1. Dari perspektif komunikasi e-commerce adalah pengiriman

advertisement
BAB II
KERANGKA TEORI
2.1 E-commerce
2.1.1 Pengertian E-commerce
Menurut Hartman (Indrajit, 2001:1) e-commerce sebagai suatu jenis dari mekanisme
bisnis secara elektronis yang memfokuskan diri pada transaksi bisnis berbasis
individu dengan menggunakan internet sebagai medium pertukaran barang atau
jasa baik antara dua instansi (B-to-B) maupun antarinstitusi dan konsumen langsung
(B-to-C).Sedangkan defenisi e-commerce menurut Kalakota dan Whinston (Turban,
2004:4) dapat ditinjau dalam 4 perspektif berikut yaitu:
1.
Dari perspektif komunikasi e-commerce adalah pengiriman barang, layanan,
informasi, atau pembayaranmelalui jaringan komputer atau melalui peralatan
elektronik lainnya.
2.
Dari perspektif proses bisnis, e-commerce adalah aplikasi dari teknologi
yang menuju otomatisasi dari transaksi bisnis dan aliran kerja.
3.
Dari perspektif layanan, e-commerce merupakan suatu alat yang memenuhi
keinginan perusahaan, konsumen, dan manajemen untuk memangkas biaya
layanan
(service
cost)
ketika
meningkatkan
kualitas
barang
dan
meningkatkan kecepatan layanan pengiriman.
4.
Dari perspektif online, e-commerce menyediakan kemampuan untuk
membeli dan menjual barang ataupun informasi melalui internet dan sarana
online lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2.1.2 Dimensi E-commerce
Dimensi e-commerce menurut Choi (Turban, 2000:5) terdiri dari tiga bagian
besar yang membangun dimensi tersebut, diantaranya adalah produk, perantaradan
proses. Tiap bagiandimensi tersebut bisa merupakan fisik atau digital, sehingga
dalam dimensi tersebut akan terdapat delapan kotak, dimana masing-masing kotak
tersebut memiliki tiga dimensi. Pada e-commerce tradisional, seluruh dimensi
berupa dimensi fisik (kotak pojok kiri bawah) dan pada e-commerce murni, seluruh
dimensinya berupa digital (kotak pada sudut kanan atas). Sedangkan kotak-kotak
lainnya merupakan gabungan dari dimensi fisik dan digital.
Gambar 2.1
Dimensi E-Commerce
Sumber: Choi (Turban, 2000:5)
Model ini dapat menjelaskan mengapa belanja online dalam sudut
pandang perusahaan dapat di kategorikan menjadi e-commerce yang tidak murni
dikarenakan pengantarnya dapat melalui jasa lain, seperti kurir lokal.
2.1.3 Klasifikasi E-commerce
Menurut Turban, klasifikasie-commerce terbagi berdasarkan aplikasi dan
berdasarkan pola ransaksi. Klasifikasi tersebut adalah sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
1.
Klasifikasi berdasarkan aplikasi
Pengaplikasian dari e-commerce terbagi kedalam 3 kategori menurut Turban
(2000:7) yaitu:
a.
Pembelian dan penjualan barang dan jasa. Kategori ini biasanya
mengacu sebagai pasar elektronik.
b.
Memfasilitasi aliran informasi, komunikasi dan kolaborasi inter dan
intra
organisasi.
Ini
kadang-kadang
disebut
sebagai
sistem
interorganisasional.
c.
2.
Menyediakan layanan konsumen.
Klasifikasi berdasarkan pola transaksi
Klasifikasi e-commerce pada sifat pola transaksinya menurut Turban
(2000:11) yaitu:
a.
Business to Business (B2B)
Hampir seluruh e-commerce saat ini merupakan tipe B2B. Hal tersebut
karena tipe ini sudah termasuk transaksi IOS dan transaksi pasar
elektronik antar organisasi.
b.
Business to Customer (B2C)
Secara umum, transaksi eceran melibatkan pembelanja individu dan
perusahaan yang menyediakan aplikasi e-commerce. Dalam kasus ini
belanja Online.
c.
Consumer to Consumer (C2C)
Universitas Sumatera Utara
Dalam kategori ini, konsumen menjual produk atau jasa langsung ke
konsumen lainnya. Ada beberapa yang menjual produk atau jasa
menggunakan iklan dan setelah itu penjualan dilakukan di web site.
d.
Consumer to Business (C2B)
Kategori ini termasuk individu yang menjual produk atau jasa ke
organisasi, serta individu yang mencari penjual, berinteraksi dengan
penjual tersebut, dan melakukan transaksi.
e.
Non Business E-commerce
Jenis dari e-commerce ini termasuk juga institusi non-bisnis seperti
institusi akademik, organisasi non-profit, organisasi keagamaan dan
agen pemerintah yang menggunakan e-commerce untuk menekan
pengeluaran atau meningkatkan layanan pelanggan dan operasi.
f.
Intrabusiness (organizational) E-commerce
Kategori ini termasuk semua aktifitas internal, biasanya dilakukan
dalam bentuk intranet yang melibatkan pertukaran produk dan jasa atau
informasi. Aktivitas internal bisa bermacam-macam, mulai dari menjual
produk korporat kepada para karyawan hingga aktivitas pelatihan
online.
2.2 Trust(Kepercayaan)
2.2.1 Pengertian Trust(Kepercayaan)
Menurut Sumarwan (Sangadji dan Sopiah, 2013:201), kepercayaan adalah
kekuatan bahwa suatu produk memiliki atribut tertentu. Kepercayaan itu sering
disebut perkaitan objek-atribut (object-atribute linkage), yaitu kepercayaan
konsumen tentang kemungkinan adanya hubungan antara sebuah objek dengan
atributnya yang relevan.
Universitas Sumatera Utara
Sementara
Mowen
dan
Minor
(Sangadji
dan
Sopiah,
2013:201)
mendefenisikan kepercayaan konsumen sebagai semua pengetahuan yang dimiliki
oleh konsumen, dan semua kesimpulan yang dibuat oleh konsumen tentang objek,
atribut, dan manfaatnya. Objek dapat berupa produk, orang, perusahaan, atau
segala sesuatu yang padanya seseorang memiliki kepercayaan dan sikap. Atribut
adalah karakteristik atau fitur yang mungkin dimiliki atau tidak dimiliki oleh objek.
Terdapat dua macam atribut, yaitu atribut intrinsik dan atribut ekstrinsik. Atribut
intrinsik adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan sikap aktual produk,
sedangkan atribut ekstrinsik adalah segala sesuatu yang diperoleh dari segala aspek
eksternal produk, seperti nama merek, kemasan, dan label. Manfaat adalah hasil
positif yang diberikan atribut kepada konsumen.
Dari kedua defenisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kepercayaan konsumen adalah
kekuatan pengetahuan yang dimiliki oleh konsumen dan semua kesimpulan yang
dibuat konsumen bahwa produk mempunyai objek, atribut, dan manfaat (Sangadji
dan Sopiah, 2013:202).
Sifat dari sebuah hubungan yang dekat adalah adanya kondisi yang lebih
stabil, lebih mudah saling memprediksi perilaku partner dan usia dari sebuah
hubungan sehingga konsumen menjadi enggan untuk berganti penyedia produk
menurut Turnball et al. (Ferrinadewi, 2008:146). Determinan hubungan yang dekat
adalah kepercayaan. Bagi pemasar, merek mewakili hubungan pemasaran yang
tercipta dengan konsumen.Adanya kepercayaan akan menciptakan rasa aman dan
kredibel dan mengurangi persepsi konsumen akan risiko pertukaran menurut Selnes
(Ferrinadewi, 2008:147). Hal ini berhasil dibuktikan oleh Walter et al. (2000) dalam
penelitian hubungan kepercayaan antar perusahaan. Walter et al. Membuktikan
Universitas Sumatera Utara
bahwa kepuasan konsumen akan mempengaruhi kepercayaan konsumen dalam
hubungan pertukaran industri.
Hubungan dekat antara penjual dan pembeli semacam ini seharusnya tidak
terbatas pada skala antar perusahaan. Praktek-praktek semacam inipun seharusnya
juga diterapkan pada hubungan antara merek dengan konsumen karena merek
merupakan salah satu pilar dalam suatu hubungan jangka panjang antara konsumen
dan penjual, di samping itu tujuan merek adalah untuk menciptakan hubungan
dengan pelanggannya (Aaker dan Joachimsthler, Ferrinadewi, 2008:147).
Menurut Luarn dan Lin (Ferrinadewi, 2008:147) kepercayaan adalah
sejumlah keyakinan spesifik terhadap integritas (kejujuran pihak yang dipercaya dan
kemampuan menepati janji), benevolence (perhatian dan motivasi yang dipercaya
untuk bertindak sesuai dengan kepentingan yang mempercayai mereka),
competency (kemampuan pihak yang dipercaya untuk melaksanakan kebutuhan
yang mempercayai) dan predicttability (konsistensi perilaku pihak yang dipercaya).
Dalam riset Costabile (Ferrinadewi, 2008:147) kepercayaan atau trust
didefenisikan sebagai persepsi akan kehandalan dari sudut pandang konsumen
didasarkan pada pengalaman, atau lebih pada urut-urutan transaksi atau interaksi
yang dicirikan oleh terpenuhinya harapan akan kinerja produk dan kepuasan.
Menurut teori kepercayaan-komitmen, Morgan dan Hunt (Ferrinadewi, 2008:148)
kepercayaan adalah variabel kunci dalam mengembangkan keinginan yang tahan
lama untuk terus mempertahankan hubungan jangka panjang, dalam hal ini merek
tertentu, Garbarino dan Johnson dalam (Costabile,2002) menerangkan bahwa
kepuasan dan kepercayaan memainkan peran yang berbeda dalam memprediksikan
intensi konsumen dimasa depan.
2.2.2 Dimensi Trust(Kepercayaan)
Universitas Sumatera Utara
Menurut McKnight et. al. (2002), kepercayaan antara pihak-pihak yang
belum saling mengenal baik dalam interaksi maupun proses interaksi, ada dua
dimensi kepercayaan konsumen yaitu:
1.
Trusting Belief
Trusting Belief adalah sejauh mana seseorang percaya dan merasa yakin
terhadap orang lain dalam suatu situasi. Trusting Beliefadalah persepsi pihak
yang percaya (konsumen) terhadap pihak yang dipercaya (penjual toko
maya) yang mana penjual memiliki karakteristik yang akan menguntungkan
konsumen.
Tiga elemen membangun trusting belief, yaitu: benevolence, integrity,
competence.
a.
Benevolence (niat baik) berarti seberapa besar seseorang percaya kepada
penjual untuk berperilaku baik kepada konsumen.
b.
Integrity (integritas) adalah seberapa besar keyakinan seseorang
terhadap kejujuran penjual untuk menjaga dan memenuhi kesepakatan
yang telah dibuat kepada konsumen.
c.
Competence (kompetensi) adalah keyakinan sesesorang terhadap
kemampuan yang dimiliki penjual untuk membantu konsumen dalam
melakukan sesuatu sesuai dengan yang dibutuhkan konsumen tersebut.
Esensi dari kompetensi adalah seberapa besar keberhasilan penjual
untuk menghasilkan hal yang diinginkan oleh konsumen. Inti dari
kompetensi adalah kemampuan penjual untuk memenuhi kebutuhan
konsumen.
2.
Trusting Intention
Universitas Sumatera Utara
Trusting Intention adalah suatu hal yang disengaja dimana seseorang siap
bergantung pada orang lain dalam suatu situasi, ini terjadi secara pribadi dan
mengarah langsung kepada orang lain. Trusting Intention didasarkan pada
kepercayaan kognitif seseorang kepada orang lain.
Dua elemen yang membangun Trusting Intention yaitu: willingness to depend dan
subjective probability of depending.
a.
Willingness to depend adalah kesediaan konsumen untuk bergantung
kepada penjual berupa penerimaan risiko atau konsekuensi negatif yang
mungkin terjadi.
b.
Subjective probability of depending subjective probability of depending
adalah kesediaan konsumen secara subjektif berupa pemberian
informasi pribadi kepada penjual, melakukan transaksi, serta bersedia
untuk mengikuti saran atau permintaan penjual.
2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan
Menurut Ryan (2008:32) untuk meningkatkan kepercayaan yang dirasakan dari
situs web dan vendor onlineserta fungsi yang dirasakan dari sistem ecommerceterdapat tiga kategori instrumen yang dapat membantu untuk membuat
hubungan kerjasama yang lebih efisien dengan menerapkan informasi yaitu:
1.
Information Policies (Kebijakan Informasi)
Kebijakan informasi bertujuan untuk mengurangi ketidaksamaan informasi
antara penjual dan pembeli dengan menerapkan berbagai langkah-langkah
komunikatif seperti periklanan, pemasaran langsung dan hubungan
masyarakat. Dalam konteks internet, kebijakan informasi dapat berhubungan
dengan karakteristik dari pedagang atau karakteristik website dan
Universitas Sumatera Utara
infrastruktur teknologi yang mendasari. Situs memediasi hubungan antara
konsumen dan organisasi pedagang, desain situs web adalah sangat penting
untuk mendorong kepercayaan. Website ini menyediakan petunjuk penting
untuk konsumen online yang digunakan sebagai penilaian mereka tentang
efisiensi dan keandalan pengecer online, yang didasarkan pada kualitas
informasi tentang isu-isu kunci seperti biaya pengiriman, ketertiban dan
kebijakan
privasi,
ganti
rugi.
Pada
kepercayaan
online
termasuk
direkomendasikan untuk mendesain homepage yang memadai dan
informatif.
2.
Guarantee Policies (Kebijakan Jaminan)
Kebijakan jaminan berhubungan dengan janji untuk membatasi atau
kompensasi untuk kerusakan yang disebabkan oleh peristiwa-peristiwa
negatif yang tidak dapat sepenuhnya dikesampingkan oleh para pihak.
Kebijakan jaminan tersebut dapat menutupi kemungkinan pengembalian,
pengembalian uang, masalah keamanan, kehilangan kartu kredit dan
sebagainya. Menyediakan pilihan pengembalian uang dan uang kembali
dapat mengurangi risiko yang dirasakan transaksi online. Jaminan uang
kembali bekerja lebih baik sebagai sinyal kepercayaan di toko-toko online
daripada di dunia nyata. Jaminan kebijakan lebih efektif untuk membangun
kepercayaan dalam e-commerce yang berfokus pada faktor-faktor hukum,
teknis dan organisasi pasar elektronik dan menentukan standar yang ketat
untuk keamanan, perlindungan data, transparansi penggunaan data dan
sebagainya.
3.
Reputation Policies (Kebijakan Reputasi)
Universitas Sumatera Utara
Reputasi dapat didefenisikan sebagai representasi kolektif dari tindakan
masa lalu vendor yang mencakup kemampuan vendor untuk memberikan
hasil yang berharga untuk stakeholder. Karena reputasi penjual dibentuk
berdasarkan kinerja masa lalu dengan pembeli, maka hal ini dapat membantu
konsumen untuk menilai kemungkinan perilaku vendor dalam transaksi di
waktu
lain.
Penerbitan
testimonial
konsumen
pada
website
dan
mempertahankan komunikasi virtual di mana pelanggan dapat berbagi
pengalaman mereka juga dianggap sebagai sarana yang menandai untuk
meningkatkan reputasi vendoronline. Perusahaan juga harus menyatakan
sejarah mereka dan pengembangan website, misalnya “Tentang Kami”
bagian dari situs web yang menunjukkan pelanggan bahwa mereka telah
beroperasi untuk beberapa waktu di internet.Trust konsumen dipengaruhi
oleh informasi ataupun kebijakan yang diberikan oleh perusahaan.
Kebijakan itu berupa informasi, jaminan dan reputasi dari produk yang
ditawarkan. Dengan demikian, informasi sangat dibutuhkan oleh konsumen
untuk melakukan pembelian, baik itu informasi mengenai harga, produk dan
identitas perusahaan.
Universitas Sumatera Utara
2.3 Perceived Of Risk (Persepsi Risiko)
2.3.1 Pengertian Perceived Of Risk (Persepsi Risiko)
Menurut Dowling (Ferrinadewi, 2008:58) persepsi risiko adalah persepsi negatif
konsumen atas sejumlah aktivitas yang didasarkan pada hasil yang negatif dan
kemungkinan bahwa hasil tersebut menjadi nyata. Berdasarkan hal tersebut ada 2
poin penting yang perlu dicermati yaitu adanya hasil negatif akibat keputusan
tertentu dan kemungkinan hasil tersebut terjadi. Kedua hal tersebut merupakan
masalah yang senantiasa dihadapi konsumen dan menciptakan suatu kondisi yang
tidak pasti atau uncertainty misalkan ketika konsumen menentukan pembelian
produk baru.
Perceived of risk berarti keyakinan subyektif individu tentang potensi
konsekuensi negatif dari keputusan yang diambil konsumen (Samadi & Ali, 2009).
Diketahui bahwa para konsumen dipengaruhi oleh berbagai risiko yang mereka
rasakan, apakah risiko itu betul-betul ada atau tidak. Mengahadapi tingginya
persepsi konsumen terhadap risiko merek, maka pemasar dapat melakukan upayaupaya untuk mengurangi bahkan memperbaiki citra toko atau merek karena
konsumen cenderung percaya bahwa kedua hal tersebut dapat mengurangi risiko
pembelian,
menyediakan
informasi
sebanyak-banyaknya
pada
konsumen,
menyesuaikan harga produk artinya harga produk sebaiknya dikurangi ketika produk
tersebut merupakan produk langka sehingga konsumen merasa berkurangnya risiko
keuangan yang harus ditanggungnya atau menaikkan harga produk jika terdapat
banyak pesanan di pasar dengan maksud menciptakan persepsi dalam benak
konsumen bahwa merek tersebut memiliki kualitas unggul.
Dodds (Ferrinadewi, 2008:60) menawarkan sebuah model keputusan pembelian
yang melibatkan persepsi terhadap kualitas, persepsi terhadap nilai dan persepsi
Universitas Sumatera Utara
terhadap pengorbanan. Stimuli yang diajukan Dodds adalah nama merek, nama
toko, dan tujuan harga. Seperti ditunjukkan pada model pada gambar berikut :
Gambar 2.2
Conceptual Model The Effect of Price, Brand Name and Store Name on Product
Evaluation
Brand
Name
+
+
Store Name
+
Perceived
Quality
+
+
-
Perceived
Value
Willingness
Sumber: Dodds
et al., (Ferrinadewi, 2008:60)
Objective
Perceived
Price
Berdasarkan
model yang Sacrifice
diusulkan oleh Dodds, keinginan konsumen untuk
membeli merupakan fungsi dari persepsi terhadap nilai produk. Persepsi konsumen
terhadap nilai produk merupakan fungsi dari persepsi konsumen terhadap nilai
trade off antara persepsi konsumen terhadap kualitas dan persepsi konsumen
terhadap pengorbanan. Persepsi konsumen terhadap kualitas produk merupakan
fungsi dari berbagai stimuli yaitu nama merk, nama toko, dan harga.
Persepsi konsumen terhadap kualitas adalah penilaian konsumen secara
menyeluruh terhadap kinerja produk atau jasa. Dalam melakukan penilaian
terhadap kinerja produk, kemampuan konsumen untuk melakukan penilaian sangat
tergantung
pada apakah atribut-atribut intrinsik produk dapat dirasakan dan
dievaluasi pada saat hendak melakukan pembelian.
Persepsi konsumen terhadap kualitas adalah penilaian konsumen secara
menyeluruh terhadap kinerja produk atau jasa. Dalam melakukan penilaian
terhadap kinerja produk, kemampuan konsumen untuk melakukan penilaian sangat
Universitas Sumatera Utara
tergantung pada apakah atribut-atribut intrinsik produk dapat dirasakan dan
dievaluasi pada saat hendak melakukan pembelian. Misalkan, ketika konsumen
hendak membeli jam tangan, dapatkah atribut-atribut intrinsik jam tangan tersebut
seperti bahan dasar pembuatnya, komponen yang digunakan, ketepatan
mekanisnya dirasakan. Keterbatasan konsumen ini disebabkan karena terbatasnya
pengetahuan mereka tentang cara pembuatannya atau bahkan konsumen tidak
memiliki cukup banyak waktu untuk melakukan penilaian. Akibatnya konsumen
cenderung untuk mengandalkan atribut-atribut ekstrinsik seperti nama merek,
nama toko dan harga dalam mengevaluasi kualitas produk. Atribut-atribut ekstrinsik
produk ini berperan sebagai jalan pintas yang menyediakan sejumlah informasi bagi
konsumen dalam melakukan evaluasi.
Persepsi terhadap harga. Konsumen tidak hanya menggunakan harga
sebagai indikator kualitas tapi juga sebagai indikator kualitas tapi juga sebagai
indikator biaya yang dikorbankan Dodds et.al, Zeithmal (Ferrinadewi, 2008). Harga
dipandang sebagai indikator biaya ketika konsumen harus mengorbankan sejumlah
uang untuk ditukar dengan produk atau manfaat produk. Secara teoritis, konsumen
memiliki apa yang disebut dengan budget constraints, karena itu semakin tinggi
harga produk maka semakin besar pula pengorbanan yang dirasakan konsumen.
Persepsi terhadap nilai. Nilai didefenisikan oleh Zeithmal (Ferrinadewi,
2008:62) sebagai penilaian konsumen yang menyeluruh terhadap utilitas produk
didasarkan pada persepsinya atas apa yang diterima dan dikorbankan. Berdasarkan
definisi ini maka tidak mengherankan ketika konsumen melakukan analisa biayamanfaat sebelum melakukan pembelian untuk menentukan besarnya nilai yang akan
diterimanya. Pada beberapa negara ditemukan bahwa harga memiliki hubungan
Universitas Sumatera Utara
yang positif dengan persepsi dengan persepsi terhadap nilai dan persepsi terhadap
pengorbanan.
2.3.2 Dimensi Perceived Of Risk (Persepsi Risiko)
Menurut (Ye Naiyi, 2004) dimensi persepsi risiko dalam online shopping
adalah sebagai berikut:
1.
Fraud Risk, mengacu pada perhatian konsumen mengenai kepercayaan
terhadap penjual pada online shopping.
2.
Delivery Risk, mengacu pada perhatian konsumen mengenai proses
pengiriman barang.
3.
Financial Risk, mengacu pada perhatian konsumen mengenai kemungkinan
kehilangan uang ketika berbelanja melalui internet.
4.
Process dan Time Risk, mengacu pada pandangan terhadap waktu,
kemudahan dan kenyamanan konsumen mengenai berbelanja melalui
internet.
5.
Product Risk, mengacu pada produk, kinerjanya, kepalsuan produk dan
masalah lain dan berhubungan dengan produk tersebut.
6.
Privacy Risk, mengacu pada perhatian konsumen mengenai keamanan dan
informasi pribadi ketika berbelanja secara online.
7.
Information
Risk,
mengacu
pada
perhatian
konsumen
terhadap
ketidakpuasan informasi mengenai penjual ataupun produk.
2.4 Keputusan Pembelian
2.4.1 Pengertian Keputusan Pembelian
Schiffman dan Kanuk (Sangadji dan Sopiah, 2013:120) mendefinisikan keputusan
sebagai pemilihan suatu tindakan dari dua pilihan alternatif atau lebih. Seorang
konsumen yang hendak memilih harus memiliki pilihan alternatif. Suatu keputusan
tanpa pilihan disebut “pilihan Hobson”.
Setiadi (Sangadji dan Sopiah, 2013:121)
Universitas Sumatera Utara
mendefinisikan bahwa inti dari pengambilan keputusan konsumen adalah proses
pengintegrasian yang mengombinasikan pengetahuan untuk mengevaluasi dua
perilaku alternatif atau lebih, dan memilih salah satu di antaranya. Hasil dari
pengintegrasian ini adalah suatu pilihan yang disajikan secara kognitif sebagai
keinginan berperilaku. Menurut Kotler dan Amstrong (2008:181), keputusan
pembelian (purchase decision) konsumen adalah keputusan pembeli tentang merek
yang paling disukai. Dalam menentukan keputusan pembelian akan dihadapkan
pada berbagai alternatif pilihan. Dari penjelasan dia atas dapat ditarik kesimpulan
bahwa semua perilaku sengaja dilandaskan pada keinginan yang dihasilkan ketika
konsumen secara sadar memilih salah satu di antara tindakan alternatif yang ada.
Schiffman dan Kanuk (2000) mengemukakan empat macam perspektif model
manusia (model of man). Model manusia yang dimaksud adalahsuatu model tingkah
laku keputusan dari seorang individu berdasarkan empat perspektif, yaitu manusia
ekonomi (economic man), manusia pasif (passive man), manusia kognitif (cognitive
man), dan manusia emosional (emotional man). Model manusia ini menggambarkan
bagaimana dan mengapa seorang individu berperilaku seperti apa yang mereka
lakukan.
2.4.2 Pihak-pihak yang Terlibat dalam Keputusan Pembelian
Menurut Bilson Simamora (2004:15), ada sejumlah orang yang memiliki
keterlibatan dalam keputusan pembelian, yaitu sebagai berikut:
1.
Pengambilan inisiatif (initiator), individu yang mempunya inisiatif
pembelian barang tertentu atau yang mempunyai kebutuhan atau keinginan
tetapi tidak mempunyai wewenang untuk melakukan sendiri.
2.
Orang yang mempengaruhi (influencer), individu yang mempengaruhi
keputusan untuk membeli baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
Universitas Sumatera Utara
3.
Pembuat keputusan (decider), individu yang memutuskan apakah akan
membeli atau tidak, apa yang akan dibeli, bagaimana membelinya, kapan
dan dimana membelinya.
4.
Pembeli(buyer), individu yang melakukan pembelian yan sebenarnya.
5.
Pemakai (user), individu yang menikmati atau memakai produk atau jasa
yang dibeli.
2.4.3 Proses Keputusan Pembelian
Proses pengambilan keputusan konsumen dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.3
Proses Pengambilan Keputusan Konsumen
Problem Recognition
Information Search
Alternative Evaluation
Product Choice
Post Purchase Evaluation
Sumber: Kotler dan Armstrong (2001) dalam (Sangadji dan Sopiah, 2013:36)
Proses yang digunakan konsumen untuk mengambil keputusan membeli
terdiri atas lima tahap Kotler dan Armstrong (Sangadji dan Sopiah, 2013:36), yaitu :
1.
Pengenalan Masalah
Pengenalan masalah merupakan tahap pertama dari proses pengambilan
keputusan pembeli di mana konsumen mengenali suatu masalah atau
kebutuhan. Pembeli merasakan perbedaan antara keadaan nyata dengan
Universitas Sumatera Utara
keadaan yang diinginkan. Pada tahap ini pemasar harus meneliti konsumen
untuk menemukan jenis kebutuhan atau masalah apa yang akan muncul, apa
yang memunculkan mereka, dan bagaimana, dengan adanya masalah
tersebut, konsumen termotivasi untuk memilih produk tertentu.
2.
Pencarian Informasi
Konsumen yang tertarik mungkin akan mencari lebih banyak informasi.
Apabila dorongan konsumen begitu kuat dan produk yang memuaskan
berada dalam jangkauan, konsumen kemungkinan besar akan membelinya.
Namun jika produk yang diinginkan berada jauh dari jangkauan, walaupun
konsumen mempunyai dorongan yang kuat, konsumen mungkin akan
menyimpan kebutuhannya dalam ingatan atau melakukan pencarian
informasi. Pencarian informasi (information search) merupakan tahap proses
pengambilan keputusan pembelian di mana konsumen telah tertarik untuk
mencari lebih banyak informasi. Dalam hal ini, konsumen mungkin hanya
akan meningkatkan perhatian atau aktif mencari informasi. Konsumen dapat
memperoleh informasi dari sumber mana pun, misalnya:
a.
Sumber pribadi: keluarga, teman, tetangga, kenalan;
b.
Sumber komersial: iklan, wiraniaga, dealer, kemasan, pajangan;
c.
Sumber publik: media massa, organisasi penilai pelanggan;
d.
Sumber pengalaman: menangani, memerikasa, dan menggunakan
produk.
3.
Evaluasi Berbagai Alternatif
Pemasar
perlu
mengetahui
evaluasi
berbagai
alternatif
alternative
evaluation), yaitu suatu tahap dalam proses pengambilan keputusan
Universitas Sumatera Utara
pembelian di mana konsumen menggunakan informasi untuk mengevaluasi
merek-merek alternatif dalam satu susunan pilihan. Bagaimana konsumen
mengevaluasi alternatif pembelian tergantung pada konsumen individu dan
situasi pembelian tertentu. Pemasar harus mempelajari pembeli untuk
mengetahui bagaimana mereka mengevaluasi alternatif merek. Jika mereka
tahu bahwa proses evaluasi sedang berjalan, pemasar dapat mengambil
langkah-langkah untuk mempengaruhi keputusan pembelian.
4.
Keputusan pembelian
Keputusan pembelian merupakan tahap dalam proses pengambilan
keputusan pembelian sampai konsumen benar-benar membeli produk.
Biasanya keputusan pembelian konsumen (purchase decision) adalah
pembelian merek yang paling disukai. Namun demikian, ada dua faktor yang
bisa muncul di antara niat untuk membeli dan keputusan pembelian yang
mungkin mengubah niat tersebut. faktor pertama adalah sikap orang lain;
faktor kedua adalah situasi yang tidak diharapkan. Jadi, pilihan niat untuk
membeli tidak selalu menghasilkan pilihan pembelian yang aktual.
5.
Perilaku Pascapembelian
Tugas pemasar tidak berakhir ketika produknya sudah dibeli konsumen.
Setelah membeli produk, konsumen bisa puas atau tidak puas, dan akan
terlibat dalam perilaku pascapembelian (post-purchase behaviour) yang
tetap menarik bagi pemasar. Perilaku pascapembelian merupakan tahap
dalam proses pengambilan keputusan pembelian di mana konsumen
Universitas Sumatera Utara
mengambil tindakan lebih lanjut setelah membeli berdasarkan kepuasan atau
ketidakpuasan yang mereka rasakan. Hubungan antara harapan konsumen
denagn kinerja yang dirasakan dari produk merupakan faktor yang
menentukan apakah pembeli puas atau tidak. Jika produk gagal memenuhi
harapan, konsumen akan kecewa; jika harapan terpenuhi, konsumen akan
puas; jika harapan terlampaui, konsumen akan sangat puas.
Konsumen mendasarkan harapan mereka pada informasi yang mereka terima
dari penjual, teman, dan sumber lainnya. Jika penjual melebih-lebihkan
kinerja produknya, harapan konsumen tidak akan terpenuhi, dan hasilnya
adalah ketidakpuasan. Semakin besar kesenjangan antara harapan dengan
kinerja, semakin besar ketidakpuasan konsumen. Hal ini menunjukkan
bahwa penjual harus membuat pernyataan yang jujur mengenai kinerja
produknya sehingga pembeli bisa terpuaskan.
Proses pembelian dimulai jauh sebelum pembelian aktual dan terus
berlangsung lama sesudahnya. Pemasar perlu memusatkan perhatian pada
proses pembelian dan bukan pada keputusan pembelian saja.
2.4.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Pembelian
Keputusan pembelian konsumen dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu (1)
faktor internal, (2) faktor eksternal, dan (3) faktor situasional.
1.
Faktor Internal (faktor pribadi)
Pengaruh faktor internal atau faktor pribadi (persepsi, keluarga, motivasi dan
keterlibatan, pengetahuan, sikap, pembelajaran, kelompok usia, dan gaya
hidup) kerap memainkan peranan penting dalam pengambilan keputusan
konsumen, khusunya bila ada keterlibatan yang tinggi da risiko yang
dirasakan ata sproduk atau jasa yang memiliki fasilitas publik. Hal ini
Universitas Sumatera Utara
diungkapkan baik melalui kelompok acuan maupun melalui komunikasi
lisan Engel (Sangadji dan Sopiah, 2013:41)
a.
Persepsi
Persepsi adalah proses individu untuk mendapatkan, mengorganisasi,
mengolah, dan menginterpretasikan informasi. Informasi yang sama
bisa dipersepsikan berbeda oleh individu yang berbeda. Persepsi
individu tentang informasi tergantung pada pengetahuan, pengalaman,
pendidikan, minat, perhatian, dan sebagainya.
b.
Keluarga
Keluarga atau famili adalah kelompok yang terdiri atas dua orang atau
lebih yang berhubungan melalui darah, perkawinan, adopsi, dan tempat
tinggal Engel (Sangadji dan Sopiah, 2013:42). Keluarga mempunyai
pengaruh yang sangat kuat pada perilaku pembeli. Hal ini dapat
dimaklumi karena dalam suatu keluarga antara satu anggota keluarga
dengan anggota keluarga yang lain mempunyai pengaruh dan peranan
yang sama pada saat melakukan pembelian sehari-hari.
c.
Motivasi dan Keterlibatan
Sumarwan (Sangadji dan Sopiah, 2013:43) menyimpulkan bahwa
motivasi muncul karena adanya kebutuhan yang dirasakan oleh
konsumen. Kebutuhan sendiri muncul karena konsumen merasakan
ketidaknyamanan (state of tension) antara yang seharusnya dirasakan
dan yang sesungguhnya dirasakan. Kebutuhan yang dirasakan tersebut
mendorong seseorang untuk melakukan tindakan untuk memnuhi
kebutuhan itu.
Universitas Sumatera Utara
d.
Pengetahuan
Secara umum, pengetahuan dapat didefenisikan sebagai informasi yang
disimpan di dalam ingatan. Himpunan bagian dari informasi total yang
relevan dengan fungsi konsumen di dalam pasar disebut pengetahuan
konsumen Engel dalam (Sangadji dan Sopiah, 2013:43)
Menurut Engel (Sangadji dan Sopiah, 2013:43), pengetahuan konsumen
dibagi dalam tiga bidang umum, yaitu pengetahuan produk (product
knowledge), pengetahuan pembelian (purchase knowledge), dan
pengetahuan pemakaian (usage knowledge).
e.
Sikap
Sikap sering terbentuk sebagai hasil dari kontak langsung dengan objek
sikap Engel (Sangadji dan Sopiah, 2013:44).
f.
Pembelajaran
Mangkunegara (Sangadji dan Sopiah, 2013:45) menjelaskan bahwa
secara umum ada tiga teori belajar, yaitu (1) teori stimulus respons, (2)
teori kognitif, dan (3) teori gestalt dan lapangan.
g.
Kelompok usia
Usia mempengaruhi seseorang dalam pengambilan keputusan. Anakanak mengambil keputusan dengan cepat, cenderung tidak terlalu
banyak pertimbangan. Ketika membuat keputusan, remaja sudah mulai
mempertimbangkan beberapa hal. Mereka cenderung emosional.
Keputusan pembelian produk yang dibuat orang tua cenderung
rasioanal, banyak yang dipertimbangkan (Sangadji dan Sopiah,
2013:46).
Universitas Sumatera Utara
h.
Gaya hidup
Gaya hidup menunjukkan bagaimana seseorang menjalankan hidup,
membelanjakan uang, dan memanfaatkan waktunya (Sangadji dan
Sopiah, 2013:46). Gaya hidup dalam pandangan ekonomi menunjukkan
bagaimana seorang individu mengalokasikan pendapatannya dan
bagaimana pola konsumsinya.
2.
Faktor eksternal
a.
Budaya
Menurut Engel (Sangadji dan Sopiah, 2013:47) dalam proses sosialisasi
yang terjadi dalam suatu masyarakat, budaya mengacu pada seperangkat
nilai, gagasan, artefak, dan simbol bermakna lainnya yang membantu
individu berkomunikasi, menafsirkan, dan membantu evaluasi sebagai
anggota masyarakat. Menurut Kotler (Sangadji dan Sopiah, 2013:47),
kebudayaan adalah sumber yang paling dasar dari keinginan dan tingkah
laku seseorang.
b.
Kelas sosial
Menurut Engel (Sangadji dan Sopiah, 2013:48) menyatakan bahwa
kelas sosial mengacu pada pengelompokan orang yang sama dalam
perilaku berdasarkan posisi ekonomi mereka dalam pasar. Kelas sosial
ditentukan oleh banyak faktor, antara lain pekerjaan, prestasi pribadi,
interaksi, pemilikan, orientasi nilai, dan kesadaran kelas.
c.
Keanggotaan dalam suatu kelompok (group membership)
Universitas Sumatera Utara
Setiap orang akan bergabung dengan kelompok-kelompok tertentu.
Alasan bergabungnya individu dengan suatu kelompok bisa bermacammaca, misalnya karena adanya kesamaan hobi, profesi, pendidikan,
suku, etnis, budaya, agama, bangsa, dan lain-lain. Suatu kelompok akan
memengaruhi perilaku anggotanya, termasuk dalam pengambilan
keputusan pembelian produk (Sangadji dan Sopiah, 2013:49).
3.
Faktor situasional
Situasi dapat dipandang sebagai pengaruh yang timbul dari faktor yang
khusus untuk waktu dan tempat yang spesifik yang lepas dari karakteristik
konsumen dan karakteristik objek, menurut Engel (Sangadji dan Sopiah,
2013:49).
Engel (Sangadji dan Sopiah, 2013:49) menjelaskan bahwa situasi konsumen
sebenarnya dapat dipisahkan menjadi tiga, yaitu situasi komunikasi, situasi
pembelian, dan situasi pemakaian. Situasi komunikasi dapat didefenisikan
sebagai latar konsumen ketika dihadapkan pada komunikasi pribadi atau
nonpribadi. Komunikasi pribadi akan mencakup percakapan yang mungkin
diadakan oleh konsumen dengan orang lain seperti wiraniaga atau sesama
konsumen. Komunikasi nonpribadi akan melibatkan spektrum stimulus
seperti iklan dan program, serta publikasi yang berorientasi konsumen.
2.5 Keputusan Pembelian Online
2.5 1 Belanja Online
Beralihnya minat masyarakat ke internet ini tidak terlepas dari daya tarik
situs-situs jejaring sosial yang semakin menjamur di dunia maya. Peningkatan
Universitas Sumatera Utara
pengguna jejaring sosial ini tidak terlepas dari perkembangan penggunaan media ini
yang semakin meningkat di tingkat global. Penggunaan internet sebagai saluran
pembelian yang semula cenderung untuk komunikasi pemasaran dan pencitraan,
kini digunakan sebagai transaksi pembelian. Karena aspek kepraktisan ini para
konsumen tertarik untuk berbelanja melalui internet.
Menurut Kotler dan Amstrong (2008:181), keputusan pembelian (purchase
decision) konsumen adalah keputusan pembeli tentang merek yang paling disukai.
Dalam menentukan keputusan pembelian akan dihadapkan pada berbagai alternatif
pilihan. Suatu onlineshop, e-store, internet shop, web shop, web store dan virtual
store dapat dianalogikan dengan pembelian fisik jasa atau produk di toko retail atau
di suatu mal pusat perbelanjaan. Belanja online adalah bentuk perdagangan
elektronik yang digunakan pada transaksi Business-to-Business (B2B) dan Businessto-Consumer (B2C).
Belanja online dapat dilakukan dengan menggunakan media. Beberapa media
belanja online di Indonesia, yaitu:
1.
Blog
Salah satu media yang menampilkan belanja online antara lain adalah blog.
Blog merupakan layanan web gratis dimana pelaku usaha online
menggunakan blog sebagai toko online yang penjual miliki untuk menjual
sekaligus mempromosikan barang dan jasa yang ditawarkan kepada calon
konsumen. Karena sifatnya yang mudah di kustomisasi oleh penggunanya,
maka belanja online melalui media blog cukup riskan karena pembeli cukup
sulit mengetahui reputasi dari penjual. Biasanya penjual mengunggah buktibukti transfer yang dimiliki sebagai bentuk jaminan kepada pelanggan untuk
menunjukkan toko online penjual tersebut terpercaya.
Universitas Sumatera Utara
2.
Situs web
Ada banyak situs web yang menyediakan layanan belanja daring baik web
lokal maupun web internasional. Biasanya terdapat keranjang belanja,
dimana calon pembeli dapat memilih produk yang akan dibeli. Selain
dengan keranjang belanja, pembeli juga dapat langsung menghubungi
penjual agar transaksi langsung dapat dilakukan melalui telepon atau e-mail
seperti yang dilakukan oleh jasa pembuatan toko online. Ada banyak hal
yang dapat dilakukan dilayanan belanja daring melalui web, diantaranya
yang terkenal adalah lelang. Lelang merupakan kegiatan belanja daring
dimana pembeli menetapkan batas bawah suatu harga yang hendak dilelang,
kemudian sang pembeli yang tertarik dapat menawar sesuai kelipatan yang
diajukan. Lelang biasanya pada periode tertentu sehingga pembeli dengan
nominal tertinggi dinyatakan berhak membeli barang yang diinginkan sesua
dengan harga yang pembeli ajukan.
3.
Situs Jejaring Sosial
Seiring dengan maraknya penumbuhan situs jejaring sosial di dunia, media
social networking ini juga dilirik oleh pelaku belanja daring untuk
memasarkan produknya. Penjual akan mengunggah barang yang ditawarkan
kemudian melalui messaging atau fitur photo sharing. Bentuk penawaran ini
merupakan perkembangan dari media katalog yang tadinya disebarkan
dalam bentuk media cetak per bulan, kini disebarkan mealui media katalog
online yang penawarannya dapat di update kapan saja.
2.5.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keputusan Belanja Online
Universitas Sumatera Utara
Dalam model perilaku konsumen online menurut Turban (Adi, 2013:39)
menerangkan faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pembelian konsumen
dan model perilaku pembelian online tersebut dapat diterangkan sebagai berikut:
1.
Keputusan
membeli
konsumen
online
sebagai
variabel
tergantung
dipengaruhi oleh dua variabel yang tidak dapat dikendalikan sebagai
variabel bebas, yaitu variabel pertama meliputi: Karakteristik konsumen,
lingkungan serta penjual dan perantara. Variabel kedua meliputi variabel
karakteristik produk atau jasa dan sistem dalam e-commerce. Kedua variabel
bebas yang tidak dapat dikendalikan itu mempengaruhi keputusan membeli
konsumen online.
2.
Keputusan membeli konsumen meliputi: maksud, pembelian dan pembelian
ulang.
3.
Karakteristik konsumen meliputi: umur, gender, etnik, pendidikan, masalah
psikologi, pengetahuan, nilai-nilai yang dianutnya, kepuasan, pengalaman
sebelumnya, preferensi, kebiasaan, kepercayaan, sikap, inovasi dan
kepribadian.
4.
Karakteristik lingkungan meliputi: budaya, pengaruh sosial yang bersifat
normatif, pengaruh sosial yang bersifat informasional, hukum, institusional,
pemerintah, regulasi dan politik.
5.
Karakteristik penjual dan perantara: reputasi merek, kepercayaan, kebijakan
dan prosedur, kompensasi dan apologi.
6.
Karakteristik produk atau jasa meliputi: pengetahuan mengenai produk atau
jasa, tipe produk atau jasa, ketersediaan produk atau jasa, penyesuaian
produk atau jasa, frekuensi pembelian, tangibilitas, harga dan merek.
Universitas Sumatera Utara
7.
Sistem e-commerce menyangkut: pembayaran dan dukungan logistic
meliputi diantaranya: opsi pembayaran, opsi pengiriman barang, ketepatan
dan kecepatan pengiriman pesanan, kondisi barang saat diterima, keamanan
dan privasi. Fitur website: akurasi, kebaruan, presentasi informsi,
kelengkapan, desain yang sederhana, navigasi, konsistensi, mudah
digunakan dan mudah diakses.
8.
Layanan pelanggan: ada FAQ, email dan personalisasi.
2.6 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah model tentang bagaimana teori berhubungan
dengan berbagai faktor yang telah teridentifikasi sebagai masalah. Keputusan
pembelian onlinedipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kepercayaan terhadap
produk dan persepsi akan risiko yang akan diterima. Kedua faktor ini merupakan
faktor yang biasanya menjadi suatu pertimbangan oleh pelanggan untuk akhirnya
memutuskan suatu pembelian terhadap produk.
Kepercayaan merupakan dasar suatu hubungan dua orang atau lebih dalam
bekerja sama. Dalam transaksi online, kepercayaan muncul ketika pihak yang terlibat
telah mendapat kepastian dari pihak lainnya, serta mau dan bisa memberikan
kewajibannya. Kepercayaan melibatkan ketersediaan orang lain untuk bertingkah
laku tertentu karena keyakinan bahwa mitranya akan memberikan apa yang
diharapkan dan harapan yang umumnya dimiliki seseorang bahwa kata, janji atau
pernyataan orang lain dapat diperlihatkan secara umum dalam suatu hubungna
diperlukannya kepercayaan.
Karena model transaksi yang tidak bertemu secara langsung, e-commerce atau kegiatan
belanja secara online tentunya akan memunculkan persepsi risiko yang berbedabeda. Kekhawatiran dapat berupa kekhawatiran kehilangan uang, waktu
Universitas Sumatera Utara
pengiriman, barang yang tidak sesuai dan ada juga mengenai faktor security dan
privacy.
Dalam proses pembeliannya, konsumen akan dihadapkan pada beberapa
pilihan. Belanja online cukup dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kepercayaan
akan produk, dan persepsi risiko yang disebabkan karena sifat transaksi yang tidak
bertemu langsung antara penjual dan pembeli. Berdasarkan uraian tersebut maka
dapat digambarkan kerangka konseptual dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Gambar 2.4
Kerangka Konseptual
Kepercayaan
(X1)
Persepsi Risiko
(X2)
H1
H3
H2
Keputusan Pembelian
(Y)
Sumber: Penulis (2017)
2.7Penelitian Terdahulu
Penelitian-penelitian terdahulu yang digunakan sebagai bahan referensi
dalam penelitian ini antara lain:
1.
Fera Novita (2017) melakukan penelitian berjudul, “Pengaruh Kepercayaan,
Iklan (Advertising), dan Persepsi Risiko (Perceived Risk) Terhadap
Keputusan Pembelian Secara Online Pada Ibu Muda Kelas Menengah di
Perumahan Johor Indah Permai 1 Medan”. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa berdasarkan uji F, variabel independen yang terdiri dari variabel
Kepercayaan, Iklan (Advertising), dan Persepsi Risiko (Perceived Risk)
secara parsial berpengaruh positif dan signifikan terhadap keputusan
pembelian.
Universitas Sumatera Utara
2.
Haryosasongko (2015) melakukan penelitian berjudul, “Pengaruh Persepsi
Risiko, Persepsi Kemudahan, Dan Persepsi Manfaat Terhadap Minat
Pembelian Online Pada Website Lazada.co.id di kota Malang”. Hasil
penelitian menyatakan bahwa persepsi risiko memiliki pengaruh signifikan
terhadap minat pembelian online.
3.
Maya Sari Puspa (2015), melakukan penelitian berjudul, “Pengaruh
Kepercayaan, Kemudahan, dan Kualitas Informasi Terhadap Keputusan
Pembelian Secara Online Di Situs Lazada.co.id Pada Mahasiswa/i Fakultas
Ekonomi
dan
Bisnis
USU”.
Hasil
pengujian
hipotesis
penelitian
menunjukkan bahwa variabel kepercayaan, kemudahan dan kualitas
informasi secara simultan maupun parsial berpengaruh positif dan signifikan
terhadap keputusan pembelian secara online
di situs lazada.co.id pada
Mahasiswa/i Fakultas Ekonomi dan Bisnis USU.
4.
Putri Eka Sari (2015), melakukan penelitian berjudul, “Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Keputusan Konsumen Pada Pembelian ProdukProduk Online Shop (Studi Pada Mahasiswa-Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial
Dan Politik Universitas Sumatera Utara)”. Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa harga, kepercayaan, advertising dan kualitas prosuk berdampak
positif dan signifikan terhadap keputusan pembelian produk-produk online
shop dan faktor kepercayaan menjadi faktor yang paling dominan dalam
penelitian ini yaitu dengan nilai thitung> ttabel yakni 2.911 > 1.990.
5.
Dwi Putra Jati Ariwibowo (2013), melakukan penelitian berjudul, “Pengaruh
Trust dan Perceived of risk Terhadap Niat Untuk Bertransaksi Menggunakan
Universitas Sumatera Utara
E-Commerce”. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh
positif dan signifikan Trust terhadap niat untuk bertransaksi.
Universitas Sumatera Utara
Download