BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penyakit

advertisement
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit kardiovaskular sebagai salah satu penyebab utama mortalitas lebih
banyak diderita oleh subyek laki-laki daripada subyek perempuan, sehingga jenis
kelamin laki-laki dikenal sebagai salah satu faktor risiko klasik penyakit
kardiovaskular. Konsentrasi hormon androgen, khususnya testosteron, yang jauh
lebih tinggi pada subyek laki-laki dibandingkan subyek perempuan menimbulkan
dugaan adanya peran testosteron dalam penyakit kardiovaskular (Kaushik et al.,
2010; Spoletini et al., 2011).
Trombosit memainkan peran penting pada hemostasis dan penyakit
kardiovaskular. Trombosit berperan pada hemostatis primer melalui pembentukan
sumbat trombosit. Pada penyakit kardiovaskular, pada saat terjadi ruptur plak
aterosklerotik, trombosit mengalami aktivasi, adhesi dan agregasi yang tidak
semestinya
(inappropiate),
sehingga
menyokong
terbentuknya
trombus
(Nieswandt et al., 2011; Swieringa et al., 2014).
Aktivasi trombosit melalui dua mekanisme, yaitu aktivasi tirosin kinase dan
aktivasi G protein coupled receptors (GPCR). Tirosin kinase diaktivasi oleh
kolagen subendotel, sedangkan GPCR diaktivasi oleh agonis trombosit soluble,
seperti trombin, epinefrin, asam arakhidonat, adenosin diphosphate (ADP), dan
tromboksan A2 (TXA2). Aktivasi trombosit menyebabkan peningkatan konsentrasi
kalsium intratrombosit, yang selanjutnya memicu aktivasi glikoprotein (GP)
2
IIb/IIIa pada membran trombosit. GPIIb/IIIa yang teraktivasi menyebabkan
agregasi trombosit dengan diperantarai fibrinogen (Broos et al., 2011).
Penelitian terdahulu menunjukkan kecenderungan testosteron meningkatkan
agregasi trombosit. Johnson et al. (1977) melaporkan agregasi trombosit tikus
menurun dengan kastrasi, akan tetapi kembali meningkat dengan pre-treatment
testosteron. Secara ex vivo, trombosit tikus yang diinkubasi dengan testosteron (110 ng/ml) mengalami peningkatan agregasi. Johnson et al. (1977) menunjukkan
bahwa peningkatan agregasi trombosit oleh hormon androgen berkorelasi dengan
tingkat androgenitas hormon tersebut. Pilo et al. (1981) melaporkan bahwa
pemberian testosteron pada trombosit manusia dan tikus meningkatkan agregasi
trombosit yang diinduksi ADP, epinefrin, kolagen, dan asam arakhidonat.
Ditunjukkan pula paparan testosteron terhadap suspensi trombosit meningkatkan
pelepasan TXA2. Rosenblum et al. (1987) melaporkan bahwa pemberian implan
testosteron atau dihidrotestosteron (DHT) meningkatkan agregasi trombosit pada
vena mesenterika tikus. Matsuda et al. (1994) menunjukkan testosteron
meningkatkan densitas reseptor TXA2 pada trombosit manusia dan tikus. Ajayi
dan Halushka (2005) melaporkan bahwa kastrasi pada penderita karsinoma prostat
menurunkan densitas reseptor TXA2 dan menekan agregasi trombosit.
Penelitian lain menunjukkan bahwa hormon androgen justru menghambat
agregasi trombosit. ShiJun et al. (2007a, 2007b) melaporkan bahwa kastrasi
meningkatkan pembentukan trombus. Pemberian DHT, yang merupakan androgen
kuat turunan testosteron, mampu menghambat agregasi trombosit pada tikus.
Penelitian terkini oleh Campelo et al. (2012) dan Cutini et al. (2012)
3
menunjukkan paparan testosteron pada kultur sel endotel aorta tikus menghambat
agregasi trombosit melalui peningkatan produksi NO endotel.
Sel endotel diketahui berperan menghambat aktivasi trombosit, antara lain
melalui biosintesis dan pelepasan agen tromboregulator, seperti endotheliumderived relaxing factor (EDRF) atau nitric oxide (NO) dan prostasiklin (PGI2).
PGI2 adalah antiagregator trombosit yang paling poten, selain sebagai vasodilator.
PGI2 endotel akan berikatan dengan reseptor PGI2 (IP1) pada membran trombosit.
Ligasi IP1-yang merupakan GPCR-oleh PGI2 menyebabkan aktivasi enzim
adenilat siklase, yang mengkatalisis perubahan ATP menjadi cyclic adenosine
monophosphate (cAMP), sehingga terjadi peningkatan cAMP intratrombosit,
aktivasi protein kinase A (PKA), penurunan konsentrasi ion kalsium, dan akhirnya
penghambatan agregasi trombosit (Broos et al., 2011; Feletou et al., 2011; Majed
& Khalil, 2012).
Sebagai prostaglandin (PG) turunan fosfolipid membran sel, biosintesis PGI2
memerlukan kerja beberapa enzim, yaitu enzim fosfolipase A2 (PLA2) yang
mengkatalisis pemecahan fosfolipid membran sel menjadi asam arakhidonat,
enzim siklooksigenase (COX) yang mengkatalisis konversi asam arakhidonat
menjadi PGD2 dan PGH2, dan enzim PGI2 sintase (PGIS) yang mengkatalisis
perubahan PGH2 menjadi PGI2. Terdapat dua isomer COX, yaitu COX-1 dan
COX-2. COX-1 berperan pada sel endotel dalam keadaan basal atau istirahat.
COX-2 berperan pada sel endotel dalam keadaan terstimulasi. Sintesis PGI2
memerlukan enzim COX-2, yang diinduksi shear stress, glukosa tinggi,
hiperkolesterolemia, lipopolysaccharide (LPS), dan sitokin pro-inflamasi, seperti
4
interleukin-1β (IL-1β), tumor necrosis factor-α (TNF-α), dan interferon-γ (IFN-γ)
(Feletou et al., 2011; Majed & Khalil, 2012).
Penelitian terbaru menunjukkan bahwa sel endotel mengandung reseptor
androgen (AR). Sel endotel juga telah diketahui mengandung
enzim 5α-
reduktase, yang mengkatalisis perubahan testosteron (5-10% dari bioavailable
testosteron) menjadi DHT, serta enzim aromatase, yang mengkatalisis perubahan
testosteron (0,1-0,2% dari bioavailable testosteron) menjadi estradiol. Sel endotel
juga diketahui mengandung reseptor estrogen (ER), baik ER-α dan ER-β. Dengan
adanya AR, ER, dan enzim-enzim metabolisme testosteron, endotel merupakan
salah satu sel target testosteron (Wu & von Eckardstein, 2003 cit. Kelly & Jones,
2013; Liu et al., 2003 cit. Torres-Estay et al., 2015).
Dipertanyakan apakah testosteron mempengaruhi sintesis PGI2 pada sel
endotel? Testosteron dilaporkan menurunkan sintesis PGI2 pada aorta yang
diperfusi (Chang et al., 1982), akan tetapi pemaparan testosteron pada kultur sel
endotel tidak mempengaruhi (Myers et al., 1995) atau meningkatkan (Seillan et
al., 1983) sintesis PGI2. Diduga bahwa konversi testosteron menjadi estrogen
berlangsung di dalam sel endotel, dan hal tersebut berkontribusi terhadap
peningkatan sintesis PGI2 endotel. Telah dilaporkan bahwa ER, baik ER-α
(Sobrino et al., 2010) ataupun ER-β (Garcia-Martinez et al., 2003), berperan
meningkatkan sintesis PGI2 endotel yang diinduksi IL-1β.
Sel endotel juga berperan menghambat adhesi trombosit. Lapisan endotelium
yang intak melindungi trombosit dari paparan kolagen subendotel. Selain itu, sel
endotel dalam keadaan tenang tidak atau sedikit mengekspresikan molekul adhesi.
5
Beberapa molekul adhesi ditengarai berperan dalam adhesi trombosit-endotel,
antara lain selektin-platelet (selektin-P) dan intercellular adhesion molecule-1
(ICAM-1). Selektin-P diperlukan untuk rolling trombosit, sedangkan ICAM-1
diperlukan untuk firm adhesion trombosit dengan sel endotel (Palomo et al.,
2012).
Molekul cluster of differentiation-40 (CD40) adalah reseptor pada permukaan
sel yang termasuk dalam keluarga TNF. CD40 pertama kali dikenali dan diketahui
fungsinya pada limfosit B, sedangkan CD40 ligand (CD40L) diekspresikan pada
sel limfosit T CD4+. Interaksi antara ligan dan reseptor tersebut (CD40L-CD40)
berperan penting pada respon sel B yang tergantung sel T (T cell-dependent B cell
responses). Saat ini diketahui bahwa CD40 diekspresikan secara luas pada
monosit, sel dendritik, sel epitel, dan sel endotel, sedangkan CD40L diekspresikan
pada sel mast, basofil, eosinofil, limfosit B, sel natural killer, monosit, makrofag,
sel otot polos vaskular, sel endotel, dan trombosit. Dilaporkan bahwa ligasi CD40
endotel oleh CD40L trombosit akan menstimulasi sel endotel dan memicu
peningkatan ekspresi ICAM-1 endotel (Li et al., 2009).
Endotelium berhadapan langsung dengan darah, sehingga perubahan
biokimiawi darah dapat mempengaruhi metablisme sel endotel. Pada kondisi
normal konsentrasi glukosa darah 3,8-5,6 mM, akan tetapi dalam kondisi
homeostasis terganggu konsentrasi glukosa darah dapat meningkat mencapai >10
mM (hiperglikemia). Lingkungan glukosa tinggi dapat mengganggu metabolisme
dan homeostasis sel endotel (Popov, 2010). Cosentino et al. (2003) melaporkan
bahwa glukosa tinggi (>10 nM) dapat memodulasi sel endotel berupa peningkatan
6
ekspresi COX-2 dan penurunan sintesis PGI2. Lingkungan glukosa tinggi juga
dilaporkan meningkatan ekspresi molekul adhesi dan sitokin pro-inflamasi sel
endotel (Basta et al., 2007).
Hiperglikemia meupakan hallmark diabetes mellitus (DM), baik DM tipe 1
maupun DM tipe 2 (Ozougwu et al., 2013). Dilaporkan bahwa trombosit pada
pasien DM, dengan adanya stimulus tertentu cenderung lebih reaktif, yaitu lebih
mudah mengalami aktivasi dan agregasi (Kakouros et al., 2011). Disfungsi
endotel (Basha et al., 2012) dan kelainan sinyal pada trombosit (Schneider, 2009)
berkontribusi pada hiperreaktivitas trombosit pada penderita DM. Hal ini banyak
berperan terhadap peningkatan terjadinya penyakit kardiovaskular pada penderita
DM (Dokken et al., 2008).
Beberapa penelitan terdahulu menunjukkan hasil yang berbeda mengenai
pengaruh testosteron terhadap agregasi trombosit. Endotel-yang diketahui
mempunyai kapasitas menghambat adhesi dan agregasi trombosit-merupakan
merupakan jaringan target testosteron. Hal ini karena sel endotel mengandung
AR, enzim-enzim yang memetabolisme testosteron, dan ER. Dengan demikian,
menarik untuk ditelaah apakah testosteron menghambat agregasi trombosit
melalui COX-2 dan ER-β endotel, serta menghambat potensi adhesi trombosit
pada sel endotel, melalui CD40 dan ICAM-1 pada sel endotel. Aspek tersebut
belum pernah ditinjau oleh peneliti lain. Pada posisi yang selalu terpapar aliran
darah, endotel sebagai tromboregulator dapat dipengaruhi oleh kondisi
hiperglikemia atau glukosa tinggi. Dengan demikian, menarik pula untuk dikaji
bagaimana peran testosteron dalam adhesi dan agregasi trombosit melalui endotel
7
dalam perubahan kondisi lingkungan glukosa tinggi. Terdapat dua pendapat yang
berseberangan mengenai peran testosteron dalam penyakit kardiovaskular.
Pendapat pertama mengatakan testosteron tidak bersifat kardioprotektif karena
testosteron dalam dosis suprafisiologis menimbulkan efek merugikan bagi tubuh.
Pendapat
konsentrasi
kedua
mengatakan
testosteron
bersifat
kardioprotektif
testosteron yang rendah merupakan faktor risiko
karena
penyakit
kardiovaskular (Cheung et al., 2015; Torres-Estay et al., 2015).
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dijumput hal-hal yang sekiranya
dapat menjadi dasar untuk menentukan rumusan masalah, yaitu:
1. Trombosit mempunyai peran penting dalam penyakit kardiovaskular
melalui aktivasi, adhesi dan agregasi.
2. Trombosit teraktivasi oleh agonis trombosit, seperti kolagen, epinefrin,
asam arakhidonat, ADP, TXA2, dan trombin, sehingga terjadi perubahan
metabolisme trombosit menuju jalur bersama, yaitu peningkatan
konsentrasi kalsium intratrombosit.
3. Dengan peningkatan konsentrasi kalsium terjadi aktivasi molekul GP pada
membran trombosit, dan dengan adanya fibrinogen maka terjadi pelekatan
antartrombosit yang teraktivasi (agregasi trombosit).
4. Sel endotel berperan menghambat agregasi trombosit melalui sintesis agen
tromboregulator, seperti NO dan PGI2.
8
5. PGI2 menghambat aktivasi trombosit melalui aktivasi adenilat siklase,
peningkatan cAMP, aktivasi PKA, serta penurunan konsentrasi kalsium
intratrombosit.
6. Biosintesis PGI2 oleh sel endotel memerlukan enzim COX-2.
7. Trombosit melekat (adhesi) pada sel endotel yang teraktivasi, antara lain
melalui ICAM-1.
8. CD40 pada sel endotel berperan meningkatkan ekspresi ICAM-1 endotel.
9. Penyakit kardiovaskular lebih sering didapatkan pada subyek laki-laki
daripada perempuan, yang diduga terkait dengan hormon androgen,
khususnya testosteron.
10. Beberapa penelitian menunjukkan testosteron meningkatkan agregasi
trombosit, akan tetapi penelitian yang lain mengindikasikan sebaliknya.
11. Sel endotel merupakan jaringan target testosteron karena mengandung AR
dan enzim-enzim metabolisme testosteron.
12. Sebagian testosteron bebas yang masuk ke dalam sel endotel dikonversi
menjadi estradiol oleh aromatase; sel endotel diketahui mengandung ER.
13. Testosteron diduga mempengaruhi potensi sel endotel dalam menghambat
adhesi dan agregasi trombosit setelah dikonversi menjadi estrogen.
14. Glukosa tinggi memodulasi fungsi endotel, antara lain meningkatkan
ekspresi COX-2, menurunkan sintesis PGI2, dan meningkatkan agregasi
trombosit.
15. Glukosa tinggi juga dilaporkan meningkatkan ekspresi ICAM-1 endotel.
9
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka diajukan pertanyaan penelitian
sebagai berikut.
1. Apakah testosteron bersifat kardioprotektif dengan menghambat agregasi
trombosit melalui endotel?
2. Apakah testosteron bersifat kardioprotektif dengan menghambat potensi
adhesi trombosit pada sel endotel?
Adapun rincian sub masalah penelitian adalah sebagai berikut.
1.1 Apakah persentase agregasi trombosit pada suspensi trombosit (platelet
rich plasma; PRP) yang diinkubasi dengan sel endotel (human umbilical
vein endothelial cell culture; HUVEC) yang terpapar testosteron lebih
rendah daripada persentase agregasi trombosit pada PRP yang diinkubasi
dengan HUVEC yang tidak terpapar testosteron?
1.2 Apakah konsentrasi cAMP trombosit pada PRP yang diinkubasi dengan
HUVEC yang terpapar testosteron lebih tinggi daripada konsentrasi cAMP
trombosit pada PRP yang diinkubasi dengan HUVEC yang tidak terpapar
testosteron?
1.3 Apakah ekspresi COX-2 pada HUVEC yang terpapar testosteron lebih
tinggi daripada ekspresi COX-2 pada HUVEC yang tidak terpapar
testosteron?
1.4 Apakah ekspresi ER-β pada HUVEC yang terpapar testosteron lebih tinggi
daripada ekspresi ER-β pada HUVEC yang tidak terpapar testosteron?
1.5 Apakah persentase agregasi trombosit pada PRP yang diinkubasi dengan
HUVEC yang terpapar testosteron dan glukosa tinggi lebih tinggi daripada
10
persentase agregasi trombosit pada PRP yang diinkubasi dengan HUVEC
yang terpapar glukosa tinggi saja?
1.6 Apakah konsentrasi cAMP trombosit pada PRP yang diinkubasi dengan
HUVEC yang terpapar testosteron dan glukosa tinggi lebih rendah
daripada konsentrasi cAMP trombosit pada PRP yang diinkubasi dengan
HUVEC yang terpapar glukosa tinggi saja?
1.7 Apakah ekspresi COX-2 pada HUVEC yang terpapar testosteron dan
glukosa tinggi lebih rendah daripada ekspresi COX-2 pada HUVEC yang
terpapar glukosa tinggi saja?
1.8 Apakah ekspresi ER-β pada HUVEC yang terpapar testosteron dan
glukosa tinggi lebih rendah daripada ekspresi ER-β pada HUVEC yang
terpapar glukosa tinggi saja?
2.1 Apakah ekspresi ICAM-1 pada HUVEC yang terpapar testosteron lebih
rendah daripada ekspresi ICAM-1 pada HUVEC yang tidak terpapar
testosteron?
2.2 Apakah ekspresi CD40 pada HUVEC yang terpapar testosteron lebih
rendah daripada ekspresi CD40 pada HUVEC yang tidak terpapar
testosteron?
2.3 Apakah ekspresi ICAM-1 pada HUVEC yang terpapar testosteron dan
glukosa tinggi lebih tinggi daripada ekspresi ICAM-1 pada HUVEC yang
terpapar glukosa tinggi saja?
11
2.4 Apakah ekspresi CD40 pada HUVEC yang terpapar testosteron dan
glukosa tinggi lebih tinggi daripada ekspresi CD40 pada HUVEC yang
terpapar glukosa tinggi saja?
C. Tujuan Penelitian
C.1 Tujuan umum
Untuk
mengkaji
peran
testosteron
sebagai
kardioprotektor
dengan
menghambat agregasi dan potensi adhesi trombosit melalui endotel.
C.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengukur persentase agregasi trombosit pada suspensi trombosit
yang diinkubasi dengan sel endotel yang telah terpapar testosteron dengan
atau tanpa glukosa tinggi.
2. Untuk mengukur konsentrasi cAMP trombosit pada suspensi trombosit
yang diinkubasi dengan sel endotel yang telah terpapar testosteron dengan
atau tanpa glukosa tinggi, serta korelasinya dengan persentase agregasi
trombosit.
3. Untuk mengukur ekspresi COX-2 pada sel endotel yang terpapar
testosteron dengan atau tanpa glukosa tinggi, serta korelasinya dengan
persentase agregasi trombosit dan konsentrasi cAMP trombosit.
4. Untuk mengukur ekspresi ER-β pada sel endotel yang terpapar testosteron
dengan atau tanpa glukosa tinggi, serta korelasinya dengan ekspresi COX2 endotel dan persentase agregasi trombosit.
12
5. Untuk mengukur ekspresi ICAM-1 pada sel endotel yang terpapar
testosteron dengan atau tanpa glukosa tinggi.
6. Untuk mengukur ekspresi CD40 pada sel endotel yang terpapar testosteron
dengan atau tanpa glukosa tinggi, serta korelasinya dengan ekspresi
ICAM-1 endotel.
D. Manfaat Penelitian
D.1 Manfaat teoretis
Memberi sumbangan pengetahuan mengenai peran testosteron dalam adhesi
dan agregasi trombosit melalui endotel.
D.2 Manfaat praktis
1. Memberi landasan ilmiah kemungkinan pemberian testosteron atau obat
antagonis AR untuk mencegah adhesi dan agregasi trombosit.
2. Memberi landasan ilmiah kemungkinan pemberian testosteron dengan
tujuan untuk memperbaiki kesehatan kardiovaskular bagi subyek laki-laki
usia lanjut, subyek dengan hipogonadisme, atau subyek dengan penyakit
kardiovaskular.
E. Keaslian Penelitian
E.1 Peran testosteron dalam agregasi trombosit yang dimediasi oleh endotel
Peran sel endotel dalam menghambat agregasi trombosit telah dikaji oleh
Nordoy et al. (1978), Lagarde et al. (1984), dan Altorjay et al. (1989) secara in
vitro. Penelitian tersebut sebagian besar menggunakan HUVEC, dengan agonis
13
trombosit seperti trombin, asam arakhidonat, ADP, dan kolagen. Parameter yang
diukur adalah persentase agregasi trombosit, tromboksan B2 (TXB2), dan cAMP
trombosit. Peneliti tersebut tidak mengkaji peran testosteron dalam agregasi
trombosit melalui endotel.
Peran testosteron dalam agregasi trombosit telah dikaji oleh Pilo et al. (1981)
secara in vitro dengan memberikan testosteron pada PRP manusia atau tikus coba.
Parameter yang diukur adalah agregasi trombosit, TXA2, dan produk lipolisis.
Pilo et al. tidak menambahkan endotel dalam penelitian tersebut. Peneliti yang
lain juga mengkaji masalah tersebut dengan pendekatan in vivo dan in vitro
sekaligus. Johnson et al. (1977) memberikan testosteron pada hewan coba yang
telah dikastrasi serta DHT, testosteron, metiltestosteron, androstenedion,
androsteron, dan estradiol secara in vitro pada suspensi trombosit hewan coba.
Parameter yang diukur adalah agregasi trombosit. Johnson et al. (1977)
menambahkan flutamide untuk mengkaji peran AR. Sementara itu, Rosenblum et
al. (1987) mengkaji pengaruh implan testosteron dan DHT terhadap agregasi
trombosit pada tikus coba. Matsuda et al. (1994) memberikan testosteron pada
hewan coba yang dikastrasi maupun yang tidak dikastrasi. Parameter yang diukur
antara lain densitas reseptor TXA2 pada trombosit dan aorta, kontraktilitas aorta,
dan agregasi trombosit. ShiJun et al. (2007a) memberikan DHT tanpa atau dengan
flutamide pada hewan coba sebelum dilakukan kastrasi. Parameter yang diukur
adalah trombus yang terbentuk in vivo dan rasio TXB2 terhadap 6-keto-PGF1α
dalam plasma pasca induksi FeCl3. Secara ex vivo ShiJun et al. (2007a)
menambahkan DHT dengan atau tanpa flutamide pada PRP tikus yang dikastrasi.
14
Parameter yang diukur adalah persentase agregasi trombosit dan adhesi trombosit.
ShiJun et al. (2007a) tidak mengkaji peran testosteron, estrogen, ER, dan
aromatase. Penelitian tersebut belum mengkaji secara jelas peran testosteron
dalam agregasi trombosit melalui endotel, konversi testosteron menjadi estrogen,
dan ER. Zerr-Fouineau et al. (2007) mengkaji peran hormon steroid kelamin
dalam agregasi trombosit melalui sel endotel, akan tetapi hormon yang dikaji
adalah progesteron dan dalam kaitannya dengan kapasitas sel endotel mensintesis
NO. Penelitian terbaru dari Campelo et al. (2012) mengkaji pengaruh paparan
testosteron pada kultur sel endotel tikus terhadap agregasi trombosit, akan tetapi
dilakukan pada kondisi lingkungan normoglikemia saja, serta melalui mekanisme/
jalur NO. Peneliti-peneliti tersebut di atas belum mengkaji peran testosteron dan
metabolismenya dalam sel endotel dalam hubungannya dengan kapasitas sel
endotel mensintesis tromboregulator PGI2.
Peran testosteron dalam sintesis PGI2 telah dikaji oleh Seillan et al. (1983) dan
Myers et al. (1995) pada sel endotel, Nakao et al. (1981) dan Wakasugi et al.
(1989) pada sel otot polos vaskular, dan Chang et al. (1982) pada perfusi aorta.
Peran testosteron dalam ekspresi COX-2 telah dikaji oleh Razmara et al. (2005)
pada pembuluh darah serebral tikus coba pasca injeksi LPS. Sementara, Osterlund
et al. (2010) mengkaji peran DHT dalam ekspresi COX-2 pada kultur otot polos
arteri koronaria manusia. Belum ada peneliti yang mengkaji peran testosteron
dalam ekspresi COX-2 endotel dan pengaruhnya terhadap agregasi trombosit.
Dietrich et al. (2011) telah mengkaji peran testosteron dan konversi lokal
menjadi estrogen dalam proliferasi sel endotel. Parameter yang diukur adalah
15
ekspresi aromatase, AR, dan ER pada sel endotel. Peran testosteron dalam
agregasi trombosit melalui sel endotel tidak dikaji oleh peneliti tersebut.
Penelitian ini mengkaji peran testosteron sebagai kardioprotektor dengan
menghambat agregasi trombosit melalui kultur sel endotel manusia (HUVEC)
dalam lingkungan glukosa normal atau glukosa tinggi. Parameter yang diukur
adalah persentase agregasi trombosit, konsentrasi cAMP trombosit, ekspresi
COX-2 dan ER-β endotel.
E.2 Peran testosteron dalam potensi adhesi trombosit yang dimediasi oleh
endotel
Adhesi trombosit pada monolayer kultur sel endotel telah dikaji oleh
Czervionke et al. (1978) dan Yagyu et al. (1991). Penelitian tersebut
memperhatikan faktor-faktor aktivasi trombosit, aktivasi endotel, sintesis dan
pelepasan prostasiklin oleh sel endotel. Akan tetapi, peran testosteron dalam
adhesi trombosit melalui ekspresi molekul adhesi endotel belum dikaji dalam
penelitian tersebut.
Beberapa peneliti telah mengkaji peran testosteron (Hatakeyama et al., 2002;
Mukherjee et al., 2002) dan DHT (McCrohon et al., 1999; Death et al., 2004;
Norata et al., 2006) dalam ekspresi molekul adhesi pada sel endotel yang
distimulasi sitokin atau LPS, melalui AR, ER, dan konversi testosteron menjadi
estrogen. Molekul adhesi yang diukur adalah vascular cell-adhesion molecule-1
(VCAM-1), yang berperan dalam adhesi lekosit. Terhadap ekspresi CD40 endotel,
telah dilaporkan pengaruh hormon steroid kelamin, seperti DHT (Norata et al.,
2006), estradiol (Geraldes et al., 2006), atau dehidroepiandrosteron (DHEA) (Li et
16
al., 2009). Peran hormon testosteron terhadap ekspresi CD40 endotel belum
diketahui.
Penelitian ini mengkaji peran testosteron sebagai kardioprotektor dengan
menghambat potensi adhesi trombosit pada sel endotel manusia (HUVEC) dalam
lingkungan glukosa normal atau glukosa tinggi. Parameter yang diukur adalah
ekspresi ICAM-1 dan CD40 endotel.
Beberapa penelitian terdahulu terkait dengan keaslian topik penelitian
tercantum dalam Lampiran Tabel 1.1.
361
22-25 Oktober 2014
28-30 Oktober 2014
Presentasi oral, Ikhlas M.Jenie, Soedjono Aswin, Budi
Mulyono, Sri Kadarsih Soejono, “The Comparison of Platelet
Aggregation in the Presence of Disperse Primary and Monolayer
Secondary HUVEC Exposed to Testosterone in High Glucose
Medium”, Joint International Conference 2014 APCHIERGOFUTURE-PEI-IAIFI, Universitas Udayana, Denpasar.
Presentasi oral, Ikhlas M. Jenie, Sri Kadarsih Soejono,
Soedjono Aswin, Budi Mulyono, “Platelet Aggregation after
Exposure of Testosterone and High Glucose to Human Umbilical
Vein Endothelial Cell Culture”, The 6th Indonesia Japan Joint
Scientific Symposium, Universitas Gadjah Mada,
Yogyakarta.
PENGABDIAN
2010
2012
Penyuluhan mengenai Pemanfaatan Seduhan Kelopak
Bunga Rosela Kering sebagai Obat Antihipertensi dalam
Rangka Muktamar Seabad Muhammadiyah (FKIK UMY)
Deteksi dan Pemantauan Tekanan Darah Tinggi pada
Lansia di Posyandu Keji Beling, Kelurahan Keparakan,
Yogyakarta (LP3M UMY)
KEMASYARAKATAN
2007 – sekarang
2008 – 2012
2011 – sekarang
Seksi
Kesehatan,
Takmir
Masjid
Darussalam,
Pujokusuman Yogyakarta.
Bendahara, RW 06 Kelurahan Keparakan Kota Yogyakarta.
Anggota,
Pimpinan
Ranting
Muhammadiyah
Pujokusuman, Yogyakarta.
Demikianlah daftar riwayat hidup ini saya buat dengan sebenarnya.
Yogyakarta, 2 September 2015
Ikhlas Muhammad Jenie
Download