BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Civil Society dan Demokrasi, dalam Ranah teoritis mengenai civil society terbagi dua pandangan. Ada sebagian yang berpandangan bahwa civil society memiliki keterikatan yang erat dengan Negara, termasuk dalam hal ini dengan Demokrasi di suatu Negara1. Negara, termasuk apparatus dan kebijakannya, merupakan bagian dari konsep sebuah masyarakat politik yang dicita-citakan. Namun ada pandangan lain bahwa, civil society merupakan sebuah ranah masyarakat yang terpisah dengan ranah Negara karena dalam peran dan fungsinya yang lebih bebas dan merdeka dari intervensi Negara. Max Weber pernah menyebut partai politik sebagai “anak demokrasi,” tetapi sejalan dengan kemunculan dan perkembangan demokrasi beberapa tahun belakangan ini, muncul masyarakat sipil (civil society) sebagai favorit baru sebagai institusi pendukung demokrasi2. Masyarakat sipil digambarkan sebagai “mata air demokrasi”, suatu anggapan yang romantis, meskipun mungkin terlalu berlebihan. Masyarakat internasional memang telah mendorong organisasi-organisasi 1 2 kemasyarakatan, membantu serta mendukung perluasan dan Pada masa Yunani Kuno, Civil society dan negara adalah berasal dari definisi yang sama yakni koinomia politik (masyarakat politik) dimana setiap manusia dikenal sebagai zoon politikon (makhluk politik). Neera Chandhoke. Benturan Negara dan Masyarakat Sipil. Yogyakarta, ISTAWA, 2001,hal.115. Ibid. 1 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] pengembangan mereka, yang seringkali pula dibangun diatas puing partai politik yang hancur karena telah kurangnya kepercayaan masyarakat kepada institusi tersebut. Upaya - upaya tersebut merupakan suatu yang baik dan diperlukan. Tetapi fokus yang ada pada masyarakat sipil telah bergerak melebihi porsi yang seharusnya. Bagi sebagian orang, hal tersebut telah menjadi sebuah obsesi, sebuah mantra3. Hal yang kemudian terjadi adalah, sumber-sumber daya lebih dialihkan kepada program - program pengembangan masyarakat dan mengesampingkan partai politik serta institusi - institusi politik seperti parlemen. Banyak publik yang merasa akan lebih memberikan hasil nyata apabila mereka bergabung dalam organisasi atau asosiasi masyarakat sipil dibandingkan dengan partai politik, karena untuk dapat terlibat dalam aktifitas demokratis partai politik terlebih dahulu dibutuhkan suatu perkembangan sosial dan politik yang matang. Penguatan organisasi – organisasi atau asosiasi kemasyarakatan sebagai upaya mewakili sisi permintaan dalam dunia politik, tanpa menyediakan bantuan yang sama kepada organisasi politik dimana mereka juga harus berusaha menggabungkan kepentingan - kepentingan kelompok didalamnya, pada akhirnya dapat merusak keseimbangan demokrasi. Mengabaikan partai-partai politik dan parlemen dapat menyebabkan menurunnya proses yang demokratis yang sebenarnya hendak ditingkatkan. Tanpa partai politik dan institusi politik yang kuat, terbuka dan 3 Democracy Out of Balance: Civil Society Can’t Replace Political Parties by Ivan Doherty, Director, Political Party Programs, NDI Worldwide Published in the Journal of Democracy Ed: Semarang, IDN hal 102. 2 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] efektif, serta mampu menegosiasikan, mengartikulasikan dan mengkompromikan kepentingan kepentingan yang berlawanan, akan menyebabkan terbukanya pintu kesempatan bagi pemimpin pemimpin yang populis untuk mencoba melangkahi institusi-institusi pemerintahan, terutama sistem checks and balances dan supremasi hukum4. Sebagai titik tolak pembahasan ini adalah mencari suatu penyelesaian tentang mungkinkah civil society tegak dalam sistem yang tidak demokrasi´dan apa mungkin demokrasi dapat berdiri tegak, di tengah masyarakat yang tidak civilied. Karena bagaimanapun civil society dan demokrasi merupakan dua entitas yang korelatif yang saling berkaitan. Dalam civil society, warga negara bekerjasama membangun ikatan sosial, jaringan produktif dan solidaritas yang bersifat non-govermental untuk mencapaikebaikan bersama. Karena itu, tekanan sentral civil society adalah independensinya terhadap suatu negara. Dari sini kemudian civil society dipahami sebagai akal dan awal keterkaitannya demokrasi. 4 Ibid hal. 105. 3 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] 1.2. Rumusan Masalah 1. Apa hakikat dan pokok – pokok yang terkandung dalam demokrasi dan civil society? 2. Apa korelasi antara demokrasi dengan civil society? 3. Bagaimana pengaruh civil society pada perkembangan demokrasi ? 4. Bagaimana bentuk demokrasi yang ada dalam beberapa civil society yang ada di dunia? 5. 1.3. Bagaimana pelaksanaan demokrasi pada civil society di Indonesia? Tujuan Penulisan Tujuan kelompok kami menyusun makalah ini adalah : 1. Untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Demokrasi dan HAM. 2. Untuk mengetahui lebih dalam tentang hakikat dan pokok – pokok dari kajian demokrasi dan civil society. 3. Untuk mengetahui korelasi antara demokrasi dan civil society. 4. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh civil society terhadap perkembangan demokrasi. 5. Untuk mengkaji bentuk demokrasi yang ada di beberapa civil society di dunia. 6. Kepentingan teoritik; memperkaya teori-teori mengenai Demokrasi dan HAM, khususnya Demokrasi dan Civil Society. 4 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] BAB II LANDASAN TEORI 1.1. Hakikat dan Makna Demokrasi Pengertian tentang demokrasi, secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang berasal dari bahasa yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat atau kependudukan suatu tempat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti kekuasaan atau kedaulatan rakyat5. Jadi secara bahasa demos-cratein atau demos-cratos atau demokrasi adalah keadaan negara dimana dalam sistem pemerintahanya kedaulatan berada ditangan rakyat, kekuasaan tertinggi berada dalam keputusan bersama rakyat, rakyat berkuasa, pemerintahan rakyat dan kekuasaan oleh rakyat 6. Sementara itu, pengertian demokrasi secara istilah sebagaimana dikemukakan para ahli sebagai berikut 7 : a) Menurut Joseph A. Schmeter, demokrasi merupakan suatu perencanaan institusional untuk untuk mencapai keputusan politik dimana individu-individu memeperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompeetitif atas suara rakyat. 5 Henry G. Lidell, Robert Scott, A Greek-English Lexico, New York:Routledge. hal 511. Ibid hal. 512. 7 William Reno, Demokrasi Pemerintah–Oposisi Vol.2, Bandung:Kawita hal. 40. 6 5 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] b) Sidney Hook berpendapat demokrasi adalah bentuk pemerintahan dimana keputusan-keputusan pemerintah yang penting secara langsung atau tidak langsung didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan secara bebas dari rakyat dewasa. c) Philippe C. Schmitter dan Terry Lynn Karl menyatakan demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan di mana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakantindakan mereka diwilayah publik oleh warga negara, yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih. d) Henry B. Mayo menyatakan demokrasi sebagai sisitem politik merupakan suatu sistem yang menunjukan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihanpemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan pollitik dan diselenggarakan dalam suasana terjaminya kebebasan politik. e) Affan Gaffar (2000) memaknai demokrasi dalam dua bentuk yaitu pemaknaan secara normatif dan empirik. Demokrasi normatif adalah demokrasi yang secara ideal hendak dilakukan oleh sebuah negara. Sedangkan demokrasi empirik adalah demokrasi dalam perwujudanya pada dunia politik praktis. Dengan demikian makna demokrasi sebagai dasar hidup bermasyarakat dan bernegara mengandung pengertian bahwa rakyatlah yang memberikan ketentuan dalam masalah-masalah 6 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] mengenai kehidupannya, termasuk dalam menilai kebijakan negara, karena kebijakan tersebut akan menentukan kehidupan rakyat8. Dengan demikian negara yang menganut sistem demokrasi adalah negara yang diselenggarakan berdasarkan kehendak dan kemauan rakyat. Dari sudut organisasi, demokrasi berarti pengorganisasian negara yang dilakukan oleh rakyat sendiri atau atas persetujuan rakyat karena kedaulatan berada ditangan rakyat. Dari beberapa pendapat diatas diperoleh kesimpulan bahwa hakikat demokrasi sebagai suatu sistem bermayarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan ditangan rakyat baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Adapun pandangan lain terkait hakikat demokrasi apabila dikaji dari civil society adalah peran utama rakyat dalam partisipasi proses sosial dan politik. Pemerintahan tertinggi ditangan rakyat atau dengan kata lain rakyatlah yang berdaulat di negara yang demokratis. Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat mengandung pengertian tiga hal : pertama, pemerintah dari rakyat (government of the poeple); kedua pemerintahan oleh rakyat (government by poeple); ketiga, pemerintahan yang demokratis bila ketiga hal diatas dapat dijalankan dan ditegakkan dalam tata pemerintahan9. Pertama, pemerintahan dari rakyat (government of the poeple) mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintahan yang sah dan diakui (legitimate government) dan pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui (unlegitimate government) dimata rakyat. 8 9 Ibid, hal 46. Ibid, hal 8. 7 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] Pemerintahan yang sah dan diakui (legitimate government) berarti suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukunagn yang diberikan oleh rakyat. Sebaliknya pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui (unlegitimete government) berarti suatu pemerintahan yang sedang memegang kendali kekuasaan tidak mendapat pengkuan dan dukungan dari rakyat. Legitimasi bagi suatu pemerintahan sangat penting karena dengan legitimasi tersebut, pemerintahan dapat menjalankan roda birokrasi dan program-programnya sebagai wujud dari amanat yang diberikan oleh rakyat kepadanya. Pemerintahan dari rakyat memberikan gambaran bahwa pemerintah yang sedang memegang kekuasaan dituntut kesadaranya bahwa pemerintahan tersebut diperoleh melalui pemilhan dari rakyat bukan dari pemberian wangsit atau kekuatan supranatural. Kedua, pemerintahan oleh rakyat (government by the poeple). Pemerintahan oleh rakyat berarti bahwa suatu pemerintahan menjalankan kekuasaan atas nama rakyat bukan atas dorongan diri dan keinginanya sendiri. Selain itu juga mengandung pengertian bahwa dalam menjalankan kekuasaanya, pemerintahan berada dalam pengawasan rakyatnya. Karena itu pemerintah harus tunduk kepada pengawasan rakyat (social control). Pengawasan rakyat (social control) dapat dilakukan secara langsung oleh rakyat maupun tidak langsung yaitu melalui perwakilannya di parlemen (DPR). Dengan adanya pengawasan oleh rakyat (social control) akan menghilangkan ambisi otoriterianisme para penyelenggara negara (pemerintah dan DPR) Ketiga, pemerintahan unutk rakyat (government of the poeple) mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah itu dijalankan untuk 8 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] kepentingan rakyat. Kepentingan rakyat harus didahulukan dan diutamakan di atas segalanya. Untuk itu pemerintah harus mendengarkan dan mengakomodasi aspirasi rakyat dalam merumuskan dan menjalankan kebijakan dan program-programnya, bukan sebaliknya hanya menjalankan aspirasi keinginan diri, keluarga dan kelompoknya. Oleh karenaitu pemerintah harus membuka kanal-kanal (saluran) dan ruang kebebasan serta menjamin adanya kebebasan seluas-luasnya kepada rakyat dalam menyampaikan aspirasinya baik melalui media pers maupun secara langsung. 1.2. Hakikat dan Makna Civil Society Civil society adalah kelompok masyarakat yang memiliki kemandirian yang tegas terhadap berbagai kepentingan akan kekuasaan. Yang tidak kalah penting dalam konsep civil society adalah adanya partisipasi aktif dari semua warga negara baik yang tergabung dalam berbagai perkumpulan, organisasi atau kelompok lainnya sehingga akan membentuk karakter demokratis di lembaga tersebut10. Civil society atau masyarakat madani merupakan konsep yang memiliki banyak arti dan sering dimaknai secara berbeda. Namun semua ahli sepakat bahwa harus ada partisipasi yang bersifat sukarela dari sebagian warga masyarakat, tidak termasuk perilaku yang dilakukan karena 10 Cohen, Jean L. Dan Andrew Arato, Civil Society and Political Theory, dalam Hodgkinson, Virginia. dan Michael W.Foley (ed.). The Civil Society Reader. University Press of New England, 2003 hal 22. 9 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] keterpaksaan. Beberapa ahli juga menyepakati adanya aktivitas politik melalui lembaga-lembaga nonprofit semacam nongovernment organization (NGO). Berkenaan dengan pengertian masyarakat Madani atau civil society, para pakar banyak mengemukakan pandangannya yang berbeda, diantaranya sebagai berikut11: a) A.S Hikam, berpendapat bahwa civil society secara institusional diartikan sebagai pengelompokan anggota-anggota masyarakat sebagai warga negara mandiri yang dapat dengan bebas bertindak aktif dalam wacana dan praktis mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya12. b) Anwar Ibrahim Kelahiran masyarakat madani bertitik tolak dari kesedaran masyarakat mengenai kemurniaan nilai-nilai tersebut. Justeru itu ia berkait rapat dengan tradisi ilmu dan pemekaran budaya. c) Gallner, menunjuk konsep civil society sebagai masyarakat yang terdiri atas berbagai institusi non-pemerintah yang otonom dan cukup kuat untuk mengimbangi negara. d) Victor Perez-Diaz, menyatakan bahwa civil society lebih menekankan pada keadaan pada keadaan masyarakat yang telah mengalami pemerintahan yang terbatas, memiliki kebebasan, mempunyai sistem ekonomi pasar dan timbulnya asosiasi-asosiasi masyarakat yang mandiri serta satu sama lain saling menompang. 11 12 William Reno, Demokrasi Pemerintah–Oposis Vol.2, Bandung:Kawita hal. 120. Muhammad, A.S. Hikam, Demokrasi dan Civil Society, Jakarta: LP3ES Indonesia hal 2. 10 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan secara umum masyarakat madani atau civil society dapat diartikan sebagai suatu corak kehidupan masyarakat yang terorganisir, mempunyai sifat kesukarelaan, keswadayaan, kemandirian, namun mempunyai kesadaran hukum yang tinggi. Sejarah civil society pada awalnya merupakan konsep sekuler karena adanya penentangan ilmuwan pada kekuasaan gereja (yang absolut) di abad pertengahan. Kemudian berlanjut pada lahirnya sikap liberal yang mengakui hak - hak dasar individu untuk mengartikulasikan otonomisasi di setiap pilihan - pilihan hidupnya. Akibat adanya sikap liberal ini maka ia membutuhkan ruang umum dan jaminan hukum serta public discourse. Karena itu,berbicara civil – dengan segala variannya – tentu meniscayakan adanya “lahan atau ruang” dan “nilainilai”, serta tentu saja kesiapan rasional yang argumentatif13. Lahan civil society sendiri dapat berupa negara (law governed state) atau kesepakatankesepakatan rasional masyarakat. Sementara nilai-nilai (values) dapat berasal dari agama (religi), suku (tribal), ras, etnos, ideologi, dan pengetahuan. Tumbuhnya civil society memiliki kaitan yang amat signifikan terhadap tumbuhnya rezimrezim yang mengusung demokrasi sebagai paham dan ideologinya. Dalam paham demokrasi pemerintah menyediakan kesempatan yang sangat luas kepada semua individu dalam lapangan ekonomi dan seiring dengan meningkatnya kesejahteraan warga negara membuat masyarakat 13 Neera, Chandhoke. Benturan Negara dan Masyarakat Sipil. Yogyakarta, ISTAWA, 2001. Hal 34. 11 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] memiliki posisi tawar terhadap kebijakan pemerintah14. 14 Ibid, hal 35. 12 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] BAB III PEMBAHASAN 3.1. Korelasi antara Civil Society dan Demokrasi Civil society menurut Cicero adalah suatu komunitas politik yang beradab seperti yang dicontohkan oleh mayarakat kota yang memiliki kode hukum sendiri. Dengan konsep civility (kewarganegaraan) dan urbanity (budaya kota), maka kota dipahami bukan hanya sekedar konsentrasi penduduk, melainkan juga sebagai pusat peradaban dan kebudayaan15. Mewujudkan civil society adalah membangun kota budaya bukan sekedar merevitalisasikan adab dan tradisi masyarakat local, tetapi lebih dari itu adalah membangun masyarakat yang berbudaya yang saling cinta dan kasih yang menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan perbedaan. Menghargai nilai-nilai kemanusiaan dan perbedaan juga salah satu budaya demokrasi. Tanpa dapat menghargai perbedaan demokrasi tidak akan berjalan dengan baik. Civil society dan demokrasi merupakan dua entitas yang korelatif yang saling berkaitan. Dalam civil society, warga negara bekerjasama membangun ikatan sosial, jaringan produktif dan solidaritas yang bersifat non-govermental untuk mencapai kebaikan 15 Yuyus Kardiman, Ilmu Kewarganegaraan, Jakarta: Laboratorium Sosial Politik Press UNJ, 2010 hal. 80. 13 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] bersama. Karena itu, tekanan sentral civil society ada pada independensinya terhadap suatu negara. Dalam pengertiannya civil society dijadikan jargon untuk memperkuat demokrasi, dimana demokrasi adalah suatu system pemerintahan yang banyak digunakan oleh berbagai negara di dunia. Dengan kata lain bicara civil society sama dengan bicara demokrasi. Hubungan civil society dengan demokrasi ibarat the two side at the same coin. Artinya jika civil society kuat maka demokrasi akan bertumbuh dan berkembang dengan baik. Demokrasi dapat berkembang dengan meningkatkan kemandirian atau independensi civil society dari tekanan negara. Selain itu, demokrasi merupakan salah satu penegak wacana civil society, dimana dalam menjalani kehidupan, warga negara memiliki kebebasan penuh untuk menjalankan aktivitas termasuk dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Adanya kehidupan demokratis, merupakan hal yang penting yang pada hakekatnya mempunyai arti pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Jadi diharapkan seluruh rakyat baik laki-laki maupun perempuan untuk berpartisipasi didalam berbagai kehidupan bangsa. baik didalam penyelenggaraan pemerintah maupun pembangunan yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi yang harus melibatkan partisipasi masyarakat baik laki-laki maupun perempuan. Dalam kehidupan demokratis antara laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban yang sama didalam melaksanakan perannya didalam 14 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] masyarakat, terutama di lembaga eksekutif, legislatif dan yudikatif16. Dari sini kemudian civil society dipahami sebagai akal dan awal keterkaitannya dengan demokrasi. Civil society juga dipahami sebagai tatanan kehidupan yang mengiginkan kesejajaran hubungan antara warga negara dengan negara atas dasar prinsip saling menghormati. Civil society sebenarnya merupakan suatu ide yang terus diperjuangkan manifestasinya agar pada akhirnya terbentuk suatu masyarakat bermoral, masyarakat sadar hukum, masyarakat beradab atau terbentuknya suatu tatanan sosial yang baik, teratur dan progresif dengan system pemerintahan yang demokratis. Masyarakat Madani merupakan terjemahan dari bahasa Inggris Civil Society. Istilah Civil Society sudah ada sejak sebelum masehi17. Sementara masyarakat yang beradab, merupakan masyarakat yang dapat menghargai perbedaan, sehingga apabila ada perbedaan pendapat antara satu dengan yang lain, hal tersebut tidak akan memicu suatu keributan. Dengan demikian, akan tercipta suatu system pemerintahan demokrasi yang bebas namun bertanggungjawab. 16 17 Ibid, hal 85. Ibid, hal 87. 15 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] 3.2. Pengaruh civil society terhadap demokrasi Hubungan civil society dengan demokrasi ibarat the two side at the same coin, tentunya hal tersebut menyebabkan adanya pengaruh civil society terhadap demokrasi. Pada dasarnya dalam proses penegakan demokrasi secara keseluruhan, tidaklah bertolak penuh pada penguatan dan kekuatan civil society, sebab dia bukan penyelesai tunggal ditengah kompleksitas problematika demokrasi. Civil society lebih bersifat komplementer dari berbagai strategi demokrasi yang sudah berkembang. Berkaitan dengan demokrasi, menurut Dawam Rahardjo ada beberapa asumsi yang berkembang18. Tumbuhnya Civil Society memiliki kaitan yang amat signifikan terhadap tumbuhnya rezim – rezim yang mengusung demokrasi sebagai paham dan ideologinya. Dalam paham demokrasi pemerintah menyediakan kesempatan yang sangat luas kepada semua individu dalam lapangan ekonomi dan seiring meningkatnya kesejahtraan warga negara membuat masyarakat memiliki posisi tawar terhadap kebijakan pemerintah19. 18 19 Lemhanas - INPI, Menuju Masyarakat Madani,Jakarta: Penebar Swadaya, 1998, hal 43. I. G. Sujatmiko, Wacana Civil Society di Indonesia, Jurnal Sosiologi edisi no. 9, Jakarta: KOMPAS, 2004 hal, 87. 16 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] 3.3. Bentuk Demokrasi dalam Beberapa Civil Society di Dunia. Mengenai demokrasi kita mengenal berbagai macam konsep demokrasi. Istilah demokrasi menurut asal katanya berarti rakyat berkuasa. Sesudah Perang Dunia II kita melihat gejala bahwa secara formal demokrasi merupakan dasar dari kebanyakan negara di dunia. Menurut suatu penelitian yang diselenggarakan oleh UNESCO pada tahun 1949 bahwa demokrasi dinyatakan sebagai nama yang paling baik dan wajar untuk semua sistem organisasi politik dan sosial yang diperjuangkan pendukung-pendukung yang berpengaruh. Diantara sekian banyak aliran pikiran yang dinamakann demokrasi ada dua kelompok aliran yang paling penting, yaitu demokrasi konstitusional dan dan satu kelompok aliran yang menamakan dirinya demokrasi, tetapi yang pada hakikatnya mendasarkan dirinya atas komunisme20. Kedua kelompok aliran demokrasi mula-mula berasal dari Eropa, tetapi setelah Perang Dunia II nampaknya juga didukung oleh beberapa negara baru di Asia. India, Filipina, Pakistan, dan Indonesia mencita-citakan demokrasi konstitusional, sekalipun terdapat bermacam-macam bentuk pemerintahan maupun gaya hidup dalam negara-negara tersebut. Lalu konsep dari civil society sudah dikenal sejak masa Aristoteles pada zaman Yunani Kuno, Cicero, pada zaman Roma Kuno, pada abad pertengahan, masa pencerahan 20 Henry G. Lidell, Robert Scott, A History Greek-English Lexico terj., New York:Routledge. hal 21. 17 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] dan masa modern21. Dengan masa yang berbeda dijelaskan oleh Fachry (2008), civil socity mengalami evolusi pengertian yang berubah dari masa ke masa. Secara harfiah, civil society itu sendiri adalah terjemahan dari istilah latin, civilis societas, mula-mula dipakai oleh CICERO yaitu seorang orator dan pujangga Roma yang pengertian mengacu pada gejala budaya perorangan dan masyarakat. Masyarakat sipil disebutnya sebagai sebuah masyarakat politik yang memiliki kode hukum sebagai dasar peraturan hidup. Adanya hukum yang mengatur pergaulan antar individu menandai keberadaban suatu jenis masyarakat tersendiri. Masyarakat seperti itu, di zaman dahulu adalah masyarakat yang tinggal di kota. Dalam konsep Locke dan Rousseau belum dikenal pembedaan antra masyarakat sipil dan negara. Karena negara lebih khusus lagi, pemerintah merupakan bagian dan salah satu bentuk masyarakat sipil. Bahkan keduanya beranggapan bahwa masyarakat sipil adalah pemerintahan sipil yang membedakan diri dari masyarakat alami atau keadaan alami22. Lalu bagaimana demokrasi yang ada dalam beberapa civil society (masyarakat sipil) yang ada di dunia? Demokrasi telah merajai sistem pemerintahan yang ada di negaranegara di dunia. Sehingga hal ini menimbulkan banyak kelompok-kelompok aksi yang muncul sebagai suatu penggebrak suatu perubahan di negaranya. Ada dua golongan besar, 21 22 Yuyus Kardiman, Ilmu Kewarganegaraan, Jakarta: Laboratorium Sosial Politik Press UNJ, 2010 hal. 79. Ibid, hal 81. 18 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] yang pertama bersangkutan dengan pembangunan yaitu yang sasarannya adalah meningkatkan kualitas hidup anggotanya. Dan yang kedua berupaya mencapai sejumlah tujuan sosial politik. Kelompok aksi pembangunan pada dasarnya terlibat dalam usaha untuk memperbaiki kedudukan ekonomi anggotanya pertanyaan yang sangat penting bagi mereka bukanlah bagaimana melakukan redistribusi sumber daya ekonomi agar pada umumnya lebih terdapat kesetaraan, perhatiannya adalah apolitis karena mereka tidak ingin mengubah pembagian kekuasaan dalam masyarakat. Sebaliknya, kelompok aksi sosial politik berusaha antara lain, untuk membantu tumbuhnya kepekaan dan perdebatan yang lebih bergairah diantara para anggota, dengan menarik masuk para warga negara yang biasanya apolitis untuk menyuarakan dan memperjuangkan hak kearah kepentingan sosial dan politik mereka. Dengan kata lain, kelompok aksi ini menawarkan kesempatan kepada mereka yang tidak memiliki kesempatan hidup yang ada di tangannya sendiri, yaitu memiliki suara dalam pengaturan di masyarakat23. Dari segi pemegang kekuasaan hal ini tidak disukai, karena jika berhasil itu akan mengurangi kekuasaan mereka. Kelompok aksi sosial politik cenderung sukses dalam masyarakat sipil yang demokratis karena merteka memiliki ruang untuk mengejar tujuannya. Berbeda dengan sistem otoriter yang tidak menyediakan ruang itu. 23 Ivan Doherty, Democracy Out of Balance: Civil Society Can’t Replace Political Partie, NDI Worldwide Published in the Journal of Democracy Ed: Semarang, IDN hal 78. 19 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] Pada tahun 1980an dan 90an, masyarakat sipil menjadi pusat perhatian karena perubahan situasi politik yang terjadi di negara-negara yang sedang bertransisi dari rejim diktator menciptakan banyak kesempatan-kesempatan baru bagi organisasi masyarakat24. Fenomena ini disebabkan oleh beberapa faktor: organisasi masyarakat sipil memainkan peranan yang sangat penting dalam memimpin perlawanan terhadap rezim - rezim diktator di Asia dan Eropa Utara disaat partai politik tidak dapat berfungsi secara benar; munculnya reaksi penentangan terhadap partai politik dari masyarakat di negara - negara yang menganut sistem satu partai; dan munculnya dukungan dari negara-negara yang mapan dalam demokrasi yang sebenarnya memiliki bayangan yang salah mengenai sistem kepartaian dan kemudian menempatkan harapan dalam masyarakat sipil sebagai alat pembaharuan politik dan sosial25. Di Asia Selatan mempunyai kelompok aksi pembangunan yang jumlahnya besar sekali. Negara-negara miskin diwilayah itu seperti Bangladesh, India, dan Srilanka memiliki ribuan yang sebagian besar berlokasi di wilayah pedesaan. Di Asia Selatan juga mempunya banyak contoh pembangunan yang anggotanya hanya perempuan dan didominasi oleh perempuan. Sebagai contoh Bangladesh, meskipun terdapat banyak kelompok-kelompok masyarakat dan kelompok - kelompok advokasi, kebuntuan dukungan 24 25 Haynes, Jeff. Demokrasi dan Masyarakat Sipil di Dunia Ketiga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2000, hal 35. Ibid hal 76. 20 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] terhadap partai politik mengantarkan negara dan warga negaranya menuju kemiskinan yang parah. Perubahan sistem pemerintahan dari diktator militer menuju pemerintah yang terpilih secara populer selama beberapa dekade terakhir ini tampaknya menunjukkan beberapa pemimpin politik hanya belajar sedikit sekali dari pengalaman26. Kedua kekuatan politik utama di Bangladesh turut memberikan sumbangan pada kebuntuan politik yang terus berlangsung ini. Pengaruh yang dimiliki oleh pemimpin-pemimpin politik atas para pendukungnya dan masyarakat terus digunakan hanya untuk tujuan-tujuan partai semata, sementara masyarakat sipil hanya berdiri tidak berdaya di sisi luar. Selain itu, kecenderungan untuk mengelompok kelompokkan organisasi masyarakat sipil merupakan indikasi adanya kesadaran dari mereka yang ingin mengesampingkan atau melemahkan sistem demokrasi bahwa masyarakat sipil yang independen dan bersatu merupakan suatu ancaman. Tanpa pergerakan di bidang reformasi partai politik dan penciptaan sistem parlemen yang lebih terbuka dan transparan, nasib demokrasi dan kesejahteraan rakyat Bangladesh akan terus terancam. Jadi kelompok aksi yang berwawasan pembangunan dan sosial politik di dunia mencerminkan, pada satu pihak meningkatnya kemiskinan dan taraf pembangunan yang menurun diantara kelompok bawah dan dipihak lain efek dari gelombang demokrasi. Efek itu memperkuat masyarakat mendorong bernagai kelompok aksi untuk mengejar tuntutan 26 Ivan Doherty, op.cit, hal 77. 21 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] sosial politik melaluia kampanye, lobi dan tindak langsung. Dalam masyarakat demokrasi atau yang sedang mnuju demokrasi, kelompok sosial politik memiliki peluang paling baik untuk mencapai tujuan mereka. Tetapi problemnya adalah sementara negara-negara di dunia yang menggunakan sistem demokrasi secara formal bertambah, yaitupemerintahan yang dipilih melalui pemilihan umum yang teratur dan relatif bebas dan adil. Rakyat jelata sering merasakan bahwa kepentinagn mereka bukanlah partai-partai politik. Dengan demikian demokrasi memberikan kepada mereka ruang dimana mereka dapat mengorganisasi diri karena secara paradoks, sebagian partai politik sekarang ini tidak memberikan bobot pemikirran sepenuhnya kepentingan rakyat jelata. Di Moroko, ribuan organisasi non politik (ORNOP) dan kelompok-kelompok advokasi telah berperan aktif selama beberapa tahun, tetapi pergerakan bertahap menuju politik yang demokratis baru muncul sebagai hasil setelah adanya perubahan-perubahan dalam konstitusi, yang memperbolehkan hasil pemilihan umum untuk dicerminkan dalam formasi pemerintahan. Setelah pemilihan umum di tahun 1998, untuk pertama kalinya partai-partai politik yang memperoleh suara mayoritas diundang untuk membentuk suatu pemerintahan27. Sebagai konsekuensinya, partai-partai yang dianggap “anti-pembangunan” dan telah menjadi oposisi selama hampir 50 tahun akhirnya mendapatkan kekuatan, dan 27 Ibid, hal 79. 22 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] menjadi penuntun menuju era baru yang mampu mengaspirasikan sistem politik yang lebih terbuka dan demokratis. Walaupun masyarakat sipil memainkan peran utama dalam membawa perubahan-perubahan ini, adalah komitmen partai-partai dan para pemimpin mereka yang memungkinkan semua hal tersebut terjadi. Kesediaan pemimpin-pemimpin politik untuk memainkan peran yang konstruktif ketika kondisi yang ada jauh dari ideal timbul menjadi titik yang kritis dalam sejarah Moroko. Walaupun Moroko masih berada dalam tahap awal transisi demokrasi dan hasilnyabelum tampak, kedewasaan yang ditampilkan oleh para pemimpin politik selama langkah-langkah awal tersebut telah menjadi fondasi yang penting. Serupa yang terjadi di dunia – mulai dari Chili dan Filipina di tahun 1980an sampai Indonesia dan Serbia di tahun 90an – kerjasama dan dukungan dari partai -partai politik dan masyarakat sipil telah mengembalikan demokrasi bagi banyak warga negara. Di hampir semua kasus yang terjadi, mungkin terbukti lebih mudah dan bagi masyarakat internasional untuk memberikan bantuan dan dorongan bagi masyarakat sipil dan hanya berinteraksi secara terbatas dengan partai-partai politik. Walaupun demikian, disaat transisi menuju demokrasi memerlukan mobilisasi populer, hal tersebut juga memerlukan kerangka kerja konstitusional dan institusional. Mobilisasi memang sangat baik bila dijalankan oleh masyarakat sipil, tetapi partai politik tetap merupakan satu- satunya aktor yang dapat 23 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] memberikan kerangka kerja institusional yangdiperlukan28. Tuntutan akan demokrasi merupakan pendorong bagi kelompok aksi dan masyarakat sipil di dunia. Pada tahun 1980-an iklim internasional berubah saat Ronald Reagan yang ketika itu merupakan Presiden Amerika Serikat pada 1982 berbicara di depan Parlemen Inggris bahwa ia sangat ingin memulai gerakan kampanye untuk demokrasi. Sejak saat itu baik demokrasi maupun hak asasi manusia mendapat dukungan di Barat. Tekanan internasional membantu meyakinkan kebanyakan pemerintah dunia yang nondemokratis untuk mengadakan pemilihan yang kompetetif. Faktor kedua yang mengarah kepada transisi demokrtis adalah tekanan dari masyarakat sipil dalam negeri. Dengan mengambil petunjuk dari transformasi demokratis yang terjadi di Eropa Timur pada tahun 1980-an, kaum demokrat terdorong untuk menekan pemerintah mereka kearah reformasi politik. Selama beberapa tahun kemudian, puluhan sistem nondemokrasi menyerah kepada demokrasi forma, yaitu sebagian mempunyai kesempatan untuk memilih pemerintahnya dengan interval yang teratur. Namun diresmikannya demokrasi formal tidak membawa kearah demokrasi substansi yaitu dimana rakyat jelata dan pribumi, kaum miskin, perempuan, kaum muda, golongan minoritas, keagamaan dan etnik dapat benar-benar menempatkan kepentinagnnya dalam agenda politik. Dengan kata lain diciptakanya demokrasi formal, yang sementara diterima, itu 28 Ibid, hal 81. 24 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] sendiri belum cukup menggeser keseimbangan kekuatan yang memihak kepentinagn kelompok bawah. Akibatnya, banyak yang menjauhkan diri dari partai politik, sebaliknya mereka lebih suka mengejar aspirasinya melalui kelompok aksi29. Adanya demokrasi substansi adalah masuk akal bagi kelompok bawah untuk mencari jalan lain guna mengunkapkan keluhannya dan mencari jalan untuk memperbaikinya. Penduduk pribumi di Brazil dan Mexico karena tidak dapat menggunakan sistem demokrasi formal untuk reformasi politik dan sosial-ekonomi memilih wahana kelompok aksi guna mengejar aspirasinya. 3.4. Pelaksanaan Demokrasi Pada Civil Society di Indonesia Indonesia berhasil bangkit dari pemerintahan otoriter di masa yang lampau menuju suatu kondisi yang tidak pasti yang terdiri dari suatu sistem multipartai yang kompetitif. Sementara terdapat beberapa partai politik yang patuh dibawah rejim yang lama, orde politik yang baru telah membawa banyak partai yang memiliki bentuk dan besar yang beragam dalam situasi politik. Sejumlah 48 partai memenuhi kriteria pendaftaran yang baru, sementara 93 partai gagal memenuhi kualifikasi tersebut. Setelah pemilu di tahun 1999, tidak lebih dari 15 partai yang terwakili dalam parlemen, yang terbesar hanya memiliki 30 persen kursi. Dalam negosiasi pasca pemilihan, Abdurrahman Wahid terpilih 29 Ibid, hal 81. 25 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] menjadi presiden oleh parlemen, meskipun partainya hanya memiliki 51 kursi dalam dewan, sementara yang menjadi favorit, Megawati Sukarnoputri, yang partainya memiliki 154 kursi, memperoleh kursi wakil presiden30. Situasi politik di Indonesia masih belum stabil, dengan hanya sedikit partai politik yang meraih kesuksesan dalam menghadapi iklim politik yang baru, dan semuanya gagal mewakili mereka yang telah memberi dukungan pada pemilu. Demokratisasi berada pada tahap yang sangat sulit di Indonesia, dengan begitu banyak hal yang harus dilakukan untuk menguatkan partai-partai politik. Pada saat yang bersamaan, adalah imperatif bagi warga negara untuk terlibat dalam proses ini dan bahwa partai-partai harus lebih mewakili masyarakat dan bersikap responsif terhadap kebutuhan-kebutuhanmasyarakat. Secara historis kelembagaan civil society di Indonesia telah muncul ketika proses transformasi akibat modernisasi terjadi dan menghasil pembentukan yang baru yang berbeda dengan masyarakat tradisional. Akar-akar civil society di Indonesia bisa diruntut secara historis semenjak terjadinya perubahan sosial ekonomi pada masa kolonial, utamanya ketika kapitalisme merkantilis mulai di perkenalkan oleh Belanda. Munculnya kesadaran baru dikalangan kaum elite pribumi yang kemudian mendorong terbentuknya organisasi-organisasi sosial modern di awal abad ke-20. gejala ini menandai mulai bersemainya civil society di Indonesia. 30 Baskara T. W, ed. Politik Indonesia dalam Prespektif Sejarah, Semarang:Utama, hal, 22. 26 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] Dalam perjalananya, pertumbuhan cil society Indonesia pernah mengalami suatu masa yang cukup menjanjikan bagi pertumbuhannya. Hal ini terjadi pada masa pascarevolusi (tahun 1950-an) pada saat organisasi sosial dan politik dibiarkan tumbuh bebas dan memperoleh dukungan kuat dari masyarakat yang baru saja merdeka. Hal ini tidak berlangsung lama, civil society yang mulai berkembang ini segera mengalami penyurutan terus menerus. Hal ini terjadi akibat krisis politik pada level negara, ditambah dengan kebangkrutan ekonomi dalam skala massif, ormas-ormas dan lembaga-lembaga sosial berubah menjadi alat bagi merebaknya politik aliran dan pertarunga ideologi. Civil society yang baru berkembang mengalami kemandekan bahkan kemunduran. Civil society demikian mencapai titik paling parah di bawah rezim Soekarno. Di bawah rezim Demokrasi Terpimpin, politik Indonesia didominasi oleh penggunaan mobilisasi massa sebagai alat legitimasi politik. Tumbangnya rezim Soekarno dan munculnya Orde Baru menunjukan proses restrukturisasi politik, ekonomidan sosial mendasar yang membawa dampak-dampak tersendiribagi perkembangan sivil society di Indonesia31. Pada dataran politik Orde Baru melanjutkan upaya sebelumnya untuk memperkuat posisi negara disegala bidang. Hal ini harus dibayar dengan merosotnya kemandirian dan partisipasi politikanggota masyarakat. akibatnya kondisi civil society dan pertumbuhannya 31 Ibid, hal 23. 27 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] di bawah Orde Barumenampilkan berbagai paradoks. Dengan semakin berkembangnya kelas menengah ia seharusnya semakin mandiri sebagai pengimbang kekuatan negaraseperti yang terjadi di negara-negara kapitalis barat. Kenyataanya kelasmenengah yang tumbuh ternyata memiliki ciri yang berbeda dengan yang tumbuh di Barat akibat proses modernisasi. Yaitu adanya ketergantungan yang sangat tinggi terhadap negara. Terutama tampak jelas pada kelas kapitalis Indonesiayang berkembang melalui kedekatan dengan negara dan elite penguasa.apa yang dikenal sebagai ersatz capitalism (kapitalis semu) di Indonesia adalah perwujudan yang membedakan dengan kapitalis di Barat. Tampaklah banwa kondisi civil society di Indonesia pada saat ini masih jauh dari mampu untuk manjadi kekuatan pengimbang dari kekuatan negara. Civil society secara institusional bisa diartikan sebagai pengelompokan dari angotaanggota masyarakat sebagai warga negara mandiri yang dapat dengan bebas dan egaliter bertindak aktif dalam wacana dan praktik mengenai segala hal yang berkaitan dengan masalah kemasyarakatan pada umumnya. Civil society harus dibedakan dengan suku, klan, atau jaringan-jaringan klientelisme, karena variabel yang utama didalamnya adalh sifat otonomi (kemandirian), publik dan civic. Keharusan adanya kebebasan dan keterbukaan untuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat serta kesempatan yang sama dalam mempertahankan kepentingan di depan umum. Keberhasilan negara di bawah Orde Baru dalam mempelopori proses restrukturisasi sosial, ekonomi, dan politik, telah menempatkannya sabagai kekuatan dominan yang 28 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] seolah-olah tidak memungkinkan kekuatan-kekuatan lain dalam masyarakat untuk mengimbanginya. Pada tingkat struktur dan signifikasi atau yang disebut Hebermas dengan life word, negara Orde Baru pun cukup mampu untuk mendorong proses transformasi kultural dan ideologis yang pada gilirannya telah memiliki andil yang sangat besar bagi proses penentraman sosial yang tak berhasil dilakukan oleh rezim sebelumnya. Negara telah berhasil menanamkan dan mempertahankan tingkat hegemoni ideologi yang cukup tinggi sehingga diterima sebagai kekuatan pengayom, pelindung, dan penjamin bagi proses politik, integrasi, keamanan dan ketenangan sosial selama lebih dari dua dekade. Mirip dengan negara-negara yang otoriter dan pacatotaliter, stabilitas dan ketenangan sosial politik yang dipertahankan oleh negara ternyata telah dibangun diatas dasar logika yang secara internal bersifat kontradiktif, yaitu kemampuan yang cukup besar dari negara untuk melakukan eksklusi bagi kekuatan-kekuatan otonomdalam masyarakat yang apabila dibiarkan akan mendesak peran-peran politik, ekonomi dan sosial strategis yang dinikmati oleh negara. Demokrasi lewat penguatan civil society di Indonesia adalah yang memiliki relevansi tinggi dalam jangka panjang, terlebih jika kita mengingat percepatan perubahan ekonomi, sosial, politik, dan ideologi pada skala global. Dalam percepatan ini sistem ekonomi, sosial dan politik, suatu negara-bangsa semakin dituntut untuk lebih fleksibel dan terbuka, namun tetap berakar pada latar belakang kesejarahan, formasi sosial dan 29 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] perkembangan masyarakat yang khas32 32 . Baskara T. W, ed. Ibid, 27. 30 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] 31 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] BAB IV KESIMPULAN DAN REKOMENDASI 4.1. Kesimpulan Revolusi demokrasi global dalam dekade terakhir ini telah mendemonstrasikan bahwa orang-orang menganggap demokrasi sebagai sebuah kebutuhan dan sebagai sebuah hak tersendiri, dan bukan hanya sebagai sebuah aspirasi yang harus diseimbangkan atau bahkan dikalahkan oleh kepentingan nasional ataupun kepentingan ekonomi lain. Sistem pemerintahan yang benar-benar terbuka dan demokratis bukan merupakan ancaman bagi kesejahteraan individu maupun kesejahteraan bersama, melainkan sebuah cara dimana sebuah bangsa dapat menggali potensi keseluruhannya, baik di bidang ekonomi maupun di bidang politik. Demokrasi memerlukan struktur demokrasi yang berjalan: badan legislatif yang mewakili warga negara dan mengawasi eksekutif; pemilu dimana para pemilih benar-benar memilih pemimpin-pemimpin mereka; badan yudikatif yang menjunjung tinggi hukum dan independen dari pengaruh - pengaruh luar; sebuah sistem checks and balances didalam masyarakat; dan lembaga-lembaga serta pemimpinpemimpin yang bertanggung gugat pada publik. Dukungan dan kolaborasi aktif antar masyarakat sipil, asosiasi - asosiasi dan organisasi politik yang kuat dan inklusif, dalam kemitraan mereka dengan masyarakat sipil yang hidup harus diterima sebagai ekuasi yang seimbang untuk dapat memperoleh sistem 32 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] pemerintahan yang lebih transparan dan lebih partisipatif. 4.2 Rekomendasi Rekomendasi kami adalah harus lebih berperannya masyarakat sipil, karena pada hakikatnya Masyarakat sipil merupakan sebuah komponen yang tidak terpisahkan dari sebuah sistem demokrasi. Demokrasi tidak dapat bertahan kecuali demokrasi tersebut diiringi dengan sebuah budaya sipil yang kuat dan didukung oleh populasi yang memiliki komitmen terhadap hal-hal ideal seperti supremasi hukum, kebebasan individu, kebebasan beragama, debat yang bebas dan terbuka, kepemimpinan mayoritas dan perlindungan terhadap minoritas. Sebuah masyarakat sipil yang dinamis haruslah banyak mengembangkan elemen yang penting bagi demokrasi, antara lain: partisipasi, akuntabilitas (pertanggunggugatan), dan reformasi politik yang berkelanjutan. Masyarakat sipil yang terorganisir dapat memberikan suara bagi mereka yang kurang beruntung (sama halnya dengan mereka yang diuntungkan) dan masyarakat sipil dapat melipat gandakan pengaruh mereka dalam proses sosial dan politik. 33 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] Daftar Pustaka C.F. Strong, Konstitusi-Konstitusi Politik Modern: Kajian Tentang Sejarah dan BentukBentuk Konstitusi Dunia, (terj.), Bandung: Nuansa dan Nusamedia, 2004 Doherty, Ivan, Demokrasi Telah Kehilangan Keseimbangannya Masyarakat Sipil Tidak Dapat Menggantikan Partai Politik, (Terj.), Jakarta: National Democratic Institute. Neera, Chandhoke. Benturan Negara dan Masyarakat Sipil. Yogyakarta, ISTAWA, 2001. Yuyus Kardiman, Ilmu Kewarganegaraan, Jakarta: Laboratorium Sosial Politik Press UNJ, 2010. Muhammad, A.S. Hikam, Demokrasi dan Civil Society, Jakarta: LP3ES Indonesia. 1996. Cohen, Jean L. Dan Andrew Arato, Civil Society and Political Theory, dalam Hodgkinson, Virginia. dan Michael W.Foley (ed.). The Civil Society Reader. University Press of New England, 2003 Haynes, Jeff. Demokrasi dan Masyarakat Sipil di Dunia Ketiga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. 2000. Magnis, Frans dan Suseno. Demokrasi dan Civil Society. Jakarta: LP3S Indonesia. 1996. Baskara T. W, ed. Politik Indonesia dalam Prespektif Sejarah, Semarang:Utama. Lemhanas - INPI, Menuju Masyarakat Madani,Jakarta: Penebar Swadaya, 1998. Budiarjo, Miriam. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. 2007. William Reno, Demokrasi Pemerintah–Oposisi Vol.2, Bandung: Kawita. ......wikipedia, http://wikipedia.com 34 tokogurusosial.wordpress.com [email protected] 35 tokogurusosial.wordpress.com [email protected]