PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DAN RELIGIUSITAS TERHADAP MOTIVASI UNTUK BEROBAT PADA PENDERITA KANKER SERVIKS SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Oleh : MALA ALLIFNI NIM : 207070000004 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DAN RELIGIUSITAS TERHADAP MOTIVASI UNTUK BEROBAT PADA PENDERITA KANKER SERVIKS Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi Oleh : MALA ALLIFNI NIM : 207070000004 Di Bawah Bimbingan Gazi, M. Si NIP. 197112142007011014 Nia Tresniasari, M. Si NIP. 198410262009122004 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2011 ii LEMBAR PENGESAHAN Skripsi yang berjudul PENGARUH DUKUNGAN SOSIAL DAN RELIGIUSITAS TERHADAP MOTIVASI UNTUK BEROBAT PADA PENDERITA KANKER SERVIKS telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 23 November 2011. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi. Jakarta, 23 November 2011 Sidang Munaqasyah Dekan/Ketua Pembantu Dekan/Sekretaris Jahja Umar, Ph.D NIP. 130885522 Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP.195612231983032001 Anggota : Neneng Tati Sumiati, M. Si, Psi NIP. 197303282000032003 Gazi, M. Si NIP. 197112142007011014 Nia Tresniasari, M. Si NIP. 198410262009122004 iii PERNYATAAN Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Mala Allifni NIM : 207070000004 Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh Dukungan Sosial dan Religiusitas terhadap Motivasi untuk berobat pada Penderita Kanker Serviks” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka. Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain. Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya. Jakarta, 23 November 2011 Mala Allifni NIM : 207070000004 Email : [email protected] iv MOTTO “MOTIVASI TERHEBAT ADA DI DALAM DIRI SENDIRI, PERCAYALAH PADA KEMAMPUAN DIRIMU SENDIRI, YAKIN DIRIMU PASTI BISA” Karya sederhana ini kupersembahkan kepada Kedua Orang tuaku, dan adik-adikku, Serta sahabat-sahabat Terbaiku. v ABSTRAK (A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (B) 2011 (C) Mala Allifni (D) Pengaruh dukungan sosial dan religiusitas terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks (E) 76 halaman + lampiran (F) Kanker serviks merupakan penyakit yang menjadi momok menakutkan bagi setiap wanita. Selain fisik, kanker serviks juga menyebabkan psikis penderita dapat terganggu. Apalagi penderita kanker serviks masuk ke Rumah Sakit sudah dalam stadium lanjut. Didalam penanganannya dibutuhkan motivasi dalam diri penderita kanker serviks untuk dapat bangkit melawan penyakitnya. Motivasi adalah suatu dorongan dalam diri individu agar mampu mencapai suatu tujuan guna mencapai pemuasan kebutuhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah ada pengaruh dukungan sosial dan religiusitas terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Kanker Dharmais, yang terletak di Jakarta Barat. Responden penelitian ini adalah pasien rawat inap dan rawat jalan Rumah Sakit Kanker Dharmais di Jakarta Barat sebanyak 95 pasien yang diambil dengan teknik Non Probability Sampling. Alat ukur dukungan sosial dalam penelitian ini menggunakan skala model Likert dengan alpha cronbach sebesar 0,888. Untuk Motivasi berobat juga menggunakan skala Model Likert dengan alpha cronbach sebesar 0,903 sedangkan Religiusitas menggunakan skala baku dari Fetzer dengan alpha cronbach sebesar 0,877. Untuk pengujian hipotesis digunakan Multiple Regression. Jumlah item valid dalam skala dukungan sosial sebanyak 21 item, sedangkan jumlah item valid dalam skala religiusitas sebanyak 26 item dan jumlah item valid dalam skala motivasi untuk berobat sebanyak 24 item. Dalam pengujian hipotesis didapat nilai R square (R2) sebesar 39,3%. Hal ini berarti bahwa variasi dari motivasi untuk berobat yang dijelaskan oleh semua independen variabel adalah sebesar 39,3%, sedangkan 60,7% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Berdasarkan variasi independent variabel, hanya variabel dukungan penghargaan (0,010), dukungan informasi (0,045), dukungan jaringan sosial (0,019) dan forgiveness (0,011) yang memiliki pengaruh secara signifikan terhadap motivasi untuk berobat. Sedangkan yang memberikan kontribusi secara signifikan hanya variabel dukungan penghargaan (11,4%), dukungan informasi (5,4%), dukungan jaringan sosial (5,7%), dan forgiveness (7,0%). vi Kesimpulan penelitian ini terdapat pengaruh yang signifikan dukungan sosial dan religiusitas terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. Saran yang diajukan dalam penelitian ini adalah pada penelitian yang akan datang sebaiknya melakukan pendekatan yang lebih dalam terhadap responden agar peneliti bisa lebih mengetahui bagaimana kondisi penderita baik dari segi psikis maupun fisik dan juga meneliti variabel yang berkaitan seperti berpikir positif. (G) Bahan Bacaan : 26 (dari thn 1983 - 2011) + 2 pustaka online + 5 pustaka jurnal. vii KATA PENGANTAR Assalamu`alaikum Wr. Wb Alhamdulillahirobbilalamin. Rasa syukur yang luar biasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya setiap saat, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Dukungan Sosial dan Religiusitas terhadap Motivasi untuk berobat pada Penderita Kanker Serviks”. Salawat serta salam semoga tetap Allah limpahkan kepada Nabi Muhammad SAW, atas segala perjuangannya sehingga kita dapat merasakan indahnya hidup di bawah naungan Islam. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak dapat terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Jahja Umar, Ph.D. Berkat bimbingan, arahan, nasihat dan cerita-cerita beliau mengenai hal-hal yang baru bagi penulis, membuat penulis termotivasi untuk terus belajar dan berjuang. 2. Dosen Pembimbing I, Gazi, M.Si dan Dosen Pembimbing II, Nia Tresniasari, M.Si atas seluruh nasehat, masukan, motivasi, inspirasi, serta saran dan kritik yang membangun sehingga penulis mampu menyelesaikan skripsi ini. 3. Dosen Pembimbing Akademik Gazi, M.Si., serta seluruh dosen Fakultas Psikologi yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas seluruh ilmu pengetahuan yang telah diberikan. 4. Pembimbing seminar proposal skripsi Neneng Tati Sumiati, M.Si, Psi., atas segala bimbingan, dan sarannya. 5. Untuk yang paling penulis hormati dan kasihi setelah Allah dan Rasul-Nya, Ayahku Drs. Bahruddin , Ibuku tercinta Ela Siti Jamilah, adikku tersayang Ade Syifa Nadifa dan M. Hari Adipurna serta seluruh keluarga besarku yang tak pernah putus memberikan dorongan, doa, cinta dan kasih sayang yang tulus kepada penulis. 6. Untuk Agung Taufiqurrahman S, S. Terimakasih atas dukungan, doa, dan kasih sayang yang tulus kepada penulis. 7. Seluruh staff akademik Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah, Mas Ayunk, Mba Rini dan Pak Deden yang membantu dalam urusan birokrasi dan petugas perpustakaan yakni Bapak Haidir dan Bapak Badawi yang selalu membantu penulis dalam mencari referensi. 8. Keluarga besar Rumah Sakit Kanker Dharmais khususnya ibu Ns. Kemala Rita Wahidi, Skp, MARS, selaku pembimbing lapangan, dan Ibu Hilfah yang membantu penulis dalam proses perizinan, seluruh staff Instalansi Rawat Jalan dan Rawat Inap, serta seluruh responden yang mau berbagi dengan penulis. 9. Sahabat-sahabat terbaiku dikosan Pondok Allisan, iik, lina, husni, eki, bias, dyah, dan tuti atas hari-hari yang telah kita lalui baik dalam keadaan senang maupun sedih serta kebersamaan kita yang tidak akan pernah penulis lupakan. 10. Seluruh teman-teman di Fakultas Psikologi Non Reguler khususnya angkatan 2007 yang selalu kompak dan solid. Teman seperjuangan skripsiku, obet, puri, shinta, dyni, uthe, siro, viii laras, farah, yang selalu semangat bimbingan di Ruang Dosen dan yang tak pernah bosan mengerjakan skripsi dalam Perpustakaan & terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya dalam proses pengerjaan skripsi penulis. 11. Semua teman-teman yang tak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih. Semoga Allah memberikan pahala yang tak henti-hentinya, sebagai balasan atas segala kebaikan dan bantuan yang di berikan. Harapan penulis, semoga skripsi ini memberi manfaat, khususnya bagi penulis dan umumnya bagi seluruh pihak yang terkait. Jakarta, 23 November 2011 Penulis ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i HALAMAN PERSETUJUAN ........................................................................... ii HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................. iii HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................ iv PERSEMBAHAN ............................................................................................... v ABSTRAK .......................................................................................................... vi KATA PENGANTAR ........................................................................................ viii DAFTAR ISI ....................................................................................................... x DAFTAR TABEL .............................................................................................. xiii DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xiv BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah .............................................................. 1 1.2 Pembatasan dan Rumusan Masalah ............................................. 7 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................................... 10 1.4 Sistematika Penulisan .................................................................. 11 BAB 2 KAJIAN TEORI 2.1 Motivasi ....................................................................................... 13 2.1.1 Pengertian Motivasi ......................................................... 13 2.1.2 Teori Motivasi dan Harapan ............................................ 14 2.1.3 Aspek-aspek Motivasi ...................................................... 15 2.1.4 Fungsi-fungsi Motivasi .................................................... 17 2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi .................... 18 2.1.6 Pengukuran motivasi ........................................................ 21 2.1.7 Motivasi berobat pada penderita kanker serviks .............. 23 x 2.2 Dukungan Sosial ........................................................................... 26 2.2.1 Pengertian dukungan sosial .............................................. 26 2.2.2 Sumber dukungan sosial .................................................. 28 2.2.3 Aspek-aspek dukungan sosial .......................................... 29 2.2.4 Efek dukungan sosial ....................................................... 31 2.2.5 Dukungan sosial pada penderita kanker serviks ............... 31 Religiusitas ................................................................................... 33 2.3.1 Pengertian religiusitas ....................................................... 33 2.3.2 Dimensi-dimensi religiusitas ............................................ 34 2.4 Aspek-aspek psikologis penderita kanker serviks ........................ 38 2.5 Kerangka Berfikir ........................................................................ 40 2.6 Hipotesis ...................................................................................... 44 2.3 BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sampel .................................................................... 46 3.2 Variabel Penelitian ....................................................................... 47 3.3 Pengumpulan Data ....................................................................... 48 3.3.1 Tekhnik pengumpulan data ................................................ 48 3.3.2 Instrumen penelitian ........................................................... 49 3.4 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian ............................................. 53 3.5 Hasil Uji Coba (Tryout) .................................................................. 54 3.6 Metode Analisis Data ..................................................................... 57 3.7 Prosedur Penelitian ........................................................................ 57 3.7.1 Tahap persiapan ................................................................. 57 3.7.2 Tahap pengambilan data .................................................... 58 3.7.3 Tahap pengolahan data ...................................................... 58 3.7.4 Tahap pembahasan ............................................................. 58 xi BAB 4 HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian ............................................. 59 4.2 Uji Hipotesis Penelitian ................................................................. 59 4.2.1 Analisis regresi variabel penelitian ...................................... 59 4.2.2 Pengujian variasi masing-masing independent variabel ....... 65 BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan .................................................................................. 69 5.2 Diskusi ......................................................................................... 70 5.3 Saran ............................................................................................ 74 5.3.1 Saran Teoritis .................................................................... 75 5.3.2 Saran Praktis ..................................................................... 75 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN xii DAFTAR TABEL Tabel 3.1 Bobot Nilai ................................................................................... 48 Tabel 3.2 Blue Print Skala Dukungan Sosial ……………………….......... 49 Tabel 3.3 Blue Print Skala Religiusitas …………………………………... 50 Tabel 3.4 Blue Print Skala Motivasi untuk berobat ...................................... 51 Tabel 3.5 Blue Print Skala Dukungan Sosial Valid (*) ............................... 53 Tabel 3.6 Blue Print Skala Religiusitas Valid (*) ........................................ 54 Tabel 3.7 Blue Print Skala Motivasi untuk berobat Valid (*) ..................... 55 Tabel 4.1 Square Model Summary………………………………….. ......... 59 Tabel 4.2 Anova ........................................................................................... 59 Tabel 4.3 Koefisien Regresi ......................................................................... 60 Table 4.4 Variasi untuk masing-masing independen variabel ……………. 64 xiii DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Data Hasil Try Out Dukungan Sosial Lampiran 2 Output Dukungan Sosial Try Out Lampiran 3 Data Hasil Try Out Religiusitas Lampiran 4 Output Religiusitas Try Out Lampiran 5 Data Hasil Try Out Motivasi untuk berobat Lampiran 6 Output Motivasi untuk berobat Try Out Lampiran 7 Data Hasil Field Test Dukungan Sosial Lampiran 8 Data Hasil Field Test Religiusitas Lampiran 9 Data Hasil Field Test Motivasi untuk berobat Lampiran 10 Output Hasil Regresi xiv 1 BAB I Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Masalah Adanya motivasi sangat besar peranannya dalam membentuk tingkah laku. Apa saja yang dilakukan manusia akan selalu ada motivasi yang mendorong. Motivasi bagaikan kekuatan yang menggerakkan dan mengarahkan perilaku manusia kearah tujuan yang dikehendakinya. Wirawan (2000) mengemukakan bahwa setiap perbuatan yang dilakukan individu dimulai dengan adanya suatu ketidakseimbangan dalam diri individu tersebut. Ketidakseimbangan ini tentunya tidak menyenangkan bagi individu yang bersangkutan, sehingga timbul kebutuhan untuk meniadakan ketidakseimbangan itu. Kebutuhan inilah yang akan menimbulkan dorongan atau motivasi untuk berbuat sesuatu. Setelah perbuatan itu dilakukan dan apabila sesuai dengan kebutuhan maka tercapailah keadaan seimbang dalam diri individu, dan timbul perasaan puas, senang, aman dan sebagainya. Misal, ketika seorang individu divonis bahwa dirinya menderita penyakit akut maka individu tersebut akan berusaha mengembalikan kondisi tubuhnya kedalam kondisi seimbang dengan cara berobat. Dalam proses pengobatan, penderita harus memiliki keyakinan yang kuat, karena keyakinan itu sendiri merupakan hal yang penting dalam kehidupan setiap individu. Tingkah laku yang termotivasi mencakup suatu tujuan tertentu, jadi dapat dikatakan bahwa motivasi merupakan faktor penting untuk membangkitkan atau menggerakkan individu agar dapat bertingkah laku sesuai dengan yang 2 diharapkan oleh individu tersebut. Begitu pentingnya peran motivasi terhadap tingkah laku setiap individu membuat penulis tertarik untuk membahas motivasi penderita kanker serviks. Saat ini menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), kanker serviks menempati peringkat teratas di antara berbagai jenis kanker yang menyebabkan kematian pada perempuan di dunia. Di Indonesia, setiap tahun terdeteksi lebih dari 15.000 kasus kanker serviks, dan kira-kira sebanyak 8000 kasus di antaranya berakhir dengan kematian. Kanker serviks muncul seperti musuh dalam selimut. Sulit sekali dideteksi hingga penyakit telah mencapai stadium lanjut (www.infoceria.com/2010/03/mengenal-kanker-serviks-penyakit-kanker.html). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Martin dan Dajoux (dalam Jurnal Penelitian RSU Dr Soetomo, 2007) pada 1000 wanita menemukan bahwa hanya 48 wanita yang mempunyai leher rahim normal. Besarnya angka kejadian kanker serviks yang ditemukan, membuat kanker serviks menjadi salah satu jenis kanker yang paling ditakuti wanita. Selain itu juga sampai saat ini kanker serviks masih menyebabkan kematian pada wanita yang cukup tinggi, diperkirakan sebesar 4.900 orang per tahun. Tingginya angka kematian penderita kanker lebih banyak disebabkan oleh keterlambatan pengobatan. Menurut Yatim (2005), pasien yang datang berobat ke Rumah Sakit sebagian besar sudah berada pada stadium lanjut, yakni stadium IIB - IVB sebanyak 66,4%, stadium IIIB sebanyak 37,3%, serta stadium IA - IIA sebanyak 28,6%. Keterlambatan ini tentunya sangat merugikan penderita sendiri 3 karena harapan hidup penderita kanker sangat ditentukan oleh stadium atau tingkat keparahan penderita. Harapan hidup untuk penderita kanker serviks yang sudah berada pada stadium II sekitar 60%, stadium III sekitar 35% - 40%, stadium IVA kanker sudah menyebar ke organ-organ tubuh seperti anus, kandung kemih, ginjal dan stadium IVB sekitar 5% - 10%. Sayangnya, sebanyak 70% - 80% penderita kanker serviks datang ke Rumah Sakit sudah pada stadium lanjut dan ini mengakibatkan angka harapan hidup penderita kanker serviks kian menipis (www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2011/03/30). Permasalahannya adalah kurangnya pengetahuan setiap individu mengenai penyakit kanker serviks hingga akhirnya mereka datang ke Rumah Sakit sudah pada stadium lanjut, ditambah lagi dengan biaya pengobatan yang pastinya cukup mahal. Seperti yang diungkapkan oleh Smet (1994) bahwa mahalnya biaya tarif pengobatan dijadikan alasan setiap individu untuk tidak menganggap serius penyakitnya. Bukan hanya masalah biaya pengobatan saja yang menjadi permasalahan bagi penderita kanker serviks melainkan dampak pengobatan yang dirasakan, seperti dari segi fisik penderita akan kehilangan rahim karena menjalani histerektomi, dan gangguan psikilogis seperti : penderita diliputi rasa takut (fear) dan depresi (murung), penderita menunjukkan reaksi penolakan (denial), tidak yakin bahwa dirinya menderita kanker. Terkadang penderita menjadi panik dan melakukan hal-hal yang tidak berarti dan sia-sia. Setelah ini berlalu pada akhirnya penderita akan sadar dan menerima kenyataan bahwa jalan hidupnya telah berubah. Sedikit banyaknya penderita telah berpikir dan berperasaan lebih realistis 4 dan mempercayakan sepenuhnya kepada dokter untuk kelanjutan pengobatannya (Taylor, 2009). Oleh karena itu, dalam proses pengobatannya penderita harus mempunyai dorongan atau motivasi untuk dapat melaksanakan proses pengobatannya. Hanya dengan motivasi yang kuat penderita kanker serviks akan menunjukkan minatnya, aktivitasnya, dan partisipasinya di dalam mengikuti proses pengobatan. Penderita kanker serviks yang memiliki motivasi tinggi atau kuat akan berusaha bangkit melawan penyakitnya walaupun harapan untuk sembuh itu tipis, sebaliknya jika motivasi penderita itu rendah maka penderita kanker serviks akan berputus asa dan tidak mau berusaha melawan penyakitnya. Oleh sebab itu, motivasi untuk berobat merupakan sesuatu yang mendorong dan memperkuat perilaku serta memberikan arahan dengan tujuan agar penderita dalam menghadapi situasi-situasi yang sulit dapat tetap bertahan hidup karena tanpa keinginan untuk hidup, tidak ada kemauan bagi penderita untuk meneruskan kehidupan. Ketika penderita kanker serviks mengalami keterpurukan dengan segala permasalahannya baik dari segi fisik maupun reaksi emosional dalam menghadapi penyakitnya maka dukungan sosial sangat dibutuhkan oleh penderita agar dapat mententramkan dan menenangkannya. Dengan adanya dukungan sosial penderita merasakan penerimaan dari kebersamaan orang-orang di sekitarnya. Dukungan sosial ini secara tidak langsung akan mempunyai manfaat emosional yang akan memberikan kekuatan pada diri individu untuk berusaha bangkit melawan penyakitnya (Jurnal Epidemiologi Indonesia: Volume 3 Edisi 1-1999). Sarafino 5 (2006) menyatakan bahwa adanya dukungan sosial berarti adanya penerimaan dari orang atau kelompok terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa individu tersebut disayangi, diperhatikan, dihargai, dan ditolong. Sumber dukungan sosial ini bisa berasal dari keluarga, masyarakat, pihak rumah sakit ataupun juga kelompok atau komunitas yang serius mencoba membantu mereka. Penelitian yang dilakukan oleh Symister dan Ronald Friend (dalam Jurnal Health Psychology, 2003) pada 86 pasien penyakit ginjal kronis yang menyimpulkan bahwa dukungan sosial dapat meningkatkan optimisme dan menurunkan depresi pada penderita penyakit kronis. Apakah dukungan sosial yang dirasakan oleh penyakit ginjal kronis dapat dirasakan juga oleh penderita kanker serviks untuk menggerakkan motivasi agar penderita kanker serviks dapat bangkit melawan penyakitnya walau mereka tahu bahwa sebenarnya harapan mereka sangat tipis. Selain itu, saat penderita kanker serviks ini mengalami shock, takut (fear), dan depresi (murung) dalam menghadapi penyakitnya penderita akan berusaha mendekatkan diri dengan Tuhan, agar hatinya menjadi tentram dan penuh keyakinan dalam menjalani proses pengobatannya. Dengan mendekatkan diri kepada Tuhan dapat mengembangkan harapan (hope) dan rasa percaya diri (self confidence) pada penderita kanker serviks. Mustika (2008) mengemukakan bahwa obat yang paling mujarab adalah ikhlas dan tawakkal kepada Tuhan. Sebab, sikap ikhlas dan tawakkal akan membuat penderita kanker serviks merasakan ketenangan akan penyakit yang dideritanya. 6 Penderita kanker serviks yang religius, yang mempunyai hubungan baik dengan Tuhan tidak akan merasa penyakitnya sebagai suatu beban yang berat. Oleh karena itu Tuhan baginya merupakan penguasa dari nasib dan kematian sehingga dia akan bersikap lebih pasrah dan tenang dalam menghadapi penyakitnya, juga pemberi kehidupan. Tetapi dalam hal ini memerlukan kemantapan iman (keyakinan) dalam hati dan pelaksanaan ajaran agama yang teratur dalam kehidupan sehari-hari (Dister, 1993). Namun jika penderita kanker serviks tidak memiliki hubungan baik dengan Tuhan, maka akan cenderung menyalahkan Tuhan atas penyakitnya, merasa beban penderitaannya bertambah dan akan merasakan ketakutan dan kekhawatiran akan kematian. Perasaanperasaan tersebut akan membuat penderita kanker serviks menjadi sangat takut (fear) menghadapi penyakitnya. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Howsepian dkk (dalam Jurnal Psyco Oncology, 2009) pada 164 penderita kanker ditemukan bahwa hubungan keyakinan beragama dan dukungan sosial sangat dirasakan lebih kuat oleh penderita kanker. Dalam penelitian ini pun disebutkan pula jika agama memainkan peran dalam kehidupan sejumlah besar orang di Amerika yang menghadapi stres yang berhubungan dengan penyakit kronis, apalagi psikolog kesehatan telah mulai mengeksplorasi secara sistematis peran agama dan spiritual dibidang kesehatan dan kematian. Sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswanto, dkk (dalam Jurnal Epidemiologi Indonesia, 1999) bahwa dukungan sosial dan religiusitas akan memberikan sumbangan cukup berarti dalam meningkatkan motivasi kesembuhan pasien penderita kanker. Aspek 7 dukungan sosial yang berkorelasi cukup berarti dengan motivasi kesembuhan adalah dukungan penghargaan, sedangkan aspek dukungan sosial yang lain kurang berperan terhadap motivasi kesembuhan. Tingkat religiusitas memberikan peran cukup besar terhadap motivasi kesembuhan pada penderita kanker, khususnya aspek pengalaman religiusitas menurut dimensi religiusitas Glock & Stark. Dari penelitian-penelitian diatas yang menjelaskan pentingnya religiusitas dan dukungan sosial terhadap penderita yang mengalami penyakit kronis ditengah permasalahan yang di alami oleh penderita penyakit kronis, penulis merasa tertarik melakukan replika terhadap penelitian-penelitian diatas. Namun disini penulis akan menggunakan alat uji religiusitas dari Fetzer Institute (1999) dan akan membuktikan apakah benar dukungan sosial dapat berpengaruh cukup baik terhadap motivasi. Hal ini yang mendasari penulis untuk menggabungkan beberapa variabel ke dalam satu judul penelitian yaitu : “Pengaruh Dukungan Sosial dan Religiusitas terhadap Motivasi untuk berobat Pada Penderita Kanker Serviks”. 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1 Pembatasan masalah Agar penelitian ini tidak menyimpang dari sasaran yang dikehendaki dan supaya lebih terarah, maka perlu dilakukannya pembatasan masalah. 8 Adapun pembatasan masalahnya yakni : 1. Dukungan sosial yang dimaksud dalam penelitian ini adalah dukungan yang dirasakan oleh penderita kanker serviks, dari kebersamaan dengan orang-orang disekitarnya, seperti : keluarga, teman, dokter maupun perawat yang menangani penderita di Rumah Sakit. 2. Religiusitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah adanya keyakinan terhadap Tuhan sehingga menimbulkan rasa aman dan tentram jiwa dan juga adanya aturan tentang perilaku hidup manusia agar berperilaku dengan baik. 3. Motivasi untuk berobat yang dimaksud peneliti adalah suatu usaha yang didasari untuk mempengaruhi tingkah laku individu agar bergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai suatu hasil atau tujuan tertentu guna mempertahankan hidupnya. 4. Penderita kanker serviks yang dimaksud dalam penelitian ini adalah wanita dewasa madya (30-60 tahun) yang mengalami kanker serviks stadium lanjut yang sedang melakukan pengobatan di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta. 1.2.2 Perumusan masalah Masalah yang di teliti dirumuskan sebagai berikut : 1. Apakah ada pengaruh dukungan sosial dan religiusitas terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ? 9 2. Apakah ada pengaruh dukungan emosi terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ? 3. Apakah ada pengaruh dukungan penghargaan terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ? 4. Apakah ada pengaruh dukungan instrumental terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ? 5. Apakah ada pengaruh dukungan informasi terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ? 6. Apakah ada pengaruh dukungan jaringan sosial terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ? 7. Apakah ada pengaruh dimensi daily spiritual experiences terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks? 8. Apakah ada pengaruh dimensi value terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ? 9. Apakah ada pengaruh dimensi belief terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ? 10. Apakah ada pengaruh dimensi forgiveness terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ? 11. Apakah ada pengaruh dimensi Private religious practice terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ? 12. Apakah ada pengaruh dimensi Religious/spiritual coping terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks ? 10 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Seseorang selama hidupnya tentu pernah mengalami berbagai peristiwa baik yang menggembirakan maupun yang menyedihkan. Setiap saat kita bisa berhadapan dengan sesuatu yang tidak terduga-duga dan penyakit yang sulit disembuhkan, seperti kanker serviks. Dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tentang bagaimana pengaruh dukungan sosial dan religiusitas terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. 1.3.2 Manfaat penelitian Manfaat penelitian ini dibagi atas dua hal yakni manfaat teoritis dan praktis. a. Secara teoritis diharapkan penelitian ini dapat menambah dan memperdalam wawasan mengenai kanker serviks serta dapat menambah khazanah keilmuan bidang psikologi klinis dan psikologi kesehatan. b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat membantu para penderita kanker serviks dan keluarga, sebagai sumber dukungan sosial yang paling utama agar lebih memperhatikan diri mereka. Selain itu penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan pada orang-orang yang concern membantu penderita kanker serviks. Sebagai contoh adalah komunitaskomunitas kanker yang ingin membantu para penderita untuk lebih memberikan dukungan sosial kepada mereka. Juga peran religiusitas terhadap penderita yang mengalami kanker serviks agar lebih mendekatkan diri kepada Tuhan, karena dibalik semua permasalahan yang 11 dialami oleh penderita kanker serviks pasti ada hikmah yang tersembunyi didalamnya. Dan yang terakhir semoga yang telah membaca penelitian ini bisa lebih berhati-hati dan mencegah terjadinya kanker serviks pada dirinya. 1.4 Sistematika Penulisan Penelitian ini menggunakan tekhnik penulisan American Psychological Association (APA) Style. Dan secara garis besar sistematika penulisan ini adalah: BAB 1 : PENDAHULUAN Dalam bab ini diuraikan mengenai latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB 2: TINJAUAN PUSTAKA Dalam bab ini dijelaskan teori-teori yang berhubungan dengan isi skripsi sebagai dasar pemikiran untuk membahas permasalahan dalam penelitian skripsi, yaitu: 1. Motivasi : pengertian motivasi, teori motivasi dan harapan, jenisjenis motivasi, fungsi-fungsi motivasi, faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi, pengukuran motivasi, motivasi berobat pada penderita kanker serviks. 2. Dukungan Sosial : pengertian dukungan sosial, sumber dukungan sosial, jenis-jenis dukungan sosial, efek dukungan sosial, dukungan sosial pada penderita kanker serviks. 12 3. Religiusitas : pengertian religiusitas, aspek-aspek religiusitas/dimensi-dimensi religiusitas. 4. Aspek-aspek psikologis yang terjadi pada penderita kanker serviks. 5. BAB 3: Kerangka berfikir dan Hipotesis penelitian. METODE PENELITIAN Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang metode penelitian yaitu: populasi dan sampel, definisi operasional variabel, pengumpulan data, hasil uji coba instrument penelitian, metode analisis data, prosedur penelitian, BAB 4: HASIL PENELITIAN Dalam bab ini, penulis menguraikan tentang hasil penelitian pada saat penulis dilapangan, yaitu : gambaran umum subyek penelitian dan uji hipotesis penelitian. BAB 5: KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN Dalam bab ini penulis menjelaskan mengenai kesimpulan dari penelitian, diskusi dan saran yang terdiri dari saran teoritis dan juga saran praktis. 13 BAB II Kajian Teori 2.1 Motivasi 2.1.1 Pengertian motivasi Motivasi mempunyai peranan penting di dalam kehidupan manusia. Motivasi berasal dari kata motif, motif merupakan dasar seseorang melakukan sesuatu. Menurut Suryabrata (2005) motif adalah keadaan dalam pribadi setiap individu yang mendorong individu tersebut untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu guna mencapai suatu tujuan. Pendapat senada juga dikemukakan oleh Purwanto (1990) yang mendefinisikan motif sebagai suatu dorongan yang timbul dalam diri individu yang menyebabkan individu tersebut mau bertindak atau melakukan sesuatu. Dari beberapa definisi mengenai motif dapat diambil suatu kesimpulan bahwa motif adalah dorongan yang ada dalam diri individu untuk melakukan suatu tindakan atau aktivitas. Berawal dari kata motif itulah maka motivasi dapat diartikan sebagai suatu usaha yang disadari untuk mempengaruhi tingkah laku individu agar tergerak hatinya untuk melakukan sesuatu sehingga akan mencapai hasil ataupun juga tujuan tertentu Mangkunegara (2006) menyatakan bahwa motivasi adalah suatu kondisi (energi) yang menggerakkan dalam diri individu yang terarah untuk mencapai suatu tujuan. Dalam kamus psikologi (Chaplin, 2006) istilah motivasi diartikan 14 sebagai satu variabel penyelang yang digunakan untuk menimbulkan faktor-faktor tertentu di dalam organisme, yang membangkitkan, mengelola, mempertahankan, dan menyalurkan tingkah laku menuju sasaran. Menurut Wirawan (2000), motivasi merupakan istilah yang lebih umum, yang menunjuk pada seluruh proses gerakan, termasuk didalamnya situasi yang mendorong timbulnya tindakan atau tingkah laku individu. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Woolfolk (2004) yang menjelaskan bahwa motivasi adalah kegiatan internal yang bersifat membangun, langsung, dan menimbulkan tingkah laku yang terdiri dari kebutuhan (needs), minat (interest), kesenangan (enjoyment), hadiah (reward), dan hukuman (punishment). Berdasarkan uraian di atas penulis menarik kesimpulan bahwa motivasi adalah suatu dorongan dalam diri individu agar mampu mencapai suatu tujuan guna mencapai pemuasan kebutuhan. 2.1.2 Teori motivasi dan harapan Menurut Teori Ekspektasi (Expectancy Theory) oleh Vroom (dalam Pace dkk, 2006) motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang ingin dicapai individu dan individu tersebut memperkirakan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya, bisa juga berarti kemungkinan subyektif dari usaha yang memberikan hasil. Jadi motivasi merupakan akibat dari suatu hasil yang ingin dicapai oleh individu dan individu tersebut memperkirakan bahwa tindakannya akan mengarah kepada hasil yang diinginkannya. Artinya, apabila setiap individu sangat 15 menginginkan sesuatu, dan jalan tampaknya terbuka untuk memperolehnya, individu tersebut akan berupaya mendapatkannya. Menurut Pace, dkk (2006), bahwa jika individu menginginkan sesuatu dan harapan untuk memperoleh sesuatu itu cukup besar, maka individu tersebut akan sangat terdorong untuk memperoleh hal yang diinginkannya itu. Sebaliknya, jika harapan memperoleh hal yang dinginkannya itu tipis, motivasi untuk berupaya akan menjadi rendah. 2.1.3 Aspek-aspek motivasi Individu dapat dikatakan mempunyai motivasi yang tinggi dilihat dari kemampuannya serta usahanya guna mencapai suatu tujuan. Dalam kaitannya dengan hal diatas, Woolfolk (2004) membedakan motivasi menjadi 2 aspek yaitu : a. Motivasi intrinsik Suryabrata (2005) menjelaskan bahwa motivasi intrinsik adalah suatu motif yang sudah berada dalam diri individu tanpa adanya rangsangan dari luar. Sedangkan menurut Pintrich & Schunk (1996) yang dimaksud dengan motivasi intrinsik adalah dorongan untuk terlibat dalam suatu aktivitas demi aktivitas itu sendiri. Individu yang memiliki motivasi intrinsik terdorong untuk mengerjakan suatu aktivitas/tindakan dikarenakan adanya perasaan menyenangkan (enjoyable) yang dirasakan. Adapun sumber motivasi intrinsik menurut Woolfolk (2004) meliputi kebutuhan (needs), minat (interest), kesenangan (enjoyment), dan rasa ingin tahu (curiosity). Dalam motivasi intrinsik tidak perlu lagi ada reward 16 dan punishment bagi individu untuk melaksanakan aktifitasnya. Karena dorongan yang muncul murni berasal dari dalam diri individu. Menurut kesimpulan peneliti bahwa motivasi intrinsik adalah dorongan dari dalam diri individu untuk melakukan tindakan atau aktivitas guna mencapai tujuan (goal) tanpa perlu adanya reward atau punishment. Misal, penderita kanker serviks ingin melakukan pengobatan karena memang penderita ingin melakukannya bukan atas dorongan dari luar penderita, seperti : keluarga/kerabat atau bukan juga dikarenakan akan mendapat reward atau punishment. b. Motivasi ekstrinsik Suryabrata (2005) mengemukakan bahwa pada dasarnya motivasi ekstrinsik terjadi apabila individu melakukan sesuatu yang disebabkan oleh adanya rangsangan dari luar. Menurut Pintrich & Schunk (1996) yang dimaksud dengan motivasi ekstrinsik adalah dorongan untuk terlibat dalam suatu aktivitas sebagai alat untuk mencapai suatu tujuan. Pada motivasi ekstrinsik ini individu melakukan aktifitas atas dasar nilai yang terkandung dalam objek yang menjadi sasaran atau tendensi tertentu. Sumber motivasi ekstrinsik menurut Woolfolk (2004) meliputi imbalan (rewards), tekanan sosial (social pressure), dan penghindaran diri dari hukuman (punishment). Menurut kesimpulan peneliti motivasi ekstrinsik adalah dorongan yang mengerakkan individu untuk terlibat dalam suatu aktivitas guna mencapai suatu tujuan. 17 Dari penjelasan diatas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa motivasi sebagai suatu yang kompleks dimana motivasi merupakan penggerak individu melakukan suatu perbuatan yang mengarah pada suatu tujuan. Dorongan ini bisa berasal dari dalam diri (intrinsik) dan juga dari luar diri individu (ekstrinsik). 2.1.4 Fungsi-fungsi motivasi Menurut Najati (dalam Rahman dkk, 2004) serta Purwanto (1990) motivasi memiliki tiga komponen pokok yaitu : a. Menggerakkan, yakni menimbulkan kekuatan pada individu, serta mendorong untuk bertindak dengan cara tertentu. b. Mengarahkan, yakni mengarahkan tingkah laku untuk mencapai suatu tujuan. Apabila sasaran atau tujuan tersebut merupakan sesuatu yang diinginkan individu, maka motivasi berperan mendekatkan (approach motivation), dan apabila tujuan tersebut tidak diinginkan oleh individu, maka motivasi berperan menjauhkan sasaran atau tujuan (avoidance motivation). c. Menopang, yakni menjaga dan menopang tingkah laku dimana lingkungan sekitar harus menguatkan intensitas serta arah dorongan-dorongan dan kekuatan individu. Dari penjelasan diatas dapat diketahui tentang fungsi-fungsi motivasi. Tiga fungsi tersebut sangat penting peranannya bagi individu untuk mencapai apa yang diinginkan guna mencapai suatu tujuan. 18 2.1.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi motivasi Menurut Handoko (1998) dan Widyatun (1999), ada dua faktor yang mempengaruhi motivasi yaitu faktor internal dan faktor eksternal. a. Faktor internal Faktor internal adalah motivasi yang berasal dari dalam diri manusia, biasanya timbul dari perilaku yang dapat memenuhi kebutuhan sehingga menjadi puas. Faktor internal meliputi : 1. Faktor fisik Faktor fisik adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan kondisi fisik penderita kanker serviks. 2. Faktor proses mental Motivasi merupakan suatu proses yang tidak terjadi begitu saja, tetapi ada kebutuhan yang mendasari munculnya motivasi tersebut. Penderita kanker serviks dengan keadaan mental yang shock saat mengetahui penyakitnya sudah memasuki stadium lanjut, mereka akan cenderung tidak bisa mengontrol emosinya tetapi disaat penderita kanker serviks itu sudah bisa menerima kondisi dirinya maka mereka akan memiliki pandangan hidup yang positif serta memiliki keyakinan diri bahwasanya mereka akan mampu mengatasi kecemasannya dan selalu berfikir optimis untuk dapat melawan penyakit yang dideritanya. 19 3. Faktor hereditas Bahwa manusia diciptakan dengan berbagai macam tipe kepribadian yang secara hereditas dibawa sejak lahir. Ada tipe kepribadian tertentu yang mudah termotivasi atau sebaliknya. Orang yang mudah sekali tergerak motivasinya, akan dengan cepat bereaksi terhadap apa yang menimpa dirinya. Sebaliknya ada yang hanya bereaksi apabila menghadapi kejadian-kejadian yang memang sungguh penting. 4. Keinginan dalam diri Misalnya keinginan untuk bisa merasakan kehidupan yang lebih lama, ingin berlama-lama merasakan berada didalam sebuah keluarga dll. b. Faktor eksternal Faktor eksternal adalah factor motivasi yang berasal dari luar diri seseorang yang merupakan pengaruh dari orang lain atau lingkungan. Faktor eksternal ini meliputi : 1. Faktor lingkungan Lingkungan adalah suatu yang berada disekitar pengguna napza baik fisik, psikologis, maupun social (Notoatmodjo, 2003). Lingkungan di dalam Rumah Sakit sangat berpengaruh terhadap motivasi penderita kanker serviks. Lingkungan Rumah Sakit yang tidak mendukung dan kurang kondusif akan membuat stress bertambah. 2. Dukungan sosial Gottlieb (1983) menyatakan bahwa bentuk perilaku dukungan social terdiri dari informasi dan nasehat verbal dan non verbal, bantuan 20 nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban social atau didapat karena kehadiran mereka dan mempunyai manfaat emosional atau efek perilaku bagi pihak penerima. Dukungan sosial sangat mempengaruhi dalam memotivasi penderita kanker serviks untuk dapat bangkit melawan penyakitnya, meliputi dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial (Cohen & McKay dalam Sarafino, 2002). 3. Fasilitas Ketersediaan fasilitas yang menunjang pengobatan penderita kanker serviks tersedia, mudah terjangkau menjadi motivasi penderita kanker serviks untuk dapat berobat dengan maksimal.termasuk dalam fasilitas adalah ketersediannya sumber biaya yang mencukupi bagi pengobatan penderita kanker serviks. 4. Media Media merupakan sarana untuk menyampaikan pesan atau info (Sugiono, 1999). Adanya media ini membuat penderita kanker serviks menjadi lebih tahu tentang penyakitnya dan pada akhirnya dapat menjadi motivasi untuk dapat melakukan pengobatan. 21 2.1.6 Pengukuran motivasi Menurut Pintrich & Schunk (1996), motivasi dapat diukur dengan berbagai macam cara, antara lain sebagai berikut : 1. Pengamatan langsung Pada pengukuran ini, perilaku individu diamati secara langsung. Metode ini merupakan indikator yang valid bagi motivasi, namun mengabaikan proses kognitif dan afektif yang mendasari munculnya tingkah laku yang termotivasi tadi. 2. Penilaian orang lain Dengan cara ini, sejumlah pengamat (misalnya dokter, perawat, keluarga) menilai penderita berdasarkan beberapa karakteristik yang menunjukkan adanya motivasi. Dengan metode ini, pengamat lebih objektif dalam menilai penderita dibandingkan jika penderita menilai dirinya sendiri. Selain itu, metode ini juga melengkapi metode pengamatan langsung dengan melibatkan proses motivasional yang mendasari perilaku. Namun dibandingkan dengan pengamatan langsung, validitas metode ini rendah karena melibatkan ingatan pengamat dan penarikan kesimpulan atas perilaku penderita. 22 3. Self Inventory (Lapor Diri) Lapor diri melibatkan penilaian dan pernyataan individu tentang diri mereka sendiri. Metode lapor diri ini terdiri beberapa tipe, diantaranya adalah : a. Kuesioner Dalam kuesioner, responden diberikan sejumlah pertanyaan mengenai perilaku dan keyakinannya. Pertanyaan ini bisa berupa pertanyaan terbuka dan tertutup. b. Wawancara Dalam wawancara, sejumlah pertanyaan diberikan oleh pewawancara dan diwajibkan secara verbal oleh responden. Metode ini digunakan jika peneliti ingin mengetahui perasaan dan keyakinan individu lebih mendalam. c. Stimulated Recall Dalam stimulated recall, responden dihadapkan pada suatu situasi dimana ia diberikan suatu tugas, seperti menjalankan kemoterapi dan perilaku responden selama pengerjaan tugas akan diamati. d. Think Alouds Dalam metode ini, responden diberikan suatu tugas, seperti kemoterapi dan responden diminta untuk mengucapkan pikiran, perilaku dan 23 emosi yang dirasakan selama mengerjakan tugas. Metode ini sangat bergantung pada verbalisasi yang dilakukan oleh responden. e. Dialog Dialog adalah percakapan antara dua orang atau lebih, dimana percakapan tersebut dicatat dan dianalisis untuk mengetahui pernyataan-pernyataan motivasi yang terdapat dalam percakapan. 2.1.7 Motivasi berobat pada penderita kanker serviks Dalam penelitian ini yang akan diteliti adalah motivasi untuk berobat. Dari penjabaran tentang motivasi, dapat diambil suatu kesimpulan bahwa motivasi adalah dorongan dasar yang menggerakkan individu untuk bertingkahlaku guna mencapai pemuasan kebutuhan. Motivasi dapat juga diartikan sebagai proses melakukan suatu tindakan yang sesuai dengan keinginannya. Jadi bisa dikatakan bahwa motivasi terjadi apabila individu mempunyai keinginan dan kemauan untuk melakukan suatu tindakan tertentu. Sedangkan menurut penulis berobat sendiri dapat diartikan sebagai pengaturan dalam diri individu untuk melawan penyakitnya atau ketidakseimbangan. Atau dapat juga dikatakan sebagai kegiatan atau aktivitas yang dilakukan oleh individu dalam rangka mencapai status seimbang bagi tubuhnya. Ketidakseimbangan yang terjadi pada penderita kanker serviks adalah menderita suatu penyakit yang tentunya berdampak bagi kondisi fisik maupun 24 psikisnya. Beberapa penderita kanker serviks mencoba mengubah kondisi ketidakseimbangan tersebut dengan memunculkan suatu dorongan yang ada dalam diri mereka. Salah satunya adalah dorongan untuk berobat. Diharapkan dengan adanya dorongan untuk berobat membuat penderita kanker serviks lebih baik dari keadaan sebelumnya dan mempertahankan hidupnya. Dorongandorongan tersebut bisa berasal dari dukungan yang dirasakan penderita saat melakukan pengobatan. Dorongan untuk berobat ini sangat penting bagi aspek psikologis penderita yang tentunya akan berpengaruh bagi kondisi fisik penderita. Dorongan-dorongan tersebut dapat disebabkan oleh faktor yang berasal dari dalam diri (internal) maupun luar diri (eksternal) para penderita. Dalam penelitian ini yang akan dilihat adalah motivasi untuk berobat dalam kaitannya dengan dukungan sosial dan religiusitas pada penderita kanker serviks. Motivasi untuk berobat adalah suatu usaha yang didasari untuk mempengaruhi tingkah laku individu agar bergerak hatinya untuk bertindak melakukan sesuatu sehingga mencapai suatu hasil atau tujuan tertentu guna mempertahankan hidupnya. Penderita kanker serviks yang memiliki motivasi untuk berobat umumnya dapat dilihat dari keseriusannya untuk melakukan pengobatan dan mencari informasi sebanyak mungkin mengenai penyakitnya. Motivasi atau semangat hidup merupakan hal yang sangat penting bagi seseorang yang sedang menderita penyakit kanker serviks sehingga mengharuskannya melakukan berbagai pengobatan. Motivasi sendiri sebagai 25 bentuk dorongan untuk melakukan sesuatu yang dikehendaki, dengan kata lain motivasi merupakan penyemangat yang timbul dari dirinya sendiri ataupun dengan bantuan pihak lain sebagai motivator bagi dirinya sendiri. Motivasi intrinsik mengarah pada kepuasan dalam melakukan suatu kegiatan. Motivasi intrinsik ini dapat menjadikan seseorang merasa tidak terpaksa dalam mengikuti suatu aktivitas, karena dorongan yang muncul murni berasal dari dalam individu itu sendiri. Pada penderita kanker serviks yang memiliki motivasi intrinsik melakukan berbagai pengobatan karena memang penderita ingin melakukannya, bukan karena stimulus eksternal misalnya diberikan suatu penghargaan pada dirinya (mendapat pujian dari keluarga karena telah mau mengikuti terapi), tetapi menurut hemat penulis selain mengarah kepada kepuasan penderita dalam melakukan suatu aktivitas ataupun tindakan religiusitaspun termasuk didalam intrinsik setiap manusia karena religiusitas merupakan pemahaman setiap individu terhadap agamanya. Sedangkan motivasi ekstrinsik lebih mengarah pada suatu kegiatan yang dipengaruhi stimulus dari luar. Penderita yang mempunyai motivasi ekstrinsik akan melakukan serangkaian pengobatan lebih didorong oleh stimulus eksternal, sebagai contohnya karena dipaksa berobat oleh keluarga ataupun juga mengikuti sebuah komunitas kanker yang memberikan dukungan sosial bagi dirinya dan juga memiliki teman senasib dengannya. Woolfolk (2004) menyebutkan bahwa motivasi ekstrinsik di dorong oleh stimulus eksternal yaitu dukungan sosial (keluarga, dokter maupun perawat), Siswanto dkk (1999) pun dalam penelitiannya menyebutkan bahwa faktor 26 eksternal yang mempengaruhi motivasi adalah dukungan sosial karena dengan adanya dukungan sosial penderita akan merasakan kebersamaan dengan orangorang disekitarnya. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Petra Symister dkk (2002) bahwa dukungan sosial juga dapat meningkatkan optimisme dan menurunkan depresi pada penderita penyakit kronis. Untuk membuktikan pentingnya peran dukungan sosial terhadap motivasi maka penulis akan membahas mengenai dukungan sosial secara lebih rinci dibawah ini. 2.2 Dukungan Sosial 2.2.1 Pengertian dukungan sosial Setiap manusia pasti membutuhkan bantuan ataupun peranan orang lain dalam hidupnya. Hal ini dikarenakan manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan satu sama lainnya. Kebutuhan manusia itu banyak macamnya. Mulai dari kebutuhan fisik, kebutuhan sosial, dan kebutuhan psikis, itu semua tentu tidak akan mungkin terpenuhi tanpa bantuan dari orang lain. Jika seseorang sedang menghadapi masalah baik ringan ataupun berat, keberadaan orang lain disampingnya tentu akan sangat berdampak bagi orang tersebut. Efek atau peranan positif ini dinamakan dukungan sosial. Misal, ketika seseorang menderita sakit, keluarga yang datang untuk menjenguknya serta menemaninya selama proses pengobatan berlangsung merupakan sumber dukungan bagi dirinya. Dukungan sosial dari orang lain menjadi sangat berharga dan akan menambah ketentraman hidupnya, seperti : dokter, perawat atau komunitas yang memang fokus dan perduli terhadap penderita kanker serviks. 27 Banyak definisi mengenai dukungan sosial yang dikemukakan para ahli. Sheridan dan Radhmacer (1992) yang menekankan pengertian dukungan sosial sebagai sumber daya yang disediakan lewat interaksi dengan orang lain. “Social support is the resources provided to us through our interaction with other people”. Sarafino (2006) menyatakan bahwa dukungan sosial mengacu kepada kesenangan yang dirasakan bahwa adanya penerimaan dari orang atau kelompok terhadap individu yang menimbulkan persepsi dalam dirinya bahwa ia disayangi, diperhatikan, dihargai, dan ditolong. Pendapat lainnya dikemukakan oleh Gottlieb (dalam Smet, 1994) yang mendefinisikan : “Dukungan sosial sebagai informasi verbal atau non-verbal, saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang diberikan orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam lingkungan sosialnya atau yang berupa kehadiran dalam hal-hal yang memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah laku penerimanya”. Sependapat dengan pengertian lainnya menurut Taylor (2009) dukungan sosial adalah informasi dari orang lain bahwa ia dicintai dan diperhatikan, memiliki harga diri dan dihargai, serta merupakan bagian dari jaringan komunikasi dan kewajiban bersama. “Social support is information from others that one is loved and cared for, esteemed and valued. And part of a network of communication and mutual obligation”. 28 Cobb (dalam Smet 1994:136) dukungan sosial itu terdiri atas informasi yang menuntun orang meyakini bahwa ia diurus dan disayangi. Setiap informasi apapun dari lingkungan sosial yang mempersiapkan persepsi subyek bahwa ia penerima efek positif, penegasan, atau bantuan, menandakan ungkapan dukungan sosial. Menurut Cohen & Wills (dalam Davidson dkk, 2006) bahwa dukungan sosial memiliki dua aspek utama, yaitu dukungan sosial struktural dan dukungan sosial fungsional. Dukungan sosial struktural menyangkut jaringan hubungan sosial yang dimiliki individu, misalnya status pernikahan dan jumlah teman yang dimiliki. Dukungan sosial fungsional lebih menekankan pada kualitas hubungan sosial yang dimiliki. Misal, sejauh mana individu percaya bahwa dirinya memiliki teman-teman yang akan membantunya pada saat dibutuhkan. Dari beberapa definisi diatas, dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan sosial merupakan ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat lewat pengetahuan bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai oleh orang lain dan ia juga merupakan anggota dalam suatu kelompok yang berdasarkan kepentingan bersama. 2.2.2 Sumber dukungan sosial Menurut Gottlieb (1983) terdapat tiga sumber dukungan sosial diantaranya : a. Orang-orang sekitar individu yang termasuk kalangan non-profesional (significant other) seperti : keluarga, teman dekat atau rekan kerja. Hubungan dengan kalangan non-profesional merupakan hubungan yang 29 menempati bagian terbesar dari kehidupan seorang individu dan menjadi sumber dukungan sosial yang sangat potensial karena lebih mudah diperoleh, bebas dari biaya finansial dan berakar pada keakraban yang cukup lama. b. Profesional, seperti : psikolog, dokter, dan perawat. c. Kelompok-kelompok dukungan sosial Kelompok pendukung (support group) merupakan suatu kelompok kecil yang melibatkan suatu interaksi langsung dari para anggotanya, menekankan pada partisipasi individu yang hadir secara sukarela yang bertujuan untuk secara bersama-sama mendapatkan pemecahan masalah dalam menolong anggota-anggota kelompok menghadapi masalah, serta menyediakan dukungan emosi kepada para anggotanya. 2.2.3 Aspek-aspek dukungan sosial Aspek-aspek didalam dukungan sosial merupakan suatu cara yang diwujudkan bisa dalam bentuk ekspresi, ungkapan atau perwujudan bantuan dari individu yang satu ke individu yang membutuhkan. Cohen & McKay (dalam Sarafino, 2002) membagi dukungan sosial kedalam lima bentuk, yaitu : a. Dukungan Emosi Dukungan emosi adalah suatu bentuk dukungan yang diekspresikan melalui perasaan positif yang berwujud empati, perhatian, dan kepedulian terhadap individu yang lain. Bentuk dukungan ini dapat menimbulkan perasaan nyaman, perasaan dilibatkan, dan dicintai oleh individu yang bersangkutan. 30 b. Dukungan Penghargaan Dukungan penghargaan terjadi lewat ungkapan, penghargaan atau penilaian yang positif untuk individu, dorongan untuk maju dan pemberian semangat, dan juga perbandingan positif individu dengan orang lain. Dukungan ini menitik beratkan pada adanya ungkapan penilaian yang positif atas individu dan penerimaan individu apa adanya. Bentuk dukungan ini membentuk perasaan dalam diri individu bahwa ia berharga, mampu dan berarti. c. Dukungan instrumental Merupakan suatu bentuk dukungan yang dapat diwujudkan dalam bentuk bantuan langsung misalnya pemberian dana atau pemberian bantuan berupa tindakan nyata atau benda. d. Dukungan informasi Dukungan ini dapat diungkapkan dalam bentuk pemberian nasehat atau saran, pengarahan, pemberian umpan balik mengenai apa yang dilakukan individu. e. Dukungan jaringan sosial Hubungan jenis ini menggambarkan bentuk hubungan persahabatan yang memungkinkan individu melakukan aktivitas sosial. Dari definisi mengenai aspek-aspek dukungan sosial, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa dukungan yang diperlukan dan diterima individu tergantung pada keadaan dan situasi stres yang dialami. Kelima “aspek-aspek dukungan sosial” di ataslah yang penulis pilih untuk penelitian ini. Diharapkan “aspek-aspek 31 dukungan sosial” ini dapat berpengaruh cukup besar terhadap motivasi berobat penderita kanker serviks. 2.2.4 Efek dukungan sosial Sarafino (2006) mengemukakan bahwa ada dua model peranan dukungan sosial dalam kehidupan manusia, yaitu model efek langsung (direct effect) dan model efek pelindung (buffering effect). Dalam model efek langsung (direct effect), dukungan sosial berperan dalam meningkatkan kesejahteraan individu walaupun individu tersebut tidak dalam keadaan stres. Model ini menekankan pada struktur dukungan, seperti jumlah orang dalam jaringan sosial atau kegiatan yang ada dalam kegiatan sosial. Pada efek pelindung (buffering effect), dukungan sosial memiliki peranan untuk melindungi individu dari efek negatif akibat stres. Model ini menekankan pada fungsi dukungan yang dirasakan individu dalam hubungan sosialnya. Kedua model ini pada akhirnya menekankan bahwa dukungan sosial memiliki peranan dalam melemahkan efek negatif dari kondisi dan situasi stres terhadap kesejahteraan mental individu. 2.2.5 Dukungan sosial pada penderita kanker serviks Ketika seorang individu divonis dokter menderita penyakit kronis, maka individu tersebut pasti merasakan sebuah ketakutan yang terjadi pada dirinya. Disaat itulah mereka membutuhkan dorongan yang dapat menjadikan penyemangat dalam hidupnya. Semangat itulah yang dapat menumbuhkan keyakinan pada dirinya untuk terus berusaha maju dalam melawan penyakitnya. Semangat atau dorongan 32 tersebut bukan berasal hanya dari dirinya sendiri ataupun keluarga terdekat melainkan juga dari orang yang dipercaya dalam menangani penyakitnya tersebut baik dokter, perawat, maupun juga sebuah komunitas yang concern terhadap penyakitnya. Menurut Dizon dkk (2011) dengan melibatkan keluarga dan dukungan sosial dapat membantu penderita kanker serviks dalam menghadapi saat yang amat sulit dalam hidup penderita kanker serviks. Dukungan sosial adalah pengaruh positif yang diberikan oleh keluarga, dokter, perawat maupun juga sebuah komunitas terhadap penderita kanker serviks dalam mendukung semua hal yang berkaitan dengan pengobatannya. Peran dukungan sosial amatlah penting bagi penderita, karena dengan adanya kebersamaan dengan orang-orang disekitar penderita, penderita akan merasa bahwa ia disayangi, dihargai dan mendapatkan suatu kepedulian terhadap penyakit yang dideritanya. Dukungan sosial merupakan andil yang besar dalam menentukan status pengobatan penderita. Jika dukungan-dukungan tersebut mengharapkan penderita untuk berobat, mendukung bahkan memperlihatkan dukungannya dalam berbagai hal, maka penderita akan merasa lebih percaya diri, lebih bahagia dan siap dalam menjalani semua pengobatannya. Merujuk pada efek pelindung bahwa dukungan sosial mempengaruhi kesehatan dengan cara melindungi individu dari efek negatif stress. Perlindungan ini akan efektif hanya ketika individu menghadapi stressor yang berat. Berdasarkan paparan diatas, dukungan sosial yang diberikan kepada penderita 33 kanker serviks dapat menumbuhkan perasaan percaya diri, disayangi, bersemangat sehingga dapat mempengaruhi motivasi berobat penderita kanker serviks. Selain dukungan sosial yang dirasakan sangatlah penting bagi penderita, penderita yang religiuspun akan senantiasa lebih mendekatkan diri kepada Maha Pencipta yaitu Tuhan. Dengan mendekatkan diri kepada Tuhan diharapkan penderita kanker serviks lebih tentram, berpikiran positif dan ikhlas dalam menghadapi penyakitnya. Untuk lebih jelasnya mengenai Religiusitas penderita kanker serviks, penulis akan membahasnya secara rinci dibawah ini. 2.3 Religiusitas 2.3.1 Pengertian religiusitas Menurut Chaplin (2008) religion adalah satu sistem yang kompleks dari kepercayaan, keyakinan, sikap-sikap, dan upacara-upacara yang menghubungkan individu dengan satu keberadaan atau makhluk yang bersifat ketuhanan. Agama dalam pengertian Glock & Stark (dalam Ancok, 1994), adalah sistem simbol, sistem keyakinan, sistem nilai, dan sistem perilaku yang terlembagakan, yang semuanya itu berpusat pada persoalan-persoalan yang dihayati sebagai yang paling maknawi (ultimate meaning). Selanjutnya Fetzer (1999) juga mendefinisikan religiusitas adalah sesuatu yang lebih menitik beratkan pada masalah perilaku, sosial, dan merupakan sebuah doktrin dari setiap agama atau golongan. Karenanya doktrin yang dimiliki oleh setiap agama wajib diikuti oleh setiap pengikutnya. 34 Dari berbagai uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa religiusitas adalah adanya keyakinan terhadap Tuhan sehingga menimbulkan rasa aman dan tentram jiwa dan juga adanya aturan tentang perilaku hidup manusia agar berperilaku dengan baik. 2.3.2 Dimensi-Dimensi Religiusitas Keberagaman atau religiusitas diwujudkan dalam berbagai sisi kehidupan manusia. Aktivitas beragama tidak terjadi pada saat individu melakukan perilaku ritual (beribadah) saja, namun juga ketika melakukan aktivitas yang tampak dan dapat dilihat oleh mata, tapi juga aktivitas yang tak tampak dan terjadi didalam hati individu (dalam Ancok, 1994). Dalam sebuah laporan penelitian yang diterbitkan oleh John E. Fetzer Institute (1999) yang berjudul Multidimensional Measurement of Religiousness, Spirituality for Use in Health Research menjelaskan dua belas dimensi religiusitas, tetapi disini penulis hanya akan menjelaskan enam dimensi saja, dikarenakan penulis hanya ingin melihat peran agam dalam mempengaruhi tingkah laku individu dan bagaimana cara individu tersebut bersosialisasi didalam kehidupannya : a. Daily Spiritual Experiences Underwood (dalam Fetzer Institute, 1999) menjelaskan bahwa dimensi ini memandang dampak agama dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini Daily Spiritual Experiences merupakan persepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan transenden dalam kehidupan sehari-hari dan persepsi terhadap interaksinya pada kehidupan tersebut, 35 sehingga Daily Spiritual Experiences lebih kepada pengalaman dibandingkan kognitif. Konsep Daily Spiritual Experiences yang diungkapkan oleh Underwood (dalam Fetzer Institute 1999) sama halnya dengan Dimensi Pengalaman yang diungkapkan oleh Glock & Stark (dalam Ancok, 1994) bahwa pengalaman keagamaan, perasaan-perasaan, persepsi-persepsi, dan esensi-esensi yang dialami individu atau didefinisikan oleh suatu kelompok keagamaan yang melihat komunikasi walaupun kecil dalam suatu esensi keTuhanan. b. Value Menurut Idler (dalam Fetzer Institute, 1999) value adalah pengaruh keimanan terhadap nilai-nilai hidup, seperti mengajarkan tentang nilai cinta, saling menolong, saling melindungi, dan sebagainya. c. Belief Konsep belief menurut Idler (dalam Fetzer Institute, 1999) merupakan sentral dari religiusitas. Religiusitas merupakan keyakinan akan konsepkonsep yang dibawa oleh suatu agama. Dalam bahasa Indonesia belief disebut keimanan, yakni kebenaran yang diyakini dengan hati dan diamalkan dengan perbuatan. Dimensi belief dalam hal ini sama dengan dimensi ideologi (keyakinan) menurut Glock & Stark (dalam Ancok, 1994) bahwa yang menjadi dasar adanya keyakinan adalah hubungan Tuhan, manusia, dan alam. Setiap agama mempertahankan keyakinan di mana penganutnya diharapkan taat. 36 d. Forgiveness Dimensi ini maksudnya adalah suatu tindakan memaafkan dan bertujuan untuk memaafkan orang yang melakukan kesalahan dan berusaha keras untuk melihat orang itu dengan belas kasihan, kebajikan, dan cinta. Menurut Idler (dalam Fetzer Institute, 1999) forgiveness mencakup lima dimensi turunan, yaitu: 1. Pengakuan dosa (Confession). 2. Merasa diampuni oleh Tuhan (feeling forgivene by God.) 3. Merasa dimaafkan oleh orang lain (feeling forgiven by others). 4. Memaafkan orang lain (forgiving others). 5. Dan memaafkan diri sendiri (forgiving one self) Sedangkan menurut Kendler dkk (2003) Dimensi Forgiveness mengambarkan pendekatan kepedulian, rasa kasih sayang, dan saling maaf–memaafkan. Dimensi ini merefleksikan sikap, perhatian, kasih sayang, dan pendekatan memaafkan kepada dunia. Berbeda dengan Idler yang mengatakan bahwa salah satu dimensi turunan dari forgiveness adalah merasa diampuni oleh Tuhan, sedangkan dalam Kendler faktor forgiveness tidak menampakkan istilah Tuhan. e. Private religious practice Menurut Levin (dalam Fetzer Institute, 1999) dimensi ini merupakan perilaku beragama dalam praktek agama meliputi ibadah, mempelajari kitab, dan kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan religiusitasnya. 37 Menurut Glock & Stark (dalam Ancok, 1994) dimensi ini disebut Dimensi Praktik Agama, karena mencakup mengenai ketaatan dan hal-hal yang dilakukan individu untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya. Praktik-praktik keberagaman menurutnya terdiri atas : 1. Ritual, dapat mengetahui sejauh mana setiap individu dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ibadahnya sebagaimana yang diperintahkan oleh agamanya. 2. Ketaatan. Apabila aspek ritual lebih formal dan khas publik, berbeda dengan ketaatan yang lebih kepada diri pribadi setiap individu mengerjakan kegiatan ibadahnya sebagaimana yang diperintahkan oleh agamanya. f. Religious/spiritual coping Menurut Pargament (dalam Fetzer Institute, 1999) bahwa religious/spiritual coping merupakan coping stress dengan menggunakan pola dan metode religius. Seperti dengan berdoa, beribadah untuk menghilangkan stres, dan sebagainya. Pargament (dalam Fetzer Institute, 1999) menjelaskan bahwa ada tiga jenis coping secara religius, yaitu: 1. Deferring Style, yaitu meminta penyelesaian masalah kepada Tuhan saja. Yaitu dengan cara berdoa dan meyakini bahwa Tuhan akan menolong hamba-Nya dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan. 2. Colaborative Style, yaitu hamba meminta solusi kepada Tuhan dan hambanya senantiasa berusaha untuk melakukan coping. 38 3. Self-directing Style, yaitu individu bertanggung jawab sendiri dalam menjalankan coping. Diharapkan dimensi yang penulis pilih dapat berpengaruh cukup besar terhadap Motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. 2.4 Aspek-aspek psikologis yang terjadi pada penderita kanker serviks Cervix sendiri berasal dari bahasa Latin yang artinya leher, leher ini merupakan bagian paling bawah dari rahim yang menonjol ke dalam vagina. Fungsi dari leher rahim adalah sebagai saluran ke dalam dan ke luar dari rahim. Sedangkan kanker merupakan penyakit dengan karakteristik pertumbuhan sel tidak terkendali yang akhirnya menyebabkan kerusakan jaringan normal yang sehat (Dizon dkk, 2011) Kanker tergolong penyakit kronis, hal ini dikarenakan penyakit kanker dapat menyebabkan kematian bagi penderitanya. Taylor (2003) mengemukakan ada lima tahap reaksi emosi yang berhubungan dengan penyakit kronis yakni penyangkalan (denial), kemarahan (anger), tawar-menawar (barganing for extra), depresi (depression), dan penerimaan diri (acceptance). a. Penyangkalan (denial) Penyangkalan adalah sistem pertahanan yang membuat seseorang berusaha menghindari dampak yang ditimbulkan dari suatu penyakit dan biasanya berlangsung dalam beberapa hari. 39 b. Kemarahan (anger) Pada tahapan ini pasien berusaha mempertanyakan “mengapa harus saya yang menderita penyakit kronis?”. c. Tawar-menawar untuk sesuatu yang lebih (barganing for extra) Pada tahapan ini penderita kanker mengalihkan kemarahan dengan lebih baik dan strategi yang berbeda, misalnya berjanji untuk hidup lebih sehat dan juga lebih mendekatkan diri kepada Tuhan. d. Depresi (depression) Istilah depresi sebagai kurangnya kontrol yang merupakan realisasi dari memburuknya suatu simtom sebagai kondisi dari penyakit yang tidak membaik. Pada tahap ini penderita kanker akan merasa muak, sesak, letih, sulit makan, sulit mengontrol diri, sulit memfokuskan perhatian, menghindar dari sakit dan juga perasaan tidak nyaman. e. Penerimaan Diri (acceptance) Pada tahap ini penderita kanker sudah tidak marah lagi dan sudah membiasakan diri dengan ide kematian yang membuatnya tertekan dan juga menghadapi pikiran-pikiran yang tidak menyenangkan. Dari beberapa penjelasan diatas dapat diketahui bahwa banyak aspek psikologis yang terjadi pada penderita kanker. Namun demikian tidak semua individu mencapai semua taraf yang diuraikan, hanya dua, tiga tahap atau bahkan satu tahap saja yang dialami, misalnya tahap marah dan depresi, atau penolakan dan depresi. Dengan semakin kompleksnya masalah psikologis yang terjadi pada 40 penderita kanker tentu akan berpengaruh terhadap motivasi untuk berobat bagi penderita sendiri. 2.5 Kerangka Berfikir Setiap wanita pasti akan terkejut saat mengetahui bahwa dirinya menderita kanker serviks, apalagi saat wanita tersebut tahu bahwa penyakit yang dideritanya tersebut sudah termasuk dalam stadium lanjut. Mereka akan merasakan ketakutan, berusaha menyangkal tentang penyakitnya, depresi dan khawatir mengenai penyakit yang dideritanya tetapi lama-kelamaan penderita tersebut mulai menerima apa yang terjadi pada dirinya (Taylor, 2003). Disaat penderita mulai menerima kondisi tubuhnya timbulah suatu dorongan atau motivasi pada diri penderita untuk bangkit melawan penyakit yang dideritanya. Penderita yang memiliki motivasi tinggi akan berusaha bangkit dan tidak berpasrah diri dalam menghadapi penyakit yang dideritanya walaupun sebenarnya penyakit yang dideritanya sudah dalam stadium lanjut, sedangkan bagi penderita yang memiliki motivasi rendah akan mudah terpuruk dan berpasrah diri dalam menghadapi penyakit yang dideritanya. Menurut Woolfolk (2004) terdapat dua aspek motivasi yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. Motivasi intrinsik ini dapat menjadikan individu merasa tidak terpaksa dalam mengikuti suatu aktivitas, karena dorongan yang muncul murni berasal dari dalam individu itu sendiri. Pada penderita kanker serviks yang memiliki motivasi intrinsik melakukan berbagai pengobatan karena memang penderita berusaha semampunya untuk bertahan hidup. Sedangkan 41 motivasi ekstrinsik lebih mengarah pada suatu kegiatan yang dipengaruhi stimulus dari luar. Penderita yang mempunyai motivasi ekstrinsik akan melakukan serangkaian pengobatan lebih didorong oleh stimulus eksternal, sebagai contohnya karena dipaksa berobat oleh keluarga ataupun juga mengikuti sebuah komunitas kanker yang memberikan dukungan sosial bagi dirinya. Dukungan sosial merupakan ketersediaan sumber daya yang memberikan kenyamanan fisik dan psikologis yang didapat lewat pengetahuan bahwa individu tersebut dicintai, diperhatikan, dihargai oleh orang lain dan ia juga merupakan anggota dalam suatu kelompok yang berdasarkan kepentingan bersama. Terdapat 5 aspek dukungan sosial yaitu dukungan emosi, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial (Cohen & McKay dalam Sarafino, 2002). Dukungan-dukungan tersebutlah yang diharapkan bisa membantu meningkatkan motivasi berobat penderita kanker serviks. Selain dukungan yang dirasakan dari kebersamaan dengan orang-orang disekitarnya, penderita yang religus akan mencari dukungan lain selain dukungan dari orang-orang disekitarnya seperti dukungan dari Maha Sang Pencipta yaitu Tuhan, dukungan ini sangat diperlukan oleh penderita. Penderita yang religius yang mengalami ketakutan, depresi dan kekhawatiran akan berusaha berhubungan dan mendekatkan diri dengan Tuhan, agar hatinya menjadi tentram dan penuh keyakinan dalam menjalani proses pengobatan. Penderita yang religius yang yakin akan kekuasaan Tuhannya akan memasrahkan dirinya karena hidup dan mati semua makhluk hidup didunia ini sudah diatur oleh Tuhan YME. Oleh karenanya 42 religiusitas adalah adanya keyakinan terhadap Tuhan sehingga menimbulkan rasa aman dan tentram jiwa dan juga adanya aturan tentang perilaku hidup manusia agar berperilaku dengan baik. Penderita akan berusaha mengambil hikmah dibalik penyakit yang dideritanya dan tidak akan berfikiran negatif atas apa yang menimpa diri penderita. Karena apapun yang terjadi didunia ini pasti atas kuasa Tuhan dan sebagai manusia yang diciptakan oleh Tuhan kita hanya mampu berusaha semaksimal mungkin dan tidak boleh berputus asa dengan apa yang sudah menimpa diri kita. Dari beberapa dimensi religiusitas menurut Fetzer Institute (1999) yang penulis pilih, yaitu Daily Spiritual Experiences, Values, Beliefs, Forgiveness, Private Religious Practices, Religious/Spiritual Coping. Diharapkan dengan adanya dukungan sosial beserta aspek-aspeknya dan religiusitas beserta dimensi-dimensinya dapat sangat memberikan pengaruh yang besar terhadap motivasi untuk berobat. 43 Dukungan Emosi Dukungan Penghargaan Dukungan Instrumental Dukungan Sosial Dukungan Informasi Dukungan Jaringan Sosial Dimensi Daily Spiritual Experiences Dimensi Value Dimensi Belief Religiusitas Dimensi Forgiveness Dimensi Private Religious Practise Dimensi Religious/Spiritual Coping Motivasi berobat penderita kanker serviks 44 2.6 Hipotesis Hipotesis merupakan asumsi penelitian terhadap suatu permasalahan yang masih harus diujikan, maka hipotesis yang dirumuskan oleh peneliti sebagai berikut : Hipotesis Umum Ha : Ada pengaruh dukungan sosial dan religiusitas terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. Hipotesis Khusus Ha1 : Ada pengaruh dukungan emosi terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. Ha2 : Ada pengaruh dukungan penghargaan terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. Ha3 : Ada pengaruh dukungan instrumental terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. Ha4 : Ada pengaruh dukungan informasi terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. Ha5 : Ada pengaruh dukungan jaringan sosial terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. Ha6 : Ada pengaruh dimensi daily spiritual experience terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. 45 Ha7 : Ada pengaruh dimensi value terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. Ha8 : Ada pengaruh dimensi belief terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. Ha9 : Ada pengaruh dimensi forgiveness terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. Ha10 : Ada pengaruh dimensi Private religious practice terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. Ha11 : Ada pengaruh dimensi Religious/spiritual coping terhadap motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks. 46 BAB III Metode Penelitian 3.1 Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah penderita kanker serviks yang sedang berobat di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta. Adapun karakteristik populasi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : a. Mengalami kanker serviks stadium lanjut Mengapa penulis menginginkan penelitian ini dengan penderita kanker serviks stadium lanjut karena penulis ingin melihat apakah motivasi berobat dalam diri penderita yang mengalami kanker serviks stadium lanjut masih sangat tinggi dalam menghadapi penyakitnya, ditambah lagi dari beberapa artikel juga buku yang penulis baca penderita kanker serviks rata-rata datang ke Rumah Sakit memang sudah dalam stadium lanjut dan menurut Dizon (2011) semakin tinggi tingkat stadium seorang penderita kanker serviks semakin kecil tingkat kesembuhan yang akan mereka rasakan. Dan juga untuk melihat apakah peran dukungan sosial dan religiusitas yang penderita rasakan sangatlah cukup berarti bagi penderita sendiri. b. Wanita dewasa madya (30-60 tahun) Pertimbangan lainnya mengapa penulis mencantumkan pertimbangan umur karena dari beberapa artikel dan buku yang kemudian penulis simpulkan bahwa penderita kanker serviks umumnya muncul pada wanita 47 berumur 30-60 tahun dan menurut Santrock (2005) wanita yang berumur 30-60 tahun termasuk dalam wanita dewasa madya. c. Berobat rawat/inap di Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta. Mengapa penulis memilih Rumah Sakit Kanker Dharmais, karena Rumah Sakit ini merupakan Rumah Sakit Kanker Nasional dimana hampir semua jenis kanker di rawat di Rumah Sakit ini termasuk kanker serviks. Dari populasi yang ada penulis hanya akan mengambil 95 penderita sebagai sampel di Rumah Sakit Kanker Dharmais dengan karakteristik yang penulis sebutkan diatas. Mengapa penulis hanya mengambil 95 penderita sebagai sampel karena di Rumah Sakit Kanker Dharmais populasi dihitung setiap tahun sekali, oleh karenanya penulis tidak bisa mengetahui jumlah populasi di Rumah Sakit tersebut untuk menentukan sampel. Dalam penelitian ini, tekhnik yang akan digunakan adalah tekhnik non-probability sampling yaitu tekhnik dimana setiap populasi tidak memiliki kesempatan (peluang) yang sama untuk dijadikan sampel (Riduwan, 2009). 3.2 Variabel Penelitian Definisi Operasional Variabel Definisi Operasional dari variabel Dukungan sosial adalah hasil pengukuran skala dukungan sosial yang diadaptasi dari aspek-aspek dukungan sosial menurut Sarafino (2002) yaitu dukungan emosi, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial. 48 Definisi Operasional dari variabel Religiusitas adalah hasil pengukuran dimensi religiusitas dengan menggunakan skala baku dari Fetzer (1999) yaitu dimensi daily spiritual experience, dimensi value, dimensi belief, dimensi forgiveness, dimensi private religious practice, dimensi religious/spiritual coping. Definisi Operasional dari Motivasi untuk berobat adalah hasil pengukuran skala motivasi yang diadaptasi dari aspek-aspek motivasi menurut Woolfolk (2004) yang membedakan motivasi menjadi 2 jenis yaitu motivasi intrinsik dan motivasi ekstrinsik. 3.3 Pengumpulan Data 3.3.1 Teknik pengumpulan data Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data pada penelitian ini adalah dengan menggunakan skala. Penggunaan skala pada pengumpulan data didasarkan bahwa untuk mengungkap data seperti mengenai sikap terhadap sesuatu. Adapun skala yang digunakan adalah skala model Likert dengan empat alternatif jawaban. Selain itu pernyataannya dibuat dengan kategori positif atau kesetujuan (favorable) dan item yang disebut negatif atau ketidaksetujuan (unfavorable) (Sevilla, 1993). Pada penelitian ini peneliti menggunakan skala Likert dengan menggunakan 4 pilihan jawaban yakni sebagai berikut: ï‚· Sangat Setuju (SS) ï‚· Setuju (S) ï‚· Tidak Setuju (TS) 49 ï‚· Sangat Tidak Setuju (STS). Adapun perolehan skor dari item-item berdasarkan dari jawaban yang dipilih sesuai dengan jenis pernyataan yakni favorable atau unfavorable. Jika digambarkan dalam bentuk tabel, maka hasilnya sebagai berikut: Tabel 3.1 Bobot Nilai 3.3.2 Kategori Respon SS S TS STS Favorabel 4 3 2 1 Unfavorabel 1 2 3 4 Instrumen penelitian Pada penelitian ini digunakan instrument pengambilan data berupa (1) skala dukungan sosial, (2) skala baku religiusitas, dan (3) skala motivasi. Skala yang digunakan adalah skala model Likert. Instrumen penelitian ini terdiri dari tiga skala, yaitu : a. Skala Dukungan Sosial Penulis akan membuat pernyataan-pernyataan mengenai dukungan sosial yang penderita rasakan berdasarkan teori Sarafino (2002). Adapun blue print skala dukungan sosial terdapat dalam tabel dibawah ini : 50 Table 3.2 Blue Print Skala Dukungan Sosial No 1 Aspek Dukungan Emosi Indikator Mendapatkan rasa empati Item Favorable 1, 15 Item Unfavorable 9, 26 Jumlah 8 2 Dukungan Penghargaan 2, 10 Mendapatkan ekspresi kasih sayang 3, 23 Mendapatkan dorongan untuk maju dan semangat 22, 13 30, 7 8 3 4 5 Dukungan instrumental Dukungan Informasi Dukungan jaringan sosial Mendapatkan persetujuan ketika melakukan sesuatu. Mendapatkan bantuan barang maupun jasa. Mendapatkan pengarahan. 4, 20 12, 18 8, 28 5 6, 29 14, 24 Mendapatkan umpan balik mengenai apa yang dilakukan. Ikut serta dalam aktivitas sosial TOTAL 17, 11 21 7 25, 27 16, 19 4 3 30 Didalam pernyataan-pernyataan tersebut terdapat dua jenis pernyataan yaitu pernyataan favorable dan unfavorable dan jumlah item yang digunakan yaitu sebanyak 30 item. 51 b. Skala Religiusitas Dalam penelitian ini menggunakan skala religiusitas dari Fetzer Institute (1999) yang telah dibakukan. Adapun blue print skala religiusitas seperti dibawah ini : Table 3.3 Blue Print Skala Religiusitas No 1 Dimensi Dailiy Spiritual Experience 2 Value 3 Belief 4 Forgiveness 5 Private Religious Indikator Merasakan adanya Tuhan dan dicintai Tuhan. Item Favorable 1, 10, 16 Item Unfavorable Jumlah 9 Menemukan kekuatan dalam agama. 20, 29 Dekat dengan Tuhan. 23 Merasakan keindahan ciptaan Tuhan. Memahami nilai-nilai dalam kehidupan. Keyakinan terhadap Tuhan dan nilai-nilai agama. Memaafkan orang lain. 5, 13 26 2, 27 9 4 19 Memaafkan diri sendiri. 17 6, 28 Merasa diampuni oleh Tuhan. Melakukan 25 14 3, 8, 15, 24, 31 7, 12, 22, 3 5 7 4 52 Practice praktek agama. 6 Religious/Spiritual Meminta Coping solusi kepada Tuhan. TOTAL Didalam pernyataan-pernyataan tersebut 32 11, 18, 30, 21 4 32 terdapat dua jenis pernyataan yaitu pernyataan favorable dan unfavorable dan jumlah item yang digunakan yaitu sebanyak 32 item. c. Skala Motivasi untuk berobat Penulis akan membuat pernyataan mengenai motivasi untuk berobat yang dirasakan dalam diri setiap penderita kanker serviks berdasarkan teori Woolfolk (2004). Adapun blue print skala motivasi berobat penderita kanker serviks seperti dibawah ini : Table 3.4 Blue Print Skala Motivasi untuk berobat No 1 2 Aspek Intrinsik Ekstrinsik Indikator Item Favorable 1,2, 15,20 Item Unfavorable 7, 10, 14 Mencari tahu tentang penyakit dan pengobatannya Mendapatkan imbalan (reward) atau hukuman (punishment). 4, 8, 25 3, 16, 19 5, 6, 9 17, 23,24 Mendapat tekanan sosial (social pressure). TOTAL 22, 18, 13 Membutuhkan pengobatan dan minat berobat Jumlah 13 12 11, 12, 21 25 53 Didalam pernyataan-pernyataan tersebut terdapat dua jenis pernyataan yaitu pernyataan favorable dan unfavorable dan jumlah item yang digunakan yaitu sebanyak 25 item. 3.4 Hasil Uji Coba Instrumen Penelitian Sebelum penelitian dilakukan penulis melakukan uji instrumen penelitian yang berjumlah 87 item dari 3 skala yaitu dukungan sosial sebanyak 30 item, religiusitas 32 item dan motivasi untuk berobat 25 item. Uji instrumen diberikan kepada 30 orang penderita kanker serviks di Rumah Sakit Kanker Dharmais. Adapun maksud dari uji instrument ini adalah : a. Mengetahui validitas instrumen dimana skor tiap item berpengaruh dengan skor total. Menurut Arikunto (dalam Riduwan, 2009) validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat keandalan atau kesahihan suatu alat ukur. Jika dikatakan valid menunjukkan bahwa alat ukur dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur (Sugiyono, dalam Riduwan, 2009). Dalam perhitunganya dilakukan dengan analisa statistic melalui perhitungan SPSS versi 18. b. Mengetahui tingkat reliabilitas instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat reliabilitas skala tersebut. Uji reliabilitas digunakan untuk mengukur derajat ketepatan suatu alat ukur tentang pokok isi atau arti sebenarnya yang diukur. Menurut Sevilla (1993) reliabilitas merupakan derajat ketepatan dan ketelitian atau akurasi yang ditunjukkan oleh instrumen penelitian. Tes dikatakan memiliki reliabilitas tinggi apabila skor dikatakan konsisten dan dapat diandalkan. Adapun uji reliabilitas alat 54 tes atau skala dengan rumus Alpha Cronbach > dari 0.60 dan perhitungan menggunakan SPSS versi 18. 3.5 Hasil Uji Coba (Try Out) a. Skala Dukungan Sosial Hasil reliabilitas uji coba skala dukungan sosial sebesar 0, 888. Dari 30 item yang dibuat, gugur sebanyak 9 item. Adapun nomor item yang valid (*) dapat dilihat pada tabel 3.5. Tabel 3.5 Blue Print Skala Dukungan Sosial Valid (*) No 1 Aspek Dukungan Emosi Indikator Mendapatkan rasa empati Item Favorable Item Unfavorable 1*, 15* 9, 26* Total Item Valid 6 2 3 4 Dukungan Penghargaan Dukungan instrumental Dukungan Informasi Mendapatkan 2*, 10* ekspresi kasih sayang Mendapatkan 3*, 23* dorongan untuk maju dan semangat 22, 13* Mendapatkan persetujuan ketika melakukan sesuatu. Mendapatkan bantuan barang maupun jasa. Mendapatkan pengarahan. 4*, 20 12, 18 8, 28* 5* 6*, 29* 14*, 24 Mendapatkan umpan balik 17*, 11* 21 30*, 7* 5 2 5 55 5 Dukungan jaringan sosial mengenai apa yang dilakukan. Ikut serta dalam aktivitas sosial TOTAL 25*, 27* 16*, 19 3 21 b. Skala Religiusitas Hasil reliabilitas uji coba skala religiusitas sebesar 0, 877. Dari 32 item yang dibuat, gugur sebanyak 6 item. Untuk mengetahui nomor item yang valid (*) dapat dilihat pada tabel 3.6. Tabel 3.6 Blue Print Skala Religiusitas Valid (*) No 1 Dimensi Dailiy Spiritual Experience 2 Value 3 Belief Indikator Item Favorable Merasakan adanya Tuhan dan dicintai Tuhan. 1*, 16* Menemukan kekuatan dalam agama. 20*, 29* Dekat dengan Tuhan. 23* Merasakan keindahan ciptaan Tuhan. Memahami nilai-nilai dalam kehidupan. Keyakinan 5*, 13* Item Unfavorable 10*, 2*, 27* 3*, 8*, 15*, Total Item Valid 8 26 9 2 56 4 5 6 Forgiveness terhadap Tuhan dan nilai-nilai agama. Memaafkan orang lain. 24*, 31* 4* 19* Memaafkan diri sendiri. 17* 6, 28 25 14 Merasa diampuni oleh Tuhan. Private Religious Melakukan Practice praktek agama. Religious/Spiritual Meminta Coping solusi kepada Tuhan. TOTAL 5 3 7*,12*, 22*, 32* 4 11*,18*, 21*, 30* 4 26 c. Skala Motivasi Untuk Berobat Hasil reliabilitas uji coba skala motivasi untuk berobat sebesar 0, 903. Dari 25 item yang dibuat, sebanyak 1 item gugur. Untuk mengetahui nomor item yang valid (*) dapat dilihat pada tabel 3.7. Tabel 3.7 Skala Motivasi Untuk Berobat Valid (*) No 1 Aspek Intrinsik Indikator Membutuhkan pengobatan dan minat berobat Item Favorable Item Unfavorable 1*,2*, 15*,20* 7*, 10*, 14* Total Item Valid 13 Mencari tahu tentang penyakit dan pengobatannya 4*, 8*, 25* 3*, 16*, 19* 57 2 Ekstrinsik Mendapatkan imbalan (reward) atau hukuman (punishment). 5*, 6*, 9* 22, 18*, Mendapat 13* tekanan sosial (social pressure). TOTAL 3.6 17*, 23*,24* 11 11*, 12*, 21* 24 Metode Analisis Data Data yang diperoleh akan dianalisis untuk mengetahui pengaruh independent variabel terhadap dependent variabel dan untuk menjawab semua pertanyaan yang ada dirumusan masalah mengenai setiap aspek-aspek atau dimensi-dimensi yang berpengaruh terhadap dependent variabel, oleh karenanya penulis menggunakan teknik Multiple Regression atau analisis regresi berganda dan menggunakan software SPSS 18. 3.7 Prosedur Penelitian 3.7.1 Tahap persiapan 1. Dimulai dengan perumusan masalah 2. Menentukan variabel penelitian 3. Melakukan studi kepustakaan untuk mendapat gambaran dan landasan teoritis yang tepat. 4. Menentukan, menyusun dan menyiapkan alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu skala dukungan sosial, skala baku religiusitas dan skala motivasi berobat. 5. Menentukan lokasi penelitian 58 3.7.2 Tahap pengambilan data 1. Menentukan sampel penelitian 2. Memberikan penjelasan mengenai tujuan penelitian dan meminta kesediaan responden untuk mengisi skala penelitian. 3. Melaksanakan pengambilan data dengan memberikan skala yang telah disiapkan kepada responden penelitian. 3.7.3 Tahap pengolahan data 1. Melakukan skoring terhadap hasil skala yang telah di isi oleh responden. 2. Menghitung dan mencatat tabulasi data yang diperoleh, kemudian membuat tabel data. 3. Melakukan analisis data dengan menggunakan metode statistik untuk menguji hipotesis penelitian. 3.7.4 Tahap pembahasan 1. Menginterpretasikan dan membahas hasil analisis statistik berdasarkan teori. 2. Merumuskan kesimpulan hasil penelitian yang diperoleh dan dibahas berdasarkan data dan teori yang ada. 59 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1 Gambaran Umum Subyek Penelitian Penelitian ini dilakukan pada tanggal 19 September sampai 13 Oktober 2011 di Rumah Sakit Kanker Dharmais, dengan melibatkan 95 penderita kanker serviks yang sedang berobat maupun rawat inap di Rumah Sakit tersebut. Dari 95 penderita kanker serviks, 30 penderita untuk try out dan 65 penderita kanker serviks untuk field test. 4.2 Uji Hipotesis Penelitian 4.2.1 Analisis regresi variabel penelitian Pada tahapan ini penulis menguji hipotesis dengan teknik analisis regresi berganda dengan menggunakan software SPSS 18. Dalam regresi ada 3 hal yang dilihat, yaitu melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) pengaruh IV secara keseluruhan (mayor) terhadap DV dan signifikansinya, kedua melihat apakah dari 11 IV (minor) berpengaruh secara positif maupun negatif dan signifikan terhadap DV, kemudian terakhir melihat besarnya kontribusi dan signifikansi masing-masing IV terhadap DV. Langkah pertama penulis melihat besaran R square untuk mengetahui berapa persen (%) pengaruh IV secara keseluruhan (mayor) terhadap DV dan signifikansinya. Selanjutnya untuk tabel R square, dapat dilihat pada tabel 4.1 berikut : 60 Model R 1 0,627a 4.1 Tabel Square Model Summary R Square Adjusted R Square 0,393 0,267 Std. Error of the Estimate 8,28883 Dari tabel di atas dapat kita lihat bahwa perolehan R square sebesar 0,393 atau 39,3%. Artinya variasi dari motivasi untuk berobat yang dijelaskan oleh semua independen variabel adalah sebesar 39,3%, sedangkan 60,7% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain yang tidak diteliti. Kemudian penulis menganalisis dampak dari seluruh independen variabel terhadap motivasi untuk berobat. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.2 berikut : 4.2 Tabel Anova ANOVA Model Sum of Square Df Mean Square 1 Regression 2353,352 11 213,941 Residual 3641,350 53 68,705 Total 5994,702 64 F 3,114 Sig 0,003a Dari tabel Anova, diperoleh F hitung sebesar 3,114 dan signifikansi sebesar 0,003 atau lebih kecil dari alpha 5% (0,003 < 0,05). Ini berarti bahwa besarnya variasi dari DV (motivasi untuk berobat) yang dipengaruhi oleh 11 IV sebesar 39,3% adalah signifikan secara statistic. Hal ini berarti hipotesis mayor yang menyebutkan bahwa ada pengaruh variabel dukungan emosi, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan informasi, dukungan jaringan sosial dan daily spiritual experience, value, belief, forgiveness, private religious practice, religious/spiritual coping terhadap motivasi untuk berobat diterima. 61 Langkah kedua adalah melihat apakah dari 11 IV (minor) berpengaruh secara positif maupun negative dan signifikan terhadap DV. Adapun penyajiannya pada tabel 4.3 berikut : Model 1 (Constant) D.emosi D.penghargaan D.instrumen D.informasi D.jaringansosial dailyspiritual value belief forgiveness privatereligious spiritualcoping 4.3 Koefisien Regresi Coefficientsa Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients B Std.Error Beta 5,639 14,568 -0,221 0,176 -0,188 0,423 0,159 0,368 0,053 0,115 0,055 0,276 0,135 0,237 0,291 0,120 0,300 -0,101 0,163 -0,092 -0,184 0,110 -0,190 0,022 0,119 0,022 0,434 0,166 0,309 0,047 0,198 0,034 -0,152 0,119 -0,157 Motivasi untuk berobat = 5,639 – 0,221 t 0,387 -1,255 2,664 0,462 2,053 2,422 -0,621 -1,672 0,180 2,620 0,238 -1,284 D.emosi Sig 0,700 0,215 0,010* 0,646 0,045* 0,019* 0,537 0,100 0,858 0,011* 0,813 0,205 + 0,423 D.penghargaan* + 0,053 D.instrumental + 0,276 D.informasi* + 0,291 D.jaringan sosial* - 0,101 Daily Spiritual Experience – 0,184 Value + 0,022 Belief + 0,434 Forgiveness* + 0,047 Private Religious Practice – 0,152 Religious/Spiritual Coping Keterangan : signifikan (*) Dari tabel 4.3, untuk melihat signifikan atau tidaknya koefesien regresi yang dihasilkan kita cukup melihat nilai Sig pada kolom yang paling kanan (kolom ke-6), jika Sig < 0,05, maka koefesien regresi yang dihasilkan signifikan 62 pengaruhnya terhadap motivasi untuk berobat dan sebaliknya. Dari hasil di atas hanya koefesien regresi dukungan penghargaan, dukungan informasi, dukungan jaringan sosial, dan forgiveness yang siginifikan, sedangkan sisa lainnya tidak. Hal ini berarti bahwa dari 11 hipotesis minor hanya empat yang signifikan. Penjelasan dari nilai koefesien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut : 1. Aspek dukungan emosi : diperoleh nilai koefesien regresi sebesar -0,221 yang berarti bahwa dimensi dukungan emosi secara negatif mempengaruhi motivasi untuk berobat tetapi tidak signifikan karena 0,215 > 0,05. Semakin tinggi skor dukungan emosi maka semakin rendah motivasi untuk berobat. 2. Aspek dukungan penghargaan : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,423 yang berarti bahwa aspek dukungan penghargaan secara positif mempengaruhi motivasi untuk berobat dan signifikan karena 0,010 < 0,05. Semakin tinggi skor dukungan pengahargaan maka semakin tinggi motivasi untuk berobat. 3. Aspek dukungan instrumental : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,053 yang berarti bahwa aspek dukungan instrumental secara positif mempengaruhi motivasi untuk berobat tetapi tidak signifikan karena 0,646 > 0,05. Semakin tinggi skor dukungan instrumental maka semakin tinggi motivasi untuk berobat. 4. Aspek dukungan informasi : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,276 yang berarti bahwa aspek dukungan informasi secara positif 63 mempengaruhi motivasi untuk berobat dan signifikan karena 0,045 < 0,05. Semakin tinggi skor dukungan informasi maka semakin tinggi motivasi untuk berobat. 5. Aspek dukungan jaringan sosial : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,291 yang berarti bahwa aspek dukungan jaringan sosial secara positif mempengaruhi motivasi untuk berobat dan signifikan karena 0,019 < 0,05. Semakin tinggi skor dukungan jaringan sosial maka semakin tinggi motivasi untuk berobat. 6. Dimensi daily spiritual experience : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,101 yang berarti bahwa dimensi daily spiritual experience secara positif mempengaruhi motivasi untuk berobat tetapi tidak signifikan karena 0,537 > 0,05. Semakin tinggi skor dimensi daily spiritual experience maka semakin rendah motivasi untuk berobat. 7. Dimensi value : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,184 yang berarti bahwa dimensi value secara negatif mempengaruhi motivasi untuk berobat tetapi tidak signifikan karena 0,100 > 0,05. Semakin tinggi skor dimensi value maka semakin rendah motivasi untuk berobat. 8. Dimensi belief : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,022 yang berarti bahwa dimensi belief secara positif mempengaruhi motivasi untuk berobat tetapi tidak signifikan karena 0,858 > 0,05. Semakin tinggi skor dimensi belief maka semakin tinggi motivasi untuk berobat. 9. Dimensi forgiveness : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,434 yang berarti bahwa dimensi forgiveness secara positif mempengaruhi motivasi 64 untuk berobat dan signifikan karena 0,011 < 0,05. Semakin tinggi skor dimensi forgiveness maka semakin tinggi motivasi untuk berobat. 10. Dimensi private religious practice : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.047 yang berarti bahwa dimensi private religious practice secara positif mempengaruhi motivasi untuk berobat tetapi tidak signifikan karena 0,813 > 0,05. Semakin tinggi skor dimensi private religious practice maka semakin tinggi motivasi untuk berobat. 11. Dimensi spiritual/religious coping : diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.152 yang berarti bahwa dimensi spiritual/religious coping secara negatif mempengaruhi motivasi untuk berobat tetapi tidak signifikan karena 0,205 > 0,05. Semakin tinggi skor dimensi spiritual/religious coping maka semakin rendah motivasi untuk berobat. Pada tabel 4.3 koefesien regresi di atas, dari keempat IV yang berpengaruh signifikan terhadap DV dapat diketahui mana yang memiliki pengaruh lebih besar. Untuk membandingkan besar kecilnya pengaruh antara IV terhadap DV dapat diketahui dengan cara melihat Standardized Coefficient (Beta). Maka dari tabel di atas dapat diketahui perbandingan atau urutan IV yang memiliki pengaruh terbesar hingga terkecil, besar kecilnya suatu nilai tidak dipengaruhi oleh negatif ataupun positif, jika ada nilai yang negatif tetapi memiliki nilai yang besar maka dapat dikatakan nilai tersebutlah yang bisa ditaruh diurutan pertama. Dalam penelitian penulis dari keempat IV yang signifikan tidak ada nilai yang negatif, dan urutannya adalah sebagai berikut : Dukungan penghargaan memiliki beta 65 sebesar 0,368, jadi bisa dikatakan dukungan penghargaan memiliki nilai yang lebih besar daripada nilai dari dukungan forgiveness dengan beta 0,309, dukungan jaringan sosial dengan beta 0,300, dan dukungan informasi dengan beta 0,237. 4.2.2 Pengujian variasi masing-masing independen variabel Berdasarkan hasil dari koefesien regresi, diketahui bahwa pada variabel dukungan sosial hanya tiga dari lima aspek yang berpengaruh signifikan. Sedangkan pada variabel religiusitas hanya satu dimensi dari enam dimensi yang berpengaruh signifikan. Kemudian langkah yang terakhir penulis ingin melihat besarnya kontribusi dan signifikansi masing-masing IV terhadap DV. Tabel 4.4 Variasi untuk masing-masing independen variabel Model Summary Change Statistic R Square F Change df1 df2 Sig. F Change Change Model R Square 1 0,047 0,047 3,138 1 63 0,081 2 0,161 0,114 8,409 1 62 0,005* 3 0,171 0,010 0,745 1 61 0,391 4 0,225 0,054 4,157 1 60 0,046* 5 0,282 0,057 4,663 1 59 0,035* 6 0,284 0,002 0,175 1 58 0,677 7 0,299 0,015 1,223 1 57 0,273 8 0,302 0,003 0,237 1 56 0,629 9 0,372 0,070 6,148 1 55 0,016* 10 0,374 0,002 0,133 1 54 0,717 11 0,393 0,019 1,649 1 53 0,205 Total 0,393 Keterangan : signifikan (*) 66 Dari tabel model summary terdapat R Square sebesar 0,393 atau 39,3%. Nilai tersebut adalah total kontribusi dari semua IV terhadap DV. Jika penulis jabarkan kontribusi dari setiap IV terhadap DV adalah sebagai berikut : 1. Aspek dukungan emosi memberikan kontribusi sebesar 4,7% terhadap motivasi untuk berobat. Kontribusi tersebut tidak signifikan secara statistic karena Sig F Change = 0,081 > 0,05 2. Aspek dukungan penghargaan memberikan kontribusi sebesar 11,4% terhadap motivasi untuk berobat. Kontribusi tersebut signifikan secara statistic karena Sig F Change = 0,005 < 0,05 3. Aspek dukungan instrumental memberikan kontribusi sebesar 1,0% terhadap motivasi untuk berobat. Kontribusi tersebut tidak signifikan secara statistic karena Sig F Change = 0,391 > 0,05 4. Aspek dukungan informasi memberikan kontribusi sebesar 5,4% terhadap motivasi untuk berobat. Kontribusi tersebut signifikan secara statistic karena Sig F Change = 0,046 < 0,05 5. Aspek dukungan jaringan sosial memberikan kontribusi sebesar 5,7% terhadap motivasi untuk berobat. Kontribusi tersebut signifikan secara statistic karena Sig F Change = 0,035 < 0,05 6. Dimensi daily spiritual experience memberikan kontribusi sebesar 0,2% terhadap motivasi untuk berobat. Kontribusi tersebut tidak signifikan secara statistic karena Sig F Change = 0,677 > 0,05 67 7. Dimensi value memberikan kontribusi sebesar 1,5% terhadap motivasi untuk berobat. Kontribusi tersebut tidak signifikan secara statistic karena Sig F Change = 0,273 > 0,05 8. Dimensi belief memberikan kontribusi sebesar 0,3% terhadap motivasi untuk berobat. Kontribusi tersebut tidak signifikan secara statistic karena Sig F Change = 0,629 > 0,05 9. Dimensi forgiveness memberikan kontribusi sebesar 7,0% terhadap motivasi untuk berobat. Kontribusi tersebut signifikan secara statistic karena Sig F Change = 0,016 < 0,05 10. Dimensi private religious practise memberikan kontribusi sebesar 0,2% terhadap motivasi untuk berobat. Kontribusi tersebut tidak signifikan secara statistic karena Sig F Change = 0,717 > 0,05 11. Dimensi spiritual/religious coping memberikan kontribusi sebesar 1,9% terhadap motivasi untuk berobat. Kontribusi tersebut tidak signifikan secara statistic karena Sig F Change = 0,205 > 0,05 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada empat IV, yaitu dukungan penghargaan, dukungan informasi, dukungan jaringan sosial, dan forgiveness yang signifikan kontribusinya terhadap motivasi untuk berobat. Dari keempat IV tersebut dapat dilihat mana yang paling besar memberikan kontribusinya terhadap DV dengan melihat nilai R2 Changenya, semakin besar maka semakin banyak kontribusi yang diberikan terhadap DV. Sebenarnya dengan melihat Standardized Coefficient (Beta) pada tabel 4.3 Koefesien Regresi kita dapat melihat empat IV 68 yang memberikan pengaruh kontribusi dari yang terbesar hingga yang terkecil, tetapi sekedar hanya untuk menambahkan bahwa dengan cara melihat R2 Change pada tabel 4.4 kita juga dapat melihat urutan IV yang signifikan memberikan kontribusi dari yang terbesar hingga yang terkecil, seperti diurutan pertama dukungan penghargaan dengan R2 Change 0,114 memiliki nilai lebih besar dibandingkan forgiveness dengan R2 Change 0,070, dukungan jaringan sosial dengan R2 Change 0,057 dan diurutan yang terakhir dukungan informasi dengan R2 Change 0,054. 69 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pengujian hipotesis yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah: “Terdapat pengaruh yang signifikan secara keseluruhan IV yaitu dukungan sosial dan religiusitas terhadap DV yaitu motivasi untuk berobat pada penderita kanker serviks”. Namun jika dilihat dari signifikan atau tidaknya pengaruh koefesien regresi dari masing-masing IV, ditemukan bahwa hanya terdapat empat IV yang menghasilkan pengaruh koefesien regresi yang signifikan, yaitu dukungan penghargaan dengan Sig = 0,010 < 0,05 , dukungan informasi dengan Sig = 0,045 < 0,05 , dukungan jaringan sosial dengan Sig = 0,019 < 0,05 dan forgiveness dengan Sig = 0,011 < 0,05. Selain itu, keempat IV tersebut juga signifikan pengaruh kontribusinya terhadap motivasi untuk berobat, yaitu dukungan penghargaan dengan R2 Change 11,4% (0,005 < 0,05) ,dukungan informasi dengan R2 Change 5,4% (0,046 < 0,05) ,dukungan jaringan sosial dengan R2 Change 5,7% (0,035 < 0,05) dan forgiveness dengan R2 Change 7,0% (0,016 < 0,05). Sedangkan variabel yang tidak signifikan baik dari segi pengaruhnya maupun kontribusinya adalah dukungan emosi, dukungan instrumental, daily spiritual experience, spiritual/religious coping. value, belief, private religious practice, dan 70 5.2 Diskusi Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh dukungan sosial terhadap motivasi untuk berobat, hanya tiga aspek dukungan sosial yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi untuk berobat, yaitu dukungan penghargaan, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial. Dukungan penghargaan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi untuk berobat dengan nilai koefesien regresi sebesar 0,423 (0,010 < 0.05). Pengaruh pada dukungan penghargaan ini bernilai positif, artinya semakin tinggi dukungan penghargaan maka semakin tinggi motivasi untuk berobat. Hal ini sesuai dengan penelitian Siswanto (dalam Jurnal Epidemiologi, 1999) yang menyimpulkan bahwa dukungan penghargaan memberikan sumbangan yang cukup tinggi terhadap motivasi untuk sembuh. Dari aspek-aspek Cohen & McKay (dalam Sarafino, 2002) yang penulis baca dan penelitian Siswanto (1999) dijelaskan bahwa individu yang mendapatkan dukungan penghargaan akan merasa bahwa dirinya masih berguna bagi orang lain, merasa mampu melewati masa-masa yang sulit di dalam kehidupannya dan diakui keberadaannya oleh orang-orang yang ada disekitarnya. Penderita kanker serviks yang berpandangan seperti itu akan merasa nyaman dengan pengobatannya karena orang-orang disekitarnya menganggap dirinya masih berguna dan diakui sehingga dirinya akan termotivasi untuk terus berobat walaupun mungkin pada akhirnya nanti kenyataan tidak sesuai dengan harapannya. Sehingga semakin tinggi dukungan penghargaan yang dirasakan oleh 71 penderita kanker serviks, maka tentunya semakin tinggi motivasi untuk berobat yang mereka akan lakukan. Selanjutnya, dukungan informasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi untuk berobat dengan nilai koefesien regresi sebesar 0,276 (0,045 < 0,05). Pengaruh pada dukungan informasi bernilai positif, artinya semakin tinggi dukungan informasi maka semakin tinggi pula motivasi untuk berobat. Hal tersebut dikarenakan penderita kanker serviks yang mendapatkan dukungan informasi yang tinggi merasa bahwa orang-orang yang ada disekitarnya memberikan nasehat, saran, dan pengarahan yang cukup berarti dengan apa yang ingin penderita lakukan dalam hal pengobatannya. Hal tersebut sesuai dengan aspek-aspek yang dijelaskan oleh Cohen & McKay (dalam Sarafino, 2002) bahwa dimensi informasi diungkapkan dalam bentuk pemberian nasehat atau saran, pengarahan, pemberian umpan balik mengenai apa yang dilakukan individu. Sehingga penderita merasa bahwa apa yang ingin penderita lakukan dengan pengobatannya, orang-orang sekitar yang ada disamping penderita selalu memberikan respon yang baik dan membuat penderita termotivasi untuk melakukan pengobatan. Aspek dukungan sosial yang terakhir yang memberikan pengaruh signifikan terhadap motivasi untuk berobat adalah dukungan jaringan sosial. Dukungan jaringan sosial memiliki nilai koefesien regresi sebesar 0,291 (0,019 < 0,05). Pengaruh pada dukungan jaringan sosial bernilai positif, artinya semakin tinggi dukungan jaringan sosial maka semakin tinggi motivasi untuk berobat yang dirasakan oleh penderita kanker serviks. 72 Hal tersebut dikarenakan penderita merasa tidak sendiri dengan apa yang penderita alami saat ini, orang-orang sekitar penderitapun mempercayakan kepada penderita bahwa dalam keadaan yang seperti ini bukan berarti penderita hanya bisa terdiam tetapi juga bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang penderita sukai. Seperti yang diungkapkan oleh Cohen & McKay (dalam Sarafino, 2002) bahwa dukungan jaringan sosial menggambarkan bentuk hubungan persahabatan yang memungkinkan individu melakukan aktivitas sosial. Sehingga semakin tinggi dukungan jaringan sosial yang dirasakan oleh penderita kanker serviks maka semakin tinggi pula motivasi untuk berobat penderita kanker serviks. Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dari ketiga aspek dukungan sosial yaitu dukungan penghargaan, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial memberikan pengaruh yang positif dan signifikan begitu juga dengan kontribusi yang diberikan oleh ketiga aspek dukungan sosial tersebut. Tetapi terdapat ketidaksesuaian hasil penelitian yang penulis lakukan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Siswanto (dalam Jurnal Epidemiologi, 1999) dalam penelitian tersebut menyebutkan bahwa dari dukungan sosial hanya dukungan penghargaan saja yang cukup berarti dalam mempengaruhi motivasi untuk sembuh sedangkan dukungan emosi, dukungan instrumental, dukungan informasi dan dukungan jaringan sosial kurang memiliki peran terhadap motivasi untuk sembuh. Namun dalam ketidaksesuaian tersebut terdapat kesamaan antara penelitian yang dilakukan oleh penulis dengan penelitian yang dilakukan oleh Siswanto yaitu dukungan emosi dan dukungan instrumental sama-sama tidak 73 signifikan baik dari segi pengaruh maupun kontribusinya. Dukungan emosi memperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0,221 (0,215 > 0,05), artinya dukungan emosi secara negatif mempengaruhi motivasi untuk berobat dan berkontribusi sebesar 4,7% (0,081 > 0,05), artinya kontribusi yang diberikan oleh dukungan emosi terhadap motivasi untuk berobat penderita kanker serviks tidak signifikan. Hal ini mungkin terjadi dikarenakan penderita kanker serviks tidak merasakan kenyamanan dengan apa yang dilakukan oleh orang-orang disekitarnya. Misalnya, orang-orang yang ada disekitarnya terlalu memberikan perhatian, khawatir dan terlalu perduli. Kemudian dukungan instrumental memperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,053 (0,646 > 0,05), artinya dukungan instrumental secara positif mempengaruhi motivasi untuk berobat dan berkontribusi 1,0% (0,391 > 0,05), artinya kontribusi yang diberikan oleh dukungan instrumental terhadap motivasi untuk berobat penderita kanker serviks tidak signifikan. Walaupun mungkin dalam aspek Cohen & McKay (dalam Sarafino, 2002) dukungan instrumental merupakan suatu bentuk dukungan yang dapat diwujudkan dalam bentuk bantuan langsung misalnya pemberian dana atau pemberian bantuan berupa tindakan nyata atau benda, namun dalam hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis penderita kanker serviks bukan saja memerlukan bantuan berupa barang, materi ataupun benda tetapi lebih kepada hal-hal yang bisa membuat penderita lebih termotivasi untuk bangkit. Kemudian untuk hasil penelitian mengenai pengaruh variabel religiusitas terhadap motivasi untuk berobat hanya satu dimensi religiusitas yang 74 mempengaruhi secara signifikan yaitu forgiveness. Forgiveness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap motivasi untuk berobat dengan nilai koefisien regresi sebesar 0,434 (0,011 < 0,05). Pengaruh pada forgiveness bernilai positif, artinya semakin tinggi forgiveness maka semakin tinggi motivasi untuk berobat penderita kanker serviks. Hal ini mungkin karena forgiveness merupakan suatu tindakan saling memaafkan antar sesama manusia, memaafkan diri sendiri dan suatu tindakan meminta pengampunan Tuhan atas segala kesalahan-kesalahan yang pernah individu tersebut lakukan. Seperti yang diungkapkan oleh Idler (dalam Fetzer Institute, 1999) bahwa forgiveness mencakup lima dimensi turunan, yaitu: pengakuan dosa (confession), merasa diampuni oleh Tuhan (feeling forgivene by God), merasa dimaafkan oleh orang lain (feeling forgiven by others), memaafkan orang lain (forgiving others), dan memaafkan diri sendiri (forgiving one self). Terdapat ketidaksesuaian antara dimensi turunan forgiveness yang diungkapkan oleh Idler dan forgiveness yang diungkapkan oleh Kendler dkk (2003). Menurut Idler bahwa salah satu dimensi turunan dari forgiveness adalah merasa diampuni oleh Tuhan, sedangkan dalam Kendler faktor forgiveness tidak menampakkan istilah Tuhan. 5.3 Saran Berdasarkan penulisan penelitian ini, penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis memberikan beberapa saran 75 untuk bahan pertimbangan sebagai penyempurnaan penelitian selanjutnya yang terkait dengan penelitian serupa, yaitu saran teoritis dan saran praktis. 5.3.1 Saran Teoritis 1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya mengambil sampel yang lebih beragam mengenai jenis kankernya agar lebih mudah dalam mendapatkan sampel. Karena ketika penulis turun ke lapangan ada sedikit masalah, penulis harus berpindah-pindah poliklinik untuk mendapatkan jumlah sampel yang diinginkan, jadi ketika penelitian selanjutnya menggunakan sampel yang beragam mungkin tidak akan sesulit yang dialami oleh penulis. 2. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan meneliti variabel yang berkaitan dengan berpikir positif. Mengapa penulis menyarankan variabel tersebut, karena ketika individu mendapatkan suatu penyakit yang bisa dikatakan kronis maka yang ada dipikiran individu tersebut adalah penyakit tersebut tidak dapat disembuhkan dan kematian, mereka selalu berpikiran negatif padahal banyak cara yang bisa mereka lakukan terlebih dahulu seperti berobat ketimbang selalu berpikiran negatif. Bukan saja berpikir positif terhadap penyakitnya tetapi berpikir positif terhadap orang-orang sekitar. 5.3.2 Saran praktis 1. Bagi keluarga, kerabat, dokter, dan perawat diharapakan memberikan kepercayaan bagi penderita untuk melakukan kegiatan apapun yang ingin penderita lakukan, buatlah mereka merasa nyaman dengan apa yang 76 orang-orang sekitar lakukan, dan akuilah keberadaannya walaupun mereka sedang dalam kondisi yang seperti itu. 2. Bagi penderita sendiri, diharapkan menjaga motivasinya. Usahakan jangan pernah motivasinya menjadi rendah, karena kita tidak akan pernah tahu rencana Tuhan. Dokter dan alat medis tidak bisa menentukan umur dan nasib seseorang, hanya Tuhan yang tahu. 77 DAFTAR PUSTAKA Ancok, DJ. (1994). Psikologi Islami (Solusi Islam atas problem-problem psikologi). Pustaka Pelajar Yogyakarta. Barbara, H. A and Merluzzi T. V. (2009). Religious beliefs, social support, self-efficacy and adjustment to cancer. Psyco-Oncology 18 in Wiley InterScience. Chaplin, J.P. (2006). Kamus lengkap psikologi. Jakarta : Rajawali Press Davidson, G. C et all. (2004). Psikologi abnormal. John Willey & Sons Dister. (1992). Pengalaman dan motivasi beragama Ed: 2. Yogyakarta : Kanisius Dizon dkk. (2011). 100 Tanya jawab mengenal kanker serviks. Jakarta : PT Indeks Fetzer Institute. (1999). Multidimensional measurement of religiousness/spiritual for use in health research Gottlieb, B. H. (1983). Social support strategies. Sage Publications Ltd Kenneth, K. S. (2003). Dimensions of religiosity and their relationship to lifetime psychiatric and substance use disorders. Kerlinger, F. N. (2006). Asas-asas penelitian behavioral. Gadjah Mada University Press. Mangkunegara, Prabu. 2000. Perencanaan dan pengembangan SDM. Bandung : Refika Utama Mustika, M. S. (2008). Panduan spiritual kehamilan. Yogyakarta : Qudsi Media Pace, R. W & Faules, D. F. (1998). Komunikasi organisasi : strategi meningkatkan kinerja perusahaan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya Pintrich, P. R & Schunk, D. H. (1996). Motivation in education : theory, research and application 3nd ed. New Jersey : Pearson Education Inc Purwanto, Ngalim. (1990). Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya Riduwan. (2009). Belajar mudah penelitian untuk guru, karyawan dan peneliti pemula. Bandung: Alfabeta Saleh, A. R & Wahab, M. A. (2004). Psikologi suatu pengantar. Jakarta : Prenada Media Santrock, John W. (2005). Life span development : perkembangan masa hidup, ed 5 jilid II. Jakarta : Erlangga Sarafino, E. P. (2006). Health Psychology : biopsychosicial interactions fifth editions. John Willey & Sons Sarafino, E. P. (2002). Health Psychology : biopsychosicial interactions fourth editions. John Willey & Sons Sardiman, AM. (2004). Interaksi dan motivasi belajar mengajar. Jakarta : PT Raja Grafindo Sarwono, W. S. (2000). Pengantar umum psikologi Cet:7. Jakarta : Bulan Bintang Sevilla, C. G dkk. (1993). Pengantar metode penelitian. Jakarta : UI Sheridan, L and Sally A. R. (1992). Health Psychology : challenging the biomedical model. John Willey & Sons Inc Siswanto. (1999). Studi tentang motivasi kesembuhan pasien penderita kanker dikaitkan dengan dukungan sosial dan tingkat religiusitas. Jurnal Epidemiologi Indonesia Vol.3 Edisi 1 Smet, Bart. (1994). Psikologi Kesehatan. Jakarta : PT Grasindo Suryabrata, Sumadi. (2005). Psikologi Pendidikan. Jakarta : Raja Grafindo Persada Suwito, dkk. (2007). Pengaruh hipnotis lima jari terhadap penurunan kecemasan pasien kanker leher rahim di R.Kandungan RSU DR Soetomo Surabaya. Jurnal Penelitian RSU Dr. Soetomo Vol.9 Symister, P & Ronald Friend. (2003). The influence of social support and problematic support on optimism and depression in chronic illness : a prospective study evaluating self esteem as a mediator. State University of New York at Stony Brook. Health Psychology. American Psychological Association Taylor, E. S. (2009). Health Psychology seventh edition. John Willey & Sons Woolfolk, Anita. (2004). Educational Psychology ed 9. Pearson Education www.infoceria.com/2010/03/mengenal kanker serviks www.tempointeraktif.com/hg/kesehatan/2011/03/30 Yatim, Faisal. (2005). Penyakit kandungan. Jakarta : Pustaka Populer Obor