infeksi susunan syaraf pusat

advertisement
INFEKSI SUSUNAN SYARAF PUSAT
Nama Kelompok:
Lilis Ida Rahmawati (1041511213)
Megananda Ristya P
(1041511217)
Ozsa Hanifa S.
(1041511225)
Ria Amalia
(1041511231)
Vivi Lasandra
(1041511241)
PENDAHULUAN
Sistem syaraf merupakan salah satu sistem yang
berfungsi untuk mengatur regulasi tubuh. Rangsangan berupa
sinyal elektrokimia pada sistem syaraf akan memberi
informasi tentang lingkungan luar maupun lingkungan internal
serta melakukan mekanisme-mekanisme yang bertujuan untuk
mempertahankan homeostasis. Selain itu sistem syaraf juga
merupakan jalinan jaringan syaraf yang saling berhubungan,
sangat khusus, dan kompleks. Sistem syaraf ini
mengkordinasi,mengatur,mengendalikan
interaksi
antara
seorang individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh
yang penting ini juga mengatur aktifitas sebagian besar sistem
tubuh lainnya.
Sistem syaraf tersusun menjadi susunan syaraf pusat
(SSP) dan susunan syaraf tepi (SST).
SISTEM SYARAF PUSAT
Sistem syaraf pusat terdiri dari otak dan sumsum tulang
belakang. Kedua organ ini merupakan organ lunak dengan fungsi yang
sangat penting. Oleh sebab itu, kedua organ ini perlu mendapatkan
suatu mekanisme perlindungan khusus. Terdapat 3 agen yang dapat
melindungi sistem syaraf pusat dari cedera :
1. Sistem syaraf pusat dibungkus oleh struktur tulang yang keras yaitu
kranium (tengkorak) yang membungkus otak, dan kolumna vertebralis
yang mengelilingi medulla spinalis.
2. Antara tulang pelindung dan jaringan syaraf terdapat 3 agen protektif
dan nutritif yang disebut dengan meninges. Ketiga membran itu adalah
dura mater, arakhnoid mater, pia mater.
3. Otak dan medula spinalis mengapung pada suatu bantalan cairan
khusus yang disebut dengan cairan serebrospinal (CSS). Fungsi utama
CSS adalah sebagai cairan peredam kejut untuk mencegah otak
menumbuk bagian interior tengkorak yang keras ketika kepala tiba –
tiba mengalami benturan.
Sistem SyarafTepi (SST) / Sistem
Syaraf Perifer
Tiga kelas fungsional neuron adalah neuron afferen, neuron efferen dan
antarneuron. Ketiga neuron ini membentuk sistem syaraf tepi.
Neuron afferen biasanya memiliki reseptor sensorik diujung perifernya
yang menghasilkan potensial aksi sebagai respon terhadap jenis rangsangan tertentu.
Badan sel neuron afferen yang tidak mengandung dendrit dan input prasinaps
terletak dekat dengan medulla spinalis.
Antarneuron (interneuron) utama berada di sistem syaraf pusat. Neuron –
neuron ini mempunyai 2 peran utama. Peran pertama adalah mengintegrasi respon
perifer dengan informasi perifer karena interneuron ini berada diantara neuron
afferen dan neuron efferen.
Neuron efferen berada pada susunan syaraf tepi, dengan badan selnya
berada di susunan syaraf pusat. Instruksi dari SSP disalurkan melalui divisi efferen
ke organ efektor hingga otot atau kelenjar yang melaksanakan perintah agar
dihasilkan efek yang sesuai.
INFEKSI
Infeksi adalah keadaan masuk (invasi) dan
berkembangnya (multiplikasi) suatu mikroorganisme ke
dalam tubuh inang dan bersifat merugikan serta
membahayakan inang. Mikrorganisme penginfeksi sering
disebut patogen,akan menggunakan tubuh inang sebagai
sarana untuk mendapatkan nutrisi hingga proses
perbanyakan diri. Organismepatogen akan mengganggu
fungsi normal inang hingga berakibat timbulnya luka
kronik, gangrene, kehilangan fungsi tubuh hingga
kematian.
PATOFISIOLOGI
Klasifikasi menurut organ yang terkena peradangan, tidak memberikan pegangan klinis
yang berarti. Radang syaraf tepi dinamakan neuritis, pada meanings disebut meningitis, pada
jaringan medulla spinalis disebut mielitis dan pada otak dikenal sebagai ensefalitis.
Meningitis dibagi menjadi dua golongan, yakni :
1. Berdasarkan agen penyebab
•
Meningitis bakteri
•
Meningitis virus
•
Meningitis jamur
2. Berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak
•
•
Meningitis Tuberkulosis Generalisata adalah radang selaput otak araknoid dan piameter yang
disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terjadinya adalah Mycobacterium
Tuberculosa, Penyebab lain seperti Lues, Virus, Toxoplasma gondhii, Ricketsia.
Meningitis Purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piameter yang meliputi otak dan
medula spinalis. Penyebabnya antara lain :Diplococcus pneumoniae (pneumokok), Neisseria
meningitidis (meningokok), Streptococcus haemolyticus, Staphylococcus aureus, Haemophilus
influenzae, Escherichia Coli, Klebsiella pneumoniae, Pseudomonas aeruginosa.
ETIOLOGI
Meningitis dibagi menjadi 3 :

Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)
Meningitis bacterial (MB) adalah inflamasi meningen, terutama pia –
arakhnoid (leptomeningitis) dan durameter (pachymeningitis), yang terjadii karena
invasi bakteri ke dalam ruang subaraknoid. Pada meningitis bakterialis terjadi rekutmen
leukosit ke dalam cairan serebrospinal (CSS). Biasanya inflamasi tidak terbatas hanya
pada meningen, tapi juga mengenai parenkim otak (meningoensefalitis), ventrikel
(ventrikulitis), bahkan akan menyebar ke medulla spinallis.
Penyebaran infeksi karena bakteri pada sistem syaraf pusat dapat terjadi
dengan cepat sehingga meningitis dapat menyebar dengan luas. Bakteri masuk ke
dalam susunan syaraf pusat melalui 3 jalan utama yaitu :
•
Penyebaran langsung dari fokus infeksi di dekatnya, seperti sinus paranasal atau
telinga bagian tengah, infeksi dapat pula ditimbulkan oleh penyebaran dari luar
tubuh seperti pada kasus cedera kepala disertai fraktur tengkorak yang terbuka.
•
Penyebaran melewati aliran darah yang dapat terjadi sebagai akibat septikemia atau
sebagai emboli septik dari infeksi yang telah terbentuk di tempat lain seperti
endokarditis bakterialis dan bronkiektasi.
•
Infeksi iatrogenik, yang terjadi akibat masuknya kuman ke dalam sistem syaraf
pusat setelah dilakukan pungsi lumbal.

Meningitis Virus (Meningitis aseptic)
Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh
sendiri. Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem
nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem syaraf pusat melalui sistem
vaskuler.
Infeksi SSP oleh virus dapat terjadi dengan mekanisme sebagai berikut :
•
Penyebaran hematogen sebagai bagian dari infeksi sistemik dengan viremia dan biasanya
menyebabkan meningitis.
•
Penyebaran neuoral sepanjang syaraf sensorik perifer oleh retrograd transpor akson.
•
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus seperti : campak, mumps, herpes
simplek dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga
sell cepat mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau
neurotransmitter yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.

Meningitis Jamur
Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem syaraf
pusat pada klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan
tubuh yang akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada
klien dengan menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual,
muntah dan menurunnya status mental.
Faktor resiko terjadinya meningitis
1. Infeksi sistemik
Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen
sampai ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis,
dll.Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri atas faktor pencetus
diantaranya adalah:
•
Otitis media
•
Pneumonia
•
Sinusitis
•
Sickle cell anemia
•
Fraktur cranial, trauma otak
•
Operasi spinal
•
Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan tubuh
seperti AIDS.
2. Trauma Kepala
Biasanya terjadi pada trauma kepala yang terbuka atau pada fraktur basis crania yang
memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea.
3. Kelainan Anantomis
Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah,
operasi cranium.
MANIFESTASI KLINIK
Keluhan pertama biasanya nyeri kepala. Rasa nyeri ini dapat
menyebar ke tengkuk dan punggung.Tengkuk menjadi kaku.Kaku
kuduk disebabkan oleh mengejangnya otot-otot ekstensor tengkuk.Bila
hebat, terjadi opistotonus, yaitu tengkuk kaku dalam sikap kepala
tertengadah dan punggung dalam sikap hiperekstensi, kesadaran
menurun.
Pada orang dewasa, permulaan penyakit juga terjadi akut
dengan panas, nyeri kepala yang bisa hebat sekali, malaise umum,
kelemahan, nyeri otot dan nyeri punggung.
Terjadi secara akut dengan panas tinggi, mual, muntah,
gangguan pernapasan, kejang, nafsu makan berkurang, minum sangat
berkurang, konstipasi diare, biasanya disertai septicemia dan
pneumonitis. Kejang terjadi pada lebih kurang 44% anak dengan
penyebab hemofilus influenza, 25% streptokok pneumonia, 78% oleh
streptokok dan 10% oleh infeksi meningokok. Gangguan kesadaran
berupa apati, letargi, renjatan, koma.
TERAPI

Tujuan
Tujuan terapi adalah untuk menghilangkan infeksi dengan menurunkan tanda
- tanda dan gejala serta mencegah kerusakan neurologi seperti kejang, tuli, koma
hingga kematian akibat infeksi beserta kerusakan yang terjadi. Sasaran terapi adalah
menghilangkan infeksi dengan menurunkan tanda-tanda dan gejala serta mencegah
kerusakan neurologic seperti kejang , tuli , koma dan kematian .
Prinsip pengobatannya adalah mengurangi / meniadakan agen penyebab
infeksi menggunakan antibiotik atau antivirus. Karena sasaran pengobatan adalah
system syaraf (system organ dengan mekanisme pertahanan khusus Blood Brain
Barrier), maka hal yang perlu diperhatikan adalah penggunaan obat yang mampu
menembus Blood Brain Barrier sehingga mampu bekerja di otak.

Tata laksana
Terapi yang diberikan kepada pasien yang mengalami infeksi susunan syaraf
didasarkan pada mikroorganisme penyebab infeksi. Terapi mengunakan antibiotic
merupakan terapi utama yang harus diberikan pada pasien penderita infeksi system
syaraf yang disebabkan oleh bakteri, pemberian antiviral untuk pasien terinfeksi virus,
juga pemberian anti parasit / antelmintik pada infeksi akibat parasit.
Terapi Non Farmakologi
Pemberian cairan elektrolit , antipiretik ,
analgesic dan terapi penunjang lain yang penting
utnuk pasien penderita meningitis bakteri akut.
Selain itu dapat dengan terapi :
• Konsumsi cairan sebanyak mungkin
• Istirahat secara total
• Diet makanan
• Mandi air hangat


Terapi Farmakologi
•
Golongan Obat
1. PENICILLIN
Mekanisme Kerja : Menghambat pertumbuhan bakteri dengan jalan menghambat tahap spesifik dalam sintesis
dinding sel bakteri sehingga sel bakteri menjadi lisis.
Klasifikasi Penicillin :
a. Penicillin (misalnya Penicillin G)
Obat ini bedifusi dengan baik dijaringan dan cairan tubuh,tapi penetrasi kedalam cairan otak
kurang baik kecuali jika selaput otak mengalami infeksi. Obat ini dieksresikan ke urine dalam kadar terapeutik .
Probenesid menghambat ekskresi penisilin oleh tubulus ginjal sehingga kadar dalam darah lebih tinggi dan masa
kerjanya lebih panjang.
b. Penicillin Anti Staphyllococcus (misalnya Nafcicilin)
C. Extended Spektrum Penicillin (terdiri dari Penicillin Spektrum Diperluas dan Penicillin Antipseudomonas)
•
Ampisilin
Ampisilin aktif terhadap beberapa jenis kuman gram positif dan negative tapi dirusak oleh
penisilinase. Sayangnya, berbagai strain spesies bakteri gram negative (Staphylococcus, E.coli, H.influenza) yang
dulunya rentan secara keseluruhan, kini memproduksi beta-laktamase, oleh karena itu menjadi resisten terhadap
ampisilin. Hal ini menghalangi penggunaannya dalam terapi empiris terhadap infeksi-infeksi saluran kemih,
meningitis dan demam tifoid.
•
Piperasilin
Obat-obat golongan ini terutama diindikasikan untuk infeksi berat yang disebabkan oleh
Pseudomonas aeruginosa.Selain itu juga aktif terhadap beberapa kuman gram negative termasuk Proteus spp
dan bacteriodes fragilis.
2. CEPHALOSPORIN
•
Mekanisme Kerja : Cephalosporin secara kimiawi memiliki mekanisme kerja dan toksisitas yang serupa
dengan Penicillin. Cephalosporin lebih stabil daripada Penicillin terhadap banyak bacteria beta laktamase
sehingga memiliki spectrum aktivitas yang lebih luas.Cephalsoporin tidak aktif terhadap enterokokkus dan
Listeria monocytogenes.
•
Klasifikasi :
a. Cephalosporin Generasi Pertama
Penggunaan Klinis : Cefazolin tidak mengalami penetrasi dalam system syaraf pusat dan tidak dapat digunkan
untuk pengobatan meningitis.
b. Cephalosporin Generasi Kedua
Penggunaan Klinis : Cefuroxime merupakan satu-satunya obat generasi keddua yang dapat melintasi sawar
darah-otak. Akan tetapi, obat ini kurang efektif dibandingkan dengan Ceftriaxone atau Cefotaxime dalam
pengobatan meningitis, Karena itu sebaiknya tidak digunakan.
c. Cephalosporin Generasi Ketiga
Penggunaan Klinis : Oleh karena kemampuan agen-agen ini untuk melakukan penetrasi ke system syaraf pusat,
Cephalosporin golongan ketiga dapat digunakan untuk mengobati meningitis khusunya jenis Ceftriaxone dan
Cefotaxime
d. Cephalosporin Generasi Keempat
Cefepime merupakan suatu contoh dari golongan yang disebut Cephalosporin Generasi
Keempat.Dalam banyak hal, obat-obat ini menyerupai golongan ketiga, namun lebih kebal terhadap
betalaktamse.
3. OBAT-OBAT BETALACTAM YANG LAIN
Obat-obat relatif kebal terhadap batang gram-negatif
(termasuk pseudomonas dan Serratia).Obat-obat ini tidak memiliki
aktivitas terhadap bakteri-bakteri gram negatif atau anaerrobe.
•
KARBAPENEM
Karbapenem adalah β-laktam yang mempunyai spektrum
aktivitas yang leih luas daripada kebanyakan antibiotik β-laktam
lainnya.
•
MEROPENEM
Meropenem (MERREM IV) adalah suatu derivat tienamisin yang
tidak membutuhkan pemberian bersama silastatin karena tidak sensitif
terhadap dipeptidase ginjal. Toksisitas dan efikasi klinisnya mirip
dengan imiripenem namun aktivitasnya lebih besar terhadap aerob
gram-negatif dan aktivitasnya terhadap gram positif lebih kecil.
4. CHLORAMPHENICOL
Mekanisme Kerja : Merupakan antibiotic bakteriostatik
berspektrum luas yang aktif terhadap mikroorganisme aerobic
dan anaerobic gram positif maupun gram negative. Bekerja
dengan cara menghambat sintesis protein dalam
mikroorganisme dengan jalan mengikatkan diri pada ribosom
dan mengacaukan fungsi ribosom tersebut.
Penggunaan Klinis : Sebagai obat sistemik, Chloramphenicol
hampir tidak dipakai lagi berhubung toksisitasnya yang kuat,
resistensi bakteri dan tersedianya obat-obat lain yang lebih
efektif misalnya golongan Cephalosporin. Obat ini merupakan
alternative bagi pengobatan meningitis bakteri yang
disebabkan strain-strain pneumokokkus atau meningokokkus
yang ditemui pada pasien yang hipersensitif terhadap
Penicillin.
5. AMINOGLIKOSIDA
Aminoglokosida adalah terapi lini pertama untuk
sejumlah terbatas infeksi yang sangat spesifik dan sering
terlihat jelas, seperti pes, tularemia, tuberkulosis dan juga
sering digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan
bakteri gram-negatif aerob. Perannya dalam klinis sudah
berkurang seiring adanya obat alternatif yang kurang toksik.
Mekanisme Kerja :Mekanisme kerja stereptomisin telah lebih
banyak dipelajari lebih jauh dibandingkan dengan
aminoglycoside lainya, namun kemungkinan semua memiliki
aktivitas yang sama. Aminoglycoside merupakan penghambat
sintesis protein ireversible,namun mekanisme pasti aktivitas
bakteriosidnya tidak jelas.
Contoh obat : amikasin, gentamisin, kanamisin, netilmisin
6. SULFONAMIDE dan TRIMETHOPRIM
Mekanisme Kerja : Berkompetisi dengan PABA
ekstraseluler untk menghambat dihydrofolic acid reductase
yang menyebabkan terjadinya gangguan pembentukan
DNA bakteri. Mereka diabsorpsi dari lambung dan usus
halus dan disistribusikan secara luas pada jaringanjaringan dan cairan-cairan tubuh termasuk system syaraf
pusat dan cairan serebrospinal.
Penggunaan sulfonamide semakin berkurang
dengan semakin banyaknya kuman yang resisten, dan
semakin banyaknya antibiotic yang efektif dan kurang
toksik.Sulfonamide jarang digunakan sebagai agen
tunggal. Sulfonamide jenis Sulfametoksasol sering
dikombinasikan dengan trimetoprim berupa kotrimoksazol
karena sifat sinergisnya.
7. OBAT-OBAT ANTI TBC
•
Isoniazid
Mekanisme Kerja :Isoniazid menghambat sintesis dari mycolic acid , yang merupakan komponen penting dari
dinding sel mikrobakteri. Merupakan obat yang paling aktif untuk mengobati tuberculosis yang disebabkan
strain-strain yang rentan.Konsentrasinya pada sitem syaraf pusat dan cairan serebrospinal berkisar antara 20%100% dari konsentrasi serum simultan.
•
Rifampisin
Mekanisme Kerja : Rifampisin dengan kuat mengikat sub unit b RNA polymerase yang tergantung RNA bakteri
dan untuk itu menghambat sintesis RNA. Rifampisin disistribusikan secara luas dalam cairan tubuh dan jaringan.
Rifampisin merupakan pengikat protein yang relative tinggi, oleh karena itu konsentrasi cairan serebrospinal
yang cukup hanya akan terjadi jika terdapat peradangan selaput otak atau sumsum tulang belakang.
•
Ethambutol
Mekanisme Kerja :Ethambutol merupakan suatu penghambat dari arabinosyl transferase mikobakteri. Arabinosyl
transferase terlibat dalam reaksi polimerisasi dari arabinoglycan, suatu komponen essensial dari dinding sel
mikobakteri. Gangguan sintesis arabinoglycan menggangu pertahanan sel, meningkatkan aktivitas obat lipofilik
seperti Rifampisin yang menembus dinding sel. Kadar dalam cairan serebrospinal bervariasi dari 4%-64% dari
kadar serum pada saat infeksi jaringan otak.
•
Pyrazinamide
Mekanisme Kerja :Belum diketahui secara pasti, diperkirakan bekerja dalam bentuk aktif pyrazinoic acid yang
bersifat asam.
8. ANTI JAMUR GOLONGAN POLIEN
• Amphotericin B
Penggunaan Klinis : Digunakan sebagai terapi
induksi awal khususnya untuk pasien-pasien yang
system kekebalan tubuhnya tertekan dan pasien
penderita pneumonia jamur yang parah contohnya
pada cryptococcal meningitis.
• Flucytosine
Penggunaan Klinis : Penggunaan klinis saat ini
terbatas pada terapi kombinasi, baik dengan
Amphoteriicin B untuk meningitis cryptococcal atau
dengan itraconazole untuk chromoblastomycosis.
9. ANTIVIRUS
Etiologi
Pengobatan
Cytomegalovirus
Ganciclovir
Enterovirus
Immune globulin
Herpes Simplex Virus
Acyclovir
Human Immunodeficiency Virus
Multidrug antiretroviral regimens
Lyme Dissease
Ceftriaxone
Syphillis
Penisilin dosis tinggi
Toxoplasmosis
Pyrimethamine dan sulfadiazine
Tuberkulosis
Multidrug antimikroba regimen
Acyclovir
Mekanisme Kerja :Acyclovir diubah menjadi derivate
monofosfat oleh timidine kinase kemudian menjadi senyawa
ditrifosfat dan trifosfat oleh enzim sel inangnya. Acyclovir
trifosfat menghambat sintesis DNA melalui dua cara yaitu
penghambatan kompetitif untuk polimerasi DNA virus dan
terminasi rantai.
•
KASUS

An. TN (2 bln/11 kg) pasien mengeluh muntahmuntah setiap diberi minum oleh ibu dan muntah
berisi susu. Selain itu pasien juga mengalami
demam tinggi, ibu tidak mengukur suhunya tapi ibu
pasien menyangkal adanya kejang. Selain itu
pasien juga mengeluh BAB mencret sejak 2 hari
SMRS. BAB ± 5 kali perhari dan encer. Ibu pasien
juga mengaku pasien terlihat lemas. Pasien
menyangkal adanya riwayat jatuh, sakit telinga,
keluar cairan dari telinga.
Subjek
Identitas Pasien
Nama : An. TN
Usia : 2 bln
BB
: 3,1 Kg
Keluhan : Muntah – muntah, kejang, demam, mencret
dan keluar cairan dari telinga

Objek
PARAMETER
Components
cerebrospinal
fluids
Kultur darah
Makroskopik
suhu
HASIL
KETERANGAN
1500 cells/mm3
NILAI
NORMAL
< 5 cells/mm3
Protein
200 mg/dL
<50 mg/dL
Bacterial
Glucosa
(mg/dL)
30 %
50 – 66 %
Bacterial
of WBC
Positif Neisseria
meningitidis
Bacterial
Positif
Neisseria
meningitidis
Darahnya keruh
38,8ºC
37ºC
Demam
Respiration rate
20 x/menit
12-20 x/menit
Normal
Nadi
78 x/menit
60-100 x/menit
Normal
Leukosit
14.370/mmᵌ
450010000/mmᵌ
13,5-18,0 g/dl
Peningkatan
150.000400.000/mmᵌ
Penurunan
HB
Trombosit
10,3 g/dl
4.000/mmᵌ
Penurunan
Assetment
Diagnosa anatomi
: Meningitis
Diagnosa kerja : Meningitis bacterial
 Penggunaan antibiotik cefotaxime dan ceftriaxon
bekerja sinergis dalam mengurangi jumlah bakteri
meningococcus, dalam penelitian ditemukan bahwa
penggunaan kombinasi kedua antibiotik dapat
menurunkan jumlah bakteri meningococcus, cultur
bakteri yang ditemukan setelah pemberian kedua
antibiotik sampai 85 % .
Plan
Sasaran terapi
 Menghilangkan infeksi dengan menurunkan tandatanda dan gejala serta mencegah kerusakan
neurologic seperti kejang , tuli , koma dan kematian.
 Terapi
 Rencana diagnostik : kultur darah CITO, CT scan
kepala: kontraindikasi fungsi lumbal, dan hasil
analisis CSS sesuai MB.

Terapi non farmakologi :
Konsumsi cairan sebanyak mungkin
Istirahat secara total
Konsumsi makanan dan minuman yang dapat
meningkatkan hb,trombosit darah
 Terapi farmakologi :
Ceftriaxone 100 mg/kgbb/hari iv dibagi 2 dosis
Cefotaxime 200 mg/kgBB/hari iv,dibagi 4 dosis
Dexamentasone 0,15 mg/KgBB tiap 6 jam

Download