BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang IFRS (International

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
IFRS (International Financial Reporting Standards) menjawab tantangan
bagaimana pelaporan keuangan harus dilakukan. Arus besar dunia sekarang
ini sedang menuju ke dalam satu standar pelaporan. Satu per satu negara di
dunia saat ini mulai mengadopsi IFRS. Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) sebagai
organisasi yang berwenang dalam membuat standar akuntansi di Indonesia sejak
1994 telah melaksanakan program adaptasi dan harmonisasi standar akuntansi
internasional IFRS. Pengadopsian IFRS di Indonesia dimulai pada tahun 2008
dimana dilakukan adopsi seluruh IFRS terakhir ke dalam PSAK sampai
tahun 2010. Pada tahun 2011 dilakukan persiapan infrastruktur pendukung untuk
implementasi PSAK yang sudah mengadopsi IFRS dan tahun 2012 pengadopsian
penuh IFRS bagi perusahaan-perusahaan yang memiliki akuntabilitas publik
(Purba, 2010).
IFRS (Internasional Financial Accounting Standard) adalah suatu upaya
untuk memperkuat arsitektur keuangan global dan mencari solusi jangka panjang
terhadap kurangnya transparansi informasi keuangan. Tujuan IFRS adalah
memastikan bahwa laporan keuangan interim perusahaan mengandung informasi
berkualitas tinggi yang menghasilkan transparansi bagi para pengguna dan dapat
dibandingkan sepanjang periode yang disajikan, menyediakan titik awal yang
memadai untuk akuntansi yang berdasarkan pada IFRS dan dapat dihasilkan
dengan biaya yang tidak melebihi manfaat untuk para pengguna (Gamayuni,
2009).
Terdapat
beberapa
keuntungan
dalam
mengadopsi
IFRS
yaitu
memudahkan pemahaman atas laporan keuangan dengan penggunaan Standar
Akuntansi Keuangan yang dikenal secara internasional (enhance comparability).
Meningkatkan arus investasi global melalui transparansi. Menurunkan biaya
1
modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar modal secara
global. Menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan (Wirahardja,
2010). Terdapat kelemahan dalam mengadopsi IFRS yang diantaranya adalah
Dewan Standar Akuntansi yang kekurangan sumber daya, IFRS berganti terlalu
cepat sehingga ketika proses adopsi suatu standar IFRS masih dilakukan, pihak
IASB sudah dalam proses mengganti IFRS tersebut. Kendala bahasa, karena
setiap standar IFRS harus diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Infrastuktur
profesi akuntan yang belum siap. Untuk mengadopsi
IFRS banyak metode
akuntansi yang baru yang harus dipelajari lagi oleh para akuntan. Kesiapan
perguruan tinggi dan akuntan pendidik untuk berganti kiblat ke IFRS. Support
pemerintah terhadap issue konvergensi (Hidayat, 2011).
Konvergensi IFRS dilakukan melalui tiga cara, pertama melalui adopsi
yaitu mengambil langsung IFRS (standarisasi), adaptasi yaitu membuat standar
sendiri
yang tidak bertentangan dengan
IFRS, dan harmonisasi
yaitu
mensinergikan standar yang dimiliki dengan standar akuntansi internasional atau
tidak mengikuti sepenuhnya standar internasional. IFRS memiliki tiga ciri utama
yaitu principle based, yaitu adanya pelaporan menggunakan fair value, perusahaan
akan melaporkan aset dan kewajiban sejumlah nilai wajarnya ketika aset atau
kewajiban tersebut di pasar aktif. Standar yang bersifat principle based hanya
mengatur halhal yang prinsip bukan berupa aturan yang detail. Oleh karena itu
konsekuensi penggunaan principle based adalah diperlukannya professional
judgement dalam menerapkan standar. Untuk dapat memiliki professional
judgement seorang akuntan harus memiliki pengetahuan, skill, dan etika karena
jika tidak memiliki ketiga hal tersebut maka professional judgement yang diambil
tidak akan tepat.
IFRS mengharuskan pengungkapan yang lebih luas agar pemakai laporan
ISSN 2460-0784 Seminar Nasional dan The 2nd Call for Syariah Paper 328
Syariah Paper Accounting FEB UMS keuangan mendapatkan informasi yang
lebih banyak sehingga dapat mempertimbangkan informasi tersebut untuk
2
pengambilan
keputusan
(Martani,
2011).
Berdasarkan
pernyataan
IAI
(www.iaiglobal.or.id), konvergensi PSAK secara penuh menuju IFRS akan
dilakukan dengan tiga tahapan yaitu tahapan adopsi IFRS (2008-2010), tahap
persiapan akhir pada tahun 2011, dan tahap implementasi IFRS (2012) dengan
mulai menerapkan PSAK berbasis IFRS secara bertahap dan penerapan PSAK
secara komperhensif. Sesuai dengan IFRS maka pengukuran setiap transaksi yang
sebelumnya menggunakan prinsip historical cost yaitu jumlah kas atau setara
dengan kas pada saat perolehan atau konstruksi, atau jika dapat diterapkan jumlah
yang dapat didistribusikan langsung ke asset pada saat pertama kali asset diakui
sesuai dengan persyaratan tertentu (PSAK 19, revisi 2009). Hal ini
memungkinkan peluang manajemen untuk melakukan manajemen laba pada saat
pengakuan nilai perolehan asset tersebut.
IFRS merupakan standar yang menggunaan Principle Based dalam
perlakuan akuntansi. Penggunaan principle based akan mengurangi kemungkinan
munculnya aturan baru yang melengkapi aturan yang sudah ada. Munculnya
aturan-aturan baru akan memberikan kesempatan kepada manajemen melakukan
income smoothing yang memicu munculnya manajemen laba. Konvergensi IFRS
menuntut manajemen untuk mengungkapkan informasi akuntansi lebih rinci dan
detail. Pengungkapan dalam laporan keuangan harus sejalan dengan informasi
yang dipakai untuk pengambilan keputusan yang diambil oleh manajemen.
Tingkat pengungkapan yang lebih rinci dan detail mendekati pengungkapan
penuh (full disclosure) akan mengurangi tingkat asimetri informasi akuntansi
antara manajer dan pengguna laporan keuangan. Asimetri informasi merupakan
bentuk penyimpangan yang dilakukan oleh manajer terkait dengan informasi
pengukuran kinerja manajer. FASB melalui statement of Financial Accounting
Concept No. 2 (Kieso dan Weygandt, 2007:37-38) menetapkan karakteristik
kualitatif informasi akuntansi meliputi kualitas primer yaitu relevansi dan
reliabilitas, kualitas sekunder meliputi komparabilitas dan konsistensi. Informasi
dari berbagai perusahaan dianggap memiliki komparabilitas jika telah diukur dan
3
dilaporkan dengan cara yang sama. Komparabilitas memungkinkan pemakai
mengidentifikasi persamaan dan perbedaan riil dalam peristiwa ekonomi antar
perusahaan. Perusahaan dianggap konsisten jika mengaplikasikan perlakuan
akuntansi yang sama untuk kejadian-kejadian serupa dari periode ke periode.
Perusahaan dapat mengganti satu metode akuntansi dengan metode metode
akuntansi yang lain, dengan syarat perusahaan harus dapat menunjukkan bahwa
metode yang baru lebih baik daripada metode sebelumnya.
Pada tanggal 1 Januari 2012, IAI menetapkan Standard Akuntansi di
Indonesia mengadopsi penuh IFRS pada perusahaan-perusahaan go public yang
terdapat di Bursa Efek Indonesia. Perubahan mendasar pada SAK setelah adopsi
IFRS diduga dapat menyebabkan terjadinya perbedaan kualitas laba antara
sebelum dan sesudah adopsi IFRS. Standar dengan principle based yang tidak
menekankan pada aturan baku dan banyak menggunakan judgement menyebabkan
suatu penilaian akuntansi didasarkan pada pandangan subyektif, sehingga
memungkinkan peluang manajemen laba yang berbeda. Selain itu setelah adopsi
IFRS, PSAK menjadi lebih banyak menggunakan nilai wajar (fair value) dan
memungkinkan perbedaan kualitas laba, karena selisih nilai wajar yang langsung
diakui dalam laporan laba rugi.
Laporan keuangan merupakan sumber informasi yang disajikan secara
terstruktur berisi informasi tentang posisi keuangan dan kinerja suatu perusahaan
(IAI, No.1 Paragraf 7, Revisi 2012). Setiap perusahaan menyajikan laporan
keuangan menggunakan standar yang berlaku dinegaranya. Standar ini
memberikan batasan dan sistematika dalam menyusun laporan keuangan yang
benar. Menurut Standar Akuntansi Keuangan yang dikeluarkan oleh IAI, laporan
keuangan bertujuan sebagai sumber informasi yang digunakan untuk pengambilan
keputusan oleh pihak penggunayang menggambarkan secara jelas tentang kondisi
keuangan, kinerja dan perubahan posisi keuangan suatu perusahaan. Akuntan
sebagai pihak penyedia informasi akuntansi harus memahami informasi apa saja
4
yang disajikan dari laporan keuangan perusahaan sehingga dapat berguna bagi
investor.
Oleh karena itu, dalam penyusunan laporan keuangan terdapat suatu
standar yang mengatur, agar laporan keuangan yang dibuat dapat relevansi, handal
dapat dimengerti dan dapat diperbandingkan. Adapun tujuan secara umum
pelaporan keuangan adalah untuk memberikan informasi keuangan tentang entitas
pelaporan.yang berguna untuk investor dan kreditor lainnya dalam membuat
keputusan, tentang penyediaan sumber daya untuk intitas laporan keuangan.
Laporan keuangan yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan
ialah laporan keuangan yang berkualitas, mampu memenuhi karakteristik kualitatif
laporan keuangan.
Adapun pengadopsian standar akuntansi internasional kedalam standar
akuntansi domestik bertujuan untuk menghasilkan laporan keuangan yang
memiliki tingkat kredibilitas tinggi. Hal ini telah dibuktikan dari beberapa
penelitian yang mengindikasikan bahwa pengadopsian International Financial
Reporting Standard (IFRS) umumnya mampu meningkatkan kualitas standar
akuntansi di sebagian besar Negara Indonesia sebagai anggota G-20 sepakat untuk
menganut IFRS sebagai standar pelaporan keuangannya yang merupakan
pengganti GAAP. Kesepakatan untuk menggunakan IFRS bagi perusahaanperusahaan yang terdaftar di bursa efek (listed companies) merupakan salah satu
perubahan paling signifikan dalam sejarah regulasi akuntansi (Daske, Hail, Leuz,
dan Verdi.2008). Lebih dari 100 negara telah mengadopsi IFRS, diharapkan
penerapan
IFRS
dapat
memudahkan
komparabilitas
laporan
keuangan,
meningkatkan transparansi, dan kualitas laporan keuangan.
Dalam proses penyusunan laporan keuangan, dasar akrual memungkinkan
adanya perilaku manajer dalam melakukan rekayasa laba guna menaikkan atau
menurunkan angka akrual dalam laporan laba-rugi. SAK memberikan kelonggaran
dalam memilih metode akuntansi yang digunakan oleh tiap perusahaan dalam
penyusunan laporan keuangan. Kelonggaran dalam metode ini yang dapat
5
dimanfaatkan untuk menghasilkan nilai laba yang berbeda-beda di tiap perusahaan.
Perusahaan yang memilih metode penyusutan garis lurus akan berbeda hasil laba
yang dilaporkan dengan perusahaan yang menggunakan metode angka tahun atau
saldo menurun. Praktik seperti ini dapat memberikan dampak terhadap kualitas
laba yang dilaporkan (Boediono, 2005).
Francis et al. (2005) menggunakan kualitas akrual sebagai ukuran dari
risiko informasi yang berkaitan dengan laba. Alasannya yaitu dengan
menggunakan kualitas akrual dapat dilihat seberapa besar ketepatan working
capital accruals menjadi realisasi arus kas operasi sehingga dapat dilihat kualitas
laba yang dilaporkan perusahaan. Penggunaan model kualitas akrual tersebut
berdasarkan dari prinsip akuntansi yaitu basis akrual. Pendapatan dan beban
merupakan komponen akrual yang pengakuannya berdasarkan kriteria tertentu.
Salah satu kriteria pengakuan pendapatan yaitu pendapatan diakui bila
kemungkinan besar manfaat ekonomi masa depan akan mengalir ke entitas dan
manfaat ini dapat diukur dengan andal. Pengakuan pendapatan dan beban tersebut
melibatkan estimasi, pilihan kebijakan akuntansi, dan justifikasi manajemen.
Berkaitan dengan estimasi tersebut, kualitas akrual dipengaruhi oleh perhitungan
kesalahan (error) dalam nilai estimasi akrual, terlepas dari faktor intensi
manajemen. Francis et al. (2005) memberikan bukti empiris bahwa kualitas akrual
yang buruk akan meningkatkan risiko informasi dan akan meningkatkan biaya
modal.
Hasil penelitian lainnya dari Francis et al. (2005) yaitu mengenai
komponen kualitas akrual yang terdiri dari dua yaitu faktor diskresioner dan faktor
innate. Faktor diskresioner merupakan komponen kualitas akrual yang
merefleksikan pilihan kebijakan manajemen, misalnya berupa praktik manajemen
laba untuk memanipulasi laba perusahaan dalam pelaporan laporan keuangan.
Sedangkan faktor innate merupakan komponen kualitas akrual yang merefleksikan
faktor lingkungan, fundamental ekonomi, atau model bisnis perusahaan. Salah satu
contoh faktor innate yaitu ketika ada peningkatan pendapatan perusahaan debitur,
6
maka perusahaan bisa saja mengubah dan melakukan penyesuaian estimasi
pengakuan piutang tak tertagih terhadap piutang debitur tersebut. Hasil penelitian
Francis et al. (2005) mengenai perbedaan kedua komponen kualitas akrual tersebut
terhadap biaya modal yaitu kualitas akrual innate lebih besar pengaruhnya
dibandingkan kualitas akrual diskresioner terhadap biaya modal, baik biaya utang
maupun biaya ekuitas.
Selanjutnya, Gray, Koh, dan Tong (2009) mereplikasi penelitian yang
telah dilakukan oleh Francis et al. (2005) dengan data yang berbeda yaitu
menggunakan perusahaan di Australia, sedangkan Francis et al. (2005)
menggunakan perusahaan di Amerika Serikat. Kedua penelitian tersebut secara
umum menghasilkan hasil yang sama yaitu kualitas akrual memiliki pengaruh
signifikan terhadap biaya utang dan ekuitas. Namun ada satu hal yang berbeda di
antara kedua penelitian tersebut. Berdasarkan penelitian Gray, Koh, dan Tong
(2009) biaya utang hanya dipengaruhi oleh kualitas akrual innate. Perbedaan
tersebut diduga dikarenakan sebagian besar sumber modal perusahaan-perusahaan
di Australia berasal dari private debt dibandingkan public debt. Private lenders
lebih memiliki keistimewaan dalam akses terhadap informasi bisnis dan finansial
perusahaan dibandingkan public lenders, sehingga tingkat asimetri informasi di
Australia lebih rendah dibandingkan di Amerika Serikat. Selain itu private lenders
juga cenderung memiliki hak lebih untuk melakukan pengawasan kepada
borrowing firm sehingga mengurangi kemungkinan adanya oportunisme
manajemen dalam pelaporan laporan keuangan. Hal-hal tersebut menyebabkan
risiko informasi berkurang sehingga mengurangi efek kualitas akrual.
Hasil penelitian Daske dan Gunther (2006) menyatakan bahwa
pengadopsian IFRS meningkatkan kualitas financial statement. Barth et al, (2008)
meneliti kualitas akuntansi sebelum dan sesudah dikenalkannya IFRS dengan
menggunakan sampel sebanyak 327 perusahaan di 21 negara (dari 1896
perusahaan yang diobservasi) yang telah mengadopsi IFRS secara sukarela antara
tahun 1994 dan 2003. Dalam penelitian ini ditemukan bukti bahwa setelah
7
diperkenalkannya IFRS, tingkat manajemen laba menjadi lebih rendah, relevansi
nilai menjadi lebih tinggi, dan pengakuan kerugian menjadi semakin tepat waktu,
dibandingkan dengan masa sebelum transisi di mana akuntansi masih berdasarkan
local GAAP.
Hasil penelitian Liu et al.,(2011), di Cina, dan Chua et al.,(2012) di
Australia menunjukkan hasil yang sama, yaitu setelah adopsi IFRS kualitas
akuntansi semakin meningkat, meningkatnya relevansi nilai, dan lebih seringnya
pengakuan kerugian. Sellami dan Fakhfakh (2014) membandingkan diskrisioneri
akrual perusahaan yang listing di 11 pasar Eropa sesaat setelah pengadopsian
IFRS. Mereka menemukan bahwa IFRS mendukung diskresioneri akuntansi dan
perilaku opertunistik.
Bukti empiris lainnya dari hasil penelitian Meulen (2007) dan Karampinis
dan Hevas (2011), tidak ada perubahan signifikan dalam kualitas informasi
akuntansi sebelum dan sesudah adopsi IFRS. Hal ini didukung oleh argumen La
Porta et al. (1998), “Dalam literatur bisnis internasional, Indonesia diklasifikasikan
dalam kluster negara code law”. Dimana, negara code law, umumnya mempunyai
model sistem keuangan yang lebih berorientasi pada pemangku kepentingan
(Karampinis dan Hevas, 2011). Selain itu, lemahnya perlindungan terhadap
investor dan sistem hukum yang kurang berjalan dengan baik (La Porta, 1998). Hal
ini akan menjadi penghambat terwujudnya manfaat penerapan IFRS untuk
meningkatkan transparansi perusahaan dan kualitas laporan keuangan. Penerapan
IFRS secara menyeluruh terbilang baru diterapkan di Indonesia sehingga hanya
beberapa penelitian saja yang dapat memberikan bukti empiris dari adanya
pengaruh IFRS terhadap kualitas informasi akuntansi. Cahyonowati dan Ratmono
(2012), menggunakan relevansi nilai sebagai pengukuran dari kualitas informasi
akuntansi dan menghasilkan tidak terdapat peningkatan relevansi nilai informasi
akuntansi secara keseluruhan setelah mengadopsi IFRS.
Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian Lukito (2015)
yaitu Analisis Perbedaan Antara Manajemen Laba Sebelum dan Sesudah
8
Pengadopsian International Financial Reporting Standart (IFRS) pada perusahaan
Manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia tahun 2011-2012. Persamaan
penelitian ini dengan penelitian Lukito dimana dalam penelitiannya menggunakan
perusahaan manufaktur dan dalam penelitiannya menganalisis perbedaan antara
sebelum dan sesudah IFRS dengan variabel yang berbeda yaitu kualitas accrual.
Perbedaan lain pada penelitian ini peneliti menggunakan data tahun 2009-2014
Berdasarkan latar belakang maka penulis mengambil judul “ANALISIS
PERBEDAAN
KUALITAS
ACCRUAL
ANTARA
SEBELUM
DAN
SESUDAH PENGADOPSIAN INTERNATIONAL FINANCIAL REPORTING
STANDARD (IFRS) (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang
Terdapat di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2014).”
B. Perumusan Masalah
Apakah terdapat perbedaan antara kualitas accrual sebelum dan sesudah
mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS)?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, peneliti memiliki tujuan sebagai
berikut:
Menganalisis kualitas accrual antara perbedaan sebelum dan sesudah
mengadopsi International Financial Reporting Standard (IFRS)?
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian yang akan dilakukan yaitu dapat mengetahui
gambaran perusahaan manufaktur mengalami peningkatan atau penurunan angka
kualitas laba accrual sebelum dan sesudah mengadopsi International Financial
Reporting Standard (IFRS). Hal ini dapat menjadi pertimbangan dalam
pengambilan keputusan baik investor maupun pembaca.
9
E. Sistematika Penulisan
BAB I : Pendahuluan
Bab ini merupakan pendahuluan yang menjelaskan tentang hal-hal pokok
yang berhubungan dengan penulisan tesis, yang meliputi: latar belakang, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penelitian.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi landasan teori yang menjadi dasar penulisan tesis, meliputi:
teori keagenan, laporan keuangan, kualitas accrual, International Financial
Reporting Standard (IFRS), tinjauan penelitian terdahulu, rerangka pemikiran, dan
pengembangan hipotesis penelitian yang menunjukkan hubungan pengadopsian
International Financial Reporting Standard (IFRS) dan kulitas accrual.
BAB III: Metode Penelitian
Bab ini menjelaskan metode penelitian yang digunakan dalam penulisan
tesis, meliputi: jenis penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian dan
pengukuran, definisi operasional dan pengukuran variabel, serta tehnik analisis
data.
BAB IV: Analisis Data dan Pembahasan
Bab ini menguraikan tentang hasil pengumpulan data yang dilakukan,
analisis data yang digunakan, temuan empiris yang diperoleh dalam penelitian, dan
pembahasan hasil penelitian.
BAB V : Penutup
Bab ini menguraikan tentang kesimpulan dari penelitian yang telah
dilakukan, dan keterbatasan penelitian serta saran bagi penelitian selanjutnya.
10
Download