INFEKSI SUSUNAN SYARAF PUSAT Nama Kelompok: Lilis Ida Rahmawati (1041511213) Megananda Ristya P (1041511217) Ozsa Hanifa S. (1041511225) Ria Amalia (1041511231) Vivi Lasandra (1041511241) PENDAHULUAN Sistem syaraf merupakan salah satu sistem yang berfungsi untuk mengatur regulasi tubuh. Rangsangan berupa sinyal elektrokimia pada sistem syaraf akan memberi informasi tentang lingkungan luar maupun lingkungan internal serta melakukan mekanisme-mekanisme yang bertujuan untuk mempertahankan homeostasis. Selain itu sistem syaraf juga merupakan jalinan jaringan syaraf yang saling berhubungan, sangat khusus, dan kompleks. Sistem syaraf ini mengkordinasi,mengatur,mengendalikan interaksi antara seorang individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh yang penting ini juga mengatur aktifitas sebagian besar sistem tubuh lainnya. Sistem syaraf tersusun menjadi susunan syaraf pusat (SSP) dan susunan syaraf tepi (SST). SISTEM SYARAF PUSAT Sistem syaraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang belakang. Kedua organ ini merupakan organ lunak dengan fungsi yang sangat penting. Oleh sebab itu, kedua organ ini perlu mendapatkan suatu mekanisme perlindungan khusus. Terdapat 3 agen yang dapat melindungi sistem syaraf pusat dari cedera : 1. Sistem syaraf pusat dibungkus oleh struktur tulang yang keras yaitu kranium (tengkorak) yang membungkus otak, dan kolumna vertebralis yang mengelilingi medulla spinalis. 2. Antara tulang pelindung dan jaringan syaraf terdapat 3 agen protektif dan nutritif yang disebut dengan meninges. Ketiga membran itu adalah dura mater, arakhnoid mater, pia mater. 3. Otak dan medula spinalis mengapung pada suatu bantalan cairan khusus yang disebut dengan cairan serebrospinal (CSS). Fungsi utama CSS adalah sebagai cairan peredam kejut untuk mencegah otak menumbuk bagian interior tengkorak yang keras ketika kepala tiba – tiba mengalami benturan. Sistem SyarafTepi (SST) / Sistem Syaraf Perifer Tiga kelas fungsional neuron adalah neuron afferen, neuron efferen dan antarneuron. Ketiga neuron ini membentuk sistem syaraf tepi. Neuron afferen biasanya memiliki reseptor sensorik diujung perifernya yang menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap jenis rangsangan tertentu. Badan sel neuron afferen yang tidak mengandung dendrit dan input prasinaps terletak dekat dengan medulla spinalis. Antarneuron (interneuron) utama berada di sistem syaraf pusat. Neuron – neuron ini mempunyai 2 peran utama. Peran pertama adalah mengintegrasi respon perifer dengan informasi perifer karena interneuron ini berada diantara neuron afferen dan neuron efferen. Neuron efferen berada pada susunan syaraf tepi, dengan badan selnya berada di susunan syaraf pusat. Instruksi dari SSP disalurkan melalui divisi efferen ke organ efektor hingga otot atau kelenjar yang melaksanakan perintah agar dihasilkan efek yang sesuai. INFEKSI Infeksi adalah keadaan masuk (invasi) dan berkembangnya (multiplikasi) suatu mikroorganisme ke dalam tubuh inang dan bersifat merugikan serta membahayakan inang. Mikrorganisme penginfeksi sering disebut patogen,akan menggunakan tubuh inang sebagai sarana untuk mendapatkan nutrisi hingga proses perbanyakan diri. Organismepatogen akan mengganggu fungsi normal inang hingga berakibat timbulnya luka kronik, gangrene, kehilangan fungsi tubuh hingga kematian. PATOFISIOLOGI Klasifikasi menurut organ yang terkena peradangan, tidak memberikan pegangan klinis yang berarti. Radang syaraf tepi dinamakan neuritis, pada meanings disebut meningitis, pada jaringan medulla spinalis disebut mielitis dan pada otak dikenal sebagai ensefalitis. Meningitis dibagi menjadi dua golongan, yakni : 1. Berdasarkan agen penyebab • Meningitis bakteri • Meningitis virus • Meningitis jamur 2. Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak • • Meningitis Tuberkulosis Generalisata adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terjadinya adalah Mycobacterium Tuberculosa, Penyebab lain seperti Lues, Virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia. Meningitis Purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain :Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus influenzae, Escherichia Coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa. ETIOLOGI Meningitis dibagi menjadi 3 : Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis) Meningitis bacterial (MB) adalah inflamasi meningen, terutama pia – arakhnoid (leptomeningitis) dan durameter (pachymeningitis), yang terjadii karena invasi bakteri ke dalam ruang subaraknoid. Pada meningitis bakterialis terjadi rekutmen leukosit ke dalam cairan serebrospinal (CSS). Biasanya inflamasi tidak terbatas hanya pada meningen, tapi juga mengenai parenkim otak (meningoensefalitis), ventrikel (ventrikulitis), bahkan akan menyebar ke medulla spinallis. Penyebaran infeksi karena bakteri pada sistem syaraf pusat dapat terjadi dengan cepat sehingga meningitis dapat menyebar dengan luas. Bakteri masuk ke dalam susunan syaraf pusat melalui 3 jalan utama yaitu : • Penyebaran langsung dari fokus infeksi di dekatnya, seperti sinus paranasal atau telinga bagian tengah, infeksi dapat pula ditimbulkan oleh penyebaran dari luar tubuh seperti pada kasus cedera kepala disertai fraktur tengkorak yang terbuka. • Penyebaran melewati aliran darah yang dapat terjadi sebagai akibat septikemia atau sebagai emboli septik dari infeksi yang telah terbentuk di tempat lain seperti endokarditis bakterialis dan bronkiektasi. • Infeksi iatrogenik, yang terjadi akibat masuknya kuman ke dalam sistem syaraf pusat setelah dilakukan pungsi lumbal. Meningitis Virus (Meningitis aseptic) Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem syaraf pusat melalui sistem vaskuler. Infeksi SSP oleh virus dapat terjadi dengan mekanisme sebagai berikut : • Penyebaran hematogen sebagai bagian dari infeksi sistemik dengan viremia dan biasanya menyebabkan meningitis. • Penyebaran neuoral sepanjang syaraf sensorik perifer oleh retrograd transpor akson. • Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus seperti : campak, mumps, herpes simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic. Meningitis Jamur Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem syaraf pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan menurunnya status mental. Faktor resiko terjadinya meningitis 1. Infeksi sistemik Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri atas faktor pencetus diantaranya adalah: • Otitis media • Pneumonia • Sinusitis • Sickle cell anemia • Fraktur cranial, trauma otak • Operasi spinal • Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh seperti AIDS. 2. Trauma Kepala Biasanya terjadi pada trauma kepala yang terbuka atau pada fraktur basis crania yang memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea. 3. Kelainan Anantomis Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi cranium. MANIFESTASI KLINIK Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat menyebar ke tengkuk dan punggung.Tengkuk menjadi kaku.Kaku kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk.Bila hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi, kesadaran menurun. Pada orang dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum, kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung. Terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah, gangguan pernapasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat berkurang, konstipasi diare, biasanya disertai septicemia dan pneumonitis. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan penyebab hemofilus influenza, 25% streptokok pneumonia, 78% oleh streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan kesadaran berupa apati, letargi, renjatan, koma. TERAPI Tujuan Tujuan terapi adalah untuk menghilangkan infeksi dengan menurunkan tanda - tanda dan gejala serta mencegah kerusakan neurologi seperti kejang, tuli, koma hingga kematian akibat infeksi beserta kerusakan yang terjadi. Sasaran terapi adalah menghilangkan infeksi dengan menurunkan tanda-tanda dan gejala serta mencegah kerusakan neurologic seperti kejang , tuli , koma dan kematian . Prinsip pengobatannya adalah mengurangi / meniadakan agen penyebab infeksi menggunakan antibiotik atau antivirus. Karena sasaran pengobatan adalah system syaraf (system organ dengan mekanisme pertahanan khusus Blood Brain Barrier), maka hal yang perlu diperhatikan adalah penggunaan obat yang mampu menembus Blood Brain Barrier sehingga mampu bekerja di otak. Tata laksana Terapi yang diberikan kepada pasien yang mengalami infeksi susunan syaraf didasarkan pada mikroorganisme penyebab infeksi. Terapi mengunakan antibiotic merupakan terapi utama yang harus diberikan pada pasien penderita infeksi system syaraf yang disebabkan oleh bakteri, pemberian antiviral untuk pasien terinfeksi virus, juga pemberian anti parasit / antelmintik pada infeksi akibat parasit. Terapi Non Farmakologi Pemberian cairan elektrolit , antipiretik , analgesic dan terapi penunjang lain yang penting utnuk pasien penderita meningitis bakteri akut. Selain itu dapat dengan terapi : • Konsumsi cairan sebanyak mungkin • Istirahat secara total • Diet makanan • Mandi air hangat Terapi Farmakologi • Golongan Obat 1. PENICILLIN Mekanisme Kerja : Menghambat pertumbuhan bakteri dengan jalan menghambat tahap spesifik dalam sintesis dinding sel bakteri sehingga sel bakteri menjadi lisis. Klasifikasi Penicillin : a. Penicillin (misalnya Penicillin G) Obat ini bedifusi dengan baik dijaringan dan cairan tubuh,tapi penetrasi kedalam cairan otak kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Obat ini dieksresikan ke urine dalam kadar terapeutik . Probenesid menghambat ekskresi penisilin oleh tubulus ginjal sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan masa kerjanya lebih panjang. b. Penicillin Anti Staphyllococcus (misalnya Nafcicilin) C. Extended Spektrum Penicillin (terdiri dari Penicillin Spektrum Diperluas dan Penicillin Antipseudomonas) • Ampisilin Ampisilin aktif terhadap beberapa jenis kuman gram positif dan negative tapi dirusak oleh penisilinase. Sayangnya, berbagai strain spesies bakteri gram negative (Staphylococcus, E.coli, H.influenza) yang dulunya rentan secara keseluruhan, kini memproduksi beta-laktamase, oleh karena itu menjadi resisten terhadap ampisilin. Hal ini menghalangi penggunaannya dalam terapi empiris terhadap infeksi-infeksi saluran kemih, meningitis dan demam tifoid. • Piperasilin Obat-obat golongan ini terutama diindikasikan untuk infeksi berat yang disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa.Selain itu juga aktif terhadap beberapa kuman gram negative termasuk Proteus spp dan bacteriodes fragilis. 2. CEPHALOSPORIN • Mekanisme Kerja : Cephalosporin secara kimiawi memiliki mekanisme kerja dan toksisitas yang serupa dengan Penicillin. Cephalosporin lebih stabil daripada Penicillin terhadap banyak bacteria beta laktamase sehingga memiliki spectrum aktivitas yang lebih luas.Cephalsoporin tidak aktif terhadap enterokokkus dan Listeria monocytogenes. • Klasifikasi : a. Cephalosporin Generasi Pertama Penggunaan Klinis : Cefazolin tidak mengalami penetrasi dalam system syaraf pusat dan tidak dapat digunkan untuk pengobatan meningitis. b. Cephalosporin Generasi Kedua Penggunaan Klinis : Cefuroxime merupakan satu-satunya obat generasi keddua yang dapat melintasi sawar darah-otak. Akan tetapi, obat ini kurang efektif dibandingkan dengan Ceftriaxone atau Cefotaxime dalam pengobatan meningitis, Karena itu sebaiknya tidak digunakan. c. Cephalosporin Generasi Ketiga Penggunaan Klinis : Oleh karena kemampuan agen-agen ini untuk melakukan penetrasi ke system syaraf pusat, Cephalosporin golongan ketiga dapat digunakan untuk mengobati meningitis khusunya jenis Ceftriaxone dan Cefotaxime d. Cephalosporin Generasi Keempat Cefepime merupakan suatu contoh dari golongan yang disebut Cephalosporin Generasi Keempat.Dalam banyak hal, obat-obat ini menyerupai golongan ketiga, namun lebih kebal terhadap betalaktamse. 3. OBAT-OBAT BETALACTAM YANG LAIN Obat-obat relatif kebal terhadap batang gram-negatif (termasuk pseudomonas dan Serratia).Obat-obat ini tidak memiliki aktivitas terhadap bakteri-bakteri gram negatif atau anaerrobe. • KARBAPENEM Karbapenem adalah β-laktam yang mempunyai spektrum aktivitas yang leih luas daripada kebanyakan antibiotik β-laktam lainnya. • MEROPENEM Meropenem (MERREM IV) adalah suatu derivat tienamisin yang tidak membutuhkan pemberian bersama silastatin karena tidak sensitif terhadap dipeptidase ginjal. Toksisitas dan efikasi klinisnya mirip dengan imiripenem namun aktivitasnya lebih besar terhadap aerob gram-negatif dan aktivitasnya terhadap gram positif lebih kecil. 4. CHLORAMPHENICOL Mekanisme Kerja : Merupakan antibiotic bakteriostatik berspektrum luas yang aktif terhadap mikroorganisme aerobic dan anaerobic gram positif maupun gram negative. Bekerja dengan cara menghambat sintesis protein dalam mikroorganisme dengan jalan mengikatkan diri pada ribosom dan mengacaukan fungsi ribosom tersebut. Penggunaan Klinis : Sebagai obat sistemik, Chloramphenicol hampir tidak dipakai lagi berhubung toksisitasnya yang kuat, resistensi bakteri dan tersedianya obat-obat lain yang lebih efektif misalnya golongan Cephalosporin. Obat ini merupakan alternative bagi pengobatan meningitis bakteri yang disebabkan strain-strain pneumokokkus atau meningokokkus yang ditemui pada pasien yang hipersensitif terhadap Penicillin. 5. AMINOGLIKOSIDA Aminoglokosida adalah terapi lini pertama untuk sejumlah terbatas infeksi yang sangat spesifik dan sering terlihat jelas, seperti pes, tularemia, tuberkulosis dan juga sering digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan bakteri gram-negatif aerob. Perannya dalam klinis sudah berkurang seiring adanya obat alternatif yang kurang toksik. Mekanisme Kerja :Mekanisme kerja stereptomisin telah lebih banyak dipelajari lebih jauh dibandingkan dengan aminoglycoside lainya, namun kemungkinan semua memiliki aktivitas yang sama. Aminoglycoside merupakan penghambat sintesis protein ireversible,namun mekanisme pasti aktivitas bakteriosidnya tidak jelas. Contoh obat : amikasin, gentamisin, kanamisin, netilmisin 6. SULFONAMIDE dan TRIMETHOPRIM Mekanisme Kerja : Berkompetisi dengan PABA ekstraseluler untk menghambat dihydrofolic acid reductase yang menyebabkan terjadinya gangguan pembentukan DNA bakteri. Mereka diabsorpsi dari lambung dan usus halus dan disistribusikan secara luas pada jaringanjaringan dan cairan-cairan tubuh termasuk system syaraf pusat dan cairan serebrospinal. Penggunaan sulfonamide semakin berkurang dengan semakin banyaknya kuman yang resisten, dan semakin banyaknya antibiotic yang efektif dan kurang toksik.Sulfonamide jarang digunakan sebagai agen tunggal. Sulfonamide jenis Sulfametoksasol sering dikombinasikan dengan trimetoprim berupa kotrimoksazol karena sifat sinergisnya. 7. OBAT-OBAT ANTI TBC • Isoniazid Mekanisme Kerja :Isoniazid menghambat sintesis dari mycolic acid , yang merupakan komponen penting dari dinding sel mikrobakteri. Merupakan obat yang paling aktif untuk mengobati tuberculosis yang disebabkan strain-strain yang rentan.Konsentrasinya pada sitem syaraf pusat dan cairan serebrospinal berkisar antara 20%100% dari konsentrasi serum simultan. • Rifampisin Mekanisme Kerja : Rifampisin dengan kuat mengikat sub unit b RNA polymerase yang tergantung RNA bakteri dan untuk itu menghambat sintesis RNA. Rifampisin disistribusikan secara luas dalam cairan tubuh dan jaringan. Rifampisin merupakan pengikat protein yang relative tinggi, oleh karena itu konsentrasi cairan serebrospinal yang cukup hanya akan terjadi jika terdapat peradangan selaput otak atau sumsum tulang belakang. • Ethambutol Mekanisme Kerja :Ethambutol merupakan suatu penghambat dari arabinosyl transferase mikobakteri. Arabinosyl transferase terlibat dalam reaksi polimerisasi dari arabinoglycan, suatu komponen essensial dari dinding sel mikobakteri. Gangguan sintesis arabinoglycan menggangu pertahanan sel, meningkatkan aktivitas obat lipofilik seperti Rifampisin yang menembus dinding sel. Kadar dalam cairan serebrospinal bervariasi dari 4%-64% dari kadar serum pada saat infeksi jaringan otak. • Pyrazinamide Mekanisme Kerja :Belum diketahui secara pasti, diperkirakan bekerja dalam bentuk aktif pyrazinoic acid yang bersifat asam. 8. ANTI JAMUR GOLONGAN POLIEN • Amphotericin B Penggunaan Klinis : Digunakan sebagai terapi induksi awal khususnya untuk pasien-pasien yang system kekebalan tubuhnya tertekan dan pasien penderita pneumonia jamur yang parah contohnya pada cryptococcal meningitis. • Flucytosine Penggunaan Klinis : Penggunaan klinis saat ini terbatas pada terapi kombinasi, baik dengan Amphoteriicin B untuk meningitis cryptococcal atau dengan itraconazole untuk chromoblastomycosis. 9. ANTIVIRUS Etiologi Pengobatan Cytomegalovirus Ganciclovir Enterovirus Immune globulin Herpes Simplex Virus Acyclovir Human Immunodeficiency Virus Multidrug antiretroviral regimens Lyme Dissease Ceftriaxone Syphillis Penisilin dosis tinggi Toxoplasmosis Pyrimethamine dan sulfadiazine Tuberkulosis Multidrug antimikroba regimen Acyclovir Mekanisme Kerja :Acyclovir diubah menjadi derivate monofosfat oleh timidine kinase kemudian menjadi senyawa ditrifosfat dan trifosfat oleh enzim sel inangnya. Acyclovir trifosfat menghambat sintesis DNA melalui dua cara yaitu penghambatan kompetitif untuk polimerasi DNA virus dan terminasi rantai. • KASUS An. TN (2 bln/11 kg) pasien mengeluh muntahmuntah setiap diberi minum oleh ibu dan muntah berisi susu. Selain itu pasien juga mengalami demam tinggi, ibu tidak mengukur suhunya tapi ibu pasien menyangkal adanya kejang. Selain itu pasien juga mengeluh BAB mencret sejak 2 hari SMRS. BAB ± 5 kali perhari dan encer. Ibu pasien juga mengaku pasien terlihat lemas. Pasien menyangkal adanya riwayat jatuh, sakit telinga, keluar cairan dari telinga. Subjek Identitas Pasien Nama : An. TN Usia : 2 bln BB : 3,1 Kg Keluhan : Muntah – muntah, kejang, demam, mencret dan keluar cairan dari telinga Objek PARAMETER Components cerebrospinal fluids Kultur darah Makroskopik suhu HASIL KETERANGAN 1500 cells/mm3 NILAI NORMAL < 5 cells/mm3 Protein 200 mg/dL <50 mg/dL Bacterial Glucosa (mg/dL) 30 % 50 – 66 % Bacterial of WBC Positif Neisseria meningitidis Bacterial Positif Neisseria meningitidis Darahnya keruh 38,8ºC 37ºC Demam Respiration rate 20 x/menit 12-20 x/menit Normal Nadi 78 x/menit 60-100 x/menit Normal Leukosit 14.370/mmᵌ 450010000/mmᵌ 13,5-18,0 g/dl Peningkatan 150.000400.000/mmᵌ Penurunan HB Trombosit 10,3 g/dl 4.000/mmᵌ Penurunan Assetment Diagnosa anatomi : Meningitis Diagnosa kerja : Meningitis bacterial Penggunaan antibiotik cefotaxime dan ceftriaxon bekerja sinergis dalam mengurangi jumlah bakteri meningococcus, dalam penelitian ditemukan bahwa penggunaan kombinasi kedua antibiotik dapat menurunkan jumlah bakteri meningococcus, cultur bakteri yang ditemukan setelah pemberian kedua antibiotik sampai 85 % . Plan Sasaran terapi Menghilangkan infeksi dengan menurunkan tandatanda dan gejala serta mencegah kerusakan neurologic seperti kejang , tuli , koma dan kematian. Terapi Rencana diagnostik : kultur darah CITO, CT scan kepala: kontraindikasi fungsi lumbal, dan hasil analisis CSS sesuai MB. Terapi non farmakologi : Konsumsi cairan sebanyak mungkin Istirahat secara total Konsumsi makanan dan minuman yang dapat meningkatkan hb,trombosit darah Terapi farmakologi : Ceftriaxone 100 mg/kgbb/hari iv dibagi 2 dosis Cefotaxime 200 mg/kgBB/hari iv,dibagi 4 dosis Dexamentasone 0,15 mg/KgBB tiap 6 jam