diri, arus diperlukan untuk mendatangkan makanan
berupa plankton dan substrat yang keras dan bersih dari lumpur sangat baik untuk
peletakan planula (larva karang) untuk membentuk koloni (Nontji, 2005).
Kondisi fisik dan kimia perairan lokasi penelitian juga sangat berpengaruh
terhadap kehadiran jenis-jenis ikan karang. Oleh karena itu, sebelum proses
pengangkatan bubu dilakukan terlebih dahulu diukur parameter fisik dan kimia
perairan. Pengukuran parameter fisik dan kimia perairan dilakukan pada pagi,
siang dan sore hari. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa nilai DO berada pada
kisaran
0.1 – 0.2 ml/l, pH berkisar antara 8.1 – 8.2, suhu berkisar antara
27 – 29 °C, salinitas rata-rata 33 ppm, kecerahan rata-rata 10 m, sedangkan
kecepatan arus berkisar antara 03.00 – 09.00 m/det dengan arah arus pada waktu
pagi hari menuju ke Barat, sedangkan pada siang dan sore hari arah arus
berlawanan ke arah Timur dan Barat.
Menurut hasil penelitian Alwi (2004) mengemukakan bahwa kondisi fisik
dan kimia perairan lokasi pemasangan rumpon memiliki kecepatan arus berkisar
antara 0,013 m/det – 0,22 m/det, kedalaman pemasangan rumpon sekitar 15 m,
suhu perairan antara 29 – 31,830 C dengan salinitas antara 29 – 31,67 ppt.
Kecerahan
perairan antara 40 – 54,67 %, oksigen terlarut 3,87 – 5,2 ppm,
sehingga kondisi ini cukup aman untuk pemasangan rumpon.
Bubu yang dioperasikan dalam penelitian ini tidak menggunakan umpan,
namun untuk menarik perhatian ikan untuk mendekati alat tangkap bubu
menggunakan rumpon. Pengoperasian bubu di perairan di letakkan bersama
rumpon dan tanpa rumpon. Pada kondisi ini ternyata kemampuan rumpon untuk
menarik ikan-ikan datang mendekati alat tangkap bubu sangat baik dan pada bubu
tanpa rumpon walaupun tanpa ada alat bantu untuk menarik ikan berkumpul,
ternyata bubu tanpa rumpon juga mempunyai kemampuan untuk menangkap ikan
karang tidak jauh berbeda dari bubu berumpon. Rumpon disini berperan dalam
mengumpulkan ikan-ikan sehingga proses kolonisasi terjadi. Adanya ikan-ikan
yang berkumpul di rumpon tentu akan beruaya ke alat tangkap bubu, akhirnya
masuk dan terperangkap.
175
Menurut Iskandar dan Diniah (1996), penggunaan rumpon untuk bubu
memberikan manfaat yang sangat besar terutama berkaitan dengan tingkah laku
ikan. Adanya rumpon dapat menarik perhatian ikan untuk berlindung ataupun
karena sifat thigmotaxis dari ikan itu sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan
plankton yang akan mengundang ikan
pemakan plankton untuk mendekati
rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan
kecil mengundang ikan besar untuk datang terutama dari ikan predator yang akan
membuat ikan besar terjebak masuk ke bubu.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ikan karang yang masuk kedalam
bubu berfluktuasi menurut jenis ikan. Ikan dari famili Pomacentridae,
Apogonidae, Labridae dan Chaetodontidae paling banyak masuk kedalam bubu
baik yang dioperasikan bersama rumpon maupun tanpa rumpon. Hadirnya kempat
famili dominan ini ada kaitan dengan adapatasi tingkah laku (adaptive behaviour)
terhadap rumpon dan bubu. Menurut Syandri (1988) mengemukan berdasarkan
sifat dan tujuannya, maka tingkah laku ikan dapat dibagi atas (1) forage behaviour
yaitu tingkah laku ikan untuk mempertahankan hidupnya lebih ditentukan oleh
tingkah laku makan; (2) reproductif behaviour yaitu tingkah laku yang
berhubungan dengan keturunan; dan (3) defence behaviour yaitu tingkah laku ikan
yang bertujuan untuk mempertahankan diri (territorial behaviour). Adaptasi
tingkah laku ikan di rumpon dan bubu lebih ditekankan pada adaptasi untuk
mencari makan dan untuk mempertahankan diri/berlindung.
Ikan Chaetodon kleinii secara visual terlihat menggunakan rumpon dan
bubu sebagai tempat mencari makan dan berlindung. Hal ini dapat dibuktikan
pada saat pengamatan, ikan tersebut sedang memakan makanan yang menempel
pada daun-daun atraktor rumpon maupun pada dinding bubu. Selain itu, ikan ini
selalu terlihat tidak berpindah tempat dan tetap berada di rumpon dan bubu.
Walaupun penelitian ini belum sampai pada analisis isi lambung ikan yang
di amati, namun Edrus dan Syam, 1998
telah membukti bahwa makanan
kesukaan ikan Chaetodon kleinii adalah polip coral, algae dan zooplankton.
Diduga perifiton yang menempel pada daun-daun atraktor rumpon dimanfaatkan
oleh ikan Cahetodon kleinii sebagai sumber makanannya. Hal ini terlihat juga
pada famili Pomacentridae, Apogonidae, dan Labridae dimana keempat jenis ikan
176
ini memiliki kesukaan jenis makanan hampir mirip. Kehadiran keempat famili
ikan karang ini karena saling kompetisi dalam mencari makan serta mencari
tempat perlindungan di rumpon dan bubu. Menurut Kuiter (1992) mengemukakan
bahwa makanan yang dimakan oleh beberapa famili ikan karang dapat dilihat
pada Tabel 36.
Tabel 36 Jenis makanan yang dimakan beberapa famili ikan karang
Famili ikan
Gobiidae (Amblygobius sp)
Scraidae
Scorpaenidae
Siganidae
Plesiopidae
Nemipteridae
Malacanthidae
Lutjanidae
Caesionidae
Lethrinidae
Chaetodontidae
Pomacanthidae
Pomacentridae
Labridae
• Cheilinus sp
• Labroides sp
Jenis makanan
Invertebrata, coral dan spongs
Algae
Ikan, crustacea
Filter feeder, grazing, weeds dan algae
Plankton
Invertebrata kecil
Zooplankton yang mengapung
Ikan, crustacea dan plankton
Zooplankton
Hewan-hewan yang hidup di pasir dan
pecahan-pecahan karang
Polip coral, algae, cacing, invertebrata
dan zooplankton
Algae dan spongs
Invertebrata, algae dan zooplankton
Invertebrata, crustacea dan cacing
Polip coral
Ikan yang tertangkap pada alat tangkap bubu dioperasikan bersama rumpon
dan tanpa rumpon memiliki ukuran tubuh berbeda-beda. Perbedaan ini karena
ukuran panjang tubuh ikan karang yang tertangkap bervariasi. Ukuran yang
berbeda menandakan bahwa ikan karang memiliki keunikan tersendiri dengan
ikan-ikan dari kelompok lain terutama dari segi ukuran tubuh karena ikan karang
memiliki variasi ukuran dalam kelompok. Dari hasil penelitian terlihat bahwa
ikan dari kelompok famili utama (mayor) ukuran tubuhnya kecil tapi ada beberapa
jenis yang berukuran besar seperti famili Scaridae, Caesionidae, Aulostomidae,
dan lain-lain, kelompok target umumnya berukuran lebih besar, sedangkan untuk
kelompok indikator umumnya ikan-ikannya berukuran kecil.
Pendapat lain juga dikemukan
Reppie
et al. 2006 bahwa ada terjadi
peningkatan ukuran panjang dan berat individu ikan yang hadir pada terumbu
177
buatan menunjukkan bahwa beberapa spesies cenderung mengalami recruitment,
tetapi beberapa spesies hanya muncul pada awal pengamatan dan menghilang
pada bulan berikutnya.
Menurut Tiyoso (1979) diacu oleh Suci (1993) mengemukakan bahwa
fluktuasi hasil tangkapan dari jenis alat tangkap bubu terjadi karena (1) migrasi
dan perubahan harian, musiman maupun tahunan dari kelompok ikan; (2)
keragaman ukuran ikan dalam populasi; dan (3) tepat tidaknya penentuan
pemasangan bubu, karena alat tangkap ini bersifat pasif dan menetap.
Menurut FAO (1968) diacu oleh Pramono (2006), metode pengoperasian
bubu terdiri dari (1) Tali temali (rigging) berupa pemasangan tali temali terutama
untuk pelampung tanda; (2) Pemasangan umpan; (3) Pemasangan bubu (setting) :
keberhasilan penangkapan ikan sangat tergantung pada lokasi penempatan bubu
dan posisi penempatan bergantung pada jenis ikan yang menjadi sasaran
penangkapan; (4) Lama perendaman (soaking time) : bergantung pada tingkah
laku dari ikan sasaran penangkapan dan daya tahan umpan. Pada saat ikan sangat
aktif mencari makan, lama perendaman hanya butuh beberapa menit; dan (5)
Pengangkatan (haulling) dilakukan secara manual maupun dengan bantuan mesin
line hauler. Setelah bubu diangkat, hasil tangkapan dipindahkan ke palkah atau
keranjang yang telah disiapkan sebelumnya.
Dari data tersebut terlihat bahwa faktor utama yang berpengaruh terhadap
hasil tangkapan bubu ditentukan dari aktivitas ikan diurnal dan nokturnal dalam
mencari makan, serta pola renang dan pola gerak ikan di sekitar dan di dalam
bubu. Menurut High and Beardskey (1970) diacu oleh Baskoro dan Effendie
(2005), faktor yang mempengaruhi laju tangkapan adalah efek penyebaran. Pada
saat sejumlah ikan berenang banyak di dalam bubu mencoba untuk melepaskan
diri, ikan lain di luar bubu yang pada mulanya terangsang dapat menjadi takut dan
menjauhi. Efek penyebaran ini selalu diamati volume ikan yang tertangkap
mendekati volume bubu.
Hasil analisis uji t antara hasil tangkapan bubu pada BRK1m vs BRB1 m,
BRK1s vs BRB1s, BRK1m vs BTR1m, BRK1s vs BTR1s, BRB1m vs BTR1m
dan BRB1s dan BTR1s ternyata tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan
bubu diantara ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon
178
besar dan tanpa rumpon) di lokasi L1) pada penangkapan malam maupun siang
hari dengan tingkat kepercayaan 95 %.
Hasil analisis uji t antara BRK2m vs BRB2m, BRK2s vs BRB2s, BRK2m
vs BTR2m, BRK2s vs BTR2s, BRBB2m vs BTR2m, BRBB2s vs BTR2s ternyata
tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu diantara ketiga jenis
metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar dan tanpa rumpon) di
lokasi L2) pada penangkapan malam maupun siang hari dengan tingkat
kepercayaan 95 %.
Berdasarkan hasil analisis statistik menunjukkan bahwa data dari sampel
yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu diantara ketiga
metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar dan tanpa rumpon)
baik pada penangkapan malam maupun siang hari. Namun secara visual rumpon
mampu mengumpulkan ikan terlihat dari adanya proses akumulasi berbagai jenis
ikan di sekitarnya. Tidak ada pengaruh karena lama waktu pemasangan rumpon
dan waktu operasi penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan
kesempatan untuk ikan-ikan lebih lama berkumpul di rumpon dan akhirnya masuk
ke bubu.
Menurut
Martasuganda
(2003),
waktu
pemasangan
(setting)
dan
pengangkatan (hauling) bubu dilakukan pada waktu pagi hari, siang hari dan sore
hari, sebelum matahari terbenam atau malam hari tergantung dari nelayan yang
mengoperasikannya. Lama perendaman bubu di perairan ada yang hanya
direndam beberapa jam,
satu
malam, tiga malam bahkan ada yang sampai
seminggu.
5.5 Kesimpulan dan Saran
5.5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut :
Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili).
Di lokasi yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon
mempunyai hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan
179
dari bubu rumpon kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih
muda. Jenis ikan karang terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata.
Tiga jenis ikan yang paling banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii,
Ctenochaetus striatus dan Scarus ghobban. Di lokasi yang didominasi karang
keras (L1), dua genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari oleh
bubu, baik dengan rumpon maupun tanpa rumpon, adalah Ctenochaetus dan
Chaetodon, sedangkan jenis ikan yang banyak tertangkap pada siang hari adalah
Chaetodon dan Cheilinus. Di lokasi yang didominasi karang lunak (L2), genus
ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari adalah Chaetodon dan
Cheilinus, sedangkan siang hari adalah Chaetodon, Cheilinus dan Siganus.
Data dari sampel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan
bubu di antara ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon
besar, dan tanpa rumpon) karena lama waktu pemasangan rumpon dan waktu
operasi penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan kesempatan untuk
ikan-ikan lebih lama berkumpul dan masuk ke bubu.
5.5.2 Saran
Informasi
yang diperoleh melalui penelitian ini masih terbatas, maka
disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan tentang pengaruh bentuk, jarak
dan jumlah rumpon dan bubu serta posisi penempatan di perairan terhadap hasil
tangkapan bubu.
6
PEMBAHASAN UMUM
Terumbu karang termasuk salah satu ekosistem di daerah tropis yang
mempunyai keanekaragaman hayati tinggi, salah satunya adalah ikan karang. Ikan
karang berinteraksi dengan ekosistem terumbu karang dan menghabiskan masa
hidupnya hanya pada ekosistem tersebut. Sifat dan tingkah laku ikan karang
berbeda-beda tergantung dari jenis ikannya. Agar ikan karang mudah tertangkap
pada alat tangkap yang dikehendaki, maka pengetahuan tentang tingkah laku ikan
karang perlu dipahami.
Tingkah laku adalah suatu orientasi reaksi sebagai keseimbangan bilateral
yang terpenting dari suatu reaksi (Fraenkel and Gunn, 1961 diacu oleh Zhou dan
Shirley, 1997). Tingkah laku ikan merupakan salah satu informasi yang sangat
mendasar dibutuhkan dalam perencanaan kegiatan penangkapan ikan. Pemahaman
tentang tingkah laku ikan terutama ikan yang menjadi target penangkapan dapat
membantu dan mempermudah untuk memilih alat tangkap yang tepat, sehingga
proses penangkapan ikan dapat memberikan hasil yang optimal. Selama ini
terlihat banyak kekurangan dalam usaha penangkapan ikan karang karena
keterbatasan pengetahuan nelayan dalam pemahaman teknologi penangkapan
ikan.
Beberapa alat tangkap yang digunakan dalam penangkapan ikan karang
seperti pancing ulur, bubu, pancing rawai, gill net, sero dan pukat. Dari sekian
banyak alat tangkap di atas, pemilihan bubu sebagai alat penangkapan ikan dasar
dan ikan karang sangat tepat, terutama jika dilihat dari segi mutu hasil tangkapan.
Selain itu, ada juga para nelayan yang ingin mendapat hasil tangkapan secara
cepat dan dalam jumlah banyak biasanya menangkap dengan menggunakan bahan
peledak (blast fishing) dan racun.
Untuk memikat ikan datang pada alat tangkap bubu, selama ini nelayan
menggunakan umpan. Namun penangkapan ikan karang dengan bubu juga dapat
dilakukan tanpa umpan atau dengan menggunakan pikatan lain. Salah satu pikatan
yang digunakan untuk membantu proses penangkapan ikan karang dengan alat
tangkap bubu menggunakan rumpon.
181
Penggunaan rumpon dalam penangkapan ikan karang masih sangat jarang
dan hanya masih pada taraf uji coba penangkapan melalui penelitian. Walaupun
hasil penelitian tentang penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan
ikan karang masih sangat minim, namun dari beberapa hasil penelitian yang sudah
dilakukan ternyata teknologi rumpon ini sangat membantu dalam penangkapan
ikan karang. Bahkan keuntungan yang diperoleh lebih besar dari bubu yang
dioperasikan tanpa rumpon.
Berhasil tidaknya trip usaha penangkapan ikan di laut pada dasarnya
bagaimana mendapatkan daerah penangkapan (fishing ground), gerombolan ikan
dan keadaan potensinya, untuk kemudian dilakukan operasi penangkapan.
Beberapa cara untuk mendapatkan (mengumpulkan) kawanan ikan sebelum
penangkapan dilakukan dengan menggunakan alat bantu penangkapan (fish
aggregating devices atau lure) atau disebut rumpon. Kedudukan rumpon dalam
usaha penangkapan ikan di Indonesia sangat penting ditinjau dari segala segi baik
biologis maupun ekonomi (Subani dan Barus, 1988).
Pengetahuan tentang reaksi ikan terhadap berbagai rangsangan lingkungan
sangat penting untuk mendeteksi konsentrasi ikan dan merupakan faktor penentu
untuk memperbaiki alat tangkap dan metode penangkapan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi penyebaran dan tingkah laku ikan antara lain : suhu , arus, cahaya,
spawning dan survival larva, migrasi diurnal dan vertikal serta perubahan diurnal
lainnya. Faktor lain yang berpengaruh juga terhadap tingkah laku ikan seperti
salinitas, upwelling, musim, gelombang, makanan dan faktor meteorologi (Hela
dan Laevastu, 1970). Selanjutnya menurut Mckeown (1985), ikan melakukan
migrasi dipengaruhi oleh suhu, intensitas cahaya, polarisasi cahaya, kualitas
cahaya, predator, makanan dan parameter lain termasuk kedalaman perairan dan
karakteristik ruang yang bervariasi bagi ikan.
Pengetahuan tentang tingkah laku ikan merupakan salah satu faktor dalam
mendisain alat tangkap yang memberikan rangsangan (stimulus) untuk menarik
ikan-ikan. Rangsangan untuk menarik ikan seperti rangsangan optik, kimia, bunyi
(akustik) atau taktik alami. Ide untuk menarik ikan dapat dilakukan dengan
menyediakan tempat persembunyian (heding place). Salah satu cara yang
182
digunakan dengan menyediakan tempat sehingga ikan terkonsentrasi, dan dapat
digunakan pada beberapa alat tangkap seperti perangkap (traps) (Brandt, 1964).
Operasi penangkapan ikan dengan alat tangkap bubu erat hubungannya
dengan tingkah laku ikan sebagai faktor penentu keberhasilan operasi
penangkapan ikan. Pengetahuan tentang tingkah laku ikan dapat memperbaiki
serta merubah alat maupun metode penangkapan yang memungkinkan untuk
meningkatkan
efisiensi
penangkapan
dalam
pengembangan
teknologi
penangkapan ikan .
Penyediaan tempat-tempat untuk bersembunyi maupun berlindung bagi ikan
sebagai salah satu pikatan digunakan alat berbentuk perangkap. Bubu merupakan
alat tangkap termasuk ke dalam perangkap atau penghadang. Alat ini berupa
jebakan. Penangkapan dengan alat tangkap bubu memberikan kemungkinan untuk
ikan mudah masuk dan tidak bisa meloloskan diri dan akhirnya terperangkap.
Bubu pada umumnya digunakan untuk menangkap crustacea, juga
digunakan untuk menangkap ikan predator dan moluska. Disain bubu umumnya
sama, bubu dibuat dari bingkai yang ditutupi dengan mata jaring, memiliki satu
atau dua pintu masuk. Pintu masuk didisain mencegah hewan-hewan meloloskan
diri (Jennings et al. 2001). Menurut Sainsbury (1996), bubu dapat di konstruksi
dari kayu, kawat baja tahan karat, kawat mata jaring, plastik, atau kawat plastik,
dan ukuran dan disainnya tergantung pada yang menggunakan baik di daerah
dekat pantai maupun laut lepas. Bubu dapat ditempatkan di dasar perairan
tergantung dari spesies atau pada berbagai kedalaman perairan.
Pengoperasian bubu dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu : bubu dasar
(ground fishpot), bubu apung (floating fishpot) dan bubu hanyut (drifting fishpot).
Menurut cara pengoperasiannya bubu dasar dapat dioperasikan dengan dua cara
yaitu dipasang secara terpisah dimana satu bubu dipasang dengan satu pelampung
(single trap) dan beberapa bubu dirangkai menjadi satu dengan menggunakan satu
tali utama (long line traps).
Metode pengoperasian untuk semua jenis bubu pada umumnya hampir
sama, yaitu di pasang di daerah penangkapan yang sudah diperkirakan banyak
hidup ikan (ikan dasar, kepiting, udang, keong, dan lain-lain) yang akan dijadikan
183
target penangkapan. Waktu pemasangan (setting) dan pengangkatan (hauling) ada
yang dilakukan pada waktu pagi hari, siang hari dan sore hari, sebelum matahari
terbenam atau malam hari tergantung dari nelayan yang mengoperasikannya.
Lama perendaman bubu di perairan ada yang hanya di rendam beberapa jam, ada
yang dalam semalam, ada juga sampai tiga hari, bahkan ada yang sampai 7 hari
(Martasuganda, 2003).
Bubu merupakan alat tangkap pasif, sehingga agar ikan masuk ke bubu perlu
dilakukan hal-hal yang dapat menarik perhatian ikan, selain umpan sebagai alat
pemikat ikan, tetapi dapat pula dikombinasikan dengan rumpon. Fish Aggregating
Devices (FADs) banyak digunakan dalam operasi penangkapan ikan terutama
dalam penangkapan ikan pelagis yang dikumpulkan dengan menggunakan objek
yang mengapung, itu juga sama pada ikan karang yang dikumpulkan dengan
habitat dasar buatan (Uda, 1933; Kimura, 1954; Kojima, 1956; Inoue et al. 1963,
1968; Gooding, 1965; Gooding dan Magnuson, 1967; Greeblatt, 1979, diacu oleh
Ibrahim et al. 1996).
Menurut Kuperan et al. (1997), Artificial Reefs (ARs) yang digunakan
sebagai alat pengumpul untuk menarik ikan dan menyediakan tempat berlindung
bagi ikan disebut Fish Aggregating Devices (FADs). Rumpon disebut sebagai alat
bantu penangkapan karena alat ini hanya bersifat membantu untuk mengumpulkan
ikan pada suatu tempat (titik) , kemudian dilakukan operasi penangkapan (Subani,
1986 diacu oleh Prakoso, 2005).
Penggunaan rumpon bersama bubu memberikan manfaat yang sangat besar
terutama yang berkaitan dengan tingkah laku ikan. Adanya rumpon dapat menarik
perhatian ikan untuk berlindung ataupun karena sifat thigmotaxis dari ikan itu
sendiri. Rumpon juga dapat mendatangkan plankton yang akan mengundang ikan
pemakan plankton untuk mendekati rumpon, sehingga di sekitar rumpon akan
ditemukan ikan-ikan kecil. Adanya ikan kecil mengundang ikan besar untuk
datang terutama dari ikan predator yang akan membuat ikan besar terjebak masuk
ke bubu.
Mikroorganisme yang menempel pada atraktor rumpon penting sebagai
makanan ikan karang dikenal dengan sebutan perifiton. Biomassa perifiton yang
184
terbentuk merupakan sumber makanan alami biota air yang lebih tinggi yaitu
zooplankton, juvenil udang, moluska dan ikan (Klumpp et al. 1992 diacu oleh
Zulkifli, 2000).
Perifiton sebagai bagian dari plankton merupakan salah satu organisme
perairan yang sangat penting dan mempunyai peranan utama dalam siklus
kehidupan di laut. Dalam kedudukannya sebagai rantai awal siklus kehidupan
dalam air, plankton berfungsi sebagai produsen primer serta mampu menyediakan
energi bagi organisme lain yang hidup di lingkungannya termasuk ikan (Sachlan,
1982 diacu oleh Suprato, et al. 1991). Dengan mengetahui kondisi plankton baik
secara kuantitas maupun kualitas akan sangat membantu dalam penentuan
populasi ikan atau biota lain yang dapat dipakai
sebagai petunjuk daerah
penangkapan.
Perkembangan
perifiton
menuju
kemantapan
komunitasnya
sangat
ditentukan oleh kemantapan keberadaan substrat. Substrat dengan benda hidup
sering bersifat sementara karena adanya proses pertumbuhan dan kematian. Setiap
saat pada substrat hidup akan terjadi perubahan lingkungan sebagai akibat dari
respirasi dan asimilasi, sehingga mempengaruhi komunitas perifiton. Pada
substrat benda mati akan lebih menetap (permanen) meskipun pembentukan
komunitas lamban maupun lebih mantap tidak mengalami perubahan, rusak atau
mati (Ruttner,1974, diacu oleh Zulkifli, 2000).
Tipe substrat sangat menentukan proses kolonisasi dan komposisi perifiton.
Hal ini berkaitan erat dengan kemampuan dan alat penempelnya. Kemampuan
menempel pada substrat menentukan eksistensinya terhadap pencucian oleh arus
atau gelombang yang dapat memusnahnya. Untuk menempel pada
substrat,
perifiton mempunyai alat penempel yaitu (1) rhizoid, seperti pada Oedogonium
dan Ulothrix; (2) tangkai gelatin panjang atau pendek, seperti Cymbella,
Gomphonema dan Achnanthes; (3) bantalan gelatin berbetuk setengah bulatan
(sphaerical) yang diperkuat dengan kapur atau tidak, seperti Rivularia,
Chaethopora dan Ophyrydium (Osborn, 1993 diacu oleh Zulkifli, 2000).
Jenis perifiton yang menempel pada atraktor rumpon lontar dan gewang
secara keseluruhan berjumlah 85 spesies, 70 genus, 36 famili dan 15 kelas. Dari
185
data tersebut terlihat bahwa kelas Bacillariophyceae yang mendominasi komposisi
perifiton
dengan jumlah spesies/jenis, genus maupun famili lebih banyak
dibandingkan
dengan
kelas
perifiton
lainnya.
Melimpahnya
kelas
Bacillariophyceae karena mempunyai alat berupa tangkai gelatin untuk
melekatkan diri pada substrat tertentu ada yang bercabang atau panjang. Dengan
alat ini, kelas Bacillariophyceae mempunyai kemampuan untuk menahan arus
yang relatif deras (Erliana 1988 diacu oleh Arnofa, 1997).
Kemampuan organisme yang menempel pada FADs spesiesnya bervariasi
tergantung dari ketahanan FADs dan kondisi tekstur substrat. Hasil penelitian
Ibrahim, et al. 1996 menunjukkan bahwa kepadatan organisme yang menempel
pada FADs tergantung dari substrat di perairan. Ketahanan FADs dari daun
kelapa relatif lebih pendek. Kepadatan organisme bertambah
dalam periode
tertentu tergantung dari kualitas substrat dan tidak dapat meningkatkan kepadatan
organisme.
Menurut Seaman dan Spraque (1991), FADs termasuk habitat buatan dapat
menyediakan sumber makanan, sebagai tempat berlindung dan tempat asuhan dan
tempat berpijah. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap habitat buatan
seperti tipe substrat di sekitarnya, jumlah, isolasi habitat-habitat yang mirip,
kedalaman, lintang, musim dan temperatur, kualitas air (salinitas, kecerahan dan
bahan pencemar) arus dan produktivitas perairan.
Fish Aggregating Devices (FADs) di Malaysia disebut “Unjam”, dibuat dari
daun kelapa, tali pemberat dihubungkan dengan pelampung bambu dan
jangkarnya terbuat dari pasir yang diisi dalam karung. Unjam ditempatkan di
perairan pada kedalaman antara 5 – 60 km dari garis pantai yang dibagi antara
5 – 20 kelompok, tergantung kekayaan daerah penangkapan (Ibrahim et al. 1990
diacu oleh Ibrahim et al. 1996).
Berkumpulnya ikan pada FADs dan bubu sangat tergantung dari daya
penglihatannya. Menurut Moyle (1993) diacu oleh
Mubarok (2003),
berkumpulnya ikan sangat tergantung pada daya penglihatan, di mana setiap
anggota kawanan mengikuti ciri-ciri kunci dari ikan di sekitarnya. Ketergantungan
186
terhadap penglihatan inilah yang menyebabkan kawanan ikan biasanya akan
bubar.
Struktur kawanan ikan dapat dibagi menjadi empat kelompok (1) bergerak
(semua anggota kawanan bergerak ke suatu arah); (2) bergerombol (ikan
melakukan sedikit pergerakan dan menghadap ke berbagai arah); (3) bertahan
(kawanan sebagai satu unit melakukan pergerakan untuk menghindari pemangsa);
dan (4) makan (dalam suatu kawanan, ikan merubah posisi dan arah secara cepat
untuk mengejar mangsa). Bentuk, ukuran, kepadatan dan struktur kawanan ikan
dalam suatu waktu sangat bervariasi walaupun kawanan tersebut terbentuk dari
jenis ikan yang sama . Hal ini terjadi karena karakter kawanan ikan labil
adaptasinya terhadap perubahan kondisi perairan (Radakov, 1972, diacu oleh
Mubarok, 2003).
Tingkah laku berkumpulnya ikan berkembang sebagai adaptasi dan
sebagaimana bentuk tingkah laku lainnya dari suatu jenis ikan. Selain itu, tingkah
laku berkumpulnya ikan juga menjamin keselarasan antara suatu jenis ikan
dengan lingkungannya. Karakteristik tingkah laku berkumpulnya ikan merupakan
salah satu faktor biologis yang penting untuk menentukan kebijakan dalam dunia
perikanan tangkap (Radakov, 1972, diacu oleh Mubarok, 2003).
Tingkah laku ikan karang yang hadir di rumpon dan bubu beranekaragam
terutama menyangkut jarak (radius) ikan terhadap rumpon dan bubu, lama waktu,
pola renang, pola gerak, interaksi ikan karang terhadap zone of influence alat
tangkap bubu, serta cara ikan masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu. Jarak
setiap jenis ikan karang terhadap rumpon dan bubu berbeda-beda umumnya
berada antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan karang hadir di rumpon dan bubu
umumnya > 30 menit. Pola renang umumnya beragam dan dominan bersifat
soliter, sedangkan pola gerak yang ditampilkan beranekaragam tergantung pada
jenis ikan. Begitu juga cara ikan masuk dan meloloskan diri berbeda tergantung
pada jenis ikan.
Ikan karang berinteraksi terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat
tangkap bubu berbeda-beda sangat dipengaruhi oleh jarak,
lapisan renang
(swimming layer), batas pandang (visbility) ikan terhadap benda-benda yang
187
berada di perairan, kecepatan renang, pola renang dan pola gerak ikan di sekitar
alat tangkap. Setiap alat tangkap mempunyai zona pengaruh yang berbeda-beda
terhadap tingkah laku ikan. Menurut Nikonorov (1975), dalam menguji zona
pengaruh dari suatu alat tangkap diasumsikan bahwa zona pengaruh alami
terhadap tingkah laku ikan yang di determinasi tergantung dari disain suatu alat
tangkap. Zona pengaruh mempunyai efek yang berbeda terhadap tingkah laku
ikan tergantung dari disain suatu alat tangkap.
Penggunaan bubu bersama rumpon sangat berperan dalam proses
penangkapan ikan karang. Hal tersebut bisa dilihat dari kemampuan rumpon untuk
mengumpulkan ikan-ikan untuk mempermudah proses penangkapan bubu. Dari
hasil penelitian terlihat bahwa tingkah laku ikan karang yang hadir di sekitar
rumpon dan bubu ternyata berbeda-beda menurut jenis ikan. Jarak ikan terhadap
bubu dan rumpon, pola renang dan pola gerak berbeda-beda menurut jenis ikan.
Informasi ini penting dibutuhkan untuk menentukan posisi penempatan bubu dan
rumpon di perairan dalam penangkapan ikan karang. Jarak ikan karang terhadap
rumpon dan bubu serta pola geraknya menentukan pola interaksi ikan karang
terhadap zona pengaruh (zone of influence) alat tangkap bubu dan peranan rumpon
dalam memperbesar zona pengaruh (field of influence) alat tangkap bubu.
Penggunaan bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang
merupakan suatu inovasi yang baru dicobakan di lokasi penelitian. Menurut
Mardikanto (1993) mengemukakan bahwa inovasi adalah sesuatu ide, perilaku,
produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui,
diterima dan digunakan/diterapkan/dilaksanakan oleh sebagian besar masyarakat
dalam suatu lokalitas tertentu, atau dapat mendorong terjadinya perubahanperubahan di segala
aspek kehidupan masyarakat demi selalu terwujudnya
perbaikan-perbaikan mutu hidup setiap individu dan seluruh warga masyarakat
yang bersangkutan.
Pengertian inovasi sendiri merupakan perpaduan antara alat dan cara, teknik
atau metode yang diterapkan dalam bidang tertentu. Perpaduan antara alat dan
cara, teknik atau metode disebut teknologi. Teknologi terdiri dari dua dimensi
yaitu ilmu pengetahuan (science) dan rekayasa (engineering), dimana keduanya
188
saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Teknologi dapat berupa teknik, metode
atau cara serta peralatan yang dipergunakan untuk menyelenggarakan pelaksanaan
suatu rancangan transformasi input menjadi output, dengan sasaran tertentu yang
didasarkan atas science dan engineering tercapai (Sewoyo, 2001 diacu oleh Bugis,
2006).
Ditinjau dari dimensi teknologi tersebut makan defenisi teknologi
penangkapan ikan adalah seluruh teknik, metode, cara serta peralatan yang
digunakan untuk menangkap ikan khusus ikan karang Teknologi penangkapan
ikan karang dibagi dalam dua kategori berdasarkan dampak negatif yang
diakibatkan oleh pengoperasian alat tangkap yaitu legal fishing dan destructive
fishing (Sewoyo, 2001 diacu oleh Bugis, 2006). Akibat dari pengembangan
metode penangkapan ikan karang yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan,
mengakibat terjadinya degradasi terhadap sumberdaya terumbu karang.
Pengaturan posisi penempatan bubu dan rumpon di perairan merupakan
suatu penyempurnaan terhadap teknologi penangkapan ikan karang. Pengaturan
posisi penempatan bubu dan rumpon di perairan diharapkan
ikan-ikan yang
tertangkap akan terseleksi sehingga peluang ikan yang tertangkap akan berkurang
serta mengurangi laju degradasi sumberdaya ikan di terumbu karang. Penggunaan
bubu bersama rumpon dalam penangkapan ikan karang dapat digunakan untuk
mendukung pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya terumbu
karang.
Upaya ini perlu dilakukan dalam mewujudkan tujuan pengelolaan
perikanan yang diamanatkan dalam UU No. 31 Tahun 2004.
Pengertian pengelolaan perikanan menurut UU No. 31 Tahun 2004 adalah
semua upaya, termasuk proses yang terintegrasi dalam pengumpulan informasi,
analisis, perencanaan, konsultasi, pembuatan keputusan, alokasi sumberdaya ikan,
dan implementasi serta penegakan hukum dari peraturan perundang-undangan
di bidang perikanan, yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas lain yang
diarahkan untuk mencapai kelangsungan produktivitas sumberdaya hayati dan
tujuan yang disepakati.
189
Menurut Soekarno (2000), mengelola perikanan terumbu karang adalah
suatu usaha memanfaatkan komoditi perikanan di terumbu karang secara optimal
dan berkelanjutan. Ada empat aspek yang perlu diperhatikan sebagai indikator
pembangunan berkelanjutan dalam pengelolaan sumberdaya perikanan khususnya
pengelolaan perikanan karang yang berkaitan dengan penggunaan bubu dan
rumpon dalam penangkapan ikan karang antara lain :
(1) Ekologi
Pemasangan rumpon bersama bubu dalam penangkapan ikan karang
merupakan salah satu cara untuk mengurangi laju kerusakan terumbu karang,
dimana para nelayan tidak saja menangkap ikan pada terumbu karang yang masih
baik, tetapi dapat juga pada terumbu karang yang sudah mengalami degradasi.
Penempatan rumpon di perairan karang di maksud untuk melindungi ekosistem
karang yang masih baik sehingga laju penangkapan ikan karang di terumbu
karang yang masih baik dapat ditekan agar ikan karang terus berkembangbiak dan
menjadikannya sebagai bank ikan. Upaya ini perlu dilakukan untuk melindungi
sumberdaya terumbu karang sebagai salah satu tujuan konservasi.
Pemasangan rumpon dan bubu pada lokasi terumbu karang yang sudah
rusak diibaratkan mirip terumbu karang alami, dimana rumpon akan berfungsi
sebagai tempat berlindung dan menyediakan makanan bagi ikan-ikan terutama
ikan target. Diharapkan proses rekruitmen terhadap populasi ikan karang akan
terus meningkat sehingga ikan-ikan akan beruaya ke lokasi pemasangan rumpon
dan mendekati alat tangkap bubu, akhirnya masuk dan tertangkap.
(2) Biologi
Penangkapan ikan karang dengan alat tangkap bubu bersama rumpon tidak
memberikan dampak negatif terhadap sumberdaya ikan karang dan lingkungannya
asalkan dilakukan dengan metode penangkapan yang tepat. Ikan-ikan yang
tertangkap akan terseleksi berdasarkan kedalaman penempatan bubu dan rumpon.
Pengaturan ini akan membuat perimbangan dalam pemanfaatan sumberdaya ikan
di terumbu karang dan sekaligus menekan kerusakan karang. Selama ini salah
190
satu faktor penyebab kerusakan karang terbesar berasal dari tekanan penangkapan.
Dengan demikian ikan-ikan yang menjadi target
penangkapan akan mudah
dikontrol serta akan ada kesempatan bagi ikan karang untuk meningkatkan
populasinya melalui proses akumulasi. Bila terumbu karang terjaga ikan akan
melimpah sehingga produksi ikan karang terus meningkat .
(3) Ekonomi
Penangkapan ikan karang menggunakan bubu bersama rumpon tidak
membutuhkan biaya yang besar. Material pembuatan alat tangkap dan alat bantu
penangkapan ini dapat diperoleh dengan mudah di lokasi usaha. Selain itu,
pengontrolan dapat dilakukan dengan mudah tanpa harus membuang bahan bakar
dan tenaga untuk mencari daerah penangkapan ikan kemana-mana. Usaha
penangkapan dapat dilakukan baik dalam bentuk perorangan maupun kelompok
karena pengoperasian penangkapan tidak sulit. Bila usaha penangkapan ikan
karang berkembang dengan baik, maka sumber pendapatan nelayan akan terus
meningkat.
(4) Sosial budaya
Penggunaan bubu dalam penangkapan ikan karang bukanlah hal baru bagi
para nelayan. Namun usaha penangkapan bubu
bersama rumpon merupakan
teknologi penangkapan yang masih jarang dilakukan, sehingga hasil-hasil
penelitian yang sudah dilakukan perlu disosialisasikan bagi para nelayan agar
teknologi ini dapat dipahami dan dipraktekan. Bila usaha penangkapan bubu
bersama rumpon berkembang dengan baik, niscaya nelayan tidak akan kehilangan
lapangan pekerjaannya.
Menurut Cochrane (2002) diacu oleh Mangga Barani (2005) tujuan (goal)
umum dalam pengelolaan perikanan meliputi 4 (empat) aspek terdiri atas:
(1) Ekologi
Meminimalkan dampak penangkapan ikan bagi lingkungan fisik serta
sumberdaya non-target (by-catch), serta sumberdaya lainnya yang terkait.
191
(2) Biologi
Menjaga sumberdaya ikan pada kondisi atau di atas tingkat yang
diperlukan bagi keberlanjutan produktivitas.
(3) Ekonomi
Memaksimalkan pendapatan nelayan.
(4) Sosial
Memaksimalkan peluang kerja/ mata pencaharian nelayan atau masyarakat
yang terlibat.
Implikasi dari penelitian ini jika dikaitkan dengan program pengelolaan
terumbu karang yang saat ini sedang dikerjakan oleh proyek COREMAP-II
Departemen Kelautan dan Perikanan, diharapkan teknologi penangkapan ikan
karang menggunakan bubu bersama rumpon dapat meminimalisir kerusakan
terumbu karang dalam membantu upaya
perlindungan terumbu karang. Bila
sumberdaya terumbu karang terjaga dan terpelihara, maka ikan-ikan akan
berkembang dan melimpah sehingga para nelayan tetap bisa melanjutkan usaha
dan tidak kehilangan mata pencahariannya.
7 KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Rumpon mampu mengumpulkan ikan karang sebagaimana terlihat dari
akumulasi berbagai jenis ikan di sekitarnya. Pada bagian atraktor rumpon tumbuh
komunitas perifiton yang potensial sebagai makanan bagi sebagian jenis ikan yang
berkumpul. Perifiton didominasi oleh kelas Bacillariophyceae, namun komposisi
perifiton berbeda diantara kedua jenis atraktor, yaitu atraktor lontar (Borassus
flabellifer) dan gewang (Corypha gebanga). Pada rumpon lontar, jenis perifiton
dominan adalah Leptocylindrus sp. sedangkan pada rumpon gewang/gebang
adalah Chroococcus sp.
Selama penelitian ini, berhasil terkumpul di
rumpon sebanyak 1190
individu ikan karang terdiri atas 62 spesies (42 genus dan 22 famili), di sekitar
bubu sebanyak 1230 individu, terdiri atas 47 spesies (34 genus dan 20 famili.
Ikan-ikan tersebut umumnya adalah kelompok ikan famili utama (mayor).
Jarak (radius) ikan karang dari rumpon dan bubu umumnya masing-masing
antara 0 – 2 m. Lama waktu ikan hadir di sekitar rumpon dan bubu umumnya
lebih dari 30 menit (resident). Pola renang ikan karang di sekitar rumpon dan
bubu umumnya bersifat soliter. Ikan umumnya bergerak mendekati rumpon/bubu
dari arah depan rumpon/depan mulut bubu, kemudian bergerak naik turun dan
berada di atas dan di samping rumpon/bubu. Zona pengaruh (zone of influence)
bubu terhadap ikan ada pada empat posisi, yaitu ikan berada dekat permukaan,
pertengahan, di samping dan di dasar bubu dan rumpon. Tingkah laku ikan karang
di luar bubu, lama waktu ikan karang masuk dan meloloskan diri dari dalam bubu
berbeda menurut jenis ikan.
Hasil tangkapan bubu terdiri atas 107 spesies (54 genus dan 22 famili). Di
lokasi yang didominasi oleh karang lunak (L2), bubu tanpa rumpon mempunyai
hasil tangkapan lebih banyak dibandingkan dengan hasil tangkapan dari bubu
rumpon kecil. Ikan-ikan yang tertangkap umumnya tergolong masih muda. Jenis
ikan karang terpanjang yang tertangkap adalah Cephalopolis miniata. Tiga jenis
ikan yang paling banyak tertangkap adalah Chaetodon kleinii, Ctenochaetus
193
striatus dan Scarus ghobban. Di lokasi yang didominasi karang keras (L1), dua
genus ikan karang yang banyak tertangkap pada malam hari oleh bubu, baik
dengan rumpon maupun tanpa rumpon, adalah Chaetodon dan Ctenochaetus,
sedangkan jenis ikan yang banyak tertangkap pada siang hari adalah Chaetodon
dan Cheilinus. Di lokasi yang didominasi karang lunak (L2), genus ikan karang
yang banyak tertangkap pada malam hari adalah Chaetodon dan Cheilinus,
sedangkan pada siang hari adalah Chaetodon, Cheilinus dan Siganus. Data dari
sampel tersebut tidak berpengaruh nyata terhadap hasil tangkapan bubu di antara
ketiga jenis metode penangkapan (dengan rumpon kecil, rumpon besar, dan tanpa
rumpon)
karena
lama waktu pemasangan rumpon dan waktu operasi
penangkapan relatif pendek sehingga tidak memberikan kesempatan untuk ikanikan lebih lama berkumpul dan masuk ke bubu.
7.2 Saran
Penelitian ini menghasilkan informasi tingkah laku ikan yang masih
terbatas. Di masa depan, beberapa penelitian lanjutan diharapkan dapat
menjelaskan secara rinci:
1) Hubungan antara perifiton dan kehadiran ikan karang di rumpon dan bubu
2) Pola interaksi setiap jenis ikan karang terhadap zona pengaruh alat tangkap
bubu yang dioperasikan bersama rumpon
3) Pengaruh pasang surut dan arah arus terhadap posisi penempatan rumpon dan
bubu dalam penangkapan ikan karang.
4) Pengaruh bentuk, jarak dan jumlah rumpon dan
penempatannya di perairan terhadap hasil tangkapan bubu.
bubu serta posisi
DAFTAR PUSTAKA
Adrim M. 1993. Pengantar studi ekologi komunitas ikan karang dan metoda
pengkajiannya dalam Kursus Pelatihan Metodologi Penelitian Penentuan
Kondisi Terumbu Karang. Puslitbang Oseanologi, LIPI, Jakarta. 34 hal.
Allen GR and RC Steene. 1990. Reefs fishes on the Indian Ocean. Marine
Science and Technology Perth Australia.
Allen, GR. and RC Stenee. 2002. Indo-Pacific coral reef field guide, Tropical
Reef Research. 378 p.
Alwi, MJ. 2004. Analisis kesesuaian lokasi rumpon dalam menunjang kelestarian
terumbu karang. Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Indonesia.
Balitbangda Provinsi Sulawesi Selatan. http://www.litbangda-sulsel
go.id. 13 hal.
A.P.H.A (American Public Health Association) 1989. Standard methods for
examination of water and wastewater. 17 th Edition, Washington DC.
Pp : 1044-1075.
Archdale MV, K Anraku, T Yamamoto and N Higashitani. 2003. Behaviour of
the Japanese rock crab Ishigani Charybdis japonica towards two
collapsible baited pots : Evalaution of capture effectiveness. Faculty of
Fisheries, Kagosshima University, Kagoshima, Japan. Fisheries Science
2003; 69 : 785 -791.
Arnofa. 1997. Eko-struktur perifiton pada padang lamun di perairan Sekantung,
Teluk Banten, Jawa Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. 100 hal.
Asikin T. 1985. Petunjuk teknis usaha perikanan payaos. INFIS Manual Series
No.13. Direktorat Jenderal Perikanan, Jakarta. Hal: 6-18.
Atapattu. 1991. The experience of fish aggregating devices (FADs) for fisheries
resource enhancement and management in Sri Lanka. Papers presented
at the symposium on Artificial Reefs and Aggregating Devices as Tools
for the management and enhancement of marine fishery resources. IndoPasific Fishery Commission (IPEC) and FAO. RAPA Report : 1991/11.
Colombo, Sri Langka, Bangkok. 14-17 May 1990. IPFC. Pp : 16-40.
Barretto EFC and RI Miclat. 1988. A study fish recruitment in a bamboo artificial
reef in The Philippines. Report of The Workshop On Artificial Reefs
Development and Management, Penang, Malaysia. Pp: 117-129.
Baskoro MS dan A Effendy. 2005. Tingkah laku ikan hubungannya dengan
metode pengoperasian alat tangkap ikan. Departemen Pemanfaatan
195
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
340 hal.
Baskoro MS. 2006. Alat penangkapan ikan berwawasan lingkungan. Kumpulan
pemikiran tentang teknologi penangkapan ikan yang bertanggungjawab.
Kenangan Purnabakti Prof.Dr.Ir. Daniel R. Monintja. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, IPB. Hal : 7-19.
Bell JD and R Galzin. 1985. Influence of live coral cover on soral reef fish
community. Proc. 4th. Int. Coral Reef Symp.2. Pp: 503-508.
Bergstrom M. 1983. Review of experiences with and present knowledge about
fish aggregating devices. BOBP/WP/23 - pp 56.
Boy RL and BR Smith. 1984. An improved FAD mooring line design for general
use in Pasific Island Countries, SPC/Fisheries 15/WP.2. 77 p.
Brandt AV. 1964. Fish catching methods of the world. Fishing News (Books) Ltd
London. 191 : 46;49.
Brand AV. 1984. Fish Catching methods of the world. Fishing News Books Ltd.
Farhan. Surrey. England. 418 p.
Brower JE dan JH Zar. 1990. Field and laboratory method for general ecology,
Third Edition. Wm.C. Brown Publisher.Dubuque, Lowa. 237 p.
Bugis Z, 2006. Strategi pengelolaan sumberdaya perikanan untuk pemanfaatan
berkelanjutan (Kasus: Kepulauan Ayau, Kabupaten Raja Ampat,
Provinsi Irian Jaya Barat) [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor, Bogor. 118 hal.
Cochrane KL. 2002. A fishery Manager's guidebook: Management measures and
their application. FAO Fisheries Technical Paper, No. 424, Rome. FAO.
231 p
Choat JH and DR Bellwood. 1991. Reef fish. Their history and evolution in Sale
PF (Eds). The ecology of fishes on coral reef. Academic Press, INC, San
Diego. 754 p.
CV Dinar. 1999. Prospek bisnis perdagangan ikan karang melalui penangkapan
yang ramah lingkungan. Prosiding Semiloka Penangkapan Perdagangan
Ikan Karang Hidup di Indonesia, Denpasar 1-4 Maret 1999. Telapak
Indonesia Jaring Pela bekerjasama dengan World Resource Institute The
Nature Concervacy International Marine Life Alliance WWF Wallacea
KEHATI. Hal: 80-81.
196
Dahuri RH, J Rais, S.P Ginting dan MJ Sitepu. 1996. Pengelolaan sumberdaya
wilayah pesisir dan lautan secara terpadu. PT Pradnya Paramita Jakarta.
305 hal.
Davis CC. 1955. The marine and freshwater plankton. Michigan State University
Press. 562 p.
Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2004. Peluncuran
(Launching) COREMAP II - Terumbu karang sehat, Ikan berlimpah.
Artikel 30 September 2004. Source : http://www.dkp.go.id.Surat.
2 hal.
Departemen Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia. 2004. Surat Keputusan
Presiden Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Undangundang Perikanan. 30 hal.
(Deptan) Departemen Pertanian Republik Indonesia. 1997. Surat Keputusan
Menteri Pertanian, 1997 Nomor. 51/Kpts/IK. 250/1/97
tentang
Pemasangan dan Pemanfaatan Rumpon, Jakarta. 13 hal.
De San M. 1982. Fish Aggregating devices or payaos. F1/DF/DAS/73/025
Working Paper FAO, Rome. 24 p.
Direktorat Jendral Perikanan,. 1991.Potensi dan penyebaran sumberdaya ikan laut
di Indonesia. Ditjen Perikanan, Jakarta. 109 hal.
Direktorat Jendral Perikanan. 1995. Penggunaan payaos/rumpon di Indonesia,
Jakarta. 11 hal.
D’Itri. 1985. Artificial reefs marine and freshwater aplications. Lewis Publishers,
Michigan, USA. 589 p.
Djatikusumo EW. 1975. Dinamika populasi Ikan. Akademik Usaha Perikanan,
Jakarta. Hal: 30-32.
Edrus IN dan AR Syam. 1998. Sebaran ikan hias suku Chaetodonthidae di
perairan karang Pulau Ambon dan peranannya dalam penentuan kondisi
terumbu karang. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia,1998, IV : 1-10.
Erliana KC.1988. Struktur komunitas dan kelompok perifiton pada substrat kaca
DAS Ciliwung, Daerah Tugu dan Sempur, Jawa Barat [skripsi]. Bogor :
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 55 hal.
Effendie I. 2002. Pengaruh penggunaan rumpon pada bagan apung terhadap Hasil
tangkapan [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. 45 hal.
197
FAO. 1968. Modern fishing gear of the world. London . Fishing News Book Ltd.
P. 1- 607.
Fitri ADP.2002. Ketajaman penglihatan mata ikan Juwi (Anodontostoma
chacunda) dan aplikasinya pada proses penangkapan pukat cincin mini.
[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
91 hal.
Ferno A and S Olsen. 1994. Marine fish behaviour in capture and abundance
estimation . Fishing News Book. Harnolls Ltd. Bodmin. Cornwall.
Britain. 221 p.
Fraenkel GS and DL Gunn. 1961. The
Pub;ications. Inc. NY. 376 pp.
orientation of
animals. Dover
Furevik DM. 1994. Behaviour of fish in relation to pots.In Ferno, A and S.
Olsen, Editor. Marine Fish Behaviour in Capture and Abundance
Estimation. Fishing News Books. 221: 28 - 44.
Girsang ES. 2004. Kajian terhadap perifiton dan hubungannya dengan keberadaan
ikan pelagis pada rumpon di perairan Pasuruan, Selat Sunda [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 127 hal.
Gloerfelt, T.T and P.J Kailola. 1984. Trawled fishes of Southern Indonesia and
Northwestern Australia. Published by Australian Development
Assistance Bereau.Directorate General of Fisheries, Indonesia. Gema
Agency for Technical Cooperation. 406 p.
Gooding RM. 1965. A raft for direct subsurface observation at sea. US Fish.
Wildl. Serv. Spec. Sci.Rept-Fish, 517: 5 pp
Gooding RM and JJ Mangnuson. 1967. Ecological significance of a drifting
object to pelagic fishes. Pac. Sci. 21: 486-497.
Greeblatt PR. 1979. Association of tuna with flotsam in the Eastern Tropical
Pacific. Fish. Bull, US. 71:147-155
Gunarso W. 1974. Suatu pengantar tentang tingkah fish behaviour dalam
hubungannya dengan fishing techniques dan fishing tactics. Fakultas
Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 60 hal.
Gunarso W. 1985. Tingkah laku ikan dalam hubungan dengan alat, metode dan
teknik penangkapan. Diktat Kuliah [tidak dipublikasikan], Program
Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. 149 hal.
Harmelin-Vivien ML.1979. Ichtyofaune des recifs corallines de tuler
(Madagascar) : Ecologe et relations thropiques. These doc. Es-Sciences
198
de La Mer et de L'environment AL' Universite d' aux Marseille II.
France.
Hartati ST, Awwaludin dan IS Wahyuni. 2004. Kelimpahan dan komposisi jenis
hasil tangkapan bubu di perairan Gugus Pulau Kelapa Kepulauan Seribu.
Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia, 2004, 10: 29-51.
Hela I and T Laevastu. 1970. Fisheries oceanography. New Ocean Environmental
Service. Fishing News (Books) LTD, London. 238 p.
Helviana. 1998. Struktur komunitas ikan karang pada ekosistem terumbu karang
rusak di perairan Pesisir Timur Pulau Siberut, Kepulauan Mentawai
[skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. 84 hal.
High WL and AJ Beardsley. 1970. Fish behaviour studies from and undersee
habitat. Comm. Fish. Ref, 1970, 31-7.
Hutomo M. 1986. Komunitas ikan karang dan metode sensus visual. Lembaga
Oseanologi Nasional-LIPI, Jakarta.
Ibrahim S, MO Ambak, L Shamsudin dan MZ Samsudin. 1996. Importance of
Fish Aggregating Devices (FADs) as substrates for food organisms of
fish. Fisheries and Marine Science Center, University Pertanian
Malaysia. Fisheries Research 27 (1996) 265 - 273.
Imawati N. 2003. Studi tentang kepadatan ikan pelagis di sekitar rumpon di
perairan Pasuruan Banten [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 57 hal.
Inoue M, R Amano and Y Iwasaki. 1963. Studies on environments alluring
skipjack and other tunas-I. On the oseanographical conditions of Japan
and adjacent waters and the drifting substances accompanied by skipjack
and other tunas. Rep. Fish.Res.Lab, Tokyo University, 1: 12-23.
Inoue M; R Amano and Y Iwasaki. 1963. Studies on environments alluring
Skipjack and other tunas-II. On the driftwoods accompanied by skipjack
and other tunas. Bull. Japan. Soc. Sci. Fish, 34:283-287.
Ibrahim S, G Kawamura and MA Ambak. 1990. Effective range of traditional
Malaysian FAD as determined by fish-releasing method. Fish. Res,
9 : 299-306.
Irawati R. 2002. Studi tingkah laku pelolosan Kerapu Macan (Epinephelus
fuscoguttatus) pada bubu yang dilengkapi dengan celah pelolosan
(escaping gaps) [skripsi]. Bogor : Program studi Pemanfaatan
sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. 103 hal.
199
Isa MMH, Kohno, H Ida, HT Nakamura, A Jainal, and SASA Kadir.1998. Field
guide to important commercial marine fishes of the South China Sea.
Marine Fishery Resources Development and Management Departemen.
Southeast Asia Fisheies Development Center. 287 p.
Iskandar MD dan Diniah. 1996. Studi pendahuluan modifikasi bubu berumpon
untuk penangkapan Kakap Merah (Lutjanus sp) di Cisolok, Kabupaten
Sukabumi [laporan penelitian]. Bogor : Disampaikan dalam seminar
hasil-hasil penelitian, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
13 hal.
Iskandar BH dan W Mawardi. 1996. Studi perbandingan keberadaan ikan-ikan
karang nokturnal dan diurnal tujuan penangkapan di terumbu karang
Pulau Pari, Jakarta Utara [laporan penelitian]. Bogor : Disampaikan
dalam seminar hasil-hasil penelitian, Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. 13 hal.
Jennings S; MJ Kaiser, and JD Reynolds. 2001. Marine fisheries ecology.
Blackwell Publishing. 417 p.
Jester DB. 1973. Variations in catch ability of fishes with color of gillnets. Trans.
Am. Fish. Soc. 102: 109-115.
JICA. 2001. Net Fishing (Pot Fisheries) Fishing technology. Textbook Vol.8.
Regional Fisheries Training Project, Japan International Cooperation
Agency (JICA), Caribbean Fisheries Training and Development Institute
(CFTDI) Trinidad and Tobago. 27 p.
Kaufman LH. 1980. Stream aufwuchs accumulation processe effect of ecosystem
depopulation Hydrobiologia. 20: 75-81.
Kenelly SJ and JR Craig. 1989. Effect of trap design, independence of traps and
bait on sampling populations of spanner crabs Ranina ranina. Marine
Ecology Progress Series, Agriculture and Fisheries Research Institute
Australia, 1989; 51 : 49 – 56.
Klumpp DW, JS Saliti-Espinosa and MD Fortes. 1972. The role of epiphytic
periphyton and macroinvertebrata grazers in the tropic flux of a tropical
seagrass community. Aquatic Botany, 43: 327-349.
Krebs CJ. 1972. Ecology the experimental analysis of distribution an abundance.
Harper Internationalled Harperanrow Publ. London. 694 p.
Kuiter RH. 1992. Tropical reef fish of The Western Pasific Indonesia adjacent
water. Gramedia, Jakarta. 314 p.
KuperanV, MN Kusairi, and TS Yew. 1997. Income impact of ARs a Malaysian
case study. Edited by Pollnac, RB and JJ. Ponggie. Fish Aggregating
200
Devices in developing countries : Problems and perpectives. An ICMRD
Publication.
Lionberger HF dan PH Gwin. 1983. Commnication strategies. Illinois : The
Interstate Orienters and Publisher, Inc, New York.
Mangga Barani H. 2005. Model pengelolaan perikanan di wilayah padat tangkap :
kasus perairan laut Sulawesi Selatan bagian Selatan [disertasi]. Bogor:
Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 94 hal.
Mardikanto T. 1993. Penyuluhan pembangunan pertanian. Sebelas Maret
University Press, Surakarta. 401 hal.
Marschiavelli MIC. 2001. Analisis struktur dan kondisi ikan karang pada
ekosistem terumbu karang di perairan pesisir Nusa Penida Bali [skripsi].
Bogor : Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 70 hal.
Martasuganda S. 2003. Bubu (Traps). Departemen Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian
Bogor. 69 hal.
Mawardi MI. 2001. Pengaruh penggunaan jenis umpan terhadap hasil tangkapan
ikan karang pada alat tangkap bubu (trap) di Pulau Pramuka Kepulauan
Seribu [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. 81 hal.
Mckeown B. 1985. Fish migration. Croom Helm London and Sydney. Timber
Press. 224 : 5.
Mc Connaughey BH and R Zottoli. 1983. Pengantar biologi laut bagian pertama.
The Antilles Proceedings 3nd International Coral Reef Symposium,
2 : 267-274.
Meyer HL and JV Marriner. 1976. Retention and escapement characteristic of
pound-head mesh size. Trans. Am. Fish. Soc. 3: 370-379.
Monintja RD, MS Baskoro, S Martasuganda dan A Purbayanto. 1990. Studi
tentang rancang bangun Fish Aggregating Device untuk meningkatkan
efisiensi dan efektivitas penangkapan Cakalang dan Tuna di Perairan
Selatan Jawa [laporan penelitian]. Bogor :Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. 23 hal.
Monintja DR dan S Martasuganda. 1990. Teknik pemanfaatan sumberdaya hayati
laut II. [Diktat]. Proyek peningkatan S1, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hal : 25-26.
201
Monintja DR, JJ Widodo dan MFA Sondita. 2003. Pengkajian pemanfaatan
rumpon untuk penangkapan ikan pelagis : Antisipasi terhadap Code of
Conduct for Responsible Fisheries. Laporan RUT VIII. Kementrian
Riset dan Teknologi Republik Indonesia, LIPI, Jakarta. 96 hal.
Moyle PB. 1993. Fish an enthusiast's guide.Chris Mari Van Dych. Illustrator Los
Angeles. University of California, Press.
Mubarok MA. 2003. Pengaruh warna cahaya yang berbeda terhada tingkah laku
berkumpulnya juvenile kerapu tikus (Cromileptes altivelis) [skripsi].
Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 61 hal.
Nagelkerken W. 1981. Dsitribution of the groupers and snappers of the
Netherlands Antilles
Proceedings 4nd International Coral Reef
Symposium, 2 : 479-484.
Nasution HA. 2001. Uji coba bubu buton di perairan Pulau Batanta, Kabupaten
Sorong, Propinsi Papua [skripsi]. Bogor: Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. 71 hal.
Newell GG and RC Newell. 1963. Marine plankton a practical guide Hutchington
Educational Ltd. London Melbourne. Sydney-New York. 207 p.
Nikonorov IV. 1975. Interaction of fishing gear with fish aggregations. Keter
Publishing House Jerusalem Ltd. 215 p.
Nomura M. 1981. Fishing techniques (2). Japan International Cooperation
Agency, Tokyo. 183 p.
Nontji A. 2005. Laut Nusantara. Percetakan Ikrar Mandiriabadi. P. 372 : 119-120.
Nybakken, JW. 1988. Biologi laut : Suatu pendekatan ekologis. Percetakan PT
Gramedia, Jakarta. 459 : 326-327.
Odum EP. 1971. Fundamental ecology. W.B Sounder,Co, Philadelphia. 574 p.
Odum EP. 1975. Ecology : the link between the natural social science 2nd.
(Modern Biology Series) Hol.Rinehart and Winston: 48-57.
Omma Nney. 1982. Fakta kehidupan di dalam air dalam ikan. Penerbit Tira
Pustaka. Hal : 35-44.
Osborn LL. 1983. Colonization and Recovery of lothic epipilic communities
a metabolic approach. Hydrobiologia, 99: 29-36.
202
Pentury B, HBH Iskandar dan W Mawardi. 1995. Studi tentang tingkah laku ikan
karang di Pulau Pari, Kepulauan Seribu Jakarta [laporan
penelitian].Bogor : Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor. 30 hal.
Prakoso G. 2005. Penggunaan attractor dalam pengoperasian alat tangkap bubu
Ranjungan di Kabupaten Jepara, Jawa Tengah [skripsi]. Bogor :
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 67 hal.
Purbayanto A, RI Wahyu, dan S Tirtana. 2006. Selektivitas bubu yang dilengkapi
dengan celah pelolosan terhadap ikan Kakap (Lutjanus sp. Bleeker).
Gakuryoku, 2006, XII : 92-98.
Pramono
J. 2006. Perikanan bubu dan peluang pengembangannya di sekitar
lokasi Sea Farming Kepulauan Seribu [skripsi]. Bogor: Program Studi
Pemanfaatan Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 86 hal.
Purwanti DR. 2004. Dinamika struktur komunitas ikan karang pada pagi, siang
dan sore hari di perairan Pulau Payung Kepulauan Seribu [skripsi].
Bogor : Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 87 hal.
Rab T. 1988. Pengantar fisiologi ikan. Penerbit Yayasan Abdurrab Pekanbaru,
Riau. 81 hal.
Radakov
DV. 1972. Schooling in the ecology of fish. Israel Program for
Scientific Translation. Jerusalem-London. 270 p.
Razak A, K Anwar dan MS Baskoro. 2005. Fisiologi makan ikan. Departemen
Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu dan
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 108 hal.
Reiliza F. 1997. Studi tingkah laku ikan hias terhadap alat tangkap bubu kawat
tipe buton di perairan Karang Pulau Sekepal, Lampung Selatan [skripsi].
Bogor: Program Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor. 67 hal.
Redjeki S, Mayunar dan A Basyarie. 2005. Pengaruh musim gelap dan terang
terhadap penggunaan bubu di Teluk Lada, Citeureup Pandeglang. Jurnal
Ilmu-Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia, 2005, 12 : 69-72.
Reppie E, DR Monintja, MFA Sondita, I Jaya dan VPH Nikijuluw. 2006. Struktur
asosiasi spesies target pada terumbu karang buatan di Perairan Selat
Bangka, Kabupaten Minahasa Utara. Buletin PSP,2006, XV, 50-71.
203
Risamasu FJL. 2000. Studi Perbandingan Terumbu Karang Buatan : Modul Kayu,
Modul Bambu dan Modul Beton Di Perairan Hansisi, Semau, Kupang
[tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 127 hal.
Rumajar TP. 2001. Pendekatan sistem untuk pengembangan perikanan ikan
karang dengan alat tangkap bubu di Perairan Tanjung Manibaya
Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 94 hal.
Ruttner F. 1974. Fundamentals of limnology. Third Edition. University of Toronto
Press, Toronto. 307 p.
Sachlan M. 1982. Planktonologi. Fakultas Peternakan dan Perikanan UNDIP,
Semarang. Hal : 5 – 10.
Sadhori N. 1985. Teknik penangkapan ikan. Angkasa, Bandung. 80 hal.
Sainsbury JC. 1996. Comercial fishing methods. An introduction to vessels and
gears. Third Edition. Fishing News Books. 359 p.
Saldika AD. 2007. Studi preferensi pakan alami ikan Kerapu Balong (Epinephelus
merra) di Perairan Hansisi, Kecamatan Semau, Kabupaten Kupang
[Skripsi]. Kupang: Jurusan/Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan, Sekolah Tinggi Ilmu dan Teknologi Nusantara Kupang. 70 hal.
Sale PF. 1991. The ecology of fishes on coral reefs. Academic Press.San Diego.
754 p.
Samples KC and JT Sproul. 1985. Fish aggregating devices (FADs) and open
access commercial Fisheries, a theoritical inquiry. Bul. Mar. Sci.
37 : 305-317.
Seaman WJr. And LM. Sprague. 1991. Artificial habitats for marine and
freshwater fisheries. Academic Press, INC Harcourt Brace Jovanovich,
Publishers., San Diego, California. 285 p.
Sewoyo S. 2001. Pendayagunaan teknologi tepat guna untuk pengembangan
potensi pedesaan. Tiga Pilar Pengembangan Wilayah : Sumberdaya
Alam, Sumberdaya Manusia, Teknologi. Pusat Pengkajian Kebijakan
Teknologi Pengembangan Wilayah, BPPT, Jakarta.
Sondita MFA 1986. Studi tentang peranan pemikatan ikan dalam operasi Purse
Seiner milik PT Tirta Raya Mina (Persero), Pekalongan [Karya Ilmiah].
Bogor: Fakultas Perikanan Institut Pertanian Bogor. 78 hal.
Soedharma D. 1995. Studi komunitas perifiton dan komunitas ikan pada terumbu
ban dan bambu di Teluk Lampung. Prosiding Seminar Hasil Penelitian
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Hal : 99-113.
204
Soekarno 2000. Pengelolaan perikanan terumbu karang. Artikel Kalawarta, Vol. 4
(1). 2 halaman.
Soemarto 1962. The Rumpon Fishing Method Fisheries. Departemen Faculty of
Agriculture. The University of Tokyo.
Subani W. 1972. Alat dan cara penangkapan ikan di Indonesia. Jilid 1. Lembaga
Penelitian Perikanan Laut, Jakarta. Hal: 85-104.
Subani W. 1986. Telaah penggunaan rumpon dan payaos dalam perikanan
Indonesia. Jurnal Penelitian perikanan Laut, PPPL, Jakarta, 35: 35-45.
Subani W dan HR Barus. 1988. Alat penangkapan ikan dan udang laut di
Indonesia. Jornal Penelitian Perikanan Laut, No. 50 Tahun 1988/1989.
Edisi khusus. 240 hal.
Suci LH. 1993. Studi tentang perbedaan jenis bubu terhadap hasil tangkapan ikan
hias di perairan Citeureup, Pandeglang, Jawa Barat. [skripsi]. Bogor:
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan,
Institut Pertanian Bogor, Bogor. 66 hal.
Suharyanto 2003. Kajian respons udang galah terhadap kejutan listrik arus bolak
balik dalam tangki percobaan skala laboratorium[tesis].Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 102 hal.
Suprato, Wasilun dan K Wagiyo. 1991. Kelimpahan fitoplankton dan kondisi
oseanografi di Perairan sekitar Kepulauan Karimun dan P. Bawean.
Jurnal Penelitian Perikanan Laut,1991, 62, 21-27.
Supriharyono. 2000. Pengelolaan ekosistem terumbu karang. Penerbit Djambatan,
Jakarta. 118 hal.
Syakur A. 2000. Komunitas ikan karang pada ekosistem terumbu karang ponton
bodong dan toyapakeh, Nusa Penida Bali [skripsi]. Bogor : Program
Studi Ilmu Kelautan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
64 hal.
Syandri H. 1988. Tingkah laku ikan. Fakultas Perikanan Universitas Bung Hatta,
Padang. 63 hal.
Tamimi M and DG Bengen. 1993. Spatial variability and interaction between
habitat and fish species on Sekepal Island and Belebuh (South Lampung)
(Makalah dibawakan pada seminar Internasional ikan karang di
Maumere. 13 hal.
Terangi 2004. Panduan dasar untuk pengenalan ikan karang secara visual
.Indonesia. Indonesian Coral Reef Foundation (TERANGI).
http://terangi.or.id/publications/pdf/pandikan.pdf [Maret 2004]. 24 hal.
205
Tim Pengkaji Rumpon Fakultas Perikanan IPB. 1987. Laporan akhir survei lokasi
dan desain rumpon di perairan Ternate, Tidore, Bacan, dan sekitarnya
(Laporan). Bogor : Jurusan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.Hal : V: 54-58.
Tirtana S. 2003. Selektivitas ukuran ikan Kakap (Lutjanus sp) pada bubu yang
dilengkapi dengan celah pelolosan (escaping gaps) (skripsi). Bogor :
Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 60 hal.
Tiyoso SJ. 1979. Alat-alat penangkapan ikan tidak memungkinkan ikan kembali
(non return traps) (Karya Ilmiah). Bogor : Fakultas Perikanan, Institut
Pertanian Bogor, Bogor. Hal : 6-9.
Uda M. 1933. Types of skipjack schools and their fishing qualities. Bull. Japan.
Soc. Sci. Fish, 2 (3): 107-111.
Urbinus MP.2000. Pengaruh ukuran umpan buatan terhadap komposisi hasil
tangkapan pancing tonda di perairan Kabupaten Sorong, Propinsi Papua.
(skripsi). Bogor : Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 56 hal.
Warta. 2004. Kondisi ekosistem terumbu karang sebagai sumberdaya perikanan
di Kepulauan Seribu, Jakarta. Penelitian Perikanan Indonesia Edisi
Akuakultur, 2004, 10 : 1- 6.
Wahyuni IG. 1995. Pengaruh posisi pemasangan vertikal alat tangkap bubu kawat
tipe buton berumpon terhadap hasil tangkapan di perairan Belebuh,
Lampung Selatan [skripsi]. Bogor : Program Studi Pemanfaatan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.
57 hal.
Ward HB and GC Whipple. 1959. Freshwater biology. Second Edition. Edited by
W.T Edmondson. New York London. John Wiley and Sons. INC.
1248 p.
Wetzel RL. 1979. Methods and measurements of perifiton communities: A
Reviews American Society for Testing and Materials. Philadelphia.
200 p.
Wetzel RL. 1982. Limnology. Second Edition. Saunders College Publishing
Philadelphia. 743 p.
Wiradika. 2006. Studi keanekaragaman jenis palem di Cagar Alam Telaga Warna,
Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Program Studi
Budidaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. 61 hal.
206
Wijoyo NS. 2002. Tingkat perubahan temporal tipe substrat dasar dan ikan
karang, Ekosistem Terumbu karang di Perairan Nusa Penida, Bali Tahun
1998 – 1999 [skripsi]. Bogor: Program Studi Ilmu Kelautan Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. 86 hal.
Witono JR. 1998. Koleksi palem Kebun Raya Bogor. Vol. I, No.1. UPT Balai
Pengembangan Kebun Raya, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.
41 hal.
Witono JR, A Suhatman, N Suryana dan RS Purwantoro. 2000. Koleksi palem
Kebun Raya Cibodas. Vol. II, No. 1. Cabang Balai Kebun Raya Cibodas.
UPT Balai Pengembangan Kebun Raya, Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia. 66 hal.
White AT. 1987. Coral reefs valuable resources of South East Asia ICLARM
Education Series I, International Centre for Living Aquatic Resources
Management, Manila-Philipina. 36 p.
Yamaji L. 1976. Illustration of marine plankton of Japan. Hoikusha Publishing
Co, Ltd Japan. 360 p.
Yuspardianto. 1998. Studi tentang efektivitas terumbu karang buatan sebagai Fish
Aggregation Device di perairan Pulau Sauh, Sumatera Barat [tesis].
Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 229 hal.
Yusfiandayani R. 2004. Studi tentang mekanisme berkumpulnya ikan pelagis
kecil di sekitar rumpon dan pengembangan Perikanan di perairan
Pasauran, Propinsi Banten [disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. 229 hal.
Yustika Y. 2006. Tingkah laku ikan Kepe-Kepe (Cheilmon rostratus) terhadap
variasi spectrum cahaya [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. 69 hal.
Zhou S and TC Shirley. 1997. Behavioural responses of red king crab to crab
pots. Fisheries Research , Juneau Center, School of Fisheries and Ocean
Science, University of Alaska Fairbanks, USA, 1997; 30 : 177-189.
Zulkarnain. 2002. Studi tentang penggunaan rumpon pada bagan apung di Teluk
Pelabuhan Ratu, Jawa Barat [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana,
Institut Pertanian Bogor. 116 hal.
Zulkifli. 2000. Sebaran spasial komunitas perifiton dan asosiasinya dengan lamun
di perairan Teluk Pandan Lampung Selatan [tesis]. Bogor: Program
Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. 107 hal.
Lampiran 1 Rumpon yang digunakan dalam penelitian
(a) Rumpon dengan jenis atraktor yang berbeda
(b) Bentuk jangkar rumpon
208
Lampiran 2 Jenis-jenis atraktor yang digunakan dalam penelitian
(a) Atraktor daun lontar (Borrasus flabellifer)
(b) Atraktor daun gewang (Corypha gebanga)
209
Lampiran 3 Tipe bubu yang digunakan dalam penelitian
(a) Bubu tampak dari depan
(b) Bubu tampak dari samping
(c) Tipe jangkar bubu
210
Lampiran 4 Keramba yang digunakan dalam pengamatan pola renang dan pola
gerak ikan karang karang di luar dan di dalam bubu
a. Posisi di lihat dari atas
b. Keramba secara keseluruhan
211
Lampiran 5 Jenis-jenis perifiton yang menempel pada daun atraktor
Clampilodiscus cribrosus
Globorotalis pumilio
Spikul spongs
Globigerinita humilis
Leptocylindrus sp
Chroococcus sp
Fragmen algae merah
Diploneis fusca
Atlanta inflata
Spongilla fragilis
Rhabdonema adriaticum
D. splendica
212
Lampiran 6 Jenis dan sebaran perifiton pada atraktor rumpon lontar dan rumpon
gewang di lokasi L1 dan L2
Kelas
Bacillariophyceae
Famili
No
Jenis
Leptocylindriacea
Surilellaceae
1
2
3
4
5
6
1
2
1
2
3
4
1
2
3
1
1
2
3
4
Leptocylindrus sp
Amphyprora hyperborea
Richelia intracellularis
Amphora lineolata
Donkinia recta
Campylodiscus cribrosus
Detonula pumida
Thalassiosira sp
Nitzschia sp
N. vitrea
N. sigma
N. closterium
Bacillaria paradoxa
Ligmophora abbreviata
Rhabdonema adriaticum
R. arcuatum
Rhizosolenia setigera
Stigmophora rostrata
Triceratium sp
T. ghibbosum
Biddulphia granulata
RLK
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
RLB
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
RG
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
RLK
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
RLB
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
5
1
2
3
4
5
6
7
8
1
2
3
4
1
1
2
1
2
3
4
1
1
2
3
4
5
6
Hemiaulus sp
Diploneis fusca
D. splendica
Gyrosigma acuminatum
G. balticum
G. angulatum
Pleurosygma sp
P. compactum
Denticula fermalis
Fragilaria cylindrus
Asterionela japanica
Thalassiothrix sp
T. fraunfeldi
Cascinodiscus sp
Cymbella sp 1
Cymbella sp 2
Pyrocistis fusiformis
Dinophysis sp
Gonyaulax sp
Warnowia sp
Peridiunus sp
Pelagothrix clevei
Tricodesmium sp
Halosphora viridis
Chroococcus sp
Spirulina sp 1
Spirulina sp 2
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
Thalassiosiraceae
Nitzschiaceae
Tabellariaceae
Rhizosoleniaceae
Biddulphiaceae
Achnanthaceae
Fragilariaceae
Cascinodiscuceae
Cymbellaceae
Dinophyceae
Dinophysiidae
Cyanophyceae
Peridiniaceae
Oscillatoriaceae
Lokasi L1
Lokasi L2
RG
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
213
Lampiran 6 (Lanjutan)
Kelas
Chlorophyceae
Famili
No
Jenis
Desnidiaceae
1
2
1
1
1
2
1
2
1
2
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
1
2
1
2
3
Hyalotheca dissiliens
Triploceras gracile
Askenasyella chlamidopis
Rhizoclonium sp
Zygnemopsis spiralis
Zygnema insigne
Chaetophora incrassata
Fragmen alga merah
Globorotalis pumilio
G. scitula
Globigerinita humilis
Textularia sagitulla
Microsetella rosea
Acartia sp
Euphausia sp
Calanus sp
Trigiopus japonicus
Evadne sp
Altanta Inflata
Atlanta sp
Peraclis articulata
Peraclis sp
Spongilla fragilis
Spikul spongs
Platynereis dumerilli
1
2
1
1
2
3
1
1
1
2
3
Creseis virgula
C. acicula
Limacina leseuri
Eutintinus sp
Tintinopsis sp
Amphorela brandti
Chromadora sp
Sprirochaeta plicatilis
Anguillospora
Fungi Imperfecti
Agmenelum
quadruplicatum
Fischerella sp
Palmellaceae
Chladophoraceae
Zygnematoceae
Rhodophyceae
Sarcodina
Copepoda
Protobranchia
Chaetophoraceae
Globorotalida
Globigerinidae
Foraminifera
Tachidiidae
Acartiidae
Euphausiidae
Calanidae
Harpacticidae
Polyhemidae
Atlantanidae
Peraclidae
Demospongiae
Spongillidae
Urachordata/
Tunicata
Opisthobranchia
Pyrosomidae
Cavoliniidae
Spirotrica
Limacinidae
Tintinnidae
Polychaeta
Bacteria
Myxophyceae
Cytholaimidae
-
4
Keterangan : + : ada ; - : tidak ada
Lokasi L1
Lokasi L2
RLK
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
RLB
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
RG
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
RLK
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
RLB
+
+
+
+
+
+
+
+
+
RG
+
+
+
+
+
+
+
+
-
-
+
-
-
-
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
-
-
-
-
-
+
214
Lampiran 7 Komposisi jenis, jumlah, kepadatan dan kelimpahan perifiton pada atraktor rumpon lontar dan rumpon gewang di lokasi L1
dan L2
Kelas
Famili
No
Jenis
Lokasi L1
RBL
RKL
Bacillariophyceae
Leptocylindriacea
1
Melosiraceae
Surilellaceae
1
1
2
3
4
5
Thalassiosiraceae
Nitzschiaceae
Tabellariaceae
1
2
1
2
3
4
1
2
3
Leptocylindrus
sp
Melosira sulcata
Amphyprora
hyperborea
Richelia
intracellularis
Amphora
lineolata
Donckia recta
Campylodiscus
cribrosus
Detonula pumida
Thalassiosira sp
Nitzschia sp
N. vitrea
N. sigma
N. closterium
Bacillaria
paradoxa
Ligmophora
abbreviata
Rhabdonema
adriaticum
R. arcuatum
RG
Lokasi L2
RBL
RKL
RG
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
444
9
25
662
12
45
229
5
12
162
3
11
616
12
44
100
2
3
10
-
-
-
-
1
-
-
<1
<1
<1
-
<1
-
2
-
<1
1
-
-
<1
1
-
<1
-
-
<1
<1
<1
32
1
2
-
-
-
2
<1
<1
3
<1
<1
-
-
-
12
<1
<1
2
<1
<1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
-
<1
-
<1
-
3
-
<1
-
<1
-
2
1
<1
<1
<1
<1
-
-
-
1
11
<1
<1
<1
<1
44
4
2
4
29
-
1
2
<1
<1
<1
1
-
<1
<1
<1
2
-
2
3
82
4
<1
-
<1
-
1
-
2
-
<1
6
-
<1
2
<1
5
<1
<1
<1
3
14
67
2
4
<1
1
<1
<1
2
6
-
<1
1
5
<1
<1
1
2
-
<1
30
92
1
<1
-
<1
2
-
42
9
100
6
1
<1
<1
<1
<1
272
96
139
-
5
2
3
-
9
3
5
-
26
1
1
35
1
2
65
1
3
46
1
3
53
1
4
89
2
3
1
<1
<1
1
<1
<1
1
<1
<1
-
-
-
2
<1
<1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
<1
<1
-
-
-
215
Lampiran 7 (Lanjutan)
Kelas
Famili
No
Jenis
Lokasi L1
RBL
RKL
Rhizosoleniaceae
1
Biddulphiaceae
1
2
3
4
Achnanthaceae
5
1
2
3
4
5
6
7
8
Fragilariaceae
1
2
3
4
Rhizosolenia
setigera
Stigmophora
rostrata
Triceratium sp
T. ghibbosum
Biddulphia
granulata
Hemiaulus sp
Diploneis fusca
D. splendica
Gyrosigma
acuminatum
G. balticum
G. angulatum
Pleurosygma sp
P. compactum
Denticula
termalis
Fragilaria
cylindrus
Asterionela
japanica
Thalassiothrix sp
T. fraunfeldi
RG
Lokasi L2
RBL
RKL
RG
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
42
1
2
-
-
-
14
<1
1
-
-
-
4
<1
<1
54
1
2
4
<1
<1
2
<1
<1
2
<1
<1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6
1
<1
<1
<1
<1
-
-
-
8
20
<1
<1
<1
1
15
-
<1
-
2
-
3
-
<1
-
<1
-
8
30
-
<1
1
-
<1
1
-
11
10
10
-
1
1
1
2
4
1
-
-
<1
<1
<1
<1
1
4
-
-
<1
<1
-
<1
<1
-
1
-
-
<1
<1
<1
<1
<1
<1
<1
-
<1
<1
<1
2
7
6
3
-
<1
<1
<1
<1
-
<1
-
9
6
-
<1
<1
-
<1
<1
-
7
7
-
<1
<1
-
<1
<1
-
3
-
-
-
<1
-
<1
-
1
-
<1
-
<1
-
1
4
10
-
<1
-
<1
<1
-
21
<1
-
<1
<1
-
6
-
<1
-
295
-
<1
-
8
7
3
-
<1
<1
-
<1
<1
-
17
<1
1
-
-
-
12
<1
1
8
<1
1
10
<1
1
76
2
3
-
-
-
-
-
-
1
<1
<1
1
<1
<1
-
-
-
2
<1
<1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
7
-
<1
-
1
-
2
-
-
<1
<1
-
216
Lampiran 7 (Lanjutan)
Kelas
Famili
No
Jenis
Lokasi L1
RBL
RKL
Cyanophyceae
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
1
1
<1
<1
1
<1
2
2
2
-
1
4
23
1
3
8
1
<1
4
3
Cascinodiscus sp
Cymbella sp 1
Cymbella sp 2
4
24
-
<1
<1
-
<1
1
-
3
13
-
<1
<1
-
<1
1
-
10
22
1
<1
<1
<1
<1
1
24
30
Dinophysiidae
1
42
1
2
3
<1
<1
31
1
2
59
2
42
<1
1
<1
2
-
-
-
14
-
1
1
19
-
<1
-
<1
1
<1
-
Peridiniaceae
Oscillatoriaceae
2
3
4
1
1
Pyrocistis
fusiformis
Dinophysis sp
Gonyaulax sp
Warnowia sp
Peridiunus sp
Pelagothrix
clevei
Tricodesmium sp
Halosphora
viridis
Chroococcus sp
Spirulina sp 1
Spirulina sp 2
Hyalotheca
dissiliens
Triploceras
gracile
Askenasyella
chlamidopis
Rhizoclonium sp
<1
<1
<1
1
93
5
2
5
<1
<1
<1
<1
236
9
12
5
<1
<1
67
6
1
<1
5
3
5
<1
<1
<1
416
4
-
8
24
26
<1
-
378
1
1
-
8
<1
-
<1
<1
-
<1
<1
-
836
1
17
-
43
-
<1
-
-
-
3
<1
<1
-
15
<1
1
5
<1
<1
-
-
-
-
-
-
2
3
Chlorophyceae
Lokasi L2
RBL
RKL
1
1
2
Cascinodiscuceae
Cymbellaceae
Dinophyceae
RG
Desnidiaceae
4
5
6
1
2
Palmellaceae
1
Chladophoraceae
1
RG
X
Jlh
N
X
-
-
<1
-
<1
-
79
65
2
1
3
2
2
172
3
6
-
-
-
<1
1
<1
3
7
2
137
-
<1
<1
-
<1
<1
<1
1
<1
<1
<1
1
<1
<1
<1
<1
724
16
14
<1
25
1
8
-
29
-
5
8
<1
<1
<1
<1
238
10
25
12
<1
1
<1
1
<1
<1
5
17
<1
-
<1
-
<1
234
2
3
<1
<1
405
1
3
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
2
<1
<1
-
-
-
60
1
2
2
<1
<1
3
<1
<1
26
1
2
-
-
-
217
Lampiran 7 (Lanjutan)
Kelas
Famili
No
Jenis
Lokasi L1
RBL
RKL
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Zygnemopsis
spiralis
2
Zygnema insigne
Chaetophoraceae
1
Chaetophora
incrassata
4
<1
<1
Rhodophyceae
2
Fragmen
alga
merah
42
1
2
13
1
<1
Sarcodina
Globorotalida
1
Globorotalis
pumilio
1
1
<1
<1
<1
<1
2
G. scitula
16
1
2
<1
<1
<1
Globigerinidae
1
Globigerinita
humilis
6
1
<1
<1
<1
<1
Foraminifera
1
Textularia
sagitulla
4
<1
<1
Copepoda
Tachidiidae
1
Microsetella
rosea
4
<1
<1
Acartiidae
1
Acartia sp
4
<1
<1
Euphausiidae
1
Euphausia sp
Calanidae
1
Calanus sp
2
<1
<1
Harpacticidae
1
Trigiopus
japonicus
2
<1
<1
Polyhemidae
1
Evadne sp
28
1
2
6
<1
<1
Protobranchia
Atlantanidae
1
Altanta inflata
1
<1
<1
2
Atlanta sp
2
Keterangan : Jlh : Jumlah; N : Kepadatan (Ind/mm ); X : Kelimpahan(%). RKL : Rumpon Kecil
Zygnematoceae
1
RG
Lokasi L2
RBL
RKL
RG
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
-
-
-
3
<1
<1
2
<1
<1
-
-
-
-
-
-
8
1
<1
<1
1
<1
32
-
1
-
2
-
-
-
-
5
<1
<1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
33
1
7
15
<1
2
13
<1
11
33
1
1
1
-
-
<1
-
-
2
-
<1
-
-
<1
1
-
<1
<1
<1
1
<1
<1
5
<1
<1
6
<1
<1
4
<1
<1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
8
<1
<1
1
-
<1
-
<1
-
1
-
-
-
<1
-
<1
-
-
-
-
-
-
-
3
-
-
-
<1
<1
<1
<1
<1
2
7
-
<1
2
2
<1
<1
<1
1
30
1
1
-
Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar; RG : Rumpon Gewang.
218
Lampiran 7 (Lanjutan)
Kelas
Famili
No
Jenis
Lokasi L1
RBL
RKL
Jlh
N
Peraclis
articulata
15
<1
2
Peraclis sp
1
Demospongiae
Spongillidae
1
Spongilla fragilis 42
2
Spikul spongs
Urachordata/
Pyrosomidae
3
Platynereis
Tunicata
dumerilli
47
1
Opisthobranchia
Cavoliniidae
1
Creseis virgula
2
C. acicula
Limacinidae
1
Limacina leseuri
72
1
Spirotrica
Tintinnidae
1
Eutintinus sp
3
<1
2
Tintinopsis sp
14
<1
3
Amphorela
brandti
Rhabdonellidae
1
Rhabdonella
elegans
2
<1
Polychaeta
Cytholaimidae
1
Chromadora sp
Ciliata
Nassilidae
1
Clamydodon
exocellatus
Bacteria
1
Sprirochaeta
splicatilis
30
1
Myxophyceae
1
Anguillospora
longissima
2
Fungi Imperfecti
3
Agmenelum
quadruplicatum
4
Fischerella sp
Keterangan : Jlh : Jumlah; N : Kepadatan (Ind/mm2); X : Kelimpahan(%).
Peraclidae
1
RG
Lokasi L2
RBL
RKL
RG
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
Jlh
N
X
-
17
<1
1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
2
-
11
8
-
<1
<1
-
1
<1
-
2
17
6
1
<1
<1
<1
<1
<1
1
<1
<1
6
11
10
-
<1
<1
<1
-
<1
1
1
-
5
8
5
-
<1
<1
<1
-
<1
1
<1
-
14
21
-
<1
<1
-
1
-
3
4
<1
<1
<1
1
1
1
1
2
1
2
2
-
26
18
1
42
6
2
1
<1
3
>1
13
24
3
-
2
<1
<1
-
<1
-
58
18
6
46
-
1
<1
<1
1
>1
1
2
<1
<1
<1
<1
1
-
<1
-
<1
<1
10
20
49
5
1
<1
1
20
10
17
34
1
5
<1
<1
1
-
<1
<1
2
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
<1
<1
-
-
-
<1
-
8
-
<1
-
1
-
3
-
<1
-
<1
-
-
-
-
-
-
-
10
5
<1
<1
<1
<1
-
-
-
-
8
<1
<1
-
-
-
-
-
-
41
1
1
2
71
1
5
68
1
3
34
2
2
10
<1
1
262
5
9
-
8
-
1
-
2
-
<1
-
-
1
-
<1
-
-
-
<1
<1
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
1
<1
<1
<1
RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar; RG : Rumpon Gewang.
219
Lampiran 8 Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di
lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari
Kelompok/jenis ikan
I.
1.
2.
3.
4
5
6
7
8
9
10
1.
2
1
2
3
1
2
1
2
3
4
1
1
1
1
1
1
1
Kelompok Famili Utama/Mayor
POMACENTRIDAE
Chromis margaritifer
C. ovalis
C. lepidolepis
Abudefduf bengalensis
Chrisiptera rollandi
C. parasema
C. unimaculata
Dascyllus aruanus
Amphiprion sp
Sufflamen chrysopterus
BALISTIDAE
Melichtys vidua
Balistapus undulatus
SCARIDAE
Scarus ghobbon
S. sordidus
S. bleekeri
APOGONIDAE
Apogon kallopterus
A. bandanensis
POMACANTHIDAE
Centropyge bicolor
C. tibicens
Genicanthus melanospilos
Pomacentrus nigromanus
OPHICTHIDAE
Myricthys colubrinus
EPHIPPHIDIDAE
Platax sp
Canthigaster valentini
SIGANIDAE
Siganus corallinus
PSEUDOCHROMIDAE
Pseodochromis sp
SCORPAENIDAE
Pterois volitans
CENTRISCIDAE
Aleoliscus strigatus
CAESIONIDAE
Pterocaesio diagramma
Lokasi L1
RKL
RBL
Lokasi L2
RKL
RBL
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
-
+
-
-
+
+
-
+
+
+
-
-
+
-
+
+
-
+
-
+
+
-
-
+
+
+
-
-
-
-
+
+
-
+
-
+
+
-
-
-
+
+
+
-
-
-
-
+
-
-
-
+
220
Lampiran 8 (Lanjutan)
Kelompok/jenis ikan
II.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
1
1
1
2
1
1
Lokasi L1
Lokasi L2
Kelompok Target
ACANTHURIDAE
Acanthurus nigricans
A. mata
A. triotegus
A. bariena
A. pyroferus
Zanclus cornutus
Zanclus sp
Ctenochaetus striatus
Zebrasoma flaviscens
Naso caeruleocanda
LABRIDAE
Halichoeres scapularis
Hemigymnus fasciatus
Hologymnosus doliatus
Heniochus acuminatus
Bodianus ginulatus
Thalassoma lunare
Cheilinus trilobatus
SERRANIDAE
Epinephelus tauvina
E. merra
Pseudonthias dispar
MULLIDAE
Parupeneus bifasciatus
LETHRINIDAE
Lethrinus sp
LUTJANIDAE
Lutjanus sp
L.decussatus
HAEMULIDAE
Diagramma pictum
NEMIPTERIDAE
Scolopsis margaritifer
+
+
+
+
+
+
+
+
+
+
-
+
+
+
+
-
+
-
+
+
+
+
-
+
+
-
+
+
-
+
-
+
+
-
+
-
+
-
+
-
+
-
+
-
+
-
-
+
-
+
-
-
-
+
-
-
-
+
221
Lampiran 8 (Lanjutan)
Kelompok/jenis ikan
III
1
2
3
4
5
6
IV
1.
Kelompok Indikator
CHAETODONIDAE
Chaetodon kleinii
C. adiergastos
C. melanotus
C. trifasciatus
C. meyeri
C. baronessa
Kelompok Non Ikan Karang
DASYATITIDAE
Himantura uarnak
Lokasi L1
Lokasi L2
+
+
+
-
+
+
+
+
+
-
+
+
-
+
-
-
-
Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.
222
Lampiran 9
No
I
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
1
2
3
1
1
2
1
1
1
2
1
1
2
II
1
2
3
4
Jenis dan sebaran ikan karang yang hadir di sekitar bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan
L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari
Kelompok
Ikan/Famili/Jenis
Lokasi L1
Ikan
BRK BRB BTR
Kelompok Famili Utama/Mayor
POMACENTRIDAE
Abudefduf bengalensis
+
+
+
Dascyllus aruanus
+
+
D. trimaculatus
+
Chromis demidiata
+
C. lepidolepis
+
+
C. ovalis
+
C. margaritifer
+
Stegastes fasciolatus
+
Chrysiptera rollandi
+
C. unimaculata
C. talboti
Amblyglyphidodon curacao
Pomacanthus trilineatus
P. acanthops
+
APOGONIDAE
Apogon kallopterus
+
+
+
A. aureus
+
A bandanensis
Pomacanthidae
Centropyge tibicens
+
SCARIDAE
Scarus ghobban
+
+
S. bleekeri
HOLOCENTRIDAE
Myripristis sp
+
MALACANTHIDAE
Malacanthus sp
+
BALISTIDAE
Balistapus undulatus
Rhinecanthus sp
SCORPAENIDAE
Pterois volitans
CAESIONIDAE
Pterocaesio lativittata
+
Caesio terres
Kelompok Target
ACANTHURIDAE
Ctenochaetus striatus
+
+
+
Acanthurus mata
+
+
A. bariena
+
+
Naso tuberosus
+
BRK
Lokasi L2
BRB BTR
+
+
+
-
+
+
+
+
-
+
+
+
-
+
-
+
-
+
+
-
-
-
+
+
-
-
-
-
-
-
-
-
+
+
-
-
+
-
-
-
+
-
+
-
+
-
+
-
223
Lampiran 9 (Lanjutan)
No
1
2
3
4
5
1
1
1
1
1
1
III
1
2
3
IV
1
1
Kelompok
Ikan/Famili/Jenis
Lokasi L1
Ikan
BRK BRB BTR
LABRIDAE
Thalassoma lunare
+
Labroides bicolor
+
Hemigymnus melapterus
+
Hologymnosus doliatus
+
Halichoeres ornattisimus
SIGANIDAE
Siganus corallinus
+
LETHRINIDAE
Lethrinus lentjam
MULLIDAE
Parupeneus multifasciatus
HAEMULIDAE
Plectorhinchus lineatus
NEMIPTERIDAE
Pentapodus caninus
SERRANIDAE
Epinephelus merra
Kelompok Indikator
CHAETODONTIDAE
Chaetodon kleinii
+
+
+
C. meyeri
C. robustus
Kelompok Non Ikan Karang
DASYATITIDAE
Himantura uarnak
+
MURAENIDAE
Gymnothorax javanicus
-
Keterangan :
BRK : Bubu rumpon kecil; BRB : Bubu rumpon besar;
rumpon.
BRK
Lokasi L2
BRB BTR
+
+
-
-
-
-
-
-
-
+
+
-
+
-
+
-
-
-
+
+
-
-
+
-
+
+
-
+
+
+
-
-
-
-
-
+
BTR : Bubu tanpa
224
Lampiran 10 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar rumpon di
lokasi L1 dan L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari
No.
I.
1.
2.
3.
4
5
6
7
8
9
10
11
1
2
1
2
3
1
2
1
2
3
4
1
1
1
1
2
1
1
1
Lokasi L1
RKL
RBL
Kelompok/jenis ikan
Lokasi L2
RKL
RBL
Total
Kelompok Famili Utama /Mayor
POMACENTRIDAE
Chromis margaritifer
C. ovalis
C. lepidolepis
Abudefduf bengalensis
Chrisiptera rollandi
C. parasema
C. unimaculata
Dascyllus aruanus
Amphiprion sp
Sufflamen chrysopterus
Stegastes fasciolatus
BALISTIDAE
Melichtys vidua
Balistapus undulatus
SCARIDAE
Scarus ghobbon
S. sordidus
S. bleekeri
APOGINIDAE
Apogon kallopterus
A. bandanensis
POMACANTHIDAE
Centropyge bicolor
C. tibicens
Genicanthus melanospilos
Pomacentrus nigromanus
OPHICTHIDAE
Myricthys colubrinus
EPHIPPIDIDAE
Platax sp
TETRAODONTIDAE
Canthigaster valentini
SIGANIDAE
Siganus corrallinus
Pseodochromis sp
SCORPAENIDAE
Pterois volitans
CENTRISCIDAE
Aleoliscus strigatus
CAESIONIDAE
Pterocaesio diagramma
8
0
0
78
1
1
10
0
0
0
0
50
70
10
110
0
0
20
0
1
2
0
8
0
0
20
20
0
0
0
0
0
0
50
70
0
30
0
0
0
3
0
2
2
116
140
10
193
21
1
30
3
1
4
2
1
0
0
1
0
0
0
0
1
1
5
2
0
1
0
2
2
0
0
0
0
0
8
2
2
67
0
0
50
69
0
15
0
151
50
1
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
0
3
9
2
0
4
9
2
1
0
0
1
0
1
2
0
0
0
2
0
1
0
1
2
0
2
2
0
0
0
0
0
2
2
3
0
1
0
4
0
0
0
15
15
0
0
0
100
100
225
Lampiran 10 (Lanjutan)
No.
Kelompok/jenis ikan
II.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
4
5
6
7
1
2
3
1
1
1
2
1
1
ACANTHURIDAE
Acanthurus nigricans
A. mata
A. triotegus
A. bariena
A. pyroferus
Zanclus cornutus
Zanclus sp
Ctenochaetus striatus
Zebrasoma flaviscens
Naso caeruleocanda
LABRIDAE
Halichoeres scapularis
Hemigymnus fasciatus
Hologymnosus doliatus
Heniochus acuminatus
Bodianus ginulatus
Thalassoma lunare
Cheilinus trilobatus
SERRANIDAE
Epinephelus tauvina
E. merra
Pseudonthias dispar
MULLIDAE
Parupeneus bifasciatus
LETHRINIDAE
Lethrinus sp
LUTJANIDAE
Lutjanus sp
L.decussatus
HAEMULIDAE
Diagramma pictum
NEMIPTERIDAE
Scolopsis margaritifer
Lokasi L1
Lokasi L2
RKL
RBL
RKL
RBL
Kelompok Target
Total
1
9
0
0
0
2
0
45
1
1
0
2
0
1
4
0
0
5
0
0
1
1
0
0
0
0
2
31
0
0
0
0
2
0
0
0
0
0
0
0
2
12
2
1
4
2
2
81
1
1
2
0
0
3
1
2
0
0
0
10
0
0
0
3
0
0
0
0
0
0
0
2
1
0
0
0
0
0
4
1
10
3
1
2
3
0
3
0
0
3
9
0
0
0
2
0
0
2
6
9
2
0
0
1
3
8
0
1
0
9
5
0
0
0
5
0
0
2
10
2
0
0
0
4
4
0
0
0
4
4
226
Lampiran 10 (Lanjutan)
No.
Kelompok/jenis ikan
III.
1
2
3
4
5
6
IV
1.
Total
CHAETODONTIDAE
Chaetodon kleinii
C. adiergastos
C. melanotus
C. trifasciatus
C. meyeri
C. baronessa
Kelompok Non Ikan Karang
DASYATITIDAE
Himantura uarnak
Lokasi L1
Lokasi L2
RKL
RBL
RKL
RBL
Kelompok Indikator
Total
6
0
4
1
0
0
1
0
0
2
10
8
4
0
0
0
0
0
27
20
0
0
0
0
35
20
6
3
10
8
1
279
0
378
0
166
0
367
1
1190
Keterangan : RKL : Rumpon Kecil Lontar; RBL : Rumpon Besar Lontar.
227
Lampiran 11 Jenis dan jumlah ikan karang yang hadir di sekitar bubu
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon di lokasi L1 dan
L2 teramati pada pagi, siang dan sore hari
No
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
1
2
3
1
1
2
1
1
1
2
1
1
2
II
1
2
3
4
Jenis Ikan
Lokasi L1
BRK BRB BTR BRK
Kelompok Famili Utama/Mayor
POMACENTRIDAE
Abudefduf bengalensis
70
26
200
50
Dascyllus aruanus
4
9
0
8
D. trimaculatus
0
11
0
0
Chromis demidiata
0
0
10
0
C. lepidolepis
1
5
0
0
C. ovalis
0
50
0
0
C. margaritifer
0
20
0
1
Stegastes fasciolatus
20
0
0
0
Chrysiptera rollandi
0
5
0
0
C. unimaculata
0
0
0
0
C. talboti
0
0
0
0
Amblyglyphidodon curacao
0
0
0
0
Pomacanthus trilineatus
0
0
0
0
P. acanthops
0
5
0
0
APOGONIDAE
Apogon kallopterus
15
30
3
101
A. aureus
0
0
15
0
A bandanensis
0
0
0
0
POMACANTHIDAE
Centropyge tibicens
0
1
0
0
SCARIDAE
Scarus ghobban
2
5
0
1
S. bleekeri
0
0
0
1
HOLOCENTRIDAE
Myripristis sp
0
0
1
0
Malacanthidae
Malacanthus sp
15
0
0
0
BALISTIDAE
Balistapus undulates
0
0
0
0
Rhinecanthus sp
0
0
0
1
SCORPAENIDAE
Pterois volitans
0
0
0
1
CAESIONIDAE
Pterocaesio lativittata
0
50
0
0
Caesio terres
0
0
0
0
Kelompok Target
ACANTHURIDAE
Ctenochaetus striatus
35
6
6
0
Acanthurus mata
3
8
0
0
A. bariena
7
0
3
0
Naso tuberosus
0
0
4
0
Lokasi L2
Total
BRB
BTR
0
2
0
0
0
0
0
0
5
5
0
0
5
0
0
0
0
0
0
30
0
0
0
0
3
1
0
0
346
23
11
10
6
80
21
20
10
5
3
1
5
5
22
0
0
3
0
28
174
15
28
0
0
1
0
0
0
0
8
1
0
0
1
0
0
15
2
0
0
0
2
1
0
0
1
50
0
0
20
100
20
0
0
4
0
10
0
0
0
57
11
14
4
228
Lampiran 11 (Lanjutan)
No
1
2
3
4
5
1
1
1
1
1
1
III
1
2
3
IV
1
1
Lokasi L1
Jenis Ikan
LABRIDAE
Thalassoma lunare
Labroides bicolor
Hemigymnus melapterus
Hologymnosus doliatus
Halichoeres ornattisimus
SIGANIDAE
Siganus corallinus
LETHRINIDAE
Lethrinus lentjam
MULLIDAE
Parupeneus multifasciatus
HAEMULIDAE
Plectorhinchus lineatus
NEMIPTERIDAE
Pentapodus caninus
SERRANIDAE
Epinephelus merra
Lokasi L2
Total
BRK
BRB
BTR
BRK
BRB
BTR
3
1
0
0
0
0
0
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
20
0
0
1
0
0
0
0
0
0
0
3
1
2
1
20
0
0
2
0
0
0
2
0
0
0
0
0
2
2
0
0
0
5
0
1
6
0
0
0
0
2
0
2
0
0
0
0
0
100
100
0
0
1
0
0
1
20
0
0
4
10
0
5
10
1
68
20
1
1
0
Kelompok Indikator
CHAETODONTIDAE
Chaetodon kleinii
C. meyeri
C. robustus
8
0
0
9
0
0
22
0
0
Kelompok Non Ikan Karang
DASYATITIDAE
Himantura uarnak
MURAENIDAE
Gymnothorax javanicus
Total
Keterangan :
0
0
1
0
0
0
0
184
0
242
0
267
0
210
0
112
1
215
BRK : Bubu Rumpon Kecil; BRB : Bubu Rumpon Besar;
Rumpon.
1
1230
BTR : Bubu Tanpa
229
Lampiran 12 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar rumpon
No.
Jenis ikan
Arah renang
Depan
1
Chromis margaritifer
2
Diagrama pictum
3
Pterocaesio diagramma
4
Zanclus cornutus
5
Zanckus sp
6
Pseudonthias dispar
7
Hologymnosus doliatus
8
Pseudochromis sp
9
Chromis lepidolepis
10
C. ovalis
11
Abudefduf bengalensis
12
Sufflamen chrysopterus
13
Chrysipetra rollandi
14
Apogon kallopterus
15
Centropyge bicolor
16
Thalassoma lunare
17
Chrysiptera parasema
18
C. unimaculata
19
Apogon bandanensis
20
Siganus corallinus
21
Acanthurus nigricans
Belakang
Pola gerak
Melawan
arus
Naik
turun
Bolak
balik
Bergerak
melingkar
Posisi ikan dengan rumpon
Bergerak
melingkar
searah jarum
jam
Vertikal
Atas
Samping
Pertnghan
Dlm
Masuk
keluar
Singgah
sbntar
lalu
pergi
Lsng
pergi
230
Lampiran 12 (Lanjutan)
No.
Jenis ikan
Arah renang
Depan
Belakang
22
Scarus ghobban
23
Melichtys vidua
24
Scarus sordidus
25
S. . bleekeri
26
Dascyllus aruanus
27
Rhinecanthus sp
28
Himantura uarnak
29
Myrichtys colubrinus
30
Pamacentrus trilineatus
31
Bodianus ginulatus
32
Amphiprion sp
33
Balistapus undulatus
34
Acanthurus bariena
35
36
Genicanthus
melanospilos
Centropyge tibicens
37
Epinephelus merra
38
Chaetodon melanotus
39
Platax sp
40
Naso caeruleocanda
41
Hemigymnus fasciatus
42
Halichoeres scapularis
43
Pterois volitans
Pola gerak
Melawan
arus
Naik
turun
Bolak
balik
Bergerak
melingkar
Posisi ikan dengan rumpon
Bergerak
melingkar
searah jarum
jam
Vertikal
Atas
Samping
Pertnghan
Dlm
Masuk
keluar
Singgah
sbntar
lalu
pergi
Lsng
pergi
231
Lampiran 12 (Lanjutan)
No.
Jenis ikan
44
Canthigaster valentini
45
Acanthurus pyroferus
46
A. mata
47
A. triotegus
48
Heniochus acuminatus
49
Ctenochaetus striatus
50
Zebrasoma flavicens
51
Chaetodon kleinii
52
Parupeneus bifasciatus
53
Cheillinus trilobatus
54
Lethrinus sp
55
Lutjanus sp
56
Chaetodon trifasciatus
57
C. meyeri
58
C. baronessa
59
C. adiergastos
60
Lutjanus decussatus
61
Epinephelus tauvina
62
Aeoliscus strigatus
63
Arah renang
Pola gerak
Posisi ikan dengan rumpon
Depan
Belakang
Melawan
arus
Naik
turun
Bolak
balik
Bergerak
melingkar
Bergerak
melingkar
searah jarum
jam
Vertikal
Atas
Samping
Pertnghan
Dlm
Masuk
keluar
Singgah
sbntar
lalu
pergi
57
90
5
8
4
6
29
46
14
22
7
11
10
16
1
2
24
38
25
40
1
2
1
2
4
6
2
3
Lsng
pergi
Scolopsis margaritifer
Jumlah spesies ikan
Proporsi (%)
2
3
232
Lampiran 13 Tipe pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di sekitar bubu
No.
Jenis ikan
Arah renang
Depan
1
Abudefduf bengalensis
2
Chromis lepidolepis
3
C. ovalis
4
C. demidiata
5
C. margaritifer
6
Apogon bandanensis
7
Halichoeres ornattisimus
8
Pterocaesio lativittata
9
Pentapodus caninus
10
Dascyllus aruanus
11
D. trimaculatus
12
Stegastes fasciolatus
13
Chrysiptera rollandi
14
C. talboti
15
Acanthurus bariena
16
Lethrinus lentjam
17
Caesio terres
18
Rhinecanthus sp
19
Apogon kallopterus
20
A. aureus
21
Centropyge tibicens
22
Chaetodon kleinii
23
Ctenochaetus striatus
24
Naso tuberosus
Samping
Pola gerak
Belakang
Melawan
arus
Naik
turun
Bolak
balik
Menyusuri
dinding
bubu
Posisi ikan dengan bubu
Menyusuri
dinding bubu
searah jarum
jam
Atas
Samping
Depan
mulut
bubu
Dasar
Langsung
pergi
233
Lampiran 13 (Lanjutan)
No.
Jenis ikan
Depan
25
Pomacanthus acanthops
26
Myripristis sp
27
Hemigymnus melapterus
28
Parupeneus multifasciatus
29
Scarus bleekeri
30
S. ghobban
31
Malacanthus sp
32
Acanthurus mata
33
Siganus corallinus
34
Thalassoma lunare
35
Labroides bicolor
36
Pomacanthus trilineatus
37
Chaetodon robustus
38
Pterois volitans
39
Hologymnosus doliatus
40
Himantura uarnak
41
Plectorhinchus lineatus
42
Chrysiptera unimaculata
43
44
Amblyglyphidodon
curacao
Balistapus undulatus
45
Epinephelus merra
46
Gymnothorax javanicus
47
Chaetodon meyeri
Jumlah spesies ikan
Presentase (%)
37
79
Arah renang
Samping Belakang
1
2
10
21
Melawan
arus
Naik
turun
9
19
24
50
Pola gerak
Bolak
Menyusuri
balik
dinding
bubu
5
11
6
13
Menyusuri
dinding bubu
searah jarum
jam
Atas
2
4
21
45
Posisi ikan dengan bubu
Samping
Depan
Dasar
mulut
bubu
30
64
1
2
1
2
Langsung
pergi
6
13
234
Lampiran 14 Pola gerak (PG) setiap spesies ikan karang di luar dan di dalam
bubu
No
Jenis Ikan
1.
Thalassoma lunare
2.
Chaetodon kleinii
3.
Amblyglyphidodon
curacao
4.
Centropyge bicolor
5.
Zebrasoma scopas
6.
Chrysiptera talboti
7.
Chromis lepidolepis
8.
Cheilinus diagrammus
9.
Ctenochaetus striatus
Tingkah laku ikan di sekitar dan di dalam bubu
Datang dari depan, bergerak naik turun, bolak balik
dari depan ke belakang dan sebaliknya, masuk ke
dalam bubu lurus dari depan, di dalam bubu
bergerak bolak balik
Datang dari depan mengelilingi dinding bubu,
bergerak di atas dan di samping bubu, masuk ke
dalam bubu dari samping kiri atau kanan, di dalam
bubu bergerak naik turun, bolak balik mengitari
dinding mulut bubu searah jarum jam dengan
gerakan sangat cepat, terlihat agak panik, kemudian
meloloskan diri
Bermain di depan dan di samping mulut bubu,
masuk ke dalam bubu dari samping kiri atau kanan
dan di dalam bubu bergerak bolak balik dan naik
turun
Bergerak lurus dari depan kebelakang dan
sebaliknya, bergerak naik turun, bergerak lurus dari
depan langsung masuk ke dalam bubu, di dalam
bubu bergerak bolak balik, naik turun dengan
gerakan sangat cepat dan mengitari dinding mulut
bubu searah jarum jam
Berada di depan mulut bubu, berputar-putar di
dalam mulut bubu, kemudian masuk kedalam bubu,
di dalam bubu bergerak bolak balik
Berada di depan mulut bubu, bergerak naik turun
dari depan ke belakang dan sebaliknya, bergerak di
samping bubu, lalu masuk kedalam bubu, di dalam
bubu bergerak bolak balik, naik turun dengan
gerakan sangat cepat dan terlihat panik sambil
mengitari dinding mulut bubu searah jarum jam
Berputar-putar di depan mulut bubu lalu masuk ke
dalam bubu, di dalam bubu bergerak bolak balik,
kemudian meloloskan diri
Berputar-putar di depan mulut bubu, lalu masuk
dari samping ke dalam mulut bubu terus ke dalam
bubu dan di dalam bubu bergerak bolak balik
Menyusuri dinding bubu, bergerak bolak balik dari
belakang ke depan dan sebaliknya, bergerak bolak
balik, naik turun mengitari dinding mulut bubu
searah jarum jam
235
Lampiran 14 (Lanjutan)
No
Jenis Ikan
10. Cantherhines pardalis
11. Cirrithicthys sp
12. Cheilinus trilobatus
13. Naso tuberosus
14. Chaetodon melanotus
15. Sargocentron sp
16. Dascyllus albisella
17. Scarus ghobban
Tingkah laku ikan di sekitar dan di dalam bubu
Bergerak bolak balik dari depan ke belakang dan
sebaliknya di atas bubu, menuju depan mulut bubu,
masuk kemulut bubu sambil berputar-putar di
mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu. Di dalam
bubu bergerak bolak balik, naik turun mengitari
dinding mulut bubu searah jarum jam
Datang dari samping bubu, lalu masuk lurus ke
dalam bubu. Di dalam bubu bergerak bolak balik,
naik turun
Bergerak mengelilingi dinding bubu, bergerak
bolak balik di depan mulut bubu, masuk ke dalam
mulut bubu sambil berputar-putar di dalam mulut
ubu, lalu masuk ke dalam bubu. Di dalam bubu
bergerak bolak balik
Berada di dasar, dan depan bubu, masuk ke dalam
bubu dan di dalam bubu bergerak bolak balik dan
naik turun
Berada di dasar, samping dan depan bubu, masuk
keluar mulut bubu, lalu masuk ke dalam bubu dan
meloloskan diri
Bermain di mulut bubu, masuk keluar dan berputarputar di mulut bubu, dan masuk ke dalam bubu,
kemudian meloloskan diri
Bergerak bolak balik di samping bubu, masuk dan
berputar-putar di dalam mulut bubu, lalu masuk ke
dalam bubu. Di dalam bubu bergerak bolak balik
dan naik turun
Bergerak aktif di atas dan di samping bubu, lalu
masuk ke dalam bubu, di dalam bubu bergerak
bolak balik dan naik turun
236
Lampiran 15 Jumlah dan lama waktu setiap spesies ikan karang masuk dan
meloloskan diri dari dalam bubu
No
Jenis Ikan
1.
2.
Thalassoma lunare
3.
Amblyglyphidodon
curacao
Centropyge bicolor
Zebrasoma scopas
Chrysiptera talboti
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
Chaetodon kleinii
Chromis lepidolepis
Cheilinus
diagrammus
Ctenochaetus striatus
Cantherhines
pardalis
Jumlah
1
1
2
3
4
5
1
Lama Waktu
Masuk ke Bubu Meloloskan diri dari
(menit)
dalam Bubu (menit)
13
105
35
81
50
54
30
195
59
-
1
1
1
2
3
1
1
33
98
172
181
197
143
154
79
-
1
2
3
1
79
141
179
66
-
2
3
4
5
11.
Cirrithicthys sp
1
12.
Cheilinus trilobatus
1
13.
Naso tuberosus
1
14.
Chaetodon melanotus
1
2
15.
Sargocentron sp
1
16.
Dascyllus albisella
1
2
3
Scarus ghobban
17.
1
2
Keterangan : Pengamatan dilakukan saat bubu
jam 11.45 – 17.00.
96
117
183
208
163
196
196
44
17
188
196
39
156
195
203
118
143
di pasang dalam keramba pada
237
Lampiran 16 Beberapa jenis ikan karang yang tertangkap pada alat tangkap bubu
Scarus ghobban
Abudefduf bengalensis
Sufflamen chrysopterus
Amblyglyphidodon curacao
Apogon kallopterus
Chaetodon kleinii
238
Lampiran 17 Pengelompokkan kisaran panjang ikan hasil tangkapan
dioperasikan bersama rumpon dan tanpa rumpon
Kelompok Ikan
POMACENTRIDAE
POMACANTHIDAE
APOGONIDAE
TETRAODONTIDAE
MONACANTHIDAE
No
Jenis Ikan
Kelompok Famili Utama/Mayor
1
Chromis ternatensis
2
C.ovalis
3
C.lepidolepis
4
Chrysiptera talboti
5
Amblyglyphidodon
curacao
6
Dascyllus albisella
7
D.aruanus
8
Abudefduf sordidus
9
A. bengalensis
10 Pomacentrus
moluccensis
11 Plectroglyphidodon
lacrymatus
12 Stegastes fasciolatus
1
Centropyge heraldi
2
C. vroliki
3
C.bicolor
4
C.tibicens
5
Chaetodontoplus
mesoleucus
1.
Apogon kallopterus
2
A.bandanensis
3
A.aureus
4
A.hartzfeldi
5
A.compressus
6
A.fraenatus
7
Cheilodipterus
quinquelinetus
8
C. macrodon
1
Canthigaster valentini
2
C.solandri
3
C. bennetti
4
Arothron stellatus
1.
Cantherhines pardalis
2
C. fronticinthus
3
Paraluterus prionurus
4
Pervagor aspricaudus
bubu
Kisaran Panjang
(cm)
10,0-20,0
4,0-11,5
3.6-11,4
5,4-10,0
5,2-14,8
19,5
6,5
7,9-10,0
3,5
6,0-8,0
7,0
4,8-6,0
5,7
10,5
6,0-11,5
6,3-10,0
14,0
6,7 – 11,4
7,1-9,0
7,1-11,7
9,0
8,9-10,0
7,0
6,5-9,9
8,2 – 10,8
3,5 – 11,3
6,5-12,0
7,5
10,5-26,5
9,5 – 22,1
18,5-21,2
5,2-7,9
13,5
239
Lampiran 17 (Lanjutan)
Kelompok Ikan
SCARIDAE
PSEUDOCHROMIDAE
BLENIIDAE
BALISTIDAE
OSTRACIIDAE
EPHIPPIDIDAE
CIRRHITIDAE
CAESIONIDAE
HOLOCENTRIDAE
Aulostomidae
ACANTURIDAE
SERRANIDAE
No
1
2
3
4
5
6
1
Jenis Ikan
Calotomus spinidens
Scarus ghobban
S.schlegeli
S. pyrrhurus
S.flavipectoralis
S. sordidus
Pseudomonacanthus
macrurus
1
Meiacanthus grammistes
1
Balistapus undulatus
2
Sufflamen chrysopterus
1
Ostracion sp
1
Platax sp
1
Cirrhitichtys sp
1
Pterocaesio diagramma
2
P. tile
1
Sargocentron rubrum
2
Myripristis sp
3
Myripristis kuntee
4
Oistichtys kaianus
1.
Aulostomus sinensis
KELOMPOK TARGET
1
Acanthurus bariena
2
A. xanthopterus
3
A. mata
4
A. nigricans
5
Ctenochaetus striatus
6
Zebrasoma scopas
7
Naso tuberosus
1
Epinephelus
polophekadion
2
E.microdon
3
E. hexagonatus
4
E. caeroleopunctatus
5
E.fasciatus
6
E.merra
7
E. tauvina
8
Cephalopolis miniata
9
C.orgus
10
C. boenak
Kisaran Panjang
(cm)
8,0 – 17,0
4,0-27,5
18,0-25,6
8,7-10,1
24,5
25,0
14,5 – 24,0
6,0-8,0
9,8-21,0
13,3
10,0
9,1
6,3-11,3
15,6
13,5-16,4
5,6-14,0
13,4-18,0
10,0-16,1
10,5-11,0
39,2
12,0-21,3
26,0
24,0
27,3
3,7- 27,0
11,0-13,9
34,5
12,0
27,0
20,8
22,0-31,5
17,7-25,6
13,8-22,1
20,0
23,0-75,0
15,1
12,5-15,5
240
Lampiran 17 (Lanjutan)
Kelompok Ikan
SIGANIDAE
LETHRINIDAE
MULLIDAE
No
Jenis Ikan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
Thalassoma lunare
Hologymnosus sp
Hologymnosus doliatus
Cheilinus diagramnus
C.chlorurus
C.trilobatus
C. lunulatus
C. bimaculatus
C. orientalis
Bodianus diana
Halichoeres m
melanurus
H. nebulosus
H. ornatissimus
Halichoeres sp
Chaerodon sp
Cheilo inermis
Siganus punctatus
S. luridus
S. stellatus
S. doliatus
S. argenteus
S. rivulatus
S. canaliculatus
S.corallinus
S. guttatus
S. vulpinus
Lethrinus ornatus
L.semicinctus
L. variegatus
Parupeneus
barberinoides
Upeneus multifasciatus
12
13
14
15
16
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
1
2
3
1
2
CHAETODONTIDEA
KELOMPOK INDIKATOR
1
Chaetodon kleinii
2
Coradion chrysozonus
3
C. mertensii
4
C. melanotus
Kisaran Panjang
(cm)
11,7 – 14,0
9,0-20,5
9,5-16,5
3,5 -12,5
7,8-24,6
7,9-19,5
13,0
6,0-13,6
10,0-10,5
12,6-15,5
10,0-12,5
29,9
8,5
8,0-11,5
12,0
23,5
6,3 – 30,0
9,2-24,7
11,0-17,7
6,6-18,1
10,0-25,0
14,0-20,0
24,0
7,1-16,5
24,1-25,2
19,5-20,5
27,0
9,5-18,0
14,1
19,6
13,1
3,0-13,5
13,0
9,0-11,0
12,4-14,9
241
Lampiran 18 Analisis uji ”t” terhadap hasil tangkapan bubu dioperasikan bersama
rumpon dan tanpa rumpon pada penangkapan malam dan siang
hari di lokasi L1 dan L2.
Two-Sample T-Test and CI: BRK1m, BRB1m
Two-sample T for BRK1m vs BRB1m
N
BRK1m 24
BRB1m 24
Mean
3.04
2.75
StDev SE Mean
3.26
0.67
2.54
0.52
Difference = mu BRK1m - mu BRB1m
Estimate for difference: 0.292
95% CI for difference: (-1.411, 1.994)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.35 P-Value = 0.731 DF = 43
Two-Sample T-Test and CI: BRK1s, BRB1s
Two-sample T for BRK1s vs BRB1s
N
BRK1s 24
BRB1s 24
Mean
2.92
3.29
StDev SE Mean
3.11
0.63
3.67
0.75
Difference = mu BRK1s - mu BRB1s
Estimate for difference: -0.375
95% CI for difference: (-2.351, 1.601)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.38 P-Value = 0.704 DF = 44
Two-Sample T-Test and CI: BRB1m, BTR1m
Two-sample T for BRB1m vs BTR1m
N
BRB1m 24
BTR1m 24
Mean
2.75
2.63
StDev SE Mean
2.54
0.52
3.21 0.66
Difference = mu BRB1m - mu BTR1m
Estimate for difference: 0.125
95% CI for difference: (-1.562, 1.812)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.15 P-Value = 0.882 DF = 43
242
Two-Sample T-Test and CI: BRB1s, BTR1s
Two-sample T for BRB1s vs BTR1s
N
BRB1s 24
BTR1s 24
Mean
3.29
2.25
StDev SE Mean
3.67
0.75
2.23
0.46
Difference = mu BRB1s - mu BTR1s
Estimate for difference: 1.042
95% CI for difference: (-0.733, 2.816)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.19 P-Value = 0.242 DF = 37
Two-Sample T-Test and CI: BRK1m, BTR1m
Two-sample T for BRK1m vs BTR1m
N
BRK1m 24
BTR1m 24
Mean
3.04
2.63
StDev SE Mean
3.26
0.67
3.21 0.66
Difference = mu BRK1m - mu BTR1m
Estimate for difference: 0.417
95% CI for difference: (-1.467, 2.300)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.45 P-Value = 0.658 DF = 45
Two-Sample T-Test and CI: BRK1s, BTR1s
Two-sample T for BRK1s vs BTR1s
N
BRK1s 24
BRB1s 24
Mean
2.92
2.25
StDev SE Mean
3.11
0.63
2.23
0.46
Difference = mu BRK1s - mu BTR1s
Estimate for difference: 0.667
95% CI for difference: (-0.910, 2.243)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.85 P-Value = 0.398 DF = 41
243
Two-Sample T-Test and CI: BRK2m, BRB2m
Two-sample T for BRK2m vs BRB2m
N
BRK2m 24
BRB2m 24
Mean
1.63
2.58
StDev SE Mean
1.69
0.34
2.12 0.43
Difference = mu BRK2m - mu BRB2m
Estimate for difference: -0.958
95% CI for difference: (-2.076, 0.159)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.73 P-Value = 0.091 DF = 43
Two-Sample T-Test and CI: BRK2s, BRB2s
Two-sample T for BRK2s vs BRB2s
N
BRK2s 24
BRB2s 24
Mean
2.92
2.63
StDev SE Mean
2.39
0.49
2.98
0.61
Difference = mu BRK2s - mu BRB2s
Estimate for difference: 0.292
95% CI for difference: (-1.280, 1.864)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.37 P-Value = 0.710 DF = 43
Two-Sample T-Test and CI: BRK2m, BTR2m
Two-sample T for BRK2m vs BTR2m
N
BRK2m 24
BTR2m 24
Mean StDev SE Mean
1.63
1.69
0.34
2.38
2.20
0.45
Difference = mu BRK2m - mu BTR2m
Estimate for difference: -0.750
95% CI for difference: (-1.893, 0.393)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.32 P-Value = 0.193 DF = 43
244
Two-Sample T-Test and CI: BRK2s, BTR2s
Two-sample T for BRK2s vs BTR2s
N
BRK2s 24
BTR2s 24
Mean
2.92
4.08
StDev SE Mean
2.39
0.49
3.62
0.74
Difference = mu BRK2s - mu BTR2s
Estimate for difference: -1.167
95% CI for difference: (-2.959, 0.626)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.32 P-Value = 0.196 DF = 39
Two-Sample T-Test and CI: BRB2m, BTR2m
Two-sample T for BRB2m vs BTR2m
N
BRB2m 24
BTR2m 24
Mean
2.58
2.38
StDev SE Mean
2.12
0.43
2.20 0.45
Difference = mu BRB2m - mu BTR2m
Estimate for difference: 0.208
95% CI for difference: (-1.050, 1.467)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.33 P-Value = 0.740 DF = 45
Two-Sample T-Test and CI: BRB2s, BTR2s
Two-sample T for BRB2s vs BTR2s
N
BRB2s 24
BTR2s 24
Mean
2.63
4.08
StDev SE Mean
2.98
0.61
3.62
0.74
Difference = mu BRB2s - mu BTR2s
Estimate for difference: -1.458
95% CI for difference: (-3.387, 0.470)
T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.52 P-Value = 0.135 DF = 44
Download